TEKNOLOGI PEMBEROKAN UNTUK MENGHILANGKAN BAU LUMPUR PADA IKAN PATIN Pangasius sp.
Oleh : Rio Wijaya Mukti C01400077
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan inisaya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : TEKNOLOGI PEMBEROKAN UNTUK MENGHILANGKAN BAU LUMPUR PADA IKAN PATIN Pangasius sp. adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, September 2005
RIO WIJAYA MUKTI C01400077
RINGKASAN
RIO WIJAYA MUKTI. Teknologi Pemberokan untuk Menghilangkan Bau Lumpur Pada Ikan Patin Pangasius sp. Dibimbing oleh ENANG HARRIS. Perkembangan karamba jaring apung (KJA) di Waduk Cirata menyebabkan kondisi perairan di waduk tersebut menjadi sangat subur dan seringkali ditemukan daging ikan yang berbau lumpur atau biasa disebut offflavours. Bau lumpur ini disebabkan oleh dua senyawa kimia yaitu Methyl-isoborneol (MIB) dan Geosmin yang dihasilkan mikroorganisme terutama dari kumpulan alga biru hijau (Cyanophyta) seperti Oscillatoria sp., dan Anabaena sp., fungi (Actynomyces), bakteria (Streptomyces tendae). Zat ini yang terdapat dalam perairan, mudah diserap oleh ikan melalui insang ke dalam daging sehingga menyebabkan bau lumpur. Bau lumpur tesebut dapat dihilangkan dengan diberok dalam air mengalir. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk menemukan teknologi pemberokan ikan patin Pangasius sp. untuk menghilangkan rasa lumpur pada ikan patin Pangasius sp. yang cepat dan efisien. Ikan patin yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari sistem budidaya karamba jaring apung (KJA) di Waduk Cirata. Sepuluh ekor ikan dengan bobot rata-rata 500 gram dimasukkan dalam wadah pemberokan berukuran 200x30x30 cm (volume 120 L, terbuat dari kayu berlapis terpal). Wadah pemberokan menggunakan sistem resirkulasi (debit 3 L/det) dengan menggunakan filter berupa kapas dan zeolit. Perlakuan menggunakan suhu fluktuatif dan 32ºC. Ikan disampling setiap 12 jam dengan pengambilan ikan sebanyak 2 ekor untuk diukur bobot, uji rasa, dan analisa proksimat (lemak, protein dan kadar air). Pengontrolan suhu dilakukan setiap 6 jam selama perlakuan. Daging ikan patin yang telah diuji rasa menunjukan bahwa pada perlakuan suhu 32ºC mampu menurunkan bau lumpur yang signifikan pada 12 jam pertama dan bau lumpur sudah dapat dihilangkan pada 60 jam. Sedangkan pada perlakuan suhu fluktuatif pada akhir perlakuan daging masih sedikit berbau lumpur. Penurunan bau lumpur juga diikuti penurunan bobot tubuh, kadar lemak dan kadar protein pada daging ikan. Sesuai hasil penelitian ini disimpulkan bahwa teknologi pemberokan untuk menghilangkan bau lumpur pada ikan patin Pangasius sp. dapat dilakukan dengan mempuasakan ikan di air mengalir dengan kecepatan pergantian air 30 detik, suhu konstan 32°C dan kepadatan ikan sebesar 1 kg per 19 liter air. Dalam 12 jam bau lumpur pada ikan patin Pangasius sp. sudah mengalami penurunan yang signifikan
TEKNOLOGI PEMBEROKAN UNTUK MENGHILANGKAN BAU LUMPUR PADA IKAN PATIN Pangasius sp.
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh : Rio Wijaya Mukti C01400077
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
Judul Skripsi Nama Mahasiswa Nomor Pokok
:TEKNOLOGI PEMBEROKAN UNTUK MENGHILANGKAN BAU LUMPUR PADA IKAN PATIN Pangasius sp. : Rio Wijaya Mukti : C01400077
Disetujui Pembimbing I
Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS. NIP. 130 522 434
Mengetahui Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP. 130 805 031
Tanggal Lulus : 23 September 2005
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan sebaikbaiknya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada 1. Keluarga besarku, Mamah, Bapak dan Kakak-kakakku tercinta, yang telah memberi bantuan tenaga, hati dan doa. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS. yang telah membantu, membimbing dan memberi motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Prof. Dr. Ir. Komar Sumantawidjaja, M.Sc. Selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan perkuliahan. 4. Ekky dan Dafi sekeluarga yang telah membantu penulis selama penelitian. 5. Nak Reza, Bedepers 37 khususnya: Dani, Coro, Kadir, Marcolai, Kajol, Umar, Bowo, Echo, Andre‘36; Bedepers 38 : Uci, Nurti; choliz, Robi dan semua rekan-rekan yang telah memberi dukungan dan bantuan dalam penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga laporan penelitian ini dapat memberi informasi dan manfaat bagi penulis serta bagi yang membutuhkan.
Bogor, September 2005
Rio Wijaya Mukti
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pekanbaru tanggal 15 Juni 1981 dari ayah Tatang Tadjudin Mukti dan ibu Aas Sutiarsih, dan merupakan putra keenam dari enam bersaudara. Penulis memulai pendidikan SD Negeri 001 Rintis Pekanbaru dan lulus tahun 1993, kemudian di SMP Negeri 14 Pekanbaru lulus tahun 1996, dan selanjutnya melanjutkan di SMU Negeri 6 Pekanbaru dan lulus tahun 1999. Pada tahun 2000 penulis diterima di Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur melalui Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif Himpro HIMAKUA periode 2002-2003 sebagai staf Departemen Infokom. Pada tahun yang sama penulis juga aktif di Barracuda Music Club (BMC) FPIK IPB dan penulis mengikuti kegiatan praktek lapang di Balai Besar Riset Penelitian Budidaya Laut, Gondol, Bali. Untuk menyelesaikan studi penulis melakukan penelitian dengan judul Teknologi Pemberokan untuk Menghilangkan Bau Lumpur pada Ikan Patin Pangasius sp.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .. ...................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR .. ..................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN . ................................................................................
x
I. PENDAHULUAN .. ...................................................................................
1
1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1.2. Tujuan ..............................................................................................
1 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
3
2.1. Ikan Patin (Pangasius sp) ................................................................. 2.2. Bau Lumpur ...................................................................................... 2.3. Arus Terhadap Metabolisme ............................................................. 2.5. Suhu Terhadap Metabolisme ............................................................
3 4 6 7
III. BAHAN DAN METODE .. .......................................................................
9
3.1. Waktu dan Tempat .......................................................................... 3.2. Wadah Pemberokan ......................................................................... 3.2.1. Wadah Pemberokan pada Perlakuan Suhu Fluktuatif ................ 3.2.2. Wadah Pemberokan pada Perlakuan Suhu 32°C ...................... 3.3. Persiapan dan Penebaran Ikan ........................................................ 3.4. Pengamatan ..................................................................................... 3.4.1. Pengamatan Bobot .................................................................... 3.4.2. Pengujian Bau Lumpur .............................................................. 3.4.3. Komposisi Kimiawi Daging Ikan ................................................. 3.5. Analisa Statistika ..............................................................................
9 9 9 10 10 11 11 11 12 12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .. ...............................................................
13
4.1. Perbaikan Rasa Daging dari Pengaruh Bau Lumpur ........................ 4.2. Penurunan Bobot Tubuh .................................................................. 4.3. Penurunan Kadar Lemak pada Daging ............................................. 4.4. Penurunan Kadar Protein pada Daging ............................................ 4.4. Teknologi Pemberokan .....................................................................
13 15 16 17 19
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
20
5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 5.2. Saran ...............................................................................................
20 20
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
21
LAMPIRAN .................................................................................................
22
DAFTAR TABEL Halaman
1. Komposisi kimia daging segar ikan patin ...............................................
4
2. Uji rasa pada daging ikan patin .............................................................
13
3. Kadar lemak selama perlakuan .............................................................
16
4. Kadar protein selama perlakuan ............................................................
17
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Ikan Patin Pangasius sp. ........................................................................
3
2. Struktur kimia geosmin dan MIB.............................................................
5
3. Proses terjadinya bau lumpur pada ikan.................................................
6
4. Unit percobaan pada suhu fluktuatif .......................................................
10
5. Unit percobaan pada suhu 32°C ............................................................
10
6. Perbaikan rasa daging ikan patin selama perlakuan ..............................
13
7. Laju Penyusutan Bobot Tubuh Ikan Patin Pangasius sp. .......................
15
8. Laju penurunan lemak pada daging ikan ...............................................
17
9. Laju penurunan protein lemak pada daging ikan ...................................
18
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Alat pemberokan ikan Patin Pangasius sp.. ...........................................
24
2. Data suhu kamar dan suhu air selama perlakuan ..................................
24
3. Pembiusan ikan dengan menggunakan MSS 222 (5 ppm), penimbangan ikan menggunakan timbangan digital 2000 gram, alat tagging ...........................................................................................
25
4. Hasil pengamatan uji rasa .....................................................................
26
5. Analisa statistika pada hasil uji rasa ......................................................
27
6. Hasil Analisa Proksimat .........................................................................
29
7. Analisa statistika kadar lemak dan protein pada ikan awal ...................
30
8. Biaya produksi wadah pemberokan .......................................................
31
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perkembangan karamba jaring apung (KJA) di Waduk Cirata menyebabkan kondisi perairan di waduk tersebut menjadi sangat subur dan seringkali ditemukan daging ikan
yang berbau lumpur atau biasa disebut off-flavours.
Salah satunya adalah pada ikan ikan patin Pangasius sp. Bau lumpur ini disebabkan oleh dua senyawa kimia utama yang dikenali sebagai Methyl-isoborneol (MIB) dan Geosmin. Kedua senyawa kimia ini dihasilkan oleh mikroorganisme terutama dari kumpulan alga biru hijau (Cyanophyta) seperti Oscillatoria sp., dan Anabaena sp., fungi (Actynomyces), bakteria (Streptomyces tendae) (Hutching, 1998). Zat ini yang terdapat dalam perairan, mudah diserap oleh ikan melalui insang ke dalam daging sehingga menyebabkan bau lumpur. Jumlah geosmin dan MIB yang dihasilkan oleh alga hijau biru meningkat pada musim kemarau ketika suhu di perairan meningkat. Hal ini merupakan suatu masalah dimana suhu perairan di Waduk Cirata berkisar pada suhu 27 – 300C. Daging ikan patin yang berbau lumpur ini menyebabkan daging terasa kurang enak dan tidak disukai oleh konsumen. Akibatnya akan menurunkan nilai jual dari ikan patin tersebut. Hal ini tentu sangat berdampak buruk bagi para produsen ikan patin. Untuk itu diperlukan cara untuk menghilangkan bau lumpur tersebut. Salah satu cara yang dilakukan adalah melalui pemberokan dalam air mengalir. Pemberokan yang umum dilakukan adalah dengan menyimpan ikan dalam kolam running water selama 4-5 hari. Kercepatan pergantian air kolam berkisar 10 – 15 menit dan suhu air tidak diperhatikan atau fluktuatif tergantung kondisi lingkungan. Ikan yang diberok dalam wadah air bersih yang mengalir, dipercaya dapat menghilangkan bau lumpur dalam tubuh ikan. Arus menyebabkan oksigen di kolam meningkat dan sisa-sisa metabolisme ikut terbawa oleh arus keluar kolam. Kondisi kolam ini akan menyebabkan ikan akan banyak beraktifitas dengan melakukan pergerakan otot. Hal ini menyebabkan kebutuhan energi meningkat. Suhu merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan. Hal ini karena, suhu merupakan faktor pengontrol kecepatan reaksi kimia dalam tubuh. Meningkatnya temperatur tubuh akan mempercepat proses
metabolime pada ikan, sehingga nutrien dan energi yang dibutuhkan menjadi lebih besar. Pada ikan yang diberok, kebutuhan energi berasal dari katabolisme lemak dan protein dari dalam tubuhnya. Meningkatnya kebutuhan energi otomatis akan meningkatkan katabolisme lemak dan protein tersebut. Sehingga dengan penambahan suhu dan arus diharapkan dapat mempercepat proses pemberokan untuk menghilangkan bau lumpur pada ikan patin mengingat bahwa Geosmin dan MIB merupakan senyawa dan terikat dalam jaringan lemak. 1.2. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menemukan teknologi pemberokan untuk menghilangkan bau lumpur pada ikan patin Pangasius sp. yang cepat dan efisien.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin (Pangasius pangasius)
Gambar 1. Ikan Patin (Pangasius sp) Ikan patin berbadan panjang, warna putih seperti perak, punggung berwarna kebiru-biruan. Kepala ikan patin relatif kecil, mulut terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah (merupakan ciri khas golongan catfish). Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba.
Ikan ini bersifat omnivora dan nokturnal (beraktifitas dimalam hari).
(Susanto dan Amri, 1998) Ikan patin merupakan ikan sungai yang banyak ditemukan di Asia Tenggara, seperti Thailand, Kamboja, Laos, Burma dan Vietnam.
Ikan ini
didatangkan untuk pertama kali ke Indonesia pada tahun 1972 (Anonimous, 1999).
Ikan ini sangat digemari oleh masyarakat sumatera.
Khairuman dan
Sudenda (2002) menambahkan, kini ikan patin telah banyak dibudidayakan di Pulau Jawa. Ikan patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang tinggi. Hal inilah yang mendapat
perhatian
dan
diminati
oleh
menyebabkan ikan patin para
pengusaha
untuk
membudidayakannya. Ikan ini cukup responsif terhadap pemberian makanan buatan. Pada pembudidayaan, dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai panjang 35-40 cm. Sebagai keluarga Pangasidae, ikan ini tidak membutuhkan perairan yang mengalir untuk “membongsorkan“ tubuhnya. Pada perairan yang tidak mengalir dengan kandungan oksigen rendahpun sudah memenuhi syarat untuk membesarkan ikan ini (Susanto dan Amri, 1998).
Ikan patin juga memiliki komposisi kimiawi tubuh yang baik untuk dikonsumsi (Tabel 1) Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Segar Ikan Patin Komposisi Kimia
Jumlah
Air
75,70%
Abu
0,97%
Lemak
5,75%
Protein
16,08%
Sumber : anonimous, 1998
2.2. Bau Lumpur Ikan patin yang dibesarkan atau dipelihara pada kolam tanah seringkali memiliki daging yang berbau lumpur atau biasa disebut off-flavours . Off- flavours atau biasa disebut bau lumpur merupakan salah satu masalah yang seringkali dihadapi petani ikan yang memelihara pada kolam tanah selama ini. Hal ini tentu saja sangat merugikan petani ikan, karena selain ikan yang berbau lumpur akan ditolak oleh para pembeli, ikan yang berbau lumpur ini juga akan dibeli dengan harga rendah. Masalah ini telah diamati beberapa abad yang lalu pada kolam pemeliharaan ikan carp di Cina, Jepang dan Eropa dan bahkan terjadi pula pada kolam catfish di Amerika Serikat (Lovell, 1979 dalam Harpher, 1981). Bau lumpur ikan disebabkan oleh senyawa kimia yaitu 2-Methylisoborneol atau MIB (1,2,7,7-tetramethyl-exo-bicyclo[2,2,1]heptan-2-ol) dan Geosmin (1,10 - trans-dimethyl - trans-9 - decalol) (Gambar 2). MIB dan Geosmin merupakan metabolit
sampingan
(metabolic
by-products)
yang
dihasilkan
oleh
mikroorganisme terutama golongan alga biru hijau (Cyanophyta) seperti Oscillatoria sp. dan Anabaena sp., fungi (Actinomycetes ) dan bakteria (Streptomyces tendae). Dari hasil penelitian Leviena Dewi (2005), di Waduk Cirata terdapat lima mikroorganisme penghasil senyawa berbau lumpur tersebut, yaitu : Anabaena, Aphanizomenon, Lyngbya, Oscillatoria dan Pormidium. Kelima genus ini berasal dari satu kelas Cyanophyceae Geosmin merupakan senyawa yang larut dalam minyak atau lemak dan dapat dengan mudah diserap oleh ikan melalui insang dan kemudian disimpan dalam jaringan lemak. Banyaknya kedua senyawa kimia tersebut yang diserap oleh ikan ditentukan oleh kosentrasi, lamanya ikan berada dalam perairan yang
mengandung senyawa tersebut, dan suhu perairan (Killian,1977). Sedangkan menurut Yamprayoon & Noomhorm (2000), geosmin diserap melalui insang, kulit maupun usus. Usus merupakan organ dengan kandungan geosmin paling tinggi, kemudian perut, kulit dan otot (Yamprayoon & Noomhorm, 2000). Geosmin menyebabkan ikan berasa lumpur sedangkan MIB menyebabkan daging ikan berasa apek (Killian, 1977).
2-Methylisoborneol (MIB)
Geosmin
(1,2,7,7-tetramethyl-exo-bicyclo[2,2,1]heptan-2-ol)
(1,10 - trans-dimethyl - trans-9 - decalol)
Rumus Molekul : C12H22O Berat Molekul : 182,31
Rumus Molekul : C11H20O Berat Molekul : 168,278
Gambar 2. Struktur kimia geosmin dan MIB Geosmin dan MIB dapat terasa dalam air oleh manusia pada konsentrasi berturut-turut 0,01 dan 0,03 ì g 1-1, dengan kata lain jika kita menambahkan 1 gram geosmin dan 3 gram MIB ke dalam 1000 m3 air maka kita sudah dapat merasakannya (Killian, 1977). Senyawa geosmin ini diproduksi sekitar 0,03 ng/104 sel (Anonimous, 2004). Meningkatnya populasi mikroorganisme-mikroorganisme tersebut dapat disebabkan
karena
pemberian
pakan
dan
pemupukan
lahan
dengan
menambahkan nutrisi pada kolam budidaya. Untuk meminimalkan limbah buangan dari ikan maka penggunaan pakan harus yang berkualitas baik dan tidak memberikan pakan berlebih pada ikan. Hal ini akan menyebabkan banyak sisa pakan yang tidak termakan dan menumpuk di perairan, sehingga perairan tersebut menjadi subur bagi mikroorganisme-mikroorganisme tersebut. Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi jumlah geosmin dan MIB yang dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut. Jumlah geosmin dan MIB di perairan akan bertambah seiring bertambahnya jumlah mikroorganisme penghasil kedua
senyawa kimia tersebut dan akan lebih meningkat ketika musim kemarau dimana air di perairan akan mengalami peningkatan suhu (Hutchings,1998).
Alga Biru Hijau (Oscillatoria sp. dan Anabaena sp.) Fungi (Actinomycetes) Bakteria (Streptomyces tendae)
Metabolit sampingan : MIB / 2 - Methylisoborneol dan GEOSMIN
Diserap oleh Tubuh melalui Insang
Bau Lumpur Gambar 3. Proses terjadinya bau lumpur pada ikan Mendeteksi kandungan geosmin dan MIB pada ikan tidak akan sama seperti mendeteksi kandungan pada air karena ada beberapa efek yang dapat terjadi. Salah satu akan menutupi rasa geosmin pada rasa ikan tersebut tetapi umumnya akan memberikan rasa pada ikan air tawar, namun efek ini termasuk efek yang kecil. Efek yang paling besar disebabkan oleh lemak yang berada di daging. Karena geosmin lebih mudah larut pada lemak dibandingkan air (Chiou, 1985). 2.2
Arus Terhadap Metabolisme Metoda yang paling populer dilakukan untuk menghilangkan rasa lumpur
pada ikan adalah dengan cara memasukkan ikan ke dalam wadah yang dialiri air bersih selama 3 hingga 5 hari. Metoda ini terbukti dapat menghilangkan agen-
agen penyebab bau lumpur tadi keluar dan ikut terbawa mengalir dalam air bersih (Hambal, 2003). Arus air dalam sistem berpengaruh terhadap terhadap tingkah laku dan sifat fisiologi ikan (Suresh dan Lin, 1992). Arus akan menyebabkan ikan akan banyak bergerak sehingga kerja otot meningkat. Ikan akan membutuhkan energi pada saat melakukan kerja otot. Pada ikan yang diberok, lemak merupakan bagian yang diubah oleh tubuh menjadi energi (Campbell dan Anthony, 1992). Menurut Landau (1992) pada sistem mengalir ikan dapat dipelihara dengan kepadatan tinggi dan dengan aliran air, bahan organik dan buangan hasil metabolisme dapat dihilangkan dari wadah. Hal ini membuktikan bahwa kadar oksigen
terlarut
pada
sistem
mengalir
sangat
tinggi
sehingga
proses
matabolisme tubuh juga berjalan dengan baik. Sesuai dengan pernyataan Stickney (1993) bahwa pada pada sistem statis permasalahan yang muncul adalah meningkatnya kadar amonia dan penurunan oksigen terlarut. 2.2
Suhu Terhadap Metabolisme Salah satu faktor penting bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan
adalah suhu lingkungan. Hal ini dikarenakan suhu merupakan faktor pengendali kecepatan
reaksi
kimia
dalam
tubuh,
termasuk
proses
metabolisme.
Meningkatnya suhu akan mengakibatkan meningkatnya temperatur tubuh, sehingga
akan
mempercepat
proses
metabolisme
ikan
(Forsberg
dan
Summerfelt, 1992), sehingga nutrient dan energi yang dibutuhkan menjadi lebih besar. Rata-rata jenis ikan catfish tumbuh dengan cepat pada temperatur 26 30°C meskipun relatif cepat pertambahan berat dapat dicapai pada temperatur 24 - 32°C (Killambi et al, 1970; Andrews and Stickney 1972; Andrews et al, 1972 dalam Stickney, 1993). Perubahan suhu yang melebihi 3 – 40C dalam waktu yang relatif singkat akan menyebabkan perubahan metabolisme yang dapat mengakibatkan kejutan suhu dan kematian ikan (Boyd,1990). Ikan patin dapat tumbuh secara cepat pada suhu antara 20 – 280C dan pertumbuhan akan menurun apabila suhu rendah dibawah 130C. Pada ikan yang diberok, lemak merupakan bagian yang diubah oleh tubuh untuk menjadi energi (Campbell and Anthony,1982). Proses yang terjadi adalah sebagai berikut :
Glukoneogenesis
: Protein→ →Asam amino→ →Glukosa→ →Energi
Glikolisis
→Energi : Glikogen → Glukosa→
Lepolisis
→Keton→ →Badan Keton→ →Energi : Lemak→
Ketika ikan tidak diberi pakan maka lemak merupakan substrat yang paling utama untuk proses oksidasi pada jaringan peripheral baik sebagai asam lemak atau setelah diubah di hati menjadi badan keton. Hal ini berarti tubuh ikan membutuhkan glukosa dalam jumlah yang sedikit untuk mensintesis asam amino pada otot, karena sumber energi dari proses ini merupakan yang paling jauh untuk sintesis gula dalam darah (Campbell dan Anthony, 1992).
III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Mei 2005, dimana perlakuan pemberokan dilakukan di Desa Cibanteng dan analisis proksimat dilaksanakan di laboratorium nutrisi Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3.2. Persiapan Wadah Wadah perlakuan yang digunakan memiliki volume 200 x 30 x 30 cm, dengan ketinggian sisi outlet sebesar 20 cm. Hal ini akan menyebabkan volume air dalam wadah sebesar 120 L. Pada sisi inlet dan outlet masing-masing dibuat sekat dengan menggunakan potongan bambu yang disusun secara vertikal membentuk jeruji. Masing-masing sekat terletak 25 cm dari ujung wadah. Sehingga ruang pemberokan ikan sebesar 90 L. Wadah terbuat dari papan yang dilapisi oleh plastik, membentuk sistem bertingkat, dimana air yang mengalir dari bak perlakuan diteruskan ke bak filter. Kemudian air dialirkan ke bak penampungan dengan volume 60 L, sebelum diteruskan kembali kedalam bak perlakuan dengan menggunakan 6 buah pompa yang masing-masing berdaya listrik 100 W. Debit air yang dihasilkan dari keenam pompa tersebut sebesar 3 liter/detik. Bak filter yang digunakan berkapasitas 40 liter, yang terdiri dari filter fisik berupa kapas dan filter kimia yang berupa zeolit sebanyak 10 kg. Air yang digunakan bersumber dari sumur yang telah diendapkan selama satu hari dan diberi aerasi. Wadah perlakuan terlebih dahulu dioperasikan minimal sehari sebelum ikan dimasukkan, agar diketahui kekurangan atau kerusakan yang mungkin terjadi pada wadah perlakuan tersebut. Wadah perlakuan terletak didalam ruangan yang memiliki suhu kamar berkisar antara 26 – 31° C (Lampiran 1). 3.2.1. Persiapan Wadah dan Air pada Perlakuan Suhu Fluktuatif Pada wadah perlakuan suhu fluktuatif, dipasang media bergelombang untuk mengalirkan air sebelum dimasukkan ke dalam wadah perlakuan (gambar 4). Hal ini bertujuan agar permukaan air yang bersentuhan dengan udara lebih besar, sehingga suhu air akan terpengaruh oleh suhu lingkungan.
Gambar 4. Unit percobaan pada suhu fluktuatif 3.2.2. Persiapan Wadah dan Air pada Perlakuan Suhu 32° C Wadah perlakuan suhu 32° C menggunakan termostat yang masingmasing berdaya listrik 150 Watt, dipasang pada daerah inlet sebanyak 6 buah. Penggunaan termostat ini berfungsi untuk menjaga suhu agar stabil sesuai dengan perlakuan yaitu 32° C (Gambar 5).
Gambar 5. Unit percobaan pada suhu 32°C 3.3. Persiapan dan Penebaran Ikan Ikan penelitian yang digunakan adalah ikan patin Pangasius sp. yang berukuran sekitar 0,5 kg per ekor dengan padat penebaran sebanyak 10 ekor/ 90 L. Ikan ini berasal dari Waduk Cirata. Perlakuan pemberokan dilakukan secara bergantian, dimana perlakuan suhu fluktuatif dilakukan terlebih dahulu. Selama pengangkutan, suhu air dalam pengangkutan diturunkan dengan menggunakan es batu. Hal ini bertujuan agar ikan tidak bentrok, sehingga bisa menyebabkan luka pada ikan tersebut.
Sebelum dimasukkan kedalam wadah perlakuan, masing-masing ikan dibius dengan menggunakan MS 222 dan ditimbang kemudian diberi tagging untuk mengenali masing-masing ikan. Pemberian tagging dilakukan secara steril agar tidak terjadi infeksi selama perlakuan (Lampiran 2). 3.4. Pengamatan 3.4.1. Pengamatan Bobot Perlakuan pemberokan dilakukan selama 60 jam, dimana setiap 12 jam diambil 2 ikan dan ditimbang. Kemudian dihitung selisih bobot awal dengan bobot ikan yang diambil pada setiap 12 jam. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan digital 2000 g dengan ketelitian 1 g. Laju penyusutan bobot tubuh dihitung dengan menggunakan rumus :
% penyusutan =
Bobot Awal - Bobot Akhir × 100% BobotAwal
3.4.2. Pengujian Bau Lumpur Ikan yang sudah diambil dagingnya kemudian dikukus selama 30 menit. Masing-masing sampel dibungkus dengan alumunium foil. Hal ini bertujuan agar komposisi kimiawi tubuh tidak hilang pada saat proses pengkukusan. Sampel yang sudah dikukus diujikan kepada para responden untuk dinilai tingkat bau lumpur yang ada pada daging ikan tersebut. Responden yang melakukan uji ini merupakan responden yang semi terlatih sebanyak 33 orang. Penilaian dilakukan dengan cara memberikan nilai kisaran dari 1 – 5, dimana nilai – nilai tersebut : 1 = Sangat berbau lumpur 2 = Berbau lumpur 3 = Sedikit Berbau lumpur 4 = Sedikit sekali berbau lumpur 5 = Tidak berbau lumpur Pengujian rasa merupakan pengujian yang bersifat sujektif dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk daya penerimaan terhadap makanan (Winarno, 1997)
3.4.3
Komposisi Daging Ikan Analisa proksimat dilakukan pada daging ikan yang mengalami penurunan
rasa lumpur yang signifikan. Analisa proksimat tersebut meliputi analisa lemak, protein dan kadar air. 3.5 Analisis Statistika Analisa statistika yang digunakan pada pengamatan uji rasa menggunakan statistika non-parametrik yang diuji dengan metode Kruskal-Wallis (Steel dan Torrie, 1991) dengan selang kepercayaan 95%.
H=
R i2 12 ∑ n − 3(n + 1) n(n + 1) i
Keterangan : H
: Simpangan Baku
n
: Jumlah panelis
Ri
: Rata-rata rangking perlakuan ke-i Jika hasil uji Kruskall – Wallis menunjukan hasil yang berbeda nyata,
selanjutnya dilakukan uji Multiple Comparison dengan rumus sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1991) dengan selang kepercayaan 95% :
R i − R j >< Zα 2 / p (n + 1)K/6 ) Keterangan : Ri
: Rata-rata rangking perlakuan ke-i
Rj
: Rata-rata rangking perlakuan ke-j
K
: Banyaknya ulangan
N
: Jumlah total data Analisa statistika yang digunakan untuk menentukan kadar lemak dan
protein pada awal perlakuan digunakan regresi linear sederhana (RLS), Y = a + bX Keterangan : Y
= Peubah tidak bebas
X
= Peubah bebas
a
= Intercept
b
= Kemiringan
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbaikan Rasa daging dari Pengaruh Bau Lumpur Uji rasa dilakukan oleh 33 responden yang sudah terbiasa untuk menentukan rasa dari daging tersebut apakah masih berbau lumpur atau tidak (Lampiran 3). Penilaian dilakukan dengan cara memberikan nilai kisaran dari 1 – 5, dimana nilai terkecil merupakan daging ikan yang memiliki bau lumpur cukup kuat, sedangkan nilai terbesar merupakan daging ikan yang sudah tidak memiliki bau lumpur. Rata - rata pengamatan terhadap uji rasa disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Uji rasa pada daging ikan patin
Perbaikan Rasa Daging (skor)
Lama Perlakuan Suhu Fluktuatif 0 jam 1,73 ± 0,72 12 jam 1.97 ± 0.80 24 jam 2.68 ± 1.20* 36 jam 2.71 ± 1.11 48 jam 3.47 ± 0.94* 60 jam 3.71 ± 1.02 Keterangan : 1 = Sangat berbau lumpur 2 = Berbau lumpur 3 = Sedikit berbau lumpur
Suhu 32 C 1,61 ± 0,70 3.17 ± 1.17* 3.20 ± 1.23 3.68 ± 0.98* 3.88± 0.81 4.53 ± 0.79* 4 = Hampir tidak bebau lumpur 5 = Tidak berbau lumpur
5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
Suhu 32 C Suhu Fluktuatif
0
12
24
36
48
60
Waktu Perlakuan (jam)
Keterangan (skor) : 1 = Sangat berbau lumpur 2 = Berbau lumpur 3 = Sedikit berbau lumpur
4 = Hampir tidak bebau lumpur 5 = Tidak berbau lumpur
Gambar 6. Grafik perbaikan rasa daging ikan patin selama perlakuan
Pengamatan terhadap bau lumpur tersebut dilakukan dengan menguji rasa tiap sampel daging yang telah dikukus pada tiap perlakuan. Hasil yang didapat secara umum terjadi penurunan bau lumpur pada setiap 12 jam perlakuan pemberokan (Gambar 6). Pada suhu 32° C, penurunan bau lumpur yang signifikan sudah terjadi pada 12 jam pertama namun cenderung konstan pada 12 jam berikutnya. Penurunan bau lumpur terus meningkat pada jam ke – 36 hingga jam ke – 60 dan daging sudah dapat dikatagorikan tidak berbau lumpur. Pada perlakuan suhu fluktuatif, penurunan bau lumpur tidak berlangsung dengan cepat. Penurunan bau lumpur terjadi secara perlahan-lahan dan pada akhir perlakuan masih terdapat sedikit bau lumpur pada daging ikan. Hasil uji Kruskal – Wallis pada kedua perlakuan (p<0,05), didapat bahwa semakin lama waktu perlakuan maka penurunan rasa lumpur semakin berkurang dan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Lampiran 4). Pada penelitian yang dilakukan Pusat Penyelidikan Perikanan Air Tawar, Bt. Berendam, Melaka, Malaysia, rasa lumpur pada ikan dapat dihilangkan dalam waktu 4 – 5 hari. Wadah yang digunakan berukuran 1,4 ton, diisi air dengan volume 1 ton dan debit sebesar 2,21 liter/detik. Ikan ditebar dengan kepadatan 1ekor/4 liter dengan berat rata-rata berat ikan 500 gram. Sistem perawatan air yang terdiri dari karbon aktif, protein skimmer dan ozoniser. Kecenderungan penurunan bau lumpur lebih cepat berkurang pada suhu 32° C adalah meningkatnya suhu akan mempercepat proses metabolisme di dalam tubuh (Forsberg dan Summerfelt, 1992). Energi yang dipakai untuk proses metabolisme tersebut berasal dari katabolisme lemak dan protein dalam tubuh ikan tersebut (Campbell dan Anthony, 1992). Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, penurunan bau lumpur ini berbanding lurus dengan penurunan lemak pada daging ikan tersebut. Geosmin merupakan senyawa minyak atau lemak yang disimpan pada jaringan lemak ikan (Killian, 1977). Pada ikan yang diberok, maka ikan yang banyak beraktifitas akan mendapatkan energi dengan cara mengkatabolisme lemak yang terdapat pada tubuh ikan (Campbell dan Anthony, 1992). Hal ini sangat memungkinkan bagi geosmin untuk ikut dirombak menjadi energi. Sehingga geosmin yang terikat pada lemak akan ikut terbakar dan menyebabkan bau
lumpur
meningkatnya
akan
berkurang.
temperatur
Meningkatnya
tubuh,
sehingga
suhu akan
metabolisme ikan (Forsberg dan Summerfelt, 1992).
akan mengakibatkan mempercepat
proses
4.2. Penurunan Bobot Tubuh Ikan patin yang diberok mengalami penurunan bobot tubuh selama
% Kehilangan Bobot Tubuh
perlakuan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0
Suhu Fluktuatif
12
24 36 48 Waktu Perlakuan (jam)
60
Suhu 32° C
Gambar 7. Laju Penyusutan Bobot Tubuh Ikan Patin (Pangasius sp) Pada gambar diatas terlihat bahwa pada perlakuan suhu 32°C penurunan bobot lebih cepat dibandingkan pada suhu fluktuatif, pada 12 jam pertama penuruan bobot sebesar 3,7 % dari bobot awal. Sedangkan pada perlakuan suhu fluktuatif bobot tubuh hanya turun sebesar 0,46 %. Dan selama perlakuan terlihat bahwa perlakuan suhu 32° C lebih cepat menurunkan bobot tubuh. Dari hasil komunikasi pribadi dengan koordinator deboning ikan patin di kolam percobaan Departemen Budidaya Perairan, IPB, yaitu Fachrurrozi, S.Pi, menyatakan bahwa pemberokan ikan patin yang ia lakukan adalah dengan menempatkan ikan patin pada kolam berukuran 200 m3. Kepadatan ikan sebesar 2,5 ton dengan rata-rata bobot ikan sebesar 0,5 – 1 kg. Pergantian air sebesar ± 2 liter/detik, sehingga dibutuhkan waktu seminggu untuk mengganti seluruh air dalam kolam. Suhu perairan fluktuatif tergantung kondisi alam yaitu berkisar 26 – 28° C. Bobot ikan turun sekitar 10 % setelah diberok selama 4 – 5 hari. Pada ikan yang diberok, ikan akan mengkatabolisme lemak, protein, dan glukosa untuk mendapatkan energi (Campbell dan Anthony, 1992). Suhu yang tinggi menyebabkan katabolisme dari ketiga bahan tersebut akan meningkat. Arus yang kencang menyebabkan ikan banyak bergerak, sehingga kerja otot juga semakin meningkat. Energi yang dipakai untuk kerja otot berasal dari
katabolisme lemak. Hal inilah yang menyebakan penurunan bobot tubuh pada perlakuan suhu 32°C lebih cepat daripada suhu fluktuatif. Pada perlakuan suhu 32°C, ikan akan lebih cepat mengkatabolisme lemak, protein dan glukosa karena suhu air yang lebih tinggi daripada perlakuan suhu fluktuatif. 4.3. Penurunan Kadar Lemak pada Daging Analisa proksimat dilakukan terhadap daging yang telah mengalami penurunan bau lumpur yang signifikan. Pada perlakuan suhu fluktuatif, analisa proksimat hanya dilakukan terhadap sampel daging pada lama perlakuan 24 jam dan 48 jam. Sedangkan pada suhu 32° C analisa proksimat dilakukan pada daging ikan dari lama perlakuan 12 jam, 36 jam dan 60 jam (Lampiran 5). Ratarata penurunan kadar lemak selama perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kadar lemak selama perlakuan. Lama Perlakuan 0 jam 12 jam 24 jam 36 jam 48 jam 60 jam
% Kadar Lemak pada Daging Suhu Fluktuatif Suhu 32° C 4.31 ± 0,12 4.31 ± 0,12 3,23 ± 0,58 3.04 ± 0,52 2,25 ± 0,05 2,2 ± 0,24 1,96 ± 0,12
Analisa statistika terhadap hubungan berat tubuh dengan kadar lemak dalam daging tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Sehingga kadar lemak awal yang diambil adalah nilai rata-rata kadar lemak pada ikan-ikan awal. Dari tabel 3 didapat pada jam ke – 24 kadar lemak turun hingga 3.04 ± 0,52 % bobot tubuh atau turun sebesar 29,63 % dari lemak awal dan pada jam – 48 turun hingga 2,2 ± 0,24 % bobot tubuh atau turun sebesar 47,14% dari lemak awal. Sedangkan pada suhu 32° C kadar lemak sudah turun hingga 3,23 ± 0,58 % bobot tubuh atau turun sebesar 25,12% dari lemak awal, pada jam ke - 36 jam turun sebesar 53,74% dari lemak awal dan pada jam ke – 60 turun sebesar 54,67% dari lemak awal. Kadar lemak pada daging ikan patin secara umum mengalami penurunan pada setiap 12 jam. Namun perlakuan suhu 32° C lebih cepat menurunkan lemak daripada suhu fluktuatif. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.
% Katabolisme Lemak
60 50 40 30 20 10 0 0
12
24
36
48
60
Lama Perlakuan (jam) Suhu Fluktuatif
Suhu 32° C
Gambar 8. Laju penurunan lemak pada daging ikan Tingginya persentase penurunan kadar lemak karena lemak merupakan sumber energi yang dikatabolisme oleh tubuh pada saat ikan yang diberok melakukan aktifitas pergerakan. Lemak juga merupakan sumber energi lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein (Winarno, 1997). Suhu tinggi menyebabkan penurunan kadar lemak pada daging ikan yang diberok menjadi lebih cepat. Sehingga penurunan kadar lemak pada perlakuan suhu 32°C lebih cepat daripada penurunan kadar lemak pada suhu fluktuatif. 4.4. Penurunan Kadar Protein pada Daging Rata-rata penurunan kadar protein pada daging ikan patin selama perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kadar protein selama perlakuan Lama perlakuan 0 jam 12 jam 24 jam 36 jam 48 jam 60 jam
% Kadar Protein pada Daging Suhu Fluktuatif Suhu 32° C 17,09 ± 0,03 17,09 ± 0,03 15,66 ± 0,42 15,90 ± 0,38 15,72 ± 0,78 14,55 ± 0,18 13,93 ± 0,01
Analisa statistika terhadap hubungan berat tubuh ikan awal dengan kadar protein dalam daging tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Sehingga
kadar protein awal yang diambil adalah nilai rata-rata kadar protein pada ikanikan awal. Dari analisa proksimat tersebut didapat, bahwa pada jam ke – 24 kadar protein turun hingga 15,90 ± 0,38 % bobot tubuh atau turun sebesar 6,96% dari protein awal dan pada jam ke – 48 turun hingga 14,55 ± 0,18 % atau turun sebesar 14,86 % dari protein awal. Sedangkan pada suhu 32° C, sampel yang dianalisa proksimat yaitu pada jam ke – 12, jam ke – 36 dan jam ke – 60. Pada jam ke – 12 kadar protein pada daging turun hingga 15,66 ± 0,42 % bobot tubuh atau 8,36 % dari protein awal, pada jam ke – 36 turun hingga 15,72 ± 0,78 % bobot tubuh atau 8,01% dari protein awal dan pada jam ke – 60 turun hingga 13,93 ± 0,01% bobot tubuh atau 18,49% dari protein awal. Berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa penurunan kadar protein tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan penurunan kadar lemak dan tidak terlihat perbedaan yang signifikan dari pengaruh perbedaan suhu. Namun secara umu
Kadar Protein (%)
perlakuan suhu 32° C lebih cepat menurunkan kadar protein (Gambar 9)
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 0
12
24
36
48
60
Waktu Perlakuan (jam) Suhu Fluktuatif
Suhu 32° C
Gambar 9. Laju penurunan protein pada daging ikan Perlakuan suhu 32°C lebih cepat menurunkan kadar protein daripada perlakuan suhu fluktuatif. Suhu tinggi menyebabkan protein dalam tubuh lebih cepat dikatabolisme oleh tubuh menjadi energi. Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai
bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagi zat pembangun dan pengatur (Winarno, 1997).
4.5. Teknologi Pemberokan Penelitian yang dilakukan Pusat Penyelidikan Perikanan Air Tawar, Bt. Berendam, Melaka, Malaysia, rasa lumpur pada ikan dapat dihilangkan dalam waktu 4 – 5 hari. Wadah yang digunakan berukuran 1,4 ton, diisi air dengan volume 1 ton dan debit sebesar 2.21 liter/detik. Ikan ditebar dengan kepadatan 1ekor/4 liter dengan berat rata-rata berat ikan 500 gram. Sistem perawatan air yang terdiri dari
karbon aktif, protein skimmer dan ozoniser. Biaya yang
dikeluarkan untuk membuat sistem tersebut sekitar Rp. 23.300.000,-. Pada penelitian ini, ikan yang diberok dalam wadah air mengalir dengan kepadatan ikan 1 kg / 18 liter air dan diberi
suhu 32° C sudah mampu
menurunkan bau lumpur yang signifikan selama 12 jam. Hal ini setara dengan perlakuan pemberokan pada suhu fluktuatif selama 48 jam. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini juga sederhana jika dibandingkan penelitan di Pusat Penyelidikan Perikanan Air Tawar, Bt. Berendam, Melaka, Malaysia. Biaya pembuatan alat pemberokan suhu fluktuatif dan suhu 32° C adalah masing-masing berjumlah Rp. 856.000 dan Rp. 1.066.000 (Lampiran 5). Namun kepadatan ikan pada penelitian di Malaysia jauh lebih besar dari penelitian ini yaitu sebesar 1 kg / 4 liter dan mampu menampung 125 kg ikan. Hal ini setara dengan 25 alat pemberokan pada penelitian ini, dimana kepadatan ikan 1 kg / 9 liter dan hanya diisi oleh 5 kg ikan. Biaya 1 alat pemberokan pada penelitian di Malaysia sama dengan biaya pembuatan alat
yang dikeluarkan
untuk 22 alat pemberokan suhu 32° C Biaya operasional yang dikeluarkan untuk perlakuan suhu fluktuatif dan 32° C selama 12 jam masing-masing adalah Rp. 2.880 dan Rp. 5.760. Sehingga jika dibandingkan biaya yang dikeluarkan, perlakuan suhu fluktuatif dua kali dari biaya yang dikeluarkan pada perlakuan suhu 32° C
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Teknologi pemberokan untuk menghilangkan bau lumpur pada ikan patin Pangasius sp. dapat dilakukan dengan mempuasakan ikan di air mengalir dengan kecepatan pergantian air 30 detik, suhu konstan 32°C dan kepadatan ikan sebesar 1 kg per 18 liter air. Dalam 12 jam bau lumpur pada ikan patin Pangasius sp. sudah mengalami penurunan yang signifikan 5.2. Saran Diperlukan penelitian lanjutan dengan peningkatan kepadatan sampai tiga kali dari kepadatan ikan pada penelitian ini guna meningkatkan efisiensi alat.
DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 1998. Petunjuk Teknis Penanganan dan Pengolahan Ikan Patin (Pangasius sp). Direktorat Jenderal Perikanan. Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. Jakarta. Anonimous.1999. Pembesaran Ikan Patin Jambal Siam [Pangasius sutchi Fowler]. Direktorat Jenderal Perikanan, Balitkanwar, Sukabumi. Anonimous. 2004. Indentification And Control Of Oderous Algal Metabolies. Awwa Research Foundation.http://www.awwarf.org/research/topicsand projects/execsum/716.aspx [10 januari 2005]. Asmawi S. 1983. Pemeliharaan Ikan dalam Karamba. PT Gramedia, Jakarta. 80 hlm. Boyd CE 1990. Water Quality in Pond for Aquaculture. Alabama, Birmingham Publishing Co. 453p. Campbell PN, Anthony DS. 1982. Biochemistry Illustrated. Churchill Livingstone. Edinburgh London Melbourne and New York. p. 148-149. Chiou CT. 1985. Partition Coefficients of Organic Compounds in Lipid-Water System and Correlations with Fish Bioconcentration Factors. Environmental Science and Technology 19, 57-62. Dewi L. 2005. Kelimpahan dan Komposisi Fitoplankton Penghasil Geosmin dan MIB (2-Metilisoborneol) Penyebab Bau Lumpur pada Ikan di Waduk Cirata. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Fosberg JA, Summerfelt RC 1992. Effects of Temperature on The Die Amonia Erexction of Fingerling Walleye. Aquaculture, 102 : 115-126. Hambal B, Hanafi, Kaharudin B, Salleh. 2003. Kaedah Pembasmian Bau Lumpur Ikan Air Tawar. Pusat Penyelidikan Perikanan Air Tawar Bt. Berendam, Melaka. http://agrolink.moa.my/dof/dofnews/berita1298/bau.html [10 januari 2005]. Hutchings E. 1998. Muddy Tasting Fish Cause and Recomendations http://www.msstate.edu/dept/srac/ Khairuman, Sudenda D. 2002. Budidaya Patin secara Intensif. Agro Media Pustaka. 2002. Killian HS. 1977. Off - Flavor (Catfish). University of Arkansas Division of Agriculture. http://www.uaex.edu/aquaculture2/FSA/FSA9051.htm (10 Januari 2005) Landau M. 1992. Culture System. Introduction to Aquaculture. Jhon Wiley and Son, Inc. p.1-14.
Shahidi F, Botta JR. 1994. Seafood : Chemistry, Processing, Technology and Quality. Published by Blacue academis and Profesional, an Imprint of Chapman and Hall, Wester Cleddens Road, Brishopbriggs, Glasgow G64 2NZ. Susanto, H dan H. Amri. 1998. Budidaya Ikan patin. Penebar Swadaya, Jakarta. 90 hal. Steel PGD dan Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Beometrik. Terjemahan B. Sumantri. Gramedia, Jakarta. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta Yamprayoon J, Noomhorm A. 2000. Geosmin and off-flavor in Nile tilapia (Oreochromis niloticus). Journal of Aquatic Food Product Technology. 9, 29-41.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat pemberokan ikan Patin (Pangasius sp)
Lampiran 2. Data suhu kamar dan suhu air selama perlakuan
Waktu (Jam) 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60
Suhu Kamar (•C)
28 30 30 27 28 31 30 28 28 30
Suhu Air (•C)
27 28 29 26 27 29 29 27 26 28
Lampiran 3. Pembiusan ikan dengan menggunakan MSS 222 (5 ppm), penimbangan ikan menggunakan timbangan digital 2000 gram, alat tagging
Lampiran 4. Hasil pengamatan uji rasa Uji Rasa Perlakuan suhu Fluktuatif
) jam 1 2 2 1 1 1 1 2 3 2 1 2 3 1 1 1 2 2 1 1 3 1 2 1 1 2 1 2 2 2 1 1 3 1.606
12 jam 24 jam 36 jam 48 jam 60 jam I II I II I II I II I II 2 3 2 4 3 2 3 3 3 3 2 3 1 3 2 4 3 3 4 4 1 3 1 2 2 2 4 4 4 5 2 2 3 4 4 3 5 4 4 3 2 3 3 3 4 3 3 3 5 5 4 3 1 3 5 2 4 3 5 4 2 1 4 4 3 3 4 3 2 2 2 1 3 1 2 2 2 3 4 3 1 3 1 3 2 2 4 3 3 2 3 3 2 3 3 3 4 3 4 4 2 2 4 3 2 5 5 4 4 4 1 1 1 1 2 1 2 2 3 2 1 1 3 3 2 2 4 2 3 3 1 3 2 2 2 3 4 2 5 5 3 2 1 4 1 4 3 4 5 5 1 1 2 5 3 1 2 1 2 2 2 1 1 3 1 3 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 3 3 4 3 3 1 3 4 1 4 4 4 4 5 2 2 4 3 4 1 2 2 3 3 2 1 5 3 5 3 5 4 5 3 3 2 3 4 2 4 4 3 3 3 1 3 3 3 4 2 4 5 3 5 2 1 1 2 4 3 5 4 4 5 1 1 4 5 3 4 3 2 2 4 3 3 2 2 2 3 4 3 3 5 1 2 1 1 2 4 3 2 4 3 2 3 4 3 3 3 5 4 4 5 1 3 3 2 4 1 5 4 5 5 2 3 3 2 2 4 4 3 5 5 1 2 4 3 2 3 5 4 3 4 1 2 2 2 3 3 4 5 5 4 2 2 1 4 1 3 4 4 2 4 1.848 2.091 2.424 2.939 2.636 2.788 3.727 3.212 3.667 3.758
Uji Rasa Perlakuan Suhu 32° C
0 jam
I
12 jam
II
I
24 jam
II
1 1 1 2 2 1 2 3 2 5 2 2 3 1 3 1 1 1 3 2 2 4 3 2 2 1 2 2 2 2 2 4 5 3 5 2 5 2 2 5 1 3 4 4 3 2 4 3 3 2 3 4 3 3 4 2 5 5 5 5 1 2 3 3 2 1 3 3 2 4 1 2 3 2 5 4 4 5 3 3 1 4 4 2 3 2 5 5 3 5 2 5 5 3 5 2 3 2 4 3 2 4 3 2 4 2 4 4 4 2 3 4 2 2 4 1 2 3 3 3 1 2 2 2 4 2 3 3 5 4 2 3 2 2 3 1 1 4 3 4 2 3 4 4 5 2 3 4 5 5 1 1 3 2 4 2 4 4 5 5 2 4 3 2 4 1.7272727 3.1212 3.2121 2.8788 3.667
36 jam 48 jam 60 jam II I II I II 5 3 4 4 5 5 2 2 4 5 4 5 3 3 5 4 5 5 2 3 3 3 4 5 3 3 3 3 4 5 5 3 4 4 5 5 4 5 5 4 4 4 3 3 5 5 4 5 4 4 3 1 5 4 5 4 4 5 5 5 5 3 3 3 2 2 5 4 4 3 5 5 3 2 3 3 4 5 4 3 4 4 4 5 2 3 5 5 4 5 5 4 4 4 5 4 5 3 4 4 5 5 3 3 3 3 4 4 5 2 4 3 5 4 4 4 4 5 5 5 4 5 5 5 5 4 4 3 3 3 5 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 2 2 4 3 4 3 5 5 3 4 3 4 5 5 3 4 4 4 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 3 4 5 5 4 4 3 4 5 4 3 2 4 5 5 5 4 4 3 5 5 5 4 4 4 5 4 4 3.879 3.455 3.818 3.97 4.515 4.545 I
Lampiran 5. Analisa statistika pada uji rasa Uji Kruskal – Wallis pada Perlakuan Suhu Fluktuatif Rumus : k Ri2 12 H= ∑ − 3(n + 1) n(n + 1) i =1 ni
Lama (jam) N Mean Rank 0 33 41.82 12 33 59.35 24 33 100.74 36 33 103.14 48 33 141.47 60 33 150.48 Total 198 Perlakuan Chi-Square 95.804 Df 5 Asymp. Sig. .000 Keputusan Kesimpulan
: Asymp. Sig < 0,05= Tolak Ho : Terbukti bahwa lama waktu pada perlakuan suhu fluktuatif pemberokan mempengaruhi penurunan rasa lumpur.
Uji Kruskal – Wallis pada Perlakuan Suhu 32° C Rata-rata Lama (jam) N Rangking 0 33 26.59 12 33 87.23 24 33 90.12 36 33 110.50 48 33 122.64 60 33 159.92 Total 198 Chi-Square Df Asymp. Sig.
Perlakuan 100.914 5 .000
Keputusan Kesimpulan
: Asymp. Sig < 0.05 =Tolak Ho : Terbukti bahwa lama waktu pada perlakuan suhu fluktuatif pemberokan mempengaruhi penurunan rasa lumpur.
Lampiran 6. Hasil Analisa Proksimat Data Analisa Proksimat Ikan Awal
A4 A5 A6
Kadar Air 78,77 78,58 78,4
Awal abu protein lemak karbohidrat 1,04 17,08 3,7 0,84 1,11 17,12 3,93 0,49 1,05 17,07 3,81 0,67
Data Analisa Proksimat pada Perlakuan Suhu Fluktuatif
C1 C2 E1 E2
Fluktuatif k.air protein lemak 77,17 16,17 4,27 78,31 15,63 3,54 79,14 13,32 2,37 79,55 13,38 2,03
Data Analisa Proksimat pada Perlakuan Suhu 32° C
B1 B2 D1 D2 F1 F2
32 K. Air Protein Lemak 77,39 15,36 3,64 79,56 14,96 2,82 79,44 15,17 2,28 79,3 16,27 2,21 76,61 13,94 1,67 77,28 13,92 1,84
Lampiran 7. Analisa statistika terhadap penurunan bobot, kadar lemak dan protein pada ikan awal Kadar lemak Persamaan regresi : Y= 1.318462+(0.005346)x Tabel ANOVA Regression Residual Total
db
JK KT FHit 1 0.024771 0.024771 14.60393 1 0.001696 0.001696 2 0.026467
Ftab 161.4476
Fhit
Fhit Ftab 4.6875 161.4476
Kesimpulan : Bobot tubuh tidak mempengaruhi kenaikan kadar lemak sebesar 0,01384
Lampiran 8. Biaya produksi wadah pemberokan Biaya pembuatan alat Jumlah Papan Kayu Rangka Terpal Selang Pompa Submersible Kapas Filter Zeolit Ember Lem Pipa Paku Termometer
12 lembar 9 batang 3 m2 12 meter 6 buah 1 m2 5 kg 1 buah 1 buah 0.5 kg 1 buah
Perlakuan Suhu Fluktuatif Plastik bergelombang Total Perlakuan Suhu 32° C Heater Total
6 buah
Harga Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
96000 36000 24000 54000 540000 9000 6000 25000 45000 5000 8000 848000
Rp. Rp.
8000 856000
Rp. Rp.
210000 1066000