TENDENSI SENTRAL DALAM POLITIK LUAR NEGERI
Pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial dalam perbincangan politik. Siapa yang bisa mengambil keputusan yang cepat dan tepat akan menempatkan aktor politik sebagai aktor yang powerful dibandingkan dengan aktor yang lain. Demikian pula dalam perbincangan politik luar negeri, di mana perbincangan aktor politik dan keputusannyapun akan sangat mempengaruhi kinerja suatu aktor. Dalam konteks perang dingin bisa kita cermati, bagaimana strategisnya pengambilan keputusan ditengah tarikan dua kubu besar, yakni Barat yang diwakili AS dan sekutunya, dan difihak Timur yang diwakili Uni Soviet dan sekutunya. Jika suatu negara sudah masuk dalam blok tertentu, maka teramat sulit bagi untuk keluar dari medan magnit tarik-menarik idiologi. Sehingga bisa difahami bahwa diambilnya suatu keputusan didasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan yang sesuai dengan situasi dan kondisinya. Dalam konteks pengambilan keputusan luar negeri, pakar ilmu Hubungan Internasional William D. Coplin dalam bukunya International Politics memerinci 3 karakter keputusan. Pertama, keputusan yang bersifat General. Keputusan ini merupakan fondasi dasar kebijakan luar negeri, sehingga keputusan ini akan ditempatkan sebagai blue-print bagi setiap proses pengambilan keputusan. Perkaranya apa ? Agar kebijakan yang menjadi plat-form ini kuat, maka proses pembuatannyapun harus dilakukan secara mendalam dan melibatkan banyak fihak. Atau dalam bahasa statistik harus melibatkan jangkauan data yang ada secara maksimal. Adalah tidak mungkin membuat keputusan yang general hanya didasarkan insting, trial and error, sebab sekali melangkah salah akan berakibat fatal bagi perkembangan suatu negara. Untuk itu yang paling banyak mendapatkan peran untuk menjalankan keputusan ini adalah eksekutif tingkat tinggi. Semisal Presiden, perdana menteri atau-pun pejabatpejabat yang setara dengan kedudukan itu seperti Paus di Vatikan. Sehingga dalam perbincangan diplomasi kita menemukan istilah summit diplomacy, yakni suatu bentuk negosiasi yang dilakukan oleh para kepala negara dan kepala pemerintahan untuk menyelesaikan kasus yang menyangkut hajat hidup masyarakat internasional. Dalam konteks ini pula eksektif harus bisa mengumpulkan data yang se-akurat mungkin agar
keputusan yang dibuat tidak akan merugikan dirinya sebagai aktor politik nasional dan negaranya sebagai aktor hubungan internasional. Kedua, keputusan yang bersifat administratif. Dalam hal ini keputusan administratif menurut D Coplin sebagai keputusan yang bersifat operasional, yang dijalankan sehari-hari oleh negara dalam kaitannya sebagai aktor internasional. Sehingga keputusan administratif banyak memiliki dimensi teknis daripada filosofis. Meskipun demikian tidak berarti keputusan administratif boleh dilakukan dengan sekedarnya, sama sekali tidak justru keputusan administratif ini akan menunjukkan apakah keputusan umum suatu negara itu efektif atau tidak. Sehingga keputusan administratif juga memiliki peran untuk mengkritik keputusan general. Dalam hubungannya dengan keberlangsungan suatu proses kenegaraan, biasanya proses pengimplementasian kebijakan general menjadi administratif telah dibuat standar operating procedure-nya. Misalnya, tugas dan wewenang dari diplomat, konsul sudah ditentukan garis besarnnya. Mereka tidak boleh mengambil keputusan di luar frame yang telah ditentukan. Kalaupun mau mengambil keputusan di luar frame yang ada berdasarkan pertimbangan efektivitas, maka harus dikonsulkan kepada fihak struktur di atasnya. Agar keputusan adminsitratif bisa berjalan dengan baik, memerlukan keahlian dari pelakunya. Sehingga media training, sampai pendidikan terstruktur harus dipunyai seorang konsul, atase maupun seorang diplomat. Mereka semua terpilih berdasarkan jenjang kemampuan yang sudah ditentukan. Ketiga, keputusan yang bersifat krisis. Dalam pandangan D. Coplin keputusan kritis ditandai beberapa hal; a.
Terbatasnya data yang tersedia
b.
Terbatasnya waktu yang tersedia
c.
Terancamnya kepentingan suatu negara
d.
Dalam batas tertentu berdimensi jangka pendek. Dalam karakter ini terlihat bahwa seorang pengambil keputusan luar negeri harus
segera merespon fenomena internasional, tanpa harus melibatkan banyak orang, bahkan tanpa banyak mempergunakan data yang ada ( atau memang tidak tersedia data, atau memang kalaupun ada tak sempat mempergunakannnya). Dalam kondisi ini dalam
pandangan teori persepsi, seorang aktor akan cenderung mempergunakan pengalamanpengalaman dalam menghadapi fenomena yang serupa (trigger-event). Bagaimana mengkaitkan pengolahan data pengambilan keputusan luar negeri dengan statistik, apa peran statistik untuk turut memecahkan masalah yang dihadapi pengambil keputusan. Dari karakter keputusan yang dikemukakan oleh Willian D. Coplin di atas tampaknya statistik secara model bisa memberikan bantuan. Dalam hal ini proses pengukuran tendensi sentral bisa dipergunakan untuk dasar pengambilan keputusan. Mengapa tendensi sentral bisa dipergunakan: 1. Ukuran tendensi sentral juga berhubungan dengan ketersediaan data. 2. Ukuran tendensi sentral jga berhubungan dengan alokasi waktu yang tersedia 3. Ukuran tendensi sentral juga memperbincangkan tingkat presisi keputusan yang diinginkan. Dalam perbincangan tendensi sentral, dibahas tentang ukuran seperti Mean, median dan modus. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya bahwa tendensi sentral dengan model mean akan memiliki karakter sebagai berikut: 1. Memerlukan ketersediaan data yang sempurna. Tanpa ketersediaan data yang sempurna maka proses mencari mean menjadi tidak mungkin. 2. Memerlukan kesempatan atau durasi waktu yang lebih lama dalam proses penghitungan atau kalkulasinya. Dengan waktu yang sangat sempit, adalah mustahil untuk mencari mean secara baik. Mengapa diperlukan waktu yang lebih lama, hal ini lebih disebabkan proses penghitungan mean melibatkan semua fihak atau data yang ada. 3. Ukuran mean akan menjadi ukuran yang memiliki presisi yang lebih baik. Sehingga cenderung akan cocok untuk pengambilan keputusan yang bersifat jangka panjang. Sehingga dalam konteks pengambilan keputusan luar negeri dalam pandangan Coplin, proses pembuatan keputusan luar negeri yang berbasis general dapat dibantu proses pembuatannya dengan model tendensi sentral mean. Bagaimana denngan model yang lainnya ? Tendensi sentral dengan model Median memiliki beberapa karakter: 1. Memerlukan sejumlah data yang kurang lebih representatif, tidak harus sempurna ada. Misal terdapat sejumlah data 100 akan tetapi terdapat sekitar 5 data yang tidak
tersedia (atau dalam istilah data sering disebut tidak tersedia data atau n.a (not available). Ukuran median mampu bisa untuk dikerjakan. 2. Dalam batas tertentu juga memerlukan waktu yang panjang, meski tidak sepanjang mencari mean. Alasan utamanya juga pada persoalan perlakuan terhadap data, dalam hal ini perlakuan untuk mengurutkan data secara sistematis, apakah bersifat ascending (semakin naik) ata descanding (semakin menurut). 3. Dengan proses pengurutan ini, pengambil keputusan sudah bisa memilih degree keputusan yang akan diambil. Sehingga tingkat presisinya pun juga relatif baik. Dan standar pengurutan ini setidaknya sudah diatur terlebih dahulu, apakah dengan pola ascending atau descanding. Dalam konteks pengambilan keputusan luar negeri, tampak bahwa model median akan lebih cocok dipergunakan untuk keputusan yang bersifat rutin atau administratif yang lebih memerlukan keahlian teknis dalam prosesnya. Apakah keputusan untuk menseleksi pegawainnya atau sampai proses pembuatan aturan-aturan pelayanan yang berkaitan dengan politik luar negeri. Sedangkan model modus (mode) memiliki karakter berikut: 1.
Tidak terlalu memerlukan sejumlah data yang kurang lebih representatif, ataupun harus sempurna ada. Dalam konteks ini mode hanya memerlukan titik-titik puncak dari data, atau dalam statistik hanya memerlukan informasi frekuensi dari data. Jika dari 100 data tidak terdapat ketersediaan data sampai 30-pun, jika sudah ditemukan frekuensi tertinggi sekitar 40 maka proses pencarian mode sudah bisa dilakukan.
2.
Dalam batas tertentu tidak terlalu banyak memerlukan waktu yang panjang. Alasan utamanya juga pada persoalan perlakuan terhadap data, dalam hal ini perlakuan untuk hanya mencari frekuensinya saja. Atau dalam bahasan statistik pengolahan data hanya menjaring data untuk mencari frekuensinya saja.
3.
Dengan proses pencarian frekuensi ini, pengambil keputusan sudah bisa memilih keputusan yang akan diambil secara cepat. Sehingga tingkat presisinya pun juga relatif baik. Dalam batas tertentu, keputusan jenis inilah dalam proses politik yang lebih sering diambil daripada keputusan model lainnya. Dengan cepat mengambil sikap akan segera mendapatkan informasi reward dan punishment yang akan ditanggung, sehingga dalam waktu yang cepat pula bisa merubah sikap. Bukankan
politik sering difahami sebagai fenomena pragmatisme. AKan tetapi dalam konteks perbincangan William D. Coplin, mode akan cocok untuk pengambilan keputusan yang bersifat krisis, yang memang secara sengaja menghendaki pengambilan keputusan yang cepat, namun masih memiliki reasoning yang mantap.