SCI-003
THE ACTIVITY TEST OF ETHANOL EXTRACT JENGKOL SKIN ( Pithecellobium Jiringa ) To INHIBIT OF FUNGUS GROWTH Candida Albicans Siti Juariah1*,, Shofriyanti Oktaviyani 1,2
Akademi Analis Kesehatan Yayasan Fajar Pekanbaru E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Mikroba patogen merupakan salah satu penyebab penyakit pada manusia dan makhluk hidup lainnya. Banyak usaha yang telah dilakukan untuk melawan mikroba patogen tersebut yaitu dengan menemukan senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan membunuh mikroba. Penggunaan senyawa kimia yang bersifat sintetik dapat menimbulkan efek negatif. Oleh karena itu, penelitian mengenai zat antimikroba alami terus dilakukan yakni dengan penggunaan zat antibmikroba yang sifatnya alami serta aman bagi kesehatan manusia, salah satunya yakni dari kulit jengkol (Pithecellobium jiringa) yang merupakan limbah pasar tradisional yang selama ini belum dimanfaatkan. Tujuan penelitian ini untuk menentukan senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit jengkol dan untuk menentukan aktivitas senyawa antifungi dari ekstrak etanol kulit buah jengkol terhadap jamur Candida albicans. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit jengkol mengandung senyawa senyawa saponin, tannin dan flavonoid. Setelah dilakukan uji aktifitas, ekstrak etanol kulit jengkol memiliki kemampuan sedang dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans yakni berkisar antara 9,00 mm -12,33 mm. Keywords: Pithecellobium jiringa, Candida albicans, anti fungi
ABSTARCT Pathogen microbe is one of cause on human and others. Much effort to fight of pathogen microbe with way to find chemistry compound that can inhibit growth and kill the microbe. Using of chemistry compound that has synthetic characteristic can give negative effect. It is caused of the research about nature antimicrobial substance still develop which use antimicrobial substance that has nature characteristic and safety for human healthy, one of it is from Jengkol skin ( Pithecellobium Jiringa) it is traditional market waste that give benefit yet. The objective of this research to determine of the active compound in ethanol extract of Jengkol skin and to determine of the antifungal compound activity from ethanol extract of Jengkol skin toward Candida Albicans fungus. The research result found that the ethanol extract of Jengkol skin had Saponin compound, tannin, and flavonoid. After activity tested, the ethanol extract of Jengkol skin had the medium ability to inhibit of candida Albicans fungus growth about 9.00 mms – 12.33mms. Keywords : Pithecellobium Jiringa, candida Albicans, antifungal
Pendahuluan Mikroba patogen merupakan salah satu penyebab penyakit pada manusia dan makhluk hidup lainnya. Banyak usaha yang telah dilakukan untuk melawan mikroba patogen tersebut yaitu dengan menemukan senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan membunuh mikroba. Penggunaan senyawa kimia yang bersifat sintetik dapat menimbulkan efek negatif. Oleh karena itu, penelitian mengenai zat antimikroba alami terus dilakukan yakni dengan penggunaan
SCI-003 zat antibmikroba yang sifatnya alami serta aman bagi kesehatan manusia. Salah satu bahan alternatif sebagai antimikroba tersebut berasal dari kulit jengkol yang merupakan limbah pasar tradisional yang selama ini belum dimanfaatkan. Kulit buah jengkol diduga mengandung senyawa tanin, dugaan tersebut berdasarkan kenyataan, bila kulit buah jengkol dikupas menggunakan pisau besi maka akan terbentuk warna biru kehitaman pada kulit buah jengkol yang dikupas. Hal ini menunjukkan adanya senyawa tanin. Senyawa tanin merupakan senyawa metabolit sekunder pada tumbuhan yang bersifat sebagai antibakteri, memiliki kemampuan menyamak kulit dan juga dikenal sebagai astringensia (Robinson, 1995). Dari sifat antibakteri senyawa tanin, maka tanin dapat digunakan sebagai obat antiradang, antidiare, pengobatan infeksi pada kulit dan mulut, dan pengobatan luka bakar. Oleh karena itu, tanin sebagai antibakteri dapat digunakan dalam bidang pengobatan (Hariana, 2007). Menurut Nurussakinah (2010) Senyawa tanin dan flavonoid merupakan golongan senyawa polifenol yang bersifat sebagai antibakteri. Selain sebagai antibakteri, metabolit sekunder dalam tumbuhan yang berasal dari golongan alkaloid, flavonoid, senyawa fenol, steroid dan terpenoid dapat berfungsi sebagai antioksidan alami (Yuhernita dan Juniarti, 2011) Ekstrak kulit jengkol memberikan batas daerah hambat yang efektif untuk bakteri Escherichia coli dengan diameter 14,67 mm pada konsentrasi 60 mg/ml (Nurussakinah, 2010). Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini akan menguji kemampuan ekstrak kulit jengkol terhadap aktifitas jamur Candida albicans yang merupakan jenis jamur yang sering terdapat pada organ kewanitaan, kulit dan kuku. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit jengkol (Pithecellobium jiringa) dan menentukan aktivitas senyawa antifungi dari ekstrak etanol kulit buah jengkol (P. jiringa) terhadap jamur Candida albicans.
Bahan dan Metode Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014 sampai Februari 2015 di Laboratorium Mikrobiologi Akademi Analisis Kesehatan Pekanbaru dan Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau. Bahan yang digunakan pada penelitian ini berupa kulit jengkol (P. jiringa) segar yang telah dikeringkan menggunakan oven dan strain jamur C. albicans. Ekstraksi kulit jengkol Bahan baku kulit jengkol segar dipilih lalu dibersihkan kemudian dikeringkan dengan suhu 100°C selama 48 jam. Selanjutnya kulit jengkol yang telah kering kemudian dihaluskan dengan blender, sehingga diperoleh tekstur yang halus. Bubuk atau tepung kulit jengkol digunakan dalam proses ekstraksi. Uji Komponen Senyawa Kimia Sebanyak 5 gram sampel ekstrak kulit jengkol ditambahkan masing-masing 5 ml air suling dan kloroform lalu dikocok kuat dan dibiarkan selama 8 menit sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan air ekstrak kulit jengkol digunakan untuk uji senyawa flavonoid, fenolik, dan saponin. Lapisan kloroform ekstrak kulit jengkol digunakan untuk uji senyawa triterpenoid, dan steroid, sedangkan untuk uji alkaloid memiliki prosedur tersendiri. 1. Uji Flavonoid Beberapa tetes lapisan air ekstrak kulit jengkol dimasukkan pada plat tetes lalu tambahkan 1-2 butir logam magnesium dan beberapa tetes asam klorida pekat. Terbentuknya warna jingga, merah muda sampai merah menandakan adanya senyawa flavonoid. 2. Uji Fenolik Beberapa tetes lapisan air ekstrak kulit jengkol dimasukkan pada plat tetes ditambah 1–2 tetes larutan besi (III) klorida 1%. Bila terbentuk warna biru/ungu, menandakan adanya senyawa fenolik.
SCI-003 3. Uji Saponin Lapisan air ekstrak kulit jengkol dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu dikoocok. Apabila terbentuk busa yang bertahan selama 5 menit, menandakan positif adanya saponin. 4. Uji Triterpenoid dan Steroid Lapisan kloroform ekstrak kulit jengkol disaring melalui pipet yang diujungnya diberi kapas. Hasil saringan dipipet 2–3 tetes dan dibiarkan mengering pada plat tetes. Setelah kering ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard (2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat). Terbentuknya warna merah jingga menandakan bahwa positif adanya triterpenoid dan warna hijau-biru positif adanya steroid. 5. Uji Alkaloid Pengujian adanya senyawa alkaloid, digunakan metode Culvenor-Fizgerald. Dua mg ekstrak ditambahkan 10 ml larutan kloroform beramoniak 0,05 M, diaduk kemudian disaring dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ke dalam tabung reaksi tersebut ditambahkan 1 ml asam sulfat 2 N, dikocok selama 2 menit dan dibiarkan hingga terbentuk dua lapisan dan terjadi pemisahan. Lapisan asam (bagian atas) diambil dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi Mayer atau pereaksi Dragendorff, terbentuknya endapan putih dengan pereaksi Mayer atau warna merah dengan pereaksi Dragendorff menunjukkan hasil yang positif untuk alkaloid.
Uji Aktivitas Antimikroba Pengujian aktivitas antimikrob dari ekstrak kulit jengkol dilakukan dengan cara melakukan pengujian ekstrak kulit jengkol terhadap jamur C. albicans dengan menggunakan kertas cakram (oxoid) yang berdiameter 6 mm. Cakram dimasukkan kedalam cawan petri kosong steril. Larutan ekstrak yang telah diencerkan dengan konsentrasi 50%, 60%, 70%, dan 80% masing-masing dipipet sebanyak 10μl, selanjutnya diteteskan pada permukaan cakram dan biarkan selama 10 menit sehingga larutan ekstrak berdifusi kedalam cakram. Selanjutnya sebanyak 10 ml media MHA untuk menumbuhkan bakteri dituang kedalam cawan petri steril dan dibiarkan hingga memadat. Suspensi biakan bakteri diusapkan perlahan-lahan secara merata pada permukaan media menggunakan cotton bud steril, selanjutnya dibiarkan mengering pada suhu kamar selama beberapa menit. Cakram yang telah ditetesi ekstrak dengan konsentrasi yang berbeda diletakkan secara teratur pada permukaan media uji menggunakan pinset steril. Setelah media benar-benar padat lalu bungkus biakan tersebut dengan mengunakan plastik wrap dan kertas, selanjutnya diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Pengamatan dilakukan terhadap zona hambat yang terbentuk disekitar cakram kertas yang menunjukkan adanya aktivitas antimikroba lalu dilakukan pengukuran diameter tersebut dengan menggunakan jangka sorong. Pengujian dilakukan terhadap semua mikroba uji. Perlakuan kontrol positif yaitu menggunakan antibiotika nistatin sedangkan perlakuan kontrol negatif menggunakan pelarut yang merupakan pelarut etanol sebanyak 10 μl. Aktivitas antimikroba dinyatakan positif apabila terbentuk zona bening di sekeliling cakram dan aktivitas antimikroba dinyatakan negatif apabila tidak terbentuk zona bening. Hasil dan Pembahasan Setelah dilakukan pengujian terhadap senyawa aktif ekstrak kulit jengkol maka diperoleh bahwa hanya senyawa saponin, tannin dan flavonoid yang dinyatakan positif. Adanya senyawa saponin ditandai dengan terbentuknya busa pada saat pengujian selama lima menit dan adanya senyawa tannin ditandai dengan terbentuknya warna hijau kehitaman pada saat pengujian sedangkan flavonoid ditandai dengan adanya perubahan menjadi warna jingga pada saat pengujian. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak kulit jengkol mempu menghambat pertumbuhan jamur C. albicans. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
SCI-003 Tabel 1. Hasil Uji Aktifitas Antijamur Ekstrak Kulit Jengkol Terhadap Jamur Candida albicans Secara In Vitro Diameter Daerah Bebas Candida albicans (mm) Perlakuan Disk 1
Disk 2
Disk 3 %
Rata-Rata
Ekstrak Kulit jengkol 50%
9
8
10
9.00
37.50
Ekstrak Kulit jengkol 60%
9
10
9
9.33
38.89
Ekstrak Kulit jengkol 70%
10
9
12
10.33
43.06
Ekstrak Kulit jengkol 80%
11
13
13
12.33
51.39
Kontrol + (nistatin)
24
24
24
24.00
-
Kontrol – (etanol)
6
6
6
6.00
-
Pada Tabel 1 tersebut terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka menghasilkan zona hambat semakin besar, hal ini dapat dibuktikan pada konsentrasi ekstrak kulit jengkol 80 % menghasilkan diameter zona hambat sebesar 12,3 mm atau 51,39 % dari kemampuan antibiotic nistatin., sedangkan pada konsentrasi ekstrak kulit jengkol 50% menghasilkan zona hambat terkecil yakni sebesar 9 mm atau 37,50% dari kemampuan antibiotic nistatin. Besar kecilnya zona hambat tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi ekstrak yang diberikan. Mujim (2010) menyatakan bahwa meningkatnya konsentrasi ekstrak menyebabkan meningkatnya kandungan bahan aktif yang berfungsi sebagai antijamur sehingga kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan suatu jamur juga semakin besar. Menurut Dewi (2010), kenaikan dan penurunan zona hambat yang tidak sama dapat disebabkan oleh sifat kelarutan zat aktif pada ekstrak dan perbedaan kecepatan difusi pada media agar. Besarnya diameter zona hambat yang dihasilkan dari masing-masing konsentrasi ekstrak juga dipengaruhi oleh adanya senyawa kimia yang terkandung di dalam ekstrak tersebut. Dari hasil uji senyawa kimia yang telah dilakukan bahwa pada ekstrak etanol kulit jengkol mengandung senyawa saponin, tannin dan flavonoida, senyawa-senyawa tersebut memiliki potensi sebagai antibakteri. Menurut Djunaedy (2008) menyatakan bahwa senyawa antijamur memiliki mekanisme kerja dengan cara menetralisasi enzim yang terkait dalam invasi jamur, merusak membran sel jamur, menghambat sistem enzim jamur sehingga mengganggu terbentuknya ujung hifa dan mempengaruhi sintesis asam nukleat dan protein. Flavanoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol, senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri dan jamur. Mekanisme senyawa flavonoid dalam menghambat pertumbuhan jamur ialah dengan merusak dinding sel dari Candida albicans yang terdiri atas lipid dan asam amino. Lipid dan asam amino tersebut akan bereaksi dengan gugus alkohol pada senyawa flavonoid sehingga dinding sel akan rusak dan senyawa tersebut dapat masuk ke dalam membran sel jamur. Flavonoid dengan kemampuannya membentuk kompleks protein dan merusak membran sel dengan cara mendenaturasi ikatan protein pada membran sel, sehingga membran sel menjadi lisis. (Parwata dkk., 2008) Menurut Ganiswarna (1995) Senyawa saponin dapat mengganggu stabilitas membrane sel pada jamur yang mengakibatkan kerusakan membrane sel Dan menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel jamur yaitu protein, asam nukleat dan nukleotida. Mekanisme antijamur yang dimiliki tannin yaitu kemampuannya menghambat sintesis kitin yang digunakan untuk pembentukan dinding sel pada jamur dan merusak membran sel sehingga pertumbuhan jamur terhambat (Watson dan Preedy, 2007). Najib (2009) menyatakan bahwa tannin merupakan senyawa yang bersifat lipofilik sehingga mudah terikat pada dinding sel dan mengakibatkan kerusakan dinding sel jamur.
SCI-003 Adapun faktor-faktor teknis yang mempengaruhi ukuran daya hambat pada metode difusi cakram, antara lain : kepekatan inokulum, waktu pemasangan cakram, suhu inkubasi, waktu inkubasi, ukuran lempeng, ketebalan media agar, dan pengaturan jarak cakram antimikroba, potensi cakram antimikroba, komposisi media (WHO, 2003) Berdasarkan hasil yang diperoleh maka kekuatan antijamur ekstrak kulit jengkol termasuk dalam kategori sedang, hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat 9 mm pada konsentrasi 50% dan 12,3 mm pada konsentrasi 80%. Menurut Nazri et al., (2011) Kriteria kekuatan antijamur adalah sebagai berikut. 1. Diameter zona hambat 15-20 mm : Daya hambat kuat 1. Diameter zona hambat 10-14 mm : Daya hambat sedang 2. Diameter zona hambat 0-9 mm : Daya hambat lemah Pada control positif menghasilkan zona hambat sebesar 24 mm menunjukkan bahwa antibiotik tersebut sensitif dan pada control negativ etanol tidak dihasilkan zona hambat hal ini menunjukkan bahwa pelarut yang digunakan tidak mempengaruhi terbentuknya zona hambat. Menurut Irianto (2013), daya kerja dari Nistatin adalah terhadap dinding sel, yaitu menyebabkan perubahan permeabilitas membran protoplasma, terutama sel-sel ragi. Etanol sebagai kontrol negatif tidak memiliki zona hambatan, 6 mm merupakan diameter disk. Menurut Rifai dan Trianto (2003), uji kontrol negatif dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pelarut dalam pembentukan diameter zona hambat. Idealnya pelarut tidak boleh mempunyai pengaruh terhadap bakteri uji. Apabila pelarut memiliki daya hambat terhadap bakteri uji maka akan dikurangi dengan diameter daya hambat ekstrak sampel. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut 1. Ekstrak kulit jengkol memiliki komponen bioktif yang berupa saponin, tannin dan flavonoid. 2. Ekstrak kulit jengkol memiliki kekampuan sedang dalam menghambat pertumbuhan jamur C. albicans yakni berkisar antara 9mm - 12,3 mm. Demi pengembangan ilmu pegetahuan terutama tentang antimikroba dari ekstrak kulit jengkol maka disarankan agar dapat dilakukan pengujian terhadap jenis jamur lain yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan jamur pada pengujian sebelumnya . UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih kepada Universitas Abdurrab yang telah menyediakan dana penelitian sehingga penelitian ini dapat terselesikan tepat pada waktunya. Ucapan terimakasih juga kepada pihak yang telah membantu dalam pentelesaian kegiatan penelitian ni. DAFTAR PUSTAKA Dewi, F. H. 2010. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah mengkudu terhadapBakteri pembusuk daging, Skripsi, Universitas Sebelas Maret Jakarta. Djunaedy, A, 2008, ‘Aplikasi fungisida sistemik dan pemanfaatan mikoriza dalam rangka pengendalian pathogen tular tanah pada tanaman kedelai ( Glycine max L.) ’, Embryo,vol. 5,no. 2, hal. 1-9, diakses 7 April 2014, http://pertanian.trunojoyo.ac.id/wpcontent/uplo ads/2012/03/3-JUNED-EMBRYO.pdf Ganiswarna, S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Penerbit UI : Jakarta. Irianto, K. 2013. Bakteriologi, Mikologi dan Virologi Panduan Medis dan Klinis. Alfabeta. Bandung. Mujim, S, 2010,‘Pengaruh ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) terhadap pertumbuhan Pythium sp. Penyebab penyakit rebah kecambah mentimun Secara in vitro’ , Jurnal HPT Tropika, vol. 10, no.1,hal.59-63,diakses 27 April 2014 http://journal.unila.ac.id/
SCI-003
Najib, A. 2009, Tanin, diakses 26 Aril 2014 http://nadjeeb.files.wordpress.com/2009/03/tanin.pdf Nazri, N.A.A.M., Ahmat, N., Adnan, A., Mohamad, S.A.S. dan Ruzaina, S.A.S. 2011.In vitro antibacterial dan radical scavenging activities of Malaysian table salad. African Journal of Biotechnology.10(30):5728-5735. Nurussakinah.2010. Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak KulitBuah Tumbuhan Jengkol (Pithecellobiumjiringa (Jack) Prain) terhadap BakteriStreptococcus mutans, Staphylococcusaureus, dan Escherichia coli. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Parwata, O. A. dan Dewi P. S. 2008. Isolasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri dari Rimpang Lengkuas (Alpinia galangal L.). Jurnal. Fakultas Kimia Universitas Udayana, Bukit Jimbaran. Rifai, A. dan Trianto, A. 2003. Penggunaan Thin Layer Chromatography untuk Mengidentifikasi Kdanungan Bahan Bioaktif Antibakteri Vibrio Harvey pada Karang Lunak Sarcophyton sp. (Laporan Penelitian). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Semarang. Watson, R.R.dan Preedy, V.R. 2007. Bioactive foods inpromoting health: probiotics and prebiotics. Academic Press. USA WHO. 2003. Basic Laboratory Procedures In Clinical Bacteriology, 2ndEd. terdapat pada http://whqlibdoc.who.int/publications/2003/9241545453_ind.pdf. Diakses pada tanggal 6 April 2014. Yuhernita dan Juniarti, 2011. Analisis senyawa metabolit sekunder dari ekstrak methanol daun surian yang berpotensi sebagai antioksidan. Journal makara sains. 15. 48-52