TEORI & TEKNIK PENYUSUNAN PERJANJIAN KERJA
Umar Faruk Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Sunan Giri Malang Yuli Ainun Najih Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Sunan Giri Malang
Abstrak Buruh atau pekerja istilah ini dalam praktiknya sering dipakai untuk menunjukkan status hubungan kerja seperti pekerja kontrak, pekerja borongan, harian, honorer, tetap dan sebagainya, sedangkan istilah karyawan atau pegawai sering dipakai untuk data administrasi. Sebelum bekerja para pekerja melakukan perjanjian dengan pemberi kerja/pengusaha. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terdapat dua macam bentuk perjanjian kerja, antara lain yaitu: perjanjian kerja secara tertulis, yaitu perjanjian kerja yang dibuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, contoh: perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), atau perjanjian kerja secara lisan (tidak tertulis), yaitu perjanjian kerja yang dibuat sesuai dengan kondisi masyarakat secara tidak tertulis. Teori dan teknik penyusunan perjanjian kerjawaktu tertentu (PKWT) ini diharapkan mampu membekali para pekerja untuk melakukan perjanjian kerja yang baik dan benar dengan pemberi kerja. Kata Kunci: Buruh, Pekerja, Pemberi Kerja, Perjanjian Kerja.
A. PENDAHULUAN Pembangunan dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional tersebut, buruh atau tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan, maka diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peransertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarga sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Perlindungan tersebut dimaksudkan untuk menjamin hakhak dasar buruh/pekerja dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan yang sama tanpa diskriminasi atas dasar apapun
untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha. Buruh atau pekerja, istilah ini sudah popular dan kini masih sering dipakai sebagai sebutan untuk kelompok tenaga kerja yang sedang memperjuangkan program organisasinya. Dalam praktiknya, istilah pekerja sering dipakai untuk menunjukkan status hubungan kerja seperti pekerja kontrak, pekerja borongan, harian, honorer, tetap dan sebagainya, sedangkan istilah karyawan atau pegawai sering dipakai untuk data administrasi.1 Sebelum pekerja melakukan kewajibannya dalam melakukan pekerjaannya, pekerja tersebut melakukan suatu perjanjian dengan pemberi kerja atau majikan, dalam hal ini disebut perjanjian kerja. Berdasarkan pasal 51 ayat (1)
1
Khakim, Abdul, 2009. Dasar-dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 1.
77
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 terdapat dua macam bentuk perjanjian kerja, antara lain yaitu: perjanjian kerja secara tertulis, yaitu perjanjian kerja yang dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan, contoh: perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), atau perjanjian kerja secara lisan (tidak tertulis), yaitu perjanjian kerja yang dibuat sesuai dengan kondisi masyarakat secara tidak tertulis. Dari aspek yuridis perjanjian kerja secara lisan (tidak tertulis) diakui eksistensinya karena tertuang dalam peraturan perundang-undangan namun dalam hal kepentingan litigasi memiliki kelemahan untuk pembuktian jika timbul perselisihan di kemudian hari karena tidak ada bukti otentik bahwa kedua belah pihak telah melakukan kesepakatan kerja. Pengusaha dalam hal ini sebagai pemberi kerja dalam mengadakan suatu pekerjaan dengan melibatkan pekerja dalam praktiknya sering melakukan kecurangankecurangan, dimana pengusaha sering membuat perjanjian kerja yang tidak jelas atau kabur status pekerja antara hak dan kewajiban tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan praktiknya saat pekerja melaksanakan perjanjian kerja tersebut, dan seringnya bersifat memaksa dan mengikat pekerja untuk tunduk pada perjanjian dengan dasar peraturan dan kebijakan, tetapi mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengusaha memanfaatkan ketidaktahuan pekerja akan peraturan perundang-undangan dan kebutuhan ekonomi pekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Sehingga mau tidak mau pekerja bekerja karena terpaksa bukan dari dalam hati akan melaksanakan perjanjian kerja secara professional. Hal inilah yang sering mengakibatkan demonstrasi buruh menuntut kenaikan gaji, atau kejelasan status pekerja atas perjanjian kerja yang telah dilakukan dengan pemberi kerja tersebut. Berdasarkan penjelasan sebagaimana tersebut di atas, dalam kesempatan kali ini penulis akan membahas tentang teori dan teknik penyusunan perjanjian kerja yang baik dan benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta draft perjanjian
kerja waktu tertentu agar dapat dijadikan landasan dasar pekerja dalam melakukan perjanjian kerja dengan pemberi kerja. B. TINJAUAN TENTANG KETENAGAKERJAAN 1) Asas Hukum Ketenagakerjaan Definisi ketenagakerjaan menurut Pasal 1 point (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Asas ketenagakerjaan berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dinyatakan bahwa: "Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945." Pasal 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menegaskan bahwa: "Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah." Berdasarkan hal tersebut diatas, asas ketenagakerjaan yang dimaksudkan adalah sesuai dengan asas pembangunan nasional, khususnya yaitu: asas demokrasi, adil, makmur, dan merata. Hal ini dilakukan karena pembangunan ketenagakerjaan melibatkan banyak pihak yang terkait didalamnya (multidimensi), antara lain: pemerintah, pengusaha, dan pekerja/buruh, oleh karena itu pembangunan ketenagakerjaan dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dalam bentuk kerjasama yang saling mendukung. Jadi, asas hukum ketenagakerjaan adalah asas yang dilakukan secara menyeluruh dan terpadu melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah. 2) Tujuan Hukum Ketenagakerjaan Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 pembangunan ketenagakerjaan bertujuan salah satunya adalah mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan
78
kebutuhan pembangunan nasional dan daerah. Menurut Manulang bahwa tujuan hukum ketenagakerjaan adalah: a. Untuk mencapai/melaksanakan keadilan sosial dalam bidang ketenagakerjaan. b. Untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari pengusaha. Jadi, tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah menjadikan tenaga kerja Indonesia sebagai subjek pembangunan, bukan menjadi objek pembangunan.2 3) Sumber Hukum Ketenagakerjaan Sumber hukum ketenagakerjaan menurut Shamad terdiri atas: a. Peraturan perundang-undangan; b. Adat dan Kebiasaan; c. Keputusan perjabat atau badan pemerintah; d. Traktat; e. Peraturan kerja (peraturan perusahaan); dan f. Perjanjian kerja, perjanjian perburuhan, atau kesepakatan kerja bersama (KKB). Menurut Prinst berpendapat bahwa sumber hukum ketenagakerjaan terdiri atas: 1. Undang-undang; 2. Adat atau kebiasaan; 3. Yurisprudensi; 4. Doktrin; dan 5. Agama Berdasarkan latar belakang penulis adalah sebagai seorang apoteker, maka sumber hukum ketenagakerjaan selain diatas, juga terdapat sumber hukum lainnya, yaitu peraturan ikatan profesi kefarmasian yang dalam hal ini adalah Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Sumber hukum ketenagakerjaan kefarmasian ini bersifat mengikat, mengatur dan memaksa berlaku khusus anggota IAI sendiri, sumber hukum ini ditetapkan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Pengurus IAI masing-masing daerah propinsi di seluruh Indonesia, dan masing-masing propinsi memiliki aturan yang berbeda-beda. Peraturan yang ditetapkan oleh IAI tidak lepas dari 2
Ibid, hal. 10.
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan telah disesuaikan kelayakan berdasarkan profesinya sebagai seorang apoteker. C. TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KERJA 1) Definisi Perjanjian dan Perjanjian Kerja Ketentuan pengertian perjanjian tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum (KUH) Perdata Pasal 1313 dinyatakan bahwa: "Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang lain atau lebih." Perjanjian tersebut dapat diartikan suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikat diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Salah satu pembagian perjanjian menurut Pasal 1601 KUH Perdata Buku Ketiga Bab Ketujuh A dalam hal ini huruf (a) adalah perjanjian kerja atau perjanjian perburuhan. Perjanjian kerja yang dimaksud adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, pihak pekerja mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, pihak majikan/pemberi kerja untuk sesuatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah. Perjanjian kerja selain berdasarkan Pasal 1601 huruf (a) KUH Perdata Bku Ketiga Bab Ketujuh A, juga diatur didalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-02/MEN/1993 tentang Kesepakatan Waktu Kerja Tertentu yang sekarang sudak tidak berlaku lagi dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Perjanjian kerja diatur dalam Bab IX Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Perjanjian kerja menurut Pasal 1 angka (14) adalah perjanjian antara pekerja dengan pengusaha/pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Dan kemudian diperjelas lagi dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dalam hal hubungan kerja antara pekerja dengan pemberi kerja
79
berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Dengan demikian, agar disebut dengan perjanjian kerja harus memenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu: a) Unsur Pekerjaan, hal ini sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata yang kemudian dijadikan dasar Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dimana adanya pekerjaan sebagai syarat objektif mutlak dari perjanjian sehingga objek harus jelas, jika tidak terpenuhi maka akan batal demi hukum; b) Unsur Upah, upah merupakan bentuk ucapan terima kasih yang diberikan dari pemberi kerja terhadap pekerja atas jasajasa atau karyanya selama bekerja. Upah yang didapatkan pekerja harus sesuai dengan indeks kelayakan hidup yang masing-masing daerah nominalnya berbeda-beda. Indeks kelayakan hidup ini berupa Upah Minimum Propinsi (UMP) atau Upah Minimum Sektoral Propinsi (UMSP) yang ditetapkan oleh Gubernur. Dan menurut Pasal 90 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 89. c) Unsur adanya perintah, perintah dalam hal ini perintah dari pengusaha atasannya langsung, menurut para ahli hukum disebut hubungan diperatas (dienstverhoeding), artinya pekerja harus bersedia bekerja di bawah perintah orang lain. Perintah yang boleh diikuti adalah perintah yang tidak melanggar melawan hukum. Perjanjian kerja dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu berdasarkan bentuk perjanjian, jangka waktu perjanjian, status perjanjian, dan pelaksanaan pekerjaan.3 Dan yang akan dibahas lebih dalam oleh penulis adalah yang perjanjian kerja berdasarkan bentuk perjanjian terdiri atas 2 macam (menurut Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003), yaitu:
3
Ibid, hal. 59.
a. Perjanjian kerja secara tertulis, yaitu perjanjian yang harus dibuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Contoh: perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), perjanjian kerja laut, perjanjian kerja antar kerja antar daerah (AKAD), dan lain sebagainya; dan b. Perjanjian kerja secara lisan (tidak tertulis), yaitu perjanjian kerja yang dibuat sesuai dengan kondisi masyarakat secara tidak tertulis (konvensi). 2) Syarat sahnya perjanjian Menurut Pasal 1320 KUH Perdata terdapat empat syarat sahnya perjanjian, antara lain yaitu: a. Sepakat mereka mengikat dirinya, kedua belah pihak sepakat, setuju, sekata atas hal-hal yang tertuang didalam perjanjian; b. Kecakapan dalam membuat perjanjian, orang yang cakap membuat perjanjian, mereka itu bisa dikategorikan pendukung hak dan kewajiban dan mereka itu bisa orang atau badan hukum; c. Suatu hal tertentu, sesuatu yang tertuang dalam perjanjian yang telah ditentukan dan disepakati kedua belah pihak, sesuai dengan Pasal 1333 KUH Perdata bahwa objek suatu perjanjian harus jelas; dan d. Suatu sebab yang halal, artinya suatu yang tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum, ketentuan ini tertuang dalam Pasal 1337 KUH Perdata. 3) Syarat sahnya perjanjian kerja Sebagaimana perjanjian umumnya, syarat sahnya perjanjian kerja harus didasarkan atas: a. Sepakat mereka mengikat dirinya, kedua belah pihak sepakat, setuju, sekata atas hal-hal yang tertuang didalam perjanjian; b. Kecakapan dalam membuat perjanjian, orang yang cakap membuat perjanjian, mereka itu bisa dikategorikan pendukung hak dan kewajiban dan mereka itu bisa orang atau badan hukum; c. Adanya pekerjaan yang dijanjikan; dan
80
d. Pekerjaan yang dijanjikan tersebut tidak melanggar peraturan undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum yang berlaku. 4) Perjanjian kerja khusus Selain terdapat perjanjian pada umumnya dan/atau perjanjian kerja, juga terdapat perjanjian kerja khusus dapat diartikan sebagai suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikat diri untuk melaksanakan suatu pekerjaan khusus berlaku untuk anggota yang terikat pada suatu ikatan organisasi profesi, dalam hal perjanjian khusus ini contohnya adalah profesi apoteker atau kefarmasian. Bagi orang lain yang mengadakan kesepakatan atau akan memakai jasa profesi tersebut terkait dengan usahanya, seperti: apotek, rumah sakit, distributor obat dan alat kesehatan atau disebut juga dengan pedagang besar farmasi (PBF), atau industri farmasi, pemberi kerja dan pekerja harus tunduk pada aturan organisasi profesi tersebut karena jika tidak tunduk akan aturan profesi akan dikenakan sanksi dengan tidak dikeluarkannya surat rekomendasi dari ketua ikatan profesi tersebut, dan akibatnya surat ijin praktik profesi tidak bisa dikeluarkan. Dan barang siapa yang melakukan wanprestasi atau pelanggaran akan suatu perjanjian dengan ikatan profesi, maka jika terjadi permasalahan dia sudah tidak akan diperlakukan lagi sebagaimana anggota lainnya, ikatan tidak akan membela anggotanya yang keluar dari ketentuan yang telah ditentukan dan disepakati bersama. Sebagaimana perjanjian kerja, syarat sahnya perjanjian kerja khusus harus didasarkan atas: a. Sepakat mereka mengikat dirinya, kedua belah pihak sepakat, setuju, sekata atas hal-hal yang tertuang didalam perjanjian; b. Kecakapan dalam membuat perjanjian, orang yang cakap membuat perjanjian, mereka itu bisa dikategorikan pendukung hak dan kewajiban dan mereka itu bisa orang atau badan hukum; c. Adanya pekerjaan yang dijanjikan; d. Memiliki sumpah profesi;
e. Memiliki ijasah profesi; f. Memiliki sertifikat kompetensi profesi; g. Berdomisili didaerah tempat dia akan bekerja; h. Pekerjaan yang dijanjikan tersebut tidak melanggar peraturan undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum, dan juga tidak bertentangan dengan ketentuan ikatan profesi yang berlaku; i. Bersedia tunduk pada ketentuanketentuan ikatan profesi; dan j. Bersedia untuk menerima sanksi bila melakukan pelanggaran atas perjanjian yang telah disepakati bersama. D. TINJAUAN TEKNIK DAN TAHAPAN PENYUSUNAN PERJANJIAN KERJA 1) Teknik dan tahapan penyusunan perjanjian kerja Teknik penyusunan perjanjian kerja yang akan dibahas adalah penyusunan PKWT, sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam Pasal 54 ayat (1) UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 secara formil sekurang-kurangnya harus memuat ketentuan sebagai berikut: a. Nama, alamat perusahaan dan jenis usaha; b. Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja; c. Jabatan atau jenis pekerjaan; d. Tempat pekerjaan; e. Besarnya upah dan cara pembayarannya; f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h. Tempat dan lokasi perjanjian kerja dibuat; dan i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. Setelah memperhatikan ketentuanketentuan penyusunan perjanjian kerja diatas, perlu diperhatikan juga sebelum menandatangani perjanjian kerja adanya penyusunan draft perjanjian kerja yang dikehendaki kedua belah pihak, dalam penyusunan tersebut harus dilakukan dengan ketelitian dan kejelian sehingga tidak saling merugikan kedua belah pihak. Ada 5 tahap
81
penyusunan perjanjian kerja yang perlu diperhatikan, yaitu:4 1. Pembuatan draft/rancangan pertama, yang meliputi: a. Judul perjanjian kerja, dalam menyusun perjanjian kerja harus diperhatikan kesesuaian isi/substansi dengan judul serta ketentuan hukum yang mengaturnya, sehingga kemungkinan terjadinya kesalahpahaman dapat dihindari. Dan disertai dengan nomor perjanjian kerja yang dibuat. b. Pembukaan, biasanya berisi tempat dan tanggal pembuatan perjanjian, tetapi bisa juga tanggal pembuatan perjanjian kerja diletakkan diakhir. c. Para pihak yang terlibat dalam pembuatan perjanjian, para pihak yang terkait dalam perjanjian harus disebutkan dengan jelas sesuai dengan teknik penyusunan perjanjian yang telah disebutkan diatas. d. Racital, yaitu penjelasan resmi/latar belakang terjadinya suatu perjanjian. Tetapi biasanya hal ini bisa untuk dihilangkan, dan digantikan dengan penjelasan tentang asas perjanjian yang dibuat kedua belah pihak dengan cara mufakat untuk mengatur dan memuat ketentuan-ketentuan yang dijanjikan oleh kedua belah pihak. e. Isi kontrak, merupakan bagian inti perjanjian yang memuat apa yang dikehendaki oleh kedua belah pihak menyangkut hak dan kewajiban yang dilakukan kedua belah pihak, termasuk dalam memilih tempat, dan cara penyelesaian sengketa. f. Penutup, memuat tata cara pengesahan suatu perjanjian, yang didalamnya memuat hal-hal sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam teknik penyusunan perjanjian yang telah disebutkan diatas. 2. Saling menukar draft perjanjian kerja;
4
H.S., Salim, 2010. Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak. Sinar Grafika, Jakarta, hal. 126-127.
3. Jika perlu diadakan revisi sebgai tindak lanjut dari koreksi; 4. Dilakukan penyelesaian akhir; 5. Penutup dengan penandatanganan perjanjian kerja oleh kedua belah pihak. 2) Teknik dan tahapan penyusunan perjanjian kerja khusus Teknik dan tahapan penyusunan perjanjian kerja khusus sama halnya dengan teknik dan penyusunan pada umumnya namun terdapat tambahan ketentuanketentuan internal dari ikatan oraganisasi profesi itu sendiri yang masing-masing daerah berbeda-beda terkait dengan hak dan kewajiban antara pekerja dan pemberi kerja. E. CONTOH DRAFT/RANCANGAN BENTUK PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DAN PERJANJIAN KERJA KHUSUS 1) Contoh draft perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) Nomor: X/MTD/01/I/2011 Yang bertanda tangan di bawah ini : 1. Hendrawan Dwi Wicaksono, bertempat tinggal Jalan Sumbersari III/182 Kota Malang. Dalam hal ini sebagai Direktur PT. Mandala Trading & Distribution . Selanjutnya disebut PIHAK I. 2. Andik Firmansyah, bertempat tinggal di Jalan Arwana, RT. 002 RW. 009, Kelurahan Lowokwaru, Kec. Lowokwaru, Kota Malang. Pemegang KTP Nomor: 137505 selanjutnya disebut Pemegang PIHAK II. Kedua belah pihak telah mufakat untuk mengadakan suatu Perjanjian Kerja di PT. Mandala Trading & Distribution Consumer Goods yang berada di Jalan Ikan Paus I/5 Kelurahan Kedungkandang Kecamatan Klojen Kota Malang yang mengatur atau memuat syarat-syarat ketentuan sebagai berikut : PASAL 1 JABATAN & SISTEM KERJA
82
Pihak Pertama bersedia menerima dan memberikan pekerjaan kepada Pihak Kedua sebagai Karyawan Kontrak dalam jangka waktu 1 (satu) tahun dan bersedia ditempatkan dimana saja untuk bekerja sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Jabatan : Karyawan Kontrak Sistem Kerja : 6 hari kerja; 48 jam seminggu; 192 jam sebulan Mulai bekerja : 01 Januari 2011 PASAL 2 HAK HONORARIUM Para pihak saling menyetujui/bersepakat untuk menetapkan : (1). Besarnya honorarium dari Pihak kedua sebesar Rp. 1.250.000,- (satu juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) per bulan atau sebesar UMP sebagai pendapatan pokok diberikan sebanyak 14 kali, termasuk THR dan jasa akhir tahun. (2). Tunjangan Transport dan makan sebesar Rp. 525.000,- (lima ratus dua puluh lima ribu rupiah) per bulan. (3). Dalam pembayaran honorarium, Pihak Pertama membayar kepada Pihak Kedua pada setiap akhir bulan, dan apabila tanggal tersebut jatuh pada hari libur bank, maka akan dibayarkan pada hari sebelumnya . (4). Pihak Kedua berhak mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) dan/atau jasa akhir tahun akan dibayarkan ke Pihak Kedua sesuai jadwal pembayaran THR dan/atau jasa akhir tahun. Bila masa kerja Pihak Kedua sudah 1 tahun, dan kurang dari itu 1 tahun tetapi lebih dari 6 bulan, maka Pihak Kedua akan mendapatkan THR dan/atau jasa akhir tahun dihitung secara proporsional. Bila masa kerja Pihak Kedua kurang dari 6 bulan dari tanggal pembayaran THR dan/atau jasa akhir tahun, maka Pihak kedua tidak mendapatkannya. (5). Besarnya honorarium dari Pihak Kedua akan mengalami peningkatan berdasarkan indeks biaya hidup setelah berakhirnya masa kontrak Pihak Kedua.
PASAL 3 LIBUR & CUTI (1). Pihak Kedua berhak mendapatkan libur setiap seminggu sekali setelah masuk malam atau jam malam selama 2 hari berturut-turut. (2). Pihak Kedua (bagi yang beragama Islam) berhak mendapatkan cuti bersama pada saat pelaksanaan Hari Raya Idul Fitri selama 2 hari. Cuti bersama tersebut dapat diambil secara bergantian, tidak boleh secara bersamaan pada saat hari H tersebut dan bagi beragama non-muslim tetap masuk seperti hari biasanya. Bagi Pihak Kedua yang beragama NonMuslim berhak mendapatkan cuti selama 2 hari dan dapat diambil secara bergantian, tidak boleh secara bersamaan pada saat hari H tersebut . (3). Pengajuan cuti dapat dilakukan dengan cara mengajukan permohonan cuti kepada Direktur melalui atasannya langsung dengan alasan yang jelas dan sah menurut hukum, dan diajukan 1 minggu sebelum pelaksanaan cuti. PASAL 4 KEWAJIBAN MENJAGA KERAHASIAAN PERUSAHAAN Pihak Kedua dilarang menyebarluaskan informasi yang terkait dengan semua yang ada di lingkup perusahaan tanpa alasan yang jelas dan sah menurut hukum. PASAL 5 PERATURAN & JAM KERJA (1). Pihak Kedua dalam melaksanakan pekerjaan yang diberikan oleh Pihak Pertama wajib mentaati Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ini dan wajib serta sadar mentaati peraturanperaturan yang berlaku di perusahaan. (2). Jam kerja Pihak Kedua adalah sebagai berikut: dalam 1 minggu Pihak Kedua 2 kali/hari masuk pagi, 2 kali masuk sore, 2 kali masuk malam, dan 1 kali libur (3). Bilamana diperlukan Pihak Kedua bersedia melakukan tugas yang
83
menjadi tanggung jawabnya tanpa dibatasi oleh ketentuan pasal 2 dan 3 dan akan diberikan jasa lembur yang besarnya telah ditentukan oleh Pihak Pertama. PASAL 6 WAKTU BERAKHIRNYA PERJANJIAN KERJA (1). Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja ini, maka Pihak Kedua wajib membayar sebesar pendapatan pokok + tunjangan transport sebagaimana pasal 2 diatas sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja ini kepada Pihak Kedua. (2). Perjanjian kerja selama 1 (satu) tahun ini akan berakhir pada 01 Januari 2012, dengan catatan kalau bisa mencapai target evaluasi assignment sebagaimana tersebut dalam pasal 1 diatas lebih awal, maka dikonfirmasi sebagai karyawan tetap pada saat tercapai target. PASAL 7 PEMBERITAHUAN PERPANJANGAN Bilamana target evaluasi assignment sebagaimana tersebut dalam pasal 1 diatas belum tercapai, perjanjian kerja bisa diperpanjang atas kesepakatan kedua belah pihak berdasarkan hasil evaluasi selama kontrak, selambat-lambatnya seminggu sebelum perjanjian kerja berakhir. PASAL 8 DAN LAIN-LAIN Hal-hal yang tidak atau tidak cukup diatur di dalam akta ini akan diatur dan diputuskan oleh para pihak secara musyawarah dan mufakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, peraturanperaturan serta ketentuan-ketentuan hukum lainnya yang berlaku. PASAL 9 CARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN Bilamana terjadi perselisihan atau salah satu pihak merasa tidak puas tentang perjanjian kerja yang dibuat, maka kedua belah pihak setuju menyelesaikannya
dengan cara mufakat, bila tidak tercapai kata mufakat, maka dapat diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku PASAL 10 PENUTUP Perjanjian ini dibuat rangkap 2 (dua), yaitu masing-masing 1 (satu) untuk Pihak Pertama dan 1 (satu) untuk Pihak Kedua, dan perjanjian ini dapat diubah dan diperbaiki apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan/kesalahan dalam pembuatannya Demikian surat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) ini dibuat untuk dapat dipergunakan dimana diperlukan.
Pihak Pertama,
Malang, 01 Januari 2011 Pihak Kedua,
(Hendrawan Dwi W.) (Andik Firmansyah)
2) Contoh draft perjanjian kerja khusus PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) Nomor: X/MTD/01/I/2011 Yang bertanda tangan di bawah ini : 1. Andik Ridwuan, bertempat tinggal di Jl. Simp. Plaosan, RT. 014 RW. 002, Kelurahan Gadang, Kecamatan Lowokwaru, Malang. Untuk selanjutnya disebut APOTEKER PENGELOLA APOTEK (APA) atau PIHAK I. 2. Agung Utomo, bertempat tinggal di Jl. Kebonagung RT.04 RW.11 Kelurahan Sukun Kecamatan Sukun Kota Malang. Untuk selanjutnya disebut PEMILIK SARANA APOTEK (PSA) atau PIHAK II. Para pihak dengan ini berjanji dan mengikat diri masing-masing untuk mengatur perjanjian dengan syarat-syarat ketentuan sebagai berikut : PASAL 1 STANDAR JASA PROFESI APOTEKER DI APOTEK Para pihak saling menyetujui/bersepakat untuk menetapkan :
84
1. Jasa Profesi meliputi: a. Jasa Pengelolaan Apotek sebesar Rp. x.xxx.000,- per bulan (sesuai dengan standar ikatan) diterimakan sebanyak 14 kali, termasuk THR dan Jasa Akhir Tahun. b. Jasa Pelayanan yang diterima langsung dari pasien sebesar minimal Rp 5.000,- Per lembar resep dan/atau per konsultasi. 2. Apoteker Pengelola Apotek berhak mendapatkan Tunjangan Kesehatan dan Tunjangan Transport yang nominalnya menyesuaikan dengan indeks biaya hidup dan mengalami kenaikan berdasarkan indeks biaya hidup; 3. Apoteker Pengelola Apotek berhak mendapatkan 1% omzet (pendapatan kotor) yang diberikan per bulan. 4. Jasa Profesi mengalami kenaikan secara berkala, disesuaikan dengan Kenaikan Indeks Biaya Hidup. 5. Apoteker Pengganti minimal menerima jasa profesi seperti Apoteker yang digantikan. 6. Jasa Profesi diberikan paling lambat sejak penandatanganan Perjanjian Kerjasama, minimal 50%, dan penerimaan 100% diberikan setelah SIA terbit.
Pengganti, apabaila usulan tersebut tidak disetujui oleh Pihak Kedua, maka Pihak Kedua mengusahakan membantu mencari penggantinya. Apabila belum ada kepastian Apoteker Pengganti, maka Pihak Pertama harus melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang dan PC IAI Malang, yang selanjutnya akan dilakukan telaah terhadap kondisi apotek tersebut. 4. Apabila Pihak Kedua memiliki rencana Pemutusan/Pembatalan kerja, maka Pihak Kedua harus memberikan 4 kali jasa profesi dihitung sejak tanggal Pemutusan/Pembatalan kerja.
PASAL 2 PEMUTUSAN/PEMBATALAN KERJA Apabila ada hal-hal yang menyebabkan dan atau mengakibatkan Pihak Pertama atau Pihak kedua berencana memutuskan/membatalkan kerja, maka harus memenuhi ketentuan di bawah ini: 1. Pemberitahuan secara tertulis (Surat Rencana Pemutusan/Pembatalan kerja) dan lisan yang dilakukan selambatlambatnya 2 bulan sebelumnya kepada masing-masing pihak. 2. Surat tersebut harus menyertakan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang. 3. Apabila Pihak Pertama yang memiliki rencana pemutusan/pembatalan kerja tersebut, maka Pihak Pertama menetapkan usulan nama Apoteker
PASAL 4 PENGADAAN OBAT DAN PERBEKALAN FARMASI Pihak Pertama dan Pihak Kedua bersepakat dalam hal melakukan pengadaan obat dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pihak Pertama dan Kedua bertanggung jawab atas jumlah stok jumlah pengadaan obat-obatan serta perbekalan farmasi lainnya. Pihak Pertama bertanggung jawab menetapkan dan menentukan kebijaksanaan di bidang farmasi yang dibutuhkan oleh apotek sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pihak Pertama berkewajiban mengontrol dan bertanggung jawab terhadap masa
PASAL 3 PENGELOLAAN ADMINISTRASI KEUANGAN Para pihak saling menyetujui/bersepakat untuk menetapkan: 1. Pengelolaan keuangan apotek diselenggarakan oleh Pihak Pertama dan Kedua dengan penuh tanggung jawab. 2. Pengelolaan administrasi keuangan apotek diselenggarakan oleh Pihak Pertama dan Kedua dengan penuh tanggung jawab. 3. Pengelolaan sebagaimana tercantum dalam ayat (1) dan (2) dapat menunjuk Pihak Ketiga dengan diketahui oleh Pihak Pertama dan Kedua.
1.
2.
3.
4.
85
berlakunya obat serta perbekalan farmasi lainnya di apotek. 5. Para pihak sepakat untuk menentukan, mengatur, dan melaksanakan kelancaran pelayanan kesehatan di bidang apotek. PASAL 5 MASA BERLAKU SIA Perjanjian ini berlaku 2 (Dua) tahun yaitu mulai dikeluarkannya (Surat Ijin Apotek) SIA baru yang selanjutnya dapat diperpanjang sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. PASAL 6 DAN LAIN-LAIN Hal-hal yang tidak atau tidak cukup diatur di dalam akta ini akan diatur dan diputuskan oleh para pihak secara musyawarah dan mufakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, peraturanperaturan serta ketentuan-ketentuan hukum lainnya yang berlaku. PASAL 7 PENUTUP Apabila salah satu dari kedua belah pihak melanggar perjanjian ini dan/atau peraturan-peraturan dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, maka perjanjian akan batal demi hukum dan/atau dapat diselesaikan dengan proses hukum yang berlaku dengan memilih tempat kediaman yang umum dan tidak berubah di Kepaniteraan Pengadilan Negeri di Malang. Demikian surat Perjanjian Kerja ini dibuat untuk dapat dipergunakan dimana diperlukan.
Pihak Kedua,
Malang, 10 Juni 2011 Pihak Pertama,
(Agung Utomo)
(Andik Ridwuan)
F. PEMBAHASAN Berdasarkan penjelasan mengenai teori-teori tentang suatu perjanjian kerja, teknik serta tahapan penyusunan perjanjian kerja baik itu perjanjian kerja pada umumnya maupun perjanjian kerja khusus
untuk ikatan organisasi profesi, dan contoh draft perjanjian kerja pada intinya semua perjanjian kerja yang dibuat tidak boleh menyimpang dari peraturan perundangundagan yang berlaku, maupun peraturan ikatan organisasi profesi. Kaidah-kaidah terkait dengan syarat sahnya perjanjian kerja telah dipenuhi walaupun teknik penulisan dalam menyusun perjanjian yang berbeda-beda, tetapi secara substansi sama baik itu syarat sahnya perjanjian kerja dan teknik menyusun perjanjian kerja. Syarat sahnya perjanjian kerja dapat kita lihat sah atau tidaknya perjanjian kerja tersebut saat dibacakannya draft perjanjian kerja tersebut, antara lain sebagai berikut: 1. Sepakat mereka mengikat dirinya, kedua belah pihak sepakat, setuju, sekata atas hal-hal yang tertuang didalam perjanjian. Di dalam perjanjian sering tertulis dengan kalimat sebagai berikut: "Kedua belah pihak telah mufakat untuk mengadakan suatu Perjanjian Kerja yang mengatur atau memuat syaratsyarat ketentuan sebagai berikut:" 2. Kecakapan dalam membuat perjanjian, orang yang cakap membuat perjanjian, mereka itu bisa dikategorikan pendukung hak dan kewajiban dan mereka itu bisa orang atau badan hukum. Hak dan kewajiban harus tertuang dalam pasal-pasal perjanjian kerja. Contoh: hak-hak pekerja, seperti tertuang dalam pasal 2 (hak honorarium), pasal 3 (libur & cuti), sedangkan kewajiban pekerja seperti tertuang dalam pasal 4 (menjaga kerahasiaan perusahaan), pasal 5 (mematuhi peraturan dan jam kerja), kesemuanya ini seperti tertuang dalam perjanjian kerja umumnya. 3. Adanya pekerjaan yang dijanjikan, contoh: seperti tertuang dalam pasal 1 perjanjian kerja umumnya. Disini perlu diperhatikan adanya kejelasan pekerjaan dan status tentang pekerja sendiri yang dijanjikan oleh pemberi kerja, banyak pemberi kerja yang membuat perjanjian kerja dengan status pekerjaannya tidak jelas dan pekerjaan yang dikerjakan pun tidak jelas.
86
"Pihak Pertama bersedia menerima dan memberikan pekerjaan kepada Pihak Kedua sebagai Karyawan Kontrak dalam jangka waktu 1 (satu) tahun dan bersedia ditempatkan dimana saja untuk bekerja sesuai dengan kebutuhan perusahaan. " Jabatan : Karyawan Kontrak di bagian produksi Sistem Kerja : 6 hari kerja; 48 jam seminggu; 192 jam sebulan Mulai bekerja : 01 Januari 2011 4. Pekerjaan yang dijanjikan tersebut tidak melanggar peraturan undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum yang berlaku. Pekerjaan yang dijanjikan tersebut jelas status dari dari pengusahanya dulu, baru kemudian bidang usaha yang akan kita kerjakan, baik itu statusnya milik perseorangan maupun badan hukum, yang jelas bidang usaha tempat kita bekerja nanti tidak melanggar peraturan perundang-undangan, dan lain sebagainya yang telah dijelaskan diatas. Contoh: "Pihak Pertama bersedia menerima dan memberikan pekerjaan kepada Pihak Kedua sebagai Karyawan Kontrak PT. Mandala Trading & Distribution Consumer Goods yang berada di Jalan Ikan Paus I/5 Kelurahan Kedungkandang Kecamatan Klojen Kota Malang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun dan bersedia ditempatkan dimana saja untuk bekerja sesuai dengan kebutuhan perusahaan." Sedangkan untuk perjanjian kerja khusus ikatan organisasi profesi, sama halnya seperti yang telah dijelaskan di atas, namun ada tambahan syarat terkait dengan kompetensi profesinya tersebut, antara lain sebagai berikut: 1. Memiliki sumpah profesi, seorang yang telah mendapatkan gelar profesi, dia dalam melakukan pekerjaannya harus disumpah terlebih dahulu, sumpah tersebut dibukukan dan ditandatangani; 2. Memiliki ijasah profesi, seorang mendapatkan ijazah profesi, orang
tersebut sebelumnya telah memegang gelar S-1, gelar profesi merupakan gelar yang diberikan kepada seseorang setelah menempuh pendidikan profesi, dan untuk melakukan pekerjaannya tersebut harus dilakukan secara profesional; 3. Memiliki sertifikat kompetensi profesi, setelah orang tersebut menempuh pendidikan profesi, dia berhak mendapatkan pengakuan dari lembaga pendidikan tersebut berupa sertifikat kompetensi profesi; 4. Berdomisili didaerah tempat dia akan bekerja, saat dia akan melakukan praktik profesi, karena dia bekerja secara professional, maka secara administratif dia harus berdomisili didaerah tempat dia akan melakukan pekerjaan sesuai profesinya tersebut; 5. Pekerjaan yang dijanjikan tersebut tidak melanggar peraturan undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum, dan juga tidak bertentangan dengan ketentuan ikatan profesi yang berlaku; 6. Bersedia tunduk pada ketentuanketentuan ikatan profesi, seorang professional segala perbuatannya sebelum, saat, dan sesudah melakukan pekerjaan harus tunduk pada ikatan oraganisasi profesi yang dinaunginya; dan 7. Bersedia untuk menerima sanksi bila melakukan pelanggaran atas perjanjian yang telah disepakati bersama, seorang profesi apabila dia melanggar ketentuan yang dibuat oleh ikatan, maka dia akan mendapatkan sanksi tegas dari ketua ikatan organisasi profesi tersebut. Dalam menyusun suatu perjanjian kerja teknik penyusunan perjanjian kerja harus benar sesuai dengan ketentuanketentuan yang terdapat dalam Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 secara formil sekurang-kurangnya harus memuat ketentuan sebagai berikut: 1. Nama, alamat perusahaan dan jenis usaha, contoh: "Pihak Pertama bersedia menerima dan memberikan pekerjaan kepada Pihak Kedua sebagai Karyawan Kontrak PT. Mandala Trading & Distribution
87
Consumer Goods yang berada di Jalan Ikan Paus I/5 Kelurahan Kedungkandang Kecamatan Klojen Kota Malang." Perusahaan ini bergerak dalam bidang distribusi atau penyaluran barang-barang consumer goods, jadi semua identitas perusahaan atau pemberi kerja harus jelas tertulis diperjanjian kerja; 2. Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja, contoh: "Andik Firmansyah, bertempat tinggal Jalan Arwana, RT. 002 RW. 009, Kelurahan Lowokwaru, Kec. Lowokwaru, Kota Malang. Pemegang KTP Nomor: 137505 selanjutnya disebut Pemegang PIHAK II." 3. Jabatan atau jenis pekerjaan, contoh: telah dijelaskan sebagaimana syarat sahnya perjanjian kerja poin (3) tersebut diatas, lengkap tertulis jabatan, dan jenis pekerjaannya; 4. Tempat pekerjaan, (sudah jelas); 5. Besarnya upah dan cara pembayarannya, contoh: sesuai dengan pasal 2 hak honorarium perjanjian kerja pada umumnya; 6. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha, (sudah jelas); 7. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja, contoh: pekerja mulai bekerja dapat dilihat di pasal 1, dan jangka waktu berakhirnya perjanjian kerja dan mekanisme perpanjangannya dapat dilihat dalam pasal 6 dan 7 perjanjian kerja pada umumnya; 8. Tempat dan lokasi perjanjian kerja dibuat, (sudah jelas); dan 9. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja, (sudah jelas). Sedangkan untuk tahapan penyusunan perjanjian kerja sebagaian besar telah dijelaskan diatas, dan sebelum menandatangani perjanjian kerja harus terlebih dahulu baik pekerja maupun pemberi kerja harus membuat draft perjanjian kerja, kemudian saling bertukar draft untuk dibaca dengan ketelitian dan kejelian, dan apabila terdapat kesalahan dilakukan koreksi, setelah itu perjanjian kerja tersebut direvisi dan dibaca kembali
oleh kedua belah pihak. Setelah kedua belah menilai draft perjanjian kerja telah sesuai dan sepakat, baru perjanjian kerja tersebut ditetapkan dan ditandatangani oleh kedua belah pihak. Teknik penyusunan perjanjian kerja khusus untuk ikatan organisasi profesi sebagaimana tertuang dalam contoh draft perjanjian kerja khusus dimana hak dan kewajiban pekerja dan pemberi kerja telah diatur didalamnya. Jadi baik pekerja maupun pemberi kerja harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi tersebut, jika tidak mematuhinya, maka organisasi akan menjatuhkan sanksi tegas baik bagi anggotanya dengan tidak mengeluarkan surat rekomendasi dari ketua ikatan organisasi profesi, hal ini berarti merupakan kerugian besar bagi pengusaha tidak bisa menjalankan roda usahanya. Untuk teknis penyusunan sebagian besar sama halnya dengan perjanjian kerja pada umumnya namun khusus untuk mengenai hak dan kewajiban, kemudian masa berlakunya perjanjian kerja, serta mekanisme pemutusan hubungan kerja itu diatur menurut ketentuan dari ikatan organisasi profesi. G. KESIMPULAN Berdasarkan penjelasan mengenai teori dan teknik penyusunan perjanjian kerja waktu tertentu dapat disimpulkan bahwa: 1. Syarat syahnya perjanjian kerja menurut Pasal 1320 KUH Perdata adalah sebagai berikut: a. Sepakat mereka mengikat dirinya, kedua belah pihak sepakat, setuju, sekata atas hal-hal yang tertuang didalam perjanjian; b. Kecakapan dalam membuat perjanjian, orang yang cakap membuat perjanjian, mereka itu bisa dikategorikan pendukung hak dan kewajiban dan mereka itu bisa orang atau badan hukum. Hak dan kewajiban harus tertuang dalam pasal-pasal perjanjian kerja; c. Adanya pekerjaan yang dijanjikan, kejelasan pekerjaan dan status
88
tentang pekerja sendiri yang dijanjikan oleh pemberi kerja; dan d. Pekerjaan yang dijanjikan tersebut tidak melanggar peraturan undangundang, tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum yang berlaku. Sedangkan untuk perjanjian kerja khusus untuk ikatan organisasi profesi, selain hal tersebut diatas, terdapat pula tambahan ketentuan-ketentuan yang mengikat bagi anggota dan selengkapnya diatur dalam ikatan oraganisasi profesi itu sendiri, ketentuan masing-masing daerah berbeda-beda. 2. Teknik penyusunan perjanjian kerja yang baik dan benar menurut Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan secara formil sekurang-kurangnya harus memuat ketentuan sebagai berikut: a. Nama, alamat perusahaan dan jenis usaha; b. Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja; c. Jabatan atau jenis pekerjaan; d. Tempat pekerjaan; e. Besarnya upah dan cara pembayarannya; f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h. Tempat dan lokasi perjanjian kerja dibuat; dan i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. Sedangkan tahapan-tahapan yang perlu diperhatikan dalam penyusunan perjanjian kerjasama adalah sebagai berikut: a. Pembuatan draft/rancangan pertama, meliputi: judul perjanjian kerja, pembukaan, para pihak yang terlibat dalam pembuatan perjanjian, racital, isi kontrak dan penutup; b. Saling menukar draft perjanjian kerja; c. Jika perlu diadakan revisi sebgai tindak lanjut dari koreksi; d. Dilakukan penyelesaian akhir;
e. Penutup dengan penandatanganan perjanjian kerja oleh kedua belah pihak.
DAFTAR PUSTAKA A. BUKU-BUKU H.S., Salim, 2010. Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak. Sinar Grafika, Jakarta. Khakim, Abdul, 2009. Dasar-dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Citra Aditya Bakti, Bandung. Manulang, Sendjun H., 1995. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta. Prints, Darwan, 2000. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung. B. PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan