SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017
MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN
TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XVI PENGUJIAN BAHAN SECARA ORGANOLEPTIK
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017
BAB 16. PENGUJIAN BAHAN SECARA ORGANOLEPTIK A. Kompetensi Inti Menguasai materi, Struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. B.Kompetensi Dasar Mempertunjukan pengujian bahan hasil pertanian dan perikanan secara Organoleptis C. Uraian Materi Pokok Pengujian secara organoleptis Ada bermacam-macam metode pengujian organoleptik yang dapat digolongkan dalam beberapa kelompok. Metode pengujian yang populer adalah kelompok pengujian pembedaan (difference test) dan kelompok pengujian pemilihan (preference test), yang ternyata banyak digunakan dalam penelitian, analisis proses, dan penilaian hasil akhir. Uji pembedaan ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara sampel yang disajikan, baik dari warna, rasa, maupun aroma. Dalam pengujian triangle, panelis diminta untuk memilih salah satu sampel yang berbeda dari tiga sampel yang disajikan, sehingga dapat diketahui perbedaan sifat diantara ketiga sampel itu (Soekarto, 1985). Pengujian pembedaan digunakan untuk menilai pengaruh macam-macam perlakuan modifikasi proses atau bahan dalam pengolahan pangan bagi industri, atau untuk mengetahui adanya perbedaan atau persamaan antara dua produk dari komoditi yang sama. Yang terakhir ini terutama dari segi konsumen. Uji duo trio termasuk dalam kelompok pengujian pembedaan (difference test). Pengujian pembedaan digunakan untuk menilai pengaruh macam – macam perlakuan modifikasi proses atau bahan dalam pengolahan pangan bagi industri,
1
atau untuk mengetahui adanya oerbedaan atau persamaan antara duo produk dari komoditi yang sama. Yang terakhir ini terutama dari segi konsumen. Uji duo trio bertujuan untuk mencari perbedaan yang kecil. Setiap panelis disajikan tiga contoh (dua contoh dari produk yang sama dan satu contoh dari produk yang berbeda). Uji duo trio hampir sama dengan uji segitiga, tetapi dalam uji ini dari awal sudah ditentukan pembanding yang dibandingkan dengan kedua contoh lainnya. Dalam penyajiannya, contoh ketiganya disajikan bersamaan. Panelis diminta untuk memilih satu diantara 2 contoh lain yang beda dengan pembanding (reference). Uji duo trio adalah uji yang digunakan untuk mendeteksi adanya perbedaan yang kecil antara dua contoh. Uji ini relatif lebih mudah karena adanya contoh baku dalam pengujian. Biasanya Uji Duo-trio digunakan untuk melihat perlakuan baru terhadap mutu produk ataupun menilai keseragaman mutu bahan. Pengujian pembedaan digunakan untuk menetapkan apakah ada perbedaan sifat sensorik atau organoleptik antara dua contoh. Meskipun demikian dalam pengujian dapat saja sejumlah contoh disajikan bersama tetapi merupakan untuk melaksanakan pembedaan selalu dua contoh yang dapat dipertentangkan. (Soekarto, 1985). Pengujian
duo-trio
ini
digunakan
untuk
mengetahui
ada
tidaknya perbedaan dua buah sampel atau mendeteksi. Perbedaan sifat yang tingkat perbedaannya hanya sedikit, misalnya untuk mendeteksi perbedaan sifatsifat hasil yang diperoleh dari dua kondisi yang sedikit berbeda.
Contoh
pembanding dalam pengujian duo-trio merupakan hal yang sangat penting dalam pegujian, terutama dalam pengujian pemilihan dan scalar. Jika contoh pembanding diberikan, yang perlu diperhatikan bahwa yang terutama dijadikan faktor pembanding adalah satu atau lebih sifat sensorik dari bahan pembanding itu. Oleh karena itu, sifat lain yang tidak dijadikan faktor pembanding harus diusahakan sama dengan contoh yang diujikan. Hal tersebut dilakukan agar semua panelis tahu sensorik apa yang diujikan dan tidak terjadi kekeliruan atau salah paham antara pengelola pengujian dengan panelis.
2
Uji duo-trio di dalam industri pangan dapat digunakan salah satunya adalah untuk reformulasi suatu produk baru, sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya perbedaan antara produk lama dan baru. Kelemahan uji duo trio adalah sulit mendeskripsikan sampel yang sama dengan pembanding karena panelis akan sulit untuk mengingat secara detail bahan yang sedang dianalisis, biasanya uji ini dapat dilakukan dengan mudah oleh seseorang yang memiliki daya ingat yang tinggi Uji segitiga atau uji triangle ini digunakan untuk mendeteksi perbedaan yang kecil. Pengujian ini lebih banyak digunakan karena lebih peka dari pada uji pasangan. Dalam pengujian ini kepada masing-masing panelis disajikan secara acak tiga contoh berkode. Pengujian ketiga contoh itu biasanya dilakukan bersamaan tetapi dapat pula berturut-turut. Dua dari tiga contoh itu merupakan contoh yang sama, dan yang ketiga berlainan. Panelis diminta untuk 1 memilih satu dari tiga contoh yang berbeda dari dua lainnya. Dalam uji ini tidak menggunakan ataupun tidak disediakan contoh baku atau pembanding. Uji triangle ini ada yang bersifat sederhana, artinya hanya untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara dua macam sampel, tetapi ada pula yang bersifat lebih terarah, yaitu untuk mengetahui sejauh mana perbedaan antara buah dua sampel yang disediakan. Pengujian pembedaan juga dapat digunakan untuk menilai pengaruh macam-macam perlakuan modifikasi proses atau bahan dalam pengolahan pangan bagi industri atau untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan atau persamaan antara dua produk dari komoditi yang sama. Salah satu contoh pengujian pembedaan adalah uji triangle yang lebih banyak digunakan karena lebih peka daripada uji pasangan. Hal inilah yang mendasari dilakukan acara praktikum uji triangle. Tujuan dari uji triangle ini adalah untuk menguji kemampuan fiso-psikologis panelis, khususnya kemampuan membedakan. Selain itu digunakan untuk memilih atau menyeleksi panelis. Prinsip Percobaan Prinsip dari uji triangle adalah berdasarkan pada sensitivitas panelis dalam membedakan dua sampel dimana perbedaannya sangat kecil dan pengujian ini sifatnya lebih terarah. Berdasarkan pengamatan pengujian triangle
3
ini memiliki kelemahan yaitu tidak adanya sampel standar atau sampel baku sehingga kadang sulit memberikan penilaian. Sedangkan kelebihannya adalah panelis tidak perlu mengingat sampel standar karena memang tidak disediakan sampel standar, selain itu ketiga sampel ada disediakan bersamaan sehingga masih dapat diamati berulang-ulang serta memiliki ketelitian yang tinggi terhadap penilaian. Uji triangle di dalam industri pangan dapat digunakan untuk pengendalian mutu dan riset produk yang diproduksi dan dapat juga digunakan untuk seleksi panelis . Uji triangle termasuk ke dalam uji pembedaan. Uji cicip laboratoris dikenal berbagai uji cicip seperti misalnya uji cicip perbedaan yang terdiri atas uji pasangan, uji segi tiga, dan uji duotrio (Winarno, 2002). Macam-macam uji pembedaan diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Uji pasangan (paired test) digunakan untuk membedakan suatu produk dengan produk lain dengan cara pembanding. Contoh disajikan dalam pasangan yang sama atau berbeda, dan panelis diminta untuk mencicipinya (Winarno, 2002). 2. Uji Triangle Uji segitiga digunakan untuk mendeteksi perbedaan yang kecil. Pengujian ini lebih banyak digunakan karena lebih peka daripada uji pasangan. Didalam pelaksanaan uji segitiga, panelis diminta memilih satu diantara 3 contoh yang berbeda dengan yang lain. Karena contoh yang dinilai ada tiga maka peluang secara acak adalah 1/3 atau 33 1/3% (Soekarto, 1985). Uji segi tiga (triangle test) pada umumnya serupa dengan uji duo-trio, yaitu salah satu contoh berbeda dari dua yang lain, dan panelis diminta untuk menunjukkan mana yang berbeda (Winarno, 2002). Uji triangle ini ada yang bersifat sederhana, artinya hanya untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan dua macam sampel, tetapi ada yang sifatnya lebih terarah, untuk mengetahui sejauh mana perbedaan antara dua sampel tersebut. Uji Duo-trio Uji ini sama halnya pada uji segitiga, tiap-tiap anggota panel disajikan 3 contoh, 2 contoh dari bahan yang sama dan contoh ketiga dari bahan yang lain. Bedanya adalah salah satu dari 2 contoh yang sama itu dicicip atau dikenali dulu dan dianggap sebagai contoh baku, sedangkan 2 contoh lainnya kemudian. Dalam penyuguhannya ketiga contoh itu dapat diberikan bersamaan. Atau
4
contoh bakunya diberikan lebih dulu baru kemudian kedua contoh yang lain disuguhkan (Soekarto, 1985). Dalam pelaksanaan uji, panelis diminta untuk memilih satu diantara 2 contoh terakhir yang sama dengan contoh baku atau pembanding. Karena contoh yang dinilai ada dua maka peluang secara acak adalah ½ atau 50% (Soekarto, 1985). 4. Uji Pembanding Ganda (Dual standards) Uji ganda disebut juga dual standards. Bentuk pengujian pembanding ganda menyerupai uji duo-trio. Jika pada uji duo-trio digunakan satu contoh baku sebagai pembanding maka pada uji pembanding ganda digunakan dua contoh baku sebagai pembanding yaitu A dan B yang disajikan secara bersamaan sebelum contoh lainnya disajikan (Soekarto, 1985). 5. Uji Pembanding Jamak (Multiple Standards) Dalam uji pembanding jamak digunakan 3 atau lebih contoh pembanding. Contoh-contoh pembanding itu biasanya mempunyai kesamaan sifat atau berbeda kecil dalam kecil (Soekarto, 1985). Uji pembanding jamak tidak cocok untuk uji cicip karena terlalu banyak contoh disajikan sekaligus, tetapi baik untuk uji bau dan penglihatan atau warna (Soekarto, 1985). 6. Uji Rangsangan Tunggal (Single Stimulus) Uji rangsangan tunggal disebut uji A dan bukan A. Mula-mula panelis diwajibkan mengenal dan menghafal suatu contoh baku A kemudian kadang-kadang perlu contoh lain (bukan A) juga disuguhkan. Proses pengenalan terhadap contoh baku lebih intensif daripada yang diperlukan untuk uji pasangan maupun uji duo-trio (Soekarto, 1985). 7. Uji Pasangan Jamak Uji ini mirip dengan uji rangsangan tunggal tetapi lebih sulit. Tugas panelis adalah mengelompokkan masing-masing contoh atau mensortasi ke dalam kelompok A atau bukan A. Dalam uji ini tidak ada contoh baku, tetapi sudah diketahui bahwa dalam contoh-contoh yang diuji hanya ada dua golongan (Soekarto, 1985). 8. Uji Tunggal atau Monadik Uji ini terutama diperuntukan bagi komoditi atau contoh yang mempunyai kesan kemudian (aftertaste) yang kuat. Pengujiannya dapat dilakukan dengan uji skor atau uji skala (Soekarto, 1985). Terlepas dari macamnya panel, maka panelis harus memenuhi beberapa persyaratan agar dapat berfungsi sebagai instrumen : a) Panelis harus mempunyai kepekaan (sensitivitas) yang normal dalam arti organ-organ pembauan dan perasaan
5
bekerja normal. Sensitivitas ini diharapkan akan meningkat dengan suatu latihan (Kartika, 1987). b) Umur. Untuk dilatih menjadi seorang panelis semua orang yang menaruh perhatian dapat dipakai. Orang yang relatif muda umunya lebih sensitiv, sedang orang yang lebih tua konsentrasinya lebih baik dan relatif stabil dalam pengambilan kesimpulan. c) Jenis kelamin. Pria dan wanita mempunyai kemampuan sama untuk melakukan pengujian. Sementara orang berpendapat wanita lebih sensitiv dibandingkan dengan pria. d) Kebiasaan merokok. Perokok dan bukan perokok keduanya dapat dipakai sebagai panelis meskipun perokok sering kurang sensitiv. Perokok harus berhenti merokok beberapa waktu sebelum melakukan pengujian. e) Kondisi kesehatan. Orang yang menderita sakit terutama gangguan indera sebaiknya tidak diikutsertakan dalam pengujian. Namun demikian persyaratan diatas tidak akan ada hasilnya tanpa didukung oleh faktor-faktor lain berupa metode pengujian yang tepat, kondisi lingkungan, kondisi fisik dan mental panelis serta hal lain yang kesemuanya dapat menimbulkan “error”. Besarnya rangsangan dapat diukur dengan satuan-satuan fisik yang lazim untuk mengukur fenomena fisik. Sebaliknya kesan atau tanggapan yang dihasilkan oleh rangsnagan mempunyai satuan fisik tetapi beberapa yang lain tidak dapat diukur dengan satuan fisik dan harus dinyatakan dalam dimensi psikologi. Beberapa dimensi dari tanggapan atau kesan yaitu (1)jenis kesan, (2) intensitas kesan, (3) luas daerah kesan, (4) lama kesan, (5) kesan hedonik (Soekarto, 1985). Jenis kesan yang dihasilkan dari rangsangan garam ialah asin. Buah pisang menghasilkan kesan warna kuning/ Satu benda perangsang, misalnya buah tomat dapat menghasilkan beberapa jenis kesan misalnya rasa asam, warna merah, halus pada permukaan buah (Soekarto, 1985). Intensitas kesan mencakup ringan atau beratnya kesan. Mencicip larutan garam 30% memberi intensitas rasa asin yang lebih tinggi dibandingkan dengan mencicip larutan garam 0,05% (Soekarto, 1985). Luas daerah kesan yang juga disebut sensation magnitude adalah kesadaran akan luasnya daerah yang terkena rangsangan. Misalnya menempelkan sebutir kristal garam di ujung lidah akan dirasakan satu daerah sempit di tempat butir kristal
6
diletakkan. Sebaliknya berkumur dengan larutan garam akan dirasakan asin ditempat yang lebih luas, meskipun tidak di seluruh permukaan rongga mulut (Soekarto, 1985). Lama kesan berbeda-beda tergantung pada jenis rangsangan dan jennis indera. Kesan dapat tertinggal lama dirasakan oleh indera, tetapiu dapat juga sebentar. Rasa pahit dapat lama dirasakan oleh pangkal lidah sebaliknya rasa manis akan cepat hilang segera setelah benda perangsangnya hilang. Kesan yang lama tertinggal disebut kesan kemudian atau aftertaste (Soekarto, 1985). Kesan hedonik meliputi tanggapan pribadi yang menyangkut kesan senang atau tidak senang (Soekarto, 1985). Pada tabel two simple test digunakan tabel two tail test karena panelis yang melakukan pengujian masih panelis yang belum terlatih serta pengujian dilakukan secara dua arah karena panelis sama sekali masih belum mengetahui terletak dimana saja perbedaanperbedaan dari sampel yang diuji. Probability level pada tabel two tail test menggunakan taraf 0,5% dan 1% untuk meminimalisir kesalahan. Tidak menggunakan Probability level taraf 0,01% karena biasanya taraf 0,01% digunakan oleh medis yang memerlukan ketelitian tinggi. Pengujian aroma biasanya sulit untuk mendapatkan penetralnya. Namun beberapa aroma tertentu dapat dinetralkan dengan bahan-bahan tertentu yang memiliki aroma khas sehingga dapat menetralkan aroma-aroma yang mungkin tidak sedap. Contohnya adalah kopi. Kopi memiliki daya guna sebagai penetralisir aroma. Di internasional, kopi digunakan sebagai penetralisir bebauan yang tajam, seperti di toko parfum misalnya, parfum memiliki karakter wangi yang sangat tajam, sehingga pada saat konsumen ingin mencoba parfum yang lain, mereka di wajibkan menghirup aroma biji kopi, atau kopi bubuk. lalu setelah itu konsumen bisa menghirup parfum yang lain, tanpa terganggu oleh wangi parfum yang lain. Selain di toko parfum, bisa juga diletakan di dalam kendaraan sebagai penetralisir bau „apek‟, amis atau aroma buah yang tajam, cukup meletakan kopi bubuk diatas piring kecil lalu letakan di dalam mobil, diamkan 1 hari, sampai benar-benar hilang aroma tersebut. Jeruk purut merupakan tumbuhan perdu yang dimanfaatkan terutama buah dan daunnya sebagai bumbu penyedap
7
masakan. Biasanya digunakan sebagai penetral bau amis daging atau ikan untuk mencegah rasa mual dan sebagai pengharum masakan . Ada bermacam-macam metode pengujian organoleptik yang dapat digolongkan dalam beberapa kelompok. Metode pengujian yang populer adalah kelompok pengujian pembedaan (difference test) dan kelompok pengujian pemilihan (preference test), yang ternyata banyak digunakan dalam penelitian, analisis proses, dan penilaian hasil akhir. Uji pembedaan ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara sampel yang disajikan, baik dari warna, rasa, maupun aroma. Dalam pengujian triangle, panelis diminta untuk memilih salah satu sampel yang berbeda dari tiga sampel yang disajikan, sehingga dapat diketahui perbedaan sifat diantara ketiga sampel itu (Soekarto, 1985). Uji segitiga atau uji triangle ini digunakan untuk mendeteksi perbedaan yang kecil. Pengujian ini lebih banyak digunakan karena lebih peka dari pada uji pasangan. Dalam pengujian ini kepada masing-masing panelis disajikan secara acak tiga contoh berkode. Pengujian ketiga contoh itu biasanya dilakukan bersamaan tetapi dapat pula berturut-turut. Dua dari tiga contoh itu merupakan contoh yang sama, dan yang ketiga berlainan. Panelis diminta untuk 1 memilih satu dari tiga contoh yang berbeda dari dua lainnya. Dalam uji ini tidak menggunakan ataupun tidak disediakan contoh baku atau pembanding (Kartika, 1987). Uji triangle ini ada yang bersifat sederhana, artinya hanya untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara dua macam sampel, tetapi ada pula yang bersifat lebih terarah, yaitu untuk mengetahui sejauh mana perbedaan antara buah dua sampel yang disediakan. Pengujian pembedaan juga dapat digunakan untuk menilai pengaruh macam-macam perlakuan modifikasi proses atau bahan dalam pengolahan pangan bagi industri atau untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan atau persamaan antara dua produk dari komoditi yang sama. Salah satu contoh pengujian pembedaan adalah uji triangle yang lebih banyak digunakan karena lebih peka daripada uji pasangan. Hal inilah yang mendasari dilakukan acara praktikum uji triangle. Tujuan Percobaan Tujuan dari uji triangle ini adalah untuk menguji kemampuan fiso-psikologis panelis, khususnya
8
kemampuan membedakan. Selain itu digunakan untuk memilih atau menyeleksi panelis. Prinsip Percobaan Prinsip dari uji triangle adalah berdasarkan pada sensitivitas panelis dalam membedakan dua sampel dimana perbedaannya sangat kecil dan pengujian ini sifatnya lebih terarah. Aplikasi di Bidang Pangan Mula-mula metode ini dikembangkan untuk pengendalian mutu dan riset, selanjutnya uji triangle ini lebih banyak digunakan untuk seleksi panelis. Dalam uji triangle tidak ada contoh baku atau pembanding peluang acaknya adalah sebesar 33% sedangkan pada uji duo trio Salah satu dari dua contoh yang sama itu dicicip atau dikenali dulu dan dianggap sebagai contoh baku. Dan, panelis diminta untuk memilih satu diantara 2 contoh terakhir yang sama dengan contoh baku atau pembanding dan peluang acaknya 50% (Soekarto, 1985). Berdasarkan pengamatan pengujian triangle ini memiliki kelemahan yaitu tidak adanya sampel standar atau sampel baku sehingga kadang sulit memberikan penilaian. Sedangkan kelebihannya adalah panelis tidak perlu mengingat sampel standar karena memang tidak disediakan sampel standar, selai itu ketiga sampel ada disediakan bersamaan sehingga masih dapat diamati berulang-ulang serta memiliki ketelitian yang tinggi terhadap penilaian. Uji triangle di dalam industri pangan dapat digunakan untuk pengendalian mutu dan riset produk yang diproduksi dan dapat juga digunakan untuk seleksi panelis. Uji triangle termasuk ke dalam uji pembedaan. Uji cicip laboratoris dikenal berbagai uji cicip seperti misalnya uji cicip perbedaan yang terdiri atas uji pasangan, uji segi tiga, dan uji duotrio (Winarno, 2002). Pengujian pembedaan digunakan untuk menetapkan apakah ada perbedaan sifat sensorik atau organoleptik meskipun dalam pengujian dapat saja sejumlah contoh disajikan bersama tetapi untuk melaksanakan pembedaan selalu ada dua contoh yang dapat dipertentangkan (Soekarto, 1985). Macam-macam uji pembedaan diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Uji pasangan Uji pasangan (paired test) digunakan untuk membedakan suatu produk dengan produk lain dengan cara pembanding.Contoh disajikan dalam pasangan yang sama atau berbeda, dan panelis diminta untuk mencicipinya (Winarno, 2002). 2. Uji Triangle Uji segitiga digunakan untuk
9
mendeteksi perbedaan yang kecil. Pengujian ini lebih banyak digunakan karena lebih peka daripada uji pasangan. Didalam pelaksanaan uji segitiga, panelis diminta memilih satu diantara 3 contoh yang berbeda dengan yang lain. Karena contoh yang dinilai ada tiga maka peluang secara acak adalah 1/3 atau 33 1/3% (Soekarto, 1985). Uji segi tiga (triangle test) pada umumnya serupa dengan uji duo-trio, yaitu salah satu contoh berbeda dari dua yang lain, dan panelis diminta untuk menunjukkan mana yang berbeda (Winarno, 2002). Uji triangle ini ada yang bersifat sederhana, artinya hanya untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan dua macam sampel, tetapi ada yang sifatnya lebih terarah, untuk mengetahui sejauh mana perbedaan antara dua sampel tersebut. 3. Uji Duo-trio Uji ini sama halnya pada uji segitiga, tiap-tiap anggota panel disajikan 3 contoh, 2 contoh dari bahan yang sama dan contoh ketiga dari bahan yang lain. Bedanya adalah bahwa salah satu dari 2 contoh yang sama itu dicicip atau dikenali dulu dan dianggap sebagai contoh baku, sedangkan 2 contoh lainnya kemudian. Dalam penyuguhannya ketiga contoh itu dapat diberikan bersamaan. Atau contoh bakunya diberikan lebih dulu baru kemudian kedua contoh yang lain disuguhkan (Soekarto, 1985). Dalam pelaksanaan uji, panelis diminta untuk memilih satu diantara 2 contoh terakhir yang sama dengan contoh baku atau pembanding. Karena contoh yang dinilai ada dua maka peluang secara acak adalah ½ atau 50% (Soekarto, 1985). 4. Uji Pembanding Ganda (Dual standards) Uji ganda disebut juga dual standards. Bentuk pengujian pembanding ganda menyerupai uji duo-trio. Jika pada uji duo-trio digunakan satu contoh baku sebagai pembanding maka pada uji pembanding ganda digunakan dua contoh baku sebagai pembanding yaitu A dan B yang disajikan secara bersamaan sebelum contoh lainnya disajikan (Soekarto, 1985). 5. Uji Pembanding Jamak (Multiple Standards) Dalam uji pembanding jamak digunakan 3 atau lebih contoh pembanding. Contoh-contoh pembanding itu biasanya mempunyai kesamaan sifat atau berbeda kecil dalam kecil (Soekarto, 1985). Uji pembanding jamak tidak cocok untuk uji cicip karena terlalu banyak contoh disajikan sekaligus, tetapi baik untuk uji bau dan penglihatan atau warna (Soekarto, 1985). 6. Uji
10
Rangsangan Tunggal (Single Stimulus) Uji rangsangan tunggal disebut uji A dan bukan A. Mula-mula panelis diwajibkan mengenal dan menghafal suatu contoh baku A kemudian kadang-kadang perlu contoh lain (bukan A) juga disuguhkan. Proses pengenalan terhadap contoh baku lebih intensif daripada yang diperlukan untuk uji pasangan maupun uji duo-trio (Soekarto, 1985). 7. Uji Pasangan Jamak Uji ini mirip dengan uji rangsangan tunggal tetapi lebih sulit. Tugas panelis adalah mengelompokkan masing-masing contoh atau mensortasi ke dalam kelompok A atau bukan A. Dalam uji ini tidak ada contoh baku, tetapi sudah diketahui bahwa dalam contoh-contoh yang diuji hanya ada dua golongan (Soekarto, 1985). 8. Uji Tunggal atau Monadik Uji ini terutama diperuntukan bagi komoditi atau contoh yang mempunyai kesan kemudian (aftertaste) yang kuat. Pengujiannya dapat dilakukan dengan uji skor atau uji skala (Soekarto, 1985). Terlepas dari macamnya panel, maka panelis harus memenuhi beberapa persyaratan agar dapat berfungsi sebagai instrumen : a) Panelis harus mempunyai kepekaan (sensitivitas) yang normal dalam arti organ-organ pembauan dan perasaan bekerja normal. Sensitivitas ini diharapkan akan meningkat dengan suatu latihan ( b) Umur. Untuk dilatih menjadi seorang panelis semua orang yang menaruh perhatian dapat dipakai. Orang yang relatif muda umunya lebih sensitiv, sedang orang yanglebih tua konsentrasinya lebih baik dan relatif stabil dalam pengambilan kesimpula. c) Jenis kelamin. Pria dan wanita mempunyai kemampuan sama untuk melakukan pengujian. Sementara orang berpendapat wanita lebih sensitiv dibandingkan dengan pria. d) Kebiasaan merokok. Perokok dan bukan perokok keduanya dapat dipakai sebagai panelis meskipun perokok sering kurang sensitiv. Perokok harus berhenti merokok beberapa waktu sebelum melakukan pengujian e) Kondisi kesehatan. Orang yang menderita sakit terutama gangguan indera sebaiknya tidak diikutsertakan dalam pengujian. Namun demikian persyaratan diatas tidak akan ada hasilnya tanpa didukung oleh faktor-faktor lain berupa metode pengujian yang tepat, kondisi lingkungan, kondisi fisik dan mental panelis serta hal lain yang kesemuanya dapat menimbulkan “error”. Besarnya
11
rangsangan dapat diukur dengan satuan-satuan fisik yang lazim untuk mengukur fenomena fisik. Sebaliknya kesan atau tanggapan yang dihasilkan oleh rangsnagan mempunyai satuan fisik tetapi beberapa yang lain tidak dapat diukur dengan satuan fisik dan harus dinyatakan dalam dimensi psikologi. Beberapa dimensi dari tanggapan atau kesan yaitu (1)jenis kesan, (2) intensitas kesan, (3) luas daerah kesan, (4) lama kesan, (5) kesan hedonik (Soekarto, 1985). Jenis kesan yang dihasilkan dari rangsangan garam ialah asin. Buah pisang menghasilkan kesan warna kuning/ Satu benda perangsang, misalnya buah tomat dapat menghasilkan beberapa jenis kesan misalnya rasa asam, warna merah, halus pada permukaan buah (Soekarto, 1985). Intensitas kesan mencakup ringan atau beratnya kesan. Mencicip larutan garam 30% memberi intensitas rasa asin yang lebih tinggi dibandingkan dengan mencicip larutan garam 0,05% (Soekarto, 1985). Luas daerah kesan yang juga disebut sensation magnitude adalah kesadaran akan luasnya daerah yang terkena rangsangan. Misalnya menempelkan sebutir kristal garam di ujung lidah akan dirasakan satu daerah sempit di tempat butir kristal diletakkan. Sebaliknya berkumur dengan larutan garam akan dirasakan asin ditempat yang lebih luas, meskipun tidak di seluruh permukaan rongga mulut (Soekarto, 1985). Lama kesan berbeda-beda tergantung pada jenis rangsangan dan jennis indera. Kesan dapat tertinggal lama dirasakan oleh indera, tetapiu dapat juga sebentar. Rasa pahit dapat lama dirasakan oleh pangkal lidah sebaliknya rasa manis akan cepat hilang segera setelah benda perangsangnya hilang. Kesan yang lama tertinggal disebut kesan kemudian atau aftertaste (Soekarto, 1985). Kesan hedonik meliputi tanggapan pribadi yang menyangkut kesan senang atau tidak senang. Pada tabel two simple test digunakan tabel two tail test karena Uji Triangle panelis yang melakukan pengujian masih panelis yang belum terlatih serta pengujian dilakukan secara dua arah karena panelis sama sekali masih belum mengetahui terletak dimana saja perbedaan-perbedaan dari sampel yang diuji. Macam – macam Pengujian Organoleptik
12
Cara-cara pengujian organoleptik dapat digolongkan dalam beberapa kelompok: Kelompok Pengujian Pembedaan (Defferent Test) Kelompok Pengujian Pemilihan/Penerimaan (Preference Test/Acceptance Test) Kelompok Pengujian Skalar Kelompok Pengujian Diskripsi Kelompok uji pembedaan dan uji pemilihan : banyak digunakan dalam penelitian analisa proses dan penilaian hasil akhir. Kelompok uji skalar dan uji diskripsi : banyak digunakan dalam pengawasan mutu (Quality Control). Hal penting dalam uji pemilihan dan uji skalar : diperlukan sampel pembanding. Yang perlu diperhatikan bahwa yang terutama dijadikan faktor pembanding adalah satu atau lebih sifat sensorik dari bahan pembanding itu. Jadi sifat lain yang tidak dijadikan faktor pembanding harus diusahakan sama dengan contoh yang diujikan. Biasanya yang digunakan sebagai sampel pembanding adalah komoditi baku, komoditi yang sudah dipasarkan, atau bahan yang telah diketahui sifatnya. 1) Pengujian Pembedaan (Defferent Test) Pengujian pembedaan digunakan untuk menetapkan apakah ada perbedaan sifat sensorik atau organoleptik antara dua sampel. Meskipun dapat saja disajikan sejumlah sampel, tetapi selalu ada dua sampel yang dipertentangkan. Uji ini juga dipergunakan untuk menilai pengaruh beberapa macam perlakuan modifikasi proses atau bahan dalam pengolahan pangan suatu industri, atau untuk mengetahui adanya perbedaan atau persamaan antara dua produk dari komoditi yang sama. Jadi agar efektif sifat atau kriteria yang diujikan harus jelas dan dipahami panelis. Keandalan (reliabilitas) dari uji pembedaan ini tergantung dari pengenalan sifat mutu yang diinginkan, tingkat latihan panelis dan kepekaan masing-masing panelis. Pengujian pembedaan ini meliputi : a) Uji pasangan (Paired comparison atau Dual comparation) b) Uji segitiga (Triangle test) c) Uji Duo-Trio d) Uji pembanding ganda (Dual Standard)
13
e) Uji pembanding jamak (Multiple Standard) f) Uji Rangsangan Tunggal (Single Stimulus) g) Uji Pasangan Jamak (Multiple Pairs) h) Uji Tunggal 2) Pengujian Pemilihan/Penerimaan (Preference Test/Acceptance Test) Uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau qualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Pada uji ini panelis mengemukakan tanggapan pribadi yaitu kesan yang berhubungan dengan kesukaan atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat sensoris atau qualitas yang dinilai. Uji penerimaan lebih subyektif dari uji pembedaan. Tujuan uji penerimaan ini untuk mengetahui apakah suatu komoditi atau sifat sensorik tertentu dapat diterima oleh masyarakat. Uji ini tidak dapat untuk meramalkan penerimaan dalam pemasaran. Hasil uji yang menyakinkan tidak menjamin komoditi tersebut dengan sendirinya mudah dipasarkan. Uji penerimaan ini meliputi : a) Uji kesukaan atau uji hedonik : pada uji ini panelis mengemukakan tanggapan pribadi suka atau tidak suka, disamping itu juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat kesukaan disebut juga skala hedonik. Skala hedonik ditransformasi ke dalam skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik tersebut dapat dilakukan analisa statistik. b) Uji mutu hedonik : pada uji ini panelis menyatakan kesan pribadi tentang baik atau buruk (kesan mutu hedonik). Kesan mutu hedonik lebih spesifik dari kesan suka atau tidak suka, dan dapat bersifat lebih umum 3) Pengujian Skalar Pada uji skalar penelis diminta menyatakan besaran kesan yang diperolehnya. Besaran ini dapat dinyatakan dalam bentuk besaran skalar atau dalam bentuk skala numerik. Besaran skalar digambarkan dalam: pertama, bentuk garis lurus berarah dengan pembagian skala dengan jarak yang sama. Kedua, pita skalar yaitu dengan degradasi yang mengarah (seperti contoh degradasi warna dari sangat putih sampai hitam). Pengujian skalar ini meliputi :
14
a) Uji skalar garis b) Uji Skor (Pemberian skor atau Scoring) c) Uji perbandingan pasangan (Paired Comparation) Prinsip uji ini hampir menyerupai uji pasangan. Perbedaannya adalah pada uji pasangan pertanyaannya ada atau tidak adanya perbedaan. Sedang pada uji perbandingan pasangan, pertanyaanya selain ada atau tidak adanya perbedaan, ditambah mana yang lebih, dan dilanjutkan dengan tingkat lebihnya. d) Uji perbandingan jamak (Multiple Comparision) : prinsipnya hampir sama dengan uji perbandingan pasangan. Perbedaannya pada uji perbandingan pasangan hanya dua sampel yang disajikan, tetapi pada uji perbandingan jamak tiga atau lebih sampel disajikan secara bersamaan. Pada uji ini panelis diminta memberikan skor berdasarkan skala kelebihannya, yaitu lebih baik atau lebih buruk. e) Uji penjenjangan (uji pengurutan atau Ranking) : uji penjenjangan jauh berbeda dengan uji skor. Dalam uji ini komoditi diurutkan atau diberi nomor urutan, urutan pertama selalu menyatakan yang paling tinggi. Data penjenjangan tidak dapat diperlakukan sebagai nilai besaran, sehingga tidak dapat dianalisa statistik lebih lanjut, tetapi masih mungkin dibuat reratanya. 4) Pengujian Diskripsi Pengujian-pengujian sebelumnya penilaian sensorik didasarkan pada satu sifat sensorik, sehingga disebut “penilaian satu demensi”. Pengujian ini merupakan penilaian sensorik yang didasarkan pada sifat-sifat sensorik yang lebih kompleks atau yang meliputi banyak sifat-sifat sensorik, karena mutu suatu komoditi umumnya ditentukan oleh beberapa sifat sensorik. Pada uji ini banyak sifat sensorik dinilai dan dianalisa sebagai keseluruhan sehingga dapat menyusun mutu sensorik secara keseluruhan. Sifat sensorik yang dipilih sebagai pengukur mutu adalah yang paling peka terhadap perubahan mutu dan yang paling relevan terhadap mutu. Sifat-sifat sensorik mutu tersebut termasuk dalam atribut mutu. Uji Rangsangan Tunggal Uji rangsangan tunggal adalah salah satu metode uji pembeda dimana panelis disediakan satu standar baku dan dua atau lebih
15
sampel uji yang digunakan untuk penggolongan suatu contoh dengan contoh lainnya. Uji rangsangan tunggal merupakan metode uji pembeda dengan pembanding. Uji pembeda dengan pembanding diperlukan untuk tujuan untuk mengukur atau menilai pengaruh perlakuan. Pada uji rangsangan tunggal, panelis disediakan tiga contoh uji dan satu contoh pembanding. Ketiga contoh uji yang disajikan berdasarkan rasa, warna, dan aroma dibandingkan dengan satu contoh pembanding, kemudian panelis memberikan penilaian berdasarkan sifat inderawi terhadap contoh uji apakah terdapat perbedaan atau tidak dengan contoh pembanding. Uji pasangan jamak atau diseebut juga Uji Multiple Pairs adalah uji yang serupa dengan uji rangsangan tunggal dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi, apabila pada uji rangsangan tunggal digunakan satu buah contoh baku, maka pada uji pasangan jamak digunakan dua kelompok contoh yang harus dipisahkan atau dinilai apakah termasuk contoh kelompok A atau dinilai bukan kelompok A. Uji kesukaan juga disebut uji hedonik. Panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Disamping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat – tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal “ suka “ dapat mempunyai skala hedonik seperti : amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka. Sebaliknya jika tanggapan itu “ tidak suka “ dapat mempunyai skala hedonik seperti suka dan agak suka, terdapat tanggapannya yang disebut sebagai netral, yaitu bukan suka tetapi juga bukan tidak suka (neither like nor dislike). Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala yang ikehendakinya. Skala hedonik dapat juga diubah menjadi skala numerik dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik ini dapat dilakukan analisis secara statistik. Penggunaan skala hedonik pada prakteknya dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan. Sehingga uji hedonic sering digunakan untuk menilai secara organoleptik terhadap komoditas sejenis
16
atau produk pengembangan. Uji hedonik banyak digunakan untuk menilai produk akhir. Penilaian dalam uji hedonic ini bersifat spontan.Ini berarti paneliti diminta untuk menilai suatu produk secara langsung saat itu juga pada saat mencoba tanpa membandingkannya dengan produk sebelum atau sesudahnya. Uji mutu hedonik Berbeda dengan uji kesukaan uji mutu hedonik tidak menyatakan suka atau tidak suka melainkan menyatakan kesan tentang baik atau buruk. Kesan baik – buruk ini disebut kesan mutu hedonik. Karena itu beberapa ahli memasukkan uji mutu hedonik kedalam uji hedonik. Kesan mutu hedonik lebih spesifik dari pada sekedar kesan suka atau tidak suka. Mutu hedonik dapat bersifat umum, yaitu baik atau buruk dan bersifat spesifik seperti empuk / keras untuk daging, pulen – keras untuk nasi, renyah, liat untuk mentimun. Rentangan skala hedonik berkisar dari ektrim baik sampai ke ektrim jelek. Skala hedonik pada uji mutu hedonik sesuai dengan tingkat mutu hedonik. Jumlah tingkat skala juga bervariasi tergantung dari rentangan mutu yang diinginkan dan sensitivitas antar skala. Skala hedonik untuk uji mutu hedonik dapat berarah satu dan berarah dua. Seperti halnya pada uji kesukaan pada uji mutu hedonik, data penilaiaan dapat ditransformasi dalam skalanumerik dan selanjutnya dapat dianalisis statistik untuk interprestasinya. Dalam industri pangan uji ranking dapat digunakan untuk mengurutkan nilai mutu suatu produk sehingga dapat dipakai dalam mengelompokan mutu suatu produk. Selain itu uji ranking juga dapat digunakn sebagai memilih yang terbaik dan menghilangkan yang terjelek, sehingga dapat digunakan untuk mendapatkan produk yang baik dan dapat diterima oleh konsumen. E.Referensi Soewarno T. S. 1985. Penilaian Organoleptik. PT. Bhratara Karya Aksara. Jakarta
17