Submitted : 02-05-2015 Revised : 15-05-2015 Accepted : 22-07-2015
Trad. Med. J., May 2015 Vol. 20(2), p 110-116 ISSN : 1410-5918
THE EFFECT OF HARVESTING TIME AND DEGREE OF LEAVES MATURATION ON VITEKSIKARPIN LEVEL IN LEGUNDI LEAVES (Vitex trifolia L.) PENGARUH WAKTU PEMANENAN DAN TINGKAT MATURASI DAUN TERHADAP KADAR VITEKSIKARPIN DALAM DAUN LEGUNDI (Vitex trifolia L.) Indrawan Kurnia Dwinatari, Yosi Bayu Murti* Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia ABSTRACT Legundi (Vitex trifolia L.) is one of Indonesia’s traditional crops that have not been studied and developed into fitofarmaka. Legundi leaves can be used for therapy in asthmatics with optimum level. Therefore it is necessary for optimization of harvesting Legundi leaves which includes time and degree of maturation of the leaves. Harvesting time optimization by means of harvesting the leaves at the different times i.e. morning, noon, and evening, while the leaf maturation level optimization by way of harvesting leaves numbered one through five of the youngest end, then the time of harvesting and leaves that provide optimum levels of viteksikarpin were assigned. Measurements of viteksikarpin assigned using TLCdensitometry then analyzed using Wincats software and Microsoft Office Excel 2007. The highest viteksikarpin levels in Legundi leaves harvested in the afternoon, then during the day, and the lowest in the morning. The highest viteksikarpin levels of Legundi leaves were on second leaf, first leaf, third leaf, fourth leaf, and the lowest on fifth leaf. Optimum levels of viteksikarpin in Legundi leaves was harvested in the afternoon by picking the first until the third leaf. Keywords :Legundi leaves, viteksikarpin, harvesting time, degree of maturation ABSTRAK Legundi (Vitex trifolia L.) merupakan salah satu tanaman tradisional Indonesia yang belum banyak diteliti dan belum dikembangkan menjadi fitofarmaka. Daun legundi dapat digunakan untuk terapi pada penderita asma dengan kadar optimum. Oleh karena itu perlu dilakukan optimasi pemanenan daun legundi yang meliputi waktu dan tingkat maturasi daun. Optimasi waktu pemanenan dengan cara memanen daun legundi pada waktu yang berbeda yaitu pagi, siang, dan sore hari, sedangkan untuk optimasi tingkat maturasi daun dengan cara memanen daun nomor satu sampai lima dari ujung termuda, selanjutnya ditetapkan waktu pemanenan dan daun yang memberikan kadar viteksikarpin optimum. Pengukuran kadar viteksikarpin ditetapkan secara KLT-densitometri kemudian dianalisis menggunakan software Wincats dan Microsoft Office Excel 2007. Kadar viteksikarpin dalam daun legundi paling tinggi dipanen pada sore hari, kemudian siang hari, dan paling rendah pada pagi hari. Kadar viteksikarpin dalam daun legundi paling tinggi pada daun ke-2, kemudian daun ke-1, daun ke-3, daun ke-4, dan paling rendah pada daun ke-5. Pemanenan yang memberikan kadar viteksikarpin optimum yaitu pemanenan di sore hari dengan memetik daun ke-1 sampai daun ke-3. Kata kunci : daun legundi, viteksikarpin, waktu pemanenan, tingkat maturasi daun PENDAHULUAN Dinas Kesehatan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melaporkan bahwa penyakit asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia maupun dunia. Asma menjadi lima besar penyebab kematian di dunia karena prevalensinya mencapai 17,4%. Di Indonesia, asma masuk dalam sepuluh besar penyebab Corresponding author : Yosi Bayu Murti E-mail:
[email protected]
Traditional Medicine Journal, 20(2), 2015
kematian dengan jumlah penderita pada tahun 2002 sebanyak 12.500.000 jiwa. Prevalensi asma di Indonesia untuk daerah pedesaan 4,3% dan perkotaan 6,5%, sedangkan di Yogyakarta sekitar 16,4% (Anonim, 2010). Salah satu obat sintetis yang telah lama digunakan untuk terapi asma yaitu teofilin. Teofilin memiliki jarak dosis terapi dan dosis toksik sempit, sehingga dapat membahayakan jika pasien mengkonsumsi dosis yang berlebihan. Oleh karena itu teofilin sudah ditinggalkan dalam terapi
105
Indrawan Kurnia Dwinatari asma dan semakin mendorong masyarakat untuk kembali ke alam dengan menggunakan berbagai tanaman sebagai obat tradisional (Ikawati, 2009). Beberapa tanaman obat tradisional efek sebagai penstabil sel mast dalam pengujian secara in vitro yang berpotensi untuk dikembangkan. Salah satunya adalah tanaman legundi (Vitex trifolia L.) yang berkhasiat sebagai antiasma dengan zat aktif viteksikarpin. Kandungan kimia daun legundi antara lain: minyak atsiri (l-pinen, kamfen, terpenil asetat), diterpen alkohol, aukubin, agnusid, viteksikarpin (kastisin), orientin, iso-orientin, dan luteolin 7-glukosida yang berkhasiat sebagai analgesik, diuretik, diaforetik, antipiretik, karminatif, insektisida, dan antelmintik. Selain itu, daun legundi juga memiliki kandungan fitokimia seperti flavonoid, saponin dan alkaloid (Cania, E. & Setyaningrum, E., 2013) Secara empiris daun legundi berguna untuk mengurangi rasa nyeri, reumatik, asma, obat luka, peluruh air seni, penurun panas, dan pembunuh serangga (Alam, 2009). Senyawa aktif akan terbentuk secara maksimal di dalam bagian tanaman, umur, dan waktu panen tertentu (Anonim, 1985). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan antara waktu pemanenan dan tingkat maturasi daun dengan pembentukan senyawa aktif pada daun legundi, sehingga diperoleh suatu prosedur pemanenan daun legundi, sehingga diperoleh suatu prosedur pemanenan daun legundi dengan kadar viteksikarpin yang optimum.
METODOLOGI Bahan dan Alat Bahan yang digunakan : Daun Legundi dikoleksi dari Desa Penggung, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; kebun Biologi Fakultas Farmasi UGM, Kecamatan Depok, Kelurahan Catur Tunggal, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; dan Green house Laboratorium Fakultas Pertanian UGM, Kecamatan Depok, Kelurahan Catur Tunggal, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; etil asetat (teknis), metanol (teknis), air suling (teknis), HCl pekat (teknis), NaOH, nheksana (teknis), sitroborat. Alat yang digunakan: oven, mortir-stamper, neraca analitik, alat-alat gelas, homogenizer, cawan porselin, penangas air, kompor listrik, tabung Eppendorf 1,5 mL, pipet volume 1 mL dengan ketelitian 0,01 mL (HBGTM), pro pipet (Accu-JetTM pro merk BrandTM), aluminium foil, kertas pengukur pH, kapas, mikropipet 0,5-10 μL
106
(TranspetTM merk BrandTM), pelat KLT silica gel 60 F254 (MerckTM), chamber (CamagTM), white tip, lampu UV 254 nm dan 366 nm, penggaris, pensil, dan cutter, TLC scanner 3 (CamagTM), seperangkat komputer (Hewlett PackardTM), software Wincats. Pengumpulan sampel Daun legundi yang digunakan dalam penetapan waktu panen optimum diperoleh dari kebun Biologi Farmasi Fakultas Farmasi UGM pada tanggal 14 Juni 2010 dan 21 Juni 2010 saat pagi hari (Pk. 07.30-08.30 WIB), siang hari (Pk. 11.30-12.30 WIB), dan sore hari (Pk. 15.30-16.30 WIB). Daun yang dipanen adalah gabungan dari daun nomor satu sampai lima dari ujung termuda. Daun legundi yang digunakan dalam penetapan waktu panen optimum dikoleksi dari Green house Laboratorium Fakultas Pertanian UGM pada tanggal 15 Juni 2010 Pukul 11.30 WIB. Pemanenan dilakukan terhadap daun nomor satu, dua, tiga, empat, dan lima dari ujung termuda yang dianalisis secara terpisah. Daun legundi yang digunakan untuk mengetahui profil kadar viteksikarpin dilakukan pemanenan pada dua lokasi berbeda. Lokasi pertama yaitu Desa Panggung, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo pada tanggal 3 Oktober 2009. Daun dipanen pada pagi hari (Pk. 07.30-08.30 WIB), siang hari (Pk. 11.30-12.30 WIB), dan sore hari (Pk. 15.30-16.30 WIB). Daun yang dipanen adalah gabungan dari daun nomor satu sampai lima dari ujung termuda. Lokasi kedua yaitu di kebun Biologi Farmasi Fakultas Farmasi UGM. Pemanenan dilakukan pada tanggal 21 November 2009 terhadap daun nomor satu, dua, tiga, empat, dan lima dari ujung termuda saat pagi (Pk. 07.30-08.30 WIB), siang (Pk. 11.30-12.30 WIB), dan sore (Pk. 15.30-16.30 WIB). Proses ekstraksi Daun legundi yang telah dipanen, dikeringkan dengan oven pada suhu 50oC, kemudian diserbuk. Serbuk simplisia ditimbang kemudian dimasukkan ke tabung rekasi, diberi label, dan ditutup dengan aluminium foil. Serbuk simplisia diekstraksi dengan 5 mL etil asetat kemudian tabung reaksi ditutup dengan aluminium foil, lalu diaduk dengan homogenizer selama 1 menit. Smapel dienapkan kemudian supernatan diambil secara hati-hati dengan pipet lalu serbuk kembali diekstrak dengan 5 mL etil asetat dan diulangi sebanyak dua kali. Ekstrak dipekatkan, lalu diukur volumenya dengan pipet volume 1 mL dengan ketelitian 0,01 mL.
Traditional Medicine Journal, 20(2), 2015
PENGARUH WAKTU PEMANENAN DAN TINGKAT Proses Hidrolisis Serbuk sisa hasil proses ekstraksi dikeringkan sampai tidak ada pelarut tersisa. Serbuk diekstraksi dengan 5 mL metanol 50% sebanyak tiga kali. Hasil ekstraksi dipekatkan dalam tabung reaksi sampai volumenya kira-kira kurang dari 5 mL dan ditambah 50 μL HCl pekat lalu dicek keasamannya dengan kertas pH (pH 12). Tabung reaksi ditutup dengan aluminium foil yang pada bagian tutupnya diberi kapas basah. Proses hidrolisis dilakukan pada suhu 70oC dengan penangas air selama 1 jam. Sampel yang sebelumnya telah dinetralkan dengan larutan NaOH (pH 6-7), dipartisi dengan 5 mL etil asetat sebanyak tiga kali. Fraksi etil asetat dipisahkan secara hati-hati lalu dipekatkan hingga volumenya kurang dari 1,5 mL dalam tabung reaksi diatas penangas air dengan bantuan kipas angin. Ekstrak dipekatkan, kemudian diukur volumenya menggunakan pipet volume 1 mL dengan ketelitian 0,01 mL. Penetapan kadar viteksikarpin Penetapan kadar viteksikarpin dilakukan dengan metode KLT-densitometri. Sampel ditotolkan pada pelat KLT silica gel 60 F254 dengan volume penotolan yang telah dioptimasi sebelumnya sampai bercak hasil elusi jelas terlihat di UV 254 nm. Pelat dielusi dengan fase gerak nheksana:etil asetat (3:2 v/v) dengan jarak pengembangan 8 cm. Selanjutnya bercak dideteksi secara kualitatif menggunakan UV 254 nm, 366 nm, dan pereaksi semprot sitroborat. Penetapan kadar viteksikarpin secara densitometri menggunakan TLC Scanner 3 CamagTM pada panjang gelombang maksimum viteksikarpin 346 nm, lalu dianalisis dengan software Wincats dan Microsoft Office Excel 2007. Penetapan waktu panen optimum Penetapan waktu panen optimum dengan melihat diagram batang kadar viteksikarpin pada waktu pemanenan pagi, siang, dan sore hari terhadap daun legundi nomor satu sampai lima dari ujung termuda. Waktu pemanenan optimum merupakan waktu pemanenan yang memberikan kadar viteksikarpin total tertinggi. Pembuatan diagram dengan software Microsoft Office Excel 2007. Penetapan urutan daun optimum Penetapan urutan daun optimum dengan melihat diagram batang kadar viteksikarpin daun nomor satu, dua, tiga, empat, dan lima dari ujung termuda yang dianalisis secara terpisah. Pembuatan diagram dengan software Microsoft Office Excel 2007. Traditional Medicine Journal, 20(2), 2015
Profil kadar viteksikarpin daun legundi dari dua lokasi pemanenan Profil kadar viteksikarpin daun legundi diperoleh dari dua lokasi pemanenan yaitu Desa Penggung, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi DIY dan kebun Biologi Farmasi Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengumpulan sampel Daun legundi yang digunakan dalam penetapan waktu panen optimum dikoleksi dari kebun Biologi Farmasi Fakultas Farmasi UGM pada tanggal 14 Juni 2010 dan 21 Juni 2010 dengan cuaca pada pagi cerah, siang cerah, dan sore sebelum pengambilan hujan deras. Pemanenan dilakukan dengan gunting terhadap daun nomor satu sampai lima sebanyak tiga kali dari pohon yang sama. Daun legundi yang digunakan dalam penetapan waktu panen optimum dikoleksi dari Green house Laboratorium Fakultas Pertanian UGM pada tanggal 15 Juni 2010 dengan cuaca pada siang hari cerah. Pemanenan dilakukan dengan gunting terhadap daun nomor satu, dua, tiga, empat, dan lima sebanyak tiga kali dari tiga pohon yang berbeda lalu dianalisis secara terpisah. Daun legundi yang digunakan untuk mengetahui profil kadar viteksikarpin dari beberapa daerah dipanen pada dua lokasi berbeda. Lokasi pertama yaitu Desa Penggung, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi DIY pada tanggal 3 Oktober 2009 dengan cuaca saat pagi berawan, siang cerah berawan, dan sore hari gerimis. Pemanenan dilakukan dengan gunting terhadap daun nomor satu sampai lima dari ujung termuda. Selain itu pada siang hari juga dilakukan pemanenan daun nomor satu, dua, tiga, empat, dan lima dari pohon yang sama. Lokasi kedua yaitu kebun Biologi Farmasi Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta. Pemanenan pada tanggal 21 November 2009 dengan cuaca saat pemanenan pagi cerah berawan, siang cerah berawan, dan sore sebelum pengambilan hujan deras. Pemanenan dilakukan dengan gunting terhadap daun nomor satu, dua, tiga, empat, dan lima dari pohon yang sama. Tanaman legundi yang dipanen sedang berbunga dengan warna bunga ungu. Pengaruh waktu pemanenan terhadap kadar viteksikarpin Waktu pemanenan merupakan hal paling kritis karena akan menentukan kualitas dan kuantitas dari rendemen yang dihasilkan. Pemanenan daun legundi perlu dilakukan
107
Indrawan Kurnia Dwinatari pada waktu yang tepat agar dapat menghasilkan viteksikarpin dengan kadar yang optimum. Waktu pemanenan erat kaitannya dengan intensitas cahaya matahari yang diterima oleh daun dalam melakukan proses fotosintesis. Saat pagi hari intensitas cahaya matahari masih rendah, suhu lingkungan rendah, kelembaban udara tinggi, sehingga tingkat evaporasi rendah, transpirasi tanaman rendah, dan tekanan turgor tanaman menjadi tinggi yang ditandai dengan kondisi fisik daun yang segar dan hijau, sedangkan pada siang hari tingkat evapo-transpirasi tanaman snagat tinggi karena intensitas cahaya matahari yang diterima oleh tanaman sangat tinggi, sehingga terjadi kenaikan suhu lingkungan yang menyebabkan kelembaban udara menjadi rendah dan menurunnya tekanan turgor tanaman. Hal ini ditandai dengan kondisi fisik tanaman yang terlihat cenderung cepat layu dan kering setelah pemetikan. Sementara itu pada sore hari kondisi lingkungan mulai membaik dimana intensitas cahaya matahari sudah menurun, suhu lingkungan menurun, kelembaban udara sedikit meningkat, dan laju evapo-transpirasi tanaman mulai menurun sehingga tekanan turgor tanaman mulai meningkat akibatnya kondisi tanaman mulai tampak segar dan hijau kembali (Setiawan, 2010). Daun legundi yang digunakan dalam penetapan waktu panen optimum dikoleksi dari kebun Biologi Farmasi Fakultas Farmasi UGM pada tanggal 14 Juni 2010 saat cuaca pagi hari cerah, siang cerah, dan sore sebelum pengambilan hujan deras. Pemanenan dilakukan dengan gunting terhadap daun nomor satu sampai lima sebanyak tiga kali dari pohon yang sama. Hasil analisis kadar viteksikarpin total terhadap tiga kali replikasi disajikan dalam Tabel 1. Menurut replikasi A waktu pem anenan daun legundi yang paling baik pada saat siang hari, sedangkan menurut replikasi B dan C waktu pemanenan yang paling baik dilakukan saat sore hari. Besarnya CV (>5%) dapat dikarenakan umur dahan yang tidak sama sehingga terdapat variabel tak terkendali yaitu umur dahan. Pemanenan pada pagi hari memberikan kadar viteksikarpin total sebesar 88,72 mg/g kemudian pada siang hari mengalami kenaikan sebesar 11,68% menjadi 100,45 mg/g dan pada sore hari kadarnya semakin meningkat sebesar 19,21% menjadi 124,34 mg/g. pemanenan pada pagi hari memberikan kadar viteksikarpin total sebesar 28,30%; pada siang hari 32,04%; dan pada sore hari 39,66%.
108
Tabel 1. Analisis kadar viteksikarpin total terhadap waktu pemanenan tanggal 14 Juni 2010 Waktu Replikasi A B C Rata-rata SD CV (%)
Kadar viteksikarpin total (mg/g) Pagi Siang Sore 95,05 124,69 113,32 99,64 101,16 148,37 71,45 75,51 111,35 88,72 100,45 124,34 15,13 24,60 20,83 17,05 24,49 16,75
Pemanenan pada tanggal 21 Juni 2010 dilakukan pada lokasi dan pohon yang sama dengan cuaca saat pagi cerah, siang cerah, dan sore cerah. Hasil analisis kadar viteksikarpin total terhadap tiga kali replikasi disajikan dalam Tabel II. Tabel 2. Analisis kadar viteksikarpin total terhadap waktu pemanenan tanggal 21 Juni 2010 Waktu Replikasi A B C Rata-rata SD CV (%)
Kadar viteksikarpin total (μg/g) Pagi
Siang
Sore
1229,78 2284,24 815,11 1443,04 757,43 52,49
2968,14 1014,50 1649,60 1877,42 996,54 53,08
2116,77 2433,73 1592,60 2047,70 424,80 20,75
Pemanenan pada pagi hari memberikan kadar viteksikarpin total sebesar 1443,04 μg/g kemudian pada siang hari mengalami kenaikan sebesar 23,14% menjadi 1877,42 μg/g dan pada sore hari kadarnya semakin meningkat sebesar 8,32% menjadi 2047,70 μg/g. Pemanenan pada pagi hari memberikan kadar viteksikarpin total sebesar 26,88%; siang hari 34,97%; dan sore hari 38,15%. Berdasarkan data di atas dapat ditetapkan bahwa pemanenan daun legundi paling baik dilakukan pada sore hari karena menghasilkan kadar viteksikarpin paling tinggi yaitu sebesar 39,66% pada pemanenan tanggal 14 Juni 2010 dan 38,15% pada pemanenan tanggal 21 Juni 2010. Saat matahari terbit, stomata membuka karena meningkatnya pencahayaan dan cahaya menaikkan suhu daun sehingga air menguap lebih cepat. Naiknya suhu membuat udara mampu membawa lebih banyak kelembaban, maka transpirasi meningkat. Jika daun dipanaskan oelh sinar matahari dengan panas yang melebihi suhu udara, angin aan menurunkan suhunya yang
Traditional Medicine Journal, 20(2), 2015
PENGARUH WAKTU PEMANENAN DAN TINGKAT mengakibatkan transpirasi menurun (Salisbury dan Ross, 1995a). Cahaya, khususnya panjang gelombang biru, meningkatkan pembentukan flavonoid. Waktu dalam hari (siang atau malam) dan tahun, ketinggian tempat, lintang, keadaan atmosfer, dan faktor lain juga mempengaruhi fotosintesis (Salisbury dan Ross, 1995b). Pengaruh tingkat maturasi daun terhadap kadar viteksikarpin Selain waktu pemanenan, tingkat maturasi daun juga dapat mempengaruhi kadar dari senyawa aktif yang dikandungnya. Daun legundi yang digunakan dalam penetapan waktu panen optimum dikoleksi dari Green house Laboratorium Fakultas Pertanian UGM pada tanggal 15 Juni 2010 Pk. 11.30 WIB dengan cuaca pada siang hari cerah. Pemanenan dilakukan terhadap daun nomor satu, dua, tiga, empat, dan lima sebanyak tiga kali dari tiga pohon yang berbeda kemudian dianalisis secara terpisah. Hasil analisis kadar viteksikarpin total terhadap tiga replikasi disajikan dalam Tabel 3. Tabel III. Analisis kadar viteksikarpin total terhadap tingkat maserasi daun Daun keReplikasi A B C Rata-rata SD CV (%)
1 4,37 2,43 1,12 2,64 1,64 62,04
2
3
4
3,26 1,58 1,21 5,56 2,47 1,98 3,33 3,79 2,67 4,05 2,61 1,95 1,31 1,11 0,73 32,37 42,52 37,37
5 0,93 1,67 1,67 1,42 0,43 30,11
Baik replikasi A maupun B, pemanenan yang memberikan kadar viteksikarpin optimum yaitu dengan memanen daun ke-1 sampai dengan daun ke-3. Hanya saja pada replikasi C pemanenan yang memberikan kadar viteksikarpin optimum yaitu dengan memanen daun ke-2 sampai dengan daun ke-4. Besarnya CV (>5%) dapat dikarenakan pengambilan daun dilakukan pada tanaman yang berbeda-beda sehingga terdapat variasi umur tanaman. Daun ke-2 memiliki kadar viteksikarpin 34,81% lebih tinggi daripada daun ke-1; daun ke-3 memiliki kadar viteksikarpin 55,17% lebih rendah daripada daun ke-2; daun ke-4 memiliki kadar viteksikarpin 33,85% lebih rendah daripada daun ke-3; dan daun ke-5 memiliki kadar viteksikarpin 37,32% lebih rendah daripada daun ke4.Berdasarkan data tersebut dapat ditetapkan bahwa pemanenan daun legundi paling baik dengan memanen daun ke-1 sampai ke-3 dari Traditional Medicine Journal, 20(2), 2015
ujung termuda, sehingga diperoleh viteksikarpin dalam kadar optimum. Sejalan dengan pertumbuhan daun, kemampuan untuk berfotosintesis meningkat sampai daun berkembang penuh kemudian mulai menurun secara perlahan. Daun tua yang hampir mati menjadi kuning dan tidak mampu berfotosintesis karena rusaknya klorofil dan hilangnya fungsi kloroplas. Dalam proses pembentukan metabolit sekunder diperlukan hara nitrogen dan magnesium dalam penyusunan senyawa flavonoid. Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002), kadar nitrogen pada daun muda lebih tinggi dibandingkan pada daun tua. Nitrogen merupakan salah satu unsur hara makro yang sangat dibutuhkan tanaman. Sementara itu, hara magnesium dibutuhkan oleh tanaman sebagai inti dari molekul klorofil. Menurut Setiawan (2010), hara magnesium dibutuhkan dalam proses pembentukan metabolit sekunder yang berfungsi sebagai katalis dari jalur asetat malonat yang diikuti dengan peningkatan kadar minyak dan asam lemak. Kombinasi jalur asetat malonat dan asam sikimat pada akhirnya membentuk flavonoid. Senyawa flavonoid akan mengalami metilasi dengan bantuan ion magnesium (Mg2+) dan S-Adenosil Metionin (SAM). Profil kadar viteksikarpin daun legundi dari dua lokaasi pemanenan Dilakukan penelitian mengenai profil kadar viteksikarpin daun legundi dari dua lokasi yang berbeda yaitu Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Sleman. Hasil pemanenan daun legundi di Kabupaten Kulon Progo Pemanenan pada pagi hari memberikan kadar viteksikarpin total sebesar 89,02 mg/g kemudian pada siang hari turun menjadi 80,36 mg/g. dan pada sore hari kembali turun menjadi 78,62 mg/g. saat siang hari kadar viteksikarpin bentuk aglikon mengalami penurunan sebesar 10,60% dan penurunan bentuk glikosida sebesar 7,18%, sedangkan pada sore hari kadar aglikon viteksikarpin naik sebesar 39,64% disertai dengan penurunan viteksikarpin bentuk glikosida sebesar 38,28%. Saat pagi hari 74,51% viteksikarpin ditemukan dalam bentuk aglikon dengan perbedaan antara aglikon dan glikosida sebesar 49,02%, sedangkan pada siang hari 73,79% viteksikarpin berada dalam bentuk aglikon dengan perbedaan aglikon dan glikosida sebesar 22,51%. Pemanenan yang dilakukan pada sore hari 83,47% viteksikarpin berada dalam bentuk aglikon dengan perbedaan antara aglikon dan glikosida sebesar
109
Indrawan Kurnia Dwinatari 16,53%. Kadar viteksikarpin aglikon siang hari menurun kemudian meningkat pada sore hari, sedangkan kadar viteksikarpin glikosida menurun pada siang hari dan kembali menurun pada sore hari. Pada hari yang sama (Pk. 11.30-12.30 WIB) juga dilakukan pemanenan terhadap daun nomor 1, 2, 3, 4, dan 5. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa kadar viteksikarpin aglikon dan glikosida mengalami penurunan seiring dengan bertambahnay tingkat maturasi daun. Hanya saja kadar viteksikarpin bentuk glikosida ditemukan dalam jumlah lebih rendah daripada bentuk aglikonnya. Jika dibandingkan, terdapat perbedaan antara viteksikarpin bentuk glikosida dan aglikon yaitu sebesar 45% pada urutan daun ke-1, 61% pada daun ke-2, 43% pada daun ke-3, 34% pada daun ke-4, dan 18% pada daun ke-5. Kadar viteksikarpin glikosida pada daun ke-1 sebesar 30,87%; pada daun ke-2 sebesar 37,98%; pada daun ke-3 sebesar 30,31%; pada daun ke-4 sebesar 25,22%; dan pada daun ke-5 sebesar 19,95%. Hal ini menunjukkan bahwa viteksikarpin bentuk glikosida yang terdapat di dalam daun legundi masih cukup tinggi, sehingga dalam proses pengekstraksian diperlukan proses hidrolisis untuk menyari viteksikarpin bentuk glikosidanya. Hasil pemanenan daun legundi di Kabupaten Sleman Kadar viteksikarpin total yang dipanen pada pagi hari sebesar 180,55 mg/g kemudian pada siang hari mengalami penurunan menjadi 141,60 mg/g dan pada sore hari kadarnya meningkat menjadi 154,07 mg/g. Saat siang hari kadar viteksikarpin bentuk aglikon mengalami kenaikan sebesar 0,76% dan penurunan bentuk glikosida sebesar 55,48%, sedangkan pada sore hari kadar aglikon viteksikarpin kembali naik sebesar 3,53% disertai dengan kenaikan viteksikarpin bentuk glikosida sebesar 20,98%. Saat pagi hari, 60,35% viteksikarpin ditemukan dalam bentuk aglikon dengan perbedaan antara viteksikarpin bentuk aglikon dan glikosida sebesar 20,70%, sedangkan pada hasil pemanenan siang hari 77,49% viteksikarpin berada dalam bentuk aglikon dengan perbedaan antara viteksikarpin bentuk aglikon dan glikosida sebesar 54,98%. Pemanenan yang dilakukan pada sore hari 73,82% viteksikarpin berada dalam bentuk aglikon dengan perbedaan antara aglikon dan glikosida sebesar 47,64%. Kadar viteksikarpin aglikon pada siang hari mengalami kenaikan dan semakin meningkat pada sore hari, sedangkan kadar viteksikarpin glikosida mengalami penurunan pada siang hari lalu meningkat pada sore hari.
110
Selain itu juga dilakukan penelitian mengenai hubungan waktu dan tingkat maturasi daun terhadap kadar viteksikarpin. Pengambilan sampel dilakukan dengan memetik daun ke-1, 2, 3, 4, dan 5 pada saat pagi, siang, dan sore hari. Kadar viteksikarpin total pada daun ke-1 paling rendah dipanen saat pagi hari dan paling tinggi saat sore hari, pada daun ke-2 waktu pemanenan tidak mempengaruhi kadar viteksikarpin, daun ke-3 kadar viteksikarpin paling tinggi dipanen saat pagi hari sedangkan saat siang dan sore hari kadarnya hanya sepertiga dari pagi hari. Kadar viteksikarpin daun ke-4 paling tinggi dipanen saat pagi hari, menurun pada siang hari, dan meningkat saat sore hari. Pada saun ke-5 tidak dapat dibandingkan karena sampel pemanenan pada sore hari hilang. Kadar viteksikarpin aglikon pada daun ke-1 paling tinggi dipanen saat sore hari dan paling rendah saat pagi hari. Kadar viteksikarpin pada daun ke-2 paling tinggi dipanen saat siang hari, sedangkan pada daun ke-3, ke-4, dan ke-5 pemanenan saat pagi hari memberikan kadar viteksikarpin paling tinggi. Sementara itu kadar viteksikarpin glikosida pada daun ke-1 sangat rendah pada pemanenan pagi hari lalu meningkat saat siang hari dan sore hari, sedangkan daun ke-2 pemanenan pada pagi hari memberikan kadar viteksikarpin paling tinggi dan paling rendah pada saat pemanenan sore hari. Begitu juga pada daun ke-3, ke-4, dan ke-5.
KESIMPULAN Kadar viteksikarpin dalam daun legundi paling tinggi dipanen pada sore hari, kemudian siang hari, dan paling rendah pada pagi hari, sehingga waktu pemanenan daun legundi paling baik dilakukan pada sore hari antara pukul 15.3016.30 WIB. Kadar viteksikarpin dalam daun legundi paling tinggi pada daun ke-2, kemudian daun ke-1, daun ke-3, daun ke-4, dan paling rendah daun ke5, sehingga pemanenan daun legundi paling baik dengan memetik daun ke-1 sampai dengan daun ke-3 dari ujung termuda.
DAFTAR PUSTAKA
Alam, G., 2009, Vitex trifolia Mampu Obati Asma, http://www.ugm.ac.id, 5 Maret 2010 Anonim, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, 5-15, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2010, Hari Asma Sedunia Tahun 2010, http://dinkes.jogjaprov.go.id/index.php/cb erita/read/255.html, 19 Juni 2010 Cania, E., Sulistyaningrum, E., 2013, Uji Efektivitas Larvasida Ekstrak Daun Legundi (Vitex trifolia) terhadap Larva Aedes aegypti, Traditional Medicine Journal, 20(2), 2015
PENGARUH WAKTU PEMANENAN DAN TINGKAT Medical Journal of Lampung University, 2(4) : 52-60. Ikawati, Z., 2009, Pengembangan Formula Ekstrak Daun Legundi (Vitex trifolia L.) dan Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Sebagai Fitofarmaka untuk Antialergi, 15, Laporan Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Rosmarkam, A., dan Yuwono, N.W., 2002, Ilmu Kesuburan Tanah, Kanisius, Yogyakarta Setiawan, M., 2010, Hubungan Indeks Kualitas Tanah dengan Kadar Viteksikarpin Daun
Traditional Medicine Journal, 20(2), 2015
Legundi (Vitex trifolia L.), Skripsi, Fakultas Pertanian, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Salisbury dan Ross, 1995a, Fisiologi Tumbuhan Jilid 1 Sel: Air, Lautan, dan Permukaan, Edisi keempat, Penerbit ITB, Bandung Salisbury dan Ross, 1995b, Fisiologi Tumbuhan Jilid 3 Perkembangan Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan, Edisi keempat, Penerbit ITB, Bandung
111