BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kulon Progo merupakan wilayah paling barat dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dimana di bagian selatan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia yang memiliki potensi besar berupa ikan terutama tuna dan lobster yang banyak terdapat di laut lepasnya (offshore). Potensi tersebut hingga sekarang belum terakomodir secara maksimal dikarenakan keterbatasan sarana dan prasarana perikanan yang dimiliki oleh nelayan. Di antara keterbatasan tersebut adalah tidak tersedianya pelabuhan dan kapal penangkap ikan yang canggih. Gambaran potensi ikan di perairan laut selatan DIY tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Potensi Ikan di Sebagian Wilayah Perairan Indonesia No.
Wilayah
Jumlah Ikan (ton/th)
1.
Samudera Hindia (perairan Indonesia)
905.300
2.
Sepanjang Pantai Selatan Pulau Jawa
332.600
3.
Sepanjang Pantai Daerah Istimewa Yogyakarta
3.400
Sumber : http://www.kulonprogokab.go.id Daerah Istimewa Yogyakarta dengan panjang garis pantai sekitar 110 Km memiliki sembilan belas titik lokasi pendaratan ikan yang lima diantaranya berlokasi di Kabupaten Kulon Progo yakni Desa Trisik, Bugel, Karangwuni, Glagah dan Congot. Lokasi yang paling besar dan berkembang adalah Desa Trisik karena merupakan tempat pendaratan ikan yang paling awal di Kulon Progo. Dengan demikian mayoritas desa pantai di Kabupaten Kulon Progo merupakan desa nelayan namun konsumsi ikan pada masyarakatnya tergolong rendah (Laporan Akhir Studi Kelayakan, 2001). Dari kesembilan belas lokasi pendaratan ikan tersebut hanya Desa Karangwuni yang paling memenuhi syarat untuk dibuat pelabuhan dikarenakan faktor bathimetri pantainya yang landai, lahan kosong di
1
sekitar pantai yang tersedia cukup luas serta aksesibilitasnya mudah karena dekat dengan jalur transportasi darat. Sejak tahun 2006 telah dibangun pelabuhan perikanan yang diberi nama Tanjung Adikarta seluas 50 Ha dengan kapasitas 200 perahu dan 200 kapal dengan total berat kapal 100 Giga Ton (GT) yang diharapkan dapat mengakomodir potensi laut khususnya di wilayah Kabupaten Kulon Progo. Lokasi pelabuhan sebagian besar terletak di Desa Karangwuni, Kecamatan Wates dan sebagian kecil berada di Desa Glagah, Kecamatan Temon atau lebih tepatnya di sebelah timur Sungai Serang. Pelabuhan ini direncanakan sudah dapat beroperasi sejak akhir tahun 2010 silam, namun sampai sekarang belum digunakan selain oleh nelayan lokal. Pembangunan Pelabuhan Tanjung Adikarta direncanakan melalui tiga tahap, yakni tahap pra konstruksi, konstruksi, serta operasional. Pada tahap pra konstruksi telah dilakukan pembebasan lahan yang mayoritas adalah milik Paku Alam atau Paku Alam Ground (PAG) seluas 40 Ha, kemudian seluas 7,4 Ha milik penduduk dan seluas 2 Ha milik Paku Alam yang diberikan pada BPPT dan swasta untuk tambak udang namun sejak tahun 2006 sudah berpindah milik ke Pemerintah Daerah Kulon Progo. (AMDAL, 2006). Saat ini Tanjung Adikarta berada pada tahap konstruksi dimana kegiatan dominan yang telah dan sedang dilakukan adalah penggalian kolam pelabuhan seluas 5,4 hektar, kantor operasional, Tempat Pelelangan Ikan dan pemasangan pemecah gelombang berupa dua buah Jetty dan dua buah Groin. Kondisi tahap pembangunan pelabuhan terkini dapat dilihat pada Gambar 1.1. Pelabuhan Tanjung Adikarta selain dapat memberikan dampak positif berupa penyerapan tenaga kerja juga dipastikan menimbulkan dampak negatif diantaranya berupa pencemaran lingkungan, berkurangnya lahan pertanian pantai, vektor penyakit, kriminalitas dan perubahan nilai sosial serta budaya. Sebagai contoh dampak positif adalah pada proses pengerukan kolam pelabuhan sebagian besar dilakukan oleh masyarakat serta dibukanya wisata pelabuhan berupa wisata perahu yang dapat
2
membuka peluang usaha dan jasa bagi masyarakat sekitar. Pada skala lebih luas, keberadaan pelabuhan ini juga diharapkan akan memicu investasi diantaranya di bidang pengalengan ikan, pembuatan tepung ikan, Cool Storage, SPBU, dok perbaikan kapal, pabrik alat penangkapan ikan dan transportasi.
Gambar 1.1 Kondisi di Pelabuhan Tanjung Adikarta (a). Pengerukan pasir untuk kolam pelabuhan secara manual di sebelah timur muara. (b). Pengerukan kolam pelabuhan di muara menggunakan kapal. (c). Kondisi muara Sungai Serang. (d). Bangunan Jetty di mulut Sungai Serang sebelah timur.
Pembebasan lahan yang telah dilakukan sebagian digali untuk dibuat kolam pelabuhan dan sebagian lagi ditanami vegetasi. Hasil dari penggalian kolam pelabuhan ini memberikan dampak ekologis berupa hilangnya keanekaragaman hayati beberapa ekosistem yang terdapat di kawasan pantai. Di kawasan pembangunan pelabuhan ada empat macam
3
ekositem yang ada dan kemungkinan terancam rusak yakni Ekosistem Pantai (28 Ha), Ekosistem Tepi Sungai (0,875 Ha), dan Ekosistem Tegalan (4,8 Ha) (AMDAL, 2006). Pelabuhan Tanjung Adikarta ini memiliki nilai lebih tersendiri dikarenakan dekat dengan rencana bandar udara internasional dan pangkalan militer yang juga berlokasi tidak jauh dari pantai. Selain itu keuntungan lain adalah dekat dengan jalan jalur lingkar selatan yang berjarak 1 Km, stasiun kereta api yang berjarak 3 Km, dekat dengan gardu PLN serta ketersediaan air yang cukup melimpah dari Waduk Sermo. (http://www.kulonprogokab.go.id). Desain dan lokasi Pelabuhan Tanjung Adikarta dapat dilihat pada Gambar 1.2. Ditinjau dari letak geografisnya Pelabuhan Tanjung Adikarta termasuk ke dalam pelabuhan semi alam dimana biasanya terletak di muara sungai dengan kedua sisinya dilindungi oleh Jetty. Kondisi gelombang yang besar di Samudera Hindia tidak memungkinkan dibangun dermaga di pinggir Pantai Glagah karena tidak aman untuk bertambat kapal. Pelabuhan jenis ini relatif membutuhkan biaya yang lebih sedikit dibanding dengan pelabuhan yang memiliki dermaga berbatasan langsung dengan laut lepas karena breakingwater yang dibutuhkan lebih panjang dan banyak. Pelabuhan ini memiliki beberapa macam breakwater yakni dua buah Jetty di mulut sungai sisi barat dan timur, tetrapod di sebelah barat muara sungai, tanggul pelindung barat dan timur muara sungai serta batu bronjong di pinggir muara sungai. Pembangunan Jetties di mulut sungai akan mengakibatkan sedimentasi pada sisi timur dan abrasi pada sisi barat dari muara Sungai Serang. Muara Sungai Serang terletak di wilayah Pantai Selatan Jawa dimana kondisi perairan lautnya dipengaruhi oleh Angin Muson Tenggara yang bertiup pada bulan Juni-September dan Angin Muson Barat yang bertiup pada bulan November-April. Pada musim kemarau Sungai Serang sering tertutup pasir hasil proses sedimentasi longshore drift yakni pengendapan sedimen pasir oleh arus menyusur sepanjang pantai.
4
Sedimen pasir tersebut dominan berasal dari arah tenggara sehingga aliran muara sungai membelok ke barat dan terbentuklah Laguna dan Spit di sebelah barat Sungai Serang. Penutupan muara sungai oleh sedimen menyebabkan banjir limpasan di sekitar muara. Pada musim penghujan daerah sekitar muara sungai mengalami banjir berkala 25 tahunan dikarenakan pada musim kemarau tertutup sedimen sedangkan musim penghujan debitnya besar sehingga ketinggian air sungainya meningkat. Kerugian yang disebabkan oleh banjir tersebut mencapai miliaran rupiah akibat terendamnya lahan persawahan dan permukiman.
Gambar 1.2 Rencana Pengembangan Pelabuhan Tanjung Adikarta dan Sekitarnya (Sumber : Laporan Akhir Studi Kelayakan Tahun 2001)
Setiap
pekerjaan
infrastruktur
harus
memenuhi
syarat
geomorfologi dan syarat sosial. Syarat geomorfologi yang dimaksud adalah berkaitan dengan kondisi bentanglahan diantaranya adalah relief dan genetik bentuk lahan, proses dan bencana alam, kondisi tanah dan sub 5
tanah, material konstruksi. (Verstappen, 1983). Maksud dari syarat geomorfologi adalah dengan mengintepretasi dan memahami situasi bentuk lahan serta prosesnya dalam kaitannya dengan kondisi lingkungan. Selain itu diperlukan pengenalan terhadap potensi masalah teknis seperti tanah longsor, pemotongan atau runtuhan batuan, dan pemotongan sungai. Syarat sosial berupa kondisi sosial dan budaya masyarakat yang mendukung pekerjaan tersebut atau setidaknya tidak ada pertentangan dari masyarakat. Pemenuhan syarat sosial dapat diketahui salah satunya menggunakan pengukuran terhadap tingkat persepsi masyarakat di sekitar lokasi. Persyaratan pelabuhan menurut www.wikipedia adalah peluang usaha yang besar dan jaringan jalan, kedalaman air yang terlindungi, jaringan transportasi untuk barang lokal dan antar wilayah. Pelabuhan Tanjung Adikarta sendiri secara geologi dan hidroceanografi sudah memenuhi persyaratan namun faktor tanah tidak sepenuhnya memenuhi syarat dikarenakan tekstur tanahnya pasir sehingga hanya layak didirikan bangunan ringan dengan fondasi sederhana atau dangkal sedangkan untuk bangunan berat atau besar perlu dilakukan penelitian lebih lanjut (Studi Kelayakan, 2001). 1.2. Rumusan Masalah Potensi ikan yang besar di Pantai Selatan Daerah Istimewa Yogyakarta
membutuhkan
sarana
dan
prasarana
yang
memadai
diantaranya adalah pelabuhan perikanan. Ditinjau dari faktor topografi, lahan dan aksesibilitas maka daerah yang memenuhi syarat untuk dibangun pelabuhan adalah Desa Karangwuni, tepatnya di muara Sungai Serang. Pembangunan pelabuhan yang diberi nama Tanjung Adikarta tersebut tentunya membutuhkan berbagai infrastruktur pendukung seperti breakwater yang berfungsi untuk melindungi pelabuhan dari hempasan gelombang. Breakwater yang berada di Pelabuhan Tanjung Adikarta salah
6
satunya adalah dua buah Jetty yang diletakkan di ujung muara Sungai Serang. Pantai Selatan Jawa memiliki arah datang gelombang dominan dari selatan sehingga arah sedimentasinya membelok ke barat. Peletakkan Jetties tersebut memungkinkan adanya perubahan pola sedimentasi yang pada awalnya mengarah ke barat hingga membelokkan muara Sungai Serang menjadi relatif lurus alirannya. Perubahan pola tersebut berupa terjadinya sedimentasi di sebelah timur Jetty dan abrasi di sebelah barat Jetty. Aktivitas di Pelabuhan Tanjung Adikarta membutuhkan adanya ketersediaan air dalam jumlah yang cukup untuk menunjang kegiatan operasional kapal, hasil tangkapan serta aktivitas pribadi para ABK. Kebutuhan tersebut dapat terpenuhi menggunakan dua alternatif yaitu airtanah yang tersedia di Desa Karangwuni dan Glagah atau disediakan oleh PDAM dari Waduk Sermo yang jaraknya lebih jauh. Airtanah yang tersedia di daerah penelitian berada dalam akuifer yang terdapat pada beberapa bentuklahan yang ada. Bentuklahan di daerah penelitian berupa Gumuk Pasir, Swale, dan Beting Gisik dimana semuanya memiliki karakteristik menyimpan airtanah yang dangkal. Bahkan pada bentuklahan Swale merupakan ledok pengumpul air sehingga memiliki simpanan airtanah yang banyak. Namun apakah potensi airtanah yang banyak tersebut masih mampu memenuhi kebutuhan air bersih untuk aktivitas pelabuhan dan penduduk di Desa Karangwuni dan Glagah harus dilakukan penelitian lebih lanjut. Apabila pihak stakeholder memutuskan untuk menggunakan airtanah yang berada di sekitar pelabuhan maka prosedur pengambilannya harus memperhatikan batas maksimal kuantitas penurapannya agar tidak terjadi intrusi air laut dikarenakan airtanah di daerah tersebut juga dimanfaatkan untuk kebutuhan domestik penduduknya. Batas pengambilan airtanah tidak boleh melebihi hasil amannya. Hasil aman tersebut
7
ditentukan oleh variabel kuantitas volume airtanah yang tersedia, nilai kesarangan batuan serta fluktuasi airtanah tahunan. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui dinamika sedimen di sebelah barat dan timur muara Sungai Serang selama proses pembangunan Pelabuhan Tanjung Adikarta yakni dari tahun 1981 hingga tahun 2006. 2. Mengetahui ketersediaan airtanah untuk kebutuhan operasional pelabuhan dan kapal. 3.
Mendeteksi kerentanan terhadap terjadinya intrusi air laut akibat dari pengambilan airtanah yang melebihi ketersediaannya.
1.4. Keaslian Penelitian Setiap kegiatan yang berkaitan dengan kepentingan umum pasti memiliki dampak bagi lingkungannya. Penelitian ini mengkaji mengenai dampak fisik dan sosial yakni persepsi masyarakat selama berlangsungnya proses pembangunan Pelabuhan Tanjung Adikarta. Sebagian besar dari inspirasi, tema dan informasi mengenai Pembangunan Pelabuhan Tanjung Adikarta
peneliti
peroleh
dari
Laporan
Akhir
Studi
Kelayakan
Pembangunan Pelabuhan dan Laporan AMDAL Tanjung Adikarta. Penelitian terdahulu sebagai referensi penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.2. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini menekankan dinamika sedimen di sekitar muara Sungai Serang, namun hasil dari deleniasi luasan sedimen dapat diketahui pula perubahan garis pantainya. Secara metode ada kesamaan dalam proses deleniasi yakni secara visual (Digitasi on Screen) kemudian overlay luasan sedimen beberapa tahun belakangan namun tidak untuk prediksi beberapa tahun mendatang. Selain itu penelitian ini tidak membahas panjang lebar mengenai faktor sosial masyarakat serta kualitas air dalam analisisny
8
Kakhim pada tahun 1998 meneliti mengenai potensi sumber daya airtanah bebas di Kotamadya Salatiga. Tujuan dari penelitian tersebut adalah memperkirakan potensi sumberdaya airtanah bebas dengan satuan bentuklahan sebagai satuan analisis dan mencoba mengevaluasi potensi sumberdaya airtanah bebas kaitannya dengan lokasi permukiman yang ada dan rencana lokasi permukiman yang dituangkan dalam RUTRK tahun 1991-2010 kotamadya Salatiga. Metode yang digunakan meliputi dua tahap yakni tahap lapangan yakni perolehan data sekunder, pengukuran kedalaman dan fluktuasi muka airtanah, uji pompa, pengukuran geolistrik, serta pengambilan sampel airtnahah bebas. Sedangkan tahap laboratorium melakukan analisa sampel airtanah bebas, analisis data lapangan dan pembuatan peta. Hasil dari penelitian tersebut adalah satuan bentuklahan yang ada yaitu volkan yakni dataran fluvio volkanik, kaki volkan bergelombang dan kaki volkan berombak. Pada bentuklahan denudasional terdapat tiga satuan bentuklahan yakni bukit terisolasi, perbukitan denudasional, dan lereng kaki perbukitan. Potensi airtanah yang ada ada dua yakni potensi sedang dan rendah. Potensi sedang disebabkan kedalaman airtanah dalam, fluktuasi besar dan koefisien permukaan lambat. Potensi sedang dikarenakan kedalaman airtanah dangkal dan fluktuasi kecil. Kualitas airtanah di daerah penelitian termasuk dalam golongan B yakni memiliki unsur-unsur tertentu yaitu NO2, NO3, dan Cl yang melebihi standar sehingga harus diolah terlebih dahulu agar bisa diminum. Perencanaan permukiman sudah cukup mempertimbangkan potensi airtanah yang terdapat di daerah penelitian yaitu di satuan lahan kaki volkan berombak yang memiliki potensi sedang. Li Jing, dkk. (2009) meneliti mengenai pola konsentrasi sedimen tersuspensi pada air permukaan di estuari Sungai Changjiang, China menggunakan analisis penginderaan jauh. Sumber data yang digunakan adalah citra Landsat TM dengan waktu perekaman data tanggal 18 mei 1987, 4 agustus 1998 dan 28 juli 2007 untuk mengidentifikasi variasi
9
spasial dan temporal konsentrasi sedimen tersusupensi. Metode yang digunakan adalah koreksi atmosferik untuk menentukan refleksi penguapan air menggunakan modul FLAASH (Fast Line of Sight Atmospheric Analysis of Spectral Hypercubes) yang diterapkan dalam software ENVI yang memiliki cara kerja: FLAASH bersama program koreksi atmosferik berbasis radioaktif dan transfer pengkodean radiasi mengkoreksi hamburan uap udara atmosfer, oksigen, karbondioksida, ozon, dan aerosol. Koreksi atmosferik bertujuan mengubah nilai kecerahan dalam bentuk digital untuk menskalakan nilai refleksi permukaan air yang akan dikorelasikan dengan pengukuran spektral radiometer in situ untuk memperluas kenampakan spektral dalam ruang dan waktu. Persamaan regresi konsentrasi sedimen tersuspensi tersurvey dengan indeks sedimen tersuspensi dari citra Landsat TM. Sebagai tambahan dalam analisisnya adalah dengan analisis harmoni pasang surut air laut untuk menghitung kondisi korespondensi pasang surut terhadap perolehan data citra satelit. Penelitian tersebut memberikan hasil pola spasial konsentrasi sedimen tersuspensi serupa dengan hasil observasi in situ di sekitar lokasi, dimana konsentrasi konsentrasi sedimen tersuspensi tertinggi berada pada area dengan kekeruhan tertinggi di estuari Sungai Changjiang. Selama periode 1987 hingga 2007 pola sedimen tersuspensi dikontrol lebih dikontrol oleh dinamika kondisi pasang surut dan kecepatan angin daripada pelepasan sedimen dari sungai (daratan). Santosa (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Genesis Bentuklahan terhadap Hidrostratigrafi Akuifer dan Hidrogeokimia dalam Evolusi Airtanah Bebas Kasus pada Bentanglahan Kepesisiran Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta”. Tujuan dari penelitian tersebut adalah (1). Mengkaji pengaruh genesis bentuklahan terhadap hidrostratigrafi akuifer, (2). Mengkaji evolusi airtanah bebas pada berbagai satuan bentuklahan dengan hidrogeokimia sebagai geoindikator dan mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan variasi karakteristik airtanah bebas, (3). Merekontruksi pola spasiotemporal hidrostratigrafi
10
akuifer dan hidrogeokimia airtanah bebas sejalan dengan genesis bentuklahan di daerah penelitian. Metode yang digunakan adalah survey pada pengukuran aspek genesis bentuklahan, hidrostratigrafi akuifer dan hidrogeokimia airtanah bebas sedangkan kerangka analisisnya adalah bentuklahan (landform). Data diukur dan dipilih secara area purposive sampling dan stratified sampling pada pola satuan bentuklahan dan karakteristik airtanah bebas kemudian diolah dan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif tentang sebaran keruangan dari obyek kajian. Hasilnya yaitu : 1. Genesis bentuklahan berpengaruh terhadap pembentukan hidrostratigrafi akuifer di daerah penelitian. 2. Genesis bentuklahan berpengaruh terhadap evolusi airtanah bebas yang ditunjukkan oleh variasi proses hidrogeokimia airtanah bebas yang spesifik pada setiap satuan bentuklahan di daerah penelitian. 3. Secara spasio temporal genesis bentuklahan berpengaruh terhadap pembentukan hidrostratigrafi akuifer dan hidrogeokimia airtanah bebas secara kronologis dalam tiga tahap atau periode yaitu periode akhir zaman tersier (akhir kala pliosen), periode kala pleistosen dan periode kala holosen. Faktor-faktor yang menyebabkan variasi karakteristik airtanah bebas adalah proses penurapan air laut pada zona litoral serta pelarutan kristal garam oleh air hujan kemudian masuk ke dalam airtanah bebas. Maulia (2010)
melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Perubahan Garis Pantai” menggunakan aplikasi penginderaan jauh dan Sistrem Informasi Geografi dengan studi kasus di Kabupaten Demak. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui metode terbaik untuk ekstraksi garis pantai pada Citra Landsat Multitemporal dan untuk mengetahui prediksi garis pantai dengan menggunakan Digital Shoreline Analyzis System (DSAS). Ekstraksi garis pantai dari citra Landsat dilakukan menggunakan maximum likelihood, density slice, dan region growing segmentation untuk kemudian dibandingkan menggunakan skoring beberapa kriteria perubahan garis pantai. Laju perubahan garis pantai dihitung menggunakan Weighted Linear Regression Rate (WLR),
11
Linear Regeression Rate (LRR), Least Median of Squares (LMS) dan End Point Rate (EPR). Selain dilakukan analisis digital, observasi dan wawancara juga dilakukan untuk menambah ketajaman dalam analisisnya. Hasil dari penelitian tersebut adalah (1). Region growing segementation adalah metode terbaik untuk mengekstraksi garis pantai dibanding metode lainnya. (1). Rata-rata laju perubahan garis pantai menggunakan metode WLR, LRR, LMS, dan EPR adalah 6,849 m/tahun dengan laju kemunduran 18,18 m/tahun dan penambahan 19,515 m/tahun. (3). Metode WLR merupakan metode terbaik yang digunakan untuk input prediksi. (4). Penyimpangan terkecil menggunakan input citra tahun 2008 adalah 19,22 meter menggunakan metode WLR. (5). Tahun 2032 diprediksi bahwa panjang garis pantai adalah 55,69 m dan luas daratan 24,66 m2. Poro (2011)
melakukan penelitian yang berjudul “Analisis
Pengaruh Gelombang terhadap Perubahan Garis Pantai untuk Optimalisasi Pantai Wisata Kabupaten Jepara Jawa Tengah”. Lokasi penelitian berada di beberapa pantai yakni : Pantai Tanggultlare, Pantai Kartini, Pantai Teluk Awur dan Pantai Tirta Samudra dimana pantai tersebut merupakan Daerah Objek Tujuan Wisata (DOTW) di Kabupaten Jepara. Pantai wisata tersebut berhadapan langsung dengan Laut Jawa, sehingga mengakibatkan rentan terhadap perubahan garis pantai yang diakibatkan oleh gelombang. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis perubahan garis pantai dari analisis parameter gelombang yang dibangkitkan oleh angin permukaan dan penentuan perlindungan pantai yang tepat dalam meminimalkan perubahan garis pantai dalam kurun waktu 20 tahun mendatang. Perubahan garis pantai yang terjadi di pantai wisata Jepara, dianalisis melalui metode Penginderaan Jauh dan GIS serta metode kontinyuitas sedimen pada Software GENESIS. Analisis perubahan garis pantai yang terjadi dengan Penginderaan jauh dan GIS menggunakan teknik atau cara Digitasi on Screen, tumpang susun (overlay) serta program Digital Shoreline Analysis System (DSAS). Analisa Oseanografi mengunakan bantuan software GENESIS. Analisis
12
oseanografi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah peramalan gelombang dengan masukan berupa data angin jam – jaman selama 10 tahun untuk menganalisis karakteristik angin permukaan (kecepatan dan arah angin), mendapatkan karakteristik gelombang (tinggi, periode, arah, sifat, tipe, dan energi fluks gelombang), arus, pasang surut, serta transport sedimen khususnya pada musim angin barat. Pemodelan dengan GENESIS juga dilakukan untuk mensimulasikan perubahan garis pantai 2010 - 2030 dengan kondisi eksisting dan tambahan struktur pelindung pantai. Hasil overlay citra QuickBird Tahun 2001, 2007 dan 2010 serta pendekatan empiris terhadap perubahan garis pantai berdasarkan parameter Oseanografi menunjukan, telah terjadi erosi dan sedimentasi di pantai – pantai wisata tersebut. Jarak rata - rata perubahan garis pantai 2001 – 2010, Pantai Tirta Samudra (4,37 m, tererosi dan 6,27 m, tersedimentasi), Pantai Teluk Awur (4,66 m, tererosi dan 4,48 m, tersedimentasi), Pantai Tanggultlare (35,7 m, tererosi) dan Pantai Kartini (1,56 m, tererosi dan 1,92 m, tersedimentasi). Gelombang besar berlangsung dominan dari arah barat, barat laut dan utara, pada musim angin barat. Nilai faktor penentu potensi erosi dan sedimentasi di pantai wisata, berkisar antara 0,073 – 0.102, yang menunjukan pantai wisata cenderung berada dalam kondisi seimbang. Prediksi perubahan garis pantai 2010 – 2030 dengan kondisi eksisting dilakukan melalui pemodelan GENESIS. Pantai Tirta Samudra (32,54 m, tererosi dan 19,24 m, tersedimentasi), Pantai Teluk Awur (28,82 m, tererosi dan 0,7 m, tersedimentasi), Pantai Tanggultlare (17,38 m, tersedimentasi) dan Pantai Kartini (14,84 m, tersedimentasi). Pantai wisata yang dilindungi adalah pantai yang akan mengalami erosi pantai dimasa mendatang (2030), berdasarkan hasil pemodelan yaitu Pantai Teluk Awur dan Tirta Samudra. Dengan menggunakan alternatif struktur Seawall dan breakwater, perubahan yang terjadi dapat diminimalkan. Rekomendasi akhir pelindung struktural adalah berupa struktur breakwater.
13
Tabel 1.2 Penelitian Terdahulu No. Peneliti 1. Khakim, N
Judul “Analisis Potensi Sumberdaya Airtanah di Kota Madya Salatiga”
Tahun 1998
Tujuan a. memperkirakan potensi sumberdaya airtanah bebas dengan satuan bentuklahan sebagai satuan analisis. b. mengevaluasi potensi sumberdaya airtanah bebas kaitannya dengan lokasi permukiman yang ada dan rencana lokasi permukiman yang dituangkan dalam RUTRK tahun 1991-2010 Kotamadya Salatiga.
2.
Jing, Li., dkk
“Delineating Suspended Sediment Concentration Patterns in Surface Waters of Tthe Changjiang Estuary by Remote Sensing Analysis”
2009
untuk mengidentifikasi variasi spasial dan temporal konsentrasi sedimen tersuspensi di estuari Sungai Changjiang
Metode a. tahap lapangan yakni perolehan data sekunder, pengukuran kedalaman dan fluktuasi muka airtanah, uji pompa, pengukuran geolistrik, serta pengambilan sampel airtnahah bebas. b. tahap laboratorium melakukan analisa sampel airtanah bebas, analisis data lapangan dan pembuatan peta. a. metode koreksi atmosferik untuk menentukan refleksi penguapan air menggunakan modul FLAASH (Fast Line of Sight Atmospheric Analysis of Spectral Hypercubes). b. Persamaan regresi konsentrasi sedimen tersuspensi tersurvey dengan indeks sedimen tersuspensi dari citra Landsat TM. c. analisis harmoni pasang surut air laut untuk menghitung kondisi korespondensi pasang surut
14
Kesimpulan a. satuan bentuklahan yang ada yaitu volkan yakni dataran fluvio volkanik, kaki volkan bergelombang dan kaki volkan berombak. Pada bentuklahan denudasional terdapat tiga satuan bentuklahan yakni bukit terisolasi, perbukitan denudasional, dan lereng kaki perbukitan. Potensi airtanah yang ada ada dua yakni potensi sedang dan rendah. b. perencanaan permukiman sudah cukup mempertimbangkan potensi airtanah yang terdapat di daerah penelitian yaitu di satuan lahan kaki volkan berombak yang memiliki potensi sedang. a. Penelitian tersebut memberikan hasil pola spasial konsentrasi sedimen tersuspensi serupa dengan hasil observasi in situ di sekitar lokasi, dimana konsentrasi konsentrasi sedimen tersuspensi tertinggi berada pada area dengan kekeruhan tertinggi di estuari Sungai Changjiang. b. Selama periode 1987 hingga 2007 pola sedimen tersuspensi dikontrol lebih dikontrol oleh dinamika kondisi pasang surut dan kecepatan angin daripada pelepasan sedimen dari sungai (daratan).
Lanjutan Tabel 1.2 Penelitian Terdahulu terhadap perolehan citra satelit 3.
Santosa, L.W
“Pengaruh Genesis Bentuklahan terhadap Hidrostratigrafi Akuifer dan Hidrogeokimia dalam Evolusi Airtanah Bebas Kasus pada Bentanglahan Kepesisiran Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta”
2010
a. mengkaji pengaruh genesis bentuklahan terhadap hidrostratigrafi akuifer. b. mengkaji evolusi airtanah bebas pada berbagai satuan bentuklahan dengan hidrogeokimia sebagai geoindikator dan mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan variasi karakteristik airtanah bebas. c. merekontruksi pola spasiotemporal hidrostratigrafi akuifer dan hidrogeokimia airtanah bebas sejalan dengan genesis bentuklahan di daerah penelitian
4.
Maulia, N
“Shoreline Change Analysis and Prediction;an Application of Remote Sensing and GIS” Case of Demak Coastal Area.
2010
a. mengetahui metode terbaik untuk ekstraksi garis pantai pada citra landsat multitemporal. b. mengetahui prediksi garis pantai dengan menggunakan Digital Shoreline Analyzis System (DSAS)
data
a. survey pada pengukuran aspek genesis bentuklahan, hidrostratigrafi akuifer dan hidrogeokimia airtanah bebas. b. kerangka analisisnya adalah bentuklahan (landform). c. data diukur dan dipilih secara area purposive sampling dan stratified sampling pada pola satuan bentuklahan dan karakteristik airtanah bebas. d. data diolah dan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif tentang sebaran keruangan dari obyek kajian. a. Ekstraksi garis pantai dari citra Landsat dilakukan menggunakan maximum likelihood, density slice, dan region growing segmentation b. Pembandingan menggunakan skoring beberapa kriteria perubahan garis pantai. c. Laju perubahan garis pantai dihitung
15
a. genesis bentuklahan berpengaruh terhadap pembentukan hidrostratigrafi akuifer di daerah penelitian. b. genesis bentuklahan berpengaruh terhadap evolusi airtanah bebas yang ditunjukkan oleh variasi proses hidrogeokimia airtanah bebas yang spesifik pada setiap satuan bentuklahan di daerah penelitian. c. secara spasio temporal genesis bentuklahan berpengaruh terhadap pembentukan hidrostratigrafi akuifer dan hidrogeokimia airtanah bebas secara kronologis dalam tiga tahap atau periode yaitu periode akhir zaman tersier (akhir kala pliosen), periode kala pleistosen dan periode kala holosen.
a. Region growing segementation adalah metode terbaik untuk mengekstraksi garis pantai dibanding metode lainnya. b. Rata-rata laju perubahan garis pantai menggunakan metode WLR, LRR, LMS, dan EPR adalah 6,849 m/tahun dengan laju kemunduran 18,18 m/tahun dan penambahan 19,515 m/tahun, Metode WLR merupakan metode terbaik yang digunakan untuk input prediksi, penyimpangan terkecil menggunakan input citra tahun 2008 adalah 19,22 meter menggunakan metode WLR, tahun 2032 diprediksi bahwa panjang garis pantai adalah
Lanjutan Tabel 1.2 Penelitian Terdahulu
5.
Poro, Erlan
“Analisis Pengaruh Gelombang Terhadap Perubahan Garis Pantai untuk Optimalisasi Pantai Wisata Kabupaten Jepara Jawa Tengah”
2011
menggunakan Weighted Linear Regression Rate (WLR), Linear Regeression Rate (LRR), Least Median of Squares (LMS) dan End Point Rate (EPR)
55,69 m dan luas daratan 24,66 m2.
a. menganalisis perubahan garis pantai dari analisis parameter gelombang yang dibangkitkan oleh angin permukaan .
a.penginderaan jauh dan GIS yakni melalui digitasi on screen, overlay, dan program DSAS (Digital Shoreline Analysis System)
b. penentuan perlindungan pantai yang tepat dalam meminimalkan perubahan garis pantai dalam kurun waktu 20 tahun mendatang.
b. kontinyuitas sedimen pada software GENESIS
a. telah terjadi sedimentasi dan erosi di pantaipantai wisata dengan jarak rata - rata perubahan garis pantai 2001 – 2010, Pantai Tirta Samudra (4,37 m, tererosi dan 6,27 m, tersedimentasi), Pantai Teluk Awur (4,66 m, tererosi dan 4,48 m, tersedimentasi), Pantai Tanggultlare (35,7 m, tererosi) dan Pantai Kartini (1,56 m, tererosi dan 1,92 m, tersedimentasi). b. prediksi perubahan garis pantai 2010 – 2030 dengan kondisi eksisting dilakukan melalui pemodelan GENESIS. Pantai Tirta Samudra (32,54 m, tererosi dan 19,24 m, tersedimentasi), Pantai Teluk Awur (28,82 m, tererosi dan 0,7 m, tersedimentasi), Pantai Tanggultlare (17,38 m, tersedimentasi) dan Pantai Kartini (14,84 m, tersedimentasi). c. alternatif breakwater yang digunakan adalah struktur Seawall dan breakwater.
6.
Pratiwi, M.K
“Potensi Dampak Fisik dan Persepsi Masyarakat terhadap Pembangunan Pelabuhan Tanjung Adikarta di Kabupaten Kulon Progo”
2011
a. mengetahui dinamika sedimen di sebelah barat dan timur muara Sungai Serang selama proses pembangunan Pelabuhan Tanjung Adikarta yakni dari tahun 2001 hingga tahun 2011.
a. dinamika sedimen dianalisis menggunakan metode digitasi on screen, overlay .
b. mengetahui ketersediaan airtanah untuk kebutuhan
.
16
b. potensi airtanah diukur menggunakan metode statis.
Lanjutan Tabel 1.2 Penelitian Terdahulu operasional kapal.
pelabuhan
dan
c. mendeteksi kerentanan terhadap terjadinya intrusi air laut akibat dari pengambilan airtanah yang melebihi ketersediaannya.
17
1.5. Manfaat Penelitian Dinamika sedimen di sekitar muara Sungai Serang sangat menarik untuk diteliti mengingat lokasinya memiliki beberapa fenomena yakni pembelokan arah aliran yang membentuk Laguna serta terjadinya banjir limpasan pada musim penghujan dan terlebih lagi akan dibangunnya pelabuhan yang mengharuskan dibuatnya breakwater berupa dua buah Jetty di sisi kanan-kiri mulut sungai untuk mempermudah bertambatnya kapal dan mengurangi pendangkalan oleh sedimen di area kolam manuver. Penelitian mengenai dinamika sedimen dari waktu ke waktu perlu diadakan karena faktor gelombang, angin, arus, dan pasangsurut dapat berubah dengan cepat. Sumber daya air juga merupakan suatu objek kajian yang faktual salah satunya mengenai eksistensinya. Ketersediaan airtanah untuk memenuhi kebutuhan aktivitas pelabuhan jangan sampai menimbulkan masalah bagi ekosistem di sekitarnya dengan adanya intrusi air laut. Oleh karena itu, penelitian mengenai dinamika sedimen dan kuantitas airtanah selama pembangunan Pelabuhan Tanjung Adikarta diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai pelabuhan, kegiatannya serta sarana-sarana pendukungnya. b. sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah mengenai dampak pembangunan Pelabuhan Tanjung Adikarta dari segi sedimentasi-abrasi dan ketersediaan airtanah kaitannya dalam mengambil kebijakan. c. memberikan informasi kepada pengelola pelabuhan serta nelayan mengenai potensi ketersediaan airtanah untuk kebutuhan air guna kegiatan operasional mereka. d. mengetahui potensi
terjadinya intrusi
pengambilan airtanah yang berlebihan.
18
air
laut
akibat
adanya