BAB 4 TINJAUAN KASUS PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SEBELUM DAN SETELAH BERLAKUNYA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN TERHADAP PUTUSAN BPSK
Pasal 54 ayat (3) UUPK menegaskan bahwa putusan Majelis dari BPSK bersifat final dan mengikat. Kata final dapat diartikan sebagai tidak ada upaya banding dan kasasi
tetapi yang ada adalah keberatan. Keberatan hanya dapat
dilakukan dalam jangka waktu 14 hari setelah menerima pemberitahuan putusan dan keberatana tersebut diajukan kepada Pengadilan Negeri.1 Adapun tata cara mengajukan keberatan terhadap putusan BPSK diatur dalam Peratutan Mahkamah Agung No.01 Tahun 2006 (selanjutnya disebut PERMA). Terhadap putusan BPSK yang bersifat final dan mengikat pada hakikatnya tidak dapat diajukan keberatan, kecuali dipenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana diatur dalam PERMA.2
4.1.
Kedudukan PERMA dalam Peraturan Perundang-undangan Indonesia Di dalam ketentuan Pasal 7 ayat (4) UU No. 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur secara tegas mengenai daya mengikat suatu produk peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh lembaga Negara dan/atau Departemen/lembaga pemerintah. Bunyi pasal tersebut adalah ”Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.” Di dalam penjelasan Pasal 7 ayat (4) UU No. 10 Tahun 2004 diterangkan bahwa “Jenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah 1
Indonesia, op. cit., ps. 56 ayat (2).
2
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK, op. cit., menimbang bagian a.
Perbedaan proses..., Muhammad Adib Adam, FHUI, 2009
Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
Gubernur,
Dewan
Perwakilan
Rakyat
Daerah
Kabupaten/Kota,
Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat” Mahkamah Agung dalam Undang-undangnya yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang ini. Hal inilah yang menjadi dasar adanya Peraturan Mahkamah Agung yaitu peraturan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung untuk mengatur lebih lanjut hal-hal yang belum diatur oleh Undang-undang mengenai peradilan.3 Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK merupakan peraturan yang dikeluarkan Mahkamah Agung tetapi belum diatur lebih lanjut dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu Undang-undang. Oleh karena itu PERMA ini secara hukum tidak mengikat secara umum tetapi hanya dapat digunakan dan mengikat hanya pada internal Mahkamah Agung yang digunakan oleh Badan Peradilan yang berada di bawahnya.4
4.2.
Pembahasan Kasus Kasus yang akan dibahas adalah kasus mengenai penyelesaian sengketa
konsumen yang terjadi sebelum dan sesudah PERMA diberlakukan. Kasus yang dibahas sebelum diberlakukannya PERMA adalah kasus antara PT. Securindo Packatama Indonesia melawan BPSK Kota Bandung dan kasus yang dibahas setelah berlakunya PERMA adalah kasus antara PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung melawan Ahmad Ilyas Prayogi.
4.2.1. Kronologi Kasus Sebelum Diberlakukan PERMA 3
Indonesia, Undang-undang tentang Mahkamah Agung, UU No. 5 Tahun 2004, LN No.9 Tahun 2004, ps.79. 4
Indonesia, Undang-undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, UU No. 10 Tahun 2004, LN No. 53 tahun 2004, TLN No. 4389, ps. 7 ayat 4.
Perbedaan proses..., Muhammad Adib Adam, FHUI, 2009
PT. SECURINDO PACKATAMA INDONESIA melawan BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) Kota Bandung.
Kasus ini berawal dari adanya permasalahan yang melibatkan Riwandi Kencana Mulya (selaku konsumen) dengan PT Securindo Packatama Indonesia (selaku penyedia jasa perparkiran). Pada tanggal 11 Februari 2005 seseorang bernama Riwandi Kencana Mulya yang beralamat di Green Garden Blok B VI/14B memarkirkan kendaraannya, yaitu sebuah motor Honda Tipe GLP dengan nomor polisi B 5632 TT atas nama dirinya di perparkiran Ruko Gedung Gajah Jl. Dr Saharjo, Tebet, Jakarta Selatan yang dikelola oleh PT Securindo Packatama Indonesia. PT Securindo Packatama Indonesia merupakan sebuah perusahaan yang memberikan jasa perparkiran secara profesional dan “secure parking”, yang beralamat di Jl. Mangga Dua Abdad No. 14 Jakarta, Komplek Mangga Dua Mas Blok A No. 11-12 Jakarta. Motor Honda milik Riwandi Kencana Mulya itu kemudian hilang dicuri oleh seseorang di lokasi perparkiran Ruko Gedung Gajah Jl. Dr Saharjo, Tebet, Jakarta Selatan yang dikelola oleh PT Securindo Packatama Indonesia. Tindak pidana pencurian tersebut sempat diketahui oleh pihak penjaga keamanan setempat, dan sempat mengejar tersangka pelaku pencurian motor milik Riwandi Kencana Mulya, namun tidak tertangkap. Atas tindak pidana pencurian yang menimpanya, Riwandi Kencana Mulya melaporkan ke pihak kepolisian setempat. Selain melaporkan tindak pidana pencurian yang menimpanya ke pihak kepolisian, Riwandi Kencana Mulya juga menggugat PT Securindo Packatama Indonesia selaku pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan perparkiran di Ruko Gedung Gajah Jl. Dr Saharjo, Tebet, Jakarta Selatan ke pihak Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Bandungmelalui surat aduan yang diajukan pada tanggal 27 Mei 2005. Pengajuan gugatan itu dilakukan atas dasar antara lain bahwa Riwandi Kencana Mulya, selaku konsumen, merasa telah dirugikan dengan tidak adanya pertanggungjwaban atas kehilangan motor yang seharusnya menjadi tanggung jawab PT. Securindo Packtama Indonesia. Tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen dibebankan oleh PT Securindo Packatama Indonesia selaku penyedia jasa
Perbedaan proses..., Muhammad Adib Adam, FHUI, 2009
perparkiran di Ruko Gedung Gajah Jl. Saharjo, Tebet, Jakarta Selatan yang pengelolaannya dilakukan secara profesional dan “Secure Parking”. Karena selaku penyedia jasa perparkiran tersebut maka PT. Securindo Packtama Indonesia harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi di dalam lingkup tanggung jawabnya. Dalam kasus ini PT. Securindo Packtama Indonesia bertanggung jawab atas setiap kendaraan yang diparkirkan di Ruko Gedung Gajah Jl. Saharjo, Tebet, Jakarta Selatan. Pengelolaan PT. Securindo Packtama Indonesia yang dilakukan secara profesional dan “Secure Parking” maka konsekuensinya adalah PT Securindo Packatama Indonesia berkewajiban untuk memberi jaminan keamanan yang memadai atas kendaraan para pemakai jasa perparkiran yang dikelolanya. Terhadap pengaduan yang diajukan oleh Riwandi Kencana Mulya terhadap PT Securindo Packatama Indonesia, pada tanggal 14 Juli 2005 dibacakan surat keputusan No. 66/Pts-BPSK/VII/2005 tentang proses arbitrase antara Riwandi Kencana Mulya dengan PT Securindo Packatama Indonesia, yang isinya adalah: 1.
Mengabulkan gugatan penggugat (Riwandi Kencana Mulya) untuk sebagian;
2.
Menyatakan tergugat (PT Securindo Packatama Indonesia) telah melakukan kelalaian dalam mengelola perparkiran di Ruko Gedung Gajah Jl. Saharjo, Tebet, Jakarta Selatan yang mengakibatkan hilangnya kendaraan motor milik penggugat;
3.
Menghukum tergugat untuk mengganti atau membayar ganti kerugian seharga motor yang hilang yaitu sebesar Rp 13.000.000,- (tiga belas juta rupiah) kepada penggugat yang dibayarkan secara sekaligus dan tunai ;
4.
Menolak gugatan penggugat untuk selain dan selebihnya. Pihak tergugat, yaitu PT Securindo Packatama Indonesia merasa keberatan
atas putusan BPSK tersebut. Selanjutnya PT. Securindo Packtama Indonesia ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 8 Agustus 2005, yang isi gugatan keberatannya antara lain untuk membatalkan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atas proses arbitrase antara Riwandi Kencana Mulya dengan PT Securindo Packatama Indonesia, dan menyatakan bahwa PT Securindo Packatama Indonesia keberatan untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 13.000.000,- (tiga belas juta rupiah) atas hilangnya kendaraan milik Riwandi Kencana Mulya, sebagaimana disebut dalam surat Putusan BPSK No. 66/Pts-BPSK/VII/2005.
Perbedaan proses..., Muhammad Adib Adam, FHUI, 2009
Terhadap gugatan keberatan PT Securindo Packatama Indonesia terhadap surat Putusan BPSK No. 66/Pts-BPSK/VII/2005, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengambil Putusan, yaitu Putusan No. 02/BPSK/2005/PN.JKT.PST. tanggal 8 September 2005, yang amarnya sebagai berikut: 1.
Menyatakan gugatan pemohon keberatan atas Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang diajukan pemohon keberatan tidak dapat diterima (Niet Onvankelijk Verklaard);
2.
Menghukum pemohon keberatan untuk membayar biaya perkara ini sejumlah Rp 149.000,- (seratus empat puluh sembilan ribu rupiah).
Adapun pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam memutus perkara tersebut adalah: 1.
PT Securindo Packatama Indonesia merupakan pelaksana usaha perparkiran yang pengelolaanya dilakukan secara profesional dan “secure parking” sehingga
PT
Securindo
Packatama
Indonesia
berkewajiban
untuk
memberikan jaminan keamanan yang memadai atas kendaraan para pemakai jasa perparkiran yang dikelola PT Securindo Packatama Indonesia. Hal tersebut merupakan kewajiban hukum dari PT Securindo Packatama Indonesia; 2.
Bahwa hilangnya motor tidak terlepas dari unsur kelalaian dan kekurang hatihatian atau melanggar asas kepatutan, ketelitian, dan kehatian-hatian pelaksana usaha perparkiran yaitu PT Securindo Packatama Indonesia;
3.
Bahwa klausul baku yang dibuat PT Securindo Packatama Indonesia yang tidak mau bertanggung jawab atas kendaraan yang menggunakan jasa PT Securindo Packatama Indonesia merupakan perjanjian yang kesepakatannya bercacat hukum karena timbul dari ketidakbebasan pihak yang menerima klausul, sebab manakala pengendara motor memasuki areal parkir, pengendara motor tidak punya pilihan lain selain memilih parkir disitu sehingga dapat dikatakan kesepakatan itu berar sebelah, artinya kesepakatan itu diterima seolah-olah dalam keadaan terpaksa oleh pihak pengendara motor;
Perbedaan proses..., Muhammad Adib Adam, FHUI, 2009
4.
Bahwa berdasarkan Peraturan Daerah No. 5 Tahun 1999 tentang Perparkiran diberikan hak bagi pengguna jasa parkir untuk menuntut jika pihaknya dirugikan akibat adanya kelalaian pihak pengusaha yang menyelenggarakan perparkiran secara profesional dan “secure parking”.
5.
Bahwa BPSK yang merupakan pihak yang digugat tidak dapat diajdikan pihak dalam perkara ini.
Dengan tidak diterimanya gugatan keberatan yang diajukan oleh PT Securindo Packatama Indonesia, pada tanggal 20 September 2005 PT Securindo Packatama Indonesia mengajukan permohonan kasasi secara lisan yang kemudian diikuti dengan memori kasasi pada tanggal 3 Oktober 2005, yang dalam memori kasasinya tersebut tertuang alasan-alasan yang pada pokoknya menyatakan bahwa putusan yang diambil oleh Pengadilan Negeri dalam perkara konsumen ini telah keliru dalam menerapkan hukum. Putusan Mahkamah Agung No. 01 K/Per.Kons/2006 yang dibacakan pada tanggal 8 Oktober 2007 menyatakan : MENGADILI: 1.
Mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi: PT Securindo Packatama Indonesia tersebut;
2.
Membatalkan
putusan
Pengadilan
Negeri
Jakarta
Pusat
No.
02/BPSK/2005/PN.Jak.Pst tanggal 8 September 2005. MENGADILI SENDIRI: 1.
Menolak keberatan dari pemohon: PT Securindo Packatama Indonesia;
2.
Menyatakan sah putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Bandung Nomor 66/Pts-BPSK/VII/2005 tentang arbitrase;Menghukum pemohon kasasi/pemohon untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah). Adapun alasan Mahkamah Agung memutus sengketa tersebut adalah
Mahkamah Agung mempunyai pertimbangan bahwa:
Perbedaan proses..., Muhammad Adib Adam, FHUI, 2009
1. Bahwa Putusan yang diambil oleh Pengadilan Negeri dalam perkara konsumen ini telah keliru dalam menerapkan hukum karena siapa pihak yang digugat adalah kewenangan sepenuhnya dari pemohon kasasi/penggugat; 2. Bahwa meskipun di dalam karcis parkir disebutkan bahwa segala kehilangan di tempat parkir menjadi tanggung jawab penitip atau pemakai tempat parkir, tetapi klausul tersebut tidak dapat dibenarkan karena dilarang dalam UUPK dan konsumen tidak mempunyai posisi yang seimbang dengan pengelola parkir; 3. Bahwa keadaan yang tidak seimbang tersebut dipandang sebagai misbruik van onstrandigheiden. 4. Bahwa
PT
Securindo
Packatama
Indonesia
sebagai
pihak
yang
dititipi/pengelola parkir dengan memungut bayaran harus bertanggung jawab atas hilangnya barang yang dititipkan kepadanya.
4.2.2. Kronologi Kasus Sesudah Diberlakukan PERMA PT ADIRA DINAMIKA FINANCE Cabang Bandung melawan AHMAD ILYAS PRAYOGI
Pada tanggal 29 Januari 2003, PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung membuat perjanjian hutang piutang, dengan penyerahan hak milik secara fiducia sebagai jaminan, dengan Ahmad Ilyas Prayogi yang bertempat tinggal di Kp. Sukasari No. 23 RT. 01 RW. 13 Desa Sangkanhurip, Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung, hal mana ternyata dengan perjanjian No. 020103101004 tertanggal 29 Januari 2003. Isi perjanjian tersebut antara lain menyatakan : Pasal 1 PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung dengan ini menyatakan setuju untuk menyediakan fasilitas hutang piutang dengan penyerahan hak milik secara fiducia sebagaimana Ahmad Ilyas Prayogi juga menyatakan setuju menerima fasilitas hutang piutang dengan penyerahan hak milik secara fiducia kepada PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung dalam bentuk dana untuk pembelian motor baru.
Perbedaan proses..., Muhammad Adib Adam, FHUI, 2009
Keterangan obyek barang: Obyek barang : Yamaha Vega; Harga
: Rp 9.700.000,-;
No. Rangka
: 4 ST-519466;
No. Mesin
: MH34ST1053K188864;
Warna
: Hitam; Pasal 2
Ahmad Ilyas Prayogi akan melakukan pembayaran atas hutang piutang dengan penyerahan hak milik secara fidusia pada PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung, dengan perincian pembayaran sebagai berikut: 1.1. Harga obyek barang
: Rp 9.700.000,-;
1.2. Uang muka kepada penjual 15,46%
: Rp 1.500.000,-;
1.3. Hutang pokok
: Rp 8.730.000,-;
1.4. Bunga 25,37%
: Rp 6.459.328,-;
1.5. Angsuran hutang pokok dan bunga perbulan
: Rp 434.000,-;
1.6. Jumlah angsuran/dibayar dalam
: 35 kali bayar;
1.7. Pembayaran pertama angsuran hutang pokok dan bunga jatuh tempo pada
: 4 Maret;
1.8. Pembayaran uang angsuran selanjutnya jatuh tempo pada
: tanggal jatuh tempo pembayaran uang angsuran selanjutnya;
1.9. Pembayaran lainnya yang harus dibayar sebelum pencairan hutang piutang a. Biaya Asuransi
: Rp
465.600,-;
b. Biaya administrasi
: Rp
64.400,-;
c. Uang muka 15,46%
: Rp 1.500.000,-;
Dibayarkan pada tanggal
:
1.10. Biaya Jasa Hukum & Notaris
:
29-01-2003 ;
Pasal 3
Perbedaan proses..., Muhammad Adib Adam, FHUI, 2009
Perjanjian hutang piutang dengan penyerahan hak milik secara fidusia ini berlaku terhitung sejak ditandatanganinya perjanjian ini dan berakhir pada tanggal lunasnya hutang piutang Ahmad Ilyas Prayogi kepada PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung.
Pasal 4 1.
Ahmad Ilyas Prayogi menyerahkan jaminan atas perjanjian hutang piutang dengan penyerahan hak milik secara fidusia pada PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung sebagai berkut:
2.
-
Surat kuasa atas barang;
-
BPKB;
-
Asuransi selama masa pembiayaan;
-
Faktur pembelian;
Ahmad Ilyas Prayogi menyerahkan dokumen tambahan yang diperlukan termasuk tetapi tidak terbatas pada: -
Surat Instruksi Penyerahan BPKB;
-
Surat pesanan;
-
Kwitansi Blanko Rangkap 3.
Berdasarkan apa yang telah disebutkan dalam surat perjanjian antara Ahmad Ilyas Prayogi dengan PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung, Ahmad Ilyas Prayogi berkewajiban untuk membayarkan hutangnya kepada PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung setiap tanggal 4 untuk setiap bulannya selama 35 kali angsuran (35 bulan) sebesar Rp 434.000,- tiap bulannya. Telah diperjanjikan juga antara kedua pihak tersebut bahwa jika terjadi keterlambatan dalam pembayaran cicilan hutang oleh Ahmad Ilyas Prayogi, maka Ia akan dikenakan denda sebesar 0,5% dari jumlah angsuran untuk setiap harinya. Memasuki angsuran ke delapan, realisasi pembayaran angsuran oleh Ahmad Ilyas Prayogi kepada PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung selalu mengalami hambatan dan keterlambatan sampai dengan angsuran ke 18. Bahkan pada saat pembayaran angsuran ke 17, terjadi keterlambatan hingga 65 hari, yang menurut hukum sudah dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan wanprestasi.
Perbedaan proses..., Muhammad Adib Adam, FHUI, 2009
Meskipun demikian PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung tetap menunggu pembayaran angsuran ke 18, namun pembayaran angsuran berhenti setelah pembayaran angsuran ke 18 dilakukan. Atas keterlambatan dan hambatan yang terjadi, Ahmad Ilyas Prayogi beralasan bahwa hal tersebut terjadi dikarenakan kendaraan yang menjadi obyek pembiayaan menurut perjanjian hilang pada tanggal 25 Juli 2004. Padahal berdasarkan perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak, alasan tersebut tidak dapat menangguhkan, menghentikan dan/atau membebaskan Ahmad Ilyas Prayogi dari kewajiban untuk membayar angsuran hutangnya kepada PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung karena kendaraan tersebut hanya merupakan barang jaminan atas pelunasan hutang Ahmad Ilyas Prayogi kepada PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung. Terlebih telah diketahui pula bahwa hilangnya kendaraan tersebut bukanlah murni karena kasus pencurian melainkan penggelapan, yang mana hal tersebut bisa terjadi akibat ulah dari Ahmad Ilyas Prayogi sendiri yang telah meminjamkannya kepada pihak lain yang tidak lain adalah teman dari Ahmad Ilyas Prayogi, yang kemudian karena kelalaiannya kendaraan tersebut digelapkan. Proses hukum untuk kasus penggelapan itu sendiri telah diselesaikan melalui proses pengdilan di Pengadilan Negeri Bale Bandung dan kendaraan tersebut telah diambil kembali dan berada dalam kekuasaan Ahmad Ilyas Prayogi. Setelah kendaraan tersebut berada dalam kekuasaannya, ternyata yang dilakukan oleh Ahmad Ilyas Prayogi kemudian bukanlah melanjutkan pembayaran angsuran, melainkan mengalihkan secara di bawah tangan kendaraan tersebut kepada kakaknya, yang kemudian oleh sang kakak kendaraan tersebut dialihkan kembali kepada Agus, dan kemudian dialihkan kembali oleh Agus kepada pihak lain yang diketahui berdomisili di Kampung Citiru, Ciwidey Kabupaten Bandung. Hal tersebut dilakukan oleh Ahmad Ilyas Prayogi tanpa seizin dan sepengetahuan dari pihak PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung. Atas perbuatan yang dilakukan oleh Ahmad Ilyas Prayogi, yang hanya melakukan pembayaran angsuran sebanyak 18 kali berjumlah Rp 434.000,- x 18 yaitu Rp 7.812.000,-, secara hukum dapat dikatakan bahwa sesuai perjanjian dimana Ahmad Ilyas Prayogi berkewajiban mengangsur sebanyak 35 kali sebesar Rp
Perbedaan proses..., Muhammad Adib Adam, FHUI, 2009
434.000,- per-angsurannya, maka Ahmad Ilyas Prayogi masih berkewajiban untuk melunasi pembayaran sebanyak 17 kali lagi angsuran yaitu sebesar Rp 434.000,- x 17 yaitu sebesar Rp 7.378.000,-. Karena segala daya upaya yang dilakukan oleh PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung untuk meminta Ahmad Ilyas Prayogi melunasi angsurannya tidak membuahkan hasil, maka PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung berniat untuk mengambil kendaraan yang dijaminkan dari penguasaan pihak lain. Atas informasi langsung dari Ahmad Ilyas Prayogi, pada tanggal 7 Juni 2005 PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung berhasil mengambil kendaraan tersebut dari penguasan pihak lain (tangan ke empat) yang dilakukan oleh Indrianto Kuncoro yang ditunjuk oleh PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung berdasarkan surat kuasa penarikan nomor 020105T10214. Untuk penarikan tersebut PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung mengeluarkan biaya sebesar Rp 1.200.000,-. Setelah kendaraan tersebut berhasil ditarik kembali pada tanggal 7 Juni 2005, posisi hutang Ahmad Ilyas Prayogi kepada PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung menjadi sebesar Rp 11.893.563,- dengan perincian sebagai berikut: a. Pokok
: Rp
2.656.693,-
b. Tunggakan angsuran
: Rp
4.340.000,-
c Tunggakan Denda
: Rp
3.696.870,- +
Rp 10.693.870,Biaya penarikan
: Rp
1.200.000,- +
Rp 11.893.563,Sebagaimana telah diperjanjikan oleh Ahmad Ilyas Prayogi dengan PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung bahwa kendaraan tersebut merupakan barang jaminan atas pelunasan hutang Ahmad Ilyas Prayogi kepada PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung, dan dikarenakan Ahmad Ilyas Prayogi tidak juga membayarkan sisa angsurannya kepada PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung maka pada tanggal 22 November 2005 kendaraan tersebut dijual oleh PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung di muka umum dan laku terjual dengan harga sebesar Rp 2.950.000,-. Jumlah hasil penjualan motor tersebut belum memenuhi seluruh kewajiban Ahmad Ilyas Prayogi kepada PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung yaitu sebesar Rp 11.893.563,-, masih ada
Perbedaan proses..., Muhammad Adib Adam, FHUI, 2009
Rp 8.943.563,- yang menjadi kewajiban dari Ahmad Ilyas Prayogi kepada PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung. Atas permasalahan yang terjadi tersebut di atas, Ahmad Ilyas Prayogi mengajukan gugatan kepada PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kabupaten Bandung dengan surat gugatan tertanggal 26 November 2006 yang terdaftar di Sekretariat BPSK Kabupaten Bandung dengan nomor 03/P3K/I/tanggal 25 Januari 2007 dengan menuntut kerugian kepada PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung dan meminta PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung dihukum untuk membayar ganti rugi materil sebesar Rp 30.000.000,-. Atas gugatan yang diajukan oleh Ahmad Ilyas Prayogi tersebut Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kabupaten Bandung
menjatuhkan
putusan
tanggal
15
Maret
2007,
Nomor
02/ARBT/BPSK/2007, dengan amar putusan sebagai berikut: MENGADILI 1.
Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2.
Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat berupa pengembalian uang muka dan 18 kali angsuran sebesar Rp 9.312.000,(sembilan juta tiga ratus dua belas ribu rupiah);
3.
Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara hingga saat ini sebesar Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah);
4.
Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya.
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kabupaten Bandung tersebut telah merugikan pihak PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung, dan karenanya PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung melakukan upaya hukum dengan mengajukan permohonan keberatan terhadap putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kabupaten Bandung tersebut kepada Pengadilan Negeri Bale Bandung. Dalam gugatannya, PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung memohon kepada Pengadilan Negeri Bale Bandung agar membatalkan putusan arbitrase Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kabupaten Bandung tertanggal 15 Maret 2007 Nomor 02/ARBT/BPSK/2007.
Perbedaan proses..., Muhammad Adib Adam, FHUI, 2009
Terhadap gugatan yang diajukan oleh PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung tersebut, Pengadilan Negeri Bale Bandung memutus dengan putusan No. 40/Pdt/G/2007/PN-BB tanggal 8 Agustus 2007, dengan amar putusan sebagai berikut: MENGADILI 1.
Menyatakan keberatan Penggugat atas putusan BPSK Kabupaten Bandung No. 03/P3K/I/ tanggal 15 Maret 2007 tidak dapat diterima;
2.
Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang ditaksir sebesar Rp 174.000,- (seratus tuhuh puluh empat ribu rupiah).
Adapun pertimbangan Pengadilan Negeri Bale Bandung dalam memeriksa dan mengadili perkara tersebut adalah: 1.
Bahwa ternyata dalam fakta persidangan di dalam surat keberatan penggugat dalam uraian posita bukan suatu gugatan baru melainkan pengajuan keberatan sehubungan dengan putusan BPSK NO. 03/P3/I/tanggal 15 Maret 2007;
2.
Bahwa pokok keberatan Penggugat adalah terhadap putusan BPSK Kabupaten Bandung dan bukan merupakan gugatan baru maka acuan hukum acaranya untuk pemeriksaan keberatan adalah: a.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
b.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Atas Putusan BPSK.
3.
Bahwa Majelis Hakim hanya memliki kewenangan untuk mengadili sengketa ini terbatas pada huruf a, b, c, dari pasal 70 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang terdapat juga di Pasal 6 ayat (3) PERMA yang isinya adalah: a.
Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan setelah putusan dijatuhkan diakui palsu atau dinyatakan palsu;
b.
Setelah putusan Arbitrase BPSK diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan yang disembunyikan oleh pihak lawan;
c.
Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
Perbedaan proses..., Muhammad Adib Adam, FHUI, 2009
Putusan dari Pengadilan Negeri Bale Bandung tersebut kembali merugikan PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung, atas putusan tersebut PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung mengajukan permohonan kasasi secara lisan pada tanggal 29 Agustus 2007. Pengadilan di tingkat kasasi ini memutus: MENGADILI 1.
Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT. Adira Dinamika Multi Finance cabang Bandung tersebut;
2.
Membatalkan putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen No. 02/ARBT/BPSK/2007 tanggal 15 Maret 2007 dan putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung No. 40/Pdt/G/2007/PN-BB tanggal 8 Agustus 2007. MENGADILI SENDIRI
1.
Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2.
Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat sebesar Rp 1.062.000,- (satu juta enam puluh dua ribu rupiah);
3.
Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya;
4.
Menghukum Pemohon Kasasi/Tergugat untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).
Adapun pertimbangan Mahkamah Agung dalam memeriksa dan mengadili perkara tersebut adalah: 1.
Bahwa Pengadilan Negeri tidak mempunyai alasan untuk memeriksa permohonan keberatan atas putusan BPSK Kabupaten Bandung telah salah menerapkan hukum serta tidak sesuai dengan pasal 6 ayat (5) PERMA yang memberikan kewenangan kepada Pengadilan Negeri untuk mengadili sendiri sengketa konsumen yang bersangkutan;
2.
Bahwa meskipun Termohon kasasi atau konsumen telah terbukti melakukan wanprestasi tetapi Termohon Kasasi atau konsumen telah membayar angsuran 18 kali atau sebesar Rp 7.812.000,- Disamping Pemohon Kasasi juga ternyata telah tanpa alasan menarik kembali sepeda motor cicilan
Perbedaan proses..., Muhammad Adib Adam, FHUI, 2009
tersebut kemudian menjual lelang dengan harga Rp 2.950.000,- karena sepeda motor tersebut telah dipakai selama 18 bulan; 3.
Bahwa sesuai tuntutan subsidair dan masih tetap dalam batas-batas posita gugatan mengingat kedua belah pihak telah membuat kesalahan maka dipandang adil jika uang yang telah dibayarkan oleh Termohon Kasasi atau Konsumen sebesar Rp 7.812.000,- + Rp 2.950.000,- (harga jual lelang) = Rp 10.762.000,- yang sudah diterima Pemohon Kasasi atau Pelaku Usaha, dikurangi harga pokok sepeda motor tersebut yaitu sebesar Rp 9.700.000,- = Rp 1.062.000,- yang patut dikembalikan oleh Pemohon Kasasi atau Pelaku Usaha.
4.2.3. Analisis Kasus Kasus pertama yang terjadi sebelum diberlakukannya PERMA NO.1/2006 maka dapat diketahui bahwa dasar hukum yang menyebabkan keberatan atas putusan BPSK dapat diterima ataupun tidak dapat diterima oleh Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung adalah 1.
Pengadilan Negeri dalam memeriksa dan mengadili upaya keberatan di dalam Putusan yang penulis terima tidak dicantumkan alasan-alasan Pengadilan Negeri tidak menerima keberatan Pelaku Usaha atas putusan BPSK dengan alasan bahwa pihak Tergugat yang diajukan oleh pemohon keberatan adalah tidak dapat dijadikan pihak sengketa. Karena BPSK merupakan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang mempunyai tugas dan kewenangan sama seperti Pengadilan Negeri atau disebut juga Kuasi Yudisial. Dalam putusan yang diterima penulis tidak tertulis dasar hukum yang digunakan Pengadilan Negeri dalam memutus Keberatan yang diajukan PT Securindo Packatama Indonesia. Bila dilihat dari pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman dinyatakan bahwa Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara dengan alasan hukum tidak ada atau kurang jelas.
2.
Alasan diajukan upaya keberatan sebelum dan sesudah PERMA No.1/2006 mempunyai perbedaan. Dalam upaya keberatan yang diajukan sebelum diberlakukannya PERMA No.1/2006, pertimbangan hakim dalam memeriksa
Perbedaan proses..., Muhammad Adib Adam, FHUI, 2009
dan mengadili upaya keberatan tersebut adalah bahwa tidak ada suatu aturan yang mengatur mengenai syarat-syarat untuk mengajukan upaya keberatan tersebut. Di dalam kasus, tidak diberikan suatu alasan mengenai ketentuan yang mengatur upaya keberatan dapat diterima. Sedangkan setelah diberlakukannya PERMA No.1/2006, ada syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi untuk upaya keberatan tersebut dapat diterima, diperiksa dan diadili. Sehingga setelah adanya PERMA No.1/2006 ini terdapat keterbatasan dalam mengajukan upaya keberatan. 3.
Tetapi berbeda dengan Mahkamah Agung yang memberikan putusan untuk menerima keberatan yang diajukan Pelaku Usaha dengan alasan bahwa yang menentukan siapa pihak yang digugat adalah kewenangan sepenuhnya dari Pemohon Kasasi, siapa saja yang digugat adalah hak dari penggugat sehingga BPSK dapat diajukan sebagai pihak dalam sengketa konsumen ini. Dasar hukum yang digunakan dalam mempertimbangkan perkara tersebut dalam putusan adalah a.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
b.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pokok-pokok Kehakiman
c.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung
Bahwa pada dasarnya Mahkamah Agung dalam memeriksa dan mengadili perkara kasasi harus mempertimbangkan hal-hal yang terdapat dalam pasal 30 ayat (1) Undang-undang tentang Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi dapat membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena: a.
tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
b.
salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
c.
lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
Perbedaan proses..., Muhammad Adib Adam, FHUI, 2009
Dalam kasus ini Mahkamah Agung telah menerapkan pasal 30 ayat 1 UU Mahkamah Agung huruf b. Mahkamah Agung memberikan alasan Mahkamah Agung menerima keberatan yang diajukan PT Securindo Packatama Indonesia dengan alasan bahwa Pengadilan Negeri telah salah menerapkan hukum yang berlaku. Mahkamah Agung telah memberikan pendapat bahwa yang disebut sebagai tergugat adalah yang ditentukan oleh si penggugat. Dari pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penggugat bebas menentukan siapa yang akan dijadikan tergugat. Dapat penulis ketahui bahwa yang dijadikan dasar hukum Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung dalam memeriksa dan mengadili upaya keberatan terhadap putusan BPSK sebelum diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK adalah Undang-undang Mahkamah Agung, Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman dan Undang-undang Perlindungan Konsumen. Terhadap putusan BPSK yang final yang mengikat pada hakekatnya tidak dapat diajukan keberatan, kecuali dipenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2006. Sebelum diberlakukannya PERMA No.1/2006, belum ada ketentuan yang mengatur tata cara pengajuan keberatan terhadap putusan BPSK. Setelah diberlakukannya PERMA No.1/2006 maka ada tata cara yang telah ditetapkan untuk mengajukan keberatan terhadap putusan BPSK, sehingga setiap keberatan yang diajukan harus memenuhi syaratsyarat yang telah diatur dalam PERMA No.1/2006 tersebut. Kasus yang kedua yaitu kasus antara PT Adira Dinamika Finance Cabang Bandung melawan Ahmad Ilyas Prayogi merupakan sengketa konsumen yang terjadi setelah diberlakukannya PERMA No.1/2006 sehingga dalam upaya keberatan yang diajukan PT Adira Dinamika Finance Cabang Bandung sudah menerapkan PERMA No.1/2006. Uapaya keberatan yang diajukan ke Pengadilan Negeri oleh PT Adira Dinamika Finance Cabang Bandung tidak dapat diterima oleh PN dengan alasan bahwa Majelis Hakim tidak berwenang untuk mengadili upaya keberatan apabila tidak terpenuhinya syarat-syarat mengajukan keberatan yaitu:5 5
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK, Op.Cit., ps. 6 ayat (3).
Perbedaan proses..., Muhammad Adib Adam, FHUI, 2009
1.
Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan setelah putusan dijatuhkan diakui palsu atau dinyatakan palsu;
2.
Setelah putusan Arbitrase BPSK diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan yang disembunyikan oleh pihak lawan;
3.
Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
Berbeda dengan Putusan yang dikeluarkan Mahkamah Agung atas Kasasi yang diajukan oleh PT Adira Dinamika Finance Cabang Bandung. Mahkamah Agung mempunyai pertimbangan bahwa Pengadilan Negeri Bale Bandung dapat mengadili sendiri atas upaya keberatan yang diajukan PT Adira Dinamika Finance Cabang Bandung dengan alasan lain di luar ketentuan pasal 6 ayat (3).6 Dalam mengadili sendiri, Majelis Hakim wajib memperlihatkan ganti rugi sebagaimana diatur dalam pasal 19 ayat (2) UUPK.7 Majelis Hakim yang memeriksa permohonan kasasi oleh PT
Adira
Dinamika
Finance
Cabang
Bandung
dalam
putusannya
telah
memperlihatkan ganti rugi yang seharusnya diberikan oleh PT Adira Dinamika Finance Cabang Bandung kepada konsumen yaitu Ahmad Ilyas Prayogi. Bila melihat dari hasil yang diputuskan oleh Pengadilan Negeri Bale bandung dan Mahkamah Agung terhadap keberatan yang diajukan oleh PT Adira Dinamika Finance Cabang Bandung dapat dianalisa bahwa yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim dalam menerima ataupun menolak upaya keberatan terhadap putusan BPSK adalah: 1.
Keberatan terhadap putusan BPSK dapat diajukan dengan syarat-syarat: a.
Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan setelah putusan dijatuhkan diakui palsu atau dinyatakan palsu;
b.
Setelah putusan Arbitrase BPSK diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan yang disembunyikan oleh pihak lawan;
c.
Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
6
Ibid., ps. 6 ayat (5).
7
Ibid., ps. 6 ayat (6).
Perbedaan proses..., Muhammad Adib Adam, FHUI, 2009
2.
Majelis Hakim dapat mengadili sendiri dalam upaya keberatan yang diajukan atas dasar alasan lain selain dari ketentuan Pasal 6 ayat (3) PERMA No.1/2006.8 Dalam mengadili sendiri, Majelis Hakim wajib memperlihatkan ganti rugi sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2) UUPK.9 Atau dengan kata lain alasan yang digunakan adalah alasan keberatan terhadap ganti rugi yang harus diberikan kepada konsumen atau Ahmad Ilyas Prayogi.
PERMA No.1/2006 telah mengatur tata cara mengajukan upaya keberatan. Bila melihat PERMA No.1/2006 tersebut secara keseluruhan sebenarnya banyak persyaratan yang harus dipenuhi dalam mengajukan upaya keberatan terhadap putusan BPSK, antara lain: 1.
Keberatan hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase yang dikeluarkan oleh BPSK;10
2.
Keberatan diajukan dalam tenggang waktu 14 haru kerja terhitung sejak pelaku usaha atau konsumen menerima pemberitahuan putusan BPSK;11
3.
Keberatan terhadap putusan arbitrase BPSK dapat diajukan apabila memenuhi persyaratan pembatalan putusan arbitrase sebagaimana diatur dalam pasal 70 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yaitu:12 a.
Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan setelah putusan dijatuhkan diakui palsu atau dinyatakan palsu;
b.
Setelah putusan Arbitrase BPSK diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan yang disembunyikan oleh pihak lawan;
c.
Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
8
Ibid., ps. 6 ayat (5).
9
Ibid., ps. 6 ayat (6).
10
Ibid., ps. 2.
11
Ibid., ps. 5 ayat (1).
12
Ibid., ps. 6 ayat (3).
Perbedaan proses..., Muhammad Adib Adam, FHUI, 2009
4.
Keberatan dengan alasan lain dari Pasal 6 ayat (3) mengenai ganti rugi yang tercantum dalam Pasal 18 ayat (2).13 Jadi keberatan yang diajukan karena dasar keberatan atas ganti rugi dapat diterima oleh Pengadilan Negeri.
Setelah diberlakukannya PERMA No.1/2006 ternyata dalam prakteknya masih menimbulkan permasalahan yang belum dapat terselesaikan, bahkan dengan adanya PERMA No.1/2006 tersebut menimbulkan masalah baru. Misalnya ketentuan Pasal 6 ayat (4) PERMA No.1/2006 yang menyatakan bahwa “dalam hal keberatan diajukan atas dasar sebagaimana dimaksud ayat (3), Majelis Hakim dapat mengeluarkan pembatalan putusan BPSK”. Ketentuan ini memberikan arti bahwa setiap keberatan yang diajukan dengan bukan alasan Pasal 6 ayat (3) PERMA No.1/2006 maka putusan BPSK tidak dapat dibatalkan. Padahal setiap putusan yang diajukan upaya hukum akan mengakibatkan putusan yang telah diputus menjadi batal karena ada putusan yang lebih baru yang mempunyai kekuatan hukum. Apabila dikaitkan dengan Pasal 6 ayat (4) PERMA No.1/2006 tersebut maka bagaimana bisa Pengadilan Negeri dalam hal menerima keberatan yang diajukan oleh Pemohon keberatan dengan alasan di luar ketentuan Pasal 6 ayat (3) PERMA No.1/2006 tidak dapat dibatalkan? Dalam memutuskan suatu upaya keberatan Pengadilan Negeri maupun Mahkamah Agung harus membatalkan putusan yang dikeluarkan oleh BPSK ataupun Pengadilan Negeri karena Pengadilan Negeri atupun Mahkamah Agung akan mengeluarkan Putusan baru sebagai pengganti putusan sebelumnya. Selain itu mengenai mengadili sendiri yang dapat dilakukan oleh Majelis Hakim dalam hal menerima upaya keberatan masih memberikan tanda tanya karena yang dijadikan alasan dalam mengadili sendiri adalah alasan lain selain ketentuan Pasal 6 ayat (3) PERMA No.1/2006.14 Ketentuan ini terlihat memberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan kepada pihak yang bersengketa dengan alasan di luar ketentuan Pasal 6 ayat (3) PERMA No.1/2006. Walaupun dalam ketentuan yang selanjutnya disebutkan bahwa Majelis Hakim berkewajiban untuk
13
Ibid., ps. 6 ayat (6).
14
Ibid., ps. 6 ayat (5).
Perbedaan proses..., Muhammad Adib Adam, FHUI, 2009
memperlihatkan ganti rugi sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (2) UUPK.15 Dalam hal Majelis Hakim wajib memperlihatkan ganti rugi mencerminkan tentang sangat pentingnya suatu formalitas, dengan kurang memperhatikan materi dari ayat tersebut. Walaupun PERMA No.1/2006 ini telah diberlakukan untuk membantu kelancaran pemeriksaan keberatan terhadap putusan BPSK oleh Mahkamah Agung ternyata masih kurang cukup membantu. Hal ini disebabkan oleh masih adanya pasal yang masih belum jelas, memberikan pengertian yang rancu dan bertentangan satu sama lainnya.
15
Ibid., ps. 6 ayat (6).
Perbedaan proses..., Muhammad Adib Adam, FHUI, 2009