Proceeding of the 6th National Seminar on Neutron and X-Ray Scattering, ISSN 1410-7686
THE INFLUENCE OF WELDING CURRENT AND TIME ON THE RESIDUAL STRESS OF WELD PRODUCT OF Zry-2 NUCLEAR FUEL ELEMENT Futichah1 and Rifa’i Muslich2 1.
Pusat Pengembangan Teknologi Bahan Nuklir dan Daur Ulang (P2TBDU) Pusat Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bahan (P3IB) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang 15314, Banten 2
ABSTRACT THE INFLUENCE OF WELDING CURRENT AND TIME ON THE RESIDUAL STRESS OF WELD PRODUCT OF Zry-2 NUCLEAR FUEL ELEMENT. The inhomogeneous thermal treatment of welding upon the fabrication of fuel element of PWR type can create a residual stress in material. The reducing residual stress can be done by reducing the heat accepted of the welding material up to an allowable level, through the adjustment of TIG Welding parameters such as welding current and time. Furthermore the correlation between weld current/time and residual stress must be determined . In this research, measurement of residual stress by neutron diffraction is carried out and then the influence of welding parameters (P1 up to P6) on the residual stress at Zry-2 cladding-end cap is studied. The results show that the residual stress distribution for sample with P4 welding current and time pattern is optimum, because the value and difference between the tensile and compress residual stresses is the smallest (20 MPa). The correlation between weld parameter and value of residuals stress are σ = 102,501 + 0,0095 I² for radial direction and σ = 271,1264 - 0,0571 I² for hoop direction. Keywords: Zry-2 cladding, PWR, TIG welding, residual stress of welding. ABSTRAK PENGARUH POLA ARUS DAN WAKTU LAS TERHADAP TEGANGAN SISA HASIL LAS TUTUP KELONGSONG ELEMEN BAKAR NUKLIR Zry-2. Perlakuan panas yang tidak merata seperti pengelasan selama fabrikasi bahan kelongsong elemen bakar reaktor PWR, dapat meninggalkan tegangan sisa dalam bahan kelongsong. Salah satu upaya untuk mengurangi tegangan sisa adalah dengan mengurangi panas yang diterima bahan yang dilas sampai batas yang diperbolehkan melalui pengaturan parameter-parameter las TIG (arus dan waktu las). Selanjutnya pada cuplikan perlu dicari korelasi antara arus dan waktu las terhadap nilai tegangan sisa yang terbentuk. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran tegangan sisa dengan menggunakan alat difraktometer neutron, dan dipelajari pengaruh parameter las (pola arus dan waktu las P1 sampai dengan P6) terhadap nilai tegangaan sisa pada hasil las tutup-kelongsong Zry-2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa distribusi tegangan sisa untuk cuplikan dengan parameter pola arus dan waktu las P4 adalah yang optimum, karena mempunyai nilai tegangan sisa tarik dan tekan yang rendah serta perbedaannya terkecil yaitu 20 MPa. Sedangkan korelasi antara parameter las terhadap nilai tegangan sisa yaitu σ = 102,501 + 0,0095 I² untuk arah radial dan σ = 271,1264 - 0,0571 I² untuk arah hoop. Kata kunci: Kelongsong Zry-2, PWR, Tegangan sisa las TIG,
PENDAHULUAN Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie Normen (DIN), las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau paduan logam yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas [1,2,3]. Berdasarkan cara kerjanya, pengelasan dapat dibagi menjadi tiga klasifikasi yaitu pengelasan cair, pengelasan tekan dan pematrian. Cara pengelasan yang paling banyak digunakan pada saat ini adalah pengelasan cair. Dalam pengelasan cair, sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau dari semburan api gas yang terbakar. Pengelasan dengan sumber panas dari busur listrik (las busur) dapat dibagi lagi dalam dua kelompok besar yaitu kelompok elektroda tak terumpan dan kelompok elektroda terumpan.
- 158 -
Kelompok elektroda tak terumpan menggunakan batang wolfram sebagai elektroda yang dapat menghasilkan busur listrik tanpa turut mencair. Kelompok ini dapat dibagi lagi menjadi dua jenis yaitu jenis las busur listrik dengan logam pengisi (filler) dan jenis las busur tanpa logam pengisi. Kedua jenis las ini menggunakan gas mulia (inert gas) sebagai pelindung terhadap oksidasi lingkungan pada saat pengelasan, sehingga secara keseluruhan nama kelompok ini menjadi “Las Wolfram Gas Mulia” atau dalam bahasa inggris disebut “Tungsten Inert Gas Welding” dan disingkat menjadi las TIG. Untuk mengelas pelat yang sangat tipis biasanya menggunakan las TIG tanpa logam pengisi, seperti pada pengelasan tutup-kelongsong elemen bakar nuklir zirkaloy dengan ketebalan dinding kelongsong kurang dari 2 mm.[1,2,3,4] Parameter las TIG tanpa logam pengisi untuk pengelasan tutup-kelongsong tersebut antara lain : kemurnian gas pelindung, arus dan waktu las, kecepatan
The Influence of Welding Current and Time on the Residual Stress of Weld Product of Zry-2 Nuclear Fuel Element Futichah, Rifa’i Muslich
putar, geometri elektroda serta jarak antara elektroda dan benda kerja. Parameter ini berpengaruh terhadap kualitas hasil las. Spesifikasi hasil las tutup-kelongsong zirkaloy2 (Zry-2) yang dipersyaratkan adalah [4] :
(m C ∆ T1 + m λ) - (m C ∆ T2 + m λ) = ∆H pelelehan pembekuan ∆T = ∆H / m C
1. Tingkat kebocoran hasil las : < 10 mbar-9 mbar xS-1 2. Kedalaman las : > tebal nominal dinding kelongsong. 3. Porositas : diameter < 0,3 mm, tidak ada inklusi dan tidak ada retak. 4. Ketahanan korosi : sebelum dan sesudah uji korosi tidak ada perubahan warna menjadi putih kecuali warna kehitaman (lapisan pasivasi). 5. Kekuatan : > kekuatan kelongsong. 6. Ukuran las : maksimum diameter kelongsong yangditetapkan. 7. Keseragaman penampakan : tanpa ada lubang (kawah), pori-pori dan retakan. Banyak pustaka [5, 6, 7, 8] yang membahas masalah pengaruh parameter las TIG terhadap mikrostruktur, porositas, keseragaman ukuran las, kekuatan, ketangguhan, dan daya tahan terhadap kebocoran serta korosi hasil las tutup-kelongsong Zry-2. Semua ini bermuara pada pengujian kualitas hasil las yang dipersyaratkan. Pustaka lain [1, 2, 9] menyatakan bahwa tegangan sisa kemungkinan juga bisa muncul pada hasil las. Tegangan sisa ini akan menurunkan umur pakai bahan, karena akan memicu atau mempercepat timbulnya korosi akibat tegangan pada bahan. Demikian pula kemungkinan juga bisa terjadi pada hasil las tutupkelongsong elemen bakar nuklir selama fabrikasi, sehingga akan menurunkan ketahanan korosinya. Untuk meningkatkan sifat ketahanan korosi, dengan kata lain apabila tegangan sisa dikurangi atau dihilangkan maka kualitas ketahanan korosi pada bahan kelongsong akan meningkat. Tegangan sisa pada hasil las muncul karena adanya penyusutan pada waktu pendinginan setelah pengelasan [1]. Volume penyusutan semakin besar, maka akan semakin besar pula tegangan sisanya. Salah satu upaya untuk mengurangi besarnya tegangan sisa dengan mengurangi volume pelelehan logam sampai dengan batas minimal yang diijinkan, dengan cara mengurangi masukan panas las [1,2]. Pengurangan masukan panas (H) adalah dengan cara mengatur parameter las yaitu arus (I) dan waktu (t) las. H=VIt
atau H1 = I² R t
Masukan panas las (H1) digunakan untuk menaikkan suhu dan proses pelelehan bahan yang dilas, sedangkan panas yang dikeluarkan (H2) digunakan untuk proses pembekuan dan penurunan suhu saat pendinginan. Selisih antara masukan dan keluaran panas (H1 – H2) merupakan energi yang tersimpan dalam bahan, energi yang tersimpan tersebut berupa energi dilatasi atau regangan mikro (εi)termal. H1 – H2 = ∆H
Besarnya ∆T tergantung pada ∆H, sedangkan ∆H dan H2 tergantung pula pada besarnya panas yang diberikan (H1 = I² R t). Sementara itu ∆H yang tersimpan dalam bahan diubah menjadi energi regangan mikro (εi)termal [2] : (εi)termal = α ∆T dengan m : massa C : kapasitas panas Spesifik λ : panas peleburan ε : regangan mikro α : koefisien muai panjang Sesuai dengan hukum Hooke [13]. Regangan mikro berkaitan dengan tegangan sisa (σ) dalam bahan. σx =
E {(1-ν)εx + ν(εy + εz)} (1 + ν (1 − 2ν )
Oleh karena itu dengan menurunkan panas las sampai batas tertentu, akan menurunkan pula tegangan sisa yang terbentuk. Berdasarkan fenomena tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis bahwa dengan pengaturan parameter proses yang mengarah pada pengurangan panas las sampai dengan batas tertentu, dapat mengurangi tegangan sisa. TEORI Tegangan Sisa Las Tegangan sisa adalah gaya elastik yang dapat mengubah jarak antar atom dalam bahan tanpa adanya beban dari luar. Tegangan sisa ditimbulkan karena adanya deformasi plastis yang tidak seragam dalam suatu bahan, antara lain akibat perlakuan panas yang tidak merata atau perbedaan laju pendinginan pada bahan yang mengalami proses pengelasan.[2,9]Adanya tegangan sisa dalam suatu bahan kemungkinan dapat menguntungkan atau malah merugikan, hal ini tergantung pada fungsi bahan, besar dan arah tegangan sisa yang dihasilkan. Walaupun tegangan sisa secara visual tidak nampak, namun sesungguhnya tegangan sisa tersebut juga bertindak sebagai beban tetap yang akan menambah besar beban kerja yang diberikan dari luar [2, 9]. Dalam proses pengelasan, bagian yang dilas menerima panas pengelasan setempat dan selama pemanasan berjalan terjadi pengembangan termal dan pelelehan logam. Pada saat proses pengelasan dihentikan, mulailah terjadi proses selanjutnya yaitu proses pembekuan (solidifikasi). Pada proses inilah awal mula terbentuknya tegangan sisa, karena terjadinya proses pembekuan diikuti adanya penyusutan volume bahan. Penyusutan
- 159 -
The Influence of Welding Current and Time on the Residual Stress of Weld Product of Zry-2 Nuclear Fuel Element Futichah, Rifa’i Muslich
volume bahan menyebabkan terjadinya regangan. Terjadinya regangan pada bahan maka akan terjadi juga tegangan yang sifatnya tetap dan disebut tegangan sisa [1]. Las melingkar pada pipa akan menimbulkan tegangan tarik arah memanjang di sekitar garis las dan tegangan tekan pada arah yang sedikit lebih jauh lagi dari garis las serta seimbang antara satu dengan lainnya seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 1 [1].
kerucut difraksi berkaitan dengan jarak antar bidang atom (d), dan masing- masing kerucut difraksi ditangkap oleh detektor. Posisi puncak maksimum dari hasil pencacahan adalah merupakan indeks Miller (hkl) bidang seperti yang diberikan oleh persamaan Bragg [10].
Gambar 1. Distribusi tegangan sisa untuk penampang lintang las melingkar pada pipa [1].
Distribusi tegangan sisa tergantung dari jenis dan bentuk lasan. Gambar 1.a dan 1.b menunjukkan jenis las tumpul dengan bentuk lasan Single V Groove But Joint. Untuk mengetahui besar dan distribusi tegangan sisa maka dapat dilakukan pengukuran melalui metoda uji tak merusak, salah satu metoda tersebut adalah difraksi neutron. Metoda ini dipilih dengan alasan adanya keuntungan atau kelebihan yang diperoleh dari metoda tersebut antara lain dapat menentukan tensor tegangan dalam arah tiga dimensi, dan daya penetrasi lebih tinggi (>100 µm) bahkan sampai 2,5 cm untuk bahan baja nirkarat (SS) dan 7 cm untuk aluminium. Pada perkembangan selanjutnya untuk Al ini bisa mencapai 15 cm.[9] Dengan demikian tegangan sisa yang terukur tidak hanya tegangan yang ada dipermukaan benda saja, melainkan lebih jauh sampai ke dalam benda. Pengukuran Tegangan Sisa dengan Difraksi Neutron. Neutron cepat dari hasil reaksi fisi dalam reaktor nuklir dimoderasi untuk menghasilkan neutron dengan energi (kinetik) yang lebih rendah melalui tumbukan yang berulang dengan atom-atom moderator seperti grafit, air atau air berat. Neutron tersebut berada dalam keseimbangan termal dengan moderator dan akan mengikuti hukum distribusi Maxwell-Boltzman. Neutron ini dinamakan neutron termal. Apabila suhu moderator 40oC, maka diperoleh panjang gelombang rata-rata λ= 1,1Å. Panjang gelombang ini cocok untuk penelitian struktur maupun dinamika kristal karena jarak antar atom dalam kristal sekitar 1 Å. Selanjutnya neutron dilewatkan kolimator serta kristal monokromator untuk menghasilkan berkas neutron monokromatis yang paralel, dengan panjang gelombang tertentu ( λ = 1,827095 Å). Berkas neutron monokromatis ini diarahkan ke material polikristalin dan didifraksi dengan sudut tertentu membentuk kerucut Debye-Scherrer series seperti tampak pada Gambar 2 [10]. Masing-masing
- 160 -
Gambar 2. Kerucut hamburan Debye Scherrer dari material Polikristalin yang dikenai berkas neutron monokromatis.[10]
Pengukuran tegangan sisa di dalam bahan menggunakan difraksi neutron tidak dapat dilakukan secara langsung, melainkan ditentukan melalui regangannya. Dengan menggunakan persamaan atau hubungan antara tegangan-regangan elastis serta menyertakan modulus Young dan perbandingan Poissons, maka akan diperoleh nilai tegangan sisa yang terbentuk dalam bahan tersebut. Besar regangan internal diperoleh dengan melakukan pengukuran untuk menentukan jarak antar bidang kisi cuplikan standar do yang diperoleh dari sudut hamburan difraksi θo dengan asumsi bebas tegangan, kemudian pengukuran pergeseran puncak Bragg ∆θ, yang timbul karena ada perubahan ∆d akibat adanya tegangan sisa. Kemudian harga regangan dapat ditentukan menggunakan persamaan yang diperoleh dengan mendiferensialkan persamaan Bragg berikut : λ = 2 dhkl.Sin θhkl
(1)
Dengan λ adalah panjang gelombang neutron monokromatis, sehingga persamaan regangan ε menjadi : ε=
∆d = − cot θo . ∆θ do
ε=
( d − do) = - cot θo.(θ - θo) do
(2) (3)[7,8]
Dengan do dan d adalah jarak antar bidang kisi dari cuplikan awal yang bebas tegangan dan cuplikan yang mengandung tegangan, sedangkan θo dan θ adalah sudut difraksi pada cuplikan standar dan cuplikan yang diukur tegangannya. Penentuan posisi puncak dari pola difraksi didekati dengan fungsi matematis distribusi Gaussian (Gauss-Cauchy) [11] seperti pada Gambar 3.
The Influence of Welding Current and Time on the Residual Stress of Weld Product of Zry-2 Nuclear Fuel Element Futichah, Rifa’i Muslich
Dengan D dan Do adalah diameter akhir dan awal batang. Bila material isotropis, maka : εx = εz = -ν. εy = (- ν.σy)/E
(7)
Dengan ν adalah perbandingan Poisson dari material. Pada difraksi neutron yang dapat diukur adalah jarak antar bidang atom yang arahnya tegak lurus permukaan. Dengan demikian yang dapat terukur adalah εx dan εz , yaitu : εx = εz = Dengan d do Gambar 3. Metoda penentuan 2θ puncak dengan fungsi GaussCauchy [11]
ε=
∆L L − Lo = Lo Lo
(4)
(8)
: adalah jarak antar bidang atom yang ada tegangan : adalah jarak antar bidang atom yang bebas tegangan
Dengan mensubstitusi persamaan persamaan (8) maka diperoleh :
Hubungan antara Tegangan-Regangan Elastis. Pada tegangan satu sumbu (uniaksial), seperti terlihat pada Gambar 4, tegangan terjadi hanya pada satu sumbu (sumbu y) dengan σy = F/A. Tegangan dalam arah x dan z sama dengan nol. Tegangan σy menghasilkan regangan dalam arah y.
d − do do
σy = -
(7)
ke
dalam
E d − do [ ] ν do
(9)
Harga d dan do dapat dicari dengan hukum Bragg. Pada tegangan tiga sumbu X , Y dan Z , regangan utamanya adalah εx , εz , dan εy dan tegangan utamanya adalah σx , σy dan σz . Sesuai dengan hukum Hooke[13] maka tegangan sisa dapat ditentukan dengan persamaan berikut : σx =
E {(1-ν)εx + ν(εy +εz)} (1 + ν (1 − 2ν )
(10)
σy =
E {(1-ν)εy + ν(εx + εz)} (1 + ν (1 − 2ν )
(11)
σz =
E {(1-ν)εz + ν(εx + εy)} (1 + ν (1 − 2ν )
(12)
BAHAN DAN TATA KERJA Gambar 4. Difraksi pada tegangan satu sumbu (uniaksial) [12] Dengan L dan Lo adalah panjang akhir dan panjang awal batang. Menurut hukum Hooke σy = E . εy
(5)
Regangan dalam arah x dan z adalah : εx = εz =
D − Do Do
(6)
Untuk membuktikan hipotesis yang diajukan, maka sebagai perlakuan dalam penelitian ini adalah parameter las (pola arus dan waktu), sedangkan efek yang diamati adalah distribusi tegangan sisa dengan alat difraksi neutron. Data yang diperoleh diharapkan dapat membuktikan hipotesis tersebut dan dapat menentukan parameter optimal untuk pengelasan ini. Penyiapan Cuplikan : Cuplikan yang digunakan adalah hasil proses las tutupkelongsong Zry-2 sebanyak 7 buah (sudah termasuk cuplikan standar) yaitu P0 ; P1; P2; P3; P4; P5; P6 dengan ukuran diameter luar kelongsong 13,23 mm,
- 161 -
The Influence of Welding Current and Time on the Residual Stress of Weld Product of Zry-2 Nuclear Fuel Element Futichah, Rifa’i Muslich
diameter dalam kelongsong 12,23 mm dan dipotong dengan panjang 70 mm. Tutup ujung kelongsong adalah tabung pejal Zry-2 dengan diameter luar 13,23 mm dan dipotong dengan ukuran panjang 10 mm. Ujung tutup yang akan masuk ke kelongsong dibubut dengan sudut kemiringan ujung yang sama untuk semua cuplikan yakni sebesar 10o. Pada posisi hasil pemotongan dan pembubutan kelongsong dan tutup, selanjutnya digerinda atau dihaluskan untuk menghilangkan serpihan yang masih menempel. Kemudian cuplikan dicuci dan dikeringkan untuk menghilangkan kotoran dan lemak. Langkah terakhir adalah cuplikan yang sudah bersih dilakukan pengelasan dengan parameter pola arus dan waktu pelasan (besaran skala) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 berikut ini : Cuplikan P0: cuplikan tanpa las dan diasumsikan tanpa tegangan sisa Tabel 1. Kondisi pola arus dan waktu las
Pola Tinkat Arus dan Waktu Las
Kode Cuplik an
(Amp/detik)
P1 P2 P3 P4 P5 P6
47/2 49/2 51/2 53/2 55/2 57/2
Tingkat I
Tingkat II
Tingkat III
46/3 48/3 50/3 52/3 54/3 56/3
45/3 47/3 49/3 51/3 53/3 55/3
Tingkat IV
(Amp/detik) (Amp/detik) (Amp/detik)
44/3 46/3 48/3 50/3 52/3 54/3
Pengaturan pola arus/waktu pelasan dengan empat tingkat dilakukan dengan menset panel kendali arus/waktu (yang ada pada mesin las TIG tersebut) untuk masing-masing tingkat, misal untuk pola arus/waktu cuplikan P1 adalah sebagai berikut: Tingkat I = 47/2 A/detik, Tingkat II = 46/3 A/detik, Tingkat III = 45/3 A/detik dan Tingkat IV = 44/3 A/detik. Untuk parameter las yang lain adalah konstan, kecepatan putar (RPM): 7,5. Harga modulus elastisitas atau modulus Young dan perbandingan Poisson dari cuplikan, masing-masing adalah E = 99300 Mpa dan ν = 0,37.[14]
Gambar 5. Geometri cuplikan las tutup-kelongsong Zry-2 dan posisi pengukuran.
- 162 -
Kondisi Pengukuran : Untuk pengukuran regangan cuplikan Zry-2 dalam penelitian ini, dilakukan pengukuran sudut hamburan bidang piramidal heksagonal (1013) yaitu posisi di sekitar sudut 2θ = 77,3o pada arah X, Y dan Z. Penentuan posisi puncak dari pola difraksi didekati dengan fungsi matematis distribusi Gaussian (Gauss-Cauchy). Pengukuran cuplikan dilakukan pada posisi di tengah las (posisi 0) dan posisi ±2,5 mm dan posisi ±5 mm dari titik tengah las seperti tampak pada Gambar 5. Metoda Pengukuran : Peralatan yang digunakan adalah Difraktometer Neutron DN1-M milik P3IB-BATAN, yang dipasang pada tabung berkas neutron tangensial S-6 Reaktor Serba Guna G.A.Siwabessy di Serpong. Urutan atau langkah-langkah pengukuran regangan adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pengukuran sudut hamburan 0o. Penentuan indeks dan daerah pengukuran. Penentuan ukuran slit. Pemasangan cuplikan yang akan diukur regangannya. Penggerakan lengan detektor ke sudut hamburan (indeks pengukuran). Pengukuran prefered orientation dari cuplikan yang akan diukur. Pengukuran do pada arah X, Y, Z untuk cuplikan tanpa las P0 yang diasumsikan bebas tegangan. Pengukuran d pada arah X, Y, Z untuk cuplikan P1 – P6. Analisis regangan dan tegangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari pengolahan statistik diperoleh harga F data jauh lebih besar dibanding harga F yang diperoleh dari tabel, dengan batas kepercayaan 99%. Keadaan ini menunjukkan bahwa pola arus dan waktu P1 sampai dengan P6 berpengaruh terhadap tegangan sisa hasil las. Sebagai bukti bahwa pola arus dan waktu las berpengaruh terhadap tegangan sisa dapat dilihat pada Gambar 6 atau Tabel 2. Bentuk kurva korelasinya adalah kuadratik dengan persamaan σ = 271,1264 – 0,0571 I² untuk arah hoop dan σ = 102,501 + 0,0095 I² untuk arah radial. Tegangan sisa pada arah hoop menunjukkan bahwa makin besar arus, tegangan sisa semakin menurun. Sedangkan pada arah radial kondisinya menjadi terbalik, yaitu makin besar arus, tegangan sisa makin meningkat pula. Jadi hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima untuk kondisi tegangan sisa pada arah radial, dan ditolak untuk arah hoop. Hasil pengukuran dan pengolahan data regangan dan tegangan sisa melintang daerah lasan pada arah sumbu X (hoop), Y (radial) dan Z (aksial) untuk cuplikan P1 sampai dengan P6, ditunjukkan pada Gambar 7 sampai dengan Gambar 12. Seperti yang sudah dijelaskan
The Influence of Welding Current and Time on the Residual Stress of Weld Product of Zry-2 Nuclear Fuel Element Futichah, Rifa’i Muslich
sebelumnya yakni pada Gambar 5, bahwa pengukuran dilakukan pada pusat las dan pada jarak 2,5 mm dan 5 mm ke arah atas dan bawah dari pusat las. Distribusi tegangan sisa pada cuplikan P1 sampai dengan P6 mempunyai kecenderungan bentuk kurva yang sama, yaitu di posisi arah ke tutup kelongsong atau -2,5 mm di bawah pusat las tegangannya turun lebih besar dibandingkan dengan penurunan pada posisi +2,5 mm di atas pusat las. Tegangan dari posisi -2,5 mm ke posisi -5 mm juga mengalami kenaikan yang lebih besar dibandingkan dengan tegangan dari posisi +2,5 mm ke posisi +5 mm. Kenaikan dan penurunan tegangan yang tidak simetri dari sisi atas dan bawah pusat las tersebut, diakibatkan oleh bentuk atau konstruksi cuplikan pada sisi atas dan bawah tidak sama. Pada posisi atas adalah konstruksi bebas, sehingga proses perambatan dilatasi atau ekspansi dari logam yang terkena panas bergerak bebas. Tegangan tarik lebih dominan dibandingkan dengan tegangan tekan karena pada saat proses pendinginan terjadi, kecepatan pengembalian ke posisi semula lebih lamban dibanding dengan kecepatan pendinginannya. Pada posisi cuplikan bagian bawah adalah konstruksi dengan penahan (tutup kelongsong), sehingga terjadi sebaliknya yaitu tegangan tekan lebih dominan dibandingkan dengan tegangan tariknya. Oleh karena itu kurva tegangan terhadap posisi las, tidak sesuai dengan kurva yang mempunyai kecenderungan bentuk kurva gelombang simetri seperti pada Gambar 1.
Jika diamati Gambar 7 sampai dengan 12 pada pola arus dan waktu las P1 sampai dengan P6, distribusi tegangan sisa yang terbentuk dan yang paling aman untuk dipilih adalah pola arus dan waktu P4, karena nilai tegangan sisa tarik dan tekan di sekitar las rendah serta mempunyai perbedaan yang terkecil yaitu rata-rata 20 MPa. Di samping itu pertimbangan pemilihan parameter P4 ini dapat pula diperkuat dengan tinjauan terhadap hubungan antara tegangan sisa dan parameter las, seperti yang ditunjukkan pada persamaan dan kurva korelasinya pada Gambar 6. Dengan memasukkan besar arus pada pola arus P4 ke persamaan korelasi tersebut maka diperoleh harga tegangan yang paling optimum yaitu σ = 129,19 MPa untuk arah hoop dan σ = 110,7325 MPa untuk arah radial.
Gambar 6. Hubungan antara pola arus dan waktu las (P1 sampai dengan P6) terhadap tegangan sisa hasil las, untuk pengukuran pada posisi 0 (pusat las) pada arah hoop dan radial. Persamaan korelasinya adalah σ = 271,1264 – 0,0571 I2 untuk arah hoop dan σ = 102,501 – 0,0095 I2 untuk arah radial.
Gambar 7
Tabel 2. Arus las maksimum dan tegangan sisa pada posisi 0 (Pusat las)
No
Spesimen
0 1 2 3 4 5 6
Plug & Tube - do P-1 P-2 P-3 P-4 P-5 P-6
Arus las maksimum dalam waktu 2 detik (Amp) 47 49 51 53 55 57
Tegangan sisa, σ (MPa) hoop radial 143.6519429 120.8561818 128.8030983 105.4450345 145.7456663 51.30995887
157.1153164 117.6807164 112.9031461 81.64460874 140.2752792 160.87435
- 163 -
Proceeding of the 6th National Seminar on Neutron and X-Ray Scattering, ISSN 1410-7686
- 164 -
Gambar 8
Gambar 10
Gambar 9
Gambar 11
The Influence of Welding Current and Time on the Residual Stress of Weld Product of Zry-2 Nuclear Fuel Element Futichah, Rifa’i Muslich
dan Bpk Ir. Syaiful Hidayat (P3TKN-BATAN Bandung) atas segala bantuan yang diberikan dalam preparasi dan pengelasan cuplikan. DAFTAR PUSTAKA 1.
2. 3. 4. 5.
6. Gambar 12 KESIMPULAN Dari hasil analisa dan pembahasan tegangan sisa yang terbentuk pada cuplikan P1 sampai dengan P6, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pola arus dan waktu las berpengaruh terhadap tegangan sisa dan distribusinya. Peningkatan arus las dapat memperbesar nilai tegangan sisa pada arah radial dengan korelasi σ = 102,501 + 0,0095 I² dan sebaliknya peningkatan arus dapat menurunkan nilai tegangan sisa pada arah hoop dengan korelasi σ = 271,1264 - 0,0571 I². Bentuk kurva tegangan sisa terhadap posisi pengambilan data pada cuplikan P1 sampai P6 tidak mempunyai kecenderungan bentuk kurva gelombang simetri seperti pada Gambar 1, karena konstruksi atas dan bawah cuplikan tidak sama. 2. Parameter pola arus dan waktu las yang paling optimum adalah P4 dengan pola arus dan waktu sebesar 53/2, 52/3, 51/3, 50/3 A/menit, karena mempunyai nilai dan perbedaan tegangan sisa tarik dan tekan yang paling kecil yakni rata-rata 20 MPa. UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Bpk Ir. Wijaksana atas saran dan bimbingan yang diberikan hingga karya tulis ini selesai disusun, serta kepada Bpk Joko Kisworo (P2TBDU-BATAN Serpong)
7. 8. 9. 10.
11. 12. 13. 14.
HARSONO WIRYOSUMARTO, Prof. Dr. Ir. dan TOSHIE OKUMURA, Prof. Dr., Teknologi Pengelasaan logam, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 1991, hal.1-145 De GARMO E. P., Materials and Processes in Manufacturing, Collier Macmillan Publishers London, (1984) hal. 870. HOWARD B. CARRY, Modern Welding Technology, Prentice Hall, New Jersey, 1979, hal.21-45 TIG Fuel Rod End Plug Welding, Kraftwerk Union. Juklak las TIG. EFRIZON UMAR, S. HIDAYAT, GANDANA, Optimasi Proses Pengelasan Kelongsong Elemen Bakar Nuklir, Proceeding Seminar Pendayagunaan Reaktor Nuklir Untuk Kesejahteraan Masyarakat, Bandung, 1990, hal. 394-399. SAEFUL HIDAYAT, EFRIZON UMAR, TONY KUSWOYO, Pengaruh Geometri Ujung Elektroda Terhadap Hasil Pelasan TIG Tutup Kelongsong Batang Elemen Bakar Nuklir Bahan Zirkaloy-4, Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia Vol. IV, Edisi Khusus, 2 Agustus 2003, hal. 151-171 SEJNOHA, TAYAL, Performance of End Cap Welds in 37-Element CANDU Fuel, INIS 1/19932/1996, Canada KANG Y. H., RYU W. S., RHEEM, KIM, Study on Stress Corrosion Cracking of Fuel Cladding Tube, IAEA, INIS 1/1993-12/1996. HUTCHING M. T. Neutron Diffraction Measurement of Residual Stress, NATO ASI Series E, Applied Science Vol. 216, th 1991 hal. 3-18 SMITH D. J., LEGGATT R. H., WEBSTER G. A., Neutron diffraction Measurement of Residual Stress and Plastic Deformation in Aluminium Alloy Weld, Journal of Strain Analysis vol.23 No.4, 1988. ISO VAMAS, ISO/TTA 3, Polycrystalline Materials-Determination of Residual Stresses by Neutron Diffraction, first edition, 2001. CULLITY B. D., Element of X-Ray Diffraction, second edition, Addison-wesley Publishing Company, Inc. Indiana, 1978. hal. 452 DIETER G. E,, Mechanical Metalurgy, Third Edition, Mc.Graw-Hill Book Company, Toronto, 1986, hal. 6 – 52 ASM Handbook, Formerly Tenth Edition, Metals Handbook, Vol.2, Properties and Selection : Nonferrous Alloys and Special-Purpose Materials, USA, 1990, hal. 666.
- 165 -