DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 3 No. 1 - Maret 2014
TELAAH KONSEP IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PANDANGAN ISLAM Oleh: Ira Puspita Jati
Abstrak: Karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong dan penggerak, serta membedakannya dengan individu lain. Seseorang dapat dikatakan berkarakter, jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat, serta digunakan sebagai moral dalam hidupnya. Dalam Islam, perilaku seseorang tidak terpisahkan dengan nilai etis. Perilaku itu terbangun dari akhlakul karimah. Pendidikan akhlak adalah proses pembinaan karakter anak sehingga menjadi budi pekerti yang mulia (akhlak karimah). Proses tersebut tidak lepas dari proses. pembinaan kehidupan beragama peserta didik secara totalitas. Pendidikan karakter berisi materi tentang pengembangan potensi individu (anak) yang mampu diterapkan ke dalam pembiasaan peserta didik. Materi pendidikan karakter itu ada 11 (sebelas) macam, yaitu: takwa, jujur, disiplin, demokratis, adil, bertanggung jawab, cinta tanah air, orientasi pada keunggulan, gotong royong, menghargai, dan rela berkorban.
Kata Kunci: Pendidikan Karakter, moral, dan Pengetahuan Islam.
A. Pendahuluan Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut yaitu asli dan mengakar pada
Penulis adalah Guru DPK MTs. Qosim Al Hadi dilingkungan Kemenag Kota Semarang.
Ira Puspita Jati
1
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 3 No. 1 - Maret 2014
kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu (Thoib, 2008:5). Dalam teori kepribadian, karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, tabiat, watak, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Sehingga karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Kuswara, 1991:29). Secara harfiah karakter bermakna “kualitas mental atau moral, kekuatan moral” (Budiningsih, 2008:19). Menurut Kamisa (Budiningsih, 2008:25), berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian. Karakter akan memungkinkan individu untuk mencapai pertumbuhan yang berkesinambungan, karena karakter memberikan konsistensi, integritas, dan energi. Orang yang memiliki karakter yang kuat, akan memiliki momentum untuk mencapai tujuan. Begitu sebaliknya, mereka yang karakternya lemah, akan lebih lambat untuk bergerak dan tidak bisa menarik orang lain untuk bekerjasama dengannya. Dari beberapa pengertian itu dapat dinyatakan bahwa karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong dan penggerak, serta membedakannya dengan individu lain. Seseorang dapat dikatakan berkarakter, jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat, serta digunakan sebagai moral dalam hidupnya. Dalam Islam, perilaku seseorang tidak terpisahkan dengan nilai etis. Perilaku itu terbangun dari akhlakul karimah. Pendidikan Pendidikan Karakter Menurut Islam
2
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 3 No. 1 - Maret 2014
akhlak adalah proses pembinaan karakter anak sehingga menjadi budi pekerti yang mulia (akhlak karimah). Proses tersebut tidak lepas dari proses pembinaan kehidupan beragama peserta didik secara totalitas. Sebagai contoh perilaku jujur dalam kehidupan. Sikap kejujuran dalam kehidupan perlu dibiasakan sejak dini sebagai bagian dari akhlak terpuji. sebagaimana dikemukakan Rasulullah saw dalam Shahih Muslim Vol. II, dari sahabat 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu mengenai keutamaan sikap jujur:
ﺼ ﺪْ َق ﯾَ ْﮭ ﺪِى إِﻟَﻰ ا ْﻟ ﺒ ِ ِّﺮ وَ إِ ﱠن اﻟْ ﺒِﺮﱠ ّ ِ ق ﻓَﺈ ِ ﱠن اﻟ ِ ْﺼ ﺪ ّ ِ ﻋَ ﻠَﯿْ ﻜُ ْﻢ ﺑِﺎﻟ ق وَ ﯾَﺘ َ َﺤ ﺮﱠ ى ُ ُﺼﺪ ْ َﯾَ ْﮭ ﺪِى إِﻟَﻰ اﻟْ َﺠ ﻨﱠ ِﺔ وَ ﻣَﺎ ﯾَﺰَ ا ُل اﻟﺮﱠ ُﺟ ُﻞ ﯾ ﺻ ﺪِّﯾﻘًﺎ وَ إِﯾﱠﺎﻛُ ْﻢ وَ اﻟْ ﻜَ ﺬِبَ ﻓَﺈ ِ ﱠن ِ ِ ﺼ ﺪْقَ َﺣ ﺘ ﱠﻰ ﯾ ُ ْﻜ ﺘ َﺐَ ِﻋ ﻨْ ﺪ َ ا ﱠ ّ ِ اﻟ اﻟْ ﻜَ ﺬِبَ ﯾَ ْﮭ ﺪِى إِﻟَﻰ اﻟْ ﻔ ُﺠُﻮرِ وَ إِ ﱠن اﻟْ ﻔ ُﺠُﻮرَ ﯾَ ْﮭ ﺪِى إِﻟَﻰ اﻟﻨﱠﺎرِ وَ ﻣَﺎ ِ ﯾَﺰَ ا ُل اﻟﺮﱠ ُﺟ ُﻞ ﯾَ ْﻜ ﺬِبُ وَ ﯾَﺘ َ َﺤ ﺮﱠ ى اﻟْ ﻜَ ﺬِبَ َﺣ ﺘ ﱠﻰ ﯾ ُ ْﻜ ﺘ َﺐَ ِﻋ ﻨْ ﺪ َ ا ﱠ (ﻛَ ﺬ ﱠاﺑًﺎ )ﻣﺴﻠﻢ ﺑﻦ ﺣﺠﺎج Artinya: “Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan mengantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah SWT sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah SWT sebagai pendusta” (Muslim bin H̱ajjâj, 2006:1208).
Hadits tersebut memuat perintah untuk berperilaku jujur. Dijelaskan bahwa kejujuran akan membawa kepada kebaikan.
Ira Puspita Jati
3
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 3 No. 1 - Maret 2014
Diharapkan setiap umat agar selalu bersikap jujur sebagai perwujudan dari berakhlak mulia. Akhlak mulia dalam pandangan Islam merupakan suatu hal yang harus dimiliki oleh setiap umat (Kurdi, 2010:69). Agar setiap Muslim dapat memiliki akhlak mulia, maka setiap anak harus diajarkan tentang akhlak yang baik, salah satunya adalah pembiasaan berperilaku jujur pada setiap aktivitas kehidupan. Penegasan untuk berperilaku jujur seperti firman Allah SWT dalam Surat Muhammad ayat 21, sebagai berikut:
(21:ﺻ ﺪ َﻗ ُﻮا ا ﱠ َ ﻟَﻜَﺎ َن َﺧ ﯿْﺮً ا ﻟَ ُﮭ ْﻢ )ﺳﻮره ﷴ َ ْﻓَﻠَﻮ....
Artinya: “Tetapi jikalau mereka berlaku jujur pada Allah SWT, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (Depag RI, 1989: 833) Jadi, perilaku jujur merupakan akhlak terpuji dalam ajaran Islam dan Rasulullah saw selalu memperhatikan hal ini pada setiap aktivitasnya. Atas dasar itu, maka wajar Allah SWT telah memuji akhlak Rasulullah SAW sebagaimana tersirat dalam al Qur’an Surat al Qolam ayat 4, sebagai berikut:
(4: ﻖ ﻋَﻈِ ﯿﻢٍ ) ﺳﻮره اﻟﻘﻠﻢ ٍ ُ وَ إِﻧﱠﻚَ ﻟَﻌَﻠﻰ ُﺧ ﻠ
Artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” (Depag RI, 1989: 960). Di ayat lain, Allah SWT juga berfirman dalam al Qur’an Surat Al Ahzab Ayat 21, sebagai berikut:
ﺟ ﻮ ا ﱠ َ وَ ا ﻟْ ﯿ َﻮْ َم ُ ْﻟ َ ﻘ َ ﺪ ْ ﻛَﺎ َن ﻟ َ ﻜ ُ ْﻢ ﻓ ِﻲ رَ ﺳ ُﻮ ِل ا ﱠ ِ أ ُﺳْﻮَ ة ٌ َﺣ ﺴَ ﻨ َ ﺔ ٌ ﻟِ َﻤ ﻦْ ﻛَﺎ َن ﯾ َﺮ ( 21 : ْاﻵ َﺧِ ﺮَ وَ ذ َﻛَﺮَ ا ﱠ َ ﻛَ ﺜ ِﯿ ًﺮ ا ) ﺳﻮره اﻻﺣﺰاب Artinya: Pendidikan Karakter Menurut Islam
4
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 3 No. 1 - Maret 2014
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah SAW itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah SWT dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah SWT” (Depag RI, 1989: 670). Beberapa dalil tersebut merupakan bukti bahwa Islam menempatkan karakter (akhlak karimah) sebagai perhatian utama bagi umat Islam, sebagaimana sikap yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dalam tafsir Ibnu Katsier Jilid 8 (delapan) dijelaskan bahwa sikap keteladanan Rasulullah saw yang demikian itu dipuji oleh Allah SWT sebagai sosok manusia yang berakhlak dan tidak ada bandingannya dalam sejarah umat manusia (1993:180). Perhatian terhadap akhlak ini juga menjadi bukti bahwa ajaran Islam mampu tersebar di hampir seluruh penjuru dunia. Hampir sebagian besar umat manusia di dunia memeluk ajaran Islam sebagai agama yang mulia. Komparasi antara akal dan wahyu dalam menentukan nilai akhlak, menjadi satu kesatuan sebagai pribadi Muslim yang terbingkai pada akhlak karimah. Dalam Islam terdapat 3 (tiga) nilai utama yaitu; akhlak, adab, dan keteladanan. Akhlak merujuk pada tugas dan tanggungjawab selain syari’ah dan ajaran Islam secara umum. Adab merujuk pada sikap yang dihubungkan dengan tingkah laku yang baik. Keteladanan merujuk kepada kualitas karakter yang ditampilkan oleh seorang Muslim sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw (Majid dan Andayani, 2011:58). Ketiga nilai ini menjadi pilar pendidikan karakter Islam, sehingga dalam
perspektif
Islam
akhlak
Ira Puspita Jati
5
menjadi
karakter
yang
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 3 No. 1 - Maret 2014
ditumbuhkembangkan pada setiap pribadi Muslim. Pada konteks menumbuhkembangkan itu, tidak saja tingkat pemahaman semata, tetapi diwujudkan di setiap perilaku. B. Pembahasan Karakter diyakini sebagai kunci penting bagi tampilnya Jepang sebagai bangsa besar. Bahkan ketika bencana gempa dan tsunami dahsyat memporak poranda negeri itu, bangsa Jepang tetap tegar menerima tragedi yang memilukan itu. Karakter seperti itu menjadi barang sangat mahal di negeri kita. Indonesia kini justru sedang menghadapi darurat karakter. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) masih saja merajalela, meski Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah bekerja keras dan
perangkat
undang-undang
anti
korupsi
sudah
dibuat.
Meningkatnya intensitas tawuran antar warga, antar pelajar, serta kekerasan dalam rumah tangga hingga kekerasan terhadap anak, semakin meneguhkan bahwa ada yang tidak beres dalam karakter bangsa. Keburukan merajalela, sedang kebenaran sulit untuk mendapatkan tempatnya. Maka implementasi pendidikan karakter harus di wujudkan melalui: 1. Materi Pendidikan Karakter Pendidikan karakter berisi materi tentang pengembangan potensi individu (anak) yang mampu diterapkan ke dalam pembiasaan peserta didik. Materi pendidikan karakter itu ada 11 (sebelas) macam, yaitu: takwa, jujur, disiplin, demokratis, adil, bertanggung jawab, cinta tanah air, orientasi pada keunggulan, gotong royong, menghargai, dan rela berkorban. Pendidikan Karakter Menurut Islam
6
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 3 No. 1 - Maret 2014
Kesebelas macam materi pendidikan karakter itu diuraikan pada indikator (Kemendiknas, 2010: 67-68), yaitu: Berkenaan dengan hal itu, pelaksanaan pembelajaran pendidikan karakter, pendidik sebagai pelaku di lapangan memiliki hak dalam memberikan andil untuk menyusun silabus rencana pembelajaran yang akan diajarkan. Ini karena pendidik memahami kondisi peserta didik dan selalu bersinggungan dengan kondisi di lapangan. Untuk itu, diharapkan seorang pendidik
memiliki
daya
inovatif
dan
kreativitas
dalam
mengembangkan model pembelajaran pendidikan karakter. Materi pendidikan karakter yang lebih berorientasi pada pemahaman dan praktek bisa diaplikasikan secara menarik bagi setiap peserta didik. Sehingga tanpa disadari materi pendidikan karakter mampu terinternalisasi pada diri setiap peserta didik, tanpa ada paksaan. 2. Model Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam Pada pelaksanaan proses pendidikan karakter, ada model tahapan pembentukan karakter sebagai berikut: a. Mempersiapkan pondasi budi pekerti luhur; b. Pembelajaran melalui teladan atau modeling; c. Pembelajaran melalui pembiasaan; dan
Ira Puspita Jati
7
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 3 No. 1 - Maret 2014
d. Pembinaan pengetahuan (Rachmawati, 2001: 30). Terbentuknya Karakter Terbentuknyaerkarakter luhur
Pembinaan pengetahuan Pembelajaran melalui pembiasaan Pembelajaran melalui teladan Mempersiapkan pondasi mentalitas budi pekerti luhur “sentuhan estetika”
Pada tahap pertama kehidupan seorang anak, para pendidik perlu mempersiapkan pondasi bagi pertumbuhan mentalitas karakter luhur. Pondasi ini diperlukan sebagai modal awal sehingga anak dapat mengenal dengan mudah perilaku baik-buruk. Sebelum anak dapat memfungsikan logikanya untuk menilai baik-buruk anak akan menggunakan sense dan feeling-nya. Untuk melatih perasaan anak maka sejak dini mereka dibiasakan anak untuk mengenal dan peka terhadap hal-hal yang sifatnya harmoni dan proporsional. Kepekaan terhadap ukuran dan proporsi itu yang akan membekali anak dalam menilai baik dan buruk. Berdasarkan hasil riset yang telah dilakukan oleh Rachmawati (2004:48) musik merupakan salah satu cara yang paling tepat untuk membantu anak melatih kepekaan perasaannya. Selain mudah dilakukan, setiap anak sangat menyukai musik. Melalui musik anak akan mengenal harmoni, proporsi, dan simetri. Anak juga dapat mengenal Pendidikan Karakter Menurut Islam
8
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 3 No. 1 - Maret 2014
berbagai emosi yang dapat membangkitkan perasaan cinta kasih, keberanian, semangat serta pengabdian. Semua itu merupakan kekayaan musik yang sangat diperlukan untuk membina dasar mentalitas budi pekerti anak. Dengan jiwa yang halus, maka seorang individu memiliki peluang untuk
dapat membina
hubungan
dengan Tuhan
(beragama) dengan lebih baik, memiliki cinta kasih yang besar, dapat mengembangkan sikap yang selaras dalam berhubungan sosialnya berdasarkan kepekaannya terhadap keindahan serta memiliki mental yang sehat. Musik memiliki muatan yang cukup
kental
dalam
membangun
Kemampuan dasar ini merupakan
pondasi
budi
pekerti.
Basic character yang
dibutuhkan guna terbangunnya budi pekerti luhur. Pada tahap kedua, anak membutuhkan teladan dari lingkungan. Pondasi yang baik dan kepekaan yang tinggi akan nilai-nilai dasar kebaikan belum cukup. Pada tahap awal hanya mempersiapkan “wadah” yang sifatnya masih potensial. Anak memerlukan contoh konkrit dari dorongan kebaikan yang sudah dimilikinya. Pembelajaran melalui teladan ini merupakan pengajaran yang cukup efektif untuk membantu peserta didik mengekspresikan perilakunya. Tanpa contoh langsung dari lingkungan, sulit bagi anak untuk melatih dan membiasakan perilaku-perilaku berbudi pekerti luhur. Pada tahap ini peranan pendidik dan orang tua sangat diperlukan untuk memberikan keteladanan kepada peserta didiknya. Sikap keteladanan hanya bisa ditemukan pada pribadi setiap pendidik.
Ira Puspita Jati
9
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 3 No. 1 - Maret 2014
Sebagai pendidik muslim, perlu memperhatikan nilainilai Islam sebagai pijakan untuk menjalankan tugasnya. Sebagaimana pendidik utama yang menjadi panutan umat muslim adalah Rasulullah SAW. Beliau mengemban misi mulia dari Allah SWT yang tercermin dalam surat Al Jumu’ah ayat 2, sebagai berikut:
ُﻮﻻ ِﻣ ﻨْ ُﮭ ْﻢ ﯾَﺘْﻠ ُﻮ ﻋَ ﻠَﯿْ ِﮭ ْﻢ آ َﯾَﺎﺗِ ِﮫ ً ھُﻮَ اﻟﱠﺬِي ﺑَﻌَﺚَ ﻓِﻲ ْاﻷ ُ ِّﻣ ﯿِّﯿ َﻦ رَ ﺳ وَ ﯾ ُﺰَ ِﻛّ ﯿ ِﮭ ْﻢ وَ ﯾ ُﻌَﻠِّ ُﻤ ُﮭ ُﻢ اﻟْ ِﻜ ﺘ َﺎبَ وَ اﻟْﺤِ ْﻜ َﻤ ﺔ َ وَ إِنْ ﻛَﺎﻧُﻮا ِﻣ ﻦْ ﻗَﺒْ ُﻞ (2 : ﻟَﻔِﻲ ﺿ ََﻼ ٍل ُﻣ ﺒِﯿﻦٍ )ﺳﻮره اﻟﺠﻤﻌﮫ
Artinya: ”Dia yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membedakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (Depag RI, 1989:932) Pada ayat tersebut dijelaskan tugas Rasulullah SAW antara
lain
adalah
membacakan
ayat-ayat
Allah
SWT,
menyucikan, dan mengajar manusia. Beliau sebagai pendidik bukan hanya sekedar membacakan atau menyampaikan, tetapi menyucikan, yakni membersihkan jiwa dan mengembangkan kepribadian yang baik atau akhlak. Sedangkan mengajar adalah mengisi benak peserta didik dengan seperangkat pengetahuan melalui ajaran-ajaran Islam, dan keteladanan melalui sikap yang dikembangkannya dalam setiap aktivitas kehidupan Rasulullah SAW. Tahap ketiga adalah tahap pembiasaan atau pengulangan. Pada tahap ini potensi anak mulai dikembangkan dengan
Pendidikan Karakter Menurut Islam
10
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 3 No. 1 - Maret 2014
mendorong anak untuk melakukan pembiasaan bersikap baik sampai peserta didik menjadi terbiasa. Pembiasaan untuk bersikap baik ini pada akhirnya akan menjadi pengetahuan positif bagi diri peserta didik. Pada tradisi Islam, pembiasaan diri sudah sejak awal diajarkan kepada diri Rasulullah SAW. Dikisahkan saat turunnya surat Al Alaq, Malaikat Jibril menyuruh Rasulullah SAW untuk membaca sampai 3 (tiga) kali, yang awalnya Rasulullah SAW menyampaikan ”saya tidak bisa membaca”. Selanjutnya Malaikat Jibril mengulanginya lagi dan Nabi Muhammad SAW menjawab dengan perkataan yang sama. Kemudian Malaikat Jibril membacakan surat Al Alaq ayat 1-5, sebagai berikut:
ﻖ ٍ َاﻹ ﻧْ ﺴَﺎ َن ِﻣ ﻦْ ﻋَ ﻠ ِ ْ َ﴾ َﺧ ﻠَﻖ1﴿ َاﻗْﺮَ أْ ﺑِﺎﺳْﻢِ رَ ﺑِّﻚَ اﻟﱠﺬِي َﺧ ﻠَﻖ ﴾ ﻋَ ﻠﱠ َﻢ4﴿ ِ﴾ اﻟﱠﺬِي ﻋَ ﻠﱠ َﻢ ﺑِﺎﻟْ ﻘَﻠَﻢ3﴿ ﴾ اﻗْﺮَ أْ وَ رَ ﺑﱡﻚَ ْاﻷ َﻛْﺮَ ُم2﴿ (5 -1 :﴾ )ﺳﺮوه اﻟﻌﻠﻖ5﴿ اﻹ ﻧْ ﺴَﺎ َن ﻣَﺎ ﻟَ ْﻢ ﯾَﻌْ ﻠَ ْﻢ ِْ Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan (1); Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2); Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah (3); Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam (4); Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (5). (Depag RI, 1989:1079) Bacaan tersebut terus diulangi oleh Malaikat Jibril sampai Nabi Muhammad SAW hafal. Pelajaran yang diberikan Allah SWT untuk mengajar Rasulullah SAW melalui metode pembiasaan atau pengulangan merupakan sesuatu yang masih dipandang efektif. Dalam konteks itu, pembiasaan merupakan Ira Puspita Jati
11
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 3 No. 1 - Maret 2014
upaya praktis dalam pendidikan dan pembinaan anak. Hasil dari pembiasaan yang dilakukan oleh seorang pendidik adalah terciptanya suatu kebiasaan bagi peserta didiknya. Seorang anak yang terbiasa mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam (berakhlak mulia), diharapkan sebagai bekal untuk mengarungi kehidupannya nanti sehingga menjadi seorang Muslim yang saleh. Tahap keempat anak memasuki usia remaja yaitu belajar melalui pengetahuan. Pada tahap remaja, mereka dapat menggunakan logika dalam
memahami baik-buruk. Anak
remaja akan mengerti hukum sebab-akibat dari suatu tata nilai perilaku, atau memahami hukum kebaikan yang lebih tinggi; agama dan Tuhan (Masithasari, 2001:56). Pada tahap ini pendekatan secara akademis baru akan berguna. Mata pelajaran agama dan budi pekerti baru dapat dicerna oleh setiap individu dengan baik. 3. Evaluasi Pendidikan Karakter Dalam arti khusus evaluasi mengandung dua pengertian, yakni pengukuran dan penilaian terhadap sesuatu hal. Dalam arti
luas,
evaluasi
memperoleh,
dan
adalah
suatu
menyediakan
keberhasilan.
Untuk
mengukur
pelaksanaan
pendidikan
karakter
proses
informasi
merencanakan, data
tingkat di
satuan
tentang
keberhasilan pendidikan
dilakukan melalui program penilaian dengan membandingkan kondisi awal dengan pencapaian dalam waktu tertentu.
Pendidikan Karakter Menurut Islam
12
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 3 No. 1 - Maret 2014
Penilaian keberhasilan tersebut dilakukan melalui langkahlangkah sebagai berikut: a. Menetapkan indikator dari nilai-nilai yang ditetapkan; b. Menyusun berbagai instrumen penilaian; c. Melakukan pencatatan terhadap pencapaian indikator; d. Melakukan analisis dan evaluasi; dan e. Melakukan tindak lanjut (Sudjana, 2001: 37). Penilaian pencapaian pendidikan nilai dan karakter didasarkan pada indikator. Sebagai contoh, indikator untuk nilai jujur di suatu semester dirumuskan dengan: “mengatakan dengan sesungguhnya perasaan dirinya mengenai apa yang dilihat, diamati, dipelajari, atau dirasakan”
maka guru
mengamati (melalui berbagai cara) apakah yang dikatakan seorang peserta didik itu jujur mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan perasaannya itu secara lisan tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan dengan bahasa tubuh. Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja memiliki gradasi dari perasaan yang tidak berbeda dengan perasaan umum teman sekelasnya sampai bahkan kepada yang bertentangan dengan perasaan umum teman sekelasnya. Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap saat guru berada di kelas atau di sekolah. Model anecdotal record (catatan yang dibuat pendidik ketika melihat adanya perilaku yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan) selalu dapat digunakan
pendidik.
Selain
itu,
pendidik
dapat
pula
memberikan tugas yang berisikan suatu persoalan yang memberikan
kesempatan
kepada
Ira Puspita Jati
13
peserta
didik
untuk
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 3 No. 1 - Maret 2014
menunjukkan nilai yang dimilikinya (Sudjana, 2001:45). Sebagai contoh, peserta didik dimintakan menyatakan sikapnya terhadap upaya menolong pemalas, memberikan bantuan terhadap orang kikir, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kontroversial sampai kepada hal yang dapat mengundang konflik pada dirinya. Dari hasil pengamatan, catatan anekdotal, tugas, laporan, dan sebagainya, pendidik dapat memberikan kesimpulan atau pertimbangan
tentang pencapaian suatu
indikator
nilai.
atau
bahkan
suatu
Kesimpulan
atau
pertimbangan itu dapat dinyatakan dalam pernyataan kualitatif sebagai berikut: a. BT :
Belum Terlihat (apabila peserta didik belum
memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator). b. MT : Mulai Terlihat (apabila peserta
didik sudah mulai
memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten). c. MB
: Mulai Berkembang (apabila peserta didik sudah
memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten). d. MK : Membudaya (apabila peserta didik
terus menerus
memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten). Pernyataan kualitatif di atas dapat digunakan ketika pendidik melakukan asesmen pada setiap kegiatan belajar sehingga pendidik memperoleh profile peserta didik dalam satu semester tentang nilai terkait (jujur, kerja keras, peduli, cerdas, Pendidikan Karakter Menurut Islam
14
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 3 No. 1 - Maret 2014
dan sebagainya). Pendidik dapat pula menggunakan BT, MT, MB atau MK tersebut dalam rapor (Kemendiknas, 2010: 6768). B. Kesimpulan 1. Pendidikan karakter berisi materi tentang pengembangan potensi individu (anak) yang mampu diterapkan ke dalam pembiasaan peserta didik. Materi pendidikan karakter itu ada 11 (sebelas) macam, yaitu: takwa, jujur, disiplin, demokratis, adil, bertanggung jawab, cinta tanah air, orientasi pada keunggulan, gotong royong, menghargai, dan rela berkorban. 2. Pelaksanaan proses pendidikan karakter, ada model tahapan pembentukan karakter sebagai berikut: a. Mempersiapkan pondasi budi pekerti luhur; b. Pembelajaran melalui teladan atau modeling; c. Pembelajaran melalui pembiasaan; dan d. Pembinaan pengetahuan 3. Untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan dilakukan melalui program penilaian
dengan
membandingkan
kondisi
awal
dengan
pencapaian dalam waktu tertentu.
DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Meaning Learning; Re-invensi Kebermaknaan Pembelajaran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam; Paradigma Humanisme Teosentris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Budiningsih, Asri, Pembelajaran Moral, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Ira Puspita Jati
15
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 3 No. 1 - Maret 2014
Gojali, Nanang, Manusia, Pendidikan, dan Sains, Jakarta: Rineka Cipta, 2004. Kemendiknas, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Jakarta: Balitbang Pusat Kurikulum, 2010. Kesuma, Dharma, Pendidikan Karakter; Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011. Ki Fudyartanta, Membangun Kepribadian dan Watak Bangsa Indonesia yang Harmonis dan Integral, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Koesoema, Dony, Pendidikan Karakter, Jakarta: Kompas Gramedia, 2007. Kuswara, Teori-Teori Kepribadian, Bandung: Eresco, 1991. Kurdi, Hermeneutika Al Qur’an dan Hadis, Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010. Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam; Mengurai Benang Kusut Pendidikan, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2006. Muslim bin H̱ ajjâj, Shahih Muslim Vol. II,Beirut: Dar al-Turas, 1976. Nata, Abudin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Prenada Media Group, 2010. Megawangi, Ratna, Pendidikan Karakter; Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa, Bagor: Indonesia Heritage Foundation. Sanaky, Hujair AH., Paradigma Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Madani Indonesia, Yogyakarta: Safira Insania Press, 2003. Zuriah, Nurul, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Pendidikan Karakter Menurut Islam
16