TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN PADA AREA BUDIDAYA RUMPUT 1) Oleh 2)
Najamuddin , M. Abduh Ibnu Hajar 2), Aisyah Farhum 2), Mahfud Palo 2) 1) Makalah akan disampaikan pada “Seminar Nasional Perikanan Tangkap 5 tgl 16 Mei 2013 di Bogor” 2) Staf pengajar pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar.
ABSTRAK Teknologi penangkapan ikan selama ini dikembangkan pada kolom perairan dimana tidak berinteraksi dengan aktivitas lainnya. Demikian pula halnya dalam kegiatan budidaya perikanan hanya dikembangankan budidaya ikan. Kondisi lapangan menunjukkan bahwa pada area budidaya rumput laut berkembang ikan-ikan ekonomis penting yang merupakan hama bagi rumput laut, sementara mengalami kesulitan dalam penangkapan ikan-ikan tersebut. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi kemungkinan pemanfaatan gill net dan bubu dalam menangkap ikan-ikan di daerah budidaya rumput laut. Hasil penelitian diharapkan memberikan peningkatan pendapatan keluarga nelayan. Metode penelitian eksplorasi digunakan dalam penelitian ini dengan mengamati proses pengoperasian alat tangkap dan hasil tangkapan. Data dianalisis secara deskriptif dan dilengkapi dengan grafik. Gill net dapat dioperasikan dengan menerapkan system rel pada tali yang dipasang vertical pada rangka budidaya rumput laut. Rangka budidaya rumput laut diperbaiki supaya proses pengoperasian gill net dapat dilakukan. Bubu dioperasikan di dasar perairan dengan menggunakan tali yang diikatkan pada rangka budidaya rumput laut. Pengoperasian alat tangkap dibawah rumput laut selama ± 2,5 bulan memberikan hasil tangkapan pada gill net sebanyak 407 ekor (81.6 kg) dan pada alat tangkap bubu sebanyak 144 ekor (57.9 kg), dan meningkatkan pendapatan sebesar 13,95%. Kata kunci: gill net, bubu dan budidaya rumput laut
1
PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan pertemuan wilayah daratan dan perairan (laut) dengan berbagai karakteristik ekosistem & sumberdaya spesifik dan memiliki potensi bio-fisik wilayah/ruang yang unik. Karakteristik yang spesifik dan unik tersebut mengindikasikan sejumlah potensi kerentanan (Dahuri, 1992) yang sangat sensitive terhadap segala bentuk tekanan eksploitasi yang dilakukan oleh manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Fenomena degradasi lingkungan dan sumberdaya di wilayah pesisir dewasa ini sudah menjadi persoalan yang serius. Tekanan eksploitasi penangkapan ikan yang kurang bertanggung jawab (Seafdec, 2003) seperti beroperasinya alat tangkap yang dilarang (illegal fishing) dan operasi penangkapan ikan yang merusak lingkungan (destructive fishing) seperti trawl, muro ami, pengeboman, pembiusan, dan penggunaan mata jaring yang kecil (nonselectifity) (SEAFDEC, 2001) telah berkontribusi signifikan dalam percepatan laju degradasi lingkungan dan sumberdaya di wilayah pesisir. Intensifikasi dan diversifikasi alat tangkap tradisional dalam mengakses sumberdaya perikanan di perairan wilayah pesisir, umumnya dilakukan dengan cara dan metode eksploitasi yang kurang bertanggung jawab tanpa adanya orientasi pemanfaatan berkelanjutan. Bentuk-bentuk eksploitasi didominasi oleh komunitas nelayan pesisir yang telah dilakukan secara turun temurun (dari generasi ke generasi), bahkan dibeberapa wilayah komunitas nelayan telah menjadikan pekerjaan ini sebagai pilihan dan jalan hidup. Hal ini berarti bahwa dibutuhkan usaha yang besar untuk memperbaiki dan mengarahkan mereka kearah pemanfaatan yang lestari. Untuk itu, dibutuhkan perubahan pola pikir dan adopsi teknologi inovatif yang diharapkan mampu memperbaiki keadaan dan kondisi kehidupan komunitas nelayan saat ini. Segala bentuk aktifitas nelayan di wilayah pesisir dikendalikan oleh faktor ekonomi oleh karena itu implementasi inovasi teknologi yang akan dikembangkan harus mengedepankan aspek ekonominya dengan tetap mempertimbangkan aspek lingkungan dalam keberlanjutannya (green-economic approach). Kegiatan budidaya rumput cenderung berkembang pesat pada berbagai wilayah perairan pesisir Sulawesi dan memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan pendapatan masyarakat.
Peningkatan kegiatan budidaya juga berdampak posisitif pada sumberdaya
perikanan laut akibat berkurangnya tekanan eksploitasi.
Pada sisi lain, berkembangnya
kegiatan budidaya rumput laut memberikan kontribusi nyata pada perbaikan ekosistem dan meningkatnya populasi ikan di sekitar lokasi budidaya rumput laut. 2
Penelitian bertujuan melakukan evaluasi terhadap disain konstruksi dan pengoperasian gill net pada lokasi budidaya rumput laut. Hasil penelitian diharapkan dapat diterapkan pada penangkapan ikan di lokasi budidaya rumput laut laiinya.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan September – Oktober 2012 di perairan Kabupaten Mamuju Utara dengan koordinat
01° 40’ 25.6” LS; 119° 16’ 58.8” BT. Bahan yang
digunakan meliputi jarring monofilament, tali temali, pelampung, pemberat, coban, gunting untuk pembuatan jarring insang; GPS untuk menentukan posisi dan perahu untuk transportasi dan nelayan untuk mengoperasikan alat tangkap. Jaring insang didisain sesuai dengan tempat yang tersedia pada rangka budidaya rumput laut serta proses pengoperasian yang memungkinkan dilakukan. Metode pengujian lapangan merupakan studi eksplorasi terhadap jarring insang yang telah dikonstruksi dan dengan teknik pengoperasian tertentu pula. Jenis dan jumlah ikan hasil tangkapan diamati dua kali sehari, yaitu pagi dan sore hari. Ikan hasil tangkapan ditampilkan secara deskriptif dilengkapi dengan bantua grafik.
Penampilan jarring dan hasil
tangkapannya juga dijelaskan secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Desain dan konstruksi alat tangkap gill net yang implementasikan merupakan inovasi desain pengembangan pada aspek metode operasi penangkapan. Tingkat kerumitan yang tinggi pada pengoperasian gill net di lokasi budidaya rumput laut sehingga pengembangan inovasinya ditekankan pada sistim turun naik (Up and Down System) dalam pengoperasiannya. Adapun desain gill net yang dihasilkan, sebagai berikut: a) Pembuatan frame Up & Down System untuk operasi penangkapan Gill Net. Frame ini menggunakan tali PE Ø 20 mm sebagai frame horizontal dengan panjang 30 m. Pada kedua ujungnya diikatkan dua buah pelampung plastic putih dengan diameter Ø 24 cm. Frame vertical menggunakan tali PE Ø 16 mm dengan kedalaman 11 m yang diikatkan pada frame horizontal dan pada bagian dasarnya diikatkan jangkar beton sebanyak 5 buah @ ± 40 kg. Kondisi ini sama pada kedua sisinya. Untuk tujuan kemudahan setting dan 3
hauling gill net maka frame vertical dilengkapi dengan pemberat (500 g) cincin timah Ø 15 cm yang dihubungkan dengan frame jaring insang permukaan (surface gill net) dan jaring insang dasar (bottom gill net). b) Pembuatan frame jaring insang. Frame ini terbuat dari tali PE Ø 10 mm dengan dimensi panjang 30 m dan tinggi 2 ½ m berbentuk empat persegi panjang. Pada bagian atas ditempatkan 61 pelampung styofoam Ø 38 mm dengan interval antar pelampung 50 cm. Pada bagian bawah ditempatkan pemberat cincin timah sebanyak 2 kg. c) Pembuatan alat tangkap Gill Net. Desain dan konstruksi gill net berbentuk empat persegi panjang (30 m x 2 ½ m) menggunakan bahan monofilament no. 50, mesh size 1¾ inchi untuk surface gill net dan 2½ inchi untuk bottom gill net dengan hanging ratio 0.65. Badan jaring insang dibingkai dengan tali PE Ø 3 mm dengan ikatan simpul bingkai menggunakan tali monofilament No.200. Badan jaring insang yang sudah terbingkai selanjutnya dipasang pada frame alat tangkap.
Gambar 1. Pembuatan Alat Tangkap Gill Net Permukaan dan Gill Net Dasar. Pemilihan ukuran mata jarring 1¾ inchi untuk gill net permukaan ditujukan untuk menangkap ikan-ikan yang relative kecil, seperti ikan saury, namun pada prakteknya terdapat ikan cakalang dengan ukuran yang relative besar. Melihat kondisi tersebut, maka ukuran mata jarring harus disediakan bervariasi dan dioperaikan sesuai dengan musim ikan yang berada di lokasi penangkapan ikan. Untuk menentukan musim dan variasi ukuran ikan, haruslah berdasarkan observasi lapangan terlebih dahulu. Disain gill net yang diterapkan dengan shortening 35 % secara teori akan menangkap ikan secara terjerat (Najamuddin, 2012) dan kenyataannya sudah dapat menangkap ikan dengan baik.
Pengaturan shortening dalam rancangan untuk tujuan penelitian ini sulit
4
dilakukan karena dengan sistem frame pergerakan jarring di dalam air sangat terbatas, sehingga kemungkinan ikan-ikan tertangkap secara terjerat saja pada mata jarring. Hasil tangkapan Gill Net Gill net yang dioperasikan pada modifikasi frame rumput laut terdiri atas dua tipe, yaitu tipe gill net permukaan dan tipe gill net dasar. Adapun hasil tangkapan yang diperoleh pada gill net permukaan, diantaranya: ikan cakalang, ikan kuweh, ikan bawal hitam, ikan soury. Jenis dan jumlah hasil tangkapan dapat dilihat pada Gambar 2.
Berat (kg) 25 20 15 10 5 0
Gambar 2. Grafik jenis-jenis dan berat ikan hasil tangkapan gill net Komposisi jenis tangkapan yang diperoleh menunjukkan bahwa lokasi penempatan frame rumput laut dan inovasi teknologi penangkapan gill net dan bubu merupakan wilayah perairan yang masih baik. Hal ini dideteksi dari pengamatan langsung terhadap kondisi ekosistem dan habitat yang masih exist selama pemantauan dalam penelitian. Salah satu indicator biologis yang dikemukakan adalah masih terdapatnya hasil tangkapan ikan cakalang pada perairan pesisir yang tidak jauh dari garis pantai. Disamping itu, selama penelitian berlangsung, beberapa kali ditemukan gerombolan ikan bermain dipermukaan air hingga mencuak ke atas permukaan air dengan waktu yang relative lama (±3-5 menit). Lokasi pemasangan gill net juga berada dikawasan terumbu karang yang masih sehat, walaupun 5
disadari bahwa masih terdapat sisa-sisa pengeboman tarumbu karang disekitar perairan tersebut. Jenis-jenis ikan yang tertangkap secara umum bernilai ekonomis tinggi sehingga sangat membantu nelayan rumput laut dalam meningkatkan pendapatannya. Permasalahan yang dihadapi di lapangan, bahwa petani rumput laut belum terlalu serius dalam mengurus dan mengoperasikan alat penangkap ikan yang ada. Akibatnya, hasil yang diperoleh belum sesuai dengan target yang diinginkan. Namun demikian, dengan kondisi para petani rumput laut yang ada saat ini sudah dapat memberikan konstribusi yang cukup nyata bagi petani rumput laut. Komposisi jenis tangkapan merupakan gabungan ikan-ikan permukaan dan ikanikan dasar. Pada ikan pelagis, seperti cakalang, soury, & Kuweh merupakan ikan-ikan yang cenderung berada dibagian luar wilayah pesisir, sedang pada ikan-ikan dasar terlihat lebih merupakan kelompok ikan-ikan yang terdistribusi di daerah terumbu karang. Juga ditemukan sidat yang berukuran besar (indukan) memberikan indikasi bahwa perairan ini masih merupakan perairan yang bersih. Faktanya bahwa perairan tempat menempatkan teknologi rumput laut dan alat tangkap ini merupakan lokasi yang berada pada perairan dekat dengan slope contour perairan yang dalam di daerah pesisir sehingga ikan-ikan cakalang, soury, sidat, kerapu, bambangan dan ikan merah menjadi target tangkapan yang potensial.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kondisi faktual menunjukkan bahwa selain produksi rumput laut yang bisa dimanfaatkan, juga terdapat sejumlah potensi sumberdaya perikanan yang belum teroptimalkan dengan maksimal. Hasil Penelitian ini membuktikan bahwa optimalisasi pemanfaatan wilayah pesisir melalui penerapan inovasi teknologi penangkapan ikan tepat guna (gill net) pada area budidaya rumput laut memberikan penghasilan tambahan dan berpotensi meningkatkan kesejahteraan keluarga nelayan. Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada lokasi budidaya rumput laut yang padat dan daerah nelayan sehingga pengoperasian alat penangkap ikan lebih efektif.
6
Ucapan Terima Kasih Penelitian ini merupakan bagian dari skim penelitian MP3EI DIKTI tahun 2012. Penulis mengucapkan terima kasih kepada penyandang dana atas bantuan dana sehingga penelitian dan publikasi ini dapat dilaksanakan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pemerintah Kabupaten Mamuju Utara cq. Dinas Kelautan dan Perikanan atas bantuan fasilitas dan lokasi penelitian. Dalam proses penelitian dan penulisan ini penulis menerima bantuan dari berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, oleh karena atas semua bantuan tersebut penulis menghaturkan banyak terima kasih dan penghargaan. DAFTAR PUSTAKA Ask, E.I. 1999. Cottonii and Spinosum Cultivation Handbook. Corporation. Philippines. 52p.
FMC BioPolymer
Ask, E.I. and Azanza, R.V. (2002) Advances in cultivation technology of commercial eucheumatoid species: a review with suggestions for future research. Aquaculture 206: 257–277. Christopher W. Glass, Stephen J. Walsh, and Bob van Marlen (Conveners). 2006. Fishing technology in the 21st century: integrating fishing and ecosystem conservation. The ICES Symposium “Fishing technology in the 21st century: integrating fishing and ecosystem conservation”, was held in Boston, 30 October–3 November 2006 at the Seaport Hotel, and was hosted by the Gulf of Maine Research Institute (USA). Dahuri, Rokhmin. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah Pengukuhan Guru Besar IPB. 233 hal. Hayashi, L.; Anicia Q. Hurtado; , Flower E. Msuya; Genevieve Bleicher-Lhonneur; And Alan T. Critchley. 2010. A Review Of Kappaphycus Farming: Prospects And Constraints. In Israel, A., Einav, R., Seckbach, J., (Edts). 2010. Seaweeds and their role in Globally Changing environments. Springer. Dordrecht, Heidelberg, London. 480pp. Israel, A., Einav, R., Seckbach, J., (Edts). 2010. Seaweeds and their role in Globally Changing environments. Springer. Dordrecht, Heidelberg, London. 480pp. Najamuddin. 2012. Rancangbangun Alat Penangkapan Ikan. Arus Timur. Makassar. 191 hlm. Najamuddin, Taufik, M., and Palo, M. 2010. Gill net design for flying fish in Majene District. Proceeding at the International Seminar on Indonesia Fisheries Development : Enhancing Indonesian Fish Production and Competitiveness in International Market. Makassar, 22 November 2010. Pp 524-535. Nybakken J.W. 1986. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Eidman M, Koesoebiono, Bengen DG, Hutomo, M, Sukardjo S, penerjemah. Jakarta PT. Gramedia. Terjemahan dari: Marine Biology: An Ecological Approach. 459 hal. 7
Pollnac, R.B., F. Sondita, B. Crawford, E. Mantjoro, C. Rotinsulu and A. Siahainenia. 1997. Baseline Assessment of Socioeconomic Aspects of Resources Use in the Coastal Zone of Bentenan and Tumbak. Proyek Pesisir Technical Report No: TE-97/02-E. Coastal Resources Center, University of Rhode Island, Narragansett, Rhode Island, USA. 79p. Pollnac, R.B., B.R. Crawford and A. Sukmara. 2002. Community-Based Coastal Resources Management: An Interim Assessment of the Proyek Pesisir Field Site in Bentenan and Tumbak Villages, North Sulawesi, Indonesia. Technical Report TE-02/01-E. University of Rhode Island, Coastal Resources Center, Narragansett, Rhode Island, USA. 70p. SEAFDEC, 2003. Regional Guidelines for Responsible Fisheries in Southeast Asia – Responsible Fisheries Management. Southeast Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC) - ISBN: 974-537-297-8. Sulaeman, Suhendar. 2006. Pengembangan Agribisnis Komoditi Rumput Laut Melalui Model Klaster Bisnis. Infokop Nomor 28 Tahun XXII: 71-78. Trap, G and Kailola, J.P. 1984 Trawled fishes of Southern Indonesia and Northwestern Australia National Library of Asutralia. The Australian Development Assistance Bureau.
8