TESIS KONSTRUKSI BERITA KAMPANYE PILKADA KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008 PADA SURAT KABAR LOKAL BALI
I NYOMAN BIDI SASTRA SEDANA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
1
TESIS
KONSTRUKSI BERITA KAMPANYE PILKADA KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008 PADA SURAT KABAR LOKAL BALI
I NYOMAN BIDI SASTRA SEDANA NIM. 09900261024
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
2
KONSTRUKSI BERITA KAMPANYE PILKADA KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008 PADA SURAT KABAR LOKAL BALI
Tesis untuk memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Kajian Budaya Program Pascasarjana Universitas Udayana
I NYOMAN BIDI SASTRA SEDANA NIM. 09900261024
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 3
Lembaran Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL FEBRUARI 2014
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. I Gde Semadi Astra
Dr. I Gede Mudana, M.Si NIP. 19641202 1990 1 11 001
Mengetahui Ketua Program S2 Kajian Budaya Program Pascasarjana Universitas Udayana
Direktur, Program Pascasarjana Universitas Udayana
Dr. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si NIP. 19520815 198103 1 004
Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S (K). NIP. 19590215 19850 2 001
4
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 11 Februari 2014
Panitia Penguji Tesis, Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana, No : 0270/14.4/HK/2014 tanggal 10 Februari 2014
Ketua
: Prof. Dr. I Gde Semadi Astra
Anggota
: 1. 2. 3. 4.
Dr. I Gede Mudana, M.Si. Prof. Dr. Emiliana Mariyah, M.S. Prof. Dr. I Made Suastika, S.U. Dr. I Wayan Redig.
5
UCAPAN TERIMA KASIH Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa penulis panjatkan karena rahmat-Nya, akhirnya tesis ini dapat diselesaikan pada waktunya untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan studi S-2 pada Program Studi Magister Kajian Budaya, Program Pascasarjana Universitas Udayana, dengan judul tesis ”Konstruksi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 Pada Surat Kabar Lokal Bali”. Tulisan ini dapat terselesaikan berkat bantuan maupun kerja sama berbagai pihak. Sehubungan dengan itu penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus semoga Tuhan membalas segala budi baik yang telah diberikan kepada penulis, secara khusus kepada : (1) Prof. Dr. I Gde Semadi Astra, selaku pembimbing I yang telah memotivasi dan mengarahkan penulis dengan penuh kekeluargaan, dan Dr. I Gede Mudana, M.Si selaku pembimbing II yang memberi arahan dan panduan penyelesaian tesis ini. (2) Terima kasih para penguji tesis kepada, Prof. Dr. Emiliana Mariyah, M.S, Prof. Dr. I Made Suastika, S.U dan Dr. I Wayan Redig, yang telah memberikan arahan untuk kesempurnaan tesis ini. (3) Dr. Drs. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si, Ketua Program Studi Magister Kajian Budaya Program Studi Pascasarjana Universitas Udayana dan Sekretaris Dr. Drs. I Nyoman Dhana, M.A yang telah memberikan peluang kepada penulis untuk menempuh pendidikan Program Studi Magister Kajian Budaya di Universitas Udayana.
6
(4) Para informan, yakni calon bupati dan wakil bupati, pimpinan partai, kader partai politik, pimpinan media, redaktur dan wartawan, khususnya I Nyoman Wilasa serta masyarakat lainnya serta informan pendukung lainnya yang sangat membantu penulis ini. (5) Kepada staf administrasi dan staf perpustakaan S2 Kajian Budaya yang telah memberikan kemudahan dalam penulisan sebagai karyasiswa di Program Kajian Budaya. (6) Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman Kajian Budaya Angkatan 2009, teman-teman seperjuangan kelas sore dan pagi, yang selalu wanti-wanti mendorong dengan memberikan masukan dan dukungan moral kepada penulis. (7) Terima kasih tidak terhingga kepada istri tercinta, Gusti Ayu Sri Yuliati atas semangat dan kesabaran, kesetiaan, dan doa-doanya kepada Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa selama penulis menempuh studi di Program Kajian Budaya. Kepada ”buah hati tercinta”, Putu Ayu Ananda Aiswarya Gandhiwa (Ayu) dan Made Bagus Basudewa Brahmanta (Anta), atas kesabarannya karena telah kehilangan perhatian beberapa waktu selama studi ini, Bapak. I Nyoman Bijayasa, dan Ibu Ni Wayan Diarthi, serta Mbok Eka, Mbok Sophia, dan adikku Catik serta semua keluarga yang selalu memberikan dukungan dan mendoakan penulis. (8) Rekan-rekan di Bagian Humas dan Protokol Setda Kabupaten Gianyar, khususnya sahabat-sahabat Sub. Bagian Humas dan Pelayanan Pers
7
atas kerjasama, bantuan dan dukungannya untuk penyelesaian tulisan ini secara utuh. Akhinya penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun semoga pembaca dapat memaklumi. Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada para pembaca budiman untuk memberikan masukan dan saran yang konstruktif untuk penyempurnaan. Harapan penulis, tesis ini dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi pengembangan keilmuan, khususnya bidang Kajian Budaya serta secara positif dapat dimaknai sebagai peningkatan peran media lokal di Bali.
Denpasar, 11 Februari 2014
Penulis
8
ABSTRAK Pasca reformasi media memiliki peranan penting sebagai pilar keempat dalam membangun demokrasi di Indonesia. Salah satu ”anak” yang dilahirkan reformasi tahun 1998, adalah keluarnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti dengan penjabaran Peraturan Pemerintah Nomor. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah. Regulasi memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memilih calon pemimpin daerahnya lewat proses pilkada. Kabupaten Gianyar sudah melaksanakan dua kali pemilihan kepala daerah secara langsung yakni, tahun 2008 dan 2013. Fokus penilitian pada berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 di tiga media, yakni Bali Post, NusaBali, Radar Bali (Jawa Pos Group) yang secara menerus memberitakan lewat rubrik khusus. Tiga media memberitakan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar dalam bentuk kosntruksi berita yang diawali dengan kesepakatan pemasangan tarif dalam bentuk berita advetorial. Hal ini mengakibatkan pembaca menerima berita sebagai sebuah bentuk informasi yang secara sadar dan tidak disadari telah mengalami proses konstruksi. Berita dalam rubrik khusus (baca : iklan) dikemas sebagai informasi yang memiliki nilai informasi oleh pembaca atau publik layakanya berita secara umum. Penelitian ini menjawab tiga pokok masalah, yaitu, permasalahan yang dibahas menyangkut tentang bentuk konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar di tiga surat kabar lokal Bali, faktor-faktor yang mempengaruhi konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 di surat kabar lokal Bali, dan makna kosntruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 di surat kabar lokal Bali. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara, observasi, studi dokumen, dengan analisis data deskriptif-kualitatif dan interpretative. Ada tiga teori yang digunakan yaitu, Teori Kognisi Sosial Teun A van Dijk, Teori Ekologi Media, dan Teori Hipersemiotika. Penelitian ini mengungkap bentuk konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 berupa, konstruksi citra kandidat, program kandidat, mobilisasi massa dan konstruksi provokasi politik. Kedua pasangan calon memanfaatkan rubrik khusus yang disediakan oleh media untuk membangun citra dan opini masyarakat untuk mendapatkan dukungan dan suara dari pemilih. Konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar dipengaruhi oleh ideologi pasar, pencitraan, praktik kekuasaan, representasi partai politik, modal (sosial, ekonomi, budaya). Faktor inilah yang saling berkaitan dan bertautan serta bersimbiosis dalam mengkonstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar. Konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 di surat kabar lokal Bali menunjukkan adanya makna hegemoni, konspirasi, kapitalisme, komodifikasi dan hiperealitas. Kata kunci : konstruksi berita, kandidat, pilkada, surat kabar lokal.
9
ABSTRACT
Post- reform, media has an important role as the fourth pillar to the democracy development in Indonesia. One of the "product" born by the reforms in 1998, is the establishment of Act No. 32 of 2004 about Regional Government, followed by the translation of Government Regulation Number. 6 of 2005 about the Election, Endorsement, Nomination and Dismissal of Head of Regional Government. Regulation gives the opportunity to the public to vote for the leader of the region through the election process. Gianyar Regency has implemented two direct regional elections to choose head of regency namely, in 2008 and 2013. The study is focused on election campaign news in Gianyar regency of 2008 in the three media, namely the Bali Post, NusaBali, Radar Bali ( Jawa Pos Group ) who are constantly preaching through their special section. Those three media reported Gianyar regency election campaign in the form of news construction beginning with the installation of an agreement in the form of news advetorial rate. As an institution, we cannot separated the media from its economic interest in gaining profit. This affects the reader in receiving the news as a form of information that is consciously and unconsciously has undergone a process of construction. This study addresses three principal issues, namely, the issues discussed regarding the construction form of election-campaign news in Gianyar through three Bali local newspaper, the factors that affect news construction on Gianyar regency election campaign of 2008 in the Bali local newspaper, and the meaning of news construction in the election campaign of Gianyar regency in 2008 in the Bali local newspaper. This study uses data collection techniques such as interviews, observation, literature study, using a qualitative descriptive data analysis and interpretative. There are three theories used, namely, Social Cognition Theory Ten A van Dijk, Media Ecology Theory and Hipersemiotika Theory. This study has found the form of news construction in Gianyar regency’s election campaign in 2008 namely, the candidate image-construction, candidate programs, mass mobilization and political provocation construction. Where both candidates-pair use the special section provided by the media to create and develop personal image and public opinion to gain support and vote of the people. News construction of Gianyar election campaign is influenced by internal and external factors, including market ideology, self imaging, power practice, representation of political parties, capital (social, economic, cultural). Where these factors are interrelated and intertwined as well as symbiotic in constructing the news on Gianyar election campaign. The meaning of news construction on Gianyar regency election campaign of 2008 in the Bali local newspaper pose meaning, hegemony, conspiracy, capitalism, commodification and hypereality. Keywords : news construction, candidates, regional election, newspaper.
10
RINGKASAN
Kajian ini terfokus pada konstruksi berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008, berlangsung dari tanggal 28 Desember 2007 – 10 Januari 2008. Pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar diberitakan pada rubrik khusus di tiga surat kabar lokal Bali, yakni, Bali Post (Arena Pilkada), NusaBali (Gong Demokrasi), Radar Bali (Pilkada). Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 diikuti oleh dua pasangan calon, yakni Anak Agung Gde Agung Bharata dan Putu Yudhani Thema (Pasangan Bayu) diusung PDI Perjuangan dan Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dan Dewa Made Sutanaya (Pasangan AS) diusung Partai Golkar dan gabungan partai yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Gianyar (KRG).
Pilkada
Kabupaten
Gianyar
dimenangkan
oleh
Pasangan
AS,
mengungguli Anak Agung Gde Agung Bharata yang merupakan calon incumbent. Dalam pemberitaan tiga surat kabar menentukan tarif pemasangan berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008, di rubrik khusus. Surat kabar Bali Post, mengenakan biaya sebesar Rp. 1 juta per berita dengan ukuran 3 kolom x 15 cm. Surat kabar NusaBali dalam rubrik Gong Demokrasi mengenakan tarif sebesar Rp. 20 juta perhalaman dan untuk foto Rp. 3,5 juta. Surat kabar Radar Bali (Jawa Pos Group) mengenakan tarif berdasarkan kesepakatan kerjasama dan pemberian bonus koran. Tiga surat kabar lokal Bali, yakni Bali Post, NusaBali, Radar Bali (Jawa Pos Group) dalam memberitakan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 dalam rubrik khusus dengan frekuensi yang berbeda. Surat kabar Bali Post memberitakan Pasangan Bayu sebanyak 17 berita (32,69%), Pasangan AS, 36
11
berita (67,31%). Surat kabar NusaBali memberitakan kampanye Pasangan Bayu, 6 berita (75%) dan Pasangan AS, 2 berita (25%). Surat kabar Radar Bali memberitakan kampanye Pasangan Bayu, 7 berita (25,93%), dan Pasangan AS, 20 berita (74,17%). Total keseluruhan pemberitaan di tiga surat kabar adalah 88 buah berita, untuk Pasangan Bayu, 30 berita (34,09%), Pasangan AS, 58 berita (65,91%). Tersedianya rubrik khusus, dan frekeunsi berita yang berbeda dalam pemberitaan tiga surat kabar, memunculkan rumusan masalah tentang bentuk, faktor-faktor dan makna kosntruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 di surat kabar lokal Bali. Berdasarkan latarbelakang dan rumasan masalah, penulis mengangkat judul ”Konstruksi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 Pada Surat Kabar Lokal Bali”. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang pengumpulan datanya menggunakan teknik wawancara, observasi, studi dokumen, dengan analisis data deskritif kualitatif dan interpretatif. Tiga teori yang digunakan yaitu, Teori Kognisi Sosial, dari Teun A Van Dijk, Teori Ekologi Media, dari Mashall McLuhan serta Teori Hipersemiotika, dari Jean Bouddrillad. Teori Kognisi Sosial digunakan untuk mengungkap bentuk kostruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 di surat kabar lokal Bali. Teori Ekologi Media digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 di surat kabar lokal Bali. Teori Hipersemiotika digunakan untuk mengungkap makna konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 di surat kabar lokal Bali. Disamping tiga teori digunakan secara elaboratif untuk memecahkan permasalahan yang ada.
12
Teun A Van Dijk dalam Teori Kognisi Sosial, menjelaskan tentang struktur dan proses terbentuknya teks. Kognisi sosial menunjukkan bagaimana teks di produksi oleh wartawan, dan bagaimana nilai-nilai masyarakat diserap wartawan dalam membuat teks berita. Dalam penelitian salah satu indikator yang dipakai untuk mengamati topik sebuah teks adalah judul dan makna pesan umum yang diangkat dalam berita politik. Dalam penelitian ditemukan adanya bentuk konstruksi citra kandidat, program kandidat, mobilisasi massa, dan konstruksi provokasi politik. Empat konstruksi tersebut, program kerja kandidat memiliki muatan informasi yang lebih bermakna dibandingkan bentuk konstruksi kualitas dan citra, mobilisasi dukungan, dan provokasi politik. Konstruksi program kerja menggambarkan, kontrak politik yang nantinya dilaksanakan jika kandidat berhasil menjadi pemenang dalam pilkada. Bentuk konstruksi wacana semacam ini sangat diperlukan calon pemilih untuk secara cerdas dan rasional dalam menentukan pilihan politiknya. Dari 88 berita yang dikonstruksi terdapat 9 berita yang memuat program kerja. Ini menunjukkan konstruksi berita kampanye sebagian besar kurang bermakna bagi kepentingan publik. Teori Ekologi Media dari Marshall McLuhan, untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008. McLuhan, menjelaskan terdapat tiga asumsi yang membingkai teori ekologi media; media melingkupi setiap tindakan di dalam masyarakat, media memperbaiki persepsi manusia dan mengorganisasikan pengalaman manusia, dan media menyatukan seluruh dunia. Teori Ekologi Media
13
mungkin paling dikenal karena adanya slogan medium adalah pesan (medium is the massage). Isi dari pesan yang menggunakan media adalah nomor dua dibandingkan dengan mediumnya (atau saluran komunikasi). Medium memiliki kemampuan untuk mengubah bagaimana manusia berpikir mengenai orang lain, dirinya sendiri, dan dunia di sekeliling. McLuhan tidak mengesampingkan isi, sebaliknya isi mendapat perhatian lebih besar dari medium. McLuhan berpendapat bahwa walaupun sebuah pesan mempengaruhi keadaan sadar, adalah medium yang memengaruhi dengan lebih besar lagi keadaan bawah sadar. Hipotesis McLuhan bahwa medium membentuk pesan dan, ironisnya, ketidaksadaran mengenai mediumlah yang membuat suatu pesan menjadi lebih penting. Dalam hal ini berita yang dimuat dalam surat kabar diyakini memiliki nilai informasi, hiburan dan pendidikan tanpa disadari bahwa berita yang dimuat telah melalui proses kontruksi dari redakasi media bersangkutan. Dalam penelitian ditemukan faktor yang mempengaruhi kosntruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 adalah, kebijakan redaksi, ideologi wartawan, ideologi pasar, pencitraan, praktik kekuasaan, representasi partai politik, serta modal (sosial, ekonomi dan budaya). Keseluruhan faktor yang telah disebutkan di atas, faktor pemilik modal memegang peran paling menentukan atas keseluruhan konstruksi berita yang dimuat dalam surat kabar. Konstruksi berita kampanye pilkada didasarkan atas kontrak kerjasama ekonomi dalam bentuk pemasangan iklan atau advertorial antara kandidat dengan institusi surat kabar. Keputusan menyangkut kontrak kerjasama ekonomi ini ditentukan oleh pemilik modal media.
14
Teori hipersemiotika, menurut Piliang, digunakan untuk menjelaskan sebuah kecenderungan yang berupaya melampaui batas oposisi biner di dalam bahasa dan kehidupan sosial. Prinsip oposisi biner ini tampak sangat sentral dalam pemikiran struktural mengenai semiotika. Prinsip-prinsip yang ada dalam hipersemiotika, perubahan dalam transformasi, imanensi, perbedaan, permainan bahasa, simulasi, diskontiniuitas. Konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008, dengan menggunakan Teori Hipersemiotika dari Jean Baudrillard,
memunculkan
makna,
hegemoni,
konspirasi,
kapitalisme,
komodifikasi dan hiperealitas yang memunculkan kesimpangsiuran pada makna. Berdasarkan deskripsi atas makna-makna tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa surat kabar melakukan konspirasi dengan kandidat dan usaha sekeras-kerasnya menghegomoni pembaca atau publik melalui penggunaan tandatanda semiotis yang berlebihan dalam teks berita kampanye. Publik disuguhkan berita kampanye yang kurang bermakna bagi proses pencerdasan dan pendidikan politik di alam demokrasi. Surat kabar secara sadar mengelola berita kampanye sebagai komoditas dan bentuk kapitalisme secara masif.
15
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ..........................................................................................
i
HALAMAN JUDUL........................................................................................ ii LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. iii UCAPAN TERIMAKASIH............................................................................. vi ABSTRAK........................................................................................................ ix ABSTRACT...................................................................................................... x RINGKASAN................................................................................................... xi DAFTAR ISI..................................................................................................... xvi DAFTAR TABEL............................................................................................. xx DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xxi DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM................................................... xxiv GLOSARIUM................................................................................................... xxv
BAB I................................................................................................................ 1PENDAHULUAN...... 1.1 Latar Belakang...…………………………………………………............. 1 1.2 Rumusan Masalah...………………………………………………............ 7 1.3 Tujuan Penelitian...………………………………………………............. 7 1.3.1 Tujuan Umum...…………………………….………….......................... 7 1.3.2 Tujuan Khusus...……………………………….………......................... 8 1.4 Manfaat Penelitian...………………………………………………........... 8 1.4.1 Manfaat Teoretis.....……………………………………......................... 8 1.4.2 Manfaat Praktis...……………………………………............................. 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN.................................................................... 10 2.1 Kajian Pustaka...…………..………………………………………........... 10 2.2 Konsep...………………..…………………………......………................. 15 2.2.1 Konstruksi Berita Kampanye.………..…………………........................ 16
16
2.2.2 Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008................................................. 19 2.2.3 Surat Kabar Lokal Bali......................…….............................................. 21 2.2.4 Konstruksi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 pada Surat Kabat Lokal Bali.................................................................... 22 2.3 Landasan Teori............................................................................................ 23 2.3.1 Teori Kognisi Sosial....................……………………............................ 23 2.3.2 Teori Ekologi Media.………………......................…............................ 25 2.3.3 Teori Hipersemiotika....................................………….......................... 28 2.4 Model Penelitian.………………………………………………................ 32
BAB III METODE PENELITIAN................................................................. 34 3.1 Rancangan Penelitian……….……………………………....……............. 34 3.2 Lokasi Penelitian...…………….………………………….....…................ 35 3.3 Jenis dan Sumber Data……….……………………….....…….................. 35 3.3.1 Jenis Data………………………………………….…............................ 35 3.3.2 Sumber Data………………………………………................................. 36 3.4 Penentuan Informan Penelitian….…………………………...................... 36 3.5 Instrumen Penelitian…….……………………………..…........................ 36 3.6 Teknik Pengumpulan Data…………..………………...……..................... 36 3.6.1 Wawancara........................................…………………........................... 36 3.6.2 Observasi….............……………………….……..…….......................... 37 3.6.3 Studi Dokumen.................…………………………...…........................ 37 3.7 Teknik Analisis Data.....…..…………………………..……...................... 37 3.8 Teknik Penyajian Hasil Penelitian…….………………............…............. 40
BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN GIANYAR, PILKADA GIANYAR 2008, SURAT KABAR LOKAL BALI...................... 41 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Gianyar........………………......….……..... 41 4.2 Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 dan Tahapannya......................... 46 4.2.1 Pembentukan PPK, PPS dan KPPS.....……………….....……............... 47 4.2.2 Sosialisasi Pelaksanaan Pilkada............................................................... 48
17
4.2.3 Pendaftaran dan Penetapan Pemilih.................…….…........................... 49 4.2.4 Pendaftaran dan Penetapan Pasangan/Paket Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah .............................................................................. 51 4.2.5 Kampanye Pasangan/Paket Calon.........……………............................... 52 4.2.6 Pemungutan dan Penghitungan Suara..............…….…........................... 53 4.2.7 Penetapan, Pengangkatan dan Pelantikan Pasangan Calon Terpilih....... 55 4.3 Gambaran Umum Surat Kabar Bali Post, NusaBali, Radar Bali................ 56 4.3.1 Sejarah Singkat Surat Kabar Bali Post..............…….….......................... 64 4.3.2 Sejarah Singkat Surat Kabar NusaBali..……….……............................. 66 4.3.3 Sejarah Singkat Surat Kabar Radar Bali………….................................. 68
BAB V BENTUK KONSTRUKSI BERITA KAMPANYE PILKADA KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008 PADA SURAT KABAR LOKAL BALI.................................................................. 70 5.1 Konstruksi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar......................... 70 5.2 Frekuensi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar di Surat Kabar.. 72 5.3 Peliputan Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar pada Surat Kabar......... 74 5.3.1 Surat Kabar Bali Post............................................................................... 74 5.3.2 Surat Kabar NusaBali.............................................................................. 76 5.3.3 Surat Kabar Radar Bali............................................................................ 78 5.4 Konstruksi Citra Kandidat pada Surat Kabar...............…........................... 81 5.4.1 Pencitraan Pasangan Bayu....................................................................... 82 5.3.2 Pencitraan Pasangan AS.......................................................................... 89 5.5 Konstruksi Program Kandidat pada Surat Kabar........................................ 92 5.5.1 Program Pasangan Bayu.......................................................................... 92 5.5.2 Program Pasangan AS.............................................................................. 96 5.5 Konstruksi Mobilisasi Massa dalam Berita Surat Kabar............................ 100 5.5.1 Mobilisisasi Dukungan Pasangan Bayu................................................... 100 5.5.2 Mobilisasi Dukungan Pasangan AS......................................................... 103 5.6 Konstruksi Provokasi Politik...................................................................... 110
18
BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSTRUKSI BERITA KAMPANYE PILKADA KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008 PADA SURAT KABAR LOKAL BALI................. 121 6.1 Kebijakan Redaksi dan Ideologi Wartawan................................................ 122 6.2 Ideologi Pasar.............................................................................................. 127 6.3 Pencitraan ................................................................................................... 132 6.4 Praktik Kekuasaan...................................................................................... 141 6.5 Representasi Partai Politik.......................................................................... 145 6.6 Modal (Politik, Sosial, dan Ekonomi)......................................................... 149
BAB VII MAKNA KONSTRUKSI BERITA KAMPANYE PILKADA KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008 PADA SURAT KABAR LOKAL BALI................................................................ 155 7.1 Makna Hiperealitas..................................................................................... 156 7.1.1 Bayu dan Bharatayudha........................................................................... 158 7.1.2 AS dan Amerika Serikat.......................................................................... 159 7.2 Makna Hegemoni........................................................................................ 161 7.3 Makna Konspirasi....................................................................................... 164 7.4 Makna Kapitalisme..................................................................................... 166 7.5 Makna Komodifikasi.................................................................................. 168 Refleksi............................................................................................................. 170
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN...........................................................
174
8.1 Simpulan..................................................................................................... 174 8.2 Saran........................................................................................................... 177
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 178 LAMPIRAN-LAMPIRAN………………………………………………….. 183 Lampiran 1 : Pedoman Wawancara Lampiran 2 : Daftar Informan Lampiran 3 : Rekap Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar di Bali Post, NusaBali, Radar Bali.
19
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1
Rekapitulasi Pemilih Tetap Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gianyar Tahun 2008…………………………………………………………… 50
Tabel 4.2
Jadwal Pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar yang Ditetapkan oleh KPU Kabupaten Gianyar Tahun 2008…………………………………………………………… 53
Tabel 4.3
Hasil Perhitungan Perolehan Suara Untuk Pasangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gianyar Tahun 2008 oleh KPU Kabupaten Gianyar………………………….. 54
Tabel 5.1
Frekuensi Berita Kampanye Pilkada Gianyar di Bali Post, NusaBali, dan Radar Bali……………………………………... 72
20
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1
Model Penelitian……………………………………………....
32
Gambar 4.1
Peta Kabupaten Gianyar………………………………………
42
Gambar 4.2
Foto Kedua Kandidat Bersama KPU Pusat……………..……
51
Gambar 4.3
Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Gianyar Periode 20082013 oleh Gubernur Bali Dewa Made Berata di Balai Budaya Gianyar, 21 Februari 2008……………………………………. 55
Gambar 5.1
Berita Bali Post, tanggal 27 Desember 2007, hal 10. Kol.2, judul “Bupati Serahkan Bantuan Koperasi di Padang Tegal Ubud”…………………………………………………………. 83
Gambar 5.2
Berita Bali Post, tanggal 30 Desember 2007, hal.11. kol. 1 judul “Gelar Kampanye Simpatik, Pasangan Bayu Sasar Pedagang Pasar”……………………………………………… 85
Gambar 5.3
Berita NusaBali, tanggal 7 Desember 2007, hal. 16. Kol 1, judul “Bayu Luar Biasa, Sederhana, dan Merakyat”…………. 88
Gambar 5.4
Berita Radar Bali, tanggal 6 Januari 2008, hal.37. kol 1, judul “Rakyat Gianyar Sambut Kemenangan Perubahan”…............. 90
Gambar 5.5
Berita Radar Bali, tanggal 10 Januari, hal 37 kol. 1, judul “Detik-detik Menjelang Kemenangan Perubahan Gianyar”….. 91
Gambar 5.6
Berita Bali Post, tanggal 29 Desember 2007, hal. 10 kol. 4, judul “APBD Gianyar 2008 Dirancang Sejahterakan Rakyat, Siswa SD dan SMP Gratis SPP dan Uang Bangunan”……….. 94
Gambar 5.7
Berita Bali Post, tanggal 30 Desember 2007, hal 11. Kol. 1, judul “Sebelum Tutup Tahun 2007, Bharata Tuntaskan Bantuan Koperasi Banjar”……………………………………. 96
Gambar 5.8
Berita Bali Post, tanggal 3 Januari 2008, hal. 10. Kol. 2, judul “Tanda Tangani MoU Kerja Ke LN Massa AS Histeris”…..… 98
Gambar 5.9
Berita Radar Bali, tanggal 3 Januari 2008, hal 29. Kol.2, judul “Heli Sebarkan Program”.………….………………………… 99
Gambar 5.10
Berita Bali Post, tanggal 7 Januari 2008, hal. 11, kol. 1, judul “Simpati Bayu Bergerak Lautan Manusia Menyeruak”……… 101
21
Gambar 5.11
Berita Radar Bali, tanggal 31 Desember 2007, hal 37. Kol 1, judul “Kekuatan Perubahan Gianyar Tidak Terbendung Lagi”. 104
Gambar 5.12
Berita Bali Post, tanggal 6 Januari 2008, hal. 11. Kol 4, judul “Tak Mau Kalah, Sukawati Dongkrak Suara AS, Hari Ini, Puluhan Ribu Massa Putihkan Sukawati”……………………. 105
Gambar 5.13
Berita Radar Bali, tanggal 7 Januari 2008, hal 37. kol. 1, judul “Mulai dari Pejalan Kaki, Motor buntut Hingga Mobil Mewah, Pulang Kampung ke Sukawati, AS Disambut Histeria Massa”……………..…………………………………………. 107
Gambar 5.14
Berita Radar Bali, tanggal 9 Januari 2008, hal 37. Kol. 1, judul “Detik-detik Menjelang Kemenangan Perubahan Gianyar”………………………………………………………. 109
Gambar 5.15
Berita Bali Post, tanggal 28 Desember 2007, hal 11. Kol.4, judul “Warga Keluhkan Intimidasi Oknum Pejabat”..….……. 111
Gambar 5.16
Berita Bali Post, tanggal 29 Desember 2007, hal 11. Kol 4, judul “Program AS Nyata Berpihak Pada Rakyat SPP Gratis Hingga Pinjaman Ke LN”, dan Berita Bali Post, tanggal 29 Desember 2007, hal. 10. Kol 1, judul “APBD Gianyar 2008 Dirancang Sejahterakan Rakyat, Siswa SD dan SMP Gratis SPP dan Uang Bangunan”……………….....………………… 115
Gambar 5.17
Berita NusaBali, tanggal 9 Januari 2008, hal 1. kol.1, judul “Diana Mengarah Tersangka”.………..……………………… 117
Gambar 5.18
Berita Bali Post, tanggal 9 Januari 2012, hal. 16 kol 1 judul “Akhiri Kampanye, Tjok Artha Teteskan Air Mata, Demi Kepentingan Perdamain, AS Mengalah”……………………... 119
Gambar 6.1
Berita NusaBali, tanggal 27 Desember 2007, hal.4. kol.1, judul “AS Cari Simpati Penggila Bola, Pencetak Gol Dapat Rp.2 Juta, Persegi Menang Bonus Rp. 5 Juta”……………….. 133
Gambar 6.2
Berita Bali Post, tanggal 9 Januari 2008, hal 14. Kol.1, judul “Akhiri Kampanye, Tjok Artha Teteskan Air Mata, Demi Kepentingan Perdamain AS Mengalah”…..………………….. 139
Gambar 6.3
Berita NusaBali, tanggal 29 Desember 2007, hal.4. kol.1, judul “Diwarnai Perang Interupsi Pendukung”………………. 148
22
Gambar 6.4
Foto Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati Sebelum Pentas Calonarang di Pura Dalem Beng (15/3/11)..………………….. 152
Gambar 6.5
Berita Radar Bali, tanggal 1 januari 2008, Hal 37. Kol 1, judul “Heli Sebar Program”………………………………………… 154
Gambar 7.1
Berita Radar Bali, tanggal 4 Januari 2008, hal 37.kol 1, judul “Massa Blahabatuh Saksikan AS Buktikan Perubahan………. 157
23
DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM
1.
ABG
: Aliansi Bhakti Gianyar
2.
AS
: Cok Ace - Sutanaya
3.
Bayu
: Agung Bharata – Yudany Thema
4.
CBS
: Cokorda Budi Suryawan
5.
Daswati
: Daerah Swatantra Tingkat
6.
DATI
: Daerah Tingkat
7.
Golkar
: Golongan Karya
8.
KPPS
: Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara
9.
KPUD
: Komisi Pemilihan Umum Daerah
10. KMD
: Koran Masuk Desa
11. KRG
: Koalisi Rakyat Gianyar
12. KSM
: Koalisi Santi Mandala
13. NKRI
: Negara Kesatuan Republik Indonesia
14. NIT
: Negara Indonesia Timur
15. Parpol
: Partai Politik
16. PDI-P
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
17. Pilkada
: Pemilihan Kepala Daerah
18. PKI
: Partai Komunis Indonesia
19. PNI
: Partai Nasional Indonesia
20. PPK
: Panitia Pemilihan Kecamatan
21. PPS
: Panitia Pemungutan Suara
22. RIS
: Republik Indonesia Serikat
23. SK
: Surat Keputusan
24. TPS
: Tempat Pemungutan Suara
25. Unud
: Universitas Udayana
26. UU
: Undang-Undang
24
GLOSARIUM 1.
bendesa
:
ketua eksekutif desa pakraman
2.
brahmana
:
pendeta rahoniawan dan keturunannya
3.
jagadhita
:
sejahtera
4.
Karya Agung Balik Sumpah dan Ngenteg Linggih
:
upacara Hindu tingkatan utama yang betujuan memulihkan dan meningkatkan kesucian pura atau mrajan.
5.
masimakrama
:
beranjangsana, memperkenalkan, menyosialisasikan
6.
mapunia
:
bersedekah atau mempersembahkan sesuatu atau materi lainnya
7.
merajan
:
tempat persembahyangan atau pemujaan umat Hindu di tingkat keluarga Tri Wangsa. Tingkatan kata ini bermakna lebih tinggi dibandingkan Sanggah, yakni tempat pemujaan umat Hindu untuk golongan non Tri Wangsa atau sudra.
8.
ngayah
:
mengabdikan diri
9.
pangelingsir
:
orang yang dituakan, tetua dalam puri
10. paruman
:
rapat di tingkat keluarga puri atau tingkat desa pakraman
11. pura
:
tempat persembahyangan umat Hindu untuk pelbagai lapisan di tingkat desa dan komunitas umat Hindu lebih tinggi lainnya
12. puri
:
keraton atau rumah para bangsawan; golongan bangsawan pemilik tanah yang dalam ideologi di Bali tergolong ksatrya
:
gelar kebangsawanan puri
13
Tjokorda
25
atau
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pascareformasi, media massa memegang peranan penting dalam kehidupan politik di Indonesia. Kekuasaan media dalam menyajikan atau melaporkan peristiwa-peristiwa politik dalam bentuk berita sering memberi dampak signifikan bagi perkembangan politik di tanah air. Media massa bukan saja sebagai sumber informasi politik, tetapi menjadi faktor pemicu (trigger) terjadinya perubahan politik. Hal ini mengingat kemampuan dan kekuasaan media massa dalam mempengaruhi masyarakat atau khalayak lewat pembentukan opini dan wacana yang diwartakan. Runtuhnya rezim otoritarian Orde Baru lewat gerakan reformasi tahun 1998, diikuti dengan kebebasan pers, telah mengubah tatanan dan kondisi politik Indonesia menuju ke arah demokratisasi. Reformasi telah mengubah dunia pers di Indonesia, dengan tidak lagi terkungkung dalam keseragaman isi dan kemasan. Media pada era dan pascareformasi dapat bebas mengembangkan model pemberitaan sesuai keinginan. Kata “bebas”, pada perkembangannya bisa bermakna lain, sebab sulit untuk mempercayai bahwa media adalah entitas yang benar-benar otonom dan mandiri. Meskipun rezim sudah berganti dan iklim politik telah sedemikian terbuka, tetap diperlukan kecurigaan terhadap faktorfaktor eksternal dan internal yang berpotensi mempengaruhi perilaku media dalam mengkonstruksi dan memaknai realitas (Sudibyo, 2006 : 1).
26
Dalam
membuat
liputan
berita
politik
yang
memiliki
dimensi
pembentukan opini publik media massa umumnya melakukan tiga kegiatan sekaligus yang dipakai untuk mengkonstruksi realitas. Pertama, menggunakan simbul-simbul politik (langue of politic), kedua, melaksanakan strategi pengemasan pesan (framing strategies), ketiga, melakukan fungsi agenda setting media (agenda setting function). Ketika tiga tindakan dilakukan oleh sebuah media dipengaruhi oleh berbagai faktor internal berupa kebijakan redaksional tertentu mengenai suatu kekuatan politik, kepentingan politik para pengelola media, relasi media dengan sebuah kekuatan politik tertentu, dan faktor eksternal seperti tekanan pasar pembaca atu pemirsa, sistem politik yang berlaku, dan kekuatan-kekuatan luar lainnya. Dengan demikian boleh jadi satu peristiwa politik bisa menimbulkan opini publik yang berbeda-beda tergantung dari cara masingmasing media mengkonstruksi berita politik (Hamad, 2004 2-3). Dalam tatanan politik, salah satu produk dari reformasi menuju demokratisasi adalah dikeluarkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti dengan penjabaran Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah. Regulasi ini memandatkan dilaksanakannya pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung oleh rakyat, lewat apa yang kita kenal dengan pemilihan kepala daerah secara langsung (Pilkada), atau pilkadal serta istilah sejenisnya.
27
Pada pelaksanaan Pilkada Gubernur, Bupati, dan Walikota, semua kandidat berkepentingan untuk dapat tampil sebagai pemenang dalam memperebutkan suara terbanyak dalam pesta demokrasi. Berbagai upaya dan sarana serta celah yang ada, ditempuh kandidat bersama tim sukses untuk menarik perhatian, dukungan dan yang terutama adalah suara pemilih. Kampanye merupakan media komunikasi politik kandidat bersama tim sukses untuk menyampaikan program dan pesan, yang selanjutnya dapat menarik perhatian pemilih. Bentuk kampanye sendiri sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh KPU sebagai pelaksana pemilu adalah berupa kampanye terbuka dan kampanye lewat media massa. Dalam berkampanye di media massa kandidat bersama tim sukses berupaya menyampaikan pesan dan membangun pencitraan diri untuk menarik simpati serta dukungan pemilih. Ruang publik di dalam media massa, menjadi ruang ekspresi yang tak lepas dari berbagai manuver, taktik, dan strategi politik yang digelar oleh elite politik dalam meraih dukungan atau suksesi pilkada. Teknik pencitraan politik dengan mengemas citra tentang sosok calon kepala daerah dalam praktik politik pencitraan (politics of image), menempatkan media massa sebagai kendali utama pemberitaan. Peranan media massa dalam pemilihan kepala daerah secara langsung, juga signifikan dalam konteks kehidupan demokrasi di Bali, terlebih pasca reformasi (tahun 1998). Pasca reformasi di Kabupaten Gianyar telah berlangsung tiga kali pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, yakni tahun 2003, 2008 dan 2013. Dimana untuk tahun 2003 dipilihan lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
28
(DPRD), tahun 2008 dan 2013 dipilih secara langsung lewat pemilihan kepala daerah secara langsung oleh masyarakat Gianyar. Pilkada Tahun 2008 merupakan pilkada langsung pertama bagi masyarakat Gianyar untuk memilih Bupati dan Wakil Bupati Gianyar untuk periode 2008-2013, dan berbarengan dengan masa studi penulis. Pilkada Kabupaten Gianyar diikuti dua kandidat atau pasangan calon yang bertarung dalam perebutan kursi Bupati dan Wakil Bupati Gianyar periode 2008 – 2013. Kandidat calon bupati incumbent, Anak Agung Gde Agung Bharata dan Putu Yudhani Thema (Paket Bayu) berhadapan dengan paket Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dengan Dewa Made Sutanaya (Paket AS). Paket Bayu diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bernomor urut satu berhadapan dengan pasangan kandidat nomor urut dua yakni paket AS. Paket AS diusung koalisi partai gabungan, yakni Partai Golkar, PIB, Demokrat, PDP, PNBK, dan PNI Marhenisme. Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 merupakan pertarungan antar kandidat incumbent dengan koalisi partai gabungan. Dua kandidat juga dinilai oleh berbagai kalangan memiliki kekuatan politik dan basis massa berimbang. Paket Bayu dengan PDIP diprediksi unggul di Kecamatan Sukawati, Gianyar, Payangan dan Tampaksiring. Sementara Pasangan AS, yang didukung oleh Partai Golkar dan Kolisi Rakyat Gianyar (KRG), memiliki basis massa di Ubud, Tegalalang dan Blahbatuh. Dua calon bupati merupakan tokoh puri, yakni A.A.G Agung Bharata sebagai tokoh Puri Gianyar dan Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati sebagai tokoh Puri Ubud. Pertarungan kedua kandidat juga dimaknai
29
sebagai perhelatan antara Puri Gianyar sebagai tempat kelahiran A.A.G Agung Bharata dengan Puri Ubud sebagai asal dari Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati. Berdasarkan beberapa faktor di atas, banyak kalangan memprediksi Pilkada Gianyar tahun 2008 sebagai pilkada langsung pertama bagi masyarakat Gianyar akan berlangsung seru dan penuh kejutan. Berdasarkan hasil perhitungan suara, pasangan dengan nomor urut dua, yaitu Paket AS berhasil memenangkan Pilkada langsung Gianyar yang berlangsung pada tanggal 12 Januari 2008 dengan perolehan 134.527 suara dan 138.182 untuk keunggulan Paket AS. Selanjutnya pada tanggal 22 Februari 2008, bertempat di Balai Budaya Gianyar, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dan Dewa Made Sutanaya dilantik oleh Gubernur Bali, Dewa Made Baratha sebagai Bupati dan Wakil Bupati Gianyar periode 2008–2013 (KPUD Kabupaten Gianyar). Berdasarkan problematik di atas, yaitu, berimbangnya kekuatan parpol pendukung, dan dukungan masing-masing puri dari kedua kandidat tentunya tahapan kampanye menjadi sangat menentukan dalam mengarahkan dukungan pemilih kepada masing-masing kandidat. Ajang kampanye menjadi semacam “sentuhan akhir” paling utama dalam mengarahkan dukungan Pemilih Gianyar. Kampanye terbuka dengan pengerahan massa, iklan politik dan berbagai upaya dalam pembentukan citra kandidat menjadi hal yang sangat menentukan untuk merebut hati pemilih. Kampanye terbuka dan berita di media massa selalu ramai menjadi sarana untuk membangun opini publik. Dua Pasangan bertarung membangun citra di media cetak lokal untuk merebut hati pemilih.
30
Pada Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 terdapat dua belas media cetak lokal baik terbit harian ataupun mingguan memberitakan tentang pelaksanaan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar. Dari dua belas media lokal yang ada, tiga media menjadi fokus penelitian, yakni, Bali Post, NusaBali, Radar Bali (Jawa Pos Group). Tiga media ini dipilih karena merupakan media lokal harian yang secara intensif menerbitkan berita–berita dan hasil liputan selama pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008. Tiga media ini juga merupakan media tertua dengan jumlah oplah teratas untuk surat kabar lokal di Bali. Tiga media lokal (baca : Bali Post, NusaBali dan Radar Bali) menyediakan kolom dan halaman khusus untuk pemberitaan Pilkada Gianyar. Harian Bali Post memberi dua porsi halaman untuk liputan khusus pilkada pada halaman 10 dan 11 yang diberi nama Arena Pilkada, Harian NusaBali mengalokasikan satu halaman pada halaman 16 dengan rubrik Gong Demokrasi. Harian Radar Bali mengalokasikan satu halaman di halaman 27 dengan rubrik Pilkada. Dalam rubrik khusus yang disediakan tiga media, iklan kampanye kedua pasangan dikemas dalam bentuk seperti berita yang kemudian dibaca oleh publik sebagai berita utuh. Iklan kampanye yang dikemas dalam bentuk berita ini merupakan hasil konstruksi realitas yang dikemas oleh surat kabar berdasarkan kesepakatan tarif dengan kandidat atau tim kampanye. Pembaca secara sadar dan tidak sadar menerima berita kampanye (iklan kampanye) sebagai berita murni produk dari surat kabar. Secara tidak langsung media bersama kandidat telah
31
melakukan kebohongan publik, yang mana bertentangan dengan fungsi media sebagai publik watch dog. Berangkat dari dinamika rubrik khusus yang ada di tiga surat kabar tersebut dalam memberitakan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar pada surat kabar lokal Bali.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latarbelakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1.
Bagaimanakah bentuk konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali?
2.
Faktor-faktor apa yang memengaruhi konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali?
3.
Bagaimanakah makna konstruksi berita kampanye Pilkada Gianyar Tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini meliputi dua bagian yaitu, tujuan umum dan tujuan khusus. 1.3.1 Tujuan Umum Kajian ini secara umum bertujuan untuk mengungkap konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar yang disajikan surat kabar, terutama
32
berkaitan dengan aspek-aspek bentuk, faktor-faktor, dan makna konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali sebagai bentuk ideologi, hegemoni dan budaya komunikasi politik. Kajian ini juga mengkaji konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali dalam membentuk opini publik sebagai konstruksi realitas budaya komunikasi politik massa. 1.3.2 Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini untuk mengungkap tiga aspek sebagaimana dipaparkan sebagai permasalahan. 1. Untuk mengetahui bentuk konstruksi berita kampanye pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 pada surat kabar kokal Bali. 2. Untuk mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi konstruksi berita kampanye pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali. 3. Untuk memahami makna di balik konstruksi berita kampanye pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali.
1.4 Manfaat Penelitian Kajian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoretis dan praktis antara lain sebagai berikut. 1.4.1 Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis khususnya terhadap peminat Kajian Budaya yang memfokuskan diri pada kajian media.
33
Mengingat perkembangan kajian media yang banyak selama ini lebih fokus pada kajian linguistik, ekonomi-politik dengan meninggalkan ranah budaya sebagai sebuah entitas yang sangat memiliki pengaruh besar di dalamnya. Secara teoretis, hasil penelitian ini bermanfaat sebagai tesis kajian kritis untuk meningkatkan pemahaman tentang kritik terhadap konstruksi berita kampanye pilkada pada media massa. 1.4.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini akan memberikan manfaat praktis kepada pihak – pihak berikut ini. 1. Masyarakat umum, melalui kajian ini memperoleh informasi dan dapat secara kritis memandang bentuk, faktor-faktor, dan makna sebuah berita kampanye, sehingga dalam menyalurkan aspirasi politiknya masyarakat tidak terjebak, seperti pemeo ”membeli kucing dalam karung”. 2. Para pengelola media cetak lewat kajian ini dapat mengevaluasi kembali kebijakan organisasi perusahaan berkaitan dengan penyajian berita politik dalam pilkada. 3. Para kandidat dan pendukung peserta pilkada melalui kajian ini dapat mempertimbangkan efek dari pencitraan politik dalam berita politik sebagai
sebuah
konsekuensi
moral
dan
mempertanggungjawabkan kekuasaan kepada masyarakat.
34
etika
dalam
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka Penelitian tentang kajian berita politik pada media massa di Indonesia belum begitu banyak dilakukan, terlebih tentang pelaksanaan Pilkada. Hal ini mengingat pelaksaan pilkada merupakan kegiatan yang baru dimulai sejak tahun 2005 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah. Beberapa penelitian menyangkut kajian media dan politik telah dilakukan oleh beberapa pihak, yang kiranya dapat dijadikan referensi dan acuan dalam penelitian ini, di antaranya buku Ibnu Hamad dengan judul Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa (2004), tesis I Gusti Ngurah Putu Artha berjudul ”Wacana Surat Kabar Kampanye Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Badung Propinsi Bali Tahun (2005)”. Tesis I Nyoman Yatna, Kajian Budaya Unud (2005) ”Wacana Fotografis Tragedi Bom Bali Perspektif Kebudayaan, dan tesis A.A Gde Bagus Udayana, Kajian Budaya Unud (2003), dengan judul ”Tabloid Bali Travel News dalam Perspektif Budaya”. Selain itu, Tesis I Nyoman Wilasa, Kajian Budaya Unud (2012) berjudul ”Relasi Kekuasaan Puri Ubud dengan Partai Politik Pada Pilkada Tahun 2008 Kabupaten Gianyar Propinsi Bali”. Tesis I Nyoman Wija Kajian Budaya Unud (2012) dengan judul ”Konstruksi Pesta Kesenian Bali 2010 dalam Media Massa Cetak Bali” yang sudah menjadi buku berjudul ”Pesta Kesenian Bali, Pesta Media Massa” menjadi kajian pustaka dalam penelitian ini. 35
Buku yang diterbitkan Ibnu Hamad (2004) berjudul Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, mengulas tentang konstruksi sepuluh surat kabar di Indonesia terhadap sembilan partai politik yang menjadi peserta Pemilu 1999. Dengan pendekatan analisis wacana kritis (Critical Dicourse Analysis/CDA), Ibnu Hamad (2004: 180) menyimpulkan bahwa realitas yang teramati pada level deskripsi sebuah berita media massa, terdapat ”realitas kesejarahan dan pengaruh kekuatan
sosial,
budaya
dan
ekonomi-politik”
yang
berpengaruh
atas
pengkonstruksian citra partai-partai politik level interpretasi dan eksplanasi. Pada masa pemilu tahun 1999, di antara beberapa media cetak yang diteliti, korankoran tersebut ternyata kembali menunjukkan dukungan politiknya akibat hubungan historis dengan kekuatan politik tertentu. Hasil penelitian Ibnu Hamad memiliki relevansi dengan kajian ini terutama dalam mengungkap bentuk konstruksi realitas sebuah berita politik dalam pelaksanaan Pilkada Gianyar tahun 2008. Hal ini mengingat desertasi Ibnu Hamad dengan penilitian ini sama-sama mengkaji tentang konstruksi berita politik surat kabar dalam pelaksanaan pemilu. Sementara perbedaan antara penelitian ini adalah Ibnu Hamad meneliti tentang konstruksi berita yang dilakukan sepuluh media nasional terhadap pelaksanaan pemilu legislative tahun 1999, sementara penilitian ini terkait dengan konstruksi berita tiga surat kabar lokal Bali terhadap pelaksanaan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008. Buku Ibnu Hamad berjudul Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, dijadikan acuan dalam melihat bentuk konstruksi dan faktor-faktor surat kabar dalam mengkonstruksi berita kampanye Pilkada Gianyar tahun 2008.
36
Tesis Karya IGN Putu Artha dengan judul ”Wacana Surat Kabar Kampanye Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Badung Propinsi Bali Tahun 2005: Sebuah Kajian Budaya, (2006), Kajian Budaya Unud, sangat relevan dalam penelitian ini. Tesis Putu Artha menyimpulkan berdasarkan deskripsi atas makna, hegemoni, konspirasi, hiperealitas, komodifikasi, kapitalisme, banalitas informasi, makna skizofrenia media dan hipermoralitas, dikatakan bahwa surat kabar melakukan
konspirasi
dengan
kandidat
dan
usaha
sekeras-kerasnya
menghegemoni publik. Melalui penggunaan tanda-tanda semiotik semiotis yang berlebihan dalam teks berita kampanye, publik disuguhkan berita kampanye yang kurang bermakna bagi proses pencerdasan dan pendidikan politik mereka, surat kabar secara cerdas mengelola berita kampanye sebagai komoditas. Penelitian ini berbeda dengan tesis Putu Artha selain penggunaan teori yang berbeda, studi kasus penelitian, kajian ini juga lebih menekankan pada bentuk konstruksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi berita politik. Dalam penelitian ini juga peneliti, lebih mempertajam aspek bagaimana proses dari lahirnya sebuah berita kampanye dalam pilkada. Adapun persamaan dalam penelitian ini dengan tesis, Putu Artha adalah objek kajian tentang pemberitaan politik pilkada dalam surat kabar lokal Bali. I Nyoman Yatna dalam tesisnya berjudul ”Wacana Fotografis Tragedi Bom Bali Perspektif Kebudayaan” Kajian Budaya Unud (2005) memfokuskan menelaah bentuk, fungsi dan wacana fotografis perspektif kebudayaan seputar tragedi bom Bali. Foto–foto tragedi bom Bali dalam media menimbulkan ”simbol baru” dan ”wacana baru”, yakni simbol-simbol traumatis dan kengerian, dampak
37
psikologis pada umat beragama di Indonesia, mengekspresikan pengendalian dan pengontrolan sosial, dan juga fotografis tragedi bom Bali memiliki imaji hiperealitas. Dengan menggunakan teori semiotika dan estetika Yatna secara kualitatif menganalisa foto berita bom bali di media lokal cetak, seperti Bali Post, NusaBali, Radar Bali, dan DenPost serta media nasional. Seperti Kompas dan Jawa Pos sebagai korpus data untuk menjawab bentuk, fungsi dan makana wacana fotografis tragedi bom Bali. Tesis Yatna menjadi kajian pustaka dalam penelitian ini karena memiliki kesamaan dalam mengkaji tentang surat kabar lokal di Bali. Sementara perbedaan adalah dalam penggunaan teori dan penelitian fokus pada berita secara keseluruhan, sedangkan Yatna pada foto. Tesis A.A. Gde Bagus Udayana, Kajian Budaya, Unud (2003) berjudul ”Tabloid Bali Travel News Dalam Perspektif Budaya” bertujuan untuk mengetahui isi dan penyajian ”Tabloid Bali Travel News” dalam penyampaian pesan dengan menggunakan teori estetika dan teori komunikasi. Berdasarkan hasil analisis ditemukan bentuk komunikasi visual (ilustrasi, tipografi, logo, warna, grafis, komposisi) dan teks (judul, subjudul, bodi teks, da keterangan gambar) pada ”Tabloid Bali Travel News” memiliki kualitas visual yang disusun antar unsur-unsurnya sebagai satu kesatuan dengan cara memadukan struktur rupa dengan peristiwa-peristiwa bermakna ke dalam suatu bingkai berita yang mengarah kepada isi dan makna bentuk yang estetis. Tabloid berperan sebagai fungsi dekorasi/estis yang menjadi kebutuhan manusia terhadap keindahan. Makna denotatif dan konotatif yang terkandung di dalam komunikasi visual dan teks mempunyai makna-makna perlambangan (simbolis) yang disikapi melalui
38
kegiatan tradisional yang telah melekat pada aktivitas masyarakat Bali. Tesis Bagus Udayana memiliki kesamaan dengan penilitian ini, karena objek kajian yang sama yakni tentang media cetak. Perbedaan adalah selain penggunaan teori dan media cetak yang berbeda juga lokasi penelitian yang berbeda. Nyoman Wilasa dalam tesis berjudul ”Relasi Kekuasaan Puri Ubud Dengan Partai Politik Pada Pilkada Tahun 2008 Kabupaten Gianyar Provinsi Bali” Kajian Budaya Unud (2012) mengungkap tentang relasi kekuasaan Puri Ubud dengan parpol dalam Pilkada Kabupaten Gianyar yang juga menjadi lokus penelitian ini. Dalam tesisnya, Wilasa membahas tentang bentuk-bentuk konstruksi dukungan 10 parpol/KRG kepada cabup Cok Ace dari Puri Ubud untuk memenangkan pilkada tahun 2008, dan faktor-faktor yang memengaruhi relasi kekuasaan, serta makna di balik relasi kekuasaan tersebut. Relasi kekuasaan Puri Ubud dengan partai politik dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor internal Puri Ubud meliputi empat jenis modal, yakni modal ekonomi, sosial, budaya dan simbolik. Faktor eksternal Puri Ubud yakni aksestabilitas, balas jasa masyarakat atau panjak terhadap puri. Selain itu, faktor-faktor internal partai politik menyangkut kemampuan figur politik, keuangan partai, kebijakan internal partai, faktor eksternal partai politik yakni potensi pendukung partai, potensi lawan (partai politik) pendukung paket cabup/cawabup lain, dan ruang koalisi antar partai politik dalam nilai-nilai hukum pilkada. Relasi kekuasaan Puri Ubud dengan parpol pada Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 menimbulkan makna hegemoni, mimesis, komodifikasi dan makna hipermoralitas.
39
Tesis ini menjadi kajian pustaka dalam penilitian ini, karena sama-sama meneliti tentang pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 di Kabupaten Gianyar. Perbedaan dalam tesis Nyoman Wilasa dan penelitian ini, adalah penulis meneliti tentang bentuk, faktor, dan makna konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali. Tesis I Nyoman Wija, Kajian Budaya Unud (2012) berjudul ”Konstruksi Pesta Kesenian Bali 2010 Dalam Media Massa Cetak Bali”. Wija mengungkapkan tentang konstruksi Pesta Kesenian Bali dalam media massa cetak di Bali, sekaligus mengungkap faktor-faktor pengaruh konstruksi, serta dampak dan makna dalam upaya membangun kekuasaan yang bersinergi, sehingga memicu tumbuhnya masyarakat dengan karakter kolektif yang kreatif, santun, damai, dan bermoral. Dalam penelitian, Wija melakukan penelitian pada lima media cetak lokal yang mengkonstruksi berita PKB, yakni Bali Post, NusaBali, Fajar Bali, Radar Bali (Jawa Pos Group), dan Warta Bali. Penelitian ini memiliki persama dengan tesis Wija karena objek kajian yang sama tentang media, dengan menggunakan teori ekologi media. Perbedaan adalah memiliki objek penelitian yang berbeda yakni berita pesta kesenian Bali sedangkan penelitian ini mengkaji bentuk dan faktor-faktor serta makna dalam berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008.
2.2 Konsep Beberapa konsep yang digunakan dan merupakan istilah kunci pada tulisan ini antara lain sebagai berikut.
40
2.2.1 Konstruksi Berita Kampanye Sebelum
pengertian konsep konstruksi berita kampanye Pilkada
Kabupaten Gianyar dijelaskan, terlebih dahulu diuraikan pengertian masingmasing kata pembentuknya. Konstruksi menurut Ibnu Ahmad adalah setiap upaya ”menceritakan” (konseptualisasikan) sebuah peristiwa, keadaan, atau benda tak terkecuali mengenai hal-hal yang berkaitan dengan politik adalah usaha mengkonstruksi realitas. Laporan tentang kegiatan orang yang berkumpul di sebuah lapangan terbuka guna mendengarkan pidato politik pada musim pemilu, misalnya adalah hasil konstruksi realitas mengenai peristiwa yang lazim disebut kampanye pemilu itu. Begitulah setiap hasil laporan adalah hasil konstruksi realitas atas kejadian yang dilaporkan. Sementara Peter L Berger dan Thomas Luckman dalam teori tentang konstruksi realitas mengatakan proses konstruksi realitas dimulai ketika seorang konstruktor melakukan objektivikasi terhadap suatu kenyataan yakni melakukan persepsi terhadap suatu objek yang dipersepsi. Selanjutnya, hasil dari pemaknaan melalui proses persepsi itu dinternalisasi ke dalam diri seorang konstruktor. Dalam tahap inilah dilakukan konseptualisasi terhadap suatu objek yang dipersepsi. Langkah terakhir adalah melakukan eksternalisasi atas hasil dari proses perenungan secara internal tadi melalui penyertaan-penyertaan. Dalam membuat penyertaaan tersebut tiada lain adalah kata-kata atau konsep atau bahasa. Berita oleh Mitchel V Charnley (dalam Effendy, 1996: 151) adalah laporan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik
41
minat atau penting, atau kedua-duanya, bagi sejumlah besar penduduk. Frank Luther Mott (dalam Effendy, 1986: 152-153) menyatakan, paling sedikit ada delapan konsep berita yang meminta perhatian. Kedelapan konsep berita tersebut adalah (1) berita sebagai laporan tercepat ; (2) berita sebagai laporan peristiwa; (3) berita sebagai fakta objektif; (4) berita sebagai interpretasi; (5) berita sebagai sensasi; (6) berita sebagai minat insani; (7) berita sebagai ramalan dan; (8) berita sebagai gambar. Ishwara (2005: 51-52) membedakan jenis berita menjadi dua bagian. Pertama, berita yang terpusat pada peristiwa (event-centered news) yang khas menyajikan peristiwa hangat yang baru terjadi, dan umum tidak diinterpretasikan, dengan konteks minimal, tidak dihubungkan dengan situasi dan peristiwa lain. Kedua, berita yang berdasarkan (process-centered news) yang disajikan dengan tentang kondisi dan situasi dalam masyarakat yang dihubungkan dengan konteks yang luas dan melampaui waktu. Dari segi bentuk, Ishwara (2005: 58-60), membedakan berita menjadi berita lugas (hard news) dan berita halus (feature). Berita lugas adalah berita yang berisi informasi fakta yang disusun berdasarkan urutan dari yang paling penting. Jadi pada awal berita berisikan sari atau inti dari kejadian yang ingin disampaikan dengan elaborasi detail kemudian. Sedangkan berita halus (feature), menurut Daniel R Wiliamson (Ishwara, 2005: 59) sebagai penulisan berita yang kreatif, subjektif, informasi dan hiburan. Penekanan pada kata-kata kreatif, subjektif, informasi dan hiburan adalah untuk membedakannya dengan berita lugas. Kampanye menurut Rogers dan Strorey (dalam Venus, 2004: 7) adalah
42
serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu. Pada sejumlah KPUD, terminologi kampanye masih mengacu pada saat Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif. Menurut Ketua KPU Provinsi Bali, Oka Wisnu Murti (Artha. 2006), sebuah kegiatan disebut kampanye apabila memenuhi unsur-unsur: (1) dilakukan oleh calon dan/atau tim kampanye; (2) ada kegiatan meyakinkan pemilih untuk merebut dukungan; (3) ada penyampaian visi dan misi secara tertulis atau lisan; (4) dilakukan pada saat kampanye, jika salah satu unsur tidak terpenuhi, kegiatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai kampanye. Berkenaan dengan tahapan kegiatan kampanye dalam pilkada, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 telah mengaturnya. Dalam pasal 76 dikatakan bahwa: Kampanye dapat dilaksanakan melalui (a) pertemuan terbatas, (b) tatap muka dan dialog, (c) penyebaran melalui media cetak dan media elektronik, (d) penyiaran melalui radio dan/atau televisi, (e) penyebaran umum, (f) pemasangan alat peraga di tempat umum, (g) rapat umum, (h) debat publik/debat terbuka antar calon, dan/atau (i) kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan perundang-undangan. Berdasarkan penjelasan diatas definisi operasional dari konstruksi berita kampanye adalah upaya ”menceritakan” (konseptualisasikan) sebuah peristiwa, keadaan, atau benda dalam bentuk laporan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik minat atau penting, atau kedua-duanya, tentang komunikasi politik untuk mempengaruhi khalayak serta mencapai tujuan tertentu. Pada masa kampanye pasangan calon kepala daerah wajib meyampaikan visi, misi dan program secara lisan maupun tertulis kepada masyarakat.
43
2.2.2 Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 Konsep Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dapat dilihat dari uraian tentang pengertian dari masingmasing. Pemilihan kepala daerah dalam praktiknya seringkali diakronimkan dengan pilkada. Memang pernah terjadi akronim lain seperti pilkadal, pilkadalang, atau pilkada langsung, namun belakangan – khususnya di Bali – istilah pilkada lebih sering digunakan media massa untuk menyebut pemilihan kepala daerah secara langsung. Salah satu sebabnya adalah karena pilkada secara menyeluruh di Indonesia dilaksanakan secara langsung, tidak ada lagi yang tidak langsung, maka tentu tidak tepat diakronimkan menjadi pilkada langsung. KPU Provinsi Bali pun mengkampanyekan istilah pilkada kepada masyarakat, bukan istilah lain. Pilkada langsung merupakan amanat dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999. Dalam rangka mengimplementasikan Undang-undang tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Berdasarkan pada undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut, seluruh kepala daerah, baik gubernur, bupati dan walikota akan dipilih secara langsung oleh rakyat. Hal ini sebagaimana tersurat dalam
Pasal 56 ayat 1,
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, yang berbunyi kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasang calon yang dilaksanakan secara
44
demokratis, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Menurut Romli (2005: 286-287), pilkada secara langsung telah mendorong berlangsungnya desentralisasi politik. Fokus kekuasaan tidak lagi terkonsentrasi di pusat tetapi telah terdistribusi ke daerah-daerah. Dengan demikian, daerah memiliki kewenangan dan kekuasaan untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri. Dalam kaitan inilah pilkada langsung merupakan bagian dari kemandirian tersebut. Wujud kemandirian tersebut secara nyata tampak pada proses pemilihan pemimpin politik di daerah secara langsung tanpa intervensi dari pusat. Pilkada langsung memberikan latihan kepemimpinan bagi elite-elite lokal untuk mengembangkan kecakapannya dalam merumuskan kebijakan publik dan melakukan komunikasi politik serta agregasi kepentingan masyarakatnya. Konsep Kabupaten Gianyar tahun 2008, dalam penelitian ini adalah pelaksanaan pemilihan kepala daerah, Bupati dan Wakil Bupati Gianyar yang dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Gianyar Tahun 2008. Pilkada tahun 2008, merupakan kegiatan pemilihan langsung yang untuk kali pertama dilaksanakan oleh masyarakat Gianyar untuk memilih bupati dan wakil bupati. Pilkada Gianyar Tahun 2008 diikuti oleh dua pasang kandidat, yakni Paket Bayu, terdiri atas Anak Agung Gde Agung Bharata berpasangan dengan Putu Yudany Thema, serta Pasangan AS yakni, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati bersama Dewa Made Sutanaya. Berdasarkan penjelasan diatas, yang dimaksud dengan Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 adalah pelaksanaan pemilihan kepala daerah, Bupati dan Wakil Bupati Gianyar periode 2008-2013 yang dilaksanakan oleh Komisi
45
Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Gianyar tahun 2008. 2.2.3 Surat Kabar Lokal Bali Surat kabar menurut Pareno (2005:20) merupakan bagian dari media cetak. Jenis yang lainnya adalah majalah dan tabloid. Sedangkan pada bagian lain dikenal media elektronik yang meliputi radio dan televisi. Keduanya, media cetak dan elektronik dikenal istilah media massa, yakni media komunikasi yang bersifat massal. Akan halnya cyber media hingga kini belum ada kesepakatan apakah termasuk bagian dari media elektronik. Sebagai bagian dari media massa, khususnya media cetak, surat kabar memiliki karateristik sebagai berikut (Pareno, 2005: 24). (1), Berita merupakan unsur utama yang dominan, (2) memiliki ruang yang relatif lebih luas, (3) memiliki waktu untuk ”dibaca ulang” relatif lebih lama, (4) umpan balik relatif lebih lamban, (5) kesegaran relatif lebih lamban, (6) dalam hal kenyataan relatif kurang kredibel, (7) ditentukan oleh jalur distribusi Simorangkir (dalam Widodo, 1997: 6) menyatakan, dalam arti sempit pers hanya terbatas pada surat kabar harian, mingguan, dan majalah, sedangkan dalam arti luas pers juga mencakup radio, televisi dan film. Adapun ciri-ciri media cetak, menurut Effendy (1986: 120-122) meliputi ciri publisitas, periodisitas, universalitas dan aktualitas. Publisitas menunjuk ciri media cetak yang penyebarannya kepada publik secara luas, tidak kepada kelompok atau golongan tertentu. Periodisitas menunjuk pada ciri keteraturan dalam jadwal terbitnya, misalnya harian, mingguan atau dwimingguan. Universalitas menyangkut ciri isi media cetak yang menyajikan materi-materi yang bersifat kesemestaan, beraneka
46
ragam, bukan satu bidang saja. Sedangkan aktualitas menunjuk pada ciri media cetak yang menyajikan informasi terbaru, terkini dan sesuai dengan keadaan sebenarnya. Lokal Bali, berdasarkan pengertian di atas maka surat kabar lokal Bali yang menjadi obyek penelitian dalam tulisan ini adalah tiga buah surat kabar di Bali. Tiga surat kabar dimaksud adalah, Bali Post, NusaBali, dan Radar Bali (Jawa Pos Group). Mengingat tiga surat kabar ini, sangat intensif memberitakan tentang pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008, dan menyediakan kolom khusus untuk berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar. Surat kabar lokal Bali yang dimaksud dalam penelitian ini adalah surat kabar yang memberitakan Pilkada Kabupaten Gianyar, yakni Bali Post, NusaBali, dan Radar Bali (Jawa Pos Group). 2.2.4 Konstruksi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 pada Surat Kabar Lokal Bali Berdasarkan penjelasan konsep di atas dapat dirumuskan definisi operasional dari konstruksi berita kampanye adalah upaya ”menceritakan” (konseptualisasikan) sebuah peristiwa, keadaan, atau benda dalam bentuk laporan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik minat atau penting, atau kedua-duanya, tentang komunikasi politik untuk mempengaruhi khalayak serta mencapai tujuan tertentu. Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 didefinisikan sebagai pelaksanaan pemilihan kepala daerah, Bupati dan Wakil Bupati Gianyar periode 2008-2013 dilaksanakan Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Gianyar tahun 2008.
47
Sementara surat kabar lokal Bali dalam penelitian ini adalah koran harian yakni, Balipost, NusaBali dan Radar Bali (Jawa Pos Group) yang memberitakan pelaksanaan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar, dari tanggal 28 Desember 2007 sampai dengan 10 Januari 2008.
2.3 Landasan Teori Dalam mengungkap konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar pada surat kabar lokal Bali, peneliti menggunakan tiga teori untuk mengungkap pokok permasalahan. Tiga teori dimaksud adalah Teori Kognisi Sosial, Teori Ekologi Media, dan Teori Hipersemiotika. 2.3.1 Teori Kognisi Sosial Teori Kognisi Sosial, Teun A van Dijk dapat menggali hubungan praktik kekuasaan. Menurut van Dijk (dalam Eriyanto, 2005: 221) penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis atas teks semata karena teks merupakan hasil dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati. Disini juga harus dilihat bagaimana suatu diproduksi sehingga diperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu. Proses produksi itu dan pendekatan ini sangat khas Van Dijk yang melibatkan proses kognisi sosial, pendekatan yang diadopsi dari lapangan psikologi sosial untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya teks. Kognisi sosial mempunyai dua arti. Pertama, ia menunjukkan bagaimana teks itu diproduksi oleh wartawan. Kedua, ia menunjukkan bagaimana nilai-nilai masyarakat menyebar dan diserap oleh wartawan, dan akhirnya digunakan untuk membuat teks berita.
48
Penelitian ini, salah satu indikator yang dipakai utuk mengamati topik sebuah teks adalah judul dan makna pesan umum yang diangkat dalam berita politik tersebut. Variabel judul berita digunakan sebagai indikator karena judul mencerminkan isi. Intisari atau rumusan terpenting dari berita tertuang dalam judulnya (Widodo, 1997: 34). Dimensi kognisi sosial yang diteliti adalah bagaimana kesadaran mental wartawan yang membentuk teks tersebut. Hal ini amat tergantung pada pemahaman dan pengertian seorang wartawan terhadap peristiwa yang diliputnya, atau yang disebut Van Dijk sebagai skema. Skema dikonseptualisasikan sebagai struktur mental di mana mencakup di dalamnya bagaimana seorang wartawan memandang manusia dan peran sosial. Skema juga menunjuk pada struktur kognisi sosial wartawan digali dengan melakukan proses wawancara mendalam terhadap mereka. Dimensi
konteks
sosial
yang diteliti
adalah
faktor-faktor
yang
mempengaruhi sebuah teks dan dikonstruksi oleh masyarakat. Menurut Van Dijk dalam konteks sosial ini faktor kekuasaan (power) dan akses (acces) memegang peranan penting. Van Dijk mendefinisikan kekuasaan sebagai kepemilikan oleh seseorang atau kelompok yang digunakan untuk mengontrol kelompok lain. Kepemilikan itu berupa sumber-sumber yang bernilai seperti uang, status dan pengetahuan. Sedangkan yang dimaksud akses adalah akses masyarakat terhadap media. Menurut Van Djik, semakin besar akses sebuah kelompok terhadap media, semakin besar pula kemampuan kelompok itu menentukan topik inti wacana yang diproduksi media. Faktor-faktor kekuasaan politik, ekonomi, dan status amat
49
menentukan terhadap akses kelompok terhadap media. Dalam penelitian ini, aspek konteks sosial dapat digali dengan melakukan wawancara mendalam dengan wartawan. Di sini juga diamati bagaimana suatu wacana kekuasaan diproduksi sehingga diperoleh suatu pengetahuan dan kenapa wacana bisa semacam itu. Proses produksi itu dan pendekatan ini sangat khas dan van Dijk yang melibatkan proses kognisi sosial—pendekatan yang diadopsi dari lapangan psikologi sosial untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya sebuah teks. Kognisi sosial mempunyai dua arti. Pertama, ia menunjukan begaimana teks itu diproduksi oleh wartawan. Kedua, ia diletakkan pada bagian akhir suatu teks. Dalam struktur mikro, makna lokal sebuah teks yang diamati dari pilihan kata, kalimat dan gaya yang dipakai suatu teks (Eriyanto, 2005:225-259). Teori Kognisi Sosial Teun A van Dijk digunakan untuk menjawab rumusan masalah satu, tentang bagaimana faktor-faktor konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali. Disamping juga, digunakan untuk menjawan rumusan masalah dua, tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali. 2.3.2 Teori Ekologi Media McLuhan adalah seorang ilmuwan kritik sastra berkebangsaan Kanada yang menggunakan puisi, fiksi, politik, teater musikal, dan sejarah untuk menunjukkan bahwa teknologi yang menggunakan media membentuk perasaan, pikiran, dan tindakan orang. McLuhan menyatakan bahwa manusia memiliki
50
hubungan yang bersifat simbiosis dengan teknologi yang menggunakan media; manusia menciptakan teknologi, dan sebagai gantinya teknologi menciptakan kembali diri manusia. Menurut McLuhan, media, secara umum, bertindak secara langsung untuk membentuk dan mengorganisasikan sebuah budaya. McLuhan menjelaskan terdapat tiga asumsi yang membingkai teori ekologi media: media melingkupi setiap tindakan di dalam masyarakat, media memperbaiki persepsi manusia dan mengorganisasikan pengalaman manusia, dan media menyatukan seluruh dunia (West, 2008: 139). Asumsi pertama menggarisbawahi pemikiran bahwa manusia tidak dapat melarikan diri dari media dalam hidup: media melingkupi seluruh keberadaan manusia. Manusia tidak dapat menghindari atau melarikan diri dari media, terutama jika manusia menganut interpretasi McLuhan yang luas mengenai apa yang menyusun media. McLuhan juga melihat pada pengaruh yang disebabkan oleh angka, permainan, dan bahkan uang terhadap masyarakat. McLuhan menyimpulkan, seperti media lainnya, uang merupakan kebutuhan pokok, sebuah sumber daya alam. Para teoretikus juga menyebutkan uang sebagai ”citra koporat” yang bergantung pada masyarakat bagi status dan keberlangsungnya. Uang telah menjadi semacam kekuatan magis yang memungkinkan orang untuk mendapatkan akses. Asumsi kedua dari Teori Ekologi Media, meyakini bahwa media memperbaiki persepsi dan mengorganisasi kehidupan manusia. McLuhan menyatakan bahwa media cukup kuat di dalam pandangan manusia mengenai dunia. Manusia menjadi (terkadang tanpa diketahui) termanipulasi oleh media.
51
Sikap dan pengalaman manusia secara langsung dipengaruhi oleh apa yang dilihat di media, dan sistem kepercayaan dapat dipengaruhi secara negatif oleh media. Asumsi ketiga dari teori Ekologi Media, telah memunculkan sebuah percakapan yang cukup populer yaitu media menghubungkan dunia. McLuhan menggunakan istilah desa global (global village) untuk mendeskripsikan bagaimana media mengikat dunia menjadi sebuah sistem politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang besar. Dampak dari desa global adalah kemampuan untuk menerima informasi secara langsung. Akibatnya, manusia harus mulai tertarik dengan peristiwa global, dibandingkan berfokus hanya pada komunitasnya sendiri. Walaupun frase ini hampir menjadi sesuatu yang klise akhir-akhir ini, McLuhan, hampir empat puluh tahun yang lalu, yang merasa bahwa media dapat mengorganisasikan masyarakat secara rasional. Media secara khusus memiliki kemampuan untuk menjebatani budaya-budaya yang tidak pernah berkomunikasi sebelum ada koneksi ini. Teori Ekologi Media mungkin paling dikenal karena adanya slogan medium adalah pesan (medium is the massage). Isi dari pesan yang menggunakan media adalah nomor dua dibandingkan dengan mediumnya (atau saluran komunikasi). Medium memiliki kemampuan untuk mengubah bagaimana manusia berpikir mengenai orang lain, dirinya sendiri, dan dunia di sekeliling. McLuhan tidak mengesampingkan isi, sebaliknya isi mendapat perhatian lebih besar dari medium. McLuhan berpendapat bahwa walaupun sebuah pesan mempengaruhi keadaan sadar, adalah medium yang memengaruhi dengan lebih besar lagi keadaan bawah sadar. Hipotesis McLuhan bahwa medium membentuk pesan dan,
52
ironisnya, ketidaksadaran mengenai mediumlah yang membuat suatu pesan menjadi lebih penting. (Soules, 2001). Teori ekologi media dalam penelitian ini digunakan untuk membedah rumusan masalah dua tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali. Disamping juga secara elaboratif dipakai mengkaji rumusan masalah satu tentang bentuk konstruksi berita kampanye pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 di surat kabar lokal Bali. 2.3.3 Teori Hipersemiotika Sobur menjelaskan kata “semiotika” berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti “tanda” atau seme yang berarti “penafsir tanda”. Selain semiotika, ada juga yang menyebut dengan semiologi, semiotics atau semiology. (2004: 1112). Sesungguhnya, kedua istilah itu, semiotik dan semiologi, mengandung pengertian yang persis sama, walaupun penggunaan salah satu dari kedua istilah itu biasanya menunjukan pemikiran pemakainya. Satu-satunya perbedaan, menurut Hawkes (dalam Sobur 2004: 12), adalah bahwa istilah semiologi biasanya digunakan di Eropa, sedangkan semiotika dipakai di Amerika. Dengan kata lain, penggunaan semiologi menunjukan pengaruh kubu Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan penggunaan semiotika lebih tertuju kepada kubu Charles Sanders Peirce (1857-1914) Saussure (dalam Piliang, 2005: 11) menjelaskan, semiotika dalam ilmu yang mengkaji tentang tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial. Definisi tersebut menjelaskan relasi yang tidak dapat dipisahkan antara sistem tanda dan
53
penerapannya di dalam masyarakat. Tujuannya adalah untuk menunjukan bagaimana terbentuknya tanda-tanda beserta kaidah-kaidah yang mengaturnya. Awalan “hiper” dalam Hipersemiotika, di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bermakna “di atas”, atau “di luar atau terlampau melampaui batas”. Mengacu pada pengertian itu, hipersemiotika dapat diartikan sebagai semiotika berlebihan atau semiotika melampaui batas (Piliang, 2004: 49). Dalam bukunya Hipersemiotika, Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna, Piliang (2004: 48) menjelaskan hipersemiotika adalah ilmu tentang tanda dan fungsinya dalam masyarakat, yang secara khusus menyoroti sifat berlebihan atau ekses-ekses pada tanda, sistem tanda, proses pertandaan. Hipersemiotika, menurut Piliang, digunakan untuk menjelaskan sebuah kecenderungan yang berupaya melampaui batas oposisi biner di dalam bahasa dan kehidupan sosial. Prinsip oposisi biner ini tampak sangat sentral dalam pemikiran struktural
mengenai
semiotika
(Piliang,
2004:
49-50).
Hipersemiotika
transformasi.
Hipersemiotika
mengembangkan beberapa prinsip sebagai berikut. Pertama,
prinsip
perubahan
dalam
menekankan pada perubahan tanda dibandingkan struktur tanda, produksi tandatanda dibandingkan reproduksi kode, makna dan dinamika pembukaan tanda ketimbang relasi tetap. Kedua, prinsip imanensi. Hipersemiotika menekankan sifat imanensi sebuah tanda ketimbang transendensinya, permainan permukaan material (fisik) ketimbang kedalaman ketetapan makna, permainan kulit ketimbang kepastian isi. Ketiga, prinsip perbedaan. Hipersemiotika menekankan pada perbedaan
54
ketimbang identitas, konvensi sosial, dan kode sosial. Keempat,
prinsip
permainan
bahasa.
Hipersemiotika
menekankan
permainan pada tingkat parole ketimbang langue. Hipersemiotika memproduksi terus-menerus permainan tanda-tanda sebagai komoditi, tanpa merasa perlu menghasilkan keterpesonaan, kesenangan, dan gairah. Yang dipentingkan adalah pesona, bukan makna yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, hipersemiotika adalah mesin pembunuh makna dalam ruang hegemoni permainan bebas pada tingkat permukaan tanda. Kelima, prinsip simulasi. Simulasi adalah proses penciptaan bentuk nyata melalui model-model yang tidak mengacu pada realitas dunia nyata sebagai referensinya sehingga memabukkan manusia, membuat yang supernatural, ilusi, fantasi, khayal menjadi bentuk nyata yang diwakilinya. Bahasa atau tanda-tanda di dalamnya seakan-akan merefleksikanya realitas sesungguhnya, padahal berupa realitas artifisial. Keenam, prinsip diskontinuitas. Hipersemiotika menekankan pada diskontinuitas semiotik ketimbang kontinuitas semiotik. Dalam arti, sebuah durasi yang penuh interupsi, keterputusan (break) dan persimpangan, yang di dalamnya tercipta sebuah ruang bagi perbedaan dan permainan bebas tanda. Bahasa disiasati oleh pelbagai kejutan-kejutan yang menggiring setiap orang untuk makin jauh dari sistem atau struktur awal yang mengikatnya. Baudrillard (dalam Piliang, 2004: 53-54) menjelaskan bagaimana tandatanda dalam wujud hyper-signs yang dikonstruksi sebagai komoditi dalam wacana kapitalisme menuntut adanya pesona, kejutan, provokasi, dan daya tarik sebagai
55
logika komoditi itu sendiri. Kemasan tanda dan mediumnya pada satu titik lebih menarik perhatian orang ketimbang pesan atau makna yang disampaikannya. Penelitian ini, hipersemiotika digunakan untuk memahami makna konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar. Pemahaman makna itu diusut dari ideologi yang melatarbelakanginya. Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan sebagaimana dikemukakan oleh McNair (dalam Sobur, 2004: 111) yakni (1) politik-ekonomi, (2) organisasi dan (3) kulturalis. Teori Hipersemiotika digunakan peneliti untuk mengungkap makna dibalik konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali.
56
2.4 Model Penelitian Model penelitian ini dapat dijabarkan kedalam model penelitian, seperti (Gambar 2.1) Gambar 2.1 Model Penelitian Institusi Media (Bali Post, NusaBali, Radar Bali)
Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008
- Ideologi Media - Ideologi Pasar - Ideologi Wartawan - Kebijakan Redaksi
Konstruksi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 Pada Surat Kabar Lokal Bali
Bentuk Konstruksi Berita Kampanye
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Konstruksi Berita Kampanye
Pasangan Kandidat 1. Paket Bayu 2. Paket AS
- Pencitraan - Representasi Parpol - Modal (Sosial, Ekonomi, Budaya)
Makna Konstruksi Berita Kampanye
Keterangan : = Garis yang menyatakan hubungan secara langsung = Garis yang menyatakan saling berhubungan
Penjelasan Model Penelitian Dalam tesis ini menekan dua hal penting; pertama, tentang mekanisme penyajian berita politik dalam surat kabar pada Pilkada Gianyar tahun 2008. Kedua, mengungkapkan makna dibalik penyajian berita politik dalam berita surat 57
kabar. Format rekrutmen kepala daerah dilakukan melalui pemilihan secara langsung. Kegiatan kampanye pilkada melahirkan fakta-fakta atau pengungkapan peristiwa yang diliput oleh tiga surat kabar di Bali di antaranya, Bali Post, NusaBali, dan Radar Bali (Jawa Pos Group). Tahap selanjutnya terjadi proses konstruksi berita kampanye oleh kandidat dan surat kabar. Proses konstruksi oleh surat kabar tersebut dipengaruhi oleh faktor internal media cetak dan faktor eksternal media. Faktor internal media dapat berupa ideologi surat kabar bersangkutan, tingkat kognisi sosial tiap-tiap wartawan, mekanisme proses produksi, kebijakan media bersangkutan, dan faktor pemilik modal. Faktor eksternal media meliputi aspek kekuasaan yang mempengaruhi media, tingkat akses elite politik terhadap media, modal yang dimiliki kandidat. Proses dialektis antara faktor tersebut memunculkan konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008, yang kemudian dibaca oleh publik dan calon pemilih. Dimana selanjutnya dalam konstruksi berita Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 memunculkan bentuk, faktor-faktor yang mempengaruhi makna dari konstruksi berita kampanye tersebut.
58
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian Rancangan atau desain penelitian merupakan rencana dan struktur penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitiannnya. Dalam rancangan penelitian, peneliti menetapkan rencana menyeluruh antara lain permasalahan, tujuan, metode penelitian, dan teknik pelaporan (Suprayogo dan Tobroni, 2001: 119). Penelitian ini menggunakan jenis rancangan penelitian kualitatif. Ciri-ciri penelitian kualitatif, menurut Nodgan dan Biklen adalah (1) memiliki latar alami karena yang merupakan alat penting adalah sumber data langsung dan perisetnya, (2) bersifat deskriptif, (3) lebih memperhatikan proses dari pada produk, (4) cenderung menganalisis data secara induktif dan, (5) makna merupakan soal esensial. Penelitian Konstruksi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 pada Surat Kabar Lokal Bali dikaji melalui analisis kritis.
3.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Gianyar dengan menelaah tiga surat kabar lokal yang diterbitkan di Bali. Tiga surat kabar tersebut adalah Bali Post (Denpasar), NusaBali (Denpasar), Radar Bali (Jawa Pos Group) (Denpasar) mengingat surat kabar ini sangat intens memberitakan kampanye berita Pilkada Gianyar tahun 2008, dan masing-masing menyediakan kolom khusus hasil liputan.
59
Berdasarkan wacana empiris di lapangan yang ditopang pemberitaan media lokal serta sejarah perpolitikan modern di Bali, Pilkada Gianyar tahun 2008, merupakan pilkada paling banyak menyita perhatian masyarakat baik di wilayah Kabupaten Gianyar maupun di luar Gianyar.
3.3 Jenis dan Sumber Data 3.3.1 Jenis Data Jenis data yang diperoleh dikelompokkan menjadi dua bagian yakni data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif berupa pernyataan dan keterangan, atau uraian, sedangkan data kuantitatif berupa angka-angka. 3.3.2 Sumber Data Sumber data adalah seseorang atau sesuatu yang dipilih sebagai narasumber maupun informan untuk memperoleh data dalam penelitian. Sumber data dalam penelitian ini berupa sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer, diperoleh dari informan yang diwawancarai, antara lain, wartawan peliput kegiatan kampanye, redaktur pengelola halaman, redaktur pelaksana, ketua tim kampanye masing-masing kandidat, kandidat kedua calon dan pengurus parpol kliping media massa pada Dinas Perhubungan dan Infokom Kabupaten Gianyar, dan kliping berita KPU Gianyar tahun 2007-2008, yang terbit dalam pelaksanaan Pilkada Gianyar dari tanggal 28 Desember 2007 sampai dengan 10 Januari 2008. Sumber data sekunder diperoleh dari, buku-buku maupun dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
60
3.4 Penentuan Informan Penelitian Informan adalah narasumber yang memiliki kapabilitas dan kompetensi untuk memberikan informasi berkaitan dengan penelitian. Informan ditentukan secara purposif dengan mempertimbangkan bahwa informan tersebut dinilai mengetahui, memiliki kewenangan, dan pengambil keputusan atas pelbagai keputusan yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.5 Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini peneliti merupakan instrumen utama dibantu dengan pedoman wawancara (interview guide) dan tape recording (pita perekam), alat tulis, buku catatan, dan kamera.
3.6 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data tidak lain dari suatu proses pengadaan data untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data sebagai suatu prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Pada pelaksanaan pengumpulan data, baik data primer maupun data sekunder dilakukan beberapa teknik sebagai berikut. 3.6.1 Wawancara Teknik atau metode wawancara dimaksudkan untuk mengumpulkan data primer yang dilakukan melalui wawancara terhadap informan. Wawancara dilakukan terhadap beberapa informan, dengan
menggunakan pedoman
wawancara bebas terpimpin. Wawancara bebas terpimpin adalah tanya jawab
61
dengan informan yang hanya memuat pertanyaan secara garis besarnya saja, sehingga bisa berkembang ke hal-hal yang lebih luas, namun tidak keluar dari lingkup sasaran penelitian yang sedang dilakukan. 3.6.2 Observasi Observasi
adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematik
fenomena-fenomena yang diselidiki. Pengumpulan data dengan observasi atau pengamatan langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan penglihatan tanpa menggunakan standar lain (Nazir, 1998: 211). Pengamatan dilakukan terhadap proses kampanye Pilkada Gianyar, perilaku reporter ketika meliput peristiwa kampanye. Melalui pengamataan seksama diperoleh sejumlah informasi penting berkenaan dengan konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008. 3.6.3 Studi Dokumen Dalam hal ini dokumentasi adalah menelaah dokumen yang dapat berupa catatan, buku, arsip, dan data tertulis lainnya yang berhubungan dengan proses Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008. Cara ini berguna untuk mengetahui latarbelakang yang lebih luas mengenai pokok penelitian yang dilaksanakan serta untuk memeriksa kesesuaian data.
3.7 Teknik Analisis Data Analisis data dalam tesis ini meliputi tiga kegiatan yang terjadi hampir secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Reduksi
data
dipahami
sebagai
bentuk
62
analisis
yang
menajamkan,
menggolongkan,
mengarahkan,
membuang
yang
tidak
perlu
dan
mengorganisasikan data sehingga kesimpulan-kesimpulan final dapat ditarik dan diverifikasikan. Dalam hal ini yang diperlukan adalah logika untuk menerima atau menolak sesuatu yang dinyatakan dengan kalimat. Hal ini harus dilakukan secermat mungkin karena data kualitatif tidak mempunyai pembanding yang pasti. Dalam penelitian kualitatif kesimpulan tidak ditarik secara tiba-tiba, akan tetapi merupakan proses yang berkembang sejak awal penelitian itu sendiri. Analisis kualitatif diawali dengan mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, polapola penjelasan, konfigurasi yang mungkin serta dalam sebab akibat. Analisis yang digunakan dalam penelitian kualitatif berupa analisis framing, dimana untuk mengetahui bagaimana realitas dikonstruksi oleh media. Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (persitiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media. Pembingkaian itu tentu saja melalui proses konstruksi. Disini realitas sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Hasilnya, pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang tertentu. Semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari teknik jurnalistik, tetapi menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan (Eriyanto, 2002: 3) Denzin dalam Bungin (2007), menyatakan salah satu cara paling penting dan mudah dalam uji keabsahan hasil penelitian, antara lain, dengan melakukan triangulasi dengan sumber data. Caranya adalah membandingkan dan mengecek baik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan cara
63
yang berbeda. Langkah dilakukan melalui: (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, (3) membandingkan apa yang dikatakan sepanjang waktu, (4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah, atau tinggi, orang berada dan orang pemerintahan, (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (Bungin, 2007: 256-257). Langkah-langkah yang ditempuh dalam analisis data pada penelitian ini adalah, penilaian data, penafsiran data, penyimpulan data atau generalisasi. Adapun penjelasan tentang tiap-tiap bagian analisis data tersebut, sesuai tahapan berikut. 1. Tahap mengindentifikasi terhadap berita-berita kampanye Pilkada Gianyar tahun 2008. 2. Tahap pengumpulan dan pengelompokan data yang diperoleh dari teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Pengumpulan data tersebut disertai pula dengan pemilahan, pengecekan dan reduksi data yang relevan dengan masalah. Problematika dalam penelitian kualitatif pada umumnya menyangkut masalah validitas maupun obyektifitas. 3. Tahap analisis data yang dipergunakan adalah analisis kualitatif, di mana data yang diperoleh diklasifikasikan, digambarkan dengan kata-kata, atau kalimat dipisah-pisahkan menurut kategori.
64
4. Tahap interpretasi, yaitu memberikan makna kepada data, menjelaskan pola hubungan antara konsep. Penafsiran data lebih menggambarkan perspektif atau pandangan dari peneliti, bukan pada kebenaran mutlak. Untuk menguji perspektif ini agar bisa mengarah pada kebenaran, maka digunakan metode check and recheck, yaitu melakukan cross-checking antardata, yang berarti mengkonfrontir data ataupun argumentasi empiris yang saling bertentangan untuk mendapatkan kesimpulan. 5. Setelah tahap penilaian dan penafsiran data dengan seperangkat konsepkonsep yang dimaksud selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan atau generalisasi.
3.8 Teknik Penyajian Hasil Penelitian Penyajian hasil penelitian merupakan tahap akhir dari sebuah penelitian yang dilakukan secara formal dan informal. Teknik penyajian secara informal adalah cara penyajian hasil penelitian dengan mempergunakan kata-kata atau kalimat verbal sebagai sarana dengan memakai ragam bahasa ilmiah. Ciri ragam bahasa ilmiah, di antaranya adalah obyektif, tidak emotif, lugas, dan komunikatif. Sedangkan secara formal penyajian hasil penelitian dapat berupa tabel, diagram, gambar, dan lain-lainnya. Keseluruhan uraian akan disajikan secara sistematis yang dituangkan dalam delapan bab.
65
BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN GIANYAR, PILKADA GIANYAR TAHUN 2008, DAN SURAT KABAR LOKAL BALI
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Gianyar Kabupaten Gianyar merupakan satu dari sembilan kabupaten dan kota yang ada di Propinsi Bali. Secara astronomis Kabupaten Gianyar terletak diantara 8°18°48° dan 8°38°58° Lintang Selatan (LS) dan 115°22°23° Bujur Timur (BT). Wilayah bagian utara dibatasi Kabupaten Bangli, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Klungkung. Sedangkan bagian selatan dibatasi Kota Denpasar dan bagian baratnya berbatasan dengan Kabupaten Badung. Luas wilayah Kabupaten Gianyar 368 Km² atau 36.800 ha, tersebar pada 7 (tujuh) kecamatan, yakni Kecamatan Gianyar, Blahbatuh, Sukawati, Ubud, Payangan, Tegallalang, dan Tampaksiring. Secara administrasi Kabupaten Gianyar memiliki 63 Desa dan 6 Kelurahan, 504 dusun atau banjar, 43 lingkungan, 271 desa adat, serta 518 subak yeh dan 36 subak abian. Berdasarkan hasil Susenas Penduduk tahun 2005, jumlah penduduk Gianyar sebanyak 429.395 jiwa tersebar di 7 kecamatan. Jumlah ini meningkat sebanyak 36.240 jiwa dalam kurun waktu 5 tahun dibandingkan tahun 2.000, sebesar 393.155 jiwa. Mata pencaharian penduduk Kabupaten Gianyar yang berumur 15 tahun keatas dominan pada sektor industri, disusul sektor pertanian tanaman pangan, sektor jasa, dan sektor lainnya.
66
Gambar 4.1 Peta Kabupaten Gianyar Sejarah Pemerintahan Kabupaten Gianyar menjadi satu kesatuan dengan sejarah Kota Gianyar. Sejarah dimaksud sesuai dengan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 9 Tahun 2004, tanggal 2 April 2004 tentang Hari Jadi Kota Gianyar. Pada buku profil Kabupaten Gianyar Tahun 2005 yang diterbitkan Badan Informasi dan Komunikasi Kabupaten Gianyar Tahun 2005 ditegaskan, tanggal 19 April 1771, Gianyar dipilih menjadi nama sebuah keraton, Puri Agung yaitu istana raja (anak agung) oleh Ida Dewa Manggis Sakti.
67
Saat itu, Puri Agung Gianyar menjadi sebuah kerajaan yang berdaulat dan otonom telah lahir serta ikut pentas dalam percaturan kekuasaan kerajaan-kerajaan di Bali. Tonggak sejarah yang dibangun, Ida Dewa Manggis Sakti memberikan syarat bahwa proses menjadi dan ada itu bisa ditarik ke belakang (masa sebelumnya) atau ditarik ke depan (masa sesudahnya). Berdasarkan bukti-bukti arkeologis di wilayah Gianyar sekarang, dapat diinterpretasikan bahwa adanya komunitas manusia di Gianyar sejak 2.000 tahun yang lalu karena ditemukannya situs perkakas (artefak) berupa batu, logam perunggu. Nekara yang dikenal dengan nama Bulan Pejeng di Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, berikut relief-relief dan candi-candi atau goa-goa di tebing-tebing Sungai (tukad) Pakerisan menggambarkan di tempat itu telah terjadi kehidupan pada masa lampau. Setelah bukti-bukti tertulis ditemukan berupa prasasti di atas batu atau logam terindetifikasi situs pusat-pusat kerajaan dari dinasti Warmadewa di Keraton Singamandawa, Bedahulu. Setelah ekspedisi Gajah Mada (Zaman Majapahit) dapat menguasai Pulau Bali maka didirikan sebuah Keraton Samprangan sebagai pusat pemerintahan kerajaan yang dipegang oleh Raja Adipati Ida Dalem Kresna Kepakisan (1350-1380), sebagai cikal bakal dari Dinasti Kresna Kepakisan. Raja Bali yang bergelar Ida Dalem yakni (1). Ida Dalem Ketut Ngulesir (1380-1460), (2). Ida Dalem Waturenggong (1460-1550), (3). Ida Dalem Bekung Pemayun (1550-1580), (4). Ida Dalem Sagening (15801625) dan (5). Ida Dalem Dimade (1625-1651) (Sutaba, 2007: 198-218). Dua Raja Bali yang terakhir, yaitu Ida Dalem Segening dan Ida Dalem
68
Dimade telah menurunkan cikal bakal penguasa di daerah-daerah. Ida Dewa Manggis Kuning (1600-an) penguasa di Desa Beng (Gianyar) adalah cikal bakal Dinasti Manggis yang muncul setelah generasi II membangun Kerajaan Payangan (1735-1843). Salah seorang putra Raja Klungkung, Ida Dewa Agung Jambe yang bernama, Ida Dewa Agung Anom muncul sebagai cikal bakal dinasti raja-raja di Sukawati (1711-1771), termasuk Peliatan dan Ubud. Pada periode yang sama yaitu periode Gelgel muncul pula penguasa-penguasa daerah lainnya yaitu, I Gusti Ngurah Jelantik menguasai Blahbatuh dan kemudian, I Gusti Agung Maruti menguasai daerah Keramas yang keduanya adalah keturunan Arya Kepakisan. Dinamika pergumulan antara elit tradisional dari generasi ke generasi telah berproses pada momentum tertentu. Salah seorang di antaranya sebagai pembangun kota keraton atau kota kerajaan pusat pemerintahan kerajaan yang disebut Gianyar. Pembangunan kota kerajaan yang berdaulat dan memiliki otonomi penuh adalah Ida Dewa Manggis Sakti, generasi IV dari Ida Dewa Manggis Kuning. Sejak berdirinya Puri Agung Gianyar, 19 April 1771 sekaligus ibu kota pusat pemerintah Kerajaan Gianyar adalah tonggak sejarah. Sejak itu dan selama periode sesudahnya Kerajaan Gianyar yang berdaulat, ikut mengisi lembaran sejarah kerajaan-kerajaan di Bali yang terdiri atas sembilan kerajaan di Klungkung, Karangasem, Buleleng, Mengwi, Bangli, Payangan, Badung, Tabanan, dan Gianyar. Namun sampai akhir abad ke-19, setelah runtuhnya Payangan dan Mengwi di satu pihak dan munculnya Jembrana di lain pihak, maka hanya ada delapan kerajaan (Asta Negara) yakni Kerajaan Klungkung,
69
Karangasem, Buleleng, Jembrana, Tabanan, Bangli dan Gianyar. Ketika Belanda telah menguasai seluruh Pulau Bali, delapan bekas kerajaan tetap diakui keberadaannya oleh Pemerintah Guberneurmen, namun sebagai bagian wilayah Hindia Belanda yang dikepalai oleh seorang raja (Selfbestuurder) di daerah Swapraja-nya masing-masing. Selama masa revolusi, ketika daerah Bali termasuk dalam wilayah Negara Indonesia Timur (NIT) otonomi daerah kerajaan (Swapraja) tetap diakui namun dikoordinasikan oleh Dewan Raja-raja. Anak Agung Gde Oka, (Raja Gianyar) diangkat sebagai Ketua Dewan Raja-raja menggantikan A.A.N Pandji Tisna, (Raja Buleleng) pada tahun 1947. Selain itu pada periode NIT, dua tokoh lainnya yaitu Tjokorda Gde Raka Sukawati (Puri Kantor Ubud) menjadi Presiden NIT, dan Ida A.A. Gde Agung (Puri Agung Gianyar) menjadi Perdana Menteri NIT (Kempen NIT: 1949 dalam Sutaba, 2007: 456). Ketika Republik Indonesia Serikat (RIS) kembali ke Negara Kesatuan (NKRI), pada tanggal 17 Agustus 1950, maka daerah-daerah di seluruh Indonesia dengan dikeluarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957, yang pelaksanaannya diatur dengan Undang-undang Nomor 69 Tahun 1958, mengubah daerah Swatantra Tingkat II (Daswati II). Nama Daswati II berlaku secara seragam untuk seluruh Indonesia sampai Tahun 1960. Setelah itu diganti dengan nama Daerah Tingkat II (Dati II). Nama Bupati Kepala Derah Tingkat II untuk pertama kalinya dimulai pada tahun 1960. Bupati pertama di Dati II Gianyar adalah Tjokorda Ngurah (1960-1963). Bupati berikutnya adalah Tjokorda Anom Pudak (19631964) dan I Made Sayoga (1964-1965). Ketika dilaksanakannya Undang-undang
70
Nomor 18 Tahun 1965, maka Dati II diubah dengan nama Kabupaten Dati II. Kemudian disempurnakan dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 menjadikan nama kabupaten. Kepala daerahnya tetap disebut bupati. Sejak Tahun 1950 sampai sekarang telah tercatat sembilan orang Kepala Pemerintahan/Bupati Gianyar, yaitu (1) A.A. Gde Raka (1950-1960), (2) Tjokorda Ngurah (1960-1963), (3) Tjokorda Dalem Pudak (1963-1964), (4) I Made Sayoga (1964-1965), (5) I Made Kembar Kerepun (1965-1969), (6) A.A. Gde Putra (1969-1983), (7) Tjokorda Raka Dherana (1983-1993), (8) Tjokorda Gde Budi Suryawan (1993-2003), dan (9) A.A. Gde Agung Bharata (2003-2008). (Badan Infokom Gianyar : 2005). Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah yang diikut dengan penjabaran Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah. Sesuai amanat undang-undang tersebut, Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Gianyar melaksanakan proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Gianyar periode 2008-2013 untuk pertamakalinya, secara langsung lewat Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008.
4.2 Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 dan Tahapannya Pilkada Gianyar diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Gianyar melalui beberapa tahapan. Tahapan Pilkada Gianyar Tahun 2008 meliputi, (1) Pembentukan PPK, PPS dan KPPS, (2) Sosialisasi Pelaksanaan Pilkada, (3) Pendaftaran dan Penetapan Pemilih, (4) Pendaftaran dan Penetapan
71
Pasangan/Paket Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, (5) Kampanye Pasangan/Paket Calon, (6) Pemungutan dan Penghitungan Suara, dan (7) Penetapan, Pengangkatan dan Pelantikan Pasangan Calon Terpilih. (KPU Gianyar, 2008). Dari masa persiapan pelaksanaan sampai penetapan pasangan calon bupati kepala daerah/wakil bupati kepala daerah, KPU Kabupaten Gianyar menerbitkan 30 (tiga puluh) buah produk peraturan yang bersifat penetapan berupa Surat Keputusan (SK). 4.2.1 Pembentukan PPK, PPS dan KPPS KPU Kabupaten Gianyar menetapkan perencanaan penyelenggaraan, meliputi penetapan tata cara jadwal waktu tahapan pelaksanaan Pilkada Gianyar, membentuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), pemberitahuan pendaftaran pemantau, serta mengusulkan kebutuhan anggaran untuk kegiatan pilkada kepada Pemerintah Kabupaten Gianyar sesuai prosedur pengelolaan keuangan daerah. KPU Kabupaten Gianyar merekrut dan menetapkan 35 orang anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) pada tujuh kecamatan di Kabupaten Gianyar yakni Kecamatan Sukawati, Ubud, Payangan, Tegallalang, Tampaksiring, Blahbatuh dan Gianyar. Penetapan PPK dengan Keputusan KPU Kabupaten Gianyar Nomor 03 Tahun 2007, tentang Pengangkatan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) se-Kabupaten Gianyar sebagai Pelaksana Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gianyar Tahun 2008. KPU
72
Kabupaten Gianyar juga mengangkat 210 orang angggota PPS (Panitia Pemungutan Suara) dengan Keputusan KPU Kabupaten Gianyar Nomor 04 Tahun 2007, tentang Pengangkatan Panitia Pemungutan Suara (PPS) se-Kabupaten Gianyar sebagai Pelaksana Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gianyar Tahun 2008 di tingkat desa/kelurahan. 4.2.2 Sosialisasi Pelaksanaan Pilkada Untuk menyosialisasikan tahapan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau Pilkada Kabupaten Gianyar, KPU Kabupaten Gianyar memanfaatkan media massa jenis cetak dan elektronik sehingga dapat menjangkau masyarakat sampai ke tingkat dusun/banjar. Menurut anggota KPU Kabupaten Gianyar Anak Agung Gede Putra, (wawancara AA Gde Putra 05/06/2012), KPU Kabupaten Gianyar juga menyebarkan informasi tentang Pilkada Gianyar melalui baliho, spanduk, poster, dan leflet. Salah satu media cetak yang secara rutin digunakan adalah Koran Mingguan Paswara. Koran ini milik Pemerintah Kabupaten Gianyar. Pemberitahuan tentang Pilkada Gianyar melalui Koran Mingguan Paswara dilakukan sejak awal Tahun 2007. Selain pemberitahuan lewat media massa cetak, KPU Kabupaten Gianyar juga melakukan sosialisasi tentang Pilkada Gianyar melalui media elektronik. Media elektronik dimaksud yakni, Radio Gelora, Radio Jegeg Bali, Radio Heart Line, Radio Mandala Perkasa, dan RRI Denpasar. Selain itu melalui televisi yakni TVRI Bali dan Bali TV. Pemanfaatan media massa tersebut disesuaikan dengan anggaran Pemilu Kepala Daerah di Kabupaten Gianyar. Selain melalui media massa, KPU Kabupaten Gianyar juga melakukan sosialisasi dengan metode tatap
73
muka. Materi sosialisasi tidak hanya menyampaikan teknis pencoblosan, akan tetapi lebih ditekankan pada tujuan dalam pendewasaan berdemokrasi. Misalnya, dalam pemilu kita bisa menghargai perbedaan, perbedaan bukan berarti bermusuhan tapi sebuah dinamika bermasyarakat. 4.2.3 Pendaftaran dan Penetapan Pemilih Pemilih merupakan salah satu komponen pendukung dalam pelaksanaan pilkada. Kegiatan pendaftaran dan penetapan pemilih merupakan faktor terpenting untuk mengetahui jumlah pemilih yang mempunyai hak untuk memilih. Penggunaan hak pilih ini akan berdampak terhadap hasil pemilihan itu sendiri sekaligus menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah dalam pemilihan. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, pasal 70 menegaskan, daftar pemilih pada saat pemilihan umum terakhir di daerah, digunakan sebagai daftar pemilih untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Untuk di Kabupaten Gianyar, tugas pemutakhiran dan
validasi data pemilih tersebut dilaksanakan oleh Badan Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kabupaten Gianyar. Batas waktu terakhir pelaksanaan pemutakhiran dan validasi data pemilih dilaksanakan, tanggal 4 Juli 2007 di Stage Desa Sidan, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar. Kegiatan ini dilaksanakan melalui pertemuan antara unsur KPU Kabupaten Gianyar dengan Pemerintah Kabupaten Gianyar beserta para kepala dusun/lingkungan atau kelian banjar dinas. Pengumuman Daftar Pemilih Sementara oleh PPS se-Kabupaten Gianyar diumumkan serentak pada tanggal 29 September 2007 sampai 5 Oktober 2007.
74
Selama dan setelah batas waktu pengumuman berakhir, PPS melakukan kegiatan perbaikan terhadap Daftar Pemilih Sementara dan mencatat pemilih tambahan (baru) sesuai dengan koreksi, masukan dan tanggapan masyarakat. Jumlah pemilih tetap pilkada Tahun 2008 mencapai 324.610 orang, terdiri atas 161.415 laki-laki dan 163.195 perempuan. Jumlah pemilih ini dipakai patokan untuk menentukan pembuatan logistik pilkada mulai dari kartu suara, surat suara, dan TPS (tempat pemungutan suara) (KPU Kabupaten Gianyar, 2008: 27-29). TABEL 4.1 Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gianyar Tahun 2008 No
Kode Wilayah
Jumlah Kecamatan
I
II
Laki-laki III
Perempuan IV
Jumlah V
1
51.04.01
Sukawati
32.861
33.560
66.376
2
51.04.02
Blahbatuh
23.747
23.669
47.446
3
51.04.03
Gianyar
31.412
32.236
63.648
4
51.04.04
Tampaksiring
16.756
16.783
33.539
5
51.04.05
Ubud
23.481
22.934
46.415
6
51.04.06
Tegallalang
17.434
18.044
35.478
7
51.04.07
Payangan
15.769
15.939
31.708
Jumlah Total 161.415 163.195 324.610 Sumber : KPU Kabupaten Gianyar Tahun 2008
4.2.4 Pendaftaran dan Penetapan Pasangan/Paket Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pengumuman dan pendaftaran paket pasangan calon kepala daerah dan 75
wakil kepala daerah oleh KPU Kabupaten Gianyar mulai tanggal 8 sampai 14 Oktober 2007. Sampai penutupan pendaftaran terdapat 2 (dua) paket pasangan calon yang didaftarkan oleh partai politik ke KPU Kabupaten Gianyar. Dua paket pasangan calon tersebut adalah A.A Gde Agung Bharata sebagai calon kepala daerah/bupati dan I Putu Yudhany Thema sebagai calon wakil kepala daerah/wakil bupati. Pasangan ini dikenal dengan nama paket Bayu yang dicalonkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Gambar 4.2 Foto Kedua Kandidat Bersama KPU Pusat. (Dokumen : KPU Gianyar 2008)
Selanjutnya, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati sebagai calon kepala daerah/bupati dan Dewa Made Sutanaya sebagai calon wakil kepala daerah/wakil bupati. Pasangan ini dikenal dengan nama Paket AS yang dicalonkan dari Partai Golkar. Sebagaimana tampak pada Gambar 4.2, dua pasang calon bersalaman setelah ditetapkan nomor urut oleh KPU Gianyar. Dua pasangan calon tersebut selanjutnya menyerahkan segala persyaratan administrasi yang disyaratkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Setelah dilakukan verifikasi administrativ dan verifikasi faktual pada tanggal 23 Oktober 2008, maka KPU Kabupaten Gianyar menetapkan Paket Bayu dan Paket AS
76
sebagai pasangan/paket calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gianyar pada Pilkada Gianyar Tahun 2008. 4.2.5 Kampanye Pasangan/Paket Calon Untuk memperkenalkan dan menarik simpati calon pemilih, masingmasing tim pasangan/paket calon melakukan kampanye, baik melalui rapat umum dan pertemuan terbatas. Kampanye diawali dengan penyampaian visi dan misi dua pasangan/paket calon pada Sidang Paripurna DPRD Gianyar
tanggal 28
Desember Tahun 2007. Selanjutnya kampanye dilakukan secara bergilir oleh masing-masing pasangan/paket calon. Kampanye Paket Bayu berlangsung tanggal 30 Desember 2007, tanggal 1, 3, 5, 7, 9, dan 10 Januari 2008. Sedangkan kampanye Tim Paket AS, tanggal 29 dan 31 Desember 2007, tanggal 2, 4, 6, 8, dan 10 Januari 2008.
Tabel 4.2 Jadwal Pelaksanaan Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar yang ditetapkan oleh KPU Kabupaten Gianyar (Dokumen : KPU Gianyar 2008)
77
Mengenai bentuk-bentuk kampanye yang diatur dalam Undang-undang 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia tentang Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah pertemuan terbatas, tatap muka dan dialog, penyebaran melalui media cetak dan media elektronik, penyiaran melalui media televisi, penyebaran bahan kampanye kepada umum, pemasangan alat peraga di tempat umum, dan debat publik/debat terbuka antara pasangan calon. Di antara bentuk-bentuk kampanye tersebut, bantuk kampanye tatap muka antara paket pasangan calon dengan pendukung atau calon pemilih merupakan kempanye paling banyak melibatkan massa pendukung selama pelaksanaan kampanye Pilkada Gianyar Tahun 2008. 4.2.6 Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemungutan dan penghitungan suara merupakan puncak acara dalam pilkada. Seluruh perhatian masyarakat yang mempunyai hak pilih tertuju pada TPS (Tempat Pemungutan Suara) untuk menggunakan hak pilihnya. Pemungutan suara untuk Pilkada Gianyar dilaksanakan tanggal 14 Januari 2008 dimulai pukul 07.00 wita – 13.00 wita.
78
Rekapitulasi hasil perhitungan suara dan melalui rapat pleno terbuka KPU Kabupaten Gianyar, tanggal 21 Januari 2008, diketahui jumlah perolehan suara secara keseluruhan dari kedua paket/pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gianyar tahun 2008, adalah 272.709 suara. Jumlah total suara itu diraih oleh pertama, Pasangan calon A.A. G. Agung Bharata, dan I Putu Yudhany Thema, sebanyak 134.527 suara sah atau 49,33 % dari jumlah suara sah. Kedua, Pasangan calon Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati, dan Dewa Made Sutanaya sebanyak 138.182 suara sah atau 50,67 % dari jumlah suara sah (KPU Kabupaten Gianyar, 2008: 67). Hasil perhitungan suara yang menunjukkan kemenangan pada Paket AS seperti tampak pada Gambar 4.4. Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Perolehan Suara Untuk Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gianyar Tahun 2008 oleh KPU Gianyar (dokumen: KPU Gianyar 2008)
4.2.7 Penetapan, Pengangkatan dan Pelantikan Pasangan Calon Terpilih. Selanjutnya KPU Kabupaten Gianyar menerbitkan, Surat Keputusan Nomor 27 Tahun 2008, tentang Penetapan Pasangan Calon Kepala Daerah Dan 79
Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gianyar Tahun 2008. Dari hasil perolehan suara terbanyak, maka KPU Kabupaten Gianyar menetapkan pasangan calon terpilih nomor urut 2 yaitu, Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati dan Dewa Sutanaya sebagai pasangan calon terpilih bupati dan wakil bupati periode tahun 2008-2013. Selanjutnya pasangan calon terpilih dilantik oleh Gubernur Bali atas nama Menteri Dalam Negeri dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kabupaten Gianyar tanggal 21 Pebruari 2008 di Gedung Balai Budaya Gianyar (KPU Gianyar: 2008).
Gambar 4.3 Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Gianyar Periode 2008-2013 oleh Gubernur Bali, Dewa Made Bratha atas nama Menteri Dalam Negeri di Balai Budaya Gianyar, 21 Pebruari 2008 (dokumen : KPU Gianyar 2008)
4.3 Gambaran Umum Surat Kabar Bali Post, NusaBali, Radar Bali Sejarah media di Bali dimulai pada 1923 dengan lahirnya Shanti Adnyana dalam bentuk kalawarta (newsletter). Menurut Kembar Karepun, dalam
80
manuskrip untuk buku tentang pertentangan kasta di Bali, Shanti Adnyana, berarti “pikiran damai”, itu berupa majalah bulanan yang diterbitkan Organisasi Shanti. Organisasi yang berpusat di Singaraja, Bali utara ini bergerak di bidang sosial dan pendidikan, termasuk penerbitan. Menurut Darma Putra (2003), Shanti Adnyana disunting pengurus Organisasi Shanti seperti Ketut Nasa, Nyoman Kajeng, I Gusti Putu Jlantik, dan I Gusti Putu Tjakra Tenaja. Dalam terbitannya Shanti Adnyana lebih banyak menulis masalah agama Hindu dan disebar ke masyarakat umum terutama pegawai dan guru. Latar belakang penyunting itu terdiri atas wangsa (kasta) yang berbeda. Shanti Adnyana kemudian berubah nama jadi Bali Adnyana yang berarti “pikiran Bali” sejak 1 Januari 1924. Majalah ini terbit tiga kali sebulan yaitu tiap tanggal 1, 10, dan 20. Pengasuhnya I Gusti Tjakratanaya dan I Gusti Ketut Putra. Akibat perpecahan antara tri wangsa dengan jaba, maka majalah ini dianggap hanya memuat suara-suara tri wangsa. Bali Adnyana memang sangat kental menyuarakan pikiran I Gusti Tjakratanaya yang juga bangsawan. Bali Adnyana memuat ajaran agama, etika, dan ingin mempertahankan adat istiadat agar sistem kasta tetap berlaku (Agung Putra, 2001). Ketut Nasa dan kawan-kawannya sesama jaba kemudian mendirikan Surya Kanta sebagai tandingan Bali Adnyana, pada 1 Oktober 1925. Majalah bulanan ini diterbitkan organisasi bernama sama, yakni Surya Kanta, yang anggotanya kebanyakan guru. Organisasi ini bertujuan memperbaiki dan memajukan cara berpikir masyarakat Bali dengan meninggalkan cara berpikir yang kolot agar
81
terbuka dan berkembang menuju kemajuan. Karena itu Surya Kanta memuat tentang sistem pendidikan barat, penyederhanaan upacara agama, bahkan tentang koperasi. Menurut Darma Putra, Bali Adnyana dan Surya Kanta, keduanya terbit di Singaraja, merupakan dua media massa penting di Bali yang terbit bersamaan pertengahan 1920-an. Mengingat paham pengasuh dan penerbitnya tentang kasta berbeda, sebagian besar isi kedua media massa ini menjadi ajang polemik mengenai kasta dan adat Bali. Polemik ini mendapat pengawasan ketat dari penjajah. Pemerintah kolonial tidak menginginkan terjadinya konflik sosial. Karena mendapat tekanan, Surya Kanta akhirnya berhenti terbit pada September 1927. Sementara itu Bali Adnyana lenyap dari peredaran tahun 1929. Setelah Surya Kanta dan Bali Adnyana lenyap, di Singaraja terbit majalah Bhãwanãgara, pada Tahun 1931. Bhãwanãgara artinya ‘keadaan sejati di negara’ (Bali dan Lombok). Menurut Robinson (2006) majalah berbahasa melayu ini diterbitkan Yayasan Kirtija Liefrinck van der Tuuk. Pengasuhnya antara lain pakar Bali Dr. R. Goris bersama I Gusti Putu Djlantik, I Gusti Gde Djlantik, I Nyoman Kadjeng, dan I Wajan Ruma. Bhãwanãgara
dimaksudkan
sebagai
“soerat
boelanan
oentoek
memperhatikan peradaban Bali”. Nomor perdana Bhãwanãgara terbit pada tahun 1931, setebal 40 halaman. Bhãwanãgara mendapat dukungan antusias pemerintah kolonial, yang berkepentingan mempromosikan kesadaran identitas kultural Bali dari pada identitas berdasarkan kasta atau kesatuan nasional Indonesia. Bhãwanãgara juga sebagai usaha untuk mewujudkan rekonsialiasi antara
82
kelompok jaba dan tri wangsa. Bhãwanãgara terbit sampai Tahun 1935. Setahun kemudian, pada Tahun 1936, terbit majalah kebudayaan bulanan Djatajoe, diambil dari nama burung yang membela Dewi Sita dalam epos Ramayana. Majalah sosial budaya ini diterbitkan Bali Darma Laksana, organisasi sosial yang anggotanya terdiri atas kalangan terpelajar Bali. Djatajoe merupakan salah satu sarana untuk menyadarkan masyarakat tentang pendidikan dan kebudayaan. Pemimpin redaksi pertama Djatajoe adalah I Goesti Nyoman Pandji Tisna, yang ketika itu meraih reputasi nasional sebagai sastrawan lewat novelnya Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935) dan termasuk dalam sastrawan Angkatan Poedjangga Baroe. Bentuk dan konsep Djatajoe dipengaruhi majalah Poedjangga Baroe yang terbit di Jakarta dengan redaktur, Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane. Setelah Panji Tisna selesai mengelola, Djatajoe kemudian dikelola Nyoman Kajeng dan Wayan Badhra. Majalah ini terbit sampai Tahun 1941. Pada masa pendudukan Jepang hanya ada satu media massa di Bali. Ketika itu, Jepang mengendalikan semua badan pengumuman dan penerangan di Indonesia, termasuk di Bali. Karena itu koran-koran pergerakan yang ada sejak zaman kolonial Belanda pun diubah namanya, bahkan dikendalikan terbitannya oleh Jepang. Misalnya kantor berita Antara diubah jadi Yashima sebelum kemudian jadi kantor berita Domei. Di Bali sendiri belum ada koran pergerakan pada saat itu (Putra dan Supartha, 2001). Jepang kemudian membuat koran-koran daerah di beberapa kota di Indonesia. Antara lain Kita Sumatera Shimbun di Sumatera, Palembang Shimbun
83
di Palembang, Lampung Shimbun di Lampung, Sinar Matahari di Ambon, dan Bali Shimbun di Bali. Koran Bali Shimbun mulai terbit sejak 8 Maret 1944. Koran ini menggunakan bahasa Indonesia dalam terbitannya. Mereka merekrut wartawan lokal sebagai anggota redaksi, termasuk Ketut Nadha, perintis media terbesar di Bali saat ini, Bali Post. Selain Ketut Nadha juga ada I Gusti Putu Arka dan Made Sarya Udaya. Bali Shimbun berhenti terbit ketika Jepang dikalahkan Sekutu pada Tahun 1945. Namun Ketut Nadha ternyata telah menyiapkan koran pergerakan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Selama dua tahun (1946-1947) Ketut Nadha mempersiapkan penerbitan koran ini dengan mendirikan perpustakaan merangkap toko buku. Pada tanggal 16 Agustus 1948, untuk pertama kalinya Ketut Nadha bersama dua temannya ketika di Bali Shimbun, I Gusti Putu Arka dan Made Sarya Udaya, menerbitkan Suara Indonesia dalam bentuk majalah. Saat itu Suara Indonesia terbit tidak tentu, tergantung situasi keamanan. Karena masih dalam situasi perjuangan, Suara Indonesia pun mengemban dua tugas sekaligus, yakni sebagai media pemberitaan dan penerangan sekaligus sebagai aktivis politik yang melibatkan diri secara langsung membangun perlawanan pada penjajah (Putra dan Supartha, 2001). Dalam perjalanannya Suara Indonesia beberapa kali mengalami perubahan nama antara lain menjadi Suluh Indonesia, Suluh Marhaen sebelum kemudian jadi Bali Post. Dalam buku “Sisi Gelap Pulau Dewata” (2006), Geoffrey Robinson menyebut adanya beberapa media lokal pada masa peralihan dari Jepang ke pemerintah Republik Indonesia. Media itu antara lain Suara Rakjat, Berita
84
Nusantara, dan Penindjau. Namun dia tidak menyebut detail tentang siapa pengelola dan apa saja yang dimuat tiga koran itu. Robinson mengutip berita tentang kunjungan Soekarno ke Bali serta adanya kekerasan antar orang Bali dari tiga koran tersebut. Pada Tahun 1952 terbit majalah Bhakti. Majalah yang berkantor di Singaraja ini dikelola Putu Shanti sebagai penanggung jawab dan Ketut Widjana sebagai pemimpin umum. Dengan slogan sebagai “Majalah untuk Umum-nonpartai berdasarkan Pancasila”, majalah ini diterbitkan oleh Yayasan Kebhaktian Pejuang. Majalah Bhakti hanya terbit sampai Tahun 1954. Antara Tahun 1953 hingga Tahun 1955 di Denpasar terbit Majalah Damai. Motonya “Majalah Umum untuk Rakyat”. Penanggung jawab/pemimpin umumnya, I Gusti Bagus Sugriwa dibantu Anak Agung (Tjokorda) Bagus Sayoga, Made Tukir dan Ida Bagus Tilem. Widminarko (2001) menyebut pada periode Tahun 1960 hingga Tahun 1965 terbit Mingguan Fajar dan Harian Bali Dwipa di Denpasar. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Penerangan Nomor 29/SK/M/65, mengenai Normanorma Pokok Pengusahaan Pers dalam Rangka Pembinaan Pers Indonesia, semua surat kabar diwajibkan berafiliasi pada partai politik atau organisasi massa yang diakui pemerintah. Mingguan Fajar berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Kantornya pun sama dengan kantor PKI Bali. Mingguan Fajar menyajikan berita dan tulisan tentang kebudayaan dengan moto “Memerahkan Budaya dan Membudayakan Merah”. Harian Bali Dwipa dikesankan tampil secara politis sebagai koran Nasionalisme, Agama, Komunisme (Nasakom). Namun, unsur “nasionalisme”
85
tidak diwakili PNI, tapi Partai Indonesia (Partindo) yang di Bali saat itu dikenal sebagai partai politik yang “dekat” dengan PKI. Adapun Suara Indonesia berafiliasi dengan Partai Nasionalis Indonesia (PNI), partai terbesar di Bali saat itu. Suara Indonesia juga berganti nama jadi Suluh Indonesia Edisi Bali. Koran ini menginduk pada Suluh Indonesia yang diterbitkan Pimpinan Pusat PNI di Jakarta. Setahun kemudian Suluh Indonesia menjadi Suluh Marhaen. Fajar dan Bali Dwipa berhenti terbit menyusul meletusnya peristiwa G 30 S/PKI, 30 September 1965. Sedangkan Suluh Marhaen edisi Bali tetap terbit setelah peristiwa tersebut. Dia bahkan menjadi media terbesar di Bali kemudian hari bahkan hingga saat ini. Pada tahun 1966 di Denpasar lahir Harian Angkatan Bersenjata edisi Nusa Tenggara. Penerbitnya, Yayasan Penerbitan dan Percetakan Udayana. Pemimpin Umum dijabat Mayor I Gusti Ngurah Pindha. Penanggung Jawab Letkol. Alex Sutadji, Pemimpin Redaksi Letda. Abdul Hamid. Koran ini mengalami beberapa kali pergantian pimpinan dan badan pengelolanya, bahkan pernah berhenti terbit. Tahun 1978 berubah namanya menjadi Harian Umum Nusa Tenggara. Mayor J.M. Sarwoto sebagai Pemimpin Umum/Penanggung Jawab dan Jimmy Zeth Soputan sebagai pemimpin redaksi. Pada Tahun 1990 hingga Tahun 1992 Nusa Tenggara dikelola Kelompok Media Group milik Surya Paloh dan Tahun 1994 dikelola PT Sinar Press. Tahun 2001 berubah menjadi Harian Umum Nusa, dan sejak Tahun 2005 berubah lagi jadi Harian Umum NusaBali. Tahun 1980 di Denpasar terbit Mingguan Karya Bhakti. Semula terbit
86
dalam format koran masuk desa mingguan, tetapi kemudian berkembang menjadi harian. Bali Post, Nusa Tenggara, dan Karya Bhakti merupakan tiga koran yang mewarnai Bali pada masa Orde Baru. Oleh Pemerintah Provinsi Bali waktu itu, ketiganya dimasukkan pada Program Koran Masuk Desa. Saat itu, oplah Bali Post sekitar 20.152 eksemplar, Nusa Tenggara 11.500 eksemplar, dan Karya Bhakti 10.000 eksemplar (Monografi Daerah Bali, 1985). Di tengah persaingan bisnis pers yang makin tajam, Harian Karya Bhakti berhenti terbit setelah mengalami beberapa kali pergantian pengasuhnya. Maraknya pariwisata di Bali membuat Bali juga dipenuhi beberapa media yang intens di bidang pariwisata. Sejak 1970an hingga 1980an, ada beberapa media berbahasa Inggris seperti Sunday Bali Post, Bali Tourist Guide, This Week in Bali, dan Bali This Month. Sebagai pulau yang sekitar 95 persen penduduknya beragama Hindu, Bali juga pernah melahirkan media khusus agama Hindu. Pada Tahun 1987 terbit majalah bulanan Warta Hindu Dharma. Majalah yang diterbitkan Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat ini sebagian besar berita dan artikelnya tentang perkembangan agama Hindu. Runtuhnya Orde Baru diikuti munculnya Undang-undang Pokok Pers No 40 Tahun 1999, yang membuat orang makin mudah mendirikan perusahaan penerbitan. Kehidupan pers di Bali juga disemarakkan terbitnya beragam penerbitan pers. Ada harian, mingguan, dan bulanan. Koran, tabloid, majalah yang terbit pasca-Orde Baru itu ada yang masih terbit ada pula yang sudah berhenti. Pada masa ini terbit beberapa media seperti Bali Tribune, The Echo,
87
Latitudes, Bali Lain, dan sebagainya. Majalah bulanan ini memfokuskan diri pada liputan pariwisata dengan kemasan seni atau budaya lebih kental. Meski berumur tidak sampai lima tahun, Latitudes menawarkan konsep agak berbeda. Liputan media berbahasa Inggris ini lebih banyak tentang antropologi. Penulis seperti Goenawan Mohamad dan Adrian Vickers termasuk yang pernah menulis di media ini. Kondisi pariwisata Bali yang kolaps akibat bom pada 12 Oktober 2002 dan 1 Oktober 2005 mempengaruhi perkembangan media di Bali, terutama media yang konsentrasi mengurusi pariwisata. Bali Tribune, The Echo, dan Latitudes pun tutup. Saat ini mereka sudah tidak terbit lagi. Mudahnya pendirian koran pun melahirkan beberapa media yang terbit pada zaman Reformasi. Di antaranya Koran Bali, Patroli, Fajar Bali, Warta Bali, dan Radar Bali. Koran Bali saat ini sudah tidak terbit. Hingga Maret 2007, koran harian yang masih terbit di Bali adalah Bali Post, Denpost, BisnisBali, NusaBali, Radar Bali, Warta Bali, Fajar Bali, dan Patroli Post. Selain itu ada majalah bulanan Sarad dan Raditya yang lebih banyak menulis masalah agama Hindu dan adat Bali. 4.3.1 Sejarah Singkat Surat Kabar Bali Post Surat kabar Bali Post merupakan salah satu anak perusahaan dari Kelompok Media Bali Post yang diterbitkan oleh PT Bali Post. Selain menerbitkan Bali Post, Kelompok Media Bali Post juga mengelola Harian Bisnis Bali, Harian Denpost, Bali Travel News, Mingguan Tokoh, Dwi Mingguan Lintang, dan Suara NTB. Dalam bidang media elektronik, Kelompok Media Bali
88
Post juga mengelola BaliTV, Radio Global Kini Jani, Suara Besakih, Radio Genta FM, Radio Singaraja FM, Radio Suara Banyuwangi, Lombok FM dan Negara FM. Dalam bidang pertelevisian, lembaga tersebut mengembangkan stasiun BaliTV, BandungTV, JogyaTV, SemarangTV, MedanTV, AcehTV, SriwijayaTV dan SurabayaTV. (Artha, 2009. 38). Sejarah surat kabar Bali Post tidak semulus sebagaimana yang dilihat sekarang ini. Lahir di zaman revolusi bukanlah sebuah iklim yang menguntungkan untuk sebuah penerbitan pers jika semata-mata dilihat dari sisi bagus, sebagimana kebanyakan penerbitan yang menjamur sekarang ini. Bali Post yang kini berkantor pusat di Jalan Kepundung Nomor 67A Denpasar, semula bernama Suara Indonesia, terbit perdana pada tanggal 16 Agustus 1948. Surat kabar ini diterbitkan oleh Badan Penerbitan Suara Indonesia dengan perintis K. Nadha dibantu oleh Made Sarya Udaya dan I Gusti Putu Arka. Di tengah kancah revolusi itulah Suara Indonesia lahir dengan motto “dari rakyat, oleh rakayat dan untuk rakyat” (Putra dan Suparta, ed, 2001: 9-10). Sebagai pers perjuangan, Suara Indonesia tidak luput dari pahit getir, pasang surut perjuangan bangsa Indonesia. Pada tanggal 2 Mei 1965, Badan Penerbitan Suara Indonesia diubah menjadi Yayasan Genta Suara Revolusi Indonesia, disingkat Gesuri, berkedudukan di Denpasar. Sejarah mencatat, pada Tahun 1966, berdasarkan ketentuan pemerintah bahwa semua penerbitan harus berafiliasi kepada organisasi partai politik yang ada saat itu, nama Suara Indonesia diubah menjadi Suluh Indoensia edisi Bali. Saat ini hari ini berafiliasi ke Partai Nasional Indonesia (PNI). Pada Bulan Juni 1966 sampai dengan bulan Mei 1971,
89
Suluh Indonesia, diganti namanya menjadi Suluh Marhaen edisi Bali. Tahun 1971, setelah demokrasi terpimpin tidak diberlakukan lagi dan penerbitan pers dibebaskan dari keharusan berafiliasi, maka rencananya dipakai nama Suara Indonesia kembali. Namun, Depatemen Penerangan RI tidak menyetujui, karena di Kabupaten Malang, Jawa Timur sudah ada surat kabar yang memakai nama tersebut. Akhirnya, dipilihlah nama Bali Post sampai sekarang. Saat ini oplah surat kabar Bali Post sebanyak 100.000 eksemplar. Oplah sejumlah itu tersebar di seluruh kabupaten/kota se-Bali, Jakarta, Surabaya, Mataram dan Kupang. Berkaitan dengan interaksi surat kabar Bali Post dan peristiwa politik, penelitian Hamad (2004: 153-155) menjelaskan bahwa pada Pemilu 1999, Bali Post dinilai turut serta dalam pertarungan ideologi dan politik pada masa itu. Bali Post dinilai ikut andil atas kemenangan PDI Perjuangan di Bali pada masa itu. Dalam bahasa Hamad dikatakan bahwa pemberitaan Bali Post cenderung “menghajar” Golkar dan “membela” Megawati Soekarno Putri.
4.3.2 Sejarah Singkat Surat Kabar NusaBali Pada awalnya, menurut Darma Putra (2006: 7), surat kabar NusaBali bernama surat kabar Angkatan Bersenjata edisi Nusa Tenggara. Surat kabar ini perdana di Denpasar 21 Januari 1966. Badan hukum surat kabar ini atas nama Yayasan Penerbit dan Percetakan Udayana pimpinan Kolonel R. Soejono S. Sebagai media pers yang bernaung di bawah Kodam XVI/Udayana, surat kabar
90
ini membawa misi khusus sebagai media pembinaan Orde Baru, pasca-G 30 S/PKI. Pemimpin umum pertama dijabat secara fungsional oleh Kepala Penerangan Kodam XVI/Udayana, Mayor I Gusti Ngurah Pindha, B.A, Penanggungjawab Letkol. Alex Sutadji (Asitel Kodam XVI/Udayana) dan Pemimpin Redaksi, Letda Abdul Hamid (Waka Pendam XVI/Udayana). Untuk menghindari kesan seolah-olah surat kabar ini merupakan ini merupakan corong khusus Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), sejak tahun 1978 surat kabar Angkatan Bersenjata berganti nama menjadi Harian Umum Nusa Tenggara. Pemimpin Umum/Penanggung Jawabnya, Mayor J.M Sarwoto (Kapendam XVI/Udayana) dan Pemimpin Redaksi, Jimmy Zeth Soputan. Pemasarannya diperluas ke Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, dengan motto “Meningkatkan Pembangunan guna Memperkuat Ketahanan Nasional”. Menghadapi persaingan media pers yang makin ketat, sejalan dengan kemajuan teknologi grafika, tahun 1989 pihak penerbit mencoba menggandeng kelompok pengusaha bisokop di Denpasar. Surat kabar ini menerbitkan Koran Masuk Desa (KMD) dan di Bali sejak tahun 1980 mendapat subsidi dari Departemen Penerangan RI bersama pengelola KMD lainnya, yakni Surat Kabar Bali Post dan Mingguan Karya Bhakti. Pada tahun 1983, surat kabar ini mengalami kolaps, dan tahun 1984 terbit lagi. Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1990 surat kabar ini menerima tawaran Surya Paloh untuk masuk dalam Kelompok Media Group. Namun pergantian menajemen ini hanya bertahan sampai tahun 1992. Setelah berhenti
91
terbit selama dua tahun manajemennya diambil alih oleh Bakrie Group sebagai penerbitnya sejak 3 Oktober 1994. Pada tahun 2001 harian ini berganti nama menjadi Harian Umum Nusa dan sejak 1 Oktober 2005 bernama Harian Umum NusaBali. Dilihat dari struktur organisasi di bidang redaksi, surat kabar NusaBali dipimpin
oleh
seorang
penanggungjawab
yakni
Bambang
Hariawan.
Penannggung jawab ini memiliki tugas mempertanggungjawabkan segala bentuk kegiatan media cetak ke dalam dan ke luar. Di bawahnya, terdapat wakil penanggung jawab yang dijabat Herman Basuki. Redaktur pelaksana yang dijabat oleh Ketut Naria. Redaktur pelaksana bertanggung jawab terhadap kinerja di bidang keredaksian, yang membawahi sejumlah redaktur. Para redaktur di surat kabar NusaBali dibagi berdasarkan kekhususan bidang peliputan yang ditangani. Misalnya, Redaktur Olahraga, Redaktur Politik dan Keamanan, Redaktur Budaya, Redaktur Opini, Redaktur Pendidikan, Redaktur Bidang Liputan Daerah dan lainnya. Di bawah redaktur ini terdapat sejumlah reporter yakni wartawan yang bertugas melakukan peliputan berita di lapangan. Reporter-reporter tersebut tersebar di daerah liputan masing-masing yakni delapan kabupaten di Bali, Jakarta, Surabaya, Mataram, dan Kupang. Khusus untuk Kota Denpasar, masingmasing reporter dibedakan berdasarkan spesialisasi liputan dan pos lembaga atau instansi yang ditangani. Sebagai contoh ada reporter yang mengkhususkan liputan pada bidang politik. Secara langsung, reporter tersebut diarahkan untuk memantau setiap perkembangan peristiwa di lembaga-lembaga politik seperti DPRD Propinsi Bali, partai politik, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
92
4.3.3 Sejarah Singkat Surat Kabar Radar Bali (Jawa Pos Group) Untuk memahami sejarah surat kabar Radar Bali, hal pertama yang perlu diketahui adalah sejarah surat kabar Jawa Pos. Hal ini mengingat posisi surat kabar Radar Bali menjadi semacam suplemen surat kabar Jawa Pos. Maka dari itu akan diuraikan dulu sejarah surat kabar Jawa Pos. Jawa Pos menurut Hamad (2004: 146-149), didirikan pada tahun 1949 oleh The Chung Shen, seorang pegawai salah satu bioskop di Surabaya. Selain Jawa Pos, ia juga menerbitkan beberapa koran berbahasa Mandarin, Belanda dan Inggris. Ketiganya kemudian tutup karena berbagai alasan. Tahun 1982, oplah Jawa Pos tinggal 6.800 eksemplar akibat menghadapi banyak masalah, di antaranya karena The Chung Sen sudah berusia 83 tahun sementara dari ketiga anaknya, tak satu pun yang mau mengurusi Jawa Pos. Oleh sebab itu ia menjual perusahannnya kepada PT Grafiti Pers, penerbitan majalah Tempo, dengan Eric F.H Samola sebagai presiden direktur. Di kalangan Jawa Pos, Samola (1937-2000) dianggap sebagai the founding fathers di samping Chung Sen (1904-1989). Samola yang menciptakan fondasi menajemen Jawa Pos baru. Mengingat domisilinya di Jakarta, Samola menunjuk Dahlan Iskan yang saat itu sebagai reporter Tempo di Jawa Timur untuk menjalankan rutinitas harian itu. Ditangan Dahlan Iskan, Jawa Pos berkembang melebihi induknya Tempo. Radar Bali sebagai suplemen Jawa Pos di Bali, terbit 12 Februari 2001. Sebetulnya Radar Bali diterbitkan, tidaklah dimaksudkan untuk membuat penerbitan baru yang terpisah dari induknya. Radar Bali hanyalah mengambil sejumlah halaman Jawa Pos yang bermaterikan informasi lokal di wilayah
93
tertentu. Menurut Penanggung Jawab Redaksi Radar Bali, I Made Rai Warsa (39 tahun) (dalam Artha. 2009. 44) tujuan suplemen Jawa Pos adalah untuk mengggaet pembaca lokal. Tampil sebagai General Manager (GM) pertama pada saat itu Rohman Budiyanto. Rohman Budiyanto hanya memimpin setahun, lanjut digantikan oleh Justin M. Herman hingga sekarang. Di jajaran lainnya saat ini adalah I Gusti Putu Ardita sebagai redaktur pelaksana, Penanggung Jawab Redaksi dijabat oleh I Made Rai Warsa. Sementara untuk pembagian halamannya adalah halaman utama/depan diasuh oleh Rai Warsa, Halaman Metro diasuh Ari Puspita, Halaman Bali Dwipa diasuh oleh Candra Gupta serta Halaman Ekonomi dan Olahraga dipegang oleh Putu Suyastra merangkap koordinator liputan, dan Halaman Hiburan, I Gusti Putu Ardita. Radar Bali menempatkan seorang reporter kecuali Kabupaten Bangli, Klungkung dan Karangasem sebagai wartawan daerah. Jumlah sumber daya manusia di bidang redaksional 21 orang, dengan total seluruh karyawan 38 orang.
94
BAB V BENTUK KONSTRUKSI BERITA KAMPANYE PILKADA KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008 PADA SURAT KABAR LOKAL BALI
Untuk mencermati konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar digunakan Analisis Teks dari Teori Kognisi Sosial Teun A van Dijk. Wacana oleh van Dijk digambarkan mempunyai dimensi/bangunan: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti analisis van Dijk adalah menggambarkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaima struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan aspek ketiga mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah. Analisis van Dijk di sini menghubungkan analisis tekstual –yang memusatkan perhatian melulu pada teks- kearah analisis yang komfrehensif bagaimana teks berita itu diproduksi, baik dalam hubungannya dengan individu wartawan maupun dari masyarakat.
5.1 Bentuk Konstruksi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Dalam pemberitaan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008, bentuk konstruksi yang terjadi di tiga media, yakni Balipost, NusaBali, dan Radar Bali seperti pada lampiran 1 (Rekap Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008, Surat Kabar Bali Post, NusaBali, Jawa Post, tanggal 27 Desember – 10 Januari 2008).
95
Van Dijk menyatakan bahwa untuk memahami sebuah teks maka struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro sebuah teks dapat diamati. Struktur makro menyangkut makna global suatu teks yang dapat diamati dari topik atau tema yang diangkat oleh suatu teks. Superstruktur menyangkut kerangka suatu teks seperti pendahuluan, isi, dan simpulan. Sedangkan struktur mikro menyangkut makna lokal teks yang diamati dari pilihan kata, kalimat dan gaya yang dipakai suatu teks. Proses konstruksi berita kampanye dalam pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008, sudah dimulai sejak proses kesepakatan perjanjian kerjasama di rubric khusus, pemasangan tarrif, kaitan dengan besar kecil kolom yang diterima, proses liputan kegiatan, hingga lay-out di meja redaksi, hingga iklan itu menjadi sebuah berita. Dalam berita kampanye penelitian ini terdapat 88 berita diklasifikasikan dan diidentifikasi berdasarkan struktur makro. Hal ini dilakukan dengan mengamati topik yang diangkat dalam berita tersebut. Berdasarkan klasifikasi atas topik yang diberitakan, maka bentuk konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 dapat dikelompokkan menjadi empat konstruksi berita (1) konstruksi kualitas dan citra kandidat, (2) konstruksi program kandidat, (3) konstruksi mobilisasi dukungan, (4) konstruksi provokasi politik. Bentuk konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar akan dianalisa dari proses kebijakan redaksi, dengan kandidat, hingga menjadi terbit dalam surat kabar yang lanca dibaca sebagai informasi oleh publik.
96
5.2 Frekuensi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar di Surat Kabar Tahapan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar berlangsung dari tanggal 28 Desember 2007 sampai 10 Januari 2008. Namun kandidat calon Bupati dan Wakil Bupati Gianyar telah melakukan sosialisasi di media massa jauh hari sebelum tahapan resmi dari KPUD Gianyar. Hal ini dapat diamati lewat pemberitaan di beberapa media massa cetak yang gencar dilakukan kedua kandidat. Kegiatan sosialisasi dilakukan kandidat ke masyarakat diberitakan dalam
berbagai
bentuk
oleh
media.
Misalnya
kegiatan
dharmasuaka
(silahturahmi) yang dilakukan kandidat, pernyataan berbagai tokoh terhadap kandidat, dukungan dari kelompok masyarakat hingga program kedua pasang kandidat. Memasuki kampanye resmi, ketiga media cetak memberikan porsi khusus dalam pemberitaanya. Hal ini dapat dilihat dari pengalokasian halaman khusus kampanye pada tiga media cetak. Frekuensi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008, dapat dilihat seperti pada Tabel 5.1 Tabel 5.1 Frekuensi Berita Kampanye Pilkada Gianyar di Bali Post, NusaBali, Radar Bali
No
Nama Media
Pasangan Calon Kepala Daerah Gianyar Pasangan Bayu Pasangan AS Jumlah % Jumlah %
Total
1
Bali Post
17
32, 69
36
67,31
53
2
NusaBali
6
75,00
2
25,00
8
3
Radar Bali
7
25,93
20
74,17
27
Total 30 34,09 58 65,91 88 Sumber : Data diolah dari kliping berita pada Badan Infokom Kab. Gianyar.
97
Berdasarkan data pada Tabel. 5.1 jumlah berita kampanye di tiga surat kabar, Pasangan AS dengan jumlah 58 berita (65,91%) lebih banyak dibanding Pasangan Bayu dengan jumlah 30 berita (34,09%). Hal ini menunjukkan surat kabar memberikan porsi liputan lebih besar untuk Pasangan AS. Koran Bali Post tergolong paling banyak memberita kegiatan kampanye kedua pasangan dibanding Radar Bali dan NusaBali. Koran NusaBali sangat sedikit memberitakan kegiatan kampanye kedua kandidat. Hal ini menurut Tim Kampanye kedua kandidat karena tarif berita di Nusa Bali lebih mahal dibandingkan dua surat kabar lainnya. Hal ini mengakibatkan tim kampanye memanfaatkan NusaBali hanya untuk publikasi saat momentum penting saja. “tarrif yang ditawarkan oleh NusaBali jauh lebih mahal dibandingkan dengan Bali Post, walaupun beda harga tidak begitu berbeda dengan NusaBali, kalo di Radar Bali setiap pasang berita advertorial kita mendapatkan bonus koran” (wawancara dengan Pande Purwatha (13/6/12). Hal senada juga disampaikan Tim Sukses Pasangan AS, I Ketut Karda (wawancara, 12/7/12), dalam pelaksanaan pilkada tahun 2008, Pasangan AS lebih jarang pasang iklan di Harian NusaBali, mengingat tarrif yang dikenakan lebih mahal dibandingkan dengan Bali Post dan Radar Bali. Sebagai konsumen tentu dipilih dengan harga yang lebih murah, toh kualitasnya sama juga. Menurut van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis atas teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang juga harus diamati. Disini harus dilihat juga bagaimana suatu teks bisa semacam itu (Eriyanto, 2009 : 221).
98
5.3 Peliputan Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar pada Surat Kabar Proses peliputan di redaksi media yang menjadi penentu terhadap proses liputan di tiga media cetak sehingga menjadikan iklan sebagai berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar di tiga surat kabar lokal Bali, yakni, Bali Post, NusaBali, Radar Bali (Jawa Post Group). 5.3.1 Surat Kabar Bali Post Pengelola surat kabar Bali Post dibagi ke dalam tiga bidang, yakni, bidang menajemen redaksi, manajemen produksi dan manajemen usaha. Manajemen redaksi
bertugas
melakukan
pengelolaan
proses
produksi
materi-materi
pemberitaan yang hendak disajikan. Manajemen produksi bertugas melakukan pengelolaan terhadap proses produksi surat kabar sebagai media hingga siap saji dan dibaca publik. Sedangkan manajemen usaha bertugas melakukan pengelolaan usaha pers agar menghasilkan keuntungan yang optimal. Dalam bidang usaha ini antara lain terdapat bidang periklanan dan penjualan koran. Dilihat dari struktur organisasi di bidang redaksi, surat kabar Bali Post dipimpin oleh seorang penangggung jawab, yakni ABG Satria Naradha. Dalam manajemen Kelompok Media Bali Post, yang bersangkutan adalah pimpinannya. Penanggung jawab ini memiliki fungsi mempertanggungjawabkan segala bentuk kegiatan media cetak ke dalam dan ke luar. Di bawah penanggung jawab, terdapat redaktur pelaksana yang dijabat oleh Nyoman Wirata. Redaktur pelaksana bertanggung jawab terhadap kinerja di bidang keredaksian, yang membawahi sejumlah redaktur. Para redaktur di surat kabar Bali Post di bagi berdasarkan kekhususan bidang liputan yang ditangani. Misalnya, redaktur olahraga, redaktur
99
politik dan keamanan, redaktur budaya, redaktur opini, redaktur pendidikan, redaktur bidang liputan daerah dan lainnya. Di bawah redaktur ini terdapat sejumlah reporter yakni wartawan yang bertugas melakukan peliputan di lapangan. Mekanisme menajemen peliputan berita di surat kabar Bali Post, menurut Redaktur Bali Post, I Wayan Dira Arsana (Wawancara 28/10/13) dimulai dengan rapat koordinasi liputan pada pukul 08.30-09.30 Wita. Rapat dipimpim oleh seorang koordinator liputan. Pada forum rapat inilah gagasan tentang materi berita yang akan disajikan untuk esok hari dibahas dan dibagikan kepada reporter. Pada forum rapat inilah proses sikap dan konstruksi berita oleh surat kabar Bali Post dimulai dengan menetapkan angle (sudut pandang materi liputan), memilih narasumber yang akan diwawancarai dan menentukan dokumen lainnya yang memperkaya berita. Setelah reporter melakukan proses penggalian data dan fakta di lapangan. Tahapan selanjutnya dimulai sekitar pukul 14.00 wita, redaktur pelaksana akan menelpon masing-masing reporter untuk mengetahui materi berita dari masing-masing daerah. Hal ini untuk menentukan penempatan berita sesuai dengan halaman yang tersedia. Selanjutnya sekitar pukul 15.00 Wita sampai dengan 18.00 Wita, masing-masing reporter mengirimkan berita yang telah ditulis ke meja redaksi. Selanjutnya dilakukan editing oleh redaktur halaman bersangkutan. Aspek yang diedit adalah materi berita dan bahasa. Pada tahap ini, proses konstruksi berita oleh surat kabar Bali Post makin terwujud dalam bentuk sajian berita.
100
Tahapan berikutnya adalah rapat koordinasi materi berita oleh redaktur halaman. Dalam forum rapat yang berlangsung malam hari, seluruh redaktur melakukan koordinasi materi berita yang sama akan disajikan. Tujuannya agar tidak terjadi berita yang sama muncul di lebih dari satu halaman. Rapat ini juga dimaksudkan untuk memfokuskan arah berita. Ini terutama ditujukan terhadap materi berita yang dinilai memiliki substansi yang sama, sehingga berita yang memiliki substansi sama bisa digabungkan menjadi satu buah berita dalam satu halaman saja. Bersamaan dengan itu, petugas tata letak bertugas mengatur perwajahan koran, sehingga konstruksi berita sesuai dengan tata letak dan perwajahan yang diinginkan. Selanjutnya proses redaksi berakhir antara pukul 24.00 Wita, dilanjutnya dengan proses produksi. Pada tahap produksi terjadi proses percetakan dalam bentuk plat dan mencetak plat tersebut dalam bentuk berita diatas kertas CD koran dengan mesin cetak. Proses cetak biasanya dimulai dari pukul 01.00 Wita dan berakhir sekitar pukul 03.00-04.00 Wita. Selanjutnya, para agen dan loper koran mendistribusikan surat kabar Bali Post sampai ke tangan pelanggan dan pembaca. Berkenaan dengan kegiatan kampanye, surat kabar Bali Post memberikan porsi dua halaman untuk liputan kampanye pilkada di halaman 10 dan 11 yang diberi nama Arena Pilkada. Materi rubrik ini terdiri atas kegiatan-kegiatan kampanye yang berlangsung di Kabupaten Gianyar. Isi keseluruhan halaman mengenai aktivitas kampanye, lokasi, jumlah massa hadir, meteri kampanye dan tokoh, serta program kampanye masing-masing kandidat.
101
Untuk setiap pemuatan berita kampanye di surat kabar Bali Post, menurut Manager Iklan Bali Post, Suryanta (wawancara 27/11/12) pihak manjemen Bali Post mengenakan biaya sebesar Rp. 1.000.0000 per berita yang berukuran 3 kolom x 15 cm. Jika ukuran beritanya lebih besar dari kriteria tersebut, dilakukan pembicaraan antara tim kampanye, wartawan dan bagian marketing menyangkut kesepakatan harga. Kebijakan tarif harga berita kampanye yang dilakukan Bali Post, menurut hasil wawancara, berkenaan dengan beberapa alasan berikut. Pertama, kegiatan kampanye adalah kegiatan yang bersifat promotif untuk meraih dukungan calon pemilih, maka wajar tim kampanye mengalokasikan anggaran promosi dalam bentuk berita kampanye. Kedua, karena nilai yang ditentukan menurut manajemen Bali Post, tidak begitu mahal dan dianggap sebagai dana punia untuk pemasukan Bali Post dalam pembiayaan kegiatan sosial lainnya. Ketiga, untuk menjaga independensi Bali Post. Dengan tarif berita semacam ini maka kedua belah pihak dapat memuat berita sesuai dengan kemampuan keuangan tim kampanye. Wartawan tentunya tidak memiliki peluang untuk menguntungkan salah satu calon dalam pemberitaannya. Keempat, untuk mencegah transaksi ekonomi terselubung antara tim kampanye dan wartawan dilapangan yang cenderung hanya menguntungkan wartawan itu sendiri, sedangkan institusi tidak memperoleh pendapatan dari iklan. Bali Post untuk peliputan berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar menugaskan wartawan Bali Post yakni I Gusti Agung Dharmada (34 th) yang kesehariannya memiliki wilayah tugas di Kabupaten Gianyar. Pada saat
102
pelaksanaan kampanye, reporter bertugas langsung ke lapangan mengamati, mencatat dan melaporkan jalannya kampanye. Sedangkan pada saat tidak berlangsung kegiatan kampanye oleh calon bersangkutan, namun ada kegiatan tertentu yang ingin diberitakan oleh pasangan calon, maka berita kegiatan itu dibuat oleh anggota tim kampanye yang bersangkutan yang bertugas di bidang informasi atau media centre. Sebagai contoh kegiatan dharmasuaka dan dukungan seorang tokoh politik terhadap pasangan tertentu baik foto dan materi berita pengerjaan dilakukan oleh bidang informasi atau media centre yang selanjutnya dikirim dalam bentuk release berita kepada wartawan. “kadang kalo ada penugasan dari kantor kita langsung ikut turun kelapangan, kalo tidak, tinggal tunggu kiriman berita dari media centre masing-masing kandidat, selanjutnya tinggal kirim ke redaksi”, (Wawancara dengan wartawan Bali Post biro Gianyar, I Gusti Agung Dharmada (9/2/11). 5.3.2 Surat Kabar NusaBali Kebijakan redaksi surat kabar NusaBali dalam mekonstruksi materi liputan hampir sama dengan Bali Post. Berkenaan dengan kegiatan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008, surat kabar NusaBali mengalokasikan satu halaman khusus yang diberi nama Rubrik Gong Demokrasi. Dalam rubrik ini, materi berisikan tentang kegiatan kampanye pasangan calon, poto, dan berbagai materi terkait dengan pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar. Menurut Redaktur Politik NusaBali, Bambang Wiyono (wawancara, 4/5/12), dalam rubrik Gong Demokrasi telah dipertimbangkan untuk menyediakan halaman bagi pasangan calon dalam bentuk berita iklan maupun iklan utuh. Hal ini dikaitkan dengan bisnis media, untuk menjadi sumber pendapatan iklan berkenaan dengan
103
pelaksanaan pilkada. Menurut Admin Iklan, Ni Made Yani Budiani (wawancara, 7/2/12), setiap berita dan poto yang dimuat di rubrik Gong Demokrasi dikenakan tarif Rp. 20.000.000,00 perhalaman. Untuk berita foto kenakan tarif sebesar Rp. 3.500.000,00. Proses transaksi dilakukan tiap kegiatan kampanye oleh wartawan yang meliput kegiatan kampanye pasangan calon. Untuk materi berita kampanye dikerjakan secara bersama oleh wartawan dan bagian informasi atau media centre yang dimiliki oleh pasangan kedua kandidat. Untuk kegiatan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008, surat kabar NusaBali menugaskan reporter atau wartawan atas nama I Nyoman Wilasa (45 th) yang kesehariannya bertugas di Kabupaten Gianyar. 5.3.3 Surat Kabar Radar Bali (Jawa Pos Group) Secara umum surat kabar Radar Bali (Jawa Pos Group) menerapkan manjemen yang hampir sama dengan Bali Post dan NusaBali dalam kebijakan redaksi peliputan. Surat kabar Radar Bali mengalokasikan satu halaman khusus di halaman 27 dengan nama rubrik Pilkada untuk pelaksanaan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar (wawancara Pimred Radar Bali, I Made Rai Warsa 1/3/12). Dalam penyajiannya, Harian Radar Bali membedakan dua jenis peliputan pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar. Jenis pertama adalah peliputan berita murni yang memang tidak ada kaitannya dengan bentuk iklan, kontrak kerjasama dan nama sejenisnya. Liputan semacam ini dimuat di halaman satu apabila memiliki nilai berita tinggi. Jika tidak, dimuat di halaman khusus Pilkada. Liputan jenis advetorial ini dimuat di halaman 27. Dalam praktiknya, anggota tim
104
kampanye yang membidangi bagian informasi atau media centre membawa materinya ke Kantor Radar Bali. Setelah adanya kesepakatan harga untuk pemuatan materi berita, barulah berita itu dimuat. Dalam penentuan besaran tarif untuk pemasangan berita advertorial Harian Radar Bali memiliki kebijakan untuk besaran berita yang akan dimuat dalam Rubrik Pilkada ditentukan dengan jumlah koran yang dipesan oleh pasangan calon. Dimana semakin banyak jumlah koran yang dipesan maka semakin besar pula berita dan poto yang akan dimuat dalam rubrik tersebut. Dengan demikian setiap pasangan kandidiat yang telah sepakat untuk dimuat dalam rubrik ini selain kegiatan kampanye dimuat akan mendapat sejumlah koran sesuai dengan kesempatan yang dibuat dengan manajemen Harian Radar Bali. Harian Radar Bali untuk kegiatan Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 menungaskan seorang wartawan dan fotografer untuk meliput seluruh kegiatan Pilkada Kabupaten Gianyar atas nama Oka Suryawan yang keseharian bertugas di Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Bangli. Sementara untuk kegiatan kampanye, Harian Radar Bali juga mengirim seorang fotografer khusus untuk meliput kegiatan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar atas nama Miftahhudin. Bentuk konstruksi berita yang sudah dimulai sejak proses kesepatan kerjasama, alokasi halaman, tata letak dan besaran berita dan foto juga dari penggunaan bahasa dan gaya bahasa dalam bentuk berita. Dari hasil kajian terhadap 88 buah berita dalam kampnye pilkada Kabupaten Gianyar didapat konstruksi berita kualitas dan citra kandidat, mobilasi dukungan, program pasangan calon dan provokasi politik.
105
5.4 Konstruksi Citra Kandidat Pada Surat Kabar Salah satu konstruksi surat kabar dalam berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 adalah kualitas dan citra kandidat. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk konstruksi surat kabar menjadikan kualitas dan citra kandidat sebagai materi yang disajikan dalam berita kampanye. Secara keseluruhan berita kampanye memberitakan kualitas dan citra kandidat tersebut cenderung memuji dan menyajikan sisi positif dari kualitas dan citra pasang kandidat yang bersaing dalam pilkada. Pencitraan positif kandidat di surat kabar terbentuk karena pasangan kandidat telah melakukan kesepakatan dengan surat kabar untuk memuat berita sesuai dengan harga yang ditentukan oleh redaksi. Menurut van Dijk, pemakaian kata-kata tertentu, kalimat, gaya tertentu bukan semata-mata dipandang sebagai cara berkomunikasi, tetapi dipandang sebagai cara politik berkomunikasi. Suatu cara untuk mempengaruhi pendapat umum, menciptakan dukungan, memperkuat legitimasi, dan menyingkirkan lawan atau penantang. Struktur wacana adalah cara efektif untuk melihat proses retorika dan persuasi yang dijalan ketika seorang menyampaikan pesan. Kata-kata tertentu mungkin dipilih untuk mempertegas pilihan dan sikap, membentuk kesadaran politik, dan sebagainya.
5.4.1 Pencitraan Pasangan Bayu Pasangan Anak Agung Gde Agung Bharata dan Putu Yudhany Thema atau
106
yang lebih dikenal dengan pasangan Bayu, meski frekuensi beritanya lebih sedikit dibanding pasangan Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dan Dewa Made Sutanaya, tetap menonjolkan pencitraan sebagai bupati yang dekat dengan rakyat. Seperti dalam berita Bali Post tanggal 27 Desember 2007, hal 10 kol.2, dengan judul berita “Bupati Serahkan Bantuan Koperasi di Padang Tegal”. Dalam berita tersebut Agung Bharata ditonjolkan sebagai bupati yang adil dan merakyat. Agung Bharata menyerahkan bantuan koperasi di Desa Pakraman Padatang Tegal, Ubud, meski perekonomian masyarakat setempat sudah maju. Untuk menegaskan citra sebagai bupati yang merakyat dalam berita tersebut juga dikutip pernyataan Agung Bharata. “Bupati Bharata menyadari seorang bupati harus mengutamakan kepentingan masyarakat. Untuk itu, mumpung diberikan kesempatan memimpin Gianyar, dia sudah bertekad untuk mengerahkan seluruh kemampuannya untuk membangun Gianyar. “Saya jadi bupati bukan untuk kepentingan pribadi, menikmati fasilitas atau kekuasaan, namun bagaimana caranya rakyat Gianyar bisa sejahtera”. Selain itu dalam membangun dirinya tidak akan pernah membedakan kelompok atau golongan tertentu. Warga yang mendengar pernyataan tulus yang sebelumnya sentak terdiam, mendadak memberikan aplaus bagi Bupati Bharata yang pada 14 Januari 2008 nanti akan bertarung dalam Pilkada Gianyar. (Bali Post, 27-12-2007, hal.10 kol.2 Paragraf 7-8). Dalam berita di atas dengan mencitrakan diri sebagai bupati yang tulus mengabdi untuk kepentingan masyarakat serta tidak membedakan golongan mendapat respon positif dari masyarakat. Jargon merakyat dan plural dikonstruksi untuk mencitrakan diri untuk mendapat dukungan dalam Pilkada Gianyar pada 14 Januari 2008.
107
Gambar 5.1 Berita Bali Post, tanggal 27 Desember 2007, hal 10. Kol.2, judul “Bupati Serahkan Bantuan Koperasi di Padang Tegal Ubud”
Menonjolkan citra Agung Bharata sebagai bupati yang dekat dengan
108
rakyat juga ada pada berita di Harian Bali Post, tanggal 30 Desember 2012, Hal. 11. kol. 1 berjudul “Gelar Kampanye Simpatik, Pasangan Bayu Sasar Pedagang Pasar”. Dalam foto berita tersebut dilengkapi foto dengan caption : Bayu- Ribuan pendukung Bayu memberikan setangkai bunga dan gambar Bayu kepada pedagang di Pasar Umum Gianyar dan Sukawati, Sabtu (29/12) pagi kemarin, seperti (Gambar 5.2). Dalam berita ini Pasangan Bayu, ingin mencitrakan sebagai pasangan yang cinta akan damai, pelaksanaan kampanye dengan mengerahkan massa dilapangan tidak lebih baik atau tidak zamannya lagi, dengan kampanye simpatik dengan mendekatkan diri dengan pedagang pasar, tukang ojek, petugas parkir, atau istilah wong cilik. Dalam berita tersebut juga diberitakan komentar seorang pedagang yang sangat mengenal sosok calon bupati, Agung Bharata yang telah melaksanakan pembangunan dengan baik, lewat pemberian bantuan kepada masyarakat. Bentuk konstruksi dalam berita ini adalah untuk mendapat dukungan dari berbagai kalangan terutama kelompok wong cilik. Dengan konstruksi ini diharapkan citra Bupati Bharata sebagai bupati yang dekat dengan rakyat terbukti dan sudah sangat dirasakan oleh kelompok pedagang pasar, tukang ojek, dan petugas parkir. Citra yang dikonstruksi diharapkan berdampak pada dukungan dari kelompok wong cilik dan kelompok lain yang juga memiliki simpati dan empati dengan kelompok wong cilik.
109
Gambar 5.2 Berita Bali Post, tanggal 30 Desember 2007, judul hal. 11. Kol 1 “Gelar Kampanye Simpatik, Pasangan Bayu Sasar Pedagang Pasar” Dalam berita tersebut dicitrakan Agung Bharata sebagai bupati yang sudah 110
dikenal oleh berbagai kalangan baik pedagang pasar, tukang parkir, sopir angkutan umum, tukang ojek dan masyarakat kecil lainnya. Dalam berita tersebut ditulis Agung Bharata sangat dikenal oleh para pedagang pasar dengan sering terjun kemasyarakat dan menyerahkan bantuan koperasi. Made Warni, salah seorang pedagang di Pasar Gianyar, mengakui sudah tidak asing lagi dengan cabup incumbent A.A. Gde Agung Bharata. Pasalnya, kebijakannya sudah dirasakan dengan adanya koperasi banjar. “Saya dapat modal dagang dari koperasi dari koperasi banjar”, ungkap Warni asal Bitera ini. Hal senada juga diungkapkan rekannya, Ni Putu Ranten. Pedagang ikan laut ini bahkan sudah bertekad untuk mencoblos pasangan Bayu dalam pilkada ini. (Bali Post, Tanggal 30-12-2007, Hal. 11. Kol. 1, Paragraf 6) Untuk mencitrakan Agung Bharata sebagai kandidat yang dekat dengan rakyat, dalam berita tersebut juga ditulis pernyataan dari Koordinator Kampanye Simpatik, Pande Made Purwatha. “Kampanye ini sebagai bukti bahwa pendukung Bayu terutama PDI-P yang mendukung kandidat Bayu ingin berkoalisi dengan rakyat dan bukan berkoalisi dengan banyak partai. Untuk itulah kami merangkul pedagang, tukang parkir, sopir angkutan umum, tukang ojek dan lain sebagainya”. (Bali Post, Tanggal 30-12-2007, Hal. 11. Kol. 1, Paragraf 4). Citra Agung Bharata sebagai bupati yang dekat dengan rakyat juga terkonstruksi dalam berita Bali Post, tanggal 31 Desember 2007, Hal.10. kol.4 dengan judul “Agung Bharata Kunjungi Pedagang Pasar Umum, Beri Pengobatan Gratis dan PAP Smear”. Berita dengan isi yang sama juga dimuat Harian Radar Bali tanggal 31 Desember 2007, Hal. 37 kol.1 Dengan judul, “Bharata ke Pasar, Gelar Pengobatan Gratis”. Kesan Bupati Agung Bharata sebagai pemimpin yang sederhana, dan merakyat juga dikonstruksi dalam berita setengah halaman pada Harian NusaBali, tanggal 7 Desember 2008, Rubrik Gong Demokrasi Hal. 16, kol 1, berjudul “Bayu
111
Luar Biasa, Sederhana, dan Merakyat”. Dalam berita tersebut dikonstruksi tulisan yang mengesankan Paket Bayu sebagai calon yang sederhana dan sangat merakyat. Foto yang ditampilkan dalam berita tersebut adalah foto Pake Bayu di atas jeep terbuka, deratan truk, sepeda ontel, konser musik dan suasana kampanye, seperti Gambar 5.3. Sederhana dan merakyat itulah kesan yang terlihat dalam kampanye terbuka pasangan pasangan A.A. Gde Agung Bharata/Putu Yudha Thema (Bayu) di Lapangan Umum Tampaksiring, Sabtu (5/1) lalu. Hanya dengan mengendarai sepeda motor hingga sepeda gayung dan juga berjalan kaki. Kesan sederhana dan merakyat sangat kental dalam kampanye ini. (Nusa Bali, Tanggal 7 Januari 2008, Hal 16. Kol. 1). Menurut Ketua Tim Kampanye Bayu, I Nyoman Parta (wawancara, 22/6/2012 ), kami memang ingin menampilkan Paket Bayu sebagai figur yang merakyat dan sederhana. Karena pemimpin Gianyar yang seperti inilah menjadi keinginan masyarakat Gianyar. Berita dalam Gambar 5.3 juga memuat lima buah foto yang menggambarkan tentang pelaksanaan kampanye Pasangan Bayu. Suasana kampanye yang ramai ingin menceritakan dukungan yang sangat banyak untuk Pasangan Bayu dan berasal dari berbagai kalangan. Dalam foto juga tampak kedua kandidat menggunakan pakian adat bali berada diatas truk terbuka yang mencermikan pemimpin yang selalu ingin dekat dengan rakyat, sederhana dan mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Penampilan Group Band, D’Ubud N Band dalam kampanye juga ingin mengesankan citra untuk Pasangan Bayu didukung oleh kalangan genrasi muda di Kabupaten Gianyar, yang juga merupakan pemilih potensial.
112
Gambar 5.3 Berita NusaBali, tanggal 7 Desember 2007, hal. 16. Kol 1, judul “Bayu Luar Biasa, Sederhana, dan Merakyat”
5.4.2 Pencitraan Paket AS Pasangan Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dan Dewa Made 113
Sutanaya atau yang lebih dikenal dengan pasangan AS, dalam pelaksanaan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008, frekuensi berita di tiga media Bali Post, NusaBali dan Radar Bali sebesar 65,91%. Dalam pemberitaan, pasangan AS mencitrakan sebagai pemimpin yang cerdas dan membawa perubahan untuk Gianyar. Pemberitaan di tiga media cetak, Bali Post, NusaBali dan Radar Bali, frekuensi berita Pasangan AS di surat kabar Radar Bali dan Bali Post sangat dominan. Berdasarkan tabel tercatat frekuensi berita Pasangan AS untuk Bali Post sebanyak 36 berita, Nusa Bali, 2 berita dan Radar Bali, 20 berita. Pada tiga media Pasangan AS mendominasi Pasangan Bayu dengan total keseluruhan berbanding 65,91% dan 34,09%. Pemberitaan Paket AS menonjolkan citra sebagai pemimpin yang merakyat dan mengusung perubahan lewat tujuh program unggulan. Hal ini dapat dilihat dari berita setengah halaman pada Harian Radar Bali, tanggal 6 Januari 2008, dengan judul berita “Rakyat Gianyar Sambut Kemenangan Perubahan!”, (Gambar 5.4) berita satu halaman penuh di Radar Bali tanggal 10 januari 2008, dengan judul “Detik-detik Menjelang Kemenangan Perubahan Gianyar!”. (Gambar 5.5). Dalam berita dicitrakan dukungan yang sangat luas diterima oleh Pasangan AS, terbukti dengan banyak orang yang mengikuti pelaksanaan kampanye Pasangan AS. Pasangan AS dicitrakan pemimpin yang akan membawa perubahan untuk Kabupaten Gianyar. Dalam berita, dicitrakan Pasangan AS, sangat cocok memimpin Kabupaten Gianyar. Pasangan AS diterima oleh rakyat dan sangat dekat dengan rakyat.
114
Gambar 5.4 Berita Radar Bali, tanggal 6 Januari 2008, hal.37. kol 1, judul “Rakyat Gianyar Sambut Kemenangan Perubahan”
115
Gambar 5.5 Berita Radar Bali, tanggal 10 Januari, hal 37 kol. 1, judul “Detik-detik Menjelang Kemenangan Perubahan Gianyar” Pencitraan Pasangan AS sebagai pemimpin yang cerdas dan mengusung
116
perubahan dengan tujuh program unggulan selalu dikonstruksi dalam setiap berita AS di tiga media. Hal ini tentu saja dimaksudkan untuk melawan paket incumbent Agung Bharata yang masih menjabat sebagai Bupati Gianyar. Menurut salah seorang anggota Tim Media Centre AS, Putu Puspa Artayasa (wawancara 13/12/11), dalam pencitraan di media massa, AS memang menonjolkan figur pemimpin yang merakyat, membawa perubahan dengan tujuh program unggulan.
5.5 Konstruksi Program Kadidat Pada Surat Kabar Dalam pemberitaan, tiga media cetak juga mengkonstruksi berita program kerja kedua kandidat dalam pelaksanaan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008. Hal ini tentunya dimaksudnya untuk meraih simpati calon pemilih, sehingga dukungan akan diraih oleh kandidat untuk memenangkan Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008. 5.5.1 Program Pasangan Bayu Pasangan Bayu dalam pemberitaan di tiga media massa menonjolkan tentang program pembangunan ekonomi kerakyatan lewat pemberdayaan koperasi banjar, pedagang pasar, pengobatan gratis dan pendidikan bebas biaya SPP. Adapun jargon programnya adalah “Gianyar Untuk Rakyat”, dalam berita Balipost tanggal 27-12-2007 dengan judul “Bupati Serahkan Bantuan Koperasi di Padangtegal Ubud”. Bali Post tanggal 29-12-2007 dengan judul “APBD Gianyar 2008 Dirancang Sejahterakan Rakyat, Siswa SD dan SMP Gratis SPP dan Uang Bangunan (Gambar 5.6). Pada alenia ketiga berita tersebut, dihadapan warga yang
117
memadati Wantilan Pura Desa, Bupati Bharata mengatakan, bahwa salah satu pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah dengan adanya koperasi. “Lewat koperasi masyarakat bisa membangun dirinya dan daerahnya masing-masing”. Bali Post, Tanggal 27-12-2007, hal.11, Kol. 1, Paragraf 3. Upaya menarik dukungan massa lewat program kampanye Pasangan Bayu juga dapat dilihat dalam berita Bali Post tanggal 29-12-2007 berjudul “APBD Gianyar 2008 Dirancang Sejahterakan Rakyat, Siswa SD dan SMP Gratis SPP dan Uang Bangunan”. Dalam berita tersebut, pada paragrap dua, ditulis Bupati Agung Bharata mengatakan dalam APBD tahun 2008 yang telah ketok palu ini banyak program yang kembali sangat peduli terhadap kepentingan masyarakat dirancangan dalam APBD 2008. “Selama ini program yang telah memihak pada kepentingan masyarakat, untuk tahun berikutnya lebih ditingkatkan lagi”, ujarnya. Gambar 5.6 mengungkapkan tentang program cuma-cuma (baca: gratis) yang di program oleh Bupati Agung Bharata untuk Tahun Anggaran 2008, untuk bidang pertanian pemberian bibit gratis kepada petani, pupuk bersubsidi untuk meningkatkan penghasilan petani. Bidang kesehatan, program pemberian kesehatan gratis kepada KK miskin yang sudah berjalan selama ini, dan telah menganggarkan kartu sehat untuk masyarakat. Bantuan makanan tambahan untuk ibu hamil dan menyusui juga merupakan program di bidang kesehatan yang menjadi jualan Pasangan Bayu. Keseluruhan program tersebut telah dianggar dalam APBD tahun 2008. Hal ini ingin menegaskan apa yang disampaikan bukan sekedar wacana, namun program nyata yang benar-benar akan dilaksanakan.
118
Gambar 5.6 Berita Bali Post, tanggal 29 Desember 2007, hal. 10 kol. 4, judul “APBD Gianyar 2008 Dirancang Sejahterakan Rakyat, Siswa SD dan SMP Gratis SPP dan Uang Bangunan”
119
Jualan Program dari Pasangan Bayu juga dapat pada berita Radar Bali tanggal 31-12-2007, yang berjudul “Bharata ke Pasar, Gelar Pengobatan Gratis”. Jualan Program Pasangan Bayu juga dapat dilihat pada berita Balipost tanggal 2912-2007, dengan judul “Visi-Misi Pasangan Bayu, Gali Potensi Desa, Tekankan “Sesana” Bali”. Berita Bali Post tanggal 30-12-2007, berjudul “Sebelum tutup Tahun 2007, Bharata Tuntaskan Bantuan Koperasi Banjar”. Berita Radar Bali, tanggal 31-12-2007, (Gambar 5.7) dengan judul “SPP Gratis Diplot 13 Miliar”, juga merupakan jualan Paket Bayu sebagai paket incumbent. Gagasan penting van Dijk, (dalam Eriyanto, 2009:230), wacana umumnya dibentuk dalam tata aturan umum (macrorule). Teks tidak hanya didefinisi mencerminkan suatu pandangan tertentu atau topic tertentu, tetapi suatu pandangan umum yang koheren. van Dijk menyebut ini sebagai koherensi global (global coherence), yakni bagian-bagian dalam teks kalau dirunut menunjuk pada suatu titik gagasan umum, dan bagian-bagian saling mendukung satu sama lain untuk menggambarkan tema umum dari suatu teks berita, topik ini akan didukung oleh subtopic satu dan subtopik lain yang saling mendukung topik umum. Subtopik ini juga didukung oleh serangkaian fakta yang ditampilkan menunjuk terbentuknya topik umum. Subtopik ini juga didukung serangkaian fakta yang ditampilkan yang menunjuk dan menggambarkan subtopik, sehingga dengan subbagian yang saling mendukung antara satu bagian dengan bagian lain, teks secara keseluruhan membentuk teks yang koheren dan utuh.
120
Gambar 5.7 Berita Bali Post, tanggal 30 Desember 2007, hal 11. Kol. 1, judul “Sebelum Tutup Tahun 2007, Bharata Tuntaskan Bantuan Koperasi Banjar” 5.5.2 Program Pasangan AS Dalam Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008, program yang ditawarkan Pasangan AS adalah “Tujuh Program Unggulan” dengan jargon “Perubahan Gianyar”. Tujuh program unggulan Pasangan AS adalah, SPP Gratis, Kesehatan Gratis, Subsidi Pupuk dan PBB, Pinjaman Modal Usaha Tanpa Agunan, Pinjaman Dana Bergulir Tenaga Kerja Keluar Negeri, Peningkatan Industri Pariwisata, Pemerataan Pembangunan di Segala Bidang. Tujuh Program Unggulan Pasangan AS, dalam pemberitaan surat kabar
121
dapat dilihat pada berita Bali Post Tanggal 28-12-2007 dengan Judul “Pagi ini, AS Adu Visi-Misi di DPRD Gianyar, Tujuh Program Unggulan Dongkrak Suara AS”, Bali Post, tanggal 29-12-2007, Judul “Program AS Nyata Berpihak Pada Rakyat, SPP Gratis Hingga Pinjaman Biaya Kerja ke LN”, Berita Bali Post tanggal 31-122007, judul “AS Pastikan Wujudkan Tujuh Program Unggulan, CBS : Hanya AS yang Programkan SPP Gratis”. Berita Bali Post tanggal 3-1-2008, judul “Tanda Tangani MoU Kerja ke LN, Massa AS Hiteris” (Gambar 5.8). Gambar 5.8 mewacanakan tentang program yang dicanangkan tidak sekedar obral janji. Dihadapan ribuan massa Pasangan AS menandatangani MoU dengan PT Elkarim untuk pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Dengan penandatangan ini, Pasangan AS ingin memberikan kesan bahwa Tujuh Program Unggulan akan dilaksanakan bila nantinya terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati Gianyar Tahun 2008.
Dalam berita juga digambarkan histeria massa
setelah penandatanganan sebagai bentuk dukungan atas program yang benar-benar nyata dari Pasangan AS. Menurut van Dijk, arti penting dari skematik adalah strategi wartawan untuk mendukung topic tertentu yang ingin disampikan dengan menyusun bagianbagiandengan urutan tertentu. Skematik memberikan tekanan mana yang didahulukan, dan bagian mana yang bisa kemudian sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi penting. Upaya penyembunyian itu dilakukan dengan menempatkan di bagian akhir agar terkesan kurang menonjol.
122
Gambar 5.8 Berita Bali Post, Tanggal 3 Januari 2008, Hal.10. Kol 2, Judul “Tanda Tangani MoU Kerja ke LN Massa AS Histeris”. Surat kabar Radar Bali juga memuat berbagai program AS, seperti berita tanggal 3-1-2008 berjudul “Heli Sebarkan Program”, Berita setengah halaman
123
tanggal 4-1-2008 berjudul “Massa Blahbatuh Saksikan AS Buktikan Perubahan!”. Dalam berita ditulis Pasangan AS benar-benar memberikan program yang akan membawa perubahan kepada Kabupaten Gianyar untuk lima tahun kedepan.
Gambar 5.9 Berita Radar Bali, tanggal 3 Januari 2008, hal.29. kol.2 judul “Heli Sebar Program”. 5.6 Konstruksi Mobilisasi Massa Dalam Berita Surat Kabar Mobilisasi politik bertujuan untuk menjangkau jumlah pemilih secara luas
124
agar mereka tergerak untuk memberikan suara mereka. Dalam prakteknya mobilisasi massa dilakukan dengan menghadirkan massa sebesar-besarnya. 5.6.1 Mobilisasi Dukungan Pasangan Bayu Dalam konstruksi berita surat kabar, mobilisasi massa dalam bentuk dukungan dari berbagai kalangan dapat dilihat dalam berita Bali Post, tanggal 2912-2007, dengan judul “Diiringi Gambelan Baleganjur, Warga Ramai-ramai Pasang Spanduk Bayu”, Bali Post, tanggal 5-1-2008, judul “Hari Ini, Bayu Unjuk Kekuatan di Tampaksiring, Dimeriahkan D Ubud N Band”. Berita setengah halaman di surat kabar Bali Post, tanggal 7-1-2008, judul “Simpati Bayu Bergerak, Lautan Manusia Menyeruak” (Gambar 5.10). Mobilisasi massa saat kampanye Bayu juga disajikan dalam berita NusaBali, tanggal 7-1-2008, judul ‘Bayu Luar Biasa, dan Merakyat”, dalam berita setengah halaman dilengkapi dengan lima buah poto, yang menggambarkan banyaknya massa dalam pelaksaan kampanye Pasangan Bayu di Lapangan umum Tampaksiring (5/1). Dalam berita yang menonjolkan lebih banyak poto daripada isi berita, menggambarkan tentang, jumlah massa yang sangat banyak dalam pelaksanaan kampanye di Lapangan Tampaksiring. Dalam poto ditampilkan massa yang berjubel seperti lautan manusia. Dalam berita ini Pasangan Bayu, ingin menampilkan kesan memiliki dukungan yang sangat banyak dengan jumlah peserta kampanye yang sangat di banyak dalam poto surat kabar tersebut.
125
Gambar 5.10 Berita Bali Post, tanggal 7 Januari 2008, hal. 11, kol. 1, judul “Simpati Bayu Bergerak Lautan Manusia Menyeruak”
126
Dalam berita NusaBali tanggal 7-1-2008, hal.14 ko l1, bagaimana ditulis tentang massa yang demikian banyak mengikuti kegiatan kampanye Paket Bayu yang berlangsung di Kecamatan Tampaksiring, Sabtu, 5 Januari 2008. “Sederhana dan merakyat! Itulah kesan yang terlihat dalam kampanye terbuka Pasangan A.A. Gde Agung Bharata/Putu Yudha Thema di lapangan umum Tampaksiring, Sabtu (5/1) lalu, Hanya dengan mengendarai mobil Jeep terbuka, Paket Bayu dikawal sekitar 25 ribu pendukungnya yang sebagian besar mengendarai sepeda motor hingga sepeda gayung dan juga berjalan kaki. Kesan sederhana dan merakyat sangat kental dalam kampanye ini. Saking banyaknya massa, di lapangan sampai tidak kebagian tempat. Mereka terpaksa berdiri diatas kap truk yang mengangkut mereka. Dalam perjalanan menuju lokasi kampanye, Paket bayu selalu dieluk-elukan massa yang berjajar di jalanan. Tak ada kesan mewah dalam kampanye ini. Tak satu pun ada mobil mewah dalam barisan pendukung Bayu. Iring-iringan massa mengawal Paket Bayu dari Lapangan Astina Raya menuju Tampaksiring yang berderet 15 Km. Itupun massa yang mengawal dari Gianyar, Blahbatuh, dan Sukawati, sedangkan massa dari Ubud, Tegallalang, Payangan, serta Tampaksiring sudah menunggu di lapangan. Nusa Bali, tanggal 7-1-2008, hal.14 kol1. Mobilisasi massa dalam Berita Bali Post tanggal, 30-12-2007, dengan judul “Gelar Kampanye Simpatik, Pasangan Bayu Sasar Pedagang Pasar. Dalam berita ini dituliskan, memasuki hari kedua masa kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar, pendukung cabup-cawabup A.A. Gde Agung Bharata, – Putu Yudany Thema, (Bayu) menggelar kampanye simpatik. Ribuan pendukung memberikan setangkai bunga dan gambar Bayu kepada pedagangan Pasar Gianyar dan Sukawati, Sabtu (29/12). “kampanye simpatik ini sebagai suatu sikap memberikan pendidikan politik yang cerdas bagi masyarakat, kita tidak perlu mengeluarkan banyak massa dalam kampanye yang berakibat mengganggu aktivitas masyarakat, apalagi dengan banyak kendaraan yang juga mengganggu pengguna jalan raya”, terang Pande Made Purwatha Koordinator Kampanye Simpatik. Bali Post, tanggal 30-12-2007, hal.10. kol 3
5.6.2 Mobilisasi Dukungan Pasangan AS
127
Konstruksi Berita Kampanye Pasangan AS dalam mobillisasi massa frekuensinya lebih besar dari Pasangan Bayu, hal ini mengingat pasangan AS harus melawan pasangan incumbent. Konstruksi Pemberitaan Kampanye Pasangan AS dapat dilihat pada berita, Bali Post Tanggal 29 desember 2007 judul, “Hari Ini, Belasan Ribu Massa AS akan Banjiri Ubud”, Berita Bali Post Tanggal 29 Desember 2007, judul “Pekik Sambut AS Menggema di Gedung DPRD Gianyar”. Konstruksi mobilisasi massa juga terdapat pada berita Bali Post, tanggal 30 Desember 2007, Judul “Helikopter Sebarkan Kartu AS, Puluhan Ribu Massa AS Putihkan Ubud”, berita setengah halaman di Radar Bali tanggal 31 Desember 2007, judul “Kekuatan Perubahan Giannyar Tidak Terbendung Lagi”. Berita Bali Post tanggal 3 Januari 2008, judul “Massa AS Menyemut Putihkan Blahbatuh”. Berita radar Bali setengah halaman, Tanggal 4 januari 2008, judul “Massa Blahbatuh Saksikan AS Buktikan Perubahan!”, Berita Bali Post Tanggal 6 Januari 2008, judul “Tak Mau Kalah, Sukawati Dongkrak Suara AS, Hari Ini, Puluhan Ribu Massa Putihkan Sukawati”. Berita Radar Bali satu halaman, Tanggal 06 Januari 2008, judul “Rakyat Gianyar Sambut Kemenangan Perubahan!”, Berita Radar Bali, Tanggal 7 Januari 2008, “Mulai Dari Pejalan Kaki, Motor Butut hingga Mobil Mewah, Pulang Kampung ke Sukawati, AS Disambut Histeria Massa”. Dalam berita Radar Bali Tanggal 31 Desember 2007, Judul “Kekuatan Perubahan Gianyar Tak Terbendung Lagi!” (Gambar 5.11). Berita setengah halaman dilengkapi dengan tiga buah foto, menggambarkan banyaknya jumlah massa pendukung AS di Lapangan Gianyar Astina Gianyar.
128
“Kekuatan rakyat dalam menuntut perubahan Gianyar sudah tidak bisa dibendung lagi, Meskipun berbagai upaya dilakukan pihak tertentu dalam membendung tuntutan rakyat tersebut, namun yang terjadi justru sebaliknya. Kekuatan gelombang perubahan itu justru semakin hebat. Wujud dasyatnya kekuatan perubahan itu tidak hanya bisa dilihat dari membludaknya massa yang hadir dalam kampanye terbuka yang digelar kandidat pasangan Ir. Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati M.Si-Dewa Made Sutanaya, SH (AS), Sabtu (29/12), kemarin, melainkan juga dari tingginya semangat rakyat dalam memperjuangkannya.”
Gambar 5.11 Berita Radar Bali, tanggal 31 Desember 2007, hal 37. Kol 1, judul “Kekuatan Perubahan Gianyar Tidak Terbendung Lagi”. Konstruksi berita mobilisasi massa juga terdapat dalam berita Bali Post, tanggal 6 Januari 2008, dengan judul “Tak Mau Kalah, Sukawati Dongkrak Suara AS, Hari Ini, Puluhan Ribu Massa Putihkan Sukawati” (Gambar 5.12).
129
Dalam caption foto ditulis : TAK SABAR- Massa Gianyar sudah tak sabar menunggu terwujudnya perubahan. Lautan massa senantiasa menyambut pasangan kandidat bupati pengusung perubahan, AS, dalam setiap kehadirannya di berbagai daerah di Kabupaten Gianyar.
Gambar 5.12 Berita Bali Post, tanggal 6 Januari 2008, hal. 11. Kol 4, judul “Tak Mau Kalah, Sukawati Dongkrak Suara AS, Hari Ini, Puluhan Ribu Massa Putihkan Sukawati” Demikian pula dalam berita Radar Bali, Tanggal 7 Januari 2008, berjudul “Mulai dari Pejalan Kaki, Motor Buntut hingga Mobil Mewah, Pulang Kampung ke Sukawati, AS Disambut Histeria Massa” (Gambar 5.13). Dalam berita
130
tersebut tampak foto-foto yang memperlihatkan banyaknya massa yang mengiringi dan hadir dalam kegiatan kampanye Pasangan AS. Konstruksi mobilisasi massa Pasangan AS juga dapat dilihat dalam berita satu halaman Radar Bali, berjudul “Detik-detik Menjelang Kemenangan Perubahan Gianyar” (Gambar 5.14), dimana dalam berita tersebut dipasang berbagi foto yang menampilkan banyak massa yang hadir dalam kampanye Passangan AS. Dalam berita Gambar 5.14, satu halaman surat kabar, dimuat sepuluh buah foto yang menggambarkan dukungan massa yang sangat banyak dalam pelaksanaan kampanye terbuka yang dilakukan oleh Pasangan AS. Dalam berita juga dimuat foto berbagai yang menggambarkan masyarakat dari berbagai kalangan baik laki-laki dan perempuan yang ikut menghadiri kampanye terbuka yang dilakukan oleh Pasangan AS. Dalam penggunakan bahasa berita dimuat tentang ribuan massa yang sampai membuat putih seluruh suasana kampanye. Tampak dalam foto pendukung Pasangan AS, dengan menggunakan mobil, sepeda motor, gambelan, dan ibu-ibu dan anak ikut hadir dalam pelaksanaan kampanye Pasangan AS. Hal ini ingin menunjukkan dukungan dari Pasangan AS yang diterima dari berbagai kalangan masyarakat. Dalam berita juga dituliskan banyaknya calon pendukung AS yang masih belum mendapatkan kartu pemilih untuk Pilkada.
131
Gambar 5.13 Berita Radar Bali, tanggal 7 Januari 2008, hal 37. kol. 1, judul “Mulai dari Pejalan Kaki, Motor Buntut Hingga Mobil Mewah, Pulang Kampung ke Sukawati, AS Disambut Histeria Massa” Elemen wacana detail berhubungan dengan kontrol informasi yang 132
ditampilkan seseorang. Komunikator akan menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan menampilkan informasi dalam jumlah sedikit (bahkan kalau perlu tidak disampikan)
kalau
hal
itu
merugikan
kedudukannya.
Informasi
yang
menggunakan komunikator, bukan hanya ditampilkan secara berlebihan tetapi juga dengan detail yang lengkap kalau perlu dengan data-data. Detail yang lengkap itu akan dihilangkan kalau berhubungan dengan sesuatu yang menyangkut kelemahan atau kegagalan dirinya. Hal yang menguntungkan komunikator/pembuat teks akan diuraikan secara detail dan terperinci, sebaliknya fakta yang tidak menguntungkan, detail informasi akan dikurangi (Eriyanto, 2009 : 238). Elemen detail merupakan strategi bagaimana wartawan mengekspresikan sikapnya dengan cara yang implisit. Sikap atau wacana yang dikembangkan oleh wartawan kadangkala tidak perlu disampaikan secara terbuka, tetapi dari detail bagian mana yang dikembangkan dan mana yang diberitakan dengan detail yang besar, akan menggambarkan bagaiman wacana dikembangkan oleh media. Dalam pemeberitaan ditonjolkan detai berita yang menggambarkan dukungan dari kedua pasangan kandidat, baik dalam penulisan isi berita dan pemasangan foto. Ekspresi para pendukung digambarkan dengan detail serta menghilangkan hal-hal yang dapat mengurangi kualitas dan citra kandidat dalam pemberitaan. Pada intinya semua pemberitaan adalah positif dan cenderung menguntungkan kandidat bersangkutan untuk menarik minat pembaca.
133
Gambar 5.14 Berita Radar Bali, tanggal 9 Januari 2008, hal 37. Kol. 1, judul “Detik-detik Menjelang Kemenangan Perubahan Gianyar”
134
5.7 Konstruksi Provokasi Politik Menurut
Poerwardarminta
(2003:
913),
provokasi
merupakan
“pancingan”, “tantangan”. Menurut Artha (2009: 73). Provokasi adalah wacana yang dikonstruksi oleh media cetak yang langsung atau tidak langsung merupakan pancingan atau tantangan kepada lawan politik, yang berkecenderungan memanas-manasi lawan politik. Tujuan wacana provokasi politik adalah untuk menjatuhkan citra lawan politik di satu pihak dan meningkatkan citra dan dukungan kandidat yang melancarkan provokasi tersebut. Dalam kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar ada tiga peristiwa politik menonjol yang kemudian dikonstruksi sebagai wacana provokasi politik oleh surat kabar lokal yang menjadi objek dalam penilitian ini. Pertama, intimidasi dan pelanggaran aturan yang dirasakan oleh pendukungan kandidat pasangan AS. Kedua, klaim program SPP Gratis yang menjadi unggulan masing-masing kandidat, dan ketiga adalah bentrok antara pendukunng Bayu-AS di Sukawati. Konstruksi provokasi di media dalam bentuk intimidasi termuat dalam berita Bali Post tanggal 28-12-207, berjudul “Warga Keluhkan Intimidasi Oknum Pejabat”. Dalam berita tersebut warga Banjar Lantang Hidung, Batuan, Sukawati, Wayan Sutama mendatangi Sekber KRG atas adanya intimidasi yang dilakukan oleh oknum pejabat terhadap dirinya yang merupakan pendukung Pasangan AS. Dalam berita dikonstruksi setelah pelaksanaan simakrama Pasangan AS di Banjar lantang Hidung, keesokan harinya ada oknum pejabat yang akan mem-black list Banjar Lantang Hidung dengan tidak akan mendapatkan bantuan apa-apa dari pemerintah (Gambar 5.15)
135
Gambar 5.15 Berita Bali Post, tanggal 28 Desember 2007, hal 11. Kol.4, judul “Warga Keluhkan Intimidasi Oknum Pejabat” Terhadap keluhan simpatisannya, Ketua Tim Kampanye Paket AS, Made
136
Dauh Wijana, yang didampingi Wayan Nuasta sangat menyayangkan hal tersebut. “Ditengah kehidupan masyarakat yang madani masih saja ada gaya-gaya inntimidasi yang dilakukan oleh oknum pejabat seperti itu”. (Berita Bali Post, tanggal 28/12/2007, paragrap 3 judul “Warga Keluhkan Intimidasi Oknum Pejabat”. Konstruksi Berita pelanggaran aturan kampanye oleh kandidat Bayu dikeluhkan Tim Pasangan AS, seperti berita Harian Bali Post, tanggal 02-01-2008 berjudul “Sikapi Pelanggaran Kandidat “incumbent” Panwas tak Bertindak, Tim AS Protes Keras”. Dalam berita dikonstruksi terjadi pelanggaran yang dilakukan Pasangan incumbent bersifat sangat serius. Dua hal yang dipersoalkan adalah, selaku kandidat incumbent Agung Bharata tidak menjalankan ketentuan Pasal 40 ayat (1) PP Nomor 25 Tahun 2007 tentang Perubahan Peraturan Nomor 6 Tahun, Tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Ketua Tim Advokasi KRG, Pasek Suardika mengatakan “disitu disebutkan, kepala daerah dan / atau wakil kepala daerah yang dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik menjadi calon kepala daerah harus menjalani cuti diluar tanggungan negara pada saat melaksanakan kampanye”, katanya. Pelanggaran kedua, kandidat incumbent justru membuat acara di malam tahun baru dengan memanfaatkan jabatannya sebagai Bupati Gianyar di Lapangan Astina Ubud dengan membuat acara yang melibatkan jajaran Pemkab. Gianyar dengan mengambil tema kampanye yaitu Gianyar untuk Rakyat. Upaya manipulatif seperti ini jelas-jelas melanggar ketentuan UU Nomor 32 tahun 2004
137
dan PP Nomor 6 Tahun 2005 dan PP Nomor 25 Tahun 2007, khususnya yang mengatur soal kampanye. Terkait konstruksi berita pelanggaran kampanye Kubu Bayu melakukan konstruksi berita di Harian Bali Post, tanggal 03-01-2008, berjudul “Terkait Protes Masa Cuti Kampanye, Kubu Bayu Tuding AS tak Pahami Aturan. Dalam konstruksi berita, Ketua Tim Sukses Bayu, I Nyoman Parta mengaku heran dengan layangan protes, hal ini menunjukkan kubu AS tidak memahami isi peraturan pilkada. “Sebelum berbicara, seharusnya kubu AS memperlajari lebih dahulu peraturannya, jangan asal bunyi”, ungkap Ketua Tim Sukses BharataYuda. Dijelaskan Parta, sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 pasal 40 disebutkan kepala daerah dan / atau wakil kepala daerah yang dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik menjadi calon kepala daerah harus menjalani cuti diluar tanggungan negara pada saat melaksanakan kampanye. “Penekanan kalimat menjalani cuti pada saat melaksanakan kampanye harus di pahami”, terangnya. Konstruksi berita pelanggaran lainnya, Berita Bali Post tanggal 11-012008, berjudul “KRG Lapor ke KPUD, Relawan AS Temukan Penggelembungan Suara”, Berita Bali Post tanggal 12-01-2008, berjudul “Kecurangan Sitematis pada Pilkada Gianyar, AS Minta Polisi Tangkap Pemilih Impor”. Berita Bali Post tanggal 13-01-2008, berjudul “Kampanye Terselubung di Masa Tenang, Warga Adukan CBS ke Panwas Pilkada”, Berita Bali Post tanggal 13-01-2008, berjudul “ KPUD Keluarkan Surat Penarikan Pemilih Fiktif, Polisi Diminta Mengusut
138
Dalangnya”. Berita Nusa Bali, tanggal 13-01-2008, berjudul “CBS Diadukan ke Panwaslu, Gara-gara Kampanye di Masa Tenang”. Berita Nusa Bali, tanggal 1301-2008, berjudul “Lagi, Ratusan Pendukung AS Datangi KPU”. Konstruksi provokasi berita dalam surat kabar lokal yang adalah klaim program SPP Gratis sebagai program unggulam masing-masing kandidat. Pasangan Bayu dan AS sama-sama mengkonstruksi program SPP gratis sebagai program unggulan kedua kandidat. Konstruksi berita SPP Gratis sebagai program Pasangan Bayu seperti termuat dalam berita, Bali Post tanggal 29-12-2007, berjudul “APBD Gianyar 2008 Dirancang Sejahterakan Rakyat, Siswa SD dan SMP Gratis SPP dan Uang Bangunan”. Berita Bali Post tanggal 31-12-2007, berjudul “Sudah Dianggarkan Bupati Bharata, Tahunn 2008, Uang Bangunan dan SPP Gratis. Berita Harian Radar Bali, tanggal 31-12-2007, berjudul “SPP Gratis Diplot 13 Miliar”. Dalam dua berita pada Gambar 5.16, kedua pasang calon, baik Pasangan Bayu dan Pasangan AS menyatakan bahwa program yang di janjikan adalah program yang akan dilaksanakan. Bahkan Pasangan Agung Bharata yang merupakan calon incumbent menuliskan telah mengganggarkan dalam APBD Gianyar tahun 2008, semua program gratis yang dijanjikan telah masuk dalam anggaran, dan akan dilaksanakan tahun 2008. Dengan berita ini, dua pasangan ingin memprovokasi dukungan masyarakat akan program yang dijanjikan benarbenar akan dilaksanakan dan berpihak pada kepentingan masyarakat Gianyar. Melalui berita ini kedua pasangan berhharap dukungan pemilih.
139
Gambar 5.16 Berita Bali Post, tanggal 29 Desember 2007, hal 11. Kol 4, judul “Program AS Nyata Berpihak Pada Rakyat SPP Gratis Hingga Pinjaman Ke LN”, dan Berita Bali Post, tanggal 29 Desember 2007, hal. 10. Kol 1, judul “APBD Gianyar 2008 Dirancang Sejahterakan Rakyat, Siswa SD dan SMP Gratis SPP dan Uang Bangunan”
140
Konstruksi provokasi SPP Gratis sebagai program Pasangan AS dapat dilihat dalam berita Bali Post tanggal, 29-12-2007 berjudul, “Program AS Nyata berpihak pada Rakyat, SPP Gratis hingga Pinjaman Keluar Negeri”. Berita Bali Post, tanggal 31-12-2007, berjudul “AS Pastikan Wujudkan Program Unggulan, CBS : Hanya AS yang Programkan SPP Gratis”. Berita Bali Post tanggal 03-012008, berjudul “F21 Bantah Program SPP Gratis Agung Bharata, Muluk-muluk, Pendidikan Gratis Tanpa Regulasi”. Berita Bali Post, tanggal 05-01-2008, berjudul ‘F21 Tetap Nyatakan Program SPP Gratis hanya Sensasi”. Konstruksi berita provokasi ketiga adalah bentrok antara pendukung BayuAS di Sukawati. Berita Harian Nusa Bali, tanggal 07-01-2008, berjudul “Pendukung Bayu-AS Bentrok di Sukawati, Anggota FPDIP Gianyar Kadek Diana Diduga Terlibat”. Pendukung Pasangan Bayu dan Pasangan AS terlibat bentrok terjadi di Perempatan Banjar Palak, Desa Sukawati pada pukul 17.00 tanggal 6 januari 2008. Berita Harian NusaBali, tanggal 08-01-2008, berjudul “Usut Bentrok Sukawati !, PDIP Sebut Bentrok Dipicu Aksi Ninja”. Berita Radar Bali, tanggal 08-01-2008, berjudul “Dipancing Kelompok “Hanoman”, Bentrok Pendukung Bayu-AS di Sukawati”. Berita Bali Post, tanggal 09-01-2008, berjudul “Akhiri Kampanye, Tjok. Artha Teteskan Air Mata, Demi Kepentingan Perdamain, AS Mengalah”. Berita Bali Post, tanggal 09-01-2008 berjudul “Ciptakan Kedamaian, AS tak Gelar Kampanye Terakhir”. Berita NusaBali, tanggal 09-01-2008, berjudul “Diana Mengarah Tersangka, PDIP : Kadek Diana Juga Manusia” (Gambar 5.17).
141
Gambar 5.17 Berita NusaBali, tanggal 9 Januari 2008, hal 1. kol.1, judul “Diana Mengarah Tersangka”
Berita dalam Gambar 5.17, yang bukan merupakan berita iklan, dimuat
142
oleh surat kabar NusaBali, memberitakan pasca bentrok di Sukawati yang melibatkan antara pendukung Bayu dan AS. Meski bukan merupakan berita iklan namun pemberitaan tentang arogan sikap pendukung AS mendapat sorotan oleh masyarakat. Pemberitaan ini lebih banyak merugikan Pasangan Bayu, karena dianggap memiliki pendukung yang arogan, dan secara langsung berpengaruh terhadap persepsi public terhadap Pasangan Bayu. Hal ini seperti diungkapkan oleh seorang calon pemilih I Gusti Putu Alit (Wawancara, 25/1/2012). “Bentrok di Sukawati seperti yang diberitakan di koran sungguh merupakan tindakan yang tidak pantas dilakukan dalam era demokrasi sekarang. Sikap premanisme sudah tidak jamannya lagi. Kalo sudah begini pendukungnya bagaimana nantinya pemimpinnya, saya pilih pemimpin yang cinta damai saja.” (I Gusti Putu Alit, wawancara 25/1/2012). Pasca kejadian ini, Pasangan AS yang mendapat kesempatan untuk berkampanye di Kecamatan Gianyar, akhirnya tidak melaksanakan kampanye terakhir. Dalam pemberitaan AS menyampaikan bahwa tidak dilaksanaka kampanye terakhir atas alas an untuk menciptakan kedamain di Kabupaten Gianyar. Dalam berita dituliskan tidak dilaksankan kampanye untuk menjaga agar massa pendukung Pasangan AS tidak terpancing dan bisa menciptakan suasana yang tidak baik dalam Pilkada Kabupaten Gianyar. Dalam pidato Tjok Artha diberitakan sampai menangis dihadapan massa, akrena sedih melihat bentrok yang terjadi di Sukawati. Dalam berita juga dimuat diakhir kampanye, Tjok Artha dan Cok Kertyasa berpelukan. Hal ini untuk menggambarkan tidak adanya suasana tidak harmonis di keluarga Puri Ubud.
143
Gambar 5.18 Berita Bali Post, tanggal 9 Januari 2012, hal. 16 kol 1 judul ; “Akhiri Kampanye, Tjok Artha Teteskan Air Mata, Demi Kepentingan Perdamain, AS Mengalah”.
144
Menurut
van
Dijk,
elemen
maksud
melihat
informasi
yang
menguntungkan akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya, informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit, dan tersembunyi. Tujuan akhirnya adalah publik hanya disajikan informasi yang menguntungkan kamunikator. Informasi yang menguntungkan disajikan secara jelas, dengan katakata yang tegas dan menunjukkan langsung pada fakta. Sementara itu, informasi yang merugikan disajikan dengan kata tersamar, eufimistik, dan berbelilit. Dengan semantic tertentu, seorang komunikator dapat menyampikan secara implisit informasi atau fakta yang merugikan dirinya, sebaliknya secara ekplisit akan menguraikan informasi yang menguntungkan dirinya. Dalam hal ini kedua kandidat mengkonstruksi berita provokasi berdasarkan kepentingan dan diterima oleh wartawan dan jaaran media untuk mendapat simpati dan empati dari masyarakat. Dalam hal ini media tidak memegang teguh keberimbangan berita. Justru peristiwa yang terjadi dijadikan komiditas untuk menguntungkan salah satu kandidat dengan menggunakan pilihan bahasa untungkan menguntungkan salah satu kandidat dan disisi lainnya merugikan kandidat lainnya. Hal ini terjadi karena adanya akses yang diberikan media
kepada
salah
satu
kandidat
sehingga
porsi
pemberitaan
menguntungkan kandidat yang memiliki akses dengan media bersangkutan.
145
lebih
BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSTRUKSI BERITA KAMPANYE PILKADA KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008 PADA SURAT KABAR LOKAL BALI
Konstruksi berita kampanye dalam Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008, di media menjadi subyek yang memanipulasi pernyataan peristiwa politik. Akibat tekanan kepentingan ekonomi dan politik pemilik atau pengelola media. Dalam iklim politik yang transisional, terdapat perilaku feodalistik media dalam bentuk pemberiaan ruang ekspresi lebih pada tokoh publik (extraordinary people), opinion leader daripada kalangan biasa dalam masyarakat. Para pemimpin politik ditempatkan sebagai subjek aktif produsen informasi dan isu-isu yang selalu bisa dikorelasikan secara makro dan konstituennya sebagai obyek yang menerima begitu saja arus informasi yang top-down. McLuhan menyimpulkan dalam Teori Ekologi Media, uang sebagai “citra kooporat” bergantung pada masyarakat bagi status dan keberlangsungannya. Uang telah menjadi semacam kekuatan magis yang memungkinkan orang untuk mendapatkan akses. Dalam Teori Ekologi Media, McLuhan menjelaskan terdapat tiga asumsi yang membingkai, yakni, media melingkupi setiap tindakan di dalam masyarakat, media memperbaiki persepsi manusia dan mengorganisasikan pengalaman manusia, dan media menyatukan seluruh dunia, (West. 2008: 139). Berdasarkan tiga asumsi ini media dalam hal ini surat kabar menjadi salah satu wahana bagi pasangan kandidat dan pengelola media untuk mewujudkan kepentingan dalam proses pelaksanaan pilkada. Kandidat yang memiliki modal
146
dan media sebagai pemilik akses dalam mengkostruksi berita, menjadikan momentum pilkada untuk meraih keuntungan. Berdasarkan
kerangka
teori
tersebut,
diperoleh
hasil
penelitian
menyangkut faktor-faktor yang mempengaruhi konstruksi berita surat kabar dalam kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008. Selain itu, Teori Kognisi Sosial, Teun van Dijk digunakan secara elobaratif dalam memecahkan faktorfaktor yang mempengaruhi konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar dalam surat kabar.
6.1 Kebijakan Redaksi, dan Ideologi Wartawan Ideologi media memiliki pengertian pandangan dan prinsip-prinsip dasar yang dianut oleh media dalam memposisikan institusi media bersangkutan, terhadap berbagai persoalan yang akan dikonstruksi. Ideologilah yang akhirnya menentukan visi atau pandangan suatu kelompok budaya terhadap realitas (Hamad, 2004: 20). Ideologi bisa pula dibentuk oleh jalinan kepentingan yang bekerja dalam media, seperti politik dan ekonomi. Sebuah media yang lebih ideologis umumnya muncul dengan konstruksi realitas yang bersifat pembelaan terhadap kelompok yang berbeda haluan atau aliran (Hamad, 2004: 26). Pengaruh faktor ideologi kesejarahan media terhadap konstruksi berita kampanye Pilkada Gianyar tidak nampak begitu jelas. Secara massif dapat diamati dari komposisi pemberitaan Bali Post. Bali Post yang memiliki kedekatan sejarah dengan PDI Perjuangan, keberpihakan Bali Post tidak terlihat dalam pemberitaan Paket Bayu yang diusung oleh PDI Perjuangan. Dalam Pemberitaannya Bali Post
147
memberikan porsi berita kepada pasangan Bayu 17 berita (32,69 %) dan 36 berita (67,31%) untuk Pasangan AS yang diusung oleh Partai Golkar dan gabungan beberapa partai, Koalisi Rakyat Gianyar (KRG). Komposisi berita yang disajikan Bali Post, bahwa Bali Post sangat berhatihati mengemas berita kampanye. Hal ini diakui oleh redaktur Bali Post, Alit Sumerta (wawancara, 2/5/2012). Dalam peliputan kampanye ini, ideologi komersialisasi lebih menjadi pegangan bagi surat kabar ini, dibandingkan ideologi yang berorientasi politik atau kesejarahan. Hal ini mengandung pengertian bahwa kebijakan yang dianut koran ini berangkat dari kemampuan kandidat untuk membayar tarif yang disepakati. Faktor ideologi kesejarahan juga tidak menjadi faktor yang mempengaruhi konstruksi berita kampanye pada surat kabar NusaBali. Meski dalam hal ini secara ideologis NusaBali, pemilik modal terbesar adalah Aburizal Bakrie, seorang pengusaha dan kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Namun pemberitaan Pasangan AS yang berasal dari Partai Golkar tidak terlalu dominan, diamana justru Pasangan Bayu dari PDI Perjuangan lebih banyak diberitakan dengan porsi 6 kali (75%) berita untuk Bayu dan 2 kali (25%) berita untuk pasangan AS yang berasal dari Partai Golkar. Kepentingan komersialisasi, yaitu pemasukan iklan dari kandidat menjadi prioritas utama. Hal ini diakui oleh Wartawan NusaBali, I Nyoman Wilasa (wawancara: 10 Juli 2012, 14.00 Wita). “Meski modal terbesar surat kabar NusaBali dimiliki oleh petinggi Golkar, namun pemuatan berita sepenuhnya ada di kebijakan redaksi. Sehingga tidak ada kaitannya antara pemilik modal dengan kebijakan redaksi”. Demikian pula halnya dengan surat kabar Radar Bali (Jawa Pos Group),
148
faktor ideologi ekonomi lebih menjadi faktor utama terkait frekuensi pemberitaan terhadap kedua pasang kandidat. Koran ini memberikan porsi lebih terhadap pemberitaan Pasangan AS mengingat telah terjalinnya kontrak kerjasama pemuatan berita. Sehingga porsi berita Paket AS di Radar Bali sebanyak 20 kali (74,17%) berita dibandingkan Paket Bayu yang hanya 7 berita (25,93%). Ideologi media lebih mementingkan pada aspek komersialisasi atau ekonomis daripada faktor sejarah. Menurut Robert McChesney, jurnalisme politik pro kekuatan kapitalis merupakan anak kandung dari jurnalisme politik partisan di masa-masa sebelumnya. Jika jurnalisme politik partisan secara terbuka mengungkap identitas keberpihakan politiknya kepada politisi atau partai politik tertentu, maka jurnalisme politik yang pro kapitalis lebih halus dalam memainkan keberpihakannya kepada kekuatan politik yang menopang rutinitas media sebagai institusi bisnis (McChesney, 1998). Ketika jurnalisme telah diintervensi kepentingan komersial pemilik media, maka kita tidak akan pernah menemukan suatu proses pemberitaan yang benarbenar bersifat netral. Ideologi di balik jurnalisme professional tidak lain sebagai bentuk penghambaan terhadap pemilik modal dan pemasang iklan dalam suatu sistem media. Isi bukan ditujukan bagi kepentingan pembaca atau pemirsa, tetapi justru lebih diupayakan bagi kepuasan kedua pemodal dan pemasang iklan yang notabene elite politik. Musim Pemilihan umum, dalam hal ini pilkada, sebagaimana musim kompetisi sepakbola atau olahraga lainnya ibarat musim panen bagi media massa untuk meraup keuntungan dari iklan politik yang dipasok oleh partai politik
149
maupun kandidat. Sehingga dalam hal ini pelaksanaan pilkada, media melalui tim marketing dan wartawannya melakukan pendekatan kepada kandidat untuk menawarkan kontrak kerjasama pemasangan iklan. Hal ini diakuai oleh wartawan Radar Bali, Oka Suryawan, dimana menjelang pelaksanaan pilkada pihak redaksi telah melakukan lobi dan kesepakatan kontrak kerjasama untuk pemasangan iklan berita kampanye. Berdasarkan pengakuan dari tim Sukses Pasangan AS, I Ketut Karda (wawancara, 4/6/2012), total dana yang dihabiskan untuk pemasangan iklan kampanye pilkada di media masa mencapi jumlah Rp. 1,2 miliar. “Sekitar Rp. 1,2 miliar dialokasi oleh Pasangan AS untuk pemasangan advertorial di semua media cetak lokal dan elektronik di Bali, dana ini belum termasuk untuk wartawan, kalo ditotal bisa tembus angka Rp. 1,5 miliar”. Sementara menurut Ketua Tim Kampanye Bayu, Pande Made Purwatha (wawancara, 12/6/2012) adapun dana yang dihabiskan untuk pemasangan iklan kampanye di media masa mencapai hitungannya masih ratusan juta. “Biaya kampanye dimedia massa hitungannya masih sekitar ratusan juta, karena saat itu, Agung Bharata kan pasangan incumbent yang masih aktif menjabat bupati, jadi untuk urusan pencitraan di media masih bertautan dengan kapasitasnya sebagai bupati, hanya beberapa moment tertentu saja dananya dari partai dan tim sukses.”, Dalam kebijakan redakasi apabila sudah adanya kesepakatan kerjasama pemasangan iklan berita kempanye maka redaksi tinggal menyediakan kolom sesuai dengan kontrak yang sudah ditandatangani. Bersama wartawan dan tim media centre masing-masing kandidat redaksi tinggal menunggu berita untuk selanjutnya dimuat sebagai berita iklan yang nantinya di baca oleh publik. Isi, ukuran, bentuk dan materi berita disesuaikan dengan besar tarif yang sudah
150
disepakati. Sehingga dengan demikian berita kampanye cenderung memuji dan tidak pernah mengkritisi kandidat bersangkutan. Ideologi wartawan dalam meliput berita kampanye dipengaruhi oleh kognisi sosial wartawan bersangkutan. Pemahaman wartawan terhadap peristiwa yang diliputnya, disebut van Dijk sebagai skema. Skema dikonseptualisasikan sebagai struktur mental dimana didalamnya menyangkut bagaimana seorang wartawan memandang wartawan dan peran sosialnya. Skema pula menunjukkan pada struktur mental untuk menyeleksi dan memproses informasi yang datang dari lingkungannya (Eriyanto, 2011 ; 259-270). Dari tiga media yang menjadi objek penelitian penulis, wartawan Radar Bali, Oka Suryawan dan Wartawan Bali Post, I Gusti Agung Dharmada merupakan wartawan asal Kabupaten Gianyar yang memiliki suara dalam Pilkada Kabupaten Gianyar. Berbeda halnnya dengan Wartawan NusaBali, I Nyoman Wilasa, asal Desa Bumbungan, Klungkung yang tidak memiliki hak suara atau hak pilih pada Pilkada Kabupaten Gianyar. Terlepas profesinya sebagai wartawan, Oka Suryawan dan Agung Dharmada merupakan pemilih yang tentunya memiliki hak pilih. Pilihan keduanya terhadap salah satu pasangan kandidat setidaknya mempengaruhi bagaimana kognisi terhadap pasangan kandidat berujung pada penulisan berita. “tentunya saya memiliki pilihan terhadap salah satu kandidat, namun untuk pemuatan berita kan tetap mengukuti kebijakan redaksi, kalo sudah ada pesananan yang menyesuaikan dengan perintah kantor”, oka suryawan. (wawancara 2/9/12). Sementara I Gusti Agung Dharmada menyampaikan, untuk materi liputan dalam pilkada, menyesuaikan dengan perintah kantor, kalo ada penugasan, harus
151
diliput. Berbeda dengan kejadian atau peristiwa yang tidak berhubungan dengan berita advertorial, kita liput sesuai dengan apa yang kita lihat di lapangan, kita laporkan ke kantor dalam bentuk berita. Tentunya tugas kita mengirimkan berita, masalah hasil editing, sudah menjadi urusan kantor (wawancara dengan I Gusti Agung Dharmada, 7/6/2012). Kalo soal pilihan sebagai warga Gianyar yang punya hak pilih, saya sudah menentukan pilihan, namun pilihan itu kan sesuai hati nurani, kalo urusan liputan yang harus bisa professional. Karena ini menyangkut berita yang nanti akan dibacakan oleh khalayak. (Wawancara dengan I Gusti Agung Dharmada, 7/6/2012).
6.2 Ideologi Pasar Memasuki abad ke-21, industri media tengah berada di dalam perubahan yang cepat. Kerajaan-kerajaan media mulai membangun diri dengan skala yang besar. Merger ataupun pembelian media lain dalam industri media terjadi di mana-mana dengan nilai perjanjian yang sangat besar. Semakin lama bisnis media semakin besar dan melibatkan hampir seluruh outlet media yang ada dengan kepemilikan yang makin terkonsentrasi. Masyarakat mulai tenggelam dalam dunia yang dipenuhi oleh media. Everett M. Rogers dalam bukunya “Communication Technology : The New Media in Society” (dalam Mulyana, 1999), mengatakan bahwa dalam hubungan komunikasi di masyarakat, dikenal empat era komunikasi yaitu era tulis, era media cetak, era media telekomunikasi dan era media komunikasi interaktif. Dalam era terakhir dikenal media komputer, videotext dan teletext, teleconferencing, TV kabel, dan sebagainya. Marshall McLuhan (1999) dalam bukunya “Understanding Media B The
152
Extensions of Man”, mengemukakan ide bahwa A medium is message. McLuhan menganggap media sebagai perluasan manusia dan bahwa media yang berbedabeda mewakili pesan yang berbeda-beda. Media juga menciptakan dan mempengaruhi cakupan serta bentuk hubungan-hubungan dan kegiatan-kegiatan manusia. Pengaruh media telah berkembang dari individu kepada masyarakat. Dengan media, setiap bagian dunia dapat dihubungkan menjadi desa global. Budaya yang tersebar merata di dalam masyarakat pada waktu tertentu dapat diinterpretasikan sebagai hasil atau perwujudan hegemoni, perwujudan dari penerimaan akonsensual oleh kelompok-kelompok gagasan subordinat, nilai-nilai, dan kepemimpinan kelompok dominan tersebut. Menurut Gramsci, kelompok dominan tampaknya bukan semata-mata bisa mempertahankan dominasi karena kekuasaan, bisa jadi karena masyarakat sendiri yang mengizinkan. Hegemoni, menurut pandangan Gramsci (1971), tidak hanya menunjukkan dominasi dalam kontrol ekonomi dan politik saja, namun juga menunjukkan kemampuan dari suatu kelas sosial yang dominan untuk memproyeksikan cara mereka dalam memandang dunia. Jadi, mereka yang mempunyai posisi di bawahnya menerima hal tersebut sebagai anggapan umum yang sifatnya alamiah. Keberadaan media dimana-mana dan juga periklanan telah mengubah pengalaman sosial dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Media merupakan unsur penting dalam pergaulan sosial masa kini. Kebudayaan masyarakat tidak terlepas dari media, dan budaya itu sendiri direpresentasikan dalam media. Sekarang ini eksploitasi pers dan media interaktif telah menuju ke arah penciptaan supremasi media yang mengancam keberadaan cara pandang objektif dan ruang
153
publik. Hal ini sesuai dengan pandangan Teori Hegemoni bahwa peran media bukan lagi sebagai pengawas (watchdog) pemerintah, tetapi justru menopang keberadaan kaum kapitalis dengan menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka. Singkatnya, hegemoni dapat dikatakan sebagai reproduksi ketaatan, kesamaan pandangan, dengan cara yang lunak. Lewat media massa-lah hegemoni dilakukan. Media secara perlahan-lahan memperkenalkan, membentuk, dan menanamkan pandangan tertentu kepada khalayak. Tidak hanya dalam urusan politik dan ekonomi, dapat juga menyangkut masalah budaya, kesenian, bahkan ke dalam hal yang ringan seperti gaya hidup. Media, menurut sudut pandang model pasar (Croteau dan Hoynes, 2001), dilihat sebagai tempat pemenuhan kebutuhan masyarakat berdasarkan atas hukum permintaan dan persediaan. Model ini memperlakukan media layaknya barang dan jasa lainnya. Bisnis media beroperasi dalam apa yang disebut sebagai adual product market, pasar dengan dua produk. Secara bersamaan menjual dua jenis produk yang sama sekali berbeda pada dua jenis pembeli yang sama sekali berbeda. Dalam kenyataan, konsumen yang direspon oleh perusahaan media adalah pengiklan, bukan orang yang membaca, menonton, atau mendengarkan media. Ini tentu saja dapat menjelaskan bagaimana acara-acara di televisi misalnya, tampil hampir seragam. Pengaruh media yang demikian besar kepada masyarakat menghantarkan pemikiran McLuhan untuk menyampaikan Teori Determinime Teknologi, saat ini, media ikut campur tangan dalam kehidupan kita secara lebih cepat daripada yang sudah-sudah dan juga memperpendek jarak di antara bangsa-bangsa.
154
Eksploitasi pers dan media interaktif telah menuju ke arah penciptaan supremasi media yang mengancam keberadaan cara pandang objektif dan ruang publik. Hal ini sesuai dengan pandangan teori hegemoni; peran media bukan lagi sebagai pengawas (watchdog) pemerintah, tetapi justru menopang keberadaan kaum kapitalis dengan menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka. Dengan perkembangan baik dalam jumlah maupun jenisnya, mustahil semua media massa menguasai seluruh pasar yang ada. Sebaliknya, kecil sekali kemungkinan hanya satu media massa dapat menguasai seluruh pasar, dalam arti memenuhi segala macam tuntutan pasar, karena tuntutan pasar juga sangat bervariasi. Kompetisi telah menjadi kata kunci dalam kehidupan media massa saat ini. Keadaannya menjadi semakin kompleks, karena mencakup kompetisi tiga kelompok yaitu: Pertama, antara media cetak baik dari jenis yang sama maupun yang berbeda jenis; Kedua, antara media elektronik baik audio (radio) maupun audio-visual (televisi); serta Ketiga, antara media cetak di satu pihak dengan media elektronik di pihak lain. Dalam memperebutkan pangsa pasar, kompetisi media massa tidak hanya meliputi aspek isi, penyajian berita atau bentuk liputan lainnya, tetapi juga aspek periklanan. Hal tersebut dipersulit pula oleh perubahan tuntutan pasar (konsumen). Juga perubahan dalam cara, gaya dan strategi kompetisi yang digunakan masing-masing media massa sebagai respons terhadap tuntutan pasar. Dalam berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar, dari tiga media lokal yang diamati, tiga media ini memiliki rubrik khusus dalam memuat berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar. Pelaksanaan kampanye Pilkada seakan
155
menjadi ajang bagi media untuk meraup keuntungan dari pemuatan iklan oleh kandidat dalam setiap rubrik yang disediakan. “Kami menyediakan rubrik advetorial kepada pasangan kandididat sebagai media bagi kadidat untuk menginformasikan visi-visi kandidat secara adil dan dalam porsi yang sama”, Redaktur Balipost I Wayan Dira (wawancara : 29 oktober 2013). Dira mengakui bahwa setiap berita advertorial yang dipasang oleh setiap kandidat dikenakan sesuai dengan tarrif dan yang telah ditentukan oleh perusahaan, dimana dana yang terkumpul, tidak semata-mata untuk keuntungan perusahaan, nantinya akan disalurkan lagi ke masyarakat dalam bentuk dana punia pada upacara piodalan di pura-pura di Bali. Hal ini menurut Dira Arsana tidak terlepas dari visi-misi Bali Post sebagai koran umum di Bali yang bertujuan untuk mempertahankan adat, istiadat dan budaya Bali yang berlandaskan agama Hindu. Pimpinan Redaksi Harian Radar Bali, I Made Rai Warsa (Wawancara, 18/5/2012), dalam pemberitaan pilkada, kita telah menyediakan rubrik khusus kepada pasangan calon sebagai media kampanye. Kita juga mengenakan tariff sebagai kompensasi atas iklan yang dipasang. Hal ini ini tidak saja dilakukan oleh Harian Radar Bali, saya rasa semua media juga melakukan hal yang sama. Hal ini wajar karena kita mengejar oplah dan untuk keberlangsung media kita.
6.3 Pencitraan Politik sering menempatkan media sebagai medan perang sekaligus panglima. Hal ini dimungkinkan ketika media memiliki kekuatan penuh untuk memutuskan informasi mana yang seharusnya diketahui atau tidak diketahui publik. Kondisi ini menempatkan media sebagai pembentuk citra baru bagi
156
individu atau lembaga. Hal ini menjadikan berita terus mengalami redefinisi sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Fakta, kini telah berubah menjadi komoditas yang mudah dikemas, didaur ulang dan dimaknai kembali. Maka wajar jika hampir seluruh media memberitakan hal yang sama dan dari sumber berita yang sama. Seperti halnya pemberitaan masalah pilkada langsung, hampir setiap media cetak maupun elektronik memberikan porsi ruang dan waktu untuk mengulas pilkada langsung. Dalam menghasilkan pemberitaan politik misalnya, sebuah media dipengaruhi oleh berbagai faktor internal berupa kebijakan redaksional tertentu mengenai suatu kekuatan politik, kepentingan politik para pengelola media, relasi media dengan sebuah kekuatan politik tertentu, dan faktor eksternal seperti tekanan pasar pembaca atau permirsa, sistem politik yang berlaku, dan kekuatankekuatan luar lainnya (Ibnu Hamad). Wajah media memang ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi media berupaya mendekati obyektifitas pemberitaan, namun di satu sisi yang lain media juga tak luput dari keberpihakan dan ketidak berimbangan yang dapat dijadikan celah bagi tim sukses untuk terus memasukkan pesan dan citra politik sosok calon kepala daerah. Hal ini seperti diberitakan surat kabar NusaBali, tanggal, 27 Desember 2007, halaman, 4, kol 1, judul “AS Cari Simpati Penggilan Bola, Pencetak Gol Dapat Rp 2 Juta, Persegi Menang, Bonus Rp. 5 juta”.
157
Gambar 6.1 Berita NusaBali, tanggal 27 Desember 2007, hal.4. kol.1, judul “AS Cari Simpati Penggila Bola, Pencetak Gol Dapat Rp.2 Juta, Persegi Menang Bonus Rp. 5 Juta” Dalam berita NusaBali tersebut, Cok Ace menonton pertandingan sepekbola antara Persegi Bali FC berhadapan dengan Arema Malang di Stadion Dipta. Cok Ace akan meberikan bonus bagi pencetak gol Rp. 2 juta dan Rp. 5 juta
158
untuk Persegi Bali FC bila memenangkan pertandingan. Dalam hal ini Cok Ace berupaya mencitrakan diri sebagai pemimpin yang dekat dengan rakyat dan cinta olharaga. Bagi elit politik maupun tim sukses untuk menjadikan media sebagai sarana pemasaran massal. Tak heran bila beberapa pendapat mengatakan bahwa komunikasi politik di era informasi telah menjelma menjadi ajang pemasaran massal yang di dalamnya tanda dan citra memainkan peran sentral. Strategi pencitraan, tak dapat dilepaskan dari peran media massa dalam kapasitasnya sebagai media (wadah) untuk memberitakan kepada publik serta memberi citra dari aktivitas para aktor politik yang diberitakan dan menjadi konsumsi media massa. Disini peranan “Framing” maupun “Agenda Setting” menjadi penting, karena agenda media (dalam hal ini media memilih berita-berita yang akan menjadi headline dalam pemberitaannya) merupakan agenda publik, artinya adalah publik disodorkan headline berita yang memang telah diagendakan oleh media untuk menjadi berita utama (headline). Media massa mempunyai peranan penting dalam mensosialisasikan nilai-nilai tertentu kepada masyarakat. Hal tersebut tampak dari fungsi yang dijalankan oleh media massa yaitu sebagai alat
untuk
mengawasi
lingkungan
(surveillance
of
the
environment),
menghubungkan bagian-bagian dalam masyarakat (correlation of the parts of society), mengirimkan warisan sosial (transmission of the social heritage), dan memberikan hiburan (entertainment) – (Littlejohn, 1999). Oleh karena itu bagaimana pesan-pesan politik tersebut disusun agar dapat memperoleh citra positif didalam media. Dinegara menganut sistem politik
159
demokratis, maka pesan yang dikirim haruslah di konstruksi terlebih dahulu. Yang melakukan konstruksi adalah jurnalis sedangkan yang menerima pesan adalah khalayaknya. Sementara itu media kerjanya tidak saja melaporkan kepada khalayaknya secara netral, atau tidak memihak, akan tetapi juga harus mampu menunjukkan sikap impartiality-nya. Di samping itu juga, harus menjaga agar semua berita yang disiarkan tetap menjaga sifat akurasinya terhadap semua event atau peristiwa yang ada di sekitarnya sebagai Political Reality. Dengan memperhatikan tiga hal, yaitu realitas politik yang objective, yaitu berita politik yang diambil dari kegiatan politik seperti apa adanya. Realitas politik yang subjective, yaitu berita politik yang diambil dari kegiataa politik seperti apa yang dilihat dari kacamata aktor politik maupun partai politik. Dan realitas politik yang konstruktif, yaitu berita politik yang diambil dari kegiatan politik yang diliput oleh media massa. Menurut Blumler dan Gurevitch dalam studinya mengenai “The Political Effects of Mass Communications” (1986), menjelaskan bahwa kepedulian publik tentang komunikasi massa pada dasarnya terfokus pada efek potensial dari isi media massa kepada publiknya atau khalayaknya. Oleh karena itu ada semacam asumsi bahwa media massa mempunyai pengaruh yang potensial kepada khalayaknya, dan karena itu pula orang sering mengatakan bahwa media massa itu sangatlah powerfull. Kekuatan media massa untuk mempengaruhi khalayaknya sangat berdampak keras dan dapat menjadikan sebuah partai politik maupun aktor politik yang ada didalamnya mempunyai citra negatif atau positif. Berangkat dari pemikiran tersebut diatas, para aktor politik yang akan
160
melakukan proses pencitraan terhadap dirinya maupun pencitraan terhadap partai politik yang diusungkan hendaknya dapat memanfaatkan media massa yang dapat memberikan pengaruh besar kepada publik. Pesan-pesan politik yang akan dihadirkan oleh para aktor politik tersebut biasanya disusun terlebih dahulu sehingga sesuai dengan target pencitraan yang diinginkan melalui media massa, hal tersebut akan memberikan efek yang lebih besar jika isi media lebih disesuaikan dengan karakteristik masing-masing media yang berfungsi sebagai transmitter. Gusti Ngurah Wiwekananda (wawancara, 28/4/2012), anggota media centre Paket Bayu, menjelaskan dalam pembuatan berita, pemilihan bahasa, dan poto gambar sangat diperhatikan sangat detail oleh team. Hal ini tentu untuk menghasilkan berita yang bisa mendapat apresiasi positif dari pembaca. “Sebagai petugas liputan di media centre, kita telah merancang format berita, yang nantinya dilapangan bisa dikondisikan sesuai dengan apa yang telah diarahkan team, team telah menentukan siapa yang akan diwawancara dan bagaiman teknik pengambilan foto, semuanya sudah diatur sedemikian rupa”, (wawancara dengan gusti Ngurah Wiwekananda 28/4/2012). Putu Puspa Artayasa (wawancara, 25/6/2012), yang terlibat di Media Centre As, juga menekankan hal yang sama, bahwa setiap pembuatan berita dan foto mendapat seleksi yang sangat ketat dari team sebelum dikirimkan ke meja redaksi. Hal ini tentunya untuk dapat menyampaikan pesan yang tepat kepada pembaca. “Sebelum dan sesudah kampanye team media centre melakukan rapat kecil sebelum mengirim berita ke redaksi, biasanya pemilihan foto perdebatanya agak panjang karena menjadi elemen penting dari tulisan. Mengingat foto yang didapat tidak sesuai dengan rencana. Kalo tulisannya hanya mendapat sedikit perubahan karena sudah disiapkan skenarionya”,
161
(wawncara dengan Putu Puspa Artayasa 25/6/2012). Liputan politik juga cenderung lebih rumit ketimbang reportase bidang lain. Pada satu pihak liputan politik memiliki dimensi pembentukan pendapat umum (public opinion), baik yang diharapkan oleh para politisi maupun oleh para jurnalis. Oleh sebab itu, berita politik bisa lebih daripada sekedar reportase peristiwa politik, tetapi merupakan hasil konstruksi realitas politik untuk kepentingan opini publik tertentu. Dalam komunikasi politik, aspek pembentukan opini ini justru menjadi tujuan utama Karena hal ini akan mempengaruhi pencapaian-pencapaian pencitraan politik para aktor politik tersebut. Dalam konteks komunikasi politik, peran media dalam mengulas pilkada langsung tak sebatas hanya pada masa kampanye saja. Boleh dikatakan konstruksi citra politik justru dibangun terus-menerus mulai pendaftaran calon kepala daerah ke dalam berbagai ruang publik yang disediakan media massa. Citra dan stereotip secara sadar atau tidak merupakan dua hal yang terus diusung media. Efek dari komunikasi politik disengaja atau tidak disengaja telah melahirkan keberpihakan media. Menurut John Hartley narasi berita hampir mirip dengan sebuah novel atau karangan fiksi yang memunculkan sosok pahlawan dan penjahat. Media juga selalu punya kecenderungan untuk menampilkan tokoh dua sisi untuk saling dipertentangkan sebagai akibat pemahaman yang serampangan tentang. Ruang-ruang publik yang termasuk di dalam media massa, menjadi ruang ekspresi yang tak terlepas dari berbagai manuver, taktik, dan strategi politik yang digelar oleh elite politik dalam suksesi. Teknik “pemasaran politik” dengan
162
mengemas “citra” tentang sosok calon kepala daerah dalam praktek politik citraan (politics of image), menempatkan media massa sebagai pemegang kendali utama pemberitaan, karena salah satu kekuatan media yang sangat diperhitungkan adalah kekuatan menciptakan opini publik. Media massa, termasuk berita surat kabar, merupakan konstruki kultural yang dihasilkan ideologi, karena sebagai produk media massa, berita surat kabar menggunakan kerangka tertentu untuk memahami realitas sosial. Lewat narasinya, surat kabar menawarkan definisi-definisi tertentu mengenai kehidupan manusia: siapa pahlawan, siapa penjahat; apa yang baik dan apa yang buruk bagi rakyat; apa yang layak dan apa yang tidak layak untuk dilakukan oleh seorang pemimpin; tindakan apa yang disebut perjuangan (demi membela kebenaran dan keadilan); isu apa yang relevan dan tidak (Eriyanto). Narasi yang dibangun dan dipoles sedemikian rupa dengan bahasa, tidak sekedar untuk melukiskan suatu fenomena atau lingkungan, tetapi juga dapat mempengaruhi cara melihat lingkungan kita. Implikasinya, bahasa juga dapat digunakan untuk memberikan akses tertentu terhadap suatu peristiwa atau tindakan,
misalnya
dengan
menekankan,
mempertajam,
memperlembut,
mengagungkan, melecehkan, membelokkan, atau mengaburkan peristiwa atau tindakan tersebut. Dalam dunia pencitraan, citra dan realitas menjadi dua kutub yang terus tarik menarik. Citra telah berubah menjadi sebuah mesin politis yang bergerak kian cepat. Strategi pencitraan dan teknologi pencitraan atau imagologi dikemas sedemikian rupa untuk mempengaruhi persepsi, emosi, perasaan, kesadaran, dan
163
opini publik sehingga mereka dapat digiring ke sebuah preferensi, pilihan dan keputusan politik tertentu, seperti (Gambar 6.2).
Gambar 6.2 Berita Surat Kabar Bali Post, tanggal 9 Januari 2008, hal 14. Kol 1, judul : Akhiri Kampanye, Tjok. Artha Teteskan Air Mata, Demi Kepentingan Perdamaian, AS Mengalah”.
Dalam berita Gambar 6.2, diberitakan Tjok Ace yang rela tidak menggelar kampanye demi terciptanya kedamain di Kabupaten Gianyar, pasca perkelahian yang terjadi di Kecamatan Sukawati. Sehingga dapat dikatakan bahwa pilkada langsung tak lebih dari pemilihan image politik individu atau lembaga. Bukan calon kepala daerahnya, tetapi image-
164
nya. Citraan-citraan itulah yang dijual dalam pencalonan, kampanye dan janjijanji politiknya. Dalam pilkada langsung orang dituntun memilih berdasarkan image. Imagologi politik dalam tahapan pilkada ini mengarah pada semacam diskontinuitas antara citra politik dan realitas politik, sehingga teknologi pencitraan mengkonstruksi semacam realitas kedua (second reality) yang didalamnya terdapat kebenaran yang dimanipulasi. Dalam bukunya simulation, Jean Baudrillard mendefinisikan simulakra sebagai sebuah strategi penyamaran tanda dan citra (disguising), sebuah proses penjungkirbalikan tanda yang menciptakan kekacauan, turbulensi, dan indeterminasi dalam dunia representasi dan pertandaan. Citra politik menjelma menjadi “kekuatan utama” dalam mengendalikan wacana politik sehingga di dalamnya kini tidak hanya ada kekuatan pengetahuan, tetapi lebih penting lagi menjelmanya “kekuatan citra” (power/image) sebagai kekuatan politik. Meskipun pada akhirnya pemberitaan media menunjukkan sifat netral
atau
berpihak,
merepresentasikan
fakta
atau
rekayasa
fakta,
menggambarkan realitas atau hanya mensimulasi realitas. Namun yang jelas media tidak dapat dilepaskan dari berbagai kepentingan, baik itu kepentingan ekomomi maupun kepentingan ideologi. Putu Suasta (wawancara, 23/4/2010) menyampaikan dalam pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar, kita mencitrakan sebagai sosok calon bupati yang sangat pro-dengan perubahan. Karena pada periode pembangunan sebelumnya tidak ada perubahan yang signifikan terjadi di kabupaten Gianyar sesuai dengan
165
harapan masyarakat. Tjok Ace dengan tujuh program unggulan akan mampu membawa Kabupaten Gianyar kearah perubahan. Selama ini dari era sebelumnya, Gianyar hanya menjadi kabupaten ketiga, setelah Kabupaten Badung, dan Kota Denpasar. Sudah saat Gianyar bangkit untuk menjadi lebih baik, makanya kita gelorakan juga dengan istilah Gianyar bangkit.
6.4 Praktik Kekuasaan Otonomi daerah (otda) yang diartikan sebagai kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurusi kepentingan masyarakat setempat, menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundanganperundangan, sebenarnya sangat diharapkan bisa lebih mensejahterakan masyarakat setempat. Namun, realitanya tidak demikian, kondisi kesejahteraan masyarakat di sebagian daerah tidak berubah signifikan, baik sebelum dan sesudah diterapkannya Otda. Diakui, ada beberapa daerah yang cukup berhasil mengimplementasikan Otda. Namun hal tersebut tidak terlepas dari karakter Pemimpin Daerah setempat. Kepala daerah yang dipilih langsung sesuai dengan amanat Undangundang Nomor 32 Tahun 2004, pada awalnya diharapkan bisa membawa perubahan di daerah. Namun pada praktiknya, sebagian besar kepala daerah yang terpilih tidak sesuai dengan harapan masyarakat, diantaranya tidak memiliki kompetensi, terlibat penyalahgunaan jabatan, tidak memiliki moral yang baik dan yang memperihatinkan, hampir 70 persen Bupati/Walikota menurut Wakil
166
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, terlibat dalam tindak pidana Korupsi. Proses rekruitmen calon pemimpin daerah, baik Gubernur maupun Bupati/Walikota sebagian besar calon pemimpin daerah dihadapkan kepada realita politik, bahwa bertarung dalam kompetisi politik memerlukan biaya yang tidak sedikit. Untuk mendapatkan kendaraan politik saja mereka harus mengeluarkan “mahar” yang tidak sedikit. Kemudian dalam proses kompetisi politik di Pilkada, mulai dari penetapan calon di Komisi Pemihan Umum (KPU), masa kampanye dan pasca pilkada, milyaran rupiah harus digelontorkan oleh masing-masing calon. Implikasinya, hanya calon dengan “banyak amunisi” yang memiliki kesempatan untuk ikut bertarung di Pilkada. Sedangkan orang-orang yang memiliki kapasitas dan kompetensi tersisih dari panggung politik. Muara akhir dari praktek “Dagang Sapi” dalam transaksi politik adalah terlahirnya Oligarki Politik di daerah-daerah. Pemimpin daerah yang terpilih, terlebih dahulu akan “melunasi” ongkos politik yang telah dikeluarkannya. Untuk itu dengan kewenangan yang dimilikinya, mengontrol dan memanfaatkan sistem yang ada untuk menguasai berbagai kekuatan ekonomi politik. Mereka membangun relasi-relasi secara eksklusif dengan menciptakan elit-elit politik berdasarkan kedekatan keluarga, pertemanan atau loyalis. Mereka hanya bersinggungan dengan kepentingan sendiri dan menjauhkan diri dari tanggung jawab sosial untuk mengawal agenda kerakyatan. Duduk di kuasa oligarki tentu saja membuat semua pemimpin daerah merasa nyaman, oleh
167
karena itu kekuasaannya harus dipertahankan dengan segala cara. Hal ini bisa kita lihat dalam praktek Pilkada di daerah, dimana calon pemimpin daerah petahana mengerahkan semua sumberdaya yang ada, baik melalui birokrasi, program daerah bahkan dana APBD, digunakan untuk memenangkan kembali kursi kekuasaannya. Bahkan ada kecenderungan baik di pusat maupun daerah, para elit politik atau pemimpin sudah menyiapkan perwaris tahta untuk melanggengkan dinasti kekuasaannya. Secara tidak langsung praktek politik Oligarki diatas telah mengkooptasi proses demokrasi itu sendiri. Menurut Profesor Ilmu Politik Universitas Northwestern, Jeffrey A Winters, sistem demokrasi di Indonesia memang telah disandera oleh oligarki dengan mengandalkan kekuasaan material dalam kegiatan politiknya. Memang, demokrasi ‘captured by’ oligarki tidak hanya terjadi di Indonesia, namun praktek politik uang untuk meraih kekuasaan di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Salah satu cara melawan kuasa oligarki adalah dengan melibatkan kekuatan politik kaum miskin atau marginal dan akar rumput lainnya. Dengan advokasi, secara perlahan, terbuka peluang politik untuk memperjuangkan kepentingan kaum marginal tersebut di level kebijakan sebagai penyeimbang dari praktik kuasa oligarki. Selanjutnya adalah mengajak media massa dan kekuatan masyarakat sipil lainnya turut menjadi penyeimbang kuasa oligarki diberbagai bidang. Langkah tersebut akan mengubah wajah demokrasi kita dari sekadar memilih pemimpin daerah, menjadi institusi yang melayani kehendak warga yang memimpikan pembangunan sebagai proses pembebasan atau kemerdekaan hakiki.
168
Dalam arena Pilkada media yang diharapkan mampu memperjuangkan kepentingan kelompok marginal, justru ikut dalam praktek kekuasaan capital untuk meraih keuntungan nominal. Media yang diharapkan mampu memberikan pemahaman secara gambalng terhadap kapasitas kandidat peserta pilkada justru menjadikan arena ini sebagai sebuah lahan untuk meraup keuntungan. Jika kepentingan ekonomi media yang ditonjolkan dengan memberikan celah bagi kadidat pemilik capital untuk memainkan rubrik dengan kompensasi rupiah, maka rupiah menjadi tolak ukur atas frekuensi seorang kandidat di dalam sebuah pemberitaan. Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dwijendra, Ida Ayu Ratna Wesnawati (wawancara, 23/8/2013) menjelaskan, massa kampanye merupakan media bagi kandidat untuk menyampaikan visi-misi untuk dapat menarik pemilih. Berbagai media seperti baliho, alat peraga, surat kabar, televisi menjadi sarana yang cukup efektif. Khusus untuk media surat kabar dan elektronik, memang kita tidak bisa mengukur sejauah mana efektifitas untuk mempengaruhi calon pemilih untuk di Bali. Namun yang terpenting adalah bagaimana kadidat atau tim sukses mampu mengmas secara untuk isi pesan yang disampaikan dalam dua media ini. Setidaknya kampanye lewat media surat kabar dan elektronik memiliki efektifitas dalam upaya memperkenalakan kandidat dan visi-misinya dari pada tidak sama sekali. Agung Bharata sebagai calon incumbent memanfaatkan media informasi milik Pemkab Gianyar, yakni Koran Mingguan Paswara untuk menyebarkan informasi dan media komunikasi politik. Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi
169
Kabupaten Gianyar, I Wayan Artana (wawancara 23/5/2012) menjelaskan, Koran Mingguan Paswara dalam pemberitaannya menyebarkan informasi pembangunan Kabupaten Gianyar kepada masyarakat secara gratis. Tentunya banyak kegiatan pemerintah (Bupati) yang dimuat di koran ini, sebagai koran pemerintah.
6.5 Representasi Partai Politik Partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan citacita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusionil untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka. Realitas politik di Indonesia menunjukan bahwa sebagian besar partai politik tidak menjalankan fungsinya secara maksimal. Partai politik masih menerapkan pragmatisme politik semata ketimbang mengimplementasikan fungsifungsi yang dimilikinya. Kondisi ini terutama terlihat jelas dalam tahapan kampanye, dimana sosialisasi dan pendidikan politik sangat minim sekali (bahkan nyaris tidak ada). Partai politik memainkan peran yang kuat dalam pencitraan politik kaderkadernya. Dengan mesin partai yang terstruktur, penggalangan sumberdaya menjadi lebih mudah dan tepat. Mendekati musim pemilihan partai politik berlomba melakukan serangkaian bentuk pencitraan diri agar mendapat simpati dari konstituen masyarakat. Partai-partai politik berlomba menciptakan iklan, yang dapat mencitrakan partai atau tokohnya, yang dapat menarik perhatian
170
rakyat. Ini dianggap pilihan-pilihan politik yang kreatif, yang tujuannya mendapat dukungan yang luas Bahkan, bagi partai partai yang ingin menjadi partai besar, tak segan-segan membuat iklan yang lebih populis, merakyat, dan memposisikan partainya benarbenar sebagai partai pembela rakyat. Partai politik masih berparadigma konvensional, yang menempatkan kampanye sebagai ajang unjuk kekuatan ketimbang wahana penyampaian wacana politik dalam rangka pendidikan politik bagi masyarakat. Kondisi ini menunjukan adanya mal-fungsi dari partai politik, dalam hal ini fungsi partai politik sebagai sarana sosialiasi dan pendidikan politik tidak berjalan. Begitupula halnya dengan realisasi dari fungsi partai politik sebagai peredam dan pengatur konflik. Partai politik belum bisa menempatkan diri sebagai sebuah institusi politik yang inklusif yang menampung aspirasi masyarakat dan mendeteksi secara dini potensi dan gejala munculnya konflik dalam masyarakat. Bahkan, kerap kali partai politik terlibat langsung dalam konflik atau menjadi biang keladi munculnya sebuah konflik dalam masyarakat. Dalam tahapan kampanye, dimana terjadi konflik terbuka antar partai yang memunculkan konflik antar kelompok masyarakat. Mal-fungsi dan partai politik (terutama dalam fungsinya sebagai sarana sosialisasi dan pendidikan politik serta sarana peredam dan pengatur konflik) ini terjadi sebagai akibat dari; pertama, kemunculan partai yang lebih disebabkan oleh euforia politik semata, bukan dilandasi oleh kebutuhan dan pemikiran politik yang dewasa. Hal ini menyebabkan partai-partai tersebut cenderung emosional dan reaktif dalam
171
berpolitik. Kedua, sebagian besar partai politik tidak memiliki visi, misi, platform, dan program yang jelas. Ini merupakan dampak turunan dari kemunculan partai politik itu sendiri yang dilandasi oleh euforia politik. Akibatnya tidak ada wacana politik yang dapat ditawarkan kepada masyarakat, hanya konvoi dan arak-arakan saja. Dalam kaitan itu, partai politik tidak melakukan pendewasaan politik tetapi melakukan pembodohan politik kepada masyarakat. Ketiga, struktur dan infrastruktur politik yang dimiliki oleh sebagian besar partai politik (baru) sangat tidak memadai bagi terealisasinya fungsi-fungsi dari partai politik. Hal ini dimungkinkan karena usianya yang masih relatif muda, dibutuhkan waktu yang panjang untuk mematangkan dan menguatkan struktur dan infrastruktur partai politik sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Keempat, sebagian partai politik masih cenderung memiliki pemikiran politik yang kurang dewasa, terutama menempatkan pemilu sebagai alat untuk memperoleh kekuasaan semata. Pemilu hanya dilihat sebagai alat untuk mendapatkan jatah kursi di legislative, dan menempatkan kadernya sebagai pimpinan eksekutif. Fungsi lain dari pemilu diabaikan begitu saja. Akibatnya, partai-partai politik terjebak pada pragmatisme dan cenderung menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekuasaan. Mal-fungsi dari partai politik tersebut pada akhirnya akan mengurangi kualitas dari penyelenggaraan pemilu, terutama berkaitan dengan pendidikan dan pendewasaan politik masyarakat. Seperti dalam berita surat kabar NusaBali, tenggal 29 Desember 2007, judul “Diwarnai Perang Interupsi Pendukung (Gambar 6.3). Parpol pendukung kedua kandidat, di mana
172
terciptanya suasana tegang dan gaduh saat penyampaian visi dan misi kandidat, yang semestinya menjadi areana kontrak politik kedua kandidat jika terpilih.
Gambar 6.3 Berita NusaBali, tanggal 29 Desember 2007, hal.4. kol.1, judul “Diwarnai Perang Interupsi Pendukung” “Kita meyakini PDIP sebagai partai pendukung Paket Bayu akan mampu mendongkrak suara dalam Pilkada Kabupaten Gianyar, untuk memenangkan kembali menempatkan kader partai sebagai Bupati dan Wakil Bupati”. Ungkap Pande Purwatha. Demikian halnya dengan Dauh Wijana, dengan dukungan dari Partai Golkar dan gabungan parpol yang ada di Kabupaten Gianyar, kita menyakini mesin partai akan bergerak untuk mengalahkan Paket Bayu yang hanya didukung
173
oleh PDIP. “Seluruh partai yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Gianyar (KRG), sudah sepakat untuk memenangkan Paket AS dalam Pikada Kabupaten Gianyar Thaun 2008”, (wawancara dengan Dauh Wijana 23/5/2012). 6.6 Modal ( Politik, Sosial, Ekonomi) Pasangan calon Kepala Daerah kemungkinan memenangkan Pilkada secara langsung manakala memiliki tiga kombinasi di dalam berkendaraan, yakni adanya mobil yang baik, sopir yang piawai, dan bensin yang memadai (Marijan 2005). Secara konseptual, metafora itu terwujud dari tiga modal utama yang dimiliki oleh para calon yang hendak mengikuti kontestasi di dalam Pilkada secara langsung. Ketiga modal itu adalah modal politik, modal sosial dan modal ekonomi (Marijan, 2007). Modal politik (political capital) ini memiliki makna yang sangat penting karena Pilkada menggunakan mekanisme ‘party system’ (Berman 2000) di dalam proses pencalonan bakal calon. Kandidat yang akan mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah harus diberangkatkan dari atau melalui partai politik yang memiliki kursi di parlemen sebagaimana diatur dalam UU No 32 tahun 2004 dan PP No 6 tahun 2005. Pasangan Bayu yang terdiri atas Anak Agung Gde Agung Bharata dan Putu Yudhani Thema merupakan kader PDI Perjuangan. Agung Bharata yang juga merupakan calon petahana merupakan kader PDI Perjuangan sementara pasangan Putu Yudhany Thema adalah anggota DPRD Kabupaten Gianyar berasal dari parati PDI Perjuangan. Selain merupakan orang puri Agung Bharata juga memiliki relasi dengan Petinggi Parpol, seperti Megawati Sukarno Putri, Taufik
174
Kemas. Sementara Pasangan AS, Tjokordha Oka Artha Ardhana Sukawati dan Dewa Made Sutanaya merupakan calon yang memiliki relasi yang sangat dengan erat dengan Partai Politik. Keluarga Cok Ace banyak berkecimpung di dunia politik baik sebagai pengurus Parpol dan Anggota DPRD. Sementara Dewa Made Sutanaya merupakan adik kandung Gubernur Bali, Dewa Made Beratha yang juga berkecimpung di dunia politik. Modal kedua adalah modal sosial (social capital), yakni bangunan relasi dan kepercayaan (trust) yang dimiliki oleh pasangan calon dengan masyarakat yang memilihnya (Seligman, 1997; Fukuyama, 2006). Termasuk di dalamnya adalah sejauhmana pasangan calon itu mampu meyakinkan para pemilih bahwa mereka itu memiliki kompetensi untuk memimpin daerah. Agar bisa meyakinkan para pemilih, para calon harus dikenal luas oleh masyarakat. Agung Bharata yang merupakan tokoh Puri Gianyar dalam konteks kehidupan sosial di masyarakat sering terlibat dalam berbagai kegiatan sosial keagaamaan. Disamping kapasitasnya sebagai Bupati Gianyar, sebagai tokoh Puri Gianyar Agung Bharata juga kerap menghadiri berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan yang memerlukan kehadirian tokoh puri. Sementara Tjokorda Oka Artha Ardhana Suakwati yang merupakan tokoh Puri Ubud. Secara sosial keberadaan Puri Ubud sangat dekat dengan masyarakatnya. Keluarga Puri Ubud kerap hadir dalam berbagai kegiatan sosial di masyarakat. Disamping itu juga Cok Ace adalah seorang penari calonarang yang kerap mengisi pementasan Tari Calonarang di berbagai wilayah Kabupaten
175
Gianyar. “Menari merupakan salah satu hobi saya sejak kecil, dengan menari calonarang selain dapat menyalurkan hobi juga bisa ngayah, ini saya lakoni sebagai upaya untuk melestarikan kesenian, dan budaya”. (wawancara dengan Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati 11/4/2012). Kepercayaan tidak tumbuh begitu saja. Ia didahului oleh adanya perkenalan. Popularitas saja kurang bermakna tanpa ditindaklanjuti oleh adanya kepercayaan. Melalui modal sosial yang dimiliki, para kandidat tidak hanya dikenal oleh para pemilih tetapi juga masyarakat memberi penilaian terhadap diri kandidat untuk kemudian diberi kepercayaan.
Gambar 6.4 Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati sebelum Pentas Tari Calonarang di Pura Dalem Beng, Gianyar (15/3/11) Di dalam pilkada secara langsung, modal sosial memiliki peran yang cukup penting. Hal ini terlihat dari fakta bahwa pasangan calon yang diusung oleh partai dominan ternyata tidak otomatis dapat memenangkan Pilkada secara
176
langsung. Hal ini bisa terjadi karena peran figur pasangan calon dipandang lebih kuat daripada peran partai politik. Di dalam situasi seperti ini, kontestasi di dalam Pilkada secara langsung memiliki perbedaan yang substansial dengan Pemilu Legislatif. Di dalam pileg, peran partai politik sangat dominan, sementara di dalam pilpres dan pilkada, peran figur dari pasangan calon dipandang lebih menentukan dibanding peran partai. Modal yang ketiga adalah modal ekonomi (economic capital). Pemilu, termasuk pilkada secara langsung, jelas membutuhkan biaya yang besar. Modal yang besar itu tidak hanya dipakai untuk membiayai pelaksanaan kampanye. Yang tidak kalah pentingnya adalah untuk membangun relasi dengan para (calon) pendukungnya, termasuk di dalamnya adalah modal untuk memobilisasi dukungan pada saat menjelang dan berlangsungnya masa kampanye. Tidak jarang, modal itu juga ada yang secara langsung dipakai untuk mempengaruhi pemilih. Misalnya saja, banyak ditemui kasus ada calon yang membagi-bagikan barang atau uang kepada para pemilih. Tujuannya, supaya pada saat pemilihan mendukungnya. Biasanya modus pembagian barang atau uang itu tidak diberikan oleh pasangan calon secara langsung, melainkan oleh tim sukses pasangan calon. Bahkan, tim sukses yang bertugas seperti ini sering bukan tim sukses resmi. Tujuannya, ketika diketahui oleh publik dan diancam pidana, yang terkena bukanlah pasangan calon melainkan tim sukses ‘siluman’ itu. Tidaklah mengherankan, meskipun ‘tim sukses siluman’ ini ada yang tertangkap basah, tidak ada satupun pasangan calon yang diadili atau terbukti melakukan praktek money politic.
177
Berdasarkan laporan pada Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Gianyar, jumlah kekayaan masing-masing kandidat, untuk calon Bupati, Anak Agung Gde Agung Bharata, SH sebesar Rp. 263.000.000,-. Sedangkan Calon Bupati dari Paket AS, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati melaporkan jumlah kekayaan sebesar Rp. 1. 300.000.000,- . Selain sebagai dosen Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, juga menjadi komisioner pada beberapa hotel milik keluarga seperti The Royal Pitamaha, Hotel Pitamaha, dan asset berupa barang bergerak dan tidak bergerak. Dalam proses kampanye paket AS juga kerap menggunakan mobil-mobil mewah bahkan menggunakan helikopter (Gambar 6.5).
Gambar 6.5 Berita Radar Bali, tanggal 1 januari 2008, Hal 37. Kol 1, judul ; “Heli Sebar Program”. Sebagai ringkasan dari kekuatan kandidat, berikut ini adalah hal-hal yang dianggap penting bagi sukses kandidat dapam memenangkan Pilkada langsung, yakni, (a) kredibilitas dan kapabilitas calon, (b) disukai karena memiliki sifat yang
178
baik dan rendah hati, (c) kerja keras, jujur dan serius, (d) berakar dan memiliki massa panatik yang diikat oleh solidaritas profesi, (e) tidak pernah tercatat sebagai pejabat yang korup.
179
BAB VII MAKNA KONSTRUKSI BERITA KAMPANYE PILKADAKABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008 PADA SURAT KABAR LOKAL BALI
Untuk mengungkap makna konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali digunakan Teori Hipersemiotika. Pilliang (2004:19) menjelaskan hipersemiotika adalah ilmu tentang tanda dan fungsinya dalam masyarakat, yang secara khusus menyoroti soal sifat berlebih atau ekses-ekses pada tanda, sistem tanda, dan proses pertandaan. Dunia hipersemiotika tidak dapat dilepaskan dari dunia hiperealitas. Dunia hiperealitas dilukiskan oleh Jean Baoudrillard sebagai sebuah dunia realitas yang melampaui prinsip, definisi, struktur dan fungsi tanda itu sendiri. Hiperealitas dapat dipandang sebagai sebuah dunia perekayasaan realitas lewat hyper-signs, sedemikian rupa, sehingga tanda-tanda tersebut kehilangan kontak dengan realitas yang dipresentasikanya. Konsekuensi kulturalnya, hiperealitas antara lain menciptakan skizofrenia informasi, politisasi media, dan hiperealitas media. Teori Ekologi Media digunakan untuk memahami interaksi antara media dengan publik, terutama peran surat kabar dalam menciptakan berita yang cenderung menjadi uang sebagi kuasa dalam pemberitaan Pilkada Kabupatten Gianyar tahun 2008. Berdasarkan atas intrepetasi konstruksi berita surat kabar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, dapat diuraikan makna konstruksi berita surat kabar dalam kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 sebagai berikut.
180
7.1 Makna Hiperealitas Konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 dalam surat kabar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dimaknai sebagai hiperealitas media. Istilah hiperealitas digunakan oleh Jean Boudrillard untuk menjelaskan perekayasaan (dalam istilah distorsi) makna di dalam media. Hiperealitas menciptakan satu kondisi sedemikian rupa sehingga di dalamnya semua dianggap lebih nyata dari pada kenyataan, kepalsuan dianggap lebih benar dari pada kebenaran, isu lebih dipercaya daripada informasi. Kita menjadi tidak dapat lagi membedakan antara kebenaran dan kepalsuan, antara isu dan realitas. Konsep hiperealitas tersebut, dalam konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008, terlihat pada pemilihan frase dan kata-kata yang terasa berlebihan, misalnya, kata-kata “tumpah ruah”, ‘memutih”, “lautan manusia” untuk mewakili jumlah massa yang hadir dalam kampanye. Demikian pula dalam pemajangan foto yang jumlahnya berlebih dalam satu berita. Dalam satu berita bisa ada 7 buah foto. Tampilan ini menunjukkan seolah-olah kegiatan tersebut memiliki arti sangat penting dan besar dari sebuah kegiatan sekedar berkampanye atau mendengarkan orasi. Kenyataan ini diakui oleh tim sukses Pasangan Bayu, I Nyoman Parta (wawancara, 17/8/13) “Berita-berita kampanye terlalu bombostis dan lebay, kadang kala sangat banyak tidak sesuai dengan fakta sebnarnya di lapangan”. (wawancara dengan I Nyoman Parta, 17/8/13). Senada dengan Parta, seksi foto Tim Bayu Putu Dian Yudha Negara yang mendapatkan tugas menyiapkan setiap foto kegiatan, menyampaikan.
181
“Setiap kegiatan kampanye kami diperintahkan agar mendapatkan engal poto yang menunjukkan kesan rame massa dan sangat banyak untuk dikirim ke wartawan” (wawancara dengan Putu Dian Yudha Negara, 23/7/2013).
Gambar 7.1 Berita Radar Bali, Judul “Massa Blahbatuh Saksikan AS Buktikan Perubahan”
Pilkada Kabupaten Gianyar tidak luput pula dari pertarungan simulakra 182
antara kedua pasang kandidat. Pemakaian isitilah untuk pasangan Anak Agung Gde Agung Bhrata dan Putu Yudhani Thema adalah Bayu atau sering pula disebut Bharata Yudha. Pasangan Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dan Dewa Made Sutanaya menggunakan istilah Ace-Sutanaya dan sering menggunakan istilah AS. Penggunaan istilah ini dapat dimaknai sebagai sebuah upaya membangun tanda yang melampui prinsip, definisi, struktur dan fungsinya. 7.1.1 Bayu dan Bharatayudha Pasangan Anak Agung Gde Agung Bharata dan Putu Yudhani Thema dalam Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 memakai akronim Bayu atau Bharata Yudha. Secara denotatif, Bayu atau Bharata Yudha merupakan singkatan dari kedua nama pasangan. Pemakaian istilah Bayu dan Bharata Yudha juga dapat dimaknai sebagai Dewa Bayu dan peperangan Bharata Yudha. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Bayu berarti angin. Dalam mitologi Hindu, dikenal Dewa Bayu sebagai dewa penguasa angin. Penggunaan isitilah Bayu (baca : Dewa Bayu) diharapkan bisa lebih mengakrabkan Pasangan Agung Bharata dan Yudha Thema ini dengan pemilih. Bayu sebagai istilah juga diharapkan dapat memberikan kekuatan untuk memenangkan Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008. Pasangan Agung Bharata dan Putu Yudhany Thema juga kerap menggunakan istilah Bharatayudha dalam Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008. Bharata Yudha atau (Bharatayudha; Baratayuda) berasal dari dua suku kata yaitu: "Bharata" dan "Yudha". Bharata merupakan keluarga Raja Bharata yang menurunkan tokoh-tokoh utama dalam Mahabaratha. Yudha atau Yuda berarti
183
perang. Jadi Bharata Yudha adalah kisah perang saudara yang terjadi dalam keluarga Raja Bharata sebagai pedoman / filsafat atas kemenangan dharma melawan sifat adharma atau asubha karma dalam diakhiri oleh kemenangan para Pandawa. Bharatayudha oleh Pasangan Agung Bharata dan Putu Yudhany Thema adalah “peperangan” atau pertarungan dalam Pilkada Kabupaten Gianyar antara Pandawa untuk Pasangan Agung Bharata dan Putu Yudhany Thema dan Korawa untuk Pasangan Ace Sutanaya. Bharatayudha menjadi simulakara untuk menjadi pilkada sebagai arena perang antara kebaikan dan kejahatan oleh pasangan Bayu. Bayu dan Bharatayudha secara arti denotatif tidak memiliki korelasi dengan pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar, dua istilah ini dipakai untuk dapat lebih mendekatkan diri dengan calon pemilih. Bayu dan Bharatayudha menjadi istilah yang mudah diingat oleh masyarakat Bali pada umumnya dan Gianyar khususnya. 7.1.2 AS dan Amerika Serikat Pasangan Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dan Dewa Made Sutanaya dalam pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 menggunakan singkatan Ace-Sutanaya, AS dan Amerika Serikat. AS dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti poros tempat roda (bumi dan sebagainya) berputar, sumbu. AS juga berarti kartu yang bergambar jantung (daun) di bagian tengah, dibubuhi hurup A (biasa dipakai pada permainan remi dan sebagainya). (Suharso dan Retnoningsih, 2005 : 54). AS dimaknai sebagai poros atau pusat dan sekaligus kunci untuk
184
membawa perubahan Kabupaten Gianyar. Dalam permainan remi kartu As memiliki nilai tertinggi dan menjadi kartu kunci untuk memenangkan permainan. Pasangan Ace-Sutanaya menggunakan istilah AS untuk memaknai pilkada sebagai permainan yang akan dimenangkan karena memegang kartu As. AS merupakan kependekan dari Amerika Serikat sebagai negara adikuasa karena kemajuan ekonomi dan teknologinya. Pasangan AS dalam kampanye pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 juga menggunakan mobil mewah dan helikopter sebagai media untuk mencitrakan pasangan ini memiliki ekonomi dan pengaruh yang kuat. AS dan Amerika Serikat tidak memiliki korelasi dengan pasangan Ace-Sutanaya ataupun Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008. AS juga menjadi istilah yang dipakai Pasangan Anak Agung Gde Agung dan I Ketut Sudikerta dan berhasil memenangkan Pilkada Badung tahun 2005. AS juga dimaknai mmebawa kemenangan pada Pasangan Ace-Sutanaya dalam Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 seperti kemenangan Pasangan AgungSudikerta di Pilkada Badung tahun 2008. AS istilah yang dipakai AgungSudikerta tidak memiliki korelasi langsung dengan Ace-Sutanaya dalam Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008. Dunia hiperealitas dilukiskan oleh Jean Boudrillard sebagai sebuah dunia realitas yang konstruksinya tidak bisa dilepaskan dari produksi permainan bebas tanda-tanda yang tidak melampaui sebuah tanda yang melampaui prinsip, definisi, struktur, dan fungsinya sendiri. Baoudrillard menjelaskan bagaimana tanda-tanda dalam wujud hypers-signs menuntut adanya pesona, kejutan, provokasi, dan daya tarik sebagai logika komoditi itu sendiri. Kemasan tanda dan mediumnya pada
185
satu titik lebih menarik perhatian orang ketimbang pesan dan makna yang disampaikan. Dalam praktiknya, berita kampanye pilkada Kabupaten Gianyar yang dikemas tiga media surat kabar telah melampui prinsip, struktur, dan fungsinya sebagai sebuah berita. Berita jurnalistik sejatinya adalah sebuah konstruksi realitas yang penting, aktual, dan menarik bagi khalayak pembaca. Dalam kaitan ini, sama sekali tidak ada kaitannya dengan tarif, harga atau nilai ekonomis dalam sebuah pemberitaan. Berita seharusnya adalah fakta yang memiliki bermakna bagi publik bukan bagi yang diberitakan. Dengan mengemas berita kampanye sebagai berita yang dibayar, maka struktur dan fungsinya telah melampui hakikat awalnya. Berita kampanye tersebut telah berubah menjadi berita pesanan, berita advertorial. Wujud hyper-signs dalam bentuk pesona, provokasi, kejutan, dan daya tarik sebagai logika berita menjadi sebuah komoditi yang dikemas dalam pemilihan kata-kata judul yang hiperbolik, parade foto dalam ukuran dan jumlah yang besar, penyusunan paragrap yang bernada menyanjung kandidat dan tata letak yang dibuat dengan halaman khusus, seperti Gambar 7.1
7.2 Makna Hegemoni Bentuk konstruksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi berita kampanye pada Pilkada Kabupaten Gianyar di surat kabar dapat dimaknai sebagai hegemoni pers terhadap pembaca dan calon pemilih di Pilkada Kabupaten Gianyar pada umumnya. Berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar secara sadar dikonstruksi
186
melalui agenda setting media oleh pengelola tiga media lokal di Bali. Hal ini terjadi karena berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008, menjadi komoditas informasi yang terikat dalam sebuah kontrak ekonomi antara pengelola media dengan tim sukses. Konsekuensi dari kerjasama ini pengelola media wajib memberitakan kegiatan kandidat menjadi sebuah berita, yang selanjutnya dibaca oleh khalayak sebagai sebuah fakta informasi atau berita media. Realitas politik yang telah dikonstruksi oleh elite politik lokal dan media, secara terus-menerus, sadar dan terencana menjadi komsumsi informasi oleh calon pemilih Pilkada Gianyar Tahun 2008. Publik menerima berita sebagai sebuah fakta politik dalam bentuk berita politik sebagai sebuah fakta realitas politik yang ada dalam Pilkada Kabupaten Gianyar. Publik dibiarkan tidak memahami bahwa berita yang mereka baca sebagai sebuah konstruksi antara pengelola media dengan elite politik lokal. Dalam konteks ini, Denis McQuail (dalam Hamad, 2004:27), kongsi antara penguasa dan pengusaha dapat mengancam konstruksi realitas secara objektif. Ini biasa terjadi dalam negara-negara demokrasi berkatagori gurem. Pemerintah tidak akan mengganggu kehidupan media sambil mengembangkan ideologi mereka melalui media. Di sisi lain, media dilarang menyerang pemerintah. Dalam pengertian lain, ada kecenderungan penguasa dan pengusaha terlibat dalam kondisi hegemonik. McQuil menyebut, bahwa media menjadi ideological state apparatus dan kepentingan negara (penguasa) adalah yang utama bagi media massa dalam mengkonstruksi realittas. Realitas kondisi hegemonik ini dirasakan oleh Tim Sukses Tim AS, I Ketut Karda, SH (Wawancara, Selasa, 5/5/2013 di Gianyar) dengan mengatakan.
187
“Politisi bersama media secara tak langsung memang melakukan hegemoni dalam bentuk berita kepada pembaca, hal ini menjadi sebuah fakta yang tidak bisa dipungkiri, karena satu sama lain saling membutuhkan” Fakta kondisi hegemoni ini diakui oleh Redaktur Bali Post, I Made Dira Darsana, dengan menyatakan. “Fakta (hegemoni) itu ada, tetapi kami tidak di semua halaman, makanya kami menyediakan dalam rubric khusus untuk berita advertorial. Kalo pun ada liputan yang memang menjadi berita sebenarnya yang kami siapkan pada halaman lainnya yang juga dapat dibaca oleh public sebagai informasi, fakta sekaligus referensi”. Secara internal kelembagaan media, terdapat hubungan yang hegemonik. Realitas simbolik yang digambarkan media sangat dipengaruhi oleh kepatuhan reporter dan redaktur berdasarkan ketentuan, kesepakatan, dan misi media bersangkutan. Wartawan tidak bisa serta merta menyajikan berita tanpa mengaitkan dengan ideologi dan kepenntingan idustri media bersangkutan. Dalam hal ini karena manajemen media telah sepakat melakukan kontrak ekonomi tentang berita kampanye, maka segenap karyawan media mentaatinya sebagai sebuah konsekuensi kerja. Argumentasi yang secara terus menerus diungkapkan oleh pemilik media menyebabkan secara sadar dan tak sadar reporter dan redaktur surat kabar menyepakati kebijakan tersebut. Pernyataan ini ditegaskan oleh Wartawan Denpost yang bertugas di Kabupaten Gianyar, Anak Agung Yuliantara (wawancara 27/3/2012). “Saya menyadari media membutuhkan iklan dan sumber lainnya untuk melangsungkan kehidupan media, dan ini butuh biaya tidak sedikit dan tim kampanye membutuhkan media serta menyediakan dana untuk kepenntingan mereka juga”.
7.3 Makna Konspirasi
188
Konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dimaknai sebagai terjadinya konspirasi antara pers dan elite politik lokal. Istilah konspirasi bermakna persekongkolan dua pihak atau lebih untuk mencapai tujuan bersama. Dalam penelitian ini, konspirasi terjadi antara tim sukses dua kandidat pasangan kandidat dengan manajemen tiga media. Dalam praktiknya, tim kampanye meminta kepada manajemen surat kabar agar memuat kegiatan kampanye kandidat sesuai dengan format materi atau release yang dibuat. Di pihak lain, manajemen surat kabar menyanggupi permintaan tersebut sepanjang tim kampanye bersedia membayar tiap berita yang dimuat sesuai dengan biaya yang telah disepakati. Dalam konsep konspirasi, dua belah pihak berkonspirasi memperoleh maafaat yang sama menguntungkan. Dalam hal ini, tim kampanye memperoleh berita sesuai dengan keinginannya, demikian pula tim kampanye memperoleh jaminan proteksi terhadap berita-berita negative kandidat di surat kabar yang telah diajak bekerjasama. Disisi lain manajemen media memperoleh pendapat ekonomi dari penjualan berita dan iklan dari hasil konspirasi tersebut. Realitas ini mendapat pengakuan dari Tim Sukses Pasangan AS, I Ketut Karda, dengan mengatakan : ‘meski mengeluarkan uang cukup untuk memberitakan kandidat di surat kabar, kami dapat mensosialisasikan kadidat dan program sedangkan disisi lain media mendapatkan keunntungan dari apa yang kami bayarkan”. Dengan demikian, kita bisa menyimak pendapat Rivers, dkk (2003:340), Ia dengan gamblang menyebutkan pers telah menerapkan teori konspirasi. Rivers menyebutkan kuatnya pengaruh bisnis dan iklan terhadap apa yang disampaikan
189
dan tidak disampaikan media. Tuduhannya adalah kalangan bisnis media sering bersekongkol untuk mendistorsi informasi dan pendapat yang mengandung konsekuensi sosial, demi kepentingan mereka sendiri. Komentar wartawan Patroli Post, I Nyoman Astana (38), bisa memperkuat. “Saya tidak menutup mata atas konspirasi antara politisi dengan media, hal ini sudah menjadi semacam perselingkuhan politik, walaupun menjadi pertentangan bathin, faktanya sudah seperti itu mau diapakan”. Fakta empiris tersebut telah diungkapkan oleh Norman Fairclough (dalam Eriyanto, 2005 : 323), dengan mengatakan, produksi berita di media kini tidak mungkin bisa dilepaskan dari pengaruh ekonomi media yang sedikit banyak berpengaruh terhadap wacana yang muncul dalam pemberitaan. Ini lantaran, salah satunya, pengiklan yang menentukan kelangsungan hidup media. Will Irwin (dalam Rivers, dkk, 2003: 324) memiliki pandangan serupa, Irwin mencatat, secara perlahan namun pasti para pengiklan menyadari kekuatannya. Pengalaman menyadarkan mereka bahwa penngaruh mereka sangat besar dan mereka pun memanfaatkannya dengan mendikte koran untuk turut mempengaruhi konsumen. Dalam bahasa Irwin yang lebih sering dituntut adalah koran
menurunkan
artikel
tertentu
yang
secara
tidak
langsung
ikut
mempromosikan produk pengiklan atau untuk tidak memberitakan apa yang merugikan
pengiklan,
keluarga
dan
relasi
bisnisnya.
Akhirnya
Irwin
menyimpulkan bahwa kelemahan pers itu bukan karena adanya iklan, namun karena hakikat komersil dari usaha penerbitan itu sendiri. Realitas ini diakui oleh Wartawan Warta Bali, Dewa Gde Alit Sucipta. “Dengan sistem kompensasi pemberitaan kampanye, media cenderung tunduk dengan kepentingan pengiklan, ini tidak bisa dihindari, karena
190
media mendapatkan pundi-pundi dari sana”.
7.4 Makna Kapitalisme Konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 dalam surat kabar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dimaknai sebagai kapitalisme media. Mengutif pandangan Marx, Barker (2005:17) mengatakan bahwa kapitalisme adalah sebuah langgam produksi yang dilandaskan pada premis tentang kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi. Pembagian kelas yang mendasar dalam kapitalisme adalah antara mereka yang menguasai alat-alat produksi, yaitu kaum borjuis dengan kaum proletar yang untuk bertahan hidup harus menjual tenaga kerjanya karena tidak memiliki modal lain. Kapitalisme bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dan ini dicapai dengan cara memeras nilai tambah dari pekerja. Artinya, nilai yang dikeluarkan oleh pekerja untuk menghasilkan suatu produk, yang akhirnya menjadi milik kaum borjuis juga, lebih kecil dari nilai yang diterima pekerja sebagai upah. Konsep Marx di atas seakan-akan medapatkan legitimasi melalui pernyataan redaktur surat kabar Bali Post, Ida Bagus Alit Sumerta mengatakan bahwa salah satu alasan pemasangan tariff berita kampanye, antara lain untuk mencegah transaksi ekonomi terselubung antara tim kampanye dengan wartawan di lapangan yang cenderung hanya akan menguntungkan wartawan itu sendiri, sedangkan institusi tidak memperoleh pendapatan. Pernyataan itu menyiratkan makna kapitalisme media mengemuka dalam pemberitaan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008.
191
Pandangan lebih tajam muncul dari Robbert Mc Chesney (dalam Hamad, 2004: 26), dijelaskan, faktor kapital telah menjadi unsur yang esensial dalam sistem libertarian, sehingga menciptakan fenomena konglemerasi media. Tak pelak, proses konstruksi realitas pun diselaraskan dengan pertimbanganpertimbangan modal. Kosntruksi realitas lazim dilakukan sedemikian rupa bilamana menyangkut kasus yang merugikan usaha atau relasi mereka. Terhadap persoalan ini, Tim Kampanye Pasangan Bayu, Pande Made Purwatha mengatakan “agak susah memang kalo dana yang tidak tersedia cukup, mana bisa memberitakan kandidat secara terus menerus, kan ongkosnya besar, kita tidak hanya mengeluarkan budget untuk media saja, kalo ini saja bisa yang lain tidak terurus dengan baik” Secara teoretis, media massa bertujuan menyampaikan informasi dengan benar secara efektif dan efisien. Pada prakteknya, apa yang disebut dengan kebenaran ini sangat ditentukan oleh jalinan banyak kepentingan. Namun demikian, di atas dari semuanya itu, yang terpenting tentunya tidak ada kepentingan keberlangsungan media itu sendiri, baik dalam pengertian bisnis maupun politis. Dalam kaitan ini sering terjadi bahwa kebenaran institusi media menjadi acuan bagi kebenaran lainnya. Meminjam istilah Sobur (2004: 111), faktor-faktor seperti pemilik media, modal dan pendapatan media dianggap lebih menentukan bagaimana isi dan wujud media secara keseluruhan. Faktor-faktor inilah yang menentukan peristiwa apa saja yang bisa ditampilkan dalam pemberitaan serta ke arah mana kecenderungan pemberitaan sebuah media diarahkan. Pernyataan tersebut tampaknya mendapat pembenaran dari penyataan reporter surat kabar NusaBali, I Nyoman Wilasa. “Fungsi media lebih banyak mengalami komudifikasi, media dihadapkan
192
pada dua hal antara idealisme dan kepentingan ekonomi, hal ini harus berjalan secara simultan dalam rangka keberlangsungan media sebagai pemberi informasi kepada publik dan perusahaan yang harus survival”. Merujuk pada padangan Pareno (2005:11) fungsi media massa yang sedemikian ideal pada kenyataannya diperankan sebagai organ atau alat, baik oleh pengelolanya, alat penguasa dan alat sekelompok orang. Sebagai alat pegelolanya, peranan media massa diarahkan semata-mata untuk memperoleh keuntungan komersial dan pengaruh. Hal ini pula ditegaskan oleh reporter koran Fajar Bali, Putu Puspa Artayasa. “Saya juga merasakan kapitalisme media, terutama koran-koran di Bali telah mempengaruhi kekritisan media dalam mengungkapkan suatu fakta dan relitas, yang disebabkan oleh kepentigan ekonomi yang terlalu besar”.
7.5 Makna Komodifikasi Konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupten Gianyar Tahun 2008 dalam surat kabar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dimaknai sebagai komodifikasi media. Barker (2005: 17) menyebutkan komodifikasi sebagai proses yang diasosiasikan dengan kapitalisme, di mana benda-benda, kualitas, dan tanda-tanda diubah menjadi komoditas. Dengan komodifikasi, setiap hal bisa menjadi produk yang siap jual, mulai dari benda-benda konkrit sampai keabstrak-abstrak yang tersembunyi, mulai dari kapal terbang hingga bagian-bagian yang sebelumnya terahasiakan. Tampilan permukaan barang-barang yang dujual di pasar menyamarkan asal-usulnya yang sarat hubungan eksploitatif. Makna komudifikasi sangat tepat untuk menggambarkan realitas bentuk konstruksi berita kampanye di surat kabar pada Pilkada Kabupaten Gianyar tahun
193
2008. Tahun sebelum keluarnya otonomi daerah dilanjutkan dengan pilkada, telah berlangsung kegiatan politik, seperti, pemilu presiden, legislatif. pemilu legislatif sendiri telah berlangsung mulai dari Pemilu 1955, Pemilu 1971, Pemilu 1977, Pemilu 1982, Pemilu 1987, Pemilu 1992, Pemilu 1997, Pemilu 1999, dan Pemilu Tahun 2004. Namun baru kali ini terjadi fakta bahwa setiap kegiatan kampanye pilkada yang ingin memuat berita di tiga surat kabar ini harus dikenakan kompensasi ekonomi. Hal ini menunjukkan terjadi komudifikasi terhadap informasi politik kepada masyarakat. Surat kabar NusaBali untuk foto-foto saja dihargai Rp. 3,5 juta, harga berita pilkada setiap halaman Rp. 20 juta untuk sekali muat. Surat kabar Bali Post membuat perjanjian khusus dengan kedua pasang kandidat. Tim kampanye dikenakan biaya Rp. 1 juta untuk satu berita ukuran 3 kolam x 15 cm atau sekitar 2.500 karakter. Surat kabar Radar Bali menetapkan harga berita iklan pilkada Rp. 39 ribu per mm kolom warna dan Rp. 24 ribu per mm kolom untuk hitam-putih. Realitas ini diakui oleh redaktur surat kabar Bali Post, I Made Dira Darsana (wawancara 19/10/13) “kami lebih tepat menyebutnya dana punia, nilainya jauh sangat murah bila dibandingkan dengan nilai iklan sebenarnya, tidak mencapai 10 persenya, dana yang terkumpul ini nantinya juga digunakan untuk kepntingan kegiatan sosiala dan keagaman”. Hal senada disampaikan penanggung jawab redaksi surat kabar Radar Bali (Jawa Pos Group), I Made Rai Warsa (wawancara 10/8/13). “Pemasukan untuk media kami cukup besar dalam pelaksanaan pilkada, bisa mencapai ratusan juta rupiah. Namun pertimbangan kami tidak semata-mata untuk mendapatkan iklan yang besar, juga dan pertibangan sirkulasi, dimana setiap pengiklan mendapatkan akan membeli koran untuk kandidat dan penndukunganya”.
194
Meski besarnya biaya dalam pemuatan berita dalam surat kabar pada pelaksanaan pilkada, ditanggapi sebagai sebuah kompensasi dari upaya untuk meraih dukungan sebanyak-banyak dari pemilih, dan hal ini memerlukan biaya. Hal ini diungkapkan tim sukses Pasangan AS, I Ketut Karda (wawancara, 15/5/13). “wajarlah media harus mengenakan tariff untuk setiap pemasangan iklan, mana ada yang gratis di era sekarang, selama itu saling menguntungkan yang tidak masalah buat kami, karena dalam team sudah pula menganggarkan untuk itu”. Sementara tim sukses Pasangan Bayu, Pande Made Purwatha menanggapi dengan sedikit berbeda dengan komodifikasi media dalam pilkada. “ya kalo bisa jangan setiap berita harus dibayar, minimalkan kan ada halhal yang memang layak untuk diberitakan tanpa membayar, informasi dari surat kabar terhadap proses pilkada kan ditunggu-tunggu juga oleh masyarakat”.
7.6 Refleksi Demokrasi di Indonesia yang lahir pasca era reformasi tahun 2008, telah melahirkan pemilihan kepala daerah secara langsung. Dalam perjalanannya Kabupaten Gianyar telah melaksanakan pilkada sebanyak dua kali, yakni pada tahun 2008 dan 2013. Pelaksanaan pilkada di Kabupaten Gianyar, tidak pernah luput dari pemberitaan media massa. Hal ini mengingat berita pilkada menjadi berita yang ditunggu oleh masyarakat. Surat kabar masih mendapat tempat dihati masyarakat sebagai penyaji informasi tentang pelaksanaan pilkada. Namun akibat konstruksi berita kampanye pilkada Kabupaten Gianyar di surat kabar memunculkan istilah skizofrenia.
195
Skizofrenia dimaknai sebagai gejala terjadinya skizofrenia. Skizofrenia, dalam kaitannya dengan media dan bahasa, didefinisikan oleh Jacques Lacan (dalam Piliang 2005a: 226) sebagai putusnya ranttai pertandaan, yaitu rangkaian sintagmatis penanda yang bertautan dan membentuk satu ungkapan atau makna. Ketika penanda tidak lagi berkaitan dengan petanda dengan ikatan pasti, maka yang kemudian tercipta adalah ungkapan skizofrenik, berupa serangkaian penanda yang satu sama lainnya tidak berkaitan, yang tidak mampu menghasilkan makna. Tanda-tanda digunakan untuk menciptakan kesimpangsiuran makna, kegalauan informasi, yang didalamnya pencarian makna dan kebenaran menjadi mustahil. Penanda adalah citraan dan kesan mental dari sesuatu yang besifat verbal atau visual, sedangkan petanda adalah konsep abstrak atau makna yang dihasilkan oleh tanda. Dalam konteksnya dengan konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008, yang dimaksud penanda adalah kesan mental yang muncul dari wujud fisik dari sebuah berita. Kesan mental itu secarra umum dapat dideskripsikan secara awam bahwa berita kampanye adalah (1) gagasan kalimat yang terdiri atas judul, tubuh berita, kadang-kadang terdapat foto dan menceritakan kegiatan kampannye kandidat, (2) gagasan kalimat tersebut terdapat dalam rubrik surat kabar (sesuai dengan nama rubriknya masing-masing). Deskripsi semacam ini, ketika seseorang melihat penanda ini, pastilah petanda (makna) yang muncul adalah berita kampanye. Dalam benak pembaca, berita kampanye tersebut dimaknai sebagai kegiatan jurnalistik yang dilakukan oleh seorang reporter media cetak dalam
196
memotret
realitas
kampanye.
Tentunya
dengan
standar
berita
bernilai
sebagaimana dikatakan Pareno yang menyebutkan bahwa sebuah berita disebut bernilai apabila memiliki standar moral, keindahan, kepercayaan dan ukuran tertentu. Realitanya, terjadi rantai pertandaan yang putus. Kesan mental secara visual dan tulisan (penanda) yang muncul ketikan membaca dan mencermati gugusan wacana berita kampanye adalah berita. Makna (petanda) yang sebenarnya adalah advertorial (iklan dalam bentuk berita). Konsep iklan dan berita adalah dua konsep yang bertolak belakang. Konsep ini lebih mengarahkan pada unsur promosi dengan segala taktik dan strateginya. Konsep iklan lebih berorientasi pada nilai ekonomis agar produk terjual. Sehingga iklan sering kali menggambarkan produk lebih indah dan lebih baik dari aslinya. Pemuatan iklan didahului dengan kesepakatan nilai ekonomi antar media dan pengiklan. Konsep berita sesungguhnya mengacu pada penggambaran realitas apa adanya, tanpa ada ikatan dalam bentuk transaksi ekonomi secara langsung dan tak langsung dengan sumber berita. Piliang mengatakan bahwa yang kemudian tercipta adalah ungkapan skizofrenik, berupa serangkaian penanda yang satu sama lainnya tidak berkaitan. Tanda-tanda apakah itu berita kampanye atau iklan kampanye, digunakan untuk menciptakan kesimpangsiuran makna dan kegalauan informasi. Dengan perspektif semacam itu, pencarian makna dan kebenaran menjadi mustahil. Dalam arti, bagaimana pembaca mesti menggali kebenaran informasi sebuah berita kampanye jika ternyata pemuatannya dibarengi dengan tariff tertentu. Kebenaran niscaya
197
telah dikonstruksi sesuai dengan pesanan kandidat yang mengeluarkan dan untuk berita kampanye itu.
198
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN 8.1 Simpulan Berdasarkan deskripsi pada bab-bab sebelumnya dapat ditarik simpulan terhadap keseluruhan penelitian ini. Pertama, secara keseluruhan selama pelaksanaan masa kampanye tiga media cetak memberikan liputan lebih luas kepada pasangan Ace-Sutanaya (AS) dibandingkan Pasangan Bharata dan Yuda Thema atau Bayu. Indikatornya adalah frekuensi berita pasangan AS adalah 58 buah berita (65,91 %) lebih besar dibandingkan dengan Pasangan Bayu yang hanya 30 buah berita (34,09 %) dari total berita yang disajikan oleh surat kabar Bali Post, NusaBali dan Radar Bali (Jawa Pos Group) selama pelaksanaan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008. Ketimpangan pemberitaan tersebut disebabkan dua faktor. Pertama Pasangan AS mengeluarkan biaya iklan untuk kampanye lebih besar daripada Pasangan Bayu yakni Rp 1,2 Miliar : Rp 400 juta. Faktor kedua, Pasangan AS sebagai berhadapan dengan pasangan incumbent memerlukan publikasi yang lebih banyak sebagai pencitraan untuk dapat menarik simpati pemilih. Kedua, dalam dimensi teks diteliti struktur teks dan strategi konstruksi yang dipakai untuk menegaskan tema tertentu. Van Djik membagi struktur teks atas struktur makro, superstruktur dan struktur mikro. Dalam struktur makro, makna global dari suatu teks dapat diamati dari topik atau tema yang diangkat oleh suatu teks. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil bahwa konstruksi berita surat kabar tentang kampanye Pilkada Gianyar meliputi : (1) Konstruksi kualitas
199
dan citra kandidat, (2) Konstruksi program kandidat, (3) Konstruksi mobilisasi dukungan, (4) Konstruksi Provokasi Politik. Empat konstruksi tersebut, program kerja kandidat memiliki muatan informasi yang lebih bermakna dibandingkan bentuk konstruksi kualitas dan citra, mobilisasi dukungan, dan provokasi politik. Konstruksi program kerja menggambarkan, kontrak politik yang nantinya dilaksanakan jika kandidat berhasil menjadi pemenang dalam pilkada. Bentuk konstruksi wacana semacam ini sangat diperlukan calon pemilih untuk secara cerdas dan rasional dalam menentukan pilihan politiknya. Dari 88 berita yang dikonstruksi hanya 9 buah berita yang memuat program kerja. Ini menunjukkan konstruksi berita kampanye sebagian besar kurang bermakna bagi kepentingan publik. Ketiga, dalam penelitian ini dimensi kognisi sosial dan konteks sosial teks diteliti. Kognisi sosial menyangkut skema mental wartawan yang membuat teks. Skema diskonseptualisasikan sebagai struktur mental mencakup didalamnya bagaimana wartawan memandang manusia dan peran sosial serta menyeleksi informasi yang datang dari lingkungannya. Dalam konteks sosial diteliti faktorfaktor internal dan eksternal yang mempengaruhi sebuh teks dikonstruksi untuk selanjutnya dikonsumsi dalam bentuk berita oleh pembaca dan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan konstruksi berita surat kabar tentang kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal surat kabar bersangkutan. Faktor-faktor ini meliputi, (1) ideologi surat kabar, (2) kebijakan redaksi, ideologi wartawan (3) ideologi pasar, (4) praktek kekuasaan, (5) representasi parpol, (6) modal (sosial, ekonomi, budaya).
200
Dari keseluruhan faktor yang telah disebutkan di atas, faktor pemilik modal memegang peran paling menentukan atas keseluruhan konstruksi berita yang dimuat dalam surat kabar. Konstruksi berita kampanye pilkada didasarkan atas kontrak kerjasama ekonomi dalam bentuk pemasangan iklan atau advertorial antara kandidat dengan institusi surat kabar. Keputusan menyangkut kontrak kerjasama ekonomi ini ditentukan oleh pemilik modal media. Keempat dalam penelitian ini Teori Hipersemiotika dan Ekologi Media digunakan untuk mengungkap makna konstruksi berita surat kabar dalam Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008. Hipersemiotika menegaskan penggunaan tanda dan fungsinya dalam kelompok dominan terhadap kelompok lainnya yang berlangsung tanpa kekerasan dan diperjuangkan melalui mekanisme opini publik. Hasil penelitian mengungkapkan, makna konstruksi berita surat kabar tentang Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008, meliputi (1) hegemoni, (2) konspirasi, (3) hiperealitas, (4) komodifikasi, (5) kapitalisme, dan (6) hipermoralitas. Berdasarkan deskripsi atas makna-makna tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa surat kabar melakukan konspirasi dengan kandidat dan usaha sekeras-kerasnya menghegomoni pembaca atau publik melalui penggunaan tandatanda semiotis yang berlebihan dalam teks berita kampanye. Publik disuguhkan berita kampanye yang kurang bermakna bagi proses pencerdasan dan pendidikan politik di alam demokrasi. Surat kabar secara sadar mengelola berita kampanye sebagai komoditas dan bentuk kapitalisme secara masif.
201
8.2 Saran Berdasarkan kesimpulan tersebut, dapat disarankan hal-hal sebagai berikut. Pertama, jajaran surat kabar baik cetak maupun elektronik hendaknya merumuskan kembali peran dan fungsinnya dalam pengelolaan informasi berkenaan dengan kegiatan politik. Dalam artian, media massa agar membuat kebijakan yang berproses dari hakikat fungsi dan peran pers untuk mengembangkan peran kontrol serta menegakkan fakta sehingga informasi politik yang disajikan benar-benar memihak pada kepentingan publik
unntuk
mendapatkan informasi yang tepat, cepat dan akurat dalam pendidikan politik. Kedua, Dewan Pers agar mengeluarkan regulasi dan aturan menyangkut etika pengelolaan informasi berkaitan dengan kegiatan politik yang mengkhusus pada pilkada, sehingga dapat menjaga pegangan dan arahan bagi penngelola media. Dimana regulasi tersebut menempatkan kepentinngan publik untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas dan akurat serta bermanfaat. Ketiga, para politisi dan pemangku kebijakan hendaknya menjadikan media sebagai wahana dalam penyebaran informasi yang benar kepada masyarakat tanpa ada upaya untuk mengintervensi media secara politik, ekonomi dan sosial serta budaya.
DAFTAR PUSTAKA Adnan Nursal. 2004. Political Marketing : Strategi Memenangkan Pemilu. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 202
Afdal Makkuraga Putra. Emosionalitas dan Negativity dalam Iklan Politik Pilkada, Jurnal Media Watch, 31 Agustus 2007 Agger, Ben. 2008. Teori Sosial Kritis(Terjemahan) Yogyakarta : Kreasi Wacana. Al Ries dan Laura Ries. 2002. The Fall of Advertising and the Rise of PR. New York: Harper Collins Publishers Anonimus. 2006. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Semarang : Dahara Prize Arcana, Fajar. 2007. Surat Merah Untuk Bali. Jakarta : Galangpress (Anggota IKAPI) Artha, I Gusti Putu. 2006. Wacana Berita Surat Kabar Kampanye Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun 2005 : Sebuah Kajian Budaya. Tesis Program Program Studi Kajian Budaya Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. Atmaja, Bawa dan Anantawikrama Tungga Atmadja.2009. “Pelampiasan Syahwat Kekuasaan dan “Ngutang Gae, Ngalih Gae”: Pemaknaan Pesta Demokrasi di Bali”. Dalam Jurnal Kajian Budaya, Kajian Budaya Universitas Udayana, Volume 6 Nomor 11 Januari 2009. Halaman 45-82. Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama . Bungi, Burhan. 2005. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Cetakan Pertama. Jakarta : Prenada Media Dedi, Aji Mulawarman.2007. ‘’Perubahan Dengan Eksistensi Habitus’’. Dalam ajidedim.wordpress.com. 12/26/2007 Djurnato, Totok. 2004. Manajemen Penerbitan Pers. Cetakan Kedua. Bandung PT Remaja Rosdakarya. Dwipayana, Ari. 2006. Pergulatan Politik Representasi atas Bali. Denpasar: Uluangkep Press. Effendy, Onong U. 1986. Dimensi-dimensi Komunikasi. Cetakan Kedua. Bandung : Alumni Eriyanto, 2001, Analisis Wacana : Pengantar Analisi Teks Media, LKiS, Yogyakarta. Eriyanto, 2005. Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. Cetakan Ketiga. Yogyakarta : PT LKIS Pelangi Aksara Fashri, Fauzi.2007. Penyingkapan Kuasa Simbol. Yogyakarta : JUXTAPOSE. Firmanzah. 2007. Marketing Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hamad, Ibnu. 2004, Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa : Sebuah Study Critical Discourse Analysis Terhadap Berita-berita Politik, Granit, Jakarta. Haryanto. 2005. Kekuasaan Elit. Yojakarta: Program Pascasarjana (S2) Universitas Gadjah Mada. 203
Hikmat Budiman. Iklan Partai Politik dan Konservatisme. Koran Tempo, 27 Maret 2004. Hutcheon, Linda. 2004. Politik Posmodernisme. Yogjakarta: Jendela. Hoggard, John, 2004 The End of the Science. Imfath, D Syarov (editor). 2008. Jejak Nurani CokAce-Sutanya. Ubud : AS Media Center. Ishwara, Luwi. 2005. Catatan-catatan Jurnalisme Dasar. Cetakan Pertama. Jakarta : Penerbit Buku Kompas. Jondra, I Wayan dan I Nengah Sujaya (ed). 2007. Kepemimpinan yang Balinese. Denpasar : PT. Empat Warna Komunikasi. Kutha Ratna, Nyoman. 2005. Sastra dan Culture Studies, Representasi Fiksi dan Fakta. Cetakan Pertama. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Khairul Muluk, Mujibur Rahman. 2007. Menggugat Partisipasi Publik Dalam Pemerintahan Daerah; Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem. Malang: Banyumedia Publishing. Luwarso, Lukas 2005. Kebebasan Pers dan Ancaman Hukum. Cetekan Pertama. Jakarta. Dewan Pers Marijan, Kacung. 2006. Demokratisasi Di Daerah: Pembelajaran Dari Pilkada Secara Langsung, Surabaya : Pustaka Eureka. Marijan, Kacung. 2007. Resiko Politik, Biaya Ekonomi, Akuntabilitas Politik dan Demokrasi Lokal. Makalah disampaikan pada ‘In-house Discussion Komunikas Dialog Partai Politik’ yang diselanggarakan oleh Komunitas Indonesia untuk Demokasi (KID) di Jakarta, 16 November 2007. Mulyana. 2005. Kajian Wacana. Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Tiara Wacana. Mu’ti, Abdul.2009. Demokrasi Feodal. Dalam www.unisosdem.org, 3 Maret 2009. Mufid, Muhamad, 2007, Komunikasi & Regulasi Penyiaran, Kecana, Jakarta. Mulyana, Deddy , 2004, Metode Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya, hal 106, Remaja Rosdakarya Bandung. Nazir, Moh. 1998. Metode Penelitian. Cetakan Ketiga. Jakarta : Ghalia. Nordholt, Henk Schulte. 2006. The Spell of Power. Denpasar : Pustaka Larasan. Novel Ali, Selasa, 07 Oktober 2003, Etika Pemberitaan Pers vs Resistansi Publik Media, Opini Kompas. Pareno, Sam Abede. 2005. Media Massa antara Reulitas dan Mimpi. Cetakan Pertama. Surabaya : Papyrus. Pasaribu, Rondang. 1999. “Pers dalam Tatanan Politik yang Berubah”. Dalam Menuju Masyarakat Kewargaaan, Afnan Malay dkk (editor). Cetakan Pertama, Yogyakarta : LP3Y. 204
Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika, Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Jalasutra. Piliang, Yasraf Amir. 2004. Posrealitas, Realitas Kebudayaan Dalam Era Postmetafisika. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Jalasutra. Piliang, Yasraf Amir., 2005, Tanspolitika, Dinamika Politik dalam Era Vitualitas. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Jalasutra. Prakoso, Junario Imam. 1998. ”Sikap Netralitas Pers Terhadap Pemerintah Habbie (Analisis Isi terhadap Kompas dan Republika)”. Dalam Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indoensia, Volume III Edisi April, Hlm. 109-126. Poerwardarminta. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cetakan Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka. Rani, Abdul, Bustanil Arifin dan Martutik. 2006. Analisis Wacana, Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakian. Cetakan Kedua. Malang : Bayumedia. Rivers, William L dkk. 2003. Media Massa dan Masyarakat Modern. Cetakan Pertama. Jakarta : Kencana. Romli, Lili. 2005. “Pilkada Langsung, Otonomi Daerah dan Demokrasi Lokal”, Dalam Jurnal Analisis CSIS, Volume 34 Nomor 3 September 2005, Halaman 279-290. Siebert, Fred. S. 1986, Empat Teori Pers (terjemahan oleh Putu L.S. Pendit), Jakarta: PT Intermasa. Stanley Adi Prasetyo. Kita Takut pada Kampanye Negatif. Suara Merdeka, 30 Mei 2004. Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Cetakan Kedua. Bandung : Rosda Karya Sudiana. 1986. Komunikasi Periklanan Cetak. Bandung: Remadja Kary. Sudibyo Agus, 2006, Politik Media dan Petarungan Wacana, Cetakan Kedua. LKIS Yogyakarta. Suharno dan Ana Retnoningsih. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Semarang: CV Widya Karya. Sukawati, Tjokorda Oka A.A, (ed). 2006. Kembang Rampai Desa Ubud. Denpasar: Pustaka Nayottama. Suprayogo, Imam dan Tobrini. 2001. Metodelogi Penelitian Sosial-Agama. Cetakan Pertama. Bandung : Rosda. Susetyo, Benny. 2004. Hancurnya Etika Politik. Jakarta: KOMPAS. Synnott, Antony. 2007. Tubuh Sosial; Simbolisme, Diri dan Masyarakat. Yogyakarta: Jalasutra. T. Yulianti, Iklan Politik di Televisi, Kompas, 15 Maret 2004. Tester, Keith. 2003. Media, Budaya, dan Moralitas. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Juxtapose dan Kreasi Wacana. Venus, Antar. 2004. Manajemen Kampanye. Cetakan Pertama. Bandung : Sembiosa Rekatama Media.
205
Wattimena, Reza A.A.2009. (essai) Feodalisme Sebagai Musuh Demokrasi.’ Dalam Kompas : 30 April 2009. Widodo. 1997. Teknik Wartawan Menulis Berita di Surat Kabar dan Majalah. Cetakan Pertama. Surabaya : Penerbit Indah Wirawan, Bagus AA,dkk.2005. Sejarah Kota Gianyar. Gianyar : Badan Informasi dan Komunikasi Kabupaten Gianyar. Wolton, Dominique, Kritik Atas Teori Komunikasi : Kajian Dari Media Konvensional Hingga Era Internet (terjemahan : Ninik Rochani Sjams, Kreasi Wacana, 2007, Yogyakarta. West, Richard dan Lynn H. Turner. 2010. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi Edisi 3. Jakarta: Salemba Humanika. Yusuf Maulana. Kredibilitas Iklan Politik di Televisi, Kompas, 26 Juni 2004. Zen, Fathurin. 2004. NU dan Politik : Analisis Wacana Media. Cetakan Pertama. Yogyakarta : LkiS Bali Post, 12 Maret 2007 (Hal 2). Partai Demokrat Calonkan Cok Ace. Denpasar : Bali Post. ___________. Iklan Politik Bisa Menjebak, Kompas, 22 Mei 2008.
Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA I. Kelompok Pertanyaan A 1. Apakah surat kabar saudara/i memuat tentang berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 ? 2. Apa saja yang anda lakukan dalam mempublikasikan kegiatan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 ? 206
3. Seberapa penting menurut anda berita pelaksanaan kampanye dalam Surat Kabar ? 4. Apakah yang anda harapan dari berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 ?
II. Kelompok Pertanyaan B 1. Apakah surat kabar saudara menyediakan kolom khusus tentang pelaksanaan Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar ? 2. Berapa banyakah surat kabar saudara memuat berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar ? 3. Apakah
surat
kabar
saudara
memiliki
kebijakan
khusus
dalam
memberitakan Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar ? 4. Apakah surat kabar saudara mengalami peningkatan oplah maupun pemasangan iklan selama pelaksanaan kampanye Kabupaten Gianyar?
III. Kelompok Pertanyaan C 1. Apa motivasi saudara menjadi Bupati dan Wakil Bupati ? 2. Apakah saudara memiliki media centre atau tim yang bertugas khusus dalam pemberitaan kampanye di surat kabar? 3. Berapa kali anda melakukan kegiatan jumpa pers selama pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar 2008 ? 4. Berapa jumlah anggaran yang anda habiskan untuk publikasi pada surat kabar?
IV. Kelompok Pertanyaan D 1. Apakah berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar memberi dampak pada perolehan suara anda dalam Pilkada Kabupaten Gianyar ? 2. Apakah anda merasa puas dengan pemberitaan tentang pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 ? 3. Menurut Anda apakah kekurang dari berita pelaksanaan kampanye pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 ?
207
4. Apakah anda akan mewujudkan janji-janji yang anda sampaikan selama pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar ?
Lampiran 2 DAFTAR INFORMAN I. Calon Bupati dan Wakil Bupati Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 1. Nama Umur Pekerjaan Jenis Kelamin
: Ir.Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati. M.si : 52 Tahun : Dosen Fakultas Teknis Univ. Udayana : Laki-laki
2. Nama Umur Pekerjaan Jenis Kelamin
: A.A. Gde Agung Bharata, SH : 54 Tahun : Bupati Gianyar : Laki-laki
3. Nama Umur Pekerjaan Jenis Kelamin
: Dewa Made Sutanaya, SH : 60 Tahun : Pensiunan : Laki-laki
208
4. Nama Umur Pekerjaan Jenis Kelamin
: Putu Yudany Thema, SE : 48 Tahun : Anggota DPRD Kabupaten Gianyar : Laki-laki
5. Nama Umur Pekerjaan Jenis Kelamin
: I Ketut Karda : 50 Tahun : Anggota DPRD Kabupaten Gianyar : Laki-laki
6. Nama Umur Pekerjaan Jenis Kelamin
: I Nyoman Parta, SE : 54 Tahun : Anggota DPRD Propinsi Bali : Laki-laki
II. Pimpinan Redaksi dan Wartawan Surat Kabar 1. Nama Umur Pekerjaan Jenis Kelamin
: I Nyoman Wirata, SH : 45 Tahun : Redaktur Balipost : Laki-laki
2. Nama Umur Pekerjaan Jenis Kelamin
: I Ketut Naria : 54 Tahun : Redaktur NusaBali : Laki-laki
3. Nama Umur Pekerjaan Jenis Kelamin
: I Made Rai Warsa : 54 Tahun : Pimpinan Redaksi RadarBali : Laki-laki
4. Nama Umur Pekerjaan Jenis Kelamin
: I Gede Suyadnyana : 54 Tahun : Redaktur Denpost : Laki – laki
5. Nama Umur Pekerjaan Jenis Kelamin
: I Gusti Ngurah Dwikora Putra : 54 Tahun : Pimred Warta Bali : Laki-laki 209
6. Nama Umur Pekerjaan Jenis Kelamin
: I Gusti Agung Dharmada, SH : 35 Tahun : Wartawan Balipost : Laki-laki
7. Nama Umur Pekerjaan Jenis Kelamin
: Drs. I Nyoman Wilasa : 46 Tahun : Wartawan NusaBali : Laki-laki
8. Nama Umur Pekerjaan Jenis Kelamin
: Dewa Gde Alit Sucipta, ST : 54 Tahun : Wartawan Warta Bali : Laki-laki
9. Nama Umur Pekerjaan Jenis Kelamin
: A.A. Yuliantara, SH : 54 Tahun : Wartawan Denpost : Laki-laki
10. Nama Umur Pekerjaan Jenis Kelamin
: Oka Suryawan : 54 Tahun : Wartawan Radar Bali : Laki-laki
III. Pengamat Politik dan Masyarakat Umum 1. Nama Umur Pekerjaan Jenis Kelamin
: Tjokorda Atmaja : 54 Tahun : Dosen dan Praktisi : Laki-laki
2. Nama Umur Pekerjaan Jenis Kelamin
: I Wayan Arthana, SH : 52 Tahun : Kepala Dinas Perhubungan dan Infokom : Laki-laki
3. Nama Umur Pekerjaan Jenis Kelamin
: I Wayan Panca Wibawa : 45 Tahun : Ketua KPUD Kabupaten Gianyar : Laki-laki
210
4. Nama Umur Pekerjaan Jenis Kelamin
: I Gede Ngurah Hartawan : 45 Tahun : Anggota KPUD Kabupaten Gianyar : Laki-laki
5. Nama Umur Pekerjaan Jenis Kelamin
: I Gede Panca : 56 Tahun : Ketua Panwaslu Kabupaten Gianyar : Laki-laki
6. Nama Umur Pekerjaan Jenis Kelamin
: I Gusti Putu Alit : 56 Tahun : Masyarakat Gianyar : Laki-laki
211