Idea Nursing Journal ISSN: 2087-2879
Vol.V No.2, 2014
PERBANDINGAN COLD PRESSOR TEST MAHASISWA DENGAN DAN TANPA RIWAYAT GENETIK HIPERTENSI The Comparison Cold Pressor Test On Students With And Without History Of Genetic Hypertension Maimun Syukri1, Razi Suangkupon Siregar2, Putri Irmayani3 1
)Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, 2)Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala 3) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Hipertensi terkait erat dengan peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis. Aktivitas simpatis dapat diuji dengan cold pressor test (CPT). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan CPT mahasiswa pria dengan riwayat genetik hipertensi (RGH (+)) dan tanpa riwayat genetik hipertensi (RGH (-)). Desain penelitian ini adalah uji klinis acak. Selama CPT, tangan hingga sebatas pergelangan tangan dimasukkan dalam air es (4-5°C ) selama 1 menit. Empat puluh dua mahasiswa pria (18-21 tahun) dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok RGH (+) dan RGH (-). Tekanan darah (TD) dan denyut jantung (DJ) diukur sebelum, 30 detik setelah dan lima menit setelah CPT. Data dianalisis dengan uji t tidak berpasangan dan uji t berpasangan. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD) yang bermakna sebelum CPT antara kedua grup. Tiga puluh detik setelah CPT, terdapat perbedaan TDS dan TDD yang bermakna antara kelompok RGH (+) yang dibandingkan dengan kelompok RGH (-). Lima menit setelah CPT, tidak terdapat perbedaan TDS yang bermakna, namun terdapat perbedaan TDD yang bermakna lima menit setelah CPT antara kedua grup . Di samping itu, tidak terdapat perbedaan DJ yang bermakna baik sebelum, 30 detik setelah dan lima menit setelah CPT antara kedua grup. Pemulihan TDS dan TDD terjadi dalam waktu lima menit. Keadaan ini menunjukkan bahwa CPT dapat digunakan sebagai metode deteksi dini hipertensi dengan mengukur TD. Kata kunci: cold pressor test, hipertensi, tekanan darah.
ABSTRACT Hypertension has been reported to be generally associated with sympathetic overactivity. Sympathetic overactivity can be tested by cold pressor test (CPT). The aim of study is to find out comparation of CPT between students with hypertensive parents (HP (+)) and without hypertensive parents (HP (-)). Methodology of study was randomized controlled trial. While CPT, hand immersion up to the wrist in the mixture of ice and water (4-5°C) for 1 minute. Forty-two male students (18-21 years old) were divided into two groups, as group HP (+) and HP (-). Blood pressure (BP) and heart rate (HR) were measured before, 30 seconds and five minutes after CPT. Data was analized by t independent test and t paired test. Result of research indicate that there was no significant difference in resting systolic blood pressure (SBP) and diastolic blood pressure (DBP) in both groups before CPT. Thirty seconds after CPT, there was significant difference in SBP and DBP in group HP (+) as compared to group HP (-). Five minutes after CPT, there was no significant difference in SBP, but there was significant difference in DBP between two groups. Besides, there were no significant difference in HR before, 30 seconds and five minutes after CP between two groups. Thereafter, SBP and DBP recovered back to baseline at five minutes after CPT. This finding may lead that CPT can be used as predictor of future development of hypertension by measuring BP. Keywords : cold pressor test, hypertension, blood pressure.
PENDAHULUAN Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di negara maju dan negara berkembang (Depkes, 2007). Hipertensi esensial merupakan 95% dari kasus hipertensi 18
(Yogiantoro, 2007). Studi menunjukkan bahwa sistem saraf simpatis memainkan peran penting dalam patogenesis penyakit hipertensi, yaitu terjadinya peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis (DeQuattro dan Feng, 2002).
Idea Nursing Journal ISSN: 2087-2879
Aktivitas simpatis dapat diuji dengan menggunakan cold pressor test (CPT). CPT dilakukan dengan mengukur respon tekanan darah (TD) terhadap stimulus dingin yang diberikan selama percobaan. Uji ini digunakan untuk mendeteksi penyakit hipertensi sejak dini. Respon hiperreaksi selama CPT dapat memprediksi risiko terhadap penyakit hipertensi di masa depan (Rajashekar et al., 2003). Penelitian menunjukkan terdapat perbedaan TD yang bermakna setelah perlakuan CPT pada kelompok dengan riwayat genetik hipertensi (RGH (+)) yang dibandingkan dengan kelompok tanpa riwayat genetik hipertensi (RGH (-)) (Garg et al., 2010). Selama perlakuan CPT, kelompok RGH (+) mengalami peningkatan TD yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok RGH (-) (Rajashekar et al., 2003). Penelitian Scheiner et al. menunjukkan adanya aktivitas yang tinggi dari sistem saraf simpatis, penurunan adaptasi, dan tertundanya pemulihan TD setelah stres atau tekanan yang diberikan pada responden normotensi RGH (+) (Scheiner et al., 2003). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui! perbandingan CPT mahasiswa RGH (+) dan mahasiswa RGH (-). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai peran CPT dalam deteksi dini hipertensi. METODE Hasil teknik sampling didapatkan 42 orang subyek penelitian (18-21 tahun) yang dibagi atas RGH (+) dan RGH (-) (Tabel 1). Seluruh subyek penelitian merupakan mahasiswa pria Program Studi pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, bersedia menjadi responden dengan mengisi lembar informed consent. tidak mengkonsumsi alkohol dan tidak memiliki IMT > 25 kg/m2. Kriteria eksklusi yaitu menderita penyakit kardiovaskuler dan gagal ginjal, tidak berada di tempat pada saat dilakukan penelitian, mahasiswa pria
Vol.V No.2, 2014
yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik, mengkonsumsi rokok. Pembagian angket dilakukan untuk mengetahui data karakteristik subyek penelitian. Pengukuran TD dilakukan dengan cara auskultasi menggunakan alat yang disebut sphygmomanometer air raksa. Pengukuran DJ dilakukan dengan meraba arteri radialis. Sebelum melakukan pengukuran DJ dan TD, mahasiswa mendapat penjelasan mengenai tujuan, cara dan efek selama pengukuran untuk mencegah terjadinya kecemasan. Mahasiswa diharuskan menghindari kegiatan aktivitas fisik seperti olah raga, konsumsi kaffein dan merokok minimal 30 menit sebelum pengukuran. Di samping itu, mahasiswa diharuskan duduk beristirahat selama 5-15 menit di ruangan yang tenang dan nyaman. Pengukuran TD dan DJ sebelum CPT dilaporkan sebagai TD pra CPT dan DJ pra CPT. Pengukuran TD dan DJ dilakukan pada tangan sebelah kanan. Selanjutnya dilakukan uji CPT. Uji ini dilakukan dengan memasukkan tangan sebelah kiri (sebatas pergelangan tangan) ke dalam air dingin bersuhu 4-5ºC selama 60 detik lalu dikeluarkan. Segera setelah perlakuan CPT, TD diukur dengan cara auskultasi dan dilaporkan sebagai TD 30 detik post CPT. Kemudian, DJ diukur dengan cara palpasi dan dilaporkan sebagai DJ 30 detik post CPT. Lima menit setelah perlakuan CPT, dilakukan pengukuran TD dan DJ kembali untuk mengetahui waktu pemulihan TD dan DJ. Hasil pengukuran dilaporkan sebagai TD 5 menit post CPT dan DJ 5 menit post CPT. Seluruh prosedur yang dilakukan telah mendapat persetujuan kelaikan etik dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala. Data dianalisis dengan menggunakan uji t tidak berpasangan untuk menilai perbandingan TD dan DJ antara kelompok RGH (+) dan RGH (-). Waktu pemulihan TD dan DJ dianalisis menggunakan uji t berpasangan 19
Idea Nursing Journal ISSN: 2087-2879
Vol.V No.2, 2014
RGH (+) dan RGH (-). Tabel III menunjukkan analisis pemulihan TD pada RGH (+) dan RGH (-). Tabel IV menunjukkan analisis pemulihan DJ pada RGH (+) dan RGH (-). Pemulihan TD dinilai dengan membandingkan rata-rata TD setelah lima menit dengan TD sebelum diberikan perlakuan CPT.
HASIL Distribusi frekuensi subyek penelitian berdasarkan umur, indeks massa tubuh (IMT) dan aktivitas fisik dapat dilaihat pada tabel I. Tabel II menunjukkan analisis perbandingan TD dan DJ sebelum, segera setelah dan lima menit setelah CPT pada
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian berdasarkan Umur, IMT dan Aktivitas Fisik (n=42) No 1
Karakteristik Subyek Penelitian
3
RGH (-)
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Frekuensi (n)
Persentase (%)
18
4
21,1
4
17,4
19
3
15,8
2
8,7
20
4
21,1
9
39,1
8
42,1
8
34,8
17 2
89,47 10,53
21 2
91,30 8,70
3 10 6
15,79 52,63 31,58
2 16 5
8,70 69,60 21,70
Usia (tahun)
21 2
RGH (+)
2
IMT (kg/m ) 18, 5-24,9 <18,5 Aktivitas fisik Tidak ada 1-2 kali/minggu 3-5 kali/minggu
Tabel 2. Analisis Perbandingan TD Sebelum, Segera Setelah RGH (+) dan RGH (-) No RGH (+) RGH (-) TD (mmHg) n = 19 n = 23 1 TDS pra CPT 114,42 115,22 2 TDD pra CPT 77,68 76,70 3 TDS 30 detik post CPT 129,26 122,61 4 TDD 30 detik post CPT 86,00 77,04 5 TDS 5 menit post CPT 117,26 113,13 6 TDD 5 menit post CPT 80,42 73,08 7 Delta TDS 14,48 7,39 8 Delta TDD 8,32 0,34 9 DJ Pra CPT 78,89 78,82 10 DJ 30 detik post CPT 81,84 78,21 11 DJ 5 menit post CPT 81,21 77,74 12 Delta DJ 2,94 -0,60
20
dan Lima Menit Setelah CPT pada p value 0,732 0,628 0,015 0,000 0,081 0.006 0,001 0,000 0,981 0,285 0,240 0,239
Keterangan Tidak bermakna Tidak bermakna Bermakna Bermakna Tidak bermakna Bermakna Bermakna Bermakna Tidak bermakna Tidak bermakna Tidak bermakna Tidak bermakna
Idea Nursing Journal ISSN: 2087-2879
Vol.V No.2, 2014
Tabel 3. Analisis Pemulihan TD pada RGH (+) danRGH (-) (n=42) Riwayat Genetik
TDS (mmHg)
Ket
P value
pra CPT
post 5 menit
RGH (+)
114,42
117,26
0,99
RGH (-)
115,22
113,13
0,112
Ket
TDD (mmHg)
Tidak bermakna Tidak bermakna
pra CPT
Post 5 menit
p value
77,68
80,42
0.120
76,40
73,08
0,016
Tabel 4. Analisis Pemulihan DJ pada RGH (+) dan RGH (-) (n=42) Riwayat Genetik DJ (kali/menit) P value Pra CPT Post 5 menit
Tidak bermakna bermakna
Keterangan
RGH (+)
78,89
81,21
0,241
Tidak bermakna
RGH (-)
78,82
77,74
0,475
Tidak bermakna
PEMBAHASAN Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata TDS dan TDD yang bermakna sebelum CPT pada masing-masing kelompok berdasarkan uji t tidak berpasangan (p = 0,732; 0,628). Hasil penelitian kami sesuai dengan penelitian sebelumnya (Sarosa et al., 2009; Verma et al., 2005). Hal ini disebabkan oleh perbedaan jalur genetik yang berpengaruh terhadap TD pra CPT dan TD post CPT. Hal ini membuktikan bahwa terdapat gen yang berbeda dan bekerja terpisah satu sama lain dalam regulasi TD pra CPT dan TD post CPT (Luft, 2001; Mei et al., 2008). Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata TDS dan TDD yang bermakna 30 detik setelah CPT pada masing-masing kelompok berdasarkan uji t tidak berpasangan (p = 0,015; 0,000). Hasil penelitian kami sesuai dengan penelitian sebelumnya (Garg et al., 2010; Mei et al., 2009; Rajashekar et al., 2003), tetapi berbeda dengan penelitian lain (Sarosa et al., 2009). Perbedaan TD segera setelah CPT antara kelompok RGH (+) dan RGH (-) dipengaruhi oleh faktor genetik. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Luft bahwa gen fenotip yang diwariskan dari orang tua antara lain yaitu, sistem saraf
simpatis dan sistem RAA. Gen yang terkait dengan TDS berikatan dengan lokus AT1 (Luft, 2001). Selanjutnya, stimulasi reseptor AT1 mengakibatkan AT2 endogen mengaktifkan sistem saraf simpatis (Anita et al., 2005). Di samping itu, regulasi TDS dan TDD sangat berkaitan dengan lokus gen reseptor beta2 adrenergik (Luft, 2001). Penelitian Li et al. terhadap populasi kembar menggunakan polymerase chain reaction (PCR) didapatkan bahwa genotip Arg16/Gly dari gen reseptor beta2 adrenergik sangat terkait dengan regulasi TD (TDS dan TDD) baik dalam keadaan istirahat maupun selama perlakuan CPT (Li et al., 2003). Hasil penelitian kami menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna selisih TDS dan TDD post CPT dengan TDS dan TDD pra CPT antara kedua kelompok (p = 0,001; 0,000). Hasil penelitian kami sejalan dengan penelitian yang dikemukakan sebelumnya oleh Rajashekar et al. (2003) dan Garg et al. (2010), bahwa terjadi peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis yang berlebihan pada subyek penelitian RGH (+). Salah satu keistimewaan dalam pengaktifan sistem saraf simpatis adalah peningkatan kadar noreepinefrin. CPT mengakibatkan peningkatan noreepinefrin plasma sebanyak 35-50 % (All, 2007) 21
Idea Nursing Journal ISSN: 2087-2879
CPT mempengaruhi fungsi endotel pembuluh darah melalui nitrit oksida (NO) sehinga menyebabkan perubahan diameter pembuluh darah. CPT menginhibisi larginine (substrat yang digunakan untuk sintesis NO) sehingga menurunkan kadar NO dalam darah Inhibisi sintesis NO menyebabkan kontraksi dinding pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan cepat TD (Kawano et al., 2007). Di samping itu, penelitian menyebutkan bahwa CPT berkaitan dengan peningkatan kadar endotelin dalam darah). Rangsangan yang melepaskan zat ini menyebabkan vasokonstriksi yang kuat dalam pembuluh darah (Korhonen, 2006). Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan TDS yang bermakna lima menit post CPT antara kedua kelompok berdasarkan uji t tidak berpasangan (p = 0,081). Namun demikian, terdapat perbedaan TDD yang bermakna lima menit post CPT antara kedua kelompok berdasarkan uji t tidak berpasangan (p = 0,006). Peningkatan TDD merupakan indikator aktivitas sistem saraf simpatis terhadap stressor (Tewari et al., 2006). Pada subyek penelitian RGH (+) didapatkan adanya aktivitas yang tinggi dari sistem saraf simpatis, penurunan adaptasi, dan tertundanya pemulihan TD setelah diberikan stressor (Scheiner et al., 2003). Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan DJ yang bermakna sebelum CPT pada masingmasing kelompok berdasarkan uji t tidak berpasangan (p = 0,981). Hasil penelitian kami sesuai dengan penelitian Pramanik et al. (2008) dan Verma et al. (2005). Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan DJ yang bermakna 30 detik setelah CPT pada masing-masing kelompok berdasarkan uji t tidak berpasangan (p = 0,285). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Pramanik et al. (2008). Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Korhonen, peningkatan TD secara tiba-tiba 22
Vol.V No.2, 2014
menyebabkan peningkatan kerja jantung sehingga tercetuslah refleks baroreseptor yang menyebabkan terjadinya penurunan DJ (Korhonen, 2006). Di samping itu, Maurot et al. yang meneliti kontrol autonom DJ selama perlakuan CPT menyebutkan bahwa barorefleks menyebabkan peningkatan aktivitas sistem saraf parasimpatis sehingga terjadi penurunan reseptor alfa1 adrenergik. Penurunan ini mengakibatkan neurotransmitter tidak bisa berinteraksi dengan organ yang dipersarafi reseptor adrenergik. Keadaan ini menyebabkan penurunan frekuensi DJ (Maurot et al., 2009). Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan DJ yang bermakna lima menit post CPT pada masing-masing kelompok berdasarkan uji t tidak berpasangan (p = 0,240). Hasil penelitian kami sesuai dengan penelitian Verma et al. (2005). Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Conde-Guzon et al., bahwa reaktivitas TD terhadap perlakuan CPT lebih baik dalam memprediksi risiko berkembangnya penyakit hipertensi dibandingkan reaktivitas DJ terhadap CPT (Conde-Guzon et al., 2011). Pemulihan TD dinilai dengan membandingkan rata-rata TD lima menit post CPT dengan TD pra CPT. Hasil penelitian kami membuktikan bahwa TDS dan TDD post 5 menit kembali seperti TDS dan TDD pra CPT pada kedua kelompok. Hasil penelitian kami berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa pemulihan TD terjadi pada menit ke 4 setelah perlakuan (Korhonen, 2006 dan Mei et al., 2009). Pemulihan DJ ini dinilai dengan membandingkan rata-rata DJ lima menit post CPT dengan DJ pra CPT. Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan DJ antara sebelum dan lima menit post CPT pada kelompok RGH (+) dan RGH (-) berdasarkan uji t berpasangan (p = 0,241; 0,475). Hasil
Idea Nursing Journal ISSN: 2087-2879
penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya (Cui et al., 2002; Korhonen, 2006). Keterbatasan penelitian ini yaitu tidak menggunakan ketersamaran (masking). Hal ini dapat memungkinkan timbulnya bias selama proses pengukuran TD dan DJ. Selain itu, penelitian ini hanya melihat pengaruh perlakuan CPT terhadap TD dan DJ, tidak memperhatikan efek fisiologis yang diakibatkan CPT secara detail. KESIMPULAN Tidak terdapat perbedaan TDS dan TDD yang bermakna sebelum CPT antara yang mempunyai RGH dan tidak mempunyai RGH. Namun terdapat perbedaan TDS dan TDD yang bermakna 30 detik post CPT antara kelompok yang mempunyai RGH dan kelompok yang tidak mempunyai riwayat RGH . Hal ini menunjukkan bahwa CPT dapat digunakan untuk deteksi dini hipertensi dengan mengukur TDS dan TDD 30 detik post CPT. Pada 5 menit post CPT tidak terdapat perbedaan TDS, tetapi terdapat perbedaan TDD yang bermakna 5 menit post CPT antara kelompok yang mempunyai RGH dan kelompok yang tidak mempunyai riwayat RGH. Hal ini menunjukkan bahwa CPT dapat digunakan sebagai metode deteksi dini hipertensi dengan mengukur TDD 5 menit post CPT. Tidak terdapat perbedaan DJ yang bermakna sebelum, 30 detik post CPT, 5 menit post CPT antara kelompok yang mempunyai RGH dan kelompok yang tidak mempunyai riwayat RGH. Hal ini menunjukkan bahwa CPT tidak dapat digunakan sebagai metode deteksi dini hipertensi dengan mengukur DJ 30 detik dan 5 menit post CPT.Terjadi pemulihan TD (TDS dan TDD) dan DJ 5 menit post CPT pada kelompok yang mempunyai RGH dan kelompok yang tidak mempunyai riwayat RGH.
Vol.V No.2, 2014
KEPUSTAKAAN Anita I., Esther LZ, Maria C., Antonio G., Maria del Rosario G. Effect of AT1 Angiotensin II Receptor Antagonists on the Sympathetic Response to a Cold Pressor test in Healthy Volunteers. American Journal of Theurapetics 14 (2): 183-8 All SD. 2007. The Effect of Cold Pressor Test on Amplitude of The P50 Component of The Auditory Evoked Potential in Healthy Adults. Dissertation. School of Graduate and Postdoctoral Studies of Medicine and Science. Rosalind Franklin University Conde-Guzon PA., Bartolome-Albistegui MT., Quiros Pilar., Cabestreso R. 2011. Thermal Sensitivity and Cardiovascular Reactivity to Stress in Healthy Males. The Spanish Journal of Psychology 14 (2):600-7 Cui J., Wilson TE., dan Crandal CG. 2002. Baroreflex Modulation of Muscle Sympathetic Nerve Activity during Cold Pressor Test in Humans. Am J Physiol Heart Circ Physiol 282: 1717-23 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi [serial online]. http://piofamul.com/wpcontent/u ploads/2010/09/pharamceuticalcare hipertensi.pdf [diakses tanggal 6 Juni 2011].DeQuattro V dan Feng M. 2002. The Sympathetic Nervous System:the
23
Idea Nursing Journal ISSN: 2087-2879
Vol.V No.2, 2014
Muse of Prumary Hypertension. J Hum Hypertens 16:64-9
a Chinese Population. Am J Hypertens 22 (10): 1096-100
Garg S., Kumar A., dan Singh KD. 2010. Blood Pressure Response to Cold Pressor Test in The Children of Hypertensives. Online J Health Allied Scs 9 (1):7
Pramanik T., Regmi P., Shrestha P. 2008. Detection of Individuals Prone to Develop Hypertension in Their Future Life. Nepal Med Coll J 10 (1): 35-7
Kawano H., Michiya T., Yamamoto K., Sanada K., Gando Y., Tabata I., et al. 2007. Resistance Training in Men is Associated with Increase Arterial Stiffness and Blood Pressure but Does Not Adversely Affect Endothelial Pressor Test 93(2): 296-302
Rajashekar RK., Niveditha Y., Ghost S. 2003. Blood Pressure Response to Cold Pressor Test in Sibling of Hypertensives. Indian J Physiol Pharmacol 47(4):453-8
Korhonen I. 2006. Blood Pressure and Heart Rate Responses in Men Exposed to Arm and Leg Cold Pressor Test and Whole Body Cold Exposure. Int J Circumpolar Health 65(2):178-84
Sarosa H., Billah M., Herlambang B., Muslimah. 2009. Perbedaan Tekanan darah setelah Pemaparan Cold Pressure Test antara Mahasiswa Tanpa dan Dengan Riwayat Hipertensi di Keluarga. Sains Medika 1 (1): 36-43
Li GH., Faulhaber HD., Rosenthal M., Schuster H., Jordan J., Timmerman B., et al. 2003. Β-2 Adrenergic Receptor Gen Variations and Blood Pressure Under Stress in Normal Twins. Psychophysiology 38 (3): 485-9
Scheiner GM. Jacobs DW., Gevirtz RN. O’Connor D. 2003. Cardiovascular Haemodynamic Response to Repeated Mental Stress in Normotensive Subjects at Genetic Risk of Hypertension:Evidence of Enhanced Reactivity Blunted Adaption and Delay Recovery
Luft FC. 2001. Twins in Cardiovascular Genetics Research. Hypertension 37(2): 350-6
Tewari
Maurot L., Bouhaddi M., Renard J. 2009. Effect of the Cold pressor Test on Cardiac Autonomic Control in Normal Subjects. Physiol Res 58:83-91 Mei H., Gu D., Rice TK., Hixson JE., Chen J., Jaquish CE., et al., 2009. Heritability of Blood Pressure responses to Cold Pressor Test in
24
HK., Gadia R., Kumar D., Venkatesh P., Garg SP. 2006. Sympathetic-Parasympathetic Activity And Reactivity in Central Serous Chorioretinopathy: A CaseControl Study. Invest Ophthalmol Vis Sci 47: 3474-78
Verma V., Singh SK., Ghosh S. 2005. Identification of Susceptibility to Hypertension by the Cold Pressor Test. Indian J Physiol Pharmal 49(1): 119-2.