TEORI BELAJAR KONSTRUKTIFISME (Upaya Membangun Pengetahuan dalam Pembelajaran) Oleh Fitri Wahyuni 1 Abstract : In the education world, a learning is hoped can give the better result. In the implementation of learning the teacher must choose and point the suitable learning approach in order to get the good outcome. The learning roomates apply the theory of constructivism approach is the which is given a chance to the teacher and the leaners to be more active. The theory Gives opinion that a knowledge can not be moved anymore from the teacher's thought into student's thought. It means that a student must be active mentally to build the structure of Reviews their knowledge based on the Reviews their cognitive mature. Some concepts in constructivism is as: 1) The leaner is a unique characteristic- a student is a learner can roomates him regular self the learner has responsibility in studying : 2) Learning motivation should be owned by all the leaners,3)The teacher is a facilitator -Colaboration Among the leaners 4) The process from the top to the bottom. From some concepts of constructivism theory, if the learning process is done using this approach, it will certainly occur active and great learning situation
PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu dan semakin pesatnya tingkat intelektualitas serta kualitas kehidupan, maka pendidikan pun menjadi lebih kompleks. Oleh karena itu, tentu saja hal ini membutuhkan sebuah desain pendidikan yang tepat dan sesuai dengan kondisinya. Sehingga berbagai teori, metode dan desain pembelajaran serta pengajaran pun dibuat dan diciptakan untuk mengapresiasikan semakin beragamnya tingkat kebutuhan dan kerumitan permasalahan pendidikan. Jadi memang itulah yang menjadi esensi pendidikan itu sendiri, yakni bagaimana menciptakan sebuah kehidupan lebih baik yang tercipta dari proses pendidikan yang kontekstual dan mampu menyerap aspirasi zaman dengan tepat dan sesuai. Dengan tuntutan perkembangan zaman, maka dalam dunia pembelajaran pun dituntut dapat memberikan mutu pendidikan yang lebih baik. Dalam melaksanakan proses pembelajaran Tenaga Pengajar harus bisa memilih maupun menetapkan suatu pendekatan pembelajaran yang tepat di kelas sehingga hasil pembelajaran lebih optimal, selayaknya seseorang dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari yang harus mampu menetapkan sasaran yang hendak dicapai. Guru pun demikian, harus bisa menetapkan pendekatan pembelajaran yang tepat. 1
Penulis adalah dosen Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo
Masing – masing Tenaga Pengajar akan memilih cara dan gayanya sendiri namun setidaknya ada karakteristik tertentu yang dapat memberi ciri khas dengan pendekatan yang lain. Salah satu contohnya adalah pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme. Menurut teori ini pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswanya. Artinya bahwa seorang siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognotif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol – botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru. Teori konstruktivisme melihat pembelajaran sebagai orang yang terus menerus memeriksa informasi baru terhadap peraturan lama dan kemudian merevisi aturan apabila hal itu tidak lagi berguna, karena siswa harus lebih aktif dalam pembelajaran mereka sendiri daripada biasanya di ruang kelas. Maka dari permasalahan tersebut, penulis melakukan penelitian konsep untuk mengetahui bagaimana sebenarnya hakikat teori belajar konstruktivisme ini bisa mengembangkan keaktifan siswa dalam mengkonstruk pengetahuannya sendiri, sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya peserta didik bisa lebih memaknai pembelajaran karena dihubungkan dengan konsepsi awal yang dimiliki siswa dan pengalaman yang siswa peroleh dari lingkungan kehidupannya sehari-hari.
PEMBAHASAN I.
Pengertian Konstruktivisme Konstruktivisme berasal dari katakonstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti bersifat membina, memperbaiki dan membangun. Sedangkan Isme dalam kamus Bahasa Indonesia berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri.2 Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam stuktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pengetahuan itu terbentuk bukan dari objek semata, akan tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang di amatinya. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar akan tetapi dikontruksi dalam diri
2
Dikutip dari http://krisdaning217.blogspot.com/2012/05/aliran-filsafat-konstruktivisme-dan.html. Senin, 06 Februari 2017.
seseorang. Oleh sebab itu tidak bersifat statis akan tetapi bersifat dinamis. Tergantung individu yang melihat dan mengkontruksinya.3 Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori konstruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan
di
mana
siswa
harus
secara
individual
menemukan
dan
menstransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu.4 Konstruktivisme memandang ilmu pengetahuan bersifat non-objektive, temporer dan selalu berubah. Hal ini sesuai dengan pendapat radical contructivist yang mengatakan bahwa pengetahuan itu terbentuk dalam struktur kognisi si pembelajar, bukan berada secara terpisah diluar diri si pembelajar. Pengetahuan selalu mengalami perubahan sejalan dengan proses asimilasi dan akomodasi, karena itu guru harus memberikan kesempatan pada si pembelajar untuk membangun konsep yang akurat tentang pengetahuan tersebut. Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih
dinamis.
Model
pembelajaran
ini
dikembangkan
konstruktivisme yang lahir dari gagasan Pieget dan vigotsky.
dari
teori
belajar
5
Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti: a. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada. b. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka. c. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
3
Winasanjaya, Pembelajaran dalam implementasi kurikulum berbasis kompetensi (Jakarta: KENCANA,2005), 118 4 Rusman, Model-Model Pada Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi 2 (Jakarta: Rajawali Press, 2012), 201. 5 Dikutip dari http://www.kumpulanmakalah.com/2015/12/teori-konstruktivisme.html. Senin, 06 Februari 2017
d. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada. e. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah. f. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.6
Berikut ini merupakan beberapa konsep kunci dari teori konstruktivisme antara lain: 1. Siswa Sebagai Individu yang Unik Teori konstruktivisme berpandangan bahwa pembelajar merupakan individu yang unik dengan kebutuhan dan latar belakang yang unik pula. Dalam teori ini tidak hanya memperkenalkan keunikan dan kompleksitas pembelajar tetapi juga secara nyata mendorong, memotivasi dan memberi penghargaan kepada siswa sebagai integral dari proses pembelajaran. 2. Self Regulated Leaner (Pembelajar yang dapat mengelola diri sendiri ) Siswa dikembangkan menjadi seorang yang memiliki pengetahuan tentang strategi belajar yang efektif, yang sesuai dengan gaya belajarnya dan tahu bagaimana serta kapan menggunakan pengetahuan itu dalam situasi pembelajaran yang berbeda. Self Regulated Leaner termotivasi untuk belajar oleh dirinya sendiri, bukan dari nilai yang diperolehnya sebagai hasil belajar atau karena motivasi eksternal yang lain, misalnya dari guru atau orang tuanya. 3. Tanggung jawab Pembelajaran Dalam konstruktivisme ini berpandangan bahwa tanggung jawab belajar bertumpu kepada siswa. Teori ini menekankan bahwa siswa harus aktif dalam proses pembelajaran, dan berbeda pendapat dengan pandangan pendidikan sebelumnya yang menyatakan tanggung jawab pembelajaran lebih kepada guru, sedangkan siswa berperan secara pasif dan reseptif. Disini para pembelajar mencari makna dan akan mencoba mencari keteraturan dari berbagai kejadian yang ada di dunia, bahkan seandainya informasi yang tersedia tidak lengkap.
6
Khairul Usman,.Implementasi Model Teori Konstrutivisme.(Diunduh pada tanggal 06 Februari 2017)
4. Motivasi Pembelajaran Motivasi belajar secara kuat bergantung kepada kepercayaan siswa terhadap potensi belajarnya sendiri. Perasaan kompeten dan kepercayaan terhadap potensi untuk memecahkan masalah baru, diturunkan dari pengalaman langsung di dalam menguasai masalah pada masa lalu. Maka dari itu belajar dari pengalaman akan memperoleh kepercayaan diri, serta motivasi untuk menyelesaikan masalah yang lebih kompleks lagi. 5. Peran Guru Sebagai Fasilitator Jika seorang guru menyampaikan kuliah/ceramah yang menyangkut pokok bahasan, maka fasilitator membantu siswa untuk memperoleh pemahamannya sendiri terhadap pokok bahasan/konten kurikulum. 6. Kolaborasi Antarpembelajar Pembelajar
dengan
keterampilan
dan
latar
belakang
yang berbeda
diakomodasi untuk melakukan kolaborasi dalam penyelesaian tugas dan diskusi-diskusi agar mencapai pemahaman yang sama tentang kebenaran dalam suatu wilayah bahasan yang spesifik. 7. Proses Top-Down (Proses dari Atas ke Bawah) Dalam proses ini siswa diperkenalkan dulu dengan masalah-masalah yang kompleks untuk dipecahkan dengan bantuan guru menemukan keterampilanketerampilan dasar yang diperlukan untuk memecahkan masalah seperti itu. Pada prinsipnya pembelajaran dimulai dengan pemberian dan pelatihan keterampilan-keterampilan dasar dan secara bertahap diberikan keterampilanketerampilan yang lebih kompleks.7 Salah satu contoh yang disarankan adalah memulai dari apa yang menurut siswa hal yang biasa, padahal sesungguhnya tidak demikian. Perlu diupayakan terjadinya situasi konfik pada struktur kognitif siswa. Contohnya mengenai cecak atau cacing tanah. Mereka menduga cecak atau cacing tanah hanya satu macam, padahal keduanya terdiri lebih dari satu genus (bukan hanya berbeda species). Berikut ini akan dicontohkan model untuk pembelajaran mengenai cacing tanah melalui ketiga tahap dalam pembelajaran konstruktivisme (ekplorasi, klarifikasi, dan aplikasi) Fase Eksplorasi
7
Suyono, Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar , (PT Remaja Rosdakarya: Bandung, 2011), 111115.
-
Diperlihatkan tanah berisi cacing dan diajukan pertanyaan: “Apa yang kau ketahui tentang cacing tanah?”.
-
Semua jawaban siswa ditampung (ditulis dipapan tulis jika perlu).
-
Siswa diberi kesempatan untuk memeriksa keadaan yang sesungguhnya, dan diberi kesempatan untuk merumuskan hal-hal yang tidak sesuai dengan jawaban mereka semula.
Fase Klarifikasi -
Guru memperkealkan macam-macam cacing dan spesifikasinya.
-
Siswa merumuskan kembali pengetahuan mereka tentang cacing tanah.
-
Guru memberikan masalah berupa pemilihan cacing yang cocok untuk dikembangbiakkan.
-
Siswa
mendiskusikannya
secara
berkelompok
dan
merencanakan
penyelidikan. -
Secara berkelompok siswa melakukan penyelidikan untuk menguji rencananya.
-
Siswa mencari tambahan rujukan tentang manfaat cacing tanah dulu dan sekarang.
Fase Aplikasi -
Secara berkelompok siswa melaporkan hasilnya, dilanjutkan dengan penyajian oleh wakil kelompok dalam diskusi kelas.
-
Secara bersama-sama siswa merumuskan rekomendasi untuk para pemula yang ingin ber-“ternak cacing” tanah.
-
Secara perorangan siswa membuat tulisan tentang perkehidupan jenis cacing tanah tertentu sesuai hasil pengamatannya.8
II. Sejarah Teori Konstruktivisme Di dalam sejarah psikologi pendidikan, revolusi konstruktivisme mempunyai akar sejarah yang panjang. Pendekatan yang dilandasi teori konstruktivisme ini sumber utamanya adalah karya Jean Piaget dan Lev Vigotsky. Baik Piaget maupun Vygotsky menekankan sifat sosial pembelajaran, mereka juga menyarankan penggunaan kelompok-kelompok dalam belajar dengan kemampuan campuran 8
Ratnawilisdahar, teori-teori belajar dan pembelajaran, (Bandung: Erlangga, 2006), 103.
(bervariasi) untuk meningkatkan terjadinya perubahan konsepsi pada diri pebelajar atau siswa. Konstruktivis modern paling banyak dilandasi oleh teori Vygotsky, yang telah digunakan untuk mendukung metode pengajaran di ruang kelas yang menekankan pembelajaran kerja sama (pembelajaran kooperatif) dan berbasis proyek, dan pembelajaran penemuan (discovery - inquiry). Ada empat gagasan utama Vygotsky yang sangat penting, yaitu: Penekanan pada sifat sosial pembelajaran. Anak bejar melalui interaksi bersama orang dewasadan teman yang lebih mampu. Pada proyek-proyek kerjasama, anak-anak dihadapkan pada proses pemikiran teman-teman mereka. Metode demikian tidak hanya memungkinkan hasil pembelajaran tersedia bagi semua siswa, tetapi juga memungkinkan proses berpikir siswa yang lebih mampu tersedia bagi siswasiswa yang lain. Vygotsky menulis bahwa, orang-orang yang berhasil memecahkan masalah mengungkapkan diri melalui masalah-masalah yang sulit. Dalam sebuah kelompok kooperatif, anak-anak dapat mendengarkan pembicaraan batin ini dengan lantang dan dapat mempelajari cara orang-orang yang berhasil memecahkan masalah berpikir melalui pendekatan mereka. Zona Perkembangan Proksimal Vygotsky mempunyai gagasan bahwa anak-anak paling baik mempelajari konsep yang berada pada zona perkembangan proksimal mereka. Anak-anak yang bekerja dalam zona perkembangan proksimal mereka terlibat dalam tugas yang tidak dapat mereka kerjakan sendiri tetapi dapat mengerjakannya dengan sedikit bantuan teman atau orang dewasa. Masa Magang Kognisi Istilah masa magang kognisi (cognitive apprenticeship) merujuk pada proses yang digunakan oleh seorang pebelajar untuk secara bertahap memperoleh keahlian melalui interaksi dengan pakar, apakah orang tua, guru, atau teman yang lebih tua atau lebih berhasil. Di banyak pekerjaan, karyawan baru bekerja erat dengan seorang pakar yang menjadi contoh baginya, memberikan umpan balik, dan secara bertahap mensosialisasikan karyawan baru itu kepada kaidah dan perilaku profesi tersebut. Pengajaran untuk siswa adalah suatu bentuk masa magang. Para ahli teori konstruktivisme menyarankan agar guru mengalihkan model pembelajaran yang berlangsung
lama dan sangat efektif ini ke dalam ruang-ruang kelas. Guru dapat melibatkan siswa dalam tugas-tugas rumit dan melibatkan siswa dalam kelompokkelompok belajar yang heterogen dan kooperatif di mana siswa yang lebih maju membantu siswa yang kurang maju melalui tugas-tugas yang rumit tersebut. Pembelajaran Termediasi Yang keempat, Vygotsky menekankan pada gagasan tentang perancahan atau pembelajaran termediasi. Gagasan Penafsiran tentang gagasan Vygotsky yang satu ini adalah, siswa seharusnya diberikan tugas-tugas yang rumit, sulit, dan realistis. Kemudian, mereka diberikan cukup bantuan untuk mencapai tugas-tugas ini. Harus dicatat bahwa, diberikan bantuan di sini maksudnya, siswa bukannya diajarkan bagian-bagian kecil pengetahuan. Prinsip ini digunakan untuk mendukung penggunaan tugas proyek di ruang kelas, simulasi, penjajakan dalam komunitas, penulisan untuk pembaca yang sesungguhnya, dan tugas-tugas otentik lainnya. Berkaitan dengan hal ini, ada istilah "pembelajaran situasi" (situated learning), yang mengacu pada digunakannya pembelajaran yang berlangsung dalam tugas-tugas otentik kehidupan nyata.9 III. Pandangan – pandangan Konstruktivisme Dari berbagai pandangan konstruktivisme yang ada, ada dua pandangan yang mendominasi, yaitu: 1.
Teori Individual Cognitive Constructivist Teori ini dikemukakan oleh Jean Piaget (1977). Teori ini terfokus pada kontruksi internal individu terhadap pengetahuan, pengetahuan tidak berasal dari lingkungan sosial, akan tetapi interaksi sosial penting sebagai stimulus terjadinya konflik. Cognitive Constructivist menekankan pada aktivitas belajar yang ditentukan oleh pembelajar dan berorientasi penemuan sendiri. Misalnya, guru matematika yang menggunakan perspektif ini akan berpandangan bahwa anak akan belajar fakta matematika lebih efektif jika mereka menemukan fakta tersebut sendiri atas dasar apa yang mereka ketahui, dibandingkan jika fakta tersebut disajikan oleh guru.
9
Dikutip dari http://penelitiantindakankelas.blogspot.co.id/2012/02/sejarah-teori-konstruktisme.html, Muhammad Faiq , pada hari Senin, 06 Februari 2017
Piaget mempelopori gagasan konstruktivisme menurutnya, bahwa ekpose anak pada dunia sekitarnya dan aktivitas – aktivitas mereka, menyebabkan mereka menciptakan rintisan mental kearah pandangan yang dikembangkan lebih utuh. Pikiran anak – anak mengambil komponen rintisan ini dan membangun pandangan yang lenih kuat. Implikasi teori Piaget dalam praktek pendidikan dinyatakan dalam bentuk dua prinsip, yaitu: Agar siswa mampu menciptakan struktur mental mereka dengan melakukan tindakan yang berulang – ulang untuk mencapai suatu tujuan. Berpikir pada tiap level perkembangan memiliki ciri yang unik karenanya perlu pertimbangan ketika mendesain program pendidikan.
2. Teori Sosiocultural Constructivist Teori ini dikemukakan oleh Lev Vygostky (1995). Teori ini berpandangan bahwa pengetahuan berada pada dalam konteks sosial, karenanya ditekankan pentingnya bahasa dalam belajar yang timbul dalam situasi – situasi sosial yang berorientasi pada aktivitas. Menurut Vygostky, anak – anak hanya akan dapat belajar dengan cara terlibat langsung dalam aktivitas – aktivitas bermakna dengan orang – orang yang lebih pandai. Stretegi – strategi pembelajaran yang didasarkan pada teori Vygostky ini menempatkan pembelajaran dalam situasi dimana bahan pelajaran yang diberikan berada dalam jangkauan perkembangan mereka, berkaitan dengan ini, Vygostky mengemukakan sebuah konsep yang disebut Zone of Development (ZPD). Zone of Development (ZPD) adalah level kecakapan melebihi apa yang dapat dilakukan sendiri oleh anak didik dan menunjukkan rentang tugas belajar yang dapat dikerjakan jika dibantu oleh orang dewasa atau teman sebaya yang berkompeten. Dibawah zona tersebut anak didik dapat melaksanakan dan berhasil menyelesaikan tugas –tugas, diatas zona tersebut meski tambahan bantuan telah diberikan tetap tindakan akan berhasil. Zona tersebut menunjukkan rentang tugas dimana seorang guru dapat membantu perkembangan anak didik secara produktif. Menurut Eggen dan Kauchak (1997), penerapan ZPD dalam pembelajaran mencakup tiga tugas, yaitu : a. Pengukuran
b. Pemilihan aktivitas belajar c. Pemberian dukungan pembelajaran untuk membantu siswa melalui zonanya secara berhasil. Tugas pertama adalah pengukuran ZPD, pengukuran ZPD dilakukan dengan mengukur kemampuan siswa dalam memahami masalah yang realistik, proses ini disebut dengan assesment dinamik. Hal ini diukur mencakup kemampuan berfikir, kemampuan yang dimiliki, minat dan toleransi. Tugas kedua adalah menyesuaikan tugas – tugas belajar dengan level – level perkembangan siswa. Jika tugaas terlalu mudah, pembelajaran tidak diperlukan, tetapi jika tugas terlalu sulit, siswa menjadi bingung dan frustasi. Karenanya diperlukan penyederhanaan tugas bagi siswa yang mempunyai kemampuan kurang dan peningkatan tantangan tugas bagi siswa yang berkemampuan lebih. Tujuannya adalah pemahaman bersama. Pemahaman bersama timbul bila guru dan siswa mempunyai pengetahuan umum tentang tugas. Pembentukan pemahaman bersama dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: pemberian tugas pada konteks yang bermakna dan melakukan dialog yang membantu siswa menganalisis masalah yang mereka hadapi. Tugas ketiga adalah memberikan dukungan pembelajaran. Ini dilakukan dengan menerapkan konsep scaffolding. Dalam hal ini ada beberapa tipe scaffolding yang dapat diterapkan yaitu: (1) modeling: contohnya guru kesenian menunjukkan cara menggambar dengan dua titik sebelum meminta siswa mencoba untuk menggambar sendiri. (2) think aloud, contohnya seorang guru fisika memverbalisasi pemikirannya saat ia memecahkan masalah daya gerak pada papan tulis. (3) pertanyaan – pertanyaan, guru fisika “mengiring” siswa melalui beberapa masalah dan meminta mereka menanyakan pada titik waktu yang penting. (4) adaptasi bahan pembelajaran guru fisika SD menurunkan dan menaikkan keranjang saat mengajar teknik shuting. (5) Prompt dan cue (dorongan dan isyarat) anak prasekolah diajarkan mengikat tali sepatu dengan sambil berkata “kelinci masuk kelubang dan melompat kedalamnya”. Teori Vygostky memiliki empat implikasi pendidikam yang utama, yaitu: a. Guru harus bertindak sebagai scaffold yang memberikan bimbingan yang cukup untuk membantu anak – anak mencapai kemajuan. b. Pembelajaran harus selalu berupaya “mempercepat” level penguasaan terkini anak.
c. Untuk menginternalisasi ketrampilan pada anak – anak, pembelajaran harus berkembang dalam empat fase. Pada fase pertama, guru harus menjadi model dan memberikan komentar verbal apa yang mereka lakukan dan alasannya. Pada fase kedua, siswa harus berupaya mengimitasi apa yang dilakukan guru. Pada fase ketiga, guru harus mengurangi intervensinya secara progresif begitu siswa telah menguasai ketrampilan tersebut. Fase keempat, guru dan siswa secara berulangulang mengambil peran secara bergiliran. d. Anak – anak perlu berulang – ulang dihadapkan dengan konsep – konsep ilmiah agar konsep spontan mereka menjadi lenih akurat dan umum.10 IV. Pengaplikasian Teori Belajar Konstruktivisme 1. Pada empat abad sebelum masehi, Socrates telah mengulirkan paham konstruktivisme, dengan mengembangkan metode belajar berdasarkan penemuan ini disebut sebagai metode dialektik dengan menerapkan antara guru dan pembelajar. Guru menanyakan sesuatu pada pembelajar yang menuntut pembelajar menganalisis pengetahuannya. 2. Socrates mengembangkan cara berfikir induktif pembelajar diminta untuk merumuskan pengetahuannya dari hasil penemuan – penemuan ide dan gagasan. Pemikiran Socrates ini diikuti oleh muridnya Plato dan diteruskan oleh Aristoteles. 3. Konstruktivisme dalam belajar dimaknai juga sebagai experimental learning, yang merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkret di lapangan, di laboratorium, berdiskusi dengan teman dan dikembangkan menjadi pengetahuan, konsep, serta ide baru. Peserta didik sebagai subjek pembelajaran yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai pembelajar. 4. Menurut Vygostky yang menganut konstruktivisme, pengertian ilmiah tersebut mengalami perkembangan dan bergantung pada tingkat kemampuan anak untuk menangkap suatu model pengertian yang lebih ilmiah. 5. Sejalan dengan paham konstruktivisme pada abad ke – 16, Jonatan Amos Comenius dan Wolfgang menyarankan sebaiknya pengajaran dilaksanakan dari
10
Nyayu Khodijah, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014), 81 – 86.
yang sederhana kepada yang majemuk, dari yang konkret ke yang abstrak, benda dahulu baru kaidah, analisa dulu baru konstruksi. Belajar dengan mengibgat hanya untuk hal – hal yang berguna. 6. Pendapat
yang
sepaham
dikemukakan
oleh
Tyler
menjelaskan
bahwa
implementasi teori belajar konstruktivisme dengan runtutan cara sebagai berikut: a. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga lebih kreatif dan imajinatif c. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru d. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa e. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka f. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. 7. Vygostky lebih mantab lagi dalam mengembangkan teori konstruktivisme ini dengan mengemukakan perkiraanya bahwa mengkonstruksi pengetahuan baru dengan cara kooperatif (cooperative learning). Pembelajar dapat terlibat secara aktif dalam interaksi sosial untuk bekerjasama mencapai tujuan pembelajaran. Melalui diskusi kelompok – kelompok nkecil, para pembelajar dapat membangun pengetahuan baru atau suatu kesimpulan berdasarkan pemikiran bersama. 8. Konstruktivisme pada dasarnya mengharap pembelajar mengkonstruksi dan mengembangkan pengetahuannya dengan menggali dari berbagai pengalaman dan informasi yang didapat. Pembelajaran tidak hanya menyerap apa yang dijelaskan oleh gurunya. Pembelajar dan guru diharapkan lebih kreatif dan inovatif. Guru sebagai pencerdas sebaiknya memposisikan pembelajar tidak sebagai objek belajar, namun sebagai subjek belajar. 9. Peserta didik dan guru selayaknya memformulasikan pembelajaran dengan menyenangkan, bergembira, semangat dan demokratis yang menghargai setiap pendapat sehingga pada akhir tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan efektif dan efisien. 10. Ilustrasi pembelajaran berdasarkan teori konstruktivisme dicontohkan seperti berikut: guru memfasilitasi peserta didik belajar berkelompok dan berdiskusi untuk mempelajari suatu materi. Mereka menggali setiap informasi dari berbagai wacana atau sumber belajar. Peserta didik belajar membuka wawasan dan
mengembangkan gagasan – gagasan untuk menyimpulkan pengetahuan yang baru.11 Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme yang telah dijelaskan di atas, berikut ini dipaparkan tentang penerapan di kelas.12 1. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar Dengan menghargai gagasan-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaanpertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah (problem solver). 2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan. 3. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya. 4. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru dan siswa lainnya Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman 11
Dikutip dari, http//Dikyaprianto0.blogspot.co.id/2017/02/teori-belajar-konstruktivisme.html, pada 06 Februari 2017 12 Ormrod, Jeanne., Edisi Ke 6 Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, (Jakarta: Erlangga, 2008), 78.
dan nyaman untuk mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat bermakna akan terjadi di kelas. 5. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi, seringkali siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam belajar memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hipotesis yang mereka buat, terutama melalui diskusi kelompok dan pengalaman nyata. 6. Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-sama.13 PENUTUP Guru tidak hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi , tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya. Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengetahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya
13
Ibid., 79.
Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru.
Daftar rujukan
Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran dalam implementasi kurikulum berbasis kompetensi. Jakarta: Kencana. Rusman. 2012. Model-Model Pada Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi 2. Jakarta: Rajawali Press. .Usman, Khairul. Implementasi Model Teori Konstrutivisme. Suyono. 2011. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar . Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Wilisdahar, Ratna. 2006. teori-teori belajar dan pembelajaran, Bandung: Erlangga. Nyayu Khodijah, 2014. Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Jeanne, Ormrod. 2008. Edisi Ke 6 Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, Jakarta: Erlangga. Wasty, Soemanto. 1998 Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta. http://krisdaning217.blogspot.com/2012/05/aliran-filsafat-konstruktivisme-dan.html http://www.kumpulanmakalah.com/2015/12/teori-konstruktivisme.html http://penelitiantindakankelas.blogspot.co.id/2012/02/sejarah-teori-konstruktisme.html http//Dikyaprianto0.blogspot.co.id/2017/02/teori-belajar-konstruktivisme.html.