SKENARIO PEMBELAJARAN MATEMATIKA
TEORI BELAJAR BRUNER PADA MATERI PECAHAN
OLEH : I WAYAN SUARMA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2013
KATA PENGANTAR
“Om Swastyastu” Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “TEORI BELAJAR BRUNER PADA MATERI PECAHAN” tepat pada waktunya dengan hasil yang cukup maksimal. Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapat banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada: 1. Prof. Dr. I Made Ardana, M.Pd, selaku dosen pengampu mata kuliah Landasan Pembelajaran. 2. Pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Jika dalam penyampaian penulis terdapat hal yang kurang berkenan dalam makalah ini, penulis mohon maaf yang sedalam-dalamnya. Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis tetap mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. “Om Çanthi Çanthi Çanthi Om”
Denpasar, Januari 2014 Penulis
TEORI BELAJAR BRUNER PADA MATERI PECAHAN
i
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Salah satu konsep matematika yang menjadi fokus penelitian dewasa ini adalah pecahan. Pantazi, dkk. (2009) meneliti mengenai representasi internal pecahan siswa sekolah dasar yang berumur 8–11 tahun yang memiliki kemampuan matematika beragam. Penelitiannya dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa siswasiswa di daerah Midland, Inggris mengalami kesulitan dalam mengabstraksi konsep pecahan. Ketika siswa ditanya “Apa yang dimaksud dengan pecahan?”, siswa-siswa cenderung menjawab “sesuatu yang sangat kecil”, “lingkaran yang dipotong kecilkecil”, atau “suatu bentuk dengan banyak garis-garis”. Pecahan merupakan salah satu konsep yang sulit dipahami dalam matematika sekolah dasar (SD). Hal ini disebabkan karena keabstrakan konsep tersebut, sedangkan siswa sekolah dasar kelas III yang mulai mempelajarinya, menurut Piaget, masih berada pada tahap operasi konkrit (umur 7–11 tahun). Dimana pada tahap tersebut, ide anak masih dilandasi oleh observasi dan pengamatan pada obyek-obyek nyata, tetetapi ia sudah mulai menggeneralisasi atau membagi-bagi (memecah) dengan memanipulasi obyek-obyek sebagai cara untuk mengetahui (Hudojo, 2005:4). Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome S. Bruner seorang ahli psikologi (1951) dari Universitas Harvard-Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berpikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar atau memperoleh pengetahuan, menyimpan pengetahuan dan menstransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemeroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya. Menurut Bruner, belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari, serta
Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan
1
mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu. Siswa harus dapat menemukan keteraturan dengan cara mengotak-atik bahan-bahan yang berhubungan dengan keteraturan intuitif yang sudah dimiliki siswa. Dengan demikian siswa dalam belajar, haruslah terlibat aktif mentalnya agar dapat mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai
suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah
dipahami dan diingat anak. Bruner, membedakan tiga jenis model mental representasi, (1) Representasi Enaktif (enactive) adalah representasi sensori motor yang dibentuk melalui aksi atau gerakan. Pada tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek. Pada tahap ini anak belajar sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi nyata, dan anak tanpa menggunakan imajinasinya atau kata-kata. Ia akan memahami sesuatu dari berbuat atau melakukan sesuatu. (2) Representasi Ikonik (iconic) berkaitan dengan image atau persepsi, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu direpresentasikan/diwujudkan dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar, atau diagram yang menggambarkan kegiatan konkrit atau situasi konkrit yang terdapat pada tahap enaktif. Bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu media berpikir. (3) Representasi Simbolik (symbolic) berkaitan dengan bahasa matematika dan simbol-simbol. Anak tidak lagi terkait dengan objek-objek seperti pada tahap sebelumnya. Anak sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek nyata. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstrac symbols), yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal (misalnya huruf-huruf, katakata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika maupun lambang-lambang abstrak yang lain. Dalam pandangan Bruner (enactive, iconic, dan symbolic) berhubungan dengan perkembangan mental seseorang, dan setiap perkembangan representasi yang lebih tinggi dipengaruhi oleh representasi lainnya. Sebagai contoh, untuk sampai pada
Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan
2
pemahaman konsep pecahan untuk siswa SD, dapat diperoleh melalui beberapa pengalaman terkait, misalnya diawali dengan memanipulasi benda kongkrit seperti buah jeruk, apel, roti tar sebagai bentuk representasi enactive. Kemudian aktivitas tersebut diingatnya dan menghasilkan serta memperkaya melalui gambar-gambar (seperti gambar jeruk, gambar apel, gambar bangun bidang datar persegi, persegi panjang, segitiga dan lingkaran) atau persepsi statis dalam pikiran anak yang dikenal sebagai representasi iconic. Dengan mengembangkan berbagai persepsinya, simbol yang dikenalnya dimanipulasi untuk menyelesaikan suatu masalah sebagai perwujudan representasi symbolic Oleh sebab itu, guru diharapkan untuk mempelajari/memahami konsep pecahan, siswa mulai dengan benda-benda nyata kemudian mereka dibimbing untuk memperoleh sesuatu yang abstrak yaitu konsep pecahan. Pertama kali, siswa diajak memanipulasi wakil-wakil (representasi) pecahan berupa benda nyata/konkrit (enaktif). Wakil suatu konsep dinamakan reperesentasi konsep tersebut. Kemudian kegiatan tersebut dinyatakan dengan gambar-gambar (ikonik). Akhirnya, siswa menyatakan konsep tersebut dengan wakil-wakil yang berupa simbol atau notasi matematika (simbolik). Dari ketiga kegiatan tersebut, siswa diharapkan dapat memperoleh konsep pecahan. Penggunaan wakil-wakil atau representasi yang tidak tepat dapat mengakibatkan siswa tidak dapat memahami suatu konsep. Selain itu, peralihan (transisi) antar representasi-representasi tersebut juga dapat menyebabkan siswa kehilangan makna dari konsep itu sendiri. Proses perpindahan dari level ikonik menuju simbolik perlu mendapat perhatian dalam pembentukan konsep matematika. Apabila tidak hati-hati, maka proses ini akan menjadi tidak bermakna karena simbol memiliki sifat abstrak dan kosong dari arti (Soedjadi, 2000). Menurut prinsip notasi, pencapaian suatu konsep dan penggunaan simbol matematika harus secara bertahap, dari sederhana secara kognitif dapat dipahami siswa kemudian perlahan-lahan meningkat ke lebih komplek. Bruner lebih menekankan agar setiap siswa mengalami dan mengenal peristiwa atau benda nyata di sekitar lingkungannya, kemudian menemukan dengan sendiri untuk merepresentasikan peristiwa atau benda tersebut dalam pikirannya. Ini sering dikenal sebagai model mental tentang peristiwa yang dialami atau benda yang diamati dan dikenali oleh siswa. Proses sampai pada model mental tersebut
Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan
3
ialah suatu proses abstraksi. Berdasarkan uraian di atas, penting untuk mengetahui bagaimana membelajarkan siswa mengenai konsep pecahan dengan menggunakan Teori Bruner.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah diungkapkan pada latar belakang, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut. 1.2.1. Bagaimana karakteristik teori belajar menurut Bruner dalam pembelajaran? 1.2.2. Bagaimana contoh skenario pembelajaran menurut Bruner dalam pembelajaran matematika?
1.3 Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui contoh skenario pembelajaran menurut Bruner dalam pembelajaran matematika.
1.4 Manfaat Penulisan Berdasarkan uraian yang telah ditulis dalam makalah ini, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat sebagai berikut. 1.4.1. Bagi Guru Menambah pengetahuan para guru dengan contoh skenario pembelajaran menurut Bruner dalam pembelajaran matematika yang dapat mendukung tercapainya pembelajaran matematika yang menyenangkan, aktif, efektif, dan kreatif.
1.4.2. Bagi Mahasiswa Mahasiswa dapat menambah wawasan mengenai cara mengajar atau metode yang akan digunakan sehingga pembelajaran matematika dapat diserap dengan baik oleh siswa dan menjadikan pembelajaran matematika sebagai kegiatan yang bermakna.
Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan
4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Karakteristik Teori Belajar Bruner Bruner membagi penyajian proses pembelajaran dalam tiga tahap, yaitu tahap enaktif, ikonik dan simbolik. Di samping itu, Bruner juga membahas teoriteori tentang cara belajar dan mengajar matematika. Bruner menekankan suatu proses bagaimana seseorang memilih, mempertahankan, dan mentransformasi informasi secara aktif. Proses tersebut merupakan inti utama dari belajar. Oleh karenanya Bruner memusatkan perhatian pada masalah apa yang dilakukan manusia terhadap informasi. Di samping itu, Bruner juga membahas teori-teori tentang cara belajar dan mengajar matematika. Bruner menekankan suatu proses bagaimana seseorang memilih, mempertahankan, dan mentransformasi informasi secara aktif. Proses tersebut merupakan inti utama dari belajar. Oleh karenanya Bruner memusatkan perhatian pada masalah apa yang dilakukan manusia terhadap informasi yang diterimanya dan apa yang dilakukan setelah menerima informasi tersebut untuk pemahaman dirinya.
a. Tiga Tahap Proses Belajar Teori Bruner tentang tiga tahap proses belajar berkait dengan tiga tahap yang harus dilalui siswa agar proses pembelajarannya menjadi optimal, sehingga akan terjadi internalisasi pada diri siswa, yaitu suatu keadaan dimana pengalaman yang baru dapat menyatu ke dalam struktur kognitif mereka. Ketiga tahap pada proses belajar tersebut adalah:
1) Tahap Enaktif. Pada tahap ini, para siswa mempelajari matematika dengan menggunakan sesuatu yang “konkret” atau “nyata”, yang berarti dapat diamati dengan menggunakan panca indera. Contohnya, ketika akan membahas penjumlahan dan pengurangan di awal pembelajaran, siswa dapat belajar dengan menggunakan batu, kelereng, buah, lidi, atau dapat juga memanfaatkan beberapa
Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan
5
model atau alat peraga lainnya. Ketika belajar penjumlahan dua bilangan bulat, para siswa dapat saja memulai proses pembelajarannya dengan menggunakan beberapa benda nyata sebagai “jembatan” seperti: Garis bilangan dalam bentuk dua bilah papan. Gambar ini menunjukkan bahwa posisi „−3‟ pada bilah papan bagian bawah sudah disejajarkan dengan posisi „0‟ pada bilah papan bagian atas, sehingga didapat beberapa hasil penjumlahan −3 dengan bilangan lainnya. Contohnya:−3 + 5 = 2 (lihat tanda ruas garis berpanah) atau −3 + (−2) = −5
Semacam koin dari plastik dengan tanda “+” dan “–“.
Dengan cara ini, diharapkan siswa akan lebih mudah mempelajari materi yang diberikan. Dengan demikian cara pembelajaran matematika adalah memulai dengan sesuatu yang benar-benar konkret dalam arti dapat diamati dengan menggunakan panca indera.
2) Tahap Ikonik. Para siswa sudah dapat mempelajari suatu pengetahuan dalam bentuk gambar atau diagram sebagai perwujudan dari kegiatan yang menggunakan benda konkret atau nyata. Sebagai contoh, dalam proses pembelajaran penjumlahan dua bilangan bulat dimulai dengan menggunakan benda nyata berupa garis bilangan
Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan
6
sebagai “jembatan”, maka tahap ikonik untuk 5 + (–3) = 2 dapat berupa gambar atau diagram berikut.
3) Tahap Simbolik. Menurut Bruner, tahap simbolik adalah tahap dimana pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol abstrak. Dengan kata lain, siswa harus mengalami proses abstraksi dan idealisasi. Proses abstraksi terjadi pada saat seseorang menyadari adanya kesamaan di atara per bedaanperbedaan yang ada (Cooney dan Henderson, 1975).
Perbedaan yang terjadi saat menentukan hasil dari 2 + 3 ataupun 3 + 4 baik pada tahap enaktif maupun ikonik merupakan proses abstraksi yang terjadi dikarenakan siswa menyadari adanya kesamaan gerakan yang dilakukannya, yaitu ia
akan
bergerak dua kali ke kanan. Dengan bantuan guru, siswa diharapkan dapat menyimpulkan bahwa penjumlahan dua bilangan positif akan menghasilkan bilangan positif pula. Tidaklah mungkin hasil penjumlahan dua bilangan positif akan berupa bilangan negatif.
Melalui proses abstraksi yang serupa, pikiran siswa dibantu untuk memahami bahwa penjumlahan dua bilangan negatif akan menghasilkan bilangan negatif juga. Karena dua kali pergerakan ke kiri akan menghasilkan suatu titik yang terletak beberapa langkah di sebelah kiri titik awal 0. Melalui proses ini, siswa juga dapat memahami bahwa jika 2 + 3 = 5 maka −2 + (−3) = −5. Dengan demikian siswa dapat dengan mudah menentukan −100 + (−200) = −300 karena 100 + 200 = 300 dan −537 + (−298) = −835 karena 537 + 298 = 835. Pada intinya, menentukan penjumlahan dua bilangan negatif adalah sama dengan menentukan penjumlahan dua bilangan positif, hanya tanda dari hasil penjumlahannya haruslah negatif.
Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan
7
Proses berabstraksi yang lebih sulit akan terjadi pada penjumlahan dua bilangan bulat yang tandanya berbeda. hasilnya bisa positif dan bisa juga negatif, tergantung pada seberapa jauh perbedaan gerakan ke kiri dengan gerakan ke kanan. Para guru dapat meyakinkan para siswanya bahwa hasil penjumlahan dua bilangan yang tandanya berbeda akan didapat dari selisih atau beda kedua bilangan tersebut tanpa melihat tandanya. Sebagi misal, 2 + (–3) = –1 karena beda atau selisih antara 2 dan 3 adalah 1 sedangkan hasilnya bertanda negatif karena pergerakan ke kiri lebih banyak banyak. Namun 120 + (–100) = 20 karena beda antara 100 dan 120 adalah 20 serta pergerakan ke kanan lebih banyak.
b. Empat Teori Belajar dan Mengajar Meskipun pepatah Cina menyatakan “Satu gambar sama nilainya dengan seribu kata”,
namun
menurut
Bruner,
pembelajarn
sebaiknya
dimulai
dengan
menggunakan benda nyata lebih dahulu. Karenanya, guru ketika mengajar matematika sudah seharusnya menggunakan model atau benda nyata untuk topiktopik
tertentu
yang
dapat
membantu
pemahaman
siswanya.
Bruner
mengembangkan empat teori yang terkait dengan asas peragaan ini adalah: a) Teorema konstruksi yang menyatakan bahwa siswa lebih mudah memahami ide-ide abstrak dengan menggunakan peragaan kongkret (enactive) dilanjutkan ke tahap semi kongkret (iconic) dan diakhiri dengan tahap abstrak (symbolic). Dengan menggunakan tiga tahap tersebut, siswa dapat mengkonstruksi suatu representasi dari konsep atau prinsip yang sedang dipelajari. b) Teorema notasi yang menyatakan bahwa simbol-simbol abstrak harus dikenalkan
secara
bertahap, sesuai
dengan
tingkat
perkembangan
kognitifnya. Sebagai contoh: Soal seperti x+ 4 = 7 dapat diartikan sebagai menentukan bilangan yang kalau ditambah 4 akan menghasilkan 7. c) Teorema kekontrasan atau variasi yang menyatakan bahwa konsep matematika dikembangkan dengan beberapa contoh dan yang bukan contoh. Berikut ini adalah himpunan yang bukan contoh (noncontoh) dan yang menjadi contoh dari himpunan kosong.
Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan
8
Bukan contoh konsep himpunan kosong:
Himpunan siswa SMP yang umurnya 14 tahun.
Himpunan bilangan asli antara 10 dan 14
Himpunan ibukota provinsi yang diawali dengan huruf K
Himpunan anak Presiden SBY
Contoh konsep himpunan kosong:
Himpunan siswa SMP yang umurnya 41 tahun.
Himpunan bilangan asli antara 10 dan 11
Himpunan ibukota provinsi yang diawali dengan huruf
Himpunan siswa SMP yang tidak naik kelas tiga tahun berturutturut.
d) Teorema konektivitas yang menyatakan bahwa konsep tertentu harus dikaitkan dengan konsep-konsep lain yang relevan. Sebagai contoh, Perkalian dikaitkan dengan luas persegi panjang dan penguadratan dikaitkan dengan luas persegi. Penarikan akar pangkat dua dikaitkan dengan menentukan panjang sisi suatu persegi jika luasnya diketahui.
2.2 Contoh Skenario Pembelajaran Sesuai Teori Bruner dalam Pembelajaran Matematika Sebelum proses belajar mengajar dimulai, guru telah mempersiapkan perangkat pembelajaran seperti RPP, LKS, kuis, nama kelompok siswa dan alat tulis. Untuk nama kelompok, guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok secara heterogen . Berikut akan disampaikan skenario pembelajaran menurut teori Bruner dalam pembelajaran matematika dengan materi pecahan.
Ketika guru memasuki ruang kelas salah seorang siswa memberikan komando untuk mengucapkan salam (padaasana panganjali). Seluruh siswa mengucapkan
Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan
9
salam dan diikuti oleh guru (Om Swastiastu). Setelah guru dan siswa mengucapkan salam, guru duduk di kursi yang telah disediakan untuk guru.
Pendahuluan Guru
: (melakukan absensi dengan menyebutkan nama siswa satu per satu)
Siswa
: (mengangkat tangan ketika namanya dipanggil dan menjawab hadir)
Guru
: (mengarahkan siswa untuk duduk berkelompok) “Anak-anak silahkan kalian duduk berkelompok sesuai dengan kelompok yang telah dibagikan dan tetap menghadap ke depan!” :“Iyaa Pak...”(duduk sesuai dengan kelompok dan tetap menghadap
Siswa
kedepan) Guru
:(memberikan
pengarahan
kepada
siswa
tentang
tujuan
pembelajaran pada pertemuan ini yaitu tentang pecahan) “ Anak-anak hari ini kita akan mempelajari tentang pecahan. Kalian akan belajar secara berkelompok dimana setiap kelompok nantinya
akan
diberikan
Lembar
Kerja
Siswa
(LKS).
Diskusikanlah permasalahan dalam LKS tersebut dengan teman kelompok. Semua siswa diharapkan ikut aktif dalam berdiskusi karena akan mempengaruhi nilai kelompok pada tes individu yang akan dilaksanakan sebelum jam pelajaran matematika berakhir. menyiapkan
Setelah
berdiskusi
seorang
masing-masing
perwakilan
untuk
kelompok
mempresentasikan
jawaban yang telah didiskusikan kemudian akan dilaksanakan tes individu.” Siswa
: (mendengarkan penjelasan guru).
Guru
:
(menyampaikan
tujuan
indikator
pembelajaran)
Setelah
pembelajaran ini berakhir, kalian diharapkan dapat memberikan contoh berbagai jenis dan bentuk bilangan pecahan. Siswa
: (mendengarkan penjelasan guru dengan seksama)
Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan
10
Pada Tahap Enaktif Guru meletakkan berbagai jenis benda di meja seperti roti bulat, roti persegi, roti persegi panjang, semangka, apel, dan coklat silver queen.
Guru
: Anak-anak, apakah kalian mengetahui benda benda yang Bapak letakkan di depan?
Siswa
: Tahu Pak!!!.
Guru
: Coba ambil salah satu dari benda tersebut yang paling kalian sukai.!
Siswa
: (berikir sejenak untuk melakukan pemilihan)
Guru
: Apakah nama benda yang kalian ambil itu?
Siswa A
: Roti Pak.
Siswa B
: Cokelat Silver Queen Pak.
Siswa C
: Saya mengambil apel Pak!
Siswa D
: Semangka Pak.
Guru
: Ya! Benar sekali. Kalian sudah mengetahui benda-benda tersebut. Sekarang, perwakilan masing-masing kelompok , ambilah alat untuk memotong/ mengiris/ membelah benda yang kalian pilih!
Siswa
: Siswa langsung mengambil pisau.
Guru
: Coba, kalian belah/iris menjadi tiga bagian sama besar benda yang ada dihadapan kalian.
Dengan semangat, siswa melakukan pekerjaan memotong/mengiris benda-benda yang telah dipilih dengan penuh hati-hati menjadi tiga bagian yang sama besar
Guru
: Setelah kalian iris/belah, ada berapa banyak bagian benda sekarang?
Siswa
: Tiga Pak!
Guru
: Apakah „ketiga‟ benda ini sama besar?
Siswa
: Iya pak, sama besar
Guru
: Apakah bagian-bagian itu bentuknya sama?
Siswa
: Sama Pak!
Guru
: Baiklah, sekarang ambilah satu benda belahan tadi !
Siswa
: (Siswa mengambil satu bagian dari tiga bagian)
Guru
: Ada berapa bagian dari belahan benda yang kalian ambil tersebut?!
Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan
11
Siswa
: Satu Pak!
Guru
: Bagus sekali, coba Bapak ulangi lagi, ada berapa bagian dari keseluruhan benda yang telah terambil?
Siswa
: dengan tegas menjawab “satu Pak”
Guru
: Perhatikan pertanyaan bapak ini, apabila tiga bagian benda hasil irisan kalian tadi masing-masing dibagikan kepada tiga teman kalian, akan mendapat berapa bagiankah masing-masing teman kalian tadi?
Siswa
: :”satu pertiga”
Guru
: Baiklah, adakah kata lain dari “satu pertiga”?
Siswa
: hem,...hem.... “sepertiga”
Guru
: Okey, kira-kira, apakah kata “satu pertiga” itu termasuk bilangan pecahan?
Siswa
: Iya pak!
Guru
: Baiklah, sekarang Bapak akan membagikan LKS untuk kalian kerjakan secara berkelompok. (Guru membagikan LKS)
Pada Tahap Ikonic Guru
: Perhatikan gambar bangun datar-bangun datar di hadapan kalian, kemudian coba sebutkan masing-masing nama-nama bangun tersebut.
Siswa
: Segitiga, persegi, persegi panjang dan lingkaran
Guru
: Pilih salah satu bangun tersebut yang paling kalian sukai.
Siswa
: (Memikir sejenak untuk melakukan pemilihan)
Guru
: Apakah nama benda yang kalian ambil itu?
Siswa
: Persegi panjang Pak!
Guru
: Ada berapa unit benda yang kalian pilih?
Siswa
: Satu Pak!
Guru
: Gambar bangun datar yang kalian pilih menjadi tiga bagian yang sama.
Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan
12
Siswa langsung mengambil pensil dan penggaris untuk melakukan partisi
Guru
: Apakah „ke-tiga” gambar belahan/partisi ini sama besar?
Siswa
: Ya pak, sama besar
Guru
: Apakah bagian-bagian itu bentuknya sama?
Siswa
: Sama pak, sama
Guru
: Baiklah, sekarang tandai dengan arsiran yang menyatakan bagian “1/3”
Siswa
: Siswa melakukan arsiran salah satu bagian.
Guru
: Bagian yang diarsir/ditandai tersebut menyatakan pecahan berapa?
Siswa
: Satu pertiga
Guru
: Apakah kalian bisa memberikan tanda/arsiran lain, selain yang kalian tandai tadi?
Siswa
: (Siswa kembali mengarsir)
Guru
: Bisa bentuk yang lain lagi?
Siswa
: Bisa Pak! (Siswa kembali mengarsir)
Pada Tahap Simbolik Guru
: Dapatkah kalian menuliskan lambang atau simbol satu pertiga?
Siswa
: Bisa pak, siswa menulis
Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan
13
Guru
: Berapa banyak keseluruhan gambar potongan persegipanjang tadi?
Siswa
: “3”
Guru
: Jadi angka 1 pada bilangan pecahan 1/3 itu artinya apa?
Siswa
: satu (1) artinya bagian irisan yang ditandai atau yang diarsir
Guru
: Sedangkan angka 3 pada bilangan pecahan 1/3 artinya apa?
Siswa
: tiga (3) bagian keseluruhan yang dipotong sama
Guru
: Jadi, kalau begitu pecahan 1/3 itu dibaca apa ?
Siswa
:”sepertiga” atau “satu pertiga”
Guru
: Baiklah, kalau begitu simbol pecahan “1/3” itu artinya apa?
Siswa
: Satu utuh dibagi atau dipecah menjadi tiga bagian sama
Guru
: Maksud saya, kalau kalian mempunyai sebuah apel, lalu makna atau arti simbol untuk pecahan 1/3 ini apa?
Siswa
: Sebuah apel dibelah jadi 3 bagian yang sama, lalu setiap bagian besarnya sama yaitu satu pertiga
Guru
: Okey, sekarang kalau Bapak punya gambar persegi; bagian persegi yang mana sehingga disebut bagian 1/3 itu, coba gambarkan?
Siswa
: Yang diarsir menyatakan bagian 1/3
Guru
: Bagaimana kalau bagian-bagian belahan tadi tidak sama besar? Apakah belahan-belahan tadi masih bisa disebut bagian 1/3 ?Perhatikan gambar
Siswa
: Bukan 1/3
Guru
: Nah, di LKS kalian ada gambar-gambar bangun datar, coba berilah tanda arsiran daerah atau bagian mana yang menyatakan pecahan 1/3 ?
Guru
: (mendekati dan mengamati siswa yang sedang berdiskusi kemudian
membimbing
Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan
siswa
melakukan
pengamatan,
14
komunikasi dan menarik kesimpulan secara jujur, bertanggung jawab dan saling bekerja sama dengan anggota kelompok) Siswa
: Subjek memberi tanda bayang-bayang atau arsiran pada setiap gambar, hasil gambarnya adalah:
Guru
: Apakah kalian bisa mengarsir untuk bagian-bagian yang lain yang menyatakan bagian 1/3?
Siswa
: Bisa Pak!
Penutup Guru
: Anak-anak, apakah kalian sekarang sudah mengetahui tentang pecahan 1/3?
Siswa
: Sudah Pak!
Guru melanjutkan kegiatan belajar mengajar dengan memberikan kuis pada siswa untuk lebih memantapkan pemahaman siswa yang dikerjakan secara mandiri.
Guru
: Karena secara umum Bapak lihat kalian sudah memahami materi pertemuan kali ini, Bapak ingin lebih memantapkan pemahaman kalian secara individu akan dilaksanakan kuis berupa tes tulis. Silahkan masukkan semua buku matematika yang ada di atas meja kalian ke dalam tas. Hanya ada satu lembar kertas dan pulpen. Bapak akan membagikan soal kuis silahkan kalian kerjakan secara mandiri dan waktu mengerjakan 15 menit.
Siswa
: Baik Pak.
Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan
15
Setelah waktu pengerjaan kuis habis, Guru kemudian mengumpulkan hasil jawaban siswa untuk dikoreksi jika sudah selesai dikerjakan. Guru
: Silahkan anak-anak kembali ketempat duduk masing-masing. Hari ini
Bapak
memberikan
pekerjaan
rumah
untuk
lebih
memantapkan pemahaman kalian mengenai pecahan. Buka buku paketnya halaman 8 Latihan 1 no 2 dan 3, halaman 9 latihan 2 no 1 dan 4. PR ini dikumpulkan pada pertemuan berikutnya. Siswa
: Iya Pak guru.
Ketua Kelas : Pada Asana. Parama Santih. Om Santih, Santih, Santih Om.
Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan
16
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan Untuk masalah pengoperasian bilangan pecahan dengan menggunakan teori
belajar Bruner, kita bisa mengaplikasikan dengan cara berikut. a. Tahap Enaktif. Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi (mengotak atik) objek. b. Tahap Ikonik Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. Penyajian pada tahap ini apat diberikan gambar-gambar. c. Tahap Simbolis Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu.
3.2 Saran Diharapkan bagi para pendidik khususnya dalam bidang matematika dapat memberikan berbagai metode dalam pembelajaran matematika yang dapat mendukung tercapainya pembelajaran matematika yang menyenangkan, aktif, efektif, dan kreatif.
.
Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan
17
DAFTAR PUSTAKA Pantazi, dkk. 2009. Elementary School Students‟ Mental Representations 0SSractions. (http://www.emis.de/proceedings/PME28/RR/RR216_ PittaPantazi.pdf, diakses tanggal 10 Januari 2014). Hudojo, Herman. 2005. Kapita Selekta Pembelajaran Matematika. Malang: IMSTEP. Soedjadi, R.. 2000. Masalah Kontekstual Sebagai Batu Sendi Matematika Sekolah. Surabaya: PSMS UNESA.