TESIS
KRIM EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG POHON NANGKA (Arthocarpus Heterophilus) SAMA EFEKTIFNYA DENGAN KRIM HIDROKUINON DALAM MENCEGAH PENINGKATAN JUMLAH MELANIN PADA KULIT MARMUT (Cavia Porcelus) YANG DIPAPAR SINAR UVB
INDIRADEWI HASTININGSIH
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
TESIS
KRIM EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG POHON NANGKA (Arthocarpus Heterophilus) SAMA EFEKTIFNYA DENGAN KRIM HIDROKUINON DALAM MENCEGAH PENINGKATAN JUMLAH MELANIN PADA KULIT MARMUT (Cavia Porcelus) YANG DIPAPAR SINAR UVB
INDIRADEWI HASTININGSIH NIM 1390761014
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
KRIM EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG POHON NANGKA (Arthocarpus Heterophilus) SAMA EFEKTIFNYA DENGAN KRIM HIDROKUINON DALAM MENCEGAH PENINGKATAN JUMLAH MELANIN PADA KULIT MARMUT (Cavia Porcelus) YANG DIPAPAR SINAR UVB
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
INDIRADEWI HASTININGSIH NIM 1390761014
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 30 Januari 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No.029/UN4.4/HK/2015 Tanggal 2 Januari 2015
Ketua
: Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,Sp.And, FAACS
Anggota
:
1. Prof.Dr.dr.J.Alex Pangkahila.,M.SC.,Sp.And 2. Prof.dr.IGM. Aman., Sp.FK 3. Dr.dr.A.A.G.P.Wiraguna,SpKK(K), FINSDV, FAADV 4. Dr.dr. Ida Iswari., Sp.MK., M.Kes
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur dipajatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan rasa hormat, penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,Sp. And, FAACS, sebagai pembimbing I yang dengan penuh kesabaran dan perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam menyelesaikan tesis ini.
2.
Dr.dr.A.A.G.P. Wiraguna, Sp. KK(K), FINSDV, FAADV, sebagai pembimbing II yang dengan sabar dan perhatian mau meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan kritik dan saran serta memotivasi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
3.
Prof.dr.IGM. Aman., Sp.FK sebagai pembimbing akademik (PA) yang dengan sabar dan penuh pengertian membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
4.
Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi,Sp.S(K) sebagai Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program magister ilmu biomedik (AAM).
5. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp. And, FAACS., Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila.,M.SC, Sp.And., Prof.dr. I. G. M. Aman.,Sp.FK., Dr.dr.A.A.G.P. Wiraguna,Sp. KK(K), FINSDV, FAADV.,Dr.dr. Ida Iswari.,Sp.MK.,M.Kes sebagai
penguji tesis ini atas semua masukan dan bimbingannya yang dengan penuh
kesabaran dan perhatian telah memberikan dorongan semangat, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud. 6.
Chief Executive Officer (CEO) RS. Pondok Indah dr. Yanwar Hadiyanto, MARS ,Associate Chief of Quality and Risk RS. Pondok Indah dr. Yuliana, MARS, Manager Executive Health Check up (HCU) RS. Pondok Indah dr. Dian Milasari, MKK ,Ketua Komite Medik RS. Pondok Indah dr. Adji Saptogino, Sp. Rad(K).Sp.(KN) atas ijin yang diberikan kepada penulis dalam mengikuti program magister ilmu biomedik ini.
7. Teman sejawat di Bagian Excecutive Health Check Up RS. Pondok Indah (drg. Kristiani Halimun, dr.Siti Chsanah, dr. Hudiyati Agustini, MARS) atas kerjasama, kerelaan hati dan dukungann yang tulus menggantikan tugas-tugas yang menjadi beban pekerjaan penulis selama mengikuti pendidikan sehingga mendapat kesempatan untuk dapat menyelesaikan pendidikan magister ini. 8.
Para seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
9.
Ayahanda I.J. Soeharno (Alm), dan Ibunda Theresia Wardini yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, menanamkan nilai takut akan Allah, nilai kejujuran, berani untuk kebenaran dan intelektualitas, serta selalu mendoakan penulis pada saat penulis sedang menjalani ujian.
10. Bapak Mertua Bp. H. Chusjairi dan Ibu Mertua IbuSunarti atas dorongan dan dukungan serta doanya kepada penulis dalam menempuh pendidikan ini.
11. Suami tercinta Husni Ayub yang dengan penuh pengertian memberikan support secara moril dan materil, serta sabar dalam mendampingi penulis selama ini untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini. 12. Eddy Suartana, Gek Wah, Gde Wiranata dan Bagian Tata Usaha Program Magister Ilmu Biomedik yang lain atas bantuan, kerjasaman serta motivasi, semangat dan kebersamaannya. 13. Teman-teman Program Magister Ilmu Biomedik (AAM) Angkatan 2013 terutama dr. Marisa Riliyani dan Bagian Tata Usaha Program Magister Ilmu Biomedik atas motivasi, semangat dan kebersamaannya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksaan dan penyelesaian tesis ini.
Denpasar, 30 Januari 2015
Indiradewi Hastiningsih
ABSTRAK KRIM EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG POHON NANGKA (Arthocarpus Heterophilus) SAMA EFEKTIFNYA DENGAN KRIM HIDROKUINON DALAM MENCEGAH PENINGKATAN JUMLAH MELANIN PADA KULIT MARMUT (Cavia porcelus) YANG DIPAPAR SINAR ULTRVIOLET B (UVB)
Ekstrak etanol kulit batang pohon nangka (Artocarpus heterophillus) mengandung antioksidan, senyawa fenol, tannin, steroid, linoleic acid ethyl ester, vitamin C yang dapat menghambat peningkatan jumlah melanin pada jaringan epidermis. Hidrokuinon (HQ) digunakan sebagai pembanding karena HQ merupakan Gold Standard untuk terapi hiperpigmentasi. Penelitian ini untuk mengetahui pemberian krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% dapat mencegah peningkatan jumlah melanin pada marmut yang dipapar sinar UVB serta membandingkan efektivitasnya dengan krim Hidrokuinon 4%. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik menggunakan the randomized post test only control group design. Variabel bebas adalah dosis krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% dan krim hidrokuinon 4%,. Variabel tergantung adalah jumlah melanin pada lapisan epidermis. 30 ekor marmut (Cavia Porcelus) jantan dibagi menjadi 3 kelompok, masing-masing 10 ekor, kelompok (kontrol), pemberian bahan dasar krim, kelompok 1, pemberian krim Hidrokuinon 4%.dan kelompok 2, pemberian krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4%. Semua kelompok perlakuan dipapar sinar UVB dosis total 390 mJ/cm² selama 2 minggu, setiap 3 kali seminggu, kemudian dibiopsi untuk pemeriksaan jumlah melanin pada lapisan epidermis. Untuk analisis adanya perbedaan tiap kelompok menggunakan One way ANOVA dan dilanjutkan dengan Least Significant Difference test (LSD) untuk membandingkan adanya perbedaan tiap kelompok setelah perlakuan p<0,05. Hasil penelitian menunjukkan rerata jumlah melanin pada kelompok kontrol 54,33±4.51%, kelompok 1 sebesar 3,01±0.89%, kelompok 2 sebesar 4,23±1.82%. Terdapat perbedaan yang bermakna antara antara kelompok kontrol dengan kelompok 1 dan kelompok 2 dalam mencegah peningkatan jumlah melanin pada jaringan epidermis (p<0,05). Tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok 1 dan kelompok 2 dalam mencegah peningkatan jumlah melanin pada jaringan epidermis (p>0,05). Simpulan adalah krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% dapat mencegah peningkatan jumlah melanin kulit marmut pada lapisan epidermis. Krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% sama efektifnya dengan krim hidrokuinon 4% dalam mencegah peningkatan jumlah melanin pada lapisan epidermis marmut yang dipapar sinar UVB. Kata kunci : Krim ekstrak kulit batang pohon nangka, jumlah melanin, sinar UVB
ABSTRACT JACKFRUIT (Arthocarpus heterophilus) TREE BARK ETHANOL EXTRACT CREAM HAD THE SAME EFFECTIVENSS WITH HIDROQUINON CREAM WITHIN PREVENTED THE INCREASE OF MELANIN AMOUNT IN GUINEA PIG (Cavia porcelus) EXPOSED BY UV-B RAY Jackfruit (ArtocarpusHeterophillus) tree bark ethanol extract contains antioxidant, phenolic, tannin, steroid, linoleic acid ethyl ester and also vitamin C,it can inhibit the increase of melanin amount in melanocyte while hydroquinone is used as the gold standard for hyperpigmentation treatment until now. This research aimed to study whether the administration of jackfruit tree bark extract cream can inhibit the increase of melanin amount in guinea pig exposed by UV-B ray and compared the effectivity of jackfruittree bark extract cream 4% with hydroquinone cream 4%. This study was an experimental laboratory research by using randomized post test only group design. The independent variable is the jackfruittree bark extract cream dose and the hydroquinone cream, while the dependent variable is the melanin amount in epidermal layer. A total of thirty guinea pigs (CaviaPorcelus) used in this study were split into 3 groups consisted of 10 male guinea pigs in each group, which were one treatment control group administered with basic materials cream and two treatment administered with hydroquinone cream 4% and jackfruittree bark extract cream 4%. All of the treatment group were exposed by UV-B ray with total dose of 390 mJ/cm2 for 2 weeks, and then biopsy was undergone to examine melanin amount in epidermal layer. One way ANOVA was used to analyze difference between control group and treatment group 1 and 2 and continued with Least significant Difference (LSD) was used to analyze the existence of treatment difference after treatement (p<0,05). Result of the study showed that melanin amount of the group control was 54.33±4.52% Significant decrease in the mean of melanin amount in treatment group 1 was 3.01±0.89% In treatment group 2 there was 4.23±1.82% of melanin amount. The difference between control group and treatment group 1 and 2 was significant in decreasing the melanin amount in epidermal layer (p<0,05). In the treatment group 1 and 2 wasnot significant in decreasing the melanin amount in epidermal layer (p>0,05). The conclusion of this study was that 4% jackfruit tree bark ethanol extract cream could decreased melanin amount in epidermal layer. Administration of 4% jack fruit tree bark ethanol extract cream had the same effectiveness with 4% hydroquinone cream prevented the increase of skin melanin in guinea pig. Keywords: jackfruit tree bark extract cream, melanin amount, UV-B ray
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM………………………………………………………………
i
PRASYARAT GELAR………………………………………………………….
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ……………………………..………..…...……….
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ………… …….…………….…………..
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ………………………………….
v
UCAPAN TERIMAKASIH……………………………..…………....…….…..
vi
ABSTRAK……………………………………………………...….……………
ix
ABSTRACT……………………………………………………………..…........
x
DAFTAR ISI………………………………..……………………….…….……
xi
DAFTAR TABEL ……………………….………………...…..…..……….…..
xvi
DAFTAR GAMBAR…………………...………………..…..………..…….….
xvii
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH……...………..
xviii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………...……….…………
xxii
BAB I PENDAHULUAN……………...……………………….……………
1
1.1
Latar Belakang…………...…………………………………........
1
1.2
Rumusan Masalah…...…………………………………………...
9
1.3
Tujuan Penelitian …………...……………………………………
9
1.3.1
Tujuan Umum…………………………………...………
9
1.3.2
Tujuan Khusus……………...………………………....
9
1.4
Manfaat Penelitian ……...…………………………….…..…….
10
1.4.1
Manfaat Ilmiah ………………………...…….……….
10
1.4.2
Manfaat Aplikasi ………...…………………....……...
10
. BAB II KAJIAN PUSTAKA ………………..………………..………….
11
Proses Penuaan ……………………………..……………………
11
2.1.1
Penyebab Penuaan ………...………..…………….…..
11
2.1.2
Gejala Klinis Penuaan…………....………………....…
15
2.1.3
Penuaan Kulit…………...………..……………………
18
Efek Sinar Ultraviolet …………………...…………….…....……
19
Efek Akut Sinar Ultraviolet ………………….……….
20
2.2.1.1 Eritema …………….…………………...……..
20
2.2.1.2 Pigmentasi…………………….………….…….
21
2.2.1.3 Kerusakan DNA ………………………..……...
23
Efek Kronik Sinar Ultraviolet ………………………….
23
2.2.2.1 Photoaging…………………………..……..........
23
2.2.2.2 Fotokarsinogenesis………..……….…….…..…..
25
Kulit………………………………………...………………………
26
2.3.1
Lapisan Epidermis ………………………………………
26
2.3.2
Lapisan Dermis …………………………………....……
29
2.3.3
Lapisan Subkutis…………………...………..…...……...
29
Melanin …………………………………………………...………..
30
2.1
2.2
2.2.1
2.2.2
2.3
2.4
2.4.1
Sintesis Melanin…………………………………..………
31
2.4.2
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Melanogenesis …...…
33
2.5
2.6
2.7
2.4.2.1 Sinar Ultraviolet terhadap produksi melanin …….
33
2.4.2.2 Penuaan memicu produksi melanin ………….…..
36
2.4.2.3 Obat-obat memicu produksi melanin …….……...
36
2.4.2.4 Hormon memicu produksi melanin ……….……..
37
2.4.2.5 Inflamasi memicu produksi melanin ………….....
38
Kelainan Pigmentasi Kulit……………………………………...…...
39
2.5.1 Lentigo……………………...…….………………………
39
2.5.2 Freckles (Efelid) ……..…………………………….....….
39
2.5.3 Melasma………………………………………….…...….
39
2.5.4 Melanoma maligna …………………………………....…
40
2.5.5 Hiperpigmentasi paska inflamasi ………………………..
41
2.5.6 Okronosis …………………………………………….......
41
Faktor-faktor yang menghambat melanogenesis ………………...….
42
2.6.1 Penghambat enzim tirosinase…………………….…….....
42
2.6.2 Penghambat transfer melanosom…………………..……..
44
2.6.3 Antioksidan ………………...……………………………
44
Kulit batang pohon nangka (Arthocarpus Heterophillus)….…….. 47 2.7.1 Norartocarpetin dan Artocrpetin ……………...…………
51
2.7.2 Mekanisme flavonoid sebagai antioksidan ………………
51
2.7.3 Mekanisme flavonoid sebagaiThyrosinase Inhibitor ........
52
2.8
Krim ……………………………………………………………..
60
2.9
Marmut (CaviaPorcelus)………………………………………....
62
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN …………………………………..……..………………
64
3.1
Kerangka berpikir ……….. ………………………….…...………
64
3.2
Konsep penelitian ………………………………………………… 65
3.3
Hipotesis penelitian….…………………………………...……….
66
BAB IV METODE PENELITIAN…………………………………..……..
67
4.1
Rancangan Penelitian …………………...………….…….…….
67
4.2
Parameter yang Diamati…………………………….….…….....
68
4.3
Tempat dan Waktu Penelitian………….……...……….……….
69
4.4
Populasi dan Sampel Penelitian………………....…….………..
69
4.4.1
Populasi penelitian………. …………......…….…..……
69
4.4.2
Kriteria Sampel…………………………...……….……
70
4.4.2.1
Kriteria Inklusi………………………………..
70
4.4.2.2
Kriteria Drop Out …………………………….
70
4.5
Besar dan cara pengambilans ampel ……………………………...
70
4.6
Variabel Penelitian ………………………………………………..
71
Klasifikasi Variabel………………………...…………….
71
4.6.2 Hubungan Antar Variabel ……………………...…………
71
4.6.3 Definisi Operasional Variabel …………………...…….…
72
Alat dan Bahan untuk Penelitian …………………………………
74
4.7.1
Alat untuk Penelitian ……………………………………
74
4.7.2
Bahan untuk Penelitian …………………..…….…….....
75
4.6.1
4.7
Hewan Percobaan ………………………..………………
75
Prosedur Penelitian…………………………………………...……
76
Pembuatan ekstrak kulit batang pohon nangka………….
76
4.8.1.1 Preparasi Simplisia………………….……….…..
76
4.8.1.2 Pembuatan ekstraksi ………….…………………
77
4.8.2
Pembuatan Krim …………………………..…….………
77
4.8.3
Perlakuan Hewan Coba...………………………….……..
77
4.8.4
Alur Penelitian …………………………………...……… 82
4.7.3 4.8
4.8.1
Analisis Data…………………………..…………………….….….
83
BAB V HASIL PENELITIAN…………………………………………………
84
4.9
5.1
Pemberian Perlakuan ……………………………………………… 84
5.2
Gambaran Histologis …………………………………………..….
5.3
Analisis Statistik…………………………………………………… 86
86
5.3.1
Analisis Deskriptif ……………………………………….
86
5.3.2
Uji Normalitas Data……….……………………………..
86
5.3.3
Uji Homogenitas Data …………………………………… 88
5.3.4
Jumlah Melanin ………………………………………….
88
BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ……………………………
91
6.1
Subyek Penelitian …………………………………………………
91
6.2
Analisis Deskriptif ………………………………………………..
91
6.3
Pengaruh UVB terhadap melanin ……………………………...…
91
6.4
Pengaruh Hidrokuinon terhadap melanin …………..…………….
93
6.5
Pengaruh krim ekstrak kulit batang pohon nangka terhadap melanin.. 93
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ………………………..………………
98
7.1
Simpulan…………………………………………………...………. 98
7.2
Saran ………………………………………………...…………….
98
DAFTAR PUSTAKA………………………..………………….…………….
100
LAMPIRAN……………………………………………………...….…………
112
DAFTAR TABEL
2.1
Pigmentasi Kulit, Fitzpatrick Scale dan Resiko sinar UV……………….
23
2.2
Kandungan Senyawa Kimia Kulit Batamg Artocarpus Heterophillus…..
49
2.3
Hasil Analisis Fitokimia Kulit Batang Pohon Nangka (Artocarpus Heterophillus) ……………………………………………………….….
54
2.4
Hasil Analisa GC-MS Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka …………..
58
5.1
Hasil Uji Deskriptif Rerata Jumlah Melanin antar Kelompok …………
87
5.2
Hasil Uji Normalitas Data Melanin………………………………….….
87
5.3
Homogenitas Data Melanin antar Kelompok Perlakuan ………………
88
5.4
Perbedaan Jumlah Melanin Antar Kelompok Sesudah Diberikan Paparan Sinar UVB dan Krim Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka…………………
5.5
88
Analisis Komparasi Jumlah Melanin Sesudah Perlakuan Antar Kelompok .. 89
DAFTAR GAMBAR
2.1
Proses terjadinya ROS…………………………………………………….
2.2
Perbedaan Gambaran Histologi Melanin pada lapisan epidermis dari beberapa ras
20
kulit manusia ………………………………………………………….
23
2.3
Proses terjadinya sunburn, kerusakan DNA oleh radiasi UV…………….
25
2.4
Struktur Epidermis ………………………………………………….……
28
2.5
Distribusi melanin pada epidermis ...…………………………….………
31
2.6
Biosintesis Melanin ………………………………………………………
32
2.7
Jalur sinyal keratinosit dan melanosit pada melanogenesis ……………..
34
2.8
Mekanisme hiperpigmentasi oleh radiasi UV……………………………
35
2.9
Mekanisme hiperpigmentasi oleh hormon estrogen ……………...……..
38
2.10 Resiko terjadinya kanker kulit akibat paparan sinar UV ………………....
41
2.11 Struktur Kimia Norartocarpetin dan Artocarpesin………….………….....
51
2.12 Struktur Kimia berbagai flavonoid sebagai thyrosinase inhibitor …….....
53
2.13 Efek Polifenol dari Tanaman ……………………………………………..
55
2.14 Gambar klasifikasi Polyphenol …………………………………………...
56
2.15 Marmut (caviaporcelus) ………………………...………….……...……..
63
4.2
Skema Hubungan Antar Variabel Penelitian …………………………….
72
5.1
Warna Kulit Marmut Setelah Dipapar UVB Selama 2 Minggu ………….
85
5.2
Gambaran Melanin Jaringan Epidermis Marmut dengan pemeriksaan Masson Fontana ………..……………………………………………………….
5.3
86
Perbandingan Jumlah Melanin antara kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan……………………………………………………………….
89
DAFTAR SINGKATAN ROS
: Reactive Oxygen Species
GSH
: glutathione
SOD : Superoxide dismutase TRP-1 : Tyrosinase Related Protein-1 TRP-2 : Tyrosinase Related Protein-2 TRY
: Tyrosinase
UVA : Ultra Violet A UVB : Ultra Violet B UVC : Ultra Violet C AAM : Anti Aging Medicine (AAM) DNA : DeoksiRiboNukleotida DHEA : DehydroEpiAndrostenedion MED : Minimal Erythema Doses DEJ
: delayed epidermal junction
TEWL : transepidermal water loss TRY
: tirosinase
TRYP-1 : Thyrosinase Related Pritein 1 DCT
: Dopachrometautomerase
DOPA : 3,4dihidroksifenilalanin POMC : propriomelanocortin MSH : melanocyte stimulating hormone MC-1R : Melanocortin-1 Receptor
PKC
: Protein kinase c
ET-1 : endotelin-1 ACTH : hormone adrenokortikotropik bFGF : basic fibroblast growth factor NGF
: nerve growth hormone
GM-CSF : granulocyte-macrophage colony-stimulating factor LIF : leukemia inhibitory factor HGF
: Hormone growth factor
PGE-2 : prostaglandin E2 PAR-2 : protein activated receptor 2 ER ά : estrogen receptor ά ER β : estrogen receptor β CPDs : cyclobutyl pyrimidine dimers NO : nitric oxide cGMP : cyclic guanosine monophosphate NSAID : anti inflammatory drugs LT : leukotrien PG : prostaglandin TXB
: tromboksan
PIH : post inflammatory hyperpigmentation
HQ : Hidrokuinon RNA
: ribonucleic acid
MAPK : mitogen activated protein kinase AP-1 : activator protein 1 ALA
: Alpha Lipoic Acid
MITF : microphthalmia-associated transcription factor ASI : Air SusuIbu GAEAC: Garlic acid equivalent antioxidant capacity GAE : Garlic acid equivalent TAE
: Tannic acid equivalent
IC 50% P
: Populasi
S
: Sampel
R
: Random
: Inhibition concentration terhadapradikalbebas
DPPH : Difenil-1-pikrilhidrazil IC 50 : Inhibition Concentration STI : soybean trypsin inhibitor
BBI : Bowman-Birk inhibitor TCA
: Trichloro Acetic Acid
LAMBANG
ά
: alfa
β
: gama
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Hasil Analisis Fitokimia Ekstrak Kulit Batang Pohon, Nangka…...112
Lampiran 2
Hasil CG – MS………………………………………….……..……113
Lampiran 3
Uji Normalitas Data Melanin………………………………...……..115
Lampiran 4
Uji Efek Perlakuan………………………………...………….…….116
Lampiran 5
Ethical Clearance …………………………………………………..118
Lampiran 6
Foto – Foto Penelitian ………………………………….…………..119
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Penuaan merupakan masalah yang ingin dihindari oleh semua orang, baik laki-
laki maupun perempuan, tapi usia yang makin bertambah memang tidak dapat dicegah. Banyak orang tidak masalah dengan meningkatnya usia, tapi perubahan yang terjadi pada penuaan itulah yang menjadi masalah dan ingin dihindari, seperti penurunan kemampuan dan kekuatan fisik maupun psikis, terjadi perubahan pada kulit wajah berupa hiperpigmentasi / bercak hitam, kusam, kerut, kering, keriput, kulit tipis. Halhal tersebut dapat terjadi oleh karena adanya perubahan pada tingkat seluler. Ilmu pengetahuan yang makin maju membuat manusia dapat mencegah, memperlambat bahkan mengobati terjadinya proses penuaan. Oleh karena itu, diharapkan manusia menjadi tua dengan kualitas hidup yang lebih baik (Pangkahila, 2007). Banyak teori penuaan yang telah dikemukakan oleh banyak pakar di dunia seperti: Wear and Tear Theory yang mengatakan bahwa makin banyak sel yang terpakai, maka makin banyak sel pula yang rusak oleh August Weisman (1882). Adapula Teori Program yang berhubungan dengan terbatasnya replikasi sel. Teori Neuroendokrin oleh Vladimir Dilman, mengatakan pada usia muda kadar hormon masih baik, sedangkan makin bertambahnya usia kadar hormon makin berkurang, sehingga fungsi organ pun menurun (Pangkahila, 2007). Kulit adalah organ paling luar dan paling luas pada tubuh manusia serta sering terpapar oleh lingkungan seperti radiasi Ultra Violet (UV), obat, dan polusi udara
merupakan faktor-faktor yang berpengaruh dari luar tubuh (eksternal), sedangkan faktor dari dalam (endogen) yaitu faktor genetik, ras, hormonal serta terjadinya Reactive Oxygen Species (ROS) dan radikal bebas yang diproduksi terus menerus selama proses metabolisme sel. Faktor-faktor endogen tersebut merupakan proses fisiologi tapi bila tidak seimbang dapat menyebabkan kerusakan daripada sel dan dapat makin rusak apabila disertai dengan paparan dari luar. (Icihashi et al., 2009). Sinar UV dapat menyebabkan photoaging dan selalu menjadi musuh banyak wanita Asia terutama Indonesia. Sinar ultraviolet terdiri dari UVA, UVB serta UVC. Paparan sinar UV mempunyai kontribusi terhadap terjadinya photoaging seperti radiasi UVB (290-320 nm) memberikan efek pada kulit superfisial (epidermis) dan menyebabkan kulit terbakar (sun burn), paling sering terjadi kulit terbakar pada jam 10 pagi sampai jam 2 siang. Paparan radiasi UVA (320-400 nm) mempunyai efek penetrasi sinar yang lebih dalam sampai di lapisan dermis sedangkan radiasi UVC (100-290 nm) hampir diserap sempurna oleh lapisan ozon sehingga tidak menimbulkan efek ke kulit (Pandel et al., 2013). Paparan UVA dan UVB pada kulit dapat menurunkan efek antioksidan endogen pada semua lapisan kulit seperti glutathione peroksidase (GSH), Superoxide dismutase (SOD), katalase, dan ubiquinol (Pandel et al., 2013). Paparan UVA dan UVB menghasilkan radikal bebas seperti Hydrogen Peroxidase, Anion Superoxide, Nitric Oxide sehingga dapat menyebabkan terjadinya reative oxygen species (ROS) (Itcihashi et al., 2009). Efek terjadinya ROS dapat menyebabkan berkurangnya antioksidan endogen yang dapat merusak membran sel sehingga dapat terjadi kerusakan DNA baik secara
langsung maupun tidak langsung serta dapat pula terjadi gangguan pada sintesis kolagen (Pandel et al., 2013), merangsang melanosit (Steiner et al., 2009). Kerusakan DNA yang timbul akibat ROS dapat menyebabkan terjadinya oksidasi basa guanine pada DNA sehingga menjadi bentuk 8-hydroxy-7,8-dihydroguanine (8-OHdG). Berdasarkan potensi mutageniknya, 8-OHdG dapat dijadikan biomarker kerusakan dan perbaikan DNA oksidatif. Frekuemsi mutasi pada kulit manusia tergantung dari akumulasi paparan sinar UV pada kulit (Pandel et al., 2013). Kerusakan kulit yang disebabkan oleh paparan sinar matahari sangat tergantung dari seberapa sering dan lamanya paparan, jenis sinar UV serta jumlah melanin di kulit (tipe kulit seseorang). Orang yang tinggal didaerah yang secara geografis dan mempunyai riwayat tinggi tingkat paparan UV nya, dapat terjadi photoaging yang berat. Tanda klinis yang dapat terjadi
di kulit karena photoaging seperti kerut,
hiperpigmentasi, kulit kasar, kulit kering, kulit sagging, atrofi berat, telangiectasis, elastosis, actinic purpura, lesi precancer, kanker kulit, dan melanoma. Paparan sinar matahari sering terjadi di daerah sekitar wajah, leher, dada, tangan, dan lengan (Pandel et al., 2013). Salah satu faktor penuaan adalah timbulnya hiperpigmentasi pada wajah seperti melasma yang berupa bercak kehitaman. Melasma ini dapat menimbulkan masalah dalam penampilan (fisik), emosional dan sosial pada wanita (Soepardiman, 2010). Melasma sering dikeluhkan oleh semua wanita di seluruh dunia dan merupakan salah satu tanda penuaan. Perubahan pigmen lebih banyak dikeluhkan pada wanita dengan Fitzpatrick Phototype
III-VI (Halder
et
al.,
2003). Karakteristik
melasma
merupakan
hiperpigmentasi simetris yang berwarna coklat muda sampai coklat tua (Kauvar, 2012). Walaupun pembentukan melanin pada dasarnya merupakan salah satu mekanisme tubuh untuk melindungi jaringan kulit dibawahnya agar tidak rusak oleh paparan sinar UV, tapi melasma mempunyai efek yang signifikan terhadap kualitas hidup yang mengidapnya (Khultanan, 2005). Wanita yang menderita melasma menyatakan bahwa kelainan ini mempengaruhi penampilan, kehidupan sosial, kesejahteraan, emosional, dan aktivitas rekreasi mereka (Pawaskar et al., 2007). Penelitian pada pasien yang menderita melasma dihubungkan dengan kualitas hidup pernah dilakukan pada tahun 2014 di RS Abdul Moeloek, Lampung dengan hasil bahwa melasma memberikan pengaruh terhadap kualitas hidup pasien dimana semakin besar derajat keparahan melasma, maka semakin besar efek terhadap kualitas hidupnya (Hadiyati et al., 2014). Pigmen melanin diproduksi oleh melanosom yang dihasilkan oleh melanosit, proses ini disebut dengan melanogenesis. Melanosit dapat dirangsang oleh faktor intrinsik seperti endokrin (hormonal), imun, inflamasi, dan sistem saraf pusat, serta juga faktor ekstrinsik seperti radiasi UV, obat, polusi, dan asap rokok (Ichihashi et al., 2009). Penanggulangan melasma yang sulit, membuat banyak orang mengambil tindakan lebih baik mencegah daripada mengobatinya. Salah satu cara untuk mencegah yaitu dengan menggunakan tabir surya selain untuk mencegah melasma, juga dapat mencegah terjadinya keriput dan kanker kulit (Bermann, 2012), pemberian antioksidan (Ramirez, 2013), serta vitamin dan nutrisi (Pandel et al., 2013).
Pengobatan melasma dapat secara tunggal atau kombinasi, dapat diberikan pula secara oral, topikal ataupun tindakan medis tertentu. Pengobatan secara topikal dapat dengan memberikan tabir surya, golongan tyrosinase inhibitor seperti hidrokuinon, retinoid, atau kombinasi keduanya (Jutley et al., 2014) atau kombinasi hidrokuinon dengan asam askorbat (Steiner et al., 2009). Sampai dengan saat ini hidrokuinon masih merupakan Gold Standard untuk terapi melasma, sebagai competitive tyrosinase inhibitory (Baumann dan Alleman, 2009) dengan mekanisme kerja menghambat kerja enzim tirosinase, merusak sel melanosit secara langsung, mempercepat degradasi melanosom, dan menghambat sintesis enzim melanogenesis (Bruce, 2013) sehingga hidrokuinon dapat mencegah terbentuknya melanin yang baru, dan penghambatannya bersifat reversible (Chandra et al., 2011), tetapi hidrokuinon mempunyai efek samping toksik terhadap sel melanosit (sitotoksik) (Baumann dan Alleman, 2009). Tindakan medis dapat dilakukan dengan chemical peeling menggunakan glycolic acid, tricloroacetic acid (TCA), microdermabration atau intensive pulsed light (IPL) bahkan laser (Steiner et al., 2009), sedangkan secara oral dapat juga diberikan antioksidan (Baumann, 2005; Ramirez, 2013) dan vitamin (Pandel et al., 2013). Pohon nangka (Arthocarpus Heterophillus)
banyak terdapat di Indonesia.
Ekstrak kulit batang pohon nangka berdasarkan literatur, setelah diisolasi kulit kayunya terdapat senyawa flavonoid seperti morusin, artonin E, sikloartobilosanton, dan artonol B. Bioaktivitasnya terbukti secara empirik sebagai antikanker, antivirus, anti inflamasi, diuretik dan anti hipertensi (Ersam, 2001), serta mempunyai zat aktif norartocarpetin dan artocarpesin (Erwin, 2001) yang merupakan golongan flavones dari golongan flavonoid (Chang, 2009). Norartocarpetin dan artocarpesin mempunyai efek sebagai
competitive enzim tyrosinase inhibitor (Zwergel et al., 2011) yang menghambat Tirosin menjadi DOPA dan Dopakuinon, sehingga dapat menghambat peningkatan jumlah melanin pada sel melanosit serta juga menpunyai efek antioksidan yang dapat berfungsi melindungi kulit dari radikal bebas (Moini et al., 2002). Penelitian secara invitro, membuktikan tingkat inhibisi enzim tirosinase pada kulit batang pohon Artocarpus spp yaitu artocarpus heterophillus (nangka), atrocarpus altilis (sukun) dan artocarpus communis (kluwih), yang paling baik tingkat inhibisinya adalah artocarpus heterophillus (Supriyanti et al., 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Hastiningsih (2014), didapatkan bahwa konsentrasi krim ekstrak kulit pohon nangka 4% bermakna dapat menghambat peningkatan jumlah melanin. Ekstrak kulit batang pohon nangka yang diambil dari desa Sibang ini pada uji fitokimia mengandung antioksidan, senyawa fenol, senyawa tannin dan vitamin C, sedangkan pada uji gas chromatography-mass spectrofotometry (GCMS) mengandung senyawa hexadecanoate acid ethyl ester, estra-1,3,5(10)-trien-17beta-ol, ethyl tridecanoate, linoleic acid ethyl ester, ethyl oleate, gamma sitosterol, senyawa-senyawa ini mempunyai aktivitas sebagai antioksidan, steroid kecuali linoleic acid ethyl ester mempunyai aktivitas mendegradasi enzim tirosinase sehingga dapat menghambat proses melanogenesis dan mencegah meningkatnya jumlah melanin di lapisan epidermis. Senyawa polifenol (flavonoid) yang merupakan kelompok terbesar mempunyai efek dapat menghambat proses melanogenesis sebagai tyrosinase inhibitory. Polifenol juga mempunyai efek melindungi kulit dari radiasi UV yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker kulit. Polifenol memiliki efek anti inflamasi, imunomodulator,
memperbaiki DNA yang rusak, dan memperbaiki fungsi sel (Pandey et al., 2009), dapat pula sebagai fotoprotektif (Adhami et al., 2003). Polifenol merupakan kelompok tirosinase inhibitor terbesar sampai sekarang (Chang, 2009). Asam lemak rantai panjang serta steroid (Chang, 2009), mempunyai mekanisme terjadinya penurunan jumlah melanin dengan cara mengoksidasi enzim tirosinase secara enzimatik menjadi produk yang bersifat toksik pada melanosit sehingga terjadi degenerasi/ perusakan sel-sel pigmen dan dapat terjadi depigmentasi (Nnoruka, 2006). Antioksidan alamiah umumnya banyak terdapat pada buah-buahan dan sayuran dimana banyak mengandung vitamin A, C, E, η-3 fatty acids, non-vitamin tertentu dan juga golongan flavonoid seperti green tea yang terdapat dalam tanaman yang berguna dapat mencegah kerusakan kulit karena penuaan, sinar matahari ataupun kanker. Banyak penelitian menemukan bahwa antioksidan dapat meningkatkan produksi kolagen, mencegah kerusakan kulit karena UVA dan UVB, mengoreksi masalah pigmentasi pada kulit, serta memperbaiki situasi radang pada kulit (Pandel et al., 2013). Antioksidan dalam bentuk topikal yang dioleskan pada permukaan kulit dapat mengurangi efek ROS dalam menimbulkan kerusakan kulit akibat paparan sinar UV (Pinnel, 2003). Akhir-akhir ini penggunaan antioksidan semakin meningkat, baik secara oral maupun topikal untuk mencegah dan mengobati penuaan kulit. Banyak produk perawatan kulit menggunakan bahan alami yang mengandung antioksidan, baik yang terdapat dalam buah, daun, bunga, akar, dan bagian-bagian lain dari tanaman (Baumann, 2008; Stalling dan Lupo, 2009). Beberapa zat yang mempunyai efek sebagai
antioksidan adalah vitamin C, vitamin E, selenium, zinc, silymarin, soy isoflavones, dan tea polyphenols, serta mempunyai efek lain sebagai anti kanker (Pinnel, 2003). Ekstrak kulit batang pohon nangka mengandung linoeic acid ethyl ester yang mempunyai cara kerja mendegradasi enzim tirosinase, sehingga jumlah melanin berkurang (Ando et al., 2010). Berdasarkan ulasan latar belakang tersebut, dimana Hidrokuinon dan ekstrak kulit batang pohon nangka mempunyai efek yang saama yaitu dapat mencegah peningkatan jumlah melanin maka penelitian ini dibuat untuk membuktikan efek tersebut.
1.1
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah pemberian krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus Heterophllus) 4% dapat mencegah peningkatan jumlah melanin pada marmut yang dipapar oleh sinar UVB?. 2. Apakah krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus Heterophillus) 4% memiliki efektivitas yang sama dengan hidrokuinon 4% dalam mencegah peningkatan jumlah melanin kulit marmut (Cavia Porcelus) yang dipapar sinar UVB ?
1.2
Tujuan Penelitian
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektivitas krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus Heterophillus) 4% dalam mencegah peningkatan jumlah melanin pada kulit marmut yang dipapar sinar UVB. 1.2.2 Tujuan Khusus 1. Membuktikan krim ekstrak kulit
batang pohon nangka (Arthocarpus
Heterophillus) 4% dalam mencegah peningkatan jumlah melanin pada marmut yang dipapar oleh sinar UVB. 2. Membuktikan
krim
ekstrak
kulit
batang
pohon
nangka
(Artocarpus
Heterophillus) 4% memiliki efektivitas yang sama dengan krim hidrokuinon 4% dalam mencegah peningkatan jumlah melanin kulit marmut (Cavia Porcellus) yang dipapar sinar UVB.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Ilmiah Dari hasil penelitian ini diharapkan akan diperoleh informasi tentang potensi krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Arthocarpus Heterophillus) 4% dalam mencegah peningkatan jumlah melanin pada Marmut yang dipapar oleh sinar UVB. 1.4.2 Manfaat Aplikasi Hasil penelitian ini dapat diinformasikan kepada masyarakat bahwa krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Arthocarpus Heterophillus) 4% dapat digunakan untuk mencegah terjadinya melasma/hiperpigmentasi pada kulit setelah dilakukan Clinical Trial.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Proses Penuaan 2.1.1 Penyebab Penuaan Proses penuaan merupakan proses alami yang akan terjadi pada semua orang. Pada umumnya, orang tidak pernah mempertanyakan mengapa kita menjadi tua, sakit dan akhirnya meninggal. Namun perkembangan
Ilmu
Kedokteran saat ini, telah
membawa konsep baru tentang penuaan, dimana penuaan diperlakukan sebagai suatu penyakit yang dapat diobati bahkan dapat dicegah, sehingga usia harapan hidup menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang lebih baik. Ilmu ini dikenal dengan Anti Aging Medicine (AAM) (Goldman dan Klatz, 2007; Pangkahila, 2011). Usia manusia dibedakan menjadi usia kronologis, sesuai dengan tahun kelahiran dan usia biologis, yang sesuai dengan fungsi organ tubuh. Mencegah proses penuaan dapat membuat usia biologis lebih muda daripada usia kronologis sehingga dapat terlihat usia dan kualitas hidup seseorang tampak lebih muda daripada usia sebenarnya (Pangkahila, 2011). Penuaan merupakan suatu proses penurunan fungsi biologis yang tidak dapat dihindari, dimana cepat lambatnya penurunan tergantung dari beberapa faktor, ada faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dapat mempercepat penuaan adalah radikal bebas, penurunan hormon, proses glikosilasi, proses metilasi, apoptosis, penurunan sistem imunitas, dan faktor genetik. Sedangkan faktor eksternal seperti gaya hidup yang tidak sehat, diet yang tidak sehat, kebiasaan yang kurang baik, polusi lingkungan, stress, dan kemiskinan (Pangkahila, 2011; Pangkahila, 2014).
Banyak teori tentang proses penuaan, tetapi dari semua teori tersebut, pada dasarnya dikelompokan dalam teori “pakai dan rusak” (wear and tear theory) dan teori program. Teori “pakai dan rusak” meliputi kerusakan DNA, glikosilasi, dan radikal bebas. Teori program meliputi teori replikasi sel, proses imun, dan teori hormon (Pangkahila, 2011; Goldman dan Klatz, 2007). 1.
Teori pakai dan rusak (wear and tear theory) Teori ini diperkenalkan oleh Dr.August Weismann (1882), seorang ahli biologi
yang berasal dari Jerman. Menurut teori ini bahwa tubuh dan sel menjadi cepat rusak karena terlalu sering digunakan dan disalahgunakan. Organ-organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit dan organ lain dapat menurun fungsinya karena adanya toksin dalam makanan dan lingkungan yang ada di sekitar kita, konsumsi lemak, gula, kafein, alkohol, dan nikotin yang berlebihan, dapat pula disebabkan oleh sinar ultraviolet, stress fisik, dan emosional. Kerusakan yang dapat ditimbulkan, bukan saja pada organ tapi juga pada tingkat sel. Kendati seseorang tidak pernah minum alkohol maupun merokok, hanya mengkonsumsi makanan alami dan menggunakan organ tubuh secara biasa, pada akhirnya tetap akan terjadi kerusakan. Penyalahgunaan organ tubuh dapat mempercepat kerusakan organ, sehingga dapat mempercepat penuaan atau dapat membuat fungsi organ menurun, serta membuat seseorang menderita sakit. Pada usia muda, sistem pemeliharaan dan perbaikan tubuh mampu melakukan kompensasi terhadap pemakaian dan kerusakan organ normal serta berlebihan. Pada usia tua, tubuh kehilangan kemampuan untuk memperbaiki kerusakan karena penyebab apapun. Oleh karena itu, banyak orang tua yang sakit bahkan meninggal karena
penyakit tertentu, yang pada masa mudanya dapat ditolak. Teori ini, meyakini bahwa pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang tepat waktu dapat mencegah dan membantu mengembalikan proses penuaan. Cara kerjanya dengan merangsang tubuh untuk melakukan perbaikan dan mempertahankan fungsi organ dan sel tubuh. 2.
Teori Neuroendokrin Teori ini dikembangkan oleh Vladimir Wilman, PhD, yang mengembangkan teori
wear and tear yang mengutamakan peranan hormon bagi fungsi organ tubuh. Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus, sebuah kelenjar yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk suatu poros dengan hipofisis dan organ tertentu yang kemudian mengeluarkan hormonnya. Pada usia muda, berbagai hormon bekerja dengan baik dalam mengendalikan fungsi organ tubuh. Oleh karena itu, pada usia muda fungsi berbagai organ tubuh sangat optimal, seperti kemampuan bereaksi terhadap panas dan dingin, kemampuan motorik, fungsi seksual, dan fungsi memori. Makin bertambah usia, jumlah hormon makin berkurang sehingga fungsi organ juga akan menurun dan menimbulkan banyak keluhan seperti menjadi tidak tahan terhadap suhu dingin, gerakan menjadi lambat, masa otot berkurang, lemak tubuh meningkat, daya ingat menurun, fungsi seksual menurun. Kerja hormon saling berkaitan
satu sama lain, oleh karena itu, berkurangnya produksi
hormon tertentu dapat mempengaruhi produksi hormon yang lain. 3.
Teori Kontrol Genetik Teori ini menganggap bahwa di dalam tubuh manusia terdapat jam biologik.
Peristiwa ini dimulai dari proses konsepsi sampai kematian dalam suatu model yang terprogram. Walaupun manusia memiliki sistem jam biologik (biological clock), variasi
antar manusia sangatlah besar, dipengaruhi oleh bagaimana cara manusia tumbuh dan hidup (nature versus nuture). Peristiwa ini terprogram mulai dari sel embrio, janin, masa bayi, dan anak-anak, remaja, dewasa, menjadi tua, dan akhirnya meninggal. Pada ujung kromosom terdapat struktur khusus yang disebut telomere. Secara biokimia, telomere terdiri dari hexanucleotide. Pada setiap pembelahan sel, telomere akan memendek. Pada saat pembelahan sel berlangsung dan telomere telah terpakai semua, maka pembelahan sel akan berhenti dan peristiwa inilah yang disebut dengan kematian. Oleh karena itu, telomere sering dikenal sebagai jam biologik (biologic clock) (Ishikawa, 2000). Menurut Hayflick (1998) dalam Pangkahila (2011) menyatakan bahwa mekanisme pemendekan telomere tersebut yang menentukan rentang usia organisme sendiri. Pada penelitian diketahui bahwa setiap sel mempunyai kapasitas yang terbatas untuk melakukan pembelahan sel. Contohnya: pada sel dewasa membelah lebih sedikit dibandingkan dengan sel janin. Perkecualian pada sel ganas, terjadi pembelahan sel yang tidak terbatas . 4.
Teori Radikal Bebas Teori ini mulai menjadi perhatian, sejak antioksidan diyakini dapat menghambat
kerusakan sel akibat radikal bebas. Radikal bebas adalah suatu molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas dihasilkan selama terjadi metabolisme seluler normal, seperti radikal superoksida, radikal hidroksil, purin, dan pirimidin. Radikal bebas mempunyai sifat reaktivitas tinggi, karena memiliki kecenderungan menarik elektron lain dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal bebas
oleh karena hilang atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik sehingga dapat menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel dan akhirnya kematian sel. Molekul utama dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, sehingga terjadi mutasi DNA, cleavage of DNA, dan agregasi biomolekul melalui cross-linking reaction. Makin bertambahnya usia akan terjadi akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas memegang peranan penting, sehingga mengganggu metabolisme sel, merangsang mutasi sel, dan akhirnya mengakibatkan terjadinya kanker, serta membawa kematian. Selain itu, radikal bebas juga mengakibatkan kerusakan kolagen dan elastin yang merupakan suatu protein untuk melindungi kulit agar tetap lembab, elastis, dan halus. Wajah adalah bagian yang paling mudah dilihat, dimana akibat radikal bebas akan timbul kerutan pada wajah (Goldmann dan Klatz, 2007). 2.1.2 Gejala Klinis Penuaan Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya fungsi berbagai organ tubuh. Akibat menurunnya fungsi tersebut, maka muncul berbagai tanda dan gejala proses penuaan, yang pada dasarnya dibagi dalam dua bagian yaitu (Pangkahila, 2011): 1.
Tanda fisik, seperti masa otot berkurang, lemak meningkat, kulit berkerut, daya ingat berkurang, fungsi seksual, dan reproduksi terganggu, kemampuan kerja menurun, sakit tulang.
2.
Tanda psikis, seperti gairah hidup menurun, sulit tidur, mudah cemas, mudah tersinggung, merasa tidak berarti lagi.
Proses penuaan tidak terjadi begitu saja dengan langsung menampakkan perubahan fisik dan psikis, antara lain seperti di atas. Proses penuaan berlangsung dalam 3 tahap sebagai berikut (Pangkahila, 2011; Pangkahila, 2014): 1.
Tahap subklinik (usia 25-35 tahun) Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun, yaitu
hormon testosteron, growth hormone, dan hormon estrogen. Pembentukan radikal bebas yang dapat merusak sel dan DNA, mulai mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar, sehingga pada tahap ini orang merasa dan tampak normal, tidak mengalami gejala dan tanda penuaan. Pada rentang usia ini dianggap usia muda dan normal, padahal sebenarnya sudah mulai terjadi proses penuaan. 2.
Tahap Transisi (usia 35-45 tahun) Selama tahap ini level hormon menurun hingga 25 persen. Massa otot berkurang
sebanyak satu kilogram setiap beberapa tahun, akibatnya kekuatan dan tenaga terasa hilang, sedangkan komposisi lemak terus bertambah. Keadaan ini sering menyebabkan resistensi insulin, meningkatnya resiko jantung, dan pembuluh darah, serta obesitas. Pada tahap ini gejala mulai muncul, yaitu penglihatan dan pendengaran menurun, rambut putih mulai tumbuh, elastisitas dan pigmentasi kulit menurun, dorongan seksual menurun. Pada tahap ini orang merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan akibat radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik, yang dapat menghasilkan penyakit, seperti kanker, arthritis (radang sendi), berkurangnya memori, penyakit jantung koroner, dan diabetes. 3.
Tahap klinik (usia lebih dari 45 tahun )
Pada tahap ini, penurunan kadar hormon terus menurun yang meliputi DHEA, melatonin, growth hormone, testosteron, estrogen, dan hormon tiroid. Penurunan bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin, dan mineral juga terjadi. Densitas tulang menurun, massa otot berkurang sekitar satu kilogram setiap tiga tahun, yang mengakibatkan ketidakmampuan membakar kalori, meningkatnya lemak tubuh, dan berat badan. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulai mengalami kegagalan. Ketidakmampuan menjadi faktor utama sehingga mengganggu keharmonisan banyak pasangan. Dengan melihat ketiga tahap ini, ternyata proses penuaan tidak selalu harus dinyatakan dengan gejala atau keluhan. Ini menunjukkan bahwa orang yang tidak mengalami gejala atau keluhan, bukan berarti tidak mengalami proses penuaan. Lebih jauh, hal ini dapat menjadi pegangan bahwa untuk mengatasi proses penuaan jangan menunggu sampai muncul gejala atau keluhan yang nyata (Pangkahila, 2011).
2.1.3 Penuaan Kulit Proses penuaan kulit terbagi dua yaitu penuaan karena faktor intrinsik dan penuaan karena faktor ekstrinsik. Penuaan intrinsik terjadi seiring bertambahnya umur kronologis yang mencerminkan pengaruh genetik dan perubahan hormonal individu. Penuaan karena faktor ekstrinsik disebabkan oleh faktor eksternal seperti rokok, alkohol berlebihan, gizi buruk, dan paparan sinar matahari. Penuaan karena faktor ekstrinsik dapat dikurangi dengan usaha anti aging. Hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa penuaan kulit dipercepat oleh faktor eksternal, sekitar 80% diakibatkan oleh paparan sinar matahari (Baumann dan Saghari, 2009a).
Penuaan karena faktor intrinsik atau penuaan dengan proses alamiah, dimulai sejak sekitar usia 20 tahun, yaitu dimulainya fase penuaan preklinis pada usia 25 tahun. Penuaan intrinsik terjadi karena akumulasi kerusakan endogen akibat pembentukan senyawa oksigen reaktif selama metabolisme oksidasi seluler. Pemendekan telomere pada pembelahan sel menurunkan faktor pertumbuhan, dan juga penurunan kadar hormon menyebabkan terjadinya penuaan intrinsik. Gambaran histologik yang tampak yaitu atrofi epidermis, pendataran epidermal rete ridges dan atrofi dermis. Penuaan ekstrinsik akan lebih terlihat pada daerah yang terbuka seperti wajah, leher, dada, dan bagian luar lengan. Ini diakibatkan akumulasi paparan sinar matahari sepanjang hidupnya. Secara klinis akan tampak kerutan yang lebih dalam dan lesi pigmentasi seperti frecle, lentigo, dan melasma, bahkan dapat juga terjadi lesi depigmentasi seperti hipomelanosis gutata (Baumann dan Saghari, 2009). 2.2 Efek Sinar Ultraviolet Sinar ultraviolet dibagi dalam 3 spektrum yaitu UVC (270-290 nm), UVB (290320 nm), dan UVA (320-400 nm). Paparan sinar UVC tidak akan sampai ke permukaan bumi karena diserap oleh lapisan ozon dan atmosfir, tetapi UVA dan UVB dapat mencapai permukaan bumi dan merupakan pengaruh lingkungan terbesar terhadap penuaan kulit. Walaupun rasio UVA : UVB adalah 20 : 1, sinar UVB memberikan efek samping lebih banyak daripada UVA (Alam dan Harvey, 2010). Paparan UVA dan UVB pada kulit dapat menurunkan antioksidan endogen pada semua lapisan kulit seperti glutathione (GSH), Superoxide dismutase (SOD), katalase, dan ubiquinol (Pandel et al., 2013). Sedangkan paparan UVA dan UVB menghasilkan
radikal bebas seperti Hydrogen Peroxidase, Anion Superoxide, Nitric Oxide sehingga dapat terjadi reative oxygen species (Icihashi et al., 2009).
Oksigen Katalase
Air
Superoksid Dismutase
Radikal Superoksid
Hidrogen Peroksidase Reaksi Fenton
Radikal Hidroksil
Glutation Peroksidase
Air
Gambar 2.1
Proses terjadinya Reactive Oxygen Species (ROS). Photon UV berinteraksi dengan atom oksigen untuk membentuk radikal bebas seperti superoxide, hydrogen peroksidase dan radical hidrosil yang paling reaktif. Radikal bebas menyerang molekul besar seperti protein, lemak, RNA dan DNA, sehingga merusak struktur dan fungsinya. Enzim yang berfungsi untuk detoksifikasi dan proteksi seperti superoxide dismutase, katalase, dan glutation peroksidase melakukan detoksifikasi dan mengurangi kadar terjadinya ROS ke sel.(Orazio et al., 2013) Kerusakan kulit yang disebabkan oleh paparan sinar matahari sangat tergantung dari seberapa sering dan lamanya paparan, jenis sinar UV serta jumlah melanin di kulit (tipe kulit seseorang). Gejala klinis yang dapat terjadi karena Photoaging seperti kerut, hiperpigmentasi, kulit kasar, kulit kering, kulit sagging, atrofi berat, telangiectasis, elastosis, actinic purpura, lesi precancer, kanker kulit, dan melanoma (Pandel et al., 2013). 2.2.1 Efek Akut Sinar Ultraviolet
2.2.1.1 Eritema Eritema atau sunburn adalah reaksi inflamasi akut pada kulit yang ditandai dengan kemerahan setelah paparan sinar matahari. Eritema yang terbentuk tergantung pada panjang gelombang. Jenis ultraviolet yaitu : ultraviolet A (320-340 nm) terbagi dua yaitu UVA 1 dn UVA 2. UVA 2 lebih meningkatkan eritema dibandingkan UVA 1. Efektifitas eritema menurun sebanding dengan panjang gelombang. Eritema juga dapat disebabkan oleh paparan sinar ultraviolet B (UVB), namun responnya jauh lebih lambat daripada UVA dan mencapai puncak setelah paparan 6-24 jam tergantung dosis (Taylor, 2005). Dosis UV yang menyebabkan kemerahan (eritema) minimal, dapat dilihat biasanya 24 jam setelah radiasi disebut minimal erythema doses (MED). Nilai MED bervariasi tergantung fototipe kulit, warna kulit dan lokasi anatomi individu, sedangkan standard erythemal dose (SED) adalah kemerahan yang terjadi dengan paparan UV 100 joule per meter persegi (J/m²) (Autier et al., 2006). 2.2.1.2 Pigmentasi Keluhan yang sering dikeluhan pasien adalah hiperpigmentasi seperti freckle, lentigo dan melasma (Bauman dan Saghari, 2009b). Respon pigmentasi kulit mengikuti paparan sinar matahari yang terdiri dari reaksi kecoklatan (tanning) dan pembentukan melanin baru. Respon kecoklatan pada kulit tergantung panjang gelombang ultraviolet. Eritema yang diinduksi oleh UVB diikuti dengan pigmentasi. Melanisasi yang terjadi akibat paparan kumulatif UVA bertahan lebih lama dibandingkan dengan yang terjadi akibat paparan UVB. Perbedaan ini terjadi akibat lokalisasi pigmen yang diinduksi UVA lebih basal (Taylor, 2005).
Paparan sinar UVA menghasilkan intermediate pigmentary darkening. Pada proses tersebut terdapat peningkatan oksidasi dan distribusi dari melanin yang sudah terbentuk sebelumnya, terjadi beberapa menit setelah paparan dan bertahan selama 6-8 jam. Paparan sinar UVB dan sinar UVA menghasilkan delayed pigmentary darkening, pada proses
ini
terdapat
peningkatan
aktifitas
tirosinase,
pembentukan
melanin,
bertambahnya jumlah sel melanosit dan meningkatnya distribusi melanin ke keratinosit, mulai terjadi 2-3 hari setelah paparan dan bertahan selama 10-14 hari (Baumann dan Saghari, 2009b). Tabel 2.1 Pigmentasi Kulit, Fitzpatrick Scale dan Resiko sinar UV (Orazio et al., 2013) Fitzpatrick Phototype
I
II
III
IV
V
Phenotype
Kulit putih terang, Mata biru/hijau, Sering terjadi Freckle, Eropa Utara/ British
Epidermal Eumelanin
Respon Cutaneus terhadap UV Selalu terbakar,
+/-
Peels, tidak pernah Tans
Kulit berwarna putih, Mata Biru,Hazel atau Coklat, Rambut Merah, Pirang atau Coklat, Eropa/Scandinavia
+
Mudah terbakar, Peels, Minimal Tans
Kulit putih , Mata Coklat, Rambut Gelap, Eropa Selatan / Eropa
++
Terbakar Moderat, Tanning
+++
Jarang Terbakar, Mudah Tans
++++
Jarang Terbakar, Mudah Tans
Kulit Coklat Terang, Mata Gelap, Rambut Gelap, Mediteerania, Asia atau Latin Kulit Coklat, Mata Gelap, Rambut Gelap, Indian Timur, America Asli, Latino atau Africa
MED (mJ/cm²)
Resiko Kanker
15-30
++++
25-40
+++/++++
30-50
+++
40-90
++
60-90
+
VI
Kulit Hitam, Mata Gelap, Rambut Gelap, Afrika atau Aborigin
+++++
Hampir tidak pernah terbakar, Tans terjadi
90-150
+/-
Minimal erythemtous dose (MED) adalah jumlah radiasi UVB yang dapat menyebabkan terjadinya kemerahan dan inflamasi pada kulit 24-48 jam setelah terpapar. (misalnya dosis terendah UV yang dapat menyebabkan sunburn). Semakin sensitive UV seorang individu, semakin rendah MED nya.
Gambar 2.2 Perbedaan gambaran histology melanin pada lapisan epidermis dari
berbagai ras
kulit manusia (Orazio et al., 2013)
2.2.1.3 Kerusakan DNA Melanin merupakan pelindung bagi sel kulit, karena melanin akan mengelilingi permukaan inti sel, menyerap proton dan radikal bebas sebelum bereaksi dengan DNA dan sel-sel lainnya. Paparan sinar matahari yang berlebihan dan kronis akan menembus kemampuan proteksi kulit ini, sehingga dapat menyebabkan kerusakan hingga pada tingkat DNA. Kerusakan DNA dapat menyebabkan p53 mengaktifkan cell-cycle arrest dan memfasilitasi perbaikan DNA. Tetapi, apabila kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki maka p53 akan menstimulasi jalur apoptosis (Baumann dan Saghari, 2009b). Radiasi UVA dapat juga mengakibatkan lesi pada DNA walaupun daya rusak lebih lemah dibandingkan UVB (Taylor, 2005; Krutmann, 2011). 2.2.2 Efek Kronik Sinar Ultraviolet 2.2.2.1 Photoaging
Kulit merupakan bagian tubuh manusia yang paling luas. Photoaging adalah kerusakan kulit yang disebabkan oleh seringnya terkena paparan sinar matahari. Photoaging mengakibatkan, kerusakan jaringan penyangga, kerusakan melanosit dan mikrovaskuler (Alam dan Havey, 2010). Paparan sinar matahari yang kronis dapat mengakibatkan terjadinya prematur aging (penuaan dini) yang ditandai oleh kerutan di kulit, dispigmentasi, warna pucat, perubahan tekstur, kehilangan elastisitas dan timbulnya prekanker pada kulit. Tanda perubahan epidermal yaitu gangguan pigmentasi seperti keratosis seboroik, lentigo, dan hiperpigmentasi luas (Alam dan Havey, 2010). Penuaan pada kulit manusia secara alami diakibatkan oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik, tapi diperberat oleh radiasi UVA dan UVB, maka disebut sebagai photoaging. Radiasi oleh sinar UVB lebih banyak diserap oleh jaringan epidermis, hal ini yang menyebabkan banyak perubahan pada keratinosit. Radiasi sinar UVA dapat mempengaruhi baik keratinosit epidermis maupun fibroblast di dermis. Pengaruh UVA terhadap penuaan kulit bersifat tidak langsung, yaitu dengan terbentuknya reactive oxygen species (ROS), kemudian akan merusak untai DNA, mengaktivasi faktor transkripsi dan peroksidase lipid. Sebaliknya, pengaruh UVB terhadap penuaan kulit bersifat langsung, yaitu terjadi cross-linking basa pirimidin maupun kerusakankerusakan DNA lainnya (Alam dan Havey, 2010). Pada kulit yang mengalami photoaging dapat memperlihatkan gambaran klinis berupa permukaan kasar, bernodus, kerutan halus, bercak kekuningan, kering, dan telangiektasis (Taylor, 2005; Yaar dan Glichrest, 2008; Krutmann, 2011). 2.2.2.2 Fotokarsinogenesis
Kerusakan DNA akibat paparan kronis sinar matahari merupakan penyebab utama terjadinya kanker kulit. Data epidemiologi menunjukkan bahwa paparan kronis sinar UV merupakan penyebab 65% terjadinya melanoma dan 90% kanker kulit nonmelanoma. Kanker kulit primer diklasifikasikan berdasarkan sel asal dari kanker tersebut, skuamous sel karsinoma dan basal sel karsinoma berasal dari keratinosit epidermis,
sedangkan
melanoma maligna
berasal
dari melanosit. Penelitian
menunjukkan bahwa basal sel karsinoma terjadi akibat paparan sinar UV yang merubah jalur sinyal hedgehog, dimana sinyal hedgehog ini merupakan sinyal pertumbuhan sel (Brown dan Schleve, 2011). Pada kasus melanoma, kulit yang terpapar sinar UV secara intermiten akan mengalami mutasi pada gen B-raf, sedangkan pada kulit yang terpapar sinar UV kronis akan mengalami mutasi gen N-ras (Michael et al., 2011).
Gambar 2.3. Proses terjadinya sunburn, kerusakan DNA oleh radisasi UV (Ichihashi et al., 2009)
2.3
Kulit Secara mikroskopik struktur kulit manusia terdiri dari: epidermis, dermis, dan
subkutis (Baumann dan Saghari, 2009a). Dua struktur yaitu epidermis dan dermis saling berhubungan dengan dermal epidermal junction. 2.3.1 Lapisan Epidermis Lapisan epidermis merupakan lapisan terluar. Ketebalan epidermis antara 0,04 mm (kulit kelopak mata) sampai 1,5 mm (kulit telapak tangan). Epidermis dibagi menjadi empat lapisan berdasarkan ciri-ciri bentuk sel dan protein intraseluler yaitu dari luar ke dalam, stratum korneum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale (germinativum) (Jain, 2012). Lapisan epidermis ini disusun oleh lapisan keratinosit, dimana keratinosit ini dihasilkan oleh stem cell yang berasal dari basal epidermis yang disebut dermal epidermal junction (DEJ). Sel keratinosit yang dihasilkan akan berkembang dan bermigrasi ke bagian atas epidermis, proses ini disebut keratinisasi (Baumann dan Saghari, 2009c). Berdasarkan proses keratinisasi dan pematangan keratinosit, maka epidermis dibagi sebagai berikut: a.
Stratum Basal. Sel basal bertanggung jawab terhadap populasi sel epidermis. Lapisan ini terdiri dari 10% stem cells, 50% amplifiying cells dan 40% postmitotic cells. Secara normal, stem cell membelah perlahan, tetapi dalam kondisi tertentu seperti proses penyembuhan dan terpapar oleh growth factor, stem cells akan membelah dengan cepat. Amplifiying cells bertanggung jawab terhadap
pembelahan sel secara keseluruhan untuk menjadi postmitotic cells yang akan bermigrasi ke lapisan lebih atas. b.
Stratum spinosum. Lapisan ini terdiri dari 5-12 lapisan mengandung granula lamelar, ceramids, cholesterol, beberapa enzim seperti protease, fosfatase, lipase dan glikosidase. Granula lamelar mengandung cathelicidin dan peptide antimikroba. Pada lapisan ini diikat oleh desmosom, yang berfungsi sebagai filament intermediet antar sel keratinosit.
c.
Stratum granulosum. Lapisan ini terdiri dari 1-3 lapisan sel granula keratohialin mengandung profilagrin yang merupakan precursor filagrin. Protein filagrin akan mengalami cross-link dengan filament keratin sehingga membentuk struktur yang kuat. Sel granula ini memiliki kemampuan anabolik untuk disolusi inti sel dan organel.
d.
Stratum korneum. Lapisan terdiri dari 15 lapisan yang sudah tidak mengndung organel sel. Bangunan lapisan ini disebut “brick mortar”, dimana brick merupakan sel keratinosit, sedangkan mortar merupakan lipid dan protein yang berasal dari granula lamelar. Lapisan ini banyak mengandung asam amino sehingga punya kemampuan mengikat air. Stratum korneum disebut juga lapisan mati, karena sel sudah tidak mensitesis protein dan tidak dapat menangkap sinyal sel. Fungsi dari lapisan ini sebagai pelindung transepidermal water loss (TEWL), kelembaban dan fleksibilitas kulit. Siklus keratinisasi ini berlangsung selama 2646 hari (Baumann dan Saghari, 2009c).
Gambar 2.4 Struktur epidermis. Struktur kulit dalam potongan melintang terdiri dari 5 lapisan (dari yang paling luar): stratum korneum, stratum lucidum, stratum granulosum, stratum spinosum, stratum basale.Stratum lucidum hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki. (Baumann, 2009)
Beberapa sel lainnya yang terdapat di lapisan epidermis adalah melanosit, yaitu sel dendritik di bagian stratum basal, berfungsi mensintesis melanin. Satu sel melanosit akan mendistribusikan melanin ke 36 lapisan keratinosit. Sel langerhans, berfungsi sebagai imunitas, dan sel merkel, fungsinya masih belum jelas, tetapi sel ini berkaitan dengan serabut saraf dan kelenjar endokrin (Scott dan Bennion, 2011). Membran basal merupakan lapisan homogen dengan ketebalan 0,5-1 mm mengandung banyak komponen pengikat antara stratum basal dengan lapisan dermis. Lapisan atas membran basal adalah tonofilamen sitoplasma dari sel basal yang akan mengikat membran basal oleh hemidesmosom. Hemidesmosom berikatan dengan lusida dan lamina densa dari membran basal. Membran ini akan mengeluarkan serat fibril yang dapat mengikat serat kolagen di lapisan dermis, sehingga lapisan ini akan membentuk struktur yang kuat mengikat lapisan epidermis dengan lapisan dermis (Scott dan Bennion, 2011).
2.3.2 Lapisan Dermis Lapisan ini berada dibawah lapisan epidermis, terdiri dari struktur kolagen, folikel rambut, kelenjar sebasea, kelenjar apokrin, kelenjar ekrin, pembuluh kapiler, pembuluh limfatik dan pembuluh saraf. Sel utama pada lapisan ini adalah sel fibroblast, yang akan menghasilkan kolagen (70-80%) untuk kekenyalan, elastin (1-3%) untuk elastisitas dan proteoglikan untuk kelembaban (Scott dan Bennion, 2011). Kolagen pada kulit merupakan kolagen tipe I dan tipe III yang membentuk struktur horizontal di dermis, diselingi oleh serat elastin. Serat oksitalan adalah serat elastin yang ditemukan di papilla dermis membentuk struktur tegak lurus hingga ke permukaan kulit. Proteoglikan terutama asam hialuronat merupakan substansi amorf di sekelilingnya terdapat serat kolagen dan serat elastin. Fungsi lapisan dermis ini adalah sebagai regulasi suhu melalui pembuluh darah dan keringat, proteksi mekanis oleh serat kolagen dan asam hialuronat, serat sensoris yang diatur oleh persyarafan kulit (Scott dan Bennion, 2011). 2.3.3 Lapisan Subkutis Lapisan ini berada dibawah lapisan dermis, disebut sebagai lemak subkutan karena terdiri dari sel-sel lemak. Lapisan ini memiliki tipe I, III dan V, pembuluh darah, pembuluh saraf, dan pembuluh limfe. Fungsi lapisan ini adalah sebagai cadangan lemak dan panas tubuh (Scott dan Bennion, 2011).
2.4 Melanin Melanin adalah pigmen yang dihasilkan oleh sel melanosit, berfungsi sebagai penyerap sinar UV, penahan radikal bebas sehingga dapat melindungi kulit dari
kerusakan akibat sinar UV. Jumlah melanosit akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Melanin terdiri dari dua tipe yaitu eumelanin, pigmen berwarna coklat kehitaman, dan pheomelanin, pigmen berwarna kuning kemerahan. Eumelanin berada dalam melanosom berbentuk elips, dimana sintesisnya akan meningkat apabila terpapar sinar UV. Pheomelanin lebih banyak mengandung sulfur dan asam amino sistein, terdapat dalam melanosom dalam bentuk sferis. Pada dasarnya pigmen melanin yang terdapat pada kulit, rambut dan mata adalah kombinasi antara eumelanin dan pheomelanin (Kindred et al., 2010). Distribusi melanosom berbeda berdasarkan ras. Pada ras kulit hitam melanosom berada di stratum basal, satu melanosit mengandung 200 melanosom berukuran 0,5-0,8 mm, tidak memiliki membran sehingga satu sama lain saling berlekatan, dan distribusi secara individual. Sedangkan pada ras kulit putih, melanosom banyak terdapat di stratum korneum, satu melanosit hanya mengandung 20 melanosom, memiliki membran dan distribusi secara berkelompok. Pada ras kulit putih melanosom didegradasi lebih cepat daripada ras kulit hitam oleh karena itu akan sangat sedikit ditemukan melanin pada stratum korneum pada ras kulit putih (Kindred et al., 2010). Distribusi melanosit pada dasarnya memiliki jumlah rata-rata sama pada semua ras, terdapat 2000/mm2 melanosit pada kulit kepala dan lengan bawah, 1000/mm2 pada bagian tubuh lainnya (Woolery-Lloyd, 2009).
Gambar 2.5. Distribusi melanin pada epidermis (Baumann dan Saghari, 2009c) 2.4.1 Sintesis Melanin Melanin disintesis di dalam sel melanosit dengan bantuan enzim tirosinase. Enzim tirosinase dibentuk di dalam ribosom, ditransfer ke dalam lumen retikulum endoplasma kasar, diakumulasi dalam vesikel yang dibentuk oleh kompleks golgi. Proses sintesis ini terdiri dari empat tahap, yaitu : a.
Tahap I, premelanosme ditandai dengan struktur sferis dan matriks protein amorf, sedikit aktifitas dari enzim tirosinase.
b.
Tahap II, stuktur mulai membentuk oval, aktifitas enzim tirosinase meningkat, melanin disimpan dalam matriks protein.
c.
Tahap III, terdapat peningkatan pembentukan melanin
d.
Tahap IV, melanin telah terbentuk sempurna dan matang, dengan panjang 1 µm dan diameter 4 µm. Melanosome kemudan ditransfer sepanjang mikrotubul membentuk struktur
dendritik menuju keratinosit, disebut apocopation (Scott dan Beion, 2011). Pada
dasarnya terdapat tiga enzym yang bekerja dalam mesintesis melanin yaitu tyrosinase (TRY), Thyrosinase Related Pritein 1 (TRYP-1) dan Dopachrome tautomerase (DCT), tetapi enzim tirosinase memegang peranan paling besar diantara semua enzim. Proses ini dimulai oleh hidroksilasi tirosin menjadi 3,4 dihidroksifenilalanin (DOPA) oleh enzim tirosinase, kemudian oksidasi DOPA menjadi Dopakuinon. Dopakuinon kemudian mengalami satu dari dua tahap berikut, apabila dopakuinon berikatan dengan sistein, oksidasi sisteinildopa akan menghasilkan pheomelanin. Apabila tidak berikatan dengan sistein, dopakuinon secara spontan akan menjadi dopakrom, kemudian dopakrom akan mengalami dekarboksilasi dan tautomerisasi menjadi eumelanin (Kindred et al., 2010).
Gambar 2.6. Biosintesis Melanin. Melanin merupakan pigmen yang memberi warna pada kulit,ada 2 bentuk coklat/hitam pigmen “eumelanin” melindungi sangat kuat dari UV dan merah/kuning “pheomelanin” kurang kuat melndungi dari UV. Kedua melanin, eumelanin dan pheomelanin berasal dari asam amino tirosin. Tirosinase merupakan enzim yang mengkatalisis terjadinya kedua melanin tersebut, apabila terjadi defek maka akan menyebabkan albinism.Ikatan antara pigmen pheomelanin dengan sistein terjadi karena hambatan sulfur masuk ke dalam pigmen, yang mengakibatkan warna lebih terang dan dapat menyebabkan kerusakan
kulit. Melanocyte Stimulating Hormone (MSH)-melanocortin 1receptor (MC1R) memberikan sinyal untuk menentukan jenis dan jumlah melanin yang akan dihasilkan oleh melanosit di kulit (Chang, 2009).
2.4.2 Faktor –faktor yang mempengaruhi melanogenesis Melanogenesis pada kulit manusia dipengaruhi oleh banyak hal dari faktor internal maupun eksternal. Faktor eksternal yang paling sering terjadi adalah paparan sinar UV, penuaan dan obat, sedangkan faktor internal adalah faktor hormon dan inflamasi (Costin dan Hearing, 2007).
2.4.2.1 Sinar ultraviolet terhadap produksi melanin Radiasi sinar UV menyebabkan pigmentasi oleh beberapa cara yaitu meningkatkan kerja enzim melanogenik, kerusakan DNA yang akan menstimulasi melanogenesis, meningkatkan transfer melanosom menuju keratinosit dan meningkatkan aktifitas dendritik sel melanosit (Kindred et al., 2010). Melanosit dan keratinosit memiliki respon yang sangat cepat terhadap sinar UV, baik secara parakrin maupun autokrin. Paparan sinar UV meningkatkan ekspresi propriomelanocortin (POMC) yaitu precursor dari melanocyte stimulating hormone (MSH), beserta reseptor MSH yaitu Melanocortin-1 Receptor (MC1R), TYR, TYRP-1, protein kinase C (PKC), endotelin-1 (ET-1), hormon adrenokortikotropik (ACTH), basic fibroblast growth factor (bFGF), nerve growth hormone (NGF), granulocytemacrophage colony-stimulating factor (GM-CSF), steel factor, leukemia inhibitory factor (LIF), hepatocyte growth factor (HGF) dan prostaglandin E2 (PGE-2). Sitokin, hormon dan growth factors tersebut disekresi oleh keratinosit kemudian bekerja sebagai sinyal parakrin untuk menstimulasi melanosit dan kemudian mensintesis dan
meningkatkan distribusi melanin (Costin dan Hearing, 2007). Pendistribusian melanin dipercepat dengan adanya reseptor di keratinosit yaitu protein activated receptor 2 (PAR-2), setelah reseptor ini terstimulasi maka keratinosit akan menangkap melanosom yang sudah disintesis oleh melanosit (Baumann dan Saghari, 2009b).
Gambar 2.7. Jalur sinyal keratinosit dan melanosit pada melanogenesis (Costin dan Hearing, 2007) Sinar UVA akan menstimulasi pigmentasi hingga terbentuk tanning, namun efeknya hanya sementara, dibandingkan UVB yang efeknya jauh lebih lama. Sinar UVA harus bereaksi terlebih dahulu dengan fotosensitiser endogen (flavin, porfirin, melanin), sedangkan UVB dengan kuinon dan flavin, menghasilkan ROS yang pada akhirnya dapat merusak untaian tunggal DNA. Sinar UVB menstimulasi pigmentasi tidak hanya menyebabkan tanning, tapi juga menyebabkan sunburn. Delayed tanning yang dihasilkan oleh sinar UVB akan meningkatkan jumlah sel melanosit dan proses melanogenesis. Seluruh spektrum sinar UV akan bereaksi dengan target molekul
didalam sel yaitu molekul kromofor. Molekul kromofor yang akan menyerap sinar UV ini adalah basa asam nukleat yaitu purin dan pirimidin, dan protein yaitu triptofan dan tirosin (Costin dan Hearing, 2007). Produk-produk yang disahihkan oleh DNA setelah terpapar UVB telah banyak diteliti karena efeknya terhadap kanker kulit. Produk-produk tersebut adalah cyclobutyl pyrimidine dimers (CPDs) dan (6-4) photo products. Proses sintesis secara langsung juga dapat disebabkan oleh nitric oxide (NO), telah diketahui bahwa NO adalah massanger molecule intraseluler dan interseluler, yang akan meningkatkan cyclic guanosine monophosphate (cGMP) sehingga menstimulasi proses sintesis melanin (Costin dan Hearing, 2007).
Gambar 2.8. Mekanisme hiperpigmentasi oleh radiasi UV Radiasi sinar UV dapat memicu terjadinya ROS. ROS memicu keluarnya Nitrite Oxide (NO), Protein Kinase, Melanocyte Stimulating Hormone (MSH) yang dapat merangsang terjadinya proses melanogenesis.Melanogenesis dapat memicu terbentuknya melanin oleh melanosit. (Costin et al., 2007)
2.4.2.2 Penuaan memicu produksi melanin
Dengan bertambahnya usia, jumlah sel melanosit akan berkurang 10-20% per dekade. Penurunan jumlah sel melanosit ini terdapat di area yang tidak terpapar sinar matahari maupun area yang terpapar. Proses ini juga diikuti dengan menurunnya vaskularisasi di kulit sehingga kulit terlihat lebih pucat. Tetapi, dengan akumulasi paparan sinar UV sepanjang hidupnya maka terdapat bagian-bagian tertentu dari sel melanosit yang mengalami peningkatan densitas, sehingga terjadi penumpukan sejumlah lesi yang menyebabkan berbagai kelainan (Taylor, 2005).
2.4.2.3 Obat-obat yang memicu produksi melanin Obat-obatan tertentu dapat menyebabkan hiperpigmentasi kulit, seperti antibiotik sulfonamide dan tetrasiklin, beberapa jenis diuretik, nonsteroid anti inflammatory drugs (NSAID) dan obat-obat psikosis. Kontrasepsi oral dalam jangka panjang akan menyebabkan lesi hiperpigmentasi yang terutama terdapat di bagian wajah, begitu pun obat epilepsi seperti hidantoin. Hasil suatu penelitian menunjukkan peningkatan aktivitas melanin pada orang-orang yang diberi pengobatan klorokuin. Levodopa, yaitu obat yang diberikan pada pasien Parkinson juga meningkatkan produksi melanin, karena telah diketahui bahwa DOPA secara normal dirubah menjadi melanin, walaupun hipotesis ini masih lemah karena kurang bukti penelitian ilmiah. Bahan-bahan metal seperti arsen, bismuth, emas dan perak akan berikatan dengan gugus sulfihidril, dimana gugus sulfihidril ini sebenarnya menghambat aktifitas enzim tirosinase, dengan terhambatnya kerja sulfihidril maka produksi melanin meningkat. Beberapa kemoterapi juga
menyebabkan
hiperpigmentasi,
yaitu
cyclophosphamide,
5-flouroursil,
doxorubicin, dan bleomycin, mekanismenya belum jelas diketahui, tetapi kemungkinan
besar akibat toksisitas langsung bahan tersebut terhadap melanosit (Costin dan Hearing, 2007).
2.4.2.4 Hormon yang memicu produksi melanin Selama masa kehamilan terutama trimester terakhir, terdapat peningkatan hormon estrogen, progesteron, dan Melanin Stimulating Hormone (MSH). Hormon seks steroid dapat meningkatkan gen transkripsi yang mengkode enzim melanogenik yaitu TYR dan DCT. Sel melanosit memiliki reseptor estrogen baik di sitosol maupun di inti sel, sedangkan dari hasil sebuah penelitian menyatakan bahwa hormon estrogen dapat bekerja pada sel keratinosit melalui jalur genomik dan non genomic. Hormon estrogen bekerja dengan mengikat reseptornya yaitu estrogen receptor ά (ERά) dan estrogen receptor β (ERβ). ERά terdapat pada jaringan reproduksi, tulang, kardiovaskuler dan otak, baik pada perempuan maupun laki-laki. ERβ juga terdapat di jaringan reproduksi, paru-paru, kandung kemih, jantung, ginjal dan kulit. Estrogen memiliki fungsi yang berbeda-beda berdasarkan tipe sel yaitu keratinosit, fibroblast dan melanosit. Pada keratinosit, estrogen akan menstimulasi proliferasi sel keratinosit, yang juga akan meningkatkan sekresi GM-CSF (Costin dan Hearing, 2007). Hiperpigmentasi atau melasma juga dapat terjadi dengan mengkonsumsi kontrasepsi oral, selain itu dapat terjadi pada penggunaan obat Photosensitizing, tumor ovarium ringan atau gangguan fungsi tiroid (Pangkahila, 2014) . Melasma merupakan suatu keadaan yang dapat sembuh sendiri, tapi akan kembali lagi apabila ada ketidakseimbangan hormon yang disebabkan oleh karena obat (Pangkahila, 2014) .
Gambar 2.9. Mekanisme hiperpigmentasi estrogen Membran dan sitosol sel melanosit mengandung banyak reseptor estrogen, sehingga hormone steroid (contohnya: estrogen) dapat memicu tanskripsi terbentuknya hormone tirosinase dan dopakrom tautomerase, sehingga terjadilah proses melanogenesis (Costin dan Hearing, 2007). 2.4.2.5 Inflamasi yang memicu produksi melanin Proses inflamasi pada kulit akan menstimulasi keratinosit, melanosit dan sel-sel inflamasi lainnya untuk memproduksi sitokin dan mediator inflamasi, seperti leukotrien (LT), prostaglandin (PG) dan tromboksan (TXB). Mediator-mediator inflamasi ini akan meningkatkan sintesis melanin dan distribusi melanin. Mekanisme kerja mediator inflamasi ini belum jelas, namun terdapat penelitian yang menyatakan bahwa sel melanosit memiliki reseptor produk-produk inflamasi, hal inilah yang melatarbelakangi terjadinya post inflammatory hyperpigmentation (PIH) (Kindred dan Halder, 2010).
2.5
Kelainan pigmentasi kulit
2.5.1 Lentigo Lentigo disebut juga lentigo solaris atau liver spots. Lesi ini mengenai 60 % dari usia lanjut. Mekanisme kerja lentigo yaitu adanya proliferasi melanosit yang terdapat pada daerah dermo-epidermal junction.
Mula–mula tampak
bercak kecil dengan
ukuran kurang dari 1 mm, berwarna coklat muda–kehitaman, berbentuk bulat, semakin membesar, tersebar sampai ukuran beberapa centimeter. Biasanya timbul di daerah terpapar sinar matahari seperti wajah, punggung tangan, lengan dan punggung (Goichnik et al., 2008).
2.5.2 Freckles ( Efelid ) Bercak pigmentasi berwarna coklat terang dengan ukuran lebih kecil dari lentigo, permukaannya rata dengan kulit. Biasanya terdapat di daerah kulit yang terpapar sinar matahari. Perbedaannya dengan lentigo, pada freckles sel melanosit normal akan tetapi produksi pigmen melanin meningkat di lapisan basal epidermal (Lapeere et al., 2008).
2.5.3 Melasma Melasma merupakan bercak hipermelanosis yang sering ditemukan, ditandai sering muncul di daerah terpapar sinar matahari di wajah, terutama ditemukan pada seseorang dengan tipe kulit fitzpatrick IV, V, VI. Wanita lebih sering terkena terutama usia produktif. Gambaran klinis berupa bercak ireguler di wajah, berwarna coklat muda sampai coklat tua dengan batas tegas dan biasanya simetris. Terdapat 3 macam pola distribusi melasma yaitu sentrofasial, (63% : dahi, hidung, dagu, di atas bibir), malar (21% : hidung dan pipi), dan mandibular (16% : ramus mandibula). Dengan pemeriksaan lampu Wood melasma diklasifikasikan sebagai tipe epidermal, dermal dan campuran, tetapi sebagian besar pasien melasma memiliki distribusi melanin di epidermis bagian basal dan dermis (Lapeere et al., 2008). 2.5.4 Melanoma Maligna
Melanoma maligna merupakan tumor yang berasal dari sel melanosit. Faktorfaktor risiko yaitu adanya riwayat sunburn atau terpapar sinar matahari berlebih, banyak terjadi pada kulit putih. Tumor ini pada pria sering ditemukan pada daerah punggung dan tungkai bawah, sedang pada wanita sering ditemukan di daerah badan. Melanoma maligna mempunyai 3 bentuk yaitu lentigo maligna melanoma, superficial spreading melanoma, dan nodular melanoma (Lapeere et al., 2008).
Gambar 2.10 Pengaruh Pigmentasi terhadap Resiko Kanker Kulit. Individu berkulit puti h dengan rendahnya tingkat melanin di epidermis menampilkan fenotpe sensitif UV, cenderung terjadi su nburn daripada tan setelah terpapar UV. Data menunjukan bahwa terjadinya mutasi terkait dengan ketid ak seimbangan dan gangguan terjadinya tanning, khususnya gangguan sinyal pada MC1R, yang dihubun gkan dengan tidak efisiennya perbaikan DNA pada melanosit. (Orazio et al., 2013).
2.5.5 Hiperpigmentasi Paska Inflamasi Hiperpigmentasi ini terjadi disebabkan oleh obat, reaksi fototoksis, infeksi, trauma dan alergi. Gambaran klinis berupa makula hiperpigmentasi. Gambaran histologi didapatkan timbunan pigmen dengan akumulasi melanophages dan peningkatan melanin di lapisan dermal atau epidermal (Laperee et al., 2008).
2.5.6 Okronosis Okronosis disebabkan oleh penggunaan obat-obatan yang akan membentuk substansi lir asam homogentistik polimer selama metabolismenya. Tampak sebagai hiperpigmentasi asimtomatik pada wajah, leher, punggung dan tungkai. Pemeriksaan histopatologi ditemukan sekumpulan globul coklat kekuningan (ochronotic) pada pars papilaris dermis. Kelainan ini paling sering terjadi pada penggunaan jangka panjang hidrokuinon. Okronosis eksogen biasanya terjadi setelah penggunaan anti malaria, produk mengandung resorsinol, fenol, air raksa, dan picric acid (Lapeere et al., 2008).
2.6 Faktor–Faktor yang menghambat Melanogenesis Penghambat melanogenesis banyak digunakan sebagai bahan aktif dari produk-pro duk yang dapat merawat kelainan kulit berupa hiperpigmentasi. Mekanisme kerjanya da pat melalui penghambat enzim tirosinase, penghambat transfer melanosom, agen sititok sik terhadap melanosit dan antioksidan (Baumann dan Allemann, 2009).
2.6.1 Penghambat Enzim Tirosinase Bahan-bahan penghambat enzim tirosinase yang sudah beredar selama ini antara lain: 1.
Hidrokuinon ( HQ ), merupakan gold standard untuk terapi hiperpigmentasi. Kons entrasi mulai dari 2% hingga kurang dari 10%, telah banyak digunakan untuk mela sma dan PIH. Hidrokuinon juga menghambat metabolisme sel secara reversibel de ngan mempengaruhi kerja sintesis ribonucleic acid (RNA) dan DNA. Efek yang di hasilkan agen ini dapat menurunkan lesi hiperpigmentasi hingga 90% (Baumann da n Alleman, 2009).
Hidrokuinon mempunyai mekanisme kerja menghambat kerja enzim tirosinase, me rusak sel melanosit langsung, mempercepat degradasi melanosom, menghambat sin tesis enzim melanogenesis (Bruce, 2013). 2.
Aloesin, senyawa kimia C-glycosylated chromone ini berasal dari tanaman aloe ver a. Senyawa ini akan menghambat enzim tirosinase dengan dua cara, menghambat h idroksilasi tirosin menjadi DOPA dan oksidasi DOPA menjadi DOPAkinon. Aloesi n memiliki efek inhibisi lebih kuat dibanding arbutin dan asam kojik.
3.
Arbutin, senyawa kimia β-D-glucopyranoside merupakan sebuah molekul hidrokui non yang berikatan dengan glukosa. Arbutin berasal dari berbagai tanaman seperti pohon pir, gandum dan bearberry, mekanisme kerjanya lebih kepada penghambat r eversibel aktivitas enzim tirosinase di dalam melanosit daripada menurunkan sintes is enzim tirosinase itu sendiri.
4.
Flavonoid, merupakan turunan benzopyrane yang memiliki cincin fenol dan cincin pyrane, lebih dari 4000 flavonoid telah diidentifikasikan dari berbagai tanaman. Pa da lapisan epidermis, sinar ultraviolet khususnya UVB dapat menghasilkan ROS te rutama dari proses lipid peroksidase membran keratinosit dan melanosit. Flavonoid dapat berfungsi sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas ini, sehingga m enyebabkan terjadi gangguan proses melanogenesis dengan menghambat dan mene tralisir ROS.
5.
Hidrokumarin, merupakan senyawa kumarin yang bekerja langsung pada enzim tir osinase sehingga menghambat melanogenesis dan juga menghambat sintesis glutati on. Kombinasi antara senyawa ini dengan vitamin E dapat mencegah hiperpigment asi dengan bekerja sebagai penetralisir radikal bebas.
6.
Asam kojik, merupakan metabolit jamur seperti Aspergillus, Acetobacter dan Penic illium. Mekanisme kerjanya adalah dengan mengikat copper sehingga aktivitas enz im tirosinase terhambat. Keuntungan lain adalah asam kojik memiliki efek pengaw et dan antibiotik sehingga bahan ini lebih stabil sebagai produk (Baumann dan Alle man, 2009).
2.6.2 Penghambat Transfer Melanosom 1.
Niasinamid, disebut juga sebagai nikotinamid merupakan zat aktif dari vitamin B3. Niasinamid selain bekerja sebagai penghambat transfer melanosom ke keratinosit, j uga memiliki efek anti inflamasi, antioksidan dan imunomodulator. Sebuah peneliti an menunjukkan efek inhibisi niasinamid hingga 68%.
2.
Kedelai, kedelai memiliki protein yang dapat mencerahkan kulit yaitu soybean trypsin inhibitor (STI) dan Bowman-Birk inhibitor (BBI). Mekanisme kerjanya adalah menghambat aktifasi PAR-2 sehingga melanosom tidak dapat ditransfer kedalam keratinosit (Baumann dan Alleman, 2009).
2.6.3 Antioksidan Antioksidan merupakan molekul yang dapat menghambat atau menghentikan kerusakan oksidatif yang terjadi dengan cara memberikan senyawa elektron kepada molekul radikal bebas sehingga dapat meredam efek negatif dari radikal bebas tersebut (Halliwell dan Guttridge, 2007). Antioksidan dibedakan menjadi 2 golongan berdasarkan mekanisme pencegahan terhadap radikal bebas (Murray, 2009), yaitu:
1.
Antioksidan pencegah, yaitu antioksidan yang berfungsi mencegah terbentuknya radikal yang paling berbahaya bagi tubuh, antara lain: a.
Super Oxide Dismutase (SOD), terdapat didalam mitokondria dan sitoplasma sel tubuh manusia.
b.
Katalase, yang bekerja sebagai katalisator H2O2 menjadi H2O dan O2.
c.
Glutation Peroksidase, dapat meredam H2O2 menjadi H2O melalui sistem siklus redoks glutation.
d.
Senyawa yang mengandung gugusan sulfhidril (glutation, sistein, kaptopril) dapat mencegah timbunan radikal hidroksil dengan mengkatalisir H2O.
2.
Antioksidan pemutus rantai (chain breaking) Antioksidan pemutus rantai adalah zat yang dapat memutuskan rantai reaksi
pembentukan radikal bebas asam lemak pada membran sel untuk mencegah peroksidasi lemak. Contoh: antioksidan pemecah rantai antara lain vitamin C, vitamin E, betakaroten, glutation dan sistein. Antioksidan juga dapat dibedakan berdasarkan sumber atau asal antioksidan itu sendiri, yaitu: 1.
Antioksidan endogen, berasal dari dalam tubuh. a. Antioksidan enzimatis, yaitu SOD, katalase, glutation reduktase, glutation peroksidase. b. Antioksidan non-enzimatis, yaitu glutation, bilirubin, albumin, transferin, plasmin, feritin, sistein.
2.
Antioksidan eksogen, berasal dari luar tubuh. a. Mikronutrient.
b. Antioksidan sintetik (butylated hydroxyl anysol). Mekanisme kerja antioksidan dibedakan menjadi 3 macam (Moini et al., 2002), yaitu: 1.
Antioksidan primer Antioksidan primer bekerja dengan cara menetralisir radikal bebas dengan cara
mendonasi satu elektronnya, contohnya adalah SOD, katalase dan glutation peroksidase. Antioksidan ini bekerja untuk mencegah pembentukan senyawa radikal bebas yang baru dengan cara mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang dampak negatifnya kurang, yang selanjutnya akan dinetralisir oleh antioksidan lain seperti vitamin C, vitamin E, CoQ10 dan flavonoid. 2.
Antioksidan sekunder Antioksidan ini berfungsi untuk menangkap berbagai senyawa dan mencegah
terjadinya reaksi berantai. Mekanisme ini bekerja dengan mengikat logam transisi pemicu ROS dan selanjutnya menyingkirkannya. Jenis antioksidan ini antara lain vitamin C, vitamin E, dan betakaroten. 3.
Antioksidan tertier Antioksidan tertier ini berfungsi dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat
reaktivitas radikal bebas, dimana kerja dari antioksidan ini sebagai sistem enzim DNA repair dan metionin sulfoksida reduktase, sehingga protein yang telah teroksidasi akan diproses oleh enzim lipase dan peroksidase. Antioksidan bekerja melalui 3 cara, yaitu: 1. Mengikat / scavenging ( R + PH* RH + P* ) 2. Menghambat / inhibitory ( RO2 + PH* ROOH + P ) 3. Proteksi ( ROOH + PH* ROH + POH )
dimana R adalah komponen bervariasi, dan PH adalah antioksidan protektif yang mampu memberikan ion hidrogen (Wenk et al., 2001). Oleh karena itu antioksidan mempunyai fungsi mengikat ROS, menghambat terbentuknya radikal bebas dan memutuskan rantai aktivias metal chelation (Chen et al., 2005).
2.7 Kulit batang pohon nangka Pohon nangka mempunyai nama latin Artocarpus Heterophyllus dengan klasifikasi tanaman sebagai berikut : Kingdom
:
Plantae
Divisio
:
Magnoliopsida
Ordo
:
Urticales
Familia
:
Moraceae
Genus
:
Arthocarpus
Species
:
Arthocarpus heterophyllus
Pohon Artocarpus Heterophyllus merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari India dan menyebar ke darah tropis termasuk Indonesia. Di Indonesia pohon ini memiliki beberapa nama daerah antara lain nongko/nangka (Jawa, Gorontalo), anane (Ambon), lumasa/malasa (Lampung), nanal atau krour (Irian Jaya), nangka (Sunda). Beberapa nama asing yaitu: jackfruit, jack (Inggris), nangka (Malaysia), kapiak (Papua Nugini), liangka (Filipina), peignai (Myanmar), khnaor (Kamboja), mimiz, miiz hnang (Laos), khanun (Thailand), mit (Vietnam) (Prihatman, 2000). Berdasarkan sosok pohon dan ukuran buah nangka terbagi dua golongan yaitu
a.
Nangka buah besar : tinggi mencapai 20-30 m, dameter batang mencapai 80 cm dan umur mulai berbuah sekitar 5-10 tahun.
b.
Nangka buah kecil : tinggi mencapai 6-9 m, diameter batang mencapai 15-25 cm dan umur mulai berbuah sekitar 18-24 bulan. Batang pohon nangka tegak berkayu, bulat, kasar dan berwarna hijau kotor. Daun
A.Heterophyllus tunggal berseling lonjong memiliki tulang daun yang menyirip, daging daun tebal, tepi rata, ujung runcing panjang 5-15 cm, lebar 4-5 cm, tangkai panjang lebih kurang 2 cm dan berwarna hijau. Bunga nangka merupakan bunga majemuk yang berbentuk bulir, berada di ketiak daun dan berwarna kuning. Bunga jantan dan betinanya terpisah dengan tangkai yang memliki cincin, bunga jantan yang ada di batang baru diantara daun atau di atas bunga betina. Buah berwarna kuning ketika masak, oval dan berbiji coklat muda (Prihatman, 2000) Manfaat daun tanaman ini direkomendasikan oleh pengobatan ayurveda sebagai obat anti diabetes karena ekstrak daun nangka memberi efek hipoglikemi (Chandrika, 2006). Selain itu daun pohon nangka juga dapat digunakan sebagai pelancar ASI, borok (obat luar), dan luka (obat luar). Daging buah nangka muda (tewel) dimanfaatkan sebagai makanan sayuran yang mengandung albuminoid dan karbohirat. Sedangkan biji nangka dapat digunakan sebagai obat batuk dan tonik (Heyne, 1987). Biji nangka dapat diolah menjadi tepung yang digunakan sebagai bahan baku industri makanan (bahan makanan campuran). Khasiat kayu sebagai anti spasmodik dan sedative, daging buah sebagai ekspectoran, daun sebagai laktagog. Getah kulit kayu juga telah digunakan sebagai obat
demam, obat cacing dan sebagai anti inflamasi. Pohon nangka dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Kandungan kimia dalam kayu adalah morin, sianomaklurin (zat samak), flavon, dan tannin. Selain itu di kulit kayunya juga terdapat senyawa flavonoid yang baru yaitu morusin, artonin E, sikloartobilosanton, dan artonol B (Ersam, 2001). Bioaktivitasnya terbukti secara empirik sebagai antikanker, antivirus, anti inflamasi, diuretik dan anti hipertensi (Ersam, 2001). Tabel 2.2 Kandungan Senyawa Kimia Kulit Batang Artocarpus Heterophillus (Erwin, 2001) Jenis Senyawa
Kandungan Senyawa
Flavon
Sikloartokarpesin Oksidihidroartokarpesin
Preniflavon
Noratokarpin
Piranoflavon
Sikloheterofilin
Oksepinoflavon
Artonin S Artonin J
Furanodihidrobenzosanton
Artonin K Artonin L Artonin T
Terlihat dari kandungan senyawa kulit batang pohon nangka tersebut termasuk golongan flavonoid. Flavonoid yang dihasilkan oleh artocarpus heterophillus ialah adanya substituent isoprenil pada C3 dan pola 2’,4’-dioksigenasi atau 2’,4’,5’trioksigenasi pada cincin B dari kerangka dasar flavon. Ciri ini diwujudkan pada berbagai jenis senyawa flavon dengan prenil bebas pada C3, piranoflavon, oksepirnoflavon, oksosinoflavon, dihidrobenzosanton dan kuinonodihidrobenzosanton. Senyawa-senyawa ini belum pernah ditemukan pada tumbuhan lain. Selain mempunyai struktur molekul yang unik, beberapa senyawa flavon yang berasal dari artocarpus juga memperlihatkan bioaktivitas anti tumor yang tinggi pada sel leukemia (Suhartati, 2001). Berdasarkan penelitian fitokimia, ekstrak kulit batang pohon nangka (artocarpus heterophillus) memiliki kandungan flavonoid dengan 3 senyawa aktif norartocarpetin dan artocarpensin serta morin (Erwin, 2001) yang dapat menghambat aktivitas enzim tirosinase. Oleh sebab itu, ekstrak kulit batang pohon nangka merupakan kandidat kuat sebagai antioksidan (Kareem, 2012). Penelitian mengenai norarocarpetin dan artocarpensin masih sangat sedikit dibandingkan dengan turunan flavonoid lainnya, tetapi penelitian yang sudah ada menunjukkan bahwa norarocarpetin dan artocarpensin memiliki beberapa aktivitas biologi seperti antioksidan, anti inflamasi, anti kanker, antibiotik (Erwin, 2001), sebagai whitening agent (Arung et al., 2008) serta sebagai tyrosinase inhibitor (Chiari et al., 2011; Zwegel et al., 2011), sebagai anti kanker (Wisynu et al., 2014).
2.7.1 Norartocarpetin dan Artocarpesin
Noratocarpetin
(5,7,2’,4’-tetrahydroxyflavone)
dan
artocarpetin
(5,2’,4’-
trihydroxy-7-methoxyflavone) merupakan salah satu senyawa alami dari golongan flavonoid. Senyawa ini berasal dari proses isolasi dari kayu Artocarpus Heterophyllus yang mempunyai efek selain sebagai anti infamasi, anti virus, diuretik, dan anti hipertensi (Wisynu et al., 2014) juga mempunyai efek sebagai Tyrosinase Inhibitor (Chang, 2009; Nguyen et al., 2012).
Norartocapetin
Artocarpesin
Gambar 2.11. Struktur Kimia Norartocarpetin dan Artocarpesin (Ersam, 2001)
2.7.2 Mekanisme flavonoid sebagai antioksidan Paparan sinar UVB dapat menghasilkan ROS pada lapisan epidermis yang terjadi dari proses lipid peroksidase membran keratinosit dan melanosit. Flavonoid dapat berfungsi sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas, sehingga proses melanogenesis yang distimulasi oleh adanya ROS dapat dihambat dan dinetralisir. Antioksidan diperlukan untuk menangkal radikal bebas (Baumann dan Alleman, 2009).
2.7.3 Mekanisme flavonoid sebagai Thyrosinase inhibitor
Enzim tirosinase (monofenol monooksidase) adalah enzim yang mengandung cooper dengan aktivitas kimia sebagai katalisator proses hidroksilasi orto-monofenol menjadi orto-difenol dan katalisator proses oksidasi orto-difensol menjadi orto-kuinon. Penghambat enzim tirosinase dibagi menjadi 4 group, yaitu : 1.
Competitive Thyrosinase Inhibitors, merupakan zat yang dapat berikatan dengan free enzyme sehingga enzim tidak dapat berikatan dengan substratnya, contoh zat ini adalah cooper chelator, non metabolized analog dan turunan substrat itu sendiri.
2.
Uncompetitive Tyrosinase Inhibitors, merupakan zat yang hanya akan berikatan dengan kompleks enzim-substrat.
3.
Mixed Tyrosinase Inhibitors, merupakan kombinasi antara competitive dan uncompetitive, tetapi dengan perbandingan yang tidak sama.
4.
Non competitive Tyrosinase Inhibitors, merupakan kombinasi seimbang antara competitive dengan uncompetitive inhibitors (Zwergel et al., 2011).
Gambar 2.12. Struktur kimia golongan flavonoid (Chang, 2009) Pembentukan melanin juga dapat dipicu oleh adanya inflamasi. Sebuah penelitian menyatakan bahwa norartocarpetin memiliki fungsi sebagai anti inflamasi karena mampu menurunkan produksi molekul pro-inflamasi yaitu NO dan PGE-2. Data analisis dari penelitian tersebut membuktikan bahwa gugus hidroksil pada C6 bekerja
menurunkan produksi PGE-2, sedangkan gugus metoksi pada cincin B bekerja menurunkan produksi NO. Norartocarpetin dan artocarpesin memiliki aktivitas terhadap inhibisi enzim tirosinase. Berdasarkan analisis struktural, gugus hidroksil pada cincin B dan gugus hidroksil pada C4, C6, dan C4’ mampu menghambat enzim tirosinase pada sel kulit manusia (Arung et al., 2006). Kulit batang pohon nangka (Artocarpus Heterophillus) pada penelitian ini yang diambil dari desa Sibang, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali telah dilakukan penelitian pada Unit Layanan Laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana pada 11 Juli 2014, ditemukan kandungan sebagai berikut : Tabel 2.3.
Hasil analisis fitokimia ekstrak kulit batang pohon nangka No
Parameter
Satuan
Hasil
1
Kapasitas Antioksidan
Ppm GAEAC
987,42
2
IC 50%
mg/ml
1,18
3
Kadar Total Fenol
% b/b GAE
0,49
4
Kadar Tanin
% b/b TAE
0,86
5
Vitamin C
Mg/ 100 g
31,94
6
Rendemen
% b/b
3,26
Keterangan : GAEAC GAE TAE IC 50%
: Garlic acid equivalent antioxidant capacity : Garlic acid equivalent : Tannic acid equivalent : Inhibition concentration terhadap radikal bebas DPPH 0,1 mM
Oksidan adalah penerima elektron, sedangkan antioksidan secara kimia adalah semua senyawa yang mampu memberikan elektron (electron donor). Antioksidan mempunyai pengertian yang lebih luas yaitu semua senyawa yang dapat meredam dampak negatif dari oksidan, termasuk enzim-enzim dan protein pengikat logam. Efek meredam dari antioksidan dilakukan melalui 2 cara yaitu 1) mencegah terjadinya dan tertimbunnya senyawa oksidan secara berlebihan, dan 2) mencegah terjadinya reaksi rantai yang berkelanjutan (Pinnell, 2003). Antioksidan mempunyai kemampuan mengikat radikal bebas. Antioksidan botani telah terbukti dapat menurunkan kejadian fotokarsinogenesis dan photoaging yang disebabkan oleh peningkatan ROS (Afaq dan Katiyar, 2011). Senyawa fenolik adalah metabolit sekunder dari tanaman dan biasanya ditemukan di dalam tumbuhan dan buah-buahan (misalnya apel, buah jeruk, anggur, pear, cherry, berrie), sayuran, teh, kopi, kacang-kacangan, coklat yang merupakan bagian integral dari diet manusia dan dapat menangkal radiasi sinar UV (Pandey et al., 2009).
Gambar 2.13. Efek Polifenol dari tanaman.Polyphenol merupakan komponen alami yang banyak terdapat pada buah, sayuran, cereal dan makanan (Pandey et al., 2009).
Lebih dari 8000 polifenol yang terdapat dalam tanaman yang memiliki satu struktur umum yaitu sebuah fenol (cincin aromatik mengandung setidaknya satu substituen hidroksil). Polyphenol diklasifikasikan dalam asam fenol, flavonoid, stilbenes dan lignan. Polifenol
Asam Fenol
Flavonoid
Stilbenes
Flavonols
Flavanones
Flavanols
Flavones
Quercetin Kaempfe rol
Naringenin Taxifolin
Catechin
Luteolin
Antocyanin
Cyanidin
Lignan
Isoflavone
Genistein
Chalcone
Licuraside Isoliquiritin Licochalcone
Gambar 2.14. Gambar Klasifikasi Polyphenol. Flavonoid dibagi dalam 6: Flavonols, Flavanones, Flavanols, Flavones, Antochyanin, Isoflavones dan Chalcones (Pandey et al., 2009; Chang, 2009).
Polifenol mempunyai berbagai aktivitas biologis yang menguntungkan bagi mamalia, seperti anti virus, anti bakteri, anti alergi, anti hipertensi, anti trombotik, hepatoprotektif, dan antioksidan yang kuat secara in vitro (Gonzales et al., 2008). Polifenol meningkatkan efek antioksidan yang dapat melindungi sel terhadap kerusakan karena oksidasi dan menghambat resiko terjadinya penyakit degeneratif yang dikaitkan dengan stress oksidatif. Polifenol juga mempunyai efek mencegah penyakit kardiovaskuler, efek anti kanker, efek anti diabetes, efek anti aging (polifenol menghambat lipid peroksidase dan mediator inflamasi seperti cyclo-oxygenase (COX) 1 dan (COX) 2, sebagai antioksidan, efek melindungi penyakit saraf (Pandey et al., 2009)
Polifenol juga mempunyai efek melindungi kulit dari radiasi UV yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker kulit. Polifenol memiliki efek anti inflamasi, imunomodulator, memperbaiki DNA yang rusak, dan memperbaiki fungsi sel (Pandey et al., 2009). Sebagai fotoprotektif, berdasarkan penelitian tahun 2003, menggunakan polifenol topikal (resveratol) pernah dilakukan pada kulit tikus dapat menghambat sinar UVB sehingga dengan dihambatnya TGF-β2, resiko terjadinya melanoma dapat dihambat (Adhami et al., 2003). Polifenol merupakan kelompok tirosinase inhibitor terbesar sampai sekarang (Chang, 2009). Tanin merupakan asam fenolat alami mengandung dua rantai karbon yang berbeda yaitu: struktur asam hidroksi sinamat dan hidroksibenzoat. Flavonoid berasal dari kelompok besar polifenol dengan berat molekul rendah dan derivat benzo-γ-pyrone. Polifenol dengan berat molekul tinggi, umumnya dikenal sebagai tanin yang merupakan senyawa polimer (Ignat et al., 2011). Tanin bersifat sebagai antioksidan dan juga mempunyai kemampuan sebagai anti tirosinase (Feng et al., 2014). Vitamin C merupakan vitamin yang larut air, disebut juga dengan asam askorbat. Vitamin C sebagai antioksidan karena mendonorkan electronnya. Ketika vitamin C mendonorkan satu elektronnya maka vitamin C menjadi radikal bebas, semidehidro asam askorbat atau radikal askorbil. Dibandingkan dengan radikal bebas yang lain, radikal askorbil lebih stabil dan tidak reaktif. Radikal askorbil dapat berinteraksi dengan radikal bebas lain, sehingga tidak reaktif lagi. Menurunnya reaktivitas radikal bebas menjadi radikal bebas yang tidak reaktif disebut dengan radikal bebas scavenging atau
squenching (menngikat). Oleh karena itu, vitamin C merupakan radikal bebas pengikat yang baik (Padayatty et al., 2003). Pada tanggal 3 Desember 2014, ekstrak kulit batang pohon nangka yang digunakan pada penelitian ini diambil dari desa Sibang, juga telah dilakukan Analisis Gas Chromatography-Mass Spectrofotometry (GC-MS) kualitatif di Laboratorium Analitik Universitas Udayana dengan hasil sebagai berikut Tabel 2.4 Hasil Analisis GC – MS Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka
No 1 2
Nama Senyawa Hexadecanoic acid ethyl ester Estra-1,3,5(10)-trien-17-beta-ol
3
Ethyl tridecanoate
4
Linoleic acid ethyl ester
5
Ethyl Oleate
6
Gamma Sitosterol
Senyawa lain yang terkandung dalam ekstrak kulit batang pohon nangka berdasarkan analisis Gas Chromatography-Mass Spectrofotometry (GC-MS). Berdasarkan hasil analisis GC-MS pada ekstrak kulit batang pohon nangka didapatkan senyawa : a.
Hexadecanoic acid ethyl ester yang dikenal juga dengan nama Ester Asam Palmitate, Asam Palmitat, yang mempunyai aktivitas sebagai Antioksidan
Hypocholesterolemic, Androgenic, Hemolytic 5-alpha reductase inhibitor (Sudha et al., 2013). b.
Estra-1,3,5(10)-trien-17-beta-ol, merupakan golongan steroid yang mempunyai efek Antioksidan, Antibakteri, Anti inflamasi (Balamurugan et al., 2013) yang mempunyai mekanisme kerja terhadap penurunan jumlah melanin dengan cara mengoksidasi enzim tirosinase secara enzimatik menjadi produk yang sitotoksik pada melanosit sehingga terjadi degenerasi/ perusakan sel-sel pigmen sehingga dapat terjadi depigmentasi (Nnoruka, 2006).
c.
Ethyl tridecanoate, mempunyai efek Anti Virus, Antioksidan, Anti inflamasi (Balamurugan et al., 2013).
d.
Linoleic acid ethyl ester, mempunyai efektivtas sebagai Hypocholesterolemia, Anti Acne, Anti andronergic 5 alpha reduktase inhibitor (Sudha et al., 2013), degradasi enzim tirosinase dan menurunkan kadar tirosinase (Ando et al., 2010). Senyawa ini juga mempunyai efek sebagai tabir surya (sunscreen) dengan cara berikatan dengan melanin menjadi lipomelanin yang menyerap radiasi sinar UV, sehingga dapat menghambat peningkatan jumlah melanin (Herbert et al., 2002).
e.
Ethyl Oleate, mempunyai nama lain Oleic acid ethyl ester dan mempunyai aktivitas Food additive, Lubricasi, Solvent (Balamurugan et al., 2013).
f.
Gamma Sitosterol, merupakan golongan steroid dan mempunyai aktivitas Anti mikroba, Anti kanker, Anti inflamasi (Sudha et al., 2013) dan juga mempunyai mekanisme kerja terhadap penurunan jumlah melanin dengan cara mengoksidasi enzim tirosinase secara enzimatik menjadi produk yang sitotoksik pada melanosit
sehingga terjadi degenerasi/ perusakan sel-sel pigmen sehingga dapat terjadi depigmentasi (Nnoruka, 2006).
2.8 Krim Krim adalah cairan kental atau emulsi setengah padat, terdapat dua tipe yaitu air dalam minyak dan minyak dalam air. Krim pada dasarnya salep yang telah mengalami pengurangan kadar minyak dengan penambahan air yang akhirnya berfungsi sebagai emulsi (Mahalingam et al., 2008). Krim hidrofilik mengandung sejumlah besar air dalam fase eksternalnya, atau yang disebut dengan minyak dalam air, contohnya vanishing krim. Vanishing krim mengandung air dalam presentase besar dan asam stearat, sehingga saat digunakan air akan menguap meninggalkan sisa berupa selaput stearat. Krim hidrofobik mengandung sejumlah besar minyak dalam fase eksternalnya, atau yang disebut dengan air dalam minyak, contohnya adalah cold krim. Cold krim adalah emulsi air dalam minyak setengah padat, dibuat dengan lilin etil ester, lilin putih, minyak mineral, natrium borat dan air murni. Cold krim digunakan sebagai emolien dan bahan dasar salep (Mahalingam et al., 2008). Pemilihan bahan dasar yang sesuai untuk formula salep atau krim tergantung kepada tipe aktivitas yang diinginkan apakah penyerapannya topikal atau perkutan, kompatibilitas dengan komponen lain, stabilitas fisikokimia dan mikroba dari produk, kemudahan pembuatan, penyebaran formula, lama kontak, reaksi hipersensitivitas dan kemudahan penghapusan (Mahalingam et al., 2008).
Berdasarkan penelitian Hastiningsih (2014), didapatkan konsentrasi optimal krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus Heterophillus) dalam menghambat peningkatan jumlah melanin adalah sebesar 4%. Hasil tersebut didapatkan dari penelitian yang dilakukan pada 30 ekor marmut (Cavia Porcelus) jantan yang dipapar UVB setiap 2 hari sekali dengan dosis 65 mJ/cm2 selama 2 minggu (total UVB 390 mJ/cm²) disertai pengolesan krim ekstrak kulit batang pohon nangka setiap hari dengan konsentrasi 0,5% , 1%, 2% dan 4%. Setelah 2 minggu, dilakukan biopsi kemudian dilakukan pemeriksaan histokimia dengan pewarnaan Mason Fontana dan didapatkan bahwa krim ekstrak kulit batang pohon nangka dengan konsentrasi 4% mempunyai efek dalam mencegah peningkatan jumlah melanin paling baik. Penambahan zat antioksidan ke dalam krim semakin banyak digunakan. Antioksidan topikal berguna untuk menekan efek ROS pada kulit. Basis krim minyak dalam air menjadi pilihan antioksidan topikal karena lebih stabil, mudah menyerap dan mudah dihapus (Dreher dan Maibach, 2001). Selain itu pemberian antioksidan dalam krim dapat meningkatkan kelembaban kulit serta menurunkan trans-epidermal water loss (TEWL) (Khan et al., 2010).
2.9 Marmut (Cavia porcelus) Hewan kecil ini sering digunakan sebagai hewan percobaan karena mudah didapat, tidak mahal, mudah penangannya dan cepat berkembang biak. Syarat hewan yang
digunakan untuk penelitian farmakologi harus jelas fisiologinya, bebas penyakit, didapat dari Breeding Centre yang baik (Fatchiyah, 2013). Etika pada hewan percobaan harus diperhatikan, sesuai hasil lokakarya Pembentukan Panitia Etik Penelitian Kedokteran (1986). Salah satu butir dalam etika tersebut adalah bila percobaan menimbulkan sesuatu yang lebih dari sekedar rasa nyeri atau penderitaan ringan dalam waktu singkat, harus dilakukan dengan premedikasi yang memadai dan dibawah anstesi sesuai dengan praktek kedokteran hewan yang lazim. Pada butir yang lain dijelaskan bahwa pada akhir percobaan, hewan yang akan menanggung nyeri hebat atau kronik penderitaan, rasa tidak enak, cacat yang tidak dapat disembuhkan, harus dibunuh dengan cara yang layak (Fatchiyah, 2013). Marmut merupakan hewan yang memiliki banyak persamaan secara biologis terhadap manusia, oleh karena itu marmut banyak digunakan pada penelitian. Warna kulit marmut beragam karena marmut memiliki melanin baik dari jenis eumelanin, pheomelanin dan juga ada juga yang albino. Karakter marmut lebih penakut daripada mencit dan kelinci. Marmut jarang menggigit, marmut memiliki proporsi berat badan dan kaki yang tidak sebanding, sehingga umumnya tidak dapat melompat atau memanjat, oleh karena itu pemeliharaannya secara berkelompok lebih mudah karena ketidakmampuannya untuk melarikan diri. Berat lahir marmut adalah 75-100 gram, berat marmut dewasa betina 450 gram, sedangkan marmut dewasa jantan 500 gram (Suryanto, 2012). Klasifikasi Marmut adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum
: Chordata
Class
: Mammalia
Order
: Rodentia
Suborder : Hystricomorpha Family
: Caviidae
Subfamily : Caviidae Genus
: Cavia
Species
: Cavia porcellus
Gambar 2.15.. Marmut (Cavia Porcelus)
BAB III KERANGKA BERPIKIR , KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Penuaan merupakan proses fisiologis yang memang akan diilalui oleh semua orang, tetapi efek yang timbul oleh karena penuaan itu yang perlu diobati bahkan dicegah. Faktor-faktor pemicu penuaan adalah faktor eksternal seperti sinar matahari, polusi udara, asap rokok, dan obat, sedangkan faktor internal seperti faktor genetik, ras, hormonal, ROS dan radikal bebas. Kelainan yang timbul karena radiasi ultraviolet disebut photoaging. ROS dapat memicu terjadinya melanogenesis sehingga kulit menjadi kehitaman/melasma yang dapat menimbulkan gangguan psikososial. Paparan sinar ultraviolet dapat mengakibatkan terjadinya ROS yang dapat memicu terbentuknya radikal bebas serta menstimulasi proses melanogenesis sehingga terjadi peningkatan jumlah melanin. Hidrokuinon merupakan gold strandar untuk terapi melasma. Mekanisme kerja hidrokuinon dengan cara menghambat kerja enzim tirosinase, merusak sel melanosit lan gsung, mempercepat degradasi melanosom, menghambat sintesis enzim melanogenesis (Bruce, 2013), sehingga dapat mencegah terjadinya peningkatan jumlah melanin akibat paparan sinar UVB. Ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus Heterophillus) mengandung senyawa f
enol, antioksidan, vitamin C, tannin, steroid dan juga linoleic acid ethyl ester yang me mpunyai efek sebagai antioksidan, photoprotectif, degradasi tirosinase,sehngga proses
melanogenesis dihambat, yang berimbas pada pencegahan peningkatan jumlah melanin serta melindungi kulit dari radikal bebas. Oleh karena itu ekstrak kulit batang pohon nangka dipilih untuk dapat dibuktikan dalam penelitian ini
3.2 Konsep Penelitian
FAKTOR INTRINSIK
Krim Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka 4% (Artrocarpus Heterophillus)
- Genetik - Hormonal - Imun - Sisytem saraf pusat - Kehamilan - Obat sistemik - Stres psikis - Ras
FAKTOR EKSTRINSIK - Sinar Ultraviolet - Kosmetik - Obat-obat topikal - Obat hormon - Kontrasepsi - Idiopatik -Peradangan/inflamasi
Marmut terpapar sinar UVB Jumlah Melanin epidermis Keterangan : Diperiksa Tidak diperksa
3.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir dan kajian pustaka dibuat hipotesis penelitian, sebagai berikut : 1.
Krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% mencegah peningkatan jumlah melanin pada kulit marmut yang dipapar oleh sinar UVB.
2.
Krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% mempunyai efektivitas yang sama dengan krim hidrokunon 4% dalam mencegah peningkatan jumlah melanin pada kulit marmut yang dipapar sinar UVB
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan post test only control group design (Marczy et al., 2005).
R PP
R
P0 P1
S
O1 O2
P2
O3
Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian Keterangan : P : Populasi S : Sampel R: Random P0: Perlakuan kontrol (subyek dioleskan bahan dasar krim dan dipapar sinar UVB selanjutnya disebut Kelompok Kontrol/ Kontrol Negatif). P1 : Perlakuan 1 (subyek dioleskan krim Hidroquinon 4%.dan dipapar sinar UVB selanjutnya disebut Kelompok 1/ Kontrol Positif).
P2 : Perlakuan 2 (subyek dioleskan krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Arthocarpus Heterophillus) 4% dan dipapar sinar UVB selanjutnya disebut Kelompok 2/ Kelompok Perlakuan) O1 : Observasi jumlah melanin pada lapisan epidermis kelompok kontrol (Kontrol Negatif) O2 : Observasi jumlah melanin pada lapisan epidermis kelompok 1 (Kontrol Positif) O3: Observasi jumlah melanin pada lapisan pada kelompok 2 (Kelompok Perlakuan) Penelitian ini dilakukan secara invivo, menggunakan hewan coba marmut (Cavia Porcelus) sebanyak 30 ekor berumur 3 bulan, jenis kelamin jantan dan berat badan antara 300-350 g, dikelompokan menjadi 3 kelompok secara random dan masingmasing kelompok terdiri dari 10 ekor marmut. Tiga kelompok tersebut adalah Kelompok Kontrol (Kontrol Negatif) yaitu kelompok yang diberikan bahan dasar krim (tanpa krim hidrokuinon dan krim ekstrak kulit batang pohon nangka); Kelompok 1 (Kontrol Positif) adalah kelompok yang diberikan krim hidrokuinon 4%; Kelompok 2 (Kelompok Perlakuan) adalah kelompok yang diberikan krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4%. Semua kelompok diberikan krim dan juga dipapar oleh sinar UVB.
4.2 Parameter yang diamati Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah jumlah melanin pada kulit marmut (Cavia Porcelus), apabila terjadi penurunan jumlah melanin berarti terdapat tanda adanya efek perlindungan dari krim ekstrak kulit batang pohon nangka terhadap peningkatan jumlah melanin yang disebabkan oleh paparan sinar UVB.
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratory Animal Unit Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Sedangkan pembuatan ekstrak kulit batang pohon nangka dilakukan di Laboratorium Teknologi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UNUD dan
pembuatan krim ekstrak kulit batang pohon nangka konsentrasi 4% dilakukan di PT. Kaizen Aesthetic, Jl. Taman Mekar Wangi Abadi I No. 62, Bandung serta pemeriksaan histologi dan pengecatan Masson-Fontana jaringan kulit dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan, dimulai Oktober 2014 sampai Januari 2015.
4.4 Populasi dan Sampel 4.4.1 Populasi Populasi pada penelitian ini adalah : a. Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh marmut (Cavia Porcelus) yang menerima perlakuan dan dipelihara di kandang hewan Unit Animal Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana serta sesuai dengan kriteria sampel yang telah ditentukan dalam penelitian. b. Populasi terjangkau meliputi marmut jantan yang berumur 3 bulan dengan berat badan 300-350 g 4.4.2 Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah marmut jantan berumur 3 bulan, yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria drop out sebagai berikut : 4.4.2.1 Kriteria inklusi : a.
Marmut (Cavia Porcelus) lokal, jantan dan sehat.
b.
Umur 3 bulan, karena memiliki persamaan dengan kulit manusia dewasa muda, serta belum mengalami proses penuaan intrinsik (Bartke, 2005). Warna kulit marmut beragam karena marmut memiliki melanin baik dari jenis eumelanin, pheomelanin dan juga ada juga yang albino (Suryanto, 2012). Berat badan 300350 g.
4.4.2.2 Kriteria drop Out : apabila marmut mati pada saat penelitian.
4.5 Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel Dengan menggunakan rumus dari Federer (Federer, 2011), maka besarnya sampel dapat dihitung sebagai berikut : (n-1) (t-1) ≥ 15 (n-1) (3-1) = 15 (n-1) (2) = 15 n - 1 = 7,5 n = 8,5 ∞ 9 Keterangan : n : Banyaknya taraf perlakuan t : Banyaknya perlakuan Dalam perlakuan ini t = 3, sehingga (n-1) (3-1) ≥ 15 dengan memakai rumus tersebut akhirnya diperoleh jumlah n = 9, untuk mengantisipasi adanya kematian pada kelompok marmut maka masing-masing kelompok terdiri dari 10 ekor marmut.
4.6 Variabel Penelitian 4.6.1 Klasifikasi Variabel
a. Variabel prakondisi: dalam penelitian ini yang menjadi variabel prakondisi adalah sinar UV-B b. Variabel bebas: dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% dan krim hidrokuinon 4% yang diberikan secara topikal. c. Variabel tergantung: variabel tergantung dari penelitian ini adalah efek yang ditimbulkan akibat pemberian krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% dan krim hidrokuinon 4% berupa jumlah melanin pada epidermis. d. Variabel kendali: Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap variabel tergantung di luar variabel bebas akan dikendalikan. Faktor yang dikendalikan tersebut adalah strain marmut, umur, berat badan, jenis kelamin dan pakan marmut.
4.6.2 Hubungan antar variabel Untuk lebih memudahkan dalam memahami hubungan antar variabel penelitian, dibuat skema hubungan antar variabel seperti disajikan pada Gambar 4.2.
Variabel Prakondisi
Variabel Bebas
Variabel Tergantung
Sinar UVB
Krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4%
Jumlah melanin pada epidermis
Krim hidrokuinon 4%
Variabel Kendali Strain marmut, umur, berat badan, jenis kelamin, pakan marmut
Gambar 4.2 Skema hubungan antar variabel penelitian
4.6.3 Definisi Operasional Variabel 1. Kulit batang pohon nangka (Artocarpus Heterophyllus) berasal dari desa Sibang, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali 2. Ekstrak kulit batang pohon nangka adalah ekstrak kulit batang pohon nangka yang dibuat dengan menggunakan pelarut etanol, kemudian dimaserasi
dengan
magnetic
stirer
sampai ampas sampel tidak berwarna dan filtrat diuapkan dengan evaporator suhu 40ºC sampai diperoleh sampel pekat (ekstrak etanol) dikerjakan di Laboratorium Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.
3. Bahan dasar krim adalah bahan untuk pembuatan krim yang tidak mengandung bahan aktif seperti ekstrak kulit batang pohon nangka dan hidrokuinon, dibuat di PT. Kaizen
Aesthetic, Jl. Taman Mekar Wangi Abadi I No. 62, Bandung 4. Krim eksrak kulit batang pohon nangka adalah ekstrak etanol kulit batang pohon nangka dibuat sediaan topikal dalam bentuk krim dengan konsentrasi 4%, dibuat di PT. Kaizen Aesthetic, Jl. Taman Mekar Wangi Abadi I No. 62, Bandung 5. Krim hidrokuinon dengan konsentrasi 4% denngan nama dagang Equinon diberikan sebagai bahan pembanding diproduksi oleh PT. Pharmacore Laboratories, BekasiIndonesia. 6. Sinar UVB adalah sinar UVB yang diberikan pada marmut dari sumber UVB berupa Lampu Flourescent PL-S 9 W/01/2P Medical dengan gel-nb-uvb-311 nm merk Philips yang diberikan sebanyak 3 kali seminggu (Senin-Rabu-Jumat) dengan dosis 65 mJ/cm² selama 130 detik setiap sesi, sehingga total UVB yang diterima selama 2
minggu adalah 390 mJ/cm². Dengan menggunakan UV meter untuk mendapatkan daya sinar UVB sebesar 65 mJ/cm². 7. Biopsi jaringan kulit adalah jaringan yang diambil dengan cara eksisi dari kulit punggung marmut yang telah dipapar dengan sinar UVB. Jaringan kulit marmut disimpan dalam botol dan direndam dengan menggunakan buffer formalin 40%. Jaringan kulit dipotong melintang untuk pemeriksaan jumlah melanin pada lapisan epidermis. 8. Jumlah melanin adalah persentase pixel area melanin dengan granul-granul berwarna hitam dengan pewarnaan Masson Fontana dibandingkan dengan pixel area epidermis yang tampak pada foto sediaan histologis dan dinyatakan dalam persen (%). Penilaian dilakukan pada foto preparat dalam format JPEG yang diambil dengan kamera Optilab Pro dan mikroskop Olympus CX41 dengan pembesaran objektif 400 kali, masing-masing preparat difoto sebanyak 3 kali dari sisi kiri, tengah dan sisi kanan sediaan (McMullen et al., 2010; Carriel et al., 2011; Miot et al., 2012). Jumlah melanin =
pixel melanin
x
100%
pixel epidermis 9. Marmut adalah famili Caviidae yang digunakan untuk penelitian, diperoleh dari Laboratory Animal Unit Bagian Farnakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 10.Umur tikus adalah waktu dihitung dari marmut percobaan lahir dan dinyatakan dalam satuan bulan. 11.Berat badan marmut dalam satuan gram (g) yang ditimbang menggunakan alat timbang merk Tanita
12.Pakan marmut adalah sesuai formula standar berupa konsentrat yang mengandung protein 17-20%, lemak 3-4%, karbohidrat 35-40%.
4.7 Alat, Bahan dan Hewan Percobaan Alat, bahan, dan hewan percobaa yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 4.7.1Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Kandang marmut 2. Tempat minum 3. Lampu ultra violet B merk Philips 4. Alat cukur merk Goal 5. Timbangan digital merk Tanita 6. Peralatan bedah seperti gunting anatomis untuk bedah, scalpel 7. Peralatan untuk membuat sediaan histologi seperti mikrotom, gelas obyek dan gelas penutup 8. Mikroskop merk Olympus 9. Kamera merk Sony 10. Penggaris merk Star
4.7.2 Bahan Penelitian 1. Marmut jantan, strain lokal, berumur 3 bulan dengan berat badan 300-350 gram 2. Reagen Masson-Fotana
3. Krim Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka (Arthocarpus Heterophillus) 4% 4. Krim Hidrokuinon 4% 5. Bahan dasar krim (tidak mengandung zat aktif hidrokuinon 4% atau ekstrak kulit batang pohon nangka 4%)
4.7.3 Hewan Percobaan Hewan percobaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah marmut jantan, berumur 3 bulan dengan berat badan 300-350 gram dengan makanan ternak HI-GRO medicated 552 dengan komposisi terdiri dari protein 17-20%, lemak 3-4%, karbohidrat 35-40%, ditambah kangkung/ rumput segar untuk minum digunakan air matang secara ad libitum. Air minum dimasukkan ke dalam botol yang digantung pada dinding kandang (Smith et al., 1988) Hewan yang digunakan sesuai dengan persyaratan penelitian eksperimental. Persyaratannya adalah marmut ditempatkan dalam kandang yang terbuat dari kayu berukuran 100 cm x 40 cm x 40 cm. Kandang harus cukup kuat, tidak mudah rusak, tahan gigitan, hewan tidak mudah lepas, tapi hewan harus tampak jelas dari luar. Kandang ditempatkan dalam ruangan berventilasi dan udara alami.
4.8 Prosedur Penelitian 4.8.1 Pembuatan ekstrak kulit batang pohon nangka (Arthocarpus Heterophillus) 4.8.1.1 Preparasi simplisia
1. Kulit batang pohon nangka berasal dari desa Sibang, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali dikuliti kulit batang pohon nangka sebanyak 3 kg, diambil bagian tengah pohon (1,5-2 meter dari tanah) dengan kedalaman 2 cm. 2. Dibersihkan dari kotoran/jamur. Kemudian dikeringkan dengan cara dianginanginkan. 3. Setelah itu ditumbuk hingga halus menjadi serbuk, didapatkan 400 gram serbuk kulit batang pohon nangka. 4. Kulit batang pohon nangka diekstrak dengan etanol 96 % dan didapatkan hasil ekstraksi sebanyak 26 gram ekstrak kulit batang pohon nangka
4.8.1.2 Pembuatan Ekstraksi a.
Serbuk kulit pohon nangka ditimbang sebanyak 100 gram, kemudian diekstraksi dengan menggunakan etanol 96% (1:10) dan dimaserasi dengan magnetic stirer sampai ampas sampel tidak berwarna.
b.
Setelah 24 jam, rendemen disaring dengan menggunakan corong gelas yang dilapisi kertas saring, sehingga diperoleh filtrat dan residu.
c.
Residu dipisahkan dan filtrat diuapkan dengan evaporator suhu 40ºC sampai diperoleh sampel pekat (ekstrak etanol).
d.
Rendemen dihitung berdasarkan berat ekstrak dibandingkan dengan berat sampel yang diekstrak dikalikan 100% (Harborne, 1987).
4.8.2 Pembuatan Krim
Pembuatan krim dilakukan di PT. Kaizen Aesthetic, Jl. Taman Mekar Wangi Abadi I No. 62, Bandung. Komposisi Krim : Sepigel 30 3 %; Lanol 2%; Dimethicone 2%; Phenoxyethanol 0,5%; Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka 4%. Cara pembuatan: a. Campurrkan Sepigel dalam air selama 5 menit b. Tambahkan Lanol, Dimethicone dan Ekstrak kulit batang pohon nangka kemudian campurkan c. Terakhir tambahkan Phenoxyethanol dan campurkan.
4.8.3 Perlakuan Hewan Coba
Sebanyak 30 ekor marmut diadaptasi selama 1 minggu
Kemudian secara random marmut dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: kelompok kontrol (kontrol negatif), kelompok 1 (kontrol positif), kelompok 2 (kelompok perlakuan), masing-masing kelompok terdiri dari 10 marmut.
Marmut dari semua kelompok dicukur bulu punggungnya, kemudian dioleskan bahan dasar krim pada kelompok kontrol, krim hidrokuinon 4% pada kelompok 1, krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% pada kelompok 2, masing-masing krim dioleskan sebanyak 0,2 mg/cm2 luas permukaan kulit marmut.
Paparan kronis UVB diberikan terhadap kelompok kontrol, kelompok 1, kelompok 2. Paparan dilakukan sebanyak 3 kali seminggu (Senin, Rabu dan Jumat) dengan 65 mJ/cm2 setiap kali paparan, sehingga total sinar UVB yang diterima oleh masing-masing marmut tersebut adalah 390 mJ/cm2 selama 2 minggu.
Bahan dasar krim, krim hidrokuinon 4%, krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% diaplikasikan 2 kali sehari, yaitu 20 menit sebelum dipapar (untuk memberikan waktu absorpsi bahan topikal masuk ke dalam kulit) dan 4 jam setelah penyinaran (terbentuknya ROS dimulai 4 jam setelah paparan). Aplikasi bahan topikal tetap dilakukan pada hari tanpa penyinaran.
48 jam setelah penyinaran terakhir, untuk menyingkirkan pengaruh penyinaran akut, semua marmut dari ketiga kelompok diistirahatkan selama 48 jam setelah penyinaran terakhir. Setelah itu dilakukan euthanasia kemudian diambil jaringan kulit punggungnya, dimasukan dalam larutan formalin 40%. Jaringan kulit marmut dibuat sediaan histologis untuk pemeriksaan jumlah melanin.
Pembuatan sediaan histologi 1. Tahap fiksasi Jaringan kulit marmut direndam dalam larutan formalin buffer
fosfat 10%
selama 1 hari. Kemudian dilakukan trimming bagian jaringan yang akan diambil. 2. Tahap dehidrasi Jaringan kulit marmut diredam dalam alkohol bertingkat berturut turut 30%, 40%, 50%, 70%, 80%, 90%, 96% masing-masing 3 kali selama 25 menit. 3. Tahap clearing Jaringan dimasukkan ke dalam clearing agent (alcohol:xylene 1:1) selama 30 menit dan dicelupkan ke dalam xylene murni sampai transparan. 4. Tahap embedding
Setelah dilakukan infiltrasi sebanyak 4 kali dengan paraffin murni, kemudian jaringan ditanam ke dalam paraffin cair, dibiarkan membentuk blok (± 1 hari) agar mudah diiris dengan mikrotom 5. Tahap pemotongan Proses pemotongan jaringan dengan menggunakan microtome Leica 820, tebal 5 µ secara serial, diambil irisan ke–5, 10, 15 untuk selanjutnya dilakukan penempelan pada gelas obyek yang sudah diolesi pelekat dan terakhir dilakukan pengecatan dengan Masson-Fontana
Pewarnaan dengan Masson-Fontana 1. Jaringan yang masih mengandung paraffin, dilakukan deparafinisasi (slide direndam dalam xylene sebanyak 2 kali masing-masing selama 5 menit) 2. Dilakukan rehidrasi (slide direndam dalam etanol 100%, 95%, 70%, dH2O masing-masing selama 2 menit) 3. Selanjutnya slide direndam dengan larutan Silver Nitrate Fontana selama 2 jam dan diinkubasi pada suhu 56ºC di dalam oven. 4. Kemudian slide dicuci menggunakan dH2O sebanyak 3 kali, lalu ditetesi larutan Gold Chloride 1% dan didiamkan selama 5 menit 5. Slide dicuci dengan menggunakan dH2O kemudian ditetesi larutan Sodium thiosulfate 5% dan didiamkan selama 1 menit. 6. Kemudian slide dicuci menggunakan dH2O dan dicat menggunakan Nuclear Fast Red selama 5 menit.
7. Kemudian slide dicuci menggunakan dH2O sebanyak 2 kali dan dilakukan dehidrasi menggunakan etanol 70%, 95% dan 100% selama masing-masing 20 detik. 8. Kemudian clearing menggunakan xylene sebanyak 2 kali masing-masing 2 menit dan mounting pada medium yang berbasis xylene. 9. Hasil pengecatan adalah granule melanin berwarna hitam dengan inti sel berwarna merah muda dan sitoplasma berwarna merah muda pucat (pink-pale).
Pengamatan Hasil Jumlah melanin dihitung dengan metode analisis digital, setiap sediaan preparat difoto dengan menggunakan kamera Optilab Pro (Micronos, Indonesia) dan mikroskop Olympus CX41 (Olympus, Japan) dengan pembesaran 400 kali, masing-masing preparat difoto sebanyak 3 kali disimpan dalam format JPEG. Hasil foto diedit menggunakan piranti lunak Adobe Photoshop CS3 versi 10.01 (Adobe Inc., San Jose, U.S.A) untuk memilih jaringan epidermis menggunakan tool Polygonal Lasso yaitu sisi kiri, tengah dan sisi kanan sediaan. Lapangan pandang yang diambil yaitu lapangan pandang yang paling banyak melanin yang ditandai dengan daerah berwarna hitam
Prosedur penghitungan jumlah melanin epidermis Dengan menggunakan piranti lunak ImageJ version 1,47t (National University, Betesdha, MD) menggunakan channel red pada RGB stack dengan mengatur threshold sampai mendekati maksimal. Luas epidermis diperlukan untuk menormalisasi jumlah melanin. Perhitungan jumlah melanin dalam satuan pixel dilakukan dengan piranti lunak ImageJ version 1,47t menggunakan channel red
dengan mengatur threshold. Jumlah melanin yang ternormalisasi dihitung berdasarkan rumus berikut per lapangan pandang (McMullen et al., 2010; Carriel et al., 2011; Miot et al., 2012).
Jumlah melanin =
pixel melanin
x 100%
pixel epidermis 4.8.4 Alur Penelitian Marmut jantan, umur 3 bulan, berat 300-350 g, 30 ekor Adaptasi selama 1 minggu
KELOMPOK KONTROL (Kontrol Negatif) Diberikan bahan dasar krim setiap hari, 20 menit sebelum paparan UVB, selama 2 minggu 10 ekor
KELOMPOK I
KELOMPOK 2
(Kontrol Positif) Diberikan krim hidrokuinon 4% setiap hari, 20 menit sebelum paparan UVB selama 2 minggu 10 ekor
(Kelompok Perlakuan) Diberikan krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% setiap hari, 20 menit sebelum dan 4 jam setelah paparan UVB selama 2 minggu 10 ekor
PAPARAN UVB 3 X SEMINGGU, SEBESAR 65 mJ/cm² (PER PAPARAN), SELAMA 2 MINGGU (390 mJ/cm²)
Diberikan bahan dasar krim setiap hari, 4 jam setelah paparan UVB, selama 2 minggu
Diberikan bahan dasar krim setiap hari, 4 jam setelah paparan UVB, selama 2 minggu
Diberikan bahan dasar krim setiap hari, 4 jam setelah paparan UVB, selama 2 minggu
SETELAH 2 MINGGU, ISTIRAHAT 48 JAM DARI PAPARAN TERAKHIR , untuk menghindarkan efek akut paparan UVB
SEMUA MARMUT DIEUTHANASIA (30 EKOR), kemudian DIBIOPSI
HISTOPATOLOGI JARINGAN
JUMLAH MELANIN
ANALISIS DATA
4.9 Analisis Data Data yang telah terkumpul diproses dengan SPSS 17.0 for windows, dan dianalisis dengan langkah-langkah : 1. Analisis deskriptif dilakukan sebagai dasar untuk statistik analitis (uji hipotesis) untuk mengetahui karakteristik data yang dimiliki. Analisis deskriptif dilakukan dengan program SPSS. 2. Analisis Normalitas dan Homogenitas a.
Uji Normalitas data menggunakan uji Shapiro-Wilk, oleh karena data numerik dan jumlah data per kelompok kurang dari 30 dengan tingkat kemaknaan = 0,05.Data terdistribusi normal dengan p>0,05.
b.
Uji
Homogenitas, dilakukan dengan menggunakan Levene’s test. Data
dinyatakan homogen dengan p>0,05. 3.
Analisis komparasi Uji One way Anova, karena data berdistribusi normal dan homogen, selanjutnya
untuk mengetahui besarnya perbedaan pada masing-masing kelompok dilakukan uji Least Signifficant Difference (LSD)/Post Hoc.
BAB V HASIL PENELITIAN
Penelitian eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design, menggunakan 30 ekor marmut (Cavia porcellus) jantan berusia 3 bulan yang sehat dengan berat badan 300-350 gram sebagai sampel.. Kelompok kontrol dan perlakuan ini dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu kelompok kontrol yang dipapar sinar UVB dan bahan dasar krim (kelompok kontrol negatif), kelompok 1 yang dipapar sinar UVB dan krim Hidrokuinon 4% (kelompok kontrol positif), kelompok 2 yang dipapar sinar UVB dan krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% (kelompok perlakuan). Dalam bab ini akan diuraikan uji normalitas data, uji homogenitas data, uji komparabilitas, dan uji efek perlakuan.
5.1 Pemberian Perlakuan Kelompok penelitian terbagi 3 yaitu kelompok kontrol/kontrol negatif, kelompok 1/kontrol positif
dan kelompok 2/perlakuan. Ketiga kelompok ini
mendapatkan paparan sinar UVB sebanyak 3 kali seminggu selama 2 minggu dengan dosis 65 mJ/cm² per paparan, sehingga total UVB yang diterima oleh marmut dalam 2 minggu sebesar 390 mJ/cm². Kelompok Kontrol diberikan bahan dasar krim 20 menit sebelum paparan dan 4 jam sesudah paparan UVB. Kelompok 1, diberikan krim
hidrokuinon 4%, 20 menit sebelum paparan dan 4 jam sesudah paparan UVB. Kelompok 2, diberikan ekstrak kulit batang pohon nangka 4%, 20 menit sebelum paparan dan 4 jam sesudah paparan UVB.
Kelompok Kontrol
Kelompok 1
Kelompok 2 Gambar 5.1 Warna kulit marmut setelah dipapar UVB selama 2 minggu. A. Kelompok kontrol, yang dipapar UVB dan dioleskan bahan dasar krim, tampak kulit marmut berwarna coklat kehitaman/ hiperpigmentasi. B. Kelompok 1, yang dipapar UVB dan dioleskan krim hidrokuinon 4%, tampak kulit marmut berwarna putih. C. Kelompok 2, yang dipapar UVB dan dioleskan krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4%, tampak kulit marmut berwarna agak putih dengan semburat warna hitam samar.
2 (dua) minngu kemudian setelah paparan UVB terakhir, selama empat puluh
delapan (48) jam marmut diistirahatkan dengan maksud untuk menghindarkan efek akut paparan UVB, marmut dieuthanasia dengan menggunakan ketamin dosis berlebih (75 mg/kg BB) secara intraperitoneal. Daerah punggung yang akan diambil kulitnya dibersihkan dari bulu, kulit digunting dengan ketebalan ± 3 mm sampai subkutan sepanjang 1,5 cm. Prosedur selanjutnya yaitu pembuatan sediaan histologist dan menghitung jumlah melain epidermis. Pewarnaan sediaan dilakukan dengan menggunakan Masson-Fontana yang memberikan warna coklat/hitam. 5.2 Gambaran Histologis
A
B
C
Gambar 5.2 Gambaran melanin jaringan epidermis marmut dengan pewarnaan Masson – Fontana (pembesaran 400 kali) Keterangan : A. Kelompok Kontrol(kontrol negatif), diberikan UVB dan bahan dasar krim, tampak melanin yang berwarna coklat/hitam yang padat pada jaringan epidermis marmut. Tanda panah putih menunjukkan kepadatan melanin B. Kelompok (kontrol positif), diberikan UVB dan krim hidrokuinon 4%, tampak kepadatan melanin berwarna merah muda agak gelap dengan jumlah sangat berkurang di jaringan epidermis. Tanda panah hitam menunjukkan kepadatan melanin yang sangat berkurang. C. Kelompok 2/perlakuan , diberikan UVB dan krim ekstrak kulit batang kulit pohon nangka 4% tampak kepadatan melanin berwarna merah muda gelap berkurang di jaringan epidermis. Tanda panah hitam menunjukkan kepadatan melanin yang berkurang.
5. 3 Analisis Statistik
5.3.1
Analisis Deskriptif Hasil uji deskriptif rerata jumlah melanin pada masing-masing kelompok
disajikan pada Tabel 5.1
Tabel 5.1 Hasil Uji Deskriptif Rerata Jumlah Melanin Antar Kelompok
Std Melanin
n
Mean (%) Deviation
Sinar UVB dan 10
54.3330
4.51631
10
3,0120
.89451
10
4.2308
1.81501
30
20.5253
24.47538
Bahan dasar krim Krim Hidrokuinon 4% Krim Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka 4% Total
5.3.2
Uji Normalitas Data
Data jumlah melanin diuji normalitasnya dengan menggunakan uji ShapiroWilk. Hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.2 Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas Data Melanin
Kelompok Subjek
n
p
Ket. 0,963
Melanin kelompokkontrol Melanin kelompok 1 Melanin kelompok 2
10 10 10
0,219 0,553
Normal Normal Normal
5.3.3 Uji Homogenitas Data Data Jumlah melanin diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.3 berikut. Tabel 5.3 Homogenitas Data Melanin antar Kelompok Perlakuan
Variabel
F
p
Keterangan 0
Melanin
2,52
, 0
Homogen
5 3
5.3.4 Jumlah Melanin
Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan jumlah melanin antar kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa paparan sinar UVB dan krim ekstrak kulit batang pohon nangka. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.4 berikut. Tabel 5.4 Perbedaan Jumlah Melanin Antar Kelompok Sesudah Diberikan Paparan Sinar UVB dan Krim Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka
Kelompok Subjek
n
Jumlah Melanin (%)
SB
F
p
1050,00
0,001
4, 54,33
52
Kelompok Kontrol
10
Kelompok 1
10
3,01
0,
Kelompok 2
10
4,23
89 1,
82
Tabel 5.4 di atas, menunjukkan bahwa rerata jumlah melanin kelompok kontrol adalah 54,334,52, rerata jumlah melanin kelompok perlakuan 1 adalah 3,010,89, rerata kelompok 2/ perlakuan
adalah 4,231,82. Analisis kemaknaan
dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 1050,00 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa jumlah melanin pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermkna (p<0,05).
Melanin 60.00
54.33
Sinar UVB
Jumlah
50.00
Krim hidroquinon 4%
40.00 krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4%
30.00 20.00 10.00
3.01
4.23
0.00
Gambar 5.3 Perbandingan Jumlah Melanin antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan
Untuk mengetahui kelompok yang berbeda dengan kelompok kontrol perlu dilakuan uji lanjut dengan Least Significant Difference – test (LSD). Hasil uji disajikan di bawah ini.
Tabel 5.5 Analisis Komparasi Jumlah Melanin Sesudah Perlakuan antar Kelompok
Kelompok
Beda Rerata
p
Interpretasi
Berbeda
Kontrol dan Kelompok 1
51,32
0,001
Kontrol dan Kelompok 2 Berbeda 50,10
0,001
Kelompok 1 dan Kelompok Tidak 2
1,22
0,349 Berbeda
Hasil uji lanjutan di atas menunjukan bahwa: 1. Jumlah melanin kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok 1 (jumlah kelompok 1 lebih rendah daripada jumlah kelompok kontrol). 2. Jumlah melanin kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok 2 (jumlah kelompok 2 lebih rendah daripada jumlah kelompok kontrol).
3. Jumlah melanin kelompok 1 tidak berbeda bermakna dengan kelompok perlakuan 2 (jumlah kelompok 2 sedikit lebih tinggi daripada jumlah kelompok 1).
BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
6.1. Subyek Penelitian Untuk menguji pemberian krim ekstrak kulit batang pohonn nangka (Artocarpus Heterophllus) dalam mencegah peningkatan jumlah melanin pada kulit marmut yang terpapar sinar UVB, maka dilakukan penelitian eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design, menggunakan 30 ekor marmut (Cavia porcellus) jantan berusia 3 bulan yang sehat dengan berat badan 300-350 gram sebagai sampel. Alasan menggunakan marmut pada penelitian ini adalah karena marmut mudah didapat, tidak mahal, mudah penanganannya dan memiliki banyak persamaan secara biologis dengan manusia, serta warna kulit marmut beragam karena marmut memiliki beberapa macam melanin baik dari jenis eumelanin, pheomelanin dan juga ada yang albino. Marmut jarang menggigit, pemeliharaannya secara berkelompok, lebih mudah dan tidak mempunyai kemampuan untuk melarikan diri karena proporsi berat badan dan kaki yang tidak sebanding, sehingga marmut umumnya tidak dapat melompat atau memanjat. Penelitian ini dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu kelompok kontrol merupakan kontrol negatif, marmut dipapar sinar UVB dan dioleskan bahan dasar krim, kelompok 1 merupakan kontrol positif, marmut dipapar sinar UVB dan dioleskan
krim Hidroquinon 4%, kelompok 2 merupakan kelompok perlakuan, marmut dipapar sinar UVB dan dioleskan krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% 6.2 Analisis Deskriptif Pada tabel 5.1 analisis deskriptif mengenai rerata jumlah melanin antar kelompok terlihat bahwa pada kelompok kontrol yang dioleskan bahan dasar krim dan dipapar UVB tampak jumlah melanin lebih banyak dibandingkan dengan kelompok 1 (dioleskan krim hdrokuinon 4% dan dipapar UVB) dan kelompok 2 (dioleskan krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% dan dipapar UVB) yaitu sebesar 54.3330 ± 4.51631 %, sedangkan rerata jumlah melanin kelompok 1 lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok 2 yaitu rerata jumlah melanin kelompok 1 sebesar 3,0120±.89451 %, dan rerata jumlah melanin kelompok 2 sebesar 4.2308±1.81501 %. Ini menunjukkan bahwa kelompok 2 (dioleskan krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% dan dipapar UVB) efektif dapat menurunkan jumlah melanin dibandingkan dengan kelompok kontrol (dioleskan bahan dasar krim dan dipapar UVB) dan tidak ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok 1 (dioleskan krim hidrokuinon 4% dan dipapar UVB).
6.3 Pengaruh UVB terhadap melanin Paparan sinar UVB pada kulit dapat menurunkan efek antioksidan endogen pada semua lapisan kulit seperti glutathione (GSH), Superoxide dismutase (SOD), katalase, dan ubiquinol (Pandel et al., 2013), dan juga menghasilkan radikal bebas
seperti Hydrogen Peroxidase, Anion Superoxide, Nitric Oxide sehingga dapat terjadinya reative oxygen species (ROS) (Icihashi et al., 2009). Kerusakan kulit yang disebabkan oleh paparan sinar matahari sangat tergantung dari seberapa sering dan lamanya paparan, jenis sinar UV serta jumlah melanin di kulit (tipe kulit seseorang). Gejala klinis yang dapat terjadi karena Photoaging seperti kerut, hyperpigmentasi (Pandel et al.,2013). Radiasi sinar UV menyebabkan pigmentasi dengan beberapa cara yaitu meningkatkan kerja enzim melanogenik, kerusakan DNA yang akan menstimulasi melanogenesis,
meningkatkan
transfer
melanosom
menuju
keratinosit
dan
meningkatkan aktivitas dendritik sel melanosit (Kindred et al., 2010). Radiasi sinar UV dapat memicu terjadinya ROS. ROS memicu keluarnya Nitrite Oxide (NO), Protein Kinase, Melanocyte Stimulating Hormone (MSH), PGE2 yang dapat merangsang terjadinya proses melanogenesis. Melanogenesis dapat memicu terbentuknya melanin oleh melanosit (Costin et al., 2007).
6.4 Pengaruh Krim Hidroquinon terhadap melanin
Hidrokuinon
merupakan
gold
standard
untuk
terapi
hiperpigmentasi/melasma (Victor et al., 2004; Baumann dan Alleman, 2009) serta mempunyai mekanisme kerja dengan cara menghambat enzim tirosinase, merusak sel
melanosit
langsung, mempercepat
degradasi
melanosom,
menghambat sintesis enzim melanogenesis (Bruce, 2013). Efek HQ dapat
menurunkan lesi hiperpigmentasi hingga 90% (Baumann dan Alleman, 2009), sehingga dapat mencegah peningkatan jumlah melanin pada lapisan epidermis.
6.5 Pengaruh Krim Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka terhadap melanin Uji perbandingan antara ketiga kelompok sesudah perlakuan berupa pemberian krim ekstrak kulit batang pohon nangka menggunakan uji One Way Anova menunjukkan rerata jumlah melanin kelompok kontrol adalah 54,334,52 %, rerata jumlah melanin kelompok 1 adalah 3,010,89 %, rerata jumlah melanin kelompok 2 adalah 4,231,82 %. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 1050,00 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa jumlah melanin pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan, berbeda secara bermakna (p<0,05). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, didapatkan bahwa pada kelompok 1 dapat mencegah peningkatan jumlah melanin sebesar 94,46% dan kelompok 2 sebesar 92,21%, dibandingkan dengan kelompok kontrol yang dipapar UVB dan dioleskan bahan dasar krim. Ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus Heterophillus) yang diambil dari desa Sibang, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali telah dilakukan analisis fitokimia oleh Hastiningsih (2014) dan ditemukan kandungan senyawa antioksidan (987,42 Ppm GAEAC), total fenol (0,49 % b/b GAE), tannin (0,86 % b/b TAE), Vitamin C (31,94 Mg/100g). Ekstrak ini juga telah dilakukan analisis Gas Chromatography-Mass Spectrofotometry (GC-MS) didapatkan kandungan senyawa
Hexadecanoic acid ethyl ester, Estra-1,3,5(10)-trien-17-beta-ol, Ethyl tridecanoate, Linoleic acid ethyl ester, Ethyl Oleate, Gamma Sitosterol.
Berdasarkan analisis fitokimia dan GC-MS, ekstrak kulit batang pohon nangka bersifat antioksidan yang dapat meredam dampak negatif dari oksidan, termasuk enzimenzim dan protein pengikat logam. Efek meredam dari antioksidan dilakukan melalui 2 cara yaitu 1) mencegah terjadinya dan tertimbunnya senyawa oksidan secara berlebihan, dan 2) mencegah terjadinya reaksi rantai yang berkelanjutan (Pinnell, 2003). Antioksidan mempunyai kemampuan mengikat radikal bebas. Antioksidan botani telah terbukti dapat menurunkan kejadian fotokarsinogenesis dan photoaging yang disebabkan oleh peningkatan ROS (Afaq dan Katiyar, 2011). Hexadecanoic acid ethyl ester, Ethyl tridecanoate, juga merupakan antioksidan (Hastiningsih, 2014). Antioksidan mencegah terjadinya ROS yang dapat memicu terjadinya proses melanogenesis.
Sehingga
dengan
dihambatnya
proses
melanogenesis,
maka
peningkatan jumlah melanin yang dipicu oleh sinar UVB tidak terjadi. Polifenol juga mempunyai efek melindungi kulit dari radiasi UV sehingga gangguan kulit atau kanker kulit tidak terjadi.. Polifenol memiliki efek anti inflamasi, imunomodulator, memperbaiki DNA yang rusak, dan memperbaiki fungsi sel (Pandey et al., 2009), sebagai fotoprotektif (Adhami et al., 2003). Oleh karena itu adanya polifenol dapat menghambat terjadinya proses melanogenesis, sehingga peningkatan jumlah melanin tidak terjadi. Tanin bersifat sebagai antioksidan dan juga mempunyai kemampuan sebagai anti tirosinase (Feng et al., 2014). Oleh karena dihambatnya proses biosintesis melanin sehingga peningkatan produksi melanin tidak terjadi setelah paparan sinar UVB.
Vitamin C
disebut sebagai antioksidan karena mendonorkan electronnya.
Ketika vitamin C mendonorkan satu elektronnya maka vitamin C menjadi radikal bebas (semidehidro asam askorbat atau radikal askorbil). Dibandingkan dengan radikal bebas yang lain, radikal askorbil lebih stabil dan tidak reaktif. Menurunnya reaktivitas radikal bebas menjadi radikal bebas yang tidak reaktif disebut dengan radikal bebas scavenging atau squenching (mengikat). Oleh karena itu, vitamin C merupakan radikal bebas pengikat yang baik (Padayatty et al., 2003). Berkat efek vitamin C, maka ROS tidak terjadi dan proses melanogenesis dapat dihambat, sehingga peningkatan jumlah melanin tidak terjadi. Estra-1,3,5(10)-trien-17-beta-ol, Gamma Sitosterol merupakan golongan steroid. Mekanisme terjadinya penurunan jumlah melanin oleh steroid dengan cara mengoksidasi enzim tirosinase secara enzimatik menjadi produk yang sitotoksik pada melanosit sehingga terjadi degenerasi/ perusakan sel-sel pigmen dan dapat terjadi depigmentasi (Nnoruka, 2006). Linoleic acid ethyl ester, mempunyai efek degradasi tirosinase, sehingga dengan dirusaknya enzim tirosinase, maka biosintesis melanin terhambat dan peningkatan jumlah melanin akibat paparan UVB pun menjadi terhambat. Penambahan zat antioksidan ke dalam krim semakin banyak digunakan. Antioksidan topikal berguna untuk menekan efek ROS pada kulit. Basis krim minyak dalam air menjadi pilihan antioksidan topikal karena lebih stabil, mudah menyerap dan mudah dihapus (Dreherdan dan Maibach, 2001). Selain itu, pemberian antioksidan dalam krim dapat meningkatkan kelembaban kulit serta menurunkan trans-epidermal water loss (TEWL) (Khan et al., 2010).
Ekstrak kulit batang pohon nangka pada penelitian ini memang tidak menemukan kandungan norartocarepetin dan artocarpesin karena kurangnya sarana dan prasarana. Norartocarepetin dan Artocarpesin berdasarkan penelitian sebelumnya merupakan flavonoid yang mempunyai efek sebagai competitive enzyme tyrosinase inhibitory, tapi pada penelitian ini telah terbukti bahwa ekstrak kulit batang pohon nangka dapat mencegah peningkatan jumlah melanin pada kulit marmut yang dipapar sinar UVB. Hal ini dikarenakan ekstrak kulit batang pohon nangka mengandung beberapa senyawa yang mempunyai efek sebagai antioksidan, photoprotectif, degradasi tirosinase, sehingga terjadi efek potensiasi dalam mencegah peningkatan jumlah melanin.
,
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian pemberian krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4% didapatkan simpulan sebagai berikut: 1. Pemberian krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus Heterophillus) mencegah peningkatan jumlah melanin pada marmut (Cavia Porcelus) yang dipapar oleh sinar UVB.
2. Krim ekstrak kulit batang pohon nangka (Artocarpus Heterophillus) 4% memiliki efektivitas yang sama dengan krim hidrokuinon 4% dalam mencegah peningkatan jumlah melanin pada kulit marmut (Cavia porcellus) yang dipapar sinar UVB. . 7.2 Saran Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:
1. Melakukan penelitian lebih lanjut tentang efek terapi hiperpigmentasi, efek peningkatan jumlah kolagen dan efek samping krim ekstrak kulit batang pohon nangka pada hewan coba 2. Melakukan analisis Gas Chromatography-Mass Spectrofotometry ekstrak kulit batang pohon nangka.secara kualitatif dan kuantitatif untuk membuktikan adanya zat aktif (Norartocarpetin dan Artocarpesin).
3.
Melakukan pemeriksaan tyrosinase inhibitor dengan menggunakan teknologi ELISA untuk mengetahui mekanisme kerja ekstrak kulit batang pohon nangka
4. Melakukan uji klinis untuk melihat adanya eritema pada kulit manusia setelah pemberian krim ekstrak kulit batang pohon nangka sebelum dipasarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Adhami, V. M., Afaq, F., Ahmad, N. 2003.Suppression of Ultraviolet B Exposuremediated Activation of NF-kappaB in Normal Human Keratinocyte by Resveratol.Neoplasia. Volume 5(1): 74-82. Afaq, F., Katiyar, S. K. 2011.Polypehenols: Skin Protection and Inhibition of Photocarcinogenesis. Mini Rev Med Chem. 11(14): 1200-1215. Alam, M., Harvey, J. 2010.Photoaging. In: Draelos, Z. D., editor. Cosmetic Dermatology Product and Procedures. New Jersey: Wiley-Blackwell. p 1320. Alam, N., Yoon, K. N., Lee, J. S., Cho, H. J., Lee, T. S. 2012. Consequence of the antioxidant activities and tyrosinase inhibitory effects of various extracts from the fruiting bodies of Pleurotus ferulae. Saudi Journal Biology Science. 19(1): 111-118. Almey, A., Khan, A. J., Zahir, S., Suleiman, M., Aisyah, R K. 2010. Total Phenolic Content and Primary Antioxidant Activity of Methanolic and Ethanolic Extract of Aromatic Plants Leaves. International Food Reasearch Journal. 17: 10771084. Anbar, M., Harvey, J. 2010. Photoaging. In: Draelos, Z. D., editor. Dermatology Products and Procedures. New Jersey : Wiley13-20
Cosmetic Blackwell.p
Ando, H., Matsui, M. S., Ichihashi, M. 2010. Quasi-Drugs Developed in Japan for Prevention or Treatment of Hyperpigmentary Disorder. International Journal of Molecular Science, 11, 2566-2575. ISSN 1422-0067. Arefiev, B. K. L., Hatash, B. M. 2012. Advances in The Treatment of Melasma: Review of Recent Literature. Dermatology Surgical.38:971-84. Arung, E. T., Shimizu, K. and Kondo, R. 2006. Inhibitory Effect of Artocarpanone from ArthocarpusHeterophylluson Melanin Biosynthesis. Journal Bio Pharmarmacy Bull. 29 (9), 1966-1969. Arung, E. T., Shimizu, K., Kondo, R. 2007. Structure-activity Relationship of PrenylSubstituted Polyphenols from ArtocarpusHeterophillus as Inhibitor of Melanin Biosyntethesis in Cultured Melanoma Cells. ChemBiodivers. 4(9):2166-71. Arung, E. T., Shimizu, K., Kondo, R. 2008. Artocarpin A Promosing Compound as Whitening agent and Anti-skin Cancer.Journal Tropical Wood Science and Technology.Vol.6(1):1-36.
Arung, E. T., Shimizu, K., Kondo, R. 2010. Evaluation of Isolated Compound from Wood ofArtocarpusHeterophillus as a Cosmetis Agent. Wood Research Journal. Vol.1:40-44. Auttier, P., Boniol, M., Boyle, P., Daniel, J., Dore, J. F., Gandini, S., Green, A., Bishop, J. N., Weinstock, A. M., Westerdahl, J., Secretan, B. M., Walter, S, D. 2006. Exposure to Artificial UV Radiation and Skin Cancer. In: International Agency for Research on Cancer, World Health Organization. ISBN 92 832 2441 8. Balamurugan, M., Selvam, G. G., Thinakaran, T., Sivakumar, K. 2013. Biochemical Study and GC-MS Analysis of HypneaMusciformis (Wulf) Lamouroux.,American-Eurasian Journal of Scientific Research, ISSN 18186785. Bartke, A. 2005.Role of Growth Hormone/ Insuline like growth factor system in mammalian aging.Endocrinology. 10: 2-12. Baumann, L., 2005. How to Prevent Photoaging?.ElectronicJournal of Investigative Dermatology, ISSN 0022-202X. Baumann, L., Alleman, I. B. 2009. Depigmentation Agent. In Baumann, L., Saghari, S., Weisberg, E., editors.Cosmetic Dermatology.2nd edition. New York: McGraw Hill. p 280-288. Baumann, L., Saghari, S. 2009a. Photoaging.In Baumann, L., Saghari, S., Weisberg, E., editors.Cosmetic Dermatology.2nd edition. New York: McGraw Hill. p 34-40. Baumann, L., Saghari, S. 2009b. Skin Pigmentation and Pigmentation Disorders.In Baumann, L., Saghari, S., Weisberg, E., editors.Cosmetic Dermatology.2nd edition. New York: McGraw Hill. p 98-106. Baumann, L., Saghari, S. 2009c. Basic Science of Epidermis.In Baumann, L., Saghari, S., Weisberg, E., editors.Cosmetic Dermatology.2nd edition. New York: McGraw Hill. p 3-6. Bermann, K. 2012. Melasma,Chloasma, Mask of Pregnancy, Pregnancy Mask. PubMed Health., [cited 2014 Nov 29]. Available from: URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001839/ Brown, M. R., Schleve, M.J. 2011.Common Cutaneus Malignancies. In: Fitzpatrick, J. E., Morelli, J.G., editors. Dermatology Secret Plus. 4th edition. Philadelphia: Elsevier Mosby. p 312-318. Bruce, S. 2013. Safety and Efficacy of a Novel Multimodality Hydroquinone-Free Skin Brightener Over Six Months. Available from: http://jddonline.com /articles /dermatology/S1545961613S0027X#close. Accessed at January 6, 2015.
Buranajaree, B., Donsing, P., Jeenapongsa, R., Viyoch. J. 2010. Depigmenting Action of Nanoemulsion containing heartwood extract of ArthocarpusIncisus on UVB-induced hyperpigmentation in C57BL/6 mice.Journal of Cosmetic Science. 62:1-14. Cahyadi, W. 2006.AnalisadanAspekKesehatanBahanTambahanPangan, Aksara. Jakarta)
Bumi
Carriel, V. S., Fernandes, J. A., Santiago, S. A., Garzon, I. J., Alaminos, M., Campos, A. 2011. A novel histochemical method for a simultaneous staining of melanin and collagen fibers.Journal ofHistochemistry&Cytochemistry. 59(3): 270-277. Chan, E. W. C., Lim, Y. Y. and Omar, M. 2007. Antioxidant and Antibacterial Activity of Leaves of Etlingera Species (Zingiberaceae) in Peninsilar Malaysia.Food Chemistry. 104: 1586-1593. Chandra, M., Levitt, J., Pensabene, C. A. 2011.Hidroquinone Therapy for PostInflammatory Hyperpigmentation Secondary to Acne.Acta Dermatology Venerology. 91: XX-XX. Chandrika, U. G., Wedage, W. S., Wickramasinghe, S. M. D. N., Fernando, W. S. 2006. Hypoglycaemic Action Of The Flavonoid Fraction of ArtocarpusHeterophyllus Leaf. Afr. Journal Trad. CAM, 3(2) : 42-50. ISSN 0189-6016. Chang, T. S. 2009. An Update Review of Tyrosinase Inhibitor. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/article/PMC2705500/. Accessed at 23 May 2014. Chang, Y. Q., Tan, S. N., Yong, J. W. H, and Ge, L. 2012. Detrmination of Flavonoids in CostusSpeciosus and EtlingeraElatior by Liquid Chromatography-Mass Spectometry. ISSN: 0003-2719. Chen, H. J., Huang, D. J., Lin, C. D. and Lin, Y. H. 2005.Antioxidant and AntiProliferative Activities of Water Spinach (Ipomoea aquatic Forsk) Constituents.Bot. Bull. Acad Sin. 46:99-106. Chiari, M. E., Vera, D. M., Palacios. S. M., Carpinella, M. C. 2011. Tyrosinase Inhibitory Activity of A 6-Isoprenoid-substituted Flavonone Isolated from DaleaElegans.Bioorg Med Chem. 19(11):3474-82. Costin, G. E., Hearing, V. J. 2007. Human Skin Pigmentation: Melanocytes Modulated Skin Color in Response to Stress. Available from: http://www.fasebj.org/content/21/4/976.full. accessed at 8 May 2014. Debabrata, B. 2009.Topical Treatment of Melasma.Indian Journal of Dermatology. 54(4):303-309.
Di, X., Wang, S., Wang, B., Liu, Y., Yuan, H., Lou, H., Wang, X. 2013. New Phenolic Compounds From The Twigs of ArtocarpusHeterophillus. Drug DiscovTher. 7(1):24-8. Dreher, F., Maibach, H. 2001.Protective Effects of Topical Antioxidants in Human. In: Elsner, T. J., editor. Oxidants and Antioxidants in Cutaneus Biology. Vol.29. Switzerland: Krager. P 157-163. Ersam,
T. 2001, Senyawa Kimia MakromolekulbeberapaTumbuhanArtocarpus HutanTropika Sumatera Barat, (Disertasi). ITB, Bandung
Erwin. 2001. Profil Kimia Artocarpus The Chemical Profile of Artocarpus. Kimia FMIPA UniversitasMulawarman.ISSN 1693-5616. Fatchiyah. 2013. “Laik Ethic PenelitianDenganHewanCoba” (makalah). Malang: Brawijaya. Federer, W. T. 2011. Statistical Design and Analysis for Intercropping Experiments. New York: Springer. p 30-33. Feng, H. L., Tan, L., Chai, W. M., Chen, X. X., Shi, Y., Gao, Y. S., Yan, C. L., Chen, Q. X. 2014. Isolation and Purification of Condensed Tannins from flamboyant tree and their antioxidant and antityrosinase activity. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24671565. Accessed at: 24 January 2015. Goichnik, J. M., Rhodes, A. R., Sober, A. J. 2008. Benign Neoplasias and Hyperplasias of Melanocytes. In: Wollf, K., Goldsmith, L. A., Katz, S. I., Gilchrest B. A., editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th edition. New York: McGrawHill. p 1099 – 1122. Goldman, R., Klatz, R. 2007. Theories on Aging, In Hirsch, C.,Rosenberg, C.,editors.The New Anti Aging Revolution.Third edition. North Bergen: Basic Health Gonzales, S., Fernandez, L. M., Gilaberte , C. Y. 2008. Thee Lates on Skin Photoprotection.Clinic in Dermatology. 26: 614-26. Hadiyati, P. U., Sibero, H. T., Apriliana. 2014. Quality of Life of Melasma Patients at Dr. H. Abdul Moeloek Hospital in Lampung. Medical Journal of Universitas Lampung. ISSN 2337-3776 Halder, R. M., Nootheti, P. K. 2003. Ethnic Skin Disorder Overview.Journal American Acadadey of Dermatology.48:S143-S148. Halliwell, B., Guttridge, J. M. C. 2007. Free Radicals in Biology and Medicine. New York : Oxford University Press. p 19-633. Harborne, B. J. 1987. MetodeFitokimiaPenuntun Cara Modern MenganalisisTumbuhan, ITB Bandung.
Hastiningsih,I.2014.Penentuan Dosis Ekstrak Artocarpus Heterophillus Dapat Mencegah Peningkatan Melanin pada Marmut yang dipapar UVB (Penelitian Pendahuluan).. UNUD, Denpasar (unpublished). Herbert, F., Haberman, I. 2002. Sunscreen product and process for the production thereof.Availabel from: http://www.google.com/patents/EP0696305A1?cl=en Ichihashi, M., Ando, H., Yoshida.M., Niki, Y., Matsui, M. 2009.Photoaging of the Skin.Journal of Anti Aging Medicine. 6(6):46-59. Ignat, I., Volf, I., Pupa, V. J. 2011. A Critical Review of Methods for Characterisation of Polyphenolic Compounds in Fruit and Vegetables.Food Chemistry. 12b: 1821-35. Imholte, M., Jindra, N. 2009.The Potential Application of Hairless Guines Pigs as a Replacement for the Yucatan Mini-Pig in Animal Studies.AFRL-RH-BR-TR2009-0020. Ishikawa, F. 2000. Aging clock: the watchmaker’s masterpiece. Cell Mol Life Sci 57:698-704 , [cited 2014 Sept. 28]. Availabel from: http:/www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10892336?dopt=Abstract&holding=npg. Accessed at 7 Augustus 2014 Jain, S. 2012. Epidermis – Basic Science and Immunology. In: Dermatology, Illustrated Study Guide and Comprehensive Board Review. USA: Springer. p.2-10. Joesoef, C. G. 2011. “PengobatanKombinasiNatriumAskorbilFosfatTopikaldan IontoforesisAsamAskorbatEfektifMengurangiMelasma”(tesis). Denpasar: UniversitasUdayana. Jutley, G. S., Rajaratnam, R., Halpern, J., Salim, A., Emmett, C. 2013.Systemic Review of Randomized Controlled Trials on Interventions for Melasma: An Abridged Cochrane Review. Journal of The American Academy of Dermatology. Vol.70(2): 369-373. Kang, H. K., Ortonne, J. P. 2010. What Should Be Considered in Treatment of Melasma.Annuals of Dermatology. 22(4): 373-378. Kareem, Z. M. 2012. Antioxidant Activity of Flavonoid Extract From OleaEuropaea L. Leaves. Journal Thi-Qar Science. ISSN 1991-8690 Kasraee, B. 2001.Depigmentation of Brown Guinea Pig Skin by opical Application of Methimazole.Journal of Investigative Dermatology. 118, 205-207. Kauvar, A. N. B. MD., 2012.The Evolution of Melasma Therapy: Targeting Melanosome Using Low-Fluence Q-Switched Neodymium-Doped Yttrium Aluminum Garnet Lases. Seminars in Cutaneous Medicine and Surgery. Elsevier Inc. 126-132.
Kawasaki, Y., Mori, C., Shirono, Y., Kawana, S. 2013. Combination Treatment for Melasma with Carbon Photoenhancer Suspension-assisted 1064 nm Nd: YAG Lase Peel. A case Report od Seven Japanese Patients. Journal of Anti Aging Medicine.P.37-41. Khan, H. M. S., Akhtar, N., Rasool, F., Khan, B. A., Mahmood, T. and Khan, M. S. 2010. In Vivo Evaluation of Stable Cream Containing Flavonoid on Hydration and TEWL of Human Skin. World Academy of Science, Engeneering and Technology. Vol.4:11-21. Khultanan, K. 2005. Pigmentary Disorder in Dermatology.Bangkok Holistic Publishing. P.100-19 Kimball, A. B. 2008. Skin Differences, Needs, and Disorder Across Global Populations..Journal of Investigative Dermatology Symposium Proceedings. 13:2-5. Kindred, C., Halder, R. 2010.Pigmentation and Skin of Color. In: Draelos, Z. D., editor. Cosmetic Dermatology Products and Procedures.First edition. New Jersey: Wiley-Blackwell. p 27-35. Ko, H. H., Tsai, Y. T., Yeb, M. H., Lin, C. C., Liang, C. J., Yang, T. H., Lee, C. W., Yen, F. L. 2013. Norartocarpetin from a folk MedicideArtocarpusCommunis Plays a Melanogenesis Inhibitor Without Cytotoxicity in B16F10 Cell and Skin Irritation in Mice. Bio Med Cenral.Complementary & Alternative Medicine.p 1-12. Krutmann, J. 2011. Skin Aging. In: Krutmann, J.,Humbert, P.,editors.,Nutrition for Healty Skin. New York: Springer. p 15-24. Kugler, H. 2013. An Introduction to The Theories of Aging and The Logic of Anti Aging Thinking. Available at: http://www.drhanskugler.com/ Accessed at 6 Agustus 2014. Lapeere, H., Boone, B., Schepper, S. D., Verhaeghe, E., Ongenae, K., Geel, N.V. 2008. Hypomelanosis and Hypermelanosis. In: Wolf, K., Gold-smith, L.A., Katz G.S., Gilchrest B.A., editors.Fitzpatricks Dermatology in General Medicine.7th edition.vol 1. New York: McGraw Hill. p623-640. Lee, T.H., See, J.O., Baek, S.H., Kim, S.Y. 2014. Inhibitory effects of resveratrol on melanin synthesis in ultraviolet B-induced pigmentation in Guinea pig skin. Biomolecules and Therapeutics Journal. 22(1): 35-40. Mahalingam, R., Li, X., Jasti, B. R. 2008. Semisolid Dosages: Ointments, Creams and Gels. In: Ga, S. C., editor. Pharmaceutical Manufacturing Handbook: Production and Processes. First Edition. Canada: John Wiley. p.267-276. Marczyk., Geoffrey, R., Dematteo, D., Festinger, D. 2005. Experimental design. In: Dematteo, D., David., editors. Essential of Research Design and Methodology.First edition. New Jersey: John-Wiley. p 48-56.
McMullen, R. L., Bauza, E., Gondran, C., Oberto, G., Domloge, N., Dal Farra, C., Moore, D. J. 2010. Image analysis to quantify histological and immunoflourescent staining of ex vivo skin and skin cell culture..International Journal Cosmetic Science. 32(2): 143-154. Michael, R., Campoli., Walsh, P. 2011. Malignant Melanoma. In: Fitzpatrick, J. E., Morelli, J. G., editors. Dermatology SecretPlus. Fourth edition. Philadelphia: Elsevier Mosby. P 319-330. Miot, H. A., Brianezi, G., Tamega, A. A., Miot, D. B. M. 2012. Techniques of Digital Image Analysis for Histological Quantification of Melanin. Available from:http://dx.doi.org/10.1590/S0365-05962012000400014. Accessed at:7 May 2014. Moin, A. 2009. Prevalence and Awareness of MelasmaDuring Pregnancy. In: Alam, M., Bhatia, A.C., Kundu, R.V., Yuu, S.S., Chan, H.H., editors. Cosmetic Dermatology for Skin of Color. New York: McGraw Hill. p 116-117. Moini, H., Packer, L., Erik, N. 2002. Antioxidant and Prooxidant Activities of ά-Lipoic Acid and Dihydrolipoic Acid.Toxicology and Applied Pharmacology 182, 8490. Murray, R. K. 2009. Harper’s Illustrated Biochemistry. USA. Mac Graw Hill Company. p 28-101. Nguyen, N. T., Nguyen, M. H., Nguyen, H. X., Bui, N. K., Nguyen, M. T. 2012. Tyrosinase Inhibitor from The Wood of ArtocarpusHeterophyllus. Journal National Production. 75:1951-5. Nnoruka, E., Okoye, O. 2006. Topical Steroid Abuse: its use as a depigmentation agent. Journal of The National Medical Association. Vol. 98(no.6): 1-10. Nordlund, J. J. 1992. Introduction to The Biology of The Pigment System. In: Moschela, S.L., Hurley, H.J., editors, Dermatology. Philadelphia : WB Saunders. p 1421-1471. Orazio, J. D., Jarett, S., Ortiz, A. A., Scott, T. 2013. UV Radiation and the Skin.International Journal of Molecular Sciences, 14(6),12222-12248; doi:10.3390/ijms140612222 Padayatty, S. J., Katz, A., Wang, Y., Eck, P., Kwon, O., Lee, J. H., Chen, S., Corpe, C., Dutta, A., Dutta, A., Dutta, S. K., Levine, M. 2003. Vitamin C as an Antioxidant: Evaluation of is Role in Disease Prevention. Journal of the American College of Nutrition.Volume 22. No.1, 18-35. Pandel, R., Poljsak, B., Godic, A., Dahmane, R. 2013. Skin Photoaging and The Role of Antioxidants in Its Prevention. International Scholarly Research Notices. ISRN Dermatology Vol. 2013(2013), Article ID 930164.
Pangkahila, W. 2011. TetapMudadanSehat.First Edition. Jakarta: Kompas. p 11- 37 Pangkahila, W. 2007.MemperlambatPenuaan, MeningkatkanKwalitasHidup. First Edition. Jakarta: Kompas. p 8-26 Pangkahila, W. 2014.SeksdanKualitasHidup, First Edition. Jakarta: Kompas. p
77-81
Pangkahila, W. 2014. Effect of Hormonal Contraception InMelasma Occurrence, (Presnted at Central Java Seminar in Aesthetic Medicine Update 2014, Semarang June 13-14, 2014) Pawaskar, M. D., Parikh, P., Markowski, T. 2007. Melasma and Its Impact on HealthRelated Quality of Life in Hispanic Women. Journal of Dermatology Treatment. 18:5-9. Philip, J. M., Evaluation of The Aging Face. In: Carniol, P. J., Sadick, N. S., editors, Clinical Prosedure in Laser Skin Rejuvenation. First Edistion. United Kingdom: Informa Healthcare. p11-16. Pinnel, S. R. 2003. CutaneusPhotodamage, Oxidative Stress, ,and Topical Antioxidant Protection. Journal of the American Academy of Dermatology. Vol.48:1-22. Prihatman, K. 2000. Nangka (artocarpusheterophilluslamk), SistemInformasi ManajemenPembangunandiPedesaan. BAPPENAS.p.1-15. https://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/nangka.pdf Rajeswari, G., Murugan, M., Mohan, V. R. 2012. GC-MS Analysis of bioactive components of HugoniaMystax L Bark (Linaceae). Reasearch Journal of Pharmaceutical Biological and Chemical Science, ISSN : 0975-8585 Ramirez, S. P., Carvajal, A. C., Salazar, J. C., Arroyave, G., Florz, A. M., Echeverry, H. F. 2013. Open-Label Evaluation of Novel Skin Brightening System Containing 0,01% decapeptide-12 in Combination with 20% Buffered Glycolic Acid for The Treatment of Mild to Moderate FascialMelasma. Journal of Drugs Dermatology. 12(6):106-10. Rigel, D.S. 2004. Photoaging. In Rigel, D. S., editors. Basic and Clinical Dermatology. First edition. New York: Taylor &Francis.p 4-9. Rukmana, R. 1998. Budi DayaNangka. PenerbitKanisius,Yogyakarta. p.17. Saewan, N., Jimtaisong, A. 2013. Photoprotection of Natural Flavonoids.Journal of Applied Pharmaceutical Science.Vol.3(09) p 129-141. ISSN 2231-3354. Sakana, S., Tachibana, Y., Okada., Yuki., 2005. Preparation and Antioxidant Properties of Extracts of Japanese Persimo Leaf Tea (kakinocha-cha). 89: 569-575. Sanaka, S., Tachibana,Y., Okada., Yuki. 2005. Preparation And Antioxidant Properties of Extract of Japanese Persimo Leaf tea (Kakinocha-cha). Food chemistry 89:569-575
Santoso, M. I. E. BukuAjarEtikPenelitianKesehatan. Jakarta Scott, D., Bennion, M. S. 2011. Structure and Function of The Skin. In: Fitzpatrick, J. E., Morelli, J. G., editors. Dermatology Secret Plus. Fourth edition. Philadelphia: Elsevier Mosby. P 6-13. Smith,
J. B., Mangkoewidjojo, S. 1988. .PemeliharaanPembiakandanPenggunaanHewanPercobaan Di Daerah Tropis. Jakarta, PenerbitUniversitas Indonesia
Soepardiman, L. 2010. KelainanPigmen. In: Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S., editor. IlmuPenyakitKulitdanKelamin.Fifth Edition. Jakarta: BalaiPenerbit FKUI. P.289-295. Stalling, A. S., and Lupo, M. P. 2009. Practical uses of Botanicals in Skin care. Journal of Clinical AestheticDermatology. 2(1):36-40. Steiner, D., Feola,, C., Bialeski, N., Silva F. A. M. 2009. Treament of Melasma : Systematic Review. Surgical and Cosmetic Dermatology. 1(2):87-94. Stern, R. S. 2004. Treatment of Photoaging.The New England Journal of Medicine. 350: 1526-1534 Sudha, T., Chidambarampillai, S., Mohan, V. R 2013. GC-MS Analysis of Bioactive Components of Aerial Parts of FluggeaLeucopyrusWilld (Euphorbiaceae), Journal of Applied Pharmaceutical Science, Vol. 3(05), p. 126-130. ISSN 22313354. Sugiharto, Arbakariya, A., Syahida, A., Muhajir, H. 2012. EfektivitasKurkuminSebagaiAntioksidandan Inhibitor Melanin padaKulturSel B16-F1.Berk.PenelitianHayati: 17(173-176), FakultasSainsdanTekhnologi, UniversitasAirlngga Suhartati, T. 2001. SenyawaFenolBeberapaSpesiesTumbuhanJenisCempedak Indonesia.(tesis). Kimia-ITB, Bandung Supriyanti, F. M. T., Zackiyah.,Putri, W. S. 2010. PenentuanAktivitasdanJenis InhibisiEkstrakKulitBatangArtocarpusHeterophillus LAMK sebagai Inhibitor Tirosinase.JurnalSainsdanTeknologi Kimia.ISSN 2087-7412. Suryanto, B. R. 2012. PemeliharaandanPenggunaanMarmutSebagaiHewan Percobaan. Available from: http://www.bbvetwates.comuploadjurnal Pemeliharaan_dan_Penggunaan_Marmut_sebagai_Hewan_Percobaan1.pdf (2). Accessed at 25 May 2014. Syamsuhidayat, S. S. and Hutapea, J. .R. 1991. InventarisTanamanObat Indonesia, Second Edision. DepartemenKesehatan RI, Jakarta. Taylor, S. C. 2005. Photoaging and Pigmentary Changes of the Skin, In Burgess, C. M, editor.Cosmetic Dermatology.First edition. Germany: Springer. p 29- 49.
Tristianty, S., 2014.PemberianKombinasiKrimHidrokuinonDnAsamTraneksamat Oral MenurunkanJumlah Melanin LebihBanyakDibandingKrimHidrokuinonPadaMarmutBetina (CaviaPorcelus) yang dipaparUVB(tesis). Denpasar, Program StudiIlmuBiomedik Program PascasarjanaUniversitasUdayana. Vani, A. T. 2013. ”PemberianKrimEkstrakUbiUngu(ipomeabatatas L) Mencegah PenurunanJumlahKolagenKulitTikusPutihGalurWistar (Rattusnorvegicus) Yang DipaparSinar Ultra Violet B” (tesis). Denpasar: UnivesitasUdayana. Victor, F. C., Gelber, J., Rao, B. 2004. Melasma : A Review. Journal Cutaneus Medical and Surgery. 8(2):97-102 Wenk, J., Breinnesen, P., Meewes, S., Wlaschek, M., Peters, T., Blaudschun, R., Ma, W., Kuhr, L., Schneider, L., Scarffetter, K. K. 2001. UV-Induced Oxidatives Stress and Photoaging. In: Elsner, T. J., editor. Oxidants and Antioxidants in Cutaneous Biology.Vol. 29. Switzerland: Krager. p 83-94. Wiraguna, A. A. G. P. 2013. “Pemberian Gel EkstrakBulungBoni (Caulerpaspp) TopikalMencegahPenuaanKulitMelaluiPeningkatanEkspresiKolagen, Penurunan Kadar danEkspresi MMP-1 sertaEkspresi 8-OHdG padaTikus Wistar yang DipaparSinar Ultra Violet-B”(disertasi). Denpasar.Universitas Udayana. Wisynu, B., Jatmiko, A., Pratiwi, A., Natasya, R., Adam., Sulistyorini, E., Maryani, R. 2014. Nangka (ArtocarpusHeterophillus). Cancer Chemoprevention Research Centre (CCRC). Farmasi UGM. [cited 2014 Oct.24]. Available from : URL: http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/?page_id=385. Accessed at 5 July 2014. Woolery-Lloyd, H. 2009.Skin of Color. In: Baumann, L., Saghari, S., Weisberg, F., editors. Cosmetic Dermatology.Second edition. New York: McGraw Hill. p 109-116. Yaar, M., Gilchres, B. A. 1990.Cellular and Molecular mechanism of cutaneous aging. Journal of Dermatology Surgical Oncology 16:915-22.[cited 2014 Sept.28].Availabel from: URL http:/www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2229633. Accessed at 6 Augustus 2014. Yaar, M., Gilchrest, B. A. 2008. Aging of Skin, In Wolf, K., Lowel, A., Katz, G.S., editor. Fitzpatrick Dermatology in General Medicine. 7 th edition. New York: McGraw Hill. p 964-977. Yaar, M., Gilchrest, B. A. 2007.Photoahing: Mechanism, Prevention and Therapy. Journal compilation-British Journal Dermatology. Vol. 157:874-877.
Zwergel, C., Gaascht, F., Valente, S., Diederich, M., Bagrel, D., Kirsch, G. 2011.Aurones: Interesting Natural and Synthetic Compounds with Emerging Biological Potential. Available at: http://www.snupharm.ac.kr/diederich/erp/erpmenus/professor_ thesis/upLoadFiles/Zwergel_Aurones.pdf. Accessed at: 8 May 2014.
LAMPIRAN 1 HASIL ANALISIS EKSTRAK KULIT BATANG POHON NANGKA
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIT LAYANAN LABORATORIUM Jln. Kampus Bukit Jimbaran, Badung – Bali Telepon : (0361) 701801, 701803; Fax : (0361) 701801 Jln. P. B. Sudirman, Denpasar Telp. 0361-245010 Laman : www.ftp.unud.ac.id
Kepada Yth : Nomor
: 13 /Lab FTP/VII/2014 dr. Indradewi
Lamp.
:-
Perihal
: Hasil Analisis
Dengan Hormat,
Bersama ini kami sampaikan hasil analisis sampel EKSTRAK KULIT NANGKA yang diterima Unit Layanan Laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana dengan hasil sbb :
No
Parameter Kapasitas
Satuan
Hasil
ppm
1
Antioksidan
GAEAC
987,42
2
IC 50%
mg/mL
1,18
Kadar 3
Total
Fenol
% b/b GAE
0,49
% b/b 4
Kadar Tanin
TAE
0,86
5
Vitamin C
mg/100 g
31,94
6
Rendemen
% b/b
3,26
Keterangan : GAEAC
Gallic acid equivalent antioxidant capacity
GAE
Gallic acid equivalent
TAE
Tannic acid equivalent
Inhibition concentration terhadap radikal bebas DPP IC 50%
mM
Demikian kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya, kami ucapkan terimakasih
Denpasar, 11 Juli 2014 a/n Manager Operasional Laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana Pranata Laboratorium Pendidikan (PLP)
Ida
Bagus
Ketut
Widnyana
NIP. 198004192001121004
Yoga,
STP.,
MSi
LAMPIRAN 2 HASIL GC-MS EKSTRAK KULIT BATANG POHON NANGKA
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS UDAYANA UPT. LAB. ANALITIK
Kampus Bukit Jimbaran, Telp. 0361701954, HP.082341777050
KEPADA YTH: Dr. Indiradewi di tempat Nomor
: 326/UN14.24/UPTLA/2014
Hal
: Hasil Laboratorium
Hasil Analisis GC-MS Ekstrak Kulit Batang Pohon Nangka N o 1 2
3
Formula Kimia
Nama Senyawa hexadecanoi c acid ethyl ester estra1,3,5(10)trien-17beta-ol
ethyl tridecanoate
4
linoleic acid ethyl ester
5
ethyl oleate
6
gammasitosterol
Bukit Jimbaran, 3 Desember 2014 Kepala UPT Laboratorium Analitik Unud
(Prof.Dr. Ir. Ida Bagus Putra Manuaba, MPhil)
LAMPIRAN 3 UJI NORMALITAS DATA MELANIN
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova
Kelompok M el a n i n
Sinar UVB dam krim Palcebo
krim Hidroquinon 4%
krim kulit pohon 4%
ekstrak batang nangka
Sta tist ic
d f
Sig .
.13 6
1 0
.20 0*
.16 7
1 0
.16 8
1 0
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Shapiro-Wilk S t a ti s ti c
d f
Si g.
. 9 8 0
1 0
.9 63
.20 0*
. 9 0 0
1 0
.2 19
.20 0*
. 9 4 0
1 0
.5 53
LAMPIRAN 4 UJI EFEK PERLAKUAN
Uji One Way Anova Descriptives Melanin
N Sinar UVB dam krim Palcebo
krim Hidroquinon 4%
krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4%
1 0
1 0
1 0
Total 3 0
M e a n 5 4 . 3 3 3 0 3 . 0 1 2 0 4 . 2 3 0 8 2 0 . 5 2 5 3
Std. Dev iati on
4.5 163 1
.89 451
1.8 150 1
24. 475 38
S t d . E r r o r 1 . 4 2 8 1 8 . 2 8 2 8 7 . 5 7 3 9 6 4 . 4 6 8 5 7
95% Confidence Interval for Mean
Lo wer Bou nd
M a x i m u m 6 2 . 1 4
51.1 022
57.5 638
4 7 . 1 9
2.37 21
3.65 19
2 . 0 8
4 . 9 3
2.93 25
5.52 92
2 . 0 6
7 . 8 8
29.6 645
2 . 0 6
6 2 . 1 4
11.3 860
Test of Homogeneity of Variances Melanin
Upp er Bou nd
M i n i m u m
Levene Statistic
df1
df2
2.519
2
Sig. 27
.053
ANOVA Melanin Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
Mean Square
df
17151.858
2
8575.929
220.423
27
8.164
17372.281
29
F 1.050 E3
Sig. .000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Melanin LSD
(I) Kelompok
(J) Kelompok
Sinar UVB dam krim Palcebo
krim Hidroquinon 4%
Mea n Diffe rence (I-J)
51.3 2100 *
krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4%
50.1 0216 *
S t d . E r r o r
95% Confidence Interval
S i g .
Low er Bou nd
Upp er Bou nd
1 . 2 7 7 8 0
. 0 0 0
48.6 992
53.9 428
1 . 2 7 7 8 0
. 0 0 0
47.4 803
52.7 240
krim Hidroquinon 4%
Sinar UVB dam krim Palcebo
51.3 2100 *
krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4%
krim ekstrak kulit batang pohon nangka 4%
Sinar UVB dam krim Palcebo
1.21 884
50.1 0216 *
krim Hidroquinon 4%
1.21 884
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
1 . 2 7 7 8 0
. 0 0 0
53.9 428
48.6 992
1 . 2 7 7 8 0
. 3 4 9
3.84 07
1.40 30
1 . 2 7 7 8 0
. 0 0 0
52.7 240
47.4 803
1 . 2 7 7 8 0
. 3 4 9
1.40 30
3.84 07
LAMPIRAN 6
FOTO - FOTO PENELITIAN
Kelompok Kontrol
Kelompok Kontrol
Kelompok 1
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 2