TELAAH REAKSI BENZOILASI RESASETOFENON DALAM SINTESIS 7-HIDROKSIFLAVON MELALUI PENATAAN-ULANG BAKER-VENKATARAMAN
FERRA DWIANGGA NOVIADINNI
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Telaah Reaksi Benzoilasi Resasetofenon dalam Sintesis 7-Hidroksiflavon Melalui PenataanUlang Baker-Venkataraman adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014 Ferra Dwiangga Noviadinni NIM G44100049
ABSTRAK FERRA DWIANGGA NOVIADINNI. Telaah Reaksi Benzoilasi Resasetofenon dalam Sintesis 7-Hidroksiflavon Melalui Penataan-Ulang Baker-Venkataraman. Dibimbing oleh ZAINAL ALIM MAS’UD dan BUDI ARIFIN. Dibenzoil resasetofenon (diBz) merupakan zat antara penting dalam sintesis 7-hidroksiflavon dan turunannya melalui penataan-ulang Baker-Venkataraman. Dalam penelitian sebelumnya, benzoilasi resasetofenon dengan benzoil klorida (BzCl) menghasilkan 3 kemungkinan produk, yaitu p-benzoil resasetofenon (pBz), diBz, dan 3-benzoil-7-hidroksiflavon (3-Bz-7-HF). Dalam penelitian ini, kondisi terbaik untuk menyintesis diBz diteliti. Benzoilasi resasetofenon dalam piridina pada suhu kamar memberikan persen konversi terbaik pada nisbah mmol resasetofenon:BzCl sebesar 1:2. p-Bz menjadi produk utama, tetapi rendemen diBz semakin besar ketika mmol resasetofenon ditingkatkan. Di sisi lain, benzoilasi resasetofenon pada suhu refluks dalam aseton mendapatkan 3-Bz-7-HF sebagai satu-satunya produk. Kendali suhu dan waktu reaksi disimpulkan sebagai faktor penentu jumlah diBz yang dihasilkan. p-Bz mendominasi pada permulaan reaksi, lalu diBz mulai terbentuk dengan bantuan kalor reaksi atau pemanasan. Namun, jika suhu reaksi terlalu tinggi atau waktunya terlalu lama, 3-Bz-7-HF yang akan terbentuk. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mendapatkan kondisi suhu dan waktu terbaik untuk menyintesis diBz. Kata kunci: 3-benzoil-7-hidroksiflavon, p-benzoil resasetofenon, dibenzoil resasetofenon
ABSTRACT FERRA DWIANGGA NOVIADINNI. Study of Resacetophenone Benzoylation Reaction in Synthesis of 7-Hydroxyflavone via Baker-Venkataraman Rearrangement. Supervised by ZAINAL ALIM MAS’UD and BUDI ARIFIN. Dibenzoyl resacetophenone (diBz) is an important precursor in synthesis of 7-hydroxyflavone and its derivatives through Baker-Venkataraman rearrangement. In previous studies, benzoylation of resacetophenone by using benzoyl chloride (BzCl) resulted 3 different products, namely p-benzoyl resacetophenone (p-Bz), diBz, and 3-benzoyl-7-hydroxyflavone (3-Bz-7-HF). In this study, the optimum condition to synthesize diBz was studied. Benzoylation of resacetophenone in pyridine at room temperature gave optimum conversion percentage when the mmol ratio of resacetophenone:Bz was 1:2. p-Bz was the main product, but the yield of diBz increased higher mmol of resacetophenone was used. On the other hand, benzoylation of resacetophenone at reflux temperature of acetone gave 3-Bz-7-HF as the only product. Control of temperature and reaction time was concluded as the main factor affecting the amount of diBz. p-Bz was dominant at the beginning of reaction, then diBz started to be formed, being promoted by the heat of reaction as well as prolonging heating. However, if the reaction temperature was too high or the reaction time was prolonged, 3-Bz-7-HF would be formed. Further study is still needed to find the optimum reaction time and temperature to synthese diBz. Keywords: 3-benzoyl-7-hydroxyflavone, p-benzoyl resacetophenone, dibenzoyl resacetophenone
TELAAH REAKSI BENZOILASI RESASETOFENON DALAM SINTESIS 7-HIDROKSIFLAVON MELALUI PENATAAN-ULANG BAKER-VENKATARAMAN
FERRA DWIANGGA NOVIADINNI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi: Telaah Reaksi Benzoilasi Resasetofenon dalam Sintesis 7Hidroksiflavon Melalui Penataan-Ulang Baker-Venkataraman Nama : Ferra Dwiangga Noviadinni NIM : G44100049
Disetujui oleh
Dr Zainal Alim Mas’ud, DEA Pembimbing I
Budi Arifin, SSi, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah sintesis flavonoid, dengan judul Telaah Reaksi Benzoilasi Resasetofenon dalam Sintesis 7-Hidroksiflavon Melalui Penataan-Ulang Baker-Venkataraman. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Zainal Alim Mas’ud dan Bapak Budi Arifin selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Sri Noeryani (Ibu), Ferryangga Kostradini (Kakak), serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para laboran (Pak Sabur, Teh Nia, dan Bu Yenni), Alif, Kak Febrina, Dian, Ika Nurmeilia, Dicky, Hasna, Ayustiyan, Ihsan, Kak Ichsan, Kak Wahyu, Kak Arido, Pak Luthfan, Pak Bekti, Kak Mela, dan teman-teman penelitian lainnya di Laboratorium Kimia Organik yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Apresiasi juga penulis sampaikan pada teman-teman Activator Chemist 47 atas saran, masukan, bantuan, doa, dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2014 Ferra Dwiangga Noviadinni
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE Lingkup Penelitian Benzoilasi Resasetofenon pada Suhu Kamar dalam Piridina Benzoilasi Resasetofenon pada Suhu Refluks dalam Aseton Sintesis 7-Hidroksiflavon dari 3-Benzoil-7-Hidroksiflavon HASIL DAN PEMBAHASAN Produk Benzoilasi Resasetofenon pada Suhu Kamar dalam Piridina Produk Benzoilasi Resasetofenon pada Suhu Refluks dalam Aseton Upaya Menyintesis 7-Hidroksiflavon dari 3-Benzoil-7-Hidroksiflavon SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vii vii vii 1 3 3 3 4 4 5 5 9 11 12 12 15 23
DAFTAR TABEL 1
Rendemen produk p-benzoil resasetofenon, dibenzoil resasetofenon, dan 3-benzoil-7-hidroksiflavon hasil reaksi dari 1 mmol resasetofenon 2 Rendemen produk p-benzoil resasetofenon dan dibenzoil resasetofenon hasil reaksi dari beragam mmol resasetofenon dengan 2 ekuivalen benzoil klorida
7
8
DAFTAR GAMBAR 1 Struktur kimia flavon 2 Bagan alir reaksi sintesis prekursor 1,3-diketon untuk 7-hidroksiflavon 3 Struktur p-benzoil resasetofenon (a), padatan p-benzoil resasetofenon hasil sintesis (b), dan kromatogramnya dibandingkan dengan hasil sintesis Solovky (2013) (c) 4 Struktur dibenzoil resasetofenon (a), padatan dibenzoil resasetofenon hasil sintesis (b), dan kromatogramnya dibandingkan dengan hasil sintesis Solovky (2013) (c) 5 Perubahan komposisi produk p-benzoil resasetofenon, dibenzoil resasetofenon, dan 3-benzoil-7-hidroksiflavon pada peningkatan ekuivalen BzCl yang direaksikan dengan 1 mmol resasetofenon 6 Perubahan komposisi produk p-benzoil resasetofenon dan dibenzoil resasetofenon pada peningkatan mmol resasetofenon yang direaksikan (nisbah mmol resasetofenon:BzCl 1:2) 7 Kromatogram lapis tipis dibenzoil resasetofenon hasil sintesis Solovky (2013), p-benzoil resasetofenon, dan produk reaksi benzoilasinya (a). Produk reaksi benzoilasi p-benzoil resasetofenon (b). 8 Struktur 3-benzoil-7-hidroksiflavon (a), kristal 3-benzoil-7hidroksiflavon hasil sintesis (b), dan kromatogramnya dibandingkan dengan standar 3-benzoil-7-hidroksiflavon, resasetofenon, dan resorsinol (c) 9 Kromatogram 3-benzoil-7-hidroksiflavon dan resasetofenon hasil sintesis Aryani (2011), dibandingkan dengan produk hidrolisis basa (kanan). Eluen n-heksana: EtOAc 7:3, diamati pada 254 nm (a) dan 366 nm (b).
1 2
5
6
7
8
9
10
11
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Bagan alir reaksi hasil penelitian Bagan alir penelitian sintesis benzoilasi resasetofenon Spektrum UV-Vis p-benzoil resasetofenon (pelarut: metanol p.a.) Spektrum UV-Vis dibenzoil resasetofenon (pelarut: metanol p.a) Contoh perhitungan rendemen hasil sintesis Spektrum UV-Vis 3-benzoil-7-hidroksiflavon (pelarut: metanol p.a.) Spektrum UV-Vis resasetofenon (pelarut: metanol p.a)
15 16 17 18 19 21 22
PENDAHULUAN Flavonoid merupakan kelompok senyawa metabolit sekunder dalam tumbuhan yang dicirikan oleh kerangka karbon berupa 2 cincin aril yang dihubungkan oleh rantai alifatik 3 karbon (C6−C3−C6) (Martens dan Mithöfer 2005). Flavonoid memiliki berbagai aktivitas biologis maupun farmakologi seperti anti-HIV, anti-dengue, antivirus influenza, antitumor, antioksidan, sitotoksik, antikanker, kardioprotektif, hepatoprotektif, neuroprotektif, antiestrogenik, antiradang, dan antimikrob (Murthy et al. 2010; Gharpure et al. 2011). Terdapat beberapa golongan flavonoid berdasarkan kerangka struktur dan gugus fungsinya, yaitu flavonol, flavon, flavanon, isoflavonol, isoflavon, isoflavanon, dihidroflavonol, kalkon, dihidrokalkon, flavan, isoflavan, auron, dan antosianin (Marais et al. 2006). Flavon (Gambar 1) merupakan golongan flavonoid terbesar kedua di alam setelah flavanon (Martens dan Mithöfer 2005). Biosintesis flavon berlangsung melalui reaksi gabungan antara jalur sikimat dan asetat-malonat (Dewick 2009). Pola substitusi –OH (hidroksilasi) cincin A di posisi-5 dan/atau 7 lazim dihasilkan dari biosintesis flavon tersebut. Beberapa contoh flavon di alam dengan pola substitusi tersebut adalah 5,7-dihidroksiflavon (krisin), 5,7-dihidroksi-8metoksiflavon (wogonin), 5,6,7-trihidroksiflavon (baikalein), 4’,5,6,7tetrahidroksiflavon (skutelarein), 4’,5,7-trihidroksiflavon (apigenin), dan 3’,4’,5,7-tetrahidroksiflavon (luteolin) (Dao et al. 2004).
Gambar 1 Struktur kimia flavon Di laboratorium, flavon umumnya disintesis melalui siklisasi oksidatif 1,3diketon atau 2’-hidroksikalkon. Katalis asam lazim digunakan dalam siklisasi oksidatif 1,3-diketon menjadi flavon, antara lain H2SO4 dalam MeCN (Lee et al. 2004) dan H2SO4 dalam AcOH (Al-Busafi 2013). Sementara itu, katalis I2 dalam dimetil sulfoksida (DMSO) atau piridina banyak digunakan dalam reaksi siklisasi oksidatif 2’-hidroksikalkon (Barros dan Silva 2006; Cabrera et al. 2007; Dong et al. 2007; Murthy et al. 2010; van Hayus et al. 2012). Senyawa 1,3-diketon untuk sintesis flavon serta senyawa turunan atau analognya lazim diperoleh dari penataan-ulang Baker-Venkataraman (BV) (Göker et al. 2005; Ono et al. 2005; Mughal et al. 2006; Maiti et al. 2007; Minassi et al. 2008; Ono et al. 2009; Sheikh et al. 2011; Rajbhoj et al. 2012; Verma dan Juneja 2012). Penataan-ulang ini terjadi melalui mekanisme kondensasi Claisen-Schmidt intramolekul pada turunan ester benzoil dari suatu o-hidroksiaril metil keton seperti asetofenon, resasetofenon, atau floroasetofenon, menghasilkan 1,3diaroilmetana.
2 Dalam penelitian sebelumnya, zat antara 1,3-diketon untuk sintesis 7hidroksiflavon (7-HF) telah berhasil diperoleh dengan rendemen keseluruhan 8% dari resasetofenon (Aryani 2011). Rute sintesis yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 2. Dibenzoil resasetofenon (diBz) disintesis dengan menambahkan 3 ekuivalen benzoil klorida (BzCl) pada resasetofenon dalam suhu refluks aseton (45−56 ºC). Rendemen produk mencapai 64%, yang selanjutnya dengan penambahan KOH hangat dalam piridina mengalami penataan-ulang BV membentuk 1,3-diketon dengan rendemen terbaik sebesar 12%. Solovky (2013) yang melanjutkan penelitian Aryani (2011), mendapatkan hasil yang berbeda. Sintesis diBz pada suhu kamar dalam piridina menghasilkan p-benzoil resasetofenon (p-Bz) sebagai produk utama dengan rendemen mencapai 60% pada penggunaan 2 ekuivalen BzCl. diBz hanya menjadi produk tambahan (31%). Menaikkan suhu reaksi ke suhu refluks aseton seperti yang dilakukan oleh Aryani (2011), tetapi dengan menggunakan 2 ekuivalen BzCl, menghasilkan 3-benzoil-7hidroksiflavon (3-Bz-7-HF) sebagai satu-satunya produk dengan rendemen 62% dari resasetofenon.
Gambar 2 Bagan alir reaksi sintesis prekursor 1,3-diketon untuk 7-hidroksiflavon (Aryani 2011) Kedua hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa komposisi produk benzoilasi resasetofenon dipengaruhi oleh parameter reaksi seperti jumlah ekuivalen BzCl, pelarut, dan suhu reaksi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menelaah tahap reaksi ini untuk memperoleh kondisi reaksi yang menghasilkan diBz dengan rendemen terbaik. Parameter reaksi yang diragamkan meliputi jumlah ekuivalen BzCl yang ditambahkan (1, 2, dan 3 ekuivalen), proses penambahannya (sekaligus atau bertahap), jumlah bahan awal, serta pelarut dan suhu reaksi yang digunakan (suhu kamar dalam piridina dan suhu refluks dalam aseton). diBz yang didapatkan akan menjadi prekursor untuk mendapatkan 7-HF melalui penataan-ulang BV.
3
BAHAN DAN METODE Lingkup Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Agustus 2014 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Benzoilasi resasetofenon dilakukan pada suhu kamar dalam piridina serta pada suhu refluks dalam aseton. Benzoilasi pada kondisi pertama dilakukan dengan meragamkan ekuivalen BzCl yang ditambahkan (1, 2, 3, dan 2 + 2 ekuiv). Jumlah bahan awal resasetofenon kemudian ditingkatkan dari 1 menjadi 2.5 mmol pada jumlah ekuiv BzCl yang memberikan rendemen terbaik. Produk reaksi benzoilasi dicirikan dengan membandingkan nilai Rf-nya dengan produk sintesis Aryani (2011) dan Solovky (2013). Hasil benzoilasi pada kondisi kedua kemudian dihidrolisis dalam suasana basa. Produk yang didapat diidentifikasi berdasarkan sifat fisis, nilai Rf, titik leleh, dan spektrum ultraviolettampak (UV-Vis). Ringkasan tahapan penelitian ditunjukkan pada Lampiran 1 dan 2. Pereaksi yang digunakan adalah bahan-bahan untuk analisis (p.a) seperti benzoil klorida (BzCl), piridina, resasetofenon, K2CO3, KOH 85%, aseton, AcOH glasial, etanol absolut, metanol, HCl 3% dan 5%, NaOH 5%, AlCl3 5%, silika gel 60 GF254 untuk kromatografi lapis tipis (TLC) preparatif, silika gel 60 (0.2−0.5 mm) untuk pra-absorpsi contoh dalam kromatografi cair vakum (KCV), silika gel F254 untuk TLC, dan silika gel 60 (0.040−0.063 mm) untuk kromatografi kolom. Semua bahan p.a digunakan langsung tanpa praperlakuan. Pelarut teknis didistilasi 2 kali sebelum dipakai, meliputi metilena klorida (MTC), n-heksana, etil asetat, dan aseton. Peralatan yang digunakan antara lain alat pemanas, radas penguap putar, radas distilasi, radas penentuan titik leleh Mel-Temp Model 1202D Barnstead® (tanpa koreksi), kromatografi kolom, neraca analitik, radas refluks, oven, dan alatalat kaca yang lazim digunakan di laboratorium. Spektrum UV-Vis direkam dengan spektrometer Shimadzu UV-1601 di Laboratorium Bersama, Departemen Kimia, IPB.
Benzoilasi Resasetofenon pada Suhu Kamar dalam Piridina (modifikasi Solovky 2013) Sebanyak 1 mmol resasetofenon ditambahkan 16.67 mmol piridina hingga larut (diaduk kuat dengan batang pengaduk). Kemudian ditambahkan benzoil klorida tetes demi tetes sebanyak 1, 2, dan 3 ekuivalen sambil terus diaduk tanpa dialiri gas N2. Selama penambahan, suhu berangsur-angsur naik dan warna campuran memucat. Pengadukan dilakukan selama sekitar 20 menit atau hingga suhu kembali turun ke suhu kamar. Ke dalam campuran selanjutnya ditambahkan 5−10 mL HCl 3% dingin tetes demi tetes sampai pH kurang dari 2, dan dibiarkan kira-kira 1 jam pada suhu 5 °C hingga terbentuk endapan. Endapan lalu disaring dan dibiarkan agak mengering dengan bantuan pengisapan vakum selama kirakira 1 jam. Setelah itu, endapan dilarutkan dalam aseton dan campuran produk (p-
4 Bz, diBz, dan 3-Bz-7-HF) dipisahkan dengan TLC preparatif menggunakan fase diam silika gel 60 GF254 dan eluen n-heksana-MTC 7:3. Hasil pemisahan dikeringkan di dalam oven 40 ºC hingga bobotnya konstan. Pengeringan endapan ini memerlukan waktu yang lama (sekitar 2−7 hari) untuk mendapatkan bobot konstan. Prosedur yang sama diulangi dengan bahan awal 2.5 mmol resasetofenon, tetapi produk dimurnikan menggunakan kromatografi kolom dengan elusi gradien dimulai dari n-heksana sampai n-heksana-etil asetat 7:3.
Benzoilasi Resasetofenon pada Suhu Refluks dalam Aseton (modifikasi Aryani 2011) Sebanyak 5 mmol resasetofenon dilarutkan dalam 55.5 mL aseton p.a dan ditambahkan 36.25 mmol K2CO3. Larutan diaduk selama 10 menit pada suhu kamar, kemudian ditambahkan 2 ekuivalen benzoil klorida tetes demi tetes. Selama penambahan, warna larutan berubah menjadi putih kekuningan. Larutan diaduk kembali selama 30 menit pada suhu kamar, kemudian direfluks selama 24 jam pada suhu 45−56 ºC dengan dialiri gas N2. Larutan lalu dipekatkan dengan penguap putar. Endapan yang didapat dilarutkan dengan akuades dingin secukupnya kemudian diasamkan dengan HCl dingin 3% secukupnya sampai pH 2−4. Endapan yang terbentuk disaring dan dikeringudarakan dengan bantuan pengisapan vakum selama 1 jam. Produk yang merupakan 3-Bz-7-HF kasar selanjutnya direkristalisasi dengan AcOH glasial (1:5, b/v). Caranya, produk ditambahkan AcOH glasial secukupnya dan dipanaskan sampai semua endapan larut, lalu dibiarkan selama semalam atau sampai tidak ada lagi endapan yang terbentuk pada suhu kamar. Endapan disaring, lalu diuji apakah masih mengandung pengotor dan perlu direkristalisasi kembali. Pengujian dilakukan dengan TLC menggunakan fase diam silika gel 60 F254 dan eluen n-heksana-etil asetat 7:3. Endapan yang telah murni dikeringkan di oven pada suhu 80 ºC sampai bobot konstan (2−3 hari).
Sintesis 7-Hidroksiflavon dari 3-Benzoil-7-Hidroksiflavon (modifikasi Tang et al. 2005) Sebanyak 0.25 mmol 3-Bz-7-HF ditambahkan 25 mL KOH 5% dalam etanol absolut pada suhu kamar, lalu diaduk dan direfluks selama 1 jam pada suhu 73−82 ºC. Setelah didinginkan ke suhu kamar, campuran diencerkan dengan akuades beku dan diasamkan dengan HCl 3% sampai pH 2−4. Campuran kemudian diekstraksi cair-cair dengan MTC. Fase organik diperiksa menggunakan TLC dengan eluen n-heksana-etil asetat 1:1, dipekatkan, dikeringkan dalam oven 80 ºC selama 1−3 hari, dan dimurnikan dengan TLC preparatif (eluen n-heksanaetil asetat 7:3). Produk yang didapat ditentukan nilai Rf dan titik lelehnya, kemudian diidentifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Produk Benzoilasi Resasetofenon pada Suhu Kamar dalam Piridina Benzoilasi resasetofenon dilakukan dengan meragamkan nisbah antara jumlah mmol resasetofenon (1, 2.5, dan 5 mmol) dan jumlah ekuivalen BzCl (1, 2, dan 3 ekuivalen). Dengan 1 ekuivalen BzCl, produk dominan yang diperoleh adalah p-benzoil resasetofenon (p-Bz) dengan sedikit dibenzoil resasetofenon (diBz) (Tabel 1). p-Bz (Gambar 3a) berupa padatan berwarna putih (Gambar 3b) dengan titik leleh 69−73 ºC dan Rf0.725 pada eluen n-heksana-EtOAc 7:3. Nilai Rf yang sama dihasilkan oleh p-Bz hasil sintesis Solovky (2013) (Gambar 3c), tetapi titik lelehnya lebih tinggi (90−95 ºC).
Rf0.725
(c) (a) (b) Gambar 3 Struktur p-benzoil resasetofenon (a), padatan p-benzoil resasetofenon hasil sintesis (b), dan kromatogramnya (kanan) dibandingkan dengan hasil sintesis Solovky (2013) (kiri) (c). Eluen n-heksana-etil asetat 7:3, diamati pada 254 nm. Spektrum UV-Vis p-Bz (Lampiran 3) menunjukkan 4 puncak serapan pada panjang gelombang 204.5, 227, 260, dan 317.5 nm. Ketika ditambahkan pereaksi geser NaOH, serapan di 204.5 nm mengalami sedikit pergeseran batokromik ke 207.5 nm, sedangkan serapan di 227 nm justru mengalami sedikit pergeseran hipsokromik ke 222 nm. Bahu puncak serapan di 260 nm hilang, dan puncak serapan di 317.5 nm bergeser sejauh 14.5 nm ke 331 nm. Membasakan gugus – OH fenolik pada p-Bz akan mengubahnya menjadi gugus fenolat yang lebih mudah mendelokalisasikan pasangan elektron bebasnya. Hal ini umumnya menimbulkan pergeseran batokromik sejauh 53 nm (Pavia et al. 2009). Pergeseran lebih kecil yang dihasilkan oleh p-Bz disebabkan oleh gugus –OH fenolik yang tidak bebas, tetapi membentuk ikatan hidrogen intramolekul dengan gugus asetil, di posisi orto. Keberadaan ikatan hidrogen intramolekul ini dibuktikan dengan penambahan AlCl3 yang menggeser serapan di 227, 260 (bahu), dan 317.5 nm berturut-turut ke 234.5, 274.5, dan 364.5 nm, yang tidak berubah ketika ditambahkan HCl. Menurut Markham (1988), pergeseran batokromik dengan AlCl3 yang tidak terpengaruh oleh penambahan HCl menunjukkan gugus –OH fenolik yang berposisi orto dengan gugus karbonil. Jika penambahan HCl menggeser puncak serapan kembali kira-kira ke nilai semula, maka terdapat 2 gugus –OH fenolik yang saling orto. Spektrum UV-Vis ini serupa polanya dengan
6 yang dilaporkan oleh Solovky (2013). Namun, dengan konsentrasi larutan yang kira-kira 5 kali lebih encer, Solovky (2013) tidak melaporkan adanya puncak serapan di 317.5 nm. Berdasarkan analisis spektrum UV-Vis ini, penambahan pereaksi benzoilasi dalam jumlah yang terbatas menyebabkan gugus benzoil cenderung hanya terikat di posisi para, karena posisi ini kurang terhalangi dibandingkan dengan posisi orto. Gugus –OH orto juga kurang reaktif terhadap pereaksi benzoilasi disebabkan oleh adanya ikatan hidrogen intramolekul dengan gugus asetil. DiBz (Gambar 4a) diperoleh sebagai padatan kuning kecokelatan (Gambar 4b) dengan Rf0.625 (Gambar 4c) pada eluen n-heksana-EtOAc 7:3 dan memiliki titik leleh 68−73 ºC. Titik leleh yang dilaporkan oleh beberapa literatur berbedabeda: Sheikh et al. (2011) melaporkan 78 ºC, Verma et al. (2011) 99 ºC, dan Solovky (2013) 85−89 ºC. Kromatogram TLC menunjukkan bahwa senyawa yang dihasilkan belum murni dan masih terdapat pendaran lemah dari p-Bz (Gambar 4c). Keberadaan pengotor ini diduga menurunkan nilai titik leleh yang terukur dan memperlebar kisaran nilainya. Titik leleh tersebut paling mendekati hasil yang dilaporkan oleh Sheikh et al. (2011).
0.625
(a) (b) (c) Gambar 4 Struktur dibenzoil resasetofenon (a), padatan dibenzoil resasetofenon hasil sintesis (b), dan kromatogramnya (kanan) dibandingkan dengan hasil sintesis Solovky (2013) (kiri) (c). Eluen n-heksana-EtOAc 7:3, diamati pada 254 nm. Spektrum UV-Vis diBz (Lampiran 4) menunjukkan puncak serapan pada panjang gelombang 205 dan 237.5 nm. Penambahan pereaksi geser NaOH memunculkan puncak serapan baru di 322 nm, seperti yang ditemukan pada spektrum UV-Vis p-Bz. Basa kuat NaOH diperkirakan telah menghidrolisis gugus benzoil di posisi orto yang bersifat labil, sehingga spektrum p-Bz yang diperoleh pada penambahan pereaksi geser tersebut. Hasil ini hampir sama dengan yang diperoleh Aryani (2011). Bukti kuat bahwa diBz telah terbentuk ialah tidak adanya pergeseran yang teramati pada penambahan pereaksi geser AlCl3 dan HCl. Hasil ini menunjukkan bahwa gugus –OH pada posisi orto terhadap gugus asetil telah terbenzoilasi sehingga tidak ada lagi interaksi ikatan hidrogen intramolekul yang memicu efek batokromik ketika digantikan dengan pengompleksan oleh Al3+ dari AlCl3. Tabel 1 menunjukkan bahwa memperbesar ekuivalen BzCl yang ditambahkan akan meningkatkan jumlah produk. Namun, menaikkan nisbah mmol resasetofenon:BzCl ke 1:2 dan 1:3 tetap menghasilkan p-Bz sebagai produk utama, dengan hanya sejumlah kecil diBz. Pada nisbah 1:3 juga mulai terbentuk
7 sejumlah kecil 3-benzoil-7-hidroksiflavon (3-Bz-7-HF). Memperbesar ekuivalen BzCl saja ternyata tidak menjadikan produk diBz dominan. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan lebih banyak BzCl tidak secara langsung dapat mengatasi halangan sterik yang besar pada –OH orto. Tabel 1 Rendemen produk p-benzoil resasetofenon, dibenzoil resasetofenon, dan 3-benzoil-7-hidroksiflavon hasil reaksi dari 1 mmol resasetofenon* Nisbah mmol reasetofenon:BzCl
Ulangan
1:1
1 2
mmol resasetofenon 1.02 1.06 1.04 1.01 1.00 1.01 1.00 1.01 1.01
Rerata 1 2
1:2 Rerata
1 2
1:3 Rerata
Hasil sintesis (mmol)/Rendemen (%) p-Benzoil Dibenzoil 3-Benzoil-7resasetofenon resasetofenon hidroksiflavon 0.25/23.30 0.03/2.59 0.25/24.42 0.04/3.56 0.25/23.86 0.04/3.08 0.35/35.08 0.04/3.87 0.40/39.85 0.05/4.71 0.38/37.47 0.05/4.29 0.40/40.28 0.07/6.91 0.01/0.51 0.41/40.68 0.07/7.18 0.01/1.05 0.41/40.48 0.07/7.05 0.01/0.78
*Contoh perhitungan rendemen diberikan di Lampiran 5. Gambar 5 memperlihatkan bahwa menambah jumlah reaktan BzCl menjadi 2 ekuivalen menaikkan persen konversi kira-kira 1.5 kali lebih besar, dari 27% menjadi 42%, tetapi peningkatan lebih lanjut ke 3 ekuivalen BzCl hanya sedikit menaikkan persen konversi menjadi 48%. Berdasarkan hasil ini, nisbah 1:2 dipilih sebagai nisbah optimum dari yang diujikan, dan digunakan untuk benzoilasi resasetofenon selanjutnya. Jumlah ekuivalen BzCl yang lebih besar dianggap tidak akan menaikkan lagi persen konversi secara berarti. Nisbah 1:3 tidak dipilih karena persen konversinya tidak jauh berbeda dari nisbah 1:2. Selain itu, mulai terbentuk 3-Bz-7-HF sebagai produk samping.
Rendemen (%)
50
30
40.48
37.51
40 23.86
20 10
3.08
0
4.3
0
7.05 0.78
0 1:1 1:2 1:3 Nisbah mmol Resasetofenon:BzCl Gambar 5 Perubahan komposisi produk p-benzoil resasetofenon , dibenzoil resasetofenon , dan 3-benzoil-7-hidroksiflavon pada peningkatan ekuivalen BzCl yang direaksikan dengan 1 mmol resasetofenon Jumlah resasetofenon yang digunakan selanjutnya diperbanyak menjadi 2.5 mmol dengan nisbah mmol resasetofenon:BzCl 1:2. Tabel 2 menunjukkan
8 kenaikan signifikan persen konversi menjadi 68%. Rendemen p-Bz naik 1.5 kali lipat, sedangkan diBz meningkat hingga 3 kali. Sebelumnya, Solovky (2013) dengan bahan awal 5 mmol resasetofenon telah melaporkan persen konversi sebesar 85%, dengan komposisi p-Bz 56% dan diBz 30.5%. Jumlah p-Bz yang dilaporkan tersebut hampir sama dengan yang diperoleh dari 2.5 mmol resasetofenon, sementara diBz berjumlah 2.5 kali lebih banyak. Peningkatan ini ditunjukkan pada Gambar 6. Wu et al. (1989) dalam penelitian lain melaporkan sintesis diBz dari 3.29 mol resasetofenon dan 2.5 ekuivalen BzCl dalam 19.70 mol piridina kering dan 1642 mL eter kering. diBz dihasilkan dengan rendemen sangat kuantitatif, mencapai 98.5%. Hasil-hasil ini memperlihatkan bahwa semakin banyak jumlah mmol resasetofenon yang digunakan sebagai bahan awal, rendemen diBz akan semakin tinggi. Tabel 2 Rendemen produk p-benzoil resasetofenon dan dibenzoil resasetofenon hasil reaksi dari beragam mmol resasetofenon dengan 2 ekuivalen benzoil klorida Hasil sintesis (mmol)/Rendemen (%) mmol Ulangan p-Benzoil Dibenzoil resasetofenon resasetofenon resasetofenon 1 0.35/35.08 0.04/3.87 1.01 2 0.40/39.93 0.05/4.72 Rerata 0.38/37.51 0.04/4.30 2.53 1.40/55.37 0.32/12.55 1 3.03/60.46 1.50/29.89 5.01 2 2.54/50.70 1.56/31.08 Rerata 2.79/55.58 1.53/30.49
Rendemen (%)
55.58
55.37
60 37.51
30.49
40 12.55
20
4.3
0 1
2.5
5 (Solovky 2013)
mmol Resasetofenon Gambar 6
Perubahan komposisi produk p-benzoil resasetofenon dan dibenzoil resasetofenon pada peningkatan mmol resasetofenon yang direaksikan (nisbah mmol resasetofenon:BzCl 1:2)
Anggraini (2012) melaporkan bahwa reaksi benzoilasi o-hidroksiasetofenon (o-HAP) dengan 2 ekuivalen BzCl dalam piridina kering menghasilkan obenzoiloksiasetofenon (o-BAP) dengan rendemen tertinggi 46% ketika digunakan 5 mmol o-HAP. Namun, ketika jumlah o-HAP diperbesar menjadi 33 mmol,
9 rendemen o-BAP naik 1.5 kali menjadi 71.5%. Kemiripan hasil ini membuktikan bahwa efektivitas reaksi benzoilasi gugus –OH yang berposisi orto terhadap gugus asetil pada suatu turunan asetofenon memerlukan jumlah mmol bahan awal yang besar. Hipotesis Solovky (2013) bahwa benzoilasi resasetofenon berlangsung bertahap, yaitu pertama-tama pada gugus –OH di posisi para yang lebih aksesibel, baru kemudian di gugus –OH orto tidak terbukti. Tren perubahan jumlah produk yang teramati pada Gambar 5 dan 6 menunjukkan bahwa p-Bz dan diBz telah terbentuk sejak awal reaksi, tetapi p-Bz terbentuk jauh lebih cepat dan mendominasi pada persen konversi yang rendah. Hal ini dapat terjadi karena untuk membentuk diBz, ikatan hidrogen intramolekul antara –OH orto dan gugus asetil harus diputus terlebih dahulu. Suhu tinggi yang terbentuk selama reaksi benzoilasi yang eksoterm akan memberikan energi untuk hal tersebut. Penambahan BzCl yang dilakukan secara perlahan akan menaikkan suhu secara terkendali dalam waktu yang cukup lama. Pengendalian suhu ini akan efektif ketika digunakan mmol resasetofenon dan BzCl yang besar, sehingga penambahan tetes demi tetes BzCl berlangsung lebih lama. Hal ini yang diduga menyebabkan produk diBz yang dihasilkan dengan 2 ekuivalen BzCl naik signifikan pada penambahan 5 mmol resasetofenon. Dalam penelitian ini, juga diujikan penambahan 2 ekuivalen BzCl pada 0.5 mmol p-Bz dengan menggunakan metode yang sama. Benzoilasi didapati tidak terjadi reaksi dan tetap diperoleh p-Bz pada akhir reaksi, yaitu endapan putih (Gambar 7b) dengan Rf 0.725 pada eluen n-heksana-EtOH 7:3 (Gambar 7a). Hasil ini membuktikan bahwa kalor reaksi benzoilasi yang berlangsung singkat sebagai akibat dari mmol p-Bz yang kecil belum memadai untuk membentuk diBz.
kjh (a) jkhkkkkkkkkkkkkkk kkkkkhkhkhkh hhhhhhhhhhhh hhhhhhhhhhhh hhhhhh
(a) (b) Gambar 7 Kromatogram lapis tipis dibenzoil resasetofenon hasil sintesis Solovky (2013) (kiri), p-benzoil resasetofenon (tengah), dan produk reaksi benzoilasinya (kanan) (a). Eluen n-heksana-EtOH 7:3, diamati pada 254 nm. Produk reaksi benzoilasi p-benzoil resasetofenon (b).
Produk Benzoilasi Resasetofenon pada Suhu Refluks dalam Aseton Berdasarkan keberhasilan reaksi ialah kendali suhu selanjutnya, reaksi
pembahasan di atas, faktor utama yang menentukan dibenzoilasi resasetofenon pada suhu kamar dalam piridina dan waktu reaksi. Oleh karena itu, pada tahap penelitian benzoilasi resasetofenon diujikan pada suhu refluks dalam
10 aseton dengan memodifikasi metode Aryani (2011). Dengan nisbah mmol reasetofenon-BzCl 1:2 (dari 5 mmol resasetofenon) dan 1:3 (dari 1 mmol resasetofenon), diperoleh produk kasar berupa endapan berwarna kuning kecokelatan dengan rendemen masing-masing 60% dan 88% (Lampiran 5). Produk diidentifikasi sebagai 3-Bz-7-HF (Gambar 8a) berdasarkan kesamaan nilai Rf dengan hasil sintesis sebelumnya oleh Solovky (2013) (Gambar 8c). Solovky (2013) melaporkan rendemen yang hampir sama, yaitu 62% pada nisbah 1:2 (dari 5 mmol resasetofenon). Solovky (2013) mengusulkan mekanisme reaksi pembentukan 3-Bz-7-HF dengan melibatkan 2 ekuivalen BzCl, merujuk usul sebelumnya yang dikemukakan oleh Tang et al. (2005). o-Benzoil resasetofenon berperan sebagai zat antara dalam mekanisme tersebut. Namun, penelitian ini menunjukkan bahwa rendemen 3-Bz-7-HF naik cukup signifikan ketika nisbah mmol resasetofenonBzCl dinaikkan ke 1:3. Selain itu, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, monobenzoilasi berlangsung jauh lebih mudah di posisi para. Kedua hasil ini memunculkan dugaan bahwa mekanisme reaksi pembentukan 3-Bz-7-HF berlangsung melalui zat antara diBz. Dugaan ini didukung oleh hasil penelitian Aryani (2011) yang menghasilkan diBz sebagai satu-satunya produk (64%) pada kondisi reaksi yang serupa. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut dengan mengukur komposisi produk benzoilasi dari waktu ke waktu menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi. Namun, hasil penelitian ini telah menunjukkan bahwa kendali suhu dan waktu reaksi tidak hanya menentukan jumlah diBz yang terbentuk, tetapi juga jumlah diBz yang bereaksi lebih lanjut menjadi 3-Bz-7-HF.
Gambar
8
1 2 3 4 a) b) c) Struktur 3-benzoil-7-hidroksiflavon (a), kristal 3-benzoil-7hidroksiflavon hasil sintesis (b), dan kromatogramnya (4) dibandingkan dengan standar 3-benzoil-7-hidroksiflavon, resasetofenon, resorsinol (1−3) (c). Eluen n-heksana-EtOAc 7:3, diamati pada 254 nm.
3-Bz-7-HF kasar selanjutnya direkristalisasi dengan AcOH glasial, dan dihasilkan kristal berwarna kuning dan berbentuk jarum (Gambar 8b) dengan rendemen 37%. Wujud kristal ini hampir sama dengan yang dilaporkan oleh Tang et al. (2005) untuk senyawa turunan 3-aroil-7-hidroksi-6-nitroflavon. Nilai Rf-nya 0.75 (Gambar 8c) pada eluen n-heksana-EtOAc 7:3, dengan titik leleh 168−169 ºC. Nilai titik leleh ini lebih tinggi daripada yang dilaporkan oleh Solovky (2013), yaitu 160 ºC. Kisarannya pun cukup sempit yang menunjukkan lebih tingginya kemurnian produk. Pengotor yang terlarut selama proses rekristalisasi tidak diidentifikasi, tetapi diduga senyawa yang lebih polar daripada resasetofenon dan
11 resorsinol karena memiliki nilai Rf yang lebih kecil daripada kedua senyawa tersebut pada eluen n-heksana-EtOAc yang bersifat nonpolar. Spektrum UV-Vis 3-Bz-7HF (Lampiran 6) menunjukkan adanya puncak serapan pada panjang gelombang 232, 260 (bahu), dan 364 nm. Struktur flavon memiliki 2 sistem terkonjugasi, yaitu struktur benzoil dan sinamoil. Anggraini (2012) melaporkan puncak serapan UV-Vis flavon tak-tersubstitusi di 248 nm (benzoil) dan 294 nm (sinamoil). Solovky (2013) melaporkan puncak serapan di 269 nm (benzoil) dan 365 nm (sinamoil) untuk 3-Bz-7-HF, hampir sama dengan yang didapatkan pada penelitian ini. Puncak di 260 nm yang berupa bahu menjadi terlihat sebagai puncak serapan pada penambahan pereaksi geser AlCl3. Penambahan NaOH seharusnya menggeser puncak serapan benzoil ke panjang gelombang lebih besar, tetapi hal tersebut kurang terlihat pada spektrum yang diperoleh karena tertutupi oleh efek hiperkromik. Penambahan HCl praktis tidak berpengaruh pada puncak serapan. Puncak serapan sinamoil yang lebih besar daripada flavon tak-tersubstitusi disebabkan oleh adanya konjugasi tambahan dari gugus 3-benzoil.
Upaya Menyintesis 7-Hidroksiflavon dari 3-Benzoil-7-Hidroksiflavon Menurut Tang et al. (2005), hidrolisis 3-Bz-7-HF dengan basa KOH akan membuka cincin C dan pada akhirnya terbentuk 1,3-diketon. Produk hidrolisis basa pada 0.25 mmol 3-Bz-7-HF diperoleh berupa endapan berwarna hitam dengan rendemen 34%. Nilai Rf produk tersebut 0.45 dengan eluen n-heksanaEtOAc 7:3, sama dengan resasetofenon hasil sintesis Aryani (2011). Keduanya juga berpendar di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 maupun 366 nm (Gambar 9). A
B
Gambar 9 Kromatogram 3-benzoil-7-hidroksiflavon (kiri) dan resasetofenon (tengah) hasil sintesis Aryani (2011), dibandingkan dengan produk hidrolisis basa (kanan). Eluen n-heksana-EtOAc 7:3, diamati pada 254 nm (a) dan 366 nm (b). Spektrum UV-Vis resasetofenon (Lampiran 7) menunjukkan 4 puncak serapan pada panjang gelombang 213, 220 (bahu), 275.5, dan 313 nm. Ketika ditambahkan pereaksi geser NaOH, serapan di 220 (bahu) dan 275.5 nm mengalami pergeseran batokromik secara berturut-turut ke 249 dan 328.5 nm yang menunjukkan keberadaan gugus –OH fenolik., sedangkan serapan di 213 dan 313 nm tidak bergeser. Keberadaan ikatan hidrogen intramolekul dibuktikan dengan penambahan AlCl3 yang menimbulkan pergeseran batokromik puncak
12 serapan di 213 dan 275.5 nm berturut-turut ke 225.5 nm dan 300 nm, yang tidak berubah ketika ditambahkan HCl. Penambahan AlCl3 akan membentuk kompleks tahan-asam Al3+ dengan gugus –OH dan keton yang bersebelahan yang tidak terurai ketika ditambahkan HCl (Markham 1988).
SIMPULAN DAN SARAN Pada suhu kamar dalam piridina, benzoilasi 1 mmol resasetofenon dengan 1, 2, dan 3 ekuivalen BzCl menghasilkan p-Bz sebagai produk utama. Persen konversi naik signifikan dari 1 ke 2 ekuivalen BzCl, tetapi hanya naik sedikit dari 2 ke 3 ekuivalen BzCl, maka nisbah 1:2 dipilih sebagai komposisi pereaksi terbaik. Memperbesar mmol resasetofenon menjadi 2.5 dan 5 mmol meningkatkan rendemen diBz secara signifikan, sementara rendemen p-Bz menuju konstan. Rendemen diBz terbaik ialah 30% dengan rendemen p-Bz 56%, yang diperoleh dengan nisbah 1:2 dan 5 mmol resasetofenon. Pada suhu refluks dalam aseton, benzoilasi resasetofenon dengan 2 dan 3 ekuivalen BzCl menghasilkan 3-Bz-7-HF sebagai satu-satunya produk dengan rendemen masing-masing 60% dan 88%. Berdasarkan hasil ini, mekanisme reaksi benzoilasi resasetofenon dihipotesiskan sebagai berikut: p-Bz dan diBz dihasilkan sejak permulaan reaksi, tetapi p-Bz terbentuk jauh lebih cepat dan mendominasi. Kenaikan suhu selama reaksi benzoilasi akan menyediakan energi untuk memutus ikatan hidrogen intramolekul, sehingga semakin lama reaksi berlangsung, semakin banyak diBz akan dihasilkan. Akan tetapi, jika suhu reaksi terlalu tinggi atau reaksi berlangsung terlalu lama, diBz akan terbenzoilasi membentuk 3-Bz-7-HF. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan kromatografi cair kinerja tinggi untuk mempelajari perubahan komposisi produk selama reaksi berlangsung, agar kondisi suhu dan waktu reaksi terbaik untuk menyintesis diBz dapat ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA Al-Busafi S. 2013. Convenient synthesis of a novel flavonoid with extended πsystem: active agent for UVA protection. Hindawi J Chem. 1-4. doi:10.1155/2013/862395. Anggraini L. 2012. Sintesis flavon dari fenol dan benzoil klorida [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Aryani L. 2011. Sintesis prekursor 1,3-diketon untuk 7-hidroksiflavon dari resorsinol [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Barros A, Silva AMS. 2006. Efficient synthesis of nitroflavones by cyclodehydrogenation of 2’-hydroxychalcones and by the BakerVenkataraman method. Monatshefte für Chemie. 137:1505-1528. doi:10.1007/s00706-006-0550-9.
13 Cabrera M, Simoens M, Falchi G, Lavaggi ML, Piro OE, Castellano EE, Vidal A, Azqueta A, Monge A, de Ceráin AL et al.. 2007. Synthetic chalcones, flavanones, and flavones as antitumoral agents: biological evaluation and structure-activity relationships. Bioorg Med Chem. 15:3356-3367. doi:10.1016/j.bmc.2007.03.031. Dao TT, Chi YS, Kim J, Kim HP, Kim S, Park H. 2004. Synthesis and inhibitory activity against COX-2 catalyzed prostaglandin production of chrysin derivatives. Bioorg Med Chem Lett. 14:1165-1167. doi:10.1016/ j.bmc.2003.12.087. Dewick PM. 2009. Medicinal Natural Products, A Biosynthetic Approach. Ed ke3. Chicester (US): J Wiley. Dong X, Fan Y, Yu L, Hu Y. 2007. Synthesis of four natural prenylflavonoids and their estrogen-like activities. Arch Pharm Chem Life Sci. 340:372-376. doi:10.1002/ardp.200700057. Gharpure MP, Ingle VN, Juneja HD, Choudhary RG. 2011. Microwave assisted synthesis and biological evaluation of 2-aryl/heteryl-3-aryloxy/heteryloxy4H-chromones (4-oxo-2-aryl/heteryl-4H-chromen-3-YI-carboxylate). Int J Appl Biol Pharmaceut Tech. 3(1):287-296. Göker H, Boykin DW, Yildiz S. 2005. Synthesis and potent antimicrobial activity of some novel 2-phenyl or methyl-4H-1-benzopyran-4-ones carrying amidinobenzimidazoles. Bioorg Med Chem. 13:1707-1714. doi:10.1016/j.bmc.2004.12.006. Lee JI, Son HS, Park H. 2004. An efficient synthesis of flavones from 2hydroxybenzoic acids. Bull Korean Chem Soc. 25:1945-1947. Maiti A, Cuendet M, Kondratyuk T, Croy VL, Pezzuto JM, Cushman M. 2007. Synthesis and cancer chemopreventive activity of zapotin a natural product from Casimiroa edulis. J Med Chem. 50:350-355. doi:10.1021/jm060915. Marais JPJ, Deavours B, Dixon RA, Ferreira D. 2006. The Sterochemistry of Flavonoids. Di dalam: Grotewold E. The Science of Flavonoids. Columbus (US): Springer. Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Padmawinata K, penerjemah. Bandung (ID): ITB Pr. Terjemahan dari: Techniques of Flavonoid Identification. Martens S, Mithöfer A. 2005. Flavones and flavone synthases. Phytochemistry. 66:2399-2407. doi:10.1016/j.phytochem.2005.07.013. Minassi A, Giana A, Ech-Chahad A, Appendino G. 2008. A regiodivergent synthesis of ring a C-prenylflavones. Org Lett. 10(11):2267-2270. doi:10.1021/ol800665w. Mughal EU, Ayaz M, Hussain Z, Hasan A, Sadiq A, Riaz M, Malik A, Hussain S, Choudhary MI. 2006. Synthesis and antibacterial activity of substituted flavones, 4-thioflavones and 4-iminoflavones. Bioorg Med Chem. 14:47044711. doi:10.1016/j.bmc.2006.03.031. Murthy YLN, Viswanath IVK, Pandit EN. 2010. Synthesis, characterization, and antibacterial activity of 7,4’-dihydroxy-3’-methoxyflavones. Int J Chem Tech Res. 2(2):1097-1101. Ono M, Yoshida N, Ishibashi K, Haratake M, Arano Y, Mori H, Nakayama M. 2005. Radioiodinated flavones for in vivo imaging of β-amyloid plaques in brain. J Med Chem. 48:7253-7260. doi:10.1021/jm050635e.
14 Ono M, Watanabe R, Kawashima H, Kawai T, Watanabe H, Haratake M, Saji H, Nakayama M. 2009. 18F-labeled flavones for in vitro imaging of β-amyloid plaques in Alzheimer’s brains. Bioorg Med Chem. 17:2069-2076. doi:10.1016/j.bmc.2009.01.025. Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS, Vyvyan JR. 2009. Introduction to Spectroscopy 4th Ed. Belmont (US): Brooks/Cole. Rajbhoj AS, Korde NS, Gaikwad ST, Korde SS. 2012. Efficient ultrasound synthesis of β-diketone and its metal complexes. Der Pharmaceut Chemica. 4(5):1868-1872. Sheikh J, Parvez A, Juneja H, Ingle V, Chohan Z, Youssoufi M, Hadda TB. 2011. Synthesis, biopharmaceutical characterization, antimicrobial and antioxidant activies of 1-(4’-O-β-D-glucopyranosyloxy-2’-hydroxyphenyl)-3-arylpropane-1,3-diones. European J Med Chem. 46:1390-1399. Solovky DA. 2013. Sintesis 3-benzoil-7-hidroksiflavon dari resorsinol [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tang L, Zhang S, Yang J, Gao W, Ciu J, Zhuang T. 2005. Novel and convenient one-pot synthesis of 3-aroyl-7-hydroxy-6-nitroflavones. Synth Commun. 35:315-323. doi:10.1081/SCC-200048471. van Hayus ES, Matsjeh S, Wahyuningsih TD, Mustofa, Redjeki T. 2012. Synthesis, characterization and antioxidant activity of 7-hidroxy-3’,4’dimethoxyflavone. Indones J Chem. 12(2):146-151. Verma PN, Juneja HD. 2012. Synthesis and characterization of 1-(2',4'-dihydroxy5-nitrophenyl)-3-(pyridin-3-yl)-propane-1,3-dione and its metal complexes. Int J Chem Tech Res. 4(3):1000-1006.
15 Lampiran 1 Bagan alir reaksi hasil penelitian
16 16
Lampiran 2 Bagan alir penelitian sintesis benzoilasi resasetofenon Resasetofenon Dibenzoilasi dengan benzoil klorida pada suhu kamar dalam piridina (modifikasi Solovky 2013) Nisbah mmol benzoil klorida
Pemurnian dengan KLT preparatif
1:1
Dibenzoilasi dengan benzoil klorida pada suhu refluks dalam aseton (modifikasi Aryani 2011) besasetofenon:
1:2
1:3
p-Benzoil resasetofenon Dibenzoil resasetofenon 3-Benzoil-7-hidroksiflavon (hanya pada nisbah 1:3)
mmol resasetofenon 2.5
5
Pemurnian dengan o Rekristalisasi o KLT preparatif Pemurnian dengan kromatografi kolom
p-Benzoil resasetofenon Dibenzoil resasetofenon
3-Benzoil-7-hidroksiflavon Hidrolisis-basa (modifikasi Tang et al. 2005)
Nisbah terbaik (1:2) Pencirian: 1. Spektrum UV-Vis 2. Nilai Rf 3. Titik leleh
1,3-Diketon
17 Lampiran 3 Spektrum UV-Vis p-benzoil resasetofenon (pelarut: metanol p.a.) p-benzoil resasetofenon
+NaOH
+AlCl3
+AlCl3+HCl
Sampel 317.5 260.0 227.0 204.5
λ maks (nm) +NaOH +AlCl3 331.0 364.5 274.5 222.0 234.5 207.5 203.5
+AlCl3+HCl 370.0 273.0 243.0 203.5
18 Lampiran 4 Spektrum UV-Vis dibenzoil resasetofenon (pelarut: metanol p.a) dibenzoil resasetofenon
+NaOH
+AlCl3
+AlCl3+HCl
Sampel 314.0 237.5 205.0
λ maks (nm) +NaOH +AlCl3 322.0 323.0 228.5 236.5 207.0 205.0
+AlCl3+HCl 321.0 236.5 204.5
19 Lampiran 5 Contoh perhitungan rendemen hasil sintesis a.
Benzoilasi resasetofenon pada suhu kamar dalam piridina (1:2 ulangan 2)
mmol 1 16.67 BM (g/mol) 152.14732 79.10 (g/mL) 0.978 Bobot (g) 0.1521 1.3186 Volume (mL) 1.35 1.35 mL Bobot (g)/volume (mL) 0.1536 g yang digunakan mmol resasetofenon =
1.
obot sampel (g)
g
obot molekul sampel ( ) mol 153.6 mg 1.0095 mmol 152.14732 g mL
Rendemen p-benzoil resasetofenon Bobot p-benzoil resasetofenon = 103.1 mg BM p-benzoil resasetofenon = 256.25 g/mol mmol p-benzoil resasetofenon =
Rendemen (%) =
2.
2 140.567 1.21 0.1406 0.23 0.23 mL
bobot sampel (mg) M sampel
mmol sampel (mmol) mmol bahan awal (mmol)
g (mol)
=
103.1 mg 256.25
g mol
0.4023 mmol
100
Rendemen dibenzoil resasetofenon Bobot dibenzoil resasetofenon = 17.1 mg BM dibenzoil resasetofenon = 360.36 g/mol mmol p-benzoil resasetofenon =
bobot sampel (mg) M sampel
mmol sampel (mmol) Rendemen (%) = mmol bahan awal (mmol)
g (mol)
100
=
17.1 mg 360.
g mol
0.0475 mmol
20 lanjutan Lampiran 5 b. Benzoilasi resasetofenon pada suhu refluks dalam aseton 1. Rendemen 3-benzoil-7-hidroksiflavon kasar (1:2) Bobot 3-benzoil-7-hidroksiflavon = 1605 mg BM 3-benzoil-7-hidroksiflavon = 530 g/mol Bobot resasetofenon = 763.6 mg BM resasetofenon = 152.14732 g/mol mmol resasetofenon =
obot sampel (g) obot molekul sampel
mmol 3-benzoil-7-hidroksiflavon =
152.14732 g mL
5.0188 mmol
obot sampel (mg) g
M sampel (mol)
mmol sampel (mmol) Rendemen (%) = mmol bahan awal (mmol)
2.
763.6 mg
g (mol)
=
1
mg g
530 mol
3.0283 mmol
100
Rendemen 3-benzoil-7-hidroksiflavon kasar (1:3) Bobot 3-benzoil-7-hidroksiflavon = 472.2 mg BM 3-benzoil-7-hidroksiflavon = 530 g/mol Bobot resasetofenon = 153.2 mg BM resasetofenon = 152.14732 g/mol mmol resasetofenon =
obot sampel (g) obot molekul sampel
mmol 3-benzoil-7-hidroksiflavon =
153.2 mg g ( ) mol
152.14732 g mL
1.0069 mmol
obot sampel (mg) M sampel
mmol sampel (mmol) Rendemen (%) = mmol bahan awal (mmol)
g (mol)
100
=
mg
g 530 mol
0.8909 mmol
21 Lampiran 6 Spektrum UV-Vis 3-benzoil-7-hidroksiflavon (pelarut: metanol p.a.) 3-benzoil-7-hidroksiflavon
+NaOH
+AlCl3
+AlCl3+HCl
Sampel 364.2 260.0 232.0
λ maks (nm) +NaOH +AlCl3 377.2 377.2 264.2 233.2
+AlCl3+HCl 377.4 266.0 232.0
22 Lampiran 7 Spektrum UV-Vis resasetofenon (pelarut: metanol p.a)
Resasetofenon
+NaOH
Sampel 313.0 275.5 220.0 213.0
λ maks (nm) +NaOH +AlCl3 355.0 328.5 300.0 249.0 213.0 225.5
+AlCl3
+AlCl3+HCl
+AlCl3+HCl 353.0 300.0 225.5
23
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 3 November 1992 dari Sri Noeryani (Ibu) dan Almarhum Udin MS (Ayah). Penulis adalah putri kedua dari 2 bersaudara. Penulis memiliki seorang Kakak yang bernama Ferryangga Kostradini. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Banjar dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Kimia Organik Berbasis Kompetensi tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga pernah aktif sebagai siswa di Leadership dan Enterpreneurship School (LES) IPB tahun ajaran 2010/2011, sebagai sekretaris di Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika) IPB tahun 2012/2013, sebagai peserta dalam Pelatihan Pengenalan Hazard Analysis Critical Control Point SNI CAC/RCP 1:2011 tahun 2014 di Laboratorium Terpadu IPB Baranangsiang, sebagai panitia di berbagai kegiatan di Imasika pada tahun 2011−2013, dan sebagai panitia Kunjungan Industri dan Fieldtrip Kimia 47. Bulan Juli−Agustus 2013 penulis melaksanakan praktik lapangan di PT Clariant Indonesia (Tangerang) dengan judul Komparasi Bahan Pendispersi dalam Formulasi Fungisida Azoksistrobin Jenis Suspension Concentrate (SC).