perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MENURUT PELAKSANAAN PERATURAN BANTUAN DAERAH KEUANGAN KOTA SALATIGA KEPADANOMOR PARTAI13POLITIK TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK YANG MENDAPATKAN KURSI DI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SALATIGA
TESIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Minat Utama Hukum dan Kebijakan Publik
Dosen Pembimbing : Prof. Dr. H. Setiono, SH, MS Prof. Dr. Supanto, SH, M.Hum
Oleh: WIDY HARGUS KISTYANTO S. 310907027
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PELAKSANAAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK MENURUT PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK YANG MENDAPATKAN KURSI DI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SALATIGA
Disusun Oleh: WIDY HARGUS KISTYANTO NIM. S. 310907027
Telah Disetujui Oleh Tim Pembimbing Dewan Pembimbing Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Pembimbing I
Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS. NIP. 130 345 735
.................................. ....................
Pembimbing II
Prof. Dr. Supanto, SH., M.Hum. NIP. 131 568 794
.................................. ....................
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Hukum
Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS. NIP. 130 345 735
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PELAKSANAAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK MENURUT PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK YANG MENDAPATKAN KURSI DI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SALATIGA
Disusun Oleh: WIDY HARGUS KISTYANTO NIM. S. 310907027
Telah Disetujui Oleh Tim Penguji Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Ketua
Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH.,M.Hum NIP.195712131985032991
..................................
....................
Sekretaris
Dr. I Gusti Ayu, SH., MM NIP. 197210082005012001
..................................
....................
Anggota Penguji
1. Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS.
..................................
....................
..................................
....................
NIP. 194405051969021001
2. Prof. Dr. Supanto, SH., M.Hum. NIP. 196011071986011001
Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu Hukum
Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS. NIP. 194405051969021001
commit to user
iii
.................................. ....................
perpustakaan.uns.ac.id
Direktur Program Pasca Sarjana
digilib.uns.ac.id
.................................. ....................
Prof. Drs. Suranto, Msc, PhD. NIP. 195708201985031004
PERNYATAAN Nama
: WIDY HARGUS KISTYANTO
NIM
: S. 310907027
Menyatakan
dengan
sesungguhnya
bahwa
tesis
berjudul
PELAKSANAAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK MENURUT PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA
PARTAI
POLITIK YANG MENDAPATKAN KURSI DI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SALATIGA, adalah benar – benar karya saya sendiri. Hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian hari terbukti pernyataan saya tersebut diatas tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik, yang berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, Maret 2011 Yang membuat pernyataan,
WIDY HARGUS KISTYANTO
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi banyak berkat dan rahmat-Nya, sehingga tesis yang berjudul “Pelaksanaan Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Menurut Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan Kursi Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga” ini dapat terselesaikan dengan baik Dalam penulisan tesis ini dapat berjalan lancar, penulis banyak memperoleh bantuan, dorongan, informasi dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus dan mendalam dan penghargaan kepada: 1. Prof. Dr. dr. Much Syamsulhadi, Sp.KJ (K)., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Drs. Suranto, Msc, PhD., selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Moh. Jamin, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Prof. Dr. H. Setiono, S.H, M.S selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Pembimbing I yang telah tulus dan ikhlas memberikan masukan dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini. 5. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H, M.Hum selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah mendukung dan memberikan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Prof. Dr. Supanto, S.H, M.Hum selaku pembimbing II yang banyak memberikan arahan masukan, motifasi berharga bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis. 7. Bapak/Ibu para Dosen pada Program Studi Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 8. Kedua Orang Tuaku dan Adik-Adikku tercinta yang senantiasa selalu mendoakan dan memberikan dorogan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis. 9. Istriku tercinta yang selalu sabar dan motifator terbaikku. 10. Rekan-Rekan di Sekretariat Program Studi Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan bantuan teknis dan administrasi selama penulis mengenyam pendidikan. 11. Semua pihak yang telah berperan dalam penyelesaian studi ini, yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis dengan besar hati menerima kritik, saran dan masukan yang membangun, sehingga tesis ini dapat mendekati sempurna. Demikian mudahmudahan penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Akhirnya, semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan petunjuk dan bimbingan kepada kita semua.
Surakarta,
Maret 2011
Penulis
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
.........................................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING.................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI .................................................
iv
PERNYATAAN................................................................................................
v
KATA PENGANTAR.......................................................................................
vii
DAFTAR ISI......................................................................................................
x
DAFTAR BAGAN............................................................................................
xi
DAFTAR TABEL..............................................................................................
xii
ABSTRAK.........................................................................................................
xiii
ABSTRACT....................................................................................................... BAB I. PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
8
Masalah......................................................................... B. Perumusan Masalah............................................................................... C. Tujuan Peneltian.................................................................................... D. Manfaat Penelitian................................................................................. BAB II LANDASAN TEORI
8 9
10 10
16
A. Landasan
29
Teori....................................................................................... 1. Kebijakan Publik dalam Kehidupan Politik.....................................
29 31 33
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Bekerjanya Hukum Dalam Hubungan Dengan Partai Politik............................................................................................... 3. Partai Politik Sebagai Pilar Demokrasi ...........................................
35 36
a. Pengertian Partai Politik............................................................ b. Jenis Partai Politik...................................................................... 40 c. Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik.................................. 42 d. Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Setelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik..............................................................................
42 43 44
B. Kerangka Berfikir..................................................................................
45 45
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian......................................................................................
50
B. Lokasi Penelitian................................................................................... C. Sumber Data.......................................................................................... D. Teknik Pengumpulan Data.................................................................... E. Teknis Analisis Data.............................................................................
55 55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran Umum Kota Salatiga dan Pemilu Legislatif Tahun 2004 ................................................................................................
61
62 commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Gambaran Umum Kota Salatiga................................................ b. Pemilu legislatif Tahun 2004 di Kota Salatiga.......................... 2. Laporan pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada Partai Politik di Kota Salatiga menurut Peraturan Daerah Kota Salatiga nomor 13 tahun 2007 tentang bantuan keuangan kepada Partai Politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat 64 Daerah Kota Salatiga tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
yang
berlaku.....................................................................
69
a. Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik.............................. b. Permasalahan yang ditemui di lapangan, mengapa laporan 72 pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada Partai Politik 74 di Kota Salatiga tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan 75 ketentuan
yang
berlaku............................................................... 3. Langkah yang ditempuh Pemerintah Kota Salatiga untuk mengatasi keterlambatan penyerahan Laporan Keuangan....... B. PEMBAHASAN 1. Laporan pertanggung jawaban bantuan keuangan
kepada Partai
Politik di Kota Salatiga menurut Peraturan Daerah Kota Salatiga nomor 13 tahun 2007 tentang bantuan keuangan kepada Partai Politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku................................................................................................... . 2. Tindakan yang seharusnya diambil oleh Pemerintah Kota Salatiga dalam mengatasi keterlambatan penyerahan laporan keuangan dari partai
politik
bantuan.............................................................. commit to user
ix
penerima
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan.......................................................................................
B.
Implikasi...........................................................................................
C.
Saran.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan Kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Bagan 2.
Teori Berlakunya Hukum...................................................................
19
Kerangka Berfikir...............................................................................
39
Model Analisa Interaktif..................................................................... 44
Bagan 3.
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel I. Tabel II. Tabel III. Tabel IV.
Besaran Bantuan Keuangan Yang Diterima ......................................
6
Jumlah RT dan RW di Wilayah Kota Salatiga...................................
48
DPT Pemilu Legislatif 2004...............................................................
51
Perolehan suara dan Perolehan Kursi pada Pemilu Legislatif Tahun 2004 di Kota Salatiga.......................................................................... 53 Susunan Keanggotaan Tim Penelitian dan Pemeriksaan Persyaratan Administrasi Pengajuan, Penyerahan dan Penggunaan Bantuan
Tabel V.
Keuangan............................................................................................
57
Besaran Bantuan Keuangan kepada Partai politik Tahun 2007.........
58
Data Tanggal Penyerahan Laporan Bantuan Keuangan kepada Partai Politik....................................................................................... Tabel VI. Tabel VII.
commit to user
xii
59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id ABSTRAK
Widy Hargus K, S S. 310907027, 2010. “Pelaksanaan Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Menurut Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan Kursi Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga” Tesis : Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa yang menyebabkan tidak dapat terlaksananya laporan pertanggung jawaban oleh partai politik di Kota Salatiga dan tindakan apa yang diambil oleh Pemerintah Kota Salatiga dalam mengatasi hal tersebut. Penelitian ini termasuk penelitian hukum sosiologis (empiris) atau non doktrinal dengan mendasarkan pada konsep hukum ke-5. Mengenai bentuk penelitian yang digunakan adalah diagnostik dengan analisis data menggunakan analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, analisis dan pembahasan dengan menggunakan teori bekerjanya hukum, maka dapat disimpulkan bahwa laporan penggunaan bantuan keuangan partai politik di Kota Salatiga tidak dapat berjalan sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan Kursi Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga, dimana laporan pertanggung jawaban oleh partai politik yang seharusnya telah diserahkan kepada Walikota Salatiga pada 4 (empat) bulan setelah tahun anggaran berakhir, ternyata tidak dapat terlaksana. Faktor penentu dari terlambatnya penyerahan laporan pertanggung jawaban oleh partai politik tersebut adalah sosialisasi Peraturan Daerah, waktu penyerahan bantuan keuangan, pemahaman Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007, administrasi Partai Politik, sanksi tegas mengatur keterlambatan penyerahan laporan keuangan, Status pegawai sekretriat partai politik. Hasil Kajian implementasi hukumnya sebagai berikut: Dari aspek Substansi hukum, Peraturan Daerah tersebut tidak mengatur adanya sanksi administratif maupun sanksi pidana berkaitan dengan keterlambatan penyerahan laporan pertanggung jawaban oleh partai politik sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1). Peraturan Daerah adalah produk bersama antara Lembaga Eksekutif dan Lembaga Legislatif yang notabene juga bertindak sebagai penerima bantuan, sedikit banyak ada unsur kesengajaan agar kondisi Peraturan Perundang-undangan tersebut demikian sebagaimana kelemahan yang melekat pada Peraturan Daerah tersebut. Dari Aspek Struktur Hukum, Kapasitas individu anggota Partai Politik penerima bantuan yang sekaligus merupakan anggota Legislatif menyebabkan Pemerintah Kota Salatiga hanya berharap pada niat baik partai politik penerima bantuan untuk secara sadar memenuhi kewajiban administratifnya, Faktor Budaya Politik, demokrasi ditakdirkan untuk bersifat illusive dan impossible. Illusive sebab elit sebenarnya hanya bertanggungjawab di antara mereka sendiri, tidak pernah langsung kepada rakyat yang diwakilinya (apalagi kepada Pemerintah, Penulis). Impossible sebab elit, sekali terpilih mewakili rakyat melalui Pemilu, dapat dengan mudah mengatasnamakan kepentingan pribadi (personal interest) sebagai kehendak rakyat (the will of the people). Sekalipun demikian, sistem perwakilan tetap dianggap sebagai alternatif terbaik, sebab menjamin terbentuknya representative government.
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id ABSTRACT
Hargus Widy K, S S. 310907027, 2010. "Implementation of Financial Assistance To the Political Parties Law of Town Salatiga by No. 13 of 2007 concerning Financial Aid To Political Parties Get The Seat In the House of Representatives of the Regional Municipality of Salatiga" Thesis: Graduate Program Sebelas Maret University Surakarta. This study aimed to find out what factors can really cause no accountability reports by political parties in the city of Salatiga and what action is taken by the City of Salatiga in overcoming it. This study included legal research sociological (empirical) or non-doctrinal by basing on the legal concept of the 5th. Regarding the form of diagnostic research is to analyze data using qualitative analysis. Based on the results of research, analysis and discussion by using the theory of working of the law, it can be concluded that the report on the use of financial aid a political party in the city of Salatiga can not be run in accordance with Local Rule Salatiga No. 13 of 2007 concerning Financial Aid To Political Parties Get a Seat On The Board Regional Representatives Salatiga, where accountability reports by political parties that should have been submitted to the mayor of Salatiga in 4 (four) months after the fiscal year ended, it was not possible. Determinants of delay in submission of accountability reports by the political party is to socialize the regional regulation, time of delivery of financial aid, understanding local regulation Salatiga No. 13 of 2007, the administration of political parties, strict sanctions set late submission of financial reports, personnel status sekretriat political party. Assessed by the implementation of the law as follows: From the aspect of legal substance, local regulation is no set of administrative sanctions and criminal penalties relating to late submission of accountability reports by political parties as stipulated in Article 8 paragraph (1). Local Regulations are joint products between the Executive and Legislative Institutions which incidentally also acts as a recipient of aid, to some extent there is element of premeditation for conditions such legislation such as the inherent weakness in the regional regulation. From Aspects of Legal Structure, Capacity individual members of Political Parties as well as beneficiaries who are members of the Legislative cause Salatiga City Government only hope on the good intentions of political party beneficiaries to consciously fulfill administrative obligations, Cultural Factors Politics, democracy was destined to be illusive and impossible. Illusive actually only responsible for the elite among their own, never directly to the people they represent (let alone to the Government, Author).Impossible because the elite, once chosen to represent the people through elections, can easily behalf of private interests (personal interest) as the will of the people (the earnest of the people). Even so, the system still regarded as the representative best alternative, for ensuring the establishment of representative government
commit to user
xiii
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan adalah alternatif terbaik yang dapat dilaksanakan oleh suatu negara di dalam meningkatkan taraf hidup serta mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya. Demikian juga bangsa Indonesia yang sejak mencantumkan Pembangunan Lima Tahun Pertama pada tanggal 1 April 1969 sampai sekarang tidak pernah berhenti melaksanakan program-program pembanguan demi untuk mewujudkan tujuan nasionalnya. Tujuan Nasional Bangsa Indonesia yang secara tegas tercantum pada Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 pada Alinea IV, yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan ketertiban umum, mencardaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Salah satu tujuan nasional Bangsa Indonesia seperti yang secara jelas tersebut
diatas
yaitu
Mencerdaskan
kehidupan
bangsa,
diantaranya
mencerdaskan masyarakat di bidang kehidupan berpolitik. Politik pada umumnya dapat dikatakan “bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu”1. Peran masyarakat dalam hal politik dan pemerintahan di Indonesia dapat kita lihat dengan adanya pemilihan umum secara langsung, umum, bebas rahasia. Pemilu diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang
1
Miriam Budihardjo, Demokrasi di Indonesia, Demokrasi Parlementer & Demokrasi Pancasila, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994, hlm.8
commit to user
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
demokratis, kuat, memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 22E yaitu : (1) Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. (2) Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, dan DPD. (3) Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPR dan anggota DPRD adalah partai politik. (4) Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan. (5) Pemilu diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilu yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. (6) Ketentuan lebih lanjut tentang Pemilu diatur dengan UU. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 Pasal 22E ayat (1) UUD 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (luber jurdil). Pengertian azas Pemilu adalah : 1) Langsung yaitu rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. 2) Umum yaitu pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai dengan undang-undang ini berhak mengikuti Pemilu. Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial. 3) Bebas yaitu setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya. commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Rahasia yaitu dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapapun suara diberikan. 5) Jujur yaitu dalam penyelenggaraan Pemilu, setiap penyelenggara Pemilu, aparat pemerintah, peserta Pemilu, pengawas Pemilu, pemantau Pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 6) Adil yaitu dalam penyelenggaraan Pemilu, setiap pemilih dan peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun. Pasal 5 Ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2003 menyatakan bahwa “Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/ Kota adalah Partai Politik”. Sedangkan partai politik menurut Pasal 1 UU Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara RI secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan negara melalui Pemilu. Partai politik menurut Pasal 1 Ayat (10) UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD peserta Pemilu adalah partai politik yang telah memenuhi persyaratan sebagai peserta Pemilu. Syarat sebagai peserta Pemilu dari partai politik diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003. Partai politik dapat menjadi peserta Pemilu apabila memenuhi syarat : a. Diakui keberadaannya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik; b. Memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 (dua pertiga) dari seluruh jumlah provinsi;
commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 (dua pertiga) dari jumlah kabupaten/ kota di provinsi sebagaimana dimaksud dalam huruf b; d. Memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau sekurangkurangnya 1/1.000 (seperseribu) dari jumlah penduduk pada setiap kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud dalam huruf c yang dibuktikan dengan kartu tanda anggota partai politik; e. Pengurus sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c harus mempunyai kantor tetap; f. Mengajukan nama dan tanda gambar partai politik kepada KPU. Kehadiran Partai Politik dalam sistem pemerintahan yang demokratis tidak dapat dihindari. Kemerdekaan seseorang untuk berserikat, berkumpul dan menyuarakan pendapatnya diidentikan dengan kehadiran partai politik dalam suatu pemerintahan yang demokratis. Dalam mempertahankan demokrasi kehidupan berpolitik masyarakat yang terwakilkan dalam partai politik, maka pemerintah di dalam Pasal 17 ayat (4) Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik, memberikan bantuan keuangan kepada partai politik, yang dalam pelaksanaanya didasarkan kepada Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik. Bantuan keuangan adalah bantuan yang berbentuk uang yang diberikan oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah kepada partai politik yang mendapatkan kursi lembaga perwakilan rakyat. Bantuan keuangan diberikan untuk membantu kegiatan dan kelancaran administrasi dan/atau sekretariat partai politik yang mendapatkan kursi di lembaga perwakilan rakyat berdasarkan hasil Pemilihan Umum Tahun 2004. Penggunaan bantuan keuangan kepada partai politik sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik ditujukan untuk membantu kegiatan dan kelancaran
commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
administrasi dan/atau sekretariat partai politik di antaranya diatur dalam Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 2006: 1. Honorarium 2. Uang lembur 3. Administrasi umum 4. Langganan daya dan jasa 5. Pos dan giro 6. Pemeliharaan gedung 7. Pemeliharaan data dan arsip 8. Biaya perjalanan 9. Komputer 10. Mesin tik 11. Maubiler kantor Pemerintah Kota Salatiga berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai politik, yang kemudian dilaksanakan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2005 tentang pedoman pengajuan, penyerahan dan laporan penggunaan bantuan keuangan kepada partai politik yang dirubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengajuan, Penyerahan dan Laporan Penggunaan Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik, pemerintah Kota Salatiga merealisasikan pemberian bantuan keuangan partai politik melalui Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan Kursi Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga.
commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Partai Politik yang mendapatkan kursi menurut perolehan suara dan besaran bantuan keuangan yang diterima, berdasarkan hasil Pemilihan Umum Tahun 2004 di Kota Salatiga, adalah:
Tabel I Besaran Bantuan Keuangan Yang Diterima No
Nama Partai Politik
Jumlah Perolehan
Jumlah Perolehan
Kursi
Bantuan
1
Partai Golongan Karya
6 Kursi
Rp. 124..800.000,-
2
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
4 Kursi
Rp. 83.200.000,-
3
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
4 Kursi
Rp. 83.200.000,-
4
Partai Amanat Nasional
4 Kursi
Rp. 83.200.000,-
5
Partai Demokrat
2 Kursi
Rp. 41.600.000,-
6
Partai Kebangkitan Bangsa
2 Kursi
Rp. 41.600.000,-
7
Partai Keadilan Sejahtera
2 Kursi
Rp. 41.600.000,-
8
Partai Damai Sejahtera
1 Kursi
Rp. 20.800.000,-
TOTAL
25 Kursi
Rp. 520.000.000,-
Sumber : Badan Kesbangpol dan Linmas Kota Salatiga Tahun 2007 Bantuan keuangan kepada partai politik sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu: 1. Tahap Permohonan, Penelitian dan Pemeriksaan; 2. Tahap Pencairan Bantuan; 3. Tahap Laporan Penggunaan. Laporan Penggunaan sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 adalah disampaikan kepada Walikota Salatiga melalui Kepala Kantor Kesbang dan Linmas Kota Salatiga, setelah diaudit oleh Badan commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pemeriksa Keuangan. Laporan Bantuan Keuangan tersebut diserahkan selambat-lambatnya 4 (empat) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Dalam pelaksanaannya penyerahan Laporan Pertanggungjawaban Bantuan Keuangan kepada Partai Politik tahun 2007 di Kota Salatiga, sampai dengan 4 (empat) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran 2007 (bulan Mei Tahun 2008) hanya ada 1 (satu) Partai Politik yang menyerahkan Laporan Penggunaan Bantuan Keuangan kepada Walikota Salatiga melalui Kepala Kantor Kesbang dan Linmas Kota Salatiga. Akibat yang ditimbulkan dari tidak tepat waktunya partai politik Kota Salatiga melakukan pelaporan atas bantuan keuangan yang telah diterimanya antara lain: 1. Tidak terciptanya tertib administrasi keuangan dari partai politik, yang berimbas pada terganggunya pertanggung jawaban keuangan daerah; 2. Sesuai dengan keputusan hasil rapat yang ditetapkan oleh Tim Penelitian dan Pemeriksaan Bantuan Keuangan Partai Politik Kota Salatiga, bahwa bantuan keuangan kepada partai politik Kota Salatiga belum dapat dicairkan, apabila laporan pertanggung jawaban penggunaan bantuan keuangan partai politik pada tahun anggaran yang lampau, belum diserahkan. Sehingga berakibat pada belum dapat terlaksananya bantuan keuangan kepada partai politik Kota Salatiga Tahun Anggaran 2008, Berangkat dari kenyataan diatas, dapat dilihat bahwa Peraturan Daerah Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 khususnya yang berkaitan dengan laporan pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada partai politik belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu: 1. Mengapa laporan pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada partai politik di Kota Salatiga menurut Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan Kursi Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga tidak dapat dilaksanakan? 2. Tindakan apa yang seharusnya diambil oleh Pemerintah Kota Salatiga dalam mengatasi keterlambatan penyerahan laporan keuangan tersebut?
C. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitan merupakan sasaran yang hendak dicapai sebagai pemecahan masalah yang dihadapi sekaligus untuk memenuhi kebutuhan perorangan. Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas tujuan penelitian ini adalah: 1. Tujuan Obyektif a. Mengetahui faktor apa yang menyebabkan tidak dapat terlaksananya laporan pertanggung jawaban oleh partai politik di Kota Salatiga. b. Tindakan apa yang diambil oleh Pemerintah Kota Salatiga dalam mengatasi hal tersebut.
2. Tujuan Subyektif a. Memperoleh data yang lengkap guna penyusunan tesis untuk melengkapi persyaratan dalam mencapai gelar Magister dalam Program Studi Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Kebijakan Publik di Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai penerapan teori-teori dan peraturan hukum yang ada selama menempuh studi untuk mengatasi permasalahan hukum yang ada di masyarakat. c. Membantu penulis memperkaya pengetahuan dalam menganalisis suatu penyusunan produk hukum, khususnya yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Salatiga
D. Manfaat Penelitian Setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan baik secara praktis maupun teoritis yang diambil dari hasil penelitian. Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor yang menghambat terlaksananya laporan pertanggung jawaban dari partai politik Kota Salatiga kepada Walikota Salatiga melalui Kepala Kantor Kesbang dan Linmas, sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007. 2. Manfaat Teoritis a. Dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum kebijakan publik pada khususnya. b. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan wacana bagi penegak hukum dalm mengambil kebijakan dalam hal bantuan keuangan kepada partai politik. c. Semakin memperkaya konsep-konsep dan teori-teori tentang bantuan keuangan kepada partai politik. d. Dapat dipakai sebagai respon terhadap penelitian sejenis untuk tahap berikutnya. commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. LANDASAN TEORI 1. Kebijakan Publik dalam Kehidupan Politik Mark N.Hagopian memberi batasan yang sangat lengkap mengenai partai politik sebagai suatu organisasi yang dibentuk untuk memengaruhi bentuk dan karakter kebijakan publik dalam kerangka prinsip-prinsip dan kepentingan ideologis tertentu melalui praktek kekuasaan secara langsung atau partisipasi rakyat dalam pemilihan umum2. Pengertian politik menurut Joyce Mitchell, adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk masyarakat seluruhnya3. Karl W.Deutsch memberi batasan terhadap politik sebagai pengambilan keputusan melalui sarana umum (politics is the making of decisions by publics means). Menurut Deutsch, keputusan yang dimaksud adalah keputusan mengenai tindakan umum atau nilai-nilai (public goods), yaitu mengenai apa yang dilakukan dan siapa yang mendapat apa, dalam arti politik terutama menyangkut kegiatan pemerintah4. Dalam bagian lain Harold Laswell mendefenisikan politik sebagai siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana5. Di lain pihak, Max Weber memberi defenisi tentang politik sebagai persaingan untuk membagi kekuasaan atau persaingan untuk memengaruhi pembagian kekuasaan antar negara maupun antar kelompok dalam negara. Atas dasar itu, Weber membagi negara atas tiga aspek yaitu struktur yang mempunyai fungsi berbeda, kekuasaan untuk menggunakan paksaan yang
2
Ichlasul Amal, Teori-Teori Mutakhir Partai Politik, PT Tiara Wacana Yogya, Jogjakarta, 1996, hlm.XV 3 Efriza, Ilmu Politik Dari Ilmu Sampai Sistem Pemerintahan, Alfabeta, Bandung, 2008, hlm. 10 4 Op.Cit. 5 Op.Cit. hlm.11
commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dimonopoli oleh negara dan kewenangan untuk menggunakan paksaan fisik6. Dari beberapa defenisi di atas tersirat jelas bahwa politik berkenaan dengan interaksi dalam ruang lingkup sistem politik untuk menentukan atau
mengambil
kebijakan
mengenai
persoalan
kenegaraan
atau
pemerintahan. Konsep-konsep pokok dalam politik adalah negara (state), pemerintahan (government), kekuasaan/wewenang
(power/authority),
pengambilan keputusan (decision making), kebijakan (policy/beleid), pembagian (distribution), alokasi (allocation), kelembagaan masyarakat (organization of society), kegiatan dan tingkah laku politik (political activity and behavior). Keseluruhan konsep di atas terakomodir dalam sistem politik yang oleh David Easton didefenisikan sebagai keseluruhan dari interaksi-interaksi yang mengatur pembagian nilai-nilai secara otoritatif untuk dan atas nama masyarakat7. Peran politik sebagai mekanisme dan sarana pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan publik sangatlah besar. Dengan kalimat berbeda, melalui politik, kebijakan publik diproses sedemikian rupa agar memiliki kadar legitimasi, derajat kontrol dan refresentasi (mewakili aspirasi mayoritas publik) yang kuat. Dalam kaitannya dengan derajat kontrol, maka
salah
satu
(pertanggungjawaban
dari
empat
tipe
birokrasi,
sistim
pertanggungjawaban
pertanggungjawaban
legal,
pertanggungjawaban profesional dan pertanggungjawaban politis) menurut Kumorotomo adalah pertanggungjawaban politis yang menuntut adanya daya tanggap (responsiveness) yang tinggi terhadap kepentingan publik sebagai karakteristik dari sistem pertanggungjawaban politik8. Di antara beberapa konsep di atas, dinamika kepemerintahan didominir oleh peran pengambilan keputusan dan alokasi serta distribusi 6
Op.Cit. hlm.26 Op.Cit. hlm 10-11 8 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hlm. 155. 7
commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kebijakan. Hal ini berkenaan dengan indikator keberhasilan atau kegagalan sebuah pemerintahan dalam mengemban mandat rakyat yang dipercayakan melalui mekanisme penentuan personil pemerintahan, entah melalui caracara demokratis atau non demokratis. Dalam pelaksanaan pemerintahan, suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah atau suatu perbuatan atau peristiwa tidak akan mempunyai arti atau manfaat apabila tidak diimplementasikan. Hal ini disebabkan karena implementasi terhadap kebijakan masih bersifat abstrak ke dalam realita nyata. Kebijakan yang dimaksud adalah berkaitan dengan kebijakan publik. Dengan kata lain, kebijakan berusaha menimbulkan hasil (outcome) yang dapat dinikmati terutama oleh kelompok sasaran atau target group.9 Anderson menjelaskan bahwa implikasi dari pengertian kebijakan publik itu meliputi : a.
Kebijakan
dengan
tujuan
dan
merupakan
tindakan
yang
berorientasi pada tujuan pokoknya. b.
Kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat pemerintah.
c.
Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan maksud pemerintah untuk melakukan sesuatu.
d.
Kebijakan publik bersifat positif dalam arti merupakan bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah.
e.
Kebijakan pemerintah yang positif selalu didasarkan atas Peraturan Perundang-undangan.10
9
Joko Widodo. Good Governance Telaan Dari Dimensi: Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Insan Cendekia, Surabaya, 2001, hlm.192 10 Anderson dikutip dari BambangSunggono, Hukum dan Kebijakan Publik, Insan Cendekia, Jakarta, 1997, hlm 23.
commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keputusan kebijakan dasar biasanya dalam bentuk peraturan perundang-undangan, namun dapat pula berbentuk perintah atau keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Keputusan adalah mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi dengan menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstruktur atau mengatur proses implementasinya. Proses ini berlangsung setelah melalui tahap tertentu, yaitu tahapan pengesahan undang-undang dan output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh Badan pelaksanaan. Hubungan antara peraturan yang dikeluarkan dengan institusi pemerintah sangat dekat. Suatu kebijakan tidak akan menjadi peraturan kecuali jika diformulasi, implementasi & di “enforced” oleh lembaga pemerintah. Lembaga pemerintah disini tidak hanya lembaga eksekutif dan yudikatif, tetapi juga lembaga legislatif. Dalam kelompok hukum negara, terdapat tiga lembaga yang biasanya terlibat yaitu Pemerintah (Birokrasi), Parlemen dan Pengadilan11, sehingga tidak jarang dalam pembentukan kebijakan yang nantinya akan menjadi embrio suatu peraturan terdapat unsur-unsur politik di dalamnya. Masyarakat harus patuh, karena dalam Peraturan tersebut terdapat Legitimasi Politik dan berhak memaksakan berlakunya peraturan tersebut. Secara teoritis, pemerintah seharusnya merupakan institusi yang paling berperan besar dalam pembuatan suatu keputusan, hal ini dikarenakan oleh beberapa alasan yaitu : (1) Pemerintah menguasai informasi yang paling banyak dan memiliki akses paling luas dan paling besar untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam proses pembuatan hukum; (2) Pemerintah juga yang paling tahu mengapa, untuk siapa, berapa, kapan, di mana dan bagaimana hukum itu dibuat; (3) Dalam organisasi pemerintahan terdapat banyak ahli yang memungkinkan proses pembuatan hukum itu dapat dengan mudah dikerjakan; (4) Pemerintah juga memiliki persediaan dana atau anggaran yang paling banyak untuk 11
Efriza. Op.Cit. Hlm. 142
commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membiayai segala sesuatu yang berkenaan dengan kegiatan penelitian dan perancangan suatu undang-undang; (5) Di samping itu, para anggota parlemen sendiri yang terdiri dari para politisi, memang tidak dipersyaratkan harus memiliki kualifikasi teknis sebagai perancang undang-undang, yang dapat menyebabkan perannya sebagai wakil rakyat dan fungsi parlemen sendiri sebagai lembaga perwakilan rakyat terjebak dalam segala ”All Stuff” teknalitas perancang pasal-pasal undang-undang dengan mengabaikan fungsi politiknya sebagai lembaga pengawas dan pengimbang terhadap kekuasaan pemerintah12. Memperhatikan pendapat di atas, implementasi dapat dikatakan sebagai suatu proses yang melibatkan sejumlah sumber yang di dalamnya termasuk manusia, dana, kemampuan organisasional, baik oleh pemerintah maupun swasta (individu atau kelompok) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pembuat kebijakan. 13Meskipun di dalam realitanya terdapat faktor-faktor politik yang memengaruhinya. Jadi, agar implementasi suatu kebijakan dapat terwujud perlu persiapan yang matang. Sebaliknya bagaimanapun baiknya persiapan dan perencanaan implementasi kebijakan, namun kalau tidak dirumuskan dengan baik, maka apa yang terjadi tujuan kebijakan juga akan dapat diwujudkan.
Jadi,
apabila
menghendaki
suatu
kebijakan
dapat
diimplementasikan dengan baik, harus dipersiapkan dan direncanakan dengan baik sejak tahap perumusannya atau pembuatan kebijakan publik sampai kepada antisipasi terhadap kebijakan tersebut diimplentasikan. Thomas R. Dye menjelaskan bahwa “kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan”14. Sementara itu Anderson berpendapat bahwa kebijakan merupakan arah
12
Efriza, Op.Cit. hlm. 142 Joko Widodo,op.cit., hlm 193. 14 Thomas R Dye, Understanding Publik Policy. Second Edition dikutip dari Budi Winarno, Kebijakan Publik Teori dan Proses, Buku Kita, Jakarta, 2007, hlm 17 13
commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seseorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan.15 Kebijaksanaan (policy) tidak ada pendapat yang tunggal, tetapi menurut konsep demokrasi modern kebijaksanaan negara tidaklah hanya berisi cetusan pikiran atau pendapat para pejabat yang mewakili rakyat, tetapi opini publik juga mempunyai porsi yang sama besarnya untuk diisikan dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan negara. Seperti kebijaksanaan negara harus selalu berorientasi pada kepentingan publik. Kebanyakan warga negara menaruh harapan banyak agar mereka selalu memberikan pelayanan
sebaik-baiknya,
sebagai
abdi
masyarakat
yang
selalu
memperhatikan kepentingan publik dengan semangat kepublikan (the spirit of publicness). Dalam hubungannya dengan hal di atas, Kumorotomo melihat adanya dua sisi normatif yang melekat dalam tindakan atau keputusan para pejabat negara, yaitu : a. Aspek lazim (pervasive aspect), yaitu cara-cara di mana kebijakan dan praktek pelaksanaan tugas mendukung sikap-sikap dan titik tinjauan yang memungkinkan tanggung jawab atas kinerja (answerability of performance), memperhitungkan kepentingan banyak pihak, pejabatpejabat atasan, mandat legislatif dan akhirnya kesejahteraan publik. b. Aspek
terbatas
(limited
aspect),
yaitu
cara-cara
di
mana
pertanggungjawaban moral untuk kebijakan-kebijakan yang masuk akal itu sendiri dilaksanakan, antara lain penjelasan mengenai siapa yang bertanggungjawab atas segi-segi pekerjaan, motivasional, developmental dan fungsi-fungsi disiplin dalam organisasi. Lebih lanjut Kumorotomo menjelaskan bahwa jika norma yang melekat pada pejabat negara itu dibedakan menurut ruang lingkup organisatoris maka mereka harus menaati kaidah-kaidahnya secara internal 15
James Anderson, Public Policy Making, Second Edition, dikutip dari Budi Winarno, Kebijakan Publik Teori dan Proses, Buku Kita, Jakarta, 2007, hlm 18
commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maupun eksternal. Sebagai bagian dari organisasi publik, mereka wajib menaati aturan main yang terdapat di dalamnya, dan sebagai anggota masyarakat, mereka wajib mengusahakan kesejahteraan untuk bagian terbesar masyarakat16. Dari perspektif moralisme legal, Kumorotomo melihat adanya dua konsep tuntutan yang menyangkut tindakan manusia, yaitu sisi moralis dan sisi legal. Bagi Kumorotomo, urusan-urusan publik akan dapat mencapai tujuannya apabila konsep moralisme legal mendasari tindakan dan keputusan yang diambil oleh para pejabat. Pejabat hendaknya berangkat dari asumsi bahwa hukum dan aturan senantiasa terlambat jika dibandingkan dengan berkembangnya masalah-masalah baru dalam kehidupan masyarakat modern. Karena itu, mereka harus siap untuk mengambil yurisprudensi baru dan kebijakan-kebijakan taktis berdasarkan cita-cita kebaikan masyarakat17.
2. Bekerjanya Hukum Dalam Hubungannya Dengan Partai Politik Menurut Miriam Budiardjo partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai serta cita-cita yang sama dan mempunyai tujuan untuk memeroleh kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, melaksanakan kebijakankebijakan mereka18. Dengan demikian, dari defenisi di atas menjadi sangat jelas bahwa muara akhir atau tujuan tertinggi partai politik adalah melaksanakan kebijakan-kebijakan melalui sarana kekuasaan politik yang telah diperolehnya, di mana sarana kekuasaan tersebut dilaksanakan di atas legalitas aturan-aturan hukum yang telah disepakati bersama dan karenanya bersifat absah. 16
Kumorotomo, Op. Cit. Hlm 139. Op. Cit. Hlm 158-159. 18 Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, PT Gramedia Pustaka utama, Jakarta, 1994. Hlm. 198-200. 17
commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Budiardjo lebih lanjut menjelaskan bahwa melalui aspirasi yang diterimanya dari para konstituennya, partai politik menyampaikan kepada pemerintah dalam bentuk tuntutan untuk pada gilirannya dikonversi menjadi kebijakan umum. Proses merumuskan kepentingan (interest articulation) harus memerhatikan pula aneka aspirasi lain yang variatif, dikombinasikan atau digabung (interest aggregation) sehingga menjadi sebuah kebijakan publik yang merupakan hasil optimal yang relatif refresentatif mewakili kepentingan umum secara luas. Dalam menjalankan kedua fungsi di atas, partai politik sering disebut sebagai perantara (broker) dalam suatu bursa ide-ide (clearing house of ideas). Kadangkadang juga dikatakan bahwa partai politik bagi pemerintah bertindak sebagai alat pendengar, sedangkan bagi masyarakat sebagai alat pengeras suara19. Meskipun demikian menurut Budiardjo, tidak dapat disangkal bahwa ada kalanya partai politik mengutamakan kepentingan partai di atas kepentingan nasional. Loyalitas yang diajarkan adalah loyalitas kepada partai, melebihi loyalitas terhadap negara20. Di dalam Pembukaan maupun pasal-pasal dalam Batang Tubuh UUD 1945 memang tidak disebutkan secara eksplisit bahwa Indonesia adalah negara hukum, meskipun di dalam penjelasannya dikatakan bahwa negara
kita
berdasarkan
atas
hukum
(rehcstaat).
Akan
tetapi
sesungguhnya, gagasan utama dan aturan-aturan dasar yang melandasi terebentuknya Republik Indonesia adalah sesuai dengan cita-cita negara hukum. Hal ini sejalan dengan pernyataan dalam penjelasan umum UUD 1945 bahwa untuk menyelidiki hukum dasar (droit Constitutionelle) suatu negara tidak cukup dengan menyelidiki pasal-pasal undang-undang dasarnya (loi constitutionelle), tetapi harus menyelidiki juga bagaimana 19
Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, Op. Cit. Hlm. 201. 20 Op.Cit. Hlm.202
commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
prakteknya dan bagaimana suasana kebatinannya (geistlichen hintergrund) dari Undang-undang Dasar itu. Suatu peraturan yang dibuat atau dikeluarkan tentunya berisi harapan-harapan yang hendaknya dilakukan oleh subyek hukum sebagai pemegang peran. Namun bekerjanya harapan itu tidak ditentukan hanya oleh kehadiran peraturannya sendiri, melainkan juga oleh beberapa faktor lain. Faktor yang ikut menentukan bagaimana respon yang akan diberikan oleh pemegang peran, antara lain sanksi-sanksi yang terdapat di dalamnya, aktivitas dari lembaga pelaksana hukum, dan seluruh kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang bekerja atas diri pemegang peranan itu. Perubahan-perubahan itupun juga disebabkab oleh berbagai reaksi yang ditimbulkan oleh pemegang peran terhadap pembuat undang-undang dan birokrasi. Sistem hukum merupakan cerminan dari nilai-nilai dan standar elit masyarakat, masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri sesuai dengan kepentingan kelompok mereka. Berbicara masalah hukum pada dasarnya membicarakan fungsi hukum di dalam masyarakat. Karena kebijakan dalam bidang hukum akan berimplikasi kepada masalah politik yang syarat dengan diskriminasi terhadap kelompok lain. Untuk memahami bagaimana fungsi hukum itu, ada baiknya dipahami terlebih dahulu bidang pekerjaan hukum. Selanjutnya dikatakan bahwa pelaksanaan penegakan hukum adalah pelaksanaan suatu kebijakan atau suatu komitmen yang bersangkutan dengan lima faktor pokok yaitu : a. Faktor hukumnya sendiri b. Faktor penegak hukum c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum d. Faktor masyarakat yakni lingkungan di mana hukum berlaku atau diterapkan commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Faktor budaya, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat, karena merupakan esensi dari penegakan hukum dan merupakan tolok ukur dari efektivitas penegakan hukum21. Adapun pengaruh kekuatan-kekuatan sosial dalam bekerjanya hukum ini, secara jelas Robert B. Seidman menggambarkannya dalam bagan berikut ini 22. Bekerjanya kekuatan-kekuatan personal & sosial
Pembuat Undang-Undang Umpan Balik
Umpan Balik Norma
Peran yg dimainkan
Penegakan hukum
Pemegang Peran Penerapan Sanksi
Bekerjanya kekuatan-kekuatan personal & sosial
Bekerjanya kekuatan-kekuatan personal & sosial
Umpan Balik Gambar 1. Berlakunya Hukum
21
Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1983, hlm 8 22 William J Chambliss & Robert B.Seidman, Law Order and Power, dikutip dari EsmiWarassih. Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT Suryandaru Utama, , Semarang, 2005 hlm.12
commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bagan di atas mengambarkan pengaruh-pengaruh kekuatan sosial bekerja dalam tahapan pembuatan undang-undang. Kekuatan sosial itu akan terus berusaha masuk dan mempengaruhi tiap proses legislasi secara efektif dan efesien. Peraturan perundangan yang dihasilkan itu bakal menimbulkan hasil yang diinginkan, tetapi efeknya sangat tergantung pada kekuatan sosial yang melingkupinya. Termasuk kompleks tatanan lain yang telah dibicarakan dan dari arah panah-panah, tersebut, diketahui bahwa hasil akhir dari pekerjaan tatanan dalam masyarakat tidak bisa hanya dimonopoli oleh hukum. Tingkah laku rakyat tidak hanya ditentukan oleh hukum, melainkan juga oleh kekuatan sosial lainnya yang tidak lain berarti kedua tatanan yang lain. Melihat permasalahan dalam gambaran yang diberikan oleh Chambliss dan Seidman tersebut, memberi perspektif dalam pemahaman hukum23. Bagan itu diuraikan di dalam dalildalil sebagai berikut : a.
Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaimana seorang pemegang peranan (role occupant) itu diharapkan bertindak.
b.
Bagaimana seorang pemegang peranan itu akan bertindak sebagai suatu respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturanperaturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas dari lembaga-lembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik dan lainnya mengenai dirinya.
c.
Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturanperaturan yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksi, keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan-umpan balik yang datang dari para pemegang peranan.
d.
Bagaimana para pembuat undang-undang itu akan bertindak merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku,
23
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Cetakan kelima, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm.21
commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik, ideologi, dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan-umpan balik yang datang dari pemegang peranan serta birokrasi. Untuk melihat bekerjanya hukum sebagai suatu pranata di dalam masyarakat, maka perlu dimasukkan satu faktor yang menjadi perantara yang memungkinkan terjadinya penerapan dari norma-norma hukum itu. Dalam kehidupan masyarakat, maka regenerasi atau penerapan hukum itu hanya dapat terjadi melalui manusia sebagai perantaranya. Masuknya faktor manusia ke dalam pembicaraan tentang hukum, khususnya di dalam hubungan dengan bekerjanya hukum itu, membawa kepada penglihatan mengenai hukum sebagai karya manusia di dalam masyarakat, maka tidak dapat membatasi masuknya pembicaraan mengenai faktor-faktor yang memberikan beban pengaruhnya (impact) terhadap hukum, yang meliputi : a.
Pembuatan Hukum Apabila hukum itu dilihat sebagai karya manusia maka pembicaraannya juga sudah harus dimulai sejak dari pembuat hukum. Jika masalah pembuatan hukum itu hendak dilihat dalam hubungan dengan bekerjanya hukum sebagai suatu lembaga sosial, maka pembuatan hukum itu dilihat sebagai fungsi masyarakatnya. Di dalam hubungan
dengan
masyarakat, pembuatan
hukum merupakan
pencerminan dari model masyarakatnya. Menurut Chamblis dan Seidman, ada (dua) model masyarakat24, yaitu: (1)
Model masyarakat yang berdasarkan pada basis kesepakatan akan nilai-nilai (value consesnsus). Masyarakat yang demikian itu akan sedikit sekali mengenal adanya konflik-konflik atau ketegangan di dalamnya sebagai akibat dari adanya kesepakatan
24
Satjipto Rahardjo,. Hukum Dan Masyarakat, Bandung, Angkasa, 1986, hlm 49
commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengenai nilai-nilai yang menjadi landasan kehidupannya, dengan demikian masalah yang dihadapi oleh pembuatan hukum hanyalah menetapkan nilai-nilai apakah yang berlaku di dalam masyarakat itu. (2)
Masyarakat dengan model konflik. Dalam hal ini masyarakat dilihat sebagai suatu perhubungan di mana sebagaian warganya mengalami tekanan-tekanan oleh sementara warga lainnya. Perubahan dan konflik-konflik merupakan kejadian yang umum. Nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat berada dalam situasi konflik satu sama lain, sehingga ini juga akan tercermin dalam pembuatan hukumnya,
b.
Pelaksanaan Hukum (Hukum Sebagai Suatu Proses) Hukum tidak dapat bekerja atas kekuatannya sendiri, melainkan hukum hanya akan dapat berjalan melalui manusia. Manusialah yang menciptakan hukum, tetapi juga untuk pelaksanaan hukum yang telah dibuat itu masih diperlukan adanya beberapa langkah yang memungkinkan ketentuan hukum dapat dijalankan. Pertama, harus ada pengangkatan pejabat sebagaimana ditentukan dalam peraturan hukum. Kedua, harus ada orang-orang yang melakukan perbuatan hukum. Ketiga, orang-orang tersebut mengetahui adanya peratuarn tentang keharusan bagi mereka untuk menghadapi pegawai yang telah ditentukan untuk mencatatkan peristiwa hukum tersebut25,
c.
Hukum dan Nilai-Nilai di dalam Masyarakat Hukum menetapkan pola hubungan antar manusia dan merumuskan nilai-nilai yang diterima oleh masyarakat ke dalam bagan-bagan. Dalam masyarakat ada norma-norma yang disebut sebagai norma yang tertinggi atau norma dasar. Norma ini adalah yang paling menonjol. Seperti halnya dengan norma, maka nilai itu
25
Op Cit; hlm 71
commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diartikan sebagai suatu dalam sistem itu. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup living law (hukum yang hidup), dan bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang atau law in the books. Komponen substansi yaitu sebagai output dari system hukum yang berupa peraturan-peraturan, keputusan-keputusan yang digunakan baik oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur26.
Pemikiran dan pendapat ini sedikit banyak menjadi penentu jalannya proses hukum. Jadi, dengan kata lain, kultur hukum adalah suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau disalahgunakan. Tanpa kultur hukum, maka sistem hukum itu sendiri tidak akan berdaya sama sekali. Komponen kultur yaitu terdiri dari nilai-nilai dan sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum yaitu kultur hukum. Kultur hukum inilah yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah laku hukum seluruh warga masyarakat27. Kesimpulannya ketiga komponen yang terkandung dalam sistem hukum itu adalah : a.
Struktur hukum diibaratkan sebagai mesin.
b.
Substansi hukum adalah apa yang dikerjakan dan dihasilkan oleh mesin itu.
c.
Kultur hukum adalah apa saja atau siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan dan mematikan mesin itu serta memutuskan bagaimana mesin itu digunakan28.
26
Esmi Warasih, op.cit, hlm 30 ibid 28 Esmi Warasih, op.cit, hlm 81-82 27
commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Paul dan Dias mengajukan 5 syarat yang harus dipenuhi untuk mengefektifkan sistem hukum, yaitu: a.
Mudah tidaknya makna aturan-aturan hukum itu untuk ditangkap dan dipahami.
b.
Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan-aturan hukum yang bersangkutan.
c.
Efesien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum.
d.
Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, melainkan juga harus cukup efektif dalam menyelesaikan sengketa-sengketa.
e.
Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga masyarakat bahwa berdaya kemampuan yang efektif29. Sistem hukum merupakan cerminan dari nilai-nilai dan standar elit
masyarakat, masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri sesuai dengan kepentingan kelompok mereka. Kebijakan dalam diskriminasi terhadap kelompok lain. Pemahaman terhadap fungsi hukum itu, tidak lepas dari pengertian pekerjaan hukum. Sedikitnya ada 4 bidang pekerjaan yang dilakukan oleh hukum, yaitu : a.
Merumuskan hubungan-hubungan di antara anggota masyarakat dengan menunjukkan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan yang boleh dilakukan.
b.
Mengalokasikan dengan menegaskan siapa saja yang boleh melakukan kekuasaan atau siapa berikut prosedurnya.
c.
Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat.
d.
Mempertahankan kemampuan adaptasi masyarakat dengan cara mengatur kembali hubungan-hubungan dalam masyarakat dengan
29
Clarence J Dias, Research on Legal Services And Proverty, its Relevance to the Design of Legal Services Program in Developing Country, dikutip dari Esmi Warassih, op.cit, hlm 105-106
commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menunjukkan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan yang boleh dilakukan. Implementasi hukum yang hendak diwujudkan sesuai pendapat Lon L. Fuller,30 ukuran mengenai adanya suatu sistem hukum yang baik didasarkan atas delapan asas yang disebut ”Principles of Legality”, yaitu : a.
Suatu sistem hukum harus mengandung suatu peraturan-peratuarn, tidak boleh, mengandung sekedar keputusan-keputusan yang bersifat ad hoc.
b.
Peraturan-peraturan yang telah dibuat harus diumumkan.
c.
Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut, oleh karenanya apabila ada yang demikian itu wajib ditolak, maka peraturan itu bilamana dipakai menjadi pedoman tingkah laku, membolehkan peraturan itu secara berlaku surut berarti akan merusak integritas peraturan yang ditujukan untuk berlaku bagi waktu yang akan datang.
d.
Peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti.
e.
Suatu sistem hukum tidak boleh mengandung peraturan yang bertentangan satu sama lain.
f.
Perturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan.
g.
Tidak boleh ada kebiasaan untuk merubah peraturan sehingga menyebabkan seseorang akan kehilangan orientasi.
h.
Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaannya sehari-hari.
30
Lon L. Fuller, The Morality of Law, dikutip dari Esmi Warassih, op.cit, hlm. 31.
commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pembentukan hukum selalu mempertimbangkan dan mencerminkan model-model
masyarakatnya.
Pertama,
berdasarkan
pada
basis
kesepakatan akan nilai-nilai (value consensus). Kedua adalah masyarakat dengan model konflik, masyarakat dengan model tanpa konflik atau masyarakat dengan kesepakatan nilai-nilai adalah masyarakat dengan tingkat perkembangan yang sederhana. Sebaliknya masyarakat dengna landasan konflik nilai-nilai adalah suatu masyarakat yang tingkat perkembangannya lebih maju dan telah mengalami pembagian kerja secara lebih lanjut. Ada dua fungsi yang dapat dijalankan oleh hukm di dalam masyarakat yaitu, pertama sebagai sarana kontrol sosial dan kedua, sebagai sarana untuk melakukan social engineering. Proses sosial engineering dengan hukum ini oleh Chamblis dan Seidman dibayangkan (Efektivitas menanamkan
kekuatan
yang
menentang
unsur-unsur
baru)
dari
masayarakat dalam proses perkembangan kecepatan menanam unsur-unsur yang baru. Perubahan-perubahan yang dikehendaki itu apabila berhasil pada akhirnya akan melembaga sebagai pola-pola tingkah laku yang baru di masyarakat31 Ada dua fungsi yang dapat dijalankan oleh hukum di dalam masyarakat yaitu, pertama sebagai sarana kontrol sosial dan kedua, sebagai sarana untuk melakukan social engineering. Proses social engineering dengan hukum ini merupakan proses perkembangan kecepatan menanam unsur-unsur yang baru. Perubahan-perubahan yang dikehendaki itu apabila berhasil pada akhirnya akan melembaga sebagai pola-pola tingkah laku yang baru di masyarakat. Sistem hukum dapat dikatakan efektif bila perilaku-perilaku manusia di dalam masyarakat sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh aturan
31
Satjipto Rahardjo, op.cit, hlm. 119-120
commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang berlaku. Dalam hubungan ini Fuller.32 ,mengajukan lima syarat yang harus dipenuhi dalam rangka untuk mengefektifkan sistem hukum, yaitu : a.
Mudah tidaknya makna aturan-aturan hukum itu untuk ditangkap dan difahami.
b.
Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan-aturan hukum yang bersangkutan.
c.
Efesien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum
d.
Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, melainkan juga harus cukup efektif dalam penyelesain sengketa-sengketa.
e.
Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga masyarakat bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu memang sesungguhnya berdaya kemampuan yang efektif. Menurut Soerjono Soekanto, faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi hukum antara lain : a.
Hukum/undang-undang dan peraturannya
b.
Penegakan hukum (pembentuk hukum maupun penetapan hukum)
c.
Sarana/fasilitas pendukung
d.
Masyarakat
e.
Budaya hukum (legal culture). Hukum mempunyai pengaruh langsung di dalam mendorong
terjadinya perubahan sosial. Cara-cara memengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu dinamakan social engineering atau social planning
33
. Agar hukum benar-benar dapat
32
Clarence J Dias, Research on Legal Services And Proverty, its Relevance to the Design of Legal Services Program in Developing Country, dikutip dari Esmi Warassih, op.cit, hlm 105-106 33
Soekanto, Soerjono. Perspektif Teoritis Studi hukum Dalam Masyarakat, PT Rajawali, Jakarta, 1993, hlm 5
commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memengaruhi perlakuan warga masyarakat maka perlu dipahami bahwa setiap masyarakat yang menghendaki adanya tertib hukum, syarat utamanya bahwa setiap keputusan yang menimbulkan hukum positif yang baru harus diberikan oleh yang berwenang dan asas ini merupakan hal yang mutlak perlu. Apabila syarat tersebut tidak dipegang teguh, berarti bahwa untuk menimbulkan keputusan itu boleh dilakukan oleh siapapun juga, maka akan terjadi ketidakpastian hukum. Dalam masyarakat itu akan terjadi suatu kekusutan hukum dalam arti para anggota masyarakatnya dan para anggota pelaksanaan dalam kesatuannya, tidak tahu lagi keputusan siapakah yang seharusnya ditaati untuk
dilaksanakan atau setidak-tidaknya dihormati berlakunya.
Kekusutan itu akan terjadi apabila ada dua lebih keputusan yang satu dengan yang lainnya saling bertentangan bunyinya. Pembagian wewenang terutama dalam bidang-bidang yang dapat menimbulkan keputusan-keputusan hukum harus jelas dan lengkap dan digambarkan dalam sistem ketatanegaraannya atau lebih luas atas hukumnya, dalam hal ini yaitu aturan-aturan dan ketentuan-ketentuannya. Pembagian ini tidak hanya berlaku untuk kewenangan-kewenangan tingkat terbawah. Dengan adanya pembagian kewenangan yang jelas dan lengkap ini maka setiap penyalahgunaan wewenang dapat dibatasi, terutama adanya macam penyalahgunaan wewenang sendiri dan penyalahgunaan wewenang yang menyerobot kewenangan Badan lain. Guna menekan terjadinya penyalahgunaan wewenang, maka secara materiil, bentuk keputusan penguasa yang lebih rendah tidak boleh mengandung materi yang bertentangan dengan materi yang dimuat di dalam suatu keputusan penguasa yang lebih tinggi. Apabila ada lebih dari satu peraturan atau ketetapan ternyata materinya saling bertentangan satu sama lainnya dan ternyata masing-masing peraturan atau ketetapan tersebut mempunyai tingkat yang sama, maka yang diperlakukan adalah peraturan atau ketetapan yang dikeluarkan belakangan. commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Partai Politik Sebagai Pilar Demokrasi a. Pengertian Partai Politik Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah mengubah secara signifikan sistem Ketatanegaraan Indonesia yang mengharuskan dirubahnya peraturan di bawahnya antara lain Undang-Undang tentang Partai Politik. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik yang ditetapkan untuk dapat menggantikan UndangUndang Nomor 2 Tahun 1999 yang tidak sesuai lagi dengan perubahan ketatanegaraan dan perkembangan kemasyarakatan. Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 dicantumkan bahwa pengertian dari Partai Politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok Warga Negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan Negara melalui Pemilu. Menurut Ichlasul Amal, Partai politik merupakan keharusan dalam kehidupan politik modern yang demokratis. Sebagai suatu organisasi,
partai
politik
secara
ideal
dimaksudkan
untuk
mengaktifkan dan memobilisasi rakyat, mewakili kepentingan tertentu, memberikan jalan kompromi bagi pendapat yang saling bersaing, serta menyediakan secara maksimal kepemimpinan politik secara sah (legitimate) dan damai34. Dalam pengertian modern, partai politik merupakan “suatu kelompok yang mengajukan calon-calon bagi pejabat publik untuk dipilih oleh rakyat, sehingga dapat memengaruhi tindakan-tindakan pemerintahan. Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas, maka basis ideologi dan kepentingan yang diarahkan untuk memperoleh kekuasaan. Tanpa elemen tersebut, partai politik tidak akan mampu mengidentifikasikan dirinya dengan para pendukungnya. Selain itu,
34
Ichlasul Amal, Teori-teori Mutakhir Partai Politik, PT Tiara Wacana, Yogya, 1996, hlm.xv
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dari definisi partai politik di atas juga menunjukkan kedudukan partai politik sebagai: 1) Salah satu wadah atau sarana partisipasi politik rakyat; 2) Perantara
antara
kekuatan-kekuatan
sosial
dan
kekuatan
pemerintah. 35 Sigmund Neumann sebagaimana dikutif oleh Budiardjo mengatakan bahwa partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada menguasai kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk memeroleh dukungan rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda36. Dengan demikian partai politik merupakan perantara yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial dengan lembaga pemerintahan yang resmi dan yang mengaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat politik yang lebih luas, atau dalam pandangan Kay Lawson 37diterminilogikan sebagai linkage. Dalam Negara demokratis, partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi, antara lain fungsi komunikasi politik, artikulasi dan agregasi kepentingan, rekruitmen/kaderisasi politik, sarana pengatur konflik (conflict management) serta pendidikan/sosialisasi politik. Dalam konteks ini partai politik berperan sebagai jembatan antara mereka yang memerintah (the rulers) dengan masyarakat politik yang diperintah (the ruled).
35
Fadjar, Mukhtie. Partai Politik dalam Perkembangan Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Institute of Stengthening Transtition Society Studies (In-TRANS Publising) Malang, 2008, hlm.15-17. 36 Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, Op. Cit. Hlm. 200 37 Ichlasul Amal, Op.Cit. hlm. Xix.
commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sampai dengan saat ini, partai politik diakui sebagai salah satu pilar utama dari empat pilar dalam mainstream demokrasi modern, oleh karenanya partai politik memberi pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan berpemerintahan, terlepas dari kenyataan aktual bahwa terkadang partai politik dalam prakteknya justru menjadi pihak pertama yang menciderai demokrasi itu sendiri.
b. Jenis Partai Politik Berdasarkan tingkat komitmen partai politik terhadap ideologi dan kepentingan, Amal mengklasifikasikan partai politik kedalam lima jenis:38 1) Partai Proto adalah tipe awal partai politik sebelum mencapai tingkat perkembangan yang muncul dewasa ini di Eropa Barat dari abad pertengahan sampai dengan akhir abad ke-19. Ciri paling awal dari partai porto adalah pembedaan antara anggota dan nonanggota. Masih belum tampak sebagai partai modern, tapi hanya merupakan faksi-faksi yang dibentuk berdasarkan ideologi yang ada dalam masyarakat. 2) Partai Kader Merupakan perkembangan lebih lanjut dari partai proto, muncul sebelum diterapkan hak pilih secara luas bagi rakyat, sehingga sangat tergantung masyarakat kelas menengah ke atas yang mempunyai hak pilih, keanggotaan yang terbatas, kepemimpinan, serta pemberi dana. Tingkat organisasi dan ideologi masih rendah. 38
Ichlasul Amal, Teori-teori Mutakhir Partai Politik, dikutip dari: Fadjar, Mukhtie. Partai Politik dalam Perkembangan Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Institute of Stengthening Transtition Society Studies (In-TRANS Publising) Malang, 2008, hlm.17-19.
commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ideologi yang dianut konservatisme ekstrim atau
reformisme
moderat, partai kader tidak perlu organisasi besar yang memobilisasi massa. 3) Partai Massa Partai ini muncul setelah terjadi perluasan hak pilih rakyat, sehingga dianggap sebagai suatu respon politik dan organisasi bagi perluasan hak pilih. Kalau partai proto dan partai kader muncul dari dalam parlemen dan memiliki basis pendukung kelas menengah ke atas dengan tingkat organisasi dan ideologi rendah, partai massa berdiri di luar parlemen dengan basis massa yang luas dengan ideologi yang kuat
untuk memobilisasi massa
dengan organisasi yang rapi. Tujuan utamanya bukan untuk sekedar memperoleh kemenangan tetapi juga memberikan pendidikan politik bagi rakyat/anggota. 4) Partai Diktatorial Partai ini merupakan suatu tipe dengan partai massa, tetapi memiliki ideologi yang lebih kaku dan radikal. Kontrol terhadap anggota dan rekruitman anggota sangat ketat (selektif) karena dituntut kesetiaan dan komitmen terhadap ideologi. 5) Partai catch-all Partai ini merupakan gabungan partai massa dan partai kader. Istilah catch all pertama kali ditemukan dari Otto Kirchheimer untuk memberikan tipologi pada kecenderungan partai politik di Eropa Barat Pasca Perang Dunia II. Tujuan utama partai ini adalah memenangkan pemilihan umum dengan menawarkan program dan keuntungan bagi anggotanya sebagai ganti ideologi yang kaku. Aktivitas partai ini erat kaitannya dengan kelompok kepentingan dan kelompok penekan.
commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Bantuan Keuangan kepada Partai Politik Bantuan
Keuangan
adalah
bantuan
berbentuk
uang
yang
diberikan oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah kepada partai politik yang mendapatkan kursi di lembaga perwakilan rakyat. Bantuan keuangan kepada partai politik diberikan pemerintah untuk membantu kegiatan dan kelancaran administrasi dan/atau sekretariat partai politik. Bantuan keuangan tersebut diberikan kepada partai politik yang mendapatkan kursi di Lembaga Perwakilan Rakyat/ Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah hasil Pemilihan Umum Tahun 2004 dan diberikan setiap tahun anggaran. Besarnya bantuan keuangan kepada partai politik disesuaikan dengan kemampuan APBD ditetapkan dengan peraturan daerah. Besarnya bantuan keuangan kepada partai politik untuk setiap kursi di tingkat kabupaten/kota tidak melebihi bantuan keuangan yang diberikan kepada partai politik tingkat provinsi didasarkan pada pertimbangan bahwa volume kegiatan sekretariat partai politik
tingkat
provinsi
dan kabupaten/kota tidak sama dengan
kegiatan partai politik tingkat pusat. 1) Tahap Pengajuan Pengajuan
bantuan
keuangan
di
tingkat
kabupaten/kota
disampaikan secara tertulis oleh dewan pimpinan daerah partai politik di tingkat kabupaten/kota atau sebutan lainnya yang sah kepada bupati/walikota. dengan persyaratan: a) Pengajuan bantuan keuangan ditandatangani oleh ketua dan sekretaris atau sebutan lainnya yang sah. b) Pengajuan bantuan keuangan harus dilengkapi dengan dokumen
pengesahan
dari
Daerah Kabupaten/Kota. commit to user
Komisi
Pemilihan Umum
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Surat keputusan DPP partai politik yang menetapkan susunan kepengurusan DPC Partai Politik tingkat kabupaten/kota yang dilegalisir oleh ketua umum dan sekretaris jenderal DPP partai politik atau sebutan lainnya; d) Foto copy surat keterangan NPWP yang dilegalisir pejabat yang berwenang; e) Surat keterangan autentikasi hasil penetapan perolehan kursi partai politik di DPRD tingkat kabupaten/kota yang dilegalisir Ketua atau Sekretaris Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota. f) Surat pernyataan partai politik yang menyatakan bersedia dituntut sesuai peraturan perundangan apabila memberikan keterangan yang tidak benar yang ditandatangani ketua dan sekretaris DPC atau sebutan lainnya di atas materai dengan menggunakan kop surat partai politik. Penelitian dan pemeriksaan kelengkapan administrasi pengajuan, penyerahan dan penggunaan bantuan keuangan kepada partai politik tingkat kabupaten/kota dilakukan oleh Tim Penelitian
dan
Pemeriksanaan
Persyaratan
Administrasi
Pengajuan, Penyerahan dan Penggunaan Bantuan Keuangan kepada Partai Politik di tingkat Kabupaten/Kota, yang dibentuk berdasarkan Keputusan Bupati/Walikota yang diketuai Kepala Badan/Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik atau sebutan lainnya dan
anggotanya
terdiri
dari
Komisi
Pemilihan
Umum
Kabupaten/Kota dan unsur Sekretariat Daerah. 2) Tahap Penyerahan Bantuan Keuangan Penyerahan bantuan keuangan kepada partai politik tingkat
kabupaten/kota dilakukan oleh
bupati/walikota
atau
pejabat yang ditunjuk kepada ketua dan bendahara atau sebutan commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lainnya yang sah dengan berita acara serah terima. Penyerahan bantuan dilaksanakan dengan persyaratan administrasi: a) Surat keterangan bank yang menyatakan memiliki nomor rekening bank atas nama DPC partai politik; b) Surat tanda terima uang bantuan yang dibuat dalam bentuk kwitansi ditandatangani di atas materai oleh Ketua dan Bendahara DPC partai politik dengan menggunakan kop surat dan cap stempel partai politik; c) Berita acara serah terima dibuat dalam rangkap 4 (empat) yang tandatangani oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten/Kota atau sebutan lainnya sebagai pihak pertama dan oleh Ketua dan Bendahara DPC partai politik atau sebutan lainnya sebagai pihak kedua; 3) Tahap Laporan Penggunaan Bantuan Keuangan Laporan penggunaan politik
tingkat
bantuan keuangan kepada partai
kabupaten/kota
disampaikan
kepada
bupati/walikota melalui Kepala Badan/Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik atau sebutan lainnya paling lambat 4 (empat) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.
Setelah diaudit oleh Badan
Pemeriksa Keuangan39 dan tembusannya disampaikan kepada Gubernur dan Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota. d. Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Setelah Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik merupakan produk bersama antara lembaga Legislatif dan Eksekutif menggantikan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002. Perubahan ini 39
Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengajuan, Penyerahan dan Laporan Penggunaan Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik.
commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
juga berimbas pada mekanisme dan besaran Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik, jika dalam Undang Undang Nomor 31 Tahun 2002 diatur bahwa besaran bantuan keuangan diberikan berdasarkan kursi yang diperoleh di lembaga legislatif, maka Undang Undang Nomor 2 Tahun 2008 diatur bahwa besaran bantuan keuangan didasarkan kepada jumlah suara yang diperoleh pada Pemilu Legislatif Tahun 2009. Pelaksanaan bantuan keuangan kepada partai politik kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik. B. KERANGKA BERFIKIR Pada salah satu tujuan nasional Bangsa Indonesia seperti yang secara jelas tersebut di atas yaitu Mencerdaskan kehidupan bangsa, yang di antaranya mencerdaskan masyarakat di bidang Politik. Peran masyarakat dalam hal politik dan pemerintahan di Indonesia dapat kita lihat dengan adanya Pemilihan Umum secara Langsung, Umum, Bebas Rahasia. Pemilu diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, memeroleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Kehadiran partai politik dalam sistem pemerintahan yang demokratis tidak dapat dihindari. Kemerdekaan seseorang untuk berserikat, berkumpul dan menyuarakan pendapatnya diidentikan dengan kehadiran partai politik dalam suatu pemerintahan yang demokratis. Dalam mempertahankan demokrasi kehidupan berpolitik masyarakat yang terwakilkan dalam partai politik, maka pemerintah di dalam Pasal 17 ayat (4) Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik, memberikan bantuan keuangan kepada partai politik, yang dalam pelaksanaanya didasarkan kepada Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik.
commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bantuan keuangan adalah bantuan yang berbentuk uang yang diberikan oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah kepada partai politik yang mendapatkan kursi Lembaga Perwakilan Rakyat. Bantuan Keuangan diberikan untuk membantu kegiatan dan kelancaran administrasi dan/atau sekretariat partai politik yang mendapatkan kursi di Lembaga Perwakilan Rakyat berdasarkan hasil Pemilihan Umum Tahun 2004. Pemerintah Kota Salatiga merealisasikan dasar pemberian Bantuan Keuangan Partai Politik melalui Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan Kursi Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga. Bantuan keuangan kepada partai politik sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu: 1. Tahap permohonan, Penelitian dan Pemeriksaan; 2. Tahap pencairan bantuan; 3. Tahap Laporan Penggunaan. Tahap Laporan Penggunaan sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 adalah disampaikan kepada Walikota Salatiga melalui Kepala Kantor Kesbang dan Linmas Kota Salatiga, selambat-lambatnya 4 (empat) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Dalam pelaksanaannya penyerahan Laporan Pertanggungjawaban Bantuan Keuangan kepada partai politik tahun 2007 di Kota Salatiga, sampai dengan 4 (empat) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran 2007 (bulan Mei Tahun 2008) hanya ada 1 (satu) Partai Politik yang menyerahkan Laporan Penggunaan Bantuan Keuangan kepada Partai Politik kepada Walikota Salatiga melalui Kepala Kantor Kesbang dan Linmas Kota Salatiga. Berangkat dari kenyataan di atas, dapat dilihat bahwa Peraturan Daerah Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 khususnya yang berkaitan dengan laporan pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada partai politik tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. commit to user
Faktor-faktor penghambat
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyerahan laporan pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada partai politik tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, yaitu: 1. Peraturan perundang-undangannya khususnya Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 dalam hubungannya dengan penegak hukum (norma) dan Partai politik sebagai obyek, serta adanya pengaruh kekuatan personal dan sosial di dalam pembuatannya. 2. Pemegang peranan, yaitu partai politik dalam pemahaman dan ketaatan terhadap penegakan hukumnya, adanya pengaruh kekuatan personal dan sosial di dalamnya. 3. Penegak hukum, dalam hal ini yaitu Pemerintah Kota Salatiga dalam pelaksanaan Bantuan Keuangan kepada partai politik antara lain dalam penerapan sanksi dan adanya pengaruh kekuatan personal dan sosial di dalam penegakan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007. 4. Penerapan sanksi apabila terjadi pelanggaran dalam penegakan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 dari Pemerintah Kota Salatiga kepada partai politik penerima bantuan sebagai pemegang peran. 5. Umpan balik (flash back) dari Pemerintah Kota Salatiga sebagai pelaksana dan partai politik penerima bantuan sebagai pemegang peran, terhadap Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007.
commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kebebasan Berpolitik Warga Negara
Partai Politik
Bekerjanya kekuatan-kekuatan personal & sosial
PP No.29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik
Peraturan Daerah Kota Salatiga No.13 Tahun 2007 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan Kursi Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga.
Umpan Balik
Umpan Balik Norma
Peran yg dimainkan
Partai Politik penerima Bantuan Keuangan
Pemerintah Kota Salatiga Penerapan Sanksi Bekerjanya kekuatan-kekuatan personal & sosial
Bekerjanya kekuatan-kekuatan personal & sosial
commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian untuk menyusun tesis ini termasuk jenis penelitian hukum sosiologis (non doktrinal), sedangkan dilihat dari sifatnya termasuk penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian untuk memberikan data seteliti mungkin dengan mendiskripsikan Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik. Dalam mempelajari hukum, tentunya tidak boleh lepas dari lima konsep hukum yang menurut Soetandyo Wignjosoebroto sebagaimana yang dikembangkan oleh Setiono40 adalah sebagai berikut: 1. Asas Kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berskala universal (yang menurut bahasa Setiono disebut dengan hukum alam) 2. Norma-norma positif dalam sistem perundang-undangan. 3. Apa yang diputuskan hakim. 4. Pola-pola perilaku sosial yang terlembagakan, eksis sebagai variabel sosial yang empirik. 5. Manifestasi makna-makna simbolik perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi mereka .
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan konsep hukum ke Lima yaitu manifestasi makna-makna simbolik perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi mereka (yang menurut bahasa Setiono disebut sebagai hukum yang ada dalam benak manusia) 40
Setiono, Metodologi Penelitian hukum, Program Pasca Sarjana UNS, Surakarta, 2005, hlm 2021.
commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penelitian non doktrinal adalah penelitian atas hukum yang tidak di konsepsikan dan dikembangkan sebagai rules tetapi sebagai reguralitas yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari atau dalam alam pengalaman. Di sini hukum adalah tingkah laku atau aksi-aksi dan interaksi manusia secara aktual dan potensial akan terpola, sebagai realita sosial yang terjadi dalam pengalaman indrawi dan empiris. Penelitian ini dimaksudkan untuk memeroleh gambaran secara mendalam tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dianggap sesuai untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini, karena hal-hal yang diamati terkait langsung dengan permasalahan aktual yang dihadapi saat ini. Kirk & Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam pengetahuan yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya41. Menurut Lexy. J. Moleong42, kata-kata dan tindakan orangorang yang diamati atau diwawancarai menurut sumber data utama. Moleong menyatakan bahwa metode kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dan responden; ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola- pola nilai yang dihadapi.
41
Jarome Kirk & Marc L Miller, Reability and Validity in Qualitative Research, dikutip dari Lexy J. Moleong , Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm.4. 42 Lexy J. Moleong , Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm.112.
commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanaka di Kota Salatiga yaitu Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat serta Sekretariat Dewan Pimpinan Daerah Partai Politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Daerah di Kota Salatiga. Untuk memeroleh data selengkapnya mengenai bantuan keuangan partai politik Kota Salatiga.
C. Sumber Data Dalam Penelitian ini, peneliti menggunakan sumber data yang dapat memberikan data yang dibutuhkan, baik berupa sumber lisan maupun tulisan. Sumber data dalam penelitian ini meliputi: a. Data Primer Merupakan data yang diperoleh dari penelitian lapangan berupa keterangan dan penjelasan yang diberikan para responden/nara sumber, antara lain: Kepala Badan Kesbangpol dan Linmas Kota Salatiga, Ketua Partai Politik penerima Bantuan Keuangan Partai Politik. b. Data Sekunder Merupakan data yang diperoleh dari bahan kepustakaan antara lain: 1) Bahan-bahan hukum primer Merupakan bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari : a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2005; c) Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2005 & Peraturan menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 2006; d) Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 tentang bantuan keuangan kepada partai politik;
commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Bahan Hukum Sekunder Merupakan bahan-bahan yang ada hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu masyarakat memahami bahan hukum primer, yang terdiri dari buku-buku hukum, berbagai macam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemerintahan dan dokumen lain yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. 3) Bahan Hukum Tertier Merupakan bahan pelengkap yang berfungsi membantu dalam memahami bahan hukum primer maupun sekunder yang meliputi kamus Hukum atau Ensiklopedia Hukum.
D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan penelitian lapangan, yakni teknik pengumpulan data dengan cara peneliti mengadakan pengamatan secara langsung pada sasaran yang diteliti dan melakukan pencatatan secara sistimatik. a. Wawancara, yaitu suatu cara untuk mengumpulkan data dengan menanyakan secara langsung/tatap muka dengan para pihak yang dipandang perlu (responden), atau seorang ahli yang berwenang dalam suatu masalah. Wawancara dapat dipandang sebagai percakapan dengan maksud tertentu43. Dalam wawancara ini penulis melakukan wawancara mendalam dengan kuisoner terbuka, yaitu kepada Kepala Badan Kesbagpol dan Linmas dan Pimpinan Partai Politik penerima Bantuan Keuangan. Subyek penelitian diberikan pertanyaan yang telah disiapkan sehingga tidak terbatas dalam memberikan jawabannya dan dapat memberikan keterangan secara bebas.
43
Lexy J. Moleong, op.cit, hlm.186
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Studi dokumentasi pustaka sebagai sumber utama adalah diambil dari buku-buku hukum dan lain-lain serta bahan-bahan yang berhubungan dengan permasalahan dalam tesis. E. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah karena dengan analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Menurut Bogdan & Biklen44 menyatakan bahwa analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian data. Unit analisis dalam penelitian ini adalah kasus-kasus yang terjadi dalam rangka pengumpulan laporan pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada partai politik menurut Peraturan Daerah Kota Salatiga No. 13 Tahun 2007. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis kualitatif, yaitu pemilihan data yang menghasilkan data deskriptif. Data deskriptif adalah apa yang dinyatakan informan secara lisan maupun tulisan dan juga perilaku nyata diamati dan dipelajari secara utuh. Model analisis ini, ada tiga komponen yaitu : Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penyajian Data
Penarikan Kesimpulan Gambar 3. Model Analisi Interaktif
44
Robert C Bogdan & Sari Knopp Biklen, Qualitative Research and Education:An Introduction to Theory and Methods, dikutip dari Lexy J. Moleong , Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm.248
commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran Umum Kota Salatiga dan Pemilu Legislatif Tahun 2004. a. Gambaran Umum Kota Salatiga Salatiga adalah salah satu Kota di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kota ini berbatasan sepenuhnya dengan atau dikelilingi Kabupaten Semarang. Salatiga terletak 49 km sebelah selatan Kota Semarang atau 52 km sebelah utara Kota Surakarta dan berada di jalan negara yang menghubungan Semarang-Surakarta. Salatiga terdiri atas 4 kecamatan, yakni Argomulyo, Tingkir, Sidomukti dan Sidorejo serta 22 Kelurahan. Kota Salatiga terletak di lereng timur Gunung Merbabu, membuat Kota ini berudara cukup sejuk. Terdapat beberapa sumber yang dijadikan rujukan untuk mengungkap asal-usul Salatiga, yaitu yang berasal dari cerita rakyat, prasasti maupun penelitian dan kajian ilmiah dari berbagai lembaga peneliti, terutama dari kalangan perguruan tinggi lokal seperti yang pernah dilakukan UKSW Salatiga. Dari beberapa sumber tersebut Prasasti Plumpungan-lah yang terutama dijadikan rujukan utama dalam menentukan asal-usul Kota Salatiga sekarang. Berdasarkan isi prasasti tersebut, Hari Jadi Kota Salatiga dibakukan yakni tanggal 24 Juli 750 yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Tingkat II Kota Salatiga Nomor 15 Tahun 1995 tentang Hari Jadi Kota Salatiga. Prasasti Plumpungan, cikal bakal lahirnya Salatiga, tertulis dalam batu besar berjenis andesit berukuran panjang 170 cm, lebar 10 cm dengan garis lingkar 5 meter yang selanjutnya disebut Prasasti Plumpungan. Berdasarkan tulisan pada prasasti yang terletak di Dukuh Plumpungan, Desa Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maka Salatiga didirikan sejak tahun 750 Masehi, pada waktu itu Salatiga merupakan wilayah Perdikan. Perdikan artinya suatu daerah dalam wilayah kerajaan tertentu. Daerah ini dibebaskan dari segala kewajiban pajak atau upeti karena daerah tersebut memiliki kekhususan dan jasa besar tertentu bagi kerajaan induk, daerah tersebut harus digunakan sesuai dengan kekhususan yang dimiliki. Wilayah kerajaan yang diberi status menjadi perdikan diberikan oleh Raja Bhanu yang meliputi Salatiga dan sekitarnya. Menurut sejarahnya, di dalam Prasasti Plumpungan berisi ketetapan hukum, yaitu suatu ketetapan status tanah perdikan atau swa tantra bagi Desa Hampra. Pada zamannya, penetapan ketentuan Prasasti
Plumpungan
ini
merupakan
peristiwa
yang
sangat
monumental, khususnya bagi masyarakat di daerah Hampra. Penetapan prasasti merupakan titik tolak berdirinya daerah Hampra secara resmi sebagai daerah perdikan atau swa tantra. Desa Hampra tempat prasasti itu berada, kini masuk wilayah administrasi Kota Salatiga. Dengan demikian, daerah Hampra yang diberi status sebagai daerah perdikan yang bebas pajak pada zaman pembuatan prasasti itu adalah juga merupakan daerah Salatiga sebagaimana dikenal sekarang ini. Konon, para pakar telah memastikan bahwa penulisan Prasasti Plumpungan dilakukan oleh seorang Citralekha (Penulis) disertai para Pendeta (Resi). Raja Bhanu yang disebut-sebut dalam prasasti tersebut adalah seorang raja besar pada zamannya yang banyak memerhatikan nasib rakyatnya. Isi Prasasti Plumpungan ditulis dalam Bahasa Jawa Kuna dan Bahasa Sansekerta. Tulisannya ditatah sedemikian rupa dalam petak persegi empat bergaris ganda yang menjorok ke dalam dan keluar pada setiap sudutnya. Dengan demikian, pemberian tanah perdikan merupakan peristiwa yang sangat istimewa dan langka, karena hanya diberikan kepada desa-desa yang benarbenar berjasa kepada raja. Untuk mengabadikan peristiwa itulah maka raja
menulis
dalam Prasasti Plumpungan Shrir commit to user
Astu
Swasti
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Prajabhyah, yang artinya: "Semoga Bahagia, Selamatlah Rakyat Sekalian". Ditulis pada hari Jumat, tanggal 24 Juli tahun 750 Masehi. Pada
masa
ditandatanganinya
kolonial,
Salatiga
tercatat
perjanjian
antara Pangeran
sebagai
tempat
Sambernyawa atau
Raden Mas Said (kelak menjadi KGPAA Mangkunegara I) di satu pihak dan Kasunanan Surakarta serta VOC di pihak lain. Perjanjian ini menjadi dasar hukum berdirinya Kadipaten Mangkunegaran.
Pada
zaman penjajahan Belanda telah cukup jelas batas dan status Kota Salatiga, berdasarkan Staatsblad 1917 No. 266 maka mulai 1 Juli 1917 didirikan Stadsgemeente Salatiga yang daerahnya terdiri dari 8 desa. Karena dukungan faktor geografis, udara sejuk dan letak yang sangat strategis maka Salatiga cukup dikenal keindahannya di masa penjajahan Belanda, bahkan sempat kota ini memeroleh julukan "Kota Salatiga sebagai yang Terindah di wilayah Jawa Tengah". Kotamadya Daerah
Tingkat
II
Salatiga
adalah
bekas
stadsgemeente yang dibentuk berdasarkan Staatsblad 1929 No. 393 yang kemudian dicabut dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang
Pembentukan
Daerah-daerah Kecil Dalam Lingkungan
Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Pada tahun 1992 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1992 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga dan Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang, Kota Salatiga dimekarkan menjadi 4 Kecamatan dan berangsur-angsur dimekarkan pula beberapa Kelurahan dan perubahan status atas beberapa Desa hingga akhirnya menjadi 22 Kelurahan dengan
antara lain mengambil sebagian
wilayah Kabupaten Semarang. Kota Salatiga
terletak antara 00.17’ dan 007.17’23” Lintang
Selatan dan antara 110.27’.56,81” dan 110.32’4,64” Bujur Timur dan berada di cekungan kaki gunung Merbabu dan gunung-gunung kecil lain, di antaranya : Gajah Mungkur, Telomoyo dan Payung Rong. Luas commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kota Salatiga tercatat 5.678,110 hektar atau 56.781 km2. Luas yang ada, terdiri dari 798,932 hektar (14,07 persen) lahan sawah, 4.680,195 hektar (82,43 persen) merupakan lahan kering dan 198,983 hektar (3,5 persen) merupakan lahan lainnya. Secara administratif Kota Salatiga terbagi menjadi 4 kecamatan, 22 kelurahan, 198 Rukun Warga dan 1023 Rukun Tetangga. Tabel II Jumlah RT dan RW di Wilayah Kota Salatiga Nama Daerah
Luas (ha)
Jumlah Jumlah RW
Kecamatan Sidorejo
RT
1.624.720
59
292
Kelurahan Blotongan
423.800
15
67
Kelurahan Sidorejo Lor
271.600
14
87
Kelurahan Salatiga
202.000
12
77
Kelurahan Bugel
294.370
6
20
Kelurahan Kauman Kidul
195.850
7
22
Kelurahan Pulutan
237.100
5
19
1.054.850
48
272
Kelurahan Kutowinangun
293.750
14
146
Kelurahan Gendongan
68.900
5
38
Kelurahan Sidorejo Kidul
277.500
8
28
Kelurahan Kalibening
77.599
3
9
Kelurahan Tingkir Lor
177.300
8
23
Kelurahan Tingkir Tengah
137.801
10
28
Kecamatan Tingkir
commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kecamatan Argomulyo
1.852.690
55
245
Kelurahan Noborejo
332.200
10
33
Kelurahan Ledok
187.330
13
63
Kelurahan Tegalrejo
188.430
9
54
Kelurahan Kumpulrejo
629.030
10
42
Kelurahan Randuacir
377.600
7
31
Kelurahan Cebongan
138.100
6
22
1.145.850
36
214
Kelurahan Kecandran
399.200
6
23
Kelurahan Dukuh
377.150
9
66
Kelurahan Mangunsari
290.770
14
86
Kelurahan Kalicacing
78.730
7
39
Kecamatan Sidomukti
Sumber: Salatiga Dalam Angka Tahun 2009
Penduduk Kota Salatiga pada Tahun 2008, sejumlah 167.033 jiwa, dengan rasio jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan lebih besar dari jumlah penduduk laki-laki, ditunjukkan oleh rasio jenis kelamin (Rasio Jumlah Penduduk Laki-laki terhadap jumlah penduduk perempuan) sebesar 97,69. Penduduk Kota Salatiga belum sepenuhnya tersebar pada seluruh wilayah Kota Salatiga. Pada umumnya penduduk lebih padat berada pada wilayah kota. Rata-rata kepadatan jumlah penduduk Kota Salatiga tercatat sebesar 2.703 jiwa setiap kilometer persegi. Guna
mendukung
administrasi
dan
pelayanan
kepada
masyarakat, Kota Salatiga pada tahun 2008 mempunyai 3.941 orang commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pegawai negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kota Salatiga, yang mempunyai latar belakang pendidikan mulai dari lulusan Sekolah Dasar sampai dengan yang berpendidikan Magister (S2) dan Doktor (S3) yang tersebar di 30 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
b. Pemilu Legislatif Tahun 2004 Kota Salatiga Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2004 sebagai suatu sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945 yang dilaksanakan serentak di seluruh Wilayah Kedaulatan Negara Republik Indonesia pada tanggal 5 April 2004. Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2004 merupakan sejarah baru dalam Pemilihan Umum, yaitu untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta memilih Presiden dan Wakil Presiden secara langsung. Pemilhan Umum dilaksanakan berdasarkan asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil. Masyarakat Kota Salatiga dalam momen Pemilihan Umum ini, diberi kebebasan untuk memilih wakil yang akan duduk mewakili aspirasi mereka di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Tengah pada umumnya dan di kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga pada khususnya. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu, Pasal 13 telah menetapkan bahwa yang berhak memilih adalah Warga Negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah berusia 17 tahun atau sudah pernah kawin. Juga diatur pada Pasal 57 tentang domisili pemilih yang tidak boleh terdapat hak pilih ganda. Berdasarkan hal tersebut maka KPU Kota Salatiga bekerjasama dengan BPS Kota Salatiga, menyusun Daftar Pemilih Sementara yang kemudian dijadikan Daftar Pemilih Tetap Kota Salatiga. commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel III DPT Pemilu Legislatif 2004 No
KECAMATAN
KELURAHAN
JUMLAH PEMILIH
1
ARGOMULYO NOBOREJO
3.247
CEBONGAN
3.040
RANDUACIR
3.061
LEDOK
6.367
TEGALREJO
6.117
KUMPULREJO
4425 26.317
2
TINGKIR
SIDOREJO KIDUL
2.917
KUTOWINANGUN
14.641
TINGKIR TENGAH
2.809
TINGKIR LOR
2.754
KALIBENING
1.140
GENDONGAN
4.360 28.621
3
SIDOMUKTI
MANGUNSARI
11.210
KECANDRAN
3.106
DUKUH
6.778
KALICACING
5.358 26.452
commit to user
KET
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4
SIDOREJO
KAUMAN KIDUL
1.977
PULUTAN
3.106
BLOTONGAN
7.238
SIDOREJO LOR
12.966
SALATIGA
12.689
BUGEL
1.689 39.665
Sumber : BPS Kota Salatiga Tahun 2004
Berdasarkan Keputusan KPU Nomor 678 Tahun 2003 Tanggal 7 Desember 2003 tentang Partai Politik Peserta Pemilu 2004, Keputusan KPU Nomor 679 Tahun 2003 Tanggal 8 Desember 2003 tentang Penetapan Nomor Urut Partai Politik sebagai peserta Pemilu 2004 dan Keputusan KPU Kota Salatiga Nomor 270/033/I/2004, dan tidak terdapatnya calon yang diajukan oleh Partai Buruh Sosial Demokrat sehingga Partai Politik tersebut bukan peserta Pemilu 2004, maka untuk pesta demokrasi di Salatiga hanya diikuti oleh 23 Partai Politik dengan 254 calon anggota Legislator. Jumlah Penduduk pada Pemilu 2004 di Kota Salatiga mencapai kurang lebih 160 ribu jiwa maka Jumlah kursi yang diperebutkan berjumlah 25 kursi dan dibagi menjadi 4 (empat) Daerah Pemilihan yaitu: 1) Daerah Pemilihan I Kec Argomulyo
Jumlah Kursi 6
2) Daerah Pemilihan II Kec Tingkir
Jumlah Kursi 6
3) Daerah Pemilihan III Kec Sidomukti Jumlah Kursi 5 4) Daerah Pemilihan IV Kec Sidorejo commit to user
Jumlah Kursi 8
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pemungutan Suara dilaksanakan serentak di 496 TPS pada tanggal 5 April 2004, dimulai pukul 07.00 dan berakhir pukul 13.00 waktu setempat yang memberikan hasil sebagai berikut: Tabel IV Perolehan suara dan perolehan kursi pada Pemilu Legislatif Tahun 2004 di Kota Salatiga adalah No
Partai Politik
1.
P Nasional Indonesia Marhaenisme
2.
P. Buruh Sosial Demokrat
3.
P. Bulan Bintang
4.
Perolehan Suara
Perolehan Kursi
Nama Anggota Terpilih
735 -
-
-
-
1.199 -
-
P. Merdeka
85 -
-
5.
P. Persatuan Pembangunan
85 -
-
6.
P.Persatuan Demokrasi Kebangsaan
2.851 -
-
7.
P. Perhimpunan Indonesia Baru
3.132 -
-
8.
P. Nasional Banteng Kemerdekaan
2.151 -
-
9.
P. Demokrat
7.027 2
-
Arief Budiyanto
-
Suparmo Imam Affandi
-
E Kurniasih, SH, M.Si
-
Sugiyanto
-
Drs. Kasmun Saparaus
10. P. Keadilan dan Persatuan Indonesia
-
12.686 4
commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
-
H Toto Suprapto
11. P. Penegak Demokrasi
570 -
-
12. P. Persatuan Nahdatul Ummah Indonesia
259 -
-
5.866 2
-
Kustadi Danuri
-
Ahmadi, SH
13. P. Amanat Nasional 14. P. Karya Perduli Bangsa
896 -
-
15. P. Kebangkitan Bangsa
7.446 2
-
Hj. Sri Yuliani
-
Muh Haris, SH
16. P. Keadilan Sejahtera
7.362 4
-
Budi Santosa, SE
-
Assadullah M, S.Pd
-
M. Fathurahman, SE
-
Ahmad MM
17. P. Bintang Reformasi 18. P. Demokrasi Indonesia Perjuangan
19. P. Damai Sejahtera 20. P. Golongan Karya
Suhada,
SE,
167 -
-
16.319 4
-
Yohanes Haryanto
-
Suniprat
-
Milhous Sulistyo, SE
-
Sri Utami Djatmiko
5.198 1
-
Tony FR Wakkum
21.252 6
-
Sutrisno Supriyantoro
-
Sarwono, SE
-
Kemat, S.Sos
-
Ning Indarti Totok S
commit to user
Teddy
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
-
Drs. Fadholi
-
Rosa M.Si
21. P. Patriot Pancasila
680 -
-
22. P. Sarikat Indonesia
141 -
-
23. P. Persatuan Daerah
334 -
-
24. P. Pelopor
446 -
-
Darwanti,
Sumber: Laporan KPUD Kota Salatiga Tahun 2004
2. Laporan pertanggung jawaban bantuan keuangan
kepada Partai
Politik di Kota Salatiga menurut Peraturan Daerah Kota Salatiga nomor 13 tahun 2007 tentang bantuan keuangan kepada Partai Politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. a. Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik adalah bantuan yang berbentuk uang yang diberikan oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah kepada partai politik yang mendapatkan kursi di Lembaga Perwakilan Rakyat. Dasar hukum pemberian bantuan keuangan tersebut adalah Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan Kursi Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga. Peraturan tersebut mengacu kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik serta dengan mengingat Peraturan Menteri Dalam commit to user
SH,
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Negeri Nomor 32 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengajuan, Penyerahan dan Laporan Penggunaan Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 25 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pengajuan, Penyerahan dan Laporan Penggunaan Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 tahun 2007 tersebut terdiri dari 8 (delapan) Bab dan 11 (sebelas) Pasal. Dalam Pemberian Bantuan Keuangan kepada Partai Politik Kota Salatiga dibagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu 1) Persiapan Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1), pengajuan bantuan keuangan disampaikan secara tertulis oleh dewan pimpinan partai politik kepada walikota yang ditandatangani oleh ketua dan sekretaris dewan pimpinan partai politik dengan menggunakan kop surat dan cap stempel partai politik. Untuk meneliti dan memeriksa kelengkapan persyaratan pengajuan bantuan keuangan dari partai politik, Pemerintah Kota Salatiga sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) membentuk Tim Penelitian dan Pemeriksaan Persyaratan Administrasi Pengajuan, Penyerahan dan Penggunaan Bantuan Keuangan. Tim tersebut diketuai oleh Kepala Kantor Kesbang dan Linmas Kota Salatiga yang anggotanya terdiri dari Ketua KPUD Kota Salatiga dan unsur Sekretariat Daerah, sesuai dengan Pasal 5, ayat (2). Tim Penelitian dan Pemeriksaan Persyaratan Administrasi Pengajuan, Penyerahan dan
Penggunaan
Bantuan
Keuangan
dibentuk
berdasarkan
Keputusan Walikota Salatiga Nomor 210-05/293/2007 tanggal 6 Desember 2007. commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Susunan keanggotaan Tim Penelitian dan Pemeriksaan Persyaratan Administrasi Pengajuan, Penyerahan dan Penggunaan Bantuan Keuangan: TABEL V Susunan Keanggotaan Tim Penelitian Dan Pemeriksaan Persyaratan Administrasi Pengajuan, Penyerahan Dan Penggunaan Bantuan Keuangan
NO.
JABATAN DALAM DINAS
KEDUDUKAN DALAM TIM
1.
Asisten Tata Praja Sekda Kota Salatiga
Ketua I
2.
Kepala Kantor Kesbang dan Linmas Kota Salatiga
Ketua II
3.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Salatiga
Sekretaris
4.
Kepala DPKD Kota Salatiga
Anggota
5.
Kepala Bagian Hukum Setda Kota Salatiga
Anggota
6.
Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setda Kota Salatiga
Anggota
7.
Kepala Bagian Administrasi Keuangan Setda Kota Salatiga
Anggota
Sumber: Kantor Kesbang dan Linmas Kota Salatiga Tahun 2007 Tim ini mempunyai tugas : a) Meneliti dan memeriksa kelengkapan persyaratan administrasi pengajuan, penyerahan dan laporan penggunaan bantuan keuangan kepada Partai Politik; b) Menandatangani berita acara penelitian dan persyaratan administrasi pengajuan, penyerahan dan laporan penggunaan bantuan keuangan kepada Partai Politik. c) Melaporkan
hasilnya
dan
Walikota. commit to user
bertanggung
jawab
kepada
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Pencairan Dana Bantuan Hasil penelitian dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, ayat (1) dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan. Setelah dinyatakan lengkap dan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan, Pemerintah Kota Salatiga melalui Kepala Kantor Kesbang dan linmas Kota Salatiga memberikan bantuan keuangan tersebut berdasarkan perolehan jumlah kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga, dengan jumlah Rp. 20.800.000,- per kursi. Tabel VI Besaran Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Kota Salatiga Tahun 2007 No
Nama Parpol
Jumlah Jumlah Bantuan
Tanggal Penyerahan
Kursi
Bantuan
1
PKS
4 Kursi
Rp. 83.200.000,- 17 Desember 2007
2
Golkar
6 Kursi
Rp.124.800.000,- 14 Desember 2007
3
PKPI
4 Kursi
Rp. 83.200.000,- 14 Desember 2007
4
PKB
2 Kursi
Rp. 41.600.000,- 17 Desember 2007
5
PAN
2 Kursi
Rp. 41.600.000,- 17 Desember 2007
6
PDIP
4 Kursi
Rp. 83.200.000,- 17 Desember 2007
7
Demokrat
2 Kursi
Rp. 41.600.000,- 17 Desember 2007
8
PDS
1 Kursi
Rp. 20.800.000,- 17 Desember 2007
Sumber: Kantor Kesbang dan Linmas Tahun 2008 commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Pelaporan Demi menjaga tertib adminitrasi dalam penggunaan Anggaran Daerah, maka seuai dengan Pasal 8, ayat (1), setiap Partai Politik penerima bantuan keuangan diwajibkan membuat Laporan Penggunaan Bantuan Keuangan dan melaporkan kepada Walikota Salatiga, selambat-lambatnya 4 (empat) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Dalam kenyataannya, sampai dengan tanggal 1 Mei 2008, baru terdapat 1 (satu) Partai Politik saja yang telah menyampaikan laporannya. Tabel VII Data Tanggal Penyerahan Laporan Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Tahun 2007 Kota Salatiga No Nama Parpol
Tanggal Penyerahan
Keterangan
Laporan 1
PKS
15 November 2008
Terlambat
2
Golkar
3 November 2008
Terlambat
3
PKPI
7 April 2008
4
PKB
13 September 2008
Terlambat
5
PAN
22 November 2008
Terlambat
6
PDIP
25 Juli 2008
Terlambat
7
Demokrat
17 Juli 2008
Terlambat
8
PDS
24 Juli 2008
Terlambat
Tidak terlambat
Sumber: Kantor Kesbang dan Linmas Tahun 2008
commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Permasalahan yang ditemui di lapangan, mengapa laporan pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada Partai Politik di Kota Salatiga tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Berdasarkan hasil wawancara dengan mantan Kepala Kantor Kesbang dan Linmas Kota Salatiga (Bapak Husodo Wiyatmo, SH, M.Hum), perilaku anggota partai politik dalam konteks bantuan kepada partai politik sekurang-kurangnya disebabkan oleh empat hal yaitu : Pertama, adanya asumsi bahwa anggota partai politik penerima bantuan yang nota bene sekaligus legislatif,
merupakan anggota
posisinya adalah sejajar dengan pemerintah daerah
(Pemerintah Kota Salatiga), oleh karenanya bukan sesuatu hal yang urgensif bila harus dilakukan percepatan pemenuhan kewajiban administratifnya , mereka (anggota partai politik) berkeyakinan bahwa pemerintah kota tidak akan secara gegabah mendesak, karena bargaining politic dan barganing position yang relatif berimbang terutama dalam formulasi kebijakan yang konsesinya cenderung lebih dominan mengarah kepada kepentingan lembaga eksekutif pada suatu masa tertentu, di samping ketimpangan power yang cenderung mengarah ke lembaga legislatif (Legislative Heavy) sebagai dampak dari konfigurasi kekuatan politik pendukung pemerintah daerah di Lembaga DPRD. Kedua, kelemahan dalam formulasi peraturan daerah yang tidak secara eksplisit mencantumkan punishment terhadap pihak yang tidak taat asas (kontra prestasi). Ketiga, Peraturan Daerah adalah produk bersama antara Lembaga Eksekutif dan Lembaga Legislatif, sehingga sedikit banyak ada unsur kesengajaan agar kondisi peraturan perundang-undangan tersebut demikian sebagaimana kelemahan yang melekat pada peraturan daerah tersebut. Keempat, formulasi kebijakan yang resultannya antara lain seperti peraturan daerah, biasanya dibuat secara tergesagesa untuk memenuhi target atau desakan tertentu sekedar untuk commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memenuhi aspek formalitas dan kelengkapan administratif semata tanpa didahului dengan kajian yang mendalam atas dampak yuridis dan administratifnya di masa yang akan datang, termasuk kondisi yang dialami peraturan daerah tentang bantuan partai politik tersebut. Wawancara yang dilakukan terhadap 8 (delapan) Ketua dan anggota sekretariat partai politik penerima bantuan keuangan dilaksanakan dalam beberapa tahap dengan kesimpulan hasil wawancara sebagai berikut: a. Meskipun Pemerintah Kota Salatiga pernah memberikan buku panduan tentang tata cara pelaporan, tetapi Pemerintah Kota Salatiga bertindak pasif dan belum pernah melakukan sosialisasi berkaitan dengan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007
sebagaimana
layaknya
proses
pemberlakuan
suatu
perundang-undangan; b. Sangat
terlambatnya
penyerahan bantuan
keuangan
Tahun
Anggaran 2007 karena menunggu ditetapkannya Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007. Penyerahan bantuan baru dilaksanakan mulai bulan Desember 2007, sedangkan partai politik harus menyusun laporan pertanggung jawaban dari bulan Januari 2007. Keadaan ini tidak menjadi masalah terhadap kegiatan belanja partai politik yang mempunyai dana talangan besar tetapi partai politik yang tidak mempunyai dana talangan besar akan kesulitan dalam melaporkan keuangan pada bulan sebelum menerima bantuan. c. Kurangnya pemahaman tentang Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 karena belum pernah disosialisasikan kepada mereka. d. Kurang terselenggaranya tata administrasi keuangan yang baik di lingkungan internal Sekretariat Partai Politik.
commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Partai politik merasa nyaman untuk pada gilirannya mengabaikan laporan pertanggungjawaban karena tidak adanya sanksi tegas yang mengatur apabila terjadi keterlambatan penyerahan laporan keuangan; f. Para pekerja pada sekretariat partai politik sebagian besar bukanlah pekerja tetap, tetapi hanya merupakan pekerjaan sampingan. Jadi proses pembuatan laporan hanya dilaksanakan pada saat senggang saja. 3. Langkah yang ditempuh oleh Pemerintah Kota Salatiga untuk mengatasi keterlambatan penyerahan Laporan Keuangan. Pemerintah Kota Salatiga tentu tidak tinggal diam dalam menghadapi permasalahan keterlambatan penyampaian laporan pertanggung jawaban tersebut. Pemerintah Kota Salatiga melalui Tim Penelitian dan Pemeriksaan Persyaratan Administrasi Pengajuan, Penyerahan dan Penggunaan Bantuan Keuangan, telah mengadakan beberapa kali rapat untuk meminimalisir sekaligus mencari solusi atas keterlambatan tersebut. Melalui beberapa rapat tersebut, telah tercetus keputusan bersama Tim Penelitian
dan
Pemeriksaan
Persyaratan
Administrasi
Pengajuan,
Penyerahan dan Penggunaan Bantuan Keuangan bahwa harus ada sanksi yang bisa membuat partai politik mempunyai niat dan kemauan untuk membuat laporan tersebut. Dalam rapat tim tersebut diputuskan bahwa dalam pengajuan bantuan keuangan oleh partai politik, selain memenuhi persyaratan yang tersebut dalam Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007, Tim Penelitian dan Pemeriksaan Bantuan Keuangan tersebut
juga
mensyaratkan
untuk
melampirkan
Laporan
Pertanggungjawaban penggunaan bantuan keuangan tahun sebelumnya. Jika syarat tersebut tidak dipenuhi, maka Tim bisa menunda bantuan untuk partai politik tersebut, yang diharapkan dapat membuat partai politik tersebut memenuhi kewajibannya.
commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pemerintah Kota Salatiga melalui Tim Penelitian dan Pemeriksaan Persyaratan Administrasi Pengajuan, Penyerahan dan Penggunaan Bantuan Keuangan memilih dalam menyelesaikan masalah ini supaya memberikan sanksi administratif dengan memberikan syarat tambahan dalam pengajuan bantuan tahun berikutnya (2008) yaitu partai politik dalam pengajuan permohonan pencairan, harus sudah menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan bantuan keuangan tahun sebelumnya (2007). Selain itu, dengan tidak bermaksud untuk memersulit pencairan bantuan keuangan partai politik, di masa yang akan datang, Pemerintah Kota Salatiga perlu memperketat prosedural pencairan termasuk ketegasan untuk meminta Partai Politik agar memenuhi segala persyaratan administrasi yang diperlukan sebelum, selama dan pasca pencairan bantuan, ini sekaligus untuk memerkuat komitmen dan good will partai politik dalam rangka perwujudan anggaran yang berbasis kinerja, transparansi penggunaan dan pertanggungjawanban serta untuk kepentingan evaluasi dan pelaporan serta penyusunan rencana program untuk Tahun Anggaran berikutnya. Mengingat bahwa bantuan keuangan kepada partai politik secara eksplisit oleh peraturan perundang-undangan yang ada ditujukan bagi kepentingan kesekretariatan partai politik, maka diperlukan pula pengawasan yang ketat agar dana yang diberikan dapat dimanfaatkan secara optimal dan proporsional. Penulis berkeyakinan bahwa apabila terwujud konsistensi penggunaan dan tercipta budaya taat asas maka tidak hanya aspek pertanggungjawaban secara administratif saja yang dapat dipenuhi tetapi sekaligus mencegah konflik internal antar anggota partai politik karena persoalan anggaran sebagaimana yang pernah terjadi pada para pengurus salah satu partai politik di Kota Salatiga beberapa tahun sebelumnya, di mana persoalan tersebut dengan terpaksa harus diselesaikan di tingkat Pengadilan Negeri Kota Salatiga.
commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. PEMBAHASAN 1. Laporan pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada Partai Politik di Kota Salatiga menurut Peraturan Daerah Kota Salatiga nomor 13 tahun 2007 tentang bantuan keuangan kepada Partai Politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada analisis dan pembahasan ini, peneliti dalam menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tidak terlaksananya Laporan Penggunaan Bantuan Keuangan kepada Partai Politik di Kota Salatiga menurut Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 mengacu pada faktor-faktor yang memengaruhi berlakunya hukum, yaitu: 1. Dari Aspek Struktur Hukum (Legal Substance) Kapasitas individu anggota partai politik penerima bantuan yang sekaligus merupakan anggota Legislatif menyebabkan Pemerintah Kota Salatiga hanya berharap pada niat baik (good will) mereka (Partai Politik) untuk secara sadar memenuhi kewajiban administratifnya, dengan demikian tidaklah mustahil para pemegang kedudukan dan peranan timbul konflik (status conflict dan conflict of roles) dan adanya kesenjangan antara peranan yang seharusnya dengan peranan yang sebenarnya dilakukan, maka akan terjadi kesenjangan peranan (role-distance), sehingga hampir mustahil bagi Pemerintah Daerah Kota Salatiga untuk menggunakan suatu instrument atau otoritas tertentu untuk melakukan pressure terhadap partai politik agar menunaikan kewajiban administratifnya. 2. Dari Aspek Substansi Hukum a. Pemberian Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik diberikan kepada Partai Politik di Kota Salatiga telah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007. Peraturan Daerah tersebut mengatur mulai dari tata cara pengajuan, pemberian bantuan, commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembentukan Tim Penelitian dan pemeriksaan, penyerahan sampai dengan penyusunan laporan penggunaan anggaran.
Dalam hal
penyusunan laporan penggunaan anggaran, meskipun Peraturan Daerah tersebut telah mengatur tata cara penyampaian laporan, sampai dengan pemeriksaan laporan, tetapi tidak mengatur adanya sanksi administratif maupun sanksi pidana berkaitan dengan keterlambatan
pelaporan
penggunaan
Bantuan
keuangan
sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1). b. Peraturan Daerah adalah produk bersama antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif yang notabene juga bertindak sebagai penerima bantuan, sehingga sedikit banyak ada unsur kesengajaan agar kondisi peraturan perundang-undangan tersebut demikian sebagaimana kelemahan yang melekat pada Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 tersebut. c. Formulasi kebijakan yang resultannya antara lain seperti peraturan daerah, biasanya dibuat secara tergesa-gesa untuk memenuhi target atau desakan tertentu sekedar untuk memenuhi aspek formalitas dan kelengkapan administratif semata tanpa didahului dengan kajian yang mendalam atas dampak yuridis dan administratifnya di masa yang akan datang, termasuk kondisi yang dialami Peraturan Daerah tentang Bantuan partai Politik tersebut. d. Belum pernah ada sosialisasi dari Pemerintah Kota Salatiga (meskipun demikian, bagi Penulis, dalam konteks ini, sosialisasi hanyalah pemenuhan aspek prosedural semata, seharusnya tanpa sosialisasipun, obyek penerima bantuan sudah harus sangat memahami tentang kehendak Peraturan Daerah tersebut karena penerima bantuan (anggota Partai Politik) sekaligus merupakan formulator dan legalisator/Legislator atas Peraturan Daerah tersebut
dalam
kapasitas
institusionalnya
Legislatif / anggota DPRD); commit to user
sebagai
anggota
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Faktor Budaya Politik Mungkin tidaklah berlebihan tatkala Riswanda Imawan dalam Budiardjo dan Ambong mengatakan bahwa apabila diingat, demokrasi ditakdirkan untuk bersifat illusive dan impossible. Illusive sebab elit sebenarnya hanya bertanggungjawab di antara mereka sendiri, tidak pernah langsung kepada rakyat yang diwakilinya (apalagi kepada Pemerintah, Penulis). Impossible sebab elit, sekali terpilih mewakili rakyat melalui Pemilu, dapat dengan mudah mengatasnamakan kepentingan pribadi (personal interest) sebagai kehendak rakyat (the will of the people). Sekalipun demikian, bagi Imawan, sistem perwakilan tetap dianggap sebagai alternatif terbaik, sebab menjamin terbentuknya representative government45. Pendapat Imawan di atas adalah representasi dari keluhan dan keresahan dari kacamata akademisi / ahli ilmu politik pada umumnya tentang kondisi demokrasi perwakilan jika tidak ingin dikatakan sebagai kegelisahan dan frustrasi intelektual karena hingga saat ini belum juga usai pengembaraan intelektual para akademi untuk segera menemukan formula sistem politik ideal yang sempurna tanpa aib politis pula. Menjadi aksioma bahwa puncak peradaban politik dan sistem politik (pemerintahan) umat manusia adalah “Demokrasi”, artinya bisa ditebak, sekalipun manusia (terutama para ahli), tiada berputus asa berkontemplasi dalam laboratorium ilmu politiknya untuk mencari alternatif sistem politik yang ideal, tetapi upaya itu ibarat menegakkan benang basah, mencari jarum mini di padang belantara Gurun Gobi yang maha luas atau mengharapkan kucing bertanduk, mungkin juga seperti pungguk merindukan candra. Ilustrasi di atas bukanlah bermaksud membangun pesimisme dan skeptisisme tetapi lebih sebagai deskripsi teoritis bahwa realitas kondisi obyektif yang kerapkali dijumpai yang terejawantah melalui perilaku politik elit adalah sebuah keniscayaan
45
Miriam Budiharjo dan Ibrahim Ambong, Fungsi Legislatif Dalam Sistem Politik, hlm.74-75.
commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sejarah, dan karenanya boleh jadi permissif dan inklusif dalam relung budaya politik manapun, terlepas dari berbagai variasi aktual yang ditemui karena kontribusi faktor-faktor ikutan lainnya. Menurut Almond dan Verba dalam bukunya Comparative Political Cuture sebagaimana dikutip Arbi Sanit46, merumuskan bahwa secara statis, unsur budaya politik terdiri dari sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol
dan
nilai-nilai
yang
menentukan
situasi
bagi
pelaksanaan tingkah laku politik. Keyakinan, simbol dan nilai tersebut membangun makna serta kerangka pikir bagi seseorang untuk melakukan tindakan politik tertentu. Pada bagian lain Arbi Sanit, berpendapat bahwa budaya politik dalam artian orientasi politik yang baru antara lain ditandai oleh tingkah laku politik yang berakar pada keperluan rezim, pemerintah dan sistem politik akan legitimasi atau berdasar pengakuan masyarakat. Sungguhpun demikian menurut Sanit, ditinjau dari nilai dasar Pemilu lainnya, yaitu kesertaan anggota masyarakat dalam pemerintahan dan penentuan pemimpin oleh masyarakat secara periodik, memperlihatkan adanya pengukuhan budaya politik yang sudah mentradisi. Dalam hal ini dapat dikemukakan adanya gejala formalisme di mana nilai-nilai ideal dipenuhi secara formal, akan tetapi secara emperis proses pemenuhan nilai ideal tersebut tidaklah selaras dengan tuntutan nilai itu sendiri47. Merujuk pada pendapat Arbi Sanit di atas, dapat dikatakan bahwa di satu pihak para anggota Partai Politik penerima bantuan keuangan yang sekaligus adalah anggota DPRD yang ikut serta menggodok rancangan peraturan daerah untuk pada gilirannya diabsahkan sebagai peraturan daerah secara konseptual telah melahirkan nilai ideal berupa peraturan daerah, tetapi pada pihak lain, tatkala berkapasitas sebagai
46 47
Arbi Sanit, Perwakilan Politik Indonesia, hlm.167. Opcit. Hlm. 162-163
commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
anggota partai politik yang menjadi obyek penerima bantuan keuangan, justru tidak menaati ketentuan dan kehendak peraturan yang dibuatnya sendiri. Dengan kalimat berbeda, dapat dikatakan bahwa dalam konteks ini, terjadi disparitas ironis antara konseptualisasi ideal yang diharapkan dengan kondisi obyektif - emperis dalam realitas atau pada tataran aplikatif. Berkenaan dengan penumbuhan budaya politik yang berorientasi kepada kedewasaan politik aparatus politik, Arbi Sanit menambahkan bahwa
hambatan
terhadap
upaya
penciptaan
budaya
politik
sebagaimana diidealisasikan justru datang dari tiadanya kesadaran dan rasa tanggung jawab dari para pelaku politik itu sendiri48. Karena itu, Sanit menawarkan semacam preskripsi atau jalan keluar bahwa diperlukan upaya penyeimbangan pengaruh antar pembentuk budaya politik, dalam arti untuk menyebar-luaskan nilai-nilai ideal politik yang baik, tidak hanya berharap pada kerja pemerintah yang jangkauannya terbatas, tetapi seluruh komponen pelaku politik harus dilibatkan secara proaktif dan partisipatif, dan untuk itu, dibutuhkan kesabaran yang memadai untuk tiba pada kondisi tersebut. Kesabaran tidaklah identik dengan apatisme, tetapi lebih kepada penantian secara evolutif dan gradual seraya berikhtiar atau terus berupaya menata berbagai kelemahan yang ditemui, termasuk upaya reformulasi (legal and law reform), rekonseptualisasi dan membangun reposisi yang lebih kuat (bargaining) agar di masa yang akan datang, tidak hanya terhadap peraturan daerah tertentu tetapi seluruh produk hukum (Daerah) dapat secara konsisten dilaksanakan sehingga terbangun budaya rule of law, rule of the game dan law enforcement sekaligus secara simultan menciptakan interelasi yang simbiotik mutualistik antara subyek dan obyek kebijakan terutama yang berkenaan dengan peraturan perundang-undangan. Meskipun demikian, diperlukan
48
Opcit. Hlm. 172
commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
langkah-langkah taktis yang cepat tetapi tepat sebagai solusi atas permasalahan atau kemelut di seputar proses pertanggungjawaban, khususnya yang berkenaan dengan bantuan keuangan kepada Partai Politik.
2. Tindakan yang seharusnya ditempuh oleh Pemerintah Kota Salatiga untuk mengatasi keterlambatan penyerahan Laporan Keuangan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengapa laporan pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada Partai Politik di Kota Salatiga tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di atas, maka dapat diambil langkah yang seharusnya dilakukan oleh para pihak yang memegang peranan dalam berlakunya Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 tersebut, antara lain: a. Dari Aspek Struktur Hukum Dari aspek ini diharapkan para pihak, baik eksekutif, legislatif dan partai politik diharuskan untuk bersikap profesional. Eksekutif harus bersifat selaku eksekutor Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 yang bebas dari tekanan dan kepentingan, meskipun tekanan tersebut datangnya dari lembaga Legislatif. Partai Politik penerima bantuan, diharapkan melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya, tanpa “menyepelekan” aturan yang ada. Demikian juga anggota Legislatif yang notabene juga selaku wakil dari partai politik penerima bantuan keuangan, diharapkan dengan profesional dapat memisahkan antara posisi selaku legislator dan posisi sebagai obyek atau pemegang peran. b. Dari Aspek Substansi Hukum (Legal Substance) Langkah Pemerintah Kota Salatiga melalui Tim Penelitian dan Pemeriksaan Persyaratan Administrasi Pengajuan, Penyerahan dan Penggunaan Bantuan Keuangan memilih dalam menyelesaikan commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masalah ini supaya memberikan kebijakan berupa sanksi administratif dengan memberikan syarat tambahan dalam pengajuan bantuan tahun berikutnya (2008) yaitu Partai Politik dalam pengajuan permohonan pencairan, harus sudah menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban penggunaan bantuan keuangan tahun sebelumnya (2007) adalah telah sesuai, hanya alangkah baiknya jika Pemerintah Kota Salatiga mampu bekerjasama dengan Legislatif untuk merubah Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 tersebut. c. Dari Aspek Budaya Politik. Dalam pembahasan di atas diyatakan bahwa demokrasi ditakdirkan untuk bersifat illusive dan impossible. Illusive sebab elit sebenarnya hanya bertanggungjawab di antara mereka sendiri, tidak pernah langsung kepada rakyat yang diwakilinya (apalagi kepada Pemerintah, Penulis). Impossible sebab elit, sekali terpilih mewakili rakyat melalui Pemilu, dapat dengan mudah mengatasnamakan kepentingan pribadi (personal interest) sebagai kehendak rakyat (the will of the people). Dapat dikatakan bahwa di satu pihak para anggota Partai Politik penerima bantuan keuangan yang sekaligus adalah anggota DPRD yang ikut serta menggodok Rancangan Peraturan Daerah untuk pada gilirannya diabsahkan sebagai Peraturan Daerah secara konseptual telah melahirkan tata nilai ideal berupa Peraturan Daerah, tetapi pada pihak lain, tatkala berkapasitas sebagai anggota Partai Politik yang menjadi obyek penerima bantuan keuangan, justru tidak menaati ketentuan dan kehendak peraturan yang dibuatnya sendiri. Berkenaan dengan penumbuhan budaya politik yang berorientasi kepada kedewasaan politik aparatus politik, Arbi Sanit menambahkan bahwa
hambatan
terhadap
upaya
penciptaan
budaya
politik
sebagaimana diidealisasikan justru datang dari tiadanya kesadaran dan
commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rasa tanggung jawab dari para pelaku politik itu sendiri49. Karena itu, Sanit menawarkan semacam preskripsi atau jalan keluar bahwa diperlukan upaya penyeimbangan pengaruh antar pembentuk budaya politik, dalam arti untuk menyebar-luaskan nilai-nilai ideal politik yang baik, tidak hanya berharap pada kerja Pemerintah yang jangkauannya terbatas, tetapi seluruh komponen pelaku politik harus dilibatkan secara proaktif dan partisipatif, dan untuk itu, dibutuhkan kesabaran yang memadai untuk tiba pada kondisi tersebut. Kesabaran tidaklah identik dengan apatisme, tetapi lebih kepada penantian secara evolutif dan gradual seraya berikhtiar atau terus berupaya menata berbagai kelemahan yang ditemui, termasuk upaya reformulasi (legal and law reform), rekonseptualisasi dan membangun reposisi yang lebih kuat (bargaining) agar di masa yang akan datang, tidak hanya terhadap Peraturan Daerah tertentu tetapi seluruh produk hukum (Daerah) dapat secara konsisten dilaksanakan sehingga terbangun budaya rule of law, rule of the game dan law enforcement sekaligus secara simultan menciptakan interelasi yang simbiotik mutualistik antara subyek dan obyek kebijakan terutama yang berkenaan dengan peraturan perundang-undangan. Meskipun demikian, diperlukan langkah-langkah taktis yang cepat tetapi tepat sebagai solusi atas permasalahan atau kemelut di seputar proses pertanggungjawaban, khususnya yang berkenaan dengan bantuan keuangan kepada Partai Politik.
49
Opcit. Hlm. 172
commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, analisis dan pembahasan dengan memakai teori bekerjanya hukum dan teori kebijakan publik, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Bantuan keuangan kepada partai politik di Kota Salatiga belum dapat dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007. Faktor-faktor yang menyebabkan terlambatnya Laporan Pertanggung Jawaban dari partai politik, mengenai bantuan yang telah diterima yaitu: belum pernahnya Pemerintah Kota Salatiga melakukan sosialisasi berkaitan dengan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007,Sangat terlambatnya penyerahan bantuan keuangan Tahun Anggaran 2007, Kurangnya pemahaman partai politik tentang Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 karena belum pernah disosialisasikan kepada mereka, kurang terselenggaranya tata administrasi keuangan yang baik di lingkungan internal Sekretariat partai politik, tidak adanya sanksi tegas yang mengatur apabila terjadi keterlambatan penyerahan laporan keuangan, Status para pegawai pada sekretriat partai politik. Hasil Kajian implementasi hukumnya sebagai berikut: a. Dari Aspek Struktur Hukum , Kapasitas individu anggota partai politik penerima bantuan yang sekaligus merupakan anggota legislatif menyebabkan Pemerintah Kota Salatiga hanya berharap pada niat baik (good will) mereka (partai politik) untuk secara sadar memenuhi kewajiban administratifnya, b. Dari aspek Substansi hukum, Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007. Peraturan Daerah tersebut tidak mengatur adanya sanksi administratif
maupun sanksi commit to user
pidana
berkaitan
dengan
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keterlambatan
pelaporan
penggunaan
bantuan
keuangan
sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1). Peraturan Daerah adalah produk bersama antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif yang notabene juga bertindak sebagai penerima bantuan, sehingga sedikit banyak ada unsur kesengajaan agar kondisi peraturan perundang-undangan tersebut demikian sebagaimana kelemahan yang melekat pada peraturan daerah tersebut. Belum tersosialisasinya
dari
Pemerintah
Kota
Salatiga
(meskipun
demikian, bagi Penulis, dalam konteks ini, sosialisasi hanyalah pemenuhan
aspek
prosedural
semata,
seharusnya
tanpa
sosialisasipun, obyek penerima bantuan sudah harus sangat memahami tentang kehendak Peraturan Daerah tersebut karena penerima bantuan (anggota Partai Politik) sekaligus merupakan formulator dan legalisator/Legislator atas Peraturan Daerah tersebut
dalam
kapasitas
institusionalnya
sebagai
anggota
Legislatif / anggota DPRD); c. Faktor Budaya Politik, demokrasi ditakdirkan untuk bersifat illusive dan impossible. Illusive sebab elit sebenarnya hanya bertanggungjawab di antara mereka sendiri, tidak pernah langsung kepada rakyat yang diwakilinya (apalagi kepada Pemerintah, Penulis). Impossible sebab elit, sekali terpilih mewakili rakyat melalui
Pemilu,
dapat
dengan
mudah
mengatasnamakan
kepentingan pribadi (personal interest) sebagai kehendak rakyat (the will of the people). Sekalipun demikian, bagi Imawan, sistem perwakilan tetap dianggap sebagai alternatif terbaik, sebab menjamin terbentuknya representative government. 2. Langkah yang seharusnya ditempuh oleh Pemerintah Kota Salatiga untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memberikan sanksi administratif, baik dengan memberikan syarat tambahan dalam pengajuan bantuan tahun berikutnya (2008) yaitu Partai Politik dalam commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengajuan permohonan pencairan, harus sudah menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban penggunaan bantuan keuangan tahun sebelumnya (2007), atau dengan sanksi yang lain yang ditambahkan dalam Perubahan Peraturan Daerah.
B. IMPLIKASI Tesis ini memiliki implikasi, yaitu tentang hambatan dan kendala keterlambatan
Partai
Politik
dalam
menyampaikan
laporan
pertanggungjawaban keuangannya mulai dari tahapan formulasi kebijakan sampai kepada pelaksanaan dan evaluasinya. Kebijakan publik adalah salah satu produk hukum pemerintahan yang memiliki pengaruh, baik secara luas maupun secara terbatas. Meskipun demikian, dari sisi akuntabilitas pemerintahan, kebijakan publik bukan dilihat dari seberapa luas
jangkauannya
pemerintahan
yang
tetapi
bahwa
seyogianya
ia
merupakan
produk
dipertanggungjawabkan
sebuah kepada
masyarakat. Manajemen pemerintahan (Daerah) seharusnya senantiasa merujuk kepada setiap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, memerhatikan kaidah dan norma penyelenggaraan termasuk dalam hal perumusan kebijakan publik. Mengingat bahwa kebijakan publik biasanya tidak secara absolut dihasilkan secara tunggal oleh suatu otoritas terterntu dalam arti bahwa kebijakan tersebut diproduksi secara kolektif maka ke depan seharussnya ada semacam mekanisme baku antara lain semacam Standar Operasional Prosedur (SOP), Petunjuk Teknis (Juknis) ataupun Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) serta Jadwal tetap yang secara konsisten ditaati oleh semua pemangku kepentingan. Di Samping itu yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya dilakukan semacam kajian awal yang bersifat holistik dan komprehensif sebelum merumuskan dan mengabsahkan sebuah produk kebijakan. Aspek implikasi pada saat diaplikasikan menjadi fokus perhatian yang tidak boleh diabaikan. Untuk menghindari konflik kepentingan dan skeptisisme antara Eksekutif dan commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Legislatif, maka sejak awal ada baiknya melibatkan pihak ketiga yang memilki tingkat independensi dan obyektivitas yang tidak meragukan seperti kalangan Ahli (Expert), terutama dari kalangan perguruan tinggi serta perumusannya sedapat mungkin melibatkan setiap Stakeholders sejak awal. Perencanaan ini seyogianya secara eksplisit dituangkan dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) serta secara reguler dan kontinyu dikaji untuk disesuaikan dengan perkembangan kontemporer dan kondisi kontekstual yang berkembang sesuai dengan urgensi, kemampuan dan prioritas kebutuhan daerah.
C. SARAN Dari Hasil kesimpulan tersebut di atas, maka dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Pemerintah Kota Salatiga sebagai Leading sector pemberian bantuan keuangan kepada partai politik, agar dapat mengusulkan perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan Kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga, dengan sanksi yang tegas. Sanksi tersebut dapat berupa sanksi administrasi, seperti penundaan pencairan Bantuan Keuangan Tahun berikutnya; 2. Pemerintah Kota Salatiga agar bisa lebih proaktif dalam penerapan Peraturan
Daerah
Nomor
13
Tahun
2007
tersebut
dengan
mensosialisasikannya kepada partai politik di Kota Salatiga; 3. Diharapkan partai politik bersifat lebih dewasa, dengan memisahkan antara partai politik sebagai pembuat peraturan dan partai politik sebagai penerima bantuan (pemegang peran).
commit to user