BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil alamnya. Namun selama ini potensi tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini karena Indonesia hanya fokus pada peningkatan produksi namun masih belum pada pengolahan komoditi untuk memperoleh nilai tambah dari pengolahan tersebut. Mengemukakan bahwa nilai tambah yang diperoleh dari pengembangan produk olahan (hilir) jauh lebih tinggi dari produk primer, maka pendekatan pembangunan pertanian ke depan diarahkan pada pengembangan produk (product development), dan tidak lagi difokuskan pada pengembangan komoditas. Pengembangan nilai tambah produk dilakukan melalui pengembangan industri yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara (intermediate product), produk semi akhir (semi finished product) dan yang utama produk akhir (final product) yang berdaya saing.1 Salah satu hasil alam yang selama ini menjadi produk unggulan Indonesia adalah kopi. Dimana komoditas kopi sangat berperan dalam menunjang perekonomian sebagian negara berkembang termasuk Indonesia yang juga merupakan eksportir kopi terbesar keempat setelah Brazil, Colombia dan Vietnam2. Adapun jenis kopi yang dikenal di pasar internasional, yaitu : kopi arabika (yang dihasilkan di Colombia, beberapa negara di Amerika Tengah, dan 1
Suryana, A. Prospek dan arah Pengembangan Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta. 2005. Hal 6 2 Vennie Melyani, “Kopi Indonesia Sulit Bersaing di Pasar Dunia”, http://www.tempointerantif.com, diakses pada 13 juni 2014
Brazil) dan kopi robusta (yang dihasilkan di Afrika dan Asia pasifik). Kopi dinilai sebagai komoditas yang bersaing dalam perdagangan internasional. Kopi juga dinilai memberi pemasukan devisa negara dan memberikan penghasilan kepada masyarakat di bidang tenaga kerja di sektor pertanian. Berdasarkan data Indonesia Coffe Festival (ICF) 2012, Indonesia menjadi penghasil kopi Robusta (85 %) dan Arabika (15 %) dengan produksi 600 ribu ton pertahun dari 1,3 juta Ha lahan perkebunan dimana 96% dimiliki rakyat dan 4% dimiliki perusahaan dan pemeritnah. Kopi tidak hanya berperan penting sebagai sumber devisa, melainkan juga merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang dari setengah juta jiwa petani kopi di Indonesia3. Selain itu, Indonesia memiliki keunggulan dengan beragam produk kopi arabika dan robusta yang berkualitas tinggi. Sejak kopi menjadi komoditi penting dalam perdagangan internasional, seringkali kopi mengalami over supply dan short supply yang mana hal tersebut sangat mempengaruhi nilai komoditas kopi. Menurut Asosiasi Eksportir dan industri kopi Indonesia (AEKI) rata-rata konsumsi perhari kopi dunia sekitar 2 milyar cangkir kopi yang diseduh dan 90 persennya berasal dari negara berkembang4. Hal ini menggambarkan bahwa peluang yang besar untuk komoditas ini. Selama ini konsumen rela membayar mahal karena kualitas tanaman dan produk-produk olahan seperti Brazilian Coffee, Colombia Coffee, dan Vietnamese Coffee. Dengan adanya brand tersebut membuat konsumen mempunyai kepercayaan diri dan ekslusifitas untuk membelinya. Namun,
3
Rahardjo, Pudji Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta, Penebar Swadaya, Jakarta, 2012. 4 Irfan Anwar, Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI), Indonesia Coffe Market, Paper di presentasikan di Bali 7 November 2014.
Indonesia juga mempunyai potensi yang cukup menjanjikan di bidang pertanian khususnya komoditas kopi. Indonesia sebagai salah satu negara penghasil kopi mempunyai 10 kopi unggulan yang bersaing di pasar dunia, diantaranya adalah Kopi Gayo, Kopi Toraja, Kopi Luwak, Kopi Priangan, Kopi Arabika Kintamani, Kopi Mandailing, Kopi Sidikalang, Kopi Liwa, Kopi Lintong, Kopi Wamena5 dan pemasarannya pun sudah memasuki pasar Internasional. Dari beberapa kopi unggulan Indonesia tersebut, ada kopi yang mempunyai ciri khas tersendiri dibandingkan beberapa jenis kopi lainnya, yaitu Kopi Arabika Kintamani. Kopi Kintamani merupakan salah satu jenis kopi unggulan Indonesia yang bersaing di pasar internasional. Kopi Kintamani memiliki ciri khas tersendiri dengan kopi yang memiliki citarasa jeruk. Perkebunan kopi arabika kintamani Bali tersebar di kabupaten Badung, Bangli, dan Buleleng yang kebanyakan merupakan perkebunan campuran dengan tanaman jeruk, sehingga di Kintamani dikenal kopi dengan aroma jeruk6. Produk kopi arabika kintamani yang diolah dari buah kopi gelondong merah mencakup 2 macam yaitu kopi HS dan kopi Ose. Kopi arabika kintamani memiliki intensitas aroma yang kuat, kadang rasa buah khususnya jeruk peras. Perkebunan kopi arabika kintamani Bali ditanam pada kisaran antara 900 – 1.550 m diatas permukaan laut dilereng-lereng gunung berapi Batur yang tanah serta iklimnya sangat mendukung bagi tanaman kopi. Kawasan kintamani terletak di timur laut provinsi Bali, di daerah tropis dengan kerapatan curah hujan 2.990 5
Aneka Kopi Terbaik Nusantara dalam http://www.travelesia.co/2014/04/10-aneka-kopi-terbaiknusantara.html, diakses 18 Juni 2014 6 Suhartana, Nana dan Sumino. Menuju Pemasaran Kopi Spesial, Veco Indonesia, Jakarta. 2010.
mm/tahun, suhu udara berkisar antara 15 C dan 25 C sepanjang tahun, dan kelembaban nisbi melebihi 80%, perbedaan suhu yang tinggi antara siang dan malam merupakan faktor yang penting bagi kopi arabika, berlangsung secara konsisten. Faktor manusia yang mendukung adalah telah terdapat kelembagaan petani Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) yang terdiri dari subak abian-subak abian (SA). Setiap SA mempunyai AWIG-AWIG (peraturan internal SA). Petani kopi dikawasan kintamani terbiasa melakukan usaha diversifikasi horizontal, baik dengan tanaman lain seperti Jeruk maupun dengan ternak seperti sapi. Ternak sapi dimanfaatkan kotorannya untuk mendapatkan pupuk kandang (organik). Diversifikasi tersebut menyebabkan dampak yang positif terhadap ciri dan kualitas dari kopi yang dihasilkan tanaman kopi hanya memakai pupuk kandang (organik) yang berasal dari sapi (kandang-kandang sapi) yang berada disetiap perkebunan kopi perkebunan kopi di subak abian. Pada tahun 2007 petani Kopi di Kintamani telah tergabung dalam MPIG (Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis). Dengan bergabungnya ke MPIG sehingga Kopi Kintamani mendapatkan perlindungan indikasi geografis. Oleh sebab itu, maka harus melalui beberapa tahapan seperti produksi gelondong merah, pengolahan sampai kopi HS (Haulk Snauk/ kulit tanduk) basah dan penyimpanan harus dikelola secara indikasi geografis). Untuk menjaga kekhasan Kopi Kintamani harus mendirikan sarana penunjang untuk pengolahan yang harus mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan karena terletak di daerah resapan air hujan. Seiring dengan banyaknya permintaan kopi maka Indonesia perlu
meningkatkan
ketersediaan
khusunya
untuk
komoditas
kopi.
Dalam
peningkatannya ada beberapa kendala dalam mengembangkan ekspor kopi, diantaranya adalah masalah biaya, ketersediaan lahan, kurangnya infrastruktur, dan teknologi. Pada tahun 2010 luas areal perkebunan kopi kintamani 7.913 Ha dengan sebagian besar produksi kepemilikan oleh masyarakat dengan total produksi 2,922 ton. Sementara jumlah petani yang terserap sekitar 502. ribu jiwa. Produktifitas rata-rata 549 Kg/Ha/Tahun masih dibawah angka produktifitas rata-rata kopi nasional yaitu 600 Kg/Ha/Tahun (lihat Tabel 1). Tabel 1. Keadaan Kopi Arabika Kintamani pada tahun 2010 luas areal No
Produksi
Produktifitas
kabupaten
Pekerja (Ha)
(Ton)
(Kg/Ha/Th)
1
Badung
1,371
225.000
493
125,822
2
Bangli
4,303
1,763.428
539
229,857
3
Buleleng
2,239
933.740
617
146,715
4
total
7,913
2,922
549
502,394
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Bali 2009, Diolah Jika dibandingkan dengan negara produsen utama kopi dunia masih sangat jauh. Brazil memiliki produktifitas 1000 Kg/Ha/Tahun, Colombia 1.220 Kg/Ha/Tahun bahkan Vietnam mencapai 1.540 Kg/Ha/Tahun (lihat Grafik 1). Hal ini disebabkan 96% perkebunan kopi merupakan perkebunan rakyat yang pada umumnya belum menggunakan bibit kopi unggulan, teknik budidaya yang benar serta terlambat melakukan peremajaan tanaman. Faktor lainnya adalah jenis kopi
arabika lebih sulit dan berproduksi optimal di dataran tinggi dengan kisaran 1000 meter diatas permukaan laut. Grafik 1. Perbandingan Rata-Rata Produktifitas Kopi
Sumber: Berbagai Sumber, Diolah Dari sisi pemasaran juga menjadi tantangan dalam peningkatan ekspor kopi Arabika kintamani. Dimana rantai pemasaran yang panjang dari petani sampai ke eksportir. Selain itu struktural power dalam perdagangan kopi oleh aktor internasional khususnya Multi National Corporation (MNC) membuat ketidak seimbangan antara penghasilan biji kopi dengan negara konsumen. Dimana pada tingkat petani harga kopi ditekan sementara di tingkat konsumen akhir konsumen harganya begitu tinggi, contohnya seperti yang dilakukan coffe shop Starbuck. Salah satu cara yang dilakukan MNC yaitu menumpuk biji kopi dalam jumlah besar sehingga harga kopi pasaran menjadi turun sampai di tingkat petani. Karena keterbatasan gudang dan kebutuhan ekonomi dan mendesak terpaksa menjual biji kopi dengan harga yang rendah. Kemudian MNC
memborong kopi sehingga stok di pasar berkurang dan mengakibatkan harga kopi kembali naik. Hal inilah membuat harga kopi dunia mengalami fluktuatif, dimana posisi petani dirugikan. Kepala dinas perdagangan dan perindustrian (Kadisperindag) Bali mengatakan bahwa rata-rata produksi kopi di provinsi bali 13.000 ton dimana sekitar 9.000 ton di ekspor atau sekitar 70 % di ekpsor keluar negeri7. Permintaan kopi kintamani dari negara asing terus meningkat, diantaranya Jepang, Amerika Serikat, Belamda, Jerman, Australia ataupun Prancis serta permintaan domestik dari provinsi Lampung dan Jawa Timur. Hanya saja, permintaan itu masih belum mampu dipenuhi. Alasannya, luas areal yang ada belum dimanfaatkan maksimal oleh masyarakat dan belum standarnya kualitas kopi. Meningkatnya permintaan pasar terhadap kopi bali (OSE) dengan sistem basah (WP) dimana permintaan kopi arabika sebanyak 20 kontainer (18 ton per kontainer), namun baru dapat dipenuhi antara 8-10 kontainar8. sementara itu segmentasi pasar kopi spesialiti cenderung meningkat, sehingga peluang ini perlu dimanfaatkan untuk pengembangan kopi arabika kintamani. Oleh karenanya dibutuhkan upaya-upaya peningkatan produktifitas dan kualitas kopi kintamani dalam rangka pemenuhan permintaan pasar. Menurut Wayan Tagelsujana, Kelapa Bidang Produksi Pertanian Tanaman Pangan dan holtikultura Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli menyatakan bahwa kopi arabika kintamani telah diekspor ke beberapa
7
Made antara dan lain-lain, Laporan Penelitian: Pengembangan Komoditas/Produk/Jenis Usaha Unggulan UMKM di Provinsi Bali, Universitas Udayana, Denpasar, 2011. 8 I Gusti Bagus Udayana dan lain-lain, Laporan Penelitian: Pengembangan Model Klaster Industri Kopi Arabika Di Kabupaten Bangli Provinsi Bali, Universitas Warmadewa, Bali, 2014.
negara, antara lain ke Jepang, Eropa, Arab, dan Australia. Paling banyak diekspor ke Jepang, pada tahun 2008 volume ekspornya mencapai 125 ton9. Hal ini mencerminkan bahwa peluang kopi arabika kintamani besar di luar negeri. Ketika di ekspor ke Jepang dalam kemasan, kata kintamani di ganti menjadi “God Mountain” karena alasan kesopanan. Kata kintamani dalam bahasa jepang mempunyai makna yang tidak sopan. Kondisi sosial dan ekonomi petani sesungguhnya berpengaruh terhadap pengambilan keputusan petani dalam pengelolaan dan pengembangan usaha taninya.
Infrastruktur
yang
kurang
memadai
menyebabkan
terbatasnya
keterlibatan petani untuk mendapatkan akses pasar, informasi, kredit, kemitraan usaha, transportasi dan usaha rumah tangga. Secara umum rendahnya produktifitas lahan berkolerasi dengan rendahnya tingkat pendapatan, tingkat pemilikan permodalan dan kapabilitas petani dalam mengelola lahannya yang umummnya belum berorientasi pada kebutuhan pasar atau belum berjiwa wirausaha. Selain kepentingan ekonomi dalam menambah devisa negara, pemerintah perlu mendorong berkembangnya industri kopi domestik. Banyaknya masyarakat yang
bergantung
pada
industri
ini
menjadi
kewajiban
negara
untuk
mensejahterakan segenap masyarakat sesuai dengan yang diamatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD). Pemerintah sebagai pembuat regulasi kebijakan memiliki peranan penting dalam peningkatan daya saing kopi arabika kintamani dalam kancah perdagangan kopi khususnya kopi specialti. 9
Kopi Kintamani Tembus Mancanegara, dalam http://www.promojatengpemprovjateng.com/detailnews.php?id=10689 diakses pada 17 maret 2016.
Peran pemerintah diwakili oleh kemetrian perdagangan dengan kebijakan regulasi terhadap para eksportir kopi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 10/M/DAG/PER/5/2011 tahun 2011 tentang ketentuan ekspor kopi bahwa eksportir tidak perlu lagi melampirkan bukti setor pembayaran iuran anggota Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) untuk mendapatkan izin ekspor dirasa bermanfaat bagi stimulus kopi arabika kintamani untuk di ekspor ke luar negeri. selain itu, peran pemerintah daerah bali melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) mendukung pengembangan agrowisata di desa Petung, Kab. Bangli bernama “Giri Alam” yang awalnya 2 Ha menjadi 28 Ha diharapkan dapat melakukan sosialisasi dan perencanaan program terkait inovasi teknologi pertanian seperti integrasi kopi dengan ternak sapi, teknologi pembuatan kompos dengan Mikro Organisme Lokal (MOL).10 Sebagai pelaku ekonomi, peran swasta diperlukan dalam peningkatan daya saing kopi arabika kintamani. Selain itu, swasta juga memiliki peran untuk mensinergikan kebijakan pemerintah dalam implementasinya dilapangan. Peran swasta cukup besar dalam peningkatan daya saing kopi kintamani. Swasta melihat sisi ekonomi kopi arabika kintamani yang bisa dioptimalkan untuk mendapatkan penambahan nilai yang lebih dan pada akhirnya memperoleh keuntungan yang lebih banyak. Salah satu swasta yang berperan adalah PT. Tirta Harapan Bali sebagai perusahaan utama menampung gelondong merah kopi arabika kintamani mensosialisasikan pentingnya memetik buah merah karena memiliki kualitas yang 10
Pengembangan Kawasan Kopi Bangli Siap Rintis Agrowisata dalam http://bali.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=555:peng embangan-kawasan-kopi-bangli-siap-rintis-agrowisata&catid=51:info-aktual&Itemid=81, diakses pada tanggal 21 November 2015
bagus dan harga yang tinggi. PT. Tirta Harapan Bali juga merupakan eksportir kopi arabika kintamani yang langsung dijual pada pasar internasional dan juga salah satu penginisiasi kopi arabika kintamani mendapatkan sertifikat Indikasi Geografis (IG). Potensi peningkatan daya saing kopi arabika kintamani sangat terbuka dan masih banyak elemen-elemen yang dibisa dibenahi dan ditingkatkan. Adanya tantangan dan peluang peningkatan daya saing memerlukan peran aktor-aktor kunci dalam mengaplikasiannya. MPIG sebagai organisasi masyarakat perlu dukungan dan sokongan dari pemerintah dan swasta untuk menjadikan kopi arabika kintamani memiliki daya saing bertaraf internasional. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka, maka akan diteliti: Apa upaya upemerintah Indonesia dan swasta dalam meningkatkan daya saing ekspor kopi arabika kintamani? C. Tujuan Penelitian Penulisan ini bertujuan untuk : a.
Mengetahui tantangan dan peluang Indonesia dalam meningkatkan daya saing ekspor kopi kintamani.
b.
Mengetahui peran pemerintah Indonesia dan swasta dalam upaya peningkatan ekspor kopi arabika kintamani
D. Tinjauan Literatur Beberapa literatur yang penulis rujuk karena keterkaitan dengan penulisan diantaranya yaitu tesis yang ditulis oleh Jimmy Andar Siahaan11 yang berjudul : Analisis Daya Saing Komoditas Kopi Arabika Indonesia di Pasar Internasional. Dalam
tulisannya
tersebut
Jimmy
mengemukakan
bahwa
pedagangan
internasional kopi antar negara mengarah ke bentuk oligopoli. Sebenarnya Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam perdagangan kopi internasional akan tetapi Indonesia masih kalah saing dibandingkan dengan negara penghasil kopi seperti Brazil, Kolombia dan Guetamala. Kemudian ada beberapa faktor yang menyebabkan Indonesia belum siap bersaing di pasar internasional seperti sumberdaya infrastruktur dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) masih kurang memadai. Hal ini dapat dilihat dari para petani yang umumnya belum mampu menghasilkan biji kopi dengan mutu seperti yang dipersyaratkan ekspor, karena minimnya sarana pengolahan dan keterbatasan teknologi untuk menghasilkan produk olahan. Selain itu tingkat pendidikan petani juga menjadi faktor yang mempengaruhi rendahnya daya saing ekspor kopi. Hanum Salsabila dalam tesisnya yang
berjudul Strategi Indonesia
Menghadapi Structural Power Dalam Perdagangan Kopi Spesialiti Di Pasar Internasional12. Dalam tulisannya menyatakan bahwa Indonesia memiliki banyak kopi spesialiti dengan harga premium dan diminati oleh manca negara. Namun indonesia harus menghadapi Structural Power dimana aktor (Multi National 11
Jimmy Andar Siahaan. Analisis Daya Saing komoditas Kopi Arabika Indonesia di Pasar Internasional. Institut Pertanian Bogor. Tesis. Bogor. 2008. 12 Hanum Salsabila., Strategi Indonesia Menghadapi Struktural Power Dalam Perdagangan Kopi Spesialiti Di Pasar Internasional. Universitas Gadjah Mada. Tesis. Yogyakarta. 2014.
Coorporation. Contohnya Starbucks) dan kebijakannya membuat perdagangan kopi spesialiti Indonesia berada diposisi yang lemah dan kurang menguntungkan yang bekerja melalui kebijakan perdagangan global serta unsur-unsur dalam strategi perdagangan sepeti merek, pemasaran, pengetahuan dan teknologi. Untuk menghadapi hal tersebut melalui strategi yang berfokus kedalam (Domestik) dengan Upgrading Product dan Chain Uprading dan strategi yang berfokus ke luar (Internasional) antara lain dengan branding, marketing dan design. Anak Agung Ayu Ari Widhyasari dalam tulisannya yang berjudul, Optimalisasi Perlindungan Hukum Indikasi Geografis Terhadap Hasil Kekayaan Alam Masyarakat Daerah Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali (Suatu Kajian Terhadap Perlindungan Hukum Indikasi Geografis Kopi Arabika Kintamani13). Dalam tulisannya Anak Agung menyimpulkan perlindungan hukum
terhadap
pelaksanaan
indikasi
geografis
berdasarkan
peraturan
pemerintah nomor 51 tahun 2007 tentang indikasi geografis dapat dikatakan memadai dan memenuhi segala kebutuhan masyarakat daerah dalam melakukan pendaftaran indikasi geografis termasuk indikasi geografis kopi Arabika Kintamani. Akibat perlindungan hukum dalam proses pemasaran produk tersebut serta kenaikan kualitas citra akan kualitas produk indikasi geografis kopi Arabika Kintamani. Sehingga dengan hal tersebut dapat meningkatkan taraf hidup dan
13
Anak Agung Ari Widhyasari. Optimalisasi Perlindungan Hukum Indikasi Geografis Terhadap Hasil Kekayaan Alam Masyarakat Daerah Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali (Suatu Kajian Terhadap Perlindungan Hukum Indikasi Geografis Kopi Arabika Kintamani). Universitas Indonesia. Tesis. Depok. 2012.
perekonomian penduduk setempat yang sebagian besar terdiri atas petani kopi Arabika Kintamani. Reni Kustiarti dalam jurnalnya yang berjudul Perkembangan Pasar Kopi Dunia dan Implikasinya bagi Indonesia, mengemukakan bahwa masih terdapat peluang-peluang untuk pengembangan perkopian Indonesia di masa yang akan datang. Pertama, permintaan produk-produk kopi dan olahannya masih sangat tinggi, terutama di pasar domestik dengan penduduk yang melebihi 200 juta jiwa merupakan pasar potensial. Kedua, peluang ekspor terbuka terutama bagi negaranegara pengimpor wilayah nontradisional seperti Asia Timur, Asia Selatan, Timur Tengah, dan Eropa Timur. Ketiga, kelimpahan sumber daya alam dan letak geografis di wilayah tropis merupakan potensi besar bagi pengembangan agribisnis kopi. Lahan yang bisa dimanfaatkan untuk budidaya kopi masih sangat luas, seperti lahan-lahan potensial yang tersebar di luar Pulau Jawa14. Mengingat kopi menjadi salah satu komoditas penting dunia, tak heran jika kopi seringkali mempunyai kendala dalam hak intelektual terutama dalam hal indikasi geografis. Berdasarkan literatur di atas terlihat bahwa daya saing kopi Indonesia secara umum di pasar persaingan kopi dunia sudah baik, namun bukan yang terbaik. Untuk kopi spesialiti Indonesia diminati oleh dunia namun menghadapi struktural power dari Multi National Corporation (MNC) dan kebijakan perdagangan pemerintah yang belum mampu mengatasinya. Selanjutnya dengan adanya Indikasi Geografis (IG) terhadap kopi kintamani membuat berdampak positif terhadap pemasaran dan kualitas kopi. 14
Kustiarti, Reni. Perkembangan Pasar Kopi Dunia dan Implikasinya bagi Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 25, No. 1, Tahun 2007. Bogor. 2007.
Dari rangkuman literatur diatas, penulis melihat kopi kintamani sebagai salah satu kopi spesialiti Indonesia memiliki daya saing di pasar kopi internasional, namun hal tersebut masih bisa dimaksimalkan karena adanya tantangan struktural power MNC dan kebijakan pemerintah yang belum maksimal mendorong kinerja ekspor kopi spesialiti. Penulis menggunakan teori development state dan teori keunggulan kompetitif model diamond dari Michael Porter untuk membedah fenomena ini. Dengan aktor pemeritah (pusat dan daerah) sebagai regulator perekonomian dan swasta (non pemerintah) sebagai pihak yang berkepentingan dalam peningkatan daya saing kopi kintamani di pasar internasional yang pada output nya meningkatkan nilai ekspor. E. Landasan Teori 1. Teori Development State Peningkatan perkembangan ekonomi didefenisikan baik dalam pertumbuhan, produktivitas, dan daya saing, merupakan the foremost dan single-minded state priority action.15 Kebijakan pemerintah merupakan sebuah acuan dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan daya saing produk berdasarkan konsep daya saing. Demikian halnya dengan komoditas kopi arabika kintamani, untuk meningkatkan daya saing produk kopi spesialty di pasar global maka diperlukan beberapa strategi yang tepat untuk dapat mengoptimalisasi hal tersebut. Teori Developmental State merupakan konsep yang digunakan untuk menjelaskan dan menganalisis strategi Pemerintah Indonesia dalam upaya 15
Chalmers Johnson. Melalui Sari Mutiara Aisyah, Kebijakan Pemerintah Dalam Mendukung Daya Saing Industri Kecil Kerajinan Melalui Penggunaan Teknologi Informasi Studi Kasus: Industri Kerajinan Batik Kayu Krebet Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, 2014, hal. 14.
peningkatan daya saing produk kopi arabika kintamani di pasar global terhadap tantangan yang dihadapi. Developmental State sebenarnya merupakan sebuah gagasan yang sama terhadap konsep Capitalist Developmental State akan tetapi diungkapan dengan cara yang berbeda.16 Pada dasarnya Developmental State adalah sebuah teori yang menggambarkan mengenai upaya industrialisasi dibeberapa negara di Asia Timur sebagai langkah peningkatan pertumbuhan ekonomi.17 Bagan 1. The Developmental Actor Triangle Government Actor Pemerintah
Society MPIG dan lemabaga penelitian
Private Actor Para Pelaku Usaha
Sumber: Christopher Wilson
Teori Developmental State menekankan bahwa dalam upaya peningkatan daya saing produk kopi kintamani di pasar global terdapat tiga aktor yang memiliki peranan yang sangat penting untuk mengoptimalisasi implementasi kebijakan tersebut yaitu Pemerintah (Government Actor), Para Pelaku Usaha (Private Actor), dan MPIG & lemabaga penelitian (Society Actor). Ketiga aktor 16
Poppy S. Winanti, Developmental State dan Tantangan dalam globalisasi, Jurnal Ilmu Sosial dan Politik. Volume 7, Nomor 2, November 2003. hal. 179. 17 Meredith Woo-Cumings. Melalui Andrzej Bolesta, China as a Developmental State, London School of Economics and Political Science, Montenegerin Journal of Economics, No. 5, Juni, 2007. hal. 105.
tersebut memiliki peranan masing-masing dalam upaya untuk memaksimalkan pencapaian terhadap implementasi kebijakan peningkatan daya saing produk kopi arabika kintamani di pasar global, sehingga dibutuhkan adanya upaya kerjasama dalam bentuk sinergitas untuk dapat mengoptimaliasi implementasi kebijakan tersebut. Teori Developmental State juga menggambarkan bahwa untuk mencapai keberhasilan dalam perkembangan ekonomi negara dibutuhkan kombinasi peran dari aktor utama yaitu pemerintah sebagai Public Actor, para pelaku usaha sebagai private actor, dan lembaga penelitian dan MPIG yang mewakili Society Actor dalam memberikan informasi tambahan terkait hasil penelitian sebagai data rujukan.18 Untuk mencapai keberhasilan dalam upaya peningkatan daya saing produk kopi kntamani Indonesia di pasar global kedua aktor utama yaitu pemerintah dan para pelaku usaha harus melakukan sinergitas kerjasama ditambah dengan lembaga penelitian dan MPIG sebagai society actor agar dapat membangun sebuah keputusan bersama yang nantinya dapat mendukung satu sama lain dalam mencapai keberhasilan dalam upaya peningkatan daya saing produk kopi kintamani di pasar global. 2. Teori Keuggulan Kompetitif Model Berlian dari Michael Porter Secara sederhana daya saing dapat digunakan untuk menentukan posisi suatu komoditi di pasar persaingan. Menurut Martin et alI, salah satu indikator
18
Christopher Wilson, Reimagining Governments (online),
, diakses pada tanggal 18 Desember 2014.
daya saing adalah pangsa pasar19. Jika pangsa pasar suatu komoditi meningkat, berarti secara umum dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan pangsa pasar dan pertumbuhan pasar. Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan biaya yang cukup rendah sehingga kegiatan produksi tersebut menguntungkan pada tingkat harga yang terjadi di pasar internasional. Pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditi adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dari pengusahaan komoditi tersebut. Tingkat keuntungan dapat dilihat dari keuntungan privat dan keuntungan sosial, sedangkan efisiensi pengusahaan komoditi dapat dilihat dari tingkat keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini teori keunggulan kompetitif dengan model berlian daya saing internasional dikemukakan oleh Michael Porter dalam bukunya The Competitive Advantage of Nation (1990) mulai dari penjelasan mengenai aspek keunggulan kompetitif nasional hingga pembentukan dan pengembangan industri yang kompetitif. Daya saing merupakan aktifitas kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar internasional dan kemampuan untuk bertahan dalam pasar tersebut yang artinya jika suatu produk mempunyai daya saing berarti produk tersebut banyak diminati oleh masyarakat. Menurut porter tidak ada korelasi antara dua faktor produksi (sumber daya alam yang melimpah dan sumber daya yang murah) yang dimiliki suatu negara, yang dimanfaatkan menjadi keunggulan daya saing dalam perdagangan internasional. Banyak negara di dunia yang jumlah sumber daya alamnya sangat 19
Martin, L. Westgren dan Van Duren, E. Agribusiness Competitiveness Across National Boundaries, dalam American Journal of Agricultural Economics, bulan Desember 1991. Hal 14561464.
besar yang proposionalnya dengan luas negerinya, tetapi terbelakang dalam daya saing perdagangan internasional. Begitu juga dengan tingkat upah yang relatif murah daripada negara lain, justru berkorelasi erat dengan rendahnya motivasi bekerja yang keras dan berprestasi. Kemakmuran nasional diciptakan, bukan diwarisakan. Berikut merupakan bentuk gambar model berlian daya saing internasional porter: Bagan 2. Model Berlian Daya Saing Internasional Porter
Pemerintah
Strategi, Struktur & Persaingan
Kondisi Faktor Produksi
Daya Saing Internasional
Kondisi Permintaan
Industri Terkait Dan Pendukung
Peluang Sumber: Porter, 1990
Berdasarkan model diatas cukup membantu menganalisis produk suatu negara mempunyai daya saing internasional. Produk kopi arabika kintamani dapat dibedah menggunakan teori ini dalam meningkatkan daya saing ekspornya: 1. Kondisi Faktor Produksi a. Keahlian petani dalam mulai dari penanaman sampai menjadi biji atau bubuk kopi, jam kerja dan budaya kerja. b. Luas dan lokasi kebun kopi, kualitas tanah dan iklim. c. Sumber pengetahuan untuk meng update tentang riset dan informasi terbaru mengenai perkembangan kopi baik nasional maupun internasional. d. Sumber modal dan jumlah yang tersedia baik di tingkat petani, pengepul dan pengolahan dalam rantai industri kopi arabika kintamani. e. Infrastruktur yang terkait seperti jalan, transportasi, sistem komunikasi, kesehatan, listrik dan sebagainya dalam rangka produksi kopi arabika kintamani. 2. Kondisi Permintaan Permintaan domestik dan internasional kopi arabika kintamani. Bagian ini melihat bagaimana menerima, menginterprestasikan dan merespon kebutuhan pembeli. Misalnya apakah konsumen lebih suka rasa kopi yang di fermentasi 12 jam atau 36 jam. Selain itu masyarakat dunia pada saat ini mengalami premium level consumption yaitu lebih suka mengkonsumsi kopi spesialti, hal ini menguntungkan kopi arabika kintamani dengan perubahan selera masyarakat ini. 3. Industri Terkait dan Pendukung
Jasa transportasi dalam penyaluran, sistem perbank kan dalam hal pembayaran serta media masa dalam hal promosi kopi. 4. Strategi, Struktur dan Persaingan Strategi dan stuktur pengembangan kopi menciptakan keunggulan dan kekurangan daya saing internasional. Persaingan membuat industri tetap dinamis dan terus menerus memberi tekanan pada perbaikan dan inovasi kopi. Bagaimana kualitas, harga dan jumlah produksi industri kopi pesaing seperti dari negara Brazil atau Kolombia. Selain itu juga bagaimana kualitas, harga dan jumlah, harga dan jumlah barang substitusi lainnya seperti teh. 5. Peluang Peluang merupakan peristiwa yang terjadi diluar kendali perusahaan, industri dan pemerintah. Misalnya perubahan dramatis kurs mata uang yang terjadi 1 tahun ini membuat harga kopi arabika kintamani ketika di ekspor menjadi lebih murah, ini menguntungkan ketika kopi di ekspor. 6. Pemerintah Walaupun sering kali dinyatakan bahwa pemerintah adalah penentu utama dari keunggulan kompetitif suatu bangsa, tetapi sebenarnya bukanlah penentu, namun memberikan pengaruh penting atas faktor penentu. Pengaruh pemerintah mempengaruhi kondisi permintaan secara tidak langsung, lewat kebijakan moneter, keuangan dan perdagangan. Salah satu yang dilakukan pemerintah melakukan branding kopi spesialti termasuk kopi arabika kintaman melalui kementrian kementrian pariwisata dan ekonomi kreatif
(Kemenparekraf RI) menyelenggarakan Indonesia Coffe Festival (ICF) pada 2013. F. Argumen Utama Argumen yang dibangun dalam penelitian ini adalah bahwa kopi arabika kintamani merupakan salah satu Specialty Coffee dalam perdagangan global. walaupun sudah bisa diekspor, namun saat ini produksi masih dikelola secara sederhana bahkan baru berupa kopi basah atau bean saja yang di ekspor dan ini membuat daya saingnya lemah dalam perdagangan dunia saat ini. Salah satu ukuran daya saing adalah produktifitas, produktifitas kopi arabika kintamani masih dibawah rata-rata nasional dan jauh tertinggal dari rata-rata negara Brazil, kolombia dan Vietnam yang merupakan ekportir utama kopi dunia. Hal ini dikarenakan berbagai faktor diantaranya sumber daya manusia yang rendah, modal yang minim, penguasaan teknologi yang rendah, dan infrastruktur yang kurang mendukung serta rantai pemasaran kopi yang panjang mulai dari petani sampai ke eksportir. Selain itu struktural power dalam perdagangan kopi oleh aktor internasional khsususnya Multi National Corporation (MNC) membuat ketidakseimbangan antara negara penghasil biji kopi dengan negara konsumen. . Peningkatan daya saing ini memerlukan dukungan dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, selain itu peran swasta juga tidak kalah penting untuk mengembangkan industri hulu sampai hilir industri kopi arabika kintamani. Disamping itu komitment masyarakat diperlukan untuk memastikan peningkatan daya saing ini terlaksana. Sinergi dari aktor ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing kopi arabika kintamani di pasar kopi internasional.
G. Metode Penelitian Metode yang digunakan untuk melengkapi data penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan proses pemahaman suatu permasalahan sosial yang bersifat deskriptif. Metode penelitian kualitatif yang dilakukan dengan teknik interview yaitu ketua MPIG Bali Kintamani dan ditunjang
dengan
studi
keliteraturan
(library
research),
yaitu
dengan
mendapatkan referensi penelitian yang diolah melalui literatur, buku-buku, majalah, jurnal berkala, booklet, leaflet, situs-situs internet, sumber yang relevan dengan pokok permasalahan serta sumber-sumber lain yang sekitarnya dapat mendukung dan memiliki relevansi dengan penelitian. Kemudian data yang digunakan adalah data sekunder FAO Food and Agriculture Organisation (FAO), BPS, dan AEKI (Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia), PuslitKoka ICCRI. H. Sistematika Penulisan Pada Bab I, pemaparan mengenai latar belakang permasalahan yang menjadi titik tolak penelitian ini, perumusan masalah yang menjadi fokus jawaban dalam penelitian ini, tujuan peneltian yang ada menjadi posisi dari penelitian ini, tinjuan literatur, landasan teori, Argumen utama, metode pengumpulan data dalam penelitian dan sistematika penulisan. Bab II, Pemaparan mengenai potensi daya saing ekspor kopi arabika. Dimulai dengan menjelaskan sejarah kopi arabika kintamani, karakteristiknya, sertifikasi indikasi geografis, mata rantai kopi kintamani dan perkembangan, hambatan serta tantangan ekspor.
Bab III, membahas mengenai upaya pemerintah Indonesia dalam peningkatan ekspor kopi kintamani. Isi dari bab ini menjeaskan posisi pemerintah Indonesia sebagai regulator dan penggerak ekonomi negara, kemudian menjelaskan penyederhanaan regulasi ekpor kopi dan klusterisasi kopi kintamani Bab IV membahas mengenai upaya swasta dalam peningkatan ekspor kopi kintamani. Dimulai dengan memaparkan swasta sebagai pelaku ekonomi kemudian di teruskan dengan upaya yang dilakukan swasta dengan peningkatan kualitas dan meningkatkan pemasaran. Pada Bab V, Kesimpulan