Jurnal Sains Kimia Vol 9, No.1, 2005: 38-45
SINTESIS SELULOSA KAPROAT MELALUI REAKSI INTERESTERIFIKASI ANTARA SELULOSA ASETAT DENGAN METIL KAPROAT Misdawati Jurusan Kimia FMIPA Universitas Al-Washliyah Abstrak Selulosa telah diasetilasi dengan asetat anhidrid menggunakan asam sulfat pekat sebagai katalis dalam pelarut asam asetat-glasial. Interesterifikasi metil kaproat dengan selulosa asetat menggunakan pelarut metanol dan katalis natrium metoksida pada suhu refluks menghasilkan senyawa baru selulosa kaproat. Senyawa metil kaproat, selulosa asetat dan selulosa kaproat dikonfirmasikan melalui analisis spektroskopi FT-IR dan analis permukaan dengan Scanning Electron Microscopy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa substitusi asetil mencapai 44,08% dengan derajat substitusi 2,95. Selulosa kaproat yang diperoleh dengan rendemen reaksi sebesar 60%. Kata Kunci: Sintesis, Selulosa Kaproat, Interesterifikasi.
Selulosa merupakan salah satu polimer alam yang melimpah dan dapat dimodifikasi dimana kegunaannya sangat luas mulai dari bidang industri kertas, film transparant, film fotografi, plastik biodegradable, sampai untuk membran yang digunakan diberbagai bidang industri (Whistler, 1993). Turunan selulosa dikembangkan pada awal tahun 1883, pada saat Braconnot mensintesis selulosa nitrat dari berbagai material selulosa dan memperoleh bubuk yang mudah meledak (xyloidines), yang dapat dilarutkan dalam asam asetat.Pada tahun 1985 turunan ester yang beredar diperdagangkan dijumpai sekitar 815 ribu ton berupa selulosa ester organik. Seiring perkembangan industri pulp, saat ini lebih kurang 13% dari produksi pulp di dunia diubah menjadi turunan selulosa. Dari segi teknis turunan selulosa yang paling penting adalah ester dan eter selulosa yang lingkup penggunaannya sangat luas. Selulosa dapat dimodifikasi melalui reaksi esterifikasi menghasilkan suatu ester organik dan salah satu diantaranya 38
yang dikenal dengan nama selulosa asetat. Selulosa asetat merupakan selulosa terpenting dalam industri serat dan tekstil yang banyak diproduksi dalam skala besar, biasanya dibuat dari serat kapas dan pulp kayu kualitas tinggi (Ueda dan Saka, 1988). Hal ini disebabkan karena pulp kualitas rendah memiliki derajat polimerisasi rendah yang mengandung hemiselulosa, dimana hemiselulosa terpisah dalam larutan, yang menjadi permasalahan dalam industri seperti kemampuan penyaringan, kekeruhan dan perubahan viskositas (Matsumura dan Saka 1992). Modifikasi selulosa untuk menghasilkan selulosa asetat dapat dilakukan dengan menggunakan asam asetat anhidrid sebagai zat pengasetilasi dalam pelarut asam asetat glasial dan asam sulfat pekat sebagai katalisator. Untuk memperoleh pembentukan ester yang lebih cepat dan sama maka perlu perlakuan awal selulosa dengan air atau asam asetat. Kecepatan asetilasi selulosa yang membengkak tiga kali lebih tinggi dari pada selulosa yang
Sintesis Selulosa Kaproat Melalui Reaksi Interesterifikasi (Misdawati)
tidak membengkak (Wegener,1995). Selulosa ini umumnya diperlukan untuk mengurangi kristalinitas dan membuatnya lebih reaktif (Rich,1986). Selulosa kaproat merupakan ester asam lemak dengan rantai atom C yang lebih panjang dari selulosa asetat. Selulosa kaproat merupakan salah satu ester organik yang mempunyai sifat-sifat yang diinginkan seperti titik lebur rendah, ketahanan air tinggi, stabilitas panas dan kesesuaian dengan resin dan pembuat plastis. Senyawa ester selulosa asam lemak seperti selulosa kaproat umumnya diperoleh melalui esterifikasi antara selulosa dengan anhidrida kaproat menggunakan asam sulfat sebagai katalisator (Garcia, 1998). BAHAN DAN METODA Bahan Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : asam asetat glasial, asetat anhidrid, asam kaproat, aquadest, metanol, n–heksan, etanol., Semuanya diperoleh dari E’Merck, sebagai penyaring digunakan kertas saring whatman., pulp kraft dari PT. Toba Pulp Lestari. Alat Labu leher tiga, pendingin bola, pengaduk magnet, hot plat, gelas ukur, gelas beaker, kertas saring, oven pompa vakum, alat destilasi vakum dan rotary evaporator, penangas air, labu alas, thermometer, neraca analitik, spatula, rotary evaporator, statif dan klem, corong buchner, pipet tetes, pipet volum, biuret.dan desikator. Metode Pada penelitian ini dilakukan tiga tahapan reaksi yaitu asetilasi antara selulosa dengan asetat anhidrid, esterifikasi antara asam kaproat dengan metanol dan interesterifikasi antara selulosa asetat dengan metil kaproat. Sintesis Selulosa Asetat
Selulosa ditimbang sebanyak 3,0 gram kemudian dimasukkan kedalam labu leher tiga lalu ditambahkan asam asetat glasial sebanyak 150 ml lalu diaduk selama 20 menit pada suhu 40 0C untuk mengaktivasi serat pulp. Kemudian campuran larutan 0,15 ml asam sulfat pekat dan 20 ml asam asetat glasial dimasukkan kedalam campuran pertama tetes demi tetes melalui sebuah corong penetes (droping funnel) dan diaduk kontiniu selama 2 jam pada suhu 50 0C, lalu didinginkan sampai suhu kamar. Campuran kemudian diasetilasii dengan asetat anhidrid sebanyak 20 ml diaduk selama 6 jam lagi pada suhu 50 0C dan dilanjutkan dengan pengadukan selama 12 jam pada suhu kamar. Hasil reaksi kemudian disaring, residu yang tidak larut dicuci berulangkalii dengan aquades, kemudian dicuci dengan etanol berulangkali terakhir dikeringkan dengan vakum, selanjutnya disimpan dalam desikator. Hasil diidentifikasi secara spektroskopi FT-IR dan analisis permukaan dengan Scanning Electron Microscopy (SEM). Penentuan Derajat Substitusi (DS) Disiapkan dua buah gelas erlenmeyer, kemudian hasil asetilasi ditimbang sebanyak 0,1542 gram didalam gelas erlenmeyer yang sudah diketahui berat kosongnya. Kemudian ditambahkan larutan campuran dikhlorometana : etanol (4 : 1) sebanyak 20 ml. Lalu diaduk selama 1 jam, setelah itu ditambahkan 25 mll larutan KOH 0,3978 N. Demikian juga halnya dengan gelas erlenmeyer kedua dimasukkan 25 ml larutan KOH 0,3978 N. Kedua gelas erlenmeyer dilengakapii dengan pendingin bola dan dipanaskan bersamaan diatas penangas air selama 60 menit, setelah itu didinginkan. Kedalam masing-masing larutan ditambahkan larutan indikator phenolpthalein sebanyak 3 tetes sehingga warna larutan menjadi merah muda dan dititrasi dengan larutan HCl 0,5314 N. 39
Jurnal Sains Kimia Vol 9, No.1, 2005: 38-45
Titrasii dihentikan tepat saat warna merahnya hilang kemudian dicatat volume titrasinya. Volume titrasi pada larutan yang terdapat pada erlenmeyer pertama dicatat sebagai volume titrasi sampel (V1). Sedangkan volume titrasi larutan pada erlenmeyer kedua dicatat sebagai volume titrasi blanko (V0). Sehingga dapat diperoleh bilangan penyabunan. Dari bilangan penyabunan dapat ditentukan % asetilasinya dengan menggunakan persamaan 2. Dengan mengetahui % asetilasinya maka dapat ditentukan derajat substitusinya menggunakan persamaan 1.
sulfat anhydrous. Selanjutnya hasil yang telah dikeringkan diuapkan melalui rotary evaporator untuk menghilangkan nheksana dan dilanjutkan dengan destilasi vakum pada suhu 400C dan tekanan 17 mmHg. Destilat yang diperoleh diidentifikasi secara spektroskopi FT-IR. Sintesis Selulosa Kaproat Kedalam labu leher tiga dimasukkan 2 gram selulosa asetat kemudian labu dihubungkan dengan pendingin bola yang ujungnya bagian atas dengan tabung kaca yang berisi CaCl2 dan kapas. Selanjutnya ditambah 100 ml metanol kering dan 0.02 gram natrium metoksida sambil diaduk. Secara perlahan-lahan melalui corong penetes ditambahkan metil kaproat 13 ml tetes demi tetes kemudian direfluks selama 30 jam. Kemudian hasil reaksi diuapkan melalui rotary evaporator untuk memisahkan methanol dan metil asetat yang terbentuk., residunya berupa selulosa kaproat dicuci berulang kali dengan metanol. Hasil dikeringkan dengan vakum setelah itu disimpan dalam desikator kemudian diidentifikasi secara spektroskopi FT – IR, dan analisis permukaan dengan Scanning Electron Microscopy (SEM). Pembuatan Metil Kaproat Metil kaproat yang dihasilkan dengan rendemen reaksi sebesar 90% diperoleh dari reaksi sebagai berikut:
Sintesis Metil Kaproat Sebanyak 125 ml asam kaproat dimasukkan kedalam labu lehar tiga volume 500 ml kemudian ditambahkan 60 ml metanol dan 120 ml benzena. Lalu dihubungkan dengan pengaduk magnet, penangas air yang diberi es, kondensor yang ujungnya dihubungkan dengan tabung yang berisi natrium sulfat anhidrous dan kapas. Melalui corong penetes sambil diaduk ditambahkan secara pelan-pelan 1 ml asam sulfat pekat. Campuran direfluks selama 5jam. Hasil reaksi yang diperoleh diuapkan melalui rotary evaporator untuk menghilangkan benzena serta kelebihan methanol. Residu yang tertinggal dalam labu dilarutkan dengan 120 ml n- heksan kemudian dicuci berturut-turut sebanyak dua kali dengan masing-masing 25 ml aquadest. Hasil cucian dikeringkan dengan natrium
CH3 – (CH2)3CH2C as. kaproat
+ CH3OH OH metanol
O
Benzena
O
H2SO4 800C
Hasil analisis spektroskopi FT-IR metil kaproat memberikan spektrum dengan puncak-puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 2929 – 2856; 1458– 1436 720 – 1743; 1247 – 1170 dan 725 (Gambar 1). 40
CH3 (CH2 )3CH2C metil kaproat
+ H2O
OCH3
Spektrum FT-IR (Gambar 1) menunjukkan puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 2929 dan 2856 cm-1 merupakan serapan khas dari vibrasi stretching C-H sp3 yang didukung dengan vibrasi bending C-H
Sintesis Selulosa Kaproat Melalui Reaksi Interesterifikasi (Misdawati)
sp3 pada daerah bilangan gelombang 1458 dan 1437cm-1. Serapan pada daerah bilangan gelombang 1744 cm-1 adalah frekuensi regangan gugus karbonil (C=0) dari ester yang terbentuk dan didukung dengan puncak vibrasi CO-C ester pada daerah bilangan gelombang 1170 cm-1. Serapan pada daerah bilangan gelombang 1720 cm-1adalah frekuensi regangan gugus karbonil (C=O) dari ester C8 yang masih bercampur dengan C6 tetapi secara signifikan tidak mengganggu untuk reaksi selanjutnya. Spektrum yang menunjukkan puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 725cm-1 adalah vibrasi rocking dari (CH2)n pada (CH2)4. Dari spektrum FT-IR metil kaproat diatas maka senyawa yang terbentuk mengandung gugus C=O dan
H
CH2OH
OH H
Pembuatan Selulosa Asetat Asetilasi selulosa dengan asetat anhidrid menggunakan pelarut asetat glasial dan katalisator asam sulfat pekat menghasilkan selulosa asetat dengan kandungan asetil 44,08 % dan mempunyai derajat substitusi (DS) 2,92. Penggunaan asetat anhidrid dengan perbandingan moll (selulosa: asetat anhidrid 1 : 3 ) diharapkan agar ketiga gugus hikrosksill pada setiap monomer dapat terasetilasi secara sempurna membentuk triester dengan waktu pengadukan selama 5 jam pada suhu 50 0C. Reaksi asetilasi selulosa dengan menggunakan katalis asam sulfat pekat berlangsung menurut reaksi berikut: O
O
H
O
C-O-C yang merupakan karakteristik dari ester.
O H
+
CH3C
O
CH3C
H
H2SO4
O
asetat anhidrid
OH n
Selulosa O
H O
CH2 – O – C – CH3 O H O O–C–CH3 H H
O
O + CH3C OH
H
O - C – CH3
O Pada spektrum ini dapat dilihat bahwa puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3382 cm-1 merupakan pita serapan gugus hidroksil (OH) pada unit anhidroglukosa, sedangkan puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1164 merupakan serapan dari ikatan C-O-C dari bentuk
n glikosida. Kemudian puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1033 cm-1 merupakan rentangan C-O gugus hidroksil (OH) pada unit anhidroglukosa dan puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 898 cm-1 khas untuk piranosa (Hendri, J, 1999; Silvestrein,1986). Puncak-puncak 41
Jurnal Sains Kimia Vol 9, No.1, 2005: 38-45
diatas merupakan puncak yang menunjukkan gugus penyusun dari selulosa Dengan membandingkan spektrum selulosa tanpa asetilasi dengan spektrum selulosa yang terasetilasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar.
Gambar 1. Spektrum FT-IR Selulosa Asetat
Pada Gambar 1 selulosa terasetilasi dapat dilihat bahwa puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1033 hilang dari spektrum FT-IR selulosa (Gambar 2) dan muncul puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1751 cm-1 tumpul agak lebar yang merupakan pita serapan gugus karbonil (C=0) ester, dan terbentuknya ester ini didukung dengan munculnya pita serapan pada daerah bilangan gelombang 1242 cm-1 yang merupakan pita serapan yang khas C-O ester dari asetat (Bilmann, 1983). Pita serapan pada daerah bilangan gelombang 1161 cm–1 merupakan serapan dari ikatan C-O-C glikosida tri asetil selulosa. Pita serapan pada daerah bilangan gelombang 1045 cm-1 adalah ikatan C-O-C siklik pada selulosa tri asetat. Adanya puncak-puncak ini membuktikan bahwa telah terjadi 42
asetilasi pada gugus hidroksil selulosa, namun serapan pada daerah bilangan gelombang 3483 cm-1 menunjukkan bahwa selulosa masih memiliki gugus hidroksil yang belum terasetilasi. Walaupun demikian selulosa tri asetat sudah benar-benar terbentuk, karena selulosa tri asetat adalah residu yang tidak terlarut dalam medium asetilasi (Saka dan Takanishi, 1998), kalau yang terbentuk mono dan diester maka produk ini akan larut dalam medium asetilasi. Terbentuknya selulosa tri asetat juga didukung dengan diperolehnya DS = 2,92 dengan persen asetil 44,08 %. Esterifikasi pada tiga gugus hidroksil pada masing-masing unit anhidroglukosa didalam rantai selulosa menghasilkan selulosa triasetat yang memiliki DS=3, tetapi dalam prakteknya tri asetat DS mendekati 3 yaitu sekitar 2,8 - 2,95 (Shapped, 1984 dan Rich, 1984). Dalam hal ini produk selulosa tri asetat dengan DS yang sama tingginya dengan 2,8, 43,5% asetil (92% gugus hidroksil terasetilasi) sudah dapat diterima (Kluk, 1964; Austin, 1984). Hasil analisis SEM dengan pembesaran 200 kali dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 dan Gambar 3. Foto SEM Selulosa dan Foto SEM Selulosa Asetat
Sintesis Selulosa Kaproat Melalui Reaksi Interesterifikasi (Misdawati)
Analisis permukaan dengan SEM menunjukkan bahwa selulosa menunjukkan serat yang baik dengan ukuran yang sama, sedangkan pada selulosa tri asetat (yang terasetilasi) menunjukkan permukaan mengalami perubahan. seratnya menjadi berubah sehingga pori-porinya menjadi lebih O Sel – O – C selulosa asetat
+ CH3
O
CH3 (CH2)3 CH2C
OCH3
metil kaproat O
Sel – O - C selulosa kaproat
kecil dan rapat yang mengakibatkan daya serap terhadap air berkurang. Pembuatan Selulosa Kaproat Selulosa kaproat yang diperoleh dengan rendemen reaksi sebesar 65% dengan reaksi sebagai berikut:
C5H11
NaOCH3 CH3OH
O + CH3 – C
Dalam reaksi interesterifikasi ini adanya katalis NaOCH3 berdasarkan prinsip HSAB (Hard Soft Acid Base) maka gugus asetil (-CO-CH3) dari selulosa asetat yang merupakan hard acid segera bereaksi dengan gugus metoksi (-OCH3) dari metil kaproat yang hard base membentuk metil asetat. Selanjutnya gugus alkoksi dari selulosa yang soft base akan bereaksi dengan gugus kaprosil yang soft acid membentuk selulosa kaproat. Hasil analisis spektroskopii FT-IR selulosa kaproat memberikan spektrum dengan puncak-puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3448; 2935 – 2877; 1751; 1373; 1242; 1049 dan 721 (Gambar 4). Spektrum FT-IR senyawa selulosa kaproat memberikan puncak serapan pada daerah gelombang bilangan 3448 cm-1 yang merupakan serapan khas untuk gugus hidroksil (OH-), puncak serapan pada daerah bilangan -1 gelombang 1751 cm adalah regangan gugus karbonill (C=0) dan didukung puncak vibrasi C-O-C pada daerah bilangan gelombang 1242 cm-1. Puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 2935 cm-1 merupakan serapan khas dari vibrasi stretching C-H
OCH3 metil asetat
sp3 yang didukung dengan vibrasi bending C-H sp3 pada daerah bilangan gelombang 721 cm-1 yang tajam adalah vibrasi rocking dari (CH2)n pada (CH2)4 Spektrum ini bila dibandingkan dengan spectrum FT-IR selulosa asetat yang belum di interesterifikasi (gambar 4.2.2) tampak perbedaan yang jelas pada daerah bilangan gelombang sekitar 3448 cm-1 yaitu serapan gugus OH yang lebih lebar dan besar. Juga tampak perbedaan yang jelas pada daerah bilangan gelombang 721 cm-1 dimana pada selulosa asetat tidak terdapat puncak tersebut yang menandakan serapan.gugus (CH2)n. Hasil analisis SEM pada Gambar 4 adalah sebagai berikut:
Gambar 4. Foto SEM Selulosa Kaproat
Dari analisis SEM pada Gambar 4 dapat dilihat perbedaan dimana 43
Jurnal Sains Kimia Vol 9, No.1, 2005: 38-45
permukaan selulosa kaproat mengalami perubahan dimana pori-porinya jauh lebih rapat dan padat sehingga menjadi kurang menyerap air jika dibandingkan dengan selulosa asetat. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa senyawa yang terbentuk adalah selulosa kaproat. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Selulosa asetat yang terbentuk merupakan residu yang tidak larut dalam medium asetilasi dan mempunyai derajat substitusi (DS) = 2,92 dengan kandungan asetil 44,08%. 2. Selulosa kaproat dapat disintesis melalui reaksi interesterifikasi antara selulosa asetat dengan metil kaproat menggunakan katalis NaOCH 3 dan pelarut metanol pada suhu refluks. DAFTAR PUSTAKA Austin, G.T., (1984),” Man made and Film Industries, in Shreve’s Chemical Process Industries”, 8th Ed., Mc Graw- Hill Book Company, New York. Barsha, J and Wyck, P.V., (1996).” Cellulose in, Krik-othmer Encyclopedia of Chemical Technologic”, 2nd Ed., 4, 593-614, john Wiley & Sons, Inc. New York.
Bersaing 1/3, Utara, Medan.
Universitas
Sumatera
Fengel, D dan Wegener, G., (1995), “Kayu”, Gajah Mada University Press, , Yogyakarta. Fringant,C., Rinudo, M., Foray, M.F., Bardet, M., (1998), “Preparation of Mixed Esters of Starch or Use of An External Plasticizer: Two Different Ways to Change The Properties of Starch Acetate Films”, Carbohydrate polymers, 35, 97 – 106. Funaki, Y., Ueda, K., Saka, S., (1993),” Characterizing of Cellulose Acetate in Aceton Selution. Studies on Prehump (II) in GPC Pattern” , J. Appl. Polym. Sci., 48, 419 – 423. Garcia, C.V., Thiebaud, S.S.,. Borredon, M.E., Ghozzelino, G., (1998), “Cellulose Esterification Wiyh Fatty Acid and Anhydride in Lithium Chloride / N,NDimethylacetomide Medium”, J. Am. Oil. Chem. Soc., 75, 315. Gupta, B.S., (1992), “Manufactured Textile Fiber’s, in Riegel’s Hand book of Indusrtial Chemistry”, 9 th Ed., 735 – 758, Van Nostran Reinhold, New York. Inagaki, H., and Philips, G.O., (1989), “ Cellulosuc Utilization, Reearch and Rewards in Cellulosics”, Elsevier Science Publisher Ltd, London. Klug, E.D., (1964), “Cellulosa Derivates in Kirk – Othmer Encyclopedia of Chemical Technology”, 2nd Ed., 4, 679 – 684, John Wiley & Sons, Inc. New York.
Biemen, K., (1983).” Tables of Spectral Data for Structure Dtermination of Organic compounds”, Springer Verlag Berlin Heidelberg.
Kumar S., and Kohli K., (1985), “Chemical Modification of Wood : Reaction swith Thiocetic Acid and Its Effect on Physical and Mechanical Properties and Biological Resistence”, Proceeding of The Second Internastional Symposium on Polimeric Reniewable Resources Materials, Florida.
Billmeyer, W.F., (1984), “Textbook of Polymer Science” , 3rd Ed., John Willey & Sons, New York.
Leyes, C. E., (1986), “Hawley’s Condensed Chemical Dictionary”, 12th Ed., Van Nostrand Reinhold, New York.
Brahmana, H.R., (1994), “Sintesa Alkil Eter dan Ester Selulosa Turunan Asam Lemak Kelapa Sawit (CPO) dan Inti Sawit (CPOK) dengan Natrium Selulosa Pinus Merkusii”, Laporan Penelitian Hibah
March, J., (1992), “ Advance organic Chemistry “, fourth edition, A Wiley Interscience publication, John Wiley & Sons, New York.
44
Sintesis Selulosa Kaproat Melalui Reaksi Interesterifikasi (Misdawati) Mark, F.h., and J.J. Mc. Ketta., (1987), “Encyclopedia of Chemical Technology ”, Vol. 1, 2nd Ed., Completely Revised. Matsumura H., and Saka S., (1992), “Cellulosa Triacetate Prepared from Low –Grade Pulp (I). Insoluble in Acetilatyion Solution”, Mokkuzai Gakkashi, 38 (3), 270-276. Matsumura H., and Saka S., (1992), “Cellulosa Triacetate prepared from Low-Grade Pulp (II). Insoluble in Acetilatyion Solution”, Mokkuzai Gakkashi, 38(9), 862-868. Saka, S., and Takanishi, K., (1998), “ Celulosa Triacetat Prepared from Low – Grade Hardwood Dissolving Pulp and Its Insoluble Residues in Acetylation Mediums “, J.Appl. Polym. Sci., Vol. 67, 289 – 297. Journal of Pulp and Paper Science : Vol 28 No. 5 May 2002.
45