Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 75 - 86
TEKNIK PENGINDRAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH DENGAN METODE TIDAK LANGSUNG DI KABUPATEN KUNINGAN (REMOTE SENSING TECHNIQUE AND GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM FOR MAPPING MOVEMENT SUSCEPTIBILITY ZONES WITH INDIRECT METHOD AT KUNINGAN REGENCY) Yunarto Pusat Penelitian Geoteknologi, Kompleks LIPI, Jalan Sangkuriang Bandung 40135, Pos-el :
[email protected] (Diterima 06 Juni 2012; Disetujui 01 Agustus 2012)
ABSTRAK Kabupaten Kuningan merupakan kawasan yang berada pada jalur pegunungan Jawa bagian tengah dengan tataan geologi dan kemiringan lereng yang sangat bervariasi. Peristiwa longsor sering terjadi di wilayah ini dengan korban jiwa dan kerugian materi yang cukup besar. Teknik pengindraan jauh dan sistem informasi geografis diaplikasikan untuk memetakan zona kerentanan gerakan tanah melalui pendekatan statistik. Penelitian melalui survei lapangan dalam upaya menginventarisasi/mengidentifikasi daerah rawan longsor akan banyak mengalami kendala, di antaranya diperlukan waktu yang lama dan sering menghadapi medan yang berat. Oleh karena itu, penggunaan teknologi pengindraan jauh sangat membantu dalam mengindentifikasi zona rentan terhadap gerakan tanah. Interpretasi citra landsat dan DEM serta deliniasi penampakan daerah rawan bencana gerakan tanah termasuk daerah yang pernah terjadi bencana longsor dilakukan untuk mendapatkan peta sebaran gerakan tanah. Analisis tumpang tindih hasil interpretasi dan deliniasi melibatkan parameter peta geologi, kemiringan lereng, dan tata guna lahan menggunakan perangkat sistem informasi geografis. Penentuan tingkat kerapatan dan bobot masing-masing parameter tematik tersebut menggunakan perhitungan statistik. Penjumlahan bobot semua parameter menghasilkan total bobot yang digunakan untuk pemetaan zonasi kerentanan gerakan tanah. Zonasi kerentanan gerakan tanah dapat dikelompokkan dalam kelas sangat rendah, rendah, menengah, dan tinggi. Hasil uji beda U-test antara peta hasil analisis statistik dan peta referensi sebagai pembanding, menunjukkan kedua peta ini hasilnya tidak berbeda. Dengan demikian metode ini sangat potensial digunakan untuk menganalisis kerentanan gerakan tanah pada daerah lainnya yang memiliki karakteristik yang sama, terutama sangat efektif untuk wilayah-wilayah yang sulit dijangkau, seperti daerah pegunungan dan hutan lindung. Kata Kunci : kerentanan gerakan tanah, citra landsat, SIG, statistik, peta zona kerentanan
ABSTRACT Kuningan regency is an area located on the mountain trails of central Java with various geological setting and slope steepness. Landslides often occur in this region causing substantial loss of lives and properties. Remote sensing techniques and a geographic information system to map the land movement susceptibility zones was applied by using a statistical approach. Researches by ground surveys in an effort to identify landslide prone areas often experience many problems such as long working time and often come accross tough field conditions. Therefore, the use of remote sensing technology is very helpful in identifying the land movement susceptible areas. Landsat imagery and DEM as well as delineated the appearance of ground motion hazard areas, including areas where landslides have occurred, was interpeted to get a land movement distribution map. Overlaying analysis was conducted on the geographic information system, and involved the land movement distribution map and other thematic parameters: geology, slope, and land use. Densities and weights of each thematic parameters were calculated using the statistical method. The total weight of all parameters was then used to create land movement susceptibility zones. They were grouped into four zones: very low, low, medium and high. U-difference test results comparing the map resulted from this research and a published map as a reference show that they were not different. Thus, the method used in this paper is quite potential to use for mapping land movement susceptibility zones in other regions that have similar characteristics, and is particualrly effective for areas that are difficult to reach such as mountains and forests. Keywords : Vulnerability of ground motion, Landsat imagery, GIS, statistics, susceptibility map
75
Teknik Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Zona Kerentanan Gerakan Tanah Dengan Metoda Tidak Langsung Di Wilayah Kabupaten Kuningan (Yunarto)
PENDAHULUAN Dua dasawarsa terakhir pembangunan di Jawa Barat bagian timur termasuk di dalamnya wilayah Kabupaten Kuningan berkembang dengan pesat. Wilayah ini dijadikan salah satu prioritas utama dalam program pembangunan untuk membuka isolasi dan menggali potensi sumber daya alam di daerah tersebut. Berdasarkan peta zona kerentanan gerakan tanah Provinsi Jawa Barat yang diterbitkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) skala 1: 500.000 tahun 2009, daerah ini dikategorikan sebagai zona gerakan tanah menengah dan tinggi. Geomorfologi wilayah Kabupaten Kuningan terutama pada lereng Gunung Ciremai, wilayah barat bagian selatan hingga ke selatan bagian timur sangat berpotensi untuk terjadi tanah longsor. Hal ini dapat dibuktikan dengan peristiwa longsor yang sering terjadi pada musim hujan dengan korban jiwa dan kerugian yang cukup besar (Sugiyanto, 1992; Djadja dan Surono, 2002; Djadja, 2004). Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan dengan perencanaan yang baik untuk mengeleminasi kerugian yang timbul akibat bencana tersebut. Penelitian melalui survei lapangan dalam upaya mengidentifikasi daerah rawan longsor akan banyak mengalami kendala, di antaranya memerlukan waktu yang lama dan sering menghadapi medan yang berat. Selain itu, informasi yang disediakan pada pengamatan lapangan ini hanya berbasis pengamatan titik. Kelemahan analisis spasial adalah bila pembentukan suatu fitur dari bentuk-bentuk permukaan berbasis pada titik, maka akan lebih sering menghasilkan ketidakpastian yang cukup tinggi. Hal ini karena tidak adanya acuan tentang bentuk permukaan bumi yang sebenarnya. Saat ini kehadiran citra satelit dengan berbagai kelebihannya mampu mengatasi ketidakpastian tersebut karena setiap titik yang membentuk suatu fitur permukaan dapat diukur (Jaya, 2005). Kelebihan pemanfaatan citra satelit adalah kemampuan mencakup areal secara berulang dalam periode waktu yang singkat, mempunyai cakupan luasan yang besar, resolusi spasial yang relatif tinggi (0,6 m ~ 10 m) dan rentang spektral yang tinggi telah menjadikannya sebagai sumber informasi yang andal (Jaya, 2005). Saat ini kehadiran citra Landsat dan DEM SRTM 30m serta citra satelit lainnya seperti ALOS, IKONOS, SPOT 5 dan Quickbird yang memiliki resolusi spasial relatif tinggi, telah banyak dimanfaatkan di berbagai bidang kajian.
76
Faktor-faktor penyebab gerakan tanah seperti tataan geologi, kemiringan lereng, dan sebaran vegetasi di identifikasi. Teknik pengindraan jauh digunakan untuk menentukan zonasi daerah rentan terhadap gerakan tanah, terutama untuk melakukan pengamatan daerah-daerah yang sulit dijangkau. Pada citra satelit dan DEM SRTM 30m, penampakan gejala gerakan tanah diperlihatkan oleh bentuknya yang khas seperti bentuk tapal kuda, gawir terjal, pola rekahan sejajar dengan tebing longsor, kelembapan tanah di lereng bawah tebing, undak topografi di sepanjang tebing sungai, dan sebagainya. Meskipun jenis longsoran tidak selalu dapat dikenali pada citra, perkiraan awal masih dapat diperkirakan dari bentuk produk longsoran tersebut yang memperlihatkan penampakan dari bentuk gerakan tanah pada citra satelit (Noor, 2005). Tulisan ini mengungkapkan metode pemetaan zona kerentanan gerakan tanah secara tidak langsung melalui pendekatan teknik pengindraan jauh dan SIG (Soemarmo, 2009)untuk memetakan zona kerentanan pada daerah yang sulit dijangkau. Hasil yang diperoleh diuji tingkat kemiripannya dengan peta zona kerentanan terbitan PVMBG sebagai referensi, yaitu peta zona kerentanan gerakan tanah Kabupaten Tasikmalaya tahun 2004. Studi kasus untuk menerapkan metode ini dilakukan di kawasan Kuningan, Provinsi Jawa Barat.
LOKASI PENELITIAN Kawasan Kuningan merupakan salah satu daerah di Provinsi Jawa Barat yang mempunyai tingkat kerawanan atau kerentanan kejadian longsor yang tinggi (Ishak, 2011). Kawasan ini mempunyai aspek strategis secara geografis karena merupakan kawasan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Ciamis dan Provinsi Jawa Tengah (Soebowo drr. 2002). Secara fisiografis daerah Kuningan termasuk dalam zona bagian tengah pulau Jawa yang bergunung api di bagian utara dan bagian dari sesar Baribis di bagian selatan. Morfologi daerah ini dibagi menjadi tiga satuan, yaitu morfologi yang dibentuk oleh tubuh gunung api Ciremai. Pelamparannya meliputi wilayah Kuningan bagian utara dan tengah (lereng timur Gunung Ciremai). Morfologi ini dibentuk oleh lava, lahar, dan terdapat batuan piroklastika lainnya seperti breksi dan tufa. Kemudian morfologi yang dibentuk oleh batuan sedimen terlipat kuat dijumpai di bagian selatan dan timur Kabupaten Kuningan. Batuan penyusunnya terdiri atas atas batuan sedimen berupa breksi, lava dan batuan sedimen halus berupa selang seling antara batulempung, batulanau, dan batupasir.
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 75 - 86
Morfologi ini juga topografinya cukup menonjol dan kontras dibanding dengan morfologi lainnya. Sementara morfologi dataran dijumpai pada waduk Darma dan di Kuningan bagian timur yang termasuk Kecamatan Cibingbin. Kondisi kemiringan lereng bervariasi dari landai hingga terjal. Kondisi ini menjadikan sebagian besar kawasan Kuningan rawan longsor. Hal ini ditunjukkan bahwa hampir setiap musim penghujan dengan curah hujan di atas 100 mm/hari, terjadi tanah longsor (Tohari drr. 2006). Risiko bahaya gerakan tanah pada beberapa tahun terakhir semakin meningkat seiring dengan pesatnya laju pertambahan penduduk, pembangunan pemukiman, dan infrastruktur di kawasan perbukitan dan juga perubahan iklim global yang menyebabkan anomali cuaca yang sulit diprediksi (Daryono drr., 2007).
METODOLOGI Metode dan data Menurut Standar Nasional Indonesia 13-7124-2005 BSN, 2005), penyusunan peta zona kerentanan
Peta kemiringan
Peta gerakan tanah
Overlay dan hitung kerapatan dan bobot Bobot Peta kemiringan lereng
gerakan tanah dapat dilakukan dengan metode tidak langsung (Gambar 1), metode langsung, atau gabungan. Dalam penelitian ini, penulis menyusun peta zona kerentanan gerakan tanah dengan menggunakan metode tidak langsung, menggunakan peta parameter (geologi, kemiringan lereng, tata guna lahan) ditumpang-tindihkan dengan peta sebaran gerakan tanah hasil interpretasi citra. Selanjutnya dilakukan perhitungan menggunakan data satuan geologi, kelas kemiringan lereng, dan unit tata guna lahan yang berpengaruh terhadap kejadian gerakan tanah. Pada prosesnya, penyusunan peta ini didasarkan atas perhitungan kerapatan (density) gerakan tanah dan nilai bobot (weight value) dari setiap satuan geologi, kelas kemiringan lereng, dan unit tata guna lahan (pada setiap peta parameter). Nilai bobot yang diperoleh dijumlahkan dan kemudian dikelompokan menjadi empat kelas dengan menggunakan batas atas untuk tiap kelas, yaitu zona kerentanan gerakan tanah sangat rendah, zona kerentanan gerakan tanah rendah, zona kerentanan gerakan tanah menengah, dan zona kerentanan gerakan tanah tinggi.
Peta geologi
Overlay dan hitung kerapatan dan bobot Bobot peta geologi
Peta tata guna lahan
Overlay dan hitung kerapatan dan bobot
Bobot peta tata
Penjumlahan bobot
Zona kerentanan gerakan tanah
Gambar 1. Diagram alir pembentukan peta zona kerentanan gerakan tanah.
77
Teknik Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Zona Kerentanan Gerakan Tanah Dengan Metoda Tidak Langsung Di Wilayah Kabupaten Kuningan (Yunarto)
Penghitungan kerapatan dan bobot dilakukan dengan rumus : Luas gerakan tanah (pada unit/klas/tipe) Jumlah luas (unit/klas/tipe)
Nilai kerapatan (unit/klas/tipe) =
........................................................... (1)
dan Luas gerakan tanah (pada unit/klas/tipe) Luas seluruh gerakan tanah pada peta ....... (2) Nilai bobot (unit/klas/tipe) = − Jumlah luas (unit/klas/tipe)
Untuk menyusun peta zona kerentanan gerakan tanah dengan cara statistik, beberapa data sebagai berikut digunakan: - Citra Landsat tahun 1999 wilayah Kabupaten Kuningan dan DEM SRTM 30m; -
Peta geologi merupakan gabungan peta geologi skala 1:100.000 lembar Cirebon (Silitonga, drr., 1996), Majenang (Kastowo dan Sumarna, 1996), Arjawinangun (Djuri, 1995) dan Tasikmalaya (Budhitrisna, 1986);
- Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) wilayah Kabupaten Kuningan skala 1:25.000;
-
Peta tata guna lahan skala 1:25.000 dari BAKOSURTANAL yang diklasifikasikan dalam enam kelas, yaitu pemukiman, pesawahan, tegalan, semak / belukar, perkebunan, dan hutan;
- Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Kabupaten Tasikmalaya (PVMBG, 2004). Selain peta-peta tersebut di atas, diperlukan pula peta sebaran gerakan tanah dan peta kemiringan lereng. Peta sebaran gerakan tanah merupakan salah satu parameter penting dalam penyusunan peta zona gerakan tanah. Peta ini umumnya dihasilkan dari hasil pemetaan (pengukuran) langsung di lapangan yang dibagi dalam dua wilayah, yaitu wilayah yang mempunyai gerakan tanah dan wilayah yang tidak mempunyai gerakan tanah (Djadja, 1999). Dalam pembentukan peta sebaran gerakan tanah, pendekatan interpretasi visual citra Landsat yang diintegrasikan dengan DEM STRM 30m dilalukan untuk memetakan sebaran longsoran, dan tidak dilakukan pengukuran atau pemetaan di lapangan. Citra sebelum diinterpretasi diolah menggunakan perangkat lunak ER Mapper. Algoritma digunakan untuk memproses citra secara digital, yaitu menggabungkan data (tiga band) pada dalam citra gabungan dengan menggunakan kanal cahaya merah, hijau, dan biru (RGB) yang menghasilkan citra komposit (color composite image).
78
Luas seluruh daerah peta
Komposit band 4,5,7 citra Landsat digunakan, kemudian dilakukan proses meningkatkan kontras warna dan cahaya. Dengan kata lain, proses ini memperbaiki tampilan citra dengan memaksimumkan kontras antara pencahayaan dan penggelapan atau menaikkan dan merendahkan nilai data (digital number) suatu citra. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam proses interpretasi dan analisis citra. Pada citra Landsat dan DEM SRTM 30m, penampakan daerah longsor berupa torehan-torehan pada perbukitan membentuk alur-alur ke arah lembah. Torehan tersebut menyerupai bentuk tapal kuda dengan arah longsoran ke arah lembah yang lebih dalam. Di samping itu penampakan longsor dapat dicirikan oleh bentuk gawir yang terjal, pola rekahan sejajar dengan tebing longsor dan kelembapan tanah di lereng bawah tebing. Bentuk longsoran tersebut dideliniasi secara visual baik gawir longsor, arah longsor, pola rekahan, dan bidang gelincir (sliding plane), maupun areal longsor, dan akhirnya membentuk peta sebaran longsoran. Peta sebaran gerakan tanah hasil interpretasi citra diintegrasikan dengan sebaran lokasi longsor yang bersumber dari PVMBG dan peta rupa bumi (topografi) yang diterbitkan oleh BAKOSURTANAL untuk proses koreksi atau validasi terhadap peta sebaran gerakan tanah tersebut. Peta kemiringan lereng dibuat berbasis peta topografi skala 1:25.000 yang diinterpolasi menggunakan Vertical Mapper, sebagai salah satu perangkat lunak pembentuk kemiringan lereng dengan metode grid Triangulation, yang kemudian dibentuk kemiringan lerengnya dan dikelompokkan dalam enam satuan kelas berdasarkan klasifikasi Nichols and Edmunson (1975) yang diacu dalam BSN 2005 yaitu: datar 0-3o (0-5%), landai 3o-9o (5-15%), agak terjal 9o-17o (1530%), terjal 17o-27o (30 - 50%), sangat terjal 27o-36o (50-70%), tegak 36o- 90o (> 70%). Hasil proses analisis selanjutnya disimpan dalam bentuk raster (ukuran 160x160m) yang dapat dikonversi ke dalam betuk vektor.
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 75 - 86
Tahapan dan prosedur perhitungan untuk menganalisis zona kerentanan gerakan tanah dengan metode tidak langsung (BSN, 2005), adalah sebagai berikut: - Tumpang-tindih peta parameter (litologi, kemiringan lereng, tata guna lahan) dan peta sebaran gerakan tanah. - Penghitungan luas daerah yang terkena gerakan tanah dan luas seluruhnya untuk mendapatkan tingkat kerapatan gerakan tanah pada seluruh daerah peta, dan kerapatan gerakan tanah pada setiap unit/kelas/tipe. - Penentuan nilai bobot pada setiap kelas unit/ kelas/tipe. - Pemberian nomor (urutan) nilai bobot pada setiap peta parameter. - Pembuatan tabel klasifikasi untuk mengklasifikasi ulang nilai bobot berdasarkan parameter. - Penjumlahan semua nilai bobot dari setiap peta parameter. - Pengklasifikasian angka - angka hasil penjumlahan nilai bobot antara batas atas dan bawah menjadi empat zona, yaitu zona kerentanan gerakanan tanah sangat rendah, rendah, menengah, dan tinggi. Uji validitas Penyusunan zona kerentanan gerakan tanah dengan metode tak langsung perlu diuji secara statistik untuk mengukur validitas atau tingkat keyakinan hasil yang diperoleh dari metode ini. Untuk pembanding digunakan peta zona kerentanan gerakan tanah yang diterbitkan PVMBG sebagai peta referensi. Tipe data kedua peta adalah kategoris (skala ordinal), yaitu merupakan kelasifikasi zona kerentanan gerakan tanah. Untuk kelas kerentanan sangat rendah diberi skor 1, rendah skor 2, menengah skor 3 dan tinggi skor 4. Uji beda Mann Whiteney U Test dan uji assosiatif nonparametrik digunakan pada kedua peta tersebut dengan menggunakan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS).(Martono, 2010) Uji Mann Whiteney U Test atau sering disebut U test digunakan untuk menguji komparatif antara peta yang dihasilkan dengan metode statistik terhadap peta referensi. Proses mengambil keputusan dimulai dengan Hipotesis Ho : tidak ada perbedaan peta zona kerentanan cara statistik dan referensi. H1: ada perbedaan peta zona kerentanan cara statistik dan referensi. Dasar pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan membandingkan angka Zhitung dengan Ztabel atau melihat nilai probabilitas. Nilai Z dihitung bila percontoh kedua
data yang dibandingkan masing-masing lebih dari 10 dan dikategorikan percontoh besar (Ghozali, 2006). Ho diterima bila nilai Zhitung < Ztabel atau probabilitas > 0,05. Sebaliknya Ho ditolak bila nilai Zhitung > Ztabel atau probabilitas < 0,05. Kedua data berskala ordinal dan banyak mengandung angka yang sama (ties), seperti longsor yang terjadi di zona menengah pada peta cara statistik skor 3 dengan longsor di zona menengah pada peta referensi skor 3. Jika banyak pasangan data yang berisi angka sama (ties), maka uji asosiatif dengan menggunakan rank Spearman dan rank Kedall kurang efektif (Santoso, 2012). Oleh karena itu, data ditampilkan dalam bentuk tabel silang (tabel kontingensi), sehingga tidak memungkinkan perhitungan dengan menggunakan korelasi Spearman atau yang lainnya. Untuk itu dipilih korelasi Gamma (G) dan Somers’d. Uji Gamma digunakan untuk mengukur hubungan dua variabel ordinal yang setara, dalam arti tidak ada variabel yang bergantung pada variabel lainnya. Sementara uji Somers’d mengukur sebuah variabel yang setara atau ada variabel yang bergantung pada variabel lainnya (Santoso, 2012).
HASIL DAN ANALISIS Hasil analisis hubungan antara sebaran gerakan tanah terhadap parameter geologi, kemiringan lereng, dan penggunaan lahan berupa nilai bobot untuk masing-masing parameter dapat dilihat pada Tabel 1, 2 dan 3. Hasil analisis tersebut secara umum dijelaskan sebaga berikut: Hubungan antara Sebaran Gerakan Tanah dengan Geologi Hubungan antara kerapatan dan bobot gerakan tanah tiap unit batuan diperlihatkan oleh Tabel 1. Nilai bobot geologi terhadap gerakan tanah berkisar antara -0,155 s/d 0,768. Formasi Tapak (Tpt) dan Formasi Kumbang (Tmpk) mempunyai bobot gerakan tanah paling tinggi. Anggota Gunung Hurip, Formasi Halang (Tmhg), unit batuan formasi Ciherang (Tpch), Hasil Gunung Api Tua-Lava (Qvl), dan Hasil Gunung Api Tua (QTvd) mempunyai bobot menengah. Sementara unit batuan Hasil Gunung Api Muda-Lava (Qyl), Formasi Pemali (Tmp), Formasi Halang (Tmph), Formasi Gintung (Qpg), dan Hasil Gunung Api Tua (QTvb) mempunyai bobot gerakan tanah rendah. Sementara unit batuan Formasi Rambatan (Tmr), Formasi Lawak (Tml), Formasi Kaliwangu (Pk), Formasi Kalibiuk (Tpb), Cijolang (Tpcl), Andesit horenblenda (a), dan basal piroksen (b). Hasil Gunung Api Muda Ciremai (Qvr), Anggota Lebakwangi Formasi Halang (Tmphl), Endapan Lahar Cipedak (Qlc), dan Endapan Aluvium (Qa) mempunyai bobot sangat rendah.
79
Teknik Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Zona Kerentanan Gerakan Tanah Dengan Metoda Tidak Langsung Di Wilayah Kabupaten Kuningan (Yunarto) Tabel 1. Kerapatan dan Nilai Bobot Gerakan Tanah Pada Tiap Satuan Batuan.
Litologi
Formasi
Luas (Km2)
Luas Gerakan Tingkat Tanah (km2) Kerapatan
Bobot
Tpt
Formasi Tapak
2,245
2,072
0,923
0,768
Pk
Formasi Kaliwangu
0,688
0,000
0,000
-0,155
Tpb
Formasi Kalibiuk
0,001
0,000
0,000
-0,155
Tmr
Formasi Rambatan
0,396
0,003
0,007
-0,148
Tpcl
Formasi Cijolang
0,293
0,000
0,000
-0,155
Qyu
Hasil Gunung Api Muda Tak Teruraikan
0,076
0,000
0,000
-0,155
Tmr
Formasi Rambatan
0,811
0,000
0,000
-0,155
Qyl
Hasil Gunung Api Muda-Lava
45,868
1,768
0,039
-0,117
Tpch
Formasi Ciherang
14,510
5,314
0,366
0,211
Tmpk
Formasi Kumbang
34,148
23,156
0,678
0,523
Qvr
Hasil Gunung Api Muda Ciremai
1,777
0,000
0,000
-0,155
Tmphl
Anggota Lebakwangi Formasi Halang
12,374
0,000
0,000
-0,155
Qvl
Hasil Gunung Api Tua-Lava
16,911
4,624
0,273
0,118
Tml
Formasi Lawak
2,090
0,007
0,003
-0,152
Qlc
Endapan Lahar Cipedak
2,756
0,000
0,000
-0,155
Tmhg
Anggota Gunung Hurip, Formasi Halang
133,458
64,815
0,486
0,331
Tmp
Formasi Pemali
58,100
2,045
0,035
-0,120
Qa
Endapan Aluvial
39,230
0,000
0,000
-0,155
Tmph
Formasi Halang
352,666
49,074
0,139
-0,016
Qpg
Formasi Gintung
47,986
1,295
0,027
-0,128
QTvd
Hasil Gunung Api Tua
87,961
21,695
0,247
0,091
QTvb
Hasil Gunung Api Tua
340,188
13,746
0,040
-0,115
Hubungan antara Sebaran Gerakan Tanah dengan Kemiringan Lereng Tabel 2 memperlihatkan bobot gerakan tanah pada tiap kelas lereng berkisar antara -0,14 s/d 0,66. Kelas kemiringan lereng 50 s/d 70% dan > 70%,
80
mempunyai rasio gerakan tanah paling tinggi, kemiringan 15-30% dan 30-50% mempunyai rasio gerakan tanah menengah, dan kemiringan lainnya mempunyai rasio gerakan tanah rendah sampai sangat rendah.
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 75 - 86
Tabel 2. Kerapatan dan Nilai Bobot Gerakan Tanah Pada Tiap Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng (%)
Luas (Km2)
Luas Gerakan Tanah (Km2)
Tingkat Kerapatan
Bobot
0–5
400,32
5,86
0,01
-0,14
5 – 15
424,06
40,54
0,10
-0,06
15 – 30
257,40
72,60
0,28
0,13
30 – 50
114,77
57,18
0,50
0,34
50 – 70
23,27
11,67
0,50
0,35
> 70
2,01
1,63
0,81
0,66
Hubungan antara Sebaran Gerakan Tanah dengan Tataguna Lahan
Kebun, semak belukar, dan hutan mempunyai rasio gerakan tanah tinggi. Tegalan/ladang, sawah tadah hujan, dan sawah irigasi mempunyai kerapatan sedang. Sementara tataguna lahan lainnya mempunyai rasio gerakan tanah rendah hingga sangat rendah.
Hubungan antara guna lahan dan tutupan lahan terhadap sebaran gerakan tanah memberikan nilai bobot berkisar antara -0,16 s/d 0,22 (Tabel 3).
Tabel 3. Kerapatan dan Nilai Bobot Gerakan Tanah Pada Tiap Guna Lahan / Tutupan Lahan
Guna lahan / tutupan lahan
Luas (Km2)
Luas Gerakan Tanah (Km2)
Tingkat kerapatan
Bobot
Rumput/Tanah Kosong
0,920
0,000
0,000
-0,155
Tanah Berbatu
0,336
0,000
0,000
-0,155
Pasir Darat
0,113
0,000
0,000
-0,155
Sawah Tadah Hujan
155,596
14,801
0,095
-0,060
Sawah Irigasi
190,721
11,598
0,061
-0,094
Tegalan/Ladang
141,418
21,361
0,151
-0,004
Pemukiman
106,471
3,108
0,029
-0,126
Kebun
329,339
58,253
0,177
0,022
Belukar/Semak
117,395
27,287
0,232
0,077
Hutan
139,521
52,659
0,377
0,222
Peta zona kerentanan gerakan tanah dihasilkan dengan melakukan penjumlahan nilai bobot dari peta hasil keselarasan antara peta sebaran gerakan tanah dengan peta geologi, kemiringan lereng, dan peta tata guna lahan dengan menggunakan analisis spasial menggunakan SIG. Hasil proses penjumlahan ini mempunyai nilai bobot antara -0,565 s/d 0,737 yang kemudian dikelompokan ke dalam empat kelas berdasarkan pengklasifikasian model standar
deviasi, yaitu zona kerentanan gerakan tanah sangat rendah, rendah, menengah dan tinggi (Gambar 2). Zona kerentanan gerakan tanah sangat rendah seluas 164,372 km² (11,61%), zona kerentanan gerakan tanah rendah seluas 492,694 km² (34,80%), zona kerentanan gerakan tanah menengah 614,934 km² (43,44%), dan zona kerentanan gerakan tanah tinggi seluas 143,585 km² (10,143%) dari seluruh wilayah Kabupaten Kuningan.
81
Teknik Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Zona Kerentanan Gerakan Tanah Dengan Metoda Tidak Langsung Di Wilayah Kabupaten Kuningan (Yunarto)
KETERANGAN Batas Administrasi Batas Provinsi Batas Kabupaten Batas Kecamatan Waduk Zona Kerentanan Gerakan Tanah Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah Kerentanan Gerakan Tanah rendah Kerentanan Gerakan Tanah tanah menengah Kerentanan Gerakan Tanah tinggi Projeksi : Transvere mercator Detum : UTM WGS 1984 Zone 49S Sumber : 1. Citra Landsat Th 1999 2. Citra DEM SRTM 3. Peta RBI skala 1:25.000 4. Peta Geologi Lembar Arjawinangun Th 1995 5. Peta Geologi Lembar Tasikmalaya Th 1986 6. Peta Geologi Lembar Cirebon Th 1996 7. Peta Geologi Lembar Majenang Th 1996 8. Peta kemiringan Lereng 9. Peta Tataguna Lahan
Gambar 2. Peta zona kerentanan gerakan tanah di kabupaten kuningan
Uji Validitas Metode tak langsung Uji validitas terhadap hasil metode tak langsung dilakukan dengan percontoh sebanyak 29 titik longsor (Tabel 4), yang diambil dari peta zona kerentanan gerakan tanah Kabupaten Tasikmalaya tahun 2004, yaitu wilayah barat bagian selatan hingga
wilayah selatan bagian tengah Kabupaten Kuningan sebanyak 21 titik, ditambah lokasi longsor dari laporan investigasi PVMBG tahun 1996, 20022004, sebanyak 8 titik. Umumnya jenis longsor yang terjadi di wilayah tersebut adalah longsor bahan rombakan, nendatan, dan rayapan, yang masingmasing 25, 3 dan 1 titik.
Tabel 4. Lokasi Longsor pada Kedua Zona
No
Koordinat Bujur (°)
Lintang (°)
Jenis Longsoran
Hasil analisis statistik
Peta dari PVMBG
1
108,487329
-7,033246
Longsor bahan rombakan
Rendah
Menengah
2
108,472474
-7,05039
Longsor bahan rombakan
Rendah
Menengah
3
108,478446
-7,049752
Longsor bahan rombakan
Rendah
Menengah
4
108,446472
-7,060781
Longsor bahan rombakan
Rendah
Menengah
5
108,441619
-7,064723
Longsor bahan rombakan
Rendah
Menengah
6
108,421365
-7,060934
Longsor bahan rombakan
Rendah
Menengah
7
108,464601
-7,065586
Longsor bahan rombakan
Rendah
Menengah
8
108,454457
-7,113035
Longsor bahan rombakan
Rendah
Menengah
9
108,499291
-7,108821
Longsor bahan rombakan
Rendah
Menengah
10
108,550556
-7,1525
Longsor bahan rombakan
Menengah
Menengah
82
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 75 - 86
11
108,556049
-7,132173
Longsor bahan rombakan
Menengah
Menengah
12
108,504806
-7,087403
Longsor bahan rombakan
Menengah
Menengah
13
108,50951
-7,1222
Rayapan
Menengah
Menengah
14
108,462834
-7,036004
Longsor bahan rombakan
Menengah
Tinggi
15
108,412126
-7,081937
Longsor bahan rombakan
Menengah
Tinggi
16
108,466667
-7,033333
Longsor bahan rombakan
Menengah
Tinggi
17
108,480358
-7,105207
Nendatan
Menengah
Tinggi
18
108,48417
-7,019422
Longsor bahan rombakan
Tinggi
Menengah
19
108,420983
-7,090551
Longsor bahan rombakan
Tinggi
Menengah
20
108,480358
-7,105207
Nendatan
Tinggi
Menengah
21
108,434151
-7,080317
Longsor bahan rombakan
Tinggi
Tinggi
22
108,439213
-7,080186
Longsor bahan rombakan
Tinggi
Tinggi
23
108,441956
-7,086589
Longsor bahan rombakan
Tinggi
Tinggi
24
108,447415
-7,081741
Longsor bahan rombakan
Tinggi
Tinggi
25
108,473242
-7,089106
Longsor bahan rombakan
Tinggi
Tinggi
26
108,485163
-7,101696
Longsor bahan rombakan
Tinggi
Tinggi
27
108,388484
-7,068629
Longsor bahan rombakan
Tinggi
Tinggi
28
108,43094
-7,100843
Longsor bahan rombakan
Tinggi
Tinggi
29
108,440187
-7,103879
Nendatan
Tinggi
Tinggi
Titik longsor umumnya terjadi pada zona rendah hingga tinggi pada peta hasil analisis statistik, Sementara pada peta referensi, titik longsor terjadi pada zona menengah hingga tinggi (Tabel 4). Uji secara statistik dilakukan untuk mengetahui apakah perbedaan tersebut signifikan. Uji beda Mann Whitney U test pada kedua peta (referensi dan cara statistik) dengan data sebanyak 29 titik lokasi
longsor, menunjukkan U = 334,00 dengan probabilitas dua sisi 0,144 (lebih besar nilai α = 0,05), maka Ho diterima. Dari perhitungan Z dihitung didapat nilai Z = -1,463 (di atas nilai Ztabel = -1,96 pada sisi kiri dari dua sisi, dengan tingkat kepercayaan 95%), artinya H0 diterima, sehingga antara peta hasil analisis statistik dan peta referensi tidak ada perbedaan.
83
Teknik Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Zona Kerentanan Gerakan Tanah Dengan Metoda Tidak Langsung Di Wilayah Kabupaten Kuningan (Yunarto) Tabel 5. Tabel Silang Zona Statistik dengan Zona Referensi.
Hasil analisis statistik Rendah Menengah Tinggi Peta dari PVMBG (peta referensi)
Menengah
Count % dalam Statistik
Tinggi
Count % dalam Statistik
Total
Count % dalam Statistik
Tabel 5 merupakan tabel silang atau kontingensi yang memperlihatkan hubungan peta hasil analisis statistik terhadap peta referensi. Informasi yang dapat diperoleh pada Tabel 5 adalah bahwa zona rendah pada hasil analisis statistik, sebanyak 100% di antaranya termasuk dalam kelas menengah pada zona referensi. Zona menengah pada hasil analisis statistik, sebanyak 50% di antaranya cenderung dikelaskan menengah pada zona referensi. Zona tinggi pada hasil analisis statistik tinggi, sebanyak 75% di antaranya cenderung dikelaskan tinggi pada zona referensi. Semakin tinggi pada zona cara statisitik, maka semakin tinggi pula pada zona referensi, sehingga hubungan antara peta cara statistik terhadap peta referensi cenderung positif. Hasil uji asosiatif Gamma memperoleh nilai G = 0,855, dengan probabilitas 0,00 (lebih kecil nilai α = 0,05). Artinya ada hubungan kuat antara sebaran gerakan tanah dari peta yang dihasilkan dari metode statistik terhadap peta referensi. Sementara hasil uji somers’ d untuk data (kedua peta) yang setara (Symetric) diperoleh nilai d = 0,583 dengan probabilitas 0,00 (lebih kecil nilai α = 0,05). Sama seperti uji Gamma, uji Somers’ d menunjukkan hubungan cukup kuat di antara kedua peta.
PEMBAHASAN Pemetaan zona kerentanan tanah dengan metode tidak langsung memperlihatkan zona-zona yang memiliki kerentanan tinggi, sedang, rendah, hingga sangat rendah. Zona yang mempunyai tingkat kerentanan gerakan tanah sangat rendah pada umumnya gerakan tanah jarang terjadi atau tidak pernah terjadi. Tidak ada indikasi pernah terjadi gerakan tanah lama ataupun baru, kecuali pada daerah tebing sungai. Umumnya, daerah datar sampai bergelombang rendah dengan kemiringan lereng kurang dari 15% dan lereng tidak dibentuk oleh endapan gerakan tanah, bahan timbunan atau lempung yang bersifat mengembang.Batuan dasar pada zona ini umumnya adalah batupasir tufaan, breksi, perselingan batulempung tufaan, konglomerat, dan aluvium.
84
Total
9
4
3
16
100%
50%
25%
55,2%
0
4
9
13
0%
50%
75%
44,8%
9
8
12
29
100%
100%
100%
100%
Zona ini terdapat di selatan Kecamatan Cidahu, Kecamatan Ciawigebang, dan sebagian Kecamatan Luragung. Zona yang memiliki kerentanan gerakan tanah rendah pada umumnya adalah gerakan tanah jenis longsoran bahan rombakan dengan ukuran kecil, terutama pada tebing sungai. Gerakan pada zona ini umumnya terjadi pada kemiringan lereng dari landai hingga terjal, dengan vegetasi penutup cukup baik seperti perkebunan. Batuan dasar pada zona ini adalah batuan vulkanik hasil erupsi gunung api Ciremai. Wilayahnya meliputi Kuningan bagian tengah, utara, dan timur. Zona ini terdapat di sebagian Kecamatan Ciawigebang, Kecamatan Garawangi, dan utara Kecamatan Cibingbin. Zona yang memiliki kerentanan gerakan tanah sedang merupakan daerah yang secara umum mempunyai tingkat terjadi gerakan tanah menengah. Gerakan tanah dapat terjadi terutama di daerah berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing pemotong jalan, dan lereng yang mengalami gangguan. Gerakan tanah lama masih mungkin dapat aktif kembali terutama karena curah hujan yang tinggi dalam waktu yang lama dan erosi yang kuat. Gerakan tanah ini terjadi pada kemiringan lereng dari agak terjal hingga terjal. Umumnya lereng memiliki vegetasi berupa sawah tadah hujan dan hutan. Batuan dasar pada zona ini adalah batupasir tufaan yang berselang seling dengan batulanau dan batulempung Formasi Halang, breksi, lava, dan tufa dari Anggota Gununghurip, Formasi Halang breksi andesit, dan breksi tufa dari endapan Lahar, serta lava Gunung Ciremai. Zona yang memiliki kerentanan gerakan tanah tinggi merupakan daerah sangat tidak stabil, sewaktu-waktu dapat terjadi gerakan tanah dalam ukuran kecil maupun besar. Gerakan tanah lama dan baru dapat aktif kembali akibat curah hujan yang tinggi dan proses erosi yang kuat. Gerakan tanah ini terjadi pada kemiringan lereng dari terjal hingga sangat terjal. Batuan dasarnya perselingan batupasir tufaan, batulempung, dan batulanau dari Formasi Halang, dan breksi dan lava dari Anggota Gununghurip, Formasi Halang (Tmhg). Pada lereng ini umumnya vegetasi berupa semak/belukar dan tegalan.
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 75 - 86
Zona ini terdapat di wilayah lereng timur Gunung Ciremai, bagian barat-selatan wilayah Kuningan meliputi Kecamatan Selajambe, Kecamatan Subang dan Kecamatan Ciniru serta bagian selatan Kecamatan Ciwaru dan Kecamatan Cibingbin.
Optimalisasi peta zona kerentanan gerakan tanah dapat capai dengan cara menggabungkan cara statistik dan metode langsung (analisis kestabilan lereng).
Hasil uji beda U test pada kedua peta (hasil analisis statistik dan referensi) dengan skala regional (1 : 100.000) menunjukkan bahwa peta zona kerentanan gerakan tanah hasil cara statistik dengan peta zona referensi tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa penyusunan peta cara statistik akan menghasilkan peta zona yang hampir sama dengan cara referensi. Demikian juga dengan hasil uji asosiatif peta zona cara statistik terhadap peta zona referensi, menunjukkan korelasi yang cukup kuat (d = 0,583) dan kuat (G = 0,855). Hal ini dimungkinkan karena parameter yang digunakan pada kedua cara memiliki kesamaan, yaitu litologi, kemiringan lereng, tata guna lahan, dan sebaran longsor, sehingga peta yang dihasilkan (luaran) tidak jauh berbeda. Adapun faktor lain yang belum diperhitungkan dalam metode ini, salah satunya adalah parameter sudut kemiringan kritis untuk setiap satuan batuan berdasarkan hasil analisis kestabilan lereng, sehingga hasil belum optimal. Meskipun demikian, metode statistik ini cukup teruji dan konsisten, serta dapat digunakan untuk daerah yang sulit dijangkau (Djadja, 1999).
UCAPAN TERIMAKASIH
SIMPULAN Teknik pengindraan jauh merupakan metode yang efektif untuk melakukan interpretasi dan mendelineasi penampakan daerah gerakan tanah pada citra untuk membuat peta sebaran gerakan tanah. Peta sebaran gerakan tanah ini merupakan salah satu parameter penting bersama dengan parameter lain (litologi, kemiringan lereng, dan tata guna lahan) dalam penyusunan peta zona kerentanan gerakan tanah. Menggunakan pendekatan SIG, memudahkan analisis tumpang tindih peta sebaran gerakan tanah dengan peta parameter (litologi, kemiringan lereng dan tata guna lahan) untuk pemetaan zona kerentanan gerakan tanah dengan menggunakan metode tidak langsung. Berdasarkan uji Somers’d, hubungan peta hasil analisis statistik terhadap peta referensi cukup kuat, sebesar d = 0,583. Hal ini menunjukkan bahwa penyusunan peta zona kerentanan hasil analisis statistik memiliki potensi digunakan untuk daerah lainnya yang memiliki karateristik yang sama secara regional, terutama sangat efektif untuk wilayah-wilayah yang sulit dijangkau seperti daerah pegunungan dan hutan lindung.
Ucapan terima kasih disamapikan kepada Pusat Penelitian Geoteknologi–LIPI yang telah memberikan kesempatan melaksanakan penelitian ini. Penelitian ini dapat terlaksana melalui dana Insentif RISTEK Tahun Anggaran 2011. Terima kasih disampaikan kepada Bapak Suwijanto, atas diskusi dan sumbangan pikiran dalam interpretasi longsoran dari Citra Landsat. Ucapan terima kasih ditujukan pula kepada Dr. Heru Santoso yang telah membina/membimbing dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
ACUAN BSN 2005. Penyusunan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah, SNI 13-7124-2005. Budhitrisna, T., 1986. Peta Geologi lembar Tasikmalaya, Jawa Barat, skala 1:100.000. Puslitbang Geologi, Bandung. Daryono, M.R., Sarah, D., Galih, D.R., Widodo, Sukaca, Khairin, 2007. Penyelidikan Geoteknik Gerakan Tanah Tipe Rayapan Di Kampung Salawangi, Kecamatan Salawu, Tasikmalaya. Laporan Teknis, Kegiatan Penelitian Pengkajian Teknologi Mitigasi Bencana, Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI (tidak dipublikasikan). Djadja, 1999. Pembuatan peta zona kerentanan gerakan tanah dengan cara statistik. Buletin Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Badan Geologi, vol 11, hal 117-122, Bandung. Djadja, 2004. Pemeriksaan Bencana Alam Gerakan Tanah di Kp. Cigobang, Ds. Cantilan, Kec. Selajambe Kabupaten Kuningan, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, DESDM (tidak dipublikasikan). Djadja dan Surono, 2002. Pemeriksaan Bencana Alam Tanah Longsor di Dusun Manis, Desa Rambatan, Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, DESDM (tidak dipublikasikan). Djuri, 1995. Peta Geologi lembar Arjawinangun, Jawa, skala 1:100.000. Puslitbang Geologi, Bandung.
85
Teknik Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Zona Kerentanan Gerakan Tanah Dengan Metoda Tidak Langsung Di Wilayah Kabupaten Kuningan (Yunarto) Ghozali, I., 2006. Statistik Non-parametrik - Teori dan Aplikasi dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponogoro. Ishak S., M., 2011. Memetakan Gerakan Tanah di Jawa Barat, Jurnal Penanggulangan Bencana BNPB, Volume 2, Nomor 2, hal 24 – 33. http://www.bnpb.go.id/website/file/ pubnew /114.pdf Jaya, I.N.S, 2005, Tehnik Mendeteksi Lahan Longsor Menggunakan Citra SPOT multiwaktu, studi kasus di Teradomari, Tochio dan Shidata Mura, Niigata, Jepang, Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. X No. 1, hal : 31 - 48 http://repository.ipb.ac.id/bitstream/ handle/123456789/31103/MHT051101ins_ 2005_No1_31-48.pdf Kastowo dan Sumarna, 1996. Peta Geologi Lembar Majenang, skala 1:100.000. Puslitbang Geologi, Bandung. Martono, N., 2010. Statistik Sosial Teori dan Aplikasi Program SPSS, Penerbit Gava Media. Nichols, D.R., dan Edmundson, J.R., 1975. Text to slope. map of part of west-central King County, Washington. U.S.Geol. Survey Misc. Geol. Inv. Map 1-852-E Noor, D., 2005. Geologi Lingkungan, Graha Ilmu, Yogjakarta PVMBG, 2004. Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Kabupaten Tasikmalaya yang PVMBG tahun 2004. Santoso, S., 2012. Aplikasi SPSS pada Statistik Non Parametrik, PT. Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia. Silitonga, P.H., Masria, M., dan Suwarna, N., 1996. Peta Geologi Lembar Cirebon, Jawa, skala 1:100.000. Puslitbang Geologi, Bandung. Soemarmo, S.H., 2009. Pengindraan jauh dan pengenalan sistem informasi geografis untuk bidang ilmu kebumian, Penerbit ITB, Bandung. Soebowo, E., Saefudin, Tjiptasmara, Bambang I., Widodo, Zaenal, 2002. Aspek lingkungan kebumian dalam perencanaan tata ruang daerah Jawa Tengah bagian Selatan : studi kasus zonasi kerentanan longsoran di daerah Kabupaten Cilacap, Laporan penelitian Proyek penelitian sumber daya mineral dan mitigasi bencana kebumian, Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI (tidak dipublikasikan).
86
Sugiyanto, 1992. Hasil Pemeriksaan Gerakan Tanah di Kampung Leungsir dan Kampung Cipicung Desa Mandapajaya Kecamatan Subang, Kabupaten Kuningan, Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Pertambangan dam Energi (tidak dipublikasikan). Tohari A., Soebowo, E., Rahardjo, P.P., Bambang I., Daryono, M.R., Wardhana, D.D., Widodo, Sukoco, 2006. Penelitian Kondisi Kestabilan Lereng Kupasan di Jalan Raya Cadas