TEKNOLOGI PENANGANAN BAHAN BAKU TERHADAP MUTU SOSIS IKAN PATIN (Pangasius pangasius)
ERDIANSYAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Teknologi Penanganan Bahan Baku terhadap Mutu Sosis Ikan Patin (Pangasius pangasius) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir. Bogor, Maret 2006
Erdiansyah NIM F 051030061
ABSTRAK
ERDIANSYAH. Teknologi Penanganan Bahan Baku terhadap Mutu Sosis Ikan Patin (Pangasius pangasius). Dibimbing oleh MADE ASTAWAN dan JOKO HERMANIANTO. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh cara penanganan daging ikan patin terhadap perubahan mutu bahan baku selama penyimpanan beku serta hubungannya dengan sifat fisik dan organoleptik sosis yang dihasilkan. Daging ikan patin terlebih dahulu dibuat fillet, daging lumat, dan surimi lalu dikemas dengan plastik polypropilen kemudian disimpan di freezer pada suhu 180 C selama 0, 20, 40, dan 60 hari. Pembuatan sosis dilakukan setiap hari ke-i dari lama penyimpanan bahan baku. Sosis terbaik hasil uji organoleptik digunakan untuk perlakuan pada penyimpanan pada berbagai suhu (100 C, 50C, dan -50 C). Penanganan bahan baku ikan patin menjadi surimi menunjukkan nilai pH dan WHC relatif lebih tinggi pada awal penyimpanan (hari ke-0) tetapi nilai total protein terlarut lebih rendah. Selama penyimpanan surimi memperlihatkan adanya jaminan perlindungan terhadap penurunan mutu, sehingga sosis yang dihasilkan mempunyai nilai cooking loss, kekerasan, dan kekenyalan lebih baik hingga hari ke-60 penyimpanan. Hasil uji organoleptik panelis lebih menyukai sosis dari surimi yang disimpan pada hari ke-60. Penyimpanan sosis pada suhu -5o C, 5oC, dan 10o C menyebabkan terjadinya peningkatan nilai TVB, TPC, Sineresis, dan pH. Hingga akhir pengamatan (minggu ke-4) sosis pada suhu penyimpanan -5o C dan 5o C menunjukkan mutu masih dalam batas ketentuan dibandingkan suhu 10o C .
TEKNOLOGI PENANGANAN BAHAN BAKU TERHADAP MUTU SOSIS IKAN PATIN (Pangasius pangasius)
ERDIANSYAH
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pasca Panen
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul Tesis
: Teknologi Penanganan Bahan Baku terhadap Mutu Sosis Ikan Patin (Pangasius pangasius)
Nama Mahasiswa
:
Erdiansyah
NIM
:
F051030061
Disetujui, Komisi Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS. Ketua
Dr. Ir. Joko Hermanianto Anggota
Diketahui, Ketua Program Studi Teknologi Pasca Panen
Dr. Ir. Wayan Budiastra, M.Agr.
Tanggal Ujian : 8 Maret 2006
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas kuasaNya jualah penulisan tesis ini dapat diselesaikan, salam serta sholawat atas nabi Muhammad SAW yang telah menuntun umat manusia ke jalan ya ng benar dan diridhoi Allaw SWT. Ikan patin adalah salah satu jenis ikan air tawar yang sudah banyak dibudidayakan. Ukurannya yang relatif besar sehingga cocok untuk digunakan sebagai bahan baku produk olahan. Sosis adalah salah satu produk olahan ya ng banyak dikenal dan disukai, namun kebanyakan yang beredar di pasaran adalah berbahan baku sapi dan ayam. Pembuatan sosis ikan patin mempunyai peluang yang cukup luas untuk bersaing dengan produk yang sudah ada. Untuk menghasilkan sosis dengan mutu yang baik diperlukan bahan baku yang bermutu, sehingga diperlukan penanganan pascapanen yang benar untuk menjaga kualitas bahan baku. Berdasarkan pemikiran diatas, penulis melakukan penelitian sejak bulan April hingga Nopember 2005 mengenai cara penanganan bahan baku pra-olahan dan lama penyimpanan beku terhadap mutu bahan baku serta hubungannya dengan mutu sosis. Mudah- mudahan hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan ilmiah dan menjadi acuan, untuk memperhatikan mutu bahan baku sebelum digunakan untuk proses selanjutnya. Untuk istriku tercinta Devi Riani dan ananda Viriyan Ilmi, ayahanda Burniat, ibunda Asmah, Ayahanda mertua (alm) Be rmawi Djakvar, ibunda mertua Bayudah Balik, ayunda yati dan adik-adik serta keluarga besar, terima kasih atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak H. Alex Noerdin, SH selaku Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Banyuasin yang telah memberikan fasilitas Tugas Belajar, Ibu Ir. Suratinah Hamzah (mantan Kepala Dinas), Bapak Ir. Hanafi Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan atas izin serta restunya. Selanjutnya terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Joko Hermanianto sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas segala saran dan bimbingan yang diberikan selama penulisan tesis ini, semoga menjadi amal yang baik di sisi Allah SWT. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman sejawat Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Musi Banyuasin serta teman- teman Program Studi Teknologi Pasca Panen khususnya angkatan 2003 (Pak Theis, Pak Hidayat, Pak Khaidir, Fahrul, Muhdarsyah, Desy, Dian, Ira, Cut, Atik, Meilan, Mbak Endang, dan Mbak Ana), angkatan 2002 ( Mbak Hani, Pak Munawar, Pak Enrico), angkatan 2004 (Pak Ismail, Adnan, Asri, Yani, Mala, Mbak Rina). Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Maret 2006 Erdiansyah
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palembang - Sumatera Selatan pada tanggal 8 Januari 1971, putra kedua dari tujuh bersaudara dari ayah Burniat dan ibu Asmah. Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Wathoniyah Islamiyah Karanganyar – Kebumen Jawa Tengah dan pada tahun yang sama diterima di Universitas Muhammadiyah Palembang. Penulis memilih jurusan Budidaya Perairan sebagai angkatan pertama pada Fakultas Pertanian dan menyelesaikan studi pada tahun 1996. Pada tahun 1999 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Musi Banyuasin – Sumatera Selatan, sebagai staf Bagian Tata Usaha.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL……………………………………………………………………..
vi
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………….
vii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………………..
viii
PENDAHULUAN ……………...........……………………………………………….
1
Latar Belakang .......... ………………………………………………………………….
1
Tujuan …………………………………………………………………………. Hipotesis ………………………………………………………………………. ….
2 2
TINJAUAN PUSTAKA ……….………………………………………………………
3
Struktur Daging Ikan .....……….………………………………………………….. Komposisi Kimia Daging Ikan …………………………………………………. Sifat Fungsional Protein ……….………………………………………………….. Ikan Patin………………………………………………………………………….. Penyimpanan Beku…………….. …………………………………………………. Bentuk Pra-olahan…………………………………………………………………. Sosis……………………………………………………………………………….. Bahan-bahan Penyusun Sosis …..………………………………………………….
3 5 8 10 12 12 14 15
METODE PENELITIAN …..………………………………………………………….
20
Tempat dan Waktu .……………………………………………………………….. Bahan..……………………………………………………………………………... Peralatan……………………….. …………………………………………………. Proses Pembuatan Sosis…………………………………………………………… Tahapan Penelitian………………………………………………………………… Pengamatan ……………………………………………………………………….. Rancangan Percobaan…………………………………………………………....... Metode Analisis……………………………………………………………………
20 20 20 20 24 25 25 26
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………………. Pengamatan Perubahan Mutu Bahan Baku Selama Penyimpanan ………………. Pengamatan Perubahan Sifat Fisik Dan Organoleptik Sosis …………………….. Perubahan Mutu Sosis Selama Penyimpanan ..........................................................
33 33 38 47
KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………………… Kesimpulan ……………………………………………………………………… Saran ………………………………………………………………………………
61 61 61
DAFTAR PUSTAKA...………………………………………………………………..
62
LAMPIRAN …………………………………………………………………………..
68
DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi kimia rata-rata daging ikan……………………...................
5
2 Penggolongan protein daging ikan berdasarkan kelarutan…………….
6
3 Penggolongan ikan berdasarkan kandungan protein dan lemaknya ….
8
4 Sifat fungsional protein yang dibutuhkan dalam sistim pangan. …….
9
5 Komposisi kimia ikan patin. …………………………………………
11
6 Formulasi adonan sosis ikan patin……………………………………
24
7 Rataan analisa mutu bahan baku fillet, lumat, dan surimi pengaruh lama penyimpanan beku………………………………. ......................... 33 8 Rataan sifat fisik sosis yang dihasilkan………………………………
40
9 Rataan hasil uji organoleptik sosis yang dihasilkan………………….
45
10 Rataan perubahan mutu sosis selama penyimpanan…………………
51
11 Kandungan proksimat sosis pada awal dan akhir
penyimpanan…….. 58
GAFTAR GAMBAR Halaman 1 Tipe daging merah dalam berbagai jenis ikan ……………………….......…
3
2 Daging ikan dan komponen penyusunnya ………………................……..
4
3 Ikan patin (Pangasius pangasius) ………………………..................……
11
4 Proses pembuatan sosis ikan patin……....…………………...................…
22
5 Proses pembuatan bahan baku..…………………......................…….........
23
6 Perubahan Total protein terlarut bahan baku selama penyimpanan beku...
34
7 Perubahan pH bahan baku selama penyimpanan beku...............................
37
8 Perubahan WHC bahan baku selama penyimpanan beku...........................
39
9 Cooking loss sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku..............................................................................................................
41
10 Kekerasan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku......................................................................................
42
11 Kekenyalan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan .............................................................................................
43
12 Nilai TVB Sosis Ikan Patin pada berbagai suhu penyimpanan ....…......…
52
13 Reaksi kimia degradasi histidin menjadi histamin ………....................…… 53 14 Log Total Mikroba Sosis Patin pada berbagai suhu penyimpanan ............. 54 . 15 pH Sosis Ikan Patin pada berbagai suhu penyimpanan ..………............… 56 16 Sineresis Sosis Ikan Patin pada berbagai suhu penyimpanan ..….........….
57
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Hasil pengukuran protein terlarut bahan baku sela ma penyimpanan……
68
2 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap total protein terlarut bahan baku ……………………………… 68 3 Uji Wilayah Berganda Duncan total protein terlarut bahan baku..............
68
4 Hasil pengukuran pH bahan baku selama penyimpanan ………….……... .
69
5 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap pH bahan baku ……………………………………………. ..... 69 6 Uji Wilayah Berganda Duncan pH bahan baku…………………….........
69
7 Hasil pengukuran WHC bahan baku selama penyimpanan…………... .
70
8 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap WHC bahan baku…...……………………………….......
70
9 Uji Wilayah Berganda Duncan WHC bahan baku……………………...
70
10 Hasil pengukuran cooking loss sosis pengaruh jenis baha n baku dan lama penyimpanan beku……………………………………………………
71
11 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap cooking loss sosis …….………………………………
71
12 Uji Wilayah Berganda Duncan cooking loss sosis…………………....
71
13 Hasil pengukuran kekerasan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku………...………………………….
72
14 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap kekerasan (obyektif) sosis …..…...…………………...
72
15 Uji Wilayah Berganda Duncan kekerasan sosis…………………….…
72
16 Hasil pengukuran kekenyalan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku……………………………………….…… 73 17 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap kekenyalan (obyektif) sosis ………..…………............ 18 Uji Wilayah Berganda Duncan kekenyalan sosis….…………..........
73 73
19 Hasil uji hedonik penampakan irisan sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku ……………………………………….
74
20 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap penampakan irisan sosis ....…………………………
75
21 Uji Wilayah Berganda Duncan penampakan irisan sosis…………….
75
22 Hasil uji hedonik kekerasan sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku ………………………………………
76
23 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap kekerasan sosis ……….......…………………………
77
24 Uji Wilayah Berganda Duncan kekerasan sosis……………………..
77
25 Hasil uji hedonik kekenyalan sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku …………………………………...... ..
78
26. Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap kekenyalan sosis …..………………………………..
79
27 Uji Wilayah Berganda Duncan kekenyalan sosis……………………..
79
28 Hasil uji hedonik aroma sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku ………………………………………..
80
29 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap aroma sosis ...…………………………………………
81
30 Uji Wilayah Berganda Duncan aroma sosis…………………………..
81
31 Hasil uji hedonik juicines sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku …………………………………………
82
32 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap juicines sosis ...…………………………………………
83
33 Uji Wilayah Berganda Duncan juiciness sosis………………………
83
34 Hasil uji hedonik rasa sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku ………………………………………..
84
35 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap rasa sosis ...………………………………………………… 85 36 Uji Wilayah Berganda Duncan rasa sosis…………………….........
85
37 Hasil uji hedonik penerimaan umum sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpana n beku …………………………………………
86
38 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap penerimaan umum sosis ………………………………
87
39 Uji Wilayah Berganda Duncan penerimaan umum sosis……………
87
40 Analisis sidik ragam nilai TVB sosis pada berbagai suhu penyimpanan....
88
41 Uji Wilayah Berganda Duncan TVB sosis pada berbagai suhu penyimpanan..........................................................................................
88
42 Analisis sidik ragam nilai TPC sosis pada berbagai suhu penyimpanan...
88
43 Uji Wilayah Berganda Duncan TPC sosis pada berbagai suhu penyimpanan.........................................................................................
88
44 Analisis sidik ragam pH sosis pada berbagai suhu penyimpanan.........
89
45 Uji Wilayah Berganda Duncan pH sosis pada berbagai suhu penyimpanan.........................................................................................
89
46 Analisis sidik ragam sineresis sosis pada berbagai suhu penyimpanan...
89
47 Uji Wilayah Berganda Duncan sineresis sosis pada berbagai suhu penyimpanan..............................................................................................
89
48 Jenis bahan baku fillet, lumat, dan surimi daging ikan patin …………
90
49 Sosis ikan patin dari bahan baku fillet, lumat, dan surimi………………
90
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah yang perlu mendapatkan perhatian
sungguh-sungguh
sehubungan dengan meningkatnya jumlah penduduk adalah penyediaan protein. Ikan patin adalah salah satu sumber protein hewani yang mudah didapat dan harganya terjangkau.
Menurut data statistik Departemen
Kelautan dan Perikanan (2004) produksi ikan patin mencapai 23.962 ton/tahun dari total produksi budidaya ikan air tawar sebesar 346.453 ton/tahun, dengan harga jual pada tingkat konsumen Rp.8.000 sampai dengan Rp.12.000 per kilogram. Pembuatan sosis dengan menggunakan daging ikan patin merupakan upaya penganekaragaman pengolahan ikan, sehingga diharapkan dapat diterima secara umum karena penampakan dan rasanya telah mengalami modifikasi menjadi lebih menarik dengan citarasa yang disukai. Pengolahan ikan patin menjadi sosis memiliki beberapa keuntungan antara lain memudahkan pengangkutan, memperluas areal pemasaran, memperpanjang daya simpan, menambah variasi produk perikanan menjadi produk siap saji, dan secara tidak langsung merangsang peningkatan produk hasil perikanan. Agustini dan Swastawati (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan hasil perikanan melalui penganekaragaman produk-produk value-added memiliki prospek yang bagus di masa mendatang dan dapat mendukung suksesnya pelaksanaan Program Ketahanan Pangan Nasional . Untuk menghasilkan sosis dengan mutu yang baik, diperlukan bahan baku dengan kualitas yang baik, sehingga penanganan pra-olahannya perlu dilakukan untuk menjaga kualitas yang maksimal.
Penyimpanan beku
adalah suatu cara untuk mempertahankan kualitas dan memperpanjang daya simpan bahan baku, dengan menghambat reaksi metabolisme dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab kerusakan. Sedangkan penanganan bentuk pra-olahan daging ikan sebelum diolah menjadi sosis adalah fillet, daging lumat, dan surimi yang bertujuan untuk mempermudah pengolahan dalam rangkaian proses produksi serta efisiensi dalam penyimpanan.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk: 1.
Menguji perubahan mutu (total protein terlarut, water holding capacity, dan pH) bahan baku dalam bentuk fillet, daging lumat, dan surimi selama penyimpanan beku.
2.
Menerangkan pengaruh perubahan mutu bahan baku fillet, daging lumat, dan surimi selama penyimpanan beku terhadap sifat fisik (cooking loss, kekerasan, kekenyalan) dan penerimaan konsumen terhadap sosis yang dihasilkan (organoleptik).
3.
Mengukur perubahan mutu sosis (TPC, TVB, pH, sineresis, dan proksimat) selama penyimpanan pada suhu -5o C, 5o C, dan 10o C.
Hipotesis Penyimpanan bahan baku pra-olahan (fillet, daging lumat, dan surimi) pada suhu beku dapat mempertahankan mutu daging ikan dan menghasilkan produk sosis dengan sifat fisik dan organoleptik yang disukai konsumen.
TINJAUAN PUSTAKA Struktur Daging Ikan Berdasarkan warna daging, ikan dapat dibedakan atas daging putih dan daging merah. Perbedaan warna ini disebabkan oleh protein mioglobin pada daging merah (Dyer dan Dingle, 1961). Hadiwiyoto (1993) menyatakan, daging ikan warna merah mempunyai kandungan mioglobin tinggi dan diimbangi jaringan pengikat dan pembuluh darah, sedangkan daging putih mempunyai kandungan protein tinggi. Menurut Suzuki (1981), daging merah terdapat hampir di sepanjang tubuh bagian samping di bawah kulit, sedangkan daging putih terdapat di hampir seluruh bagian tubuh ikan. Berdasarkan proporsi daging merah terdapat tiga jenis ikan, yaitu cod dengan proporsi daging merah terkecil, mackarel dengan proporsi daging merah sedang, dan frigate mackarel dengan proporsi terbanyak.
Gambar 1 Tipe daging merah dalam berbagai jenis ikan; (A) cod, (B) mackerel, dan (C) frigate mackerel (Suzuki, 1981). Badan ikan umumnya mempunyai bentuk dan ukuran yang simetris dan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu, kepala, badan (tubuh), dan ekor. Bagian kepala adalah bagian muka yang dimulai dari ujung mulut sampai akhir insang. Bagian badan dimulai dari akhir tutup insang sampai sirip belakang, sedangkan bagian ekor dimulai dari sirip ekor sampai dengan ujung ekor. Di dalam badan ikan terdapat kerangka ikan, daging/otot dan organ-organ lainnya (Hadiwiyoto, 1993).
Gambar 2 Daging ikan dan komponen penyusunnya (Hadiwiyoto, 1993)
Menurut Hadiwiyoto (1993), daging yang terletak di bagian punggung dan perut merupakan jaringan pengikat yang terbanyak dan tersusun oleh segmen-segmen yang disebut miomer dan miomata yang tampak seperti garis-garis zigzag.
Potongan melintang badan ikan akan menampakkan
garis-garis konsentris miotoma sehingga jelas sekali lokasi mioseptanya. Miotoma sebenarnya adalah jaringan pengikat sedangkan miosepta adalah jaringan pengikat yang lebih besar dan tersusun oleh miotoma- miotoma. Penyusun miotoma adalah suatu bundel benang-benang daging yaitu
endomisium yang merupakan sel daging ikan. Satu sel daging tersusun oleh benang-benang halus yang disebut miofibril. Badan ikan terdiri atas tulang dan daging/otot.
Daging atau otot
kebanyakan terdapat pada bagian tubuhnya dan merupakan jaringan-jaringan pengikat yang meliputi bagian punggung, perut, pangkal sirip punggung, pangkal sirip ekor, pangkal sirip belakang, pangkal sirip dada, pangkal sirip depan, dan bagian kepala (Hadiwiyoto, 1993). deMan (1997) menambahkan, jaringan ikat otot ikan jumlahnya lebih rendah daripada dalam otot mamalia, mengakibatkan tekstur daging ikan lebih empuk jika dibandingkan dengan daging mamalia.
Komposisi Kimia Daging Ikan Sifat kimia dari daging ikan meliputi komponen-komponen kimia penyusun daging ikan. Daging ikan merupakan bahan biologik yang secara kimiawi sebagian besar tersusun oleh unsur-unsur organik ya itu, oksigen (75%), hidrogen (10%), karbon (9.5%), dan nitrogen (2.5%). Unsur-unsur tersebut merupakan penyusun senyawa-senyawa protein, karbohidrat, lipida, vitamin, enzim dan sebagainya (Irawan, 1995). Komposisi kimia rata-rata daging ikan dapat di lihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia rata-rata daging ikan Komponen Kimia Air Protein Karbohidrat Lemak Bahan Anorganik
Komposisi (%) 66 – 84 16 – 22 1–3 0.1 – 22 0.8 - 2
*Sumber : Suzuki (1981)
Protein Protein ikan merupakan bagian yang pent ing untuk dipelajari dalam dasar-dasar ilmu dan teknologi ikan terutama dari segi-segi kimianya. Hal ini disebabkan, protein ikan yang mencapai 11 – 27% merupakan komponen terbesar kedua jumlahnya setelah air (Hadiwiyoto, 1993).
Berdasarkan
lokasinya dalam daging, protein ikan dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu, protein sarkoplasma, protein miofibril dan protein stroma (Xiong,
2000).
Berdasarkan sifat kelarutan protein daging ikan deMan (1997)
memilahnya menjadi tiga golongan yang ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Penggolongan protein daging ikan berdasarkan kelarutan N o
Kekuatan ion pada saat pelarutan
1
Sama dengan atau lebih besar dari nol
2
Lebih besar dari, sekitar 0.3
3
Tidak larut
Nama golongan “myogen” mudah larut “Struktur” kurang larut
“Stroma”
lokasi Terutama sarkoplasma, cairan sel otot Terutama myofibril, unsur kontraktil Terutama jaringan ikat, dinding sel dsb
*Sumber : deMan (1997)
Protein miofibrillar Protein miofibril adalah protein-protein yang terdapat pada benangbenang daging (miofibril dan miofilamen). Yang termasuk golongan protein ini adalah tipe golongan protein globulin, misalnya myosin, aktin, dan tropomyosin (Xiong, 2000). Suzuki (1981) menyatakan, protein miofibrillar bersifat sedikit larut dalam air pada pH netral tetapi larut dalam larutan garam kuat. Protein miofibrillar adalah protein yang membentuk miofibril, yang terdiri dari protein struktural (aktin, miosin, dan aktomiosin) dan protein regulasi (troponin, tropomiosin, dan aktinin). Protein miofibrillar merupakan bagian terbesar dari protein ikan yaitu sekitar 66 – 77% dari total protein ikan, dan bila dibandingkan
dengan daging mamalia dan unggas daging ikan
mengandung protein miofibril yang terbanyak. Miofibril sangat berperan dalam penggumpalan dan pembentukan gel pada daging ikan yang diolah.
Protein sarkoplasma Suzuki (1981) menyatakan, protein sarkoplasma mengandung protein yang dapat larut dalam air, disebut miogen. Kandungan protein sarkoplasma dalam daging ikan tergantung pada jenis ikan, biasanya terdapat dalam jumlah sekitar 10% dari total protein ikan. Hadiwiyoto (1993), menyatakan
bahwa protein yang tergolong protein sarkoplasma adalah protein albumin, mioalbumin, mioprotein. Sarkoplasma mengandung bermacam- macam protein yang larut dalam air (miogen).
Pada pembuatan surimi, protein sarkoplasma harus
dihilangkan dulu karena dapat menghambat pembentukan gel.
Protein stroma Protein stroma (jaringan pengikat) kebanyakan terdapat dalam miosepta dan endomisium, tetapi ada juga yang terdapat pada sarkolemma atau bagian tubuh yang lain tetapi jumlahnya tidak banyak sekitar 6% dari seluruh protein ikan. Kolagen adalah salah satu jenis protein jaringan pengikat yang dominan baik dalam jumlahnya maupun peranannya, struktur kolagen menyerupai benang-benang jala.
Kolagen tidak larut dalam air maupun
larutan garam tetapi larut dalam larutan alkali dan jika dipanaskan maka strukturnya akan berubah menjadi peptida-peptida dengan berat moekul yang lebih rendah.(Hadiwiyoto, 1993).
Lemak Winarno
(1993),
menyatakan
bahwa
berdasarkan
kandungan
lemaknya, ikan terbagi menjadi 3 golongan yaitu, ikan dengan kandungan lemak rendah (kurang dari 2%) seperti kerang, cod, lobster, bawal, gabus; ikan dengan kandungan lemak medium (2 – 5%) seperti rajungan, oyster, udang, ikan mas, lemuru, salmon; dan ikan dengan kandungan lemak tinggi (5 – 20%) seperti herring, mackarel, salmon, tuna, sepat, tawas, nila. Menurut Junianto (2003), Kandungan lemak daging merah ikan lebih tinggi dibandingkan daging putih ikan. Namun kandungan protein daging merah ikan lebih rendah dibandingkan daging putih ikan.
Berdasarkan
kandungan lemak dan protein, ikan digolongkan seperti Tabel 3. Kandungan lemak ikan bermacam- macam tergantung pada jenis ikan, umur, jumlah daging merah, dan kondisi makanan (Suzuki, 1981). Irawan (1995) menambahkan bahwa kandungan lemak erat kaitannya dengan
kandungan protein dan kandungan air. Pada ikan yang kandungan lemaknya rendah, umumnya mengandung protein dalam jumlah yang cukup besar. Tabel 3 Penggolongan ikan berdasarkan kandungan protein dan lemak Tipe
Prot (%)
Lemak (%)
Jenis Ikan
A. Protein tinggi, lemak rendah
15 – 20
<5
Cod
B. Protein tinggi, lemak sedang
15 – 20
5 – 15
Salmon
C. Protein rendah, lemak tinggi
<5
> 15
Trout
D.Protein sangat tinggi, lemak rendah
> 20
<5
Tuna
E. Protein rendah, lemak rendah
< 15
<5
Oyster
*Sumber : Junianto (2003)
Air Air adalah komponen terbesar penyusun daging ikan sebesar 66 – 84% dan menurut Suzuki (1981), kadar air pada daging ikan mempunyai hubungan yang berlawanan dengan kadar lemak. Makin tinggi kadar air maka makin rendah kadar lemaknya. Ilyas (1983) mengatakan bahwa air dalam jaringan daging ikan diikat sangat erat oleh senyawa koloidal dan kimiawi sehingga ia tidak mudah bebas oleh tekanan berat. Kekuatan penahan air pada daging ikan segar adalah maksimum, sedangkan pada ikan yang mulai membusuk kekuatan itu jauh berkurang sehingga cairan itu mudah bebas.
Karbohidrat Karbohidrat dalam daging ikan merupakan polisakarida, yaitu glikogen yang terdapat dalam sarkoplasma di antara miofibril- miofibril. Glikogen dalam daging sifatnya tidak stabil, mudah berubah menjadi asam laktat melalui proses glikolisis sehingga menyebabkan pH daging ikan turun dengan cepat.
Sifat Fungsional Protein. Protein adalah salah satu komponen penyusun bahan pangan yang mempunyai peranan sangat besar dalam menentukan mutu produk pangan. Protein mampu berinteraksi dengan senyawa-senyawa lain sehingga berpengaruh pada aplikasi proses, mutu dan penerimaan produk. Sifat-sifat seperti inilah yang disebut sifat fungsional protein seperti: water binding, kelarutan, viscositas, pembentukan gel, flavour binding dan aktivitas permukaan (Kinsella, et al. 1979).
Zayas (1997) menambahkan, sifat
fungsional protein adalah sifat fisiko-kimia protein yang mempengaruhi tingkah laku di dalam sistim bahan pangan selama persiapan, pengolahan, penyimpanan dan konsumsi yang berperan pada mutu dan sensorik sistem bahan pangan tersebut. Menurut Cheftel et al. (1985) sifat fungsional protein dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian utama yaitu: 1. Sifat fungsional protein yang berhubungan dengan reaksi protein dalam air, misalnya: penyerapan air, penahanan air, dan viskositas. 2. Sifat fungsional protein yang berhubungan dengan reaksi protein dengan protein atau protein dengan lemak, misalnya: pembentukan gel, adonan dan tekstur. 3. Sifat fungsional yang berhubungan dengan sifat permukaan protein, misalnya: emulsifikasi dan daya buih. Masing- masing sifat fungsional tersebut tidak berdiri sendiri, namun saling berkaitan satu dengan lainnya.
Keberadaan sifat-sifat tersebut
selanjutnya akan memberikan karakteristik tersendiri dalam suatu sistim pangan (Tabel 4).
Tabel 4 Sifat fungsional protein yang dibutuhkan dalam sistim pangan. Sifat Fungsional Kelarutan Daya serap/ikat air Pembentukan gel Daya lekat Elastisitas
Emulsifikasi Daya serap lemak
Bentuk aktivitas Pelarut protein, bergantung pada pH Pengikatan hidrogen HOH Pembentukan matrik protein Pengikatan bahan oleh protein Ikatan hidrofobik pada gluten, ikatan sulfida pada gel Pembentukan dan stabilitas emulsi lemak Pengikatan lemak bebas
Sistim Pangan Minuman Daging, sosis, roti, kue Daging, keju, dadih Daging, sosis, pasta Daging, roti
Sosis, sup, bologna Sosis daging
*Sumber : Kinsella (1979)
Sifat kelarutan protein sangat dipengaruhi oleh pH, suhu, dan pelarut yang digunakan. Pengaruh pH didasarkan pada adanya perbedaan muatan antara asam-asam amino yang menyusun protein.
Pada pH tertentu
perbedaan muatan tersebut dapat mencapai nol (net charge=0) atau terjadinya kesetimbangan yang dikenal sebagai titik isoelektrik. Pada pH tersebut protein memiliki daya tarik menarik yang paling kuat antara sesamanya dan mulai terurai. Pada pH di atas dan di bawah titik isoelektrik dan lebih besarnya muatan negatif pada pH diatas titik isoelektrik. Perubahan muatan ini menyebabkan menurunnya daya tarik menarik antara molekul protein, sehingga molekul protein lebih mudah terurai dan kelarutan protein akan semakin meningkat (Lehninger, 1982).
Ikan Patin (Pangasius pangasius) Famili Pangasidae adalah ikan berkumis air tawar yang terdapat di seluruh Asia Selatan dan Asia Tenggara. Mempunyai ciri kulit halus, memiliki dua pasang sungut yang relatif pendek, jari-jari sirip punggung dan sirip dada sempurna dengan tujuh jari-jari bercabang, sebuah sirip lemak berpangkal sempit, sirip dubur panjang dan bersambung dengan sirip ekor. Sirip ekor bercagak dalam dengan mulut yang agak mengarah kedepan.
Hidup diperairan berarus lambat dan aktif di malam hari, memakan detritus dan invertebrate lainnya dari dasar sungai (Whitten, 1996). Susanto dan Amri (1996) menyatakan ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan (Gambar 3). Panjang tubuhnya bisa mencapai 120 cm, suatu ukuran yang cukup besar untuk ukuran ikan air tawar domestik. Kepala relatif kecil dengan mulut terletak diujung kepala agak sebelah bawah. Hal ini merupakan ciri khas golongan cat fish. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba.
Gambar 3 Ikan patin (Pangasius pangasius) Klasifikasi dan identifikasi ikan patin menurut Saanin (1984) sebagai berikut : Phyllum
: Chordata
Sub phylum
: Vertebrata
Kelas
: Pisces
Sub kelas
: Teleostei
Ordo
: Ostariophysi
Sub ordo
: Siluroidae
Famili
: Pangasidae
Genus
: Pangasius
Spesies
: Pangasius pangasius
Komposisi kimia ikan patin per 100 gr daging ikan dapat dilihat pada Tabel 5. Jika dilihat dari komposisi kandungan protein 16.1 % dan lemak
5.7 %, ikan patin termasuk golongan ikan yang berprotein tinggi dan berlemak sedang. Tabel 5 Komposisi kimia ikan patin.
Komposisi Kimia
% bb
Air
75.7
Protein
16.1
Lemak
5.7
Abu
1.0
*Sumber : BPMHP (1998)
Penyimpanan Beku Kerusakan bahan-bahan bio logik seperti hasil- hasil perikanan terutama disebabkan oleh terjadinya otolisa dan karena pertumbuhan mikroba. Pada kondisi suhu tertentu aktifitasnya menjadi optimum dan pada konsisi lain aktifitasnya menurun. Penggunaan suhu rendah dapat digunakan untuk mempertahankan kesegaran serta mempertahankan sifat-sifat asli dari ikan (Hadiwiyoto, 1993).
Masa simpan dari daging ikan berbeda-beda
tergantung dari jenis ikan, komposisi daging ikan, iklim, lingkungan hidup (habitat) dan perlakuan yang diberikan terhadap ikan setelah ditangkap (Potter, 1973). Selama penyimpanan beku, protein akan mengalami denaturasi dimana akan terjadi perubahan protein ikan ke arah menjauhi sifat-sifat alami protein (Ilyas, 1983). Perubahan protein otot akan mempengaruhi jumlah drip, yaitu (1) besarnya cairan yang keluar dari daging, dan (2) faktor yang berhubungan dengan daya ikat air oleh protein daging (Soeparno, 1994). Denaturasi protein selama penyimpanan beku menghasilkan agregasi yang disebabkan karena meningkatnya ikatan silang (cross- linking) miosin di dalam intermolekul (Yoon dan Lee, 1990).
Bentuk Pra-olahan Bentuk pra-olahan bahan baku daging ikan yang sering digunakan dalam proses pengolahan biasanya berupa fillet, daging lumat dan surimi. Selain mempermudah dalam proses pengolahan menjadi bentuk produk lainnya, juga lebih efisien dalam penyimpanan terutama penyimpanan beku dibandingkan menyimpan ikan secara utuh.
Fillet Fillet dibuat dengan menyayat tubuh ikan patin sejajar dengan tulang punggung, dimulai dari bagian ekor hingga ke bagian kepala, isi perut, sirip maupun tulang. Selanjutnya lembaran daging tersebut disayat sedemikian rupa untuk menghilangkan bagian kulitnya (Afrianto, 1995). Menurut Ilyas (1983), terdapat beberapa tipe fillet, yaitu fillet berkulit (skin-on fillet), fillet tidak berkulit (skinless fillet), fillet tunggal (single fillet) yakni lempengan daging ikan yang disayat memanjang tulang belakang, kuduk biasanya dipotong, dan fillet kupu-kupu (butterfly fillet) yakni dua fillet tunggal seekor ikan yang dihubungkan sesamanya oleh bagian yang tidak dipotong. Hasil fillet biasanya didapat dari 30 sampai 35% berat ikan.
Daging lumat Daging lumat didapat dengan melakukan penggilingan terhadap daging ikan yang telah difillet yang bertujuan menghaluskan atau melembutkan daging hingga mempermudah proses selanjutnya. Selain memperkecil ukuran menurut Acton (1972), protein daging lebih mudah terekstrak jika dalam ukuran kecil.
Forrest et al. (1975) menambahkan, penggilingan
bertujuan untuk memecah dan meningkatkan keseragaman ukuran serabut otot dan jaringan ikat sehingga distribusinya merata dan yang terbentuk lebih stabil.
Surimi Surimi merupakan produk olahan yang terbuat dari daging ikan lumat yang telah diekstrak dengan air dan diberi bahan anti denaturasi, lalu
dibekukan.
Biasanya surimi digunakan sebagai bahan baku pembuatan
kamaboko, sosis, dan ham ikan (Suzuki, 1981). Muchtadi (1988) menyatakan, ada dua tipe yang biasa dibuat, yaitu surimi yang dibuat tanpa penambahan garam (mu-en surimi) dan surimi yang dibuat dengan penambahan garam (ka-en surimi). Dalam pembuatan surimi, ada empat prinsip tahapan dalam proses yang dilakukan, yaitu pencucian daging ikan, penggilingan, pengemasan dan pembekuan.
Pencucian daging ikan dilakukan tiga sampai lima kali.
Biasanya air pencuci terakhir mengandung NaCl sebanyak 0.01 sampai 0.3 persen untuk memudahkan pembuangan air, karena umumnya pencucian yang berulang- ulang akan meningkatkan sifat hidrofilik daging ikan (Suzuki, 1981). Banyaknya air yang digunakan biasanya berkisar antara lima sampai sepuluh kali dari berat ikan (Fardiaz, 1985). Menurut Suzuki (1981), air yang digunakan untuk pencucian adalah air dingin dengan suhu 5 – 100 C. Pencucian dengan air kran (suhu kamar) dapat merusak tekstur dan mempercepat degradasi lemak, sedangkan pencucian dengan air laut dapat meningkatkan kehilangan protein (Grantham, 1981). Penambahan sukrosa dan sorbitol sudah dapat mencegah terjadinya denaturasi protein. Pemberian polifosfat dapat berfungsi mengurangi drip, mengurangi penyusutan pemasakan, dan menstabilkan emulsi. Menurut Suzuki (1981), untuk membuat ka-en surimi komposisi krioprotektan yang digunakan sebesar 5 persen sukrosa, 5 persen sorbitol, dan 2.5 persen garam.
Sosis Sosis atau “sausage” berasal dari bahasa latin “salsus” yang berarti digarami atau secara harfiah adalah daging yang disiapkan melalui penggaraman (Kramlich, 1971). Menurut Price dan Schweigert (1987) sosis merupakan makanan yang terbuat dari daging yang dihaluskan, digiling, dibumbui lalu dibungkus dengan casing berbentuk simetris dan mempunyai rasa yang khas. Pada umumnya sosis dibuat dari daging sapi, daging ayam
dan daging babi. Ketiga jenis bahan mentah ini mendominasi pasaran sosis di Indonesia (Haq et al. 1994). Schmidt (1988) menyatakan bahwa di Jerman dan banyak negara lainnya, dikembangkan suatu sistem pengklasifikasian sosis didasarkan pada perlakuan temperatur dari bahan baku dan produk akhir ada tiga jenis sosis: raw sausage /rohwurst (sosis tanpa perlakuan pemasakan), bruhwurst (dimasak
setelah
diformulasi)
dan
koehwurst
(dimasak
sebelum
diformulasi). Soeparno (1992) membagi sosis menjadi beberapa jenis, sosis segar dibuat dari daging segar, tidak dikuring (tidak dilakukan penggaraman), dicacah, dilumatkan atau digiling, diberi garam dan bumbu-bumbu, dimasukkan dan dipadatkan di dalam selongsong serta harus dimasak sebelum dimakan. Sosis masak dibuat dari daging segar, bisa dikuring atau tidak, dimasukkan dan dipadatkan dalam selongsong, tidak diasap dan setelah dibuat harus segera dimakan. Sosis spesialis daging masak adalah produk daging khusus yang dikuring atau tidak dikuring, dimasak dan jarang diasap, sering dibuat dalam bentuk batangan atau daging loaf serta biasa dijual dalam bentuk irisan-irisan yang dipak atau dibungkus yang dapat dikonsumsi dalam keadaan dingin. Sosis kering dan agak kering dibuat dari daging yang dikuring dan dikeringkan udara, dapat diasap sebelum pengeringan serta dapat dikonsumsi dalam keadaan dingin atau setelah masak. Taylor (2002) menyatakan bahwa sosis ikan dibuat menyerupai pembuatan sosis yang terbuat dari daging.
Pada dasarnya pencampuran
daging ikan ,yang didapat dari lembaran fillet ikan, ditambahkan bumbu dan bahan-bahan aditif ke dalam casingnya.
Bahan-bahan penyusun sosis ikan Bahan baku sosis terdiri dari daging ikan patin, es batu, garam, lemak, bahan pengikat (isolat protein kedelai), bahan pengisi (tepung tapioka), bumbu-bumbu, nitrit, dan selongsong (casing).
Daging ikan patin Bahan baku dalam pembuatan sosis adalah daging ikan yang telah dipisahkan atau dibersihkan dari kepala, kotoran, sirip, tulang, serta dilakukan pencucian.
Daging ikan yang digunakan biasanya berbentuk
lempengan atau lembaran
yang biasa disebut fillet, daging lumat, dan
surimi. Daging ikan adalah bahan komponen utama dalam pembuatan sosis, sehingga peranannya akan sangat menentukan produk sosis yang dihasilkan. Protein daging ikan yang larut dalam larutan garam lebih berperan pembentukan emulsi dibandingkan dengan protein larut dalam air murni.
Es batu Air merupakan salah satu komponen dalam pembuatan sosis, dengan kandungan diperkirakan 45 – 55% dari berat total, tergantung jumlah cairan yang ditambahkan dan macam daging (Soeparno, 1994). Penambahan air pada produk berfungsi 1) untuk meningkatkan keempukan dan jus daging, 2) menggantikan sebagian air yang hilang selama proses seperti pemanasan, 3) melarutkan protein yang mudah larut dalam air, 4) membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein yang larut dalam larutan garam, 5) melayani fase kontinyu dari emulsi daging, 6) menjaga temperatur selama proses penggilingan. Air biasanya ditambahkan ke dalam adonan sosis dalam bentuk serpihan es atau air es untuk membentuk adonan yang baik dan mempertahankan selama proses penggilingan (Forrest et al., 1975).
Garam Garam merupakan faktor kritis yang harus diperhatikan, tanpa penambahan garam tidak akan terbentuk emulsi sosis dan biasanya sosis mengandung garam 1- 5% atau 3 % (Kramlich, 1971).
Garam dalam
pembuatan sosis mempunyai fungsi 1) mengektraksi protein myofibril dari serabut daging selama penggilingan, 2) membentuk tekstur produk, 3) memberi cita rasa asin pada produk dan 4) sebagai antimikroba (Nakai dan Modler, 2000).
Menurut Romans et al. (1994), garam berfungsi unt uk
memberikan flavor, mengawetkan dan terutama untuk melarutkan protein myosin sebagai emulsifier utama dan mempertinggi daya ikat air partikel .
Nitrit Fungsi utama nitrit dalam pembuatan sosis adalah untuk memperbaiki warna daging.
Perbaikan warna daging dicapai ketika pigmen otot
(myoglobin) berikatan dengan natrium oksida (NO) yang berasal dari nitrit membentuk NO-myoglobin, sehingga terbentuk warna daging yang khas. Reaksinya dipengaruhi oleh temperatur. Selain itu nitrit berfungsi pula sebagai penambah cita rasa, mencegah pertumbuhan bakteri dan sebagai anti oksidan. Untuk sosis masak dianjurkan penggunaanya sebanyak 3 – 50 ppm (Ockerman, 1983). Dirjen POM Depkes mensyaratkan penambahan nitrit dalam bahan makanan maksimum sebanyak 170 ppm dan nitrit tersisa pada produk akhir adalah 200 ppm (Winarno, 1997).
Lemak Penambahan
lemak
dalam
pembuatan
sosis
bertujuan
untuk
membentuk sosis yang kompak, empuk dan kelezatan sosis, lemak hewani ataupun minyak nabati dapat ditambahkan dalam pembuatan sosis. Perbedaan utama minyak nabati dan lemak hewani adalah pada kandungan sterolnya, dimana minyak nabati mengandung sitosterol, sedangkan lemak hewani mengandung kolesterol. Minyak nabati lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh (oleat, linoleat) daripada lemak hewani (Ketaren, 1986). Jumlah penambahan lemak dalam pembuatan sosis dibatasi untuk mempertahankan tekstur selama pengolahan dan penanganannya, lemak yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 30% bobot daging (Romans et al. 1994).
Dari hasil penelitian uji organoleptik Hapsari (2002), ternyata
penggunaan kadar minyak nabati (10%, 15%, 20%) pada sosis ikan patin berpengaruh nyata terhadap warna dan rasa sosis tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap tekstur dan aroma. Sosis patin terbaik menurut penilaian panelis adalah sosis patin dengan kadar minyak 15%.
Phosphat Penambahan polyphosphat pada gel ikan mentah bertujuan untuk memperbaiki kekenyalan pada produk akhir.
Konsentrasi polyphosphat
sebesar 0.2% sampai 0.5% dari berat daging ikan cukup efektif dalam memberikan efek terhadap tekstur sosis ikan (Amano, 1965). Polyphosphat, jika ditambahkan pada produk sosis akan meningkatkan daya ikat air dan daya ikat lemak dari gel yang terbentuk (Schmidt, 1988)
Bahan pengikat (isolat protein kedelai) dan bahan pengisi (tepung tapioka) Maksud penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi dalam pembuatan sosis menurut Kramlich (1971) dan Forrest et al. (1975) adalah 1) untuk meningkatkan stabilitas emulsi, 2) Meningkatkan daya ikat air, 3) meningkatkan flavor, 4) mengurangi pengerutan selama pemasakan, 5) meningkatkan karakteristik irisan produk dan, 6) mengurangi biaya produksi. Bahan pengikat dan bahan pengisi dibedakan berdasarkan kandungan protein dan karbohidrat yang dikandungnya. Bahan pengikat mengandung protein yang lebih tinggi, dapat meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan pengisi, dan bahan pengisi umumnya terdiri dari karbohidrat saja serta mempunyai pengaruh kecil terhadap emulsifikasi. Pada produk komersial, penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi tidak boleh lebih dari 3,5% bobot emulsi sesuai dengan standar oleh Meat Inspection Division of The USDA (Kramlich, 1971). Selanjutnya Kramlich (1971) menambahkan bahan pengikat dapat diklasifikasikan menurut asalnya yaitu dari hewan serta tumbuhan. Produkproduk susu seperti susu bubuk tanpa lemak, susu bubuk tanpa lemak tapi kalsiumnya dikurangi, sodium caseinat, tepung darah, berasal dari hewan. Tepung Kedelai dan tepung isolat protein kedelai berasal dari tumbuhtumbuhan. Isolat protein kedelai merupakan fraksi protein utama dari kedelai. Salah satu penggunaan isolat protein kedelai adalah pada produk emulsi daging.
Kegunaannya sebagai komplemen protein daging tidak hanya
karena kemampuannya sebagai pengikat dan penstabil adonan, tetapi juga karena flavor dan kandungan gizinya (Wilcke, 1979). Dari hasil penelitian Rompis (1998) diketahui bahwa perlakuan kombinasi isolat protein kedelai dan susu skim menghasilkan sosis sapi yang secara umum diterima konsumen, didukung oleh sifat fisik dan kimia. Sedangkan bahan pengisi pada dasarnya ditambahkan dalam pembuatan sosis terdiri dari tepung-tepungan yang mempunyai kandungan pati tinggi, namun rendah protein.
Walaupun demikian bahan pengisi
tersebut mempunyai kemampuan mengikat sejumlah besar air tetapi rendah kapasitas emulsifikasinya . Maksimum penambahan bahan pengisi dalam pembuatan sosis 3.5% dari berat produk akhir dan bila melebihi dari batas harus mencantumkan kata imitasi pada label (Forrest et al., 1975). Tepung tapioka adalah tepung yang diperoleh dari ubi kayu atau singkong segar, setelah melalui beberapa proses seperti pemarutan, pengendapan tepung dan pengeringan. Selain itu dimungkinkan digunakan dalam industri makanan karena memiliki daya penahan air yang tinggi dan tidak mengganggu citarasa makanan.
Tapioka sering digunakan dalam
pembuatan sosis karena disamping harganya yang murah juga memberikan citarasa netral serta warna terang pada produk sosis (Redley, 1976).
Bumbu-bumbu Menurut Rust (1987), bumbu adalah suatu substansi tumbuhan aromatik yang dikeringkan.
Tumbuhan aromatik yang dikeringkan
diaplikasikan pada semua produk tanaman kering termasuk bumbu asli, herba, biji-bijian aromatik dan buah-buahan yang dikeringkan. Bumbu asli seperti jahe, biji pala, lada, bawang putih dan lain- lain digunakan dalam bentuk bubuk. Bumbu-bumbu yang ditambahkan dalam adonan sosis adalah pala, merica, bawang putih dan jahe.
Bumbu-bumbu dan bahan penyedap
ditambahkan untuk meningkatkan flavor.
Beberapa bumbu bersifat
antioksidan sehingga dapat menghambat terjadinya ketengikan (Soeparno, 1994).
Selongsong (casing) Selongsong sosis (casing) dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu selongsong sosis alami dan selongsong sosis buatan (sintetik). Fungsi utama dari selongsong sosis yaitu disamping untuk membentuk produk dan menjaga stabilitas produk juga berfungsi sebagai pelindung dari kerusakan secara fisik maupun kimiawi seperti kekeringan, mikrobiologis dan oksidasi. Disamping itu selongsong sosis juga mempunyai fungsi keindahan atau seni, baik dari segi warna, bentuk, ukuran, dan lain- lain yang berfungsi sebagai media reklame (Soeparno, 1994). Sedangkan
Kramlich
(1971)
dan
Bacus
(1984)
menyatakan,
selongsong buatan terdiri dari empat kelompok yaitu 1) sellulosa, 2) kolagen yang dapat dimakan, 3) kolagen yang tidak dapat dimakan, 4) plastik. Selongsong buatan mempunyai kekuatan yang lebih besar daripada selongsong alami.
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian
ini
dilaksanakan
di
Laboratorium
Pilot Plant,
Laboratorium Gizi Masyarakat (Pusat Studi Pangan dan Gizi), Bagian Kimia dan Biokimia Pangan, Bagian Mikrobiologi pangan, dan Bagian Rekayasa Proses Pangan (Departemen Teknologi Pangan dan Gizi). Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April 2005 sampai dengan Nopember 2005.
Bahan Bahan ikan patin yang digunakan diperoleh dari Superindo Plaza Jembatan Merah Bogor yang diangkut dalam keadaan hidup menggunakan kantong plastik.
Selain itu sebagai bahan untuk pembuatan formulasi
digunakan bahan seperti lemak (minyak nabati), bumbu-bumbu (bawang putih, merica, jahe dan gula), es batu, isolat protein kedele, garam dan selongsong sosis atau casing.
Peralatan Alat yang digunakan di dalam penelitian ini adalah alat penggiling daging (grinder), pencacah daging (cutter), stuffer, filler, freezer (case freezer), cooker, timbangan.
Proses Pembuatan Sosis Pembuatan sosis ikan patin meliputi: penyiangan, pencucian, filleting, penggilingan, pengadonan bersama bahan pengisi dan bumbu-bumbu, pemasukan ke dalam selongsong, perebusan, pendinginan (Gambar 4).
Dalam proses pembuatan sosis, ikan yang digunakan terlebih dahulu disiangi kepala, ekor, sirip, jeroan, dan kulit. Selanjutnya ikan difillet dan dibagi menjadi tiga bagian. Bagian bahan baku pertama dibiarkan dalam bentuk fillet, bagian kedua dihaluskan dengan grinder menjadi daging lumat, bagian ketiga diolah menjadi surimi lalu disimpan dalam freezer suhu -180 C. Proses pembuatan bahan baku dapat dilihat pada Gambar 5. Masing- masing bahan baku disimpan pada suhu beku terlebih dahulu sebanyak 0.5 kg/kemasan dengan kemasan plastik jenis Polypropilene dengan ketebalan 0.8 mm yang kemudian dilakukan pemakuman. Bahan baku yang telah dikemas tersebut langsung dimasukkan ke dalam freezer selama 0, 20, 40 dan 60 hari. Penyimpanan beku yang dilakukan adalah tipe pembekuan lambat. Sebelum dibuat sosis, masing- masing jenis bahan baku dilelehkan (thawing) dengan cara menyimpannya dalam lemari es bersuhu 50 C selama semalam. Selanjutnya bahan baku (kecuali fillet terlebih dahulu dilakukan penggilingan)
dimasukkan ke dalam cutter untuk
pengadukan lalu
ditambahkan garam poekel sebanyak 2% dan es batu 10% kemudian ditambahkan isolat protein kedelai 3% dan minyak nabati 15%. Selanjutnya pemberian
bumbu
2%
dan
terakhir
tepung
tapioka
6%,
untuk
mempertahankan suhu tetap rendah selama pengadonan dilakukan pemberian es batu masing- masing 5% secara bersama dengan bumbu dan tepung tapioka. Pasta daging ikan yang terbentuk dimasukkan ke dalam casing dengan menggunakan stuffer.
Selanjutnya sosis diikat sepanjang 10 cm dan
dimasak selama 15 menit pada suhu 800 C tanpa pengasapan.
Ikan patin
Penyiangan dan Pencucian (Kepala, ekor, sirip, kulit dan jeroan dibuang, kemudian dicuci)
Bahan baku Fillet, daging lumat & surimi dikemas plastik jenis PP 0.8 mm & dilakukan pemakuman.
Thawing selama satu malam
disimpan pada freezer suhu -180 C selama: 0, 20, 40 dan 60 hari
Pengadonan I, T -4 s/d 4 0 C, 10 menit (ditambah es 10%, garam poekel, isolate protein, minyak nabati)
Pengadonan II, T 8 0 C, 5 menit (ditambah es 5%, dan bumbu)
Pengadonan III, T 12 0 C, 5 menit (bahan pengisi dan ditambah es 5%)
Casing
Direbus 800 C selama 15 menit Sosis dikemas
Penyimpanan dingin suhu -5o C, 5o C, dan 10o C selama: 0, 1, 2, 3, dan 4 minggu
Gambar 4 Proses pembuatan sosis ikan patin
Ikan patin
Penyiangan Kepala, ekor, sirip, kulit dan jeroan dibuang
Pemiletan
Penggilingan dengan menggunakan penggiling daging
Fillet
D.lumat
Pencucian dengan air dingin (100 C), dua kali
Pencucian dengan air dingin (100 C) ditambah garam 0.3 %, satu kali
Penyaringan / Penirisan air • Sukrosa 4% • Sorbitol 4% • Polifosfat 0.2%
Pengadukan
Pengemasan dalam kemasan plastik vakum Penyimpanan pada suhu -180 C
Gambar 5 Proses pembuatan bahan baku
Surimi
Formulasi sosis ikan patin yang merupakan modifikasi dari penelitian Rompis (1998), yaitu: Tabel 6 Formulasi pembuatan sosis NO
BAHAN
JUMLAH (g)
Persentase
1
Daging ikan/surimi
1000
52
2
Es
200
20
3
Garam poekel
30
2
4
Bumbu
30
2
5
Minyak nabati
150
15
6
Isolat Protein
30
3
7
Tepung tapioka
60
6
8
STTP
0.3
*Sumber : Rompis (1998). Tahapan Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu (1) Tahap pertama, pengamatan hubungan lama penyimpanan beku dan jenis bahan baku terhadap perubahan mutu bahan baku daging ikan patin. Perlakuan meliputi, A) Lama penyimpanan beku -180 C : 0 hari, 20 hari, 40 hari, dan 60 hari; B) Bentuk pra-olahan : fillet, lumat, dan surimi. Perlakuan diulang sebanyak 2 ulangan.
(2) Tahap kedua, pengamatan pengaruh penggunaan bahan baku (tahap pertama) terhadap sifat fisik dan penerimaan konsumen terhadap sosis yang dihasilkan.
(3) Tahap ketiga, pengamatan pengaruh berbagai suhu penyimpanan terhadap mutu sosis patin, dengan tiga perlakuan yaitu suhu -5o C, 5oC, dan 10o C. Pada tahap ini sosis ikan patin yang digunakan adalah hasil terbaik dari uji organoleptik penelitian tahap kedua.
Pengamatan Pengamatan parameter yang dilakukan pada tahap pertama (mutu bahan baku) meliputi: •
Total protein terlarut;
•
Water Holding Capacity; dan
•
pH.
Pada penelitian tahap kedua (sosis) : •
Cooking loss;
•
Kekerasan;
•
Kekenyalan; dan
•
Organoleptik
(penampakan irisan, kekerasan, kekenyalan, aroma,
juiciness, rasa, dan penerimaan umum). Pengamatan tahap ketiga (sosis) meliputi: •
Total Plate Count;
•
Total Volatile Bases;
•
pH;
•
Sineresis; dan
•
Proksimat (kadar air, lemak, protein, karbohidrat, dan abu).
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian tahap pertama dan tahap kedua adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap) faktorial. Model Linear percobaannya (Hanafiah, 2004) adalah: Yijk = µ + a i + ß j + (aß )ij + eijk Dimana : Yijk
= Respon percobaan karena pengaruh perlakuan faktor A (lama penyimpanan beku) taraf ke- i, faktor B (bentuk pra-olahan) taraf ke-j pada ulangan ke-k
µ
= Pengaruh rata-rata
ai
= Pengaruh faktor A (lama penyimpanan beku) taraf ke- i (1,2,3,4)
ßj
= Pengaruh faktor B (bentuk pra-olahan) taraf ke-j (1,2,3)
(aß )ij = Pengaruh interaksi faktor A (lama penyimpanan beku) taraf kei dan pengaruh faktor B (bentuk pra-olahan) taraf ke-j
eijk
= Pengaruh galat pada ulangan ke-k pengaruh Ai , Bj dan (AB)ij Sedangkan rancangan percobaan untuk tahap ketiga adalah RAL
tunggal dengan tiga perlakuan dan dua ulangan. Model Linear percobaannya (Hanafiah, 2004) adalah: Y = µ + t +e Dimana : Y
= Respon percobaan karena pengaruh perlakuan (berbagai suhu penyimpanan)
µ
= Pengaruh rata-rata
t
= Pengaruh faktor perlakuan (berbagai suhu penyimpanan)
e
= Pengaruh galat
Metode Analisis I.
Analisis sifat fisik. Daya mengikat air / water holding capacity (Hamm, 1972) Dengan menggunakan metode pengepresan dari Hamm (1972) yaitu dengan menggunakan alat carver press yang membebani 0,3 gram sample daging pada suatu kertas saring (filter) diantara dua plat dengan beban tekan sebesar 35 kg setiap cm selama 5 menit, daerah yang tertutup sample daging telah menjadi rata dan luas daerah sekitarnya ditandai dan diukur.
Daerah basah diperoleh dengan
mengurangkan daerah yang tertutup daging dari total (basah + daging) dan luas daerah yang tertutup daging dengan menggunakan planimeter, sedangkan kertas saring (filter) yang digunakan adalah Whatman-1 No. 40. Bobot air bebas (air daging yang terlepas karena proses penekanan) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Jumlah air bebas (mg) = Luas lingkaran air bebas (cm2 ) – 8.0 0.0948 Luas lingkaran air bebas =Luas lingkaran luar – luas lingkaran dalam Jumlah air sampel (mg) = % kadar air (bb) x berat sampel = .............. gr x 1000 = .............. mg
Tekstur (Texture Analyzer) DMA/WHC = Jumlah air sampel (mg) – Jumlah air bebas (mg) Jumlah air sampel (mg)
Pengukuran kekerasan dan kekenyalan obyektif Pengukuran tekstur meliputi kekerasan dan kekenyalan dengan menggunakan Texture Analyzer TA-XT2i (Rosenthal, 1999). Untuk pengukuran kekerasan sampel diletakkan di bawah probe yang berbentuk pisau dengan kecepatan 1 mm/detik dan jarak 30 mm. Sedangkan untuk pengukuran kekenyalan probe yang digunakan berbentuk tumpul, sampel ditekan sebanyak 25% selama 60 detik. Beban maksimum yang digunakan adalah 25 kg. Pengaturan Texture Analyzer TA-XT2i adalah sebagai berikut: TA setting
Kekerasan
Kekenyalan
Pre test speed Test speed Post test speed Rupture test dist Distance Force Time
1.5 mm/s 1.5 mm/s 10 mm/s 1 mm 30 mm 100 gr 5 sec
1 mm/s 1 mm/s 10 mm/s 1% 25 % 100 gr 60 sec
Susut masak (Cooking loss) Pengukuran
susut
masak
dilakukan
yaitu
masing- masing
kombinasi sosis sebelum dimasak ditimbang terlebih dahulu dan setelah matang kombinasi tersebut ditimbang kembali, kehilangan
yang terjadi menunjukan banyaknya air dan lemak yang hilang selama pemasakan.
Susut masak = a - b x 100 % a Dimana : a = Bobot contoh sebelum dimasak (gram) b = Bobot contoh sesudah dimasak (gram)
Sineresis Pengukuran sineresis dilakukan pada sosis yang disimpan, dengan cara
menimbang
berat
sosis
sebelum
disimpan
dan
setelah
penyimpanan yang telah ditentukan sosis ditimbang kembali. Selisih penimbangan menunjukan jumlah air yang keluar dari produk selama penyimpanan. Sineresis =
.
a −b x 100% a
Dimana : a = Bobot contoh sebelum disimpan (gram) b = Bobot contoh sesudah disimpan (gram)
II.
Analisis kimia Analisis proksimat (AOAC, 1984) a.
Kadar air Sampel sosis seberat 3 gr dimasukkan ke dalam cawan logam
yang telah diketahui beratnya.
Kemudian cawan berisi sample
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105o C selama 4 – 6 jam hingga berat cawan dan sample konstan. Setelah itu dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang beratnya, lalu dihitung kadar air sample. Kadar air dihitung sebagai berik ut :
persentase
Bobot sampel awal – Bobot sampel akhir Kadar air (%) = ---------------------------------------------------- x 100 % Bobot sampel awal
b.
Kadar Abu
Sampel sosis seberat 5 gram dimasukkan ke dalam cawan porselin (slica disc) yang telah diketahui beratnya (a) , kemudian dimasukkan ke dalam tanur listrik dengan temperature 400 – 600o C selama 24 jam. Setelah itu dikeluarkan dari tanur dan dimasukkan ke dalam desikator untuk didinginkan, lalu ditimbang (b) Selanjutnya kadar abu dapat dihitung dengan rumus : Bobot sampel setelah diabukan Kadar abu (%) = ---------------------------------------- x 100 % Bobot sampel awal
c.
Kadar lemak Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam selongsong
pengekstrak, kemudian dimasukkan ke dalam labu soxhlet dan diekstraksi
dengan menggunakan petroleum eter
selama 6 jam.
Minyak atau lemak yang tertampung dalam labu. Kemudian labu tersebut dipanaskan di dalam oven 105o C selama 1 jam dan ditimbang. Persentase kadar lemak dihitung dengan rumus berikut : Bobot labu akhir – Bobot labu awal Kadar lemak (%) = ---------------------------------------------- x 100 % Bobot sample d.
Kadar protein Pengukuran kadar protein dilakukan dengan menggunakan
metode mikro-Kjeldahl dengan cara kerja yaitu, sample yang digunakan sebanyak 0.2 gram dimasukkan kedalam labu Kjeldahl 100 ml lalu ditambahkan 2 gr K2 SO4 , 40 mg HgO dan 2.5 ml H2 SO4 . Selama 30 menit dilakukan destruksi sampai diperoleh cairan hijau
jernih. Di destilasi setelah dingin ditambahkan air destilata sebanyak 35 ml dan NaOH pekat sebanyak 10 ml sampai berwarna coklat kehitaman lalu ditampung ke dalam Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml H3 PO3 , kemudian dititrasi dengan HC l 0.02 N menggunakan indikator. Untuk larutan blanko dilakukan dengan cara yang sama tetapi tanpa menggunakan sample. Kadar Nitrogen dihitung dengan rumus : (HCl – blanko) x N HCL x 14.007 Nitrogen (%) = --------------------------------------------- x 100 % mg sample
Selanjutnya kadar protein dihitung sebagai berikut : Kadar protein (%) = 6.25 x % Nitrogen e.
Kadar karbohidrat Untuk menentukan kadar karbohirat dilakukan perhitungan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Kadar karbohidrat (%) = 100% - % air - % lemak - % protein - % abu
Analisa total protein terlarut Sampel daging giling halus seberat 10 g ditambahkan 30 ml larutan NaCl 2% (berdasarkan berat total) lalu disimpan pada temperatur 40 C selama satu malam, setelah itu disentrifugasi lalu disaring dan filtrat yang diperoleh diambil untuk diukur total nitrogen yang larut dengan menggunakan metode Kjedahl.
Hasil yang diperoleh dinyatakan
sebagai total protein terlarut.
Derajat keasaman (pH) pH sosis diukur dengan menggunakan sample seberat 25 gram ditambahkan 50 ml air destilata kemudian diblender sampai homogen,
suspensi dimasukkan kedalam gelas piala dan diukur pH nya dengan menggunakan pH meter.
Analisa total volatile basa (TVB) Sampel sebanyak 25 gr ditambah 75 ml larutan 7% TCA kemudian diblender selama 1 menit dan disaring dengan kertas saring sehingga filtrat yang diperoleh berwarna jernih.
Larutan asam borat 1 ml
dimasukkan ke dalam inner chamber cawan conway.
Dengan
memakai pipet ukuran 1 ml yang lain filtrat dimasukkan ke dalam outer chamber yang berlawanan sehingga kedua macam larutan di dalam out chamber belum tercampur. Ditambah 1 ml larutan K2 CO3 jenuh ke dalam outer chamber, setelah itu cawan conway segera ditutup. Untuk blanko filtrat contoh diganti dengan larutan 5% TCA dan dikerjakan seperti prosedur di atas. Kemudian disimpan pada suhu kamar selama semalam. Setelah selesai inkubasi, larutan asam borat dalam inner chamber cawan conway. Blanko dititrasi dengan larutan N/70 HCL, dengan memakai magnetik stirrer hingga berubah menjadi merah muda (pink). Selanjutnya dititrasi berturut-turut larutan asam borat pada cawan conway contoh sampai diperoleh warna merah muda. TVB dihitung sebagai mg N% dengan rumus sebagai berikut: TVB (mg/100 g) =
( ml asam − ml blanko) x N x 14 x100 berat sampel ( g )
III. Analisis Mikrobiologi Analisis TPC (Fardiaz, 1989). Sampel sebanyak 10 gr disiapkan secara aseptik, lalu ditambah pengencer 90 ml dan dihancurkan dengan stomacher selama 2 menit sehingga diperoleh pengenceran 1 : 10. Kemudian dibuat pengenceran berturut-turut 1:100, 1:1000, 1:10 000, dan 1:100 000. Pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan untuk memisahkan sel-sel mikroba yang bergabung menjadi satu.
Pemupukan dengan metode tuang
dilakukan dengan mengamb il sampel hasil pengenceran (1:100 hingga 1:100 000) sebanyak 1 ml dipipet ke dalam setiap cawan petri. Setelah itu ke dalam setiap cawan petri dimasukkan agar cair steril (nutrient agar) sebanyak 12 – 15 ml. Setelah penuangan, cawan petri segera ditutup kemudian cawan digerakkan diatas meja secara hati- hati untuk menyebarkan sel mikroba secara merata, yaitu dengan gerakan melingkar atau gerakan seperti angka delapan. Setelah agar memadat, cawan tersebut diinkubasi ke dalam inkubator dengan posisi terbalik pada suhu 30 -320 C selama 2-3 hari. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung sebagai Total count pergram contoh.
IV. Uji organoleptik (Soekarto dan Hubeis, 1993) Uji organoleptik merupakan penilaian terhadap mutu produk berdasarkan panca indera manusia mela lui sensorik. Penilaian dengan indera banyak digunakan untuk penilaian mutu suatu produk terutama produk hasil pertanian dan makanan.
Salah satu cara penilaian
organoleptik terhadap suatu produk adalah dengan menggunakan uji hedonik. Uji hedonic merupakan penilaian panelis tentang suka atau tidak suka, dapat menerima atau tidak dapat menerima terhadap suatu produk yang sedang diuji.
Kriteria yang biasa digunakan dalam
penilaian organoleptik terdiri dari penampakan irisan, kekerasan, kekenyalan, aroma, juiciness, rasa, dan penerimaan umum. Pada penelitian ini sosis ikan patin yang telah siap akan dinilai oleh panelis setengah terlatih sebanyak 30 orang untuk menunjukan tingkat kesukaan terhadap rasa, tekstur (kekenyalan dan kekerasan), aroma, juicines, penampakan irisan, penerimaan umum terhadap sosis. Skala hedonic atau uji kesukaan yang digunakan berkisar antara 1 sampai 5, meliputi: tidak suka, agak tidak suka, biasa/netral, suka, dan sangat suka.
HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Bahan Baku Selama Penyimpanan Pengamatan perubahan mutu bahan baku fillet, daging lumat dan surimi selama penyimpanan beku (-18o C) meliputi total protein terlarut, derajat keasaman (pH), dan water holding
capasity (WHC). Resume
data dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Mutu bahan baku fillet, daging lumat, dan surimi selama penyimpanan beku Lama Penyimpanan (hari) -180 C Parameter Bahan 0 20 40 60 Baku Total protein terlarut (%)
Fillet Lumat Surimi
26.13 d 30.39 e 10.84 a
25.23 cd 24.73 cd 10.79 a
22.71 bcd 24.21 cd 9.85 a
22.55 bc 19.92 b 9.40 a
pH
Fillet Lumat Surimi
6.60 a 6.72 a 7.02 b
6.99 b 7.02 b 7.05 b
7.23 cde 7.25 de 7.09 bc
7.25 de 7.33 e 7.10 bcd
WHC (%)
Fillet Lumat Surimi
99.50 efg 99.11 cde 99.83 g
99.30 def 99.20 de 99.79 fg
98.85 cd 98.61 c 99.34 defg
97.28 b 96.30 a 99.24 def
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masingmasing parameter berarti tidak berbeda nyata Total Protein Terlarut Kelarutan protein juga dapat digunakan sebaga i salah satu faktor yang dapat menentukan kualitas produk daging ikan. Berdasarkan sifat kelarutannya dalam air, protein daging ikan dapat dipilah menjadi tiga golongan yaitu sarkoplasma (mudah larut), myofibril (kurang larut), dan jaringan ikat tidak larut (deMan 1997). Suzuki (1981) menambahkan bahwa protein miofibrillar bersifat sedikit larut dalam air pada pH netral tetapi larut dalam larutan garam kuat, protein sarkoplasma mengandung protein yang dapat larut dalam air, disebut miogen.
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap besarnya persentase kelarutan protein berkisar antara 9.40 – 30.39%. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukan interaksi perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap persentase total protein terlarut bahan baku. Dengan uji wilayah berganda Duncan menunjukan perlakuan lama penyimpanan 0 hari daging lumat berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Lampiran 3). Selama penyimpanan beku semua jenis bahan baku cenderung mengalami penurunanan nilai
kelarutan protein (Gambar 6).
Hal ini
menunjukkan telah terjadi denaturasi protein sejalan dengan lama waktu penyimpanan.
deMan (1997) menyatakan bahwa selama penyimpanan
beku, aktomiosin akan menjadi kurang larut seiring dengan lama waktu penyimpanan. Hadiwiyoto (1993), menambahkan bahwa pembekuan akan menyebabkan terbentuknya kristal es sehingga terjadi pengurangan air pada jaringan daging dan meningkatkan tegangan ionisasi. Selanjutnya keadaan ini menyebabkan terjadinya interaksi antara protein-protein miofibrilar
Protein terlarut (%)
menjadi protein komplek yang bersifat tidak larut.
30
Bahan baku ? fillet ¦ lumat ? surimi
]
A
A ]
] A
A ]
20
Z
10
Z
Z
Z
0 0
20 40 60 Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 6 Perubahan total protein terlarut bahan baku selama penyimpanan beku.
Penelitian ini memperlihatkan bahwa perlakuan bahan baku surimi dengan lama penyimpanan 60 hari menghasilkan persentase kelarutan protein terendah (9.40%), sedangkan yang tertinggi terdapat pada bahan baku daging lumat pada penyimpanan 0 hari (28.90%). Tingginya kelarutan protein bahan baku daging lumat dikarenakan proses penggilingan yang dilakukan untuk menghaluskan atau melembutkan menyebabkan daging ikan menjadi lebih luas permukaannya sehingga lebih mudah terekstrak. Acton (1972) menyatakan protein daging lebih mudah terekstrak jika daging dalam ukuran kecil. Rendahnya persentase kelarutan protein surimi dibandingkan bahan baku lainnya, dikarenakan pada proses pembuatan surimi dilakukan pencucian terhadap daging lumat yang berulang- ulang dengan air dingin sehingga menyebabkan sebagian protein juga ikut tercuci. Fardiaz (1985) menyatakan bahwa selama pencucian daging ikan dibersihkan dari darah, pigmen, lemak, lendir dan protein yang larut air. Menurut Muchtadi (1987), sarkoplasma mengandung bermacam- macam protein yang larut dalam air (miogen). Pada pembuatan surimi, protein sarkoplasma harus dihilangkan dulu karena dapat menghambat pembentukan gel. Shimizu & Nishioka (1974) mengatakan, walaupun kandungan gizinya tidak lebih rendah dibandingkan protein miofibril, protein sarkoplasma biasanya akan dibuang pada tahap pencucian surimi. Hal ini disebabkan pada waktu pemanasan, protein ini akan terkoagulasi dan menempel pada protein miofibril. Shimizu et al. (1954), ekstraksi maksimum miosin daging ikan akan meningkatkan kekerasan dan kekenyalan produk.
Derajat Keasaman (pH) pH dapat digunakan sebagai salah satu parameter dalam menentukan kesegaran daging ikan yang akan digunakan dalam pembuatan produk pangan. Menurut Hadiwiyoto (1993), ikan segar mempunyai pH sekitar 6.8–7.
Penurunan dan kenaikan pH banyak dikaitkan dengan keadaan
fisiologik daging ikan, komposisi senyawa-senyawa garam yang ada pada daging ikan, dan aktifitas enzim.
Hasil pengukuran yang dilakukan terhadap pH berkisar antara 6.60 – 7.33.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5)
memperlihatkan interaksi
jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap pH bahan baku (P<0.05). Dengan uji wilayah berganda Duncan menunjukan perlakuan lama penyimpanan 60 hari pada daging lumat tidak berbeda nyata dengan perlakuan penyimpanan 40 hari pada daging lumat dan 60 hari fillet, sedangkan dengan perlakuan lainnya berbeda nyata (Lampiran 6). Penelitian ini memperlihatkan bahwa perlakuan bahan baku surimi menghasilkan pH yang lebih tinggi pada 0 hari dibandingkan perlakuan lainnya, hal ini disebabkan oleh penambahan garam dan natrium poliphosphat dalam proses pembuatan surimi dapat meningkatkan pH. Menurut Lawrie (1979), penambahan garam dapur dan natrium poliphosphat secara bersama-sama berpengaruh terhadap kenaikan pH, pengembangan volume dan daya ikat air daging. Dari hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa perlakuan pada bahan baku lumat dengan lama penyimpanan 60 hari menghasilkan nilai pH tertinggi (7.33). Hadiwiyoto (1993), ikan yang sudah tidak segar dagingnya mempunyai pH lebih basis (tinggi) daripada yang masih segar. Tingginya nilai pH pada penyimpanan hari ke 60 karena daging lumat kurang stabil selama penyimpanan beku disebabkan oleh kerusakan jaringan akibat perlakuan mekanis selama pelumatan.
Akibatnya protein menjadi lebih
mudah terdenaturasi. Syartiwidya (2003), mengatakan untuk daging giling terjadi
perubahan
secara
mikrostruktur
setelah
dilakukan
proses
penggilingan. Serabut-serabut otot menjadi pecah dan saling bergabung menjadi bentuk yang tidak beraturan. Namun kecenderungan peningkatan pH (Gambar 7) terjadi pada semua jenis bahan baku yang berasal dari fillet, lumat dan surimi sejalan dengan lama penyimpanan beku (-18o C). Peningkatan pH lebih disebabkan oleh terjadinya denaturasi protein akibat pembekuan dan lama penyimpanan. Selain itu peningkatan pH juga disebabkan oleh aktivitas mikroba psikofilik yang telah beradaptasi selama penyimpanan beku. Menurut Suzuki (1981), terjadinya denaturasi protein selama penyimpanan beku bahan baku
disebabkan oleh peningkatan konsentrasi garam mineral sebelum terjadi pembekuan di dalam sel.
Dengan demikian konsentrasi garam mineral
menjadi tinggi apabila cairan dalam sel membeku, sehingga akan menyebabkan terjadinya pemisahan dan denaturasi protein.
Akibat dari
semua ini akan terjadi perubahan pH dan kekuatan ionik.
8,0
7,5
pH
]
7,0
Z
Z ] A
] A
A
Z
Z
Bahan baku ? fillet ¦ lumat ? surimi
] A
6,5
6,0 0
20 40 60 Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 7 Perubahan pH bahan baku selama penyimpanan beku. Selain itu penyimpanan pada suhu -18o C tidak dapat menghentikan kerusakan bahan baku secara mikrobiologis akibat pertumbuhan mikroba, tetapi hanya menghambat pertumbuhan bakteri psikrofilik. Menurut Ilyas (1983), pembiakan bakteri pada ikan sangat dipengaruhi oleh suhu, semakin rendah suhu ikan semakin dihambat pertumbuhan bakteri tersebut.
Pada
suhu -180 C dan lebih rendah aktifitas bakteri ditekan minimum. Kenaikan pH bisa juga disebabkan oleh berkembangnya bakteri psik rofilik yang dapat menyebabkan terbentuknya basa-basa volatil makin banyak (Hadiwiyoto, 1993).
Soediyono et al. (1986) menambahkan bahwa peningkatan pH
dimungkinkan oleh adanya aktifitas bakteri pembusuk yang menguraikan protein menjadi senyawa lebih sederhana seperti amonia yang bersifat basa.
Daya Mengikat Air / Water Holding Capasity (WHC) Daya mengikat air adalah kemampuan protein daging untuk mengikat airnya sendiri atau air yang ditambahkan. Menurut Hamm (1962), faktorfaktor yang mempengaruhi daya mengikat air oleh protein otot adalah aktin dan miosin. Forrest et al. (1975) menyatakan bahwa dengan mengurangi gaya kohesi antara molekul- molekul yang berdekatan maka jaringan akan membesar sehingga air akan terserap dan terjebak di dalam jaringan otot. Air yang termobilisasi merupakan air yang berada pada lapisan tengah antara air bebas dan air terikat serta berada pada daerah molekul yang mempunyai muatan. Nilai rataan daya mengikat air berkisar antara 96.30 – 99.83 (Tabel 7). Selama penyimpanan beku semua jenis bahan baku cenderung mengalami penurunanan kemampuan mengikat air. Hamm dan Deatherage (1960) menemukan
bahwa
penyimpanan
dingin
dan
beku
daging
dapat
mengakibatkan penurunan kemampuan daging untuk mengikat air. Pembekuan lambat dapat menurunkan daya mengikat air secara nyata, hal ini disebabkan oleh kerja mekanik kristal es.
Soeparno (1994)
menambahkan, pada pembekuan lambat kristal es terjadi di luar serabut otot (ekstrasellular) sehingga ketik a pembekuan berjalan terus kristal es semakin membesar dan menyebabkan kerusakan serabut otot. Hasil analisis sidik ragam menunjukan interaksi jenis bahan baku dan lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap nilai daya mengikat air bahan baku (Lampiran 8). Uji wilayah berganda Duncan menunjukkan perlakuan lama penyimpanan 0 hari pada surimi tidak berbeda nyata dengan perlakuan penyimpanan 20 dan 30 hari pada daging surimi serta 0 hari fillet, sedangkan dengan perlakuan lainnya berbeda nyata (Lampiran 9). Penelitian ini memperlihatkan bahwa perlakuan bahan baku lumat dengan lama penyimpanan 60 hari menghasilkan nilai terendah (96.30). bahan baku surimi dengan lama penyimpanan 0 hari menghasilkan nilai rataan daya mengikat air tertinggi (99.83). Hamm (1962) menyatakan bahwa proses penggilingan daging dalam pembuatan surimi akan
meningkatkan
kemampuan
daging
tersebut
untuk
menahan
air.
Penggilingan akan meningkatkan jumlah gugus polar dimana air akan segera membentuk ikatan dengan gugus polar tersebut.
Yoon & Lee (1990)
menyatakan bahwa kemampuan menahan air dari surimi lebih tinggi dibandingkan bahan baku lainnya karena penambahan zat antidenaturasi dan polifosfat mampu mempertahankan kualitas selama penyimpanan beku, sehingga kemampuan menahan air dan kekenyalan juga dipertahankan.
105
WHC (%)
Bahan baku ? fillet ¦ lumat ? surimi 100
Z A ]
Z A ]
Z
Z
A ]
A
]
95 0
20 40 60 Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 8 Perubahan WHC bahan baku selama penyimpanan beku. Secara keseluruhan bahan baku yang berasal dari daging fillet, lumat dan surimi mengalami penurunan kemampuan mengikat air sejalan dengan lama penyimpanan beku (Gambar 8).
Menurut Suzuki (1981) sifat
fungsional protein seperti kemampuan emulsi, kemampuan mengikat lemak, kemampuan mengikat air, dan kemampuan membentuk gel dari daging ikan yang telah dibekukan akan menurun dibandingkan denga n ikan segar. Penyebab utama dari semua ini adalah terjadinya denaturasi protein, terutama protein miofibril.
Perubahan Sifat Fisik dan Organoleptik Sosis Penelitian selanjutkan dilakukan untuk mengamati perubahan sifat fisik dan organoleptik sosis yang dihasilkan dari perlakuan bahan baku fillet, lumat dan surimi selama penyimpanan beku. Pengamatan meliputi cooking loss, kekerasan, dan kekenyalan.
Data dapat
dilihat
pada Tabel 8.
Sedangkan uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui daya penerimaan atau penolakan konsumen secara subyektif seperti rasa, tekstur (kekenyalan dan kekerasan), aroma, juiciness, penampakan irisan, dan penerimaan umum. Resume data dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 8 Rataan sifat fisik sosis yang dihasilkan Lama Penyimpanan (hari) Parameter
Sosis
Cooking Loss (%)
0
20
40
60
Fillet Lumat Surimi
0.69 a 0.63 a 0.42 a
2.37 cde 1.61 bc 1.26 ab
2.61 de 2.66 de 1.59 bc
3.03 e 4.32 f 1.99 bcd
Kekerasan (g force)
Fillet Lumat Surimi
806.85 de 797.55 de 940.20 e
620.50 cd 470.20 bc 921.05 e
403.30 ab 264.00 ab 903.70 e
370.25 ab 230.95 a 829.65 de
Kekenyalan (%)
Fillet Lumat Surimi
69.82 de 69.97 de 85.24 g
67.34 d 67.32 d 82.11 fg
54.91 c 56.75 c 78.15 fg
45.71 b 34.75 a 76.37 ef
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masingmasing parameter berarti tidak berbeda nyata Susut Masak (Cooking loss) Sosis Susut masak dapat diartikan sebagai persentase penurunan berat sosis sebelum dimasak dibandingkan dengan berat sosis setelah dilakukan proses pemasakan.
Soeparno (1994) menyatakan bahwa besarnya susut masak
dapat dipergunakan untuk mengestimasi jumlah jus dalam daging masak. Besarnya persentase nilai rataan susut masak berkisar antara 0.42 – 4.32%. Hasil analisis sidik raga m (Lampiran 11) menunjukkan interaksi perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap susut masak sosis (P<0.05). Dengan uji wilayah berganda Duncan
menunjukan perlakuan lama penyimpanan 0 hari pada surimi tidak berbeda nyata dengan perlakuan penyimpanan 0 hari pada daging lumat dan fillet serta penyimpanan 20 hari pada surimi, sedangkan dengan perlakuan lainnya berbeda nyata (Lampiran 12).
]
cooking loss (%)
4
A
3
Sosis ? fillet ¦ lumat ? surimi
] A A Z
2 ]
Z
Z
1 A ] Z
0
Gambar 9
20 40 60 Lama Penyimpanan (hari)
Cooking loss sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku.
Penelitian ini memperlihatkan bahwa perlakuan (Gambar 9)
lama
penyimpanan 0 hari pada bahan baku surimi menghasilkan persentase susut masak sosis terendah (0.42%) dan tertinggi pada lama penyimpanan 60 hari bahan baku lumat dengan (4.32%) disusul bahan baku daging fillet (3.03%). Tingginya susut masak kedua bahan baku ini disebabkan selama penyimpanan beku daging lumat dan fillet kurang stabil
selama
penyimpanan karena sebelumnya telah mengalami kerusakan jaringan yang disebabkan perlakuan mekanis. Menurut Yoon dan Lee (1990), perlakuan mekanis dan aktivitas enzim proteolitik akan berpengaruh terhadap perubahan fisiko kimia dan penurunan sifat fungsional. Penambahan zat antidenaturasi pada surimi dapat menghambat proses denaturasi karena zat tersebut akan meningkatkan tegangan permukaan air.
Dengan demikian proses pembentukan kristal es dan migrasi molekul air dari protein terhambat (Afrianto, 1995).
Ockerman (1983) menyatakan
bahwa semakin sedikit air keluar maka susut masak semakin berkurang. Menurut Soeparno (1994), Daging dengan susut masak yang lebih rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik daripada daging dengan susut masak yang lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit.
Kekerasan (obyektif) Tekstur pada suatu makanan sangat ditentukan oleh kemampuan protein untuk menyerap dan menahan air (Fardiaz, 1992). Secara fisik pengujian tekstur pada makanan meliputi kekerasan dan kekenyalan. Kekerasan didefinisikan sebagai gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau produk sehingga terjadi perubahan pada produk (Ranggana, 1986).
1000
Z
Z
Z Z
Kekerasan (g force)
A ]
750
Sosis ? fillet ¦ lumat ? surimi
A
500
] A A
]
250
]
0 0
20 40 60 Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 10 Kekerasan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku.
Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap besarnya nilai kekerasan berkisar antara 230.95 - 940.20g force
Hasil analisis sidik ragam
(Lampiran 13) memperlihatkan bahwa interaksi jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kekerasan sosis (P<0.05). Dengan uji wilayah berganda Duncan menunjukan perlakuan lama penyimpanan 0 hari pada surimi tidak berbeda nyata dengan perlakuan lama penyimpanan 0, 20, 40 hari pada surimi serta 0 hari fillet dan daging lumat, sedangkan dengan perlakuan lainnya berbeda nyata (Lampiran 14). Penelitian ini memperlihatkan bahwa perlakuan lama penyimpanan 0 hari pada bahan baku surimi (Gambar 10) menghasilkan nilai kekerasan sosis tertinggi (940.20g force) dan terendah pada lama penyimpanan 60 hari bahan baku lumat (230.20g force).
Hasil penelitian Muchtadi (1987),
menunjukan bahwa kekerasan gel surimi ikan tambakan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pengikat dan komposisi krioprotektan yang ditambahkan. Suzuki (1981) mengatakan bahwa kamaboko yang dibuat dengan menggunakan sorbitol sebagai bahan krioprotektan mempunyai tekstur yang lebih keras bila dibandingkan kamaboko yang menggunakan sukrosa. Hough et al. (1979) menambahkan, sorbitol bersifat higroskopis sehingga lebih banyak mengikat air daripada sukrosa. Menurut Matsumoto et al. (1985), sukrosa mempunyai pengaruh pencegahan denaturasi protein yang lebih besar daripada sorbitol. Dengan demikian surimi yang menggunakan sukrosa mempunyai kekuatan gel yang lebih besar daripada surimi yang menggunakan sorbitol.
Kekenyalan (obyektif) Kekenyalan diartikan sebagai kemampuan makanan untuk kembali ke bentuk semula setelah diberi tekanan (Ranggana, 1986).
Pengukuran
kekenyalan sosis dengan menggunakan texture analyzer digunakan untuk menentukan persentase kemampuan sosis untuk kembali seperti semula setelah diberikan beban seberat 25 kg.
100 Z
Z Z
Kekenyalan (%)
75
] A
Z
Sosis ? fillet ¦ lumat ? surimi
A ]
] A
50
A
]
25
0 0
20 40 60 Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 11 Kekenyalan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku. Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap besarnya persentase nilai kekenyalan berkisar antara 34.75 - 85.24 %.
Hasil analisis sidik ragam
(Lampiran 17) memperlihatkan interaksi perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kekenyalan sosis (P<0.05). Dengan uji wilayah berganda Duncan menunjukan perlakuan lama penyimpanan 0 hari pada surimi tidak berbeda nyata dengan perlakuan lama penyimpanan 0 dan 20 hari surimi, sedangkan dengan perlakuan lainnya berbeda nyata (Lampiran 18). Penelitian ini memperlihatkan bahwa perlakuan (Gambar 11) lama penyimpanan 0 hari pada bahan baku surimi menghasilkan persentase kekenyalan sosis tertinggi (85.24%) dan terendah pada lama penyimpanan 60 hari bahan baku lumat (34.75%). Schmidt (1988), mengatakan bahwa sodium tripolyphosphat mempengaruhi kekenyalan sosis dengan jalan meningkatkan jumlah miosin yang terlarut yang akan menyebabkan
meningkatnya jumlah air yang terperangkap dalam jaringan gel protein yang terbentuk. Menurut
Ockerman
(1969)
kekenyalan
bahan
pangan
dapat
dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya dehidrasi, penguapan dan pemanasan. Yoon dan Lee (1990), menyatakan bahwa penurunan kualitas daging selama penyimpanan beku akan berpengaruh terhadap kekenyalan, dimana proses denaturasi akan menyebabkan penurunnya kekenyalan daging ikan. Penyebab utama menurunnya kekenyalan daging ikan beku adalah karena terjadinya denaturasi miosin (Suzuki, 1981). Tabel 9 Rataan hasil uji organoleptik sosis yang dihasilkan Parameter
Sosis
0
Lama Penyimpanan (hari) 20 40
60
Penampakan irisan
Fillet Lumat Surimi
3.24 abc 3.67 bcd 3.04 abc
3.22 abc 3.37 bcd 4.04 d
3.09 abc 2.45 a 3.00 abc
2.77 ab 2.67 ab 2.87 ab
Kekerasan
Fillet Lumat Surimi
3.45 ab 3.72 abc 3.33 a
3.60 abc 3.67 abc 3.72 abc
3.80 bc 3.57 abc 3.47 abc
3.65 abc 3.58 abc 3.85 c
Kekenyalan
Fillet Lumat Surimi
3.48 ab 3.80 bc 3.35 a
3.62 abc 3.67 abc 3.80 abc
3.69 abc 3.50 ab 3.35 a
3.70 bc 3.65 abc 3.99 c
Aroma
Fillet Lumat Surimi
2.97 bc 3.10 cd 2.77 b
3.09 cd 3.20 cde 3.34 def
3.25 b 3.09 cd 3.27 cdef
3.43 ef 2.45 a 3.55 f
Juiciness
Fillet Lumat Surimi
3.34 ab 3.35 ab 3.29 a
3.29 a 3.32 ab 3.29 a
3.55 b 3.30 ab 3.37 ab
3.97 c 3.95 c 4.03 c
Rasa
Fillet Lumat Surimi
3.57 d 3.52 d 2.82 abcd
3.09 bcd 3.18 cd 3.00 abcd
2.47 abc 2.15 a 2.25 ab
3.25 cd 2.79 abcd 2.79 abcd
Fillet 3.42 a 3.33 a 3.33 a 2.90 a a a a Lumat 2.98 3.30 3.30 2.82 a a a a Surimi 3.17 3.47 3.47 3.55 a Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masingmasing parameter berarti tidak berbeda nyata Penerimaan Umum
Penampakan irisan Aspek yang dinilai pada kriteria penampakan irisan ini adalah suka tidaknya panelis pada penampakan permukaan irisan sosis yang diuji. Pada Tabel 9 dapat dilihat nilai rataan uji organoleptik untuk kriteria penampakan irisan berkisar antara 2.45 – 4.04.
Dari skala hedonik secara umum
menunjukkan penampakan irisan agak tidak suka hingga suka. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 20) memperlihatkan interaksi perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap penampakan irisan sosis (P<0.05). Dengan uji wilayah berganda Duncan menunjukan perlakuan lama penyimpanan 20 hari pada surimi berbeda nyata dengan lama penyimpanan 40 hari pada daging lumat, sedangkan dengan perlakuan lainnya tidak berbeda nyata (Lampiran 21). Dari hasil penelitian ini nilai tertinggi dihasilkan oleh perlakuan lama penyimpanan 20 hari pada surimi yang menunjukkan sosis yang disukai konsumen dan terendah diperlakuan lama penyimpanan 40 hari pada daging lumat (agak tidak suka). Perbedaan bahan baku daging ikan patin menghasilkan sosis yang berbeda dilihat dari pena mpakan permukaan irisan sosis. Proses pencucian pada surimi dengan air dingin dan garam menghasilkan sosis yang lebih putih juga bersih dari sisa kotoran dan darah. Penambahan polyphosphat menjadikan permukaan irisan lebih halus. Menurut Peranginangin et al. (1999), penambahan polyphosphat dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan mengikat air surimi serta memberikan sifat pasta yang lebih lembut pada produk-produk olahan surimi.
Kekerasan Kekerasan menyatakan kekuatan suatu benda terhadap gaya tekan tanpa mengalami deformasi bentuk (Soekarto, 1990). Pada Tabel 9 dapat dilihat rataan uji organoleptik untuk kriteria kekerasan berkisar antara 3.33 – 3.85. Menurut skala hedonik kisaran tersebut memperlihatkan kekerasan sosis yang dihasilkan biasa hingga suka.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 23) memperlihatkan interaksi perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kekerasan sosis (P<0.05). Dengan uji wilayah berganda Duncan menunjukan perlakuan Lama penyimpanan 60 hari pada surimi berbeda nyata dengan perlakuan lama penyimpanan 0 hari pada surimi, tapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Lampiran 24). Dari hasil penelitian ini nilai tertinggi dihasilkan oleh perlakuan lama penyimpanan 60 hari pada surimi yang menunjukkan sosis yang lebih disukai konsumen (suka) dan terendah menurut penilaian panelis yaitu pada perlakuan lama penyimpanan 0 hari pada bahan baku surimi (biasa).
Kekenyalan Secara fisik salah satu pengujian tekstur pada makanan adalah kekenyalan. makanan
Yang dimaksud dengan kekenyalan adalah kemampuan
untuk
kembali
kebentuk
semula
setelah
diberi
tekanan
(Rangggana, 1986). Pada Tabel 9 dapat dilihat nilai rataan uji organoleptik untuk kriteria kekenyalan berkisar antara 3.35 – 3.99. Dari skala hedonik secara umum menunjukkan kekenyalan sosis mempunyai nilai biasa hingga suka. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 26) memperlihatkan interaksi perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kekenyalan sosis (P<0.05).
Dengan uji wilayah berganda Duncan menunjukan
perlakuan lama penyimpanan 60 hari pada surimi berbeda nyata dengan perlakuan lama penyimpanan 0 hari serta 40 hari pada surimi, sedangkan dengan perlakuan lainnya tidak berbeda nyata (Lampiran 27). Dari hasil penelitian ini nilai tertinggi uji organoleptik dihasilkan oleh perlakuan lama penyimpanan 60 hari pada surimi yang menunjukkan sosis yang disukai panelis dan terendah diperlakuan lama penyimpanan 0 hari dan 40 hari pada bahan baku surimi (biasa).
Aroma Aroma merupakan keseluruhan sensasi terutama bau dan rasa yang diterima pada saat mengkonsumsi makanan (Rothe, 1988). Pada umumnya kelezatan makanan ditentukan oleh aroma. Industri pangan menganggap sangat penting uji aroma karena dapat dengan cepat memberikan hasil penilaian produksinya disukai atau tidak disukai (soekarto, 1985). Pada Tabel 9 dapat dilihat rataan uji organoleptik untuk kriteria kekerasan berkisar antara 3.33 – 3.85.
Menurut skala hedonik kisaran
tersebut memperlihatkan kekerasan sosis yang dihasilkan biasa hingga suka. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 29) memperlihatkan interaksi perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap Aroma sosis (P<0.05). Dengan uji wilayah berganda Duncan menunjukan
perlakuan Lama penyimpanan 60 hari pada surimi tidak
berbeda nyata dengan perlakuan lama penyimpanan 20 hari, 40 hari pada surimi dan lama penyimpanan 60 hari pada fillet, tapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Lampiran 30). Dari hasil penelitian ini nilai tertinggi dihasilkan oleh perlakuan lama penyimpanan 60 hari pada surimi yang menunjukkan aroma sosis yang lebih disukai konsumen (suka) dan terendah menurut penilaian panelis yaitu pada perlakuan lama penyimpanan 60 hari pada bahan baku daging lumat (biasa). Aroma sosis dari bahan baku surimi lebih disukai panelis hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya bau ikan akibat perlakuan pencucian saat pembuatan surimi.
Juiciness Juiciness dari produk daging mencakup dua komponen organoleptik, yaitu rasa basah pada gigitan pertama yang dihasilkan oleh pengeluaran secara cepat cairan dari daging, dan juicinees yang dipacu oleh pengaruh lemak pada ludah. Juiciness sangat dipengaruhi oleh pH daging (Lawrie, 1991).
Pada Tabel 9 dapat dilihat rataan uji organoleptik untuk kriteria juiciness berkisar antara 3.29 – 4.03.
Menurut skala hedonik kisaran
tersebut memperlihatkan juiciness sosis yang dihasilkan biasa hingga suka. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 32) memperlihatkan interaksi perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap Aroma sosis (P<0.05). Uji wilayah berganda Duncan menunjukan perlakuan lama penyimpanan 60 hari pada surimi tidak berbeda nyata dengan perlakuan lama penyimpanan 60 hari pada bahan baku fillet dan daging lumat, tapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Lampiran 33). Dari hasil penelitian ini nilai tertinggi juiciness dihasilkan oleh perlakuan lama penyimpanan 60 hari pada surimi yang
lebih disukai
konsumen (suka) dan terendah menurut penilaian pane lis yaitu pada perlakuan lama penyimpanan 0 hari, 20 hari pada surimi dan lama penyimpanan 20 hari pada bahan baku fillet (biasa). Pada pH diatas atau dibawah titik isoelektrik akan menyebabkan daya mengikat air lebih tinggi, sehingga juiciness juga lebih tinggi. Protein akan bermuatan positif jika pH rendah dan akan bermuatan negatif jika pH tinggi daripada titik isoelektrik (5.0 – 5.4). Hal ini menyebabkan protein saling tolak menolak akibatnya ruang antar miofilamen menjadi luas dan air dapat ditarik masuk ke dalam daging sehingga menyebabkan daya mengikat air meningkat dan juiciness juga meningkat (Forest et al, 1975).
Rasa Dalam kehidupan nyata sehari-hari konsumen lebih menghargai dan bersedia membayar tinggi pada makanan yang enak atau yang mereka senangi, tanpa mempertimbangkan komposisi gizi dan sifat-sifat obyektif lainnya. Sifat enak dan sifat-sifat lain yang berkaitan dengan selera manusia adalah sifat indrawi yang selalu melekat pada barang-barang yang menjadi kebutuhan manusia, lebih- lebih barang yang berupa pangan (Soekarto dan Hubies, 1993). produk.
Rasa memegang peranan penting dari keberadaan suatu
Rasa ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
jumlah garam yang ditambahkan, bumbu-bumbu, gula dan lemak.
Pada Tabel 9 dapat dilihat rataan uji organoleptik untuk kriteria rasa berkisar 2.15-3.57. Menurut skala hedonik kisaran tersebut memperlihatkan rasa sosis yang dihasilkan agak tidak suka hingga biasa. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 35) memperlihatkan interaksi perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap rasa sosis (P<0.05). Uji wilayah berganda Duncan menunjukkan perlakuan lama penyimpanan 0 hari pada daging fillet berbeda nyata dengan perlakuan lama penyimpanan 40 hari pada daging fillet, daging lumat dan surimi tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Lampiran 36). Dari hasil penelitian ini perlakuan lama penyimpanan 0 hari pada daging fillet memperoleh nilai tertinggi (biasa) dan perlakuan lama penyimpanan 40 hari pada daging lumat memperoleh nilai terendah (agak tidak suka). Uji kesukaan terhadap rasa sosis tergantung pada kesukaan konsumen terhadap sosis yang dimakan. Namun umumnya yang lebih disukai oleh konsumen adalah sosis yang rasa dagingnya lebih terasa (fresh/segar). Sosis yang terbuat dari bahan baku surimi memiliki rasa relatif lebih manis dibandingkan dengan sosis dari fillet dan daging lumat. Hal ini disebabkan selama proses pembuatan surimi dilakukan penambahan zat antidenaturasi.
Penerimaan Umum Pada Tabel 9 dapat dilihat rataan uji organoleptik untuk kriteria penerimaan umum berkisar 2.82-3.55.
Menurut skala hedonik kisaran
tersebut memperlihatkan rasa sosis yang dihasilkan biasa hingga suka. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 38) memperlihatkan interaksi perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap penerimaan umum sosis (P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan umum konsumen terhadap perlakuan lama penyimpanan beku dan bahan baku dari sosis yang dihasilkan dalam penelitian ini masih dapat diterima oleh panelis.
Perubahan Mutu Sosis Pada Berbagai Suhu Penyimpanan Berdasarkan hasil penelitian tahap II, diketahui bahwa sosis yang terbuat dari bahan baku surimi daging patin dengan lama penyimpanan 60 hari, melalui uji organoleptik menjadi pilihan panelis.
Selanjutnya
penelitian dilanjutkan (tahap III) untuk mengetahui perubahan mutu sosis pada berbagai suhu penyimpanan yaitu: -5o C, 5o C, dan 10o C. Data hasil penelitian hanya untuk minggu ke-4 dilakukan pengolahan data statistik. Pengamatan perubahan mutu sosis meliputi Total Volatil Basa (TVB), Total Plate Count (TPC), Sineresis, dan pH. Resume data dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10
Parameter
Suhu
TVB -50C (mg/100g) 50 C 100 C TPC Jumlah Mikroba (koloni/g)
-50C 50 C 100 C
Rataan perubahan mutu sosis pada berbagai suhu penyimpanan Lama Penyimpanan (minggu) 0
1
2
3
4
8.30 8.30 8.30
8.49 10.29 10.57
10.29 12.35 18.49
12.09 17.47 23.52 standar
14.09 a 18.22 b 27.87 c 30 - 35
6.0 x 103 1.2 x 103 4.4 x 103 7.4 x 103 6.0 x 103 1.4 x 103 8.7 x 104 5.7 x 104 6.0 x 103 1.9 x 103 3.5 x 105 2.2 x 106 standar
3.0 x 104 a 3.8 x 105 b 1.9 x 108 c 10 5
pH
-50C 50 C 100 C
6.94 6.94 6.94
7.02 6.96 7.03
6.98 6.94 7.03
7.03 6.95 6.95
7.03 a 7.07 a 6.23 b
Sineresis (%)
-50C 50 C 100 C
0 0 0
1.09 1.54 1.03
0.75 2.02 3.44
0.92 2.30 4.28
1.93 a 2.80 a 7.55 b
Total Volatil Basa (TVB) Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 40) menunjukan perlakuan suhu penyimpanan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap nilai TVB sosis. Dengan uji wilayah berganda Duncan menunjukan perlakuan suhu penyimpanan
-50C minggu ke-4 berbeda nyata dengan perlakuan 5o C dan 10o C (Lampiran Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan sosis pada suhu -50 C
41).
mampu menghambat terjadinya penguraian protein menjadi metabolitmetabolit sederhana, penguraian lebih lanjut menghasilkan senyawa berbau tak sedap dan mudah menguap seperti basa-basa volatil. Nilai TVB merupakan indeks kerusakan atau kemunduran mutu akibat degradasi protein. Proses perombakan protein baik secara autolisis atau mikrobiologi akan menghasilkan senyawa-senyawa nitrogen yang lebih sederhana, diantaranya asam-asam amino bebas dan basa-basa nitrogen yang menguap (Hanafiah dan Bustaman, 1981). Selama penyimpanan pada suhu -5o C, 5o C, dan 10o C nilai total volatil basa semakin meningkat seiiring dengan lama penyimpanan (Gambar 12). Nilai TVB berkisar antara 6.49 hingga 27.87 mg/100 g, angka ini menunjukan terjadinya peningkatan nilai TVB sosis pada suhu berbeda sampai akhir pengamatan. Menurut Zaitsev et al. (1969), batas nilai TVB terbaik untuk hasil perikanan adalah 30 – 35 mg/100g, sedangkan Connel (1975), menyatakan antara 30 – 40 mg/100g.
Batas standar TVB 30
TVB (mg/100 g)
Z
Z
20
Z
]
]
A ] Z ]
10 A ] Z
A
0
1
Suhu
A
A
? ¦ ?
- 50 C 50 C 100 C
0 2
3
4
Lama Penyimpanan (minggu)
Gambar 12 Nilai TVB sosis patin pada berbagai suhu penyimpanan.
Pada umumnya terjadi peningkatan nilai TVB sosis pada suhu -5o C, 5o C, dan 10oC sejalan dengan lama penyimpanan (4 minggu). Menurut Soedijono et al. (1984), peningkatan TVB disebabkan oleh degradasi protein dan turunannya , yang menghasilkan sejumlah basa volatil yang mudah menguap seperti amoniak, histamin, dan hidrogen sulfida.
Hadiwiyoto
(1993), menjelaskan degradasi histidin yang dikatalisa oleh enzim histamin dekarboksilase menghasilkan histamin (Gambar 13).
Gambar 13 Reaksi kimia degradasi histidin menjadi histamin Total Plate Count (TPC) Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 42) menunjukan perlakuan suhu penyimpanan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap nilai TPC sosis. Dengan uji wilayah berganda Duncan menunjukan perlakuan suhu penyimpanan -50C minggu ke-4 berbeda nyata dengan perlakuan 5o C dan 10o C (Lampiran 43).
Pada penyimpanan sosis pada suhu -50 C mampu menghambat
pertumbuhan mikroba yang dapat menimbulkan kerusakan pada sosis. Menurut Ilyas (1983), total plate count (TPC) adalah salah satu cara yang digunakan untuk menghitung jumlah bakteri pada ikan ataupun produkproduk olahannya sehingga diharapkan dapat dinilai mutunya. Selama penyimpanan pada suhu -5o C, 5o C, dan 10o C menunjukkan logaritma total jumlah mikroba semakin meningkat seiring dengan lama penyimpanan.
Nilai TPC berkisar antara 1.2 x 103 hingga 1.9 x 108
koloni/g, angka ini menunjukan bahwa penyimpanan sosis pada suhu 5o C, dan 10o C pada akhir pengamatan (4 minggu) sudah di atas batas maksimal cemaran mikroba. Menurut BSN (2003), cemaran mikroba angka lempeng
total (koloni/g) maksimal pada sosis sebesar 105 . Namun menurut Connell (1975) bahan pangan dengan kandungan total bakteri 104 hingga 106 koloni per gram cukup aman untuk dikonsumsi oleh manusia. Murniyati et al. (1988), menyatakan bahwa bahan pangan dapat dikategorikan busuk apabila kandungan total bakterinya sudah mencapai kisaran 107 hingga 108 koloni per gram.
9 Z
TPC (log koloni/g)
8
Produk rusak
7 Z
6
]
5 4
]
Z
Batas maximum ] A
A ] Z
A
A
Z ] A
3
? ¦ ?
2 0
Suhu - 50 C 50 C 100 C
1 2 3 4 Lama Penyimpanan (minggu)
Gambar 14 Log total mikroba sosis ikan patin pada berbagai suhu penyimpanan. Peningkatan nilai TPC tertinggi terjadi pada penyimpanan sosis suhu 10o C dibandingkan dengan suhu -5o C, dan 5o C (Gambar 14).
Hal ini
menunjukkan bahwa mikroba masih dapat berkembang dengan baik pada suhu penyimpanan 10o C.
Menurut hadiwiyoto (1993), golongan bakteri
psikrofilik adalah bakteri yang dapat tumbuh dengan baik pada suhu 15o C – 20o C selang suhu pertumbuhan antara -10o C sampai 40o C. Selain itu, sosis merupakan produk yang kaya akan kandungan gizi terutama protein dan lemak, sehingga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba.
Hadiwiyoto (1993) menyatakan bahwa banyak
faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba, diantaranya adalah
media, makanan, oksigen, pH, suhu dan lain- lain. Penyimpanan sosis pada suhu -5o C menyebabkan
pertumbuhan
mikroba terhambat walaupun masih tetap terjadi peningkatan populasi mikroba, hal ini juga menunjukan bahwa penyimpanan sosis pada suhu -5o C efektif menghambat pertumbuhan mikroba.
Derajat keasaman (pH) Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 44) menunjukan perlakuan suhu penyimpanan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap nilai pH sosis. Dengan uji wilayah berganda Duncan menunjukan perlakuan suhu penyimpanan -50C minggu ke-4 tidak berbeda nyata dengan perlakuan 10o C tapi berbeda nyata dengan perlakuan 5o C (Lampiran 45). Menurut Desrosier (1977), terdapat hubungan antara kadar TVB dengan derajat keasaman (pH), sebab protein dapat diubah menjadi komponen asam atau basa.
Peningkatan pH pada produk berprotein
biasanya sesuai dengan pembentukan komponen sederha na selama proses penurunan
mutu
atau
pembusukan
oleh
bakteri
(Suparno,
1990).
Hadiwiyoto (1993) menambahkan bahwa kenaikan pH mungkin juga disebabkan
oleh
berkembangnya
bakteri
psikrofilik
yang
dapat
menyebabkan terbentuknya basa-basa volatil makin banyak. Dari hasil pengamatan pH pada suhu -5o C, 5o C, dan 10o C selama penyimpanan terjadi peningkatan nilai pH hingga akhir penelitian (Gambar 15).
7,4
Suhu Z
7,2 Z
pH
]
7,0
A ] Z
Z
Z ]
]
] A
A
A
A
? ¦ ?
- 50 C 50 C 100 C
6,8
6,6 0
1 2 3 4 Lama Penyimpanan (minggu)
Gambar 15 pH sosis ikan patin pada berbagai suhu penyimpanan.
Sineresis Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 46) menunjukan perlakuan suhu penyimpanan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap parameter sineresis sosis. Dengan uji wilayah berganda Duncan menunjukan perlakuan suhu penyimpanan -50 C minggu ke-4 tidak berbeda nyata dengan perlakuan 10o C tapi berbeda nyata dengan perlakuan 5o C (Lampiran 47). Sineresis dinyatakan sebagai banyaknya penurunan bobot selama penyimpanan yang dibandingkan dengan bobot awalnya.
Sineresis
merupakan banyaknya air yang terlepas atau keluar dari suatu bahan setelah disimpan pada kurun waktu tertentu. Semakin besar nilai sineresis maka produk tersebut menurun kemampuannya untuk mengikat air sehingga menyebabkan penurunan bobot. Selama penyimpanan terjadi peningkatan nilai sineresis pada suhu -5o C, 5oC, dan 10o C (Gambar 16).
8
Z
Sineresis (%)
7
Suhu
? - 50 C ¦ 50 C ? 100 C
6 5 Z
4
Z
3
] ]
2
Z ] A
1 0
]
A
A
A
A ] Z
0
1 2 3 4 Lama Penyimpanan (minggu)
Gambar 16 Sineresis sosis ikan patin pada berbagai suhu penyimpanan Analisis Prosimat Selama penyimpanan pada suhu dingin atau suhu beku akan terjadi perubahan pada sifat-sifat kimia sosis, diantaranya adalah perubahan komposisi kimia. Pengamatan komposisi kimia pada penelitian tahap ini hanya dilakukan pada awal dan akhir untuk mengetahui apakah perlakuan akan berdampak pada komposisi kimia sosis. Data dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Komposisi kimia sosis pada awal dan akhir
penyimpanan
Proksimat
Suhu
Awal
Akhir
% perubahan
Kadar air (Bb)
-50C 50 C 100 C
66.07 66.07 66.07
65.68 65.03 63.50
0.59 1.57 3.89
Protein (Bk)
-50C 50 C 100 C
29.38 29.38 29.38
28.35 24.05 21.43
3.50 18.14 27.06
Lemak (Bk)
-50C 50 C 100 C
60.95 60.95 60.95
59.91 58.71 53.92
1.71 3.68 11.53
Karbohidrat (Bk)
-50C 50 C 100 C
8.25 8.25 8.25
7.87 7.44 6.30
4.61 9.82 23.64
Kadar abu (Bk)
-50C 50 C 100 C
1.42 1.42 1.42
1.28 1.20 1.15
9.86 15.49 19.01
Kadar Air Selama penyimpanan pada suhu -5o C, 5o C, dan 10o C kadar air sosis mengalami penurunan terutama penurunan tertinggi dialami pada suhu 10o C, hal ini disebabkan pada suhu ini penguapan air lebih tinggi sehingga kadar air lebih rendah dibandingkan dengan suhu penyimpanan lainnya. Sedangkan pada penyimpanan suhu -5o C kandungan air pada sosis membentuk kristal es sehingga penguapan yang terjadi lebih rendah. Hadiwiyoto (1993) mengatakan bahwa penurunan kadar air selama penyimpanan suhu dingin dan suhu beku disebabkan oleh desikasi (penguapan air pada suhu rendah)
Protein Selama penyimpanan pada suhu -5o C, 5oC, dan 10o C kandungan protein sosis mengalami penurunan seiring dengan lamanya penyimpanan. Penurunan protein tertinggi terjadi pada sosis yang disimpan pada suhu 100 C hal ini diduga bahwa telah terjadi degradasi protein akibat akitivitas mikroba mencapai populasi 1.9 x 108 pada akhir pengamatan dan menghasilkan senyawa-senyawa lebih sederhana yang menghasilkan bau busuk (nilai TVB 27.87 mg/100g), selain itu permukaan sosis juga nampak berlendir. Syarief dan Halid (1992), menyatakan bahwa mikroba yang dapat tumbuh pada suhu rendah (psikrofilik) bersifat proteolitik dan lipolitik karena mampu memproduksi enzim yang dapat menghidrolisis atau merusak protein dan lemak.
Disamping itu golongan mikroba ini dapat
mengakibatkan terbentuknya lendir pada permukaan produk. Wahyuni (1992), mengatakan bahwa aktivitas mikroba tidak dapat dihentikan begitu saja, walaupun produk disimpan pada suhu dingin, sehingga kadar TVB yang merupakan cerminan aktivitasnya masih bisa berlanjut. Apriyantono (1988), menyatakan mikroba mendegradasi protein menjadi senyawa berberat molekul lebih rendah serta mengubahnya lebih lanjut menjadi basa volatil. Hasil pengamatan menunjukkan penyimpanan sosis pada suhu -50 C dapat mempertahankan kandungan protein lebih baik.
Hasil penelitian
Rosdiana (2002), menunjukan perlakuan penyimpanan empek-empek pada freezer lebih baik dalam mempertahankan jumlah kandungan protein dibandingkan dengan berbagai macam cara penyimpanan lainnya.
Lemak Penurunan kadar lemak sosis selama penyimpanan, dapat disebabkan adanya peristiwa kerusakan lemak berupa reaksi-reaksi hidrolisis maupun oksidatif. Ketaren (1986), menyatakan bahwa lemak yang tersusun dari asam lemak tidak jenuh pada umumnya mudah dihidrolisis oleh bakteri lipolitik. lemak.
Reaksi hidrolisa ini terjadi karena adanya sejumlah air dalam
Penurunan lemak selama penyimpanan dapat juga disebabkan ole h terjadinya peristiwa oksidasi.
Zaitsev (1969) dan Ketaren (1986),
menyatakan bahwa lemak tidak jenuh akan segera mengalami oksidasi selama penyimpanan serta menghasilkan peroksida, aldehid, keton, dan asam organik dengan berat molekul rendah yang bersifat volatil.
Karbohidrat dan Mineral Selama penyimpanan pada suhu -5o C, 5oC, dan 10o C kandungan karbohidrat dan mineral juga mengalami penurunan. Kecilnya jumlah kedua kandungan ini menyebabkan perubahan yang tidak berarti terhadap nilai peubah yang diamati.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai total protein terlarut, pH, dan water holding capacity. Bahan baku surimi walaupun telah disimpan selama 60 hari mampu menekan kehilangan berat sosis akibat pemasakan (cooking loss) yaitu 1.99% pada akhir pengamatan dibandingkan dengan fillet 3.03% dan daging lumat 4.32%, mempertahankan nilai kekerasan 829.65g force (fillet 370.25g force dan daging lumat 230.95g force)
serta nilai kekenyalan 76.37% (fillet
45.71% dan daging lumat 34.75%). Jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh terhadap penerimaan sosis oleh panelis, sosis yang berasal dari surimi lebih disukai meliputi penampakan irisan hari ke-20, kekerasan, kekenyalan, aroma, dan juiciness hari ke-60 tetapi rasa panelis lebih menyukai sosis yang berasal dari fillet sedangkan penerimaan umum tidak berpengaruh nyata. Penyimpanan sosis pada suhu -5o C dan 50 C hingga akhir pengamatan (minggu ke-4) menunjukan nilai TVB, TPC, Sineresis, dan pH masih dalam batas standar yang telah ditentukan.
SARAN
Untuk meningkatkan penerimaan sosis dari bahan baku surimi ikan patin, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut metode pengasapan dan formulasi sosis dengan tujuan memperbaiki tekstur dan citarasa sosis sehingga lebih diterima oleh konsumen .
DAFTAR PUSTAKA
Acton JC. 1972. The Effect of Meat Particle Size on Cooking Loss and Binding Strength in Chicken Loaves. J. Food. Science. 37 : 240. Amano K. 1965. Fish Sausage Manufacturing. In Fish As Food Vol.III (G. Borgstorm. Ed) Academic Press New Tork. Afrianto E. 1995. Pengaruh Jenis Bahan Baku, Lama Penyimpanan Beku dan Metode Pengasapan Terhadap Karakteristik Sosis Ikan Tesis. Program Studi Teknologi Pasca Panen IPB Bogor. Agustini TW, Swastawati F. 2003. Pemanfaatan Hasil Perikanan Sebagai Produk Bernilai Tambah (Value-Added) dalam upaya Penganekaragaman Pangan. J. Teknologi dan Industri Pangan 14 (1);74. [AOAC] The Association of Official Analytical Chemists. 1984. Official Method of Analysis. 12th ed. Association of Official Analytical Chemist. Washington, DC. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarwati, Budiyanto S. 1989. Petunjuk Laboratorium; Analisis Pangan. PT Penerbit IPB. Bogor. Bacus J. 1984. Utilization of Microorganisms in Meat Processing. Research Studies Press Ltd. England. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2003. Info Standar. I:2. [BPMHP] Badan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. 1998. Petunjuk Teknis Penanganan dan Pengolahan Ikan Patin (Pangasius sp.). Balai Bimbinga n dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta. Cheftel JC, Cuq, Lorient D. 1985. Amino Acids, Peptides, and Protein. Food Chemistry. Revised and Expanded. Marcel Dekker, Inc. New York. Conne ll JJ. 1975. Control of Fish Quality. Fishery News Books, Ltd. Surrey, England. Darmawan M. 2001. Pembuatan Franfurter Ikan Patin (Pangasius sutci) dengan Berbagai Bahan Pengisi. Skripsi. Program Studi Teknlogi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor. deMan JM. 1997. Kimia Makanan. Penterjemah Kokasih Padmawinata. ITB Bandung.
Desrosier NW. 1977. Element of Food Technology. VI. Publ. Company, West port, Connecticut. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2004. Data Statistik Perikanan 2004. Departemen Kelautan Dan Perikanan. Jakarta. Dyer WJ, Dingle JR. 1961. Fish As Food. Academic Press. New York and London. Fardiaz D. 1985. Kamboko Produk Olahan Ikan yang Berpotensi untuk dikembangkan. Media Teknologi Pangan. 1(2) : 1 – 7. Fardiaz S. 1989. Analisis Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor. Fardiaz
S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Forrest JC, Aberlen ED, Hedrick HB, Judge MD, Merkel. RA. 1975. Principle Of Meat Science. W.H. Freeman And Co. San Francisco. Grantham GJ. 1981. Minced Fish Technology. FAO. Rome. Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Penerbit Liberty. Yogyakarta. Hamm R. 1962. The Water Binding Capacity of Mammalian Muscle. VII. The Theory of Water Binding. Z. Lebensm. Unters, Forsch. 116, 120 – 126 (German). Hamm R. 1974. Water Holding Capasity of Meat. In Meat Proceeding of Twenty- first Easter School in Agricultural Science. D.J.A. Cole and R.A> Lawrie (ed.). University of Nottingham. Butterworths. Hanafiah KA. Rancangan Percobaan; Teori dan Aplikasi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hanafiah TAR, Bustaman S. 1981. Pengaruh Kondisi Penanganan pada Pola Kemunduran Mutu Cakalang (Katsuwanus pelamis). Buletin Penelitian Perikanan. I (2): 281- 299. Hapsari RD. 2002. Pengolahan Daging Ikan Patin (Pangasius pangasius) Menjadi Bakso, Sosis, Nugget dan Pemanfaatan Limbahnya Menjadi Tepung Ikan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hough CAM, Parker KJ dan Vlitos AJ. 1979. Developments in Sweeteners I. applied Sci. Publ. Ltd. London.
Haq N, Saleh M, Nasran S, Irianto HE. 1994. Identifikasi Informasi Dasar untuk Pengembangan Produk Sosis Ikan Fermentasi I. Journal Penelitian Pasca Panen Perikanan. Ilyas S. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan: Teknik Pendinginan Ikan. CV. Paripurna. Jakarta. Irawan A. 1995. Pengolahan Hasil Perikanan Home Industri. CV. Aneka. Solo. Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Kinsella JE. 1979. Functional Properties of Soy Protein. J. Am. Oil Che m. Soc. 56;242. Kramlich WE. 1971. Sausage Products. In The Science of Meat And Meat Products. 2nd. W.H. Freeman And Co. San Francisco. Lawrie RA. 1979. Meat Science. 3rd ed. Pergamon Press. Lehninger. 1982. Principle of Biochemistry. Worth. Publishing. Inc. New York. Matsumoto I, Oorzumi T dan Arai K. 1985. Protective Effect of Sugar on Freeze Denaturation of Carp Myofibrillar Protein. Bull. of the Japanese Society of Sci. Fisheries 51 (5); 833 – 839. Muchtadi D. 1987. Karakterisasi Jaringan Daging Ikan untuk Pembuatan Gel Ikan. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Murniyati M, Saleh AT, Yayat S, Suryaningrum. 1988. Pengesan Ikan Layang. II. Pengaruh Penundaan Pengesan Terhadap Mutu Pindang Layang. Jurnal Pen. Pasca Panen Perikanan, No. 60: 27 – 37. Nakai S, Modler HW. 2000. Food Proteins Processing Aplications. Wiley- VHC Inc. New York. Ockerman HW. 1983. Chemistry Of Meat Tissue. 10th Ed. Animal Science Departement The Ohio State University. The Ohio Agricultural Research and Development Center. Ohio. Peranginangin R, Singgih W, Yusro NF. 1999. Teknologi Pengolahan Surimi. Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi. Balai penelitian Perikanan Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta. Potter NN, Hotchkiss. 1995. Food Science (5th ed). Chapman & Hall, New York.
Price JF, Schweigert BS. 1987. The Science of Meat and Meat Product. 3ed. Food and Nutrition Press. Inc. Wesport. Connecticut. USA. Radley JA. 1976. Starch Production Technology. Applied Science Publisher Ltd. London. Ranggana J. 1986. Analysis of Fruits and Vegetable. W.H. Freeman and Co., San Francisco. Romans JR, William JC, Carlos CW, Marion LG, Jones KW. 1994. The Meat We Eat. 13ed. Interstate Publishers, Inc. Danville. Illinois. Rompis JEG. 1998. Pengaruh Kombinasi Bahan Pengikat dan Bahan Pengisi Terhadap sifat Fisik, Kimia Serta Palabilitas Sosis Sapi. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Rosdiana. 2002. Pengaruh penyimpanan dan pema sakan terhadap mutu gizi dan organoleptik empek-empek. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Rosenthal AJ. 1999. Food Texture Measurement and Perception. An Aspen Publication. Gaitherburg. Maryland. Rothe M. 1988. Introduction to Aroma Research. Academic-Verlag. Berlin. Rust RE. Sausage Product. In The Science of Meat and Meat Product, 3rd ed. J.F. Price and B.S. Schwegart (ed). Food and Nutrition Press, Inc. Connecticut, USA. Saanin MH. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 1 dan 2. Penerbit Bina Cipta. Bogor. Samajima K, Hashimoto YY, Yanii Y, Fukuzewa T. 1969. Heat Gelling Properties of Myosin, Actin, Actomyosin and Myosin Subunits in a Saline Model System. J. Food Sci. 34: 242. Schmidt GR. 1988. Processing. In Meat Science, Milk Science and Technology. H.R. Cross And A.J. Overby (Ed.). Elsevier Science Publ. Amsterdam. Wordl Anin. Sci. p:83. Shimizu Y, Nishioka F. 1974. Protein in Fish Muscle. Jap. Fish. Soc. Sci. Bull. 40: 231 – 235. Shimizu Y, Shimidu W, Ikeuchi T. 1954. Studies on Jelly Strength on “Kamaboko” and Fish Sausage Product. dalam Amano, K. 1965. Sausage Manufacturing. Halaman 265 – 297 didalam Borgstrom, G., 1965. Fish as Food. Vol. III. Academic Press, New york and London.
Soediyono NH., Suryanto D, Letelay J, Bustaman S. 1986. Pengaruh Lama Pendinginan Terhadap Pola Kemunduran Mutu Udang Windu (P. monodon). Jurnal Pen. Pasca Panen Perikanan, No. 54: 35 – 45. Soekarto ST. 1990. Dasar Pengawasan Mutu dan Standarisasi Mutu Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Soekarto ST, Hubeis M. 1993. Metode Penelitian Indrawi; Petunjuk Laboratorium. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Soeparno. 1994. Ilmu Dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Syarief R, Halid H. 1992. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit ARCAN. Susanto K, Amri K. 1996. Budidaya Ikan Patin. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Suzuki T. 1981. Fish And Krill Protein. Processing Techno logy. Applied Science. Wahyuni, M. 1992. Sifat Kimia dan Fungsional Ikan Hiu Lanyam (Carcharhinus umbatus) serta penggunaannya dalam pembuatan sosis. Tesis. Fakultas Pascasarjana. IPB, Bogor. Winarno FG. 1993. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta. Winarno FG. 1997. Naskah Akademis Keamanan Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Whitten AJ. 1996. Fresh Water Indonesia And Sulawesi. Periplus Edition Limited. Wilcke HL, Daniel TH, Doyle HW. 1979. Soy Protein and Human Nutrition. Academic Press. New York. Taylor P G. 2002. Fish Sausage. http: //listproc. ucdavis. edu/ archives/ seafood/ log0202/0063. html (tgl 21 april 2003). Xiong YL. 2000. Meat Processing. In Nakai, S and Modler, H>W. Food Protein, Processing Aplications. Viley VCH. New York. Yuda IK. 2000. Pengaruh Konsentrasi Sodium Tripolyphosphat dan Jenis Bahan Pengisi pada Sosis Ikan Lele Dumbo (Clarias garirpinus). Skripsi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. IPB.Bogor.
Yoon KS, Lee CM. 1990. Effect of Powdered Cellulose on The Texture and Freeze-Thaw Stability of Surimi Based Shellfish Analog Product. J. Food Sci. 55(1)87-91.
Zaitsev V, et al. 1969. Fish Curing and Processing. Mir Publisher, Moscow. Zayas JF. 1997. Functionality of Protein in Food. Springer. Germany.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil pengukuran total protein terlarut bahan baku selama penyimpanan
Ulangan
B1
A1 B2
I
25,84
31,89
8,55
24,04
23,97
10,76
23,71
24,49
10,70
23,51
19,12
9,50
II
26,41
28,89
13,12
26,41
25,48
10,81
21,72
23,93
9,00
21,58
20,71
9,30
total rata2
52,24 26,12
60,78 30,39
21,67 10,84
50,45 25,22
49,45 24,73
21,57 10,78
45,43 22,72
48,42 24,21
19,71 9,85
45,09 22,55
39,83 19,91
18,80 9,40
B3
B1
A2 B2
B3
B1
A3 B2
B3
B1
A4 B2
B3
Lampiran 2. Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terrhadap total protein terlarut bahan baku Type III Sum of Squares 1220,214(a) 9339,393 85,689 1086,820
Source Corrected Model Intercept LamaPenyimpanan Bahanbaku
df 12 1 3 2
Mean Square 101,685 9339,393 28,563 543,410
F 43,498 3995,115 12,218 232,455
Sig. ,000 ,000 ,001 ,000
Ulangan LamaPenyimpanan * Bahanbaku
,068
1
,068
,029
,867
47,637
6
7,939
3,396
,038
Error
25,715
11
2,338
Total Corrected Total
10585,322 24 1245,929 23 a R Squared = ,979 (Adjusted R Squared = ,957)
Lampiran 3 Uji Wilayah Berganda Duncan total protein terlarut bahan baku Subset perlakuan A4B3
N 2
A3B3 A2B3 A1B3 A4B2 A4B1
2 2 2 2 2
A3B1 A3B2 A2B2 A2B1 A1B1
2 2 2 2 2
A1B2 Sig.
2
1 9,4000
2
3
4
5
9,8500 10,7850 10,8350 19,9150 22,5450 22,7150
22,5450 22,7150 24,2100 24,7250 25,2250
22,7150 24,2100 24,7250 25,2250 26,1250
30,3900 ,382 ,093 ,121 ,055 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2,149. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 4. Hasil pengukuran pH bahan baku selama penyimpanan A1
A2
Ulangan
B1
B2
B3
I
6,56
6,75
II
6,63
total rata2
A3 B3
B1
A4
B1
B2
B2
B3
7,05
6,99
7,04
7,02
7,26
7,30
6,99
6,70
6,98
6,98
6,99
7,08
7,20
7,20
13,19
13,44
14,03
13,96
14,03
14,1
14,46
6,60
6,72
7,01
6,98
7,02
7,05
7,23
B1
B2
B3
7,29
7,38
7,10
7,20
7,21
7,28
7,11
14,5
14,19
14,5
14,66
14,21
7,25
7,09
7,25
7,33
7,11
Lampiran 5. Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap pH bahan baku Type III Sum of Squares 1,031(a) 1194,129 ,760 ,019 ,001
Source Corrected Model Intercept LamaPenyimpanan Bahanbaku Ulangan LamaPenyimpanan * Bahanbaku Error Total
df 12 1 3 2 1
Mean Square ,086 1194,129 ,253 ,009 ,001
F 20,938 290955,372 61,757 2,287 ,293
Sig. ,000 ,000 ,000 ,148 ,599
,251
6
,042
10,187
,001
,045 1195,206
11 24
,004
Corrected Total
1,076 a R Squared = ,958 (Adjusted R Squared = ,912)
23
Lampiran 6 Uji Wilayah Berganda Duncan pH bahan baku perlakuan
N
Subset 2
3
2 2 2 2 2
6,9850 7,0150 7,0150 7,0500 7,0950
7,0950
2 2 2 2 2
7,1050
A1B1 A1B2
2 2
A2B1 A1B3 A2B2 A2B3 A3B3 A4B3 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2 Sig.
1 6,5950 6,7250
7,1050 7,2300
4
7,1050 7,2300 7,2500 7,2500
5
7,2300 7,2500 7,2500 7,3300
,058 ,106 ,060 ,051 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,004. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b Alpha = ,05.
,161
Lampiran 7 Hasil pengukuran WHC bahan baku selama penyimpanan A1
A2
A3
A4
Ulangan
B1
B2
B3
B1
B2
B3
B1
B2
B3
B1
B2
B3
I
99,52
99,12
99,67
99,20
99,15
99,88
98,91
98,64
99,31
97,58
95,86
99,29
II
99,47
99,10
99,98
99,31
99,25
99,69
98,79
98,57
99,37
96,98
96,72
99,18
total
199
198,2
199,7
198,5
198,4
199,6
197,7
197,2
198,7
194,6
192,6
198,5
rata2
99,50
99,11
99,83
99,26
99,20
99,79
98,85
98,61
99,34
97,28
96,29
99,24
Lampiran 8 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terrhadap WHC bahan baku Type III Sum of Squares 24,126(a) 234539,419
Source Corrected Model Intercept LamaPenyimpanan Bahanbaku Ulangan LamaPenyimpanan * Bahanbaku
12 1
Mean Square 2,011 234539,419
F 34,414 4014627,741
Sig. ,000 ,000
13,650 6,422 ,003
3 2 1
4,550 3,211 ,003
77,880 54,959 ,056
,000 ,000 ,817
4,052
6
,675
11,559
,000
11 24 23
,058
df
Error Total Corrected Total
,643 234564,188 24,769 a R Squared = ,974 (Adjusted R Squared = ,946)
Lampiran 9 Uji Wilayah Berganda Duncan WHC bahan baku perlakuan
Subset
N
A4B2 A4B1 A3B2 A3B1
2 2 2 2
A1B2 A2B2 A4B3 A2B1 A3B3
2 2 2 2 2
A1B1 A2B3 A1B3 Sig.
2 2 2
1 96,2900
2
3
4
5
6
7
97,2800 98,6050 98,8500 99,1100
98,8500 99,1100 99,2000 99,2350 99,2550 99,3400
99,1100 99,2000 99,2350 99,2550 99,3400 99,4950
99,2350 99,2550 99,3400 99,4950 99,7850
1,000 1,000 ,060 ,081 ,159 ,051 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,054. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b Alpha = ,05.
99,3400 99,4950 99,7850 99,8250 ,076
Lampiran 10 Hasil pengukuran cooking loss sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku A1
A2
A3
A4
Ulangan
B1
B2
B3
B1
B2
B3
B1
B2
B3
B1
B2
B3
I
0,32
0,66
0,58
2,40
1,56
1,52
2,26
2,72
1,66
3,73
4,41
2,11
II
1,06
0,59
0,25
2,34
1,66
0,99
2,96
2,59
1,52
2,33
4,22
1,87
total
1,38
1,25
0,84
4,741
3,218
2,51
5,22
5,30
3,18
6,06
8,63
3,98
rata2
0,69
0,63
0,42
2,371
1,609
1,255
2,61
2,65
1,59
3,03
4,315
1,99
Lampiran 11 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap cooking loss sosis. Type III Sum of Squares 28,686(a)
Source Corrected Model Intercept LamaPenyimpanan Bahanbaku Ulangan LamaPenyimpanan * Bahanbaku Error Total Corrected Total
df 12
Mean Square 2,390
F 15,765
Sig. ,000
89,359 20,329 4,633 ,100
1 3 2 1
89,359 6,776 2,317 ,100
589,317 44,689 15,278 ,660
,000 ,000 ,001 ,434
3,624
6
,604
3,983
,023
1,668 119,713 30,354
11 24 23
,152
a R Squared = ,945 (Adjusted R Squared = ,885)
Lampiran 12 Uji Wilayah Berganda Duncan cooking loss sosis Subset perlakuan A1B3 A1B2 A1B1
N 2 2 2
A2B3 A3B3 A2B2 A4B3 A2B1
2 2 2 2 2
A3B1 A3B2 A4B1 A4B2 Sig.
2 2 2 2
1 ,4150 ,6250 ,6900 1,2550
,065
2
3
1,2550 1,5900 1,6100 1,9900
,101
4
1,5900 1,6100 1,9900 2,3700
,083
5
1,9900 2,3700
6
2,3700
2,6100 2,6550
2,6100 2,6550 3,0300
,134
,136
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,147. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b Alpha = ,05.
4,3150 1,000
Lampiran 13 Hasil pengukuran kekerasan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku Ulangan
B1
A1 B2
B3
B1
A2 B2
I
923,2
645,1
947,6
599,5
551,7
916,3
346,9
259,3
908,5
383,9
204,8
852,5
II
690,5
950,0
932,8
641,5
388,7
925,8
459,7
268,7
898,9
356,6
257,1
806,8
total rata2
1614 806,8
1595 797,6
1880 940,2
1241 620,5
940,4 470,2
1842,1 921,1
806,6 403,3
528 264,0
1807 903,7
740,5 370,3
461,9 231
1659 829,7
B3
B1
A3 B2
B3
B1
A4 B2
B3
Lampiran 14 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap kekerasan (obyektif) sosis Type III Sum of Squares 1585541,045(a) 9521064,540 503935,423 915046,090 59,535
Source Corrected Model Intercept LamaPenyimpanan Bahanbaku Ulangan LamaPenyimpanan * Bahanbaku Error Total
df 12 1 3 2 1
Mean Square 132128,420 9521064,540 167978,474 457523,045 59,535
F 14,975 1079,097 19,038 51,855 ,007
Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,936
166499,997
6
27749,999
3,145
,048
97054,975 11203660,560
11 24
8823,180
Corrected Total
1682596,020 a R Squared = ,942 (Adjusted R Squared = ,879)
23
Lampiran 15 Uji Wilayah Berganda Duncan kekerasan sosis perlakuan
Subset
N
A4B2 A3B2
2 2
A4B1 A3B1 A2B2 A2B1 A1B2
2 2 2 2 2
A1B1 A4B3 A3B3 A2B3 A1B3
2 2 2 2 2
Sig.
1 230,9500 264,0000 370,2500 403,3000
2
3
4
5
264,0000 370,2500 403,3000 470,2000
470,2000 620,5000
620,5000 797,5500 806,8500 829,6500
797,5500 806,8500 829,6500 903,7000 921,0500 940,2000
,101 ,054 ,121 ,051 ,177 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 8092,876. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 16 Hasil pengukuran kekenyalan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku
Ulangan
B1
A1 B2
I
70,49
70,05
85,38
67,68
66,60
80,33
55,26
55,87
77,52
52,05
40,41
77,61
II
69,14
69,88
85,10
66,99
68,04
83,88
54,56
57,63
78,77
39,37
29,08
75,13
total rata2
139,6 69,82
139,9 69,97
170,5 85,24
134,7 67,34
134,6 67,32
164,2 82,11
109,8 54,91
113,5 56,75
156,3 78,15
91,42 45,71
69,49 34,75
152,7 76,37
B3
B1
A2 B2
B3
B1
A3 B2
B3
B1
A4 B2
B3
Lampiran 17 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap kekenyalan (obyektif) sosis Type III Sum of Squares 5048,114(a)
Source Corrected Model
12
Mean Square 420,676
F 33,259
df
Sig. ,000
Intercept LamaPenyimpanan Bahanbaku Ulangan LamaPenyimpanan * Bahanbaku
103599,063 1894,085 2635,887 19,575
1 3 2 1
103599,063 631,362 1317,944 19,575
8190,653 49,916 104,198 1,548
,000 ,000 ,000 ,239
498,566
6
83,094
6,570
,004
Error Total Corrected Total
139,133 108786,310 5187,247
11 24 23
12,648
a R Squared = ,973 (Adjusted R Squared = ,944)
Lampiran 18 Uji Wilayah Berganda Duncan kekenyalan sosis perlakuan
Subset
N
A4B2
2
A4B1 A3B1 A3B2 A2B2 A2B1
2 2 2 2 2
A1B1 A1B2 A4B3 A3B3 A2B3
2 2 2 2 2
A1B3 Sig.
2
1 34,7450
2
3
4
5
6
7
45,7100 54,9100 56,7500 67,3200 67,3350 69,8150 69,9650
69,8150 69,9650 76,3700 78,1450
76,3700 78,1450 82,1050
1,000 1,000 ,622 ,513 ,055 ,159 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 13,231. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b Alpha = ,05.
78,1450 82,1050 85,2400 ,087
Lampiran 19 Hasil uji hedonik penampakan irisan sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku O51 3 3 3 4 4 3 4 3 3 4 3 4 2 4 3 3 3 4 3 1 3 4 3 3 2 4 3 2 2 2
653 3 3 3 4 4 3 4 3 4 4 3 5 4 4 4 4 4 5 4 1 4 4 4 4 3 4 3 3 5 3
892 3 3 3 4 4 4 4 4 4 5 4 5 4 5 4 5 2 5 5 5 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4
370 2 2 3 4 3 3 4 1 2 4 4 4 4 3 3 3 2 4 4 3 3 4 2 2 1 3 2 2 1 1
427 3 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 5 4 5 4 5 4 5 5 4 5 4 4 5 2 4 4 4 3 5
138 4 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 2 4 3 4 4 5 5 1 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3
Lampiran 20 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap penampakan irisan sosis Dependent Variable: Penampakanirisan Type III Sum of Squares 4,300(a)
Source Corrected Model Intercept LamaPenyimpanan Bahanbaku LamaPenyimpanan * Bahanbaku
12
Mean Square ,358
F 3,472
Sig. ,024
233,064 2,490 ,172
1 3 2
233,064 ,830 ,086
2258,085 8,041 ,834
,000 ,004 ,460
1,510
6
,252
2,439
,005
11 24
,103
Error Total
1,135 238,500 a R Squared = ,791 (Adjusted R Squared = ,563)
df
Lampiran 21 Uji Wilayah Berganda Duncan penampakan irisan sosis perlakuan
Subset
N 1
2
3
4
A3B2 A4B2 A4B1
2 2 2
2,4500 2,6650 2,7700
2,6650 2,7700
A4B3 A3B3 A1B3 A3B1 A2B1
2 2 2 2 2
2,8650 3,0000 3,0350 3,0850 3,2200
2,8650 3,0000 3,0350 3,0850 3,2200
A1B1 A2B2 A1B2 A2B3 Sig.
2 2 2 2
3,2350
3,2350 3,3700
3,2350 3,3700 3,6650
,077
,091
,053
3,0000 3,0350 3,0850 3,2200 3,3700 3,6650 4,0350 ,074
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,105. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 22 Hasil uji hedonik kekerasan sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku O51 2 4 4 4 4 2 4 4 3 4 3 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3
653 1 3 4 3 4 4 4 4 4 5 3 4 4 3 3 5 4 4 4 4 5 4 1 4 4 3 4 4 4 4
892 2 3 3 3 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4
370 4 4 2 3 4 2 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 1 4 4 2 4 3 4 3
427 3 2 4 4 3 4 4 4 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4
138 1 4 4 4 3 3 4 4 4 4 1 4 5 4 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4
Lampiran 23 Analisis sidik ragam pengaruh jenis baha n baku dan lama penyimpanan beku terhadap kekerasan sosis Dependent Variable: Kekerasan Source Corrected Model Intercept LamaPenyimpanan
Type III Sum of Squares ,506(a) 313,927 ,129
df 12 1 3
Mean Square ,042 313,927 ,043
F 1,516 11291,095 1,549
Sig. ,249 ,000 ,257
Bahanbaku LamaPenyimpanan * Bahanbaku
,008
2
,004
,145
,867
,362
6
,060
2,170
,012
Error
,306
11
,028
Total Corrected Total
314,738 24 ,812 23 a R Squared = ,623 (Adjusted R Squared = ,212)
Lampiran 24 Uji Wilayah Berganda Duncan kekerasan sosis perlakuan
N
Subset 1
2
3
A1B3 A1B1 A3B3 A3B2 A4B2
2 2 2 2 2
3,3300 3,4500 3,4650 3,5700 3,5800
3,4500 3,4650 3,5700 3,5800
3,4650 3,5700 3,5800
A2B1 A4B1 A2B2 A1B2 A2B3
2 2 2 2 2
3,6000 3,6500 3,6650 3,7200 3,7200
3,6000 3,6500 3,6650 3,7200 3,7200
3,6000 3,6500 3,6650 3,7200 3,7200
A3B1 A4B3 Sig.
2 2
3,8000
3,8000 3,8500 ,054 ,078 ,056 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,026. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 25 Hasil uji hedonik kekenyalan sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku O51 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 3 4 4 4 4 4 5 3 4 3 4 4 4 4 2 3 4 2
653 4 4 4 4 3 4 4 1 4 4 4 5 3 4 5 4 3 4 4 3 5 4 4 5 3 4 2 4 3 3
892 3 4 4 4 4 5 4 3 3 5 4 4 4 5 4 4 4 5 4 3 5 4 4 4 4 4 3 3 3 4
370 3 3 3 3 2 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 3 2 4 3
427 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 2 3
138 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 3 5 4 5 3 4 3 5 4 1 4 4 3 4 2 3 4 4 3 1
Lampiran 26 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap kekenyalan sosis Dependent Variable: Kekenyalan Source Corrected Model Intercept LamaPenyimpanan
Type III Sum of Squares ,783(a) 316,609 ,286
df 12 1 3
Mean Square ,065 316,609 ,095
F 3,062 14861,351 4,480
Sig. ,037 ,000 ,027
Bahanbaku LamaPenyimpanan * Bahanbaku
,006
2
,003
,148
,864
,488
6
,081
3,815
,026
Error
,234
11
,021
Total Corrected Total
317,626 24 1,017 23 a R Squared = ,770 (Adjusted R Squared = ,518)
Lampiran 27 Uji Wilayah Berganda Duncan kekenyalan sosis perlakuan
N
Subset 1
2
A1B3 A3B3 A1B1 A3B2
2 2 2 2
3,3500 3,3500 3,4800 3,5000
A2B1 A4B2 A2B2 A3B1 A4B1
2 2 2 2 2
3,6150 3,6500 3,6700 3,6850
A1B2 A2B3 A4B3 Sig.
2 2 2
3
3,4800 3,5000 3,6150 3,6500 3,6700 3,6850 3,7000 3,8000 3,8000
3,6500 3,6700 3,6850 3,7000
3,8000 3,8000 3,9850 ,055 ,066 ,054 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,020. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 28 Hasil uji hedonik aroma sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku O51
653
892
370
427
138
2 3 3 2 4 1 4 3 4 4 2 3 4 4 3 4 4 4 4 1 4 3 2 4 4 2 2 2 2 2
3 4 3 2 3 2 4 3 4 4 2 3 4 4 3 3 4 4 4 1 4 4 3 3 4 4 2 2 2 3
4 4 4 2 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 1 4 4 3 3 4 1 4 2 2 2
1 3 2 2 4 2 4 3 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 1 3 3 2 3 4 3 3 2 2 2
2 3 4 3 4 2 4 3 3 4 3 3 4 4 4 3 4 3 4 2 4 4 4 3 4 3 4 2 2 3
1 3 4 4 4 3 4 4 3 5 4 4 4 4 3 3 4 3 5 2 4 4 3 3 4 3 3 2 2 3
Lampiran 29 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap aroma sosis Dependent Variable: Aroma Type III Sum of Squares 1,972(a)
Source Corrected Model
12
Mean Square ,164
F 11,011
Sig. ,000
234,125 ,274 ,334
1 3 2
234,125 ,091 ,167
15689,161 6,114 11,178
,000 ,011 ,002
1,339
6
,223
14,956
,000
,164 11 236,261 24 2,136 23 a R Squared = ,923 (Adjusted R Squared = ,839)
,015
Intercept LamaPenyimpanan Bahanbaku LamaPenyimpanan * Bahanbaku
df
Error Total Corrected Total
Lampiran 30 Uji Wilayah Berganda Duncan aroma sosis Subset perlakuan A4B2 A1B3 A1B1
N 2 2 2
1 2,4500
2
3
2,7650 2,9650
4
5
6
2,9650
A2B1 A3B2 A1B2 A2B2 A3B1
2 2 2 2 2
3,0850 3,0850 3,1000 3,2000 3,2500
3,0850 3,0850 3,1000 3,2000 3,2500
A3B3 A2B3 A4B1 A4B3 Sig.
2 2 2 2
3,2650
3,2650 3,3350
3,2650 3,3350 3,4300
,054
,099
,120
1,000
,137
3,2000 3,2500
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,016. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b Alpha = ,05.
3,2650 3,3350 3,4300 3,5500 ,057
Lampiran 31 Hasil uji hedonik juicines sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku O51 2 2 4 3 4 3 2 3 4 4 3 4 4 4 3 4 2 4 4 2 4 2 4 4 2 4 3 3 4 4
653 4 4 2 3 4 3 2 1 3 4 3 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 1 4 4 2 4 4 3 3 2
892 4 3 2 4 1 4 2 2 3 4 3 4 4 4 5 4 2 4 4 2 4 3 4 4 2 4 3 3 2 2
370 3 3 3 3 4 3 2 3 3 4 2 4 4 4 5 4 3 4 4 3 4 3 4 4 1 4 2 3 4 2
427 4 4 4 4 1 4 2 2 3 4 2 4 4 4 5 4 3 4 5 1 4 3 4 4 2 4 3 3 3 3
138 4 4 3 3 3 3 2 4 4 4 2 4 3 4 4 4 3 4 4 1 4 1 4 4 2 4 3 4 4 3
Lampiran 32 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap juicines sosis Dependent Variable: Juiciness Source Corrected Model
Type III Sum of Squares 1,978(a)
12
Mean Square ,165
F 13,891
Sig. ,000
294,280 1,895 ,014
1 3 2
294,280 ,632 ,007
24805,216 53,249 ,588
,000 ,000 ,572
,066
6
,011
,929
,011
,130 11 296,388 24 2,108 23 a R Squared = ,938 (Adjusted R Squared = ,871)
,012
Intercept LamaPenyimpanan Bahanbaku LamaPenyimpanan * Bahanbaku
df
Error Total Corrected Total
Lampiran 33 Uji Wilayah Berganda Duncan juiciness sosis perlakuan
N
Subset 1
2
A1B3 A2B1 A2B3 A3B2 A2B2
2 2 2 2 2
3,2850 3,2850 3,2850 3,3000 3,3150
A1B1 A1B2 A3B3 A3B1 A4B2
2 2 2 2 2
3,3350 3,3500 3,3650
A4B1 A4B3 Sig.
2 2
3
3,3000 3,3150 3,3350 3,3500 3,3650 3,5500 3,9500
3,9700 4,0300 ,502 ,053 ,484 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,011. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 34 Hasil uji hedonik rasa sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku O51 2 2 2 2 2 2 2 2 3 4 3 4 3 3 3 3 3 4 3 4 5 3 4 5 2 4 1 1 2 2
653 3 3 2 2 2 2 2 2 4 4 3 4 4 3 3 3 3 4 3 4 5 3 4 5 2 4 2 4 3 3
892 3 2 2 2 1 2 2 3 3 4 4 4 3 3 2 3 3 4 3 3 4 4 4 5 4 3 3 2 4 4
370 2 3 2 2 2 2 2 4 2 4 3 4 4 3 2 3 4 4 3 4 4 4 4 5 2 4 2 1 2 3
427 3 2 3 2 1 2 2 1 3 4 3 4 4 3 2 3 4 4 3 2 4 2 4 5 3 3 2 3 3 3
138 3 3 4 2 3 4 2 4 3 4 4 4 3 4 3 4 4 5 5 3 5 1 5 5 4 4 3 4 1 3
Lampiran 35 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap rasa sosis Dependent Variable: Rasa Type III Sum of Squares 4,569(a)
Source Corrected Model
12
Mean Square ,381
F 2,644
Sig. ,059
202,420 3,427 ,578
1 3 2
202,420 1,142 ,289
1405,254 7,930 2,005
,000 ,004 ,181
,555
6
,093
,643
,046
1,584 11 208,574 24 6,154 23 a R Squared = ,743 (Adjusted R Squared = ,462)
,144
Intercept LamaPenyimpanan Bahanbaku LamaPenyimpanan * Bahanbaku
df
Error Total Corrected Total
Lampiran 36 Uji Wilayah Berganda Duncan rasa sosis Subset perlakuan A3B2 A3B3
N 2 2
1 2,1500 2,2500
2,2500
A3B1 A4B2 A4B3 A1B3 A2B3
2 2 2 2 2
2,4650 2,7850 2,7850 2,8150 3,0000
2,4650 2,7850 2,7850 2,8150 3,0000
2,4650 2,7850 2,7850 2,8150 3,0000
A2B1 A2B2 A4B1 A1B2 A1B1
2 2 2 2 2
3,0850
3,0850 3,1800 3,2500
Sig.
2
3
4
2,7850 2,7850 2,8150 3,0000 3,0850 3,1800 3,2500 3,5150 3,5700
,059 ,062 ,079 ,079 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,133. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 37 Hasil uji hedonik penerimaan umum sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku O51 3 2 3 2 4 2 4 4 3 5 1 4 4 2 3 4 4 3 4 4 4 3 2 3 3 4 3 3 3 3
653 4 3 4 2 4 3 4 4 3 5 4 4 4 2 3 4 4 4 4 4 4 4 1 3 3 3 3 3 3 3
892 4 4 3 3 4 3 4 4 4 5 3 4 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3 3 3 3 1 2 1 3 4
370 4 2 3 3 4 1 4 4 4 4 3 4 4 3 3 3 4 4 4 3 4 3 3 3 3 3 2 2 3 3
427 4 3 3 4 3 2 4 4 3 4 2 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 1 2 3 2 2 3 3 4
138 3 2 4 4 4 4 4 5 1 5 4 5 5 4 4 3 4 4 5 3 4 4 4 2 4 3 3 4 3 4
Lampiran 38 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap penerimaan umum sosis Dependent Variable: PenerimaanUmum Source Corrected Model
Type III Sum of Squares 1,270(a)
,846
Sig. ,613
253,760 ,228 ,194
2028,630 1,819 1,552
,000 ,202 ,255
6
,026
,212
,965
1,376 11 256,406 24 2,646 23 a R Squared = ,480 (Adjusted R Squared = -,087)
,125
Intercept LamaPenyimpanan Bahanbaku LamaPenyimpanan * Bahanbaku
df 12
Mean Square ,106
253,760 ,683 ,388
1 3 2
,159
Error Total Corrected Total
F
Lampiran 39 Uji Wilayah Berganda Duncan penerimaan umum sosis perlakuan
Subset
N
1 A4B2
2
2,8200
A4B1 A1B2 A4B3 A2B2 A3B2
2 2 2 2 2
2,9000 2,9800 3,1650 3,3000 3,3000
A2B1 A3B1 A1B1 A2B3 A3B3
2 2 2 2 2
3,3300 3,3300 3,4150 3,4650 3,4650
A1B3 Sig.
2
3,5500 ,084 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,118. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 40. Hasil analisis sidik ragam nilai TVB sosis pada berbagai suhu penyimpanan Type III Sum of Squares 200,045(a) 2414,422 200,045 1,486
Source Corrected Model Intercept perlakuan Error
df 2 1 2 3
Mean Square 100,023 2414,422 100,023 ,495
F 201,876 4873,025 201,876
Sig. ,001 ,000 ,001
Total Corrected Total
2615,953 6 201,532 5 a R Squared = ,993 (Adjusted R Squared = ,988)
Lampiran 41. Uji Wilayah Berganda Duncan TVB sosis pada berbagai suhu penyimpanan Subset perlakuan S1 S2 S3 Sig.
N 2 2 2
1 14,0900
2
3
18,2200 1,000
1,000
27,8700 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,495. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 42. Hasil analisis sidik ragam nilai TPC sosis pada berbagai suhu penyimpanan Type III Sum of Squares 3,966(a)
Source Corrected Model Intercept perlakuan Error Total Corrected Total
df 2
Mean Square 1,983
347,777
1
347,777
3,966 ,000 351,743 3,966
2 3 6 5
1,983 ,000
F 29743,000 5216656,0 00 29743,000
Sig. ,000 ,000 ,000
a R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)
Lampiran 43. Uji Wilayah Berganda Duncan TPC sosis pada berbagai suhu penyimpanan Subset perlakuan S1 S2 S3 Sig.
N 2 2 2
1 6,4700
2
3
8,0800
8,2900 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,000. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 44. Hasil analisis sidik ragam pH sosis pada berbagai suhu penyimpanan Type III Sum of Squares ,050(a)
Source Corrected Model Intercept
df 2
Mean Square ,025
1
302,460
,050 2 ,001 3 302,511 6 ,051 5 a R Squared = ,982 (Adjusted R Squared = ,970)
,025 ,000
302,460
perlakuan Error Total Corrected Total
F 83,167 1008200,0 00 83,167
Sig. ,002 ,000 ,002
Lampiran 45. Uji Wilayah Berganda Duncan pH sosis pada berbagai suhu penyimpanan Subset perlakuan S1 S2 S3
N 2 2 2
1 7,0100 7,0650
2
7,2250
Sig.
,050 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,000. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 46. Hasil analisis sidik ragam sineresis sosis pada berbagai suhu penyimpanan Type III Sum of Squares 36,646(a) 100,450
Source Corrected Model Intercept
df 2 1
perlakuan Error Total Corrected Total
36,646 2 4,494 3 141,590 6 41,139 5 a R Squared = ,891 (Adjusted R Squared = ,818)
Mean Square 18,323 100,450
F 12,233 67,062
Sig. ,036 ,004
18,323 1,498
12,233
,036
Lampiran 47. Uji Wilayah Berganda Duncan sineresis sosis pada berbagai suhu penyimpanan Subset
pe rlakuan S1 S2 S3 Sig.
N 2 2 2
1 1,9250 2,8000
2
7,5500 ,526 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1,498. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 48 Jenis bahan baku fillet, lumat, dan surimi daging ikan patin
Lampiran 49 Sosis ikan patin dari bahan baku fillet, lumat, dan surimi