TESIS INJEKSI PLASENTA SUPER PLATINUM MENINGKATKAN KADAR TESTOSTERON PADA TIKUS ( RATTUS NORVEGICUS ) BETINA DEWASA
YULIES SURYANINGSIH
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TESIS INJEKSI PLASENTA SUPER PLATINUM MENINGKATKAN KADAR TESTOSTERON PADA TIKUS ( RATTUS NORVEGICUS ) BETINA DEWASA
YULIES SURYANINGSIH NIM. 1290761018
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
i
TESIS INJEKSI PLASENTA SUPER PLATINUM MENINGKATKAN KADAR TESTOSTERON PADA TIKUS ( RATTUS NORVEGICUS ) BETINA DEWASA
Tesis ini untuk memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik pada Program Pascasarjana Universitas Udayana
YULIES SURYANINGSIH NIM. 1290761018
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
ii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL : 18 Nopember 2014
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof.Dr.dr. Wimpie Pangkahila,SpAnd,FAACS NIP. 196412131971071001
Prof.Dr.dr. I G M Aman, Sp.FK NIP.194606191976021001
Mengetahui,
Ketua Program Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana, Universitas Udayana,
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof.Dr.dr. Wimpie Pangkahila,SpAnd,FAACS NIP. 196412131971071001
Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi,Sp.S.(K) NIP. 195902151985102001
iii
Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal , 18 Nopember 2014
Penguji Tesis berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, Nomor : 3697/UN14.4/HK/2014 Tanggal 3 Oktober 2014
Tim Penguji Penguji Penguji Penguji Penguji Penguji
: Prof.Dr.dr. Wimpie I Pangkahila, Sp.And, FAACS : Prof.dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK : Prof.Dr.dr. J Alex Pangkahila, MSc, Sp.And : Prof.dr. N Tigeh Suryadhi, MPH, PhD : Dr.dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK, M.Kes
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama NIM Program Studi Judul Tesis
: : : :
Yulies Suryaningsih 1290761018 Magister Ilmu Biomedik Kekhususan Anti Aging Medicine INJEKSI PLASENTA SUPER PLATINUM MENINGKATKAN KADAR TESTOSTERON PADA TIKUS ( RATTUS NORVEGICUS ) BETINA DEWASA
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis/Disertasi* ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, November 2014 Yang membuat pernyataan,
(Yulies Suryaningsih)
* Coret yang tidak perlu
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widi Wasa, karena atas rahmat-Nya penelitian dan penyusunan tesis yang berjudul “Injeksi Plasenta Super Platinum Meningkatkan Kadar Testosteron Pada Tikus Betina Dewasa (Rattus Norvegicus) dapat diselesaikan. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan tugas akhir studi untuk meraih gelar Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti Aging Medicine, Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada Prof.Dr.dr. Wimpie pangkahila, Sp.And, FAACS, selaku pebimbing I sekaligus sebagai pembimbing akademik dan Prof.Dr.dr. I G M Aman, Sp.FK selaku pembimbing II atas bimbingan, perhatian, dorongan, serta semangat yang telah diberikan selama mengikuti program studi magister, khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada: Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan program magister di Universitas Udayana. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. AA. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa program magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana.
vi
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd., FAACS juga selaku penguji, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister ilmu biomedik kekhususan Anti Aging Medicine, Program Pascasarjana Universitas Udyana, yang juga telah memberikan semangat, masukan ,dan bimbingan untuk segera menyelesaikan tesis ini. Drs. I. Ketut Tunas, Msi yang dengan sabar dan tekun membimbing dalam analisis statistik. Para dosen pengajar Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana, teman teman sependidikan, dan seluruh karyawan bagian ilmu biomedik serta semua pihak yang telah membantu selama pendidikan, penelitian, dan penulisan tesis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Keluarga terkasih, mamaku tercinta, suami tercinta, serta anak-anakku tersayang,
dengan dukungan serta pengertian yang luar biasa memberikan
kesempatan untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini. Semoga Ida Sang Hyang Widi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Denpasar, November 2014
Penulis
vii
ABSTRAK
PEMBERIAN INJEKSI PLASENTA SUPER PLATINUM MENINGKATKAN KADAR TESTOSTERON PADA TIKUS BETINA DEWASA Di beberapa daerah sudah populer digunakan suntikan “plasenta super platinum” dengan tujuan untuk mengencangkan kulit, menghaluskan kulit khususnya bagi perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan injeksi plasenta super platinum meningkatkan kadar hormon testosteron. Penelitian ini dilakukan terhadap 36 ekor tikus betina dewasa usia 18-20 minggu, usia ini setara dengan perempuan usia 40th,dengan menggunakan metode post test only control group design. Tikus dibagi menjadi 2 kelompok,masing masing 18 ekor menjadi kelompok kontrol (aquabides) dan kelompok obat (super platinum). Data kadar testosteron diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05), dimana kadar testosteron kontrol p= 0,221 sedangkan kadar testosteron platinum p=0,767. Uji perbandingan antara kedua kelompok sesudah perlakuan berupa pemberian plasenta super platinum menggunakan uji t-independent. Rerata kadar testosteron kelompok kontrol adalah 0,390,009 ng/ml dan rerata kelompok plasenta super platinum adalah 0,420,006 ng/ml. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t = 11,176 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata kadar testosteron pada kedua kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05). Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemberian injeksi plasenta super platinum meningkatkan hormon testosteron sehingga untuk aplikasi pada manusia perlu dilakukan uji klinis lanjutan. Kata kunci : Plasenta super platinum, testosteron, tikus betina.
viii
ABSTRACT SUPER PLATINUM PLACENTA INJECTION INCREASED TESTOSTERON LEVEL IN ADULT FEMALE RATS In several places, “Super Platinum Placenta Injection” has been commonly used for skin firming and smoothing especially among females. The aim of this research is to evaluate the effect of placenta injection towards testosterone hormone level. This research used 36 adult female rats, aged between 18-20 weeks, which was the same as female aged in the forties with post test only control group design method. Rats were divided into two groups, i.e: control group (18 rats with aquabidest) and group with super platinum. Normality test of testosterone level data was using Shapiro-Wilk test. The result showed all data were normally distributed (p>0,05), where p level testosterone level in control group was 0,221 compared to testosterone level in super platinum group (p=0,767). Statistical test held between two groups using TIndependent Test. Means of testosterone level in control group was 0,390,009 ng/ml and in super platinum placenta group was 0,420,006 ng/ml. The result showed t = 11,176 and p = 0,001. This showed significant difference between two groups (p<0,05). Based on this result, it could be concluded that administration of super platinum placenta injection increased testosterone level in adult female rats. Keywords: super platinum placenta injection, testosterone, white rats
ix
DAFTAR ISI
Halaman SAMPUL DALAM ................................................................................ .....
i
PRASYARAT GELAR ...............................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...........................................................
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT............................................
v
UCAPAN TERIMAKASIH ........................................................................
vi
ABSTRAK ..................................................................................................
viii
ABSTRACT ................................................................................................
ix
DAFTAR ISI ...............................................................................................
x
DAFTAR TABEL .......................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xv
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH ..................
xvi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ......................................................................
1
1.1 Latar Belakang ...................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................
4
1.4 Manfaat penelitian ..............................................................
4
KAJIAN PUSTAKA...................................................................
5
2.1 Proses Penuaan ...................................................................
5
2.1.1 Teori Aging ..............................................................
5
x
2.1.2 Tanda-tanda Penuaan ...............................................
8
2.2 Hormon Testosteron ...........................................................
10
2.2.1 Fungsi Testosteron ...................................................
11
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Testosteron .....
13
2.2.3 Pengaturan Sekresi Hormon dari Hipotalamus dan Kelenjar Hipofisis Anterior ......................................
18
2.2.4 Hubungan Timbal Balik Sekresi LH dan FSH Kelenjar Hipofisis Anterior oleh Testosteron ..........
18
2.3 Hormon Replacment Therapy ............................................
20
2.3.1 Pemberian Injeksi Testosteron pada Pria .................
21
2.3.2 Pemberian Injeksi Testosteron pada Wanita ............
22
2.4 Plasenta Platinum ...............................................................
25
2.5 Hewan Coba Tikus .............................................................
27
2.5.1 Penggunaan
Tikus
(Rattus
Norvegicus)
di
Laboratorium ............................................................
27
2.5.2 Pemberian Makanan dan Air Minum Tikus di Laboratorium ............................................................
29
2.5.3 Pemantauan Keselamatan Tikus di Laboratorium ...
30
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS ..........
32
3.1 Kerangka Berpikir ..............................................................
32
3.2 Konsep Penelitian ...............................................................
33
3.3 Hipotesis Penelitian ............................................................
34
xi
BAB IV METODE PENELITIAN ...........................................................
35
4.1 Rancangan Penelitian .........................................................
35
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................
36
4.3 Populasi dan Sampel ..........................................................
36
4.3.1 Subyek Penelitian .....................................................
36
4.3.2 Kriteria Subyek ........................................................
36
4.3.3 Besaran Sampel ........................................................
37
4.3.4 Teknik Penentuan Sampel .......................................
37
4.4 Variabel ..............................................................................
38
4.4.1 Klasifikasi Variabel ..................................................
38
4.4.2 Definisi Operasional Variabel ..................................
38
4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian .........................................
39
4.5.1 Bahan Penelitian.........................................................
39
4.5.2 Instrumen Penelitian...................................................
39
4.6 Tata Cara Penelitian ...........................................................
40
4.6.1 Pemberian Perlakuan ................................................
40
4.6.2 Perhitungan Dosis Testosterone Untuk Subyek Penelitian ..................................................................
40
4.6.3 Alur Penelitian .........................................................
42
4.6.4 Teknik Pengambilan Darah ......................................
42
4.6.5 Mekanisme Kerja Penelitian ....................................
43
4.7 Analisis Statistik .................................................................
45
xii
BAB V
HASIL PENELITIAN ................................................................
46
5.1 Uji Normalitas Data............................................................
46
5.2 Uji Homogenitas Data ........................................................
46
5.3 KadarTestosteron................................................................
47
BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ....................................
49
6.1 Subyek Penelitian ...............................................................
49
6.2 Distribusi dan Homogenitas Data Hasil Penelitian ............
49
6.3 Pengaruh Pemberian Plasenta Super Platinum ...................
49
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ........................................................
53
7.1 Simpulan .............................................................................
53
7.2 Saran ...................................................................................
53
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
54
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Data Biologis Tikus (Malole dan Pramono, 1989; Kusumawati, 2004 ....................................................................
28
Tabel 2.2 Mineral dalam makanan tikus (Malole dan Pramono, 1989 ....
29
Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Data Kadar Testosteron..........................
46
Tabel 5.2 Homogenitas Kadar testosteron Kelompok Perlakuan.............
47
Tabel 5.3 Perbedaan Rerata Kadar Testosteron antarKelompok SesudahDiberikan Plasenta Super Platinum ............................
47
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Poros Hipotalamus-Organ (Sperrof, 2004) ............................
19
Gambar 3.1 Konsep Penelitian ..................................................................
33
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian .............................................................
35
Gambar 4.2 Alur Penelitian .......................................................................
42
Gambar 5.1 Perbandingan Kadar Testosteron antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan .................................................
48
xv
DAFTAR SINGKATAN
GH
: Growth Hormone
DHEA
: dehydroepiandrosterone
HGH
: Human Growth Hormone
HRT
: Hormone Replacement Therapy
AAM
: Anti-Aging Medicine
A4M
: American Academy of Anti Aging Medicine
LH
: Luteinizing Hormone
GnRH
: Gonadothropin Releasing Hormone
FSH
: Follicle Stimulating Hormone
SHBG
: Sex Hormone Binding Globulin
ELISA
: Enzyme Linked Immunosorbent Assay
EDTA
: Ethylen Tetra Diamine
xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penuaan (aging) merupakan suatu proses fisiologis yang dialami oleh seluruh mahlukhidup, namun dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi proses penuaan dapat diperlambat, ditunda, atau dihambat . Proses penuaan dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari luar (eksternal) dan dari dalam tubuh (internal). Faktor eksternal yang dapat menyebabkan penuaan antara lain adalah diet yang tidak sehat, gaya hidup, paparan sinar matahari, kebiasaan seperti merokok dan alkohol, juga polusi lingkungan, radiasi. Faktor internal yang berpengaruh terhadap penuaan antara lain faktor stress psikis, genetik, dan hormonal. Dengan bertambahnya usia, kadar berbagai hormon menurun dengan pasti. Diantaranya hormon testosteron, estrogen, progesteron, GH, IGF-1, T3, DHEA, DHEAS (Morgan, 2003). Penurunan ini menimbulkan berbagai tanda dan keluhan, yang muncul dengan bertambahnya usia. Hal ini diperburuk dengan gaya hidup yang tidak sehat, diantaranya, kurang berolahraga, nutrisi tidak cukup, kurang tidur, efek samping obat tertentu serta keracunan karena lingkungan yang tidak sehat (Pangkahila, 2007). Terdapat hubungan antara usia dengan perubahan yang terjadi pada poros pituitari-organ target. Semua organ akan menyusut dan bermanifestasi dalam
1
2
bentuk penurunan level hormon, seperti yang telah ditemukan oleh para ilmuwan bahwa proses aging tidak mungkin terlepas dari penurunan hormon-hormon seperti DHEA (dehydroepiandrosterone), HGH (Human Growth Hormone), estrogen, progesteron, testosteron, tiroid, dan melatonin (Morgan, 2003). Dalam keadaan hormon yang menurun atau kurang, maka diperlukan Hormone Replacement Therapy (HRT). Hormon replacement therapy yang mudah diperoleh yaitu estradiol, testosteron, DHEA, tiroid, melatonin, growth hormone, dan progesteron (Morgan, 2003). Pada saat ini semakin banyak penelitian yang merekomendasikan hormon sebagai terapi yang memperlambat proses aging, menghentikan perkembangan penyakit yang berhubungan dengan usia, dan tetap hidup dan sehat pada pertengahan kedua dari kehidupan. Salah satu hormon yang penting ialah hormon testosteron, yang merupakan hormon androgen utama dalam sirkulasi darah. Hormon testosteron pada umumnya dikaitkan dengan aspek seksual dan reproduksi dalam hidup manusia. Meskipun ini benar, tetapi tidak berarti testosteron hanya berfungsi pada sistem seksual dan reproduksi, tetapi berperan juga pada otak, tulang, otot, lemak, sistem hematopoesis dan sistem imun (Pangkahila, 2007). Hormon androgen tidak hanya diproduksi oleh pria, melainkan juga oleh wanita. Pada wanita, androgen juga mempunyai peranan penting bagi dorongan seksual. Androgen memengaruhi dorongan seksual dan perilaku seksual wanita. Lebih jauh, penelitian pada binatang menunjukkan androgen mempunyai peranan
3
penting dalam pengaturan fisiologi jaringan vagina, dan juga berperan dalam bangkitan seksual (Pangkahila, 2007). Saat ini sering kita jumpai klinik-klinik kecantikan maupun praktisi dokter yang menawarkan berbagai tindakan khususnya injeksi yang bertujuan untuk mencegah premature aging pada wanita. Salah satu produk yang banyak ditawarkan melalui internet ialah injeksi Plasenta super platinum produksi Roitorio farma(Plasenta Platinum 5000mg,2013). Berdasarkan brosur yang ada Plasenta Super Platinumberbahan dasar embryo cell dan hormon. Pada brosur dijelaskan bahwa suntikan ini untuk meningkatkan kekenyalan kulit dan libido, baik yang akan, sedang ataupun telah memasuki masa menopause. Dosis yang digunakan 10.000 mg perkali injeksi yang dilakukan setiap satu minggu sekali (Plasenta Platinum 5000mg, 2013). Hormon yang berefek seperti diatas adalah hormon testosteron, sehingga perlu dibuktikan pemberian plasenta super platinum dapat meningkatkan kadar testosteron pada tikus betina dewasa. Pada kemasan Plasenta Super Platinum tersebut tertulis ”Long Acting Hormone” sedangkan injeksi tersebut banyak diberikan pada wanita diklinikklinik kecantikan. Berdasarkan teori terapi testosteron pada wanita relatif baru dalam praktek medis dibandingkan dengan estrogen dan progesteron, namun banyak data dasar dan klinis menunjukkan manfaat dari pengobatan testosteron pada wanita. Pada wanita pemberian injeksi testosteron saat ini tidak dianjurkan long acting testosteron,tetapi disarankan short acting testosteron yaitu secara oral atau transdermal (Pangkahila, 2013). Dalam penelitian ini ingin dibuktikan apa yang sebenarnya terkandung di dalam produk tersebut, dan pengaruhnya terhadap kadar hormon terkait. Berdasarkan
hasil
analisis
Laboratorium
Analitik
Universitas
didapatkan kandungan testosteron 87,5 mg/dl (lampiran ke 5).
Udayana,
4
1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang akan dicari jawabannya melalui penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Apakah pemberian injeksi plasenta super platinumdapat meningkatkankadar testosteron pada tikus betina dewasa?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: Untuk mengetahui pemberian injeksi plasenta super platinum dapat meningkatkan kadar testosteron pada tikus betina dewasa.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat akademis Diharapkan dari hasil penelitian ini didapatkan data yang dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh pemberian injeksi plasenta super platinum terhadap peningkatan kadar testosteron pada tikus betina dewasa. 2. Manfaat praktis: Diharapkan masyarakat dapat lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan injeksi Plasenta super Platinum.
5
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Proses Penuaan 2.1.1 Teori Aging Dalam perkembangan ilmu kedokteran, khususnya Anti-Aging Medicine (AAM) telah membawa konsep baru dalam dunia kedokteran. Penuaan diperlakukan sebagai penyakit, sehingga dapat dan harus dicegah atau diobati bahkan dikembalikan ke keadaan semula sehingga usia harapan hidup dapat menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Goldman dan Klatz, 2007; Pangkahila, 2007). Dengan mencegah proses penuaan, fungsi berbagai organ tubuh dapat dipertahankan agar tetap optimal. Hasilnya organ tubuh dapat berfungsi seperti pada usia yang lebih muda, padahal usia sebenarnya bertambah. Dengan demikian penampilan dan kualitas hidupnya lebih muda dibandingkan dengan usia sebenarnya (Pangkahila, 2007). Aging secara praktis dapat dilihat sebagai suatu penurunan fungsi biologik dari usia kronologik, danaging tidak dapat dihindarkan, berjalan dengan kecepatan yang berbeda tergantung dari susunan genetik seseorang, lingkungan dan gaya hidup sehingga aging dapat terjadi lebih dini atau lambat tergantung dari kesehatan individu (Fowler, 2003). Definisi aging menurut A4M (American Academy of Anti Aging Medicine) adalah kelemahan dan kegagalan fisik dan mental yang berhubungan dengan aging yang normal disebabkan karena disfungsi
5
6
fisiologik, dalam banyak kasus dapat diubah dengan intervensi kedokteran yang tepat (Klatz, 2003). Sebenarnya banyak teori yang menjelaskan mengapa manusia mengalami proses penuaan. Tetapi pada dasarnya semua teori itu dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu teori wear and teardan teori program. Teori wear and tear meliputi kerusakan DNA, glycosilation (glikosilasi), proses imun, dan neuroendocrine theory (Pangkahila, 2007). Menurut Goldman dan Klatz (2007) ada 4 teori pokok dari aging, yaitu: 1) Teori “wear and tear” Tubuh dan selnya mengalami kerusakan karena sering digunakan dan disalahgunakan (overuse and abuse). Organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit, dan yang lainnya, menurun karena toksin di dalam makanan dan lingkungan, konsumsi berlebihan lemak, gula, kafein, alkohol, dan nikotin, karena sinar ultraviolet, dan karena stres fisik dan emosional. Tetapi kerusakan ini tidak terbatas pada organ melainkan juga terjadi di tingkat sel. 2) Teori Neuroendokrin Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh. Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus, sebuah kelenjar yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk poros dengan hipofise dan organ tertentu yang kemudian mengeluarkan hormonnya. Dengan bertambahnya usia, tubuh memproduksi hormon dalam jumlah kecil, yang akhirnya mengganggu berbagai sistem tubuh.
7
3) Teori Kontrol Genetik Teori ini fokus pada genetik memrogram sandi sepanjang DNA, dimana kita dilahirkan dengan kode genetik yang unik, yang memungkinkan fungsi fisik dan mental tertentu. Dan penurunan genetik tersebut menentukan seberapa cepat kita menjadi tua dan berapa lama kita hidup. 4) Teori Radikal Bebas Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi akumulasi kerusakan radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki sifat reaktifitas tinggi, karena kecenderungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal bebas oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, lemak, dan protein. Dengan bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas semakin mengambil peranan, sehingga mengganggu metabolisme sel, juga merangsang mutasi sel, yang akhirnya membawa pada kanker dan kematian. Selain itu radikal bebas juga merusak kolagen dan elastin, suatu protein yang menjaga kulit tetap lembab, halus, fleksibel, dan elastis. Jaringan tersebut akan menjadi rusak akibat paparan radikal bebas, terutama pada daerah wajah,
8
dimana mengakibatkan lekukan kulit dan kerutan yang dalam akibat paparan yang lama oleh radikal bebas (Goldman dan Klatz, 2007).
2.1.2 Tanda-tanda Penuaan Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya fungsi berbagai organ tubuh. Akibat penurunan fungsi itu, muncul berbagai tanda dan gejala proses penuaan, yang pada dasarnya dibagi dua bagian, yaitu: 1. Tanda fisik, seperti massa otot berkurang, lemak meningkat, kulit berkerut, daya ingat berkurang, fungsi seksual terganggu, kemampuan kerja menurun dan sakit tulang. 2. Tanda psikis, antara lain menurunnya gairah hidup, sulit tidur, mudah cemas, mudah tersinggung, dan merasa tidak berarti lagi. Akan tetapi proses penuaan tidak terjadi begitu saja dengan langsung menampakkan perubahan fisik dan psikis seperti di atas, melainkan berlangsung melalui tiga tahap sebagai berikut (Pangkahila, 2007): 1) Tahap subklinik (usia 25-35 tahun): Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun, yaitu
hormon
testosteron,
growth
hormone,
dan
hormon
estrogen.
Pembentukan radikal bebas yang dapat merusak sel dan DNA, mulai mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar. Karena itu, pada tahap ini orang merasa dan tampak normal, tidak mengalami gejala dan tanda penuaan. Bahkan pada umumnya rentang usia ini dianggap usia muda dan normal.
9
Tetapi tidak sedikit perempuan usia muda pengguna kontrasepsi hormona mengalami gangguan fngsi seksual berupa hambatan dorongan seksual. Keadaan ini terjadi akibat ketidakseimbangan hormon. 2) Tahap transisi (usia 35-45 tahun): Selama tahap ini kadar hormon menurun sampai 25 persen. Massa otot berkurang sebanyak satu kilogram setiap beberapa tahun. Akibatnya, tenaga dan kekuatan terasa hilang, sedang komposisi lemak tubuh bertambah. Keadaan ini menyebabkan resistensi insulin, meningkatnya risiko penyakit jantung pembuluh darah dan obesitas. Pada tahap ini gejala mulai muncul, yaitu penglihatan dan pendengaran menurun, rambut putih mulai tumbuh, elastisitas dan pigmentasi kulit menurun, dorongan dan bangkitan seksual menurun. Pada tahap ini orang mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan oleh radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik, yang dapat mengakibatkan penyakit, seperti kanker, arthritis (radang sendi), berkurangnya memori, penyakit jantung koroner, dan diabetes. 3) Tahap Klinik (usia 45 tahun ke atas): Pada tahap ini penurunan kadar hormon terus berlanjut, yang meliputi DHEA (dehydroepiandrosterone), melatonin, growth hormone, testosteron, estrogen, dan juga hormon tiroid. Terjadi juga penurunan bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin, dan mineral. Densitas tulang menurun, massa otot berkurang sekitar satu kilogram setiap tiga tahun, yang mengakibatkan ketidak mampuan membakar kalori, meningkatnya lemak tubuh dan berat badan. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulai mengalami kegagalan. Ketidak mampuan menjadi faktor
10
utama sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Disfungsi seksual merupakan keluhan yang penting dan mengganggu keharmonisan banyak pasangan. Dengan melihat ketiga tahap ini, ternyata proses penuaan tidak selalu harus dinyatakan dengan gejala atau keluhan. Ini menunjukkan bahwa orang yang tidak mengalami gejala atau keluhan, bukan berarti tidak mengalami proses penuaan. Lebih jauh, ini dapat menjadi pegangan bahwa untuk mengatasi proses penuaan jangan menunggu sampai muncul gejala atau keluhan yang nyata (Pangkahila, 2007).
2.2 Hormon Testosteron Testosteron merupakan sebuah hormon steroid dari kelompok androgen yang dapat ditemukan pada mamalia, reptil, burung, dan vertebrata yang lain. Pada mamalia, testosteron terutama diproduksi di testis, dan juga diproduksi dalam jumlah minimal oleh kelenjaradrenal serta di ovarium pada wanita.Seperti pada semua hormon, testosteron beredar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah (Anonim, 2010a). Hormon testosteron merupakan hormon androgen utama di dalam sirkulasi darah. Testosteron pada umumnya dikaitkan dengan aspek seksual dan reproduksi dalam hidup manusia. Meskipun ini benar, tetapi tidak berarti testosteron hanya berfungsi pada sistem seksual dan reproduksi, selain itu juga pada otak, tulang, otot, lemak, sistem hematopoesis, dan sistem imun. Seperti hormon steroid lain, testosteron juga berasal dari derivat kolesterol dengan nama sistematik (memakai sistem IUPAC) : (8R,9S,10R,13S,14S,17S)-
11
17-hydroxy-10,13-dimethyl-1,2,6,7,8,9,11,12,14,15,16,17 dodecahydrocyclopenta [a]phenanthren-3-one (Sherwood, 2007). Hormon testosteron tidak hanya dihasilkan oleh pria, melainkan juga oleh wanita. Pada pria, lebih 95 persen hormon androgen diproduksi di dalam testis oleh sel Leydig, dan sisanya diproduksi oleh korteks adrenalis. Pada wanita, androgen diproduksi sebanyak 0.2-0.3 mg/hari, 25 persen oleh ovarium, 25 persen oleh kelenjar adrenalis, dan 50 persen oleh konversi perifer dari prehormone androstenedione
dan
precursor
dehydroepiandrosterone
(DHEA).
Androstenedione diproduksi di dalam ovarium (50 persen), sedangkan DHEA diproduksi hampir seluruhnya di kelenjar adrenalis (90-95 persen) (Sperrof, 2004).
2.2.1 Fungsi Testosteron Efek dari testosteron (Sherwood, 2007): 1. Efek pada sistem reproduksi pada saat sebelum lahir Sebelum lahir, sekresi testosteron pada janin akan mengakibatkan penurunan testis ke dalam skrotum, maskulinisasi sistem reproduksi, dan genitalia eksternal. 2. Efek pada jaringan seks spesifik setelah lahir Masa puber adalah masa dimana terjadi maturasi dari sistem reproduktif yang sebelumnya non fungsional untuk mencapai puncaknya dan mempunyai kemampuan untuk bereproduksi. Biasanya dimulai pada usia 10-14 tahun. Pada masa puber, sel Leydig sekali lagi mulai mensekresi testosteron. Testosteron inilah yang bertanggung jawab untuk pertumbuhan dan
12
perkembangan seluruh sistem reproduksi laki-laki. Di bawah pengaruh sekresi testosteron, terjadi pembesaran testis dan dimulailah produksi sperma untuk pertama kalinya, terjadi pembesaran glandula seksual aksesoris, dan pembesaran penis serta skrotum. Setelah masa pubertas, sekresi testosteron dan spermatogenesis terjadi secara terus-menerus seumur hidup seorang lakilaki, meskipun produksinya akan berkurang secara bertahap setelah umur 45 atau 50 tahun ke atas. Penurunan level testosteron dan produksi sperma ini tidak disebabkan oleh penurunan stimulasi testis tetapi kemungkinan besar terjadi karena perubahan degenerasi yang berkaitan dengan penuaan yang terjadi pada pembuluh darah kecil di testis. Penurunan ini sering disebut sebagai andropause. 3. Efek lain yang berkaitan dengan reproduksi Testosteron mengatur perkembangan libido dan mempertahankan libido pada seorang laki-laki dewasa.Tetapi pada manusia libido juga dipengaruhi oleh interaksi sosial dan faktor emosional.Testosteron juga berfungsi sebagai umpan balik negatif untuk mengontrol produksi hormon gonadotropin dari hipofisis anterior. 4. Efek pada perkembangan seksual sekunder Perkembangan dan pemeliharaan seksual sekunder laki-laki bergantung pada testosteron, hal ini termasuk pada:
pertumbuhan rambut (contoh: janggut, rambut dada).
suara yang lebih rendah akibat dari pembesaran laring dan penebalan pita suara.
13
kulit yang lebih tebal.
konfigurasi tubuh laki-laki, contohnya: bahu yang lebar, tangan yang besar, dan kaki yang lebih berotot sebagai akibat dari penyimpanan protein.
5. Efek non reproduksi Testosteron juga mempunyai efek anabolik protein dan pertumbuhan tulang yang akan mengarah pada pembentukan fisik laki-laki yang lebih berotot dan pertumbuhan yang cepat selama masa puber. Testosteron juga menstimulasi sekresi pada kelenjar minyak. Pada hewan testosteron akan mengakibatkan terjadinya perilaku agresif.
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Testosteron Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kadar testosteron antara lain (Woodhouse, 2003): 1. Alkohol dan analgesik Alkohol mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kadar hormon testosteron. Hubungan antara kadar alkohol dalam darah dengan konsentrasi testosteron berpengaruh secara berbanding terbalik. Hal ini terjadi akibat munculnya enzim inhibisi pada testis yang menurunkan konversi kolesterol menjadi testosteron. Pada keadaan intoksikasi, terjadi penurunan kadar testosteron kira-kira 25% dan hal ini akan terus berlangsung selama 1016 jam setelah kadar alkohol dalam darah kembali normal. Berbeda dengan testosteron, kadar LH akan meningkat dibawah pengaruh alkohol. Hal ini merupakan respons tubuh dalam mencapai homeostasis testosteron. Obat lain yang dapat menekan kadartestosteron adalah analgesik seperti: aspirin dan
14
kodein. Obat-obatan ini tidak mempengaruhi testis tetapi bekerja pada hipofisis dengan cara menurunkan sekresi LH. Semakin kuat efek analgesik yang digunakan, maka akan semakin menurunkan kadar testosteron. 2. Psikologi Kadar Testosteron sangat sensitif terhadap status emosional seseorang. Stres yang diakibatkan oleh pekerjaan dan hubungan personal dapat mengakibatkan penurunan sekresi testosteron yang berlangsung lama (tidak seperti sekresi hormon adrenal yang pada awalnya meningkat dan kemudian kembali pada keadaan semula bila stres berlangsung lama). Sebaliknya, status emosi yang positif dapat meningkatkan kadar testosteron. 3. ZMA ZMA adalah suplemen mineral yang mengandung magnesium dan zink. Kekurangan zink akan menurunkan kadar testosteron, sedangkan defisit magnesium akan meningkatkan sekresi kortisol. Penelitian awal mengenai pemberian ZMA memperlihatkan peningkatan testosteron sebesar 30%. Pada umumnya, testosteron bertanggung jawab terhadap berbagai sifat maskulinisasi tubuh. Penyuntikan sejumlah besar hormon kelamin pria ke dalam hewan yang hamil menyebabkan perkembangan organ-organ seksual jantan walaupun janinnya betina (Guyton, 2000). Testosteron menyebabkan sifat-sifat kelamin sekunder, yang membedakan pria dari wanita, yaitu: Pengaruh pada penyebaran rambut tubuh. Testosteron menyebabkan pertumbuhan rambut (1) di atas pubis, (2) ke atas sepanjang linea alba kadangkadang sampai ke umbilikus dan di atasnya, (3) pada wajah, (4) biasanya pada
15
dada, dan (5) kurang sering pada bagian tubuh yang lain, seperti punggung. Testosteron juga menyebabkan rambut pada bagian tubuh lainnya sehingga menjadi lebih menyebar (Guyton, 2000). Kebotakan. Testosteron pada pria menurunkan pertumbuhan rambut pada bagian atas kepala, yang biasanya disebut male pattern baldness. Wanita yang memiliki latar belakang yang sesuai dan yang menderita tumor androgenik dalam jangka waktu yang lama dapat menjadi botak dengan cara yang sama seperti yang terjadi pada pria (Guyton, 2000). Pengaruh pada suara. Testosteron yang disekresi oleh testis atau disuntikkan
ke
dalam
tubuh
menyebabkan
hipertrofi
mukosa
laring
danpembesaran. Pengaruh terhadap suara pada awalnya secara relatif menjadi tidak sinkron, suara serak, tetapi secara bertahap berubah menjadi suara maskulin yang khas (Guyton, 2000). Pengaruh
pada
kulit
dan
pertumbuhan
akne.
Testosteron
meningkatkan ketebalan kulit di seluruh tubuh dan meningkatkan kekasaran jaringan subkutan. Testosteron meningkatkan kecepatan sekresi beberapa atau mungkin semua kelenjar sebasea. Yang paling penting adalah kelebihan sekresi oleh kelenjar sebasea wajah, karena kelebihan sekresi di wajah ini dapat menyebabkan akne (Guyton, 2000). Pengaruh pada pembentukan protein dan perkembangan otot. Salah satu karakteristik yang paling penting pada pria adalah perkembangan peningkatan muskulatur mengikuti masa pubertas, rata-rata sekitar 50 persen massa otot pria meningkat melebihi massa otot wanita. Hal ini juga berhubungan
16
dengan peningkatan protein di bagian lain dari tubuh yang tidak berotot. Banyak perubahan pada kulit juga disebabkan oleh penumpukan protein pada kulit, dan pada suara mungkin juga terutama disebabkan oleh fungsi anabolik protein testosteron. Terjadi peningkatan berat badan karena peningkatan massa otot dan retensi sodium dan air. Respon muskular ini terjadi karena meningkatnya diameter dari serabut otot. Karena pengaruh testosteron yang sangat besar pada muskulatur tubuh, testosteron (atau yang lebih sering disebut androgen sintetik) digunakan secara luas oleh atlet untuk meningkatkan kinerja otot mereka. Penggunaan ini sangat membahayakan karena efek berbahaya yang panjang akibat kelebihan testosteron. Testosteron juga digunakan pada usia tua sebagai hormon peremajaan untuk meningkatkan kekuatan dan tenaga otot. Pengaruh pada pertumbuhan tulang dan retensi kalsium. Setelah peningkatan sirkulasi testosteron yang sangat besar pada saat pubertas atau setelah penyuntikan testosteron yang lama, tulang sangat menebal dan mengendapkan sejumlah besar garam kalsium tambahan. Jadi, testosteron meningkatkan jumlah total matriks tulang dan menyebabkan retensi kalsium. Peningkatan dalam matriks tulang diyakini dari fungsi anabolik protein umum testosteron dan pengendapan garam-garam kalsium, yang menghasilkan peningkatan matriks tulang secara sekunder. Karena kemampuan testosteron untuk meningkatkan ukuran dan kekuatan tulang, testosteron sering digunakan pada usia lanjut untuk mengobati osteoporosis (Guyton, 2000).
17
Pengaruh pada metabolisme basal. Penyuntikan testosteron dalam jumlah besar dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal sampai 15 persen. Peningkatan kecepatan metabolisme tersebut mungkin disebabkan oleh pengaruh tidak langsung testosteron terhadap anabolisme protein, peningkatan kuantitas protein, terutama enzim, meningkatkan aktifitas semua sel (Guyton, 2000). Testosteron juga telah banyak digunakan untuk mengobati berbagai macam anemia. Pengaruh pada sel darah merah. Ketika testosteron jumlah normal disuntikkan pada orang dewasa yang dikastrasi, jumlah sel-sel darah merah per milimeter kubik meningkat 15 sampai 20 persen, juga, rata-rata pria memiliki 700.000 sel-sel darah merah per milimeter kubik lebih banyak daripada rata-rata wanita. Perbedaan ini sebagian mungkin disebabkan oleh peningkatan kecepatan metabolisme setelah pemberian testosteron dan bukan efek langsung testosteron terhadap pembentukan sel-sel darah merah (Guyton, 2000). Pengaruh pada elektrolit dan keseimbangan cairan. Banyak hormon steroid dapat meningkatkan reabsorpsi natrium pada tubulus distal ginjal. Testosteron memiliki pengaruh tersebut tetapi hanya derajat kecil bila dibandingkan dengan mineralokortikoid adrenal. Meskipun demikian, setelah pubertas, darah dan volume cairan ekstraseluler pada pria sedikit meningkat dalam hubungannya dengan berat badan (Guyton, 2000).
18
2.2.3 Pengaturan Sekresi Hormon dari Hipotalamus dan Kelenjar Hipofisis Anterior Bagian utama dari pengaturan fungsi seksual baik pada pria maupun wanita dimulai dengan sekresi hormon pelepas gonadotropin (GnRH = Gonadothropin Releasing Hormone) oleh hipotalamus. Hormon ini selanjutnya merangsang kelenjar hipofisis anterior untuk menyekresikan dua hormon lain yang disebut hormon-hormon gonadotropin: (1) Luteinizing Hormone (LH) dan (2) Follicle Stimulating Hormone (FSH) (Guyton, 2000). GnRH dan Pengaruhnya dalam Meningkatkan Sekresi LH dan FSH GnRH disekresikan secara intermiten selama beberapa menit setiap 1 sampai 3 jam. Intensitas perangsangan hormon ini ditentukan dalam dua cara: (1) oleh frekuensi dari siklus sekresi dan (2) oleh jumlah GnRH yang dilepaskan pada setiap siklus. Sekresi LH oleh kelenjar hipofisis anterior juga merupakan suatu siklus, yaitu sekresi LH hampir selalu mengikuti pelepasan bertahap dari GnRH. Sebaliknya, peningkatan dan penurunan sekresi FSH hanya sedikit mengikuti fluktuasi sekresi GnRH; di samping itu, sekresi FSH berubah lebih lambat setelah beberapa jam sebagai respons terhadap perubahan jangka panjang dari GnRH. Karena hubungan antara sekresi GnRH dan sekresi LH yang jauh lebih dekat, GnRH juga telah dikenal secara luas sebagai hormon pelepas LH (Guyton, 2000).
2.2.4 Hubungan Timbal Balik Sekresi LH dan FSH Kelenjar Hipofisis Anterior oleh Testosteron Hubungan testosteron dengan berbagai hormon seks lainnya diatur melalui Poros hipotalamus-hipofise-ovarium seperti pada gambar berikut di bawah ini:
19
Poros hipotalamus-ovarium Hipothalamus slow
GnRH
pulses
fast
Pituitary FSH
Ovary
Plasma
Follicle Growth
LH
Ovulation Corpus Luteus
Inhibin B
Stimulus
Inhibitor
Inhibin A Estradiol Progesterone Testosterone
Gambar 2.1 Poros Hipotalamus-Organ (Sperrof, 2004).
Testosteron yang disekresikan sebagai respons terhadap LH mempunyai efek timbal balik dalam menghentikan sekresi LH oleh hipofisis anterior. Efek timbal balik itu terjadi dalam dua cara: 1. Sejauh ini bagian penghambatan yang lebih besar dihasilkan dari efek langsung testosteron terhadap hipotalamus dalam menurunkan sekresi GnRH. Keadaan ini sebaliknya secara bersamaan menyebabkan penurunan sekresi LH dan FSH oleh hipofisis anterior, dan penurunan LH akan menurunkan sekresi testosteron. Jadi, bilamana sekresi testosteron menjadi terlalu banyak, melalui hipotalamus dan kelenjar hipofisis, efek umpan balik negatif otomatis ini akan mengurangi sekresi testosteron kembali ke kadar normalnya. Sebaliknya, terlalu sedikit testosteron akan menyebabkan hipotalamus menyekresikan sejumlah besar GnRH, disertai dengan peningkatan sekresi LH dan FSH oleh hipofisis anterior.
20
2. Testosteron mungkin juga mempunyai efek umpan negatif yang lemah, yang bekerja secara langsung pada kelenjar hipofisis anterior sebagai tambahan terhadap efek umpan balik hipofisis anterior terhadap hipotalamus. Umpan balik hipofisis ini diduga secara khusus menghentikan sekresi LH. Akibatnya, sejumlah kecil pengaturan sekresi testosteron diyakini terjadi dalam cara yang sama (Guyton,2000). Androgen akan dikonversikan secara aktif menjadi estrogen, kemudian aromatisasi berperan memberikan umpan balik negatif kepada otak (Sperrof, 2004). Maka apabila terdapat testosteron dalam jumlah yang tinggi dalam darah, maka akan terjadi umpan balik negatif kepada otak untuk menurunkan produksi testosteron, sehingga kadar estrogen pun akan berkurang. Beberapa studi menemukan bahwa testosteron dapat memperbaiki kualitas memori, meningkatkan energi, dan kepuasan terhadap diri sendiri (Arrington, 2009).
2.3 Hormon Replacment Therapy Oleh karena aging berkaitan dengan penurunan hormon, pengobatan yang tepat haruslah bertujuan meningkatkan atau mengembalikan kadar hormonhormon tersebut, termasuk hormon testosteron. Penurunan hormon-hormon ini akan memperburuk kualitas hidup wanita pada masa menopause dan pria pada masa andropause. Pengobatan dengan testosteron pada umumnya dilakukan dalam jangka panjang, dan memerlukan pemeriksaan yang teratur, termasuk pemeriksaan kadar hormon dan reaksi yang terjadi. Ada beberapa preparat testosteron untuk pengobatan pengganti, dengan cara pemberian yang berbeda, yaitu:
21
1. Per Oral (Testosterone undecanoate dan buccal Testosterone) 2. Injeksi Intramuskuler (Testosterone propionate, Testosterone enanthate, Testosterone undecanoate, dan injeksi subkutan Testosterone pellet) 3. Transdermal (T gel dan T patch) Preparat sulih testosteron dapat diberikan secara oral dalam bentuk tablet, suntikan, secara rektal, aplikasi nasal, implan, dan transdermal.
2.3.1 Pemberian Injeksi Testosteron pada Pria Perubahan aktifitas dari poros hipotalamus-hipofise-gonadal pada pria terjadi lebih lambat. Seiring dengan penuaan, kadar serum total dan free testosterone tampak menurun. Andropause terjadi karena penurunan jumlah dan kemampuan sekresi sel Leydig. Penurunan serum total testosteron ini dimulai setelah umur 40 tahun. Kadar free testosterone juga menurun sehubungan dengan peningkatan SHBG (Sex Hormone Binding Globulin). Gejala-gejala pada defisiensi androgen pada pria:
Menurunnya libido (sexual desire)
Menurunnya ereksi spontan dan mengecilnya testis
Berkurangnya tinggi badan danbone mineral density
Berkurangnya kekuatan otot, hot flushesdan berkeringat
Berkurangnya energi, motivasi, dan inisiatif
Depresi dan perasaan sedih
Konsentrasi dan daya ingat menurun, serta gangguan tidur
Anemia ringan (normokromik, normositer)
Peningkatan lemak tubuh dan indeks massa tubuh
22
Terapi testosteron dianjurkan untuk pria yang mengalami sindroma defisiensi androgen, agar dapat memperbaiki fungsi seksual dan kepadatan tulang. Hasil terapeutik sebaiknya dapat meningkatkan kadar testosteron sampai kadar 400-800 mg/dl untuk pria dewasa muda. Untuk pria dewasa tua sebaiknya mencapai kadar yang lebih rendah yaitu 300-500 mg/dl (Bhasin, 2006). Nilai normal testosteron pada pria 300-1200 ng/dl (Pangkahila, 2013).
2.3.2 Pemberian Injeksi Testosteron pada Wanita Hormon testosteron memiliki fungsi yang sama pada pria dan wanita, yaitu fungsi seksual, perkembangan otot, kepadatan tulang, erythropoesis, energi kognitif dan kesejahteraan. Fungsi seksual meliputi dorongan seksual, gairah seksual dan sensasi orgasme. Ini berarti bahwa testosteron mempengaruhi kualitas hidup secara umum. Penurunan hasil testosteron dalam disfungsi seksual dan penurunan kualitas hidup secara umum.penurunan kadar testosteron akibat proses penuaan dimulai kira kira pada usia 30 pada pria.setelah usia 30 tahun, tingkat testosteron serum rata rata umumnya menurun sebesar 1 persen sampai 2 persen pertahun, meskipun penurunan ini dapat sangat bervariasi. Pada wanita penurunan kadar testosteron terjadi sama seperti pada pria. Ini terus menurun dengan usia seperti yang terjadi dalam estrogen dan progesteron.Tanda tanda dan gejala penurunan testosteron pada wanita : 1. Menurunnya gairah seksual, motifasi, fantasi seksual. 2. Menurunnya kenikmatan seksual. 3. Reduced vaginal congestion.
23
4. Menurunnya masa otot dan tulang. 5. Hot flashes 6. Insomnia, depresi, dan sakit kepala. Tanda tanda dan gejala pada wanita ini sangat mirip dengan gejala menopouse pada wanita. Tanda-tanda dan gejala menopouse diyakini tidak hanya disebabkan oleh penurunan estrogen dan progesteron tetapi juga karena penurunan testosteron (Pangkahila,2014). Keputusan pemberian pengobatan hormon pada wanita menopause harus mempertimbangkan keuntungan dan risiko berdasarkan riwayat kesehatan yang bersangkutan. Akan tetapi, pengobatan hormon pada menopause tidak boleh diberikan bila wanita mempunyai riwayat kanker payudara atau rahim, stroke, serangan jantung, penggumpalan darah, dan mengalami gangguan fungsi hati. Dalam keadaan seperti ini, disarankan melakukan perbaikan hidup sebagai pengganti pengobatan hormon atau mencoba pengobatan lain (Pangkahila, 2007). Androgen memegang peranan penting dalam fungsi seksual wanita, yang mengalami penurunan kadar androgen pada akhir masa reproduksi. Meskipun tidak ada preparat androgen yang secara spesifik disetujui oleh FDA untuk pengobatan disfungsi seksual atau insufisiensi androgen pada wanita, pemberian androgen ini telah digunakan tanpa label untuk memperbaiki disfungsi seksual dan menurunnya libido pada wanita berusia di atas 40 tahun. Telah banyak dilakukan clinical trial pada wanita postmenopause yang kehilangan libido, memperlihatkan secara signifikan bahwa dengan pemberian testosteron dapat memperbaiki fungsi seksual yaitu dorongan, bangkitan,
24
frekuensi, dan kepuasan seksual. Selama penelitian yang dilakukan selama 2 tahun, pada kontrol tidak ditemukan efek samping yang berarti. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian testosteron dosis rendah cukup efektif untuk memperbaiki disfungsi seksual pada wanita postmenopause (Bolour dan Braunstein, 2005). Terapi testosteron pada wanita relatif baru dalam praktek medis dibandingkan dengan estrogen dan progesteron. Namun banyak data dasar dan klinis menunjukkan manfaat dari pengobatan testosteron pada wanita. Pada wanita pemberian injeksi testosteron saat ini tidak dianjurkan long acting testosteron, tetapi disarankan short acting testosteron yaitu secara oral atau transdermal (Pangkahila, 2013). Nilai normal testosteron pada wanita adalah 30-95 ng/dl (Pangkahila, 2013). Pengobatan testosteron meningkatkan semua aspek dalam kualitas hidup.namun kondisi berikut ini harus dipertimbangkan dalam pengobatan testosteron yaitu indikasi, kontraindikasi, persiapan testosteron, dosis, evaluasi dan follow up pasien, dan pemantauan pasien (Pangkahila, 2014). Pemberian testosteron sebaiknya tidak diberikan pada wanita postmenopause yang tidak mendapatkan terapi hormone estrogen. Awalnya, pemberian estrogen saja dapat memperbaiki gejala-gejala postmenopause, seperti mengurangi kekeringan vagina, dan kemudian untuk meningkatkan fungsi seksualnya dibutuhkan terapi androgen. Selanjutnya, pemberian testosteron saja akan menekan SHBG (Sex Hormone Binding Globulin) yang dapat meningkatkan timbulnya efek samping. Perlu juga diketahui dengan benar oleh para dokter yang akan memberikan produk yang mengandung testosteron produk yang mengandung testosteron
25
bahwa terdapat beberapa akibat buruk karena kadar testosteron yang terlalu tinggi pada perempuan, seperti berikut ini: (Pangkahila, 2013) 1. Infertiliti 2.
Menopouse, untuk mengoreksi hormon testosteron dan peningkatan libido.
3. Perimenopause dan postmenopause. Selanjutnya perlu diperhatikan kontra indikasi pengobatan testosteron pada perempuan yaitu : 1. Ca mammae 2. Ca uteri
2.4 Plasenta Platinum Berdasarkan brosur yang ada plasenta mempunyai fungsi vital dalam pertumbuhan dan perkembangan manusia semenjak berada dalam janin, yakni sebagai penyalur nutrisi, hormon dan darah pada calon bayi.pada 12 minggu awal kehamilan, plasenta bertindak sebagai organ paru-paru, ginjal, hati, pencernaan dan sistem kekebalan tubuh bayi. Suntik injeksi plasenta berfungsi untuk memperbaiki dan meregenerasi sel tubuh yang rusak, meningkatkan vitalitas, sehingga membuat kulit anda tampak selalu muda dan segar. Kandungan yang terdapat dalam plasenta super platinumterdiri dari : embrio sel, hormon, serta berbagai macam vitamin yang terbaik dan bagus dalam meremajakan sel-sel tubuh, kulit dan organ. Berdasarkan data yang ada plasenta super platinum berfungsi sebagai berikut:
26
1. Menormalkan kerja hormon 2. Merangsang pertumbuhan sel baru epidermis didalam tubuh,dengan mengirim formasi darah baru melalui pembuluh darah, dan pada saraf hingga menjadi kulit lebih sehat, muda dan tidak tegang. 3. Membantu untuk menambah gairah vitalitas, konsentrasi, menjaga kesehatan mata agar tetap tajam. 4. Meregenerasi kulit dan membuatnya tetap kencang. 5. Mencegah masalah penuaan seperti darah tinggi, diabetes, kolesterol, asam lambung, migrain, dan sirkulasi darah serta memperbaiki organ otak, jantung, hati, ginjal dan saluran pencernaan. 6. Merangsang pertumbuhan secara normal, meregenerasi dan memperbaiki penuaan pada otot yang terluka, kulit dan tulang. 7. Menyembuhkan masalah kulit pada jaringan epidermis seperti keriput, kantong mata gelap dan masalah pigmentasi. 8. Mempercepat penyembuhan luka paska operasi dan menghambat menoupause bagi wanita dengan usia 40 tahun keatas. 9. Menambah energi agar tidak mudah merasa lelah serta miningkatkan sistem imune tubuh yang menurun. Menurut brosur tersebut, efek terapi suntik plasenta dibawah ini telah dibuktikan secara klinis : 1. Mengembalikan kemudahan dan mencegah penuaan dini 2. Mencegah pengerasan liver 3. Mencegah pembentukan ruam dan bitik wajah 4. Menormalkan gangguan biologis 5. Membantu penyembuhan diabetes
27
6. Membantu proses penyembuhan pada saat dan setelah sakit 7. Meningkatkan pertumbuhan pada membran kulit dan luka 8. Membantu meringankan kaki dingin 9. Membantu meringankan masalah ginjal 10. Membantu meringankan hipertensi 11. Meningkatkan gairah sex dan mencegah impotensi 12. Meningkatkan daya tahan tubuhterhadap penyakit 13. Mencegah peradangan kulit dan alergi. Hasil maksimal terbaik akan terlihat sekali perbedaannya setelah penyuntikan ke25. Dosis penyuntikan 1 kali seminggu sampai 25 kali penyuntikan atau sampai hasil maksimal yang diharapkan. Untuk pemeliharaan disarankan dilakukan 1 kali perdua minggu sampai 25 kali penyuntikan, kemudian diturunkan menjadi 1 kali setiap 3 minggu selama 25 kali penyuntikan, Setelah itu selamanya 1 kali sebulan. Metode penyuntikan dilakukan intra muscular (Plasenta Platinum 5000mg, 2013).
Hasil analisis yang dilakukan dilaboratorium analitik Universitas Udayana menunjukkan dalam 1 ampul plasenta super platinum terkandung 87,5 mg/dl testosteron (lampiran.5).
2.5 Hewan Coba Tikus 2.5.1 Penggunaan Tikus (Rattus Norvegicus) di Laboratorium Penggunaan tikus atau rat (Rattus Norvegicus) telah diketahui sifatsifatnya dengan sempurna, mudah dipelihara, merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk berbagai macam penelitian. Terdapat beberapa galur atau varietas tikus yang memiliki kekhususan tertentu antara lain galur Sprague-
28
dawley yang berwarna albino putih berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada badannya, dan galur Wistar yang ditandai dengan kepala besar dan ekor lebih pendek (Hubrecht dan Kirkwood, 2010). Tikus (Rattus Norvegicus) galur Wistar lebih besar dari famili tikus umumnya, di mana tikus ini dapat mencapai 40 cm diukur dari hidung sampai ujung ekor dan berat 140-500 gram. Tikus betina biasanya memiliki ukuran lebih kecil dari tikus jantan dan memiliki kematangan seksual pada umur 4 bulan dan dapat hidup selama 4 tahun (Kusumawati, 2004).Berikut adalah Data Biologis Tikus: Tabel 2.1 Data Biologis Tikus (Malole dan Pramono, 1989; Kusumawati, 2004) KARAKTERISTIK Berat badan Jantan Betina Berat lahir Lama hidup Temperatur tubuh Kebutuhan air Kebutuhan makanan Frekuensi denyut jantung Frekuensi respirasi Tidal volume Pubertas Saat dikawinkanJantan Saat dikawinkanBetina Lama siklus birahi Lama kebuntingan Jumlah anak perkelahiran Umur sapih
UKURAN ( gram ) ( gram ) ( gram ) ( tahun ) (oC) (ml/100g BB) (g/100g BB ) (permenit) (permenit) (ml) (hari) (hari) (hari) (hari) (hari) (hari)
: : : : : : : : : : : : : : : : :
300-400 250-300 5-6 2,5-3 35,9-37,5 8-11 5 330-480 66-114 0,6-1,25 50-60 65-110 65-110 4-5 21-23 6-12 21
29
2.5.2 Pemberian Makanan dan Air Minum Tikus di Laboratorium Bahan dasar makanan tikus dapat bervariasi misalnya: protein 20-25% (tetapi hanya 12%, kalau protein itu lengkap berisi semua asam amino esensial dengan konsentrasi benar), lemak (5%), pati (45-50%), serat kasar (kira-kira 5%), abu (4-5%), vitamin A (4.000 IU/Kg), vitamin D (1.000 IU/Kg), alfa tokoferol (30 mg/Kg), asam linoleat (3 mg/Kg), tiamin (4 mg/Kg), riboflavin (3 mg/Kg), pantotenat (8 mg/Kg), vitamin B12 (50 ug/Kg), biotin (10 ug/Kg), piridoksin (40300 ug/Kg), dan kolin (1000 mg/Kg). Untuk memenuhi kebutuhan makanan tikus, di Indonesia dipakai makanan ayam petelur (kandungan protein 17%) yang mudah diperoleh di toko makanan ayam (Malole dan Pramono, 1989). Seekor tikus dewasa makan 12–20 gram perhari dan pemberian air minum tikus ad libitum. Keperluan mineral tikus tercantum dalam tabel berikut ini: Tabel 2.2 Mineral dalam makanan tikus (Malole dan Pramono, 1989). Mineral
Kebutuhan
Kalsium Fosfor Magnesium Kalium Natrium Tembaga Yodium Besi Mangan Seng
0,5% 0,4% 400 mg/Kg 0,36% 0,05% 5,0% 0,15 mg/Kg 35,0 mg/Kg 50,0 mg/Kg 12,0 mg/Kg
30
2.5.3 Pemantauan Keselamatan Tikus di Laboratorium Pemantauan keselamatan tikus di laboratorium (Ngatidjan, 2006) antara lain: 1. Kandang tikus harus cukup kuat, tidak mudah rusak, mudah dibersihkan (satu kali seminggu), mudah dipasang lagi, hewan tidak mudah lepas, harus tahan gigitan dan hewan tampak jelas dari luar. Alas tempat tidur harus mudah menyerap air, pada umumnya dipakai serbuk gergaji atau sekam padi. 2. Menciptakan suasana lingkungan yang stabil dan sesuai dengan keperluan fisiologi tikus (suhu, kelembaban, dan kecepatan pertukaran udara yang ekstrim harus dihindari). 3. Untuk tikus dengan berat badan 200-300 gram, luas lantai tiap ekor tikus adalah 600 cm², tinggi 20,0 cm. 4. Tikus harus diperlakukan dengan kasih sayang. Aspek kesejahteraan tikus laboratorium meliputi:
Bebas dari rasa sakit. Untuk mengurangi rasa sakit pada saat pengambilan darah dapat diberikan alkohol pada area yang akan diinjeksi.
Bebas dari rasa haus dan lapar. Untuk itu tikus diberi makan ayam petelur 12-20 gram perhari, serta diberi air minum ad libitum.
Bebas dari penyakit. Untuk itu bila tikus sakit maka dicarikan dokter hewan untuk mengobatinya.
Pengendalian penyakit pada tikus antar lain:
Sering mengganti alas tidur dan membersihkan kandang
Merawat tikus dengan cara yang higienis, yaitu tangan perawat harus
31
selalu bersih
Perhatikan secara seksama gejala-gejala sakit, misalnya berat badan turun atau gejala lain seperti sukar bernapas dan mencret
Setelah pengambilan darah dilakukan, tikus sebaiknya diberikan vitamin seperti asam folat dan B12
Untuk mengurangi rasa sakit pada saat pengambilan darah dapat diberikan alkohol pada area yang akan diinjeksi.
32
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Semakin manusia mencapai dewasa, secara alamiah sebagian komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi, dan terjadi penurunan karena proses penuaan. Banyak faktor yang mempengaruhi kadar testosteron antara lain adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi penyakit degeneratif, gangguan poros hipotalamus-organ, dan genetik. Sedangkan faktor eksternal antara lain keadaan umum yang tidak baik, gaya hidup tidak sehat, umur, stres, dan penyakit. Salah satu obat yang dipakai untuk tujuan mengencangkan kulit dan meningkatkan libido adalah Plasenta Super Platinum.Hormon yang berefek seperti itu adalah testosterone. Sehingga perlu diteliti bahwa plasenta Super Platinum dapat meningkatkan kadar testosterone pada tikus betina dewasa. Pada kemasan Plasenta Super Platinum tersebut tertulis ”Long Acting Hormone” sedangkan injeksi tersebut banyak diberikan pada wanita di klinikklinik kecantika. Berdasarkan teori yang ada bahwa terapi testosteron pada wanita relatif baru dalam praktek medis dibandingkan dengan estrogen dan progesteron. Namun banyak data dasar dan klinis menunjukkan manfaat dari pengobatan testosteron pada wanita. Pada wanita pemberian injeksi testosteron saat ini tidak dianjurkan long acting testosteron, tetapi disarankan short acting testosteron yaitu secara oral atau transdermal. Dengan adanya banyak pendapat yang kadang menimbulkan kontroversi
32
33
peneliti mengangkat permasalahan tersebut, dikarenakan bahwa tidak semua kandungan plasenta yang dipakai belum tentu mengandung hormon untuk meningkatkan vitalitas tubuh. Pada manusia usia >40 tahun oleh karena terjadinya penurunan hormon, gairah seks sehingga peneliti memakai plasenta super platinum dalam penelitian ini yang mengandung hormon untuk membantu menormalkan metabolisme kerja hormon dalam tubuh.
3.2 Konsep Penelitian Berdasarkan penjelasan di atas, maka pemberian injeksi plasenta super platinum bisa meningkatkan hormon testosteron dapat dilihat pada skema 3.1.
Faktor Internal: - Genetik
Plasenta super platinum
Faktor Eksternal: -Keadaan umum tidak
- Gangguan poros
baik
hipotalamus-hipofise-
- Gaya hidup tidak sehat
organ - Penyakit degeneratif
-Umur Tikus betina dewasa
- Stres - Penyakit
-Aging Process Kadar testosteron Gambar 3.1 Konsep Penelitian
34
3.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir, maka hipotesis yang dapat diajukan adalah :
Pemberian injeksiplasenta super platinundapat meningkatkan kadar testosteron pada tikus betina dewasa.
35
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental, dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah randomized post test only control group design (Pocock, 2008). Pada kelompok subyek penelitian dilakukan alokasi sampel secara random sehingga didapatkan 2 kelompok. Satu kelompok sebagai kelompok kontrol yang diberikan plasebo aqua pro-injeksi (sesuai dengan volume plasenta super platinum), kelompok yang lain sebagai kelompok perlakuan yang diberikan plasenta super platinum sebanyak 210 mg/200 gram bb tikus intramuskular. Rancangan penelitian dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut:
P0
P1
O1
O2
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Keterangan: P
=
Populasi tikus betina dewasa muda umur 18 – 20 minggu, berat badan 200-250 gram
S
=
Sampel tikus
35
36
RA =
Random Alokasi
O1
=
Kadar testosteron setelah perlakuan pada kelompok kontrol
O2
=
Kadar testosteron setelah perlakuan pada kelompok perlakuan
P0
=
Perlakuan pada kelompok kontrol (Aquabidest)
P1
=
Perlakuan pada kelompok perlakuan denganpemberian plasenta super platinum
4.2 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilakukan di :
Laboratory Animal Unit bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Laboratory Analitik Universitas Udayana.
4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Subyek Penelitian Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah tikus yang sesuai dengan sampel yang telah ditentukan dalam penelitian.
4.3.2 Kriteria Subyek Sampel dalam penelitian ini adalah tikus betina dewasa muda, yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi sebagai berikut : Kriteria Inklusi : a.
Tikus (Rattus norvegicus) betina galur wistar
b.
Umur 18-20 minggu setara dengan usia 40tahun pada manusia.
37
c.
Berat badan 200-250 gram.
Kriteria Drop out : apabila tikus sakit atau mati pada saat penelitian.
4.3.3 Besaran Sampel Pada penelitian ini perhitungan jumlah sampel dihitung dengan rumus (Federer, 2008): (n-1) x (t-1) ≥ 15 n = jumlah replikasi t = jumlah perlakuan Perhitungan sebagai berikut (n-1) x (2-1) ≥ 15, jadi n=16. Jumlah sampel per kelompok adalah 16 ekor tikus. Tiap kelompok ditambah 10% sebagai cadangan. Ada 2 kelompok, jadi total jumlah sampel adalah 36 ekor tikus.
4.3.4 Teknik Penentuan Sampel Teknik penentuan sampel dilakukan dengan cara berikut : a) Dari populasi tikus (Rattus norvegicus) diadakan pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi. b) Dari jumlah sampel yang telah memenuhi syarat diambil secara random untuk mendapatkan jumlah sampel. c) Dari sampel yang telah dipilih kemudian dibagi menjadi 2 kelompok secara random yaitu kelompok kontrol dan kelompok yang mendapat perlakuan, masing-masing kelompok dengan jumlah sampel.
38
4.4 Variabel 4.4.1 Klasifikasi Variabel a.
Variabel bebas
: plasenta super platinum
b.
Variabel tergantung
: kadar testosteron
c.
Variabel kontrol
: - varian tikus (Rattus norvegicus) - jenis kelamin, umur, berat badan tikus - suhu, kelembaban, nutrisi, kandang
4.4.2 Definisi Operasional Variabel 1. Plasenta super platinum adalah suatu bentuk sediaan hormon sebesar 10.000 mg. 2. Pemberian injeksi Plasenta super platinum satu kali dalam seminggu secara intramuskuler. 3. Kadar testosteron adalah kadar hormon testosteron dalam darah yang diukur dengan metode ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Darah diambil pada akhir penelitian untuk masing-masing kelompok penelitian setelah 4 minggu kemudian (setelah selesai diberi perlakuan). 4. Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus (Rattus norvegicus) betina dewasa galur Wistar, umur 18-20 minggu, berat badan 200-250 gram. 5. Kualitas dan kuantitas kandang adalah kandang pemeliharaan dengan atap dari kawat, dilengkapi dengan tempat makanan dan minuman, dan disediakan satu kandang untuk 5 (lima) ekor tikus.
39
6. Kualitas dan kuantitas makanan berupa konsentrat makanan standar dengan kode 594dan minuman yang diberikan secara tak terbatas (ad libitum). Suhu ruang tikus dipertahankan 20-25ºC, kelembaban dan pertukaran udara yang ekstrim harus dihindari, aliran udara dalam ruang harus lemah dan mantap (ruang berventilasi baik dengan penyinaran normal).
4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian 4.5.1 Bahan Penelitian 1. Plasenta super platinum 10.000mg (1 vial 5000mg = 2 cc, Raitorio®) 2. Darah tikus betina sehat umur 18 – 20 minggu 3. Reagen untuk pemeriksaan testosteron 4. EDTA (Ethylen Tetra Diamine) 5. Aquabidest
4.5.2 Instrumen Penelitian 1. Kandang tikus dengan kelengkapan tempat makanan dan minuman 2. Pipet kapiler hematokrit 3. Tabung penampung darah 4. Set alat pemeriksaan testosteron darah tikus 5. Sarung tangan 6. Alat kit testosteron 7. Kamera digital
40
4.6 Prosedur Penelitian 4.6.1 Pemberian Perlakuan
36 ekor sampel tikus diadaptasi selama 1 minggu, dengan 4-5 ekor tikus dalam satu kandang, diberikan makanan standard 12-20 gram perhari dan minum ad libitum.
Secara random tikus dibagi menjadi 2 kelompok : Kelompok 1 : Sebagai kelompok kontrol Kelompok 2 : Sebagai kelompok perlakuan
Kelompok perlakuan diberikan injeksi plasenta super platinum dengan dosis yang sudah disesuaikan dengan berat badan masing-masing secara intramuskular, sedangkan kelompok kontrol diberikan injeksi aquabides.
Kedua kelompok diambil darah untuk diperiksa kadar testosteron setelah mendapatkan injeksi aquabides dan pemberian injeksi plasenta super platinum setelah 4 minggu.
Dilakukan analisis statistik.
Seluruh sampel tikus dikembalikan ke tempatnya semula sebelum atau setelah dilakukan penelitian untuk dipelihara kembali.
4.6.2 Perhitungan Dosis Plasenta Platinum Untuk Subyek Penelitian Perhitungan dosis digunakan konversi dari manusia (berat badan 70kg) ke tikus (200 g) adalah 0,018. Sedangkan berat wanita indonesia kisaran 60kg sehingga perhitungan menjadi 70/60 x 10.000 mg dari dosis plasenta super platinum sehingga didapatkan nilai 11.666, setelah dikonversi pada tikus (berat
41
badan tikus 200 gram) menjadi 11.666 x 0.018 = 210 mg (0,02 ml) dosis plasenta platinum yang diberikan (Laurence, dalam Ngatidjan, 2006). Sediaan yang dipakai dalam penelitian ini adalah 2 ampul plasenta super platinum yang mengandung 10.000 mg/4ml (2.500 mg/ml). Kelompok P1 diberi plasenta super platinum disuntikkan intramuskular pada paha tikus sesuai dengan berat badan tikus yang telah ditimbang. Kelompok kontrol (Po), masing-masing tikus diberi aquabides.Penyuntikan plasenta super platinum secara intramuskular dilakukan satu kali seminggu. Pada hari ke-28 kadar testosteron kedua kelompok tikus diperiksa.
42
4.6.3 Alur Penelitian Tikus Betina Dewasa 36 ekor sesuai dengan inklusi
Adaptasi 1 minggu
Kelompok Kontrol (P0)
Kelompok Perlakuan (P1)
Pemberian Plasebo 4 Minggu (aquabides 0,02 ml)
Pemberian PP 4 Minggu 210 mg (0,02 ml)
Pemeriksaan Testosteron Post Test
Pemeriksaan Testosteron Post Test
Analisis
Gambar 4.2 Alur Penelitian
4.6.4 Teknik Pengambilan Darah Darah diambil dari medial canthus sinus orbitalis sebanyak 1 ml dengan mempergunakan pipet kapiler hematokrit, kemudian ditampung dalam tabung yang sudah diberi antikoagulan (EDTA). Sebelum pengambilan darah tikus
43
dianestesi dengan injeksi kombinasi ketamin dan xylasin dosis 40-80 mg/kgBB ketamin dan 5-10 mg/kgBB secara IP.
4.6.5 Mekanisme Kerja Penelitian Model ELISA
yang digunakan adalah
Sandwich ELISA,
yaitu
menggunakan tiga macam antibodi. Antibodi pertama biasanya menggunakan antibodi monoklonal yang dilapiskan pada microplate dan selanjutnya direaksikan dengan antigen. Setelah dilakukan pencucian baru ditambahkan antibodi kedua atau sampel serum yang akan dideteksi dan selanjutnya direaksikan dengan antibodi ketiga yaitu fragmen imunoglobulin yang akan dideteksi (Rantam, 2003). Prosedur Pengukuran Kadar Hormon Testosteron Total Pemeriksaan kadar testosteron total dilakukan di laboratorium dengan menggunakan alat spektrofotometer 450 nm. Sampel darah tikus diambil pada saat hari ke 28 untuk dilakukan pemeriksaan post test. Darah tikus diambil sebanyak 1 cc dari medial kantus sinus orbitalis mata kanan, sebelum pengambilan darah dilakukan tindakan asepsis dan antiseptik dengan pengusapan alcohol swab sekitar daerah yang akan diambil darahnya. Darah yang diambil kemudian dimasukkan ke dalam serum separator tube, diendapkan selama 2 jam pada temperatur kamar, kemudian disentrifuge selama 15 menit kecepatan 1000 kg. Kemudian serum diambil dan dimasukkan ke dalam eppendorf, disimpan pada suhu - 21° C dan dilakukan pemeriksaan dengan spektrofotometer 450 nm dengan metode ELISA. Pemeriksaan dengan metode ELISA untuk testosteron total yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
44
1. Reagen diletakkan di suhu ruang 30 menit sebelum digunakan. 2. Dilakukan pengambilan 25 µl standar, sampel, dan quality control dengan menggunakan pipette, kemudian dimasukkan ke dalam well. 3. Kemudian dilakukan penambahkan 100 µl Testosterone-HRP Conjugate ke masing-masing well 4. Dilanjutkan dengan penambahan 50 µl reagen rabbit anti-testosteron ke masing-masing well. Kemudian dikocok selama 30 detik dan dibiarkan pada suhu ruang selama 60 menit. 5. Cairan dibuang dan dicuci sebanyak 3x dengan larutan wash buffer sebanyak 200 µL, kemudian dikeringkan dengan paper towel. 6. Setelah itu dilakukan penambahan 100 µL TMB substrate solution kedalam masing-masing well. 7. Kemudian plate diinkubasi pada suhu ruang (18-26 oC) selama 15 menit. 8. Dilakukan penambahkan 50 µL stopping solution ke dalam masing-masing welldan larutan dihomogenkan selama 30 menit, yang terlihat dari perubahan warna larutan dari biru menjadi kuning. 9. Kemudian
microwell
dibaca dengan
spektrofotometer pada panjang
gelombang 450nm. Hasil dari pembacaan tersebut berupa mean absorbance value dari masing-masing set standar, sampel dan kontrol. 10. Hasil mean absorbance value tersebut kemudian diplot pada kurva standar untuk mendapatkan hasil kadar testosteron total dalam satuan ng/ml
45
4.7 Analisis Statistik Data yang diperoleh dianalisis sebagai berikut: 1. Analisis Normalitas dan Homogenitas: a. Uji Normalitas data dengan test Shapiro-Wilk. Distribusi data normal dengan P > 0,05 b. Uji homogenitas data denganLevene’s tests.(Archambault, 2008). Varian data homogen dengan P > 0,05 2. Uji Komparasi Karena data berdistribusi Normal maka dipakai uji t tidak berpasangan (independent t test ).
46
BAB V HASIL PENELITIAN
Penelitian eksperimental dengan rancangan Randomized Post Test Only Control Group Design, menggunakan 36 ekor tikus (Rattus norvegicus) betina galur wistar dengan berat 200- 250 gram dan berumur 18 – 20 minggu sebagai sampel, yang terbagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu kelompok kontrol (aquabidest) dan kelompok perlakuan (pemberian plasenta super platinum).
5.1 Uji Normalitas Data Data kadar testosteron diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Data Kadar Testosteron Kelompok Subjek
n
P
Ket.
Kadar testosteron kontrol
18
0,767
Normal
Kadar testosteron perlakuan
18
0,221
Normal
5.2 Uji Homogenitas Data Data kadar testosteron diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.2 berikut.
46
47
Tabel 5.2 Homogenitas Kadar testosteron Kelompok Perlakuan Variabel Kadar testosterone
F
P
Keterangan
3,08
0,088
Homogen
5.3 Kadar Testosteron Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata kadar testosteron antar kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa plasenta super platinum. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-independent disajikan pada Tabel 5.3 berikut. Tabel 5.3 Perbedaan RerataKadar Testosteron antarKelompok Sesudah Diberikan Plasenta Super Platinum
Kelompok Subjek Kontrol Perlakuan
n
Rerata Kadar Testosteron (ng/mL)
SB
18
0,39
0,009
18
0,42
t
p
11,17
0,001
0,006
Tabel 5.3 di atas, menunjukkan bahwa rerata kadar testosteron kelompok kontrol adalah 0,390,009 danrerata kelompok perlakuan adalah 0,420,006. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan nilai t = 11,17 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata kadar testosteron pada kedua kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05).
48
Tesatosteron 0,42 0,43 0,42
ng/mL
0,41
Kontrol
0,39 0,40
Perlakuan
0,39 0,38 0,37
Gambar 5.1
Perbandingan Kadar Testosteron antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan
49
BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
6.1 Subyek Penelitian Untuk menguji pemberian plasenta super platinum terhadap peningkatan testosteron, maka dilakukan penelitian eksperimental dengan rancangan Randomized Post Test Only Control Group Design (Pocock, 2008). Menggunakan 36 ekor tikus Wistar betina dengan berat 200- 250 gram yang sesuai dengan berat badan manusia 70kg dan berumur 18 – 20 minggu setara dengan umur manusia 40 tahun sesuai dengan table konversi (Ngatidjan, 2006), sebagai sampel, yang terbagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu kelompok kontrol (aquabidest) dan kelompok perlakuan (pemberian plasenta super platinum).
6.2 Distribusi dan Homogenitas Data Hasil Penelitian Data hasil penelitian berupa kadar testosteron sebelum dianalisis lebih lanjut, terlebih dahulu diuji distribusi dan variannya. Untuk uji distribusi digunakan uji Shapiro Wilk, yaitu untuk mengetahui normalitas data dan uji homogenitas dengan uji Levene test. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa masing-masing kelompok berdistribusi normal dan homogen (p > 0,05) (Archambault, 2008).
49
50
6.3 Pengaruh Pemberian Plasenta Super Platinum Uji perbandingan antara kedua kelompok sesudah perlakuan berupa pemberian plasenta super platinum menggunakan uji t-independent. Rerata kadar testosteron kelompok kontrol adalah 0,390,009danrerata kelompok plasenta super platinum adalah 0,420,006. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t = 11,17 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata kadar testosteron pada kedua kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05) (Archambault, 2008). Istilah plasenta dalam produk Plasenta Super Platinum ternyata berbeda dengan plasenta yang sebenarnya. Plasenta adalah suatu organ dalam kandungan yang terbentuk pada masa kehamilan. Fungsi plasenta adalah pertukaran produkproduk metabolisme dan produk gas antara peredaran darah ibu dan janin, serta produksi hormon. Banyak hormon yang diproduksi oleh plasenta manusia antara lain adalah hormon steroid yang meliputi hormon progesteron, estradiol, estrone, estriol, estetrol, 2-Methoxyestradiol, allopregnanolone, pregnenolone, 5Dihydroprogesterone (Strauss and Barbieri, 2009). Berdasarkan hasil analisis Laboratory Analitik Universitas Udayana, didapatkan kandungan testosteron 87,5 mg/dl pada Plasenta Super Platinum, sehingga benar adanya injeksi Plasenta Super Platinum meningkatkan kadar testosteron pada tikus betina dewasa, dan juga Berdasarkan hasil penelitian di atas, didapatkan bahwa pada kelompok perlakuan terjadi peningkatan testosteron dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini membuktikan bahwa terjadi peningkatan bermakna hormon testosteron.
51
Dikaitkan dengan produk tersebut yang dijual bebas dan diiklankan untuk perempuan khususnya meningkatkan kekenyalan kulit, meningkatkan libido seharusnya tidak boleh dilakukan, walaupun penelitian ini baru dilakukan pada binatang tetapi dapat diduga hasil yang sama akan terjadi juga bila diberikan pada perempuan, apalagi dalam brosur produk itu disarankan pemberian dilakukan setiap minggu sampai 25 kali. Dengan pemberian selama itu bukan tidak mungkin akan terjadi efek samping yang tidak diharapkan. Hasil penelitian ini hendaknya dapat mengingatkan dokter agar lebih berhati hati dan bertanggung jawab dalam memberikan pengobatan menggunakan produk yang tidak menjelaskan kandungannya dengan benar. Perlu juga diketahui dengan benar oleh para dokter yang akan memberikan produk yang mengandung testosteron bahwa terdapat beberapa akibat buruk karena kadar testosteron yang terlalu tinggi pada perempuan, seperti berikut ini: (Pangkahila, 2013) 1. Infertiliti 2. Menopouse, untuk mengoreksi hormon testosteron dan peningkatan libido. 3. Perimenopause dan postmenopause. Selanjutnya perlu diperhatikan kontra indikasi pengobatan testosteron pada perempuan yaitu : 1. Ca mammae 2. Ca uteri Terapi testosteron pada perempuan relatif baru dalam praktek medis dibandingkan dengan estrogen dan progesteron. Namun banyak data dasar dan
52
klinis menunjukkan manfaat dari pengobatan testosteron pada perempuan. Pada wanita pemberian injeksi testosteron saat ini tidak dianjurkan long acting testosteron, tetapi disarankan short acting testosteron yaitu secara oral
atau
transdermal (Pangkahila, 2013). Pengobatan testosteron meningkatkan semua aspek dalam kualitas hidup.namun kondisi berikut ini harus dipertimbangkan dalam pengobatan testosteron yaitu indikasi, kontraindikasi, preparat testosteron, dosis, evaluasi dan follow up pasien, dan pemantauan pasien (Pangkahila, 2014). Pemberian testosteron sebaiknya tidak diberikan pada perempuan postmenopause yang tidak mendapatkan terapi sulih estrogen.Awalnya, pemberian estrogen saja dapat memperbaiki gejala-gejala postmenopause, seperti mengurangi kekeringan vagina, dan kemudian untuk meningkatkan fungsi seksualnya dibutuhkan terapi androgen. Selanjutnya, pemberian testosteron saja akan menekan SHBG (Sex Hormone Binding Globulin) yang dapat meningkatkan timbulnya efek samping.
53
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil
penelitian pemberian
plasenta super platinum
didapatkan simpulan sebagai berikut:Pemberian injeksiplasenta super platinun meningkatkan kadar testosteron pada tikus betina dewasa.
7.2 Saran Sebagai saran dalam penelitian ini adalah: 1. Kepada para dokter disarankan untuk memperhatikan kandungan testosteron yang tinggi dalam produk tersebut sebelum menggunakannya untuk perempuaan. 2. Melihat kandungan testosteron yang tinggi pada preparat tersebut disarankan kepada pihak yang berwenang melarang penjualan produk tersebut secara bebas. 3. Kepada masyarakat disarankan untuk tidak menggunakan produk tersebut tanpa petunjuk dokter.
53
54
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007.Sex-Specific Behaviour in Mice Affected by Sensory Organ, Findings Have Implication for Human Research. Available at: http://wvvw/angelfire.com/il/nalapralaya/rokok/html. Accessed Aim 8, 2007. Archambault, S. 2008. Independent Samples T Test, (cited 2010). Available from: http://www.welleslev.edU/psvchology:psvch205/indepttest.html Arrington, C. 2009.Low Testosterone in Women.Availlable from: http://wwvv.anti-agingmd.com/testoterone.ht. Accessed February, 6, 2010. Bhasin, S. Woodhouse. 2006. J Clin Endocrinol Metab. 91. p. 1995-2010. Bolour, S., Braunstein, G. 2005.Journal of Impotence Research, p. 399-408. Availlable from: http://www.nature.com-International. Accessed February, 6, 2010. Federer, W.T. 2008. Experimental Design Theory and Application. Man William & Co, Inc. New York. Fowler, B. 2003.Functional and Biological Markers of Aging.In: Klatz, R. 2003. Anti-Aging Medical Therapeutics volume 5. Chicago: the A4M Publications, p. 43. Goldman, R. and Klatz, 2007.The New Anti-Aging Revolution.Malaysia: Advantage Quest. p. 65-66. Gooren, L.J.G., Polderman, K.H. 2000. Safety Aspects of Androgen Therapy. In: Nieschlag, E., Behre, H.M., editors. Testosterone-Action, Deficiency, Substitution. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. p. 186-197. Guyton, A.C., Hall, J.E. 2000.Textbook of Medical Physiology. lOth edition. WB Saunders Company; 81:1283-1302. Hall, J.E. 2008. Harrison's Principies of Internal Medicine.17th ed. In: Fauci, Braunwald, Kasper, editors. The Female Reproductive System: Infertility and Contraception. New York: McGraw Hill. p. 2327. Hubrecht, R. and Kirkwood, J. 2010. The UFAW Handbook of The Care and Management of Laboratory and Other research Animals. Edisi ke-8. Universities Federation for Animal Welfare. P.311-324.
54
55
Kusuma, E. 2009. Sumber informasi penggunaan injeksi Testosterone Enanthate dosis tinggi (Raitorio®) yang diperoleh beberapa dokter di Jakarta (Juni 2009). Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Klatz, 2003. Anti Aging Revolution. Section One : on Aging. Chapter 1. Theories on Aging. p. 20-23. Malole, M.B.M., Pramono, C.S.U.2009. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di Laboratorium. Jabar. Institut Pertanian Bogor: 104-112. Morgan, R. 2003. Hormone Replacement Therapy: A Primer - DHEA, Estrogen, HGH, Therapeutics volume 5. Chicago: the A4M Publications. p. 325327, 330-332. Ngatidjan. 2006. Metode Laboratorium Dalam Toksikologi. Yogyakarta. Penerbit Bagian Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Pangkahila,W. 2007. Anti-agingMedicine:Memperlambat Penuaan Meningkatkan Kualitas Hidup. hal. 24-28, 70-74 Pangkahila, W.2013. Consequences of Testosterone Deficiency in Males and Females. Presented at the National Symposium on Sexology. Bandung, June 28-30, 2013. Pangkahila, W.2014. Testosterone Deficiency in Males and Females. Presented at the National Symposium and Worshop on Anti-Aging Medicine. Bali, March 14-16, 2014. Plasenta Platinum 5000mg.Accesed from http://www.duniakosmetik.com, oktober 2013. Pocock, S.J. 2008.Clinical Trial: A Practical Approach. Cjicester : John Wiley&Sons. p. 127-128. Rantam, F.A. 2003. Metode Imunologi. Surabaya: Airlangga University Press, hal. 83. Speroff, L. 2004.Clinical Gynaecologic Endocrinology and Infertility. 6th. Ed. Amerika Serikat: Lippincott Williams& Wilkins, p. 48-50; 67-68; 71-78; 879-880.
56
Sherwood, L. 2007. Fungsi Testosteron.Fisiologi Kedokteran, edisi 2. Jakarta. Penerbit buku kedikteran EGC. Strauss, J.F.,Barbieri, R.L. 2009. Reproductive Endocrinology. 6th. Ed. Saunders Elsevier. Philadelphia, p. 253. Woodhouse, 2003. Testosterone Levels in Blood. Wikipedia, the free encyclopedia, Accesed from en.wikipedia.org/wiki/low_testosterone.
Lampiran 1
Lampiran 2 Uji Normalitas Data Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Kelompok Testosteron
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Kontrol
.102
18
.200*
.968
18
.767
Perlakuan
.116
18
.200*
.933
18
.221
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Lampiran 3 Uji t-independent Kadar Testosteron antar Kelompok Perlakuan Group Statistics Kelompok Testosteron
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kontrol
18
0,3932
0,00959
0,00226
Perlakuan
18
0,4234
0,00631
0,00149
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
Testoste Equal variances ron assumed Equal variances not assumed
t-test for Equality of Means
F
Sig.
t
3.078
0.088 11,176
df
Mean Std. Error Sig. (2- Differenc Differenc tailed) e e
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
34
.000 -.0,03023
0,00270
0,02473
0,03573
-11.176 29.38
.000 -.0,03023
0,00270
0,02470
0,03576
Lampiran 4 KonversiDosisManusiadanHewan
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7 Level Normal Testosteron ALPACO Mouse/Rat Testosterone Elisa www.alpaco.com
Gambar Injeksi Plasenta Super Platinum
Pemeliharaan hewan coba
Injeksi plasenta super platinum
Anastesi tikus
Pengambilan sampel darah
Inj. Plasenta super platinum intramuscular