cmyk
JR H
salam redaksi
Launching Tabloid
S
EBUAH
sejarah ditoreh-
kan di Lamnyong Resto-
GRATIS
MEDIA MONITORING REKONSTRUKSI ACEH
ran Banda Aceh, Selasa
sore, 17 Oktober 2006 lalu. Hari itu secara resmi, tabloid
cmyk Email:
[email protected] website: www.ti.or.id
Jroh
besutan Transparency Interna-
>TERBIT
tional (TI) Indonesia diluncur kan ke khalayak ramai. Hadir
12 HALAMAN >
NO.03 ÿ>1 - 14 NOVEMBER 2006
dalam acara yang diakhiri dengan buka puasa bersama itu Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias, Dr Kuntoro Mengkusubroto yang sekaligus membuka acara diskusi yang menyertai pelucuran
Jroh .
Kuntoro bahkan mem-
bubuhkan tanda tangannya di halaman depan Tabloid
Jroh
edisi 2. Tanda tangan juga dibubuhkan oleh para pembicara dalam diskusi Peran Media dalam Rekonstruksi Aceh yang digelar TI Indonesia itu. Para pembicara itu adalah Jubir BRR Tuwanku Mirza Keumala, pakar komunikasi A. Rani Usman, Ketua PWI Aceh Dahlan TH, Humas Oxfam Yon Thayrun, dan moderator diskusi Yarmen Dinamika dari Tabloid Kontras.
Sebuah sekolah yang tidak begitu parah terkena imbas tsunami dibongkar atas desakan Save the Children di Pidie. Setelah sembilan bulan dibongkar, pembangunannya juga belum tuntas. Anak didik terpaksa belajar di bawah tenda darurat.
Sebagai pengelola Tabloid
Jroh ,
kami sangat berterima
kasih atas penghargaan yang diberikan Bapak Kuntoro di tengah kesibukannya yang luar biasa padat, berkesempatan hadir dan membubuhkan tanda tangannya menandai
Jroh.
launching
Salut dan terima kasih
juga kami sampaikan kepada narasumber yang telah menyukseskan diskusi yang dihadiri 150 orang itu. Ucapan yang sama juga kami sampaikan kepada para undangan yang hadir, seperti para ang-
Fadjar Pratikto/Paska Pidie
S
UDAH
sembilan bulan ini
ratusan siswa SD Negeri Cot Lheue Reng, Kemukiman Pangwa, Kecamatan Trienggadeng, Kabupaten Pidie,
terpaksa belajar di bawah tenda darurat. Ada empat lokal belajar yang berada di bawah tenda yang sudah lusuh, dua kelas lainnya berada di rumah dinas guru yang rusak serta di balai nelayan yang tak jauh dari sekolah tersebut.
gota dan pengurus komite pe-
Belajar dalam kondisi darurat seper -
mantau dari Pidie, Banda Aceh,
ti itu, tentulah tidak nyaman bagi para
dan Bireuen, mitra kerja TII,
siswa. Mereka yang belajar di bawah
yaitu GeRAK Aceh, Paska Pidie,
tenda, pada siang hari terlihat bercu-
dan Paska Bireuen, serta rekan-
curan keringat. Maklum, pada siang hari
rekan wartawan dan NGO.
udaranya sangat panas akibat terik
Dengan peluncuran
Jroh
ini,
matahari yang menyinari tenda secara
diwakili
langsung. Bila hujan tiba, guru pun ter -
Project Coordinator Wilayah
paksa menghentikan kegiatan belajar -
Aceh, Mochammad B. Winoto
mengajar karena tendanya bocor.
TI
Indonesia
yang
berharap masyarakat bisa mendapatkan informasi yang utuh tentang kasus yang diadukan warga seputar rehab dan rekons Aceh. Selanjutnya, TI Indonesia akan melakukan mediasi dan diharapkan akan ada keputusan atau kesepakatan atas kasus
Tenda SD Cot Lheu Rhueng-2.
FOTO PASKA PIDIE
Pembangunan MTs di SD Masjid Panteraja.
FOTO PASKA PIDIE
Kalau musim hujan seperti sekarang ini, kami repot karena kehujanan. Kasihan siswa kan? tutur Kepala SDN Cot Lheue Reng, Marduki Yahya kepada
Jroh,
.
Kamis pekan lalu
Kepahitan seperti itu mungkin tidak akan terjadi kalau bangunan SD tersebut tidak buru-buru dibongkar Save The
tersebut. Menurut Winoto, inilah yang disebut mekanisme pengaduan
Children (STC). Awal tahun 2006 ini, STC menawarkan jasa untuk memban-
dan ini merupakan salah satu
gun kembali gedung sekolah yang rusak
prinsip dari sembilan prinsip
dihantam tsunami itu. Sebenarnya,
pakta integritas yang dimasya-
kerusakan gedung yang bersisian
rakatkan TI. Diharapkan hal ini
dengan barak tersebut tidak terlalu
akan terus berlangsung, tidak
parah. Masih ada beberapa ruang yang
Tapi dalam praktiknya, dari rencana
ongkos yang masih belum dilunasi
hanya pada saat rehab dan re-
bisa digunakan untuk kegiatan belajar.
enam lokal ruang yang akan dibangun,
oknum kontraktor waktu itu kurang le-
kons Aceh akibat tsunami, teta-
Tapi, demi keselamatan siswa dan ke-
baru tiga kelas yang hampir selesai di-
bih Rp 6 juta.
pi justru akan permanen atau
nyamanan dalam proses belajar -menga-
ikat batanya, sedangkan tiga ruang kelas
Selama ini tidak ada penjelasan resmi
terlembagakan.
jar, STC meminta bangunan lama itu
lainnya masih pada tahap pembangunan
dari STC mengenai tidak dilanjutkan-
dibongkar.
fondasi. Tidak hanya itu, para tukang
nya pembangunan gedung sekolah terse-
Awal Februari lalu, gedung ini mulai
yang mengerjakan proyek bangunan itu
but. Kepala SD bersangkutan telah
dibangun oleh kontraktor CV Hamdani
pun sempat kecewa, karena pihak kon-
berusaha menanyakannya kepada
Barona. Waktu itu, dijanjikan bangunan
traktor belum membayar upah mereka
akan segera selesai dalam tiga bulan.
selama beberapa minggu. Disebutkan,
Akhirnya, selamat membaca dan selamat Hari Raya Idul Fitri 1427 H. Mohon maaf lahir dan batin.
cmyk
Redaksi
Bersambung ke
Halaman 3
cmyk
HALAMAN
2
LAPORAN UTAMA
SURAT PEMBACA Lebih Mengembangkan Fakta
Data Supaya Lebih Detail
Saya selalu membaca tabloid Jroh setiap kali terbit. Saya berharap Jroh bisa terbit terus, karena sangat membantu masyarakat untuk melihat masalah yang sedang dihadapinya. Selain itu, saya ingin Jroh lebih mengembangkan fakta-fakta yang ada dalam penulisan beritanya. Masalahmasalah terbaru juga perlu ditindaklanjuti supaya beritanya menjadi actual.
Saya pernah membaca tabloid Jroh, cukup bagus. Kalau boleh saya menyarankan data yang lebih lengkap berkaitan dengan kasus-kasus korupsi yang diberitakan supaya ditampilkan. Artinya data-data yang berhasil dikumpulkan di lapangan, bisa lebih detail dimuat.
Mahdi Muhammad Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireuen
Untuk Pencegahan Korupsi Dengan terbitnya tabloid Jroh, saya merasa ini salah satu jalan untuk melakukan upaya pencegahan korupsi dalam proses rekonstruksi Aceh. Karena di tabloid ini, banyak mengupas kasus-kasus korupsi yang terjadi di daerah-daerah, tidak seperti media-media lain yang ada. Saya juga berharap pemerintah daerah dan lembaga-lembaga asing yang terlibat dalam proses pembangunan kembali Aceh bias terbuka dan transparan atas proyek yang dijalankannya. Seharusnya masyarakat juga dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaannya. Hambawi Kecamatan Bantee, Kabupaten Pidie
TENDAKU, SEKOLAHKU
Tarmidi Desa Kule, Bantee, Kabupaten Pidie
Canadian Red Cross Lagee WH, Lake Surat Nikah Beumacam syarat dilakee pihak Canada Red Cross keu peugot rumoh. Lagee jino awaknyan ka dilake surat nikah bak warga di Lhok Buya keu syarat peugot rumoh. Bak ta ingat-ingat awak Canada Red Cross ka lagee WH turot kalon surat nikah. Padahai surat keterangan keuchik dan data akurat jumlah penduduk ka lheuh tajouk tapi awaknyan han dipateh.Peu dipikee geutanyo nyo tukang seumeungeut. Ta peugot surat nikah ka peureulee watee lom, bak sanghi awak Canada seungaja dipeulambat watee deungon dilakee syarat macam-macam.
SAMBIL menunggu pembangunan kembali gedung sekolah SD Negeri Cot Lheue Reng Kemukiman Pangwa, Kecamatan Trienggadeng, Kabupaten Pidie yang dijanjikan Save The Children, para siswa terpaksa belajar di bawah tenda. Sebagian siswa ada juga yang belajar di rumah dinas guru yang rusak serta di balai nelayan yang tak jauh dari lokasi sekolah. Kegiatan belajar mengajar di tempat darurat ini sudah
Dulah Lhok Buya, Kec. Setia Bakti Kabupaten Aceh Jaya
berlangsung selama hampir satu tahun.
SUSUNAN TIM MEDIA: Penanggung Jawab/Pimpinan Umum: Rizal Malik Pimpinan Redaksi: Mochamad B Winoto Redaktur Pelaksana: Tony Alexander, Wakil Redaktur: Fadjar Pratikto Reporter: Aceh Jaya: Muhammad, Banda Aceh: Muhammad Purna. Pidie/Bireuen: Nanda Aisyah. Distribusi: Vera Deniza; Amir Yunus Sirkulasi: Masyarakat Partisipatif (Aceh Jaya) Paska Pidie (Pidie) Paska Bireuen (Bireuen) GeRAK (Banda Aceh) GeRAK (Aceh Barat), Papan - Meulaboh ALAMAT REDAKSI: Transparency International (TI) Indonesia Jl. T Iskandar Km.5 (M Nuri) Lam Ujong, Meunasah Baet, Aceh Besar Phone/Fax: +62(0) 651-22 780 Email:
[email protected] website: www.ti.or.id
LAPORAN UTAMA
HALAMAN
3
Monumen Tsunami yang Tak Pasti Fadjar Pratikto/GeRak Aceh
ENCANA untuk menjadikan Ulee Lheue sebagai kawasan wisata di Meuraxa, Banda Aceh ternyata sudah lama digagas oleh Dinas Pariwisata NAD. Hanya saja terbentur banyak kendala. Siapa orang Aceh yang tak kenal Ulee Lheue. Kawasan pantai ini berjarak sekitar 5 km dari Blang Padang, sebuah kawasan elite di pusat Kota Banda Aceh. Sebelum musibah Tsunami, daerah ini dikenal sebagai kawasan wisata yang selalu ramai dipadati pengunjung pada hari Minggu pagi. Gelombang laut yang mengalir lembut membuat pengunjung betah berlama-lama menikmati keindahan alam. Di kejauhan samarsamar terlihat gugusan Pulau Sabang dan Pulau Nasi. Penduduk dengan ramah menjajakan makanan hasil laut. Keindahan itu sekarang tinggal kenangan. Sejak tsunami melanda, kawasan wisata ini luluh lantak. Hanya sebuah Masjid yang masih kokoh berdiri meskipun jaraknya dengan pantai tidak lebih dari 50 meter. Tak jauh dari masjid, jembatan selebar 8 meter juga masih utuh meski jalan beraspal di sekitar jembatan sempat retak. Dusun Tongkol yang dekat dengan pantai itu sebelum musibah dasyat itu penduduknya berjumlah 1.163 jiwa yang terdiri atas 281 keluarga. Kini, mereka yang bisa berkumpul kembali tinggal 359 jiwa. Warga yang tersisa inilah yang sekarang mendiami sepanjang pantai di Ulee Lheue, Kecamatan Meuraxa ini. Pada awal bencana tsunami, kawasan pinggir laut Samudra India ini menjadi obyek wisata bagi orang asing dan pendatang yang ingin melihat sisa-sisa kehancuran, tak terkecuali para pejabat dan tokoh dunia. Mereka ingin melihat langsung teluk tsunami yang hancur disapu air laut pada 26 Deesember 2004 lalu. Pemandangan ini diekspos oleh berbagai media baik asing maupun domestik. Sebab daerah ini dianggap kawasan yang parah diterjang tsunami. Tak heran jika ada pemikiran di kawasan itu akan dibangun monumen tsunami untuk mendongkrak pariwisata Aceh pasca bencana itu. Menurut Kepala Dinas Pariwisata NAD, Ir Muzakkir Ismail, setahun lalu, pemulihan sektor pariwisata di Aceh harus dengan kerja keras dan keseriusan semua pihak untuk menatanya kembali, baik pascatsunami maupun pasca damai Helsinki. Ia sangat berharap monumen tsunami dapat diwujudkan. Untuk membangun sebuah kawasan pariwisata tsunami, diakui Muzakir, masih jauh dari harapan dan tantangannya sangatlah berat. Dia beralasan, pembebasan tanah warga korban tsunami belum ada kejelasan, terutama alokasi dana dari instansi terkait. Saat ini, hanya dua lokasi yang dijadikan situs tsunami, yakni Masjid Baiturrahim Ulee Lheue di Kecamatan Meuraxa Banda Aceh dan kuburan massal di Lambaro, Aceh Besar. Saya memang ingin membangun sebuah perkampungan tsunami abadi agar dapat dijadikan sebagai tempat para wisatawan melihat dampak dahsyat yang ditimbulkan tsunami, katanya.
R
Jika ini bisa dibangun, sektor pariwisata Aceh dapat berkembang lagi, sekaligus terbentuknya monumen tsunami, bukan hanya bagi warga Aceh, tapi seluruh dunia, tandas Muzakir.
Belakangan beredar kabar rencana pembangunan monumen tsunami tersebut diperluas menjadi museum tsunami. Perluasan ini dikuatirkan akan menggusur warga yang sudah terlan-
PANTAI Ulee Lheue di Meuraxa yang hancur akibat Tsunami.
jur mendirikan bangunan di dekat pantai Ulee Lheue ini ke daerah lain. Apalagi ada ketentuan dalam jarak 5 kilometer dari pantai, warga tidak seharusnya mendirikan bangunan permanent.
FOTO/MUHAMMADA PURNA
Lokasinya Belum Tentu di Ulee Lheue Mohammad Purna/Gerak Aceh
BERKAITAN dengan kabar akan dibangunnya kawasan wisata di Ulee Lheue, Kepala Dinas Pariwisata Kota Banda Aceh Drs.Amuruddin Taher yang konfirmasi di ruang kerjanya menjelaskan bahwa, program itu memang sedang dirancang oleh Departemen Sumber Daya dan Energi Jakarta bekerja sama dengan BRR NAD Nias. Program yang dimaksud adalah pembangunan Museum Tsunami. Kalau setelah museum ini dibangun ternyata berkembang lebih luas kepada potensi wisata, ini akan kita bicarakan dengan masyarakat dan pihak-pihak terkait, jelas Kepala Dinas Pariwisata yang baru dua bulan menjabat sebagai kepala Dinas. Lebih jauh Kadis menyebutkan, Museum ini nantinya akan diisi dengan foto-foto tragedi tsunami dan berbagai peristiwa yang ada kaitannya dengan tsunami, disamping itu juga akan membuka kesempatan untuk memperkenalkan hasil kerajinan Aceh (souvenir), dan pembangunan museum ini juga terbuka peluang untuk memperkenal budayabudaya Aceh yang sudah hilang. Mengenai lokasi pembangunan itu museum itu sendiri, sampai
sekarang belum ditentukan. Menurutnya hal ini masih terus disurvei dan dilakukan peneletian dimana lokasi yang tepat untuk dibangun museum tersebut. Kalau lokasi sudah ditentukan dan disana ada tempat tinggal penduduk, maka mereka akan dibebaskan dengan ganti rugi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Lokasinya belum tentu di Ulee Lheue, mungkin saja di Ulee Lheue atau Lampulo atau ditempat lain. Semua itu akan terjawab setelah final dilakukan penelitian dan penilaian yang layak terhadap rencana pembangunan ini, jelas nya. Dari hasil pantauan Jroh di lapangan, sampai saat ini memang belum ada tanda-tanda kawasan itu akan dibangun tempat wisata, namun desas-desus warga sekitar lokasi sudah begitu santer terdengar. Apalagi kalau kawasan ini betul-betul akan dijadikan daerah pengembangan wisata, sangat banyak masyarakat yang harus direlokasi ke tempat lain yang cukup jauh dari pantai. Bayangkan, perumahan mereka yang baru saja selesai dibangun, kehidupan mereka yang sudah mulai ditata ulang, dan kembali pulih harus mulai lagi dari awal. Koordinator Lapangan Lembaga
Konservasi Lingkungan dan Kelautan (LKL) Banda Aceh, Lesmana Budiman mengatakan bukan tidak mungkin, dari sebuah museum akan berkembang menjadi sebuah kawasan wisata permanent yang menuntut pemindahan penduduk dan pengrusakan sejumlah bangunan lainnya. Kalau ini betul-betul dilakukan, ada banyak hal yang harus dihadapi oleh pemerintah Kota Banda Aceh, antara lain Pemko harus segera menentukan tempat relokasi penduduk, setelah itu harus dipikirkan mata pencaharian mereka yang sesuai dengan kemampuan mereka. Dan yang paling sulit disini adalah ketika menghadapi masyarkat yang belum tentu mereka mau dipindahkan ke tempat lain. Memang sah-sah saja kalau pemerintah mengeluarkan keputusan untuk itu. Tapi keinginan masyarakat juga tidak boleh dikesampingkan, kata Lesmana mengingatkan. Akankah tempat ini betul-betul akan dijadikan sebuah kawasan wisata yang akan mengorbankan warga setempat? Atau hanya sebuah meseum yang tidak terlalu banyak memakan areal tanah warga. Hanya waktu dan keputusan pemerintah yang biasa menjawab, kita tunggu saja.
HALAMAN
MEUDRAH
4
Indeks Persepsi Korupsi 2006:
Tingkat Korupsi Masih Sangat Tinggi Berdasarkan survei indeks persepsi korupsi 2006, Indonesia masih termasuk negara yang sangat tinggi tingkat korupsinya. Fadjar Pratikto Indeks persepsi korupsi tahun 2006 yang diluncurkan secara serentak di seluruh dunia pada Senin, 6 November 2006, menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara korupsi dan kemiskinan, terutama di negara-negara ranking rendah, tak terkecuali Indonesia.
Ini Medan, Bung! kata-kata ini sudah sangat popular di kalangan masyarakat kita. Sebuah kalimat yang mencerminkan betapa Kota Medan berbeda dengan kota-kota lainnya di Tanah Air. Ia digambarkan sebagai kota yang keras, kejam, dan tanpa kompromi. Dalam konteks korupsi, kota ini juga merupakan kota terkorup nomor tiga di Indonesia, setelah Jakarta dan Surabaya. Itu hasil survei indeks persepsi korupsi 21 kota di Indonesia pada 2004. Atas dasar itulah, Transparansi International (TI) Indonesia memilih Medan sebagai kota tempat peluncuran indeks persepsi korupsi tahun 2006 ini. Bertempat di Hotel Garuda Plaza, Medan, digelar konferensi pers yang menghadirkan Todung Mulya Lubis selaku Ketua Dewan Pengurus TI Indonesia, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrahman Ruki, dan Sekjen TI Indonesia, Rizal Malik. Berdasarkan survei indeks persepsi korupsi 2006, Indonesia masih termasuk negara yang tingkat korupsinya sangat tinggi. Meskipun indeks Indonesia naik dari 2,2 di tahun 2005 menjadi 2,4 di tahun 2006 ini, namun Indonesia masih berada dalam kelompok negara yang amat korup dengan indeks masih di bawah 3. Itu menunjukkan bahwa Indonesia, tidak berbeda dengan negara-negara lain, bisa mencegah dan mengurangi korupsi bila ada kemauan politik yang kuat dan sistem integritas nasional yang berjalan dengan baik, demikian siaran pers yang dirilis TI Indonesia. Indeks persepsi korupsi yang dikeluarkan TI ini didasarkan pada survei yang dilakukan ahli dari berbagai lembaga terkemuka. Indeks itu merefleksikan pandangan pelaku bisnis dan pengamat dari seluruh dunia, termasuk para ahli yang merupakan penduduk negara yang dievaluasi. Hasilnya tiga negara yang terbersih adalah Finlandia, Islandia, dan Selandia
Baru, dengan IPK 9,6. Singapura menjadi negara paling bersih di Asia dan kelima di dunia dengan IPK 9,4. Indonesia memiliki peringkat dan nilai indeks yang sama dengan Azerbaijan, Burundi, Republik Afrika Tengah (CAR), Ethiopia, Papua Nugini, Togo, dan Zimbabwe. Negara-negara yang indeksnya di bawah angka 3 dianggap sebagai negara dengan tingkat korupsi tinggi. Indonesia ternyata sejajar dengan negara yang kita ketahui terbelakang. Indonesia bahkan lebih buruk dibandingkan Timor Leste yang baru merdeka. IPK negara itu tercatat 2,6 dan berada di peringkat 111, jelas Ketua Dewan Pengurus TI Indonesia Todung Mulya Lubis. Kenaikan indeks sebesar 0,2 itu, menurut Todung, memang jauh dari memuaskan. Todung juga menyayangkan lambannya upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, mengingat kelengkapan perangkat hukum, termasuk lembaga dan perundang-undangan, dinilai sudah cukup memadai.
KONPRENSI Pers Peluncuran Indeks Persepsi Korupsi 2006 di Medan.
Dengan kelengkapan itu, seharusnya IPK Indonesia sudah lebih dari 2,4. Menurutnya, sedikitnya ada lima faktor yang menyebabkan lambannya pemberantasan korupsi di Indonesia. Pertama, pemberantasan korupsi masih tebang pilih. Kedua, adanya pertikaian destruktif antarlembaga penegak hukum seperti antara MA dan Komisi Yudisial.
Ketiga, adanya perlawanan dari para koruptor. Keempat, kembali menguatnya kronisme, dan kelima adalah melemahnya peran media dalam mengungkap kasus korupsi. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrahman Ruki yang menanggapi pengumuman Indeks Persepsi Korupsi ini mengakui bahwa, pencegahan korupsi di
Korupsi “Merampok” Pengentasan Kemiskinan DARI data yang dibeberkan TI Indonesia yang terpenting adalah indeks persepsi korupsi (IPK), bukan peringkat korupsi di dunia. Sebab, peringkat akan sangat tergantung jumlah negara yang disurvei. “Ini harus menjadi perhatian karena semakin tinggi korupsi suatu negara (indeksnya semakin rendah, red) maka umumnya semakin miskin negara itu,” jelas Sekjen TI Indonesia Rizal Malik. Karena itu, TI Indonesia merekomendasikan agar ada penegasan kembali agenda pemberantasan korupsi di Indonesia. Selain itu, diperlukan kesungguhan dalam pemberantasan korupsi dalam upaya pengentasan kemiskinan. Senada dengan itu, Ketua TI Hugette Labelle mengemukakan praktik korupsi masih menjadi masalah di dunia, khususnya negara miskin. Hasil survei itu menunjukkan korupsi masih signifikan menyebabkan peningkatan masyarakat miskin di dunia. Hampir tiga perempat negara yang memiliki skor IPK di bawah lima merupakan negara berpendapatan sangat ren-
dah. Sebagian besar negara itu berada di kawasan Afrika, kecuali Indonesia, Papua Nugini, Bangladesh, dan Filipina. ”Asosiasi profesi pengacara, akuntan, dan perbankan memiliki tanggung jawab khusus untuk mengambil tindakan tegas terhadap tindak korupsi,” ujar Direktur Eksekutif TI David Nusbaum dalam rilisnya di Jerman. Kemiskinan adalah tantangan besar yang masih harus dihadapi oleh bangsa kita. Puncak kemiskinan terjadi pada 1998, ketika kita meluncur dari negara yang berpendapatan per kapita US$ 1000 ke kisaran US$ 300 per kapita per tahun. Memang ada kemajuan bila melihat angka statistik. Data BPS mencatat bahwa sejak 1999 terjadi penurunan jumlah penduduk miskin menjadi 47,97 juta (23,23%), berturut-turut tahun 2000 penduduk miskin menjadi 38,70 juta (19,14), tahun 2001 menjadi 37,90 juta (18,41%), tahun 2002 menjadi 38,40 juta (18,20%), tahun 2003 menjadi 37,30 juta (17,42%), tahun 2004 menjadi 36,10 juta (16,66%), tahun 2005 menjadi 35,10 juta
(15,97%). Akan tetapi di tahun 2006, hasil Susenas 2006 menunjukkan jumlah penduduk miskin justru bertambah menjadi 39,05 juta (17,75%)! Meningkatnya kemiskinan ini tidak lepas dari maraknya korupsi. Praktik pemberian pelicin kepada pejabat publik ditemukan Bank Dunia di tiga proyeknya di Indonesia tahun ini, bahkan beberapa waktu lalu lembaga ini mencatat kebocoran pada sektor pengadaan barang dan jasa pemerintah mencapai 30%. Menteri Negara BUMN Sugiharto juga mengamini temuan kasus inefisiensi dan korupsi di BUMN yang 80% berasal dari sektor pengadaan ini. Tidak heran bila dana pembangunan melalui APBN yang kabarnya bocor tidak kurang dari 30% adalah sebuah contoh nyata makin terpangkasnya peluang pemberantasan kemiskinan. “Di tengah dekade kemajuan negara-negara yang telah berhasil melahirkan hukum dan peraturan antikorupsi, korupsi mengungkung jutaan warga dalam kemiskinan,” jelas Ketua TI, Huguette Labelle. n
FOTO/AGUS SARWONO/TI
Indonesia masih jalan di tempat. Hal itu diperkuat dengan masuknya Indonesia dalam peringkat 130 dunia dari 163 negara dalam hal indeks persepsi korupsi (IPK) yang baru dirilis TI itu. IPK Indonesia hanya naik 0,2 menjadi 2,4 dari skor tahun lalu, sehingga dibandingkan anggota ASEAN, menjadi negara terkorup ketiga setelah Myanmar dan Kamboja. Skor itu sangat menyedihkan. Kenaikan indeks sangat lambat. Itu artinya pelayanan publik di negara kita masih buruk, pencegahan korupsi masih jalan di tempat, dan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi hanya menjadi dokumen yang tersimpan rapi di atas meja, tutur Ruki. Menurutnya, dalam aspek represif pemberantasan korupsi mengalami kemajuan, di mana pejabat korup yang sebelumnya tak tersentuh hukum sudah banyak yang ditangkap dan diadili. Tapi dari aspek pencegahan, belum ada kemajuan. Menurut Ruki, KPK merasa korupsi itu terjadi bukan karena adanya bad people, tetapi juga terjadi adanya bad governance atau bad system. Memang sungguh disayangkan, Indonesia belum ada perbaikan sistem pemerintahan hingga pemberantasan korupsi belum bisa dilakukan secara maksimal, tandasnya. Ke depan, Ruki menegaskan, Indonesia harus menjadikan reformasi birokrasi atau pembaruan tata kelola pemerintahan menjadi sebuah prioritas kinerja. n
MEUDRAH
Mencegah Korupsi dengan Mekanisme Akuntabilitas
HALAMAN 5
DOK-TI
Setelah penandatanganan MoU antara BRR Aceh Nias dengan Transparency International Indonesia tentang penerapan sistem integritas, kini giliran lembaga donor, LSM internasional, dan masyarakat sepakat mencegah korupsi dalam proses rekonstruksi Aceh dengan membangun mekanisme akuntabilitas. Fadjar Pratikto
H
AL tersebut menjadi kesepaka-
tan bersama dalam seminar dan workshop bertema Penerapan Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas oleh LSM Internasional dan Lembaga Donor dalam Rekonstruksi Aceh yang diselenggarakan selama dua hari 7-8 November 2006 di Medan. Acara yang dibuka Ketua Dewan Pengurus Transparency International (TI) Indonesia Todung Mulya Lubis diikuti 120 peserta yang terdiri dari perwakilan BRR, perwakilan NGO internasional, perwakilan lembaga donor dan perwakilan masyarakat yang terlibat dalam proses rekonstruksi Aceh. Hadir sebagai pembicara lainnya Kepala Badan Pelaksana Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh-Nias Kuntoro Mangkusubroto dan Kepala Departemen Pengembangan Organisasi Pemerintah Kerajaan Inggris (UK Department for Institutional Development) di Indonesia Shantanu Mitra. Para peserta menyadari bahwa penerapan mekanisme akuntabilitas ini sangat mendesak untuk diterapkan mengingat skala proyek serta besarnya dana yang dikelola BRR dan lembagalembaga donor dalam prosess rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh Nias. Dengan diterapkannnya mekanisme akuntabilitas dalam setiap kegiatan rekonstruksi Aceh, penggunaan dana bantuan ini akan lebih bermanfaat bagi para korban bencana gempa bumi dan tsunami, serta bisa mencegah kemungkinan terjadinya penyalahgunaan anggaran tersebut. Komitmen tersebut diwujudkan melalui kesepakatan kerja sama antara TI Indonesia dengan lembaga donor dan lembaga internasional untuk menerap-
kan transparansi dan akuntabilitas. Kesepakatan ini akan digunakan untuk mengawasi dan memastikan bantuan lembaga donor benar-benar tepat sasaran. Out Reach Officer Multi Donor Fund (MDF) Geumala Yatim dan Staf Ahli Bidang Pemerintahan dan Integritas BRR Kevin Evans yang mewakili para peserta seminar dan workshop yang digelar TI Indonesia mengakui, penyalahgunaan dana dan wewenang sering ditemui dalam proses rekonstruksi Aceh Nias. Di beberapa daerah kami menjumpai ada indikasi penyimpangan dana donor, meskipun masih di bawah 5 persen. Penyelewengan tidak hanya dilakukan pemda setempat, tetapi juga dilakukan masyarakat, kata Geumala dalam konferensi pers yang digelar TI di Medan, 8 November lalu. Saat ini, MDF mengelola dana sebesar Rp 530 juta dolar AS yang berasal dari kemitraan dengan 13 negara donor dan dua bank, yaitu Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB). Dana itu merupakan hibah murni untuk mendanai 17 proyek di Aceh dan Nias. Menanggapi kemungkinan adanya korupsi dalam rekonstruksi Aceh, staf ahli BRR Kevin Evans mengatakan, yang terpenting untuk menjaga keyakinan pendonor adalah mengurangi potensi korupsi itu. Berbagai mekanisme akan dibentuk untuk menuju pada keterbukaan dalam sistem dan kebijakan yang berlaku. Harus diperjelas mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak agar tidak terjadi kesalahpahaman yang bisa dimanfaatkan orang lain. Jika ada tahapan yang kurang jelas, hal itu bisa mendorong terjadinya pungutan liar oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, kata Evans yang lancar berbahasa Indonesia.
KEPALA BRR Kuntoro Mangkusubroto dan Ketua TI Indonesia Todung Mulya Lubis sedang menandatangani MoU di Medan tentang penerapan sistem integritas dalam rekonstruksi Aceh.
Mekanisme akuntabilitas adalah sebuah mekanisme pertangunggugatan dan pertanggungjawaban menyangkut pekerjaan-pekerjaan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh Nias, untuk memastikan bahwa bantuan yang diberikan kepada korban benar-benar tepat sasaran. Di dalam mekanisme tersebut termasuk transparansi tentang informasi proyek secara keseluruhan, baik menyangkut perencanaan program, desain pekerjaan, pendanaan, pelaksanaan, dan lain-lain. Selain itu, mekanisme ini juga mengharuskan untuk melibatkan masyarakat sebagai penerima manfaat dalam pelaksanaan pembangunan kembali Aceh Nias. Di sisi lain masyarakat juga melakukan monitoring atau pengawasan terhadap pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan. Dalam mekanisme ini juga mewajibkan adanya saluran pengaduan dan penanganan pengaduan. Publik juga diberi kemudahan untuk mengakses informasi yang dibutuhkan. Dalam pertemuan dua hari ini yang dihadiri oleh pihak-pihak yang memiliki kaitan dengan rekonstruksi Aceh Nias juga sepakat mendorong adanya kesepahaman bersama mengenai maksud-
maksud atau pengertian dari akuntablitas dan transparansi. Selain itu, sepakat untuk meningkatkan kapasitas stafnya tentang pengetahuan dan mekanisme transparansi dan akuntabilitas. Hal yang sama juga perlu dilakukan kepada warga untuk memahami penerapan mekanisme akuntabilitas di tingkat masyarakat. Hal ini sangat penting untuk menjembatani perbedaan persepsi yang signifikan antara NGO internasional dan donor yang bekerja di Aceh, dan masyarakat. Di sisi lain, NGO internasional juga sepakat untuk menetapkan membangun sistem sanksi dan insentif jika melanggar aturan yang sudah ditetapkan, misalnya dengan menerapkan aturan organisasi tersebut, atau menyerahkan kepada proses hukum yang ada di Indonesia. Mekanisme ini juga sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan masing-masing pihak untuk tidak saling mencurigai satu sama lain, demikian siaran pers yang dibagikan kepada para wartawan. Mereka juga komit untuk menerapkan mekanisme pencegahan korupsi di lembaganya masingmasing. n
Kesepaham Menegakkan Sistem Integritas UNTUK mendorong percepatan penerapan tata kelola pemerintahan yang baik sebagai upaya mencegah praktik korupsi, BRR Aceh-Nias dan TI Indonesia sepakat untuk menegakkan dan meningkatkan sistem integritas dalam tata pemerintahan yang diterapkan di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan kepulauan Nias, Provinsi Sumatera Utara, melalui penandatangan MoU (Memorandum of Understanding). Nota kesepahaman ini ditandatangani Kepala BRR Aceh-Nias Kuntoro Mangkusubroto dan Ketua Dewan Pengurus TI Indonesia Todung Mulya Lubis di Medan, Sumatera Utara, 7 November 2006. Baik TI Indonesia maupun BRR Aceh-
Nias sepakat bahwa Sistem Integritas adalah sistem yang didasarkan pada prinsip-prinsip keterbukaan, kejujuran, dan akuntabilitas untuk menghindari dan mencegah praktik KKN. Kerja sama ini bertujuan untuk menegakkan dan meningkatkan sistem integritas dalam tata pemerintahan yang diterapkan di wilayah Aceh dan Nias yang berkaitan dengan program rehabilitasi dan rekonstruksi yang sedang dilaksanakan di wilayah Aceh dan Nias oleh BRR agar penggunaan dana rehabilitasi dan rekonstruksi oleh BRR dilakukan dengan menjunjung tinggi integritas dan bebas dari tindak pidana korupsi. Adapun ruang lingkup kegiatan kerja
sama kedua belah pihak mencakup: melakukan penilaian terhadap penerapan sistem integritas BRR; memfasilitasi pertukaran pengalaman dan pembelajaran para stakeholders yang terlibat dalam program rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah Aceh dan Nias; serta melakukan sosialisasi manfaat dari peningkatan integritas dalam tata pemerintahan untuk semua kelompok masyarakat serta memperkenalkan sistem dan mekanisme yang dapat meningkatkan sistem integritas serta mengurangi potensi KKN dalam kehidupan masyarakat termasuk pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil. Untuk pelaksanaan kegiatan, nota
kesepahaman ini dilakukan oleh tim kerja atau mekanisme lain yang disepakati dan ditunjuk oleh kedua belah pihak. Dan, untuk pembentukan tim kerja atau untuk membahas mekanisme kerja yang mungkin akan disepakati, maka: BRR menunjuk Ketua Satuan Antikorupsi pihak pertama sebagai Focal Point untuk mengkoordinasikan kerja sama dengan TI Indonesia. Sebaliknya, TI Indonesia menunjuk Sekretaris Jenderal sebagai Focal Point untuk mengkoordinasikan kerja sama dengan BRR ini. Pelaksanaan MoU yang berlaku untuk dua tahun ini mempergunakan prinsip keterbukaan dan pertanggungjawaban, termasuk dalam hal penyediaan informasi yang diperlukan. n
HALAMAN
LACAK
6
Boat Bantuan yang Terbengkalai Ikhwan/GeRak Aceh barat
S
EJUMLAH boat bantuan yang diterima nelayan di Nagan Raya dianggap bermasalah. Selain kualitasnya rendah, penerima bantuan juga merasa tidak dilibatkan dalam per-
encanaanya. Masih ingat peristiwa yang terjadi di Kuala Tuha, Kecamatan Kuala, kabupaten Nagan Raya, awal Oktober lalu. Waktu itu, boat nelayan yang melaut tidak mampu menahan terjangan ombak dan terbalik. Tiga awaknya tenggelam, dua
orang selamat, sedangkan
salah seorang nelayan bernama Akhmar, usia 20 tahun, tewas. Meski ini murni kecelakaan, tapi ada yang mengkaitkan kejadian itu dengan boat bantuan. Sebab boat yang ditumpang nelayan itu hanya berkekuatan 3 GT, seharusnya untuk melaut dibutuhkan mesin berkekuatan 5 GT. Selama ini, boat bantuan boat untuk nelayan di Nagan Raya, baik dari Badan Rehabilitasi Rekonstruksi (BRR) Aceh Nias maupun Departemen Sosial (Depsos) memang dianggap bermasalah. Paling tidak, hal itu dikeluhkan oleh lembaga adat Panglima Laot (Panglaot) Nagan Raya melalui Ayah Mukhtar dan tujuh panglima lhok lainnya pada 20 Agustus 2006 lalu. Bantuan boat dari
BOAT bantuan dari BRR untuk nelayan di Kecamatan Kuala, Nagan Raya.
DOK/TI MEULABOH
BRR yang berjumlah 9 unit ini dilapor kan memiliki beberapa kekurangan dan tidak sesuai dengan janji BRR kepada para nelayan. Kekurangan boat berukuran 2,5x14 m tersebut antara lain: boat tidak ada gerdangan, boat tidak disertai dengan poli katrol, tempat untuk memasang cincin juga tidak ada, bodi boat tidak dilapisi dengan seng sehingga mudah dilubangi oleh kutu air, dan besi setir terlalu pendek sehingga ketika ada ombak besar dan mampu mengangkat bagian belakang boat maka setir tersebut tidak bisa berfungsi Dengan kondisi yang demikian, para nelayan Nagan Raya masih harus mengeluarkan biaya sekurangnya Rp.25 juta untuk dapat mengoperasikan boat tersebut. Adanya berbagai kekurangan ini disebabkan proses pembuatan boat yang tidak melibatkan nelayan. Boat tersebut dibuat di luar wilayah Nagan Raya dan langsung ditangani oleh pihak BRR
bidang perikanan dan kelautan. Lemba-
disinya juga memprihatinkan ialah alat
ga adat panglaot
yang notabene lebih
tangkap berupa jaring pukat sebanyak
Di luar bantuan boat dari BRR, ban-
memahami kondisi boat yang diperlu-
9 buah (sesuai jumlah boat yang diberi-
tuan boat dari Depsos yang berjumlah
kan
jaring yang akan digunakan melaut.
nelayan, justru tidak dilibatkan
kan BRR). Sebagian benang jaring mu-
20 unit juga bermasalah. Boat bantuan
sama sekali baik dalam perencanaan
lai lapuk dan mudah putus. Hal ini dis-
Depsos telah disalurkan kepada nelay-
hingga pembuatan boat. Padahal Nagan
ebabkan proses penyimpanan jaring
an di sejumlah desa di Kecamatan Kua-
Raya dikenal luas memiliki stok kayu
yang diletakkan begitu saja di halaman
la, Nagan raya. Antara lain Desa Lhok,
pilihan yang diperlukan untuk pembua-
rumah salah seorang nelayan di Kuala
Kuala Baru, Padang Rubek,
tan boat. Di wilayah ini juga terdapat
Tuha sehingga tak terlindung dari dari
Langkak, Kuala Tuha, Kubang Gajah,
tidak kurang dari 30 orang nelayan yang
hujan dan uap tanah.
Kuala Trang, Cot Rambung, Kuala
berprofesi sebagai pembuat boat selama
Pulo,
Padahal biaya pembuatan tersebut
Tadu, Cot Mu, Alue Siren, Cot me, Ba-
cukup besar, berkisar antara Rp. 250
bahlung, Krueng Semayam, dan Drien
Hingga laporan ini dibuat, boat terse-
300 juta/unit. Menurut nelayan, di
Tujoh.
but belum dioperasikan oleh nelayan
samping proses penyimpanan yang
Namun masih terdapat 3 unit boat
penerima bantuan. Hal ini disebabkan
seadanya, pembuatan jaring ini juga
bantuan Depsos yang tidak jelas sasa-
belum jelasnya tanggungjawab BRR atas
terlalu terburu-buru karena tidak
rannya. Belakangan ada yang menge-
berbagai kekurangan boat pemberian-
menunggu boat yang sedang dikerjakan
tahui bahwa 3 unit yang tidak dibagi-
nya. Apakah BRR mau menanggung bi-
selesai terlebih dahulu. Pembuatan jar -
kan ke nelayan itu masing-masing di-
aya tambahan untuk memperbaiki kon-
ing ini juga tidak melibatkan nelayan
miliki oleh beberapa oknum Dinas Ke-
disi boat atau apakah hal tersebut men-
karena dibuat jauh di luar Nagan Raya.
lautan dan Perikanan (DKP). Di samp-
jadi tanggung jawab nelayan.
Padahal selama ini, masyarakat nelay-
ing itu, boat bantuan untuk Desa Pulo
an setempat terbiasa membuat sendiri
yang diparkir dekat kepala Jembatan
puluhan tahun.
Selain boat, bantuan BRR yang kon-
Kuala
Langkak juga telah hilang dan hingga kini belum diketahui siapa pencurinya. Peristiwanya terjadi pada dinihari dan
Ada yang Dijual di Johan Pahlawan
diduga dilakukan oleh kalangan nelay-
BOAT bantuan yang bermasalah juga terjadi Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat. Perahu ini merupakan bantuan dari Departemen Sosial yang disalurkan kepada nelayan melalui pemerintah daerah setempat. Jumlah boat bantuan tersebut sebanyak 35 unit, dan telah didistribusikan kepada para nelayan di Padang Suerahet 13 unit, kelurahan Rundeng 2 Unit, Pasar Aceh 1 unit, Ujong Baroh 2 unit, Kampung Belakang 2 unit, Ujong Kalak 2 unit, Desa Pasir 5 Unit, Desa Panggong 7 Unit, dan Drien Rampak 1 Unit. Kualitas boat bantuan berukuran 7x3 m tersebut dianggap kurang memenuhi standar nelayan. Boat itu dibuat di Siemeulue dengan bahan yang berkwalitas rendah, dan anehnya sebelum didistribusikan ada beberapa boat yang karam akibat bodi boat bocor karena dibuat dari papan yang mudah lapuk. Sebelum didistribusikan kepada para nelayan, boat tersebut juga sempat terbengkalai selama tiga bulan di Sungai Meureubo di bawah jembatan besi karena pihak Pemda Aceh Barat tidak mau
bantuan Depsos, Kepala DKP Kabupat-
menandatangani berita acara penyerahan boat dari Depsos karena kondisi boat yang dianggap belum layak pakai. Bukan hanya itu. Pengadaan boat bantuan Depsos tersebut juga terindikasi ada Mark Up. Menurut taksiran nelayan/tukang, untuk pembuatan boat dengan kualitas seperti itu hanya menghabiskan biaya sebesar ± Rp. 40 juta, sedangkan biaya pengadaan 1 unit boat bantuan itu mengahabiskan sebesar Rp. 50 juta lebih. Pengadaan boat juga dianggap tidak partisipatif atau dengan kata lain nelayan Aceh Barat tidak dilibatkan dalam proses pengadaannya. Walaupun kondisi boat tidak sesuai dengan harapan nelayan, mau tidak mau mereka harus menerima bantuan tersebut, sehingga nelayan terpaksa harus memperbaiki boat dengan biaya sendiri Rp. 5-10 juta per unit. Ada juga yang terpaksa menjual boat itu karena penerima tidak mampu memperbaiki. Pada awalnya pihak Panglima Laot sempat mengusulkan dana rehab boat kepada kontraktor pengadaan boat, namun sampai saat ini permohonan itu be-
lum dikabulkan, sehingga beberapa unit boat telah direhab sendiri dengan menggunakan dana pribadi. Untuk jumlah boat yang telah direhab, panglima laot tidak dapat memastikan karena tidak ada koordinasi dengan penerima boat. Sebelumnya masalah ini juga pernah dipersoalkan oleh Samak. LSM ini menemukan indikasi modus penyelewengan, mulai dari mekanisme penyaluran yang tidak transparan sampai mark up harga bahan pembuatan boat. Koordinator Samak, M Saefudin, menduga ada KKN dalam pengadaan dan penyaluran boat itu. Misalnya yang terjadi di Desa Keude,Mesjid Raya, Aceh Besar. Wakil Kepala DKP NAD, Chalid, beberapa bulan lalu megaku tidak mengetahui mekanisme penyaluran bantuan boat dari Depsos. Menurutnya, pihaknya hanya bisa memberikan masukan pada Pemda, sedangkan pengawasan secara langsung dilakukan bupati setempat. Saat dikonfirmasi ke Dinas Sosial Aceh Barat, pejabat setempat mengatakan bantuan itu urusan Depsos pusat.
an sendiri. Atas kasus yang terjadi dalam boat en Nagan Raya Ir. Tarmizi Diwa yang baru 3 bulan menjabat menyatakan dengan tegas bahwa jika benar hal itu ter jadi maka ia menjadi orang pertama yang akan memberikan sanksi pemecatan terhadap bawahannya. Sedangkan terkait dengan boat dari BRR, ia menegaskan bahwa lembaganya tidak tahu menahu masalah bantuan itu. Juru bicara BRR, Mirza Keumala sendiri mengaku baru mendengar masalah tersebut. Ditegaskan bahwa semua proyek BRR dilandasi Spek yang ditetapkan, kalau pun ada kekurangan itu berarti tanggungjawab kontraktor atau pengawas. Ia berjanji akan menindaklanjuti masalah itu sehingga nelayan bisa menerima hak-haknya. Harus dipahami di BRR banyak sekali proyek yang tidak mungkin semuanya diawasi. Karena itu saya minta masyarakat pro aktif mengawasi dan memberi informasi, sehingga BRR bisa mencari solusinya, tandas Mirza Keumala kepada
Jroh. ■
OPINI
HALAMAN
7
Presiden Berganti, Korupsi Masih di Sini tinya.
Rizal Malik Sekretaris Jenderal Transparency International (TI) Indonesia.
S
USILO
gan terakhir. Para menteri, Kapolri,
Berdasarkan data yang sama, poten-
dan Jaksa Agung perlu memberikan
si kehilangan pajak diduga bisa sampai
laporan kemajuanpencapaian indika-
40 persen. Karena penerimaan pajak
tor -indikator kinerja yang ada di dalam
dalam APBN 2006 adalah Rp 416 trili-
RAN-PK.
un, maka kalau benar dugaan tadi, nega-
Yang kedua, dengan segera memper -
ra boleh jadi telah dirugikan lebih dari
cepat proses hukum terhadap dugaan
Bambang Yudhoyono
Rp 200 triliun. Angka yang fantastis!
penyelewengan anggaran negara hasil
(SBY) terpilih sebagai Presiden
Lebih besar dari pembayaran angsuran
temuan BPK dan BPKP. Inilah yang se-
Indonesia dengan mengusung
ini. Selain itu, tim itu juga mendapat
pokok dan bunga utang dalam APBN
harusnya menjadi prioritas utama Tim-
berbagai janji kampanye. Salah
tugas yang jelas dari Presiden: mengusut
2006 yang besarnya hanya Rp 148,8
tas Tipikor. Timtas Tipikor adalah tan-
triliun.
gan
Presiden
untuk
menjalankan
satunya adalah tekad untuk
kasus korupsi di 16 badan usaha milik
memberantas korupsi. Dalam dokumen
negara (BUMN), empat departemen, tiga
Pada tahun ini muncul pula wacana
Membangun Indonesia yang Aman,
perusahaan swasta, dan 12 koruptor
untuk melindungi para pejabat pemer -
Adil, dan Sejahtera yang menguraikan
yang lari ke luar negeri.
intah atas keputusan-keputusan yang
Yang ketiga adalah meningkatkan
kepemimpinannya dalam pemberantasan korupsi.
visi, misi, dan program SBY dan M.
Yang ketiga, kepolisian patut diberi
dibuatnya. Wacana ini muncul karena
anggaran negara untuk pemberantasan
Jusuf Kalla (MJK), pemberantasan ko-
catatan positif dalam penanganan
banyak pejabat pemerintah yang tak
korupsi. Pada saat ini anggaran negara
kasus korupsi yang menyangkut per -
bersedia menjadi pimpinan proyek kare-
untuk pemberantasan korupsi, khusus-
lip dalam agenda program keadilan,
wira tinggi polisi. Komisaris Jender -
na takut dituduh korupsi. Sebuah logi-
nya untuk KPK, sangat tak memadai.
hukum, hak asasi manusia, dan de-
al Polisi Suyitno Landung, mantan
ka yang aneh. Logika umum mengata-
Para anggota KPK masih belum menda-
mokrasi.
Kepala Badan Reserse Kriminal Pol-
kan, bila Anda tidak korupsi, mengapa
pat gaji tetap.
ri, merupakan pejabat Polri dengan
takut dituduh korupsi?
rupsi mendapatkan porsi kecil dan terse-
Sasarannya, berkurangnya secara
Bahkan KPK harus bekerja seperti
dihukum
Serangan balik koruptor
LSM, membuat proposal untuk menda-
Keberhasilan dan kegagalan upaya
patkan dana dari donor luar negeri.
paling atas. Sasaran ini diuraikan le-
Yang juga perlu dipuji adalah keber -
pemberantasan dan pencegahan korup-
Para hakim tindak pidana korupsi
bih lanjut dalam acara penajaman visi
hasilan legislasi pemerintah dengan di-
si memang tak dapat semata-mata dit-
masih juga belum mendapat fasilitas
dan misi calon presiden pada 14 Sep-
ratifikasinya Konvensi PBB antikorup-
impakan pada eksekutif atau presiden.
dan penghargaan yang pantas. Keadaan
tember 2004. SBY menyatakan, Saya
si melalui UU Nomor 7 Tahun 2006.
Masih rawannya Mahkamah Agung
ini harus segera diubah. Kalau pence-
akan memimpin langsung pemberan-
Hanya tiga tahun setelah konvensi itu
dari praktik korupsi adalah satu tan-
gahan korupsi menjadi prioritas, harus-
tasan korupsi di negeri ini. ...Pengaud-
disahkan oleh Sidang Majelis Umum
tangan besar yang dihadapi bangsa ini.
lah dibarengi dengan alokasi anggaran
itan kekayaan pejabat harus dilakukan
PBB. Undang-undang ini akan me-
Tuntunan perilaku hakim yang memu-
yang cukup.
setiap tahun.
lengkapi berbagai peraturan perundan-
ngkinkan hakim menerima hadiah,
nyata praktik korupsi di birokrasi, dim-
pangkat
ulai dari tataran (jajaran) pejabat yang
karena korupsi.
tertinggi
yang
Yang keempat, segera benahi birokra-
Semua lembaga yang dibangun un-
gan yang mengkriminalkan tindak pi-
si. Reformasi birokrasi terus tertunda-
tuk pemberantasan KKN seperti BPK,
dana korupsi. Bahkan juga menjangkau
tunda karena resistensi yang besar dari
KPK, akan saya dayagunakan dengan
sektor swasta.
para birokrat. Untuk mendobrak kebun-
terpadu agar langkah yang diambil efek-
Langkah mundur
tif. Pengawasan lebih ketat akan saya
Namun, keberhasilan pemerintahan
lakukan terhadap pos-pos rawan korup-
SBY itu selalu diikuti dengan tindakan
si seperti bea cukai dan bagian pengada-
lain yang menafikan keberhasilan sebe-
an lainnya.
lumnya. Pemberantasan korupsi masih
Ada kemajuan
dikesankan tebang pilih. Pemberan-
Pemberantasan korupsi masih dikesankan “tebang pilih”.
tuan ini, Presiden perlu menggebrak yang bisa dimulai di empat instansi pemerintah: kepolisian, kejaksaan, pajak, dan bea cukai, di empat kota besar: Jakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar. Keempat kota ini adalah kota yang paling korup berdasarkan penelitian TII
Bagaimana setelah dua tahun? Salah
tasan korupsi belum mampu menjan-
satu hal yang patut diacungi jempol
gkau mereka yang kuat pendanaannya
adalah upaya kantor Presiden untuk
atau mereka yang punya perlindungan
cepat memberikan izin bagi pemerik-
politik. Kontroversi sekitar dugaan ket-
keengganan Mahkamah Agung untuk
pajak, dan kepala bea cukai di empat
saan pejabat negara yang disangka
erlibatan mantan anggota KPU Hamid
diawasi oleh Komisi Yudisial dan diau-
kota tersebut dipilih dengan saksama
melakukan korupsi. Selama dua tahun
Awaludin, sekarang Menteri Hukum dan
dit oleh BPK, menunjukkan masih
berdasarkan rekam jejaknya yang tidak
ini, SBY telah mengizinkan pemerik-
HAM, dalam korupsi pengadaan segel
sukarnya membenahi benteng terakhir
tercela.
saan 54 orang pejabat yang terdiri dari
pemilu, misalnya, menimbulkan kesan
keadilan tersebut.
bupati, walikota, gubernur/wakil Gu-
masih adanya warga negara yang tidak
Selain itu, tidak transparannya pem-
matkan penerimaan negara dan bawa
bernur, dan anggota DPR/MPR. Apabi-
tersentuh (untouchable) hukum. Apalagi
biayaan partai politik menyebabkan ka-
para pencoleng uang negara ke muka
la ditambahkan izin pemeriksaan 157
bila dikaitkan dengan janji kampanye
sus-kasus politik uang terlihat seperti
hukum dalam tempo yang sesingkat-
orang anggota DPRD oleh Menteri
SBY yang akan mulai pemberantasan
(maaf) kentut.
singkatnya. Bila berhasil diberi ganja-
Dalam Negeri, maka Kabinet Indonesia
korupsi dari atas.
tahun 2004. Itu berarti setiap kepala polisi, kepala kejaksaan, kepala kantor
Harus diberi target yang jelas: sela-
Baunya terasa, tetapi tidak pernah
ran yang memadai, kalau perlu kenai-
Bersatu telah memecahkan rekor: men-
Pemerintah juga belum terlihat men-
ada yang mengaku. Kondisi seperti
kan pangkat luar biasa dan Satyalen-
gizinkan pemeriksaan 211 pejabat. Be-
indaklanjuti temuan PPATK mengenai
inilah yang memungkinkan para ko-
cana. Bila gagal, diberi hukuman yang
berapa di antara mereka kini telah me-
rekening tidak wajar 15 orang perwira
ruptor mulai melancarkan serangan
setara. Lebih-lebih bila terseret dalam
ringkuk di hotel prodeo.
polisi atau menertibkan 1.033 rekening
balik setelah tiarap di awal reformasi.
permainan yang ada dan turut serta
Yang kedua adalah upaya memang-
atas nama pejabat yang merupakan ha-
Kita tidak dapat menganggap enteng
mencuri uang rakyat. Mereka perlu di-
kas kesulitan melakukan koordinasi
sil temuan BPK 2005. Yang mencenga-
upaya-upaya constitutional review yang
hukum seberat-beratnya. Ini adalah jan-
dari berbagai instansi pemerintah yang
ngkan dari Laporan Keuangan Pemer -
dilakukan oleh berbagai pihak untuk
ji kampanye SBY yang masih belum di-
menangani korupsi. Sudah bukan ra-
intah Pusat (LKPP) 2005 itu, terdapat
menggerogoti kewenangan KPK, dan
laksanakan.
hasia lagi bahwa ada persaingan di
680 rekening giro atas nama pejabat
mendiskreditkan lembaga-lembaga an-
antara lembaga penegak hukum, ter -
pemerintah di bank umum senilai Rp
tikorupsi.
utama untuk berebut kasus korupsi
7,2 triliun, dan 623 rekening deposito
Untuk melawan serangan balik ini,
liar di jalan raya, di kantor pertanah-
senilai Rp 1,3 triliun. Rekening terse-
ada beberapa hal yang perlu segera di-
an, kantor kelurahan, rumah sakit, dan
mendapat nama atau mendapat dana,
but ternyata tidak tercatat dalam nera-
lakukan Presiden Yudhoyono. Yang
sekolah. Penelitian Kemitraan untuk
karena tersangka korupsi bisa juga di-
ca pemerintah pusat! Berarti uang si-
pertama adalah secara lebih aktif me-
Pembaruan Tata Pemerintahan pada
jadikan ATM bagi oknum penegak hu-
luman.
mimpin upaya pemberantasan korup-
tahun 2001 menunjukkan korupsi tidak
yang basah. Entah itu dengan niat
Yang terakhir, hentikan segera proses pemiskinan rakyat melalui pungutan
kum. Pembentukan T im Koordinasi
Penelitian Transparency International
si. Mungkin kini sudah waktunya di-
saja memakan sebagian besar penghasi-
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Indonesia (TII) pada tahun 2004 menun-
lakukan rapat kabinet bulanan yang
lan orang miskin, akan tetapi orang
(T imtas T ipikor) merupakan satu ter -
jukkan pengadilan, kejaksaan, kepoli-
khusus membahas kemajuan upaya
miskin juga membayar suap lebih ban-
obosan.
sian, bea cukai, dan pajak (dalam uru-
pemberantasan korupsi, dan mengam-
yak di rumah sakit pemerintah, kantor
tan mulai dari yang paling buruk) di-
bil keputusan untuk menerobos berb-
catatan sipil, dan kantor Badan Per -
bahwa pembentukan tim ini dimaksud-
anggap masyarakat sebagai instansi
agai kebuntuan.
tanahan Nasional.
kan untuk memandulkan Komisi Pem-
pemerintah yang paling korup. Ham-
berantasan Korupsi (KPK). Tapi, dengan
pir semua responden penelitian ini,
Pemberantasan
(RAN-PK)
■ Dikutip dan diringkas dari Ma-
perjalanan waktu, tampaknya ada koor -
1.305 pengusaha di 21 kota, mengaku
2004-2009 perlu direvitalisasi dan dire-
jalah Tempo, edisi 35/XXXV/18-24
dinasi yang baik antara kedua lembaga
tidak membayar pajak dengan semes-
visi untuk mencerminkan perkemban-
Oktober 2006
Memang awalnya ada kekhawatiran
Untuk itu, Rencana Aksi Nasional Korupsi
HALAMAN 8
HABA GAMPONG
Dana Anak Yatim pun Menguap Penyaluran dana untuk anak yatim dan fakir miskin dari Pemda Aceh Jaya sebesar Rp 2 miliar untuk tahun anggaran 2005, dicurigai tidak sepenuhnya sampai ke orang yang berhak menerimanya.
RAJA Nanda Putra, siswa SD asala Desa Sawang Lageun, Setia Bakti, Aceh Jaya.
Rasyid J
Masyarakat Partisipatif EMERINTAH Daerah Kabu-
paten Aceh Jaya, pada tahun anggaran 2005 dan 2006 mengalokasikan dana sebesar Rp.2 milyar setiap tahunnya untuk menyantuni ribuan anak yatim piatu dan fakir miskin di kabupaten yang luluh lantak dilumat tsunami dua tahun silam. Namun belakangan diketahui hanya anggaran tahun 2006 yang benar-benar sampai ke tangan orang yang berhak menerimanya, sementara uang sebanyak Rp. 2 miliar pada anggaran tahun 2005 diduga kuat telah diselewengkan oleh pejabat daerah setempat. Lihat saja pengakuan Fajar (10), kepada Jroh Rabu (8/11). Murid kelas empat SD asal desa Sawang Lageun, Kecamatan Setia Bakti Aceh Jaya yang telah kehilangan orang tuanya pada musibah tsunami ini, mengatakan dirinya hanya menerima uang Rp20.000
P
FOTO/RASYID
diawal bulan Ramadhan dan Rp100.000 menjelang perayaan hari raya Idul Fitri pada Oktober 2006 lalu. Sementara untuk tahun sebelumnya, baik menjelang ramadhan maupun hara Lebaran serta menjelang hari Idul Adha tahun 2005 silam, Fajar mengaku tidak pernah menerima uang sepeser pun dari pemerintah Kabupaten Aceh Jaya. Hari itu ada, tahun lalu tidak ada, tutur Fajar dalam bahasa Aceh. Pengakuan serupa juga disampaikan Raja Nanda Putra (9) pelajar kelas 3 yang masih satu sekolah dengan Fajar itu mengungkapkan dirinya sudah menerima Rp.20.000,- dan Rp100.000 dari aparat Kecamatan Setia Bakti tahun ini. Sama seperti kawan bermainnya, yatim tsunami itu juga mengatakan uang tersebut diterima menjelang idul fitri, hal tersebut dikuatkan oleh temuan Masyarakat Partisipatif (MP) sebuah lembaga local di kabupaten itu. Alex (23) salah staf MP menyebutkan dana bantuan untuk anak yatim dan fakir dibagi menjelang hari Ramadhan dan Idul Fitri serta Meugang Idul Adha. Penyaluran-
nya khusus dilakukan tahun 2006, sementara 2005 tidak kita temukan ada penyalurannya, ungkap Alek. Senada dengan itu, Fatima Tb (55) Fakir miskin yang juga sudah menjanda di desa Sawang Laguen menyebutkan ditahun 2005 hanya menerima fitrah sebesar Rp 20.000 dari Tgk. Zakaria Imam di desa itu. Sementara ditahun 2006 selain fitrah dirinya juga menerima uang sebanyak Rp100.000 dipenghujung bulan Puasa lalu. Nasib lebih tragis diterima oleh Cut Hamamah, (55) Janda yang kini hanya memiliki tanggungjawab menyantuni putrinya Farida (25) hanya diberikan uang Rp20.000 dan beras dua bamboo. Bantuan yang diterima Cut Hamamah yang kini banting tulang sebagai petani upahan bukan berasal dari pemerintah namun itu adalah fitrah warga desa. Cut Hamamah tidak bisa menikmati bantuan uang Rp100.000 seperti yang diterima Fatimah. Kenapa? entahlah, kata Cut Hamamah Lain Fatimah dan Cut Hamamah, lain pula nasib Nurjani (42), janda yang harus menyekolahkan Aulia Muslinah (13) Faruq Asiddiq (17) dan membiayai pendidikan Rahmat Hidayat (21) putra sulungnya yang sedang kuliah di Fakultas teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Nurjani yang telah kehilangan Rahmi Yusuf suaminya itu menyebutkan bantuan dari pemerintah daerah Aceh Jaya itu hanya diberikan kepada anaknya Aulia Muslinah yang kini duduk di kelas tiga SMP. Bantuan itu besarnya Rp100.000 dan diberikan di penghujung bulan Ramadhan, sementara tahun 2005 sama sekali tidak ada bantuan sedikit pun. Sepekan menjelang hari raya, bantuan itu baru diberikan, kata Nurjani. Ibu tiga anak itu kini berjualan nasi untuk membiayai pendidikan anakanaknya. Usaha itu berdiri atas bantuan NGO seperti Oxfam dan lembaga lainnya. Ada yang bantu peralatan, ada yang modal usaha, hasilnya lumayanlah buat pendidikan anak-anak, katanya. Camat Setia Bakti, M. Jufri SP yang di konfirmasi Kamis (9/11) mengelak bertangungjawab bahkan terkesan lepas tangan, Saya ditempatkan Maret 2006, jadi saya tidak mengetahui soal dana itu, katanya. Namun mengenai penyaluran dana 2006 untuk menyantuni anak yatim dan fakir miskin serta kaum duafa di kecamatan itu, Jufri dengan bangga mengakuinya. Kita telah membagikan dana untuk 276 anak yatim. Sementara jumlah duafa yang merupakan janda atau fakir miskin sebanyak 104 orang. Janda disetiap desa kita bagikan sebanyak 8 orang, itu merupakan kesepakatan kepala-kepala desa karena jumlah desa disini 13 desa, ujar Jufri Dana untuk anak yatim dan fakir miskin sudah dibagikan oleh perangkat desa.Sekarang sedang menunggu laporanya saja, namun bapak jangan tanya saya soal tahun 2005 sebab saat itu saya
belum ditempatkan disini, sebut Jufri mengelak Menurut keterangan Jufri, sebelum Ramadhan pemerintah kabupaten menyalurkan dana sebesar Rp 6 juta untuk dibagikan ke anak yatim dalam bentuk daging. Belakangan kepala-kepala desa menyepakati bantuan daging tersebut dibagikan dalam bentuk uang kontan sebesar Rp20.000/ anak yatim. Bila dibagikan untuk anak yatim dalam bentuk daging sapi maka tidak sampai satu genggam jumlahnya, maka disepaktilah oleh kepala desa bantuan itu dalam bentuk uang kontan, katanya kepada Jroh. Kemudian untuk janda dan fakir miskin, lanjut Jufri, karena bantuannya untuk delapan orang sehingga banyak dari janda yang tidak kebagian. Karena jumlah bantuan hanya sedikit, maka kepala kepala desa saya minta untuk menyerahkan bantuan itu hanya kepada delapan orang di desa tersebut yang benarbenar miskin. Jadi bila ada yang janda yang tidak kebagian maka sepenuhnya tanggungjawab kepala desa, ujar Jufri. Lantas, kemana mengalirkan dana bantuan anak yatim-piatu dan fakir miskin untuk tahun anggaran 2005? Kepala Bagian Sosial Sekdakab Aceh Jaya, Teuku Mufizar memastikan Pemerintah daerah kabupaten Aceh Jaya telah mengalokasikan dana sebesar Rp2 milyar ditahun 2005 dan angka yang sama ditahun 2006. Dana sebesar itu disalurkan kepada para anak yatim, janda miskin dan kaum duafa di Kabupaten Aceh Jaya. Seluruh bantuannya untuk 2005 sudah disalurkan, kita punya laporan dari para camat saat itu, namun bila tidak disalurkan saya juga tidak tahu, karena pertanggungjawabannya malah rinci sekali menyertakan nama para penerima bantuan, ungkap Mufizar Mufizar menjelaskan kondisi pada tahun 2005 ketika para NGO banyak menyalurkan bantuan modal usaha dan bentuk bantuan lain, sehingga pemberian atau santunan dari pemerintah tidak begitu digubris oleh masyarakat. Apalagi jumlah bantuannya kecil sebutnya Mengenai keberatan Camat Setia Bakti yang tidak mau menjelaskan penyaluran dana bantuan tahun 2005, Mufizar menjelaskan bahwa memang para camat saat dana itu disalurkan telah diganti sehingga wajar bila Jufri menolak. Namun bila penyalurannya tidak sampai kepada sasaran maka sepenuhnya tangungjawab itu berada di pihak kecamatan. Soal disalurkan atau tidak itu tanggungjawab para camat, begitu juga bila tanda tangan dipalsukan, saya tidak mau pegang uang karena itu sudah uang sudah ada setan, jadi saya serahkan sama pemegang kas katanya. Jadi, siapa yang telah menguntit dana bantuan untuk anak yatim dan fakir miskin tersebut? Sampai sekarang masih kabur, dari pihak penegak hukum sendiri nampaknya belum ada upaya untuk mengusut kasus ketidakjelasan penyaluran dana social ini. ■
DAFTAR PENERIMA BANTUAN ANAK YATIM DAN FAKIR MISKIN TAHUN 2006
Sekdakab Aceh Teuku Mufizar
Camat Setia Bakti Jufri
No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6
Jaya Sampoiniet Setia Bakti Krung Sabee Panga Teunom Jumlah
Jumlah Desa Anak Yatim 48 1.345 38 734 13 276 17 698 19 326 38 709 173 4.088
Jumlah Fakir miskin 384 304 104 136 152 304 1.384 ■
Total 1.729 1.038 380 834 478 1.013 5.472
Sumber: Pemkab Aceh Jaya
HABA GAMPONG
HALAMAN
9
Pasar Darurat Jadi Tempat Kontrakan Rasyid J Masyarakat Partisipatif (MP) BEBERAPA pasar darurat yang dibangun Pemda Aceh Jaya dialihfungsikan menjadi tempat kos-kosan atau kontrakan. Pedagang enggan menempati pasar itu karena lokasinya dianggap tidak strategis. Nurmala (29) sedang menyuapi Risma Yanti (9) putri semata wayangnya, wanita asal Aceh Utara ini sudah sepekan menempati sebuah kios yang dibangun oleh Pemkab Aceh Jaya di Kayee Unou Desa Padang Datar. Suami saya bekerja sebagai supir disini, kata istri Agus Bakti (35) itu. Tinggal di kios itu menjadi satu-satunya pilihan agar bisa mendampingi suami yang sedang mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya di wilayah yang hancur dilumat tsunami itu. Tempat lain tidak ada, tinggal di barak kita bukan pengungsi, terpaksalah tingal disini, ujarnya. Secara normal tinggal di dalam kios yang seluas 2 X 3 meter sangat tidak diharapkan Nurmala, lantaran tidak dilengkapi tempat tidur yang memadai. Hanya sebuah plastik biru yang agak lebar dan beberapa lembar kain tebal yang digunakan untuk menutupi lantai semen kasar yang sudah mengalami rekat di sana sini. Ini baru saja diperbaiki abang, tuturnya sambil menunjukkan beberapa bagian kios yang terpaksa di tambal karena kondisi kios sejak keluarganya mendiami kios itu empat bulan lalu mengalami rusak berat. Bangunan yang rencananya difungsikan sebagai kios untuk pasar tradisional ini baru empat bulan difungsikan sebagai kos-kosan atau kontrakan sejak dibangun setahun silam. Kelima-belas kios tersebut kini sudah terisi penuh, satu kios disewa Rp.500.000/pertahun. Kepala Desa Padang Datar Amirudin TB menyebutkan uang hasil penyewaan itu dipakai untuk membayar lahan yang merupakan kebutuhan pembanguan pasar mingguan di wilayah itu. Bangunan yang dialihfungsikan sebagai kos-kosan itu merupakan proyek pembangunan pasar darurat, dimana dana pembangunan diambil dari APBD 2005 lalu. Fungsi kios menjadi tempat kos-kosan itu disebutkan Amirudin TB karena di lokasi pasar itu sedang dibangun Pasar Permanen bantuan BRR. Tidak hanya itu lokasi pasar mingguan akibat pembanguan pasar permanent itu juga dipindahkan sejauh 300 meter dari lokasi pasar. Kalo bangunannya sudah siap kita akan pindahkan lagi orang berjualan di tempat itu, ungkap Amirudin sambil menyebutkan lima belas kios itu juga sudah dikontrakkan kepada para warga. Amirudin mengakui kualitas banguan kios itu sangat rendah, namun dirinya memahami kondisi daerahnya. Material sangat sulit didapat, makanya kayu yang dipakai jenis sembarang, ungkapnya sambil menyebutkan semen dan batu serta lainya sangat mahal. Ia memaklumi kalau pembagunan kios itu tidak begitu baik, namanya juga pasar darurat, kilahnya. Selain di Padang Datar bangunan serupa menurut Masyarakat Partisipatif (MP) Aceh Jaya, juga dibangun di Kecamatan Teunom sebanyak 10 pintu kios pengerjaannya di lakukan oleh CV. Sinar Alam dengan dana sebesar Rp 59.900.000. Pasar darurat juga dibangun di Keca-
NY. NURMALA di depan sebuah Pasar Darurat yang beralih fungsi menjadi rumah kontrakan.
matan Panga, pengerjaan pasar sebanyak 12 unit itu dikerjakan oleh CV. Citra Mandiri Kontruksi dengan nilai kontrak sebesar Rp71.508.000. Bangunan itu disebutkan warga letaknya tidak stategis sehingga tidak dimanfaatkan alias terbengkalai. Kondisinya pun sangat memprihatinkan karena banyak dari bangunan itu yang sudah rusak karena sudah lama tidak terawat. Untuk Kecamatan Krueng Sabee Pemkab membangun pasar tersebut di dua lokasi terpisah, yakni di Kayee Unou Padang Datar, dan di Kota Calang. Untuk Kayee Unou kios yang telah berubah fungsi sebagai kos-kosan itu dibangun oleh
FOTO/RASYID
CV.Gatisa Mulia dengan nilai kontrak Rp. 89.900.000. Sementara Pasar Darurat di Kota Calang dikerjakan oleh CV.Teunom Putra Abadi, jumlahnya lebih banyak dari wilayah lain yakni 21 pintu kios dengan nilai kontrak Rp 124.917.800,Selama ini, bangunan yang terletak di pusat kabupaten Aceh Jaya banyak yang belum dimanfaatkan, bahkan beberapa pintu kios terbuka karena rusak, sesekali dihuni oleh hewan seperti kambing dan sapi, beberapa sudah dimanfaatkan seperti seorang warga yang menyewa untuk membuka usaha menjahit pakaian. Sementara di Kecamatan Setia Bakti, Lokasi Pasar Darurat dibangun di Lhok
Buya, Pengerjaan 10 unit pintu kios itu dilakukan oleh CV. Sinar Gemilang dengan nilai kontrak sebesar Rp59.875.000. Sejak diserah terimakan awal 2006 lalu pasar tersebut baru pada Agustus difungsikan, itu pun bukan sebagai kios untuk berjualan, namun sebagai gudang MedAir Indonesia sebuah NGO yang bergerak dibidang penyediaan air bersih dan sarana kesehatan rumah tangga. Menurut Rustam, keamanan/penjaga gudang MedAir Organisation Humanitaire, untuk sementara bangunan itu dimanfaatkan oleh NGO itu setelah sebelumnya direhab kembali karena kondisinya rusak, akibat lama tidak difungsikan.
Bantuan Pengeringan Ikan pun Terbengkalai Rasyid J DUA alat pengeringan ikan di Desa Lhok Gleumpang Kecamatan Setia Bakti Aceh Jaya tidak dimanfaatkan, kondisinya kini telah berkarat dan mengalami rusak dibeberapa bagian. Bantuan yang diperuntukkan bagi nelayan di wilayah itu hanya pernah sekali dipergunakan. Sumber Jroh menyebut alat bernilai puluhan juta itu dipakai saat uji coba sekaligus mengajari dua warga desa itu sebagai operator mesin yang digerakkan dengan bantuan matahari itu. Seingat saya alat itu digunakan setahun lalu, kata Saleh salah seorang pekerja kemanusian yang tinggal tidak jauh dari alat pengerikan ikan berbentuk kerucut itu. Setahun silam beberapa tenaga teknis dari Institut Teknologi Bandung membangun sekitar 10 unit mesin pengeringan ikan untuk membantu nelayan di pesisir pantai Barat Aceh khususnya di Kecamatan Krung Sabee, wilayah Patek Kecamatan Sampoinit, Lhok Timon dan Lhok Glumpang di Kecamatan Setia Bakti dan Teunom. Dua warga Desa Lhok Glumpang yang sempat dilatih oleh teknisi ITB untuk menjalankan alat itu adalah Jufrisal (35) dan M. Nasir (34). Meski saat itu belum diopersionalkan, Jufrisal yakin bahwa alat ini suatu saat akan bermanfaat. Tidak mungkin sia-sia, sekarang betul tidak dimanfaatkan, tapi nanti waktu nelayan melaut
alat itu pasti akan dimanfaatkan kembali, tandasnya. Jufrisal beralasan selama ini nelayan di Aceh Jaya terutama di wilayahnya banyak yang tidak melaut disebabkan kondisi angin laut yang tidak bersahabat. Sekarangkan angin barat sehingga gelombang laut lumayan besar, bila sudah angin timur maka nelayan kembali melaut, jelas Jufrisal sambil mengatakan bahwa nelayan yang mendapatkan ikan dalam jumlah besar dan tidak mungkin di pasarkan pasti akan mengeringkan ikannya. ■
ALAT pengeringan ikan bantuan ITB.
FOTO/RASYID
HALAMAN
10
HABA NANGGROE
Kasus Kas Bon Bireuen Kembali Dipertanyakan Fadjar Pratikto
PERNYATAAN Serektaris
Daerah (Sekda) Kabupaten Bireuen, Hasan Basri Djalil, bahwa dana kas bon Pemkab Bireuen sudah dikembalikan 60 persen, diragukan sejumlah kalangan. Ada anggota DPRD setempat menilai klarifikasi ala Sekda itu terlalu dini, bahkan dianggap sebagai usaha pembohongan publik demi membela nama baik bupati setempat. Hal itu ditegaskan Syafii, salah seorang anggota DPRD Bireuen. Selama ini, menurut Syafii, penyelesaian masalah itu belum dikoordinasikan dengan pihak DPRD. Apalagi, ka-
sus tersebut merupakan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dilaporkan melalui DPRD, sebagai pihak yang berhak untuk menindaklanjutinya. Kami pihak DPRD masih berpegang pada audit BPK dan secara hukum itu belum sah, tukas Syafii seperti dikutip Serambi pekan lalu. Sejumlah anggota dewan lainnya pun mengamini apa yang diutarakan Syafii. Menurut mereka, kasus kas bon yang selama ini kerap diberitakan sebenarnya tak layak lagi disebut sebagai kas bon, sebab Kasda Bireuen sudah bobol sejak 2001. Untuk memperjelas masalah itu, pihak DPRD Birueun sempat memanggil Sekdakab untuk dengar pendapat (hear-
ing) seputar kasus tersebut. Ketika di-
panggil dalam kesempatan itu, Sekda belum dapat menyerahkan bukti-bukti seputar masalah dimaksud. Seperti diketahui, Sekdakab Bireuen, Hasan Basri Djalil didampingi Kepala Bawasda Bireuen sebelumnya pernah membuat laporan yang terkesan mengklarifikasi apa yang sebetulnya terjadi di kabupaten yang dipimpin Bupati Mustafa A Glanggang itu. Bahwa dana kas bon senilai Rp 25 miliar itu, menurut Sekdakab, sekitar 60% di antaranya sudah diusahakan pengembaliannya dari sejumlah item pengeluaran yang menyalahi prosedur keuangan di kabupaten tersebut. n
Relokasi Marek Bermasalah
MEULABOH - Pembebasan tanah lokasi kamp pengungsian di shelter Marek, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat, masih bermasalah. Diduga terjadi manipulasi dalam pengadaan tanah untuk relokasi korban tsunami itu. Apalagi lokasi tersebut dianggap tidak layak huni dan sering dilanda banjir. Sinyalemen itu dikemukakan Solidaritas untuk Antikorupsi (SuAK) Aceh Barat dan Nagan Raya. Lembaga ini menduga telah terjadi manipulasi harga tanah yang dibuktikan dengan kurang transparannya pemerintah kabupaten dalam proses pembebasan. Kita berharap pihak berwajib segera mengusut dugaan oknum-oknum bermain dalam proses pembebasan tanah relokasi Marek, ujar Koordinator SuAK setempat, Teuku Neta Firdaus seperti dikutip Serambi pekan lalu. SuAK menduga pembebasan tanah Marek seluas 15 hektare yang dianggarkan Rp 900 juta, hanya menghabiskan dana Rp 600 juta. Dalam suratnya yang ditujukan kepada Penjabat Bupati Aceh Barat Teuku Alamsyah Banta, turut ditembuskan kepada BRR, KPK, ICW, Kapolres, Kajari, media massa, SuAK juga mempertanyakan kepada panitia pembebasan tanah alasan menolak membebaskan tanah di lokasi lain, sesuai hasil Pansus DPRD Aceh Barat. Juga dipertanyakan alasan memilih lokasi Marek yang dinilai tidak manusiawi. Atas dugaan tersebut, berbagai kalangan di daerah itu meminta aparat penegak hukum segera mengusut dugaan penyimpangan terhadap pembebasan tanah yang dianggarkan dalam APBD 2005 itu. Wakil Ketua DPRD Aceh Barat, H Fadli MA mengatakan, dewan secara kelembagaan tidak pernah merekomendasikan lokasi tanah yang akan dibebaskan itu. n
Kantor Bupati Bireuen.
Pagar RSU Cut Nyak Dhien Dipertanyakan MEULABOH - Kabar terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan paket proyek pembangunan pagar RSU Cut Nyak Dhien Meulaboh, langsung direspons Pemkab Aceh Barat. Untuk itu pihak rumah sakit yang berlokasi di kawasan Simpang Kisaran, Kelurahan Drien Rampak, Kecamatan Johan Pahlawan ini diminta mengambil dokumen kontrak pengawas dan perencanaan pada BRR di Banda Aceh. Kita belum dapat pastikan paket proyek pagar RSU bantuan BRR NADNias itu, apakah fisiknya bangun baru atau rehab. Tunggu saja hasilnya nanti dan semuanya akan terjawab sete-
Air Berlumpur dari PDAM SIGLI - Kalau air sungai atau sumur berlumpur, mungkin bisa kita maklumi. Lain halnya kalau air PDAM keruh dan berlumpur, tentu aneh. Itulah kenyataan yang terjadi di Sigli, ibu kota Kabupaten Pidie. Warga di aerah tersebut seringkali menjumpai kondisi air ledeng yang bercampur lumpur. Akibatnya, warga harus mengendapkan
FOTO/MUHAMMAD PURNA
dulu lumpur di dalam air untuk bisa digunakan dan bak air pun cepat kotor. Direktur PDAM Sigli, H Asmadi Aji SSos mengakui kondisi air yang berlumpur itu. Sebab, sentral suplai air bersumber dari garot, yang sedang direhab, sehingga keadaan air ikut berkeruh. Kami sedang melakukan perbaikan alat penyaringan air, dan
lah ketiga dokumen yang sangat dibutuhkan itu dibawa pulang ke Meulaboh, ujar Kabag Pembangunan Setdakab Aceh Barat Ir Nurman seperti dikutip Serambi minggu lalu. Kasus ini muncul setelah sejumlah warga Kota Meulaboh menduga pembangunan pagar RSU Tjut Nyak Dhien yang didanai BRR Aceh-Nias itu menyimpang dari bestek dan gambar. Sesuai kontrak seharusnya paket proyek tersebut bangun baru, tapi kenyataannya fisik yang sedang dikerjakan oleh kontraktor adalah merehab bangunan lama. Pembangunan pagar rumah sakit itu juga dianggap asal-asalan. n
itu sedang dikerjakan IRD, salah satu NGO. Bahkan pihak mereka sedang menyedot lumpur yang bersarang itu, kilahnya seperti dikutip Serambi . Menurutnya, bulan November ini, perbaikan tersebut kemungkinan selesai. Keruhnya air PDAM ini sudah pasti merugikan pelanggannya yang berjumlah sekitar 3.035 orang, yang tersebar di dua titik, yaitu Kota Sigli dan Beureunuen.Di Beureunuen pe-
Masih Banyak yang Tinggal di Barak NAGAN - Sudah hampir dua tahun bencana gempa bumi dan tsunami melanda, namun sekitar 2.000 jiwa korban di Kabupaten Nagan Raya sampai saat ini masih mendiami barak-barak hunian sementara (huntara) yang tersebar di Kecamatan Kuala dan Darul Makmur. Bisa dipahami jika para korban tsunami tersebut mendesak pihak BRR NAD-Nias untuk lebih mempercepat pembangunan rumah bagi, sehingga mereka dapat segera kembali ke desanya masing-masing. Koordinator barak hunian sementara Desa Padang Rubek, Kecamatan Kuala, TM Amin kepada Serambi menjelaskan, karena belum adanya rumah bantuan kepada mereka, akibatnya mereka terpaksa masih bertempat tinggal di sejumlah huntara yang ada di Kabupaten Nagan Raya. Kami tak tahu lagi mengadu ke mana. Beginilah nasib kami di barak sementara. Mudah-mudahan korban tsunami seperti kami ini segera memperoleh rumah bantuan dari BRR maupun donatur lainnya, sehingga pada masa-masa mendatang tak lagi berada di huntara. Jika sudah ada rumah bantuan, kami tentu bisa kembali ke desa dan beraktifitas di desa masing-masing, ungkapnya kepada Serambi Kamis lalu. Di Desa Padang Rubek saja para korban yang masih menempati barak jumlahnya mencapai 1.015 jiwa. Mereka berasal dari sejumlah desa di Kecamatan Kuala, Kabupaten Nagan Raya. Ada sekitar 2.000an korban tsunami yang hingga kini masih menetap di huntara maupun masih menumpang pada rumah kerabat dan famili terdekat. Selain dari Kecamatan Kuala, ada juga yang berasal dari Kecamatan Darul Makmur. n
langgan sekitar 925 orang, selebihnya Kota Sigli. Berkaitan dengan masalah air bersih, menurut Asmadi, pihak Unicef dan IRD telah mewacanakan sumber air akan dibuat di Beurenuen. Pembangunan tersebut harus siap April 2007 mendatang, dengan menggunakan pipa 15,3 kilometer. Rencananya, penyuplai air melalui Kecamatan Kembang Tanjong, menuju Simpang Tiga. n
PILKADA
HALAMAN
11
Semangat Pilkada di Tengah Kekuatiran Fadjar Pratikto
MESKI antusiasme warga Aceh dalam mengikuti Pilkadasung terlihat tinggi, masih ada kekuatiran akan terjadinya gesekan dan konlik antar pendukung calon kepala daerah. Sebentar lagi Pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung akan digelar di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), 11 Desember 2006. Masa kampanye Pilkada dimulai pada 24 November sampai 7 Desember 2006. Itulah masa dimana setiap kandidat bisa memanfaatkanya untuk berkampanye menarik simpati kepada para pemilih. Meski belum memasuki kampanye, sejumlah peserta Pilkada sudah tak tahan lagi untuk menarik massa. Hal itu terbukti dari masih banyaknya atribut kandidat terpasang di pinggir-pinggir jalan, dan khususnya di kawasan pantai timur NAD. Dalam spanduk, baliho, dan pamflet dari pasangan bakal calon kepala daerah dan wakilnya yang bertengger di tempat-tempat umum disertai pula program dan ajakan yang tertulis baik dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa Aceh. Di Banda Aceh, Pemkot Banda Aceh sempat menertibkan sejumlah kecil alat peraga kampanye. Hanya saja, penertiban itu tidak dilakukan menyeluruh. Di sebagian besar daerah di NAD juga tidak terlihat adanya upaya untuk menertibkan alat peraga kampanye itu meski jelas-jelas terpasang di tempattempat umum. Ketua Panwas Pilkada NAD Iskandar Muda Hasibuan mengatakan perhatian pemerintah daerah dan KIP sendiri atas maraknya atribut kampanye, tidak banyak. Di kalangan masyarakat, permintaan dukungan oleh tim sukses masing-masing calon kepala daerah juga sudah gencar dilakukan dan sebagian melibatkan kepala desa atau keuchik setempat. Bukan hanya konstentans Pilkada yang bersemangat, rakyat Aceh pun sangat antusias untuk mengikuti Pilkada. Kabarnya 86,9% calon pemilih sudah
Pj Gubernur NAD, Mustafa Abubakar dan Kapolda NAD, Irjen Bahrumsyah (tengah), bersama calon gubernur/wakil gubernur mengangkat tangan bersama usai menandatangani ikrar kesepakatan pilkada di Gedung Dayan Dawood, Darussalam, Banda Aceh, Selasa (14/11). DOKUMEN/ SERAMBI
terdaftar. Namun sayangnya, di sebagian lokasi pola kerja tim pendaftaran pemilih masih kacau, tapi persentasenya minim sekali. Sekitar 300.000 warga hingga kini belum terdaftar sebagai pemilih, jumlah itu setara dengan 13,1% dari seluruh pemilih sementara yang sudah terdaftar. Pemilih yang belum terdaftar itu dinilai berpotensi menimbulkan konflik. Sedangkan untuk pemilih yang berada di luar negeri, Komisi Independen Pemilihan (KIP) NAD tidak membuka tempat pemungutan suara di sana. Hal itu dimungkinkan karena masalah itu tidak diatur dalam qanun (perda) Aceh. Padahal sejumlah petinggi GAM masih berada di beberapa Negara seperti Malaysia dan negara Eropa lain. Pada saat
Delapan Calon Siap Bertarung DELAPAN dari sembilan pasangan bakal calon (balon) gubernur/wakil gubernur Aceh dinyatakan telah memenuhi persyaratan. Sebaliknya pasangan balon gubernur jalur perseorangan, Azwir-Ramidin Syukur, gugur karena syarat pencalonan berupa bukti kartu identitas dukungan tidak sah. Keputusan KIP NAD itu diambil melalui rapat pleno yang dihadiri semua anggota. Delapan pasangan balon tersebut sudah resmi ditetapkan sebagai calon pada 6 November 2006 lalu. Mereka dipastikan akan ikut dalam Pilkada NAD 2006. Mereka yang akan bersaing ialah Malek Raden-Sayed Fuad Zakaria (Partai Golkar, PDI-P, PKPI, Demokrat), Iskandar Hoesin-Saleh Manaf (PBB, PDK, Partai Merdeka, PP Pancasila, PNI Marhaenisme, PPD, PBSD, PKPB), Tamlicha Ali-Harmen Nuriqman (PBR, PPNUI, PKB), A Humam Hamid-Hasbi Abdullah (PPP), Azwar Abubakar-M Nasir Djamil (PANPKS), Djali Yusuf-RA Syauqas Rahmatillah (perseorangan), Irwandi-Muhammad Nazar (perseorangan), dan Ghazali Abbas-Shalahuddin Al Fata (perseorangan). Sementara itu, balon gubernur dari
perseorangan yang sekaligus balon bupati Aceh Utara, Azwir, dinyatakan tidak memenuhi syarat pencalonan. Azwir yang menggantikan Mediati Hafni Hanum memasukkan bukti dukungan bekas dukungan Hafni. Nama pemberi dukungan dicoret dan diganti dengan nama Azwir. “Jadi, dukungan yang diserahkan tidak diambil dari lapangan. Dukungan seperti ini tidak bisa kami terima karena tidak diatur dalam qanun,” tandas Ketua Kelompok Kerja Verifikasi Rasyidin Hamin. Bersamaan dengan itu, empat pasangan calon di Banda Aceh menyatakan komitmennya atas terciptanya Pilkada yang damai. Mereka menyatakan siap kalah dan siap menang. Empat pasangan itu adalah Irwandi-Nazar, Ghazali Abbas-Shalahuddin, Djali Yusuf-Syauqas Rahmatillah, dan Azwar Abubakar-Nasir Djamil. “Lebih baik kalah dalam kebaikan daripada menang dalam kecurangan,” kata Djali Yusuf yang diamini Azwar AbubakarNasir Djamil. Ghazali Abbas mengatakan tidak menginginkan ada premanisme politik di Aceh.
pemungutan suara dilakukan 11 Desember nanti, sebanyak 3.582 jemaah haji Aceh juga sedang berada di Mekah. Selain itu, mengacu hasil audit jumlah pemilih pilkada, Jurdil Aceh menemukan adanya pemilih yang seharusnya tidak terdaftar dalam pemilih sebanyak 7,5 persen. Pemilih ini, terdiri dari pemilih yang meninggal dunia, pemilih yang tidak miliki hak pilih, pemilih yang pindah alamat untuk selamanya, dan pemilih yang tidak ada dalam alamat tercantum. Penelitian Jurdil Aceh dilakukan pada 479 responden di 384 desa di seluruh wilayah Aceh pada 810 Oktober lalu. Masih adanya pemilih yang belum terdaftar sebagai pemilih itu diakui oleh Ketua Kelompok Kerja Pendaftaran Pemilih KIP NAD Mahdi Syahbandir. Menurut Mahdi, temuan Jurdil Aceh merupakan masukan penting bagi KIP. Hanya saja, data yang disampaikan Jurdil Aceh diyakini sudah berubah karena saat lembaga terebut melakukan survei KIP masih umumkan daftar pemilih sementara (DPS). Hal lain yang dikuatirkan dapat mengganggu Pilkada adalah terjadinya kekerasan selama pemilihan. Salah satu pemicunya adalah belum maksimalnya sosialisasi Pilkada. Dari survei yang dilakukan IFES (International Foundation for Election Systems), 55% responden menyatakan khawatir timbulnya kekerasan selama Pilkada. IFES memetakan ada empat kelompok yang dinilai dapat memicu terjadinya kekerasan selama pilkada. Kelompok itu adalah pendukung partai, kelompok anti separatis, aparat keamanan, dan mantan pejuang GAM. Kekhawatiran adanya kekerasan terjadi di seluruh daerah. Hanya saja, konsentrasi kekhawatiran warga terhadap kekerasan paling banyak terdapat di Kabupaten Aceh Tengah, Gayo Luwes, dan Kabupaten Aceh Barat Daya, tandas Manajer Riset IFES, Rakesh Sharma saat presentasi di Kantor KIP NAD
awal November lalu. IFES melakukan penelitian terhadap 1.233 responden yang tersebar di seluruh daerah di Aceh kecuali di Kota Sabang dan Kabupaten Simeulue. Senada dengan itu, Ketua Pokja Pemantauan dan Pengawasan KIP NAD, Ikhwanussufa, mengakui adanya kekhawatiran masyarakat soal kekerasan selama pilkada. Namun, menurutnya, konsentrasi kasus kekerasan paling banyak tidak terjadi di Aceh Tengah, Gayo Luwes, dan Aceh Barat Daya. Persoalan pilkada, lanjutnya, paling banyak akan ditemui di kawasan pantai timur Aceh. Kawasan itu, meliputi Aceh Timur, Langsa, Aceh Utara, Bireuen, Pidie, dan Lhok Seumawe. Pemicu timbulnya kekerasan di daerah itu bisa juga karena latar belakang sebelumnya di mana daerah itu merupakan daerah konflik antara TNI dan GAM. Kami meyakini, senjata ilegal masih banyak beredar di daerah itu, jelas Ikhwanussufa. Pilkada di Aceh juga diprediksi rawan gesekan karena banyak tokoh yang dulu berseberangan sama-sama mencalonkan. Gesekan antarcalon independen dalam mengumpulkan suara dukungan sudah terjadi. Ada calon yang berlatar belakang militer dan yang lain dari GAM. Dua kelompok ini dulu pernah berseberangan, walaupun sudah damai, tapi potensi gesekan di massa pendukung dua kelompok ini sangat keras, jelasnya. Ikhwanussufa mengatakan pihaknya menerima laporan dari salah satu calon independen yang mengaku disabotase kelompok lain. Suara dukungan yang telah dikumpulkan calon guna memenuhi syarat dukungan 3 persen dirampas orang tak dikenal. Disebutsebut jumlahnya yang hilang mencapai 20.000 suara, ungkapnya. Ia mengaku tidak tahu, apakah itu sekadar gerakan politik atau benar terjadi, namun ia berjanji akan menindak tegas jika terjadi kecurangan ■
HALAMAN
12
ANALISIS
Langkah Mediasi Untuk Mencapai Solusi Oleh :Agus Sarwono AGI itu Jumat 1 September 2006, suara ringtone hpku terdengar jelas, saya cek dan ternyata ada satu pesan dari Teuku Ridwan yang isinya adalah Baik Pa Agus, kita bisa berjumpa siang ini setelah Sholat Jumat, untuk tempatnya biar saya akan informasikan lebih lanjut. T.Ridwan yang akrab dipangging Bang Ridwan adalah salah seorang Manager di Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Hal yang melatarbelakangi kenapa harus ada perbincangan adalah, persoalan rehabilitasi Tambak yang ada di Kecamatan Panteraja Kabupaten Pidie yang tidak kunjung usai. Jika dirunut kebelakang, pada bulan Juli dan Agustus, Formuli Pengaduan Masyarakat (FPM) yang Kami terima khususnya dari satu desa yang bernama Peurade lebih banyak bicara soal Rehabilitasi Tambak, yang merupakan bantuan dari BRR, melalui Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pidie, kemudian Dinas Perikanan dan Kelautan Pidie, membentuk (UPP) Unit Pelayanan Pengembangan Kecamatan Panteraja yang diketuai oleh Bapak. Musri Usman. oleh UPP kemudian membentuk kelompok di desadesa. Di Desa Peurade sendiri dibentuk dua kelompok yaitu Kelompok Raja Alue (Ketuanya Muslim) dan Kelompok Lhok Guda (Ketuanya Usamnsyah). Proyek Rehabilitasi tambak yang dilakukan oleh UPP Kecamatan, menjadi pangkal dari permasalahan dikawasan Panteraja. Mulanya, FPM yang kami terima dari Desa Peurade, namun pada minggu berikutnya pengaduan yang sama muncul dari Desa Reudep dan Desa Mesjid. Sesuai dengan verifikasi yang kami lakukan, hal ini merupakan satu issue yang akan menjadi bahan investigasi. Dan kemudian hasil dari investigasi tersebut dipaparkan dalam Konsultasi Publik Tingkat Kecamatan Pada tanggal 28 Agustus 2006. Dalam acara tersebut, banyak sekali masyarakat yang mempertanyakan bagaimana kelajutan dari pengaduan yang kami sampaikan kepada Tranparency International Indonesia dan Paska Pidie sebagai Mitra?. Secara singkat saya menjawab, kami (Saya dan Yusrizal Paska Pidie) akan mengusahakan untuk bertemu dengan Pihak BRR. Selang waktu 4 hari, kami berhasil berjumpa
P
KEGIATAN Konsultasi Publik di Panteraja, Pidie.
dengan T. Ridwan, dalam perbincangannya beliau mengatakan, pada dasarnya, saya (T. Ridwan - Red) sudah mengetahui permasalahan yang bapak sampaikan, tadi dari Ketua UPP Langsung , namun karena keterbatasan waktu dan keterbatasan sumberdaya sehingga ada kesan lambat pihak BRR dalam menyelesaikan masalah yang teman-teman sampaikan. Tetapi dalam waktu dekat ini saya ada rencana untuk melakukan pertemuan dengan Pengurus UPP Kecamatan, untuk mengetahui secara langsung sampai sejauh mana upaya penyelesaian masalah. Dengan ini saya akan mencoba dan memastikan untuk dapat mengalokasikan waktu untuk melakukan monitoring dan pengawasan di kawasan tersebut. Dan saya berharap Pihak Tranparency serta Paska Pidie selaku mitra dapat menghadiri pertemuan saya dengan Pengurus UPP. Bicara soal sistem pengawasan yang terjadi dalam BRR, lanjut Ridwan, sebenarnya sudah bagus, dan kami mempunyai pengawas di lapangan. Kami biasa menyebut dengan Pendamping BRR, dari Dinas Perikanan Kabupaten Pidie. Dua orang tersebut selain melakukan tugas sebagai Pendamping Program (Teknis-Red), mereka juga bertugas sebagai Tim Pengawas Lapangan. Pada dasarnya, apabila masyarakat penerima bantuan ingin menyampaikan keluhanya, bisa kepada dua orang tersebut. Dan Tim Pengawas tersebut, akan segera malakukan proses evaluasi, dan apabila Tim Pengawas tidak dapat mengatasi permasalahan, maka proses selanjutnya akan ditindak lanjuti di tingkat Kabupaten bersama
Satuan Kerja di Tingkat Kabupaten. Dalam perbincangan ini pula muncul sebuah kesepatakan bahwa, pertemuan antara Masyarakat Penerima bantuan, BRR, UPP Kecamatan, Dinas Perikanan dan Kelautan selaku pendamping BRR, serta Tokoh Masyarakat dan Keucik akan dilaksanakan pada Hari Rabu, 13 September 2006. Namun karena yang bersangkutan (T. Ridwan Pen), belum bisa mengalokasikan waktu pada tanggal tersebut, sampai akhirnya kegiatan ini mundur sampai waktu yang belum bisa dipastikan. Atas desakan masyarakat, sampai akhirnya kasus ini terangkat di salah satu media, dan sesuai dengan komitmen beliau dalam media tersebut, bahwasannya pada hari Selasa, 19 September 2006 yang bersangkutan akan turun ke lokasi kegiatan untuk melihat langsung permasalahan yang terjadi di Kecamatan Panteraja. Tempat pelaksanaan kegiatan pun mengalami perubahan yang cukup singkat, semula agenda tersebut akan dilaksanakan di Kantor Dinas Perikanan dan Kelautan, pada Pukul 14.00, namun dihari yang
DOK/PASKA PIDIE
sama tepat pukul 10.00 pihak BRR menginformasikan perubahan lokasi kegiatan, dirubah lokasinya di Wilayah Kecamatan Panteraja. Dan pada jam 13.00 Bang Ridwan merubah kembali waktu yang telah disepakati, menjadi pukul 16.00 dengan lokasi di Balai Pertemuan Desa Reudeup. Sampai pada akhirnya Pihak yang ditunggu-tunggu hadir, dan masyarakat tidak bosan untuk menanti kehadiran salah satu orang penting di BRR, akhirnya pelaksanaan kegiatan dimulai. Jumlah peserta yang hadir dalam acara ini mencapai 40 orang, baik dari unsur masyarakat penerima bantuan, Tokoh Masyarakat, Manager BRR, Satker BRR, Dinas Kelautan dan Perikanan, UPP Kecamatan selaku pelaksana kegiatan Rehabilitasi Tambak, dan Juga Kapolsek Panteraja. Cukup sengit memang dalam perdebatan selama proses berjalan, khususnya ketika UPP mengatakan bahwa kepada penerima tambak yang merasa belum puas dengan hasil pekerjaan yang dilakukan oleh UPP Kecamatan, bisa melaporkan langsung kepada UPP. Dan
KEGIATAN Konsultasi Publik di Panteraja, Pidie.
DOK/PASKA PIDIE
dalam waktu singkat UPP akan menyempurnakan pekerjaannya. Namun peryataan ini di bantah oleh beberapa penerima bantuan, yang mengatakan bahwa sudah beberapa kali melakukan mengadu kepada pihak UPP, namun tidak pernah di gubris dan cenderung diabaikan, bahkan hal yang paling menyakitkan adalah, pekerja yang melakukan proyek disalah satu pelapor untuk berhenti neneruskan pekerjaan tambak yang dilaporkan. Dan hal ini lah yang menjadi gontok-gontokan antara Musri Usman selaku ketua UPP dengan beberapa penerima bantuan bernama A. Bakar M Daud, bahkan beliau mengatakan tidak ada koordinasi antara pemilik tambak dan pelaksana proyek, Papan proyek pun tidak ada, dan yang menjadi pertanyaan adalah masa UPP tidak punya kantor, serta hal-hal yang dilaporkan cenderung diabikan. Hal ini langsung ditanggapi oleh Pihak BRR yang cukup terkejut mendengar bahwa Proyek Rehabilitasi Tambak tidak beridentitas dan UPP Kecamatan tidak mempunyai Kantor. Ini sebenarnya masalah Administrasi, tapi cukup vital akibatnya. Rupanya memang UPP menjadi sorotan di wilayah Kecamatan Panteraja. Dan saya sangat menyesal hal ini terjadi, masalah yang terjadi bukan hanya terfokus pada soal pelaksanaan rehabilitasi, tetapi pada hal-hal teknis yang seharusnya sudah dilakukan sebelum pelaksanaan kegiatan. Dan masalah ini juga tidak luput dari kelalaian saya, yang memang jarang sekali turun ke wilayah ini. Bagaimanapun juga ini masih menjadi tanggungan jawab saya selaku pihak yang memberi bantuan, saya tidak ingin masalah ini berlanjut. Dan saya ingin masalah ini cepat diselesaikan. Dan saya berjanji dalam waktu dekat ini saya akan menyelesaikan masalah. Kepada Pihak UPP segera selesaikan pekerjaan yang belum maksimal dan segera kerjakan tambak yang memang belum tersentuh. Kepada Para pendamping untuk segera melaporkan masalah ini kepada saya secara tertulis. Hingga berita ini ditulis, sesuai dengan pengamatan kami dilapangan, perbaikan atas tambak yang menjadi sumber masalah sudah dilakukan sejak hari Kamis, 28 September 2006 di desa Peurade. ■ Penulis adalah Aceh Project Officer-Community Empowerment TI Indonesia