TERAPI METADON DAN HUBUNGANNYA DENGAN INTENSITAS KECEMASAN DAN TINGKAT DEPRESI PASIEN NARKOBA PUSKESMAS TEBET JAKARTA
Oleh: ACHMAD FIRDAUS
~--
Oitedn,
NIM: l0507000221;ari
........... ---~
: "'~""'6:L'~'~C'D"'"
Tgl. : No. Illdnk : klasitikasi :
···\)'·f.1I·~··:··15"Z··:4Ib:·~ .Cl.~LQ ···· ..
Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 W2010M
.
TERAPI METADON DAN HUBUNGANNYA DENGAN INTENSITAS KECEMASAN DAN TINGKAT DEPRESI PASIEN NARKOBA PUSKESMAS TEBET JAKARTA
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
1
PERPUSTAKAAN UTAMA UIN SYAHID JAKARTA
ACHMAD FIRDAUS NIM : 105070002219
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
JRena Latifa, M.Psi NIP. 150408704
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M
·
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul TERAPI METADON DAN HUBUNGANNYA DENGAN INTENSITAS KECEMASAN DAN TINGKAT DEPRESI PASIEN NARKOBA PUSKESMAS TEBET JAKARTA telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 21 Januari 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Smjana Psikologi. Jakarta, 27 Januari 2010
Sidang Munaqasyah DekanJ Ketua Mermlgkap Anggota
Jahja Umar, Ph.D NIP. 130885522 Anggota: Penguji I
Penguji II
~~jNeneng Tati Sumiati, M.si, Psi NIP. 150 300 679
Bambang Suryadi, Ph.D NIP. 250 326 891
Pembimbing I
Pembimbing II
Bamban ur di Ph.D NIP. 250 326 891
Rena Latifa, M.Psi NIP. 150408704
"Dengan limu Kita Dapat Membuka Jendeia Dunia"
Persembahan buat : H. Muhammad Yusufdan Hj. Mas 'ah, Orang tua tercinta
ABSTRAK ( A ) Fakultas Psikologi ( B ) 2009 Desember ( C ) Achmad Firdaus ( D ) Terapi Metadon dan Hubungannya Dengan Intensitas Kecemasan dan Tingkat Depresi Pasien Narkoba di Puskesmas Tebet Jakarta ( E ) 83 Halaman + Lampiran ( F ) Terapi metadon merupakan suatu bentuk terapi pemberian obat metadon yang ditujukan kepada pasien ketergantungan opioida, sebagai bentuk pengalihan dari sifat ketergantungaIUlya terhadap zat tersebut. Metadon secara klinis memiliki efek samping terhadap fungsi psikologis. Terlihat semakin banyaknya pasien narkoba yang menggunakan Program Rumatan Terapi Metadon (PRTM), semakin pentingnya untuk dilakukan penelitian tentang kemungkinan terjadinya dampak psikopatologis, terutama kecemasan dan depresi, dikarenakan penelitian mengenai faktor-faktor yang berkaitan tentang kemungkinan terjadinya gangguan mental pada pasien narkoba yang menggunakan terapi metadon masih sangat minim. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan penggunaan terapi metadon dengan intensitas kecemasan dan tingkat depresi pasien narkoba. Penelitian ini bersifat kuantitatif. Angket diberikan pada pasien narkoba yang menggunakan terapi metadon di Puskesmas Tebet Jakarta dengan menggunakan MINI ICD-lO. 35 pasien dengan rerata umur 20 - 29 tahun. 94,3% diantaranya lakilaId, 65,7% memiliki pendidikan setingkat SMA. Dari hasil penelitian, 29% didiagnosis mengalami gangguan anxietas menyeluruh, 26% gangguan panik, 26% episode depresif, 14% distimia, 11 % gangguan obsesif kompulsif, dan 6% agorafobia. HasH analisis data, menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara penggunaan terapi metadon dengan intensitas kecemasan dan tingkat depresi pasien narkoba (p < 0,05). Dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara penggunaan terapi metadon dengan intesitas kecemasan dan tingkat depresi pasien narkoba dan ditemukan juga adanya pengaruh yang signifikan antara responden yang menggunakan terapi metadon dalamjangka waktu yang sebentar dengan responden yang menggunakan terapi metadon dalamjangka waktu yang lama, dan juga antara responden dengan penggunaan dosis yang rendall dengan dosis yang tinggi, sekalipun responden yang menggunakan sampai pada waktu yang lama dan sampai dengan dosis yang tinggi, mengalami gangguan kecemasan atau depresi dalam jumlah yang kecil. Untuk itu
masih harus dicarikan alternatiflain dalam upaya penatalaksanaan atau penanganan bagi para pecandu. (0) Bahan Bacaan Katakunci
: 10 Buku, 3 Jurnal, 15 Buku Online : Kecemasan, Depresi, Terapi Metadon
ABSTRACT ( A) Faculty of Psychology ( B ) 2009 December ( C ) Achmad Firdaus ( D ) Metadhone Therapy and Correlation With Intensity of Anxiety and Depression Levels Patient Drug in the Health Center Tebet Jakarta ( E ) 83 Page + Enclosure ( F ) Methadone therapy is a form of drug delivery methadone therapy directed toward patients opioida dependence, as a form of diversion from the nature of substance dependence. Methadone are clinically have side effects on psychological functioning. Looks more and more patients using the drug methadone therapy Weak Program (PRTM), the more important to do research on the possibility of psychopathological effects, particularly anxiety and depression, because research on factors related to the possibility of mental disorders in patients using the drug methadone therapy is still very minimal. The purpose of this study is to see how much the intensity of anxiety and depression levels of patients who use the drug methadone therapy. This research is quantitative. Questionnaire given to patients who use the drug methadone therapy at the health center Tebet Jakarta by using ICD-lO MINI. 35 patients were interviewed with the average age of20 to 29 years. 94.3% of them male, 65.7% had high school level education. From the results of research, 29% diagnosed with generalized anxiety disorders, 26% panic disorder, 26% depressive episode, 14% distimia, 11 % obsessive compulsive disorder, and 6% agorafobia. The results of data analysis, suggesting a significant relationship between the use of methadone therapy with the intensity of anxiety and depression levels of dmg patients (p <0.05). Can be concluded that the relationship between the use of methadone treatment with the intensity of anxiety and depression levels of drug patients and found also a significant influence among respondents who use methadone therapy within a minute with respondents who use methadone therapy in the long run, and also between the respondents with the use of low doses with high doses, although respondents who use until the time long and up to high doses, have anxiety disorders or depression in
small amounts. For that still need to look for other alternatives in order management or treatment for addicts. ( G ) Materials Reading Keywords
: 10 Books, 3 Journals, 15 Books Online : Anxiety, Depression, Metadhone Therapy
KATAPENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikau skripsi ini sebagai karya tulis ilmiah mahasiswa program strata satu. Tema dipilih adalah Terapi Metadon dau Hubungaunya Dengau Intensitas Keeemasau dan Tingkat Depresi Pasien Narkoba yaug penelitiannya dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulau September di Puskesmas Tebet Jakarta. Dalam proses penyusunan dan penyempumaau skripsi ini, penulis mengueapkan terima kasih kepada pembimbing atas ketulusannya dalam membimbing, yaitu Bambaug Suryadi, Ph.D. (Pembimbing I), Rena Latifa, M.Psi. (Pembimbing II), dan Jahya Umar, Ph.D (Dekau Fakultas Psikologi) yang telah banyak membantu penulis selama studi di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ueapan terima kasih kepada dr. Fadlinah (kepala penauggung jawab Program Rumatau Terapi Metadon) Puskesmas Tebet Jakarta, sekaligus kepada semua partisipau, yaitu Abaug Hengky, Ridwau, Jery, Reza, Mukarom, Dziki, Mba' Arum, dan semua ternau-ternan MUST (Metadon User Society Tebet). Ueapau terima kasih kepada Bapak Pungky (yayasan Pelita Ilmu) dan Ka' Lia (BNN) atas saran dan nasehatnya dalam setiap kesempatan diskusi. Terima kasih kepada ternan-ternan angkatan 2005, Dita, Hany, Mutia, Ary, Nisa, Hamdah, Wahyu, Lina, Nina, Ida, Rahmi, Qory, Dalla, Ieha, Syifa, Yudi, Najib, Ady, Syafi'i, dau semua temau-temau yaug tak terlupakau. Penulis menyampaikan penghargaau yang tulus kepada ayah ibu tereinta, H. Muhammad Jusuf dau Hj. Mas'ah serta Kakanda Maryam dau Mahdie, Safuroh dan Akmal, Rohmatulloh dan Sri Winarni, Sarkowi, dan Emiyati atas segala do'a dan kasih sayangnya. Semoga Allah SWT meridhoi hasil karya ilmiah ini menjadi bermanfaat.
Jakarta, Jauuari 2010
Aehmad Firdaus
DAFTARISI Halaman Judul Halaman persetujuan Halaman pengesahan Motto Dedikasi Abstract Kata Pengantar Daftar lsi Daftar Tabel Daftar Gambar BAB
BAB
1
2
PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah , '" 1.2. ldentifikasi masalah 1.3. Pembatasan dan perumusan masalah 1.3.1. Pembatasan masalah 1.3.2. Perumusan masalah 1.4. Tujuan dan manfaat penelitian 1.4.1. Tujuan penelitian 1.4.2. Manfaat penelitian 1.5. Sistematika penulisan
II
iii IV IV V
IX X
xiii xiv 1-9
'"
KAJIAN PUSTAKA 2.1. Ganggnan depresif dan anxietas 2.1.1. Gangguan depresif A. Jenis-jenis depresi B. Faktor-faktor penyebab ganggnan depresif 1. Episode depresif , 2. Distimia 2.1.2. Ganggnan anxietas A. Jenis-jenis ganggnan anxietas B. Faktor-faktor penyebab ganggnan anxietas 1. Ganggnan anxietas menyeluruh 2. Ganggnan panik , 3. Agorafobia 4. Ganggnan obsesifkompulsif 2.2. Terapi metadon 2.2.1. Program layanan terapi ketergantungan NAPZA 2.2.2. Metadon
. . . . .. . . . .
. . . . . . . . . . . . . .
1 6 6 6 7 7 7 8 9 10 - 62 10 10
11 12 15 19 22 23 24
29 33 35 38 42 42
. 47
A. B. C. D.
Dampak psikologis terapi metadon Fannakokinetik............................. Fannakodinamik Penggunaan dosis metadon: Opioid-Pasien Pemula E. Penggunaan dosis metadon: Opioid-Pasien Toleran 2.3. Kerangka berpikir .. , 2.4. Hipotesis
49 52 53 55 56 57 62
EAE 3
METODOLOGI PENELITIAN 63 - 71 3.1. Jenis penelitian 63 3.1.1. Pendekatan dan metode penelitian 63 3.1.2. Variabel penelitian dan definisi operasional 63 Variable ' ,. ......... A. Independent Variabel (IV) 63 B. Dependent Variabel (DV) 63 3.2. Pengambilan sampel 65 3.2.1. Populasi dan sampel . 65 3.2.2. Teknik pengambilan sampel 65 3.3. Pengumpulan data 65 3.3.1. Instrumen 65 3.3.2. Hasil uji reliabilitas dan validitas MINI ICD-lO........ 67 3.3.3. Teknik dan prosedur penelitian 70 3.3.4. Teknik analisis data 71
EAE
PRESENTASI DAN ANALISA DATA 4.1. Gambaran umum subjek penelitian 4.1.1. Gambaran umum latar belakang responden pasien narkoba yang menggunakan terapi metadon 4.2. Presentasi data 4.2.1. Freknensi danjenis gangguan mental pada responden 4.2.2. Uji hipotesis A. Hubungan antara lamanya terapi metadon dengan gangguan depresi B. Hubungan antara dosis penggunaan metadon dengan gangguan depresi C. Hubungan antara lamanya terapi metadon dengan gangguan kecemasan D. Hubungan antara dosis penggunaan metadon dengan gangguan kecemasan . 4.3. Pembahasan hasil pengujian hipotesis
4
72 - 79 72 72 74 74 76 76 77 77 78 79
BAB
5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1. Kesimpu1an 5.2. Diskusi 5.3. Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPlRAN
80 - 83 .. .. ..
80 81
82
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel
2.l.
2.2. 2.3. 2.4. 2.5.
2.6. 2.7. 2.8.
2.9. 2.10. 3.l. 4.1. 4.2.
Kriteria diagnostik untuk episode depresifberat Kriteria diagnostik untuk gangguan distimik Kriteria diagnostik untuk gangguan aurietas menyeluruh Kriteria diagnostik untuk serangan panik ICriteria diagnostik untuk agorafobia Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesifkompulsif Perbandingan umur paruh metadon dan morpin Efek klinis metadon dalam reseptor Mu (Il), Kappa (K), dan Delta (0) .. . . . . . . . . . .. . . . . . . .. . . . . . . . .. . .. . . Contoh: Pemberian titrasi metadon Opioid-Pasien Pemula Perbandingan dosis obat EDR: Perubahan morpin ke metadon Hasil perbandingan uji reliabilitas MINI ICD-IO Sebaran responden berdasarkan karakteristik sosial, ekonomi, dan demografi Sebaran responden berdasarkan karakteristik jumlah gangguan mental
16 20 30 34 36 39 52 54 56 57 70 73 75
DAFTARGAMBAR Gambar
2.1.
Dampak psikologis terhadap penggunaan metadon
Halaman
61
BABI
PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Akhir tahun 2000 terdata sekitar 3,5 juta orang penyalahguna Narkotika Psikotropika dan Zat Adikif (NAPZA) di Indonesia. Diindikasikan, besamya jnmlah ini disebabkan Indonesia bukan lagi selcedar daerah transitjalur perdagangan NAPZA, namun menjadi daerah tujuan perdagangan NAPZA (Tambunan dalam Mohan Siddiq Dhanna, 2008).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Badan Narlcotika Nasional (BNN) menunjukkan ballwa satu setengah persen populasi penduduk Indonesia berarti 3,2 juta orang dengan kisaran 2,9 juta sampai 3,6 juta orang teriibat penyalahgunaan narkoba, lakilaki 79% dan perempuan 21 % (BNN, 2007).
Khusus untuk pecandu, 75% pemalcai ganja, 62% pemalcai putaw/heroin, 57% pemakai shabu, 34% pemakai ekstasi dan 22% pemakai obat penenang (catatan: persentase tersebut menunjukkan para penyalahguna mengkonsumsi lebih dari satu jenis narkoba), selain itu 15 ribu orang tiap tahun meninggallcarena narkoba (BNN, 2007).
2
Penyalahgunaan NAPZA mempunyai dimensi yang luas dan kompleks. Dari sekian banyak permasalahan yang ditimbulkan sebagai danlpak penyalahgunaan NAPZA antara lain: I. Merusak hubungan kekeluargaan. 2. Menurunkan kemampuan belajar dan produktivitas kerja secara drastis. 3. Perubahan perilaku menjadi antisosial. 4. Gangguan kesehatan (fisik dan mental). 5. Tindak kekerasan dan kriminalitas lainnya (Dadang Hawari dalam Mohan Siddiq Dharma, 2008).
Dadang Hawari (1991) menyatakan dalam penelitiannya tentang pemeriksaan klinis terhadap pasien penyalahgunaan zat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta bahwa 75 orang kasus penyalahgunaan zat diperoleh adanya hubungan yang bennakna antara penyalahgunaan zat dengan gangguan kepribadian antisosial, kecemasan, depresi, dan kondisi keluarga. Resiko relatif (estimated relative risk) penyalahgunaan zat terhadap gaugguan kepribadian autisosial = 19,9%; lcecemasan =13,8%; depresi = 18,8%; dan lcondisi keluarga = 7,9%.
Brill (Dalam Dadang Hawari, 1991) menyatalcan bahwa lcecemasan dan depresi sering ditemulcan pada penyalahguna zat. Penyalahgunaan zat yang mereka lalculcan dimalcsudlcan untuk menutupi gangguan afelctif tersebut.
3
Kaplan dan Sadock (1997) menyatakan bahwa geja1a depresi sering ditemukan di antara orang-orang dengan penyalahgunaan zat atau ketergantungan zat. Kira-kira sepertiga sampai setengah dari semua orang yang me1akukan penyalahgunaan opioid atau ketergantungan opioid.
Dalam hal ini, tingkatan layanan terapi ketergantungan NAPZA dalam upaya mendukung proses pemulihan cukup bervariasi, tergantung dari deraj at keparahan dan seberapa intensifterapi diperlukan. Bentuk-bentuk terapi ketergantungan NAPZA antara lain adalah: Detoksifikasi dan Terapi Withdrawal, Terapi terhadap Kondisi Emergensi, Terapi Gangguan Diagnosis Ganda, Terapi Rawat Jalan (Ambulatory atau
Out-Patient Treatment), Terapi Residensi (residential treatment), Terapi Pencegahan Relaps, Terapi Pasca Perawatan (after care), Terapi Substitusi (Substitution Therapy) (Da1am lampiran Keputusan Menteri Kesehatan, 2006).
Terapi substitusi terutama ditunjukkan kepada pasien ketergantungan opioida. Substitusi yang digunakan dapat bersifat methadone, buphrenorphine atau
naltrexone. Methadone Maintenance Therapy (MMT), sering disebut Terapi Rumatan Metadone (TRM) yang paling umum dijalaukan (Dalam lampiran Keputusan Menteli Kesehatan, 2006).
Metadon adalah suatn narkotik sintesis (snatn opioid) yang menggantikan heroin dan dapat dignnakan per-oral. Obat ini dibelikan pada pasien kecandnan untuk
4
menggantikan zat yang biasanya disalabgunakannya, dan obat ini menekan gejala putus zat (Kaplan & Sadock, 1997).
Pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon (PRTM) di Jakarta telab berkembang pesat. Walau masih menghadapi banyak kendala, program terapi metadon makin banyak diminati pecandu guna menanggulangi ketergantungan narkoba sekaligus menekan risiko penularan HIV/AIDS akibat penggunaanjarum suntik secara bergantian dengan jumlah pasien yang terdaftar mencapai lebih dari 1.200 orang," ungkap Kepala Pelaksana Halian Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi (KPAP) DIG Jakarta, Rohana Manggala (Kompas, 2008).
Terapi oral metadon merupakan salah satu pilihan bagi pecandu untuk meminimalkan risiko ketergantungan opioid dan menormalkan gaya hidup. Terapi metadon dapat membanhl orang yang ketergantungan mencapai keadaan bebas obat dengan cara detoksifikasi dan mencapai tujuan akhir yakni meningkatnya status kesehatan dan produktivitas pasien. Sekaligus juga efektifmenekan dampak buruk narkoba suntik yakni menurunkan prevalensi penularan HIV dan penyakit menular lailillya di kalangan pengguna jamm suntik (Kompas, 2008).
Menurut Dadang Hawari (1991) adanya hubungan yang bemlakna antara penyalahgnnaan zat dengan gangguan keplibadian antisosial, kecemasan, depresi, dan kondisi keluarga, ditambah dengan banyaknya permasala11an lain yang memiliki
5
dimensi yang luas dan kompleks, seperti merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar dan produktivitas kerja secara drastis, ganguan kesehatan (fisik dan mental) dan tindak kekerasan dan kriminalitas lainnya.
Penggunaan metadon yang merupakan suatu narkotik sintesis (suatu opioid) kemungkinan teljadi efek sanlping yang berat baik fisik maupun psikis. Efek samping yang biasanya teljadi adalab konstipasi, kepala terasa ringan, pusing, mengantuk, pikiran tidak jemih, berkeringat, mual dan muntab. Babaya utama karena kelebihan dosis adalah pemafasan. Jika dosis yang diberikan terlalu rendab gej ala putus opiat dapat teljadi yang mengakibatkan gejala kram perut, lekas marah, dan punggung serta tulang sendi sakit. Dosis metadon yang terlalu tinggi dapat ditunjukkan oleh gejala sepelti kantuk, tertidur, sesak napas dan manik mata mengecil (Soetomo, 2008).
Berdasarkan pemaparan di atas, "apakah terdapat hubungan yang signifikan antara
penggunaan terapi metadon pada pasien narkoba dengan dampak psikopatologis yang sama halnya dengan pemakaian opioid lainnya", sehingga penting sekali untuk dijadikan pedoman atau sumber informasi sebagai penelitian barn yang akan dilakukan tentang kemungkinan teljadinya dampak psikopatologis, terutama intensitas kecemasan dan tingkat depresi bagi pasien narkoba yang menggunakan terapi metadon.
6
1.2. Identifikasi masalah a. Seberapa besar intensitas kecemasan dan tingkat depresi pasien narkoba yang menggunakan terapi metadon? b. Apakah ada hubungan yang signifikan antara penggunaan terapi metadon dengan intensitas kecemasan dan tingkat depresi pasien narkoba?
1.3. Pembatasan dan perumusan masalah 1.3.1. Pembatasan masalah Supaya pembahasan tidak meluas dan terarah, penulis memberikan batasan penelitian ini pada terapi metadon dan hubungannya dengan intensitas kecemasan dan tingkat depresi pasien narkoba merupakan fokus dari permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini. I. Kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi (Nevid, Rathus, &
Greene, 2005). Intensitas kecemasan adalah keadaan tingkatan atau ukuran intensnya suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera teJjadi. 2. Depresi adalah kondisi perasaan yang terus ada yang mewamai kehidupan psikologis kita (Nevid, Rathus, & Greene, 2005).
8
1.4.2. Manfaat penelitian Manfaat teoritis sebagai khasanah ilmu pengetahuan mengenai dampak penggunaan zat, sekaligus menjadi masukan yang berharga untuk pene1itian lebih lanjut mengenai masalah yang serupa. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang hubungan penggunaan terapi metadon dengan intensitas kecemasan dan tingkat depresi pasien narkoba.
Manfaat praktis diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat agar memperoleh gambaran tentang hubungan penggunaan terapi metadon dengan intensitas kecemasan dan tingkat depresi pasien narkoba. Kemudian dapat bermanfaat bagi pasien narkoba yang menggunakan terapi metadon dan keluarga dengan anak lceterganhmgan zat yang menggunalcan terapi metadon tentang gambaran psilcopatologisnya untuk memudahkan penanganan yang membutuhkan berbagai bantuan dan pelayanan kesehatan mental. Sehingga apabila hasil akhir penelitian ini membulctilcan bahwa penggunaan metadon memiliki efelc samping yang minim, malca terapi ini dapat digunalcan sebagai altematif pengobatan narkoba. Bagi peneliti, penelitian ini memberikan gambaran yangjelas mengenai hubungan penggunaan terapi metadon dengan intensitas kecemasan dan tingkat depresi pasien narkoba.
9
1.5. Sistematika Penulisan Untuk memperolah gambaran secara menyeluruh mengenai penelitian ini, penulis menyusun secara sistematis dalam lima bab, dengan perincian sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan meliputi : Latar Belakang Masalah, Identifikasi MasaIah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Sistematika Penulisan. BAB II : Kajian Pustaka meliputi gangguan depresif dan anxietas, terapi metadon, kerangka berpikir, dan hipotesis. BAB III : Metodologi Penelitian meliputi Jenis penelitian yaitu pendekatan dan metode penelitian, variabel penelitian dan definisi operasional variabel, pengambilan sampel yaitu populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, pengumpulan data yaitu instrumen penelitian, Hasil uji reliabilitas dan validitas MINI ICD-IO, teknik dan prosedur penelitian, dan teknik analisis data. BAB IV : Presentasi dan Analisis Data meliputi: gambaran umum subjek penelitian, presentasi data yaitu frekuensi dan jenis gangguan mental pada responden, uji hipotesis, dan pembahasan hasil pengujian hipotesis. BAB V : Kesimpulan, Saran dan Diskusi.
HAHn KAJIAN PUSTAKA 2.1. Gangguan depresif dan anxietas 2.1.1. Gangguan depresif Depresi adalah penyakit atau gangguan mental yang sering dijumpai. Penyakit ini menyerang siapa saja tanpa memandang usia, ras atau golongan, maupun jenis kelamin. Namun dalam kenyataannya depresi lebih banyak mengenai perempuan daripada laki-Iaki dengan rasio I : 2 (paisal Idrus, 2007).
Depresi merupakan penyakit yang umum dengan morbiditas dan kematian besar. Sekitar 5% dari populasi mengalami depresi besar pada waktu tertentu, dimana lakilaki mengalami resiko seumur hidup 7-12%; dan perempuan 20-25% (Thomas L Schwenk, 2005).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa depresi merupakan gangguan psikiatrik tersering yang dapat menyerang siapa saja, dimana depresi lebih banyak mengenai perempuan daripada lald-Iaki.
11
Depresi memiliki berbagai sebab munculnya gangguan psikiatrik tersebut, dimana tidak ada satupun mengetahui penyebab depresi. Sebaliknya, hal itu mungkin hasil dari kombinasi faktor genetik, biokimia, lingkungan, dan faktor-faktor psikologis
(National Institute ofMental Health, 2008).
National Institute ofMental Health (2008) menjelaskan dalam suatu penelitiannya bahwa penyakit depresi berasal dari gangguan otak. Teknologi pencitraan otak, seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI), telah menunjukkan bahwa otak orangorang yang depresi terlihat berbeda dibandingkan dengan orang tanpa depresi. Beberapa jenis depresi cenderung berasal dari faktor genetik. Namun, depresi dapat terjadi pada orang tanpa adanya sejarah dari keluarga yang depresi. Selain itu, trauma, kehilangan orang yang dicintai, hubungan yang sulit atau situasi stres dapat memicu episode depresif.
A.
Jenis-jenis depresi
Marta Stuart (2004) menguraikan tigajenis utama dari depresi: 1. Episode depresi merupakan gejala yang mengganggu kemampuan untuk bekeIja, belajar, tidur, makan, dan menikmati kegiatan yang menyenangkan. 2. Distimia adalah tipe depresi yang melibatkanjangka panjang gejala laonis, dimana individu tetap berfungsi dengan perasaan yang baik.
12
3. Gangguan bipolar juga dikenal sebagai penyakit manik depresif atau kelainan otak serius yang menyebabkan pergeseran dalam suasana hati, energi, dan fungsi. Gangguan ini biasanya muncul pada masa remaja atau awal masa dewasa, tetapi dalam beberapa kasus muncul di masa kanak-kanak.
B.
Faktor-faktor penyebab gangguan depresif
Dasar penyebab depresi yang pasti tidak diketahui, banyak usaha untuk mengetahui penyebab dari gangguan ini. Menurut Kaplan (Dalam Dunia Psikologi, 2009), Faktorfaktor yang dihubungkan dengan penyebab munculnya depresi dapat dibagi atas: faktor biologi, faktor genetik dan faktor psikososial. Dimana ketiga faktor tersebut juga dapat saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. a. Faktor biologi 1. Faktor neurotransmitter: Dari biogenik amin, norepinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmitter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood. a) Norepinefrin : hubungan yang dinyatakan oleh penelitian ilmiah dasar antara turunnya regulasi reseptor b-adrenergik dan respon antidepresan secara klinis memungkinkan indikasi peran sistem noradrenergik dalam depresi. Bukti-bukti lainnya yang juga melibatkan presinaptik reseptor adrenergik dalam depresi, sejak reseptor reseptor tersebut dialctifkan mengakibatkan penurunan jumlah norepinefiin yang dilepaskan. Presipnatik reseptor adrenergic juga berlokasi di neuron serotonergik dan mengatur jumlah
13
serotin yang dilepaskan, b) Serotonin: dengan diketahui banyaknya efek spesifik serotin reuptake inhibator (SSRI), contoh; fluoxetin dalam pengobatan depresi, menjadikan serotonin neurotransmitter biogenik amin yang paling sering dihubungkan dengan depresi, c) Dopamine: walaupun norepinefrin dan serotonin adalah biogenik amino Dopamine juga sering berhubungan dengan patofisiologi depresi, d) Faktor neurokimia lainnya : GABA dan neuroaktifpeptida (terutama vasopressin dan opiate endogen) telah dilibatkan dalam patofisiologi gangguan mood. 2. Faktor neuroendokrin: Hipothalamus adalah pusat regulasi neuroendokrin dan menerima rangsangan neuronal yang menggunakan neurotransmitter biogenic amino Bermacam-macam disregulasi endokrin dijumpai pada pasien gangguan mood. 3) Faktor Neuroanatomi: Beberapa peneliti menyatakan hipotesisnya, bahwa gangguan mood melibatkan patologik dan sistem limbik, ganglia basalis dan hypothalamus. b. Faktor Genetik Data genetik menyatakan bahwa faktor yang signifikan dalam perkembangan gangguan mood adalah genetik. Pada penelitian anak kembar terhadap gangguan depresi berat, pada anak kembar monozigot adalah 50 %, sedangkan dizigot 10-25 %. c. Faktor Psikososial I. Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan : suatu pengamatan klinik menyatakan bahwa peristiwa atau kejadian dalam kehidupan yang penuh ketegangan sering mendahului episode ganglllian mooeL
~~hl I"",; m"n;"lodron hol-,m" otraoo "n~~
14
menyertai episode pertama akan menyebabkan perubahan fungsional neurotransmitter dan sistem pemberi tanda intra neuronal yang akhimya perubahan tersebut menyebabkan seseorang mempunyai resiko yang tinggi untuk menderita gangguan mood selanjutnya. 2. Faktor kepribadian Premorbid : Tidak ada satu kepribadian atau bentuk kepribadian yang khusus sebagai predisposisi terhadap depresi. Semua orang dengan ciri kepribadian manapun dapat mengalami depresi, walaupun tipetipe kepribadian seperti oral dependen, obsesi kompulsif, histerik mempunyai risiko yang besar mengalami depresi dibandingkan dengan lainnya. 3. Faktor Psikoanalitik dan Psikodinamilc: Freud (1917) menyatakan suatu hubungan antara kehilangan objek dan melankoli. Ia menyatakan bahwa kemarahan pasien depresi diarahkan kepada diri sendiri karena mengidentifikasikan terhadap objek yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi merupakan suatu cara ego untuk melepaskan diri terhadap objek yang hilang. E. Bibring menekankan pada kehilangan harga diri. Bibring mengatakan depresi sebagai suatu efek yang dapat melaknkan sesuatu terhadap agresi yang diarahkan kedalam dirinya. Apabila pasien depresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan yang dicita-citakannya, akan mengakibatkan mereka putus asa. 4. Ketidakberdayaan yang dipelajari: Didalam percobaan, dimana binatang secara berulang-ulang dihadapkan dengan kejutan listrik yang tidak dapat dihindarinya, binatang tersebut akhimya menyerah dan tidak mencoba sarna sekali untuk
15
Pada penderita depresi, kita dapat menemukan hal yang sama dari keadaan ketidak berdayaan tersebut. 5. Teori Kognitif: Beck menunjukkan perhatian gangguan kognitif pada depresi Asikal H.S. dalam Tarigan (2003) Dia mengidentifikasikan 3 pola kognitifutama pada depresi yang disebut sebagai triad kognitif, yaitu : a) Pandangan negatif terhadap masa depan, b) Pandangan negatif terhadap diri sendiri, individu menganggap dirinya tak mampu, bodoh, pemalas, tidak berharga, c) Pandangan negatif terhadap pengalaman hidup. Meyer berpendapat bahwa depresi adalah reaksi seseorang terhadap pengalaman hidup.
Di bawah ini akan dijelaskan dua tipe utama gangguan depresif (episode depresif dan distimia), di luar gangguan bipolar atau gangguan manik depresif sebagai bentuk kajian utama penelitian.
1.
Episode depresif
Episode depresi merupakan gejala yang mengganggu kemampuan untuk bekeIja, belajar, tidur, makan, dan menikmati kegiatan yang menyenangkan (Marta Stuart, 2004).
Hergzleta dan Leqrubier (Dalam modul anxietas dan depresi Yayasan Depresi Indonesia, 2002) mendefinisikan Episode depresif sebagai gangguan psikiatrik yang
16
ditandai dengan suasana perasaan murung atau sedih, hilangnya minat atau kegembiraan, kelelahan (fatigue) atau berkurangnya energi. Setidaknya dua dari gejala-gejala ini diperlnkan untuk mendiagnosis episode depresif: suasana perasaan murung atau sedih, hilangnya minat atau anhedonia, atau hilangnya energi yang secara umum tarnpak sebagai kelelahan (fatigue). Gejala-gejala ini sering kali bersarnaan dengan gejala psikologik seperti perasaan bersalah dan ide-ide bunuh diIi, dan gejala-gejala fisik seperti retardasi psikomotor atau agitasi dan gangguan nafsu makan atau tidur.
DaIi definisi di atas dapat disimpulkan bahwa episode depresif merupakan gaIlgguan yang dapat mengganggu segala aktivitas dalarn kehidupan sehari-hari.
Seperti DSM-IV-TR menuliskan kriteIia diagnostik untnk gangguan episode depresif berat (Liliat tabel 2.1). Tabel2.1 Kriteria Untuk Episode Depresif Berat
A. Lima (atau lebih) gejala berikut telah ditemukan selarna periode 2 minggu yang sarna dan mewakili perubahan dari fungsi sebelumnya; sekurangnya satn dari gejala adalah salah satu dari (I) mood terdepresi alan (2) hilangnya minat atan keSenaIlgan. Catatan: Jangan memasukkan gejala yang jelas karena snatu kondisi medis
umnm, alan waharn atan halnsinasi yang tidak sesnai dengan mood.
17
(1) Mood terdepresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang ditunjukkan oleh laporan subjektif (misalnya, merasa sedih alau kosong) alau pengamatan yang dilakukan orang lain (misalnya, tampak sedih). Catalan: pada anak-anak dan remaja, dapal berupa mood yang mudah tersinggung. (2) Hilangnya minat alau kesenangan secara je1as dalam semua, atau hampir semua, aktifitas sepanjang hari, hampir seliap hari (seperti yang ditunjukkan oleh keterangan subjektif alau pengamatan yang dilakukan orang lain). (3) Penurunan berat makan yang bermakna jika lidak melakukan diet alau penambahan beral badan (misalnya, perubahan beral badan lebih dari 5% dalam satu bulan), alau penurunan atau peningkalan nafsu makan hampir seliap hmi. Calalml: pada anak-anak, pertimbangkan kegagalan untuk mencapai pertambahan beral badan yang diharapkan. (4) Insomnia atau hipersomnia hampir seliap hari. (5) Agitasi alau relardasi psikomolor hampir seliap hari (dapal dilihal oleh orang lain, tidak semala-mala perasaan subjektif adanya kegelisahan alau menjadi lamban). (6) Kelelahan alau hilangnya energi hampir seliap hari. (7) Perasaan lidak berharga alau rasa bersalah yang berlebihan atau lidak lepat (mungkin bersifat waham) hampir seliap hari (lidak semata-mala mencela diri sendiri atau menyalahkan karena sakit). (8) Hilangnya kemampuan Wltuk berpikir alau memusatkan perhalian, alau lidak dapal mengambil keputusan, hampir seliap hari (baik oleh kelerangan subjektif atau seperti yang dilihat oleh orang lain). (9) Pikiran akan kematian yang rekuren (bukan hanya takut mati), ide bunuh diri yang rekuren lanpa rencana spesifik, alau usaha bunuh diri alau rencana khusus unluk melakukan bunuh diri. B. Gejala tidak memenuhi !criteria untuk episode campuran. C. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara k1inis alau gangguan dalam fungsi sosial, pekeljaan, atau fungsi penling lain.
18
D. Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dati suatu zat (misalnya, obat yang disalabgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum (misalnya, hipotiroidisme). E. Gejala tidak lebih baik diterangkan oleh dukacita, yaitu setelab kehilangan orang yang dicintai, gejala menetap lebih dati 2 bulan atau ditandai oleh gangguan fungsional yang jelas, preokupasi morbid dengan rasa tidak berharga, ide bunuh diri, gej ala psikotik, atau retardasi psikomotor. Tabel dati DSM-N-TR, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Rak Cipta American Psychiatric Association, Washington, 2000.
Suatu mood depresi dan hilangnya minat atau kesenangan merupakan gejala utama dari depresi. Pasien mungkin merigatakan babwa mereka merasa murung, putus asa, dalam kesedihan, atau tidak berguna. Bagi pasien mood depresi seringkali memiliki kualitas yang terpisab yang membedakannya dari emosi normal kesedihan atau dukacita. Pasien seringkali menggambarkan gejala depresi sebagai suatu rasa nyeri emosional yang menderita sekali. Pasien terdepresi kadang-kadang mengeluh tidak dapat menangis, suatu gejala yang menghilang saat mereka membaik (Kaplan &
Sadock, 1997).
Kira-kira dua pertiga dari semua pasien terdepresi merenungkan bunuh diri, dan 1015% melakukan bunuh diri. Tetapi pasien terdepresi kadang-kadang tampak tidak menyadari depresinya dan tidak mengeluh suatu gangguan mood, walaupun mereka menunjukkan penarikan diri dari keluarga, teman, dan aktifitas yang sebelumnya menarik diri mereka (Kaplan & Sadock. 1997),
19
Banyak pasien terdepresi (97%) mengeluh adanya penurunan energi yang menyebabkan kesulitan dalam menye1esaikan tugas, sekolah dan pekeJjaan, dan penurunan motivasi untuk mengambil proyek baru. Kira-kira 80% pasien menge1uh sulit tidur, khususnya terbangun pada dini hari (yaitu insomnia terminal) dan sering terbangun pada malam hari, selama dimana mereka mungkin merenungkan masalahnya (Kaplan & Sadock, 1997).
2.
Distimia
Marta stuart (2004) memberikan definisi distimia sebagai tipe depresi yang melibatkan jangka panjang gejala kronis, dimana individu tetap berfungsi dengan perasaan yang baik.
Hergueta dan Leqrubier (Dalam modul anxietas dan depresi Yayasan Depresi Indonesia, 2002) mendefinisikan distimia sebagai adanya suasana perasaan murung (depresit) yang bersifat kronik selama minimal 2 tahun dengan masa remisi tidak lebih lama dari 2 bulan. Suasana murung ini diikuti dengan gejala psikologis seperti putus asa dan gejala fisik seperti gangguan tidur.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa episode depresif merupakan tipe ganggan psikiatrik yang ditandai dengan adanya suasana perasaan murung dalam jangka waktu yang panjang.
20
Seperti DSM-N-TR menuliskan kriteria diagnostik untuk gangguan distimik (Lihat tabe12.2). Tabel2.2 Kriteria Diagnostik Untnk Ganggnan Distimik
A. Mood terdepresi untuk sebagian besar hari, lebih banyak hari dibandiogkan tidak,
seperti yang ditunjukkan oleh keterangan subjektif atau pengamatan orang laio, selanm kurangnya 2 tahun. Catatan: Pada anak-anak dan remaja, mood dapat mudah tersinggung Uri/abel) dan lama hams sekurangnya I tahun. E. Adanya, saat terdepresi, dua (atau lebih) berikut:
(1) Nafsu makan yang burnk atau makan berlebihan. (2) Insomnia atau hipersomnia. (3) Energi lemah atau lelah. (4) Harga diri yang rendah. (5) Konsentrasi buruk atau sulit mengambil keputusan. (6) Perasaan putus asa. C. Selama periode 2 tahun (I tahun untuk anak-anak atau remaja) gangguan, orang tidak pernah tanpa gejala dalam kriteria A dan B selama lebih dari 2 bulan pada suatu waktu. D. Tidak pernah ada episode depresif berat selama 2 tahun pertama gangguan (I tahun untuk anak-anak dan remaja); yaitu, gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan depresif berat kronis, gangguan depresif berat, daiam remisi parsial. Catatan: Mungkin terdapat episode depresif berat sebelumnya asalkan terdapat
remisi lengkap (tidak ada tanda atau gejala yang bermakua selama 2 bulan) sebelum perkembangan gangguan distimik. Di samping itu, setelah 2 tahun awai (I tahun pada anak-anak) dari gangguan distimik, mungkin terdapat episode
gangguan depresif berat yang menumpang, pada kasus tersebut, kedua diagnosis dapat diberikanjika memenulli kriteria untuk episode depresifberat.
21
E. Tidak pemah terdapat episode manik, episode campuran, atau episode hipomanik, dau tidak pemah memenuhi kriteria untuk gaugguau siklotimik. F. Gaugguau tidak teJjadi semata-mata selama peJjalauan gaugguau psikotik kronis, seperti skizofrenia alau gangguau delisional. G. Gejala tidak merupakau efek fisiologis laugsung dati suatu zat (misalnya, obat yaug disalahgunakau, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum (misalnya, hipotiroidisme). H. Gejala menyebabkau penderitaau yang bermakna secara klinis atau gaugguan dalam fungsi sosial, pekeJjaan, atau fungsi penting lainnya. Sebutkanjika Onset awal: jika onset sebelum usia 21 tahun Onset Iambat: jika onset pada usia 21 tahun atau lebih Sebutkan (untuk 2 tahun terakhir gaugguau distimik) Dengan ciri atipikaI
Tabel dati DSM-N-TR, Diagnostic and Statistical Mauual of Mental Disorders, Hak Cipta Americau Psychiatric Association, Washington, 2000.
Kaplan dan Sadock dalarn bukunya "Synopsis ofPsychiatry" (1997) mendefinisikan gangguan distimik adalah suatu gangguan kroms yang ditandai oleh adanya mood yang terdepresi (atau mudah marah pada anak-anak dan remaja) yang berlangsung hampir sepanjang hati dan ditemukan pada sebagian besar han. Istilah "distimia," yang berarti humor yang bumk (ill-humored), diperkenalkan di tahuu 1980 dan diganti menjadi "gangguau distimik" di dalarn DSM-IV.
Gangguan distimik merupakan gangguan yang sering ditemukan di antara populasi umum, yang mengenai 3-5% dari semua orang, yang mengenai antara setengah dan
23
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah perasaan takut yang tidak menyenangkan dan apprehension, dan dapat menimbulkan beberapa keadaan psikopatologis sehingga mengalami apa yang disebut gangguan kecemasan atau
anxiety disorder.
Untuk memahami kecemasan yang mempengaruhi beberapa area dari fungsi-fungsi individu, Acocella (Dalam Josetta Maria, 2003) mengatakan bahwa anxiety seharusnya melibatkan atau memiliki 3 komponen dasar, yaitu : 1. Adanya ungkapan yang subjektif(subjective reports) mengenai ketegangan,
ketakutan dan tidak adanya harapan untuk dapat mengatasinya. 2. Respon-respon perilaku (behavioral responses), seperti menghindari situasi yang ditakuti, kerusakan pada fungsi bicara dan motorik, dan kerusakan tampilan untuk tugas-tugas kognitif yang kompleks. 3. Respon-respon fisiologis (physiological responses), tennasuk ketegangan otot, peningkatan detakjantung dan tekanan darah, nafas yang cepat, mulut yang kering, nausea, diare dan dizziness.
A.
Jenis-jenis gangguan anxietas
Untuk dapat memahami anxiety disorder secara menyeluruh maka menurut
Neale, et all (Dalam Josetta Maria, 2003) ada 6 kategori utama yang tennasuk di dalamnya, yaitu terdiri dari:
24
1. Panic Disorder, yang umumnya diawali dengan panic attacks atau serangan panik berulang yang ditandai dengan adanya gejala fisiologis, seperti pusing, detak jantung yang cepat, gemetar, perasaan tercekik dan ketakutan 'menjadi gila' atau 'mau mati'.
2. Generalized Anxiety Disorder dikarateristikan dengan kekbawatiran yang tidak dapat dikuasai dan menetap, biasanya terhadap hal-hal yang sepele/lidak utarna.
3. Phobia yaitu perasan takut dan menghindar terhadap objek atau situasi yang realitanya atau kenyataarmya tidak berbahaya.
4. Obssessive-compulsive disorder ditandai dengan adanya ide-ide dalarn pikiran yang muncul secara berulang-ulang dan tidak terkendali, serta menimbulkan perilaku yang berulang atau adanya tindakan mental.
5. Posttraumatic stress disorder merupakan akibat dari pengalarnan traumatik dari suatu kejadian disertai gejala peningkatan arousal dan dorongan kuat untuk menghindari stimulus yang berhubungan dengan trauma tersebut.
6. Acute stress disorder, gejalanya sarna dengan posttraumatic stress disorder yang teIjadi secara langsung dan bertahan selarna 4 lninggu atau kurang.
B. Faktor-faktor penyebab gangguan anxietas Upaya untuk menjelaskan penyebab dari munculnya anxiety disorder, Accocella (Dalarn Josetta Maria, 2003) memaparkarmya dari beberapa sudut pandang leori. Menurut para ahli psikodinamika, anxiety disorder bersumber pada neurosis, bukan
25
dipengaruhi oleh ancaman eksternal tetapi lebih dipengaruhi oleh keadaan internal individu; "Psychodynamic theorists view the anxiety disorder as neuroses resulting from uncounscious conflicts between id impulses and ego actions. "
Sebagaimana diketahui, Sigmund Freud sebagai bapak dari pendekatan psikodinamika rnengatakan bahwa jiwa individu diibaratkan sebagai gunung es. Bagian yang muncul dipermukaan dari gunung es itu, bagian yang terkecil dari kejiwaan yagn disebut sebagai bagian kesadaran (uncounsciousness). Agak di bawah permukaan air adalah bagian yang disebut pra-kesadaran (subcounsciousness atau pre-counsciousness), dan bagian yang terbesar dari gunung es itu ada di bawah sekali dari permukaan air, dan ini merupakan alam ketidak-sadaran (uncounsciousness). Ketidak-sadaran ini berisi id, yaitu dorongan-dorongan primitif, belum dipengaruhi oleh kebudayaan atau peraturan-peraturan yang ada di lingkungan. Dorongandorongan ini ingin muncul ke permukaan/ke kesadaran, sedangkan tempat di atas sangat terbatas. Ego, yang me~adi pusat dari kesadaran, hams mengatur dorongandorongan mana yang boleh muncul dan mana yang tetap tinggal di ketidak-sadaran karena ketidak-sesuaiarmya dengan superego, yaitu salah satu unit pribadi yang berisi norma-nonna sosial atau peraturan-peraturan yang berlaku di Iingkungan sekitar. Jika ternyata ego menjadi tidak cukup kuat menahan desakan atau dorongan ini maka teJjadilah kelainan-kelainan atau gangguangangguan kejiwaan. Neurosis adalah salah satu gangguan kejiwaan yang muncul sebagai akibat dari ketidak-mampuan ego
26
menahan dorongan id. Acocella (Dalam Josetta Maria, 2003) menggambarkannya sebagai berikut : "The neurotic individual experiences conscious anxiety over these conflicts or keeps the anxiety at bay through rigid defense mechanism. "
Jadi, individu yang mengalami anxiety disorder, menurut pendekatan psikodinamika, berakar dari ketidak-mampuan egonya untuk mengatasi dorongan-dorongan yang muneul dari dalam dirinya sehingga ia akan mengembangkan mekanisme pertahanan diri. Mekanisme pertahanan diri ini sebenamya upaya ego untuk menyalurkan dorongan dalam dirinya dan bisa tetap berhadapan dengan lingkungan. Tetapi jika mekanisme pertahanan diri ini dipergunakan seeara seeara kaku, terusmenerus dan berkepanjangan maka hal ini dapat menimbulkan perilaku yang tidak adaptif dan tidak realistis.
Para ahli dari aliran humanistik-eksistensial mengatakan bahwa konsep anxiety bukan hanya sekedar masalah yang bersifat individual, tetapi juga merupakan hasil konflik antara individu dengan masyarakat atau lingkungan sosialnya. Acocella (Dalam Josetta Maria, 2003) menjabarkannya sebagai berikut : "... they see anxiety notjust as an individual problem but as the outcome of conflicts between the person's selfconcept and society's ideal. "
Jika individu me1ihat perbedaan yang sangat luas antara pandangannya tentang dirinya sendiri dengan yang diinginkannya maka akan muneul perasaan inadekuat ..
,
27
atau anxiety. Jadi, menurut pandangan humanist-eksistensialis, pusat keeemasan adalah konsep diri; yang tCljadi sehubungan dengan adanya gap antara konsep diri yang sesungguhnya (real sefl) dengall diri yang diinginkan (ideal self). Hal ini muneul sehubungan dengan tidak adanya kesempatan bagi individu untuk mengaktualisasikan dirinya sehingga perkembangannya menjadi terhalang. Akibatnya, dalam menghadapi tantangan atau kendala dalam menjalani hari-hari dikehidupan selanjutuya, ia akan mengalami kesulitan untuk membentuk konsep diri yang positif. Setiap kita sebenamya perlu mengembangkan suatu upaya untuk menjadi diri sendiri (authenticity); sedangkan individu yang neurotis atau yang mengalam anxiety disorder adalah individu yang gagal menjadi diri sendiri
(inauthenticity) karena mereka mengembangkan konsep diri yang kelirulpalsu (false self).
Sementara para ahli dari pendekatan behavioristik mengatakan bahwa keeemasan muneul karena teJjadi kesalahan dalam belajar, bnkan hasil dari konflik
intrapsikis/unconsciousness conflict; iudividu beiajar menjadi eemas. Hal ini digambarkan oleh Acocella (Dalam Josetta Maria, 2003) sebagai belikut :
people may also learn to associate a neutral stimulus with the anxietyproducing stimulus and then be conditioned to habitually avoid that stimulus. " H •••
Ada 2 tahapan belajar yang berlangsung dalam diri individu, yang menghasilkan keeemasan, yaitu :
28
PERPUSTAKAAN UTAMA UIN SYAHID JAKARTA 1. Dalam pengalaman individu, beberapa stimulus netral, tidak berbabaya atau tidak menimbulkan kecemasan, dihubungan dengan stimulus yang menyakitkan (aversive) akan menimbulkan kecemasan (melalui respondent conditioning).
2. Individu yang menghindar dari stimulus yang sudah terkondisi, dan sejak pengbindaran ini menghasilkan pembebasan/terlepas dari rasa cemas, maka respon menghindar ini akan menjadi kebiasaan (melalui operant conditioning).
Dari sudut pandang kognitif, anxiety disorder teIjadi karena adanya kesalahan dalam mempersepsikan hal-hal yang menakutkan, yang oleh Acocella (Dalam Josetta Maria, 2003) dijabarkan sebagai berikut : "... people with anxiety disorder misperceive or misinterpret internal and external stimuli. Events and sensations that are not really threatening are interpreted as threatening, and anxiety result. "
Berdasarkan dari teori kognitif, masalab yang teIjadi pada individu yang mengalami anxiety disorder adalab teIjadinya kesalallan persepsi atau kesalaban interpretasi
terhadap stimulus internal ataupun eksternal. Individu yang mengalami anxiety disorder akan melihat suatu hal yang tidak benar-benar mengancam sebagai sesuatu
yang mengancam. Jika individu mengalami pengalaman sensasi dalam tubuh yang tidak biasa, lalu menginterpretasikannya sebagai sensasi yang bersifat catastropic, yaitu suatu gejala babwa ia sedang mengalami sesuatu hal seperti serangan jantung, maka akan timbul rasa panik. Kegiatan interpretasi negatifterhadap sensasi tubuh
29
dapat menghasilkan panic attack yang kemudian dapat berkembang menjadi panic disorder.
Di bawah ini akan dijelaskan empat bentuk utama gangguan anxietas yang akan dijadikan sebagai kajian pustaka penelitian, diantaranya:
3.
Gangguan anxietas menyeluruh
Individu dengan gangguan generalized anxiety akan terus-menerus merasa khawatir tentang hal-hal yang kecil/sepele tetapi kekhawatiran ini berlebihan, tidak dapat dikontrol dan menyangkut beberapa aspek kehidupan. Acocella (Dalam Josetta Maria, 2003) mengatakan bahwa: "As the name suggest, the main feature ofgeneralized anxiety disorder is a chronic state ofdiffuse anxiety. DSMIV defines the syndrome as exessive worry, over a period ofat least six months, about several life circumstances. The most common areas ofworry are family, money, work, and health (Rapee & Barlow, Dalam Josetta Maria, 2003)." Fitur utama dari gangguan kecemasan menyeluruh adalah suatu keadaan kronis yang menyebarkan kecemasan. DSM IV mendefinisikan sebagai khawatir yang berlebih, selama sekurang-lcurangnya enam bulan, tentang kehidupan sehari-hari, yang paling umum adalah kekhawatiran keluarga, uang, keIja, dan kesehatan.
Hergueta dan Leqrubier (Dalam modul anxietas dan depresi Yayasan Depresi Indonesia, 2002) mendefinisikan gangguan anxietas menyeluruh sebagai anxietas
30
yang menyeluruh dan menetap, ketegangan dan kekuatiran berlebihan mengenai kejadian-kejadian yang lazim terhadap peristiwa-peristiwa hidup. Gangguan anxietas
ini bersamaan dengan adanya suatu keadaan ketegangan fisik danpsikologis yang menetap. Gangguan anxietas menyeluruh adalah suatu bentuk anxietas kronik. Diagnosisnya mensyaratkan sejumlah gejala yang harus terdapat bersamaan minimal se1ama 6 bulan.
Seperti DSM-IV-TR menuliskan kriteria diagnostik untuk gangguan distimik (Lihat tabeI2.3). Tabel2.3 Kriteria Diagnostik Untuk Gaugguau Auxietas Menyeluruh
A. Kecemasan berlebihan dan keraguan (harapan penuh peugertian), teIjadi lebih
dari hari untuk sedikitnya 6 bulan, sekitar sejumlah peristiwa atau aktivitas (seperti pekeIjaan atau pencapaian sekolah). B. Orang mengalami kesulitan untuk mengendalikan keraguan itu.
C. Kecemasan dan keraguan dihubungkan dengan tiga (atau lebih dari enam gejala (dengan sedikitnya beberapa gejala menyajikan untuk masa lalu 6 bulan). catatan: hanya satu aitem diperlukan anak-anak. (I) Kegelisahan atau gelisah atau khawatir. (2) Menjadi dengan mudah dilelahkan. (3) Kesulitan konsentrasi atau pikiran yang kosong. (4) Sifat lekas marah.
31
(5) Ketegangan otot. (6) Gangguan tidur (kesukaran jatuh atau tinggal untuk tidur, atau tidur yang tak memuaskan atau resah). D. Fokus pada kecemasan dan keraguan tidaklah terbatas pada corak gangguan axis 1, e.g., kecemasan atau keraguan bukanlah suatu serangan panik (seperti gangguan panik), dipennalukan publik (seperti fobia sosial), dicemari (seperti gangguan kecemasan perpisahan), memperoleh berat/beban (seperti gangguan anorexia nervosa), mempunyai berbagai keluhan fisik (seperti gangguan sornatisasi), atau mempunyai atau menikmati suatu penyakit serius (seperti di hipokondriasis), dan kecemasan dan keraguan tidak teIjadi eksklusif selama gangguan stres pasca traumatik. E. Kecemasan, keraguan, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan secara klinis atau pernsakan di dalam sosial, pekeIjaan, atan area lain yang berfungsi penting. F. Gangguan bukanlah dalam kaitan dengan fisiologis yang langsung untuk suatu unsur (e.g., hyperthyroidism) dan tidak teIjadi eksklusif selama dalam snatu gangguan mood, suatu gangguan psikotik, atau suatu gangguan perkembangan pervasif.
Tabel dari DSM-IV-TR, Diagnostic and Statistical Mannal of Mental Disorders, Hak Cipta American Psychiatric Association, Washington, 2000.
Nevid, Rathus, dan Greene dalam bukunya "Abnormal Psychology in a Changing World" (2005) mendefinisikan gangguan anxietas menyeluruh sebagai gangguan
32
anxietas yang ditandai oleh perasaan eemas yang persisten yang tidak dipieu oleh suatu objek, situasi, atau aktifitas yang spesifik, tetapi lebih merupakan apa yang disebut oleh Freud sebagai "mengarnbang bebas" (free floating). Orang dengan gangguan anxietas menyeluruh. Sanderson dan Barlow (Dalarn Nevid, Rathus, &
Greene, 2005) dalarn penelitiannya mengemukakan bahwa 9 dari 10 orang dengan gangguan anxietas menyeluruh melaporkan keeemasan yang berlebihan bahkan mengenai hal-hal keci!.
APA (Dalam Nevid, Rathus, & Greene, 2005) memberikan eiri lain yang terkait adalah merasa tegang, khawatir atau waswas, mudah lelah, mempunyai kesulitan berkonsentrasi atau menemukannya bahwa pikirannya menjadi kosong, iritabilitas, ketegangan otot, dan adanya gangguan tidur, seperti sulit untuk tidur, untuk terus tidur, atau tidur yang gelisah dan tidak memuaskan.
Rapee (Dalarn Nevid, Rathus, & Greene, 2005) mengemukakan bahwa gangguan anxietas menye1uruh eenderung merupakan suatu gangguan yang stabil, muneul pada pertengahan remaja sarnpai pertengahan umur 20-an tahun dan kemudian berlangsung sepanjang hidup.
Gangguan ini lebih sering dijumpai pada wanita dengan ratio 2:1, narnun yang datang meminta pengobatan rationya kurang lebih sarna atau 1: 1 antara laki-Iaki dan wanita
33
4.
Gangguan panik
Hergueta dan Leqrubier (Dalam modul anxietas dan depresi Yayasan Depresi
Indonesia, 2002) mendefinisikan karakteristik gangguan panik adalah serangan panik yang mendadak, berulang, sering kali timbul rasa takut mati, takut menjadi gila, takut terhadap hal yang tidak nyata, hilangnya pengendalian diri tanpa alasan yangjelas dan berbagai gejala fisik yang seringkali berat serta melibatkan system syaraf otonom (diare, palpitasi, nyeIi dada, berkeringat banyak, dll).
Acocella (Dalam Josetta Maria, 2003) mengatakan bahwa individu disebut
mengalami panic disorder jika ia secara berulang-ulang mengalami serangan panik (panic attacks) yang tidak diharapkan, dan keadaan ini menimbulkan masalah secara
psikologis ataupun perilaku.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gangguan panik merupakan gangguan panik berulang yang ditandai dengan adanya gejala fisiologis, seperti pusing, detak jantung yang cepat, gemetar, perasaan tercekik dan ketakutan menjadi gila atau mau mati.
34
Seperti DSM-IV menuliskan kriteria diagnostik untuk serangan panik (Lihat tabel 2.4). Tabel2.4 Kriteria Diagnostik Untuk Serangan Panik
Serangan panik mencakup suatu episode ketakutan yang intens atau perasaan tidalc nyaman dimana sedikitnya empat dari ciri-ciri berikut ini tiba-tiba muncul dan mencapai puncaknya dalamjangka waktu 10 menit: A. Palpitasijantung, jantung berdegup-degup, tachycardia (denyutjantung cepat).
B. Berkeringat.
C. Bergetar atau gemetar. D. Nafas pendek atau sensasi seperti terselubung sesuatu. E. Sensasi seperti tercekik. F. Sakit atau perasaan talc nyaman di dada. G. Perasaan mual atau tanda-tanda distress abdominallainnya. H. Perasaan pusing, ketidakseimbangan, kepala enteng, atau seperti mau pingsan. 1.
Perasaan aneh atau tidak riil tentang Iingkungannya (derealisasi) atau perasaan asing tentang dirinya sendiri (depersonalisasi).
J.
Perasaan takut kehilangan kendali atau akan menjadi gila.
K. Takut alcan mati. L. Mati rasa atau sensasi kesemutall.
M. Merasa kedinginan atau kepanasan.
35
Tabel dari DSM-N, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, ed 4, Hak Cipta American Psychiatric Association, Washington, 2000.
Weissman, et.all (Dalam Nevid, Rathus, & Greene, 2005) mendeskripsikan serangan panik sebagai pengalaman paling buruk dalam hidup mereka. Serangan panik yang berulang kemungkinan menjadi sulit untuk dihadapi, sehingga penderitanya mempunyai keinginan untuk bunuh diri. Suatu studi kependudukan mengenai mereka yang menderita serangan panik menemukan bahwa 12% telah melakukan bunuh diri.
APA (Dalam Nevid, Rathus, & Greene, 2005) menjelaskan bahwa diperkirakan 1% sampai 4% dari populasi peruah mengalami gangguan panik pada suatu saat dalam hidup mereka. Gangguan panik biasanya dimulai pada akhir masa remaja sampai pertengahan 30-an tahun. Perempuan mempunyai kemungkinan dua kali lebih besar untuk mengembangkan gangguan panik.
5.
Agorafobia
Hergueta dan Leqrubier (Dalam modul anxietas dan depresi Yayasan Depresi Indonesia, 2002) mendefmisikan agorafobia adalah anxietas psikologik dan fisik serta serangan panik yang berulang pada situasi yang sulit untuk melarikan diri. Contoh: sendirian di luar rmnah, bepergian sendiri, keramaian dan atau tempat-tempat umum
36
Agorafobia didefinisikan sebagai perasaan anxietas yang dapat berkembang menjadi serangan panik, jika penderita merasa dia berada dalam sitnasi atan tempat yang tak dapat dihindari atan snlit mendapat pertolonganjika dia menderita snatn serangan anxietas. Tempat yang paling sering disebnt adalah transportasi pnblik, elevator, jembatan, terowongan, gua dan lain-lain.
Allxietas sitnasicinal seperti ini sering kali bersanlaan dengan kebiasaan menghindar dan atan "counter phobic" (meyakinkan diri). Misalnya, agorafobia (takut akan keramaian): kebiasaan menghindar: menghindari toko yang besar, kebiasaan "counter
phobic" pergi ke toko yang besar dengan ternan yang dipercaya.
Seperti DSM-N-TR mennliskan kriteria diagnostik untnk agorafobia (Iihat tabeI2.5). Tabel2.5 Kriteria Diagnostik Untuk Agorafobia
Catatan: Agorafobia bukanlah suatu gangguan. kode spesifik agorafobia teIjadi:
A. Kecemasan pada suatu tempat atau situasi, dimana sulit untuk mencari jalan keluar (atau mempeffilalukan) atau di mana bantuan tidak mungkin tersedia; menikrnati suatu yang tak diduga atau panik yang dipengaruhi menyerang. Ketakutan Agoraphobic secara khas melibatkan karakteristik situasi yang meliputi berada di luar rumah sendiri; sedang berada dalarn suatu kerumunan
37
atau berdiri satu baris; berada di suatu jembatan; dan bepergian dengan bus, kereta, mobil. Catatan: mempertimbangkan hasil diagnosis fobia spesifik jika penghindaran
terbatas pada satu atau hanya sedikit situasi spesifIk, atau phobic sosial jika penghindaran terbatas pada situasi sosial. B. Situasi dihindarkan (e.g., peJjalanan terbatas) atau selain itu ditandai penderitaan atau dengan kecemasan suatu serangan panik atau gejala seperti panik, atau memerlukan kehadiran suatu rekan. C. Kecemasan atau penghindaran phobic tidaklah lebih baik dibukukan oleh gangguan mental lain, seperti fobia sosial (e.g., penghindaran membatasi pada situasi sosial oleh karena ketakutan kebingungan), fobia spesifik (e.g., penghindaran membatasi pada situasi tunggal seperti elevator), gangguan obsesif kompulsif (e.g., penghindaran kotoran salah seseorang dengan suatu obsesi tentang pencemaran), gangguan stres pasca traumatik (e.g., penghindaran rangsangan yang berhubungan dengan suatu alat penekan menjengkelkan), atau gangguan kecemasan perpisahan (e.g., penghindaran meninggalkan rumah atau keluarga).
Tabel dari DSM-IV-TR, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Hak Cipta American Psychiatric Association, Washington, 2000.
USDHHS (Dalarn Nevid, Rathus, & Greene, 2005) menjelaskan bahwa agorafobia lebih umum terdapat pada perempuan daripada laki-laki. Sering kali bermula di akhir
38
masa remaja atau awal masa dewasa. Eaton, Dryman dan Weismann (Dalam Nevid,
Rathus, & Greene, 2005) mengemukakan bahwa sekitar 60% dari orang Amerika dewasa pemah mengalami agorafobia pada suatu saat dalam hidup mereka. Agorafobia dapat teJjadi bersamaan atau tidak bersamaan dengan gangguan panik yang menyertai. Pada gangguan panik dengan agorafobia, orang tersebut hidup dengan ketakutan akan teJjadinya serangan yang berulang dan menghindari tempattempat umum di mana serangan telah teJjadi atau mungkin teJjadi. Karena serangan panik teJjadi begitu saja, beberapa orang membatasi aktifitas mereka karena takut menjadikan diri mereka tontonan umum atau menemukan diri mereka dalam keadaan tanpa pertolongan. Orang-orang dengan agorafobia yang tidak mempunyai riwayat gangguan panik dapat mengalami sedikit simtom panik, seperti pusing yang menghalangi mereka untuk melangkah keluar dari tempat-tempat dimana mereka merasa aman dan tidak terancam. Merekajuga cenderung tergantung kepada orang lain untuk mendapatkan dukungan.
6.
Gangguan obsesif kompulsif
Hergueta dan Leqrubier (Dalam modul anxietas dan depresi Yayasan Depresi Indonesia, 2002) mendefinisikan obsesifkompulsif adalah anxietas yang muncul sebagai pikiran obsesif yang berulang dan atau tindakan kompulsif. Gangguan obsesif kompulsif ditandai dengan ide obsesif (atau obsesi) yang mempengaruhi penderita tanpa mampu mengendalikannya dan atau perilaku kompulsifyang tidak terkendali
39
(atau kompulsi). Ide atau kebiasaan ini tidak dipaksakan dari luar. lui menyebabkan penderitaan dan menyita banyak waktu. Obsesi yang paling sering adalah obsesi merasa terkontaminasi atau terkotori. Kompulsi yang palingsering adalah memeriksa, merapikan dan mencuci. Gangguan obsesifkompulsifadalah gangguan anxietas yang paling serius, tetapi juga yang paling jarang dan sering kali berkaitan dengan depresi.
Seperii DSM-IV-TR menuliskan kriteria diagnostik untnk gangguan obsesif kompulsif (Lihat tabeI2.6). Tabel2.6 Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Obsesif Kompulsif
A. Baik obsesi maupuu kompulsi: Obsesi digambarkan dengan (I), (2), (3), dan (4): I. Pemikiran gigih dan berulang, doronganlgerakan hati, atau gambaran pengalaman, pada waktu beberapa sepanjang gangguan, tidak sesuai dan mengganggu dan yang menyebabkan kecemasan atau penderitaan. 2. Pemikiran, doronganlgerakan hati, atau gambaran bukan sekedar keraguan berlebihan tentang pennasalahan kehidupan yang riil. 3. Orang mencoba untnk mengabaikan atau menekan. seperti pemikiran, dorongan/gerakan hati, atau gambaran, atau uutuk menetralkannya dengan beberapa pikiran atau tindakan lain. 4. Orang mengenali bahwa pemikiran obsesi, dorongan/gerakan hati, atau gambaran adalah suatu produk dari oikirannva van" tidak <1ihnabn <1a"; l"or
40
Catatan: Agorafobia bukanlab snatu gangguan. kode spesifik agorafobia teIjadi: Kompulsi digambarkau dengan (I) dan (2):
1. Perilaku berulang (e.g., mencnci tangan, memesan, mengecek) atan tindakan mental (e.g., berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dengan diam) yang dirasakan orang untuk melaksanakau sebagai jawaban atas snatu obsesi, atan menurut aturau yang harns diterapkau dengan teguh. 2. Perilaku atan tindakan mental diarahkan pada pencegaban atan mengurangi penderitaan atan beberapa pencegaban situasi atan peristiwa menyeramkan; bagaimanapun, perilaku atan tindakan mental ini tidak dihnbnngkan dalam cara yang realistis yang dirancang nntuk menetralkan atan mencegah atan dengan jelas berlebihan. B. Beberapa poin menunjuk gangguan sepanjang keadaan, orang telab mengenali babwa obsesi alan kompnlsi adalah tidak beralasan atan berlebihan. Catatan: ini tidak berlaku bagi anak-anak. C. Obsesi atan penyebab kompulsi menandai penderitaan, atas waktu yang dignakannya (memakau lebih dari I janl dalam satn hari), atan dengan mantap bertentangan dengan orang normal (atan akademis) berfungsi, atan hnbungan atan aktivitas sosial nmum. D. Jika poros lain gangguan hadir, isi dari obsesi atan kompnlsi tidakIail terbatas untuk itu (e.g., preokupasi dengan makanan di dalam gangguan makan; rambnt yang menarik di hadapan trichotillomania; sedang melakukan penampilan di hadapan snatu gangguan dismorpik tnbu!l; preokupasi dengan obat di hadapan snatn gangguan penggnaan zat; preokupasi dengan menikmati snatu penyakit
41
senus di hadapan hypochondriasis; preokupasi dengan khayalan seksual di hadapan suatu paraphilia; atau pereuungan bersalah di hadapan gangguan depresifmayor). F. Gangguan tidaklah berkaitan dengan efek fisiologis yang langsung dari suatu zat (e.g., penyalahgunaan zat, suatu pengobatan) atau suatu kondisi medis umum. Menetapkan jika: Dengan pengertian yang mendalam: jika, karena kebanyakan dari wak1:unya sepanjang peristiwa yang sekarang, orang tidak mengenali bahwa obsesi dan kompulsi adalah tidak beralasan atau berlebihan.
Tabel dari DSM-IV-TR, Diagnostic and Statistical Mmmal of Mental Disorders, Hak Cipta American Psychiatric Association, Washington, 2000.
Nevid, Rathus, dan Greene dalam bukunya "Abnonnal Psychology in a Changing World" (2005) mendefinisikan gangguan obsesifkompulsif sebagai suatu obsesi dimana pikiran, ide, atau dorongan yang intrusif dan berulang yang sepertinya berada di luar kemampuan seseorang untuk mengendalikannya. Obsesi dapat menjadi sangat kuat dan persisten sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari dan menimbulkan distres serta kecemasan yang signifikan. Suatu kompulsi adalah tingkah laku yang repetitif (seperti mencuci tangan atau memeriksa kunci pintu atau gembok) atau tindakan mental repetitif (seperti berdoa, mengulang-ulang kata-kata telientu, atau menghitung) yang dirasakml oleh seseorang sebagai suatu keharusan atau dorongan
42
APA (Dalarn Nevid, Rathus, & Greene, 2005) menjelaskan bahwa gangguan obsesif kompulsif dialami 2% sarnpai 3% masyarakat umum pada suatu saat dalam hidup mereka. Gangguan ini muneul sarna seringnya pada laki-laki dan perempuan. Slwog dan Skoog mengemukakan penelitian di Swedia menemukan bahwa meskipun kebanyakan pasien gangguan obsesifkompulsifmenunjukkan, banyakjuga yang terns berlanjut mempunyai simtom gangguan ini sepanjang hidup mereka.
Dari pemaparan di atas tentang gangguan depresif dan anxietas, nantinya akan dilihat seberapa besar intensitas keeemasan dan tingkat depresi, kbususnya pada pasien narkoba yang menggunakan terapi metadon yang akan dijadikan sebagai kajian pustaka penelitian ini.
2.2. Terapi metadon 2.2.1. Program layanan terapi ketergantungan NAPZA Pasien adalah seseorang yang menerima perawatan medis. Sering kali, pasien menderita penyakit atau eedera dan memerlukan bantuan dokter untuk memulihkamlya (Wikipedia, 2009).
Narkoba adalah istilah yang mernpakan singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktiflain. Narkoba termasuk golongan bahan atau zat yangjika masuk ke
43
dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi-fungsi yang dapat merusak tubuh terutama otak (BNN, 2007).
Selain "narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah NAPZA yang merupakan singkatan dari 'Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini, baik "narkoba" atau NAPZA, mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai resiko kecanduan bagi penggunanya (Wikipedia, 2009).
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis memberikan definisi bahwa pasien narkoba adalah seseorang yang menerima perawatan medis dari sifat kecanduan atau ketergantungannya terhadap narkotika, psikotropika dan zat adiktiflain.
Fokus terapi ketergantungan NAPZA adalah menyediakan berbagai jenis pilihan, yang dapat mendukung proses pemulihan melalui berbagai ketrampilan yang diperlukan dan mencegah kekambuhan (relapse). Tingkatan layanan bervariasi, tergantung dari derajat keparahan dan seberapa intensif terapi diperlukan. Bentukbentuk terapi ketergantungan NAPZA (Dalam lampiran Keputusan Menteri Kesehatan, 2006) antara lain adalah: a. Detoksifikasi dan Terapi Withdrawal Detoksifikasi (sering disebut terapi detoks) adalah suatu bentuk terapi awal untuk
44
akibat penghentian penggunaan NAPZA. Detoks bukan terapi tunggal, namun hanya sebagai langkah pertama menuju program terapi jangka panjang (rehabilitasi, program terapi rumatan substitusi). Bila hanya dilakukan detoks kemungkinan relaps sangat besar. Variasi terapi detoks sangat luas, antara lain: ultra rapid detoxification (hanya 6 jam), home based detoxification, detoks rawat inap dan detoks rawat jalan. b. Terapi terhadap Kondisi Emergensi Pasien-pasien ketergantungan NAPZA sering menunjukkan perilaku yang mendatangkan kegawatan baik bagi dirinya maupun bagi orang sekitamya. Keadaan overdose opioida dapat menyebabkan depresi pada susunan sarafpusat yang menyebabkan kematian. Kondisi paranoid, halusinasi, agresif dan agitasi akut memerlukan pertolongan profesional dengan segera. c. Terapi Gangguan Diaguosis Ganda Banyak pasien-pasien ketergantungan NAPZA yang bersama-sama juga menderita gangguan jiwa, seperti: skizojrenia, gangguan bipolar, gangguan kepribadian, anti sosial, depresi berat sampai suicide. Gangguan diaguosis ganda tersebut memerlukan terapi yang terintegrasi dengan terapi ketergantungan NAPZA. d. Terapi Rawat Jalall (Ambulatory atau Out-Patient Treatment) Terapi yang membebaskan pasiell untuk tidak tinggal menginap di rumah sakit. Modifikasi terapi rawat jalan untuk pasien-pasien ketergantungan Napza sangat luas, sepelii; terapi rawat jalan intensif, terapi rawat jalan seminggu sekali.
45
Terapi ini tidak restriktif dan sering memberikan hasil paling baik bagi orang yang telah bekeJja dan yang memiliki lingkungan sosial dan keluarga yang stabil. Bentuk layanan ini dapat dilakukan dalam situasi dan kondisi layanan kesehatan formal ataupun dalam masyarakat dengan layanan-layanan yang meliputi; pendidikan kesehatan terkait penyalahgunaan NAPZA, pemberian terapi medis, konseling individu, konseling kelompok, konseling keluarga, psikoterapi, evaluasi psikologi dan evaluasi sosial selia program kelompok dukungan (support group) baik yang berdasarkan pada program 121angkah, maupun program-program lain sesuai dengan kebutuhan pasien. e. Terapi Residensi (residential treatment) Bila detoks dan terapi rawat jalan berulang kali gagal, maka pasien perIu dipertimbangkan untuk mengikuti terapi rawat residensi (yang juga disebut dengan istilah rehabilitasi). Banyak metode yang digunakan dalam terapi residensi antara lain: Therapeutic Community, dan the i2-Step Recovery
Program. Lamanya terapi tunumnya 12-24 bulan yang terdiri dari beberapa tahap terapi. Sasaran utama dari terapi residensi adalah abstinentia atau sama sekali tidak menggunakan NAPZA (drugfree). Dalam kedua program tersebut, umumnya mantan pengguna NAPZA (yang benar-benar telah bersih, recovering
addict) diikutsertakan dalam kegiatan terapi disamping tenaga professional yang terIatih.
46
f.
Terapi Pencegahan Relaps Angka relaps (kekambuhan) pada pasien ketergantungan NAPZA, khususnya pengguna opioida sangat tinggi. Guna mencegah berulangkalinya relaps, pasienpasien tersebut harns mendapatkan terapi pencegahan relaps. Beberapa bentuk terapi tersebut antara lain: Relapse Prevention Training (Marlatt), Cognitive Behavior Therapy (CBT) khususnya terhadap craving (Beck) dan the 12-Step Recovery Program.
g. Terapi Pasca Perawatan (after care) Setelah melewati terapi rawat inap pasien sangat disarankan untuk dapat mengikuti terapi pasca perawatan. Hal ini merupakan bagian penting untuk dapat mendukung pasien tetap tidak menggunakan NAPZA. Beberapa komponen yang masuk dalam terapi pasca perawatan adalah konseling bagi pasien dan keluarga, psikoterapi, terapi pelilaku, terapi kognitif, terapi perilaku dan kognitif, terapi dukungan, kelompok dukungan dan program 12 Langkah. h. Terapi Substitusi (Substitusion Therapy) Terapi substitusi terutama ditujukan kepada pasien ketergantungan opioida. Sasaran terapi, mengurangi perilaku kriminal, mencegah penularan HIV/AIDS, mempertahankan hidup yang produktif dan menghentikan kebiasaan penggunaan rutin NAPZA, khususnya opioida. Substitusi yang digunakan dapat bersifat methadone, buphrenorphine atau naltrexone. Methadone Maintance Therapy (MMT), sering disebut Terapi Rumatan Metadon (TRM) yang paling umum
47
dijalankan. Pasien yang mengikuti terapi substitusi tidak memerlukan hospitalisasi (rawat residensi) jangka panjang. Terapi ini akan beIjalan dengan sangat efektifbila disertai dengan konsultasi dan intervensi perilaku.
Terapi substitusi terutama sekali ditunjukkan kepada pasien ketergantungan opioida. Methadone Maintance Therapy (MMT), yang sering disebut sebagai Terapi Rumatan Metadone (TRM) yang paling umum dijalankan sebagai bentuk terapi utama yang akan dijadikan kajian pustaka penelitian inL
2.2.2. Metadon Program pengalihan yang paling diakui, dan telah berkali-kali diteliti secar'a mendalam adalah pemeliharaan metadon. Program rumatan atau pemeliharaan metadon yang berlangsung sedikitnya 6 bulan sampai 2 tahun atau lebih lama lagi (Dalam lampiran Keputusan Menteri Kesehatan, 2006).
Metadon dikembangkan di Jerman pada tahun 1945 sebagai obat penghilang rasa sakit dan pertama kali diuji coba di New York pada pertengahan tahun 1960-an untuk para pecandu narkoba yang tidak cocok dengan program perawatan berdasarkan pantang terhadap narkoba (Yakita, 2007),
49
Metadon menyebabkan efek samping berupa perasaan ringan, pusing, kantuk, fungsi mental terganggu, berkeringat, pruritus, mual dan muntah. Efek samping ini lebih sering timbul pada pemberian oral daripada pemberian parenteral dan lebih sering timbul pada pasien berobat jalan. Kepekaan seseorang terhadap metadon dipengaruhi oleh faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap morfin, ditambah timbulnya adiksi jauh lebih keeil daripada bahaya adiksi morfin (Sulistia Gan Gunawan, 2007).
Pemeliharaan dengan metadon (metadhone maintenance) mempunyai beberapa keuntungan. Pertama, obat ini membebaskan seseorang dengan ketergantungan opioid dari heroin yang disuntikkan, dan dengan demikian menurunkan kemungkinan penyebaran HIV melalui penggunaan jarum yang terkontaminasi. Kedua, metadon menyebabkan euforia yang minimal dan jarang menyebabkan mengantuk atau depresi jika digunakan untuk jangka waktu yang lama. Ketiga, metadon memungkinkan pasien mengikuti pekerjaan yang bennanfaat, bnkaJmya aktifitas kriminal. Kerugian utama adalah pasien tetap tergantung pada narkotik (Kaplan & Sadock, 1997).
A.
Dampak psikologis terapi metadon
Seeara jelas memang masih belum diketahui dampak psikologis penggunaan terapi metadon, karena masih belum adanya penelitian yang mengkaji tentang gambaran atau dampak psikologis pasiennarkoba yang menggunakan terapi metadon. Untuk itu, dikarenakan metadon masih dalam kelompok abat yang sama dengan heroin,
50
kodein, morlin dan jenis opioida lainnya, sehingga dibawah ini akan dije1askan seeara umum dampak psikologis akibat penggnnaan atau ketergantnngan narkotika jenis opioida, dalam hal ini metadon khususnya yang tennasuk dalam kategori opioida (Hidup Sehat, 2008): 1. Selain ketergantnngan fisik, teJjadi juga ketergantnngan mental. Ketergantnngan mental ini lebih susah untnk dipulihkan daripada ketergantnngan fisiko Ketergantnngan yang dialami seeara fisik akan lewat setelah gejala putns obat diatasi, tetapi setelah itn akan muneul ketergantnngan mental, dalam bentnk yang dikenal dengan istilah 'sugesti'. Orang seringkali menganggap bahwa sakaw dan sugesti adalah hal yang sarna, ini adalah anggapan yang salah. Sakaw bersifat fisik, dan merupakan istilah lain untnk gejala putns obat, sedangkan sugesti adalah ketergantnngan mental, berupa muneulnya keinginan untuk kembali menggunakan narkoba. Sugesti ini tidak akan hilang saat tnbuh sudah kembali berfungsi seeara nonnal. Sugesti ini bisa digambarkan sebagai suara-suara yang menggema di dalam kepala seorang peeandu yang menyurubnya nntuk menggunakan narkoba. Sugesti seringkali menyebabkan teJjadinya 'perang' dalam diri seorang peeandu, sehingga mnneul suatn keeemasan, karena di satn sisi ada bagian dirinya yang sangat ingin menggunakan narkoba, sementara ada bagian lain dalam dirinya yang meneegahnya. Dampak mental yang lain adalah pikiran dan perilaku obsesif kompulsif, serta tindakan impulsif. Pikiran seorang peeal1du menjadi terobsesi pada narkoba dan
52
penggunaan narkoba, maka ia tidak akan takut untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap orang-orang yang mencoba menghalaginya untuk menggunakan narkoba.
B.
Farmakokinetik
Oral metadon siap diserap dan sangat panjang tindakannya, dengan perbandingan, bioavailabilitasnya hampir 3 kali dari morfin dan nmur-paruhnya adalah sekitar 10 kali lebih besar dari morfin (Lihat tabeI2.7). Tabel2.7 Perbandingan Umur Paruh Metadon dan Morpiu
METADON
Bioavailabilily Umurparuh
I I
80% (79 ± 11.7%) 30 Jam. (30.4 ± 16.3)
MORPIN Bioavailabilitv 30% (26 ± 13%) I Umurparuh 3 Jam. (2.7 ± 1.2) I Adaplasi dari: Gourlav et al., 1986, Dalam James D. Toombs, MD, 2008.
Eap, et al (Dalam James D. Toombs, MD, 2008) menyatakan bahwa metadon dengan
sangat cepat menyebar ke tiap-tiap jaringan mencakup otak, saluran air atau usus, ginjal, hati, olot, dan paru-paru.
Beaver et. all (Dalam James D. Toombs, MD, 2008) mendefinisikan metadon sebagai
obat penghilang sakit yang mempengaruhi secara khas dan mampu untuk beliahan aktif 4-6 jam, dimana lazimnya, ini akan meluas 8-12 jam dengan diulangi pemberian
53
dosis metadon. Oleh karena itu, 2 atau 3 dosis metadon sehari mampu untuk mengendalikan sakit secara adekuat. Beberapa pasien boleh memerlukan 4 dosis sehari-hari, temtama sekali bagi pasien yang lebih tua, hanya boleh memerlukan 1 dosis sehari.
Sawe (Dalam James D. Toombs, MD, 2008) menyatakan bahwa karena umur paruh yang panjang, tingkat plasma metadon mampu mencapai 10 hari untuk menstabilkan. Hams ada pertimbangan secara hati-hati antara tanpa rasa sakit yang tidak adekuat dalam kaitannya dengan dosis yang berlebihan sepanjang tahap titrasi. Pasien hams diberitahukan efek serangan metadon yang lambat dan peningkatan tanpa rasa sakit yang berangsur-angsur dari waktu ke waktu.
Metadon mengalami biotransfonnasi metabolis di dalam hati. Kedua-duanya antara metadon dan proses metabolis tersebut dikeluarkan melalui air seni dan kotoran sebagai hasil biotransfonnasi. Kurang dari 10% mengalami ekskresi dalam bentuk asli. Sebagian besar diekskresi bersama empedu (Sulistia Gan Gunawan, 2007).
C. Farmakodinamik Metadon mengikat pada reseptor opioid Mu (fl), Kappa (K), dan Delta (0), memproduksi tanpa rasa sakit seperti halnya efek samping opioid yang khas (Lihat tabeI2.8).
54
Tabel2.8 Efek Klinis Metadon Dalam Reseptor Mu (It), Kappa (K), dan Delta (Ii) EfekKUnis . Tanpa rasa sakit (Analgesia) Euforia Depresi pemapasan Ketergantungan fisilc Penyempitan manilc mata (Miosis) Dava gerak lambung berkurang Kappa (K) Tanpa rasa sakit (Analgesia) Penenang Deoresi uemaoasan Analgesia Delta (0) Disforia Halusinasi Adautasi dari: Warfield & Fausett, 2002. Dalam James D. Toombs, MD, 2008. Resentor Mu (Il)
Metadon mempunyai potensi setara dengan morfin, secara klinis lcemanjuran metadon meningkatkan dosis yang kronis (Davis & Walsh, 2001 dalam James D. Toombs, MD, 2008).
James D. Toombs, MD (2008) secara klinis menjelaskan bahwa besar atau seringnya
perubahan dosis metadon pada umumnya penting setelah tahap titrasi awal. Hilangnya tanpa rasa sakit dati dosis yang stabil boleh mencerminkan penambahan pengobatan lain yang mempengaruhi metabolisme metadon dan serum sebagai akibat tingkat obat penghilang sakit.
Dalam susunan saraf pusat, efek analgetik 7,5-10 mg metadon sama kuat dengan efek 10 mg morfin. Dalam dosis tunggal, metadon tidak menimbulkan hipnosis sekuat
55
morfin. Setelah pemberian metadon berulang kali timbul efek sedasi yangjelas, mungkin karena adanya akumulasi. Dosis ekuianalgetik menimbulkan depresi napas yang sarna kuat sepelii morfin dan dapat beliahan lebili dari 24 jam setelah dosis tunggal. Seperti morfin, metadon menimbulkan hiperglikemia, hipotermia dan penglepasan ADH. Efek konstipasi metadon lebih lemah daripada morfin. Miosis yang ditimbulkan metadon lebih lama daripada miosis oleh morfin. Pada pecandu metadon timbul toleransi efek miosis yang cukup kuat. Obat ini merendahkan kepekaan tubuh terhadap CO2 sehingga timbul retensi C02 yang dapat menimbulkan dilatasi pembuluh darah serebral dan kenaikan tekanan cairan serebrospinal (Sulistia Gan Gunawan, 2007).
D.
Penggunaan dosis metadon: Opioid-Pasien Pemula
Dengan metadon, aturan umumnya adalah "penggunaan awal yang sedikit dan perlahan-Iahan". untuk pasien yang tidak menggunaan opioid secara teratur, mahasiswa dari kedokteran dan ahli bedah Ontario mengusulkan dosis awal penggunaan adalah 2,5 mg per 8 jam. Hal ini menjadi dosis awal yang aman dan dapat digunakan, untuk pasien yang lemah dan lebih tua sebuah dosis awal yaitu 2,5 mg dalam sehari mungkin dibutubkan. Meninjau kembali infonnasi produk (Metadon PI 2006) menganjurkan tidak lebih dari 2,5 sampai 10 mg setiap 8-10 jam, menetapkan kadar dengan perlahan untuk mempengaruhi. Hal ini sepenuhnya berlawanan dengan penggunaan yang lebih awal (The Earlier Package Insert),
56
dimana menyatakan bahwa penggunaan dosis sarnpai dengan 80 mg per hari adalah diizinkan, bagaimanapun, hal ini dapat menimbulkan resiko pada pasien itu sendiri
(James D. Toombs, MD, 2008).
Petunjuk yang dapat digunakan untuk penggunaan metadon sangat kurang, jadi peningkatan penggunaan dapat didasarkan pada respon-respon pasien (Lihat tabel 2.9). kenaikan 2,5 mg per dosis per 5-7 hari telah disarankan dalarn VAlDoD (Dalarn
James D. Toombs, MD, 2008) Petunjuk Penggunaan Klinis untuk Manajemen Terapi Opioid untuk Penyakit Kronis. Tabel2.9 Contoh: Pemberian Titrasi Metadon Opioid-Pasien Pemnla Wk I 2 3 4 5 6
E.
Dosis 2.5 mgpoBID 5 mg po BID 7.5 mgpo BID 10mgpoBID 10mgpoTID 20 mgpo BID (lOmgpoQID)
Total Dosis/sehari 5mg 10mg IS mg 20mg 30mg 40mg
Penggunaan dosis metadon: Opioid-Pasien Toleran
Kebanyakan tabel equianalgesik menerbitkan untuk mengindikasikan penanggalan bahwa 15 mg dosis mortin kira-kira sarna dengan 10 mg dosis metadon. Untuk dosis tunggal, hal ini mungkin te1jadi: bagaimanapun, dengan dosis metadon berulang mungkin menjadi efek obat pengbilang rasa sakit yang lebih baik (James D. Toombs,
MD,2008).
57
Dari pandangan retrospektif, sejumlah perbandingan telah dikembangkan (Lihat tabel 2.10). Pada masing-masing penelitian, rasio akhir dari equianalgesik, atau EDR, berhubungan denganjumlah dosis opioid sebelum penukaran dengan metadon. Tabe12.10 Perbandingan Dosis Obat EDR: Perubahan Morpin ke Metadon Dosis Metadon (mg/d) Morphine:Methadone EDR
I <100 I 101-300 I 301-600 I 601-800 I 801-1000 I >1001 I 20:1 I 3:1 I 5:1 I 10:1 I 12:1 I 15:1 Ayonrinde, 2000. DalamJames D. Toombs, MD, 2008.
Dalam contoh perhitungan pada halaman berikutnya, EDRs Ayonrinde telah digunakan. Rasio ini menyediakan pendekatan yang beralasan pada dosis yang lebih rendah dan cenderung menempatkan seseorang di level dosis yang lebih tinggi. sebagai contoh, 300 mg, 600 mg, dan 900 mg morfin masing-masing meramalkan 60 mg metadon. Bagaimanapun, rasio obat penghilang rasa sakit (EDR) adalah tidak tanpa kesalahan: rasio Ayonrinde meramalkan penggunaan 100 mg morfin seorang pasien membutuhkan sekitar 33 mg metadon, ketika seseorang menggunakan 110 mg morfin membutuhkan hanya 22 mg metadon (James D. Toombs, MD, 2008).
2.3. Keranglm berpikir Dasar dan kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahwa terdapat dampak psikopatologis yang bennakna dalam penggunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA). Dimana, anxietas dan depresif yang merupakan gangguan psikiatrik tersering, sering ditemukan pada penggunaan zat
58
(NAPZA), tennasuk apakah terdapat dampak psikopatologis yang sama pada pasien narkoba yang menggunakan terapi metadon, yang masih tennasuk ke dalam jenis opioida.
Kaplan dan Sadock (1997) menyatakan bahwa gejala depresi sering ditemukan di antara orang-orang dengan penyalahgunaan zat atau ketergantungan zat. Kira-kira sepeliiga sampai setengah dari semua orang yang me1akukan penyalahgunaan opioid atau ketergantungan opioid.
Brill (Dalam Dadang Hawari, 1991) menyatakan bahwa kecemasan dan depresi sering ditemukan pada penyalahguna zat. Penyalahgunaan zat yang mereka lakukan dimaksudkan untuk menutupi gangguan afektif tersebut.
Dalam hal ini, tingkatan layanan terapi ketergantungan NAPZA dalam upaya mendukung proses pemulihan cukup bervariasi, tergantung dari derajat keparahan dan seberapa intensifterapi diperlukan. Bentuk-bentuk terapi ketergantungan NAPZA antara lain adalah: Detoksifikasi dan Terapi Withdrawal, Terapi terhadap Kondisi Emergensi, Terapi Gangguan Diagnosis Ganda, Terapi Rawat Jalan (Ambulatory atau
Out-Patient Treatment), Terapi Residensi (residential treatment), Terapi Pencegahan Relaps, Terapi Pasca Perawatan (after care), dan Terapi Substitusi (Substitution
Therapy) (Dalam lampiran Keputusan Menteri Kesehatan, 2006).
60
sakit. Dosis metadon yang terlalu tinggi dapat ditunjukkan oleh gejala seperti kantuk, tertidur, sesak napas dan manik mata mengecil (Fannacia, 2008).
Berdasarkan pemaparan di atas dari gejala efek samping yang ada, memberikan pertanyaan " apakah terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan terapi metadon pada pasien narkaba dengan dampak psikopatologis yang sama halnya dengan pemakaian opioid lainnya", sehingga penting sekali untuk dijadikan pedoman atau sumber informasi sebagai penelitian barn yang akan dilakukan tentang kemungkinan teljadinya dampak psikopatologis, terutama intensitas kecemasan dan tingkat depresi bagi pasien narkoba yang menggunakan terapi metadoll. (Skema teoritis dapat dilihat di bawah ini).
PERPuSTAKAAN~TA~-l urN SYAHID JAKARTA
I
61
Dampak Psiko1ogis Penyalahgunaan Narkoba - Kecemasan - Depresi (Brill dalam Dadang Hawari, 1991)
~ Ragam Terapi Narkoba - Detoksifikasi dan Terapi Withdrawal - Terapi terhadap Kondisi Emergensi - Terapi Gangguan Diagnosis Ganda - Terapi Rawat Jalan (Ambulatory atau Out-Patient Treatment) - Terapi Residensi (residential f.reatment) - Terapi Pencegahan Re1aps - Terapi Pasca Perawatan (after care), - Terapi Substitusi (Substitution Therapy) (Dalam 1ampiran keputusan menteri kesehatan, 2006) Terapi Substitusi => Methad01l1Mailltallce Therapy (MMT) Efek positif => Membebaskan dari ketergantungan opioid dari heroin yang disuntikkan, euforia yang minimal, jarang menyebabkan mengantuk atau depresi jika digunakan untukjangka waktu yang lama (Kaplan & Sadock, 1997). Efek samping => Konstipasi, kepala terasa ringan (fly), pusing, mengantuk, pikiran tidak jemih, berkeringat, mual dan muntah (Farmacia, 2008). Dosis berlebihan => Pemafasan, ditunjukkan oleh gejala seperti kantuk, tertidur, sesak napas dan manik mata mengeci1 (Fannacia, 2008).
-
~ Pasien narkoba yang menggunakan terapi metadon
4
Anxietas? Konstipasi, mua1, pusing, berkeringat, pikiran tidak jemih dan sesak napas (Nevid, Rathus, & Greene, 2005).
Depresif? Gangguan tidur, kesulitan berkonsentrasi atau berpikir Jemih (Nevid, Rathus, & Greene, 2005).
Gambar 2.1. Dampak psiko1ogis terhadap penggunaan metadon.
04-
62
2.4. Hipotesis Ho : Tidak ada hubungan yang signifikan antara penggunaan terapi metadon dengan intensitas kecemasan dan tingkat depresi pasien narkoba. HI : Ada hubungan yang signifikan antara penggunaan terapi metadon dengan inensitas kecemasan dan tingkat depresi pasien narkoba.
BABIII METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis penelitian 3.1.1. Pendekatan dan metode penelitian Penelitian ini merupakan jenis kuantitatif, di mana data yang dihasilkan dari hasil penelitian adalah berwujud data kuantitatif, yakni data yang berbentuk bilangan.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik, yaitu penelitian yang bertujuan mencari hubungan antar vmiabel dengan melakukan analisis terhadap data yang dikumpulkan (Husein Alatas et.al, 1995).
3.1.2. Variabel penelitian dan definisi operasional variabel Dalmn penelitian ini terdapat dua buah variabel, yaitu: a. Variabel bebas (Independent Variable), yaitu terapi metadon. b. Variabel terikat (Dependent Variable), yaitu intensitas kecemasan dan tingkat depresi.
64
Definisi operasional variabel : I. Terapi metadon adalah suatu bentuk terapi pemberian obat metadon yang ditujukan kepada pasien ketergantungan opioida, sebagai bentuk pengalihan dari sifat ketergantungannya terhadap zat tersebut. 2. Intensitas kecemasan adalah keadaan tingkatan atau ukuran intensnya suatu kondisi emosi yang kurang menyenangkan, yang menimbulkan rasa kurang arnan, tidak tentram dan perasaan terancam yang kapan saja dapat muncul karena adanya rangsangan dari luar. Aspek kecemasan ini akan diungkap dengan menggunakan The MiniInternational Neuropsychiatric Interview Version ICD-IO (MINI lCD-I 0) untuk menunjukkan keadaan tingkatan atau ukuran intensnya kecemasan. 3. Tingkat depresi adalah tinggi rendalmya suasana yang tidak menyenangkan, yang mengarah pada keputusasaan. Tingkat depresi ini akan diungkap dengan menggunakan The Mini-International Neuropsychiatric Interview Version ICD-IO (MINI lCD-I 0) untuk menunjukkan tinggi rendalmya suasana yang tidak menyenangkan, yang mengarah pada keputusasaan.
65
3.2. Pengambilan sampel 3.2.1. Populasi dan sampel Populasi adalah seluruh pasien narkoba pengguna heroin (opioid) yang menggunakan terapi metadon yang terdata di Puskesmas Kecamatan Tebet Jakarta yang beIjumlah 35 pasien.
3.2.2. Teknik pengambilan sampel Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling yang tennasuk dalam metode non probabilitas, yaitu penelitian dilakukan pada setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitian yaitu pasien narkoba pengguna heroin (opioid) dan dimasukkan dalam penelitian. Dengan demikianjumlah sampel dalam penelitian ini adalah 35 pasien narkoba pengguna heroin (Sudigdo Sastroasmoro, 1995).
3.3. Pengumpulan data 3.3.1. Instrumen Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan The Mini-International Neuropsychiatric Interview Version ICD-IO (MINI ICD-l 0) yaitu sebuah wawancara singkat struktur diagnostik, dikembangkan bersama oleh psychiatrists dan clinicians di Amerika
66
Serikat dan Eropa, untuk gangguan psikiatrik dalam DSM-IV dan ICD-lO. Administrasi dengan waktu sekitar 15 menit, MINI ICD-IO dirancang untuk memenuhi kebutuhan yang singkat tapi akurat dalam wawancara psikiatris yang terstmktur untuk multicenter percobaan klinis dan studi epiderniologi (Sheehan & Lecrubier (et.al), 1998).
The Mini-International Neuropsychiatric Interview Version ICD-10 (MINI ICD-lO)
adalab wawancara singkat terstruktur yang dapat mendiagnosis 14 jenis gangguan jiwa diantaranya adalab Episode Depresif, Distimia, Episode Manik, Gangguan Panik, Agorafobia, Fobia Sosial, Gangguan ObsesifKompulsif, Gangguan Anxietas Menye1U1uh, Alkohol (ketergantungan/penyalabgunaan), Gangguan Psikotik, Anoreksia Nervosa, Bulimia, dan Kecendemngan Bunuh Diri (Sheehan dan Lecrubier Dalam modul anxietas dan depresi Yayasan Depresi Indonesia, 2002).
Dari banyaknya kriteria diagnostik gangguanjiwa diatas, penulis hanya mengambil sebagian laiteria diagnostik untukjenis gangguan anxietas (Gangguan Panik, Agorafobia, Gangguan ObsesifKompulsif, dan Gangguan Anxietas Menyelumh) dan gangguan depresi (Episode Depresif dan Distimia) yang akan dijadikan sebagai kajian utama dalam penelitian ini, yakni untuk melihat seberapa besar intensitas kecemasan dan tingkat depresi pasien narkoba yang menggunakan terapi metadon.
67
Pengumpulan data meliputi data kuantitatif dalam bentuk data primer maupun sekunder. Akuisisi pengetabuan untuk mendapatkan data kuantitatifmelaJui wawancara terstruktur. Pedoman wawancara terstruktur mengacu pada model MINI ICD-IO yaitu suatu instrumen yang digunakan daJam riset maupun praktek klinis dan menghasilkan diagnosis menurut ICD-I 0 dan DSM-IV dan telah diteIjemabkan ke dalam 33 babasa tennasuk untuk hldonesia oleh Yayasan Depresi Indonesia dengan memodifikasi modul yang disusun oleh Sheehan dan Lecrubier (Dalam modul anxietas dan depresi Yayasan Depresi Indonesia, 2002).
Data kuantitatifberupa data sekunder diperoleh dati kuesioner untuk mendapat data demografi pasien narkoba yang menggunakan terapi metadon, lamanya menggunakan terapi metadon, dosis penggunaan metadon dan dukungan sosiaJ.
3.3.2. Hasil uji reliabilitas dan validitas MINI lCD-tO Tempei Otsubo (et.a!) (2005) dalam Journal Psychiatry and clinical neurosciences "Reliability and Validity ofJapanese version ofthe Mini-International Neuropsychiatric IntenJiew" membetikan hasil reliabilitas dan vaJiditas antara MINI versus SCID-P diagnosis dati penelitiannya terhadap 82 partisipan pasien dementia, retardasi mental, gangguan bahasa atau penyakit setius yang berhubungan dengan pengobatan dengan hasil nilai yang baik atau istimewa (> 0,75) untuk kategoti gangguan mayor depresif, gangguan panik, agorafobia, gangguan obsesifkompulsif,
68
gangguan psikotik, dan ketergantungan alkohol, nilai (0,60 - 0,74) untuk kategori mania dan bulimia nervosa, dan nilai yang cukup reliabel / bisa diterima (0,45 - 0,59) untnk kategori distimia, gangguan kecemasan sosial, gangguan kecemasan menyelulUh, ketergantnngan zat dan anorexia nervosa.
Hasil Interrater and test-retest reliabilities MINI dari penelitiannya terhadap 77 pasien partisipan dalam studi reliabilitas, memberikan hasil nilai yang istimewa untnk Interrater reliability test sebagai berikut: untnk kategori semua jenis gangguan mental (> 0,75), kecuali untuk gangguan distimia (0,74) dan gangguan kecemasan menyelulUh (0,72). Berdasarkan hasil retest MINI memberikan hasil nilai Kappa yang istimewa (> 0,75) untnk kategorijenis gangguan mayor depresif, gangguan panik, dan gangguan kecemasan menyelulUh, nilai (0,60 - 0,74) untnk kategori jenis gangguan agorafobia, gangguan obsesifkompulsif, gangguan psikotik, ketergantnngan alkohol, anorexia nervosa, dan bulimia nervosa, dan untnk nilai (0,45 - 0,59) untuk kategori jenis gangguan distimia, mania, dan gangguan kecemasan sosial (Tempei Otsubo (et.al), 2005).
Dalam hal ini, peneliti juga melakukan uji reliabilitas dan validitas MINI ICD-l 0 yang memang belum peruah dilakukannya di Indonesia sampai sekarang ini dan membandingkannya dengan hasil uji reliabilitas dan validitas yang dilakukan negara lain.
69
Dalam menganalisis hasH uji reliabilitas dan validitas MINI lCD-10, peneliti menggunakan rumus koefisien korelasi pearson product moment untuk melihat hasH validitas dengan rumus (Saifuddin Azwar, 2007): L:xy - (L:x)(L:y) / n Rxy= "[L:x2
-
(L:xi/n][N L:y2_(L:y)%]
xdany
=
Skor masing-masing variabel
n
=
Banyaknya subjek
Untuk melihat hasH reliabilitas, peneliti menggunakan rumus koefisien Alpha (a) yang dirumuskan sebagai berikut (Saifuddin Azwar, 2007):
a = 2 [1 - - - - ]
s/
=
Varians skor belahan 1 dan belahan 2
=
Varians skor tes
Dari penelitiannya terhadap 30 partisipan dalam studi reliabilitas, memberikan hasH nilai yang sangat reliabel untuk kategori agorafobia (0,91), gangguan panik (0,92) dan gangguan anxietas menyeluruh (0,94). Untuk kategori episode depresi (0,77) dan distimia (0,86). Dan nilai yang cukup reliabel untuk gangguan obsesifkompulsif (0,69).
70
Dibawah ini dijelaskan secara umum hasil perbandingan uji re1iabilitas MINI ICD-IO dati riga negara dalam versi English Version (Amerika Serikat), Japanese Version, dan Indonesia. Tabel3.1 Hasil Perbandingan Uji Reliabiltas MINI ICD-IO Gangguan Mental
Indonesian Version
English Version (Amerika Serikat)l 0,84 0,52 0,67 0,76
Episode Depesif 0,77 Distimia 0,86 Agorafobia 0,91 Gangguan Panik 0,92 Gangguan Obsesif 0,69 0,63 Kompulsif Gangguan anxietas 0,94 0,70 Menyeluruh 11 MengutIp dan Sheehan et.al (Dalam Tempel Otsubo (et.al), 2005). 2Mengutip dati Tempei Otsubo (et.al), 2005.
Japanese Version2 0,85 0,56 0,83 0,92 0,80 0,52
3.3.3. Teknik dan prosedur penelitian Dalam penelitian ini peneliti dibantu oleh dokter pendanlping yang bertanggung jawab dalam program tempi metadon di Puskesmas Kecamatan Tebet Jakarta. Tugas dokter pendamping adalah mendampingi peneliti selama pemeriksaan responden, menyaksikan, mengawasi, mengontrol, dan memverifikasi hasil-hasil pemeriksaan.
Teknik dan prosedur penelitian adalah sebagai berikut: a. Peneliti menerima responden dari dokter Puskesmas Kecamatan Tebet Jakarta.
71
b. Peneliti memberikan penjelasan dan motivasi tentang maksud dan tujuan pemeriksaan, agar responden selama pemeriksaan berlangsung memberikan keterangan danjawaban yang sejujur-jujumya. c. Pene1iti secara langsung memberikan kuesioner kepada responden. Responden mengisi kuesioner di hadapan peneliti dan disaksikan oleh dokter Puskesmas Kecamatan Tebet Jakarta. d. Setelah kuesioner selesai diisi oleh responden, peneliti inemeriksa kelengkapan kuesioner tersebut. e. Setelah pemeriksaan kelengkapan kuesioner selesai, peneliti melakukan wawancara terstruktur mengacu pada model MINI ICD-l 0 dengan didampingi dan disaksikan oleh dokter Puskesmas Kecamatan Tebet Jakarta. f.
Status yang telah lengkap, diperiksa oleh dokter Pnskesmas Kecamatan Tebet Jakarta.
3.3.4. Teknik analisis data Data yang telah dikumpul akan diolah seem-a manual dengan bantuan program software SPSS 15 dan analisa data akan dilaksanakan secara deskriptifmenggunakan tabel frekuensi relatif yang disusun berdasarkan hasil yang didapat. Dntuk hasil uji hipotesis akan dio1ah dengan menggunakan Chi-Square, dengan alasan karena data yang diperoleh merupakan data nominal.
BABIV PRESENTASI DAN ANALISIS DATA 4.1. Gambaran umum subjek penelitian Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Tebet Jakarta denganjumlab responden 35 orang pasien narkoba yang menggunakan terapi metadon.
Deskripsi data ini memberikan gambaran penting mengenai keadaan psikopatologis pasien narkoba yang menggunakan terapi metadon yang berfungsi sebagai sumber informasi mengenai keadaan subyek pada aspek atau variabel yang diteliti yakui intensitas kecemasan dan tingkat depresi.
Berikut dipaparkan gambaran karakteristik responden pasien narkoba yang menggunakan terapi metadon.
4.1.1. Gambaran umum latar belakang responden pasien narkoba yang menggunakan terapi metadon Dibawab ini dijelaskan gambaran umum latar belakang responden berdasarkan karakteristik sosial, ekonomi, dan demografi dalam tabel berikut ini.
73
Tabel4.1 Sebaran responden berdasarkan karakteristik sosial, ekonomi, dan demografi Variabel Jenis Kelamin I. Laki-Iaki 2. Peremnuan Umur I. 20 -29 tahun 2. 30- 39 tahun 3. > 40 tahun Suku I. Jawa 2. Sunda 3. Betawi 4. Padang 5. Batak Agama I. Islam 2. Protestan 3. Katolik Pendidikan Terakhir I. SD 2. SMP 3. SMA 4. Diploma 5. Sariana Pekeljaan I. Bekelja 2. Tidak bekeri a Status Pernikahan I. Menikah 2. Belum menikah
Jumlah
Persentase
33 2
94,3% 5,7%
16 14 5
45,7% 40% 14,3%
12 7 9 3 4
34,3% 20% 25,7% 8,6% 11,4%
29 5 1
82,8% 14,3% 2,9%
1 2 23 5 4
2,9% 5,7% 65,7% 14,3% 11,4%
24 11
68,6% 31,4%
19 16
54,3% 45,7%
Pada tabel diatas terlihat jenis kelarnin yang terbanyak adalah laki-Iaki yaitu 33 orang (94,3%), mayoritas berumur 20 - 29 tahun sekitar 16 orang (45,7%) dengan tingkat pendidikan tertinggi adalah SMA yang berjumlah 23 orang (65,7%). Mereka pada umumnya bekeIja sekitar 24 orang (68,6%) dengan status menikah yang beIjumlah
74
orang (34,3%). Agama responden yang terbanyak adalah Islam yaitu 29 orang (82,8%) sesuai dengan mayoritas agama di Indonesia.
4.2. Presentasi data 4.2.1. Frelmensi dan jenis gangguan mental pada responden Berdasarkan hasil penelitian, 14 orang mengalami gangguan kecemasan dan atau depresi (40%) dibandingkan dengan 21 orang yang tidak mengalami gangguan kecemasan ataupun depresi (60%).
Dan 14 respond en yang mengalami gangguan kecemasan dan atau depresi, 2 responden mengalami gangguan mental tunggal (5,7%) dan 12 respondenlainnya memiliki lebih dari satu gangguan mental (34,3%).
Sebaran gangguan mental yang dialami responden adalah episode depresif (26%), distimia (14%), gangguan anxietas menyelumh (29%), gangguan panik (26%), agorafobia (6%), dan gangguan obsesifkompulsif (II %).
Hasil frekuensi danjenis gangguan mental berdasarkan hasil penelitian diatas pada pasien narkoba yang menggunakan terapi metadon dapat dilihat pada tabel dan gambar dibawah ini.
75
Tabel4.2 Sebaran Responden Berdasarkan Karakteristik Jumlah Gangguan Mental Variabel
Jumlah Gangguan Mental 1. Ya 2. Tidak Jumlah Diagnosis Gangguan Mental 1. Diagnosis tunggal 2. Diagnosis ganda 3. Tanna diaQ110sis Gangguan Mental 1. Episode depresif 2. Distimia 3. Gangguan anxietas menyeluruh 4. Gangguan panik 5. Agorafobia 6. Ganl!l!Uan obsesif komvulsif
Jumlah
Persentase
14 21
40% 60%
2 12 21
5,7% 34,4% 60%
9 5 10
26% 14% 29%
9 2 4
26% 6% 11%
Pada tabel diatas teriihat hanya sebagian kecil responden mengalami gangguan kecemasan dan atau depresi sebanyak 14 orang (40%) dan kebanyakan responden tidak mengalami gangguan kecemasan ataupun depresi yang beIjumlah 21 orang (60%). Berdasarkan jenis gangguan mental yang terbanyak di jumpai adalah gangguan anxietas menyeluruh yang beIjumlah 10 orang (29%) dan paling sedikit adalah agorafobia yang beIjumlah 2 orang (6%).
76
4.2.2. Vji Hipotesis Hipotesi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H o : Tidak ada hubungan yang signifikan antara penggunaan terapi metadon dengan intensitas kecemasan dan tingkat depresi pasien narkoba. HI ; Ada hubungan yang signifikan antara penggunaan terapi metadon dengan intensitas kecemasan dan tingkat depresi pasien narkoba.
Untuk menguji apakah terdapat hubungan antara penggunaan terapi metadon dengan intensitas kecemasan dan tingkat depresi pasien narkoba, peneliti menggullakan uji
Chi-Square dengan bantuall program software SPSS 15. Berikut dibawah ini adalah hasil analisis uji Chi-Square berdasarkan karakteristik dari masing-masing variabeI.
A. Hubungall alltara lamallya terapi metadoll dellgall gallgguall depresi Lamanva Terapi Metadon
. I Tidak
Depresl I
Ya
Total P Value
11-15 0 1 1
16-20 3 2 5
21-25 13 5 18
26-30 7 0 7
36-40 1 3 4
Total 24 11 35
0,015
Berdasarkan lamanya respondell menggrmakan terapi metadon, baik dalam relltangan waktu antara 11-15 bulan, 16-20 bulan, 21-25 bulan, 26-30 bulan, dan 36-40 bulan, membuktikan hasil uji statistik p < 0,05 artinya adanya hubungan yang signifikan antara penggunaan terapi metadon dengan gangguall depresi pasien llarkoba,
77
sekalipun responden yang menggunakan terapi sampai jangka waktu yang lama, mengalami gangguan depresi dalam jumlah yang keeil.
B. Hubungan antara dosis penggunaan metadon dengan gangguan depresi Dosis PenQ' unaan Metadon
. I Tidak
10-20 4
21-31 6
32-42 6
43-53 2
54-64 3
65-75 I
76-86 I
87-97 I
98-109 0
120-130 0
5
6
6
2
4
3
4
3
I
I
Total 24
Depresl 1f--=.';;Y~a~-';I-+--":O:O-+~0~+--0;;-+----:I~+---::-2-j-"';3~+--::-2-+-----:I-+-':;I-+----;'I';-1- I
Total
P Value
0,003
Berdasarkan pada dosis penggunaan metadon, baik dalam takaran dosis antara 10-20 mg, 21-31 mg, 32-42 mg, 43-53 mg, dan seterusnya sampai pada takaran dosis 120130 mg, membuktikan hasil uji statistik p < 0,05 artinya adanya hubungan yang signifikan antara dosis penggunaan metadon dengan gangguan depresi pasien narkoba, sekalipun responden yang menggunakan sampai dosis yang tinggi, mengalami gangguan depresi dalam jumlah yang keeil.
c.
Hubungan autara lamanya terapi metadon dengan gangguan kecemasan Lamanva Teran! Metadon
1 Tidak
Kecemasan I
Ya
Total P Value
0,002
11-15 0 I I
16-20
21-25
2 3
12
5
6 18
26-30 7 0 7
36-40 I
3 4
Total 22 13
35
35
78
Berdasarkan lamanya responden menggunakan terapi metadon, baik dalam rentangan waktu antara 11-15 bulan, 16-20 bulan, 21-25 bulan, 26-30 bulan, dan 36-40 bulan, membuktikan hasil uji statistik p < 0,05 artinya adanya hubungan yang signifikan antara penggunaan terapi metadon dengan gangguan kecemasan pasiennarkoba, sekalipun responden yang menggunakan terapi sampai jangka waktu yang lama, mengalami gangguan depresi dalam jumlah yang kecil.
D. Hubllngan antara dosis pengglluaan metadon dengan ganggllan kecemasan
'.ecemasan
I Tidak I Ya
Total
P Value
10-20 5 I 7
21-31 5 0 5
32-42 5 I 6
Dos!s Peng: nnaan Metadon 43-53 54-64 65-75 76-86 2 2 I I 0 1 3 3 4 2 3 4
87-97 I 2 3
98-109 0 1 1
120-130 0 I I
0,034
Berdasarkan pada dosis penggunaan metadon, baik dalam takaran dosis antara 10-20 mg, 21-31 mg, 32-42 mg, 43-53 mg, dan seterusnya sampai pada takaran dosis 120130 mg, membuktikan hasil uji statistik p < 0,05 artinya adanya hubungan yang signifikan antara dosis penggunaan metadon dengan gangguan kecemasan pasien narkoba, sekalipun responden yang menggunakan sampai dosis yang tinggi, mengalami gangguan kecemasan dalam jumlah yang kecil.
Total 22 13 35
79
4.3. Pembahasan hasil pengujian hipotesis Berdasarkan hasil analisis uji Chi-Square, penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara penggunaan terapi metadon dengan intensitas kecemasan dan tingkat depresi pasien narkoba dengan hasil uji statistik p < 0,05.
81
dijelaskan oleh Sulistia San Gunawan (2007) bahwa metadon menyebabkan efek samping berupa perasaan ringan, pusing, kantuk, sulit berkonsentrasi dan fungsi mental terganggu, dimana ciri-ciri ini lebih sering teIjadi pada orang yang mengalami gangguan kecemasan. Kaplan dan Sadock (1997) menjelaskanjuga bahwa gejala depresi sering ditemukan di antara orang-orang dengan penyalabgunaan zat atau ketergantungan zat. Kira-kira sepertiga sampai setengah dari semua orang yang melakukan penyalahgunaan opioid atau ketergantungan opioid, dalam hal iill metadon khususnya yang termasuk dalam kategori opioid. Untuk itu masih harus dicarikan alternatif lain dalam upaya penatalaksanaan atau penanganan bagi para pecandu.
Dari hasil uji Chi-Square menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara penggunaan terapi metadon dengan intensitas kecemasan dan tingkat depresi pasien narkoba, dengan hasil uji statistik p < 0,05. Ditemukanjuga adanya pengaruh yang signifikan antara responden yang menggunakan terapi metadon dalan1 jangka waktu yang sebentar dengan responden yang menggunakan terapi metadon dalam jangka waktu yang lama, dan juga antara responden dengan penggunaan dosis yang rendah dengan dosis yang tinggi, sekalipun responden yang menggunakan sampai pada waktu yang lama dan sampai dengan dosis yang tinggi, mengalami gangguan kecemasan atau depresi dalam jumlah yang keci!.
82
Hasil yang diperoleh mengenai tingkat keeemasan dan depresi pasien narkoba yang menggunakan terapi metadon adalah hanya sebagian keeil responden mengalami gangguan keeemasan dan atau depresi sebanyak 14 orang (40%) dibandingkan dengan 21 orang yang tidak mengalami gangguan keeemasan atau depresi (60%).
Dmi 14 responden yang mengalami gangguan keeemasan dan atau depresi, 2 responden mengalami gangguan mental tunggal (5,7%) dan 12 responden lainnya memiliki lebih dari satu gangguan mental (34,4%).
Sebaran gangguan mental yang terbanyak dijumpai adalah gangguan anxietas menyeluruh yang berjumlah 10 orang (29%) dan paling sedikit adalah agorafobia yang berjumlah 2 orang (6%).
5.3. Saran Saran yang diberikan dari hasil penelitian ini sebagai berikut : A. Saran Teoritis Disarankan kepada peneliti selanjutnya, agar penelitian berikutnya dapat meneliti gangguan mentallairmya dari kemungkinan apa yang terjadi pada penggunaan terapi metadon.
83
B. Saran Praktis I. Penggunaan terapi metadon dapat dijadikan sebagai alternatifpilihan terakhir,
sebab dari penelitian ini ditemukan bahwa ada hubungan antara penggunaan terapi metadon dengan intensitas kecemasan dan tingkat depresi. 2. Perlu adanya penambahan terapi psikologis (konseling individual) pada setiap pasien yang menggunakan terapi metadon. 3. Disarankan kepada psikiater atau perawat penerima terapi metadon untuk selalu memberikan perhatian dan pelayanan konseling atau penanganan yang membutuhkan berbagai bantuan dan pelayanan kesehatan mental terhadap keadaan psikologis pasien selama menggunakan terapi metadon.
DAFTARPUSTAKA Buku: American Psychiatric Association. (2000). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-lV-Text Revision. Washington DC: APA. Badan Narkotika Nasional. (2007). Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: BNN RI. Dadang Hawari. (1991). Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Husein Alatas (et.al). (1995). Desain Penelitian: Pandangan Umum. Dalam Sudigdo Sastroasmoro & Sofyan Ismael (ed). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian KIinis (52-57). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kaplan, H. D., Sadock, B. J., & Grebb. J, A. SYnopsis ofpsychistry. Sinopsis Psildatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. I Made Wiguna S (et.al) (TeJj). 1997. Jakarta: Binarupa Aksara. Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. Abnormal Psychology in a Changing world. Psikologi Abnormal. Jeanette Murad (et.al) (Telj). 2005. Jakarta: Erlangga. Saifuddin Azwar, (2007). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sudigdo Sastroasmoro. (1995). Pemilihan Subjek Penelitian. Dalam Sudigdo Sastroasmoro & SofYan Ismael (ed). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis (42-51). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sulistia Gan Gunawan. (2007). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Yayasan Depresi Indonesia. (2002). Anxietas dan Depresi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Jurnal: Faisal Idrus, (2007). Depresi Pada Penyakit Parkinson. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran, vol. 34, nr. 3/156, 2007,130-135. Sheehan & Lecrubier (et.al). (1998). The Mini-International Neuropsychiatric Interview (MINI): the development and validation of a structured diagnostic psychiatric interview for DSM-IV and ICD-lO. The Journal ofClinical PsychiatlY, vo1.59, nr.20, 1998,22-33. Tempei Otsubo (et.al). (2005). Reliability and Validity of Japanese version of the Mini-International Neuropsychiatric Interview. The Journal ofPsychiatlyand Clinical Neurosciences, vo1.59, Maret 2005,517-526.
Buku Online: Dunia Psikologi, (2009). Apa saja Penyebab Depresi. Laporan Khusus. September 2009. http://duniapsikologi.com/2009/09/1l1apa-saja-penyebab-depresi/ Faisal Idrus, (2006). Anxietas dan Hipertensi. http://www.akademik.unsri.ac.id /download/joumal/files/medhas/AA-3 %20CEMAS %28FaisalIdrus%29ok.pdf Hidup Sehat, (2008). Dampak Penggunaan Narkoba. Laporan Khusus. Juni 2008. http://hidupsehat.com/2008/06/08/dampak-penggunaan-narkoba/ James D. Toombs, MD. (2008). Oral Methadone Dosing for Chronic Pain a Practitioner's Guide. Pain Treatment Topics, Special Report. Maret 2008. Available at:http://pain-topics.org/pd£'OralMethadoneDosing.pdf Josetta Maria (2003). Cemas: Nonnal atau Tidak Nonnal. http://library.usu.ac.id /download/tklD0300172.pdf Kompas. (2008). Ribuan Pecandu Jakarta Jalani Terapi Metadon. Laporan Khusus. September 2008. http://www.kompas.com/read/xml/2008/09 /17/14473554/ribuan.pecandu.jakarta.jalani.terapi.metadon. Kompas. (2007). Subutex, Lebih Menguntungkan Dibanding Metadon. Laporan Khusus. Desember 2007. http://www.kompas.com/read/xm1/ 2007/12/17/14473554/subutex.lebih.menguntungkan.dibanding.metadon
I"ERPUSTAKAAN UTAMA WIN SYAHID JA':.:'RTA
I
Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan. (2006). Pedoman Pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA). Laporan Khusus. April 2009. http://www.depkes.go.id/downloadslKepmenkes INAPZAllamp%20KMK%20Napza.doc Marta Stuart, (2004). Understanding Depression After Disaster. http://www.ag. arizona.edu/pubs/health/Depression.pdf Mohan Siddiq Dhanna. (2008). Gambaran Penyalahgunaan NAPZA di kota Pekanbaru Periode 1 Januari - 31 Desember 2005. Laporan khusus. Apri12008. http://yayanakhyar.wordpress.com/2008 /04/25/gambaran-penyalahgunaannapza-di-kota-pekanbaru-periode-l-januari-31-desember-2005/ National Institute of Mental Health. (2008). Depression. Available at: http://www. nimh.nih.gov/health/publications/Depression.pdf Soetomo, (2008). Terapi metadon Untuk Pecandu Heroin. Majalah Farrnacia, Vol, 7, No. 10, Mei 2008. http://www.majalah-fannacia.com/rubrik/one_news. asp?IDNews=785.
Thomas L Schwenk, 2005). Depression: Guidelines for Clinical Care. http://cme.med. umich.edu/pd1lguideline/Depression04.pdf Wikipedia. (2009). Pasien & Narkoba. Laporan Khusus. April 2009. http://id.wikipedia.org/wiki/Pasien & http://id.wikipedia.org/wikilNarkoba Yakita. (2007). Terapi Metadon. Laboran Khusus. Agustus 2007. http://www. yakita.or.id/terapi_metadon.htm
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1
Pedoman wawancara Jakarta, September 2009
Kepada Yth. Partisipan di Puskesmas Tebet Jakarta Dengan hormat, Perkenalkan saya Achmad Firdaus, mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta semester 8. Saat ini Saya sedang melaksanakan penelitian untuk penulisan skripsi berjudul Tempi Metadon dan Hubungannya Dengan intensitas Kecemasan dan Tingkat Depresi Pasien Narkoba di Puskesmas Tebet Jakarta (Proposal telampir). Adapun ijin penelitian Saya berdasarkan surat no. : 1753/-1.777.22 tanggal 5 Mei 2009. Terkait dengan judul penelitian tersebut, Saya bermaksud untuk melakukan wawancara dengan saudara sekalian. Sehubungan dengan hasil wawancara yang menyangkut kerahasiaan data saudara, Saya akan menjaganya dengan baik dan Saya gunakan hanya untuk kepentingan penulisan skripsi. Demikian surat pennohonan sekaligus surat pemyataan ini Saya sampaikan. Besar harapan, semoga saudara dapat mengabulkannya. Salam hangat,
Achmad Firdaus
Alamat Kampus : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta JI. Kelta Mulcti No.5 Cirendeu Ciputat 15412 Telp. 021.7433060 Fax. 74714714
KUESIONER (Bagian Anamnesis Pemeriksaan Psikiatrik) Nomor responden
Nama responden
Tanggal
Pemeriksa
Catatan
PETUNJUK UMUM Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan tenang dan tidak tergesa-gesa. Anda dapat menjawabnya dengan memberi tanda 0 (lingkaran) atau tanda V pada jawaban yang Anda anggap sesuai, atau dengan cara mengisinya, dan yang tidak sesuai dikosongkan. Anda dimohon menjawabnya dengan jujur, kerahasiaan Anda dijamin. Jika ada pertanyaan yang tidakjelas, silakan bertanya pada petugas.
DEMOGRAFI
1. Jenis kelamin Anda
L
2. Apakah agama Anda
. ..........
3. Berapa umur Anda sekarang ?
.. ...... Tahun.
4. Umur berapa Anda mulai masuk sekolah (SD) ?
.. ...... Tahun.
5. Umur berapa Anda berhenti sekolah
.. ...... Tahun.
P
6. Pendidikan / sekolah Anda terakhir: 6.1 SD
Kelas .......
6.2 SMP
Kelas .......
6.3 SMA
Kelas .......
6.4 Akademi / PergulUan tinggi
Tingkat ......
6.5 Lain-lain
...........
7. Apakah Anda masih duduk di bangku sekolah (beri tanda V): 7.1 Ya, masih sekolah secara teratur
...........
7.2 Va, masih sekolah tetapi sering tidak masuk
........ ,-.
7.3 Tidak sekolah lagi, tetapi mengambil kursus / les
...........
7.4 Tidak sekolah lagi, tetapi bekerja
....... ....
7.5 Tidak sekolah lagi dan menganggur
.......... -
8. Kalau Anda bekerja, pekerjaan macam apa ?
. ..........
MINI Mini International Neuropsychiatric Interview Version ICD-lO
MINI Versi ICD-10 dirancang sebagai suatu wawancara terstruktur yang sangat singkat untuk mendiagnosis psikiatrik utama dari International Classification of Diseases (World Health Organization, 1993). Sete1ah suatu sesi pe1atihan singkat, wawancara ini dapat digunakan oleh para klinisi, baik yang mengambil spesialisasi da1am bidang psikiatli maupun yang tidak.
Y. Lecmbier, E. Weiller, P. Amorim, T. Hergueta, L.I. Bonora, J.P. Lepiue Inserm U302 - La Salpetriere Hospital - PARIS - FRANCE D. Sheehan, J. Janavs, E. Knapp, M. Sheehan, R. Baker, ICH. Sheehan University of South Florida - TAMPA - USA
All Rights reserved. No part of this document may be reproduced in any fonn, in whole or in part, without the prior written consent of the authors.
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak dokumen ini dalam bentuk apapun, seluruhnya maupun sebagian, tanpa izin tertulis dari pembuat.
Yayasan Depresi Indonesia V. J,3
Lecrubier & Sheehan et aI. :MINI ICD-IO v. 5.0.0 (February 12,1998)
PETUNJUK UMUM
IWawancara:
I
Untuk mempertahankan agar interview berlangsung sesingkat mungkin, informasikan kepada pasien bahwa anda akan melaksanakan suatu interview klinis yang tidak lazim, menanyakan kepadanya pertanyaan yang sangat spesifik perihal masalah psikologisnya dan mengharapkanjawaban "ya" atau "tidak".
IFormat umum:
I
Mmr dibagi menjadi beberapa modul yang diidentifikasi dengan hUlUf, yang masingmasing berkaitan dengan suatu kategori diagnostik. Pada awal setiap seksi diagnostik (kecuali untuk seksi gangguan psikotik), pertanyaan-pertanyaan skrining yang berhubungan dengan kriteria utama dari gangguan itu ditampilkan di dalam suatu kotak abu-abu. Pada akhir setiap seksi, satu atau beberapa kotak diagnostik memungkiukan penetapan apakah diagnosis tersebut ada atau tidak ada.
I Konvensi: •
Kalimat-kalimat yang dicetak dalam "tipe huruf biasa" berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan yang hams dibaca secara keselulUhan kepada pasien untuk menstandarisasi penilaian kriteria diagnostik.
•
Kalimat-kalimat yang dicetak dalam "huruf besar/kapitaf' adalah instmksi untuk klinikus/klinisi (tidak dibacakan kepada pasien), dan berhubungan dengan algoritme diagnostik.
•
Kalimat-kalimat yang dicetak dalam "cetak tebaf' mengindikasikan kerangka waktu untuk pemeriksaan sindrom tersebut. Klinikus diminta untuk membacanya sesering diperlukan. Hanya gejala yang dikemukakan selama periode waktu ini yang hams diperhatikan.
Yayasan Depresi Indonesia V.1.3
Lecrubier & Sheehan et al. :MINIICD-I 0 v. 5.0.0 (February 12, 1998)
•
Jawaban-jawaban dengan tanda panah
(~)
mengindikasikan bahwa satu dari
kriteria yang dibutuhkan untuk diagnosis yang dinilai tidak dicapai. Dalam kasus demikian, klinikus diminta untuk langsung ke akhir seksi dan melingkari semua j awaban "tidak" di dalam kotak diagnostik yang bersangkutan. •
Jika istilah dipisaWcan oleh suatu "garis miring" ({) pewawancara diminta untuk membaca hanya yang berkaitan dengan gejala yang dikemukakan oleh pasien sesuai denganjawaban terhadap pertanyaan sebelurnnya.
•
Kalimat di dalam (kurung) adalah contoh yang menguraikan gejala yang diperiksa.
I Instruksi penilaian: •
Semua pertanyaan yang ditanyakan harus dinilai. Penilaian dilakukan di sebelah kanan setiap pertanyaan dengan melingkari jawaban yang sesuai.
•
Klinikus harus yakin bahwa setiap istilah dari pertanyaan telah dipahami oleh pasien (misalnya: kerangka waktu, frekuensi, keparahan, danlatau alternatif).
•
Gejala yang lebih merupakan akibat dari suatu penyebab organik atau karena penggunaan zat jangan dimasukkan.
~ Berarti: PERGI KE KOTAK DIAGNOSTIK PADA MODUL, LINGKARI TIDAK PADA SEMUA ITEM DAN PINDAH KE MODUL BERIKUTNYA
Yayasan Depresi Indonesia V.L3
Lecrubier & Sheehan et al. :MINIICD-1 0 v. 5.0.0 (February 12, 1998)
Untuk pertanyaan, saran, pennintaan pelatihan, atau infonnasi tentang perbaruan MINI, silakan hubungi:
University of South Florida Institute for Research in Psychiatry 3515 East Fletcher Avenue Tampa, FL 33613 USA
Yves LECRUBIER I Thierry HERGUETA Insenn U302 Hospital de la Pitie-Salpetriere 47, boulevard de I'Hospital F. 75651 PARIS FRANCE
Tel: +1 813 9793500 Fax: +1813 979 3511 e-mail:
[email protected]
Tel: +33 (0) 1 42 16 1659 Fax: +33 (0) 1 45 85 28 00 e-mail:
[email protected]
David SHEEHAN
Yayasan Depresi Indonesia d/a PT PARVICO BERSAUDARA MenaJ'a Kadin Indonesia Lt. 18 JI. H. R. Rasuna Said Blok X-5 Kav. 2-3 Jakarta 12950 Indonesia Tel: +62 21 57903940 Fax: +62 21 5790 3941 e-mail:
[email protected]
Yayasan Depresi Indonesia V.l.3
Lecrubier & Sheehan e1 al. :MINIICD-IO v. 5.0.0 (February 12, 1998)
Versi MINI ICD-IO
Episode Depresif
Kerangka waktn:
2 minggu terakhir
Distimia
2 tahun terakhir
Agorafobia
Barn-bam ini
Gangguan Panik
Barn-barn ini
Gangguan ObsesifKomplsif
2 minggu terakhir
Gangguan Anxietas Menyeluruh
Yayasan Depresi Indonesia V.1.3
6 bulan terakhir
Lecrubier & Sheehan et al. :MINI ICD-IO v. 5.0.0 (February 12,1998)
Yayasan Depresi Indonesia V.U (JuIi 2001)
A2 Selama 2 minggu terakhir, ketika auda merasa sedihldepresif/tak berminatllelah : a. Apakah nafsu makan anda berubah secara mencolok atau apakah berat badan anda meningkat atau menurun tanpa upaya yang disengaja ? TIDAK b. Apakah anda mengalami kesulitan tidur hampir setiap malam (kesulitan untuk mulai tidur, terbangun tengah malam atau terbangun lebih dini, tidur berlebihan) ? TIDAK c. Apakah anda berbicara atau bergerak lebih lambat dmipada biasanya, gelisah, tidak tenang atau mengalami kesulitan untuk tetap diam ? TIDAK d. Apakah anda kehilangan kepercayaan diri, atau apakah anda merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah dmipada orang lain? TIDAK e. Apakah anda merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri ? TIDAK f. Apakah anda mengalami kesulitan berpikir atau berkonsentrasi, atau apakah anda 1.I1e1.l1punyai kesulitan untuk 1.I1engmnbil keputusan ? TIDAK g. Apakah anda berniat untuk 1.I1enyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau berharap bahwa anda mati? TIDAK
APAKAH 4 ITEM ATAU LEBIH SEJAKAI nrRPRT T
~
F 3
TIDAK
YA
YA
YA
YA YA
YA YA YA
EPISODE DEPRESJ
A3 JIKA PASIEN MEMENUHI KRITERIA UNTUK EPISODE DEPRESIF : a. Selama hidup anda, pemahkah anda selama 2 minggu atau lebih merasa depresi dan mengalami hal-hal yang TIDAK YA barn kita bicarakan ?
-+
b. Sebelum anda merasakan depresi ini, apakah anda merasa baik saja selama sekurangnya 2 bulan ?
TIDAK F
APAKAH A3b DIBERI KODE YA ?
3 3
YA
TIDAK
YA
GANGGUAN DEPRESI BERULANG
Lecmbier & Sheehan et al. :MINI ICD-IO v. 5.0.0 IFebmarv P
lqQR)
Yayasan Depresi Indonesia V.U (Juli 2001)
Jika pasim saat ini memenuhi kriteria untuk Gangguan DepresifBerulang, jangan menanyakan seksi ini, kecuali anda mempunyai alasan yang khusus.
-+
B2 Apakah periode ini diselingi oleh perasaan baik-baik saja (tidak depresi) selama 2 bulan atau lebih ? B3 Selama periode depresi sepanjang waktu ini : a. Apakah anda kehilangan energi ? b. Apakah anda kesulitan tidur (kesulitan untuk mulai tidur, bangun tengah malam atau bangun lebih dini) ? c. Apakah anda kehilangan kepercayaan diri, atau merasa tidak semampu biasal.1ya ? d. Apakah al.1da sulit berkonsentrasi ? e. Apakah anda sering menangis ? f. Apakah minat anda berkurang atau kurang bisa menikmati hal-hal yang biasanya anda nikmati ? g. Apakah al.1da sering merasa putus asa ? h. Apakah anda sering merasa tidak mampu memikul tanggungjawab sehari-hari ? I. Apakah anda merasa bahwa hidup anda selalu buruk dan tidak akan membaik ? J. Apakah anda mengurangi aktivitas sosial anda; apakah anda cenderung untuk menarik diri ? k. Apakah anda menjadi lebih pendiam daripada sebelUlunya ?
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK TIDAK TIDAK
YA YA YA
TIDAK TIDAK
YA YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
F APAKAH ADA 3 ATAU LEBlH ITEM DARI B3 DIBERI KODE YA?
3
4
TIDAK
YA
DISTIMIA
1
Lecrubier& Sheehan et aI. :MINI ICD-l 0 v
'i
0 0 (H'ph...,,,..... 1 '1
l(1nO\
Yayasan Depresi Indonesia V.lJ (Jnli 2001)
D2 Apakah anda sangat takut terhadap tempat/situasi ini sehingga anda menghindarinya atau menghadapinya dengan ketegangan berat/hebat ? D3 Apakah anda pikir bahwa ketakutan ini tak beralasan alau berlebihan ?
~
TIDAK
YA
~
TIDAK
YA
D4 Apakah ketakutan ini mengganggupekrjaan anda, kegiatan sehari-hari atau fungsi sosia!, alau menimbulkan kelegangan hebal ?
TIDAK
YA
D5 Ketika anda berada dalam salah satu situasi di atas, apalmh anda kadang-kadang : a. Merasa denyul jantung lak leratur, cepal alau berdebar keras ? b. Berkeringal? c. Gemelar alau bergetar ? d. Merasa mulul kering ?
TIDAK TIDAK TIDAK TIDAK
YA YA YA YA
~
JIKA SEMUA DIBER! KODE TIDAK dari D5a sampai D5d
~
STOP e. f. g. h. 1.
Mengalami kesulitan bernafas ? Merasa lercekik ? Merasa nyeri, lertekan alau lidak enak di dada? Menga!ami mual alau gangguan perul ? Kepala pusing, sempoyongan, melayang alau pingsan ?
TIDAK TIDAK TIDAK TIDAK TIDAK
YA YA YA YA VA
Merasa asing dengan sekeliling anda atau asing dengan bagian tubuh anda ? k. Takut bahwa anda akan menjadi gila, kehilangan kendali atau pingsan ? I. Takut bahwa anda akan mati ? m. Mengalami kilatan panas atau kedinginan ? n. Merasa kesemutan atau baa! pada bagian tubuh anda ?
J.
TIDAK
YA
TIDAK TIDAK TIDAK TIDAK
YA YA YA YA
Fr-------, 4 TIDAK VA
APAKAH 2 ATAU LEBIH ITEM DARI D5 DlBERI KODE VA ?
o
AGORAFOBIA
o
Lecrubier& Sheehan et al.
:MTNT Trn_lO "
.e; fl fl fT::o.h~.,,_.
1'\
1"'1"\0\
Yayasan Depresi Indonesia V.l.3 (Juli 2001)
E. GANGGUAN PANIK
~
E2 Apakah serangan tersebut datang secara tak terduga ?
TIDAK
YA
E3 Selama serangan terburuk yang bisa anda ingat, apakah anda : a. Merasa denyut jantung tak teratur, cepat atau berdebar keras ? TIDAK b. Berkeringat? TIDAK c. Gemetar atau bergetar? TIDAK d. Merasa mulut kering ? TIDAK
YA YA YA YA
JIKA SEMUA DIKODE TIDAK DARI E3A SAMPAI E3D
~
STOP TIDAK YA TIDAl\:. YA TIDAK YA TIDAK YA
e. f. g. h.
Kesulitan bernapas ? Merasa tercekik ? Merasa nyeri, tertekan atau tidak enak di dada? Mengalami mual atau gangguan perot? I. Kepala pusing, sempoyongan, melayang atau pingsan ? J. Merasa asing dengan sekeliling anda atau asing dengan bagian tubuh anda ? k. Takut bahwa anda akan menjadi gila, kehilangan kendali atau pingsan ? 1. Takut bahwa anda akan mati? m. Mengalami kilatan panas atau kedinginan ? n. Merasa kesemutan atau baal pada bagian tubuh anda?
APAKAH 4 ATAU LEBIH ITEM DARI E3 DIBERI KODE YA?
F 4 1
0
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK TIDAK TIDAK
YA YA YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
GANGGUAN PANIK
E4 JIKA PASIEN MENUNJUKKAN AGORAFOBIA (F40.0) : Anda mengatakan bahwa anda terutama tidak nyaman dalam situasi seperti (SITUASI YANG DISEBUTKAN OALAM 01). Apakah serangan yang bam saja kita uraikan teJjadi hanya pada situasi tersebut ? TIDAK
YA
F,.--
APAKAH E4 DIBERI KOOE YA ?
4
o
TIDAK
-,
YA
AGORAFOBIA dengall GANGGUAN PANIK
o '"1IliIIIiiliiiiiiiiiliiiiiiiiiliiiiiiiiiliiiiiiiliiliiil 1
*Jlka
(F40.01), DIAGNOSIS F40.0 dan F41.0 JANGAN DILAPOPRKAN T
l..~ ~
__
"
..."
•
Yayasan Depresi Indonesia V.l.3 (Jnli 200 1)
G3 Apakah anda berpendapat bahwa pikiran (atan perilaku) ini adalah hasil dari pikiran anda sendiri dan bukan berasal dari Inar?
TIDAK
G4 Apakah anda berpendapat bahwa pikiran (atan perilakn) ini tidak beralasan, aneh, atan di Inar kewajaran ?
TIDAK
~
YA
~
YA
~
G5 Apakah pikiran itu tetap munenl walanpun anda meneoba nntuk mengabaikan atan menghilangkaunya ?
TIDAK
YA
G6 Apakah pikiran (dan/atan perilaku) ini menimbnlkan ketegangan hebat atan sangat mengganggu kegiatan rutin, fungsi pekeIjaan, kegiatan sosial biasa, atan pergaulan anda ?
TIDAK
YA
F APAKAH G6 DIBERI KODE YA ?
4 2
TIDAK
YA
GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF
Yayasan Depresi Indonesia V.I.3 (JnIi 2001)
JangaJl mengeksplorasi seksi ini jika pasiell memperlihatkan gangguan anxietas lain (F40.-jF41.0jF42)
H2 Selama periode ini, apakah anda sering : a. Merasa denyut jantung tak teratur, cepat atau berdebar keras ? b. Berkeringat? c. Gemetar atau bergetar ? d. Merasa mulut kering ?
TIDAK TIDAK TIDAK TIDAK
~
JIKA SEMUA DIKODE TIDAK dari H2a sampai H2d e. f. g. h. 1.
J. k. I. m. il.
o. p. q. r.
Mengalami kesulitan bemafas ? Merasa tercekik ? Merasa nyeri, tertekan atau tidak enak di dada? Mengalami mual atau gangguan perut ? Kepala pusing, sempoyongan, melayang atau pingsan ? Merasa asing dengan sekeliling anda atau dengan bagian tubuh anda ? Takut bahwa anda akan menjadi gila, kehilangan kendali atau pingsan ? Takut bahwa anda akan mati? Mengalami kilatan panas atau dingin ? Merasa kesemutan atau baal pada bagian tubuh anda? Merasa sakit, nyeti otot, atau merasa tegang ? Merasa gelisah, tidak bisa santai ? Merasa tegang? Merasa sulit menelan, atau kerongkongan tersumbat?
YA YA YA YA
STOP TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK TIDAK TIDAK
YA YA YA
TIDAK TIDAK TIDAK TIDAK
YA YA YA YA
TIDAK
YA
Item-Total Statistics
Scale Variance if Item Deleted
Scale Mean if Item Deleted VAROOOOI
22.2667
213,306
VAROOO02
22.3667
VAROOO03
22,3333
VAROOO04 VAROOO05
Corrected Itern-Total Correlation
Cronbach's Alpha ifltem
Deleted
,391
,761
246,447
,049
,797
189,816
,692
,717
21,9333
217,720
,414
,758
21,4000
181.972
,808
,699
VAROOO06
22,4333
202,875
,637
,730
VAROOO07
23.3667
239,895
,189
,780
VAROOO08
21.3333
201,402
,454
,754
VAROOO09
21.6000
213.283
.308
.777
VAROOOIO
24,1667
222,144
,546
.749
Scale Statistics
I 24,8000 I
r.'leun
Variance
I N of Items
Std. Deviation
256,372
16,01163
I
10
Reliability Distimia \Varnings
The space saver mcthod is llsed. That is, the cOVari8.11Ce matrix is not calculaled or llsed in the analysis. Case Processing Summary
N
Cases
%
Valid Excluded(a)
30 0
,0
Total
30
100,0
n LISl\\·'lse deletlOll based all all variables Reliability Statistics
Cronbach's Alpha ,861
N ofltcms 13
100,0
III
the procedure.
Item Statistics
VAROOOOI VAROOO02 VAROOO03
Std. Deviation 2.86958
2,4333
3,12590
30
2.96745
30 30
2,7667 3,6000
VAROOO04 VAROOO05
N
Mean 2.2000
30
3,76554 2.76035
2,6333
30
VAROOO06
2,4667
3,07081
30
VAROOO07
1.5667 1,9667
2.35889
30
2, I0882
30
VAROOO09 VAROOOIO
2.0000
2.91252
30
1.2000
I. 78885
VAROOOII VAROOOl2
1.1333 2,7000
1.90703
30 30
3.,8564,
30
VAROOOl3
2.3000
3.18564
30
VAROOO08
Item-Total Statistics
Corrected Item-Total Correlation
Cronbacl1's Alpha ifIlcm Deleted
VAROOOOI
Scale Mean if Item Deleted 26.7667
Scale Variance ifltcll1 Deleted 411.426
VAROOO02
26,5333
'168,189
.194
,838 I. ,872
,117,131
.843 .844 .843 .849 ,871
.727
VAROOO03
26.2000
VAROOOO"
25,3667
394,585
.6'16 .638
VAROOO05 VAROOO06
26.3333
423,402
,645
26,5000 27,4000
424,328 486,110
,557
27.0000
456.759
VAROOO09 VAROOOIO VAROOOII
26.9667 27.7667 27.8333
415,137 462,323 471.178
.679 ,503
.841 ,854
,355
,859
VAROOOl2
26,2667
405,926
.687
.840
VAROOOl3
26,6667
'113,816
,619
,8 t 14
VAROOO07 VAROOO08
.121 ,477
Scale Statistics
Mean 28,9667
I
I
Variance 504,240
Std. Deviation 22,45529
N of Items 13
,854
Reliability Agorafrobia \Varnings The space saver method is used. That is. the covariance matrix is not calculated or used in the analysis. Case Processing Summary
I
N Cases
Valid
%
100,0
30
Exduded(a)
.0 0 100,0 30 a Llslwlse deletIOn based on all van abies III the plOcedure. Total
Reliability Statistics
Cronbach's AhJha ,915
N of Items
I
22 Item Statistics
VAROOOOI VAROOO02
Mean 3.2333 2.1667
VAROOO03 VAROOO04 VAROOO05
Std. Deviation
I
N
3,266161 1,91335 I
30 30
2.3000 1.7333
2.914291 2.85190
30
2.58555
VAROOO06
1.9333 1.4000 .
30 30
2,26822
30
VAROOO07 VAROOO08
2.3667 2,3000
3.83705
30
2.83026
30
VAROOOO9
3,6000
3,S1940
30
VAROOOIO
3,1667
3.37418
30
VAROOOII VAROOOl2
1.8667
2.59620
1.4000
1,92264
30 30
VAROOOI3
.5667
1.45468
30
VAROOOl4
,3667
.92786
30
VAROOOl5
1.4000
2.06113
30
VAROOOl6 VAROOOl7
,7333
1.76036
30
VAROOOl8
1.5667 1,4000
2.09570 I. 94049
30 30
VAROOO 19
1.1333
2.16131
30
VAROOO20
.8667
1.81'137
VAROO021
IAOOO
2.15918
30 )0
VAROOO22
2,1667
2.35010
30
Item-Total Statistics
VAROOO01
Scale Mean if Item Deleted 35,8333
Scale Variance jf Item Deleted 971,316
Corrected Item-Total Correlation ,453
Cronbach's Alpha if Item Deleted ,914
VAROOO02
36,9000
994,921
,627
,910
VAROOO03
36,7667
1019,013
,251
,918
VAROOO04
37,3333
943,195
,701
,907
VAROOO05
37,1333
1035,361
,193
,918
VAROOO06
37,6667
988,920
,562
,911
VAROOO07
36,7000
952,631
,451
,916
VAROOO08
36,7667
929,702
,791
,905
VAROOO09
35,4667
940,740
,561
,912
VAROO010
35,9000
916,921
,714
,907
VAROO011
37,2000
963,890
,642
,909
VAROO012
37,6667 38,5000
,867 ,828
,906
VAROO013
966,851 996,052
VAROO014
38,7000
1025,597
,803
,911
VAROO015
37,6667
985,747
,651
,909
VAROO016
38,3333
976,368
,861
,907
VAROO017
,574
,911
,908
37,5000
993,914
VAROO018
37,6667
1000,437
,570
,911
VAROO019
37,9333
1021,237
,350
,915
VAROO020
38,2000
1031,959
,334
,915
VAROO021
37,6667
992,506
,566
,911
VAROO022
36,9000
973,128
,652
,909
Scale Statistics
Mean 39,0667
Variance 1074,202
Std. Deviation 32.77503
N of Items 22
Reliability Gangguan Panik \Varnings The space savel' method is tlsed. That is, the covariance matrix is not calculated or llsed in the analysis. Case Processing Summary N
Cases
Valid
%
Excluded(a)
30 0
Total
30
100.0 .0 100,0
a LlstWlse deletIOn based on all varmbles III the procedure.
Rcliabilit}' Statistics Cronbach's
Alpha ,922
i
i
N of II ems
I
16 Item Statistics
VAROOOOI VAROOO02 VAROOO03 VAROOO04 VAROOO05 VAROOO06
Mean 3.2333 3.1333
2.2333 2.2333 1.4333 1,2333
I
Std. Deviation 3.05900 2.84948 2.47307 2.94412
N 30 30 30
2,12835
30 30 30
VAROOO07
.5000
1.59056 .90019
30
1.63861
30
VAROOO08
,7333
VAROOO09
1,2333
1.75545
30
VAROOOIO
1,4000
2.027<10
30
VAROOOII
1,4333
2.11209
30
VAROOOl2 VAROO013
1.4000
1.81184 2,26949
VAROOOl4 VAROOOl5 VAROOOl6
.7667 .8000 1.5000 1,8000
1.91905 1,87083 2.13993
30 30 30 30 30
Item-Total Statistics
VAROOO01
Scale Mean if Item Deleted 21,8333
Scale Variance if Item Deleted 448,420
Corrected Item-Total Correlation ,721
Cronbach's Alpha if Item Deleted ,915
VAROOO02
21,9333
486,409
,451
,925
VAROOO03
22,8333
476,351
,636
,917
VAROOO04
22,8333
457,109
,678
,917
VAROOO05
23,6333
476,102
,759
,914
485,730
,897
,912
VAROOO06
23,8333
VAROOO07
24,5667
522,323
,681
,920
VAROOO08
24,3333
487,057
,849
,913
VAROOO09
23,8333
486,006
,802
,914 ,921
VAROO010
23,6667
502,437
,491
VAROO011
23,6333
499,551
,499
,921
VAROO012
23,6667
496,575
,635
,917
VAROO013
24,3000
488,700
,571
,919
VAROO014
24,2667
509,444
,439
,922
VAROO015
23,5667
484,047
,773
,914
23,2667
484,754
,656
,917
VAROO016
Scale Statistics
i'vfean 25,0667
I I
Variance
551,168
.,
I
Std. Deviation 23,47696
N of Items 16
Reliability Gangguan Allxietas Meuyeluruh 'Varnings The space savel' method is used. That is, the covariance matrix is not calculated or lIsed in the analysis.
Case Processing Summary
I
N
Valid
Cases
30
Excluded(a)
%
I
100,0 ,0
3~ i
Total
100,0
a Llstwlse deletIon based on all vanables
In
the plocedure.
Reliability Statistics Cronbach's
!
Aloha
1
N of Hems 23
,9421
Itcm Statistics
f\.:lean
VAROOOOI VAROOO02
I
Std. Dcvintion
N
23667
234128
30
1,'1667 1,4333
30 30
VAROOO03 VAROOO04
1,0667
22550 I 2A7307 1,98152
V;\ROOO05
.7333
1.65952
30
V;\ROOO06
.3000
,70221
30 30
30
VAROOO07
,5000
1,65571
VAROOO08
1,3000 1,7333
1.76459
30
2.37709
30
V;\ROOOIO V;\ROOOII
1,6667
2,63050
30
,9667
30
VAROOOl2
.7667
1,58622 2,17641
VAROOO13 VAROOOl4 V;\ROOOI5 V;\ROOOI6
1,0667
1.7333
V;\ROOOI7
2.5667
2.30342 2,17641
VAROOOl8
1."1333
2.31462
30
VAROOOl9
J. J 333
2,09652
30
V;\ROO020
1,3333
1.7,1856
30
V;\ROO021
1.8333
2.43655
30
V;\ROO022
2,2000
2.24990
30
VAROOO23
2,0000
2,00000
30
VAROOO09
,6000 1.3667
2,13240 1.J 3259 2,00832
30 30 30 30 30 30
Item-Total Statistics
Corrected item-Total
Cronbach's Alpha if Item Deleted ,942
VAROOO01
Scale Mean if Item Deleted 29,2000
Scaie Variance if Item Deleted 913,476
VAROOO02
30,1000
878,783
,743
,938
VAROOO03
30,1333
885,223
,624
,940
VAROOO04
30,5000
885,293
,797
,937
VAROOO05
30,8333
903,937
,766
,938
VAROOO06
31,2667
955,651
,622
,942
VAROOO07
31,0667
913,513
,668
,939
VAROOO08
30,2667
942,271
,349
,943
VAROOO09
29,8333
881,247
,682
,939
VAROO010
29,9000
864,093
,725
,938
VAROO011
30,6000
913,214
,703
,939
VAROO012
30,8000
914,028
,489
,942
VAROO013
30,5000
931,431
,362
,943
VAROO014
30,9667
936,171
,659
,940
VAROO015
30,2000
874,993
,876
,936
VAROO016
29,8333
858,006
,888
,935
VAROO017
29,0000
916,966
,466
,942
VAROO018
30,1333
892,740
,615
,940
VAROO019
30,4333
889,013
,718
,938
Correlation ,454
VAROO020
30,2333
898,185
,782
,938
VAROO021
29,7333
886,409
,626
,940
VAROO022
29,3667
914,930
,464
,942
VAROO023
29,5667
893,840
,713
,938
Scale Statistics I"!earl 31,5667
Variance 983,151
Std. Deviation 31,35523
N of Items
23
Hasil uj i Chi-Square
Lampiran 3 Crosstabs
Case Processing Summary
Cases Missing
Valid
Depresi * LTM Depresi * DPJlvt
Depresi
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
35
100.0%
0
.0%
35
100.0%
35
100.0%
0
.0%
35
100.0%
* KodeLamanyaTerapiMetadon Cross tabs
Count KodeLamanvaTerapiMetadon Depresi
I I Total
Tielnk
Yo
11-15
16-20
21-25
26-30
36-40
0 1
3 2 5
13 5 18
7 0 7
I 3 4
t
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig. (2-sided)
df 3
22
.015
Likelihood Ratio
31.049
22
.095
N of Valid Cases
35
PearsOll Chi-Square
52.894
a. 34 cells (94,4 0Yo) have expected count less than 5. fhe
Depresi
l111111mUm
expected count
IS
,OJ.
* KodeDosisPenggunaanMetadon Crosstabs
Count
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square Likel ihood Rntio N ofVaJid Cases
-
Asymp. Sig. (2-sided)
df
61.500"
34
.003
42.713
34
.145
35
a.)4 cells (100.0%) have expected count Jess than 5. fhe
1lllllllllUm
expected count
IS
,03.
Total 24 II 35
PERPUSTAK~NUT~;-II' UIN SYAHID JAKARTA
Crosstabs Case Processing Summary
Cases Missing
Valid Kecemasan * LTM Kecemasan * DPM
Kecemasan
N
Percent
N
35 35
100.0% 100.0%
° °
Total
Percent
N
Percent
.0%
35 35
100.0%
.0%
100,0%
* KodeLamanyaTerapiMetadon Crosstabs
COUBt
~ .._,
11-15
,__ ~ __ KodeLall1an\:aTeraDiMeta~!0~.. ] 16-20 I 21-25 I 26-30 I
Total 36-40
ChiwSqunrc Tests df
Value
Pearson ChiMSquarc Likelihood Ratio N of Valid Cases
45.586
21.361
22
,002
22
.499
35
3.34 cells (94,4%) have expected count less than 5. The
Kecemasan
Asymp. Sig. (2-sided)
n
tnWUTIlllll
expected count 15 ,03.
* KodeDosisPenggunaanMetadon Crosstabs
Count
_ _~ ____.__ ~_~eDosisPeng§~I\i~tadon _.::;-~ 10-20 21-31 132-42 43-53 54-64 65-75 76-86 87-97 1__ 5 I I -.-_....5,._- _ .2- - ~-Kecemasan ~~Tidak _ ..- - - -5- Ya I I 2 3 3 ,--. - - _ . - - _._--- ----6------2-- - - - - - -t-I Total 7 5 4 3 4 3
r-t--
°
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pcmson Chi-Square
50523"
34
,034
Likelihood Ratio
27393
34
.782
N of Valid Cases
3-';
(l.
..
- I he 54 cells (l 00,0%)) have expected count less than ).
11111l1111Ulll
expected count
IS
,03.
.,.,----~--
98-109
° I
1
120-130
°
Total
22
. .J....... ._1_3_ I
35