Terima kasih telah mengirim karya anda ke InterSastra. Keberanian anda menerjemahkan Robert Frost berhak mendapat pujian. Menangani puisi klasik dari penyair sekelas Frost tentu membutuhkan perhatian yang teliti, mungkin karena itu anda memilih menerjemahkannya. Kami sadar anda juga menulis puisi sendiri, barangkali anda menerjemahkan Frost juga untuk menimba pelajaran bagi proses penulisan anda sendiri. Anda mengirimkan banyak puisi kepada kami—minat dan semangat anda terlihat jelas dari situ. Oleh karena itu, supaya laporan ini sungguh berguna bagi anda, kami perlu tawarkan kritik yang rinci dan menyentuh kekurangankekurangan yang, sayangnya, masih kami temukan dalam banyak terjemahan anda. Mari kita mulai dengan “Mampir di Hutan ketika Malam Bersalju”. Ia tampak sudah bagus sebagaimana adanya. Kami lihat keterampilan anda melestarikan bentuk dan anda puisi yang selaras dengan versi asli. Tentu anda sadari dengan menerjemahkan puisi ini, bentuk terjemahan yang baik belum tentu menyamai persis bentuk dan rima versi asal. Dengan luwes anda menukar “I think” dengan “kurasa”, “stopping” menjadi “mampir”, “without a farmhouse near” menjadi “tidak di dekat rumah petani”. Bayangkan kalau anda terjemahkan dengan “tidak di dekat peternakan”—tentu baris itu akan jadi kurang berhasil. Anda juga tepat menerjemahkan “Of easy wind and downy flake” menjadi “Angin lembut dan salju halus berekahan”—ia terdengar lebih puitis ketimbang “angin lembut dan bunga-bunga salju”, misalnya. Anda pun sukses menghasilkan puisi dengan rima yang beraturan, seperti versi asli—insting anda tepat untuk tidak mengotot melestarikan pola aaba aaba aaba aaaa versi asli. Anda pilih abba aaaa aabb aabb—dengan begitu puisi tetap terdengar beraturan, tapi tidak terkesan dipaksa.
1
Bahkan pilihan kata “lagi” di bait terakhir pun terdengar lebih tepat dan puitis daripada “dan”. Perhatian terhadap detail seperti inilah yang kami harapkan. Hanya satu masukan: perhatikan tanda baca agar sesuai dengan tata bahasa Indonesia. Dalam hal ini anda masih mengikuti telak tanda-tanda baca yang digunakan dalam versi asli.
MAMPIR DI HUTAN KETIKA MALAM BERSALJU Oleh Robert Frost Terjemahan NP Hutan siapa ini, kurasa aku tahu. Meski rumahnya di desa ini; Ia takkan melihatku mampir di sini Memandang hutannya tertimbun salju. Kuda kecilku pasti mengira aneh ini Berhenti tidak di dekat rumah petani Di tengah hutan dan salju beku begini Pada malam tergelap tahun ini. Ia menggemerincingkan gentanya Apa ada yang keliru, tanyanya. Suara lain yang terdengar hanyalah usapan Angin lembut dan salju halus berekahan. Hutan ini menawan, gelap lagi dalam, Tapi janji-janji tetap kugenggam, Sebelum tidur, bermil-mil harus kutempuh, Sebelum tidur, bermil-mil harus kutempuh. *
API DAN ES Oleh Robert Frost Terjemahan NP Ada yang bilang dunia ini akan berakhir dalam api, Yang lain bilang dalam es. Dari hasrat yang pernah kucicipi Aku berpegang pada yang mendukung api. Tapi jika dunia ini harus binasa dua kali,
2
Kurasa aku cukup mengerti Kalau sebelumnya tak bilang kehancuran es Itu pun agung lagi memadai. Pada “Api dan Es” kami menemukan beberapa kejanggalan. Menurut kami, puisi ini berkata kehancuran bisa disebabkan oleh hasrat (dilambangkan oleh api), tapi bisa juga oleh benci (dilambangkan oleh es). Maka kami sarankan anda ubah sedikit tiga baris terakhir. Tidak jelas di sana apa yang dimengerti si narator, padahal dalam bahasa Inggris jelas narator mengatakan bahwa ia cukup mengerti benci. “Kehancuran es” adalah frasa yang rancu. Menurut kami, ia justru tidak mengacu kepada kehancuran yang disebabkan oleh es—ia lebih mengacu ke hancurnya es. Bandingkan dengan versi bahasa Inggris-nya dengan lugas: “for destruction ice is also great.” “Dari hasrat yang pernah kucicipi” juga terdengar janggal dari segi tata bahasa. “From what I’ve tasted of desire” dalam versi asli menginformasikan kita alasan mengapa narator berkesimpulan dunia akan hancur karena api. Dalam bahasa Indonesia kita lebih lumrah berkata, “Berdasarkan pengalaman saya dengan hasrat...” Memang sih dalam percakapan kita kadang dengar orang menggunakan “dari” atau “menurut”, dan “berdasarkan” terdengar agak formal untuk puisi ini. Maka cobalah menulis ulang baris ini, perhatikan saja makna baris ini (narator telah mengalami hasrat, maka ia sepakat dengan mereka yang mengatakan dunia akan berakhir karena api), lalu tulis dengan kata-kata yang pas dan tata bahasa yang benar. Satu lagi yang terdengar janggal: “berakhir dalam api”. Bagi kami ia kelihatan jelas terjemahan harfiah. Apakah kita sehari-hari sering mengatakan “berakhir dalam”? Kisah kasih kami berakhir dalam benci. Kisah kami kami berakhir dengan kebencian. Cinta kami pada akhirnya berubah jadi benci. Dunia ini akan berakhir dalam api. Dunia ini akan berakhir karena api. Dunia ini akan berakhir dilumat api. Dunia ini akan kiamat dilumat api. Sedikit contoh bagaimana kita bisa terus mencoba
3
berbagai variasi sampai kita temukan padanan yang lebih apik. Jika tak yakin apakah terjemahan kita memiliki struktur yang tepat dalam bahasa Indonesia, cobalah menulis kalimat lain dengan struktur yang sama. Enakkah kedengarannya? Perhatikan pula irama baris per baris agar ia tetap terdengar merdu dalam bahasa Indonesia. Frost mengulang “Some say” di bait pertama dan kedua—selain terdengar renyah, ia menekankan kesejajaran antara daya api dan es. Mengapa tidak ulangi “ada yang bilang” dalam versi bahasa Indonesia? Lain lagi kasusnya dengan “Tapi jika dunia ini harus binasa dua kali,” (18 suku kata)—walau ia lebih setia kepada versi aslinya (“But if it had to perish twice”, 8 suku kata), kami rasa irama baris itu kehilangan momentum. Bagaimana jika dipersingkat? Frost pun menggunakan rima “fire”, “desire”, “ice”, “twice”, dan “suffice”. Bagus anda melestarikannya dengan rima akhir “api”, “cicipi”, “kali” dsb.
Setelah pengeditan:
API DAN ES Oleh Robert Frost Terjemahan NP dan EVH Ada yang bilang dunia akan kiamat dilumat api, Ada yang bilang bilang dilumat es. Karena pernah mencicipi hasrat, Aku berpegang pada yang mendukung api. Tapi andai dunia binasa dua kali, Kurasa aku cukup mengerti benci Untuk bilang es pun memadai Untuk menghancurkan Dan meluluh-lantakkan.
*
4
BERTEMAN DENGAN MALAM Oleh Robert Frost Terjemahan NP Dengan malam aku berteman. Aku pergi kala hujan—kembali pun kala hujan. Telah kulalui kota terjauh yang berkilauan. Kususuri jalanan kota yang amat menyedihkan. Kulewati seorang satpam sedang mondar-mandir berjalan Dan kutundukkan pandangan, enggan menerangkan. Aku termangu lalu kuhentikan suara langkah-langkah kaki Ketika di kejauhan sebuah tangisan terhenti Terdengar dari rumah-rumah, dari jalan lain lagi, Tapi tak bermaksud memanggilku atau mengucapkan salam perpisahan; Masih lebih jauh lagi di ketinggian tak terperikan, Sebuah jam kenamaan Menopang langit, mengabari waktu yang tak salah dan Tak benar. Sungguh, dengan malam aku pernah berteman. Dalam puisi ini, kami menyukai bagaimana anda menerjemahkan dua bait terakhir: Tapi tak bermaksud memanggilku atau mengucapkan salam perpisahan; Masih lebih jauh lagi di ketinggian tak terperikan, Sebuah jam berkilauan, Menopang langit, mengabari waktu yang tak salah dan Tak benar. Anda menjaga rima akhir versi asli “good-bye”, “height”, dan “sky” dengan “perpisahan”, “terperikan”, dan “berkilauan”, lalu di bait berikutnya “right” dan “night” dengan “dan” dan “berkenalan”. Anda mengambil bentuk yang berbeda dengan versi asli, tetapi justru bagus dalam bahasa Indonesia. Tak seperti versi asli
5
(tiga baris kurang-lebih sama panjang1), versi terjemahan terdiri dari baris panjang, baris pendek, dan baris lebih pendek. Keduanya sama-sama puitisnya. Memisahkan “jam berkilauan” dengan “menopang langit” memberi suspensi yang asyik, selaras dengan suspensi yang dihadirkan “a luminary clock against the sky” yang diikuti baris kosong lalu “proclaimed the time...” di bait berikutnya. Namun, kami anggap terjemahan bait-bait pendahulunya masih memiliki kekurangan. Pertama, judul “Berteman dengan malam” dalam pendapat kami kurang cocok dibanding “Berkenalan dengan malam”, sebab hubungan narator dengan malam belum akrab, justru cenderung dingin. Narator keluar suatu malam dan melihat-lihat, tetapi ia tidak merasa disambut dengan hangat di sana (perhatikan kata-kata “hujan”, “menyedihkan”, “tangisan” yang tidak memanggilnya maupun mengucapkan selamat tinggal kepadanya). “Berkenalan” juga terjemahan yang lebih tepat dari “acquainted”. Kemudian, tidakkah menurut anda “jeritan” atau “teriakan lebih mungkin terdengar dari jarak yang jauh—karena cenderung lebih keras—daripada “tangisan”? Lagipula “cry” yang digunakan Frost di situ bisa jadi memanggil atau mengucapkan selamat tinggal, walau bukan kepada narator. Kita bisa menjeritkan nama orang atau meneriakkan salam perpisahan, tapi menangiskannya? Agak janggal. Secara literal, “I have outwalked the furthest city light” bisa diterjemahkan jadi: “Aku telah berjalan lebih jauh daripada lampu kota yang terjauh.” Karena itu, kami nilai penggunaan “kota terjauh” kurang tepat. Apakah narator berkelana ke banyak kota, sehingga ia melalui kota yang jauh, lalu yang lebih jauh, dan yang terjauh dari tempat mulanya? Atau ia hanya mengelilingi sebuah kota hingga ke batas-batasnya yang terjauh? Hingga ke luar jangkauan lampu-lampu kota? Hingga lampu-lampu
1
But not to call me back or say good-bye; And further still at an unearthly height, A luminary clock against the sky
6
kota tak bisa lagi menerangi jalannya? Pertimbangkan berbagai kemungkinan lain, lalu revisi baris tersebut. “Kulewati seorang satpam sedang mondar-mandir berjalan”. Pertanyaan pertama: mengapa anda memilih satpam? Bagi sebagian orang, kata itu lebih identik dengan sekuriti, penjaga tempat bisnis atau gedung, dan “watchman” di bait ini bisa jadi penjaga kota bahkan polisi. Karena tidak ada penjelasan lain, jika anda ingin tetap memilih satpam, pilihan itu bisa diterima. Namun, baris ini kehilangan momentum, sebaiknya dipersingkat—barangkali potong “sedang”, ia tak esensial dalam kalimat itu. Meskipun “on his beat” tidak mesti diterjemahkan menjadi mondar-mandir, kami menghargai kreatifitas anda menerjemahkannya begitu. Memang penjaga/satpam yang baik biasanya mondarmandir untuk memastikan semua aman. Juga baris “Aku termangu lalu kuhentikan suara langkah-langkah kaki”. Jika narator menghentikan suara langkah, langkah siapa? Suara langkah kaki dari mana? Dari radio? Dari kakinya sendiri? Agar tidak rancu dan janggal, kita bilang saja narator menghentikan langkah. Dengan begitu suara-nya pun otomatis sirna.
Versi pasca pengeditan: BERKENALAN DENGAN MALAM Oleh Robert Frost Terjemahan NP dan EVH Dengan malam aku berkenalan. Aku pergi kala hujan—kembali pun kala hujan. Telah kulalui lampu kota terjauh yang berkilauan. Kususuri jalanan kota yang menyedihkan. Kulewati penjaga mondar-mandir berjalan. Kutundukkan pandangan, enggan menerangkan. Aku termangu, lalu kuhentikan langkah kaki
7
Ketika di kejauhan sebuah teriakan terhenti Terdengar melampaui rumah-rumah di jalan lain lagi, Tapi tak bermaksud memanggilku atau mengucapkan salam perpisahan; Masih lebih jauh lagi di ketinggian tak terperikan, Sebuah jam berkilauan, Menopang langit, mengabari waktu yang tak salah dan Tak benar. Sungguh, dengan malam aku berkenalan. * SAAT UNTUK BICARA Oleh Robert Frost Terjemahan NP Ketika seorang teman memanggilku dari jalan Dan memperlambat jalan kudanya penuh arti, Aku tak terpaku dan memutar pandang Pada seluruh bukit yang belum kugali, Lalu berteriak dari tempat aku berada. Apa itu? Tidak, bukan karena ada saat untuk bicara. Kucangkul tanah subur, Di atas seruncing pisau, lima kaki tingginya, Aku terus berupaya sekuat tenaga: kudaki dinding batu Demi perlawatan yang ramah “A Time to Talk” adalah sajak yang lumayan pelik—ada beberapa tafsir hingga terjemahannya mesti memungkinkan pembaca menangkap lebih daripada satu makna. Kritik pertama kami menyangkut judulnya. Apakah “bicara” paling tepat? “Saat untuk Bicara” mengingatkan saya kepada kampanye atau demo—saat untuk ungkapkan kebenaran, saat untuk suarakan penderitaan orang kecil, dsb. Sedangkan, puisi tersebut adalah tentang mengobrol dengan teman. Mungkin “berbincang” lebih tepat? Ada baiknya anda lakukan beberapa perubahan supaya puisi terbaca lebih lancar dan tidak terlalu kaku mengikuti struktur asli (“Dan... dan...”). Ingat, hanya karena sebuah struktur terdengar bagus dalam bahasa asli, belum tentu ia jadi sama bagusnya dalam bahasa Indonesia. Kadang-kadang lebih bagus apabila kita mencari struktur
8
baru yang terinspirasi dari struktur asli, tapi tidak persis. Misalnya: “aku tak terpaku dan memutar pandang pada seluruh bukit yang belum kugali, lalu berteriak dari tempat aku berada: Apa itu?” Bagi kami, kurang jelas apa yang narator lakukan dan tidak lakukan. Selain itu, kalau kita dipanggil teman, apakah kita akan menyahut “Apa itu?” Bukankah “Ada apa?” lebih lumrah? Oh ya, tepat anda menerjemahkan “a friend” menjadi “teman”, ia terdengar lebih akrab daripada “kawan”. Saya nilai dalam puisi ini narator memang akrab dengan orang yang memanggilnya. “Tidak, bukan sebab ada saat untuk bicara” tidak jelas maknanya. Apakah narator mengatakan tidak kepada temannya? Ia mengatakan tidak bukan karena ada saat untuk menemuinya—lantas apa alasannya? Atau, ia tidak menemuinya sebab saat itu bukan saat untuk bicara? Kami benar-benar tidak mengerti hingga melihat versi aslinya: No, not as there is a time to talk. Ternyata “no,” di situ mengacu ke “I don’t stand still and look around”. Narator memilih untuk tidak mengabaikan temannya karena masih banyak bukit yang belum ia cangkul, ia memilih untuk tidak teriak dari tempatnya berdiri. Narator kemudian memilih untuk menemui kawannya. Nah, menimbang hal itu, baris “No, not as there is a time to talk” bisa kita revisi jadi, “Tidak ada waktu yang sempurna untuk berbincang” (tersirat waktu itu kurang tepat, sebab narator masih punya banyak pekerjaan, tapi ia sadar ia dapat selalu menyisihkan waktu untuk berbincang) atau “Selalu ada waktu untuk berbincang” (tapi ini kurang ambigu dibanding kemungkinan pertama yang kami tawarkan. Lalu ada sedikit kekeliruan soal “I thrust my hoe” dan “blade-end up”—di sini yang dimaksud adalah blade milik hoe itu (kepala cangkul). Terakhir, ini soal tafsir, tapi dari kata-kata “all the hills I haven't hoed”, “Bladeend up”, dan “plod”, kami rasa narator agak enggan mengobrol karena ia masih punya banyak pekerjaan, tetapi ia tetap menghargai dan menghampiri kawannya. Banyak
9
yang menafsirkan puisi ini tentang menyisihkan waktu untuk persahabatan di saat-saat sibuk sekalipun—kami cenderung setuju, meskipun ada juga keambiguan di sana. Oleh karena itu “melangkah dengan berat” kami nilai cocok—bisa jadi narator melangkah dengan enggan menemui kawannya (meskipun ia lakukan juga), atau ia melangkah dengan susah payah mendaki dinding batu demi menemui kawannya.
Versi pasca pengeditan:
SAAT UNTUK BERBINCANG Oleh Robert Frost Terjemahan NP dan EVH Ketika seorang teman memanggilku dari jalan Dan dengan penuh maksud memperlambat kudanya, Aku tak mengabaikannya dan terus memandang Ke seluruh bukit yang masih belum kugali. Aku menoleh dan berteriak dari tempat kuberdiri: Ada apa? Tak ada waktu yang sempurna untuk berbincang. Kutancapkan cangkulku di tanah lunak, Mata cangkul di atas, lima kaki tingginya. Aku melangkah dengan berat, kudaki dinding batu Demi perlawatan yang ramah. * JALAN YANG BELUM DIAMBIL Oleh Robert Frost Terjemahan NP Dua jalan bercabang di hutan kuning, Dan maaf aku tak kuasa menempuh keduanya Dan sebagai pengembara, aku berdiri lama Dan memandang ke satu jalan sejauh yang aku bisa Ke tempat ia berbelok di semak belukar; Kemudian kuambil jalan lain, sama bagusnya, Dan mungkin malah lebih baik Karena ia segar serta mengundang, Meski bagi yang pernah melewatinya Telah berulang-ulang,
10
Dan pagi itu keduanya sama-sama terbentang di hadapan Atas dedaunan tak ada bekas jejak langkah. Oh, aku terus menjaga jalan pertama untuk hari lain! Meski aku tahu jalan menuju ke sana Aku ragu apa aku harus kembali. Sambil mendesah kukatakan ini Jadi, di suatu tempat dalam suatu kurun waktu: Dua jalan bercabang di hutan, dan aku, Aku ambil jalan yang jarang dilalui, Dan, ya, di situlah bedanya. Akhirnya, “The Road Not Taken”. Puisi ini klasik, maka beban penerjemah sangat berat. Mulai dari menerjemahkan judul—kita akan pilih “tidak diambil” atau “belum diambil”? “Belum” lebih optimistis, sebab ia menyiratkan masih ada kesempatan bagi narator untuk mengambil jalan yang diabaikannya hari itu. Saya percaya penerjemah telah menggali makna puisi dalam-dalam sebelum mengambil keputusan. Saran kami berikutnya: jangan terlalu kaku menjaga struktur “and... and...” pada versi asli, lebih baik sesuaikan dengan tata bahasa Indonesia. Lalu, beberapa terjemahan harfiah bisa diperbaiki, misalnya “as far as I could” (“sejauh aku bisa”) dapat diutak-atik jadi “sejauh kemampuanku” atau “sejauh mataku mampu” dsb. Sama halnya dengan “I kept the first”—‘kept’ di sana tidak mesti ‘menjaga’ atau ‘memelihara’, barangkali lebih tepat ‘menyisihkan’ atau ‘menyimpan’. Kekeliruan sedikit pada permainan kata ‘wear’ di bait kedua. Jalan yang satu lagi masih asri, tidak rusak (wanted wear), tapi bagi yang melaluinya pasti sama melelahkan (had worn them) dengan jalan pertama. Kekeliruan pula pada makna kata “should” (bentuk lampau ‘shall’)—ia tidak mesti berarti “harus” atau “sebaiknya”. Di sana ia lebih dekat ke makna “akan”. Lalu “Yet knowing how way leads on to way”—kami rasa makna yang lebih tepat adalah: kalau narator mengambil jalan yang satu, jalan itu akan membawanya ke jalan
11
lain lagi, lalu jalan itu membawanya ke jalan lain lagi, semakin jauh dari persimpangan jalan di hutan tempat mulanya tadi. Bait terakhir yang mengagumkan pada versi asli mesti diterjemahkan dengan penuh perhatian untuk melestarikan pesona versi aslinya. Mari kita periksa pelanpelan. Apakah narator mendesah karena sedih? Kapankah narator mendesah? Pagi itu ketika ia berhadapan dengan dua jalan di hutan? Atau nanti, jauh di masa depan? Kami rasakan bait ini sarat dengan ironi—pada saat yang sama kesaksian tentang tekad manusia yang tak mau putus berharap, sekaligus sifat manusia yang penuh takut dan kekhawatiran, tapi juga penuh mimpi. Pemahaman kami begini: meskipun narator telah memilih jalan yang lebih mudah ditempuh (“took the other, as just as fair”, “I kept the first for another day”), dan sadar ia mungkin takkan pernah kembali ke persimpangan jalan di hutan itu (“Yet knowing how way leads on to way / I doubted if I should ever come back”), narator tetap berharap atau bermimpi suatu hari nanti ia akan jadi cukup berani untuk mengambil jalan yang jarang dilalui orang. Dan pilihannya yang berani itu akan sungguh mengubah hidupnya. Walaupun sebenarnya, kita-pembaca tak tahu apakah narator akan pernah mengambil jalan yang sepi itu. Oleh karena itu, kami nilai pilihan anda menerjemahkan baris pertama hingga ia terjadi di saat sekarang kurang menggigit (“Sambil mendesah kukatakan ini”). Baris kedua pun tidak menjelaskan apa yang terjadi di suatu tempat dan di suatu waktu: narator yang mendesah atau jalan yang bercabang? Kenapa narator yang menempatkan dirinya jelas pada suatu “pagi”, tiba-tiba terlontar ke “suatu tempat dan suatu waktu”? Kami sendiri memilih menempatkan narator mendesah di masa depan (“I shall be telling this”, “ages and ages hence”)—ia bertekad atau berharap ia akan bisa mendesah dan bercerita di masa depan.
12
Kemudian, “Dan ya, di situlah bedanya” tidak sama bobotnya dengan “And that has made all the difference” yang mengandung kepuasan dan kemenangan—yang merupakan buah keberanian narator memilih jalan yang jarang dilalui orang. Puisi ini berhasil atau gagal tergantung pada baris-baris terakhir yang terkenal ini. Mohon revisi hingga baris yang paling akhir jadi lebih dahsyat lagi.
Setelah pengeditan:
JALAN YANG JARANG DITEMPUH Oleh Robert Frost Terjemahan NP dan EVH Dua jalan bercabang di hutan kuning, Maaf aku tak kuasa menempuh keduanya. Sebagai pengembara aku berdiri lama Dan memandang ke satu jalan sejauh mataku mampu Sampai ia berkelok di belakang semak belukar; Kemudian kuambil jalan lainnya, sama bagusnya, Dan mungkin malah lebih baik, Karena ia segar serta mengundang, Meski bagi yang menempuhnya Kedua jalan itu tentu sama melelahkannya. Pagi ini dua jalan terbentang di hadapan. Di atas dedaunan tak ada bekas jejak langkah. Oh, kusisihkan jalan yang sepi untuk hari lain! Namun, kutahu jalan yang kuambil hari ini akan membawaku ke jalan yang lain dan lain lagi, Dan aku ragu kapan aku akan kembali. Nun jauh di suatu negeri, suatu waktu nanti, Sambil mendesah akan kukatakan ini: Dua jalan bercabang di hutan, dan aku, Aku ambil jalan yang jarang ditempuh. Berkatnya, betapa berbeda hidupku kini. *
13
Terima kasih telah mengirim karya anda ke InterSastra. Kami puji keberanian anda menerjemahkan puisi-puisi Frost—terlihat jelas potensi anda menerjemahkan puisi, terutama pada “Mampir di Hutan ketika Malam Bersalju”. Anda mampu memelihara irama barisnya yang singkat dan lugas dan merdu, melestarikan panjang bait dan rima, imaji, serta kedalaman makna—hal-hal yang kami rasa kurang anda perhatikan dalam terjemahan puisi-puisi yang lain, walaupun ada hal-hal yang kreatif dan tajam di sana-sini. Kami sadar kami melemparkan begitu banyak kritik terhadap karya anda, tapi kami yakin apabila anda menerapkan perhatian yang sama rincinya kepada semua puisi yang anda terjemahkan, pasti hasilnya akan lebih baik lagi. Semoga kritik dari kami membantu proses revisi serta proses penerjemahan dan penulisan anda pada umumnya. Mohon maaf apabila ada kekeliruan dan kekurangan dari pihak kami. Terima kasih.
14