ISSN 0125-9121
elaah
TELAAH
JURNAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
! Gambar 4. Foto cahaya LED biru tanpa sampel (a) dan cahaya LED biru dengan sample kuantum dot merah (b).
Volume 32, Nomor 2, November 2014 Spektrum cahaya dari Gambar 4 terlihat pada Gambar 5. Kurva berwarna hitam dalam Gambar 5 menunjukkan spektrum fotoluminesensi LED biru tanpa sampel, sedangkan kurva berwarna merah menunjukkan spektrum fotoluminesensi LED biru dengan sampel kuantum dot C04. Kedua kurva pada Gambar 5 ditampilkan dalam skala log-log karena emisi kuantum yang terdeteksi sangat rendah. Salah satu contoh spektrum fotoluminesensi kuantum dot hijau terlihat pada Gambar 6. Pada spektrum fotoluminesensi LED biru tanpa sampel terlihat satu puncak emisi pada panjang gelombang sekitar 405nm. Pada spektrum fotoluminesensi LED biru dengan sampel kuantum dot C04 terlihat dua puncak emisi, yaitu puncak emisi LED biru pada panjang gelombang 405nm dan puncak emisi kuantum dot pada panjang gelombang 618nm yang memberikan warna merah. Gambar inset di dalam Gambar 5 menunjukkan perbedaan spectrum LED dengan dan tanpa sampel untuk rentang panjang gelombang sekitar 405 nm. Pada gambar inset terlihat bahwa intensitas spektrum fotoluminesensi LED dengan sampel kuantum dot lebih rendah dari pada spektrum fotoluminesensi LED tanpa sampel. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penyerapan cahaya LED biru oleh sampel kuantum dot C04. Untuk sampel C04, jumlah perhitungan foton terabsorpsi berjumlah 143.600, sedangkan jumlah foton teremisikan sebesar 16.672, sehingga efisiensi kuantum sampel C04 sebesar 11.61%. Perlu digarisbawahi dalam perhitungan ini, jumlah foton terabsorpsi dan teremisikan bukanlah jumlah foton sesungguhnya, karena terdapat konstanta pembanding (α) dalam Pers (2) yang tidak diperhitungkan dalam penelitian ini. Pengukuran sampel C04 dilakukan lima kali dan didapat efisiensi kuantum dot dan deviasi 11,61±0,6%. Deviasi yang didapat cukup kecil menandakan pengukuran efisiensi kuantum dengan metode dalam penelitian ini benar dan terpercaya. Kemudian, sampel kuantum yang sama dilakukan pengujian dengan menggunakan peralatan pengujian
Telaah
efisiensi kuantum komersial dengan proses pengukuran yang hampir sama dengan LED biru, dan nilai efisiensi kuantum secara otomatis dihitung oleh komputer tanpa campur tangan operator pemakai (users). Hasil pengukuran sampel C04 sebanyak lima kali menghasilkan efisiensi kuantum dan deviasi sebesar 14,13±0,2%. Hasil pengukuran sampel C04 dengan teknik LED biru dan peralatan komersial menghasilkan nilai yang sedikit berbeda namun dalam orde besaran yang sama. Hal ini menunjukkan pengukuran efisiensi kuantum dengan menggunakan LED biru memberikan hasil yang sangat baik.
inten energ foton
! Gambar 5. Fotoluminesensi LED biru tanpa sampel (kurva hitam) dan dengan sampel C04 (kurva merah) (a). Inset menunjukkan perbandingan fotoluminesensi ! yang menunjukkan besarnya foton terabsorpsi (b).
Gambar 2. Spektrum fotoluminesensi tanpa dan dengan sampel yang digunakan untuk menghitung efisiensi kuantum.
deng panja deng terse cahay renta ini fotol deng kons inten berga diasu teruk dalam menguk
Pada metode pengukuran 2-tahap, pengukuran pertama yang dilakukan adalah pengukuran spektrum sumber cahaya eksitasi, seperti yang ditunjukkan oleh kurva berwarna hitam pada Gambar 2. Spektrum fotoluminesensi tanpa sampel memberikan informasi tentang intensitas sumber cahaya yang digunakan saja tanpa pengaruh spectrum emisi sampel. Pengukuran kedua dilakukan dengan meletakkan sample ! nanopartikel luminesensi di dalam bola integrasi untuk Gambar 6. Tumpang tindih spektrum fotoluminesensi sehingga nanopartikel akan tereksitasi oleh sumber luminesensi. P antara spektrum LED biru dan emisi kuantum dot peral cahaya dan menghasilkan emisi sampel seperti yang perakitanMET untuk sample C09. efisiensi kuant ditunjukkan oleh kurva berwarna merah dalam P kuantum beb Gambar 2. Spektrum fotoluminesensi dengan sampel membandingka meng Lebihdua lanjut, pengukuran untuk semua memiliki puncak, yaitu dilakukan puncak sumber cahaya dengan hasil fotos menggunakan sampel kuantum dot seperti yang telah ditampilkan eksitasi dan puncak emisi nanopartikel luminesensi. padap komersial. pada Tabel 1. Perbandingan efisiensi kuantum juga ! Pada spektrum ini, intensitas sumber cahaya eksitasi berbe Gambar 1. Skema absorpsi dan emisi fotonpengukuran oleh dilakukan dengan membandingkan hasil yang terukur pasti lebih rendah daripada intensitas x 50 nanopartikel luminesensi. LED birupertama. dengan peralatan komersial untuk 14 sampel PU spektrum Perbedaan intensitas sumber cahaya TINJAUAN berba kuantum dot sepertiefisiensi ditunjukkan Gambar 6. Pengujian kuantum pada biasannya Seperti ya eksitasi antara kurvayang pertama dan kedua sebanding dan membutuhkan peralatan yang kuantum cukup rumit mahal. Efisiensi kuantum 14 sampel dotdan ditunjukkan kuantum berg dengan jumlah diabsorpsi olehkuantum nanopatikel gelom Secara garisfoton besaryang pengukuran efisiensi terabsorpsi dan luminesensi seperti yang ditunjukkan oleh daerah dengan cara perhitungan jumlah foton terabsorpsi dan yang dibahas prinsip atas Diterbitkan oleh foton teremisikan dilakukan dua metode, perh berwarna biru padadapat Gambar 2. melalui Perbedaan spektrum khususnyaFotos yaitu metode perbandingan dan metode langsung. Pada Pada dasa Pusat Penelitian Fisika emisi pada daerah puncak emisi sample antara kurva optik metode perbandingan, absorpsi dan emisi dilakukan deng pertama dan kedua sampel menunjukkan jumlah foton yang Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia fotoluminesensi nanopartikel luminesensi spektrumkomp emis diemisikan olek nanopartikel luminesensi, seperti yang dengan sampe dibanding dengan absorpsi dan emisi fotoluminesensi diam nanopartikel standar seperti ditunjukkan olehluminesensi daeraj berwarna hijauRhodamine pada Gambar yang baik, semB 6G, atau Serpong dye organik lainnya yang telah diakui nilai Pen Halaman ISSN 2. Luas daerah biru dan hijau kemudian dianalisis integrasi. mate Volume 32 Nomor 2 efisiensi kuantumnya [5,6]. Pada metode langsung atau langsung dapat 34-63untukmetode November 2014 0125-9121 mendapatkan perkiraan cahay mutlak, pengukuran efisiensijumlah kuantum foton metode penguk sebenarnya, didapatkan efisiensi [7,8]. kuantum tahap [8,9]. dilakukan sehingga tanpa material pembanding cahay Pa dengan metode dari spektrum sesuaiPengukuran persamaan berikut [3,8].perbandingan memiliki fotos
TELAAH JURNAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI ISSN 0125-9121 Volume 32, Nomor 2, November 2014
Majalah Ilmiah Telaah adalah peer-reviewed journal yang terbit sebagai sarana publikasi bidang fisika bumi, instrumentasi, material, dan optik. Diterbitkan oleh Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sejak 1979. Terbit pada bulan Mei dan November setiap tahunnya. Penanggung Jawab Bambang Widiyatmoko Kepala Pusat Penelitian Fisika LIPI Dewan Redaksi Ketua Bambang Prihandoko Fisika Material Anggota Bambang Widiyatmoko Instrumentasi Maria Margaretha Suliyanti Optik Masno Ginting Fisika Material Perdamean Sebayang Fisika Material Titi Anggono Fisika Bumi Editor Pelaksana Ketua Julio Sekretaris Dwi Hanto
Anggota Didik Aryanto Dwi Bayuwati Iyon Titok Sugiarto Kirana Yuniati Putri Slamet Priyono Mitra Bestari A. Herman Yuwono Fisika Material (UI) Endarko Instrumentasi (ITS) Masbah R. T. Siregar Optik (ISTN) Pudji Untoro Fisika Material (Batan) Alamat Redaksi Pusat Penelitian Fisika LIPI Kompleks Puspiptek Serpong Tangerang Selatan 15314, Banten Indonesia Telepon: (021) 756 0570 Fax: (021) 756 0554 Email: jurnal
[email protected]
Cara mengirim artikel Artikel dapat ditulis baik dalam bahasa Indonesia ataupun bahasa Inggris. Artikel dikirim melalui email ke jurnal telaah@ yahoo.co.id. Setiap artikel hendaknya diketik rapi dengan menggunakan program pengolah kata seperti LATEX (preferred) atau Microsoft WordTM . Jika terdapat gambar pada artikel, hendaknya setiap gambar dipersiapkan dalam resolusi tinggi (> 300 dpi) dan dikirim dalam file terpisah dalam format eps, pdf, jpeg, ataupun png. Petunjuk lebih jelas dapat dilihat pada halaman belakang majalah ini. Setiap artikel yang masuk akan menjalani proses reviewing dari mitra bestari kami. Jika diterima, penulis artikel akan kami hubungi melalui email jurnal
[email protected]. c 2014 Pusat Penelitian Fisika LIPI Hak cipta dilindungi undang-undang. Tidak dibenarkan menyalin sebagian atau seluruh artikel dalam jurnal ini dengan cara apapun termasuk, namun tidak terbatas pada memfotokopi, men-scan, mentransmisi, menjiplak, ataupun dengan cara lain yang mungkin ditemukan di masa mendatang untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari Redaksi Telaah.
TELAAH JURNAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI ISSN 0125-9121 Volume 32, Nomor 2, November 2014
DAFTAR ISI
Hery Suyanto Perhitungan temperatur plasma-laser dengan metode perbandingan intensitas dua garis emisi zinc (Zn) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34-38 Isnaeni Pengaruh sumber eksitasi LED biru terhadap efisiensi kuantum nanopartikel luminesensi . . . 39-46 Syuhada Estimasi paramater anisotropi atenuasi seismik di daerah gunung api dengan pendekatan nonparametrik generalized inversion technique . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 47-51 Dwi Hanto, Andi Setiono, Iyon T. Sugiarto, Thomas B. Waluyo, dan Bambang Widiyatmoko Perancangan alat ukur pemilih jangkauan untuk mengukur daya optik . . . . . . . . . . . . . 52-55 Bambang Prihandoko, Rizki Pirsiani, dan Yunita Sadeli Pengaruh variasi waktu pencampuran terhadap pelat bipolat dengan penambahan 5% wt multiwalled carbon nanotubes . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 56-59 Perdamean Sebayang, Lukman Faris Nurdiyansah, Masno Ginting, Fresky Agung Prasetya, dan Masbah Rotuanta Tagore Siregar Pengaruh kecepatan rotor dan magnetic flux density terhadap output tegangan generator axial flux permanent magnet . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 60-63
TELAAH 32 (2), 34-38 (2014)
PERHITUNGAN TEMPERATUR PLASMA-LASER DENGAN METODE PERBANDINGAN INTENSITAS DUA GARIS EMISI ZINC (Zn) THE DETERMINATION OF PLASMA-LASER TEMPERATURE BY USING METHOD OF TWO-EMISSION INTENSITY LINES RATIO OF ZINC (Zn) Hery Suyanto Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Jl. Kampus Bukit Jimbaran, Badung 80361, Bali, Indonesia Email:
[email protected] Diterima: 5 Agustus 2014 Direvisi: 4 September 2014 Disetujui: 8 September 2014 Abstrak Telah dilakukan perhitungan temperatur plasma-laser dengan persamaan Boltzmann melalui metode perbandingan (rasio) intensitas emisi dua panjang gelombang dari atom netral zinc (Zn). Tujuan penelitian ini untuk memilih pasangan panjang gelombang yang mempunyai nilai temperatur dapat mewakili temperatur plasma zinc di sekitar waktu eksitasi plasma. Intensitas diperoleh dengan memfokuskan laser Nd-YAG (1064 nm, 7 ns) dengan energi 80 mJ ke permukaan lempengan sampel Zn (99.99%) di lingkungan udara 1 atm dan menghasilkan plasma. Intensitas-intensitas emisi foton atom netral Zn dalam plasma ditangkap oleh spektrometer yang mana memungkinkan dapat dibuat 5 kombinasi rasio intensitas emisi dua panjang gelombang yang memenuhi syarat Boltzmann. Dengan memvariasikan waktu tunda deteksi diperoleh data intensitas yang menunjukkan bahwa daerah eksitasi (shock-excitation state) terjadi di sekitar 5 ns. Berdasarkan persamaan Boltzmann dan dengan membandingan nilai intensitas dua panjang gelombang dari lima kombinasi atom netral Zn diperoleh temperatur rata-rata pada daerah eksitasi sebesar 3064 K, dengan rentang kesalahan maksimum 6%. Berdasarkan data dapat disimpulkan bahwa rasio (328.2 nm/472.2 nm) ini merupakan rasio pasangan dua panjang gelombang yang paling cocok untuk menentukan temperatur plasma atom Zn dengan kesalahan maksimum 1.68% dari nilai rata-rata temperatur. Kata kunci: Temperatur, Boltzmann, Zn, metode perbandingan Abstract An experiment calculated the zinc-plasma temperature using two emission intensity lines ratio method from Boltzmann equation had been conducted. The aim of this research is to choose a suitable two-wavelength pair to determine the zinc-plasma temperature in shock-excitation state region. When Nd-YAG (1064 nm, 7 ns, 80 mJ) laser was focused on surface of zinc plate sample (99.99%), it produced zinc plasma. The emission intensities of zinc wavelengths in this plasma were captured by spectrometer and it was possible to make five combinations of ratio two wavelength intensities fulfilling the Boltzmann equation. Varying the delay time detection, the shockexcitation state region was determined about 5 ns from the laser bombardment. Based on the intensity data and Boltzmann equation, the average temperature of five combinations from ratio two different wavelength intensities is 3064 K, with maximum deviation of 6%. Based on the data, it can be concluded that the intensity ratio of (328.2 nm/472.2 nm) is the most suitable for determining the temperature of zinc plasma with maximum error of 1.68% from average temperature. Keywords: Temperature, Boltzmann, Zn, ratio method
1. Pendahuluan
atom tereksitasi kembali ke keadaan dasar (ground state) sambil melepaskan atau mengemisikan foton dengan panjang gelombang tertentu sesuai level energi dari suatu unsur yang bersangkutan. Intensitas dari foton ini ditangkap spektrometer dan ditampilkan dalam bentuk spektrum intensitas fungsi panjang gelombang. Dalam analisis spektroskopi, mengetahui kedua besaran ini (intensitas dan panjang gelombang) merupakan hal yang terpenting. Intensitas menunjukkan konsentrasi (analisis kuantitatif) suatu unsur dalam plasma
Laser-induced breakdown spectroscopy (LIBS) merupakan suatu metode yang dapat diaplikasikan ke berbagai bidang, di antaranya mikroanalis elemen, memonitor lingkungan, analisis lapisan tipis (thin film), dan lain-lain. Dengan teknik ini, laser pulsa difokuskan ke permukaan sampel dan terbentuklah plasma yang berisikan elektron, ion-ion, atom netral, serta atomatom tereksitasi. Setelah berada dalam keadaan tereksitasi selama beberapa waktu, elektron-elektron dalam
34
H. SUYANTO — PERHITUNGAN TEMPERATUR PLASMA-LASER...
sedangkan panjang gelombang menyatakan jenis unsurnya (analisis kualitatif). Nilai intensitas foton dalam plasma ini dapat dipengaruhi oleh beberapa parameter, di antaranya daya laser, lebar pulsa laser, jenis laser, jenis bahan, serta jenis dan tekanan gas penyangga. Selain itu, intensitas foton juga ditentukan oleh waktu tunda pendeteksian (delay time detection) dan lama pendeteksian. Nilai intensitas foton ini dapat digunakan untuk mendiagnosis keadaan plasma, seperti temperatur dan kerapatan elektron [1]. Analisis komposisi elemen atau analisis kuantitatif melalui nilai intensitas emisi pada LIBS akan menjadi akurat apabila rentang waktu pengambilan data (time window) dengan kondisi plasma dalam keadaan tipis (yaitu, daya absorpsi fotonnya rendah) dan berada dalam keadaan kesetimbangan termal (local thermodynamic equilibrium/LTE) diketahui [2]. Untuk mengetahui atau menghitung keadaan tersebut pada rentang waktu tertentu, harus dihitung lebih dahulu temperatur plasma [2]. Beberapa grup telah mempelajari temperatur dalam plasma ini. Salah satu di antaranya adalah Lee et al. [3]. Mereka mempelajari temperatur dari emisi spektra tembaga dan lead dari plasma yang dihasilkan oleh laser excimer. St-Onge et al. [4] mempelajari karakteristik plasma dari Al, Cu, Fe, Pb, dan Sn dalam campuran Zn dengan memvariasikan jarak fokus lensa untuk menghitung temperatur dan kerapatan elektron dengan laser Nd: YAG (1064 nm, 105 mJ, 3 ns, 10 Hz). Kedua grup tersebut menggunakan satu kombinasi rasio intensitas dari dua panjang gelombang. Grup lain, Saji et al., menghitung juga temperature plasma dengan metode plot Boltzmann dari intensitas emisi atom netral Zn dan ion Zn dengan laser Nd-YAG (355 nm) [5]. Karena pentingnya mengetahui temperatur plasma seperti disebutkan di atas, maka pada makalah ini akan dibahas perhitungan temperatur plasma pada sampel Zn melalui metode rasio dua garis intensitas emisi dengan lima kombinasi untuk memperoleh nilai temperatur plasma yang akurat pada berbagai umur plasma. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dipilih sampel Zn yang memiliki dua kelompok garis emisi dengan level eksitasi berbeda. Kelompok pertama terdiri atas garis emisi Zn I 328.2 nm, Zn I 330.3 nm, dan Zn I 334.5 nm. Sedangkan kelompok kedua terdiri atas garis emisi Zn I 468.0 nm, Zn I 472.2 nm, dan 481.0 nm. Masing-masing garis emisi dalam satu kelompok memiliki energi level eksitasi hampir sama, sehingga memungkinkan mendapatkan lima kombinasi rasio dua garis intensitas dari dua kelompok tersebut. Eksperimen dilakukan dengan memfokuskan laser Nd-YAG (1064 nm, 80 mJ, 7 ns, 10 Hz) pada permukaan lempengan sampel Zn (99.99%) di lingkungan udara 1 atm dengan memvariasikan waktu tunda deteksi dari 1 ns
sampai dengan 1000 ns.
2. Landasan teori Untuk menginterpretasikan data spektroskopi dalam hal temperatur dan kerapatan elektron dalam plasma, maka perlu suatu model yang menggambarkan keadaan ionisasi dan populasi atom atau ion pada suatu level energi tertentu. Salah satu model untuk menghitung temperatur plasma adalah persamaan Boltzmann dengan metode ratio dua garis emisi pada tingkat ionisasi yang sama. Intensitas emisi total yang dipancarkan oleh suatu atom besarnya ditentukan oleh banyaknya atom yang bertransisi antara dua level energi per satuan waktu dan luas (steradian) dikalikan selisih energi dari dua level transisi tersebut. Jumlah atom yang bertansisi dipengaruhi oleh kerapatan atom tiap satuan volume yang berada di level energi tinggi, ni dan probabilitas atom tersebut bertansisi tiap detik, Aim (transition probality per second) dari level eksitasi i yang mempunyai energi tinggi ke level dasar dengan energi rendah m. Intensitas radiasi yang dipancarkan dalam satu steradian ini dinyatakan diberikan oleh [6]: I=
ni Aim hn , 4p
(1)
dengan I merupakan besarnya intensitas photon yang diemisikan oleh suatu atom tertentu saat bertansisi dari level energy tinggi i ke level energi rendah m, h adalah tetapan Planck, dan n ialah frekuensi photon yang diemisikan. Pada keadaan kesetimbangan termal, rasio kerapatan partikel pada keadaan i dibandingkan dengan kerapatan partikel pada keadaan m diberikan menurut distribusi Boltzmann ni gi e = nm gm e
Ei /kT Em /kT
,
(2)
di mana gi,m adalah bobot statistik atau degenerasi (statistical weight atau degeneration) suatu atom berada pada level energi Ei atau Em , k merupakan konstanta Boltzmann, serta T adalah suhu. Berdasarkan Pers. (1) dan (2) tersebut, maka intensitas emisi diberikan oleh I=
nm hc Aim gi e Ei /kT . lZ 4p
(3)
Di sini Z ⌘ Âm gm e Em /kT adalah fungsi partisi internal (internal partition function), l merupakan panjang gelombang, dan c kecepatan cahaya. Dengan mengasumsikan kondisi plasma tipis (optically thin) dan kesetimbangan termal (LTE), maka perhitungan temperatur bisa dilakukan dengan membandingkan intensitas dari dua garis emisi (1 dan 2)
35
TELAAH 32 (2), 34-38 (2014)
dari suatu keadaan dua ionisasasi yang sama dari suatu unsur (nm dan Z bernilai sama dari dua keadaan) [6]. Jadi, berdasarkan Pers. (3) maka
0,624856!(!! − !! )
0.1 µs
1500 1000 500
Zn"I"481.0"nm"
Zn"I"472.2"nm"
0.005 µs
Zn"I"468".0"nm"
2000
Zn"I"334.5"nm"
di mana Ei1 dan Ei2 merupakan tingkat energi tinggi (energy of the upper level) i, dari atom-atom (1 dan 2) yang bertransisi ke level energi rendah, m, dengan mengemisikan panjang gelombang masing-masing l1 dan l2 serta intensitas I1 dan E2 . Besaran 0.624856 (dalam satuan K cm) merupakan konstanta kesebandingan.
sampel : Zn (99,99%) energi laser: 80 mJ tekanan udara penyangga : 1 atm
Zn"I"330.3"nm"
(4)
2500
Zn"I"328.2"nm"
intensitas,'cacah'
0.624856(Ei1 Ei2 ) ◆ T=✓ (gi Ai ) log g Ami 1 log ll1 log II12 2 ( m m )2
3000
0
325"
330" 335" 465" wavelength,'nm'
470"
475"
480"
485"
Gambar 2. 2.Spektra garis emisi Zn energi untuklaser energi Gambar Spektra garis emisi Zn untuk 80 mJ,laser waktu tunda deteksi 0,005 µs dan 0,1 µs (garis 80 mJ, waktu (garis tundatebal) deteksi 0.005 µsputus-putus). (garis tebal) dan 0.1 µs (garis putus-putus).
Gambar 2, menunjukkan ada 2 kelompok spektra dari emisi atom netral Zn pada saa dideteksi 0,005 µs dan 0,1 µs dari setelah laser difokuskan pada permukaan sampel Zn !! !! !! Perubahan atau variasi penundaan waktu deteksi dimaksudkan untuk mengetahu Skema eksperimen ditunjukkan pada Gambar 1. La- karakteristik oleh detektor. Intensitas emisi ini plasma ditampilkan sebagai atau mekanisme terbentuknya fungsi waktu yang mana dapat dianalisi Dimana energi tinggi (Energy the upper dari suatu atom yang i merupakan tingkat serEQ-switched Nd-YAG (CFR 200, 1064ofnm, 7 ns),level)melalui fungsi panjang gelombang pada Gambar 2. spektra yang dihasilkan. Berdasarkan spektra pada gambar, bahwa lama waktu tund memancarkan dengan intensitas Ii melalui dan Em merupakan tingkat 2energi deteksiGambar mempengaruhi jumlahmenunjukkan foton (intensitas) ditangkap oleh detektor. Untu frekuensipanjang 10 Hz,gelombang dan energiλi 80 mJ difokuskan tersebut adayang 2 kelompok rendahlensa dari suatu atom yang memancarkan panjang gelombang λ dengan intensitas Im emisi , serta m mengetahui distribusi intensitas ini terhadap fungsi waktu tunda deteksi, maka telah diamb quartz (jarak fokus f = 10 cm) dengan spot area spektra dari atom netral Zn pada saat didetek0 konstanta kesebandingan K.cm. 5 cm 20,624856 0,001 µs sampai dengan µs dan hasilnya diplot seperti pada gambar 3. sekitar 7.85⇥10 sebesar untuk mengablasi sampel Zn data si,dari yaitu 0.005 µs dan 0.11 µs setelah laser difokuskan
!! !!
!!!!… … … … … … … … … … … !!!!!!!!!!!!!!!4
intensitas'Zn'I'481,0''nm'(cacah)'
(99.99%) di lingkungan udara 1 atm. Dengan mengapada permukaan sampel Zn. Perubahan atau variasi III. Prosedur Eksperimen waktu'tunggu'deteksi,'μs' tur waktu tunggu deteksi dari 0.001 µs sampai dengan penundaan waktu deteksi dimaksudkan untuk menge-0.8" Diagram skematik eksperimen seperti ditunjukkan pada gambar 1. Laser Q-switched Nd-0.2" 0" 0.4" 0.6" 0" 1 µs, emisi photon dari atom Zn ditangkap oleh spektahui karakteristik atau mekanisme terbentuknya plasYAG (CFR 200, 1064 nm, 7 ns), frekuensi 10 Hz, energi 80 mJ difokuskan melalui lensa Sampel":"Zn"(99,99%)" + Ocean Optic (dengan -5 -2 spesitrometer tipe HR 2500 ma sebagai fungsi waktu yang mana dapat dianalisis quartz (f = 10 cm) dengan spot area sekitar 7,85x10 cm untuk mengablasikasiEnergi"Laser":"80"mJ" sampel Zn 500" GasPenyangga":"udara"1"atm" fikasi: spectrometer nm, resolusi melaluidari spektra dihasilkan. Berdasarkan spektra (99,99%) dilingkungan udara range 1 atm. 200-980 Dengan mengatur waktu 0.1 tunggu deteksi 0.001 yang μs " + waktu tunda deteksi memengaruhi nm (FWHM), 7 detektor CCDs dengan 14336 Mega pada gambar, lama sampai dengan 1 μs, emisi photon dari atom Zn ditangkap oleh spektrometer 1000"tipe HR 2500 ditampilkan sebagai intensitas fungsi pan- nm,intensitas yang ditangkap oleh detektor. Oceanpixels), Optic dan (dengan spesifikasi: spectrometer range 200-980 resolutionfoton 0.1 nm jang 7gelombang oleh with software OOILIB yang selanjut1500" Untuk mengetahui distribusi intensitas ini terha(FWHM), detectors CCDs a combined 14336 Mega pixels) dan ditampilkan sebagai TM . nya dianalisis dengan softwareoleh Microsoft dap fungsidianalisis waktu tunda deteksi, maka telah diambil intensitas fungsi panjang gelombang softwareExcel OOILIB yang selanjutnya 2000" data dari 0.001 µs sampai dengan 1 µs dan hasilnyaZn"I"481"nm" dengan software Microsoft Excel
1" 0" 50"
intensitas'Zn'I'334,5'nm'(cacah)'
! =!
!! !! eksperimen ! 3. Prosedur log − log!( ! ) − !"#
100" 150"
200" diplot pada Gambar 3. Gambar tersebut merupakanZn"I"334.5"nm" 2500" profil waktu intensitas fungsi waktu tunda deteksi untuk3000" dua panjang gelombang atom netral Zn I 334.5 nm 250" dan Zn I 481.0 nm, sedangkan untuk panjang gelomGambar"3."Distribusi"intensitas"fungsi"waktu"tunda"deteksi"untuk"Zn"I"334,5"nm"dan"Zn"I"481,0"nm Lensa" Spektrometer" fibe bang Zn I 328.2 nm, Zn I 330.3 nm, Zn I 468.0 nm, r " HR"2500+" dan Zn I 472.2 nm tidak ditampilkan dengan alasan Plasma" 5" untuk menghindari keruwetan gambar. Intensitas dari " dua atom tersebut memunyai pola yang sama karena Sampel"Zn" berasal dari keadaan, yaitu energi laser, sampel, dan Gambar"1."Skematik"Eksperimen" Gambar 1. Skema eksperimen. lingkungan gas penyangga yang sama. Namun, nilai intensitas yang diamati jauh berbeda. Perbedaan ini IV. Hasil dan Pembahasan disebabkan oleh perbedaan level energi eksitasi, boPada saat laser difokuskan pada permukaan sampel padat Zn, maka sebagian kecil massa 4. Hasil dan Pembahasan bot statistik (degeneration) elektron yang berada pada Zn terablasikan keluar dengan kecepatan tinggi dan terjadi kompresi adiabatis dengan udara Pada saat laser difokuskan pada permukaan sampel palevel energi tersebut, dan juga karena perbedaan nilai dilingkungannya. Kompresi ini menyebabkan terjadinya gelombang kejut (shockwave) dan dat Zn, maka sebagian kecil massa Zn terablasikan keprobabilitas transisi elektron dari level energi tersebut energinya digunakan untuk mengionisasikan atau mengeksitasikan atom-atom Zn yang luar dengan kecepatan tinggi dan terjadi kompresi adike level energi lebih rendah. terablasikan Kagawa et al [7] ). Atom-atom yang tereksitasi ke level energi lebih tinggi akan abatis dengan udara di lingkungannya. Kompresi ini Berdasarkan Gambar 3, pada waktu 0.001 µs hingkembali ke keadaan dasar (ground state) sambil memacarkan emisi yang kemudian ditangkap menyebabkan terjadinya gelombang kejut (shockwaga 0.1 terjadi oleh detektor dan ditampilkan intensitas sebagai fungsi panjang gelombang µs seperti padaperubahan intensitas yang dratis, yave) dan energinya digunakan untuk mengionisasikan itu mula-mula intensitasnya meningkat hingga 0.005 gambar 2. atau mengeksitasikan atom-atom Zn yang terablasikan µs kemudian menurun hingga 0.1 µs, dan kemudian [7]. Atom-atom yang tereksitasi ke level energi lebih hampir konstan hingga 1 µs. Ini berarti pada selang tinggi akan kembali ke keadaan dasar (ground state) waktu hingga 0.005 µs partikel-partikel yang terablasambil memacarkan emisi yang kemudian ditangkap si bergerak dengan kecepatan tinggi dan mengalami
Laser" Nd1YAG"
4" "
36
TEMPERATUR PLASMA-LASER...
intensitas'Zn'I'334,5'nm'(cacah)'
intensitas'Zn'I'481,0''nm'(cacah)'
Gambar 2, menunjukkan ada 2 kelompok spektra dari emisi atom netral Zn pada saat dideteksi 0,005 µs dan 0,1 µs dari setelah laser difokuskan pada permukaan sampel Zn. Perubahan atau variasi penundaan waktu deteksi dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik atau mekanisme terbentuknya plasma fungsi waktu yang mana dapat dianalisis melalui spektra yang dihasilkan. Berdasarkan H. spektra pada gambar, bahwa lama waktu tunda SUYANTO PERHITUNGAN Gambar 3, merupakan profil waktu intensitas fungsi waktu — tunda deteksi untuk dua deteksi mempengaruhi jumlah foton (intensitas) yang ditangkap oleh detektor. Untuk panjang gelombang atom netral Zn I 334,5 nm dan Zn I 481,0 nm, sedangkan untuk panjang mengetahui distribusi intensitas ini terhadap fungsi waktu tunda deteksi, maka telah diambil gelombang Zn I 328,2 nm, Zn I 330,3, Zn I 468,0 nm dan Zn I 472,2 nm tidak ditampilkan data dari 0,001 µs sampai dengan 1 µs dan hasilnya diplot seperti pada gambar 3. dengan alasan untuk menghindari keruwetan gambar. Intensitas dari dua atom tersebut mempunyai pola yang sama, ini karena berasal dari keadaan yang sama yaitu energi laser, waktu'tunggu'deteksi,'μs' sampel dan0"lingkungan gas yang sama, tetapi yang 0.2" penyangga0.4" 0.6" mempunyai 0.8" nilai intensitas 1" 0" 0" jauh berbeda. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan level energi eksitasi, bobot statistik Sampel":"Zn"(99,99%)" (degeneration) suatu elektron berada pada level energi tersebut dan juga karena perbedaan Energi"Laser":"80"mJ" 500" nilai probabilitas elektron untuk bertransisi dari level energi tersebut ke level energi50"lebih GasPenyangga":"udara"1"atm" rendah. " 1000" Berdasarkan pada gambar 3, pada waktu 0,001 µs hingga 0,1 µs, terjadi perubahan 100" intensitas yang dratis yaitu mula-mula intensitasnya meningkat hingga 0,005 µs kemudian 1500" menurun hingga 0,1 µs, dan kemudian hampir konstan hingga 1 μs. Ini berarti pada selang 150"dan waktu hingga 0,005μs partikel-partikel yang terablasi bergerak dengan kecepatan tinggi 2000" Zn"I"481"nm" kejut (shock mengalami kompresi adiabatis dengan lingkungan hingga terjadi gelombang Zn"I"334.5"nm" wave) 2500" yang mana energinya digunakan untuk mengeksitasikan elektron-elektron ke 200" tingkat energi yang lebih tinggi dan daerah ini disebut daerah eksitasi (shock excitation state)[8]. Selanjutnya setelah 0,005 µs partikel-partikel bergerak melambat dan plasma mengalami 3000" 250" pendinginan (cooling state) yang mana sambil mengemisikan photon hingga waktu tertentu Gambar"3."Distribusi"intensitas"fungsi"waktu"tunda"deteksi"untuk"Zn"I"334,5"nm"dan"Zn"I"481,0"nm yang tergantung jenis unsurnya. Untuk mengetahui karakteristik plasma ini, khususnya pada daerah eksitasi, maka perlu dihitung temperatur plasma dan hasilnya seperti ditampilkan pada gambar 4.
Gambar 3. Distribusi intensitas fungsi waktu tunda deteksi untuk Zn I 334.5 nm dan Zn I 481.0 nm. 5"
" 3400"
Temperatur"Rata1rata""
Sampel":"Zn"(99,99%)" Energi"Laser":"80"mJ" GasPenyangga":"udara"1"atm"
3300"
T(Zn"I"334,5nm/481nm)" T(Zn"I"330,3nm/481nm)" T("Zn"I"328,2nm/481"nm)"
Temperatur,'K'
3200"
T(Zn"I"334,5nm/472,2nm)" T(Zn"I"328,2nm/472,2nm)"
3100" 3000" 2900" 2800" 2700" 2600" 0"
0.02"
0.04" 0.06" waktu'tunda'deteksi,'μs'
0.08"
0.1"
Gambar"4."Distribusi"temperatur"fungsi"waktu"tunda"deteksi"dengan"menggunakan"perbandingan"
Gambar 4. Distribusi temperatur fungsi waktu tunda deteksi dengan menggunakan perbandingan intensitas dua intensitas"dua"garis"emisi"melalui"persamaan"Bolztmann" garis emisi melalui persamaan Boltzmann. 6" "
kompresi adiabatis dengan lingkungan hingga terjadi gelombang kejut (shock wave) yang mana energinya digunakan untuk mengeksitasikan elektron-elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi dan daerah ini disebut daerah eksitasi (shock excitation state) [8]. Setelah 0.005 µs, partikel-partikel bergerak melambat dan plasma mengalami pendinginan (cooling state) sambil mengemisikan foton hingga waktu tertentu bergantung pada jenis unsurnya. Untuk mengetahui karakteristik plasma ini, khususnya pada daerah eksitasi, maka perlu dihitung temperatur plasma dan hasilnya seperti ditampilkan pada Gambar 4. Gambar 4, menunjukkan temperatur pada saat plasma berumur 0.001 µs hingga 0.1 µs. Temperatur dihitung menggunakan Pers. (4) dengan membandingkan nilai intensitas dari dua panjang gelombang yang berbeda. Syarat pemilihan dua panjang gelombang tersebut ialah mereka harus berasal dari level energi yang jauh berbeda (lihat Tabel 1), sehingga populasi elektronnya sangat bergantung pada temperatur dan berasal dari keadaan ionisasi yang sama. Tabel 1, menunjukkan data spektroskopi dari keadaan ionisasi atom Zn yang sama yaitu atom netral Zn I. Berdasarkan Tabel 1, ada dua kelompok daerah panjang gelombang, yaitu daerah sekitar 330 nm dan daerah 472 nm. Kelompok yang disebut pertama memunyai tingkat energi tinggi yang lebih tinggi dari pada
kelompok kedua sehingga perhitungan temperatur didasarkan pada perbandingan nilai intensitas kelompok daerah panjang gelombang sekitar 330 nm ini terhadap kelompok panjang gelombang sekitar 472 nm. Selanjutnya berdasarkan nilai intensitas pada Gambar 2, data-data pada Tabel 1 dan Pers. (4), maka temperatur dapat dihitung dan hasilnya diplot seperti terlihat pada Gambar 4. Gambar ini merupakan plot temperatur hasil perbandingan dari 5 kombinasi intensitas, yaitu Zn I (334.5 nm/481 nm), Zn I (330.3 nm/481 nm), Zn I (328.2 nm/481 nm), Zn I (334.5 nm/472.2 nm), dan Zn I (328.2 nm/472.2 nm). Hasil temperatur dari 5 rasio ini selanjutnya dirata-rata dan diperoleh temperatur pada daerah eksitasi (0.005 µs) sebesar 3064 K dengan kesalahan maksimum 6%. Rasio Zn I (3282 nm/472.2 nm) merupakan dua panjang gelombang yang menghasilkan temperatur paling mendekati nilai rata-rata dengan kesalahan 1.68%.
5. Kesimpulan Dalam analisis kuantitatif dengan LIBS akan lebih akurat apabila rentang waktu pengambilan datanya tepat pada kondisi atau keadaan plasmanya tipis (optically thin) dan keadaan kesetimbangan termal (LTE). Untuk menentukan keadaan-keadaan tersebut perlu dihitung temperatur di beberapa umur plasma. Temperatur plasma-laser dapat dihitung dengan persamaan Boltz-
37
TELAAH 32 (2), 34-38 (2014)
Tabel 1. Parameter spektroskopi dari garis atom netral zinc (Zn I ) [9]. l (nm) 328.2 330.3 334.5 468.0 472.2 481.0
Bobot statistik gi gm 3 1 5 3 7 5 3 1 3 3 3 5
Probabilitas transisi (s 1 ) 8.66⇥107 1.07⇥108 1.50⇥108 1.55⇥107 4.58⇥107 7.00⇥107
mann melalui perbandingan intensitas dua garis emisi. Untuk sampel lempengan Zn (99.99%) yang diiradiasi laser Nd-YAG (1064 nm, 7 ns) dengan energi 80 mJ dan frekuensi 10 Hz. Hasil perhitungan temperatur plasma dari atom Zn dengan lima kombinasi rasio intensitas, yaitu Zn I (334.5 nm/481 nm), Zn I (330.3 nm/481 nm), Zn I (328.2 nm/481 nm), Zn I (334.5 nm/472.2 nm), dan Zn I (328.2 nm/472.2 nm) untuk umur plasma hingga 0.1 µs. Hasil temperatur dari 5 rasio ini, selanjutnya dirata-rata dan diperoleh temperatur pada daerah eksitasi (0.005 µs) sebesar 3064 K dengan kesalahan maksimum 6%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan unsur Zn, dapat dilakukan berbagai kombinasi panjang gelombang untuk menentukan nilai tempertur plasma yang memenuhi persyaratan Boltzmann. Rasio Zn I (328.2 nm / 472.2 nm) merupakan kombinasi dua panjang gelombang yang paling akurat untuk menentukan temperatur plasma Zn yang mendekati nilai rata-rata temperatur dengan kesalahan sebesar 1.68%.
Tingkat energi tinggi (cm 1 ) 62768.77 62772.00 62776.95 53672.24 53672.24 52672.24
bersama FMIPA, Universitas Udayana yang telah memberikan fasilitas peralatan LIBS.
Daftar pustaka [1] E. G. Gamaly, A. V. Rode, dan B. Luther-Davies, J. Appl. Phys. 85, 4213 (1999). [2] V. K. Unnikrishnan, K. Alti, V. B. Kartha, C. Santhosh, G. P. Gupta, dan B. M. Suri, Pramana-J. Phys. 74, 983 (2010). [3] Y.-ILee, S. P. Sawan, T. L. Thiem, Y.-Y. Teng, dan J. Sneddon, Appl. Spectrosc. 46, 436 (1992). [4] Louis St-Onge, M. Sabsabi, dan P. Cielo, J. Anal. At. Spectrom. 12, 997 (1997). [5] K. J. Saji, N. V. Joshy, dan M. K. Jayaraj, J. Appl. Phys. 100, 043302 (2006). [6] S. W. Bowen, Report of BAMIRAC, Institute of Sciences and Technology, the University of Michigan, 1964 (unpublished). [7] K. Kagawa dan H. Kurniawan, Trends Appl. Spectrosc. 2, 1 (1998). [8] W. S. Budi, H. Suyanto, H. Kurniawan, M. O. Tjia, dan K. Kagawa, Appl. Spectros. 53, 719 (1999). [9] N. M. Shaikh, B. Rashid, S. Hafeez, Y. Jamil, dan M. A. Baig, J. Phys. D: Appl. Phys. 39, 1384 (2006).
Ucapan terima kasih Ucapan terimakasih kami tujukan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Udayana yang telah membantu dana untuk pelaksanaan penelitian ini melalui kontrak No. 104.35/ UN14.2/PNL.01.03.00/2014 dan Laboratorium Riset
38
TELAAH 32 (2), 39-46 (2014)
PENGARUH SUMBER EKSITASI LED BIRU TERHADAP EFISIENSI KUANTUM NANOPARTIKEL LUMINESENSI THE INFLUENCE OF BLUE LED LIGHT SOURCE ON QUANTUM EFFICIENCY OF LUMINESCENT NANOPARTICLES Isnaeni Pusat Penelitian Fisika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan 15314, Banten, Indonesia Email:
[email protected] Diterima: 15 Agustus 2014 Direvisi: 9 September 2014 Disetujui: 11 September 2014 Abstrak Efisiensi kuantum digunakan sebagai parameter kualitas nanopartikel luminesensi. Pengukuran efisiensi kuantum biasanya memerlukan peralatan yang rumit dan mahal. Oleh karena itu pada penelitian ini, sistem pengujian efisiensi kuantum yang lebih sederhana dibuat dengan memadukan LED biru yang memiliki panjang gelombang emisi 405 nm, bola integrasi, dan fotospektrometer. Efisiensi kuantum dihitung dengan menggunakan sistem pengujian dua tahap. Sistem yang dikembangkan dalam penelitian ini berhasil mengukur efisiensi kuantum dengan baik dengan tingkat keakuratan rata-rata 88.4% untuk 14 sampel quantum dot dibandingkan dengan hasil pengukuran yang menggunakan peralatan komersial pengujian efisiensi kuantum. Rentang panjang gelombang 350 nm hingga 500 nm dan 501 nm hingga 700 nm digunakan masing-masing untuk menghitung jumlah foton terabsorpsi dan teremisikan. Efisiensi kuantum yang didapatkan dalam penelitian ini bergantung pada banyak faktor, seperti konstanta konversi intensitas fotoluminesensi dengan jumlah energi foton, volume quantum dot, tumpah tindih spektra LED biru dengan emisi quantum dot, dan kerataan eksitasi. Nilai effisiensi kuantum yang didapat tidak bergantung pada arus masukan LED biru. Sistem pengujian efisiensi kuantum ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk berbagai nanopartikel luminesensi lainnya dengan memperhatikan kesesuaian absorpsi dan emisi nanopartikel luminesensi dengan sumber eksitasi LED. Secara umum, sumber eksitasi LED biru dapat digunakan untuk mengukur efisiensi kuantum dengan baik. Kata kunci: Effisieni kuantum, LED biru, bola integrasi, quantum dot Abstract Quantum efficiency has been designed as quality factor of luminescent nanoparticles. Measurement of quantum efficiency commonly uses complicated and expensive equipment. Therefore, in this work, we built a simple quantum efficiency measurement system by utilizing blue LED (light emitting diode) having peak wavelength of 405 nm, integrating sphere, and photospectrometer. Quantum efficiency was measured and calculated by using two-step measurement. This system was able to measure quantum efficiency with 88.4% accuracy in comparison to quantum efficiency measured by commercial standard equipment for 14 quantum dot sampels. Wavelength ranges of 350 nm to 500 nm and 501 nm to 700 nm were used to calculate number of absorbed photon and emitted photon, respectively. The measured quantum efficiency depends on several factors, such as conversion constant between photoluminescence intensity and photon energy, quantum dot volume, overlapping between blue LED and quantum dot spectra, and excitation uniformity. Quantum efficiency did not depend on input current of blue LED. This simple quantum efficiency measurement system can be developed in the future to measure various luminescent nanoparticles by considering absorption, emission of nanoparticles, and LED excitation sources. In general, blue LED light source is capable to measure valid quantum efficiency. Keywords: Quantum efficiency, blue LED, integrating sphere, quantum dot
1. Pendahuluan
tikel akan menyerap cahaya tersebut disertai dengan pemancaran cahaya yang panjang gelombang emisinya lebih panjang daripada panjang gelombang eksitasinya. Terdapat dua cara yang dapat digunakan untuk menghitung efisiensi kuantum nanopartikel luminesensi yaitu dengan pengujian waktu atau laju peluruhan elektron (electron decay rates) [1,2] dan perbandingan langsung jumlah foton yang diabsorpsi dengan
Efisiensi kuantum atau yang lebih dikenal dengan quantum efficiency atau quantum yield adalah sebuah parameter standar yang sering digunakan untuk menentukan kualitas material nanopartikel luminesensi. Secara umum, jika material nanopartikel luminesensi dikenai atau dieksitasi dengan cahaya, maka nanopar-
39
TELAAH 32 (2), 39-46 (2014)
untuk mengukur efisiensi kuantum nanopartikel luminesensi. Penelitian ini dilakukan mulai dari patperakitan ditemukan seperti peralatan yanganalisis dikeluarkan oleh peralatan pengukuran, perhitungan perusahaan Hamamatsu. Alat yang dikeluarkan oleh efisiensi kuantum, percobaan pengukuran efisiensi produsen ini telah digunakan oleh banyak peneliti unkuantum beberapa sampel kuantum dot dan tuk mengukur efisiensi kuantum karena dapat membemembandingkan hasil pengukuran yang didapat rikan hasil yang baik dan tepercaya. Namun peralatan dengan hasil pengukuran yang dilakukan dengan ini tergolong mahal dan rumit karena masih menggumenggunakan peralatan efisiensi gelomkuantum nakan monokromator untukpengukuran memfilter panjang komersial. bang eksitasi. Oleh karena itu, diperlukan sebuah sis-
!
Gambar 1. 1.Skema Gambar Skemaabsorpsi absorpsidan danemisi emisi foton foton oleh nanopartikel luminesensi. nanopartikel luminesensi. Pengujian
efisiensi
kuantum
tem pengujian efisiensi kuantum yang lebih sederhana dan murah. TINJAUAN Penelitian iniPUSTAKA dilakukan untuk memanfaatkan lamSeperti yang telah diuraikan di atas, efisiensi pu LED (light emitting diode) biru sebagai sumber eksitasi untuk mengukur efisiensi kuantum bergantung pada kuantum jumlah nanopartikel foton yang luminesensi. penelitianPada ini dilakukan mulai terabsorpsi Tahapan dan teremisikan. bagian ini akan dari perakitan peralatan perhitungdibahas prinsip dasarpengukuran, perhitungananalisis efisiensi kuantum an khususnya efisiensi kuantum, percobaan pengukuran efisiensi perhitungan metode langsung. kuantum beberapa sampel quantum sampailangsung memPada dasarnya, perhitungan dot, metode bandingkan hasil pengukuran yang didapat dengan hadilakukan dengan menganalisis dan membandingkan sil spektrum pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan emisi fotoluminesensi tanpa sampel dan peralatan pengukuran efisiensi kuantum komersial.
biasannya
jumlah foton yang diemisikan [3, 4] seperti terlihat pamembutuhkan peralatan yang cukup rumit dan mahal. da Gambar 1. Secara besar pengukuran efisiensididefinisikkuantum Pada garis cara pertama, efisiensi kuantum dengan cararasio perhitungan jumlah elektron foton terabsorpsi dan an sebagai laju peluruhan secara radiafoton teremisikan dapat dilakukan melalui dua metode, tif dengan laju peluruhan elektron total (secara radiatif yaitunonradiatif) metode perbandingan dan metode langsung. Pada dan [1, 2]. Perhitungan efisiensi kuantum metode perbandingan, absorpsi dan emisi dengan cara pertama membutuhkan peralatan yang safotoluminesensi sampel luminesensi ngat rumit dan mahal. Olehnanopartikel karena itu pada penelitian ini, perhitungan efisiensi kuantum difokuskan melalui dibanding dengan absorpsi dan emisi fotoluminesensi cara yang kedua. Pada kasus idealseperti yang ditandai denanopartikel luminesensi standar Rhodamine ngan nilaidye efisiensi kuantum jumlahnilai fo6G, atau organik lainnya100% yang berarti telah diakui ton yangkuantumnya diabsorpsi sama jumlah foton yang efisiensi [5,6]. dengan Pada metode langsung atau diemisikan. Pada kenyataan, hal ini akan sulit terjadi metode mutlak, pengukuran efisiensi kuantum karena adanya disipasi energi saat elektron dalam nadilakukan tanpa material pembanding [7,8]. nopartikel kembali ke pita valensi. Pengukuran dengan metode perbandingan memiliki Pengujian efisiensi kuantum biasannya membutuhkkelemahan diantaranya waktu pengukuran yang cukup an peralatan yang cukup rumit dan mahal. Secara garis lama, perhitungan secara manual yang cukup rumit besar pengukuran efisiensi kuantum dengan cara perdan nilai efisiensi kuantum yang bergantung pada hitungan jumlah foton terabsorpsi dan foton teremisikpersiapan sampel ujimelalui dan material standard. an dapat dilakukan dua metode, yaitusehingga metode metode ini tidak memberikan sangat perbandingan dan bisa metode langsung. nilai Pada yang metode pertepat [8]. Metode pengukuran biasanya lebih bandingan, absorpsi dan emisilangsung fotoluminesensi samcepat karena persiapan sampel uji yang dengan cepat dan pel nanopartikel luminesensi dibandingkan abperhitungan yang dapat dilakukan secara luminedigital sorpsi dan emisi fotoluminesensi nanopartikel dengan menggunakan pemograman komputer. sensi standar seperti Rhodamine 6G, atau dye organik lainnya yang telah diketahui nilai efisiensi Pengukuran efisiensi kuantum dengankuantummetode nya [5, 6]. Pada metode langsung atau metode mutlak, langsung menggunakan lampu putih yang dikondisikan pengukuran kuantum dilakukantertentu, tanpa matedan difilter efisiensi untuk panjang gelombang bola rial pembanding [7, 8]. namun demikian, pengukuran integrasi (integrating sphere) dan fotospektrometer. dengan metode perbandingan memilikiyang kelemahan, di Peralatan pengujian efisiensi kuantum komersial antaranya waktu pengukuran yang cukup lama, perhitelah dapat ditemukan seperti peralatan yang tungan secara manual yang cukup rumit, dan nilai efidikeluarkan oleh perusahaan Hamamatsu. Alat yang siensi kuantum yang bergantung pada persiapan samdikeluarkan oleh produsen ini telah digunakan oleh pel uji dan material standar. Akibatnya, metode ini banyak peneliti untuk mengukur efisiensi kuantum tidak bisa memberikan nilai yang sangat tepat [8]. karena dapat hasil yang baikbiasadan Di sisi lain, memberikan metode pengukuran langsung terpercaya. Namun peralatan ini tergolong mahal dan nya lebih cepat karena persiapan sampel uji yang cerumit masih menggunakan monokromator pat dankarena perhitungannya dapat dilakukan secara digiuntuk memfilter panjangpemrograman gelombang eksitasi. tal dengan menggunakan komputer.Oleh Pekarena itu, diperlukan ngukuran efisiensi kuantumsebuah dengansistem metodepengujian langsung efisiensi kuantum yang lebih sederhana dan murah. menggunakan lampu putih yang dikondisikan dan difilter untuk ini panjang gelombang tertentu, bola integrasi Penelitian bertujuan memanfaatkan lampu LED (integrating sphere), fotospektrometer. (light emitting diode)dan biru sebagai sumberPeralatan eksitasi pengujian efisiensi kuantum yang komersial telah da-
dengan sampel [8]. Untuk menghasilkan spektrum yang baik, semua pengukuran dilakukan di dalam bola 2. integrasi. TinjauanPengujian pustaka efisiensi kuantum metode langsung menjadi dua jenis metode yaitu Seperti yangdapat telahdibagi diuraikan di atas, efisiensi kuanmetode pengukuran metode tum bergantung pada 3-tahap jumlah dan foton yangpengukuran terabsorpsi2dantahap teremisikan. Pada bagian3-tahap, ini akanpengukuran dibahas prinsip [8,9]. Pada metode terdiri dasar kuantum khususnya perhidariperhitungan spektrum efisiensi laser tanpa sample, spektrum laser tungan metode langsung. dengan sampel yang diletakkan bukan di arah Pada dasarnya, metode langsung penjalaran sinar perhitungan laser, dan spektrum gabungandilalaser kukan dengan menganalisis dan membandingkan dengan sampel [8,9]. Metode ini dilakukanspekuntuk trum emisi fotoluminesensi tanpa absorbsi sampel dan dengan menghindari salah perhitungan berulang dari sampel [8]. Untuk menghasilkan spektrum yang baik, sampel akibat kuatnya sinar laser dan pantulan sinar semua pengukuran dilakukan di dalam bola integralaser yang digunakan di dalam bola integrasi. Pada si. Pengujian efisiensi kuantum metode langsung dametode 2-tahap, pengukuran hanya dilakukan pada pat dibagi menjadi dua jenis, yaitu metode pengukuran spektrum sumber pengukuran eksitasi tanpa sampel 3 tahap dan metode 2 tahap [8,dan 9]. spektrum eksitasi dengan sample [8]. Pada metode ini, sinar Pada metode 3 tahap, pengukuran terdiri dari spekeksitasi yang digunakan biasanya cahaya trum laser tanpa sampel, spektrum laser dengan samdari lampu putih yang difilter atau pelmonokromatik yang diletakkan bukan di arah penjalaran sinar lasumber cahaya lain yang tidak bersifat koheren. ser, dan spektrum gabungan laser dengan sampel [8,9]. Penggunaan sumberuntuk cahaya yang tidak koheren Metode ini dilakukan menghindari salah perhimembuat pengukuran dilakukan tahap tungan absorbsi berulang cukup dari sampel akibat dua kuatnya sinar laser diperkirakan dan pantulan pantulan sinar lasersinar yang di digunakan di karena dalam bola dalam bola integrasi. integrasi tidak akan terlalu kuat untuk mengeksitasi Pada metode 2 tahap, pengukuran hanya dilakukkembali sampel di dalam bola integrasi. Dalam an penelitian pada spektrum sumber eksitasi tanpa sampel dan ini, sumber cahaya eksitasi yang digunakan spektrum eksitasi dengan sampel [8]. Pada metode adalah lampu LED biru, sehingga metode pengukuran ini,2-tahap sinar eksitasi biasanya cahaya mosudah yang cukupdigunakan baik untuk mengukur efisiensi nokromatik dari lampu putih yang difilter atau sumber kuantum.
cahaya lain yang tidak bersifat koheren. Penggunaan sumber cahaya yang tidak koheren membuat pengukuran cukup dilakukan dua tahap karena diperkirakan pantulan sinar di dalam bola integrasi tidak akan terlalu kuat untuk mengeksitasi kembali sampel di dalam bola integrasi. Penelitian ini mengguankan metode 2
40
ISNAENI — PENGARUH SUMBER EKSITASI...
ngan fotospektrometer memberikan panjang geintensitas yang fotoluminesensi sebanding dengan ju lombang terukur bersifat diskrit (tidak kontinu). Hal energiperhitungan foton yang terukur. penelitian ini, ju ini menyebabkan jumlah foton Dalam dilakukan foton dihitung berdasarkan persamaan berikut. secara diskrit dengan menggunakan asumsi intensitas fotoluminesensi sebanding dengan jumlah energi foton yang terukur. Dalam penelitian ini, jumlah foton !! dihitung berdasarkan persamaan berikut !!!( )
!"#$%ℎ!!"#"$ =
Jumlah foton =
l =b
aI(l ) , hc/l l =a
Â
!! (2)
ℎ!!
di mana I(ldengan ) adalah intensitas fotoluminesensi I(λ) adalah intensitaspada fotoluminesensi panjang gelombang l yang diasumsikan sebanding depanjang gelombang λ yang diasumsikan seban ngan total energi foton pada panjang gelombang ter! dengan totalPlanck, energi fotonkecepatan pada panjang gelom sebut, h adalah konstanta c adalah Gambar Spektrum fotoluminesensi tanpa dan de- dan Gambar 2. 2.Spektrum fotoluminesensi tanpa cahaya padatersebut, ruang vakum, serta akonstanta dan b menandakngan sampel yang digunakan untuk menghitung efisih adalah Plank, c adalah kecep dengan sampel yang digunakan untuk menghitung an rentang panjang gelombang yang dihitung. Pada ensi kuantum. cahaya pada ruang vakum, a dan b menand efisiensi kuantum. penelitian ini kami menggunakan asumsi bahwa intenrentang sebanding panjang dengan gelombang sitas fotoluminesensi jumlahyang energi dihitung. Pene tahap dengan sumber cahaya eksitasi yang digunakan foton dengan pembanding (a).asumsi Pada prin- bahwa Pada metode pengukuran 2-tahap, pengukuran inikonstanta menggunakan inten adalah lampu LED biru. sipnya, konstanta pembanding yang menghubungkan pertama Pada yang dilakukan adalah pengukuran spektrum fotoluminesensi sebanding dengan jumlah energi metode pengukuran 2 tahap, pengukuran perintensitas fotoluminesensi dengan jumlah foton bersumber eksitasi, seperti yang ditunjukkan dengan konstanta pembanding (α). Pada prinsi tamacahaya yang dilakukan adalah pengukuran spektrum sum- oleh gantung pada sensitivitas fotospektrometer yang diacahaya eksitasi, seperti yang ditunjukkan olehSpektrum kursumsikan tetap untuk semuapembanding panjang gelombangyang terukurvaberberwarna hitam pada Gambar 2. konstanta menghubun va berwarna hitam pada Gambar 2. Spektrum fotokur. Ini mengakibatkan konstanta pembanding diabafotoluminesensi tanpa sampel memberikan informasi intensitas fotoluminesensi dengan jumlah luminesensi tanpa sampel memberikan informasi tenikan dalam perhitungan efisiensi kuantum, yaitu Pers. tentang sumber cahaya yang digunakan tangintensitas intensitas sumber cahaya yang digunakan saja tan- saja (1) dan (2). bergantung pada sensitivitas fotospektrometer, pengaruh spektrum emisi sampel. Pengukuran ketanpapapengaruh spectrum emisi sampel. Pengukuran diasumsikan tetap untuk semua panjang gelom dua dilakukan dengan meletakkan sampel nanoparti3. Metode pengukuran keduakel luminesensi dilakukandi dalam dengan meletakkan sample terukur, sehingga konstanta pembanding ini diaba bola integrasi sehingga nanoPengukurandalam efisiensiperhitungan kuantum dilakukan dengan meng- Pers (1) dan nanopartikel luminesensi dalam integrasi efisiensi kuantum partikel akan tereksitasi olehdi sumber cahayabola dan menggunakan lampu LED biru, bola integrasi, fotospektrohasilkan emisi sampel seperti yang ditunjukkan oleh sehingga nanopartikel akan tereksitasi oleh sumber meter, dan komputer seperti yang terlihat pada Gamkurva berwarna merah dalam Gambar 2. Spektrum cahaya dan menghasilkan emisi sampel METODE bar 3a. Lampu LED biruPENGUKURAN yang digunakan berbentuk fotoluminesensi dengan sampel memiliki duaseperti puncak, yang LED chip tipe LED5050 berukuran 500 µm ⇥ 500 dilakukan de ditunjukkan oleh kurva merahemi-dalam Pengukuran efisiensi kuantum yaitu puncak sumber cahaya berwarna eksitasi dan puncak µm yang ditempatkan dalam dudukan LED berbahan si nanopartikel luminesensi. Pada spektrum ini, inGambar 2. Spektrum fotoluminesensi dengan sampel menggunakan lampu LED biru, bola integ plastik berukuran 5 mm ⇥ 5 mm tanpa penutup dan tensitas sumber cahaya eksitasi yang terukur pasti lememiliki dua puncak, yaitu puncak sumber cahaya fotospektrometer dan panjang komputer memiliki puncak emisi spektrum pada gelom-seperti yang te bih rendah daripada intensitas spektrum pertama. Perbang 405 nm. Lampu LED biru ini ditempatkan di atas eksitasi danintensitas puncaksumber emisicahaya nanopartikel luminesensi. pada Gambar 3.a. Lampu LED biru yang digun bedaan eksitasi antara kurdudukan khusus LED untuk bola integrasi. Fotospekva pertama dan kedua sebanding dengan jumlah foton Pada spektrum ini, intensitas sumber cahaya eksitasi berbentuk LED chip tipe LED5050 berukuran 50 trometer dihubungkan dengan masukan fiber optik dan yang diabsorpsi oleh nanopatikel luminesensi, seperti yang yang terukur pasti oleh lebih rendah daripadabiruintensitas x 500µm yang oleh ditempatkan dalam dudukan spektrum diolah dan ditampilkan komputer. Boditunjukkan daerah yang berwarna pala integrasi yang digunakan berukuran diameter 30 cm spektrum pertama. Perbedaan intensitas sumber cahaya da Gambar 2. Perbedaan spektrum emisi pada daerah berbahan plastik berukuran 5mm x 5mm tanpa pen seperti yang terlihat pada Gambar 3b. puncak emisi kurva sampel antara kurvadan pertama dan kedua eksitasi antara pertama kedua sebanding dan memiliki puncak emisi spektrum pada pan Bagian dalam bola integrasi dilapisi dengan matemenunjukkan jumlah foton yang diemisikan olek nadengan jumlah foton yang diabsorpsi oleh nanopatikel gelombang nm. tidak Lampu LED biru ditempatk rial teflon berwarna putih405 sehingga ada cahaya nopartikel luminesensi, seperti yang ditunjukkan oleh yang diabsorpsi oleh bola integrasi. Semua cahaya luminesensi seperti hijau yangpada ditunjukkan daerah berwarna Gambar 2.oleh Luasdaerah daerah yang atas dudukan khusus LED untuk bola integ akan terpantul dan tertangkap oleh fotospektrometer. biru dan hijau kemudian dianalisis untuk mendapatkberwarna biru pada Gambar 2. Perbedaan spektrum Fotospektrometer dihubungkan dengan masukan Sampel nanopartikel luminesensi diletakkan di depan an perkiraan jumlah foton sebenarnya, sehingga diemisidapatkan pada daerah puncak emisi sample antara kurva dan spektrum dan ditampilkan lampu LEDoptik biru sehingga semua bagiandiolah nanopartikel efisiensi kuantum sesuai persamaan berikut tereksitasi dengan baik. Dalam penelitian ini, nanoparpertama [3, 8]dan kedua menunjukkan jumlah foton yang komputer. Bola integrasi yang digunakan beruk tikel yang digunakan adalah 14 sampel quantum dot diemisikan olek nanopartikel luminesensi, seperti yang diameter 30 cm seperti yang terlihat pada Gambar Jumlah foton teremisikan yang memberikan luminesensi warna hijau hingga me. (1) Efisiensi kuantum = ditunjukkan oleh daeraj Jumlah berwarna hijau pada Gambar foton terabsorpsi dalam dilapisi de rah sebagaimanaBagian terlihat pada Tabel 1.bola Semuaintegrasi sampel adalah quantum dot koloid yang terdispersi secara baik 2. LuasPengukuran daerah biru dan hijau kemudian dianalisis material Teflon berwarna putih sehingga tidak spektrum fotoluminesensi dilakukan dedalam larutan toluene atau air. untuk mendapatkan perkiraan jumlah foton
sebenarnya, sehingga didapatkan efisiensi kuantum sesuai persamaan berikut [3,8]. 41
!"#$#%&$#!!"#$%"& = !
!"#$%!!!"#"$!!"#"$%&%'() !"#$%!!!"#"$!!"#$%&'#(&)
(1)
cahaya yang diabsorpsi oleh bola integrasi. Se cahaya akan terpantul dan tertangkap fotospektrometer. Sampel nanopartikel lumine diletakkan di depan lampu LED biru sehingga se bagian nanopartikel tereksitasi dengan baik. D penelitian ini, nanopartikel yang digunakan adala sampel kuantum dot yang memberikan lumine
TELAAH 32 (2), 39-46 (2014)
tahap pengukuran sebagai berikut. Spektrum LED direkam terlebih dahulu tanpa sampel. Spektrum pengukuran.diberi Pada setiap tahap namapengukuran, spektrumdilakukan fotoluminesensi tanpa sam pengukuranPengukuran sebagai berikut. Spektrum LED biru diretahap kedua dilakukan dengan meleta kam terlebih dahulu tanpa sampel. Spektrum ini diberi satufotoluminesensi sampel di atas LED biru Pedan diukur spek nama spektrum tanpa sampel. ngukuran tahap kedua dilakukan dengan meletakkan fotoluminesensinya. Spektrum yang didapatkan d satu sampelnama di atas fotoluminesensi LED biru kemudian diukur spekdengan sampel. Dari k trum fotoluminesensinya. Spektrum yang didapatkan tersebut, efisiensi dihitung de diberi namaspektrum fotoluminesensi dengan sampel.kuantum Dari kedua spektrum tersebut, efisiensi kuantum1dihitung menggunakan Persamaan dan 2. Rentang pan dengan menggunakan Pers. (1) dan (2). Rentang pan- menghitung f gelombang yang dipilih untuk jang gelombang yang dipilih untuk menghitung foton adalah dari panjang terabsorpsi terabsorpsi adalah mulai dari 350 nm hingga 500 nm.gelombang 350 Sedangkan hingga untuk menghitung foton teremisi 500 nm. jumlah Sedangkan untuk menghitung ju digunakan rentang panjang gelombang antara 501 foton teremisikan digunakannm rentang pan hingga 700 nm. 501 nm hingga 700 nm. Sebagaigelombang pengukuran antara pembanding, setiap sampel yang sama diukur efisiensi kuantumnya dengan mengSebagai pengukuran pembanding, setiap sa gunakan alat pengukur efisiensi kuantum komersial yang sama diukur efisiensi kuantumnya de standar dari Hamamatsu tipe C9920-02G. Pengukurmenggunakan alat lima pengukur an tiap sampel juga dilakukan hingga kali untuk efisiensi kua ! mendapatkan deviasi hasil pengukuran. komersial standard dari Hamamatsu tipe C9920Gambar 3. Skema pengujian efisiensi dengan Gambar 3. Skema pengujian efisiensi kuantum kuantum deSetiap sampel dilakukan pengukuran hingga lima lampu (a),dilakukan dan yang dilakukan dengan bola lampungan LED biruLED (a) biru yang menggunakan 4. Hasil dan pembahasan untuk mendapatkan deviasi hasil pengukuran. menggunakan bola integrasi (b). integrasi (b). Pengukuran efisiensi kuantum dilakukan dengan meng-
ukur spektrum fotoluminesensi LED biru tanpa samHASIL DAN pel dan spektrum LED biru PEMBAHASAN dengan sampel quantum Pengukuran efisiensimenunjukkkuantum dilakukan de dot. Gambar 4a dan 4b masing-masing Tabel Sampel 1. Daftar sampel dot yang Jenis14 quantum dot kuantum Jumlah deposisi an pancaranmengukur cahaya LEDspektrum biru tanpa sampel dan panfotoluminesensi LED biru t digunakan untuk mengukur (pelarut) efisiensi kuantum. (µL) caran LED biru dengan quantum dot merah sampel sampel4b,dan LED biru dengan sa C01 CdSe 630 (toluene) 5 C04. Pada Gambar terlihatspektrum pancaran emisi didomiC02 CdSe 620 (toluene) 10 No Sampel Jenis Kuantum Jumlah kuantum dot. sebagian Gambar 4abirudan asi oleh warna merah karena warna dari 4b masing-ma C03 CdSe 630 15 diabsorpsi oleh quantum dot untuk di- biru tanpa sa Dot(toluene) (pelarut) deposisi (µL) LED biru telah menunjukkan pancaran cahaya LED C04 CdSe 618 (air) 5 ubah menjadi pancaran warna merah. Dengan meng1 C01 CdSe618 630(air) (toluene) 5 dan biasa, pancaran LED biru dengan C05 CdSe 10 gunakan kamera pancaran warna merah terlihatkuantum dot m 2 C02 CdSe CdSe (toluene) 10 C06 530 630 (toluene) 5 sampel C04. Pada 4b terlihat pancaran e dominan, namun sebenarnya masihGambar terdapat pancaran C07 530 630 (toluene) 10 15 3 C03 CdSe CdSe (toluene) cahaya birudidomiasi yang sangatoleh kuat dari LED. Gambar 4a warna merah karena sebagian w C08 CdSe 530 (toluene) 15 dan 4b adalah adalah LED biru dan sampel quantum 4 C04 CdSe 618 (air) 5 biru dari pada LEDdudukan biru telah diabsorpsi C09 CdSe 530 (toluene) 20 dot yang ditempatkan LED sebelum di- oleh kuantum 5 C05 CdSe 10 C10 CdSe 540 618 (air) (air) 5 diubah menjadi warna merah. De masukkan ke dalam bola integrasi.pancaran Pada Gambar 4b C11 CdSe 10 6 C06 CdSe540 530(air) (toluene) 5 terlihat bahwa cahaya merah juga terlihat dari dudukan menggunakan kamera biasa, pancaran warna m C12 CdSe 15 10 7 C07 CdSe540 530(air) (toluene) LED dan sampel yang berbentuk segi empat. Sebagiterlihat dominan, namunoleh sebenarnya masih terd C13 CdSe 600 (toluene) 5 an cahaya merah quantum dot dipantulkan duduk8 C08 CdSe 530 (toluene) 15 C14 CdSe 600 (toluene) 10 biru oleh yangdudukan sangat kuat dari L an sampel, pancaran dan sebagaincahaya lagi diabsorpsi 9 C09 CdSe 530 (toluene) 20 sampel. Cahaya yang terabsorpsi oleh dudukan samGambar 4a dan 4b adalah adalah LED biru dan sa 10 C10 CdSe 540 (air) 5 pel LED memberikan kesalahan hasil pengukuran dan Persiapan pengukuran dilakukan sebagai berikut. dot yang ditempatkan pada dudukan perhitungankuantum efisiensi kuantum. 11 SetiapC11 CdSe 540 seperti (air) pada Tabel10 sampel, sesuai volume 1, disebelum dimasukkan ke dalampa-bola integrasi. Spektrum cahaya dari Gambar 4 ditampilkan 12 teteskan C12 CdSe 540yang (air)berukuran 5 cm 15⇥ 5 pada substrat gelas da Gambar Gambar 5. Kurva berwarna hitam dalam 4b terlihat bahwaGambar cahaya5 merah juga ter tebal 0.5CdSe mm. 600 Ukuran substrat gelas tersebut 13 cm danC13 (toluene) 5 menunjukkan spektrum fotoluminesensi LED biru tanukuran dudukan LED5050. 10 Samdudukan LED merah dan menunsampel yang berbe 14 disesusikan C14 dengan CdSe 600 (toluene) pa sampel, dari sedangkan kurva berwarna pel quantum dot dibiarkan mengering beberapa mesegiempat. Sebagian cahaya merah kuantum jukkan spektrum fotoluminesensi LED biru dengan samnit di dalam ruang asam untuk menjaga agar sampel pel quantumdipantulkan dot C04. Kedua kurva pada Gambar 5 dioleh dudukan sampel, dan sebagain tidak terkontaminasi. Setelah kering, sampel-sampel Persiapan pengukuran dilakukan sebagai berikut. tampilkan dalam skala log-log karena emisi kuantum tersebut siap diuji. Pengukuran setiap sampel dilakukdiabsorpsi olehSalahdudukan Cahaya Setiapan sampel, sesuai volume seperti pada Tabel 1, yang terdeteksi sangat rendah. satu contoh sampel. spekhingga lima kali untuk mendapatkan deviasi hasil Tabel 1. Daftar 14 sampel quantum dot yang digunakan untuk mengukur efisiensi kuantum.
diteteskan pada substrat gelas yang berukuran 5cm x 5cm dan tebal 0,5mm. Ukuran substrat gelas tersebut disesusikan dengan ukuran dudukan LED5050. Sampel kuantum dot dibiarkan mengering beberapa 42 menit di dalam ruang asam untuk menjaga agar sampel tidak terkontaminasi. Setelah kering, sampel-sample tersebut siap diuji. Pengukuran setiap sampel
terabsorpsi oleh dudukan sampel LED membe kesalahan hasil pengukuran dan perhitungan efis kuantum.
komputer tanpa tanpa campur campur tangan tangan operator operatorpemakai pemakai komputer (users).Hasil Hasilpengukuran pengukuransampel sampelC04 C04sebanyak sebanyaklima lima (users). kali menghasilkan efisiensi kuantum dan deviasi kali menghasilkan efisiensi kuantum dan deviasi ISNAENI —Hasil PENGARUH SUMBER EKSITASI... sebesar 14,13±0,2%. 14,13±0,2%. pengukuran sampelC04 C04 sebesar Hasil pengukuran sampel dengan teknik LED biru dan peralatan komersial dengan teknik LED biru dan peralatan komersial menghasilkannilai nilaiyang yangsedikit sedikitberbeda berbedanamun namundalam dalam menghasilkan dalam orde besaran yangsama. sama. Hal Hal ini menunjukkefisiensi kuantum komersial dengan proses orde besaran yang ini menunjukkan orde besaran efisiensi yang sama. Hal ini menggunakmenunjukkan an pengukuran pengukuran kuantum yang hampir sama dengan dengan LED biru, dan pengukuran efisiensi efisiensi kuantum denganmenggunakan menggunakan pengukuran kuantum dengan an nilai LEDefisiensi biru memberikan hasil yang sangatdihitung baik. oleh kuantum secara otomatis LEDbiru birumemberikan memberikanhasil hasilyang yangsangat sangatbaik. baik. LED
!! Gambar 4. Foto cahaya LED biru tanpa sampel (a) dan Gambar 4. Foto cahaya LED biru tanpa sampel (a) dan cahaya biru dengan dengan sample sample kuantum kuantum dot dot merah merah cahaya LED LED biru (b). (b).
Spektrum cahaya dari dari Gambar Gambar 44 terlihat terlihat pada pada Spektrum cahaya Gambar 5. Kurva berwarna berwarna hitam hitam dalam dalam Gambar Gambar 55 menunjukkan spektrum fotoluminesensi fotoluminesensi LED LED biru biru tanpa sampel, sedangkan sedangkan kurva kurva berwarna berwarna merah merah menunjukkan spektrum fotoluminesensi fotoluminesensi LED LED biru biru ! Gambar 4. Foto cahaya LED biru tanpa sampel (a) dan Foto cahaya LEDKedua biru tanpa sampel (a) denganGambar sampel 4. kuantum dot C04. C04. Kedua kurva pada kuantum dot kurva pada cahaya LED biru dengan sample kuantum dot merah dan5cahaya LED biru dengan sampel quantum dot meGambar ditampilkan dalam skala log-log karena dalam skala log-log karena (b). (b). emisi rah kuantum terdeteksi sangat sangat rendah. rendah. Salah Salah yang terdeteksi spektrum fotoluminesensi kuantum satu contoh fotoluminesensi kuantum dot Spektrum cahaya dari Gambar 4 terlihatdot pada 6. Pada spektrum Gambar 5.pada KurvaGambar berwarna hitam dalam Gambar 5 hijau trum terlihat Gambar 6. Pada spektrum fotoluminesensi quantum dot hijau terlihat pada Gambar 6. LEDspektrum menunjukkan fotoluminesensi LED biru sampel satu fotoluminesensi biru tanpa tanpa sampel terlihat terlihat satubiru Padasampel, spektrum fotoluminesensi LED biru tanpa samsedangkan kurvasekitar berwarna merah puncaktanpa emisi pada panjang gelombang 405nm. panjang gelombang sekitar 405nm. pel terlihat satu puncak emisi pada panjang gelommenunjukkan spektrum fotoluminesensi LED biru Pada spektrum fotoluminesensi fotoluminesensi LED LED biru biru dengan dengan bang sekitar 405 nm. Pada fotoluminesensampel dot spektrum C04. Kedua pada dot kuantum C04 dua emisi, sampeldengan kuantum C04 terlihat terlihat dua puncak puncakkurva emisi, si LED biru dengan sampel quantum dot C04 terlihat Gambaremisi 5 ditampilkan dalampanjang skala gelombang log-log karena LED biru yaitu puncak biru pada pada panjang gelombang dua emisi, yaitu puncak emisi LED biruSalah pada emisipuncak kuantum yang terdeteksi sangat rendah. emisi kuantum dot pada panjang 405nmpanjang dan puncak emisi kuantum dot pada panjang gelombang 405 nm dan puncak emisi quansatu contoh spektrum fotoluminesensi kuantum dot gelombang 618nm yang warna merah. gelombang 618nm yang memberikan memberikan warna merah. tum dot pada panjang gelombang 618 nm yang memhijau terlihat pada Gambar 6. Pada spektrum Gambar insetwarna di dalam 55 menunjukkan berikan merah. Gambar inset di dalam Gambar Gambar inset di dalam Gambar menunjukkan fotoluminesensi LED biru tanpa sampel terlihat satu 5 menunjukkan perbedaan spektrum LED dengan dan perbedaan spectrum LED dengan dan sampel perbedaan spectrum LED dengan dan tanpa tanpa sampel puncak emisi pada sekitar 405nm. tanpa sampel untukpanjang rentanggelombang panjang gelombang sekiuntuk rentang panjang gelombang sekitar 405 nm. untuk Pada rentang panjangfotoluminesensi gelombang sekitar 405 dengan nm. LED terlihat biru tar 405spektrum nm. Pada gambar insetintensitas tersebut bahwa Pada gambar inset terlihat bahwa spektrum Pada gambar terlihat bahwa intensitas spektrum sampel inset kuantum dotfotoluminesensi C04 terlihat dua intensitas spektrum LEDpuncak denganemisi, samfotoluminesensi LED dengan sampel kuantum dot fotoluminesensi LED dengan sampel kuantum dot yaitu puncak emisi LED biru pada panjang gelombang pel quantum dot lebih rendah daripada spektrum fotolebih rendah rendah fotoluminesensi LED 405nm dari dan pada puncak emisi kuantum panjang lebih dari pada spektrum fotoluminesensi LED luminesensi LED spektrum tanpa sampel. Haldot ini pada menunjukkan tanpa sampel. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi gelombang 618nm yang memberikan warna merah. bahwa telah terjadi penyerapanbahwa cahayatelah LEDterjadi biru oleh tanpa sampel. Hal ini menunjukkan penyerapan cahaya LED biru oleh sampel kuantum dot Gambar insetLED didotbiru dalam Gambar 5kuantum menunjukkan sampel quantum C04. Untuk sampel C04, jumlah penyerapan cahaya oleh sampel dot C04. Untuk Untuk sampel C04, jumlah perhitungan foton perhitungan foton terabsorpsi berjumlah 143600, seperbedaan spectrum LED dengan dan tanpa sampel C04. sampel C04, jumlah perhitungan foton dangkan jumlahpanjang foton teremisikan sebesar 16672, seterabsorpsi berjumlah 143.600, sedangkan jumlah untuk rentang gelombang sekitar 405 nm. terabsorpsi berjumlah 143.600, sedangkan jumlah efisiensi kuantum sampel C04 sebesar 11.61%. Pada gambar inset terlihat bahwa intensitas spektrum foton hingga teremisikan sebesar 16.672, sehingga efisiensi foton Perlu teremisikan sebesardalam 16.672, sehinggaini,efisiensi digarisbawahi perhitungan jumlah fofotoluminesensi LED sebesar dengan sampel kuantum sampel C04 11.61%.kuantum Perlu dot kuantum sampel C04 sebesar 11.61%.jumlah Perlu ton terabsorpsi dan teremisikan bukanlah foton lebih rendah dari perhitungan pada spektrumini, fotoluminesensi digarisbawahi dalam jumlah fotonLED digarisbawahi dalamkarena perhitungan ini, jumlah foton sesungguhnya terdapat konstanta pembanding tanpa sampel. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi terabsorpsi dan teremisikan bukanlah jumlah foton (a) dalam (2) yang bukanlah tidak diperhitungkan dalam terabsorpsi dan Pers teremisikan jumlah foton penyerapan cahaya LED biru oleh sampel kuantum sesungguhnya, konstanta pembanding dot penelitiankarena ini. terdapat sesungguhnya, karena terdapat konstanta pembanding C04. Pers Untuk C04, diperhitungkan jumlah perhitungan foton (α) dalam (2)sampel yang tidak Pengukuran sampel C04diperhitungkan dilakukan limadalam kali dan (α) dalam Pers (2)berjumlah yang tidak terabsorpsi 143.600, sedangkandalam jumlah penelitian ini. efisiensi Pengukuran sampel C04deviasi dilakukan lima didapat quantum dot dan 11.61±0.6%. penelitian Pengukuran sampel C04 dilakukan lima fotonini.teremisikan 16.672, sehingga efisiensi Deviasi yangefisiensi cukupsebesar kecil menandakan pengukuran kali dan didapat kuantum dot dan deviasi efikali dan didapat efisiensiC04 kuantum dot 11.61%. dan deviasi kuantum sampel sebesar Perlu siensi kuantum penelitian 11,61±0,6%. Deviasidengan yang metode didapatdalam cukup kecil ini digarisbawahi dalam perhitungan ini, jumlah foton 11,61±0,6%. Deviasi yang didapat cukup kecil benar dan tepercaya. Kemudian, pada sampel kuanmenandakan pengukuran efisiensibukanlah kuantumjumlah dengan terabsorpsi dan teremisikan foton tum yang sama dilakukan pengujian dengandengan menggumenandakan pengukuran efisiensi kuantum metodesesungguhnya, dalam penelitian ini benarkonstanta dan terpercaya. karena terdapat pembanding peralatan pengujian efisiensidan kuantum komersimetodenakan dalam penelitian ini benar terpercaya. Kemudian, sampel kuantum yangyang sama dilakukan (α) dalam Pers (2) yang tidak diperhitungkan dalam al dengan proses pengukuran hampir sama deKemudian, sampel kuantum yang sama dilakukan pengujian dengan menggunakan peralatan pengujian ngan LED ini. biru,Pengukuran dan nilai efisiensi secaralima otopenelitian sampel kuantum C04 dilakukan pengujian dengan menggunakan peralatan pengujian matis dihitung olehefisiensi komputerkuantum tanpa campur tangan opekali dan didapat dot dan deviasi rator pemakai Deviasi (user). Hasil sampelkecil C04 11,61±0,6%. yang pengukuran didapat cukup sebanyak limapengukuran kali menghasilkan efisiensi kuantum dan menandakan efisiensi kuantum dengan deviasi sebesar 14.13 ± 0.2%. Hasil pengukuran sammetode dalam penelitian ini benar dan terpercaya. pel C04 dengan teknik LED biru dan peralatan komerKemudian, sampel kuantum yang sama dilakukan sial menghasilkan nilai yang sedikit berbeda namun pengujian dengan menggunakan peralatan pengujian
komputer tanpa campur tangan operator pemakai (users). Hasil pengukuran sampel C04 sebanyak lima kali menghasilkan efisiensi kuantum dan deviasi sebesar 14,13±0,2%. Hasil pengukuran sampel C04 dengan teknik LED biru dan peralatan komersial menghasilkan nilai yang sedikit berbeda namun dalam orde besaran yang sama. Hal ini menunjukkan pengukuran efisiensi kuantum dengan menggunakan LED biru memberikan hasil yang sangat baik.
! ! Gambar biru tanpa sampel Gambar Fotoluminesensi tanpa sampel Gambar 5.5. 5.Fotoluminesensi FotoluminesensiLED LEDbiru biru tanpa sampel (kurva hitam) C04 (kurva merah) (kurva dengan sampel C04 (kurva merah) (kurvahitam) hitam)dan dandengan dengansampel sampel C04 (kurva merah) (a). Inset menunjukkan perbandingan fotoluminesensi (a). Inset menunjukkan perbandingan fotoluminesensi (a). Inset menunjukkan perbandingan fotoluminesensi yangmenunjukkan menunjukkan besarnya foton foton terabsorpsi (b). yang (b). yang menunjukkanbesarnya besarnya fotonterabsorpsi terabsorpsi (b).
! Gambar 5. Fotoluminesensi LED biru tanpa sampel (kurva hitam) dan dengan sampel C04 (kurva merah) (a). Inset menunjukkan perbandingan fotoluminesensi yang menunjukkan besarnya foton terabsorpsi (b).
! ! Gambar 6. Tumpang tindih spektrum fotoluminesensi Gambar 6. Tumpang tindih spektrum fotoluminesensi Gambar 6. Tumpang tindih spektrum fotoluminesenantara spektrum LED biru dan emisi kuantum dot si antaraspektrum spektrum LED LED biru dot dot antara biru dan danemisi emisiquantum kuantum untuk sample C09. untuk untuk sampel sampleC09. C09. Lebih lanjut, pengukuran dilakukan untuk semua Lebih lanjut,dot pengukuran dilakukan untuk semua sampel quantum seperti yang telah ditampilkan Lebih lanjut, pengukuran dilakukan untuk pasemua sampel kuantum dot seperti yang telah ditampilkan ! da Tabel 1. Perbandingan efisiensi kuantum juga dilasampel kuantum dot tindih sepertispektrum yang telah ditampilkan Gambar 6. Tumpang fotoluminesensi pada Tabel 1. Perbandingan efisiensi kuantum juga kukan dengan membandingkan hasil pengukuran LED pada Tabel 1. Perbandingan efisiensi kuantum juga antara spektrum LED biru dan emisi kuantum dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran biru dengan peralatan komersial untuk 14 sampel qu-dot dilakukan dengan membandingkan hasilGambar pengukuran untuk sample C09. antum dot seperti yang ditunjukkan 7. LED biru dengan peralatan komersialpada untuk 14 sampel LED biru dengan peralatan komersial untuk 14 sampel Efisiensi kuantum 14 sampel quantum dot ditunjukkkuantum dot seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6. kuantum dot yang ditunjukkan pada Gambar an dengan titikseperti merah. Garis biru putus-putus pada 6. Efisiensi kuantum sampel kuantum dot untuk ditunjukkan Lebih lanjut,14 pengukuran dilakukan semua Gambar tersebut adalah garis kuantum ideal yangdot menandakEfisiensi7 kuantum 14 sampel ditunjukkan sampel kuantum dot seperti yang telah ditampilkan an nilai pengukuran efisiensi kuantum dengan LED biTabel 1.nilai Perbandingan kuantum kojuga ru pada sama dengan pengukuranefisiensi dengan peralatan dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran mersial. Semua efisiensi kuantum sampel quantum dot LED di biru dengan peralatan komersial untuk 14 sampel berada sekitar garis ideal. Hal ini menandakan bahdot seperti yang ditunjukkan Gambar 6. wakuantum pengukuran efisiensi kuantum denganpada menggunakEfisiensi kuantum 14 sampel kuantum dot ditunjukkan
43
dengan nilai pengukuran dengan peralatan komersial. Semua efisiensi kuantum sampel kuantum dot berada di sekitar garis ideal. Hal ini menandakan bahwa TELAAH 32 (2), 39-46 (2014) pengukuran efisiensi kuantum dengan menggunakan LED biru memberikan hasil yang relative sama dengan pengukuran dengan peralatan komersial. Secara an LED biru memberikan hasil yang relatif sama dekeseluruhan, tingkat akurasi pengukuran efisiensi ngan pengukuran dengan peralatan komersial. Secara kuantum dengan LED biru sebesar 88,4% keseluruhan, tingkat akurasi pengukuran efisiensi kudibandingkan hasil pengukuran dengan peralatan antum dengan LED biru sebesar 88.4% dibandingkan komersial. Dalam penelitian nilai efisiensi hasil pengukuran dengan peralatanini, komersial. kuantum yang diperoleh dengan pengukuran Dalam penelitian ini, nilai efisiensi kuantum lampu yang LED biru dan peralatan komesial hanya berkisar diperoleh dengan pengukuran lampu LED biru danantara per10% 31%. Nilai ini antara jauh dibawah efisiensi alatanhingga komesial hanya berkisar 10% hingga 31%. Nilai ini jauh efisiensi quantum kuantum daridibawah kuantum dot kuantum dalam dari larutan pada dot dalam yang larutan pada umumnya umumnya berkisar pada nilaiyang 60%berkisar hingga pada 80%. nilai ini 60%disebabkan hingga 80%. Hal ini trjadi karena sampel Hal sampel yang digunakan dalam yang digunakan dalam penelitian ini adalah quantum penelitian ini adalah kuantum dot dalam bentuk kering dot dalam bentuk kering atau solid setelah diteteskan atau solid setelah diteteskan pada substrat. Setelah pada substrat. Setelah quantum dot tersebut kering, kuantum dot kering, oksidasi terjadi pada permukaan oksidasi terjadi pada permukaan quantum dot sehingkuantum dot sehingga dapat merusak stuktur ga dapat merusak stuktur permukaan quantum dot dan permukaan kuantum dot dan mengurangi nilai efisiensi mengurangi nilai efisiensi kuantumnya. kuantumnya.
Gambar kuantumyang yang Gambar7.7.Perbandingan Perbandingan nilai nilai efisiensi efisiensi kuantum diukur dengan teknik LED biru dengan peralatan diukur dengan teknik LED biru dengan peralatan komersial untuk 14 sampel quantum dot. Urutan komersial untuk 14 sampel kuantum dot. sampel Urutan ditandaiditandai dengan angka dalam kurung sesuai Tabelsesuai 1. sample dengan angka dalam kurung
!
Tabel 1. Hasil pengukuran dengan menggunakan LED biHasilmemberikan pengukuran nilai dengan menggunakan LED biru ru tidak efisiensi yang sama persis denganmemberikan hasil pengukuran dengan peralatan komersial tidak nilai efisiensi yang sama persis dikarenakan faktor, antara lain kerataan ekdengan hasil beberapa pengukuran dengan peralatan komersial sitasi (excitation uniformity) dan tumpang tindih spekdikarenakan beberapa faktor, antara lain kerataan trum. (excitation uniformity) dan tumpang tindih eksitasi Kerataan eksitasi disebabkan oleh posisi relative spektrum. antara sumber eksitasi dengan sampel. Pada penguKerataan eksitasi disebabkan oleh posisi relative kuran dengan LED biru, sampel quantum dot diletakkantara sumber eksitasi dengan an tepat di depan LED biru tanpa lensa sampel. pemfokus Pada dan lensa penyearah. Hal ini menyebabkan sebaran lampu LED biru tidak merata mengenai seluruh sampel, sehingga ada bagian sampel yang mendapatkan eksitasi lebih tinggi dari pada bagian lainnya. Hal ini berbeda dengan sebaran cahaya eksitasi yang terdapat pada peralatan komersial. Cahaya eksitasi dimasukkan ke dalam bola integrasi dengan menggunakan fiber optic
44
sebaran lampu LED biru tidak merata mengenai seluruh sampel, sehingga ada bagian sampel yang mendapatkan eksitasi lebih tinggi dari pada bagian lainnya. Hal ini berbeda dengan sebaran cahaya eksitasi yang terdapat pada peralatan komersial. Cahaya eksitasi dimasukkan ke dalam bola integrasi dan dengan sampel diletakkan pada sisi yangoptik berlawanan di menggunakan fiber dan sampel dalam bola integrasi sehingga cahaya eksitasi telah terdiletakkan pada sisi yang berlawanan di dalam bola sebar merata di dalam bola sebelum mengenai sampel. integrasi sehingga cahaya eksitasi telah tersebar merata Hal ini memungkinkan eksitasi cahaya yang mengenai di dalam sebelum mengenai sampel. Hal ini sampel menjadibola seragam (uniform). Dalam penelitian menungkinkan eksitasi cahaya yang mengenai sampel ini bola integrasi yang digunakan untuk pengukuran seragam (uniform). penelitian ini bola LEDmenjadi biru berbeda jenis, ukuran,Dalam dan struktur dibanintegrasi yang komersial, digunakan untuk pengukuran LED biru dingkan peralatan sehingga sistem eksitasi seperti peralatan tidakstruktur dapat dilakukan. berbeda jenis, komersial ukuran dan dibandingkan Walaupun demikian nilai tingkat akurasi 88.4% sudah peralatan komersial, sehingga sistem eksitasi seperti menunjukkan bahwa teknik pengukuran dalam peneliperalatan komersial tidak dapat dilakukan. Walaupun tian demikian ini sudah dapat menentukan nilaidiandalkan tingkat untuk akurasi 88,4% ni-sudah lai efisiensi kuantum. menunjukkan bahwa teknik pengukuran dalam Faktor lain yang menyebabkan nilai efisiensi kupenelitian ini sudah dapat diandalkan untuk antum hasil penelitian ini tidak sama dengan peralatmenentukan nilaioverlapping efisiensi kuantum. an komersial adalah spectra atau tumpang Faktor lain yang menyebabkan nilaitanpa efisiensi tindih spektra fotoluminesensi antara LED biru kuantum hasil penelitian ini tidak sama dengan dan dengan sampel. Tumpang tindih spektrum terliperalatan adalah hat jelas untukkomersial quantum dot hijauoverlapping sampel C06spectra hingga atau C12.tumpang Gambartindih 6 memperlihatkan spektra fotoluminespektra fotoluminesensi antara LED sensibiru LEDtanpa biru tanpa (kurva hitam padaTumpang Gambar 6)tindih dan dengan sampel. dan spektrum dengan sampel hijau pada Gambar 6). Paterlihat(kurva jelas untuk kuantum dot hijau sampel da panjang gelombang sekitar 500 nm terlihat dengan C06 hingga C12. Gambar 6 memperlihatkan spektra jelas tumpang tindih spektra antara LED biru dengan fotoluminesensi LED biru tanpa (kurva hitam pada emisi quantum dot. Sebelum ekor kurva LED biru Gambar 6) dan dengan sampel (kurva hijau pada kembali pada tingkat background, emisi quantum dot Gambar Pada panjang gelombang sekitar 500 nm sudah mulai 6). terlihat. Dalam perhitungan nilai efisiterlihat dengan jelas tumpang tindih spektra ensi dalam penelitian ini telah ditentukan bahwa ba-antara LED biru dengan emisi kuantum dot.terabsorpsi Sebelum ekor tas panjang gelombang perhitungan foton kurva LED biru kembali pada tingkat background, dan foton teremisikan pada panjang gelombang 500 nm. emisi Hal inikuantum menyebabkan kehilangan dot ada sudah mulai perhitungan terlihat. Dalam jumlah foton terabsorpsi dan jumlah tereksitasi perhitungan nilai efisiensi dalamfoton penelitian ini telah akibat tumpang tindih diukur. gelombang Kesaditentukan bahwaspektrum batas yang panjang lahan perhitunganfoton akibatterabsorpsi tumpah tindih ini perhitungan dan spektrum foton termisikan dapat dikoreksi dengan melakukan fitting spectrum fopada panjang gelombang 500 nm. Hal ini toluminesensi sehingga didapatkan spektrum LED bimenyebabkan ada kehilangan perhitungan jumlah ru dan emisi quantum dot yang tersendiri dan terpisah foton terabsorpsi jumlah fotonini, tereksitasi dengan benar. Namun dan dalam penelitian fitting ter-akibat tumpang tindih spektrum yang diukur. sebut tidak dilakukan karena diperlukan analisisKesalahan tamperhitungan akibat tumpah tindih spektrum bahan yang membuat sistem perhitungan menjadiinile-dapat dikoreksi dengan bih rumit dan tidak mudah melakukan dilakukan. fitting spectrum Hasil pengujian efisiensi 12 sampel qu- LED fotoluminesensi sehinggakuantum didapatkan spektrum antum dalam penelitian ini tersebar antara 10.37% dan birudotdan emisi kuantum dot yang tersendiri hingga 30.43%. Beberapa dot yang ini, terpisah dengan benar.sampel Namunquantum dalam penelitian sejenis memiliki efisiensi berbeda karena saat digunakfitting tersebut tidakyang dilakukan diperlukan an volume yang berbeda. Sampel C06 dan C07 menganalisis tambahan yang membuat sistem perhitungan gunakan jenis quantum dot yang sama, namun volume menjadi lebih rumit dan tidak mudah dilakukan. quantum dot yang digunakan berbeda dan didapatkan nilai efisiensinya berbeda. Pada dasarnya efisiensi kuantum adalah sifat intrinsik material yang tidak bergantung pada volume material. Namun, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan nilai efisiensi kuantum berbeda, seperti absorpsi berulang quantum dot dan ketebalan yang tidak sama antara sampel. Spektrum emisi quantum dot yang berbentuk seperti distri-
2 sampel ar antara antum dot beda saat dan C07 a, namun beda dan dasarnya rial yang mun ada an nilai berulang ma antara berbentuk distribusi hingga 2 ran yang memiliki ergi lebih ntum dot bih besar. berulang yebabkan Semakin semakin g terjadi kur akan kuantum um yang arenakan uji maka sehingga a lapisan efisiensi
pengaruh sumber a Gambar nya, arus mA yang menguji kan pula kan yang mpu LED um yang ng jelas, er cahaya efisiensi
ISNAENI — PENGARUH SUMBER EKSITASI...
5. Kesimpulan Dalam penelitian ini telah dilakukan pengukuran efisiensi kuantum nanopartikel luminesensi, khususnya quantum dot, dengan menggunakan sumber eksitasi LED biru. Tingkat keakuratan nilai efisiensi kuantum 14 sampel quantum dot yang dilakukan dengan teknik ini sebesar 88.4% dibandingkan dengan nilai efisiensi kuantum hasil pengukuran dengan alat komersial. Nilai efisiensi kuantum tidak bergantung pada kekuatan sumber cahaya LED biru. Perbedaan nilai efisiensi kuantum ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti absorpsi berulang quantum dot dan kesalahan per! hitungan yang diakibatkan oleh tumpang tindih spekGambar arus masukan masukandan dankekuatan kekuatan trum LED biru dan emisi quantum dot. Nilai efisienGambar 8. 8. Pengaruh Pengaruh arus si kuantum dipengaruhi oleh banyaknya quantum dot sumber cahayaLED LED terhadap nilai efisiensi sumber cahaya birubiru terhadap nilai efisiensi kuyang diuji yang dapat menyebabkan efek reabsorpsi. antum. kuantum. Pengembangan lebih lanjut diperlukan untuk memperbaiki kesalahan perhitungan foton terabsorpsi dan terbusi Gaussian melambangkan distribusi ukuran partiemisikan sehingga didapatkan nilai efisiensi kuantum KESIMPULAN kel quantum dot yang berbeda 1 nm hingga 2 nm [10]. Dalam penelitian ini telah dilakukan pengukuran yang benar. Quantum dot yang memiliki ukuran yang lebih keefisiensi kuantum nanopartikel luminesensi, cil akan mengemisikan cahaya yang memiliki khususnya panjang Ucapan terima kasih kuantum dot, dengan menggunakan sumber gelombang lebih pendek dan berenergi lebih besar.eksitasi EmiPenulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya LED biru. mengeksitasi Tingkat keakuratan efisiensi kuantum si ini dapat quantumnilai dot disekitarnya yang kepada Prof. Yong-Hoon Cho dari Korea Advenced memiliki sedikit Peristiwa initeknik di14 sampelukuran kuantum dot lebih yang besar. dilakukan dengan Institute of Science and Technology atas diskusi yang sebut sebagai absorpsi berulang (reabsorption) anini sebesar 88,4% dibandingkan dengan nilai di efisiensi berharga dan kepada Dr. Sohee Jeong dari Korea Intara quantum dan menyebabkan tingkat efisiensi kuantum hasil dot pengukuran dengan alat komersial. Nilai stitute of Machinery and Materials atas kesempatan kuantum berkurang [11]. Semakin banyak volume quefisiensi kuantum tidak bergantung pada kekuatan menggunakan peralatan pengujian efisiensi kuantum antum dot yang diuji, maka semakin besar peristiwa sumber nilai efisiensi Hamamatsu. absorpsi cahaya berulangLED yangbiru. terjadi Perbedaan sehingga nilai efisiensi kuantum ini disebabkan oleh beberapa faktor kuantum yang terukur akan sedikit menjadi lebihseperti keabsorpsi berulang kuantumdotdot dan kesalahan Daftar pustaka cil. Ketebalan sampel quantum juga menyebabkan nilai efisiensi yang kuantum yang terukur sedikit perhitungan diakibatkan olehmenjadi tumpang tindih [1] M. D. Leistikow, J. Johansen, A. J. Kettelarij, berbeda. Hal ini terjadi karena semakin tebal lapisan spektrum LED biru dan emisi kuantum dot. Nilai P. Lodahl, dan W. L. Vos, Phys. Rev. B 79, quantum dot yang dujidipengaruhi maka semakinoleh kecil banyaknya penetraefisiensi kuantum 045301, (2009). si cahaya LED biru sehingga proses eksitasi dan emisi kuantum dot yang diuji yang dapat menyebabkan efek [2] J. Zhao, G. Nair, B. R. Fisher, M. G. Bawendi, quantum dot pada lapisan yang tebal menjadi tidak opreabsorpsi. Pengembangan lebih lanjut diperlukan Phys. Rev. Lett. 104, 157403 (2010). timal dan nilai efisiensi kuantum terukur juga menjadi [3] J. R. Lakowicz, Principles of Fluorescence Speuntuk memperbaiki kesalahan perhitungan foton lebih kecil. ctroscopy (Kluwer Academic, 1999), Edisi keterabsorpsi dan teremisikan sehingga didapatkan nilai Pada bagian akhir penelitian ini, dikaji pengaruh dua, hlm. 10. nilai efisiensi kuantum efisiensi kuantum yangterhadap benar. kekuatan sumber ca[4] B. Valeur dan M. N. Berberan-Santos, Molecuhaya eksitasi LED seperti yang terlihat pada Gambar 8. lar Fluorescence: Principles and Applications Pada pengujian yang dilakukan UCAPAN TERIMA KASIH sebelumnya, arus ma(Wiley-VCH, Weinhelm, 2012), Edisi kedua, sukan LED biru yang digunakan adalah 20 mA yang Penulis mengucapkan terima kasih sebesarhlm. 64. merupakan arus masukan standar untuk menguji sebesarnya kepada Prof. Yong-Hoon Cho dari Korea [5] A. T. R. Williams, S. A. Winfield, dan J. N. Mibuah LED biru. Lebih lanjut, kami melakukan pula ller, Analyst 108, 1067 (1983). Advenced Institutemenggunakan of Science and Technology pengujian dengan arus masukan yangatas [6] A. M. Brouwer, Pure Appl. Chem. 83, 2213 diskusi berharga dan kepada Sohee berbeda.yang Hal ini menyebabkan cahaya Dr. lampu LED Jeong se(2011). makin terang. Hasil efisiensi kuantum yang diperolehatas dari Korea Instutite of Machinery and Materials [7] C. W¨urth, M. G. Gonz´alez, R. Niessner, U. Pantidak menunjukkan perbedaan yang jelas, sehingga dakesempatan menggunakan peralatan pengujian ne, C. Haisch, U. R. Genger, Talanta 90, 30 pat disimpulkan kekuatan sumber cahaya eksitasi tidak efisiensi kuantum Hamamatsu. (2012). terlalu memengaruhi nilai efisiensi kuantum. [8] K. Suzuki, A. Kobayashi, S. Kaneko, K. Takehira, T. Yoshihara, H. Ishida, Y. Shiina, S. Oishi, dan S. Tobita, Phys. Chem. Chem. Phys. 11, 9850 (2009).
45
TELAAH 32 (2), 39-46 (2014)
[9] J. C. de Mello, H. F. Wittmann, dan R. H. Friend, Adv. Mater. 9, 230 (1997). [10] L. Spanhel, M. Haase, H. Weller, dan A. Henglein, J. Am. Chem. Soc. 109, 5649 (1987).
[11] S. Dhami, A. J. de Mello, G. Rumbles, S. M. Bishop, D. Phillips, dan A. Beeby, Photochem. Photobiol. 61, 341 (1995).
46
TELAAH 32 (2), 47-51 (2014)
ESTIMASI PARAMATER ANISOTROPI ATENUASI SEISMIK DI DAERAH GUNUNG API DENGAN PENDEKATAN NONPARAMETRIK GENERALIZED INVERSION TECHNIQUE THE ESTIMATE OF SEISMIC ATTENUATION ANISOTROPY PARAMETERS IN VOLCANIC REGION BY USING NONPARAMETRIC APPROACH OF GENERALIZED INVERSION TECHNIQUE Syuhada Pusat Penelitian Fisika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan 15314, Banten, Indonesia Email:
[email protected] Diterima: 15 Juli 2014 Direvisi: 29 Agustus 2014 Disetujui: 1 September 2014 Abstrak Kami mempelajari mekanisme anisotropi atenuasi di kawasan gunung api Ruapehu, Selandia Baru, dengan memperhitungkan variasi faktor atenuasi dari gelombang S dengan arah penjalarannya (komponen eastwest dan northsouth). Faktor kualitas Q dari gelombang SE W dan SN S diestimasi dengan menggunakan pendekatan nonparametrik generalized inversion technique (GIT) dari data gempa yang direkam oleh GeoNet. Data gempa yang digunakan mempunyai besaran 2 < M < 3.8 dengan jarak hiposenter antara 5-55 km. Untuk frekuensi yang dianalisis, Q frequency dependence dapat dihitung sebagai QE W ( f ) = (6.15 ± 1.22) f 1.73±0.12 dan QN S ( f ) = (4.14 ± 1.26) f 2.06±0.14 . Nilai QN S yang didapat pada frekuensi tinggi ( f > 6 Hz) mempunyai harga lebih tinggi dari nilai QE W yang menunjukan bahwa gelombang S bersifat anisotropik. Nilai Q yang rendah dengan frequency dependence yang tinggi dan atenuasi anisotropi yang terjadi pada frekuensi tinggi mungkin disebabkan oleh efek hamburan akibat heterogenitas medium di kawasan gunung api. Kata kunci: Atenuasi, anisotropi, GIT, kawasan gunung api Abstract We studied the mechanism of attenuation anisotropy in volcanic region of Ruapehu volcano, New Zealand. We considered the variation of the attenuation factor of S-wave along its propagation directions (i.e., components of east-west and north-south). The quality factor Q of such waves was estimated by using a nonparametric approach of generalized inversion technique (GIT) obtained from data recorded by GeoNet. The data being used had values of 2 < M < 3.8 with hypocenter being 5-55 km. For the analyzed frequency, the frequency dependence Q are found to be QE W ( f ) = (6.15 ± 1.22) f 1.73±0.12 and QN S ( f ) = (4.14 ± 1.26) f 2.06±0.14 . The value of QN S obtained at high frequency ( f > 6 Hz) is greater than QE W . This shows that the S-wave is anisotropic. These phenomena, i.e., low value of Q which is highly dependence of frequency and the occurrence of anisotropy attenuation at high frequency, might be caused by scattering effect due to medium heterogeneity in the vicinity of volcanic region. Keywords: Attenuation, anisotropy, GIT, volcanic region
1. Pendahuluan
Fitur-fitur tersebut dapat terorientasi pada suatu arah tertentu yang menyebabkan medium di bawah daerah gunung api menjadi anisotropik. Di dalam suatu daerah anisotropi yang mengandung patahan atau rekahan terarah, gelombang seismik menjalar dengan kecepatan dan arah yang berbeda sehingga mengalami anisotropi kecepatan seismik, yaitu gelombang seismik yang terpolarisasi paralel searah dengan orientasi rekahan akan menjalar lebih cepat dibandingkan dengan gelombang seismik yang terpolarisasi tegak lurus rekahan. Kehadiran rekahan-rekahan yang terorientasi ini juga menyebabkan gelombang seismik teratenuasi sehingga apabila keberadaan rekahan-rekahan tersebut bisa menyebabkan anisotropi pada kecepatan seismik,
Atenuasi seismik terjadi ketika gelombang seismik melewati suatu medium di dalam bumi kehilangan sebagian energinya akibat perambatan geometris (geometrical spreading), hamburan (scattering), multipathing, dan proses-proses intrinsik [1]. Besaran atenuasi diparameterisasi sebagai inverse dari faktor kualitas Q, yaitu Q 1 . Pengukuran seismik atenuasi ini telah banyak dilakukan pada daerah gunung api dan telah memberikan kontribusi baik dibidang geologi maupun geofisika [2–4]. Stuktur geologi untuk daerah gunung api umumnya heterogen, mengandung banyak rekahan, patahan, terobosan magma (dyke), dan fitur gunung api lainnya.
47
TELAAH 32 (2), 47-51 (2014)
di mana R0 adalah jarak hiposenter yang dihitung ketika terjadi efek kerataan dari fungsi penurunan amplitudo gelombang seismik. Dalam penelitian ini, kami mengambil nilai R0 = 25 km. Sedangkan untuk jarak acuan kami pilih R0 = 5 km. Kami menormalisasi fungsi perambatan geometris pada jarak tersebut karena data gempa yang dianalisis mempunyai jarak hiposenter lebih besar dari 5 km. Nilai Qs kemudian dapat dihitung untuk tiap frekuensi terpilih dengan menggunakan pendekatan linier logaritmik pada Pers. (2). Kami menggunakan 90 data gempa untuk penghitungan spektra displacement. Data gempa yang digunakan mempunyai magnitudo antara 2 hingga 3.8, serta mempunyai jarak hiposenter antara 5 km hingga 55 km. Gambar 1 menunjukan distribusi gempa dan stasiun seismik yang digunakan dalam penelitian ini.
maka hal tersebut juga akan berlaku untuk anistropi pada besaran fisis atenuasi. Model retakan berbentuk keping yang diusulkan oleh Hudson [5] memprediksi bahwa gelombang seismik yang merambat tegak lurus terhadap orientasi retakan atau rekahan (yang menjalar dengan cepat rambat lebih pelan) akan lebih teratenuasi dibandingkan gelombang seismik yang menjalar searah dengan orientasi rekahan. Di artikel ini, kami menganalisis gelombang S dari gempa-gempa lokal di daerah gunung api Ruapehu, North Island, Selandia Baru untuk mengestimasi besaran faktor kualitas dari gelombang seismik. Adapun tujuan dari studi ini adalah menghitung anisotropi pada besaran fisis atenuasi serta kaitannya dengan karakteristik kerak dibawah daerah tersebut dengan memakai gelombang S pada komponen seismogram eastwest (E-W) dan north-south (N-S).
2. Metode Kami menggunakan pendekatan nonparametrik generalized inversion technique (GIT) (lihat Ref. [6]) untuk menghitung besaran fungsi penurunan amplitudo gelombang terhadap jarak, A( f , R). Dalam metoda ini, frekuensi dan jarak pada spektra gelombang Di ( f , R) terobservasi dari suatu gempa i dapat dimodelkan sebagai [6, 7]: Di ( f , R) = Mi ( f )A( f , R)
(1)
dengan Mi ( f , R) adalah suatu besaran skalar yang bergantung pada jumlah gempa i yang mengandung sumber dan efek tapak (site effect) [6,7] dan R adalah jarak hiposenter dari gempa i. Kami menghitung fungsi atenuasi A( f , R) dari Pers. (1) dengan menggunakan persamaan sistem linier untuk tiap-tiap frekuensi terpilih dan mengkondisikan fungsi penuruan amplitudo gelombang sebagai fungsi yang halus (smooth function) terhadap jarak dengan nilai 1 pada R = 0 (disebut jarak acuan). Fungsi atenuasi kemudian dapat digunakan untuk mengestimasi besaran faktor kualitas Q dengan melakukan fitting pada model atenuasi, yaitu [6, 7] ✓ ◆ p fR (2) A( f , R) = G( f , R) ⇥ exp b Qs
Di sini f adalah frekuensi dan b adalah kecepatan ratarata gelombang S, (b = 3.5 km/s), yang didapat berdasarkan kecepatan model gelombang S dari penelitian yang dilakukan oleh Bannister et al. [8] pada daerah ini. Qs adalah faktor kualitas gelombang S dan R adalah jarak hiposenter gempa. Suku pertama pada sisi sebelah kanan dari Pers. (2),G( f , R), menunjukkan fungsi perambatan geometris yang dapat diformulasikan sebagai berikut [7]: ⇢ R0 /R, R0 < R < R0 G(R) = (3) R0 /(R0 R)1/2 , R R0
Gambar 1. Gambar sebelah kiri menunjukan episenter gempa yang dipakai dalam analisis ini (lingkaran merah), sedangkan segitiga hitam menunjukan sebaran stasiun seismik. Garis hitam menunjukan posisi dari penampang vertikal yang ditunjukan oleh gambar sebelah kanan.
48
kedatangan gelombang S dan berakhir secara otomatis ketika pada titik tertentu telah mencakup 80% dari energi gelombang S. Sebelum dilakukan tranformasi Fourier, 5% taper kosinus digunakan pada tiap window dan sinyal dari spektra diperhalus dengan menggunakan window Konno-Ohmachi [9] pada 20 SYUHADA — ESTIMASI PARAMETER ANISOTROPI... titik frekuensi terpilih pada rentang 2–10 Hz. Gambar 2 menunjukan contoh seismogram velocity dan spektra displacement yang dihitung untuk gelombang S pada komponen utara (north) dan timur (east).
Efek datar ini semakin kuat seiring dengan bertambahnya frekuensi (Fig. 4). Adapun kecepatan luruh fungsi penurunan amplitudo pada dua komponen tersebut terlihat sama pada frekuensi rendah, namun pada frekuensi tinggi kecepatan luruh amplitudo untuk komponen E–W terhadap jarak cenderung lebih 2. Panelkiri sebelah kiri menunjukan seismogram pada komponen E–W. Panel kanan meGambar 2. Gambar Panel sebelah menunjukan seismogram pada komponen NS danN–S EW.dan Panel sebelah cepat dibandingkan komponen N–S. Fungsi atenuasi yang dihitung padapada tiappanel frekuensi sebelah kanan untuk menunjukan spektra displacement yang didapat dari seismogram sebelahtersebut nunjukan spektra displacement yang didapat dari seismogram pada panel sebelah kiri. kiri. kemudian digunakan untuk mengestimasi faktor kualitas dengan menggunakan persamaan (1). HASIL DAN DISKUSI Kami mengestimasi fungsi atenuasi untuk dua komponen seismogram yang berbeda dengan melakukan fitting pada fungsi penurunan amplitudo terhadap jarak menggunakan persamaan (1). Gambar 3 membandingkan fungsi atenuasi gelombang S yang didapat untuk komponen E–W (garis biru) dan komponen N–S (garis merah putus-putus) pada 6 titik frekuensi terpilih. Pada frekuensi rendah (2.58 hingga 4.67 Hz), fungsi atenuasi menurun secara monotonik terhadap jarak hiposenter, dan kemudian tampak mulai mendatar pada frekuensi sekitar 6.02 Hz, terutama untuk jarak hiposenter lebih dari 25 km.
Gambar 3. Fungsi penurunan amplitudo terhadap jarak hiposenter untuk komponen EW (garis biru) dan NS Gambar 3. Fungsi penurunan amplitudo terhadap jarak hiposenter untuk komponen E–W (garis (garis merah putus-putus) pada enam frekuensi terpilih. biru) dan N–S (garis merah putus-putus) pada enam frekuensi terpilih. 49
TELAAH 32 (2), 47-51 (2014)
Data yang digunakan adalah data yang terekam oleh stasiun GeoNet disekitar Gunung Ruapehu, Selandia Baru. Jaringan stasiun gempa ini dilengkapi dengan seismograph periode pendek (short period) dan seismograph pita lebar (broad band) yang memunyai tiga komponen, yaitu komponen vertikal, northsouth (NS), dan eastwest (E-W). (E-W) seismogram yang dipakai untuk analisis ini di-sampling pada 100 sampel per detik dengan respon instrumen yang datar pada frekuensi 1-40 Hz untuk seismometer short period dan 0.08-40 Hz untuk seismometer berpita lebar. Terhadap seismogram dari gempa-gempa tersebut kami melakukan koreksi dengan menghilangkan respon instrumennya. Kemudian, kami menentukan time window pada seismogram yang mempunyai amplitudo kedatangan gelombang S yang jelas. Rentang time window ini dipilih dalam rentang 1 detik sebelum kedatangan gelombang S dan berakhir secara otomatis ketika pada titik tertentu telah mencakup 80% dari energi gelombang S. Sebelum dilakukan tranformasi Fourier, 5% taper kosinus digunakan pada tiap window dan sinyal dari spektra diperhalus dengan menggunakan window Konno-Ohmachi [9] pada 20 titik frekuensi terpilih pada rentang 2-10 Hz. Gambar 2 menunjukan contoh seismogram velocity dan spektra displacement yang dihitung untuk gelombang S pada komponen utara (north) dan timur (east).
Q pada rentang frekuensi 2-3 Hz. Pada frekuensi lebih dari 6 Hz, model attenuasi pada kedua komponen tersebut menunjukan perbedaan nilai Q yang cukup signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa atenuasi gelombang S mempunyai sifat anisotropi pada frekuensi tinggi. Model anistropi atenuasi tersebut dapat didekati dengan fungsi power law dari Q [10] dengan relasi QE W ( f ) = (6.15 ± 1.22) f 1.73±0.12 dan QN S ( f ) = (4.14 ± 1.26) f 2.06±0.14 . Model anisotropi atenuasi ini mengimplikasikan bahwa gelombang S yang terpolariasai pada arah N-S mengalami sedikit atenuasi dibandingkan gelombang S yang menjalar pada arah E-W tertuma untuk frekuensi tinggi ( f > 6 Hz). Hal ini diduga akibat dominasi proses hamburan (scattering) pada retakan-retakan didalam
3. Hasil dan diskusi Kami mengestimasi fungsi atenuasi untuk dua komponen seismogram yang berbeda dengan melakukan fitting pada fungsi penurunan amplitudo terhadap jarak menggunakan Pers. (1). Gambar 3 membandingkan fungsi atenuasi gelombang S yang didapat untuk komponen E-W (garis biru) dan komponen N-S (garis merah putus-putus) pada 6 titik frekuensi terpilih. Pada frekuensi rendah (2.58 hingga 4.67 Hz), fungsi atenuasi menurun secara monotonik terhadap jarak hiposenter, dan kemudian tampak mulai mendatar pada frekuensi sekitar 6.02 Hz, terutama untuk jarak hiposenter lebih dari 25 km. Efek datar ini semakin kuat seiring dengan bertambahnya frekuensi (lihat Gambar 4). Adapun kecepatan luruh fungsi penurunan amplitudo pada dua komponen tersebut terlihat sama pada frekuensi rendah, namun pada frekuensi tinggi kecepatan Gambar 4, Kurva penurunan amplitudo spektra terhadap jarakterhayang didapat dengan Gambar 4. Kurva penurunan amplitudo spektra luruh amplitudo untuk komponen E-W terhadap jarak pendekatan menggunakan non-parametrik generalized inversion technique (GIT) pada enam dap jarak yang didapat dengan menggunakan pendecenderung lebih cepat dibandingkan untukfrekuensi komponen terpilih. Panel atas dan bawah merepresentasikan fungsi atenuasi untuk komponen utara katan nonparametrik generalized inversion technique (north) dan timur (east). Kedua komponen menunjukan amplitudo spektra menurun lebih cepat N-S. Fungsi atenuasi yang dihitung pada tiap frekuenpada frekuensi rendah. Efek pendataran terlihat menguat seiring dengan bertambahnya frekuensi. (GIT) pada enam frekuensi terpilih. Panel atas dan si tersebut kemudian digunakan untuk mengestimasi bawah merepresentasikan fungsi atenuasi untuk komfaktor kualitas dengan menggunakan Pers. (1). nilai Q yangdan dihitung untuk 20 titik frekuensi terpilih antara 2 dan 10 Hz ponen utara (north) timur (east). Kedua kompoGambar 5 menampilkan nilai Q yang dihitungGambar un- 5 menampilkan nen menunjukan amplitudo spektra menurun lebih ce- nilai Q pada kedua untuk komponen seismogram E–W dan N–S. Pada frekuensi rendah (f < 6 Hz), tuk 20 titik frekuensi terpilih antara 2 Hz dan 10 Hz pat pada frekuensi rendah. Efek pendataran terlihat untuk komponen seismogram E-W dan N-S. Pada frekomponen secara umum sama, dengan sedikit perbedaan nilai Q pada rentang frekuensi 2–3 Hz. Pada menguat seiring dengan bertambahnya frekuensi. kuensi rendah ( f < 6 Hz), nilai Q pada kedua kompofrekuensi lebih dari 6 Hz, model attenuasi pada kedua komponen tersebut menunjukan perbedaan nilai Q nen secara umum sama, dengan sedikit perbedaan nilai
50
misalnya oleh Eberhart-Phillips dan Reyners [12] dan Styles [13]. Atenuasi rendah pada arah N-S didaerah ini juga konsisten dengan studi seismik anisotropi yang didapat dari studi inversi 3-D dari data waktu tiba gempa [12]. Adapun nilai atenuasi rendah dengan tingkat kebergantungan terhadap frekuensi
SYUHADA — ESTIMASI PARAMETER ANISOTROPI...
yang cukup tinggi juga konsisten dengan estimasi atenuasi pada daerah gunung api lainnya.
pelajari mekanisme dari anisotropi ateanuasi. Hasil kami menunjukan adanya anisotropi atenuasi di daerah penelitian. Kami mengamati adanya hubungan antara kebergantungan frekuensi dari anisotropi atenuasi gelombang S dengan struktur geologi setempat. Hasil ini juga konsisten dengan kerangka umum dari teori tentang atenuasi [5] dan dengan hasil dari penelitian seismologi lainnya pada daerah ini, misalnya [12, 13].
Ucapan terima kasih Ucapan terima kasih ditujukan kepada GeoNet Project, Selandia Baru yang telah menyediakan data untuk studi ini.
Daftar pustaka
.
GambarGambar 5. Model 5. estimasi Q untuk gelombang yang didapatS dari spektra [1] S.displacement Stein dan pada M. Wysession, An introduction Model estimasi Q untukS gelombang
yang didapat dari spektra displacement pada kompokomponen E–W dan N–S. nen EW dan NS.
[2]
bumi (lihat Ref. [11]). Dengan mengasumsikan nilai kecepatan rata-rata gelombang S sekitar 3.2 km/s yang dipakai pada model Q untuk frekuensi 6-10 Hz (Gambar 5), maka akan didapat panjang gelombang dari gelombang S berkisar antara 300 m hingga 500 m. Nilai ini sebanding dengan dimensi dari dike atau fitur volkanik lainnya, sehingga anisotropi atenuasi yang terjadi di daerah ini besar kemungkinan disebabkan oleh dominasi proses hamburan yang merefleksikan tingginya tingkat heterogenitas bawah permukaan daerah tersebut. Tingginya tingkat heterogenitas untuk daerah ini juga dilaporkan oleh penelitian geofisika lainnya misalnya oleh Eberhart-Phillips dan Reyners [12] dan Styles [13]. Atenuasi rendah pada arah N-S di daerah ini juga konsisten dengan studi seismik anisotropi yang didapat dari studi inversi 3-D dari data waktu tiba gempa [12]. Adapun nilai atenuasi rendah dengan tingkat kebergantungan terhadap frekuensi yang cukup tinggi juga konsisten dengan estimasi atenuasi pada daerah gunung api lainnya.
[3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13]
4. Kesimpulan Kami menganalisis data gempa didaerah gunung api Ruapehu, Selandia Baru, yang bertujuan untuk mem-
51
to seismology, earthquakes and earth structure (Blackwell Publishing, Oxford, 2003). O. Gudmundsson, D. M. Finlayson, I. Itikarai, Y. Nishimura, dan W. R. Johnson, J. Volcanol. Geoth. Res. 130, 77 (2004). E. Del Pezzo, F. Bianco, dan L. Zaccarelli, Phys. Earth Planet In. 159, 202 (2006). C. M. Arevalo, F. Bianco, J. M. Ibanez, dan E. Del Pezzo, J. Volcanol. Geoth. Res. 128, 89 (2003). J. A. Hudson, Geophys. J. Roy. Astron. Soc. 64, 133 (1981). R. R. Castro, J. G. Anderson, dan S. K. Singh, Bull. Seism. Soc. Am. 80, 1481 (1990). R. R. Castro, M. R. Gallipoli, dan M. Mucciarelli, Tectonophysics, 457, 96 (2008). S. Bannister, C. J. Bryan, dan H. M. Bibby, Geophys. J. Int., 159, 291 (2004). K. Konno dan T. Omachi, Bull. Seism. Soc. Am. 88, 1228 (1998). K. Aki, Phys. Earth Planet In. 21, 50 (1980). K. Aki, J. Geophys. Res. 85, 6496 (1980). D. Eberhart-Phillips dan M. Reyners, J. Geophys. Res. 114, B06301 (2009). K. E. Styles, Ph.D. thesis, School of Earth and Environment, The University of Leeds, England, 2009.
TELAAH 32 (2), 52-55 (2014)
PERANCANGAN ALAT UKUR PEMILIH JANGKAUAN UNTUK MENGUKUR DAYA OPTIK DESIGN OF RANGE SELECTOR CIRCUIT FOR MEASURING OPTICAL POWER Dwi Hanto⇤ , Andi Setiono, Iyon T. Sugiarto, Thomas B. Waluyo, dan Bambang Widiyatmoko Pusat Penelitian Fisika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan 15314, Banten, Indonesia Email: ⇤
[email protected] Diterima: 20 Agustus 2014 Direvisi: 22 September 2014 Disetujui: 25 September 2014 Abstrak Tulisan ini menjelaskan tentang pembuatan rangkaian pemilih jangkauan pada perancangan alat ukur daya optik atau powermeter optik. Penelitian yang dilakukan adalah membuat rangkaian pengkondisi sinyal. Rangkaian ini dibuat berdasarkan penguat transimpedansi dengan 6 buah pilihan resistansi umpan balik, yaitu 1 kW, 10 kW, 100 kW, 510 kW, 1 MW, dan 2 MW. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan sumber cahaya berupa laser dengan panjang gelombang 1310 nm. Untuk variasi nilai, daya optik dari laser diatenuasikan dengan menggunakan atenuator optik sampai dengan 60 dB. Keluaran dari rangkaian ini berupa tegangan listrik yang diukur dengan menggunakan voltmeter. Dari hasil pengukuran kami menemukan bahwa setiap nilai resistansi memiliki jangkauan yang berbeda. Nilai daya optik pada masing-masing pemilihan resistansi adalah seperti berikut: -15 dBm s.d. -4.96 dBm pada resistansi 1 kW, -20 dBm s.d. -8 dBm pada resistansi 10 kW, -32 dBm s.d -18 dBm pada resistansi 100 kW, -40 dBm s.d. -28 dBm pada 510 kW, -45 dBm s.d. -28 dBm pada resistansi 1MW, dan -50 dBm s.d. -40 dBm pada resistansi 2 MW. Penelitian ini dapat dikembangkan untuk membuat alat ukur daya optik multijangkauan dengan ketelitian yang baik dengan mengganti beberapa nilai resistansi sesuai dengan jangkauan yang diinginkan. Kata kunci: Daya optik, multijangkauan, pengkondisi sinyal Abstract This paper describes how to design circuit of range selector for measuring optical powermeter. Research which done has made the signal conditioning circuit. This circuit was made based on a transimpedance amplifier with 6 selections of feedback resistance, i.e., 1 kW, 10 kW, 100 kW, 510 kW, 1 MW, and 2 MW. Measurements used a laser source with a wavelength of 1310 nm. The optical power of the laser was attenuated by using optical attenuator to 60 dB. The output of this circuit has produced voltage that was measured by a voltmeter. The measurement results shows that each value of resistance has different reach. The value of optical power for each resistance is given as follows: -15 dBm to -4.96 dBm for 1 kW, -20 dBm to -8 dBm for 10 kW, -32 dBm to -18 dBm for 100 kW,; -40 dBm to -28 dBm for 510 kW, -45 dBm to -28 dBm for 1MW, and -50 dBm to -40 dBm for 2 MW. These results can be developed into a multirange optical powermeter with good accuracy by replacing some resistance value according to the desired range. Keywords: Optical power, multirange, transimpedance amplifier
1. Pendahuluan
paling mudah dan murah adalah dengan menggunakan power optik. Dengan demikian, perangkat yang dapat mengukur dan menganalisis daya optik tentunya menjadi alat ukur yang paling sering dibutuhkan sehingga kesediaaan laboratorium khususnya bidang optik alat ukur daya optik menjadi kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Pengukur daya optik yang sederhana adalah dengan mendeteksi adanya besaran optik tersebut dengan menggunakan fotodiode atau LDR [3,4]. Agar didapat nilai besaran optik sebuah fotodiode/LDR dirangkaikan dengan sebuah pengkondisi sinyal yang bisa terdiri dari amplifier dan resistor.
Perkembangan menakjubkan di bidang ilmu pengetahuan terjadi di setiap lini, termasuk di bidang optik. Bidang ini cukup memberikan kontribusi yang cukup besar bagi kemajuan ilmu dan pengetahuan. Laser adalah salah satu penemuan di bidang optik yang cukup besar aplikasinya di kehidupan. Laser dikembangkan untuk keperluan berbagai bidang seperti: pencitraan bumi, kesehatan, pemrosesan material, artistik, komunikasi, dan sensor [1]. Di bidang sensor, beberapa metode untuk mendeteksi objek dengan laser diantaranya berdasarkan daya optik, frekuensi, dan fase [2]. Sejauh ini, metode yang
52
yang digunakan adalah photodetektor FGA01C, amplifier OPA2356, resistor umpan balik dengan nilai resistansi 1 kΩ, 10 kΩ, 100 kΩ, 510 kΩ, 1 MΩ, dan 2 MΩ, kapasitor 1 pF sebanyak 5 buah, dioda zener 5,1 V, resistor 100 Ω, saklar rotari 12 pin, baterai. D. HANTO ET AL.dan — PERANCANGAN ALAT UKUR...
Gambar11.Rangkaian Rangkaian pengkondisi sinyal. Gambar Pengkondisi Sinyal Percobaan ini menggunakan sumber cahaya beru-
Powermeter Anritsu Percobaan ini digunakan digunakan sumber cahaya berupa laser dengan1310 panjang ML9002A pa laser dengan panjang gelombang nm. Berkas
dilewatkan serat optikrangkaian menuju rangkaigelombang nm.HPBerkas cahaya dilewatkancahaya melalui serat melalui optik menuju Laser λ 1310 nm 1310Attenuator 8156A Photodioda FGA01FC &
&
an pengkondisi sinyal seperti yang ditunjukkan pada
&
pengkondisi sinyal seperti yang ditunjukkan pada Gambar Gambar2.2.Untuk Untukmembuat membuat variasi variasi nilai nilai daya optik Tegangan Keluaran
laser, berkas cahaya diatenuasi dengan atenuator op-
Pengkondisi Sinyal
Multimeter Digital
& & dayaTransimpedan optik laser, berkas cahaya diatenuasi dengan atenuator optikmenghasilkan 0 – 50 dBdaya sehingga tik 0-50 dB sehingga optik sebesar & -4.96 dBm sampai dengan -50 dBm (diukur menghasilkan daya sebesar -4,96 dBm sampai dengan – 50 dBm apabila diukur dengandengan Gambar 2.optik percobaan. Gambar 2Setup Set up Percobaan
powermeter). Keluaran berupa tegangan listrik dia-
de pengambilan datanya adalah memilih saklar 1, meRentang daya optik yangditunjukkan ada saat Hasil percobaan pengolah sinyalsumber daya optik cahaya yang telah dibuat pada digital. pengambilan datanya adalah saklarnilai 1, memvariasikan nilainilai daya mvariasikan daya optik dan dicatat tegangan ini sudah Metode tersedia dari yang daya rendah hingga daya memilih sinyal terhadap daya optik laser panjang gelombang 1310 nm. Pada setiap pemilihan 6 buah listriknya pada1 setiap atenuasi 1 dB. Langkah yang satinggi. Paradicatat penelitinilai mengembangkan dengan mengoptik dan tegangan listriknya pada setiap atenuasi dB. Pengambilan data sama saklar untuk resistansi umpan balik, keluaran tegangan pada masing-masing resistansi ma diulangi untuk pemilihan sakalr 2 s.d. 6. gunakan fasilitas resistansi umpan balik untuk memimemiliki daerah jangkauan pembacaan yang berbeda-beda. untuk pemilihan saklar 2 sampai denganbaca. 6. Palih jangkauan dan memperbaiki kemampuan da tulisan ini, penulis membuat pengkondisi sinyal un3. Hasil dan pembahasan tuk pembaca daya optik dengan panjang gelombang Hasil percobaan pengolah sinyal daya optik yang telah 1310 nm. Pengkondisi sinyal yang digunakan adalah dibuat ditunjukkan pada Gambar 3. Grafik pada Gampenguat transimpedansi yang disertakan pemilih resisbar 3 menunjukkan hubungan antara tegangan keluartansi umpan balik untuk pemilihan jangkauan pembaan pengolah sinyal terhadap daya optik laser panjang caan. Penguat transimpedansi dipilih karena memiliki gelombang 1310 nm. Pada setiap pemilihan 6 buah saderau yang rendah, sensitivitas tinggi, dan bandwith klar untuk resistansi umpan balik, keluaran tegangan yang besar [5]. pada masing-masing resistansi memiliki daerah jangkauan pembacaan yang berbeda-beda. 2. Metodologi Saat pemilihan saklar pada resistansi umpan balik Gambar 3 Grafik hubungan antara daya optik dengan tegangan keluaran 1 kW, nilai keluaran dari pengolah sinyal bernilai menDalam penelitian ini dilakukan pembuatan pengkondiSaat pemilihan saklarrangkaian pada resistansi umpan balik 1 kΩ, nilai keluaran dari yang pengolah dekati 0 saat daya optik cukup rendah, yaitu -60 dBm si sinyal berupa transimpedansi seperti sinyal bernilai mendekati 0 saat Gambar daya optik cukup yaitu (-60 dBmini sampai dengan -15 sampai dengan -15 dBm karena pada dengan kondiditunjukkan pada 1. rendah Rangkaian digunasi tersebut hasil penguatan dan konversi daya optik ke kan untuk mengubah arus listrik hasil konversi optik [Type&text]& [Type&text]& & listrik terlalu kecil sehingga bernilai 0. Namun pada ke listrik dari fotodetektor ke dalam bentuk tegang& saat daya optik di atas -15 dBm sampai dengan kondian [6]. Pada rangkaian transimpedansi ini, komponen si daya optik laser -4.96 dBm, tegangan keluaran muyang digunakan adalah fotodetektor FGA01C, amplilai mengalami perubahan kenaikan sebanding dengan fier OPA2356, resistor umpan balik dengan nilai resisperubahan daya optiknya. Dengan demikian, daerah tansi 1 kW, 10 kW, 100 kW, 510 kW, 1 MW, dan 2 MW, operasi dengan menggunakan resistansi 1 kW memilikapasitor 1 pF sebanyak 5 buah, diode zener 5.1 V, reki range sebesar -15 dBm sampai dengan -4.96 dBm. sistor 100 W, saklar rotary 12 pin, dan baterai. Gambar 3. Grafik pada Gambar 3 menunjukkan hubungan antara tegangan keluaran pengolah
6& 5&
Tegangan&Keluaran&Transimpedan&(Volt)&
3.
powermeter. Keluaran berupa tegangan listrik diamati dengan menggunakan multimeter mati dengan menggunakan multimeter digital. MetoHasil dan Pembahasan
*70&
1&K&Ohm&
4&
10&K&Ohm&
3&
100&K&Ohm&
2&
510&K&Ohm&
1&
1&M&Ohm&
0&
*60&
*50&
*40&
*30&
Daya&op7k&(dBm)&
*20&
*10&
0&
*1&
2&M&Ohm&
53
Gambar 3. Grafik pada Gambar 3 menunjukkan hubungan antara tegangan keluaran pengolah sinyal terhadap daya optik laser panjang gelombang 1310 nm. Pada setiap pemilihan 6 buah saklar untuk resistansi umpan balik, keluaran tegangan pada masing-masing resistansi
TELAAH 32 (2), 52-55 (2014)
memiliki daerah jangkauan pembacaan yang berbeda-beda.
6& Tegangan&Keluaran&Transimpedan&(Volt)&
5&
*70&
1&K&Ohm&
4& 10&K&Ohm& 3& 100&K&Ohm& 2& 510&K&Ohm& 1& 1&M&Ohm& 0& *60&
*50&
*40&
*30&
*20&
*10&
0& *1&
Daya&op7k&(dBm)&
2&M&Ohm&
Gambar 3 Grafik Gambar hubungan3. antara optik dengan tegangan keluaran Hasildaya percobaan.
Tabel 1. Jangkauan pembacaan resistansi umpandari balik. Saat pemilihan saklar pada resistansimasing-masing umpan balik 1 kΩ, nilai keluaran pengolah sinyal bernilai mendekati 0 saatbalik daya optik cukup rendah yaitu (-60 dBmoptik sampai dengan -15 No. Resitansi umpan Daya optik minimal Daya maksimal
1. [Type&text]& & 2. 3. 4. 5. 6.
(kW) 1 10 100 510 1000 2000
(dBm) -15 -20 -32 -40 -45 -50
Hal ini pada daerah tersebut berlaku prinsip kerja dari penguat transimpedansi, yaitu tegangan keluaran sebanding dengan nilai resistansi umpan balik yang digunakan [5, 7]. Demikian juga untuk saklar pada pemilihan resistansi umpan balik lainnya, pada daerah di bawah daya optik minimal hasil tegangan keluarannya mendekati 0 sedangkan di atas daerah maksimal hasil tegangan mengalami saturasi, yaitu kenaikan daya optik tidak mengubah hasil tegangan keluarannya. Kondisi seperti ini terjadi pada pemilihan saklar pada resistansi umpan balik 1 kW, 10 kW, 100 kW, 510 kW, 1 MW, dan 2 MW. Adapun daerah operasi masing-masing pemilihan resistansi umpan balik ditunjukkan pada seperti: 100 kW daerah operasinya pada -20 dBm sampai dengan -8 dBm, 100 kW pada daerah -32 dBm sampai dengan -18 dBm, 510 kW pada -40 dBm sampai dengan -28 dBm, 1 MW -45 dBm sampai dengan -28 dBm, dan 2 MW pada -50 dBm sampai dengan -40 dBm. Secara ringkas daerah jangkauan pada pemilihan saklar tersebut ditunjukkan pada Tabel 1. Kalau kita mengamati data pada Tabel 1, secara keseluruhan rangkaian pengkondisi sinyal yang telah dibuat dapat mengukur daya optik pada jangkauan -50 dBm sampai dengan -4.96 dBm. Dari pemilihan nilai resistansi umpan balik, terdapat daerah jangkauan
(dBm) 4.96 -8 -18 -28 -28 -40
pembacaan yang tumpang tindih yaitu pada resistansi 510 kW dan 1 MW. Dengan demikian, untuk ke depannya lebih baik resistor 510 kW diambil.
4. Kesimpulan Rangkaian pemilih resistansi umpan balik pada penguat transimpedansi dapat digunakan sebagai bagian pada rancangan alat ukur daya optik laser panjang gelombang 1310 nm. Dari hasil percobaan, pemilihan resistansi tersebut dapat menghasilkan pembacaan jangkauan yang lebih luas. Akan tetapi, resistor 510 kW sebaiknya tidak digunakan pada pemilih jangkauan karena daya optik hasil pembacaan tumpang dindih dengan resistansi 1 MW. Untuk memperluas jangkauan pembacaan dapat dilakukan dengan menambah pemilihan resistansi umpan balik, yaitu resistansi yang kecil dari 1 kW untuk memperoleh pembacaan daya optik yang lebih besar dari -4.96 dB dan resistansi yang lebih besar dari 2 MW untuk daya optik yang lebih kecil dari -50 dBm. Dengan menggunakan rangkaian yang sama juga dapat digunakan alat ukur laser dengan panjang gelombang yang berbeda selama masih dapat dalam wilayah pembacaan fotodiode namun perlu dilakukan karakterisasi lagi karena setiap panjang gelombang fotodiode memiliki responsitivitas yang berbeda.
54
D. HANTO ET AL. — PERANCANGAN ALAT UKUR...
Ucapan terima kasih
[3] D. Choudhury, M. Devi, dan A. K. Barbara, Indian J. Pure Appl. Phys. 44, 801 (2006). [4] S. Krishnan, K. S. Bindra, dan S. M. Oak, Rev. Sci. Instrum. 79, 125101 (2008). [5] G. P. Agrawal, Fiber-Optic Communications Systems (John Wiley & Sons, New York, 2002), Edisi ketiga. [6] D. Westerman, Understand and Apply the Transimpedance Amplifier (National Semiconductor Corp., India, 2007), Bagian 1. [7] J. Chen, Y. Chen, C.-W. Lu, dan C. Hsia, dalam International Symposium on Instrumentation & Measurement, Sensor Network and Automation (IMSNA), 2012, hlm. 1.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Yarti dan Aan Zahrotul Walidah atas bantuan pada tahap persiapan dan pengambilan data. Penelitian ini didanai oleh kegiatan Insinas 2014 Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
Daftar pustaka [1] R. S. Quimby, Photonics and Lasers: An Introduction (John Wiley & Sons, New Jersey, 2006), Edisi pertama, hlm. 281. [2] S. Yin, P. B. Ruffin, dan F. T. S. Yu, Fiber Optic Sensors (CRC Press, New York, 2008), Edisi kedua, hlm. 1.
55
TELAAH 32 (2), 56-59 (2014)
PENGARUH VARIASI WAKTU PENCAMPURAN TERHADAP PELAT BIPOLAR DENGAN PENAMBAHAN 5% wt MULTIWALLED CARBON NANOTUBES THE EFFECTS OF MIXING TIME VARIATION ON BIPOLAR PLATE WITH 5% wt OF MULTIWALLED CARBON NANOTUBES Bambang Prihandoko1 ⇤ , Rizki Pirsiani2 , dan Yunita Sadeli2 Penelitian Fisika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan 15314, Banten, Indonesia 2 Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Universitas Indonesia, Depok 16424, Jawa Barat, Indonesia 1 Pusat
Email: ⇤
[email protected] Diterima: 14 Juli 2014 Direvisi: 21 Oktober 2014 Disetujui: 22 Oktober 2014 Abstrak Paper ini membahas pembuatan pelat bipolar karbon/karbon komposit dengan filler 80% wt, yang terdiri dari 95% wt grafit dapur busur listrik (electric arc furnace/EAF) dan 5% wt multiwalled carbon nanotubes (MWCNTs). Di samping itu, polimer yang bertindak sebagai matriks berjumlah 20% wt terdiri dari epoksi resin dan hardener dengan perbandingan 1:1. Penelitian pembuatan pelat bipolar ini memvariasikan waktu pencampuran yaitu 30, 60, 90, 120, dan 150 detik. Proses pencampuran menggunakan pengaduk berkecepatan tinggi dengan kecepatan 28000 rpm. Pencetakan menggunakan metode cetak kompresi panas dengan tekanan 55 MPa pada suhu 100 C selama 4 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu pencampuran optimum pada 30 detik di mana dihasilkan nilai densitas sebesar 1.61 g/cm3, porositas 0.30%, dan konduktivitas listrik 7.53 S/cm. Kata kunci: PEMFC, pelat bipolar, karbon/karbon komposit, MWCNT, konduktivitas listrik, variasi waktu pencampuran Abstract This paper describes the synthesis of bipolar plate material made of carbon/carbon composites. Constituent materials of carbon/carbon composites were 80% wt filler and consist of 95% wt electric arc furnace (EAF) and 5% wt multiwalled carbon nanotubes (MWCNTs). In addition, polymer 20% wt acted as matrix consisting of epoxy resin and hardener with ratio of 1:1. All materials were mixed together with various mixing time, i.e., 30 seconds, 60 seconds, 90 seconds, 120 seconds, and 150 seconds. The mixing process used high-speed mixer with mixing speeds of 28000 rpm. To form the plate, we used compression molding with pressure of 55 MPa and temperature of 100 C for 4 hours. We found that the optimum mixing time was 30 seconds which resulted density value of 1.61 g/cm, 30% porosity, and the electrical conductivity of 7.53 S/cm. Keywords: PEMFC, bipolar plate, carbon/carbon composite, MWCNT, mixing time variation
1. Pendahuluan
komponen utama PEMFC adalah pelat bipolar, yang merupakan komponen sel tunam yang memenuhi 80% volume, 70% bobot, dan 60% dari biaya produksi sel tunam. Pelat bipolar ini merupakan pelat konduktif yang terdapat di dalam PEMFC yang bertindak sebagai anode untuk satu sel dan katode untuk sel yang saling berdekatan [9, 10]. Karena fungsinya yang sangat krusial itulah, pembuatan/sintesis pelat bipolar yang akan digunakan pada aplikasi sel tunam haruslah memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Department of Energy (DOE) Amerika Serikat [10]. Pelat bipolar umumnya dibuat dalam bentuk komposit, di mana filler yang digunakan adalah serbuk grafit [11–13]. Karena pelat bipolar memunyai peran besar dalam penentuan harga, maka pelat bipolar harus murah dan mudah dibuat. Penelitian ini menggunakan
Berbagai teknologi energi baru dan terbarukan telah dikembangkan untuk mengatasi permasalahan energi, salah satunya adalah dengan mengembangkan teknologi fuel cell atau sel tunam [1–3]. Sel tunam dapat menjadi sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan rendah emisi karena menggunakan bahan bakar hidrogen untuk menghasilkan elektron, proton, panas, dan air [4–8]. Salah satu jenis sel tunam yang sedang marak dikembangkan adalah jenis polymer electrolyte membrane fuel cell (PEMFC) [4]. Kelebihan PEMFC adalah nilai efisiensinya yang cukup besar, yaitu berada pada kisaran 40%-50%. Nilai ini jauh melampaui efisiensi BBM yang hanya kurang dari 20% [4]. Salah satu
56
B. PRIHANDOKO ET AL. — PENGARUH VARIASI PENCAMPURAN...
grafit dari electric arc furnace (EAF) yang sudah digunakan atau limbah [14]. Carbon nanotube (CNT) mulai digunakan sebagai aditif untuk meningkatkan konduktivitas pelat bipolar [15, 16]. Pada penelitian sebelumnya MWCNT sudah mulai digunakan [17, 18]. Bagian proses yang sangat penting dalam pembuatan pelat bipolar adalah proses pencampuran. Sampel yang proses pencampurannya tidak optimum akan memiliki aglomerat di dalamnya. Terjadinya aglomerasi inilah yang dapat menurunkan sifat mekanis dan nilai konduktivitas listrik pelat bipolar. Penelitian ini akan difokuskan pada proses pencampuran, yaitu dengan memvariasikan waktu pencampuran. Tujuan penelitian ini secara khusus, antara lain untuk mengetahui pengaruh variasi waktu pencampuran terhadap konduktivitas listrik dan karakteristik (meliputi densitas dan porositas) pelat bipolar yang dihasilkan, mendapatkan waktu pencampuran yang optimum untuk membuat pelat bipolar dengan sifat yang memenuhui persyaratan, dan menganalisis apakah pelat bipolar yang dibuat dengan kombinasi grafit, MWCNT, dan epoksi (resin dan hardener) telah sesuai dengan standar DOE untuk sel tunam.
ses pencetakan pelat bipolar menggunakan cetakan dengan ukuran 15 cm ⇥ 15 cm. Hasil pencampuran bahanbahan tersebut dimasukkan ke dalam cetakan. Kemudian diberikan tekanan sebesar 55 MPa dengan suhu 100 C selama 4 jam. Setelah 4 jam, maka campuran tadi dibiarkan dalam suhu ruang. Selama proses pendinginan, pelat tetap berada di dalam cetakan selama 12 jam. Pelat bipolar akan mengalami perubahan dimensi dan akan terjadi pelengkungan ketika langsung dikeluarkan dari cetakan. Pelat bipolar yang telah dicetak kemudian dipotong-potong untuk dijadikan sebagai sampel uji. Pengujian densitas dilakukan berdasarkan prinsip gaya Archimedes menurut standar ASTM D792 (Standard Test Methods for Density and Specific Gravity (Relative Density) of Plastics by Displacement) [19]. Prinsip pengujian porositas adalah membandingkan massa antara sampel yang telah dikeringkan di oven dengan massa di dalam air dan massa di udara setelah direndam air dengan suhu 100 C yang mengacu pada ASTM C20 (Standard Test Methods for Apparent Porosity, Water Absorption, Apparent Specific Gravity, and Bulk Density of Burned Refractory Brick and Shapes by Boiling Water) [19]. Pengujian ini dilakukan menggunakan alat four-point probe detector dan pengujian ini mengacu pada standar ASTM B193 (Test Method for Resistivity of Electrical Conductor Materials) [19]. Selanjutnya dilakukan pengukuran nilai konduktivitas listrik dengan menggunakan rumus berikut ini [20]:
2. Eksperimen Secara garis besar, penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pembuatan pelat bipolar dan tahap kedua merupakan proses karakterisasi sampel. Awalnya grafit yang diperoleh dalam bentuk bongkahan dihancurkan sehingga berukuran lebih kecil. Selanjutnya, grafit digiling dengan menggunakan bola penggiling untuk menghasilkan partikel dengan ukuran yang diinginkan, yaitu kurang dari 44 µm. Grafit EAF hasil penggilingan kemudian diayak hingga ukuran kurang dari 325 mesh atau kurang dari 44 µm. Bahan-bahan yang telah disiapkan kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan digital. Setelah penimbangan semua bahan maka bahan-bahan siap untuk dicampurkan. Langkah-langkah yang dilakukan selama proses pencampuran adalah memasukkan grafit EAF dan MWCNT ke dalam pengaduk berkecepatan tinggi dengan kecepatan 28 000 rpm dan mencampur kedua bahan tersebut selama 10 detik, memasukkan epoksi resin dan hardener ke dalam beaker glass 1000 mL kemudian mengaduk keduanya hingga rata. Selanjutnya campuran epoksi resin dan hardener yang telah dicampur dimasukkan ke dalam pengaduk berkecepatan tinggi tadi yang telah berisi campuran grafit EAF dan MWCNT. Langkah berikutnya adalah melakukan pencampuran seluruh bahan tersebut dan untuk masing-masing sampel waktu pencampurannya divariasi. Variasi waktu yang digunakan adalah 30 detik, 60 detik, 90 detik, 120 detik, dan 150 detik. Setelah proses pencampuran dilakukan maka proses selanjutnya adalah pro-
s = 1/r,
(1)
dengan s merupakan konduktivitas (S/cm) dan r adalah resistivitas (W cm).
3. Diskusi dan pembahasan Ketika densitas semakin kecil, berat total pelat akan menjadi ringan sehingga dapat meningkatkan efisiensi sel tunam dan energi listrik yang dihasilkan pun menjadi lebih besar. Berdasarkan standar DOE, pelat bipolar harus memiliki densitas kurang dari 5 g/cm3 . Nilai densitas yang dihasilkan pada penelitian ini akan terlihat pada Tabel 1 dan Gambar 1. Tabel 1. Hasil pengujian densitas. Sampel A B C D E
57
Waktu pencampuran (detik) 30 60 90 120 150
Densitas (g/cm3 ) 1.61 1.61 1.84 1.49 1.55
TELAAH 32 (2), 56-59 (2014)
Densitas terbesar adalah 1.84 g/cm3 dan densitas terkecil adalah 1.49 g/cm3 . Proses pencetakan pelat menggunakan sistem penekanan panas di mana dengan adanya efek suhu akan meningkatkan kehomogenan material-material penyusun komposit. Selain itu, epoksi resin merupakan polimer yang memiliki nilai Tg (suhu transisi gelas yang menindikasikan suatu respon rantai molekul polimer terhadap panas sebagai salah satu bentuk energi kinetik). Nilai Tg dari epoksi resin adalah lebih besar 135 C [21]. Ketika suatu proses berada di bawah Tg maka polimer akan menjadi getas dan menyerupai perilaku gelas karena rantai molekulnya membeku. Pada kondisi tersebut, molekul polimer tidak memiliki energi termal yang cukup untuk melakukan pergerakan atau saling bergeser-menggelincir dan berputar sehingga pergerakan termal dari molekul polimer sangat lambat dan tidak terjadi perubahan densitas yang signifikan.
Porositas merupakan ruang atau daerah kosong yang terbentuk di antara material penyusun pelat bipolar. Dengan meningkatnya porositas maka akan menurunkan efisiensi dan performa sel tunam. Hasil pengujian porositas yang dilakukan terlihat pada Tabel 2 dan Gambar 2. Terlihat bahwa nilai persentase porositas yang dihasilkan terus membesar seiring dengan semakin lamanya waktu pencampuran. Salah satu parameter yang dapat dijadikan penyebab adanya porositas adalah karena adanya resin yang mengeras akibat proses curing [21]. Waktu optimum bagi resin untuk curing adalah 2 menit. Apabila lebih dari 2 menit, maka akan semakin banyak resin yang mengeras. Adanya resin yang mengeras merupakan penyebab resin tidak dapat mengisi ruang di antara partikel-partikel grafit. Kekosongan ini juga menandakan adanya interaksi yang lemah antara grafit dengan resin sehingga kekosongan dapat muncul di interfase komposit. Berdasarkan ketetapan DOE, presentase porositas untuk pelat bipolar harus kurang dari 1% [10]. Untuk itu, pelat yang masuk kedalam kategori DOE adalah pelat A. Pengujian konduktivitas akan menjadi parameter penting dalam karakterisasi pelat bipolar. Pelat bipolar diharapkan memiliki nilai konduktivitas yang tinggi karena pelat bipolar dengan sifat konduktivitas listrik yang baik akan mampu mengantarkan atau mengalirkan arus listrik ke sistem sel tunam. Dari hasil pengujian, nilai konduktivitas tertinggiterjadi pada pelat A dan nilai konduktivitas listrik dan yang terkecil dimiliki oleh pelat D (lihat Tabel 3). Pada
Tabel 2. Hasil pengujian porositas.
Tabel 3. Hasil pengujian konduktivitas listrik.
Gambar 1. Pengaruh waktu pencampuran terhadap densitas pelat bipolar.
Sampel A B C D E
Waktu pencampuran (detik) 30 60 90 120 150
Porositas (%) 0.30 1.25 2.20 2.30 4.03
Sampel A B C D E
Waktu pencampuran (detik) 30 60 90 120 150
Porositas (S/cm) 7.53 0.27 0.52 0.04 0.30
Gambar 3. Pengaruh waktu pencampuran terhadap konduktivitas listrik pelat bipolar.
Gambar 2. Pengaruh waktu pencampuran terhadap porositas pelat bipolar.
58
B. PRIHANDOKO ET AL. — PENGARUH VARIASI PENCAMPURAN...
penelitian ini, nilai konduktivitas litrik yang dihasilkan tidak ada yang memenuhi standar yang ditetapkan oleh DOE, yaitu sebesar 100 S/cm [10]. Hal ini terjadi karena MWCNT yang berperan sebagai penguat tidak bekerja dengan optimum. Ketika MWCNT digunakan dalam jumlah yang besar maka MWCNT akan cenderung menjadi agregat membentuk suatu ikatan akibat kuatnya gaya Van der Waals yang dimiliki oleh CNT [16]. Banyak aglomerat MWCNT yang tidak terdistribusi merata pada sampel. Peningkatan nilai konduktivitas dapat terjadinya karena ketersediaan daerah atau jalur konduktivitas elektron yang semakin banyak [16–18].
[3] [4]
[5]
[6]
4. Kesimpulan Pengaruh waktu pencampuran sangat besar tehadap sifatsifat pelat bipolar. Lama pencampuran sangat memengaruhi penyebaran MWCNT yang mudah menggumpal. Nilai densitas pelat bipolar terkecil adalah 1.49 g/cm3 dengan waktu pencampuran selama 120 detik dan yang terbesar adalah 1.84 g/cm3 dengan waktu pencampuran selama 90 detik. Persentase porositas terkecil adalah 0.30% dengan waktu pencampuran 30 detik dan yang terbesar adalah 4.03% dengan waktu pencampuran 150 detik. Nilai konduktivitas listrik pelat bipolar terbesar 7.53 S/cm dengan waktu pencampuran 30 detik dan yang terkecil adalah 0.04 S/cm dengan waktu 120 detik. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa waktu pencampuran yang optimal adalah 30 detik, di mana nilai konduktivitas tertinggi didapat sebesar 7.53 S/cm. Namun, nilai ini masih berada di bawah standar DOE sebesar 100 S/cm.
[7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14] [15]
Ucapan terima kasih
[16]
Penelitian ini merupakan kerjasama antara Pusat Penelitian Fisika LIPI dan Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Bantuan yang cukup signifikan diberikan PT Krakatu Steel (KS) yang telah memberikan limbah bahan grafit EAF untuk menjadi bahan baku eksperimen.
[17] [18] [19]
Daftar pustaka [1] Key World Energy Statistics (International Energy Agency, 2014). [2] Pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) guna Penghematan Bahan Baku Fosil dalam
[20] [21]
59
Rangka Ketahanan Energi Nasional, dalam Jurnal Kajian Lemhanas RI, Edisi ke-14, 2012. B. Prihandoko, dipresentasikan dalam Seminar Nasional Ketahanan Energi, UPN Veteran, Yogyakarta, 26 Juli 2008 (unpublished). C. Rayment dan S. Sherwin, Introduction to Fuel Cell Technology, Department of Aerospace and Mechanical Engineering, University of Notre Dame, 2003 (unpublished). Fuelcell: Proton Exchange Membrane Fuel Cells (PEMFC), http://www.esources.com/fuelcell-PEMFC.htm (diakses 12 Desember 2012). A. Zulfia, T. Abimanyu, dan V. W. Dalam, Makara J. Technol. 15, 101 (2011). R. P. Pratama, tugas akhir sarjana, Universitas Indonesia, 2009. Ling Du, dissertation, University of Akron, 2008. B. K. Kakati dan D. Deka, Energ. Fuels 21, 1681 (2007). DOE Hydrogen Program, Next Generation Bipolar Plate for Automotive PEM Fuel Cell, Annual Progress Report, 2007. W. D. Callister, Material Science and Engineering: An Introduction (Wiley International, 2007), Edisi ke-7. Y. Wang, M.Appl.Sc. thesis, University of Waterloo, 2006. A. Hermann, T. Chaudhuri, dan P. Spagnol, Int. J. Hydrogen Energ. 30, 1297 (2005). Y. Sadeli, J. W. Soedarsono, B. Prihandoko, dan S. Harjanto, J. Mater. Sci. Eng. B 1, 178 (2011). Sutoni, tugas akhir sarjana, Universitas Indonesia, 2010. S.-Y. Yang, W.-N. Lin, Y.-L. Huang, H.-W. Tien, J.-Y. Wang, C.-C. M. Ma, S.-M. Li, dan Y.S. Wang, Carbon 49, 793 (2011). Y. Sadeli, J. W. Soedarsono, B. Prihandoko, dan S. Harjanto, Adv. Mater. Res. 634, 2060 (2013). Y. Sadeli, J. W. Soedarsono, B. Prihandoko, dan S. Harjanto, S. L. Donaldson dan D. B. Miracle, ASM Handbook Composites (ASM International, 2001), Volume 21, Edisi ke-10. A. P. Schuetze, W. Lewis, C. Brown, dan W. J. Geerts, Am. J. Phys. 72, 149 (2004). C. Harper, Modern Plastics Handbook (McGraw Hill, 2000).
TELAAH 32 (2), 60-63 (2014)
PENGARUH KECEPATAN ROTOR DAN MAGNETIC FLUX DENSITY TERHADAP OUTPUT TEGANGAN GENERATOR AXIAL FLUX PERMANENT MAGNET THE EFFECTS OF ROTOR SPEED AND MAGNETIC FLUX DENSITY TO VOLTAGE GENERATED BY AXIAL FLUX PERMANENT MAGNET GENERATOR Perdamean Sebayang1 ⇤ , Lukman Faris Nurdiyansah1 , Masno Ginting1 , Fresky Agung Prasetya2 , dan Masbah Rotuanta Tagore Siregar2,3 1 Pusat Penelitian Fisika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan 15314, Banten, Indonesia 2 Sekolah Tinggi Teknik PLN, Menara PLN, Jl. Lingkar Luar Barat, Jakarta 11750, Indonesia 3 Jurusan Teknik Elektro, Institut Sains dan Teknologi Nasional, Jl. PLN Durentiga, Jakarta 12760, Indonesia Email: ⇤
[email protected] Diterima: 5 September 2014 Direvisi: 29 Oktober 2014 Disetujui: 30 Oktober 2014 Abstrak Pada penelitian ini akan dikaji pengaruh kecepatan putar rotor n dan kerapatan fluks magnet Br terhadap output tegangan, Erms melalui simulasi dan analisis pada generator axial flux permanent magnet (AFPM). Generator fluks aksial magnet permanen yang dibuat dalam penelitian ini adalah terdiri atas dua rotor yang menggunakan magnet permanen NdFeB dengan Br = 0.2 Tesla dan satu stator dengan jumlah 9 kumparan, 70 lilitan, dan 3 fase. Dari hasil ujicoba generator yang dibuat output tegangan mulai terbaca apabila kecepatan putaran > 228 rpm. Sedangkan dari hasil simulasi, tegangan dapat terbaca setelah putaran pertama. Pada kecepatan rotor 1000 rpm, korelasi antara kerapatan fluks magnet, Br terhadap output tegangan induksi generatorErms adalah Erms = 34.706Br . Apabila kecepatan rotor ditingkatkan menjadi 1.5 kali, maka Erms juga akan meningkat sebesar 1.5 kalinya. Kata kunci: Generator fluks aksial, magnet permanen, magnetic flux density, output voltage Abstract In this research we examined the influence of the rotor rotation speed n and the magnet flux density Br to the output voltage Erms through the simulation and analysis of the axial flux permanent magnet (AFPM) generator. The AFPM generator fabricated and used in this research consist of two rotors using NdFeB permanent magnet with Br = 0.2 Tesla and one stator with 9 spool, 70 coils, and 3 phases. The experimental result shows that the generator output voltage can be read when the rotation speed is greater than 228 rpm. On the the other hand, the results of the simulation shows that the generator output voltage can be read in the first round. The correlation between flux magnet density and the output of the induction generator voltage (Erms ) at the speed of 1000 rpm satisfies the equation Erms = 34.706Br . We also found that the Erms is indeed proportional to the rotor speed, that is, when the rotor speed is increased 1.5 times larger, the Erms would get 1.5 larger too. Keywords: Flux axial generator, permanent magnet, magnetic flux density, output voltage
1. Pendahuluan
day, yaitu apabila sepotong kawat penghantar listrik berada dalam medan magnet yang berubah-ubah, maka pada kawat tersebut akan terbentuk gaya gerak listrik (GGL) induksi atau sebaliknya. Perbedaan mendasar dari generator sinkron dengan generator sinkron magnet permanen adalah pada cara pembangkitan (sistem eksitasi) fluks magnetik [6]. Generator sinkron, fluks magnetnya dibangkitkan oleh tegangan DC atau sumber arus yang diberikan pada kumparan melalui cincin geser dan sikat. Sedangkan pada generator sinkron magnet permanen, tidak dibutuhkan arus eksternal untuk membangkitkan fluks magnet karena fluks magnetnya dibangkitkan oleh magnet permanen itu sendiri. Kekuatan fluks yang dibangkitkan bergantung pa-
Pertumbuhan jumlah penduduk, ekonomi, dan kemajuan teknologi semakin meningkat sehingga kebutuhan akan listrik juga meningkat. Konsumen tenaga listrik semakin banyak, sementara sumber tenaga listrik saat ini belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Salah satu pengembangan energi terbarukan tersebut tidak luput dari peran generator listrik fluks aksial berbasis magnet permanen sebagai pembangkit tenaga listrik [1–4]. Secara umum generator digunakan untuk menghasilkan listrik berjenis generator sinkron [5] terdiri dari rotor dan stator. Prinsip kerja generator berdasarkan hukum Fara-
60
(menggunakan tenaga alam), handal dan biaya rendah [8-10]. Ada dua buah tipe generator magnet permanen bila dikategorikan berdasarkan arah fluks magnetiknya, yaitu: tipe fluks radial dan aksial [11], seperti terlihat pada Gambar 1.
P. SEBAYANG ET AL. — PENGARUH KECEPATAN ROTOR...
di mana ro , ri , t f , dan Nm berturut-turut adalah outer radius, inner radius, jarak antarmagnet, dan jumlah magnet. Fluks maksimum, dengan demikian, dapat ditentukan dengan menggunakan rumus [12] Gambar 2. Ilustrasi Fmax = Amagn. Bmax Fluks Magnet (3)
a)."
b)."
Gambar Tipealiran aliranfluks, fluks,a). a).radial radialdan danb). b).aksial. aksial. Gambar 1.1.Tipe
Pada generator arah fluks da jenis material magnet radial, yang digunakan [7]. magnet Genesecara tegak lurus terhadap poros, dan rator radial sinkrondan magnet permanen banyak diaplikasikan sebagai pembangkit listrik terbarukan stator disusun disisienergi luar rotor. Pada tipe(mengradial, gunakan tenaga alam) karena handal dan berbiaya renmedan magnet hanya terdapat pada celah dah [8–10]. diantara rotor dan stator sehingga daya Berdasarkan arah fluks yang dihasilkan, ada dua luarannya dapat ditingkatkan. buah tipe tidak generator magnet permanen, yaitu tipe fluks Generator tipe aksial, rotor dihubungkan radial dan aksial [11] (lihat Gambar 1). Pada generator dengan magnet diletakan radial, poros, arah fluksdan magnet secara permanen radial dan tegak lurus terhadap poros, dan stator disusun pada sisi luar rotor. dipermukaan rotor sehingga menghasilkan fluks Pada tipe ini, medan magnet hanya terdapat pada cemagnetik dengan arah aksial dan paralel dengan lah di antara rotor dan stator. Ini menyebabkan daya porosnya. Disisi lain, generator tipe fluks aksial luarannya tidak dapat ditingkatkan. dapat Pada ditingkatkan daya luarannya dengan decara generator tipe aksial, rotor dihubungkan membuat celah udara setipis mungkin. ngan poros dan magnet permanen diletakkan di perGenerator fluks aksial disebut sebagai mukaan rotor sehingga menghasilkan fluks magnetik dengan arah aksial paralel dengan porosnya. Bergenerator axial fluxdanpermanent magnet (AFPM). beda generator dengan generator tipe radial, luaran terdapat generaPada listrik fluksdaya aksial tor ini dapat ditingkatkan dengan cara membuat celah perbedaan output tegangan (Erms) akibat udara setipis mungkin. perubahan fluks olehaxial karena Fokus penelitianmagnet ini adalah(∅), generator flux per-itu perlu dicari output tegangan optimal. rms) yanggenerator manent magnet (AFPM). Sesuai(Enamanya, Pada penelitian ini dilakukan simulasi dan ini merupakan generator tipe fluks aksial dengan magnet permanen. Padakecepatan generator listrik tipe rotor ini terdaanalisa pengaruh putar dan pat perbedaan tegangan (Erms ) akibat kerapatan fluksoutput magnet (magnetic fluxperubahdensity) an fluks magnetik (F). Pencarian nilai Erms yang optimal merupakan subyek penelitian yang menarik. Pada penelitian ini dilakukan simulasi dan analisis pengaruh kecepatan putar rotor dan kerapatan fluks magnet " (magnetic flux density) dari magnet permanen terhadap Erms generator fluks aksial.
Ketika generator berputar ter-per magnet Untuk mengetahui besar putar medan Dimana: N = 70 lilitanpada = kecepatan jumlah lilitan tentu, maka akan ada perubahan nilai fluks magnemaksimum, Bmax (T), pada (Hz), kutub!magnet dapat pent kumparan, f = frekuensi elektrik ! = 9 tik yang menghasilkan tegangan induksi E[12] rms ,: yaitu ditentukan melalui persamaan men buah = jumlah kumparan dan !!ℎ = 3 = jumlah [13, 14]: fasa. Penempatan kumparan pada stator (2) mem !!!!p= Br. [!!/(!!+!)] 2p 2N f F N max jika s gand memiliki sudut tertentu, hanya (4)satu Erms fasa = [15] Dimana: Br =output 0.2 = juga kerapatan N ph Tesla kumparan saja maka tegangan satu fluks . magnet ditempatkan (T), !! = 1.73 cm = lebar magnet, dan ! aksi fasa. Apabila pasang kumparan dengan N, Ns , N ph , dan f masing-masing 0 menyatakan = 3 cm = lebar air gap, sedangkan pada stator beda sudut 120 , maka output luasan untu jumlah lilitandengan per kumparan, jumlah kumparan, jumlah 2 magnet, ) dapat dihitung magn tegangan denganA fasa (myang berbeda 120o. dengan perh fase, dan frekuensi listrik. [12] menggunakan : Perlu dicatat bahwa persaman penempatan kumparan pada digu Persamaan frekuensi, f yang dihasilkan oleh [12] stator memiliki sudut fase tertentu, yakni jika hanya 2 2 generator aksial Chapman : (3) ditam !! −!dengan A!!!! = [(sama ! )−!!(!!−!!)!!]/!! satu kumparan saja maka output tegangan juga satu faputa se. Apabila ditempatkan 3 pasang pada staDimana: 12 cm =kumparan outer radius, r(6) o =)/120 i = 8 cm = ! = (r!! tor dengan beda sudut 120 , maka output tegangan akinner radius, !! = 3 cm = jarak antar magnet, dari an memiliki yang berbeda 120=. kecepatan Frekuensi f yang Dimana n =fase 1500 rpm putar sehingga dan !900 =– 12 buah = jumlah magnet, !generator cela dihasilkan oleh aksial sama denganmagnet [12]: rotor dan p = 12 buah = jumlah kutub fluks magnet maksimum, ɸmax dapat dituliskan pada rotor. (5) sebagai [12]:f = np/120, n dan p masing-masing DAN menyatakanSIMULASI kecepatan 3.denganKONSTRUKSI (4) ∅ dan = A!!!! .! !!! pada rotor. max jumlah putar rotor kutub magnet GENERATOR AFPM Ketika berputarpada pada generator kecepatan (rpm) Stator generator yang terdapat 3. Kontruksi dan simulasi generator AFPM tertentu, maka akan ada perubahan besar fluks AFPM adalah merupakan bagian yang diam, magnetik dihasilkan dariadalah magnet permanen Stator yang terdapatyang pada generator AFPM medimana output tegangan dihasilkan. Rotor rupakan bagian yang diam, dimana output tegangan diterhadap kumparan pada stator, sehingga merupakan bagian yang berputar karena [13, 14] hasilkan. Rotor merupakan bagian yang berputar kamenghasilkan tegangan induksi, : rms yaitu terhubung dengan penggerak utama Emelalui rena terhubung dengan penggerak utama melalui poporos [12, Hugh Piggot]. Bentuk rotor dan stator ros [12]. Bentuk rotor dan stator pada generator AFPM (5) E!!! = [(2!/√2) .! .!.∅dibuat !!!.!!]/!!ℎ pada yang yang generator telah dibuat AFPM berupa disk dantelah disusun saling berupa berdisk danseperti disusun berhadapan, seperti hadapan, terlihatsaling pada Gambar 2. terlihat pada Gambar 3.
Rotor'
Stator'
Magnet' NdFeB'
2. Dasar teori Untuk mengetahui besar medan magnet maksimum, Bmax (T), pada kutub magnet dapat ditentukan melalui persamaan [12]: Bmax = Br [Lm /(Lm + d )] ,
(1)
Poros'
di mana Br , Lm , dan d berturut-turut adalah kerapatan fluks magnet (T), lebar magnet, dan lebar celah udara. Luasan magnet Amagn. dapat dicari dengan [12] Amagn. =
(ro2
ri2 )
t f (ro Nm
ri )Nm
,
(2)
Pada 2" NdF Tesl Pem emb peny mag S), dan lainn
4. H Gambar 2. Foto generator AFPM yang dibuat. Gambar 3. Foto konstruksi generator AFPM yang dibuat.
Pada generator AFPM, magnet 61permanen diletakkan di sisi luar rotor sehingga menghasilkan fluks magnetik yang arahnya melewati bagian stator. Arah fluks magnet tidak menyebar, melainkan sejajar poros atau aksial
gene kera max tega pers mas mak mag
TELAAH 32 (2), 60-63 (2014)
itan per !! = 9 = jumlah stator nya satu uga satu umparan a output a 120o. an oleh 12] : (6)
n putar gnet
Pada generator AFPM, magnet permanen diletakkan di sisi luar rotor sehingga menghasilkan fluks magnetik yang arahnya melewati bagian stator. Arah fluks magnet tidak menyebar, melainkan sejajar poros atau aksial sehingga efisiensinya lebih tinggi dan rugi-rugi Pemodelan generator memegang peran dayanya kecil [11]. penting dalam langkah-langkah pembuatan agar Pemodelan generator memegang peran penting damendekati spesifikasi yang diharapkan. Untuk lam langkah-langkah pembuatan agar mendekati spemembantu pemodelan Generator AFPM rotor sifikasi yang diharapkan. Untuk membantu pemodelan8 ganda digunakan perangkat lunak Sketchup generator AFPM rotor ganda tersebut digunakan per[15] . Model dan konstruksi dari generator fluks angkat lunak Sketchup 8 [15]. Model dan konstruksi aksial tipe rotor tunggal dan ganda ini dipilih dari generator fluks aksial tipe rotor tunggal dan ganda untuk dan dan dianalisis. ini dipilihdisimulasikan untuk disimulasikan dianalisis. Untuk Untuk perhitungan simulasi generator AFPM perhitungan simulasi generator AFPM digunakan Vi[16] digunakan Visual Basic 2010dapat , sehingga dapat sual Basic 2010 [16], sehingga ditampilkan ouditampilkan tput tegangan output terhadaptegangan kecepatanterhadap putar dankecepatan variasi keputar dan variasi kerapatan fluks magnet. rapatan fluks magnet. Desain pemodelan ini tiga terdiri Desain pemodelan generatorgenerator ini terdiri dari badari tiga bagian utama, yakni rotor,udara, stator dan gian utama, yakni rotor, stator dan celah seperti terlihatudara, pada Gambar celah seperti 3. terlihat pada Gambar 4.
dari generator hasil percobaan dan simulasi. Apabila generator tersebut diputar dengan kecepatan, n = 1000 rpm, maka dengan menggunakan persamaan (5) diperoleh hasil simulasi output tegangan induksi, E!!! = 6,94 volt. merupakan dalam kondisi Erms Nilai terhadapini kecepatan putar nnilai dari generator hasil ideal, tanpa cacat,Apabila gangguan atau kesalahan percobaan danada simulasi. generator tersebut diputar dengan n = 1000 makapercobaan dengan sama sekali.kecepatan Sedangkan darirpm, hasil menggunakan Pers. (4) diperoleh simulasi output pada kecepatan putar danhasilkerapatan fluks tegangan induksi, E = 6.94 V. Nilai ini merupakan rms magnet yang sama, diperoleh output tegangan nilai dalam kondisi ideal, tanpa ada cacat, gangguan, induksi, E!!! sama adalah sebesar 6,0 volt. Artinya atau kesalahan sekali. Sedangkan dari hasil perpengaruh vibrasi rotordan kerapatan mengakibatkan cobaan, dengan kecepatan putar fluks timbulnya antaraoutput stator terhadap rotor magnet yanggesekan sama, diperoleh tegangan induksi Erms = 6.0menyebabkan V. Perbedaan ini output disebabkan oleh pengaruh sehingga tegangan induksi, rotor yang menimbulkan gesekan antara stator Evibrasi !!!# turun# sebesar# 0.94# volt# atau# terjadinya terhadap rotor. penurunan tegangan sebesar 13%.
sim puta
kera dan tega (n) Erm dala pers perb diti yan 2.97 keli sam
MULASI
enerator g diam, Rotor karena melalui an stator t berupa seperti
g dibuat.
magnet ehingga arahnya net tidak u aksial ugi-rugi
Gambar 4. Hubungan antara Erms terhadap kecepatan Gambar Hubungan antara output tegangan, Erms putar rotor5.dari hasil percobaan dan simulasi dengan terhadap kecepatan putar rotor dari hasil percobaan dan magnetic flux density 0.2 T. simulasi dengan magnetic flux density 0.2 Tesla.
Gambar 3. Model generator AFPM. Gambar 4. Model Konstruksi Generator AFPM Pada generator digunakanmagnet magnet permanen permanen Pada generator iniinidigunakan NdFeB dengan kerapatan fluks magnet sebesar T, NdFeB dengan kerapatan fluks magnet0.20,2 bentuk rectangular atau kotak. Pemasangan magnet Tesla, bentuk rectanguler atau kotak. permanen dengan cara embedded dipilih agar tidak muPemasangan magnet permanen dengan cara dah lepas dan penyebaran fluks magnet merata. Posiembedded, dipilih agar tidak mudah lepas dan si kutub magnet yang digunakan bertipe utara-selatan penyebaran fluks magnet merata. Posisi kutub (N-S), silih berganti terhadap magnet di sebelahnya magnet yang digunakan bertipe utara-selatan (Ndan saling berhadapan dengan kutub magnet lainnya. S), silih berganti terhadap magnet disebelahnya dan saling berhadapan dengan kutub magnet 4. Hasil dan pembahasan lainnya. Berdasarkan data dan spesifikasi generator yang dibu-
at, HASIL dapat diketahui nilai kerapatan fluks magnet mak4. DAN PEMBAHASAN simum BBerdasarkan , fluks maximum , frekuensi f , dan max dataFmaxdan spesifikasi output tegangan induksi, E . Dengan menggunakan generator yang dibuat,rmsdapat diketahui nilai Pers. (1)-(3)fluks makamagnet dapat dihitung masing-masing bekerapatan maksimum, Bmax, fluks saran tersebut, yaitu medan magnet maksimum Bmax = maximum, ɸ!!!!, frekuensi, ! dan output4 0.08 T, luas permukaan magnet Amagn. = 8.93 ⇥ 10 tegangan induksi, E!!!. Dengan menggunakan5 m2 , dan fluks magnet maximum Fmaks = 7.44 ⇥ 10 persamaan (2), (3) dan (4) maka dapat dihitung Wb. masing-masing besarnya output medan magnet Pada Gambar 4, diperlihatkan tegangan (AC), maksimum, !!!! = 0,08 Tesla, luas permukaan magnet, !!!!! = 8,93x10-4 m2, dan fluks magnet maximum, ɸ!!!! = 7,44x10-5 Wb.
Untuk kecepatan 1500 rpm, hasil simulasi membeUntuk 1500 rpm, hasil rikan Erms = 10.41 kecepatan V, sedangkan pengukuran menghasimulasi # yaitu 10.41terjadi volt penurunan dan pengukuran !!! silkan ErmsE= 9.40 V. Artinya, sebesar 9.7%. Korelasi antara output tegangan induksi Eterjadi langsung sebesar 9,40 volt sehingga rms dari hasil ujicoba generator sebagai fungsi kecepatan penurunan sebesar 9,7%. Korelasi antara output putar n memenuhi persamaan Y = Erms = an + b = tegangan induksi (Erms) dari hasil ujicoba 0.0076n 1.73, di mana a dalam V/rpm dan b dalam generator sebagai fungsi kecepatan putar (n) volt. Korelasi ini menunjukkan bahwa pada kecepatmemenuhi persamaan Y= Ermsadanya = anoutput – b = an putar, n 228 rpm, belum terbaca 0,0076n 1,73, dimana dalam (volt/rpm) dan b tegangan.- Output tegangan amulai terbaca ketika kecepatan putaran besar dari rpm. dalam volt. lebih Korelasi ini 228 menunjukkan bahwa hasil simulasi, kamin mendapati + rms = an padaUntuk kecepatan putar, ≤ 228 Erpm, belum b = 0.007n 0.0071, juga pada kerapatan fluks magterbaca adanya output tegangan. Erms = 0 volt net sebesar 0.2 Tesla. Ternyata dari hasil simulasi medan output tegangan mulaiE terbaca apabila nunjukkan bahwa output tegangan rms mulai terbaca kecepatan putaran > 228 rpm. setelah satu kali putaran atau n > 1. Untuk mendapatkexp simulasi = 20 V maka Sedangkan dari dibutuhkan hasil kecepatan simulasi an Erms = Erms putar sekitar 2872 didapatkan Erms rpm. = an – b = 0.007n – 0.0071, Pada Gambar 5 pada diperlihatkan bahwa kerapatan fluks masing-masing kerapatan fluks magnet magnet sangatlah berpengaruh terhadap output tegangsebesar 0,2 Tesla. Ternyata dari hasil simulasi an, Erms . Terlihat bahwa jika kerapatan fluks magnet menunjukkan bahwa output tegangan Erms mulai semakin besar maka output tegangan juga bertambah besar. Artinya ada hubungan berbanding lurus. Untuk kecepatan putar konstan sebesar 1000 rpm, korelasi antara output tegangan Erms terhadap kerapatan fluks " magnet Br adalah Erms = aBr = 34.706Br .
3" 62
G ter
kera terh fluk tega hub puta outp mag dim
indu terh pers kec frek outp
men
VAC, 50 Hz (sesuai dengan jala-jala PLN), dibutuhkan kerapatan fluks magnet 0,5 Tesla, 9 buah kumparan dengan jumlah 590 lilitan untuk setiap kumparannya dan kecepatan putar rotor, n = 1500 rpm.
DOI: 01.IJEPE.03.01.38. 4. Jacek F. Gieras, Rong-Jie Wang, Maarten J. Kamper. Axial Flux Permanent Magnet P. SEBAYANG ET AL. — PENGARUH KECEPATAN ROTOR... Brushkess Machine. Kluwer Academic Publisher. New York, 2004. 5. Eriksson, Hans Bernhoff, [2] A.Sandra S. Holmes, G. Hong, dan K. R. Pullen, J. Loss evaluation and design optimisation for direct Microelectromech. Syst. 14, 54 (2005). synchronous [3] V. driven V. Parlikar,permanent P. M. Kurulkar,magnet K. P. Rathod, dan for wind Applied P. generators Kumari, ACEEE Int. J. power, Elec. Power Eng. 3,Energy 3388 (2012). (2011) 265–271. [4]6.J. F. Gieras, R.-J. Wang,A.F. dan M.Zobaab, J. Kamper, I.Axi-Pisica, N.P. Gargova, al Separated Flux Permanent Magnet Brushless magnet yoke forMachine permanent (Springer, 2008), Edisigeneratorfor kedua. magnet linear marine wave [5] S. energy Eriksson,converters, H. Bernhoff, Appl. Energy 88, 265 Electric Power Systems (2011). Research 109 (2014) 63–70. [6] N. P. Gargov, A. F. Zobaa, dan I. Pisica, Electr. 7.Power AjaySyst. Kumar, Marwaha, Amarpal Res. 109,Sanjay 63 (2014). Singh, Anupama Marwaha, Performance [7] A. Kumar, S. Marwaha, A. Singh, dan A. Marinvestigation of a permanent waha, Simul. Model. Pract. Theory 17, 1548magnet generator, Simulation Modelling Practice (2009). Theory, 17 (2009) 1548–1554. [8] M.and Nasiri, J. Milimonfared, dan S. H. Fathi, 86, 892 (2014).S.H. Fathi, 8.Energy M. Convers. Nasiri, Manag. J. Milimonfared, [9] M.Modeling, Pinilla dan S. Martinez, Renew. Energy 41,of TSR analysis and comparison 267 (2012). and OTC methods for MPPT and power [10] H. Li dan Z. Chen, Renew. Energy 34, 1175 smoothing in permanent magnet synchronous (2009). wind ¸turbines, [11] E. generator-based Kurt, H. G¨or, dan M. Demirtas , Energy Con-Energy Conversion and Management 86 (2014) 892– vers. Manag. 77, 163 (2014). [12] S. 900. Chapman, Electric Machinery and Po9.wer Manuel Pinilla, Sergio Martinez,New Optimal System Fundamentals (McGraw-Hill, design York, 2001).of permanent-magnet direct-drive [13] D.generator Ahmed danfor A. Ahmad, J. Phys.considering Conf. Ser. wind energy the 439, 012039 (2013). cost uncertainty in raw materials, Renewable [14] H.Energy Hatami, 41 M.(2012) B. B. Sharifian, 267-276.dan M. Sabahi, Int. J. Res. Eng. Technol. 2, 396 (2013). 10. H. Li, Z. Chen, Design optimization and site [15] H. Chandra, 7 Jam Belajar Interaktif Google matching of direct-drive permanent magnet SketchUp 8 Untuk Orang Awam (Maxikom, wind power generator systems, Renewable 2011). 34 Cepat (2009)Mahir 1175–1184. [16] E. Energy, Kurniawan, Visual Basic 2010 11.(Penerbit Erol Kurt, Halil Andi, 2011). Gör, Mehmet Demirtas, Theoretical and experimental analyses of a single phase permanent magnet generator (PMG) with multiple cores having axial and radial directed fluxes, Energy Conversion and Management, 77 (2014) 163–172. 12. Chapman, Stephen J., Electric Machinery and Power System Fundamentals, McGrawHill, New York, 2002. 13. D Ahmed, A Ahmad, An optimal design of coreless direct-drive axial flux permanent magnet generator for wind turbine, Journal of Physics: Conference Series 439 (2013) 1-
Gambar 5. Hubungan antara kerapatan fluks magnet Gambar 7. Hubungan antara kerapatan fluks magnet terhadap output tegangan Ermsoutput pada generator AFMP. (magnetic flux density) terhadap tegangan, E pada generator AFMP.
Hubungan antara output tegangan induksi E
rms
pa-
rms 5.daKESIMPULAN DAN SARAN kecepatan putar 1500 rpm terhadap kerapatan fluks Generatorpersamaan AFPM Etelah= berhasil dibuat magnet memenuhi aBr = 52.059B rms r. dengan menggunakan magnet permanen NdFeB, Jika kecepatan putar rotor semakin cepat maka frekuBensi 0.2 Tesla. Pada kecepatan putar n= r = yang dihasilkan menjadi besar dan Ermsrotor, juga me1000 rpm, perbedaan sebesar 13% atau ningkat. Ini terdapat tidaklah mengherankan karena merupakan konsekuensi langsung Pers. (4). 0.94 volt antara hasildari ujicoba generator terhadap hasil simulasi, dan korelasi antara kerapatan fluks magnet, Br terhadap output tegangan 5. Kesimpulan induksi generator, Erms = 34. 706 Br. Untuk Generator AFPM telah berhasil dibuat dengan mengmenghasilkan tegangan 220 gunakan magnetoutput permanen NdFeB Brgenerator = 0.2 T. Pada Vkecepatan , 50 Hz (sesuai dengan jala-jala PLN) maka AC putar rotor n = 1000 rpm, terdapat perbedisarankan menggunakan 12 hasil buahujicoba magnet daan sebesar 13% atau 0.94 V antara gepermanen NdFeB masing-masing mempunyai Br nerator terhadap hasil simulasi dan korelasi antara ke=rapatan 0,5 Tesla, n = 1500 rpm, dengan kumparan fluks magnet Br terhadap output 9tegangan induksi generator dapat ditulis hubungan dan setiap kumparan terdirisebagai dari 590 lilitan. linier
Erms = 34.706Br .
REFERENSI 1.Daftar J.M. pustaka Davila-Vilchis, R.S. Mishra, Performance of a hydrokinetic energy Energy system [1] J. M. Davila-Vilchis dan R. S. Mishra, using an axial-flux permanent magnet 65, 631 (2014). generator, Energy 65 (2014) 631-638. 2. Andrew S. Holmes, Member, IEEE, Guodong Hong, and Keith R. Pullen, AxialFlux Permanent Magnet Machines for Micropower Generation, JOURNAL OF MICROELECTROMECHANICAL SYSTEMS, VOL. 14, NO. 1, (2005) 54-62. 3. VV Parlikar, Sc. G, PM Kurulkar,Sc.F., KP Rathod, Sc. D., & Poonam Kumari,Sc. C, An Axial-Flux Permanent Magnet (AFPM) Generator for Defence Applications Paradigm Shift in Electrical Machine, ACEEE Int. J. on Electrical and Power
5" "
63
TELAAH JURNAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI ISSN 0125-9121 Volume 32, Nomor 2, November 2014
LEMBAR ABSTRAK
Hery Suyanto Perhitungan temperatur plasma-laser dengan metode perbandingan intensitas dua garis emisi zinc (Zn) Telaah 32 (2), 34-38 (2014) Telah dilakukan perhitungan temperatur plasma-laser dengan persamaan Boltzmann melalui metode perbandingan (rasio) intensitas emisi dua panjang gelombang dari atom netral zinc (Zn). Tujuan penelitian ini untuk memilih pasangan panjang gelombang yang mempunyai nilai temperatur dapat mewakili temperatur plasma zinc di sekitar waktu eksitasi plasma. Intensitas diperoleh dengan memfokuskan laser Nd-YAG (1064 nm, 7 ns) dengan energi 80 mJ ke permukaan lempengan sampel Zn (99.99%) di lingkungan udara 1 atm dan menghasilkan plasma. Intensitas-intensitas emisi foton atom netral Zn dalam plasma ditangkap oleh spektrometer yang mana memungkinkan dapat dibuat 5 kombinasi rasio intensitas emisi dua panjang gelombang yang memenuhi syarat Boltzmann. Dengan memvariasikan waktu tunda deteksi diperoleh data intensitas yang menunjukkan bahwa daerah eksitasi (shock-excitation state) terjadi di sekitar 5 ns. Berdasarkan persamaan Boltzmann dan dengan membandingan nilai intensitas dua panjang gelombang dari lima kombinasi atom netral Zn diperoleh temperatur rata-rata pada daerah eksitasi sebesar 3064 K, dengan rentang kesalahan maksimum 6%. Berdasarkan data dapat disimpulkan bahwa rasio (328.2 nm/472.2 nm) ini merupakan rasio pasangan dua panjang gelombang yang paling cocok untuk menentukan temperatur plasma atom Zn dengan kesalahan maksimum 1.68% dari nilai rata-rata temperatur. Kata kunci: Temperatur, Boltzmann, Zn, metode perbandingan Isnaeni Pengaruh sumber eksitasi LED biru terhadap efisiensi kuantum nanopartikel luminesensi Telaah 32 (2), 39-46 (2014) Efisiensi kuantum digunakan sebagai parameter kualitas nanopartikel luminesensi. Pengukuran efisiensi kuantum biasanya memerlukan peralatan yang rumit dan mahal. Oleh karena itu pada penelitian ini, sistem pengujian efisiensi kuantum yang lebih sederhana dibuat dengan memadukan LED biru yang memiliki panjang gelombang emisi 405 nm, bola integrasi, dan fotospektrometer. Efisiensi kuantum dihitung dengan menggunakan sistem pengujian dua tahap. Sistem yang dikembangkan dalam penelitian ini berhasil mengukur efisiensi kuantum dengan baik dengan tingkat keakuratan rata-rata 88.4% untuk 14 sampel quantum dot dibandingkan dengan hasil pengukuran yang menggunakan peralatan komersial pengujian efisiensi kuantum. Rentang panjang gelombang 350 nm hingga 500 nm dan 501 nm hingga 700 nm digunakan masing-masing untuk menghitung jumlah foton terabsorpsi dan teremisikan. Efisiensi kuantum yang didapatkan dalam penelitian ini bergantung pada banyak faktor, seperti konstanta konversi intensitas fotoluminesensi dengan jumlah energi foton, volume quantum dot, tumpah tindih spektra LED biru dengan emisi quantum dot, dan kerataan eksitasi. Nilai effisiensi kuantum yang didapat tidak bergantung pada arus masukan LED biru. Sistem pengujian efisiensi kuantum ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk berbagai nanopartikel luminesensi lainnya dengan memperhatikan kesesuaian absorpsi dan emisi nanopartikel luminesensi dengan sumber eksitasi LED. Secara umum, sumber eksitasi LED biru dapat digunakan untuk mengukur efisiensi kuantum dengan baik. Kata kunci: Effisieni kuantum, LED biru, bola integrasi, quantum dot
i
Syuhada Estimasi paramater anisotropi atenuasi seismik di daerah gunung api dengan pendekatan nonparametrik generalized inversion technique Telaah 32 (2), 47-51 (2014) Kami mempelajari mekanisme anisotropi atenuasi di kawasan gunung api Ruapehu, Selandia Baru, dengan memperhitungkan variasi faktor atenuasi dari gelombang S dengan arah penjalarannya (komponen eastwest dan northsouth). Faktor kualitas Q dari gelombang SE W dan SN S diestimasi dengan menggunakan pendekatan nonparametrik generalized inversion technique (GIT) dari data gempa yang direkam oleh GeoNet. Data gempa yang digunakan mempunyai besaran 2 < M < 3.8 dengan jarak hiposenter antara 5-55 km. Untuk frekuensi yang dianalisis, Q frequency dependence dapat dihitung sebagai QE W ( f ) = (6.15 ± 1.22) f 1.73±0.12 dan QN S ( f ) = (4.14 ± 1.26) f 2.06±0.14 . Nilai QN S yang didapat pada frekuensi tinggi ( f > 6 Hz) mempunyai harga lebih tinggi dari nilai QE W yang menunjukan bahwa gelombang S bersifat anisotropik. Nilai Q yang rendah dengan frequency dependence yang tinggi dan atenuasi anisotropi yang terjadi pada frekuensi tinggi mungkin disebabkan oleh efek hamburan akibat heterogenitas medium di kawasan gunung api. Kata kunci: Atenuasi, anisotropi, GIT, kawasan gunung api Dwi Hanto, Andi Setiono, Iyon T. Sugiarto, Thomas B. Waluyo, dan Bambang Widiyatmoko Perancangan alat ukur pemilih jangkauan untuk mengukur daya optik Telaah 32 (2), 52-55 (2014) Tulisan ini menjelaskan tentang pembuatan rangkaian pemilih jangkauan pada perancangan alat ukur daya optik atau powermeter optik. Penelitian yang dilakukan adalah membuat rangkaian pengkondisi sinyal. Rangkaian ini dibuat berdasarkan penguat transimpedansi dengan 6 buah pilihan resistansi umpan balik, yaitu 1 kW, 10 kW, 100 kW, 510 kW, 1 MW, dan 2 MW. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan sumber cahaya berupa laser dengan panjang gelombang 1310 nm. Untuk variasi nilai, daya optik dari laser diatenuasikan dengan menggunakan atenuator optik sampai dengan 60 dB. Keluaran dari rangkaian ini berupa tegangan listrik yang diukur dengan menggunakan voltmeter. Dari hasil pengukuran kami menemukan bahwa setiap nilai resistansi memiliki jangkauan yang berbeda. Nilai daya optik pada masing-masing pemilihan resistansi adalah seperti berikut: -15 dBm s.d. -4.96 dBm pada resistansi 1 kW, -20 dBm s.d. -8 dBm pada resistansi 10 kW, -32 dBm s.d -18 dBm pada resistansi 100 kW, -40 dBm s.d. -28 dBm pada 510 kW, -45 dBm s.d. -28 dBm pada resistansi 1MW, dan -50 dBm s.d. -40 dBm pada resistansi 2 MW. Penelitian ini dapat dikembangkan untuk membuat alat ukur daya optik multijangkauan dengan ketelitian yang baik dengan mengganti beberapa nilai resistansi sesuai dengan jangkauan yang diinginkan. Kata kunci: Daya optik, multijangkauan, pengkondisi sinyal Bambang Prihandoko, Rizki Pirsiani, dan Yunita Sadeli Pengaruh variasi waktu pencampuran terhadap pelat bipolat dengan penambahan 5% wt multiwalled carbon nanotubes Telaah 32 (2), 56-59 (2014) Paper ini membahas pembuatan pelat bipolar karbon/karbon komposit dengan filler 80% wt, yang terdiri dari 95% wt grafit dapur busur listrik (electric arc furnace/EAF) dan 5% wt multiwalled carbon nanotubes (MWCNTs). Di samping itu, polimer yang bertindak sebagai matriks berjumlah 20% wt terdiri dari epoksi resin dan hardener dengan perbandingan 1:1. Penelitian pembuatan pelat bipolar ini memvariasikan waktu pencampuran yaitu 30, 60, 90, 120, dan 150 detik. Proses pencampuran menggunakan pengaduk berkecepatan tinggi dengan kecepatan 28000 rpm. Pencetakan menggunakan metode cetak kompresi panas dengan tekanan 55 MPa pada suhu 100 C selama 4 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu pencampuran optimum pada 30 detik di mana dihasilkan nilai densitas sebesar 1.61 g/cm3, porositas 0.30%, dan konduktivitas listrik 7.53 S/cm. Kata kunci: PEMFC, pelat bipolar, karbon/karbon komposit, MWCNT, konduktivitas listrik, variasi waktu pencampuran
ii
Perdamean Sebayang, Lukman Faris Nurdiyansah, Masno Ginting, Fresky Agung Prasetya, dan Masbah Rotuanta Tagore Siregar Pengaruh kecepatan rotor dan magnetic flux density terhadap output tegangan generator axial flux permanent magnet Telaah 32 (2), 60-63 (2014) Pada penelitian ini akan dikaji pengaruh kecepatan putar rotor n dan kerapatan fluks magnet Br terhadap output tegangan, Erms melalui simulasi dan analisis pada generator axial flux permanent magnet (AFPM). Generator fluks aksial magnet permanen yang dibuat dalam penelitian ini adalah terdiri atas dua rotor yang menggunakan magnet permanen NdFeB dengan Br = 0.2 Tesla dan satu stator dengan jumlah 9 kumparan, 70 lilitan, dan 3 fase. Dari hasil ujicoba generator yang dibuat output tegangan mulai terbaca apabila kecepatan putaran > 228 rpm. Sedangkan dari hasil simulasi, tegangan dapat terbaca setelah putaran pertama. Pada kecepatan rotor 1000 rpm, korelasi antara kerapatan fluks magnet, Br terhadap output tegangan induksi generatorErms adalah Erms = 34.706Br . Apabila kecepatan rotor ditingkatkan menjadi 1.5 kali, maka Erms juga akan meningkat sebesar 1.5 kalinya. Kata kunci: Generator fluks aksial, magnet permanen, magnetic flux density, output voltage
iii
TELAAH JURNAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI ISSN 0125-9121 Volume 32, Nomor 2, November 2014
ABSTRACT SHEET
Hery Suyanto The determination of plasma-laser temperature by using method of two-emission intensity lines ratio Telaah 32 (2), 34-38 (2014) An experiment calculated the zinc-plasma temperature using two emission intensity lines ratio method from Boltzmann equation had been conducted. The aim of this research is to choose a suitable two-wavelength pair to determine the zinc-plasma temperature in shock-excitation state region. When Nd-YAG (1064 nm, 7 ns, 80 mJ) laser was focused on surface of zinc plate sample (99.99%), it produced zinc plasma. The emission intensities of zinc wavelengths in this plasma were captured by spectrometer and it was possible to make five combinations of ratio two wavelength intensities fulfilling the Boltzmann equation. Varying the delay time detection, the shockexcitation state region was determined about 5 ns from the laser bombardment. Based on the intensity data and Boltzmann equation, the average temperature of five combinations from ratio two different wavelength intensities is 3064 K, with maximum deviation of 6%. Based on the data, it can be concluded that the intensity ratio of (328.2 nm/472.2 nm) is the most suitable for determining the temperature of zinc plasma with maximum error of 1.68% from average temperature. Keywords: Temperature, Boltzmann, Zn, ratio method Isnaeni The influence of blue LED light source on quantum efficiency of luminescent nanoparticles Telaah 32 (2), 39-46 (2014) Quantum efficiency has been designed as quality factor of luminescent nanoparticles. Measurement of quantum efficiency commonly uses complicated and expensive equipment. Therefore, in this work, we built a simple quantum efficiency measurement system by utilizing blue LED (light emitting diode) having peak wavelength of 405 nm, integrating sphere, and photospectrometer. Quantum efficiency was measured and calculated by using two-step measurement. This system was able to measure quantum efficiency with 88.4% accuracy in comparison to quantum efficiency measured by commercial standard equipment for 14 quantum dot sampels. Wavelength ranges of 350 nm to 500 nm and 501 nm to 700 nm were used to calculate number of absorbed photon and emitted photon, respectively. The measured quantum efficiency depends on several factors, such as conversion constant between photoluminescence intensity and photon energy, quantum dot volume, overlapping between blue LED and quantum dot spectra, and excitation uniformity. Quantum efficiency did not depend on input current of blue LED. This simple quantum efficiency measurement system can be developed in the future to measure various luminescent nanoparticles by considering absorption, emission of nanoparticles, and LED excitation sources. In general, blue LED light source is capable to measure valid quantum efficiency. Keywords: Quantum efficiency, blue LED, integrating sphere, quantum dot Syuhada Estimasi paramater anisotropi atenuasi seismik di daerah gunung api dengan pendekatan nonparametrik generalized inversion technique Telaah 32 (2), 47-51 (2014)
iv
Kami mempelajari mekanisme anisotropi atenuasi di kawasan gunung api Ruapehu, Selandia Baru, dengan memperhitungkan variasi faktor atenuasi dari gelombang S dengan arah penjalarannya (komponen eastwest dan northsouth). Faktor kualitas Q dari gelombang SE W dan SN S diestimasi dengan menggunakan pendekatan nonparametrik generalized inversion technique (GIT) dari data gempa yang direkam oleh GeoNet. Data gempa yang digunakan mempunyai besaran 2 < M < 3.8 dengan jarak hiposenter antara 5-55 km. Untuk frekuensi yang dianalisis, Q frequency dependence dapat dihitung sebagai QE W ( f ) = (6.15 ± 1.22) f 1.73±0.12 dan QN S ( f ) = (4.14 ± 1.26) f 2.06±0.14 . Nilai QN S yang didapat pada frekuensi tinggi ( f > 6 Hz) mempunyai harga lebih tinggi dari nilai QE W yang menunjukan bahwa gelombang S bersifat anisotropik. Nilai Q yang rendah dengan frequency dependence yang tinggi dan atenuasi anisotropi yang terjadi pada frekuensi tinggi mungkin disebabkan oleh efek hamburan akibat heterogenitas medium di kawasan gunung api. Kata kunci: Atenuasi, anisotropi, GIT, kawasan gunung api Dwi Hanto, Andi Setiono, Iyon T. Sugiarto, Thomas B. Waluyo, and Bambang Widiyatmoko Design of range selector circuit for measuring optical power Telaah 32 (2), 52-55 (2014) This paper describes how to design circuit of range selector for measuring optical powermeter. Research which done has made the signal conditioning circuit. This circuit was made based on a transimpedance amplifier with 6 selections of feedback resistance, i.e., 1 kW, 10 kW, 100 kW, 510 kW, 1 MW, and 2 MW. Measurements used a laser source with a wavelength of 1310 nm. The optical power of the laser was attenuated by using optical attenuator to 60 dB. The output of this circuit has produced voltage that was measured by a voltmeter. The measurement results shows that each value of resistance has different reach. The value of optical power for each resistance is given as follows: -15 dBm to -4.96 dBm for 1 kW, -20 dBm to -8 dBm for 10 kW, -32 dBm to -18 dBm for 100 kW,; -40 dBm to -28 dBm for 510 kW, -45 dBm to -28 dBm for 1MW, and -50 dBm to -40 dBm for 2 MW. These results can be developed into a multirange optical powermeter with good accuracy by replacing some resistance value according to the desired range. Keywords: Optical power, multirange, transimpedance amplifier Bambang Prihandoko, Rizki Pirsiani, and Yunita Sadeli The effects of mixing time variation on bipolar plate with 5% wt of multiwalled carbon nanotubes Telaah 32 (2), 56-59 (2014) This paper describes the synthesis of bipolar plate material made of carbon/carbon composites. Constituent materials of carbon/carbon composites were 80% wt filler and consist of 95% wt electric arc furnace (EAF) and 5% wt multiwalled carbon nanotubes (MWCNTs). In addition, polymer 20% wt acted as matrix consisting of epoxy resin and hardener with ratio of 1:1. All materials were mixed together with various mixing time, i.e., 30 seconds, 60 seconds, 90 seconds, 120 seconds, and 150 seconds. The mixing process used high-speed mixer with mixing speeds of 28000 rpm. To form the plate, we used compression molding with pressure of 55 MPa and temperature of 100 C for 4 hours. We found that the optimum mixing time was 30 seconds which resulted density value of 1.61 g/cm, 30% porosity, and the electrical conductivity of 7.53 S/cm. Keywords: PEMFC, bipolar plate, carbon/carbon composite, MWCNT, mixing time variation Perdamean Sebayang, Lukman Faris Nurdiyansah, Masno Ginting, Fresky Agung Prasetya, and Masbah Rotuanta Tagore Siregar The effects of rotor speed and magnetic flux density to voltage generated by axial flux permanent magnet generator Telaah 32 (2), 60-63 (2014) In this research we examined the influence of the rotor rotation speed n and the magnet flux density Br to the output voltage Erms through the simulation and analysis of the axial flux permanent magnet (AFPM) generator. The AFPM generator fabricated and used in this research consist of two rotors using NdFeB permanent magnet with Br = 0.2 Tesla and one stator with 9 spool, 70 coils, and 3 phases. The experimental result shows that the generator output voltage can be read when the rotation speed is greater than 228 rpm. On the the other hand, the results of the simulation shows that the generator output voltage can be read in the first round. The correlation between flux magnet density and the output of the induction generator voltage (Erms ) at the speed of 1000 rpm
v
satisfies the equation Erms = 34.706Br . We also found that the Erms is indeed proportional to the rotor speed, that is, when the rotor speed is increased 1.5 times larger, the Erms would get 1.5 larger too. Keywords: Flux axial generator, permanent magnet, magnetic flux density, output voltage
vi
TELAAH JURNAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI ISSN 0125-9121 Volume 32, 2014
INDEKS PENGARANG KUMULATIF
Aryanto, D. — (lihat Nurdiyansah, L. F.) 32 (1), 9 Ginting, M. — (lihat Sebayang, P.) 32 (2), 60 Hanto, D., A. Setiono, I. T. Sugiarto, T. B. Waluyo, dan B. Widiyatmoko, Perancangan alat ukur pemilih jangkauan untuk mengukur daya optik. 32 (2), 52 Hendrana, S., N. R. Widuri, dan M. Sadiyatmo, Prospek dan potensi membran polimer untuk desalinasi. 32 (1), 19 Isnaeni, Analisis kerlipan emisi quantum dot menggunakan pemrograman digital berbasis video intensitas emisi. 32 (1), 1 Isnaeni, Pengaruh sumber eksitasi LED biru terhadap efisiensi kuantum nanopartikel luminesensi. 32 (2), 39 Muljadi — (lihat Sudiro, T.) 32 (1), 15 Muljadi dan P. Sardjono, Pembuatan magnet permanen bonded Nd2 Fe14 B dengan perekat silicon rubber dan karakterisasinya. 32 (1), 29 Nurdiyansah, L. F. — (lihat Sebayang, P.) 32 (2), 60 Nurdiyansah, L. F., A. P. Tetuko, D. Aryanto, dan P. Sebayang, Remanensi dan flux density dari berbagai bentuk geometri magnet permanen. 32 (1), 9 Pirsiani, R. — (lihat Prihandoko, B.) 32 (2), 56 Prasetya, F. A. — (lihat Sebayang, P.) 32 (2), 60 Prihandoko, B., R. Pirsiani, dan Y. Sadeli, Pengaruh variasi waktu pencampuran terhadap pelat bipolar dengan penambahan 5% wt multiwalled carbon nanotubes. 32 (2), 56 Sadeli, Y. — (lihat Prihandoko, B.) 32 (2), 56 Sadiyatmo, M — (lihat Hendrana, S.) 32 (1), 19 Sardjono, P. — (lihat Muljadi) 32 (1), 29 Sardjono, P. — (lihat Sudiro, T.) 32 (1), 15 Sebayang, P. — (lihat Nurdiyansah, L. F.) 32 (1), 9 Sebayang, P., L. F. Nurdiyansah, M. Ginting, F. A. Prasetya, dan M. R. T. Siregar, Pengaruh kecepatan rotor dan magnetic flux density terhadap output tegangan generator axial flux permanent magnet. 32 (2), 60 Setiono, A. — (lihat Hanto, D.) 32 (2), 52 Siregar, M. R. T. — (lihat Sebayang, P.) 32 (2), 60 Sudiro, T., P. Sardjono, K. A. Z. Thosin, dan Muljadi, Preparasi magnet sinter Pr-Fe-B dengan menggunakan spark plasma sintering. 32 (1), 15 Sugiarto, I. T. — (lihat Hanto, D.) 32 (2), 52 Suyanto, H., Perhitungan temperatur plasma-laser dengan metode perbandingan intensitas dua garis emisi zinc (Zn). 32 (2), 34 Syuhada, Estimasi paramater anisotropi atenuasi seismik di daerah gunung api dengan pendekatan nonparametrik generalized inversion technique. 32 (2), 47 Tetuko, A. P. — (lihat Nurdiyansah, L. F.) 32 (1), 9
vii
Thosin, Kemas Ahmad Zaini — (lihat Sudiro, T.) 32 (1), 15 Waluyo, T. B. — (lihat Hanto, D.) 32 (2), 52 Widiyatmoko, B. — (lihat Hanto, D.) 32 (2), 52 Widuri, N. R. — (lihat Hendrana, S.) 32 (1), 19
viii
PEDOMAN BAGI PENULIS Majalah Ilmiah Telaah adalah peer-reviewed journal yang diterbitkan sebagai sarana publikasi penelitian bidang fisika bumi, instrumentasi, material, dan optik. Berdasarkan jenisnya, manuskrip yang dikirim ke Redaksi Telaah dikategorikan menjadi artikel reguler dan artikel review. Artikel reguler adalah naskah yang berisi hasil penelitian orisinal dengan jumlah minimum 4 (empat) halaman, sedangkan artikel review adalah naskah yang berisi rangkuman atas suatu tema khusus dengan jumlah minimum 8 (delapan) halaman. Naskah yang dikirim belum pernah diterbitkan dan tidak sedang dalam proses penelaahan (review) pada jurnal lain.
Penulisan Manuskrip dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Penulisan naskah hendaknya mengikuti aturan baku kedua bahasa tersebut. Manuskrip diketik rapi dengan program pengolah kata seperti LATEX atau Microsoft WordTM . Redaksi tidak mensyaratkan naskah asli harus mengikuti tata letak Telaah. Hanya saja, kami meminta penulis memperhatikan unsur-unsur baku dalam sebuah artikel ilmiah, yaitu: 1. Judul artikel hendaknya singkat, padat, namun dapat mencerminkan isi artikel. Judul ditulis dalam dwibahasa, yakni bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Nama pengarang beserta alamat afiliasi harus dicantumkan. Nama belakang penulis tidak boleh disingkat. Jika penulis artikel berjumlah lebih dari satu, maka salah satu penulis bertindak sebagai corresponding author. Corresponding author inilah yang nantinya berkorespondensi dengan Redaksi Telaah. Untuk itu, corresponding author hendaknya menyediakan alamat email yang dilengkapi dengan penanda kepemilikan email. Corresponding author dipilih berdasarkan kesepakatan di antara penulis dan tidak harus penulis pertama. 2. Unsur berikutnya yang harus ada ialah abstrak. Sebagaimana judul, abstrak harus dwibahasa. Abstrak haruslah padat, singkat, tidak bertele-tele, namun dapat menggambarkan isi artikel. Setiap abstrak, baik yang ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, harus dilengkapi dengan kata kunci (Ing: keywords). 3. Persamaan matematika harus ditulis dengan jelas dan diberi nomor. Penyebutan notasi, simbol matematika, atau singkatan, bagaimanapun familiar-nya harus disertai dengan keterangan atau kepanjangan pada kemunculan pertamanya. Untuk tanda separator desimal, hendaknya digunakan titik bukan koma. 4. Unsur-unsur penunjang, seperti gambar dan tabel hendaknya diberi nomor sesuai dengan urutan kemunculannya dalam teks. Setiap gambar dan tabel harus dilengkapi dengan keterangan/caption. Kami menyarankan penulis untuk menyertakan pula file asli gambar yang beresolusi tinggi (> 300 dpi) dalam format eps, pdf, jpg, atau png. Unsur-unsur dalam gambar harus jelas terbaca pada pembacaan normal. 5. Segala macam dukungan dana harus dicantumkan dalam Ucapan terima kasih. 6. Sitasi dilakukan dengan angka Arab, seperti [1], [3, 4], [1, 3, 4], dst. Kemunculan referensi dalam Daftar pustaka harus berdasarkan urutan kemunculannya dalam teks. Sebanyak 80% acuan dalam Daftar pustaka harus berupa jurnal. Acuan yang berupa website sangat tidak disarankan kecuali informasi dari website tersebut tidak didapat pada jurnal ilmiah, dengan catatan jumlah website tidak melebihi 10% dari total acuan. Penulis bertanggungjawab atas ketepatan nomor bibliografi. 7. Format penulisan Daftar pustaka mengikuti cara jurnal American Physical Society (dengan beberapa penyesuaian). Contoh penulisan Daftar pustaka yang berupa jurnal [1, 2], prosiding [3], buku [4], dan tesis/disertasi [5] dapat dilihat pada contoh di bawah ini:
Daftar pustaka [1] F. X. Lee, T. Mart, C. Bennhold, H. Habertzetll, dan L. E. Wright, Nucl. Phys. A 695, 237 (2001). [2] T. Mart dan C. Bennhold, Phys. Rev. C 61, 012201 (1999). [3] A. N. Atmaja, dalam Prosiding Seminar Nasional Fisika, Serpong, 2013, editor: P. Sebayang et al. (Pusat Penelitian Fisika LIPI, Januari 2014), hlm. 823. [4] H. Goldstein, C. P. Poole, dan J. L. Safko, Classical Mechanics (Prentice Hall, New York, 2002).
ix
[5] J. Smith, Ph.D. thesis, New York University, 2008. Manuskrip dikirim melalui email jurnal
[email protected]. Redaksi berhak melakukan penyuntingan terhadap bahasa atau terminologi yang tidak mengubah maksud tulisan, tanpa berkonsultasi dengan penulis. Perubahan substansial yang dianggap akan berpengaruh pada maksud tulisan akan dikonsultasikan terlebih dahulu dengan penulis.
Alur penelaahan Setiap artikel yang dikirim ke Redaksi Telaah akan dikirim ke editor yang sesuai. Editor inilah yang pertama kali menilai apakah naskah tersebut layak untuk diproses lebih lanjut atau tidak. Naskah yang tidak sesuai dengan cakupan bidang ilmu Telaah akan langsung ditolak tanpa penelaahan. Jika editor memandang bahwa artikel tersebut layak untuk menjalani proses penelaahan, maka artikel tersebut akan dikirim ke mitra bestari. Mitra bestari dipilih berdasarkan kepakarannya atas topik suatu manuskrip. Biasanya, satu manuskrip ditangani satu mitra bestari. Mitra bestari ini bertugas untuk memberi rekomendasi kepada editor apakah suatu naskah layak diterbitkan atau tidak. Proses penelaahan berlangsung secara single blind, artinya penulis tidak mengetahui identitas dan afiliasi mitra bestari tetapi mitra bestari mengetahui nama dan afiliasi penulis. Jika penulis menginginkan agar proses penelaahan dilakukan secara double blind, maka penulis wajib menyediakan salinan manuskrip tanpa menyertakan nama, alamat afiliasi, dan bagian Ucapan terima kasih. Rekomendasi mitra bestari mencakup: (i) artikel diterima tanpa perubahan, (ii) artikel diterima dengan sedikit perbaikan (minor revision), (iii) artikel diterima dengan banyak perbaikan (major revision), dan (iv) artikel ditolak. Keputusan akhir berada di tangan editor. Pada kasus tertentu, bisa saja diperlukan second opinion atas permintaan editor atau penulis. Untuk kasus ini, editor dengan persetujuan Dewan Redaksi, dapat memilih mitra bestari tambahan. Namun, perlu dicatat bahwa proses seperti ini tidak boleh memakan waktu terlalu lama yang dapat menyebabkan tertundanya penerbitan naskah.
x
Alamat Redaksi Pusat Penelitian Fisika LIPI Kompleks Puspiptek Serpong Tangerang Selatan 15314, Banten Indonesia Telepon: (021) 756 0570 Fax: (021) 756 0554 Email: jurnal
[email protected]
TELAAH Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Volume 32, Nomor 2, November 2014