TEKNIK PEMILIHAN LAHAN PERTANIAN PADI SAWAH BERKELANJUTAN
MUYA AVICIENNA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Teknik Pemilihan Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2011 Muya Avicienna
ABSTRACT MUYA AVICIENNA. Technique of Selection Sustainable Paddy Field Agricultural Land. Under direction of BOEDI TJAHJONO and ATANG SUTANDI Land use defeated from paddy field agricultural land to non agricultural land has reached an alarming level. In order to maintain national food sovereignty required the protection of agricultural land by the establishment of sustainable paddy field agriculture land. For to realize the existence are need model (methods and techniques) to selection, deliniation and zonation for sustainable paddy field agriculture land (LPPB). Determination LPPB preceded by the parameters selection and criteria determination by Hayashi analysis. From this test can be formulated that LPPB is an paddy field agricultural land irrigated of technical, semi technical, simple (rain fed), which has a productivity of over 4.5 tonnes / ha, had a Benefit Cost Ratio (BCR) > 1.497 and has a Size of Unity Land Cover (LKHL) > 10 ha. Irrigation systems and LKHL parameters data can be extract from the ALOS AVNIR-2 imagery, the productivity data can be determined by the Enhanced Vegetation Index (EVI) data from MODIS Terra and Aqua series (2005-2009) imagery. The EVI on picpoint and productivity of paddy fields has a positive correlation with the equation Prod. = 2.9785 + 6.0751 * EVI value. BCR values obtained from the calculation of productivity and index investments obtained from MODIS imagery are combined with data from the production cost of rice paddy land acquired from field surveys. LPPB selection techniques can be built through remote sensing methods. Activities starting from parameter data extraction through the sattelite image, field survey, development of criteria according to field conditions, LPPB classifying through spatial analysis and presentation of result in the LPPB maps. From this method was known that paddy field agricultural area can be diferences as LPPB1, LPPB2, LPPB3, LPPB4, LPPB5, Reserve of LPPB and Non LPPB.
Keywords : zoning, sustainable paddy field, agricultural land defeated, remote sensing, MODIS, ALOS, Hayashi.
RINGKASAN MUYA AVICIENNA. Teknik Pemilihan Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan. Dibimbing oleh BOEDI TJAHJONO dan ATANG SUTANDI. Dengan adanya pertumbuhan penduduk, ekonomi dan pembangunan yang cukup pesat membuat kebutuhan akan ruang (lahan) semakin meningkat. Ketersediaan Ruang yang terbatas mengakibatkan adanya persaingan penguasaan yang tidak seimbang dalam penggunaan lahan. Demi memaksimalkan land rent, lahan pertanian senantiasa dikalahkan untuk dialihfungsikan menjadi kegunaan lain seperti permukiman, industri maupun infrastruktur dan yang lainnya. Padahal jika dilihat dari daya dukung lahannya, lahan yang sesuai diperuntukkan untuk pertanian pangan akan sesuai juga untuk semua peruntukan non pertanian, sebaliknya lahan yang mempunyai daya dukung sesuai untuk non pertanian belum tentu dapat digunakan untuk lahan pertanian pangan. Hal ini berarti alih fungsi lahan hanya bisa dari lahan pertanian menjadi lahan non pertanian dan tidak bisa sebaliknya. Dengan demikian ketersedian lahan yang sesuai untuk pertanian pangan menjadi sangat terbatas. Pada kondisi demikian, guna menjaga kedaulatan pangan nasional diperlukan adanya perlindungan terhadap lahan pertanian pangan dengan jalan penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan merupakan bagian dari penetapan perencanaan tata ruang wilayah kawasan perdesaan pada wilayah kabupaten. Penetapan kawasan ini akan digunakan sebagai dasar peraturan zonasi. Oleh karena itu untuk mewujudkannya dirasa perlu adanya suatu strategi dan model (metode dan teknik) pelaksanaan yang efisien, efektif dan tepat guna dalam pemilihan, penetapan dan pendeliniasian lahan pertanian pangan berkelanjutan, khususnya untuk lahan padi sawah yang merupakan sarana pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Dari beberapa penelitian yang ada menunjukkan bahwa Penginderaan Jauh mempunyai metode dan teknik yang efisien dalam penyajian data maupun analisis dalam berbagai kegunaan. Pada penelitian ini metode peninderaaan jauh digunakan untuk memperoleh data parameter untuk penentuan lahan pertanian padi sawah berkelanjutan (LPPB). Dalam mencari model pemilihan dan pendeliniasian LPPB ini diketahui parameter yang mempunyai pengaruh nyata terhadap LPPB, dan selanjutnya diformulasikan bagaimana cara pengenalan, pemilihan, penetapan dan deliniasi LPPB. Data penelitian diperoleh dari data sekunder, penyadapan data dari citra penginderaan jauh dan survei lapangan. Data penelitian dari data sekunder berupa data Kesesuaian Lahan dan data RTRWK, sedangkan survei lapangan digunakan untuk memperoleh data Kelayakan Secara Ekonomi, Produktivitas padi sawah aktual dan pengecekan lapangan data hasil interpretasi citra. Dalam penyadapan data menggunakan metode penginderaan jauh digunakan 2 macam citra yaitu Citra ALOS dan Citra MODIS. Citra ALOS AVNIR-2 adalah suatu pencitra multispektral dengan 4 saluran spektral pada daerah spektral tampak dan inframerah dekat dengan resolusi spasial 10 m diketahui mampu menyajikan data penggunaan lahan, jaringan infrastruktur (jalan dan irigasi) dan Luasan Kesatuan Hamparan Lahan (LKHL). Pengenalan data ini melalui pola
tanggap spektral dan karakteristik dasar penciri obyek berupa rona/warna, tekstur, pola, ukuran, bentuk, bayangan dan situs. Citra MODIS yang digunakan berupa citra series tahun 2005 – 2009 Terra dan Aqua, mempunyai resolusi spasial 500 m dan resolusi temporal 8 hari digunakan untuk mengetahui data produktivitas dan indeks penanaman. Data produktivitas padi sawah didekati dengan mengetahui keterkaitan antara besarnya nilai EVI pada posisi picpoint dengan produktivitas padi sawah aktual. Dari pendugaan produktivitas padi sawah ini diketahui bahwa terdapat hubungan yang positif cukup kuat antara nilai EVI dengan produktivitas padi sawah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (r) = +0,8189 dan nilai koefisien regresi (r²) = 0,6706. Dari hasil uji ini diperoleh juga bahwa antara produktivitas padi sawah dengan nilai EVI mempunyai hubungan dengan persamaan Prod. = 2,9785 + 6,0751*Nilai EVI. Persamaan ini digunakan untuk menduga produktivitas padi sawah series 4 tahun sebelumnya. Dari hasil perbandingan antara produktivitas padi sawah aktual yang diperoleh dari survei lapangan dengan produktivitas hasil perhitungan dari nilai EVI diperoleh hasil adanya simpangan rata-rata sebesar 7,63 % atau terdapat perbedaan produktivitas sebesar 0,24 ton/ha. Sedangkan Indeks Penanaman diketahui dari jumlah picpoint dari undulan parobolik yang dinampakkan pada grafik antara nilai EVI dan periode waktu dari citra yang digunakan. Simpangan antara Indeks Penanaman hasil wawancara dengan Indeks Penanaman yang diperoleh dari citra diketahui sebesar 3,63 % atau setara dengan nilai indeks penanaman sebesar 10 persen. Berdasar dari angka simpangan ini dapat dikatakan bahwa citra MODIS series dapat digunakan untuk mengetahui Produktivitas dan Indeks Penanaman padi sawah di suatu wilayah. Dari uji dominasi melalui analisis Hayashi 1, dengan menggunakan selang kepercayaan 99 % (ρ= 0,01) dan 95 % (ρ= 0,05) diperoleh batas nilai absolut “r” 0,3445 dan 0,2558. Dari batas nilai absolut ini diketahui bahwa dari ke 9 (sembilan) parameter yang digunakan untuk pemilihan LPPB ini yaitu produktivitas, BCR, kesesuaian lahan, jaringan jalan, sistem irigasi, luasan kesatuan hamparan lahan (LKHL), indeks penanaman, penggunaan lahan dan arahan RTRW, hanya 4 (empat) parameter yang mempunyai keterkaitan langsung dengan aspek keberlanjutan, yaitu Produktivitas, Sistem Irigasi, LKHL dan BCR. Pada analisis ini data kesesuaian lahan tidak dapat digunakan untuk menggambarkan karakter wilayah secara umum karena wilayah penelitian mempunyai kesesuaian lahan secara potensial hampir seragam (S2 dan S3). Sedangkan arahan RTRW tidak berhubungan langsung, hanya sebagai penentu akhir (aspek kebijakan) dalam pemilihan LPPB. Dari analisis ini diketahui kawasan lahan pertanian padi sawah bisa dikatakan berkelanjutan harus memenuhi kriteria sesuai secara fisik, yang dicerminkan dari produktivitas di atas 4,5 ton/ha, tidak pernah mengalami penurunan yang sigificant selama 5 tahun terakhir. Dengan tidak adanya penurunan produktivitas yang drastis berarti lahan tersebut belum mengalami adanya penurunan potensi atau degradasi lahan. Sesuai secara fisik didukung juga dengan sistem irigasi yang optimal, yaitu sistem irigasi yang dapat memberikan kesempatan adanya kegiatan konservasi tanah dan air. Hal ini dapat dicapai dengan sistem pola tanam Padi-Padi-Palawija dan Sistem Usaha Tani yang ramah lingkungan. Kelayakan secara ekonomi dapat dilihat dari nilai BCR di atas BEP yaitu pada lahan-lahan yang mempunyai BCR > 1,497. Pada lahan yang mempunyai hasil demikian berarti petani dengan lahan 1 ha telah
dapat hidup cukup layak di daerah penelitian. Sedangkan kriteria diterima sosial dapat diindikasikan dari LKHL. LKHL merupakan cerminan dari apakah masyarakat mau menerima akan pengusahaan lahan tersebut untuk padi sawah. Pengusahaan lahan padi sawah akan dapat dilaksanakan jika kondisi geofisik dan secara ekonomi dianggap memenuhi kriteria yang dipahami oleh masyarakat. Semakin luas LKHL berarti masyarakat semakin menerima akan pengusahaan lahan padi sawah tersebut. Pengenalan LPPB menggunakan pendekatan penginderaan jauh didahului dengan pengenalan data paramater, yang dimulai dari pengenalan lahan sawah beririgasi yang ditandai dengan lahan yang jenuh air dan terhubung dengan jaringan irigasi atau sumber air terdekat. LKHL dapat disajikan dari data hamparan lahan sawah yang dipadu dengan data sistem irigasi dan jaringan jalan. Data produktivitas dapat diperoleh melalui pendekatan nilai EVI series yang diperoleh dari citra dan didukung dengan data produksi padi sawah aktual. Data BCR diperoleh dari hasil perhitungan dari data Produktivitas dan Indeks Penamanan yang diperoleh dari citra MODIS yang dipadu dengan data Cost produksi dari lahan padi sawah yang diperoleh dari survei lapangan. Dalam menghitung BCR ini diketahui juga nilai BCR pada posisi BEP untuk hidup para petani di wilayah penelitian. Melalui pembangunan kriteria setiap parameter sesuai konsisi wilayah maka dapat dideliniasi LPPB dengan cara analisis spasial. Pada penelitian ini ktriteria LPPB disusun dari sistem irigasi (beririgasi), produktivitas > 4,5 ton/ha, mempunyai BCR > 1,497 dan mempunyai LKHL > 10 ha. Dari hasil penelitian diperoleh 3 kesimpulan yaitu bahwa 1) Citra ALOS AVNIR-2 diketahui mampu menyajikan data penggunaan lahan, jaringan jalan, sistem irigasi dan Luasan Kesatuan Hamparan Lahan (LKHL). Citra MODIS Terra-Aqua series dapat digunakan untuk mengetahui Produktivitas dan Indeks Penanaman padi sawah di suatu wilayah; 2) Dari uji signifikansi dengan selang kepercayaan 99 % dan 95 % diketahui bahwa dari kesembilan parameter yang digunakan hanya terdapat empat parameter yang mempunyai keterkaitan langsung dengan LPPB yaitu Produktivitas, Sistem Irigasi, BCR dan LKHL. Dari pemahaman ini dapat didefinisikan bahwa LPPB adalah hamparan lahan yang secara fisik sesuai untuk pertanian padi sawah yang didukung dengan sistem irigasi dan mempunyai produktivitas diatas 4,5 ton/ha, layak secara ekonomi ditandai dengan BCR > 1,497 dan diterima secara sosial dapat dilihat dari kenampakan LKHL > 10 ha. 3) Teknik pemilihan lahan pertanian padi sawah berkelanjutan dapat dibangun melalui metode penginderaan jauh. Kegiatannya dimulai dari penyadapan data parameter melalui citra, ceking lapangan, pembangunan kriteria sesuai kondisi lapangan, klasifikasi LPPB melalui analisis spasial dan penyajian hasil berupa Peta LPPB. Melalui metode ini kawasan lahan pertanian padi sawah di wilayah penelitian dibedakan menjadi LPPB 1, LPPB 2, LPPB 3, LPPB 4, LPPB 5, Cadangan LPPB dan Bukan LPPB.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
TEKNIK PEMILIHAN LAHAN PERTANIAN PADI SAWAH BERKELANJUTAN
MUYA AVICIENNA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc
Judul Tesis
: Teknik Pemilihan Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan
Nama
: Muya Avicienna
NIM
: A156080091
Program Studi
: Ilmu Perencanaan Wilayah
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Boedi Tjahjono, M.Sc Ketua
Ir. Atang Sutandi, M.Si,Ph.D Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 11 Juli 2011
Tanggal Lulus :
PRAKATA Perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT bahwa atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga rangkaian karya imliah ini, mulai dari penyusunan proposal, penelitian hingga penulisan tesis berjudul Teknik Pemilihan Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan dapat diselesaikan tanpa mendapat rintangan yang cukup berarti. Dengan selesainya karya ilmiah ini penulis tidak lupa juga mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Boedi Tjahjono, M.Sc dan Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si yang berkenan membimbing penulis hingga selesainya penulisan tesis ini. 2. Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc yang berkenan menjadi Penguji pada ujian tesis ini. 3. Manajemen dan Staf Program Studi PWL IPB atas dorongan, bimbingan dan kerjasamanya. 4. Pemerintah Daerah Karawang beserta Instansi Sektor terkait yang memberikan kesempatan penulis untuk penelitian di wilayahnya. 5. Pelaksana Proyek KKP3T Deptan – IPB 2009 yang telah memberikan izin penulis menggunakan Citra ALOS dan citra MODIS untuk penelitian ini. 6. Ir. Sofyan Ritung M.Sc, Bambang H. Trisasongko, SP. M.Sc, Dyah R. Panuju, SP. M.Si dan Didit Pribadi, SP. M.Si atas saran dan diskusinya
kepada
penulis. 7. Andre Ekadinata, S.Hut, Andi Syahputra, SP, Amirudin Teapon, SP dan Febria Heidina, SP atas segala bantuan dan diskusinya. 8. Ayahanda H. Salim AR, Ibunda Hj. Rr. Moerjati, istri Drg. Hj. Nurliana Aritonang, ananda Khumaira AM beserta semua anggota keluarga yang dengan sabar memberikan dorongan serta segala doanya. 9. Rekan-rekan sekalian, baik yang di kampus maupun di tempat kerja. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi setiap pembacanya.
Bogor, Juli 2011 Muya Avicienna
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cakranegara Mataram pada tanggal 7 Maret 1964 sebagai putera sulung dari pasangan H. Salim Aburrachman dan Hj. Rr. Moerjati. Pendidikan sarjana ditempuh di Pogram Studi Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi UGM, lulus pada tahun 1990. Kesempatan belajar di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada program Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2008. Penulis menekuni profesi sebagai konsultan, terakhir bekerja pada PT. Geojaya Tehnik Jakarta sebagai Manajer Operasi. Semasa mengikuti perkuliahan S1, pada tahun ajaran 1988-1989 penulis menjadi asisten mata kuliah Penginderaan Jauh Dasar dan Fotogrammetri Dasar. Saat ini penulis tercatat sebagai Ahli Madya Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh pada Ikatan Surveyor Indonesia.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …………………………………………………………....
xv
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………..
xvi
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….
xviii
PENDAHULAN Latar Belakang …………………………………………………………
1
Tujuan Penelitian ………………………………………………………
3
Kegunaan Penelitian …………………………………………………...
3
TINJAUAN PUSTAKA Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ……………………………….
4
Prediksi Produktivitas Pertanian ………………………………………
9
Konsepsi Penelitian Yang Dilaksanakan ……………………………...
10
Kerangka Pemikiran …………………………………………………..
11
METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan Penelitian ……………………………………..
12
Waktu dan Lokasi Penelitian …………………………………………
13
Metode Pengumpulan Data …………………………………………..
14
Metode Analisis ………………………………………………………
15
KONDISI WILAYAH PENELITIAN Kondisi Geografis ……………………………………………………
22
Kesesuaian Lahan…………………………………………………….
25
Arahan Kebijakan ……………………………………………………
27
Penggunaan Lahan …………………………………………………..
29
Luasan Kesatuan Hamparan Lahan …………………………………
32
Kondisi Infrastruktur ………………………………………………..
34
Kelayakan Secara Ekonomi …………………………………………
38
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan Metode Penginderaan Jauh Dalam Penyadapan xiii
Data Parameter ………………………………………………………
41
Penentuan Parameter Yang Digunakan Untuk Penentuan Pemilihan Lahan Pertanian Padi Sawah Bebekelanjutan (LPPB)…………..…..
54
Kriteria Penentu Pemilihan LPPB…………………………………...
63
Teknik Pengenalan LPPB Melalui Citra Penginderaan Jauh…….….
65
KESIMPULAN …………………………………………………………...
70
SARAN ……………………………………………………………………
71
GLOSSARY ………………………………………………………………
72
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….
74
LAMPIRAN ………………………………………………………………
77
xiv
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Kriteria Lahan Sawah Abadi Aktual ……………………………….
6
Tabel 2. Kriteria Lahan Pertanian Abadi Tanaman Tahunan ………………..
7
Tabel 3. Kriteria Lahan Pertanian Pangan Semusim Lahan Kering …………
7
Tabel 4. Data Yang Diperlukan dan Cara Perolehannya ………………….…
15
Tabel 5. Citra MODIS Terra Aqua Yang Digunakan ………………………
18
Tabel 6. Data Curah Hujan Bulanan Rata-Rata Tahun 2005 – 2009 ………...
23
Tabel 7. Luas Penggunaan Lahan Wilayah Penelitian ………………………
30
Tabel 8. Data Lapangan Yang Digunakan Untuk Menghitung BCR ………..
38
Tabel 9. Lokasi Survei, Potensi Lahan dan BCR ……………………………
40
Tabel 10. Nilai EVI dan Produktivitas Padi Sawah Aktual 2009 ……………
47
Tabel 11. Hasil Perhitungan Produktivitas Padi Sawah dari Nilai EVI …….
49
Tabel 12. Perbandingan Antara Produktivitas Aktual dan Produktivitas dari Citra MODIS ………………………………………………..
50
Tabel 13. Perbandingan Antara Indeks Penanaman Aktual dan Indeks Penanaman dari Citra MODIS …………………………………..
53
Tabel 14. Parameter yang Digunakan Untuk Penetuan LPPB ………….…
54
Tabel 15. Komposisi Sampel Untuk Survei Lapangan……………………..
55
Tabel 16. Skor Baku Masing-Masing Kategori dari Variabel Penjelas ……
57
Tabel 17. Matriks Korelasi antar Variabel yang telah Dikwalifikasi ………
60
Tabel 19. Kriteria Penentu LPPB ………………………………………….
64
xv
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kerangka Pemikiran ……………………………………………...
11
Gambar 2. Diagram Alir Kerangka Penelitian ……………………………….
12
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian ……………………………………………
13
Gambar 4. Kerangka Analisis Penelitian …………………………………….
15
Gambar 5. Tahapan Kegiatan Pelaksanaan Penyadapan dan Analisis Data dari Citra ALOS ………………………………………………...
16
Gambar 6. Ekstraksi Data Produktivitas Pertanian ………………………….
19
Gambar 7. Kondisi Topografi dan Lereng Wilayah Penelitian ……………..
22
Gambar 8. Peta Jenis Tanah Wilayah Penelitian ……………………………
24
Gambar 9. Peta Sub-Kelas Kesesuaian Lahan Wilayah Penelitian …………
26
Gambar 10. Arahan Pola Pemanfaatan Ruang Berdasar RTRWK Karawang 2003 -2013 ………………………………………...
28
Gambar 11. Penggunaan Lahan Wilayah Penelitian ……………………….
31
Gambar 12. Klasifikasi Luasan Kesatuan Hamparan Lahan Wilayah Penelitian ……………………………………………………..
33
Gambar 13. Sistem Jaringan Transportasi Wilayah ……………………….
35
Gambar 14. Sebaran Status Irigasi Sawah …………………………………
37
Gambar 15. Karakteristik Obyek pada Citra ………………………………..
42
Gambar 16. Kenampakan Tekstur pada Citra ……………………………….
43
Gambar 17. Kenampakan Karakter Dasar Penciri Obyek ……………………
44
Gambar 18. Hubungan Nilai EVI dan Masa Pertumbuhan Padi sawah …..
46
Gambar 19. Grafik Hubungan Antara Nilai EVI dan Produktivitas Padi Sawah Aktual …………………………………………..
48
Gambar 20. Kenampakan Obyek Yang Mengalami Bias Hubungan Antara Nilai EVI dan Produktivitas Padi sawah ……………..
51
xvi
Gambar 21. Grafik nilai EVI Yang Mengalami Gangguan Produksi Padi Sawah …………………………………………………...
51
Gambar 22. Cara Pengukuran Indeks Penanaman dari Grafik ……………
52
Gambar 23. Diagram Alir Teknik Pemilihan Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan ………………………..
67
Gambar 24. Peta Arahan Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan Wilayah Penelitian …………………………………………..
68
Gambar 25. Grafik Produktivitas dan Berbagai Kelas KLPPB……………
69
xvii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Komposisi dan Lokasi Sampel Unit Lahan Wilayah Penelitian …………………………………………….. 78 Lampiran 2 Hasil Ekstraksi EVI (Layer Stacking) Citra MODIS tahun 2005 – 2009 ……………………………………………………
79
Lampiran 3 Grafik Produktivitas tiap sampel unit lahan ……………………
82
Lampiran 4 Karakteristik Wilayah di lokasi sampel Unit Lahan …………..
87
Lampiran 5 Kuantifikasi data untuk bahan Analisis Hayashi ………………
88
Lampiran 6 Hasil analisis kuantifikasi hayashi …………………………….
89
xviii
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan akan ruang (lahan) dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan yang cukup cepat. Pertumbuhan ini sebagai akibat adanya ruang (lahan) yang tidak bertambah, sementara laju pertumbuhan penduduk, ekonomi dan pembangunan terus meningkat, sehingga permintaan akan kebutuhan lahan terus meningkat. Kondisi seperti ini membawa pada konflik kepentingan dalam pemakaian lahan. Pada kenyataannya telah terjadi persaingan penguasaan yang tidak seimbang dalam penggunaan lahan, terutama sektor pertanian dan non pertanian. Demi memaksimalkan land rent, lahan pertanian senantiasa dikalahkan untuk dialih fungsikan menjadi kegunaan lain seperti permukiman, industri maupun infrastruktur seperti jalan dan yang lainnya. Berdasar RTRWK (Se-Indonesia) saat ini saja, secara otomatis telah ada rencana alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian secara sistematis sebanyak 3,1 juta hektar atau 40 % dari luas sawah yang ada di Indonesia (Data BPN 2004). Dengan semakin meningkatnya pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi dan industri, mengakibatkan terjadinya degradasi, alih fungsi dan fragmentasi
lahan pertanian pangan yang mengancam daya dukung wilayah
secara nasional untuk menjaga kedaulatan pangan. Menurut Apriantono (2009) laju besaran alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Indonesia dari tahun 1999 – 2002 diperkirakan mencapai 330.000 ha atau setara dengan 110.000 ha/tahun, sedangkan menurut data BPS tahun 2003 alih fungsi sawah ke non sawah mencapai 188.000 ha/tahun, atau dengan laju konversi mencapai 2,42 % pertahun. Padahal jika dilihat dari sisi daya dukung lahannya, lahan untuk pertanian pangan selalu memiliki daya dukung lahan yang paling baik, artinya lahan yang sesuai untuk pertanian pangan umumnya akan sesuai juga untuk semua peruntukan non pertanian, sebaliknya lahan yang mempunyai daya dukung sesuai untuk non pertanian belum tentu dapat digunakan untuk lahan pertanian pangan. Dengan demikian alih fungsi lahan selalu bergerak dari lahan pertanian menjadi lahan non pertanian, dan tidak sebaliknya. Padahal ketersediaan lahan yang
2
mempunyai kesesuaian daya dukungnya untuk lahan pertanian pangan sangat terbatas. Selanjutnya kondisi demikian membawa suatu tekanan terhadap kapasitas sumberdaya yang ada. Pada tanggal 16 September 2009 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesyahkan Undang-Undang nomor 41 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (UU PLPPB). UU ini melengkapi UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang bertujuan mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Penetapan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan merupakan bagian dari penetapan perencanaan tata ruang wilayah kawasan perdesaan pada wilayah kabupaten. Penetapan kawasan ini akan digunakan sebagai dasar peraturan zonasi (UU No. 26/2007 dan UU No. 41/2009). Oleh karena itu untuk mewujudkannya dirasa perlu adanya suatu strategi dan model (metode dan teknik) pelaksanaan yang efisien, efektif dan tepat guna dalam pemilihan, penetapan dan pendeliniasian lahan pertanian pangan berkelanjutan, khususnya untuk lahan padi sawah yang merupakan sarana pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Berkaitan dengan penetapan lahan pertanian berkelanjutan, pada tahun 2003 Puslitbangtanak pernah bekerjasama dengan Setjen Deptan untuk menyusun kriteria biofisik untuk pemilihan dan penetapan lahan pertanian abadi (berkelanjutan) dengan memanfaatkan hasil-hasil penelitian Puslitbangtanak yang telah ada. Penyusunan kriteria ini dilakukan dengan cara desk study melalui diskusi. Penetapan kriteria lahan abadi ini dimaksudkan untuk skala tinjau dengan hanya mempertimbangkan aspek biofisik, adapun parameter lain yang terkait dengan kondisi lahan seperti kelayakan ekonomi, luasan kesatuan hamparan, kondisi aktual maupun aspek kebijakan belum dijadikan sebagai pertimbangan. Selain itu dari berbagai penelitian yang telah dilaksanakan, menunjukkan bahwa teknik penginderaan jauh mempunyai cara yang optimal dalam penyadapan, pemantauan, analisis dan penyajian data. Sejalan dengan perkembangan teknologi, metodologi dan teknik dalam penginderaan jauh telah
3
merambah ke berbagai penggunaan, termasuk dalam manajamen, estimasi dan pemantauan produksi pertanian serta beberapa permodelan yang mendukungnya. Berdasarkan pada uraian di atas, terdapat beberapa permasalahan yang yang dapat diangkat dan perlu diketahui, yaitu antara lain : 1. Sejauh
mana
metodologi
dan
teknologi
penginderaan
jauh
dapat
dimanfaatkan untuk mengetahui produktivitas lahan pertanian padi dan menyadap data yang akan digunakan sebagai parameter untuk pemilihan lahan pertanian padi sawah berkelanjutan? 2. Faktor dan parameter apa saja yang mempunyai pengaruh dan seharusnya digunakan dalam pemilihan lahan pertanian padi sawah berkelanjutan? 3. Apakah model penginderaan jauh yang efisien dapat dibangun untuk pemilihan dan pendeliniasian kawasan potensial sebagai lahan pertanian padi sawah berkelanjutan?
Tujuan Penelitian Berdasar pada uraian di atas, maka
tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah : 1.
Memanfaatkan metode dan teknik penginderaan jauh untuk menilai produktivitas lahan pertanian padi sawah beserta penyadapan data parameter yang digunakan untuk pemilihan kawasan lahan pertanian padi sawah.
2.
Menentukan parameter yang mempunyai pengaruh nyata dalam pemilihan lahan pertanian padi sawah berkelanjutan.
3.
Mendapatkan teknik untuk memilih dan mendeliniasi (zonasi) lahan pertanian padi sawah berkelanjutan berdasarkan pada parameter terpilih.
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif metode dan teknik dalam memilih dan mendeliniasi (zonasi) lahan pertanian padi sawah berkelanjutan, yang menjadi bagian dari rangkaian penetapan perencanaan tata ruang wilayah kawasan perdesaan pada wilayah kabupaten.
4
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka merupakan upaya memperjelas batasan permasalahan, memberikan referensi, serta mengkaji konsepsi penelitian. Berkenaan dengan judul penelitian, beberapa hal yang perlu mendapatkan telaahan dari pustaka dapat dijelaskan sebagaimana uraian berikut : Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Pandangan dari sisi Perundangan Dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pada pasal 19 dijelaskan bahwa penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan merupakan bagian dari penetapan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota. Penetapan Kawasan ini akan digunakan sebagai dasar peraturan zonasi. Selanjutnya berkenaan dengan istilah lahan pertanian pangan berkelanjutan ini, pada Undang Undang No. 41/ 2009 dapat dijelaskan beberapa definisi terkait, yaitu : a.
Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia.
b.
Lahan Pertanian adalah bidang lahan yang digunakan untuk usaha pertanian.
c.
Pertanian pangan adalah usaha manusia untuk mengelola lahan dan agroekosistem dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk mencapai kedaulatan dan ketahanan pangan serta kesejahteraan rakyat.
d. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan kedaulatan pangan nasional (Pasal 1 angka 3). Pada pasal 5 disebutkan bahwa Lahan Pertanian Pangan yang ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat berupa:
5
Lahan beririgasi; Lahan reklamasi rawa pasang surut dan nonpasang surut (lebak); dan/atau Lahan tidak beririgasi. e. Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah lahan potensial yang dilindungi pemanfaatannya agar kesesuaian dan ketersediannya tetap terkendali untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan pada masa yang akan datang (Pasal 1 angka 4). f. Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah wilayah budidaya pertanian pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan/ atau hamparan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan fungsi utama untuk mendukung kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional (Pasal 1 angka 7). Produktifitas lahan pertanian pangan dapat dikatakan berkelanjutan jika hasil produktifitas lahan dapat bertahan dan bisa juga meningkat dari waktu ke waktu tanpa terjadinya penurunan kwalitas (degradasi) lahan dan lingkungan. Pada pasal 3 UU PLPPB disebutkan bahwa Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diselenggarakan dengan tujuan: a.
melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan;
b.
menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan;
c.
mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan;
d.
melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani;
e.
meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat;
f.
meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani;
g.
meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak;
h.
mempertahankan keseimbangan ekologis; dan
i.
mewujudkan revitalisasi pertanian. Sedangkan pada pasal 9 UU PLPPB diisyaratkan bahwa lahan pertanian
pangan yang sudah ada dan yang potensial dapat direncanakan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan yang didasarkan atas kriteria : a. kesesuaian lahan; b. ketersediaan infrastruktur;
6
c. penggunaan lahan; d. potensi teknis lahan; dan atau e. luasan kesatuan hamparan lahan. Referensi dari penelitian yang ada Sofyan Ritung et al. (2007) melaksanakan desk study untuk penyusunan kriteria pertanian
lahan abadi (lahan kering dan lahan beririgasi) dengan
memanfaatkan data hasil-hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh Puslitbangtanak dan instansi lainnya, yang disertai dengan verifikasi lapangan. Penetapan lahan pertanian abadi ini menggunakan kriteria Biofisik. Lahan pertanian dibedakan menjadi dua, yaitu lahan beririgasi dan lahan kering. Lahan berigasi adalah lahan sawah yang sumber airnya berasal dari sistem irigasi. Lahan yang digolongkan ke dalam lahan beririgasi (sawah) antara lain adalah sawah irigasi, sawah tadah hujan, sawah pasang surut dan lebak. Parameter yang digunakan yang digunakan untuk penetapan lahan sawah abadi ada 3 yaitu : a. Status Irigasi b. Indeks Penanaman (IP) padi (%) c. Produktivitas padi sawah rata-rata tahunan (P) Hasil penetapan lahan pertanian abadi untuk sawah dari penelitian tersebut dibedakan menjadi 4 klasifikasi, yaitu Lahan Utama Abadi (LAU) I s/d IV, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Kriteria Lahan Sawah Abadi Aktual Model 1 2 3 4 5 6 7 8
Status Irigasi
Beririgasi
Tadah hujan, pasang surut, lebak
Indeks Pertanaman (IP) - Padi (%) ≥ 200 ≥ 200 < 200 < 200 ≥ 200 ≥ 200 < 200 < 200
Produktivitas Padi Sawah *) ≥P
P
*) Produktivitas tanaman padi (P) : Jawa, Bali dan NTB = 4,5 ton/ha Sumetera dan Sulawesi = 4,0 ton/ha Kalimantan = 3,0 ton/ha **) LAU = lahan sawah abadi utama (BBSDLP, 2006) LU = lahan sawah utama (Puslitbangtanak, 2003 - 2004) LS = lahan sawah sekunder (Puslitbangtanak, 2003 - 2004)
Kelas **)
Keterangan
LU-I = LAU-I LU-II = LAU-II LU-II = LAU-II LU-II = LAU-II LU-III = LAU-III LU-IV = LAU-IV LU-IV = LAU-IV LU-IV = LAU-IV
Termasuk irigasi teknis, semi teknis dan sederhana Sawah berteras dan berfungsi sebagai riparian zones diarahkan sebagai lahan abadi utama
Sumber : Ritung et al (2007)
7
Pertanian lahan kering yang dimaksud adalah lahan kering yang sudah digunakan baik untuk tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Lahan kering dibedakan berdasarkan persyaratan agroekosistemnya yakni ketinggian tempat (m dpl) dan kondisi iklim (tipe hujan). Kritteria yang digunakan terdiri atas : a. Topografi (elevasi dan lereng) b. Iklim (basah dan kering) c. Keadaan tahan (jenis tanah, kedalaman efektif dan tekstur tanah) d. Penggunaan lahan Hasil penetapan lahan pertanian kering ini dibedakan untuk tanaman tahunan dan tanaman pangan musiman sebagaimana tabel berikut. Tabel 2. Kriteria Lahan Pertanian Abadi Tanaman Tahunan Parameter NO. 1 Lereng
Dataran Rendah (< 700 m dpl) a. Tan. Semusim : < 15 %
b. Tan. Tahunan : < 40 % ≥ 50 cm Semua kelas, kecuali pasir dan berbatu > 15 % a. Tan. Semusim : Volkan, aluvium 4 Bahan Induk Tanah b. Tan. Tahunan : Volkan, sedimen, aluvium Sumber : Ritung et al (2007) 2 3
Kedalaman Tanah Tekstur Tanah
Dataran Tinggi (≥ 700 m dpl) a. Tan. Semusim : < 30 % pada Andisols atau < 15 % pada tanah lainnya b. Tan. Tahunan : < 40 % ≥ 50 cm Semua kelas, kecuali pasir dan berbatu > 15 % a. Tan. Semusim : Volkan, aluvium b. Tan. Tahunan : Volkan, sedimen, aluvium
Tabel 3. Kriteria Lahan Pertanian Pangan Semusim Lahan Kering
Sumber : Ritung et al (2007)
8
Beberapa hal yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain : a. Parameter kriteria lahan pertanian abadi untuk sawah sudah cukup valid untuk diaplikasikan. Kriteria tersebut terdiri dari status irigasi, indeks pertanaman (IP) dan produktivitas. b. Konsep kriteria lahan pertanian abadi tanaman pangan semusim lahan kering yang dihasilkan terdiri dari 5 faktor kondisi lahan dan 2 faktor penggunaan, yaitu : lereng, jenis tanah, kedalaman tanah, tekstur tanah, iklim, penggunaan lahan dan peruntukan lahan. c. Penerapan aplikasi kriteria penetapan lahan pertanian abadi pada lahan sawah dan lahan kering dengan skala tinjau.
Referensi lainnya Menurut Rustiadi pada tahun 2007 menyampaikan bahwa terdapat beberapa pertimbangan dalam penetapan lahan pangan abadi (berkelanjutan), yaitu : a. Mempertimbangkan kesesuaian lahan b. Mempertimbangkan kondisi eksiting c. Tidak dipaksakan bagi semua daerah, melainkan harus didasarkan oleh adanya kriteria. d. Mempertimbangkan keseimbangan ekosistem dan daya dukung alam dan lingkungan. e. Terbatas pada lahan dengan intensitas tanam 2 kali/tahun dengan produktivitas lebih dari 4,5 ton/ha. f. Mencakup lahan sawah maupun lahan kering, lahan pasang surut dan pinggir sungai. g. Untuk sawah diutamakan beririgasi, atau non irigasi dengan luas hamparan di atas 2 ha. Dari kajian ini terdapat beberapa kriteria yang secara umum dapat digunakan untuk penetapan lahan pangan berkelanjutan, dan perlu untuk diuji, yaitu kesesuaian lahan, kondisi aktual (penggunaan lahan), intensitas tanam (indeks penanaman) dan sistem irigasi.
9
Prediksi Produktivitas Pertanian Pada dasarnya semua obyek di permukaan bumi mempunyai karakter tertentu dalam menyikapi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari sumber tenaga. Setiap karakter spektral yang tergambar pada citra mencerminkan karakter obyek, begitu juga dengan karakter spektral pada tiap tutupan vegetasi. Karakter spektral pada vegetasi merupakan cerminan fisik vegetasi, tingkat pertumbuhan, dan lingkungan ekologi permukaan lahan. Telah banyak penelitian yang dilaksanakan berkaitan dengan prediksi produksi pertanian melalui penginderaan jauh, diantaranya Zhongxin Chen et al. (2008) yang telah menggunakan penginderaan jauh untuk pemantauan dan manajemen pertanian. Wahyunto et al. (2006) mengadakan pendugaan produktivitas tanaman sawah melalui analisis citra satelit Landsat. Pendugaan produktivitas didekati dari nilai NDVI (normalized difference vegetation indeks). Prediksi hasil tanaman pertanian dapat dilakukan dengan mengidentifikasi tingkat
kehijauan
suatu
tanaman
dengan
menggunakan
metode
rasio
(perbandingan) band inframerah dan inframerah dekat, yang dikenal dengan NDVI. NDVI merupakan suatu pembagian dari gelombang yang dipantulkan oleh vegetasi dengan gelombang yang diserap oleh tanaman yaitu gelombang infrared dekat dengan gelombang merah, dan penjumlahan dan pengurangannya dari tiap-tiap gelombang merupakan suatu normalisasi dari irradians (Shorts 2006, As-Syakur 2008). Formulasi lain yang dikembangkan berupa indeks vegetasi terkoreksi (Enhanced Vegetation Index). Penajaman indeks vegetasi dilakukan dengan cara koreksi radiometrik dari pengaruh kondisi lahan (tanah dan kerapatan kanopi) dan aerosol yang terdeteksi oleh band biru serta posisi penyinaran matahari. Dengan menggunakan metode tersebut dapat dimonitor perkembangan tanaman pertanian mulai dari masa tanam, pemeliharaan hingga produksi. Sehingga produksi hasil pertanian secara kualitas dan kuantitas dapat diprediksi dengan baik (Shorts 2006, As-Syakur 2008). Secara spesifik penelitian Heidina (2010) menggunakan MODIS Aqua dan Terra untuk mengetahui produktifitas padi di kecamatan Ciasem Subang. Fase Pertumbuhan padi diamati menggunakan nilai NDVI dan EVI hasil ekstraksi citra.
10
Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa terdapat hubungan positif antara NDVI/EVI dengan fase pertumbuhan padi. Hal ini menunjukkan bahwa NDVI/EVI hasil ekstraksi dari citra MODIS dapat digunakan untuk menduga produktivitas padi. Konsepsi Penelitian Yang Dilaksanakan Berdasarkan hasil kajian terhadap beberapa pustaka tersebut di atas, terdapat beberapa hal yang dapat diambil sebagai referensi dalam memberikan konsepsi pelaksanaan penelitian, antara lain : 1. Penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan merupakan bagian dari penetapan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota. Penetapan Kawasan ini akan digunakan sebagai upaya pengendalian pemanfaatan ruang dan sebagai dasar peraturan zonasi. 2. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kedaulatan dan ketahanan pangan nasional. Pada penelitian ini lahan pertanian pangan dikhususkan pada lahan pertanian padi sawah, karena produksi padi (beras) merupakan cerminan langsung ketersediaan pangan masyarakat Indonesia. 3. Produktifitas lahan pertanian pangan dapat dikatakan berkelanjutan jika hasil produktifitas lahan dapat bertahan dan bisa juga meningkat dari waktu ke waktu tanpa terjadinya penurunan kwalitas (degradasi) lahan dan lingkungan. 4. Berdasar pada referensi yang ada, setidaknya terdapat 9 parameter dalam pemilihan dan penetapan Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LPPB). Parameter tersebut antara lain : produktifitas pertanian, kesesuaian lahan, kelayakan ekonomi, jaringan infrastruktur, potensi teknis lahan, luasan kesatuan hamparan, indeks penanaman, kondisi aktual dan aspek kebijakan. Dari ke sembilan parameter ini, jika ditelaah berdasar pada batasan yang ada, terlihat bahwa potensi teknis lahan mempunyai makna yang sama (redundan) dengan kesesuaian lahan. Dari ke 8 (delapan) parameter ini, 2 parameter yaitu
kondisi aktual dan aspek kebijakan merupakan parameter untuk
pertimbangan penetapan zonasi LPPB. Sedangkan 6 lainnya, yaitu produktifitas pertanian, kesesuaian lahan, kelayakan ekonomi, jaringan
11
infrastruktur, luasan kesatuan hamparan lahan dan indeks penanaman termasuk dalam parameter pemilihan LPPB. 5. Pemilihan dan pendeliniasian kawasan pertanian padi sawah berkelanjutan secara visual akan didekati dengan metodologi penginderaan jauh dengan estimasi produktivitas padi. Prediksi produktivitas padi didekati berdasarkan pada karakter spektral vegatasi yang tergambar pada citra berupa indeks vegetasi (EVI). Dengan anggapan bahwa pada setiap nilai indeks vegetasi yang secara visual tergambar pada citra merupakan cerminan faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu daya dukung wilayah baik geobiofisik, sosialekonomi maupun kebijakan. 6. Dalam mencari model dalam pemilihan dan pendeliniasian kawasan lahan pertanian padi sawah berkelanjutan ini perlu diketahui juga adanya keterkaitan antara nilai indeks vegetasi/produktivitas pertanian dengan semua parameter yang mempengaruhinya. 7. Dari hasil penelitian ini pada akhirnya diharapkan dapat diformulasikan bagaimana kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan bagaimana kawasan lainnya, serta bagaimana strategi dan tata cara pendeliniasiannya menggunakan analisis spasial (metode penginderaan jauh dan SIG). Kerangka Pemikiran Berdasar tujuan penelitian dan hasil telaah pustaka disusun kerangka pemikiran penelitian Teknik Pemilihan Kawasan Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan di Kabupaten Karawang sebagaimana diagram alir berikut.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
12
METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan Penelitian Pelaksanaan penelitian secara umum dapat dibagi dalam 4 tahapan, yaitu persiapan, perolehan data, analisis dan penyajian hasil. Persiapan merupakan tahapan untuk preparasi data. Tahap Perolehan Data terdiri dari tiga kegiatan yaitu pengumpulan data sekunder, ekstraksi data penginderaan jauh dan pengumpulan data lapangan. Analisis mencakup pengolahan dan pengujian data untuk mendapatkan peubah (variable) yang berpengaruh nyata terhadap pemilihan LPPB. Sedangkan tahap penyajian hasil merupakan penyusunan metode/teknik dalam pemilihan LPPB. Kerangka penelitian ini dapat disusun menjadi diagram alir sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
Persiapan
Perolehan Data
Analisis Penyajian Hasil
Gambar 2. Diagram Alir Kerangka Penelitian
13
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2010 – Juni 2010. Secara geografis wilayah penelitian terletak pada zone UTM 48 Selatan, pada posisi koordinat 739653, 9322363 hingga 776465, 9281150 dengan luas wilayah 108.782 hektar.
Wilayah ini secara administratif termasuk dalam kabupaten
Karawang, provinsi Jawa Barat. Wilayah penelitian diliput oleh 23 kecamatan. Pemilihan wilayah ini didasarkan pada alasan bahwa kabupaten Karawang termasuk wilayah lumbung padi provinsi Jawa Barat yang didukung dengan kawasan pertanian padi sawah yang luas, produktivitasnya cukup tinggi dan secara geobiofisik wilayah ini cukup bervariasi. Batas wilayah penelitian didasarkan pada batas fisik lahan dengan pendekatan unit lahan.
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian
14
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilaksanakan dalam 3 tahap, yaitu : Koleksi Data Sekunder Koleksi data sekunder dimaksudkan untuk memperoleh data spasial dan data atribut pendukung penelitian. Koleksi data sekunder diupayakan dapat diperoleh pada instansi pemilik data seperti Departemen Pertanian RI, Balai Besar Penelitian Pertanian dan Sumber Daya Lahan Pertanian (BBPPSLP), Dinas Pertanian, dan Dinas Bina Marga dan Pengairan, BAPPEDA, BMG dan BPS yang ada di kabupaten Karawang. Ekstraksi Data Citra Penginderaan Jauh Pada penelitian ini digunakan data utama berupa data hasil ekstraksi dari citra MODIS series dan citra ALOS. Guna pemakaian citra dibantu juga dengan peta dasar berupa peta garis hasil pemetaan fotogrammetris, yaitu Peta Lahan Baku Sawah skala 1 : 10.000. Melalui data citra ini diupayakan secara optimal penyadapan data produktivitas lahan pertanian padi sawah dan pendukung lainnya, seperti
indeks penanaman, infrastruktur (irigasi, dan jalan), luasan
kesatuan hamparan lahan dan kondisi aktual. Data produktivitas dan indeks penanaman diperoleh dari data citra MODIS series, sedangkan data lainnya seperti infrastruktur berupa jalan, irigasi, luasan kesatuan hamparan lahan dan data kondisi aktual diupayakan dari data ALOS. Pengecekan Lapangan dan Wawancara Guna keperluan survei lapangan dilaksanakan teknik sampling Stratified Purposive. Proporsi sampel didasarkan pada jumlah pixel citra MODIS, sedangkan pengambilannya diambil secara proporsional terhadap setiap strata unit lahan yang disusun dari penggunaan lahan sawah, status irigasi dan jenis tanah. Survei lapangan dilaksanakan dengan dua cara yaitu groundchecking
dan
wawancara. Groundchecking pada daerah sampel untuk mengidentifikasi, mengecek kebenaran dan melengkapi data lain yang diperoleh dari kegiatan ekstraksi citra. Sedangkan wawancara responden dimaksudkan untuk memperoleh
15
data produktivitas aktual lahan padi sawah dan untuk menilai kelayakan secara ekonomi. Responden yang dipilih adalah dari petani atau kelompok tani. Secara keseluruhan data yang diperlukan dalam penelitian ini, beserta cara perolehannya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Data yang Dipakai dan Cara Perolehannya NO
JENIS DATA
I DATA SEKUNDER A Data Spasial 1 Peta Fotogrammetris LB 1 : 10.000 2 Citra Satelit MODIS Series dan ALOS 3 Peta Kesesuaian Lahan 4 Peta Jaringan Irigasi 5 Peta Infrastruktur B Data Atribut 1 RTRW Kab. Karawang 2 Data Iklim 3 Kab. Karawang Dalam Angka II DATA LAPANGAN A Data Aktual 1 Produktivitas Lahan 2 Biaya Produksi Pertanian B Data Kondisi lapangan 1 Kondisi Existing
CARA PEROLEHAN/INSTANSI
KELUARAN YANG DAPAT DIPEROLEH
Dinas Pertanian, Ditjen BPTP Deptan RI Proyek KKP3T Deptan - IPB 2009 Dinas Pertanian Kab., BBPPSLP Deptan RI Dinas Bina Marga dan Pengairan Dinas Bina Marga dan Pengairan
Peta Dasar, Penggunaan Lahan, Batas Adm. Data EVI, LKHL, IP,IS dan PL Kesesuaian Lahan Padi Sawah J. Irigasi, Klasifikasi Irigasi Sawah J. Jalan, aksesibilitas
BAPPEDA kab. Karawang Dinas Pertanian kab. Kararawang BPS kab. Karawang
Arahan Pemanfaatan Lahan (Kebijakan) Curah Hujan, Musim tanam Untuk berbagai penggunaan
Wawancara dg Petani, Kelompok Tani Wawancara dg Petani, Kelompok Tani
Produktivitas Lahan Aktual Kesesuaian Ekonomi Lahan/kelayakan
Groundchecking
Penggunaan Lahan, LKHL dan Infrastruktur
Metode Analisis Guna mencapai tujuan dan
mengetahui hasil penelitian, dilaksanakan
beberapa analisis yang dapat disusun diagram alir sebagai berikut :
Gambar 4. Kerangka Analisis Penelitian
16
Keterangan Gambar : D.Sc = data sekunder KL = kesesuaian lahan Inf = infrastruktur (jalan dan irigasi) PL = penggunaan lahan AKSE = analisis kelayakan secara ekonomi IP = indeks penanaman PLPPS = produktivitas lahan pertanian padi sawah
Analisis Citra Citra ALOS (Advanced Land Observing Satellite) Analisis citra ALOS dilaksanakan dengan Non Parametric Methods. Analisis ini dimaksudkan untuk memperoleh data infrastruktur (jalan dan irigasi), penggunaan lahan dan luasan kesatuan hamparan lahan sawah (lahan baku sawah). Beberapa kegiatan yang dilaksanakan dapat digambarkan dengan diagram alir berikut : Citra ALOS
Koreksi Citra
Manuskript Data Parameter
Ceking Lapangan
Pemrosesan Citra Ekstraksi Data
Editing Data
Evaluasi Kemam. Penyadapan Data
Data Parameter
Kemampuan Penyadapan Data
Gambar 5. Tahapan Kegiatan Penyadapan dan Analisis dari Citra ALOS Pada tahap awal pelaksanaan penyadapan data, citra ALOS yang diperoleh perlu dikoreksi untuk menghilangkan kesalahan akibat distorsi geometrik, berupa jarak, luas, arah dan sudut. Pelaksanaan koreksi geometri dibantu dengan peta dasar yang mempunyai kontrol bumi yang baik, dalam hal ini digunakan peta hasil kegiatan fotogrammetris yaitu Peta Lahan Baku Sawah skala 1 : 10.000 Departemen Pertanian RI. Pada pelaksanaan koreksi geometri ini hingga didapat
17
kesalahan transformasi (Root Mean Square) = 0,05 atau < 0,5 pixel. Pelaksanaan koreksi geometri citra dibantu dengan perangkat lunak ERDAS Imagine 9.3. Kegiatan selanjutnya adalah pemrosesan citra, suatu kegiatan yang digunakan untuk mwmpwrbaiki kualitas gambar agar lebih tajam. Kegiatan pemrosesan citra yang dilaksanakan berupa penajaman citra ALOS dengan manipulasi kontras dan filtering. Pemrosesan citra dibantu dengan perangkat lunak ERDAS Imagine 9.3. Kegiatan ekstraksi data penggunaan lahan dilaksanakan secara visual dengan digitasi on screen menggunakan perangkat lunak Auto Cad Map. Pengenalan masing-masing obyek didasarkan pola tanggap spektral dan karakteristik dasar obyek lainnya yang dapat dikenali dan tergambar dari citra ALOS. Pengenalan ini dibantu dengan menggunakan unsur-unsur interpretasi berupa karakteristik dasar yang bisa dikenali dari citra berupa rona/warna, tekstur, pola, ukuran, bentuk, bayangan dan situs. Dalam ekstraksi data ini dibantu juga dengan data penggunaan lahan lama (tahun 2003). Hasil ekstraksi data penggunaan lahan yang didalamnya terdapat juga data infrastruktur dan luas kesatuan hamparan lahan (lahan baku sawah) di wujudkan dalam bentuk manuskript (peta sementara). Peta sementara ini selanjutnya dibawa ke lapangan untuk dijadikan sebagai bahan untuk kegiatan pengecekan lapangan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui kebenaran hasil ekstraksi dan kondisi sesungguhnya setiap obyek di lapangan. Banyaknya obyek yang di cek di lapangan diambil secara Stratified pada setiap populasi obyek. Hasil ceking lapangan yang diperoleh digunakan untuk editing hasil ekstraksi data penggunaan lahan dan evaluasi kemampuan citra ALOS dalam menyajikan data parameter. Citra MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) Pada penelitian ini digunakan citra MODIS Terra MOD09A1 dan citra MODIS Aqua MYD09A1. Citra ini mempunyai proyeksi Sinusoidal dengan luas cakupan area 1200 x 1200 km², mempunyai 7 kanal spektral yaitu kanal spektral 1 sampai dengan kanal spektral 7 dan mempunyai resolusi spasial 500 m. Produk citra ini telah dikoreksi atmosferik terhadap gas, awan tipis dan aerosol (Xiao et al 2006, Heidina 2010).
18
Citra MODIS Terra Aqua yang digunakan merupakan citra yang diakusisi pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 (series 5 tahun), yang dapat dirinci sebagaimana tabel berikut : Tabel 5. Citra MODIS Terra Aqua Yang Digunakan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Kode MOD09A1.A2005033 MOD09A1.A2005049 MOD09A1.A2005057 MOD09A1.A2005065 MOD09A1.A2005097 MOD09A1.A2005105 MOD09A1.A2005113 MOD09A1.A2005129 MOD09A1.A2005137 MOD09A1.A2005145 MOD09A1.A2005153 MOD09A1.A2005161 MOD09A1.A2005169 MOD09A1.A2005177 MOD09A1.A2005185 MOD09A1.A2005193 MOD09A1.A2005201 MOD09A1.A2005209 MOD09A1.A2005217 MOD09A1.A2005225 MOD09A1.A2005233 MOD09A1.A2005241 MOD09A1.A2005257 MOD09A1.A2005265 MOD09A1.A2005273 MOD09A1.A2005305 MOD09A1.A2005313
Tgl. Akuisisi 02-Feb-05 18-Feb-05 26-Feb-05 06-Mar-05 07-Apr-05 15-Apr-05 23-Apr-05 09-Mei-05 17-Mei-05 25-Mei-05 02-Jun-05 10-Jun-05 18-Jun-05 26-Jun-05 04-Jul-05 12-Jul-05 20-Jul-05 28-Jul-05 05-Agust-05 13-Agust-05 21-Agust-05 29-Agust-05 14-Sep-05 22-Sep-05 30-Sep-05 01-Nop-05 09-Nop-05
28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
MYD09A1.A2006041 MYD09A1.A2006065 MYD09A1.A2006097 MYD09A1.A2006121 MYD09A1.A2006129 MYD09A1.A2006161 MYD09A1.A2006169 MYD09A1.A2006177 MYD09A1.A2006185 MYD09A1.A2006193 MYD09A1.A2006201 MYD09A1.A2006209 MYD09A1.A2006217 MYD09A1.A2006225 MYD09A1.A2006233 MYD09A1.A2006241 MYD09A1.A2006249 MYD09A1.A2006257 MYD09A1.A2006265 MYD09A1.A2006273 MYD09A1.A2006281 MYD09A1.A2006289
10-Feb-06 06-Mar-06 07-Apr-06 01-Mei-06 09-Mei-06 10-Jun-06 18-Jun-06 26-Jun-06 04-Jul-06 12-Jul-06 20-Jul-06 28-Jul-06 05-Agust-06 13-Agust-06 21-Agust-06 29-Agust-06 06-Sep-06 14-Sep-06 22-Sep-06 30-Sep-06 08-Okt-06 16-Okt-06
No. 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72
Kode MOD09A1.A2007009 MOD09A1.A2007073 MOD09A1.A2007089 MOD09A1.A2007121 MOD09A1.A2007129 MOD09A1.A2007137 MOD09A1.A2007145 MOD09A1.A2007153 MOD09A1.A2007161 MOD09A1.A2007169 MOD09A1.A2007177 MOD09A1.A2007185 MOD09A1.A2007193 MOD09A1.A2007201 MOD09A1.A2007209 MOD09A1.A2007217 MOD09A1.A2007225 MOD09A1.A2007233 MOD09A1.A2007241 MOD09A1.A2007249 MOD09A1.A2007265 MOD09A1.A2007321 MOD09A1.A2007329
Tgl. Akuisisi 09-Jan-07 14-Mar-07 30-Mar-07 01-Mei-07 09-Mei-07 17-Mei-07 25-Mei-07 02-Jun-07 10-Jun-07 18-Jun-07 26-Jun-07 04-Jul-07 12-Jul-07 20-Jul-07 28-Jul-07 05-Agust-07 13-Agust-07 21-Agust-07 29-Agust-07 06-Sep-07 22-Sep-07 17-Nop-07 25-Nop-07
73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98
MOD09A1.A2008001 MOD09A1.A2008009 MOD09A1.A2008017 MOD09A1.A2008025 MOD09A1.A2008033 MOD09A1.A2008041 MOD09A1.A2008049 MOD09A1.A2008057 MOD09A1.A2008065 MOD09A1.A2008073 MOD09A1.A2008081 MOD09A1.A2008089 MOD09A1.A2008097 MOD09A1.A2008105 MOD09A1.A2008113 MOD09A1.A2008121 MOD09A1.A2008129 MOD09A1.A2008137 MOD09A1.A2008145 MOD09A1.A2008153 MOD09A1.A2008161 MOD09A1.A2008169 MOD09A1.A2008177 MOD09A1.A2008185 MOD09A1.A2008193 MOD09A1.A2008201
01-Jan-08 09-Jan-08 17-Jan-08 25-Jan-08 02-Feb-08 10-Feb-08 18-Feb-08 26-Feb-08 05-Mar-08 13-Mar-08 21-Mar-08 29-Mar-08 06-Apr-08 14-Apr-08 22-Apr-08 30-Apr-08 08-Mei-08 16-Mei-08 24-Mei-08 01-Jun-08 09-Jun-08 17-Jun-08 25-Jun-08 03-Jul-08 11-Jul-08 19-Jul-08
No. 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118
Kode MOD09A1.A2008209 MOD09A1.A2008217 MOD09A1.A2008225 MOD09A1.A2008233 MOD09A1.A2008241 MOD09A1.A2008249 MOD09A1.A2008257 MOD09A1.A2008265 MOD09A1.A2008273 MOD09A1.A2008281 MOD09A1.A2008289 MOD09A1.A2008297 MOD09A1.A2008305 MOD09A1.A2008313 MOD09A1.A2008321 MOD09A1.A2008329 MOD09A1.A2008337 MOD09A1.A2008345 MOD09A1.A2008353 MOD09A1.A2008361
Tgl. Akuisisi 27-Jul-08 04-Agust-08 12-Agust-08 20-Agust-08 28-Agust-08 05-Sep-08 13-Sep-08 21-Sep-08 29-Sep-08 07-Okt-08 15-Okt-08 23-Okt-08 31-Okt-08 08-Nop-08 16-Nop-08 24-Nop-08 02-Des-08 10-Des-08 18-Des-08 26-Des-08
119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144
MOD09A1.A2009001 MOD09A1.A2009065 MOD09A1.A2009073 MOD09A1.A2009081 MOD09A1.A2009105 MOD09A1.A2009113 MOD09A1.A2009121 MOD09A1.A2009137 MOD09A1.A2009145 MOD09A1.A2009153 MOD09A1.A2009161 MOD09A1.A2009169 MOD09A1.A2009177 MOD09A1.A2009185 MOD09A1.A2009193 MOD09A1.A2009201 MOD09A1.A2009209 MOD09A1.A2009217 MOD09A1.A2009225 MOD09A1.A2009233 MOD09A1.A2009241 MOD09A1.A2009249 MOD09A1.A2009257 MOD09A1.A2009265 MOD09A1.A2009289 MOD09A1.A2009345
01-Jan-09 05-Mar-10 13-Mar-10 21-Mar-10 14-Apr-10 22-Apr-09 30-Apr-10 16-Mei-10 24-Mei-10 01-Jun-10 09-Jun-10 17-Jun-10 25-Jun-10 03-Jul-10 11-Jul-10 19-Jul-10 27-Jul-10 04-Agust-10 12-Agust-10 20-Agust-10 28-Agust-10 05-Sep-10 13-Sep-10 21-Sep-10 15-Okt-09 10-Des-09
Analisis citra MODIS dilaksanakan dengan Parametric Methods. Analisis ini dimaksudkan untuk pemetaan produktivitas dan indeks penanaman padi sawah dengan pendekatan melalui indeks vegetasi (EVI). Nilai EVI diperoleh dari nilai reflektansi kanal spektral merah (red), kanal inframerah dekat (NIR) dan kanal
19
spektral biru (blue). Persamaan EVI oleh Huete et al. (1997) diformulasikan dengan : ρNIR – ρRED EVI = 2.5 *
ρNIR – C1*ρRED-C2*ρBLUE+L
Keterangan : ρ = nilai reflektan kanal spektral C = koefisien koreksi atmospheric aerosol scattering pada kanal spektral merah berdasarkan kanal spektral biru (C1 : 6, C2 : 7,5) L = soil effect adjustment factor (1) Indeks vegetasi diketahui melalui data citra MODIS series selama 5 tahun (2005 – 2009), dengan resolusi temporal 8 hari. Cara perolehan data produktivitas dan indeks penanaman dapat digambarkan pada diagram alir berikut. Citra MODIS Sr.
Groundtruth
Ekstraksi C. MDS EVI
Sampling
EVIn
Prod. Ak.
Anal. Korelasi
EVIos
Persamaan Relasional
Grafik Produktivitas Keterangan : EVIn = EVI new (2009) EVIos = EVI olds (2005 – 2008)
Data Indeks Penanaman
Gambar 6. Ekstraksi Data Produktivitas Pertanian Analisis Kelayakan Secara Ekonomi Analisis ini pada dasarnya merupakan kesesuaian lahan pertanian pangan secara ekonomi. Evalusi kesesuaian/kelayakan lahan secara ekonomi dilaksanakan dengan cara analisis nilai ekonomi lahan berdasar pada data lapangan yang diperoleh. Kelayakan secara ekonomi dapat diukur dari cost produksi dan benefit yang diperoleh dari volume produksi lahan. Kapasitas lahan yang mempunyai ratio benefit dan cost (BCR) berada di atas BEP dan mempunyai margin minimal sama dengan kebutuhan hidup minimal tiap keluarga petani yang dianggap memenuhi syarat untuk dilanjutkan.
20
Analisis Penentuan Parameter Yang Digunakan Untuk Deliniasi LPPB Paramater yang akan digunakan untuk pembuatan model diketahui dari signifikansi dan sumbangan terbesar dari masing-masing variabel penjelas (Xi), berupa kesesuaian lahan, kelayakan secara ekonomi, infrastruktur, luasan kesatuan hamparan lahan, indeks penanaman dan aspek kebijakan (RTRWK) dengan variabel tujuan (Y) berupa produktifitas lahan pertanian pangan. Selanjutnya dideskripsikan keterkaitan antara keberlanjutan lahan dengan semua parameter yang digunakan. Dalam pelaksanaan analisis ini akan digunakan metode analisis Hayashi 1. Penggunaan metode analisis ini dengan pertimbangan bahwa 1). analisis ditujukan untuk menduga parameter koefisien keterkaitan antara variabelvariabel penjelas (Explanatory Variables) dengan satu variabel tujuan, 2). untuk menunjukkan variabel-variabel penjelas mana saja yang paling nyata (Significant) kaitannya dengan variabel tujuan. Selain itu pertimbangannya adalah variabel penjelasnya (independent variable) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan campuran antara data nominal dan data ordinal, sedang variabel tujuannya (dependent variable) berupa data kuantitatif. Sehingga untuk memudahkan analisis variabel penjelas diseragamkan dengan jalan kuantifikasi menjadi data kategorik. Algoritma pokok dari Analisis Kuantifikasi Hayashi ini dapat diformulasikan dengan model matematis :
y = ∆a + ε di mana:
y : vektor data variabel tujuan ukuran (n×1) ∆ : matriks data variabel-variabel penjelas ukuran (nxC) di mana C = a : vektor parameter skor untuk kategori-kategori dari variabel-variabel penjelas ukuran (C×1) ε : vektor parameter eror pendugaan ukuran (n×1) Sumber : Tanaka et al. (1992), Saefulhakim (1996) Dari hasil analsis yang diperoleh selanjutnya diformulasikan paramater apa saja yang mempunyai pengaruh nyata untuk penentuan LPPB. Uji Keberlanjutan Analisis ini dilaksanakan untuk mengetahui aspek keberlanjutan dalam pemanfaatan lahan. Keberlanjutan dapat dicapai melalui pemanfaatan lahan untuk
21
produksi secara optimal. Penggunaan lahan optimal jika sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lahan. Uji keberlanjutan ini dapat diketahui dari dari grafik yang dibuat dan matriks yang diperoleh dari hasil analisis, di sini dapat diperlihatkan dan diidentifikasi karakteristik parameter unit lahan padi sawah yang berkelanjutan. Pembuatan Model Penetapan dan Pendeliniasian LPPB Berdasarkan hasil analisis uji keberlanjutan, selanjutnya dilaksanakan analisis spasial dan dikenali suatu model lahan pertanian padi sawah berkelanjutan. Melalui identifikasi gejala spasial LPPB yang dapat dinampakkan pada suatu citra. Dari pola gejala spasial yang diamati pada citra, teknik penginderaan
jauh/SIG
dapat dibangun dalam pemilihan dan pendelinasian
kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
22
KONDISI WILAYAH PENELITIAN Kondisi Geografis Topografi Wilayah penelitian memiliki ketinggian tempat paling rendah 0 m dpal (dari permukaan air laut) di wilayah utara yaitu sekitar pantai tempuran dan tertinggi 217,5 m dpal yang berada di perbukitan wilayah selatan Ciampel. Sebagian besar wilayah (74,8 %) merupakan dataran aluvial yang relatif datar dengan kemiringan lereng antara 0 – 3 %. Sebagian kecil lainnya di wilayah selatan merupakan dataran kaki gunung Gede-Pangrango memiliki topografi berombak seluas 14,3 %, bergelombang seluas 8,4 % dan berbukit seluas 2,4 %. Secara rinci kondisi topografi wilayah penelitian ini dapat disajikan pada Gambar 7 berikut.
Gambar 7. Kondisi Topografi dan Lereng Wilayah Penelitian
23
Geologi Berdasarkan data geologi dari Puslitbang Geologi Kementrian ESDM, wilayah penelitian sebagian besar tersusun dari batuan sedimen (clastic, fine, claystone) yang merupakan endapan banjir yang terbentuk pada jaman Holosen. Adapun di sekitar wilayah pantai Tempuran merupakan batuan sedimen (clastic, medium, sands) yang terbentuk dari endapan laut dangkal pada jaman Pleistosen dan batuan sedimen aluvium dari endapan laut dangkal pada jaman Holosen. Iklim Wilayah penelitian sebagian besar merupakan dataran rendah, sebagaimana umumnya wilayah di kabupaten Karawang pada bulan Januari sampai dengan April bertiup angin Muson Tenggara, kecepatan angin berkisar antara 30 – 35 km/jam, lamanya tiupan antara 5 – 7 jam. Temperatur udara rata-rata 27 ºC, tekanan udara rata-rata 0,01 milibar, penyinaran matahari 66 % dengan kelembaban nisbi sebesar 80 %. Curah hujan tahunan berkisar antara 1.100 – 3.200 mm/tahun (RPP Kab. Karawang – Dinas Pertanian KP 2009). Berdasar data curah hujan untuk wilayah penelitian dapat dijelaskan bahwa curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Pebruari, tertinggi terjadi di kecamatan Purwosari sebesar 668 mm/bulan dengan lama hujan 22 hari, sedangkan curah hujan terendah tanpa hari hujan jatuh pada bulan Agustus terjadi di hampir di seluruh wilayah penelitian. Data curah hujan bulanan rata-rata wilayah penelitian selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 6. Data Curah Hujan Bulanan Rata-Rata Tahun 2005 - 2009 TAHUN
JANUARI
PEBRUARI
CH
CH
HH
HH
MARET CH
332,0 14,6 263,6 9,5 211,6 2005 422,6 16,0 248,0 11,1 193,8 2006 149,4 7,7 445,6 15,3 208,9 2007 273,1 17,0 472,0 19,0 225,0 2008 426,0 14,4 402,5 15,1 212,4 2009 Jumlah 1.603,0 69,6 1.831,7 70,0 1.051,6 Rata-rata 320,6 13,9 366,3 14,0 210,3 Keterangan : CH = Curah Hujan (mm) HH = Hari hujan (hari)
APRIL HH
MEI CH
HH
JUNI CH
HH
JULI CH
HH
AGUSTUS SEPTEMBE OKTOBER NOPEMBER DESEMBER
HH
CH
CH
9,4 8,1 11,4 12,0 9,0 49,9 10,0
92,5 5,9 67,1 3,6 77,1 4,0 31,9 1,9 22,1 143,2 7,7 88,3 5,2 25,3 1,7 20,4 0,7 1,2 151,5 8,2 45,1 4,8 70,5 4,3 2,4 0,4 11,9 168,0 8,0 20,0 3,0 3,0 1,0 9,0 1,0 142,8 7,3 110,0 5,8 74,4 2,9 12,7 0,8 0,4 697,9 37,0 330,4 22,3 250,3 13,8 76,4 4,7 35,6 139,6 7,4 66,1 4,5 50,1 2,8 15,3 0,9 7,1
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
1,1 34,4 1,2 149,5 5,3 284,1 8,1 95,2 0,2 0,0 0,0 20,0 1,6 69,0 4,9 235,0 0,4 19,2 1,6 69,9 3,9 123,2 8,2 264,1 - 31,0 1,0 13,0 3,0 51,0 3,0 252,0 0,1 44,9 2,8 65,6 4,0 172,8 9,6 173,9 1,7 129,4 6,5 317,9 17,7 700,1 33,7 1.020,1 0,3 25,9 1,3 63,6 3,5 140,0 6,7 204,0 Sumber : Laporan Tahunan Dinas Pertanian kab. Karawang
HH
5,4 10,7 12,0 13,0 10,0 51,1 10,2
24
Tanah Berdasarkan pada Peta Satuan Tanah skala 1 : 50.000 yang dikeluarkan oleh Puslittanak pada tahun 1996, wilayah penelitian mempunyai 6 jenis tanah dalam kategori great group (Soil Taxonomi 1998), yaitu a). Endoaquents, b). Tropofluvents, c). Tropaquepts, d). Eutropepts, e). Dystropepts, dan f). Hapludolls.
Gambar 8. Peta Jenis Tanah Wilayah Penelitian
25
Wilayah penelitian yang merupakan wilayah pertanian padi sawah didominasi oleh tanah-tanah Tropaquepts. Wilayah ini umumnya merupakan dataran aluvial/fluvial, solum dalam, endapan liat, bertekstur halus, laju infiltrasi rendah, tidak masam dan bersifat isohipertermik. Tanah-tanah Eutropepts dan Dystropepts umumnya menempati daerah yang lebih tinggi yaitu pada wilayah berombak hingga berbukit, tanah-tanah Tropofluvent dan Endoaquents berada di lembah sempit sekitar sungai, sedangkan tanah-tanah Hapludolls mempunyai penyebaran yang terbatas. Penyebaran jenis tanah di wilayah penelitian dapat dilihat pada Gambar 8. Kesesuaian Lahan Berdasarkan data kesesuaian lahan aktual untuk pertanian padi sawah yang diperoleh dari Puslittanak (1995), menunjukkan bahwa di wilayah penelitian tidak dijumpai adanya kelas Sangat Sesuai (S1). Wilayah pertanian padi sawah umumnya mempunyai kelas kesesuaian lahan Cukup Sesuai (S2), dan sebagian lagi mempunyai kelas kesesuaian lahan Sesuai Marginal (S3). Lahan dengan kelas cukup sesuai mempunyai faktor pembatas media perakaran (r), retensi hara (f) dan hara tersedia (n). Kelas kesesuaian lahan sesuai marginal mempunyai pembatas kemudahan pengelolaan tanah (p), media perakaran (r), retensi hara (f), hara tersedia (n) dan keadaan terrain (s). Untuk bagian selatan wilayah penelitian yang mempunyai wilayah pertanian padi sawah yang relatif sempit, serta wilayah di sekitar sempadan sungai di bagian utara mempunyai kelas kesuaian lahan Sesuai Marginal (S3) dan Tidak Sesuai (N). Faktor pembatasanya umumnya berupa bahaya banjir (b), media perakaran (r), retensi hara (f), hara tersedia (n), keadaan terrain (s), tingkat bahaya erosi (e) dan salinitas (c). Berdasarkan luasannya, wilayah penelitian yang mempunyai kelas kesesuaian lahan S2 seluas 60.701 hektar atau setara dengan 55,8 % dari luas wilayah penelitian, S3 seluas 43.062 hektar atau setara dengan 39,59 % dari luas wilayah, N1 dengan luas 2.623 hektar atau setara dengan 2,41 % dari luas wilayah dan N2 seluas 2.395 hektar atau setara dengan 2,2 % dari luas wilayah. Penyebaran kelas kesesuaian lahan ini dapat dilihat pada gambar berikut.
26
Gambar 9. Peta Sub-Kelas Kesesuaian Lahan Wilayah Penelitian
27
Arahan Kebijakan Berkenaan dengan arahan kebijakan pola pemanfaatan ruang terdapat 3 sumber arahan kebijakan yaitu RTRWN, RTRWP Jawa Barat dan RTRWK Karawang. Dari ketiganya mengindikasikan bahwa kabupaten Karawang termasuk wilayah andalan penyangga DKI dan sekitarnya, dengan sektor unggulan pertanian, industri, perikanan, pertambangan dan pariwisata. Kebijakan ini yang memberikan arahan dalam pemanfaatan ruang, pengembangan sistem pusat-pusat permukiman, pengembangan kawasan tertentu dan pengembangan sistem prasarana wilayah. Jika kita mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang 2003 – 2013, arahan pola pemanfaatan ruang untuk kawasan lindung terletak di kawasan gunung Sanggabuana, kawasan konservasi terletak pada kawasan hutan lindung KPH Perhutani di kecamatan
Pangkalan dan Telukjambe. Kawasan
lindung juga terletak pada sempadan sungai, sempadan pantai, kawasan mata air, danau, dan hutan bakau. Kawasan budidaya terdiri dari kawasan pertanian dan non pertanian. Kawasan pertanian terdiri dari kawasan penyangga, tanaman tahunan untuk lokasi wilayah-wilayah industri, pertanian lahan kering pada komplek ekologi hulu dan tengah bagian hulu, pertanian lahan basah didominasi oleh sawah dengan prasarana irigasi teknis dalam pelayanan Tarum Barat, Tarum Timur, Tarum Utara, saluran bendung Cebeet, bendung Barugbug dan bendung Pucang. Perikanan diarahkan pada ekologi pesisir pantai utara, peternakan di wilayah kecamatan Pangkalan. Kawasan Permukinan umumnya terletak pada kawasan perkotaan yang tumbuh pada koridor jalan antara Jakarta – Purwakarta, sedangkan permukiman perdesaan tersebar pada pedesaan yang terpadu dengan budidaya pertanian. Sedangkan dari sisi struktur ruang ditandai dengan adanya penataan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yang diarahkan di kota Cikampek dan kota Karawang, Pusat Kegiatan Lokal (PKL) diarahkan di kecamatan Rengasdengklok, Lemahabang, Batujaya, Klari, Pangkalan dan Cilamaya. Penataaan ini akan dilengkapi juga dengan pengembangan sarana dan prasarana seperti Pelabuhan Udara Sekunder, Terminal, Rumah Sakit, TPA, Pasar Induk, Perguruan Tinggi maupun Permukiman.
28
Gambar 10. Arahan Pola Pemanfaatan Ruang Berdasar RTRWK Karawang 2003 -2013
29
Dalam prasarana jalan diupayakan adanya pembukaan akses antar wilayah di bagian utara dan selatan, yaitu dengan peningkatan status jalan serta pembuatan jalan negara baru. Pembuatan jalan negara baru antara lain jalan lingkar kota Karawang, akses jalan tol Karawang Barat-Telukjambe, jembatan Citarum Utara di Batujaya dan Jembatan Telukjambe yang keduanya mengakses ke Bekasi. Sedangkan peningkatan status jalan kabupaten menjadi jalan provinsi yaitu pada jalan Badami-Pangkalan-Jonggol. Secara detil gambaran Rencana Tata Ruang Wilayah ini dapat dilihat pada gambar berikut. Penggunaan Lahan Data penggunaan lahan diperoleh dari hasil penyadapan data dari citra ALOS AVNIR-2 akuisisi 30 Juni 2009. Hasil penyadapan data ini disempurnakan dengan hasil identifikasi lapangan yang dilaksanakan pada bulan April - Juni 2010. Dari hasil penyadapan data
ini diketahui bahwa hampir separuh dari
wilayah penelitian digunakan untuk lahan sawah. Sawah Irigasi Teknis seluas 50.276 hektar atau 46, 2 % dari luas wilayah penelitian, Sawah Irigasi Semi Teknis seluas 487, 2 hektar atau 0,45 % dari luas wilayah penelitian, Sawah Tadah Hujan seluas 2.320 hektar atau 2,13 % dari luas wilayah penelitian dan Sawah Pasang Surut seluas 1.399 hektar atau 1,29 % dari luas wilayah penelitian. Penggunan lahan lain yang cukup luas antara lain permukiman seluas 17.490 hektar (16,08 %), kebun campuran seluas 11.901 hektar (10,9 %), semak belukar seluas 10.054 hektar (9,2 %), kawasan industri seluas 5.284 hektar (4,86 %) dan ladang/tegalan seluas 3.518 hektar (3,23 %). Adapun penggunaan lahan lainnya mempunyai luasan yang kecil. Secara rinci luas penggunaan lahan wilayah penelitian dapat disajikan pada Tabel 5. Penggunaan lahan sawah terletak pada wilayah dataran beririgasi teknis yang menempati sebagian besar wilayah utara penelitian. Sedangkan bagian selatan yang bertopografi berombak hingga bergelombang yang tanpa dilengkapi irigasi teknis umumnya merupakan tanaman untuk lahan kering, wilayah industri, semak belukar maupun hutan lindung.
30
Tabel 7. Luas Penggunaan Lahan Wilayah Penelitian No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Penggunaan Lahan Sawah Irigasi Teknis Sawah Irigasi Semi Teknis Sawah Tadah Hujan Sawah Pasang Surut Ladang/Tegalan Kebun Campuran Semak_Belukar Hutan Taman/Ruang Terbuka Lapangan Olah Raga Permukiman Perkantoran Perdagangan Jasa Lainnya Kawasan Industri Kolam/Empang Tambak Danau_Rawa Saluran Irigasi Primer Saluran Irigasi Sc -Tr Sungai Jalan Tol Jalan Arteri Jalan Kolektor Jumlah
Luas (ha) 50.276,86 487,22 2.320,76 1.399,66 3.518,21 11.901,71 10.054,07 2.558,50 73,18 433,95 17.490,34 49,36 77,71 131,38 5.284,04 250,21 715,66 294,18 323,66 95,96 781,41 81,53 83,42 99,04 108.782,00
% 46,22 0,45 2,13 1,29 3,23 10,94 9,24 2,35 0,07 0,40 16,08 0,05 0,07 0,12 4,86 0,23 0,66 0,27 0,30 0,09 0,72 0,07 0,08 0,09 100,00
Seacara spasial kenampakan dan penyebaran penggunaan di wilayah penelitian dapat diperlihatkan pada Gambar 11.
31
Gambar 11. Penggunaan Lahan Wilayah Penelitian
32
Luasan Kesatuan Hamparan Lahan (LKHL) Luasan Kesatuan Hamparan Lahan merupakan sebaran dan luasan hamparan lahan yang menjadi satu kesatuan sistem produksi pertanian padi sawah yang terkait. Data Luasan Kesatuan Hamparan Lahan merupakan turunan dari data penggunaan lahan, di mana hamparan lahan sawah terbagi dalam kesatuan-kesatuan sistem produksi yang dibatasi oleh jaringan jalan atau sistem irigasi. Data ini diperoleh dari citra ALOS AVNIR-2. Pada penelitian ini LKHL diklasifikasikan menjadi 5 klas, yaitu LKHL Luas dengan kesatuan luasan > 50 hektar, LKHL Agak Luas dengan kesatuan luasan antara 20 – 50 hektar, LKHL Sedang dengan kesatuan luasan antara 10 – 20 hektar, LKHL Agak Sempit dengan kesatuan luasan antara 2 -10 hektar dan LKHL Sempit mempunyai kesatuan luasan < 2 hektar. Sesuai dengan kondisi topografi wilayah yang sebagian besar datar, dengan kesesuaian lahan aktual cukup sesuai untuk sawah, dengan jenis tanah tropaquept didukung dengan jaringan irigasi dan jalan yang memadai, dimana wilayah demikian sangat cocok untuk penggunaan lahan sawah. Kondisi demikian menyebabkan sebagian besar wilayah penelitian mempunyai Luasan Kesatuan Hamparan Lahan yang luas. Wilayah yang mempunyai LKHL luas menempati sebagian besar (95%) wilayah penelitian. Wilayah yang mempunyai Luasan Kesatuan Hamparan Lahan yang sempit berada pada wilayah yang bertopografi berombak hingga bergelombang, mempunyai kesesuaian lahan aktual sesuai marginal atau tidak sesuai dengan jenis tanah yang kurang mendukung (Hapludols, Dystropepts) dan tidak dilengkapi dengan jaringan irigasi. Wilayah ini terletak di bagian selatan wilayah penelitian. Wilayah yang mempunyai LKHL Agak Luas meliputi 2,3 % wilayah penelitian, dengan LKHL Sedang meliputi 1,2 % wilayah penelitian, LKHL Agak Sempit meliputi 0,1 % wilayah penelitian dan LKHL meliputi 0,1 % wilayah penelitian. Klasifikasi Luasan Kesatuan Hamparan Lahan wilayah penelitian dapat diperlihatkan pada Gambar 12 berikut.
33
Gambar 12. Klasifikasi Luasan Kesatuan Hamparan Lahan Wilayah Penelitian
34
Kondisi Infrastruktur Sistem Jaringan Transportasi Wilayah Sesuai dengan Undang-Undang nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan, di wilayah penelitian terdapat dua klas fungsi jalan yang menghubungkan Karawang dengan wilayah lainnya. Pertama, Jalan Tol Jakarta – Cikampek dan Jalan Tol Cipularang, dengan akses tol di Karawang Barat, Karawang Timur, Dawuan dan Cikampek. Kedua, Jalan Arteri yang merupakan jalan lintas Jakarta – Pantura, Purwakarta dan Subang. Pada lintas ini terdapat 3 buah terminal, yaitu terminal Karawang, Terminal Klari dan Terminal Cikampek. Selain itu akses penghubung Karawang dengan daerah lain adalah jaringan rel Kereta Api. Dalam jaringan transportasi Kereta Api ini terdapat beberapa stasiun yang disinggahi kereta-kereta ekonomi ke arah Semarang, Yogyakarta dan Surabaya, KRD Purwakarta dan Kereta Api Bisnis jurusan Bandung. Stasiun tersebut adalah Karawang, Klari dan Cikampek. Jalan yang menghubungkan antar Pusat Kegiatan Lolak (PKL) satu dengan Pusat Kegiatan Lokal lainnya berupa Jalan Kolektor. Beberapa dari jalan ini juga menghubungkan kota PKL dengan kabupaten lainnya, seperti Bogor Purwakarta dan Subang. Kota PKL dengan kota-kota kecamatan sekitarnya dihubungkan dengan Jalan Lokal (Lingkungan), sedangkan antara kota kecamatan dengan desadesa sekitarnya dihubungkan dengan Jalan Lingkungan dan Jalan Lainnya. Aksessibilitas antar wilayah di wilayah penelitian cukup baik, baik antara kota Karawang atau Cikampek yang mempunyai status PKW dengan kota-kota PKL di bawahnya, antara PKL dengan kota kecamatan atau desa-desa yang secara struktur berada di bawahnya. Begitu juga antara kota kecamatan atau desa dengan wilayah pertanian padi sawah di pedesaan umumnya telah mempunyai aksessibilyas yang baik. Kondisi sistem jaringan transportasi wilayah penelitian dapat dilihat pada gambar berikut.
35
Gambar 13. Sistem Jaringan Transportasi Wilayah
36
Sebaran Status Irigasi Pada wilayah penelitian mengalir beberapa sungai yang cukup besar diantaranya Citarum, Cibeet, Ci Geuntis, Ci Talahap, Ci Patunjang, Ci BulanBulan dan Ci Wadas. Sungai-sungai ini mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sistem irigasi di wilayah penelitian. Adapun sebaran sistem irigasi yang ada di wilayah penelitian berupa Irigasi Teknis, Irigasi Semi Teknis, Irigasi Sederhana/Tadah Hujan dan Irigasi yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Sawah dengan prasarana irigasi teknis mendapat pelayanan Saluran Induk Tarum Barat dan Tarum Timur yang berasal dari Bendungan Curug, Tarum Utara yang mendapat sumber air dari Bendungan Walahar, serta Saluran Induk dari bendung Cibeet. Sawah yang mendapatkan pengairan dari irigasi teknis ini mencapai 92,34 %. Sawah yang mendapatkan pelayanan irigasi semi teknis berada di bagian selatan (kecamatan Pangkalan). Wilayah ini merupakan Daerah Irigasi Bendung Waru yang saat ini tidak berfungsi karena mengalami kerusakan (jebol). Irigasi Sederhana/Tadah Hujan meliputi wilayah bagian selatan yang mempunyai topografi berombak tanpa prasarana jaringan irigasi. Wilayah ini mendapatkan air dari hujan, atau dengan cara pompanisasi dari air sungai yang berada di bawahnya atau sumur-sumur yang telah dibuat. Sedangkan di bagian utara wilayah penelitian (sekitar pantai Tempuran) merupakan daerah yang mendapat pengaruh pasang surut air laut. Selain itu terdapat anomali dalam sistem irigasi di beberapa wilayah penelitian. Di babakan Tamiang desa Lemahmulya kecamatan Majalaya merupakan wilayah yang berada di samping Saluran Induk Tarum Utara merupakan sawah tadah hujan dikarenakan mempunyai ketinggian tempat lebih tinggi dari saluran irigasi. Di kampung Tamelang desa Bengle kecamatan Majalaya dan desa Lemahduku kecamatan Tempuran yang merupakan wilayah irigasi teknis ternyata mempunyai sawah tadah hujan, oleh karena sesuatu hal air tidak dapat mecapai wilayah ini. Anomali lain adalah adanya daerah-daerah yang merupakan langganan banjir di musim hujan. Wilayah yang merupakan langganan banjir adalah wilayah yang berada di sekitar aliran sungai besar, wilayah hilir
37
(outlet) dari sistem irigasi atau daerah cekungan. Wilayah ini antara lain berada di kecamatan Telukjambe Barat, Pedes dan Cilebar. Sebaran sawah berdasarkan sistem irigasinya dapat diperlihatkan pada gambar berikut :
Sumber Peta : Dinas Bina Marga dan Pengairan; Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Kab. Karawang, dilengkapi dengan survei lapangan tahun 2010.
Gambar 14. Sebaran Status Irigasi Sawah
38
Kelayakan Secara Ekonomi Kelayakan Secara Ekonomi diketahui dari analisis usaha pertanian padi sawah. Kelayakan secara ekonomi ini diukur dari cost dari produksi dan benefit yang diperoleh dari volume produksi lahan. Data yang digunakan untuk analisis diperoleh dari hasil wawancara di lapangan. Data yang digunakan untuk menghitung cost dan benefit dari pengusahaan lahan untuk padi sawah, sebagaimana tabel berikut : Tabel 8. Data Lapangan Yang Digunakan Untuk Menghitung BCR I 1 2 3 4 5 II 1 2
3
4
5
III IV V
KARAKTERISTIK SAWAH Status/kondisi Irigasi Pola penanaman sawah dalam 1 tahun Indeks Penanaman Padi Jenis bibit yang ditanam Produktivitas perhektar perpanen BIAYA PRODUKSI Kebutuhan Benih Padi Kebutuhan Pupuk a. Kimia b. Kandang (Hijau) c. Pestisida Biaya Pengolahan a. Pengolahan Tanah b. Persemaian c. Plastik Buat Persemaian d. Bambu/ajir e. Tanam f. Pemupukan g. Penyemprotan h. Penyiangan i. Pembersihan Pematang j. Biaya Panen (Bawon) = 1/6 x 6 ton Biaya Pemeliharaan a. Alat pertanian b. Sewa hewan untuk Pengolahan Tanah c. Biaya Pengangkutan d. Sewa Lahan Biaya Lainnya a. Pengairan (IPAIR, P3A) b. PBB c. IRTD/Rutin Desa d. Lainnya PENDAPATAN PANEN PADI SAWAH LABA BERSIH PERHEKTAR PERPANEN BCR (Benefit Cost Ratio)
Berdasar atas data lapangan yang diperoleh memperlihatkan bahwa pada hampir seluruh wilayah sampel sebagian besar mempunyai irigasi teknis, pola penanaman berupa padi-padi-bera atau dengan indeks penanaman rata-rata 200 dan bibit yang ditanam adalah varietas Ciherang. Produktifitas padi sawah
39
wilayah penelitian dapat disajikan pada tabel terlampir. Untuk sistem usaha tani di wilayah penelitian rata-rata hampir sama. Biaya produksi didominasi dengan biaya pengolahan lahan yang diikuti dengan biaya pemeliharaan serta kebutuhan pupuk dan obat hama, sedangkan biaya bibit dan biaya lainnya boleh dikatakan seragam. Biaya pengolahan lahan pada wilayah sekitar perkotaan lebih tinggi dibanding wilayah pertanian di perdesaan. Biaya pengolahan lahan umumnya mencapai 50 % dari biaya produksi. Sedangkan biaya pemupukan dan pengobatan tergantung pada potensi teknis lahan (kesesuaian) dan daerah endemi hama. Pada wilayah yang mempunyai daya dukung rendah umumnya memerlukan pemupukan lebih dari wilayah lainnya, begitu juga dengan wilayah yang menjadi endemi hama akan memerlukan biaya pengobatan lebih dari wilayah lainnya. Biaya pemeliharaan juga cukup besar, sekitar 20 % dari biaya produksi. Adapun biaya lainnya cukup kecil sekitar 2 % dari biaya produksi, kecuali pada wilayah sawah tadah hujan yang menggunakan pompa untuk irigasi, atau daerah yang dikenakan iuran rutin desa cukup besar. Faktor-faktor ini yang mempengaruhi tinggi-rendahnya Benefit Cost Ratio (BCR). Kondisi wilayah beserta BCR wilayah penelitian dapat disajikan seperti pada Tabel 9 berikut. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar wilayah (72,5 %) mempunyai nilai BCR antara 1,5 – 2, wilayah yang mempunyai nilai BCR di atas 2 sebesar 22,5 % dan di bawah 1,5 masing-masing 5 %. Bila diambil angka produktivitas rata-rata 6,12 ton/ha dan BCR = 1,791, maka para petani di wilayah penelitian akan mendapat penghasilan rata-rata Rp. 1.793.970,-/bulan. Dengan angka produktivitas demikian, discount factor 12 %, BCR > 1 dan nilai NPV > 0, menunjukkan bahwa usaha tani di wilayah penelitian dapat dilanjutkan, jika penghasilan rata-rata petani di wilayah penelitian dibandingkan kebutuhan hidup minimum menurut Soyogo (1988), dimana kebutuhan per-KK/tahun adalah sebesar Rp. 9.375.000,- , atau Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) Jawa Barat sebesar Rp. 1.000.000,- per bulan (2008) atau kebutuhan hidup minimum menurut tanggapan para petani sebesar Rp. 1.500.000,-/bulan, maka pendapatan petani dengan luas lahan 1 hektar di wilayah penelitan masih dianggap cukup layak. Sesuai dengan perhitungan tersebut di atas maka Break Event Point (BEP) dari kelayakan secara ekonomi adalah BCR = 1,497.
40
Tabel 9. Lokasi Survei, Potensi Lahan dan BCR No Spl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Lokasi Kp. Parungpung, Parungsari, Telukjambe Barat Kp. Pasirjengkol, Karangmulya, Telukjambe Barat Kp. Jatimulya, Wanakerta, Telukjambe Barat Babakan Toge, Tanjungmekar, Karawang Barat Kp. Buher, Karangpawitan, Karawang Barat Kp. Kaceot, Tunggakjati, Karawang Barat Kp. Cilele, Sekarwangi, Rawamerta Kp. Krajan, Pasirkaliki, Rawamerta Kp. Kamurangjati, Panyingkiran, Rawamerta Kp. Krajan 1, Sukamerta, Rawamerta Kp. Ciluwo, Cadaskertajaya, Talagasari Kp. Sindangpalay, Pasirmukti, Talagasari Kp. Tamelang, Bengle, Majalaya Babakan Tamiang, Lemahmulya, Majalaya Karangmulya 1, Lemahmulya, Majalaya Kp. Jati 2, Jatilaksana, Pangkalan Kp. Kereteg, Tamansari, Pangkalan Kp. Nambolamping, Mulyasari, Pangkalan Kp. Tegalluhur, Sukamakmur, Telukjambe Timur Kp. Kaum, Mulyasari, Ciampel Kp. Kedungwaru, Kutapohaci, Ciampel Kp. Tanjung, Plawad, Karawang Timur Kp. Jarakah, lemahduku, Tempuran Kp. Wagirkumbang, Purwajaya, Tempuran Kp. Sumurgede, Muarajaya, Tempuran Kp. Cikuntul Timur, Cikuntul, Tempuran Kp. Babaway, lemahmukti, Lemahabang Kp. Kedaung, Karangtanjung, Lemahabang Babakan Wadas, Parakan, Tirtamulya Kp. Koja, Mulyasejati, Ciampel Bedahmenggala, Ciluwo, Telagasari Kp. Tangkil, Citarik, Tirtamulya Telukmungkal, Tanjungmekar, Karawang Barat Bakandukuh, Sukasari, Purwasari Darawolong, Purwasari Sindangkarya, Kutawaluya Kelapadua, Jatimulya, Pedes Kp. Cikande, Cikande, Cilebar Kp. Cikangkung, Ciptamargi, Cilebar Sukaratu, Cilebar
Kelas Kes. Lahan S2fn S2fn S2fn S2fn S2fn S2fn S2fn S2fn S2fn S2fn S3n S2fn S2fn S2fn S3n S2rfns S3rn S2fn S3n S2fn S2fn S3n S2fn S3rns S2fn S2fn S2fn S2rfn S2fn S3rns S2rfn S2rfn S2fn S2fn S2fn S3n S3n S2fn S2fn S3n
Fungsi Jalan Lainnya Kolektor Lainnya Arteri Lokal Kolektor Lokal Lainnya Kolektor Kolektor Lainnya Lokal Lainnya Lainnya Lokal Kolektor Kolektor Lokal Lainnya Lokal Lokal Lainnya Lainnya Kolektor Lokal Lokal Kolektor Kolektor Kolektor Lainnya Lainnya Lainnya Arteri Lainnya Lokal Kolektor Lokal Lainnya Lainnya Lokal
Sistem Irigasi Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Tadah Hujan Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Tadah Hujan Tadah Hujan Irigasi Teknis Ir. Semi Teknis Tadah Hujan Tadah Hujan Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Pasangsurut Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Tadah Hujan Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis
Bibit 1,00 1,68 1,68 1,30 1,09 1,10 1,21 1,26 1,28 0,27 1,32 1,21 2,57 1,00 1,49 1,04 1,01 0,95 1,48 1,16 0,61 1,10 1,17 1,68 2,28 1,54 1,72 1,20 1,45 1,27 1,07 1,16 1,10 1,10 1,21 1,75 1,74 1,14 1,04 1,24
Struktur Biaya Produksi (%) Pupuk Olah Pelihara 23,07 56,12 16,65 23,74 53,20 19,95 10,67 55,92 28,07 26,54 49,03 21,70 27,16 47,48 22,69 19,43 49,63 23,02 13,72 57,01 25,23 12,38 57,19 26,23 11,23 57,75 26,74 20,94 54,04 22,71 24,76 49,48 21,93 29,47 47,24 20,12 14,28 56,15 21,39 19,74 48,14 20,93 17,84 54,08 24,85 20,74 51,28 21,73 11,37 62,28 21,04 6,16 45,63 9,74 15,48 53,72 24,64 17,17 55,30 24,26 13,87 57,92 25,40 14,64 58,60 23,07 17,38 51,66 24,41 17,95 50,14 28,05 14,60 54,05 18,97 11,47 71,13 12,82 16,30 51,55 28,70 11,04 61,47 24,99 8,96 57,51 30,27 28,09 44,88 21,12 21,37 52,39 22,39 18,53 54,22 24,25 15,47 55,10 22,96 17,53 57,16 23,05 17,95 54,33 25,15 20,51 51,51 24,30 19,52 43,96 28,99 24,03 48,80 22,88 20,11 47,67 30,34 23,11 46,18 24,74
Prod. Lainnya (ton/ha) 3,16 6,39 1,44 6,70 3,65 6,19 1,43 6,11 1,53 5,92 6,81 6,04 2,83 6,37 2,94 6,51 2,99 6,53 2,04 6,56 2,50 6,01 1,92 5,81 5,61 6,97 10,19 6,40 1,74 6,15 5,21 6,60 4,29 6,73 27,52 6,35 4,68 6,33 2,10 6,41 2,20 6,10 2,58 6,59 5,37 6,36 2,17 6,17 10,10 2,50 3,04 6,51 1,72 6,03 1,30 6,35 1,82 6,40 4,65 4,00 2,78 6,49 1,84 6,05 5,37 6,34 1,15 6,02 1,36 5,98 1,94 5,62 5,80 5,71 3,15 6,19 0,85 6,13 4,74 6,20 Jumlah 244,82 Rata - rata 6,12
BCR 1,59 1,61 2,09 1,59 1,61 1,67 1,93 2,05 2,09 1,79 1,58 1,40 2,24 1,61 1,84 1,72 1,70 1,69 1,87 1,87 1,86 1,82 1,86 2,60 1,42 2,50 2,08 1,90 2,33 1,27 1,74 1,76 1,66 1,66 1,81 1,64 1,66 1,41 1,59 1,53 71,64 1,791
41
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan Metode Penginderaan Jauh Dalam Penyadapan Data Parameter Penyadapan Data Dari Citra ALOS Klasifikasi Obyek Non Parametrik Pada penelitian ini digunakan citra ALOS yang dihasilkan oleh sensor AVNIR-2. Sensor AVNIR-2 adalah suatu pencitra multispektral dengan 4 saluran spektral pada daerah spektral tampak dan inframerah dekat untuk pengamatan daratan dan zona garis pantai. Keempat saluran spektral dari sensor AVNIR-2 tersebut adalah: Saluran 1 : 0,42 - 0,50 µm ( Biru ), Saluran 2 : 0,52 - 0,60 µm ( Hijau ), Saluran 3 : 0,61 - 0,69 µm ( Merah), Saluran 4 : 0,76 - 0,89 µm ( Infra merah dekat) ( JAXA 2004, Osawa 2004, Ito 2005, NASDA 2006, Sitanggang 2008). Data citra yang dihasilkan ALOS berupa picture element (pixel) dengan resolusi spasial 10 meter mempunyai nilai reflektansi masing-masing obyek di permukaan bumi. ALOS dihasilkan menggunakan sistem sensor detektor elektronik menggunakan spektrum tampak mata dan perluasannya. Obyek-obyek yang ditunjukkan pada citra ALOS AVNIR-2 secara visual tergambar seperti sebenarnya. Cara penyadapan data parameter dari citra ALOS dilaksanakan secara Non Parametrik. Masing-masing obyek dikenali atas dasar pola tanggap spektral (nilai reflektan) dan karakteristik dasar obyek lainnya yang dapat dikenali dan tergambar dari citra ALOS. Pengenalan obyek berdasarkan pada karakteristik dasar obyek
yang bisa dikenali dari citra berupa rona/warna, tekstur, pola,
ukuran, bentuk, bayangan dan situs. Karakteristik dasar yang dikenal dengan unsur-unsur interpretasi oleh Lillesand – Kiefer (dalam Sutanto 1993) didefinisikan sebagai berikut : Rona/warna : berkaitan dengan warna/derajat keabuan suatu obyek pada foto,atau besarnya nilai tanggap spektral dari masing-masing obyek (Misal: pada citra ALOS rumah berwarna merah bata, vegetasi berwarna kehijauan, jalan aspal keabuan, dst.).
42
Tekstur : merupakan frekuensi perubahan rona pada citra fotografik. Tekstur dihasilkan oleh kumpulan unit kenampakan yang mungkin terlalu kecil apabila dibedakan secara individual pada foto udara, seperti daun tumbuhan dan bayangannya. Pola : Berkaitan langsung terhadap susunan keruangan (spasial arrangement) obyek. Misalnya : perumahan mempunyai pola teratur, sedangkan perkampungan mempunyai pola tidak teratur. Ukuran obyek pada citra dapat menjadi pertimbangan akan ukuran obyek terhadap ukurannya di lapangan. Seperti ukuran bangunan jika kurang dari 200 m² dapat diasosiasikan dengan rumah, namun jika lebih besar dari itu dapat diasosiasikan dengan penggunaan lain seperti kantor, industri, dll. Bentuk adalah merupakan konfigurasi atau kerangka dari obyek tunggal. Bentuk beberapa obyek demikian mencirikan sehingga beberapa obyek dapat dikenali langsung dari bentuknya. Seperti : Kantor mempunyai bentuk yang khas berbeda dengan rumah. Bayangan dapat menguntungkan dalam memberikan gambaran profil obyek, namun dapat merugikan jika menutupi obyek lainnya, sehingga obyek yang ditutupi tidak dapat dikenali. Situs adalah lokasi suatu obyek terhadap obyek-obyek yang lain. Misalnya : pola sungai meander menandakan bahwa lokasi tersebut merupakan dataran. Metodologi dan Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Penyadapan Data Kenampakan obyek yang secara visual tergambar pada citra ALOS pada dasarnya merupakan hasil rekaman perlakuan masing-masing obyek terhadap energi yang diterimanya. Hasil rekaman ini pada citra ditunjukkan dengan rona/warna dan tekstur. Masing masing obyek yang tergambar pada citra mempunyai karakter rona/warna dan tekstur yang spesifik. Karakter dasar obyek rona/warna merupakan unsur yang paling awal (level 1) dapat Gambar 15. Karakteritik Obyek pada Citra
43
dikenali pada citra. Seperti tumbuhan berwarna hijau, rumah tinggal berwarna merah bata, laut berwarna biru, gudang berwarna perak cerah, dan seterusnya. Pada tahap berikutnya setiap Terdapat Perbedaan Tekstur
jenis tutupan lahan dapat dibedakan dengan karakteristik dasar tekstur. Tumbuhan yang bertektur kasar, menunjukkan mempunyai
tumbuhan tajuk
yang
Jaringan Irigasi
yang lebar
(tanaman keras), semakin halus semakin
kecil
ukuran
tajuk
pohonnya, seperti tanaman palawija, padi ataupun rumput hilalang.
Gambar 16. Kenampakan Tekstur pada Citra
Proses pengenalan selanjutnya berkaitan dengan karakteristik dasar penciri obyek, dapat menggunakan gabungan karakteristik dasar penciri ataupun penciri tunggal dari karakteristik dasar berupa pola, ukuran, bentuk, bayangan ataupun situs. Sebagai contoh obyek yang berwarna kehijauan, tekstur halus menunjukkan tumbuhan rendah dan kecil bisa palawija, padi ataupun rumput ilalang, namun dengan adanya galengan maka dapat disimpulkan bahwa tumbuhan tersebut adalah tanaman palawija ataupun padi. Kepastian penggunaan lahan dapat diambil dengan penciri utama seperti padi sawah dilengkapi dengan asosiasi jaringan irigasi dan adanya genangan air irigasi. Demikian juga dengan pengenalan obyek lainnya, seperti perkantoran mempunyai ukuran bangunan yang lebih besar dari permukiman, pertokoan terletak pada daerah perdagangan, industri dapat dikenali dengan bangunan besar yang mencerminkan pergudangan dan akses jalan yang baik menuju ke jalan-jalan utama baik jalan arteri ataupun jalan tol, tambak mempunyai rona/warna hijau kebiruan, dibatasi dengan guludan yang cukup tinggi dari pematang sawah, terletak di wilayah pesisir, sudah terdapat pengaruh pasang surut, dan seterusnya.
44
Wilayah Industri
Wilayah Perdagangan
Lapangan Golf Jalan Tol
Gambar 17. Kenampakan Karakter Dasar Penciri Obyek Dengan cara dan teknik penginderaan jauh seperti ini masing-masing penggunaan lahan dapat dikenali dengan baik, begitu juga dengan data ketersediaan infrastruktur seperti jaringan jalan dan jaringan irigasi. Adapun data luasan kesatuan hamparan lahan merupakan turunan dari data penggunaan lahan sawah. Ketelitian dalam pengenalan obyek (interpretasi) pada citra untuk masingmasing interpreter akan berbeda, karena setiap interpreter mempunyai ketajaman observasi, imajinasi dan kesabaran serta pengetahuan dasar tentang obyek yang ditaksir berbeda. Menurut Lillesand dan Kiefer (1987) keberhasilan pengenalan obyek (interpretasi) pada citra dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain latihan dan pengalaman interpreter, sifat obyek yang dikenali serta kualitas fotografi citra yang digunakan. Selanjutnya Munibah (2005) juga menambahkan bahwa keberhasilan interpreter dalam pengenalan obyek juga dipengaruhi oleh kedekatan/keakraban antara obyek yang akan diinterpretasi dengan interpreter. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa dengan menggunakan cara dan teknik penginderaan jauh secara visual Citra ALOS AVNIR-2 yang mempunyai karakteristik seperti tersebut di atas mampu menyajikan data penggunaan lahan yang didalamnya terdapat juga data infrastruktur dan luas kesatuan hamparan lahan sawah. Penyadapan Data Dari Citra MODIS Enhanced Vegetation Index (EVI) dan masa pertumbuhan padi sawah Setiap karakter spektral yang tergambar pada citra mencerminkan karakter obyek, begitu juga dengan karakter spektral pada tiap tutupan vegetasi. Tingkat kehijauan (indeks vegetasi) suatu tanaman merupakan karakter obyek dalam
45
menyikapi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari sumber tenaga. Menurut As-Syakur (2008) Enhanced Vegetation Index (EVI) merupakan penajaman indek vegetasi yang dilakukan dengan cara koreksi radiometrik dari pengaruh kondisi lahan (tanah dan kerapatan kanopi) dan aerosol yang terdeteksi oleh band biru serta posisi penyinaran matahari. EVI diketahui lebih sensitif terhadap perubahan biomasa selama vegetatif yang lama, serta tahan terhadap efek atmosfir dan kanopi (Huete et al, 1997). Hal ini ditunjukkan pada penelitian-penelitian sebelumnya (Gao 2000) menunjukkan bahwa EVI lebih peka terhadap perubahan struktur kanopi tanaman yang terjadi selama fase pertumbuhan tanaman. Dari hasil pengamatan data EVI hasil ekstraksi dari citra MODIS selama periode satu tahun yang dikorelasikan dengan data sistem usaha tani aktual beserta masa penanamannya diperoleh hasil bahwa pada dasarnya nilai EVI berkaitan erat dengan tingkat kehijauan tanaman. Nilai EVI rendah menunjukkan bahwa tingkat kehijauan tanaman pada masa itu rendah, artinya di lapangan tutupan vegetasinya sedikit, sebaliknya nilai EVI tinggi menunjukkan bahwa tutupan vegetasi lebih rapat. Sesuai dengan periodisasi pengolahan padi sawah dapat diperlihatkan bahwa pada masa pengolahan tanah, dimana lahan selalu digenangi air dan tanpa vegetasi menunjukkan bahwa nilai EVI yang rendah. Nilai EVI terendah terlihat ketika usia 17 – 32 hari, dimana waktu itu sawah sedang digenangi air pada musim tanam. Setelah masa itu nilai EVI beranjak naik seiring dengan masa pertumbuhan padi, hingga mencapai puncak pada usia padi 91 – 98 hari. Pada selang umur tersebut padi berada pada masa vegetatif maksimum, awal generatif dan pembungaan. Pada masa ini terjadi peningkatan kadar klorofil yang signifikan pada daun dan peningkatan jumlah biomas tanaman. Setelah masa ini (usia > 105 hari) nilai EVI mulai mengalami penurunan yang signifikan hingga masa pengolahan tanah berikutnya. Gejala ini seiring dengan penurunan tingkat kehijauan tanaman, pada usia tersebut terjadi penurunan jumlah hijau daun, tumbuhan sudah mulai menguning dan kadar kloropil menurun. Gejala ini dapat dilihat pada grafik hubungan antara nilai EVI dan masa pertumbuhan padi sawah sebagaimana Gambar 18 berikut.
46
Veg.
masa 1 X musim tanam
Rep.
Gen.
Picpoint
E V I
0
55
120
Periode /Masa Pengolahan Padi Sawah
Gambar 18. Hubungan Nilai EVI dan Masa Pertumbuhan Padi sawah Dalam penelitian terdahulu Wahyunto et al. (2006) menyimpulkan bahwa fase pertumbuhan tanaman yang mempunyai hubungan erat dengan produktivitas tanaman padi adalah pada fase awal generatif (pinnacle initiation) yaitu pada saat tanaman padi sedang produksi. Kenampakan sawah pada masa awal pengolahan tanah, tanaman padi ditanam (replanting) sampai berumur 4 MST (Minggu Setelah Tanam) masih didominasi kenampakan air, sehingga mempunyai nilai indeks vegetasi yang rendah (bahkan negatif). Seiring dengan umur tanaman, nilai indeks vegetasi bertambah tinggi (positif) dan mencapai puncaknya pada fase awal generatif (umur 10 – 11 MST) kemudian akan menurun lagi pada fase pengisian bulir, dan seterusnya sampai fase panen. Heidina (2010) memperoleh kesimpulan senada bahwa terdapat korelasi antara nilai EVI dengan produktifitas tanaman padi akan meningkat seiring dengan peningkatan umur tanaman padi. Pada selang umur tanaman padi 27 – 74 hari sawah selalu digenangi oleh air irigasi menunjukkan nilai EVI yang rendah. Badan air yang terekam pada citra mengakibatkan korelasi negatif. Korelasi negatif berarti semakin tinggi nilai EVI semakin rendah produktivitas padi begitu sebaliknya. Korelasi positif antara EVI dan produktivitas padi diperoleh pada umur tanaman 83 – 120 hari, dan korelasi positif tertinggi pada umur tanaman 91 - 98 hari. Pada selang umur tersebut padi berada pada masa vegetatif maksimum, awal generatif dan pembungaan. Pada masa ini terjadi peningkatan kadar klorofil yang signifikan pada daun dan peningkatan jumlah biomas tanaman.
47
Berdasarkan dengan pemahaman tersebut di atas maka dapatlah dikatakan bahwa nilai EVI pada umur tanaman padi 91 - 98 (umur 10 – 11 MST) dapat digunakan untuk menduga produktivitas tanaman padi sawah yang akan dihasilkan pada saat panen. Pada umur demikian dalam grafik nilai EVI merupakan picpoint. Dengan demikian, guna mengetahui besarnya produktivitas padi sawah dapat didekati dengan mengetahui keterkaitan antara besarnya nilai EVI pada posisi picpoint dengan produktivitas padi sawah aktual. Keterkaitan nilai EVI dengan produktivitas padi sawah Keterkaitan nilai EVI dengan produktivitas padi sawah diketahui dari nilai EVI (picpoint) citra MODIS tahun 2009 yang dicarikan korelasinya dengan hasil produksi padi aktual pada periode yang sesuai pada masing-masing titik sampel melalui survei lapangan. Korelasi antara nilai EVI dan produksi padi sawah aktual diketahui menggunakan uji statistik Regresi. Tabel 10. Nilai EVI dan Produktivitas Padi Sawah Aktual 2009 No. S. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Nilai EVI 0.5535 0.4837 0.4829 0.4664 0.3716 0.6128 0.5342 0.5619 0.5666 0.5039 0.4383 0.5475 0.5608 0.5148 0.6678 0.6592 0.7395 0.5273 0.5390 0.6797
Produk. (ton/ha) 7,20 6,20 6,10 6,00 5,40 6,10 6,20 6,50 6,20 6,10 6,00 7,00 6,50 6,50 7,20 6,50 7,10 6,50 5,50 7,00
No. S. 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Nilai EVI 0.5921 0.7152 0.5786 0.3050 0.4453 0.5692 0.4056 0.5208 0.5292 0.4155 0.5243 0.5316 0.4938 0.4567 0.4882 0.3628 0.3867 0.5827 0.4419 0.4081
Produk. (ton/ha) 6,00 7,20 6,50 4,00 2,50 6,50 5,50 6,50 5,80 4,00 6,50 6,50 6,80 6,00 6,00 5,00 5,00 6,50 5,00 5,00
Dari hasil uji korelasi ini diperoleh bahwa terdapat hubungan yang positif cukup kuat antara nilai EVI dengan produktivitas padi sawah, hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (r) = +0,8189 dan nilai koefisien regresi (r²) = 0,6706. Dari hasil uji ini diperoleh juga bahwa antara produktivitas padi sawah dengan nilai EVI mempunyai hubungan yang dapat dipresentasikan dengan persamaan Y = 2,9785 + 6,0751*X. Dimana Y merupakan produktivitas padi
48
sawah (ton/ha) dan X merupakan nilai EVI. Korelasi antara produktivitas padi sawah dengan nilai EVI dapat diperlihatkan pada gambar berikut.
Gambar 19. Grafik Hubungan Antara Nilai EVI dan Produktivitas Padi Sawah Aktual Persamaan dari hasil uji regeresi ini selanjutnya digunakan untuk mengetahui besarnya produktivitas tanaman padi sawah pada tahun-tahun sebelumnya (2005 – 2008). Hasil Pengukuran Produktivitas Padi Sawah melalaui citra MODIS Nilai produktivitas padi sawah diperoleh dari rata-rata hasil panen selama 5 tahun (2005-2009). Dimana nilai produktivitas tiap kali panen diketahui dengan jalan memasukkan nilai EVI tiap panen yang diperoleh dari citra MODIS ke dalam persamaan Prod = 2,9785 + 6,0751*Nilai EVI. Selanjutnya semua nilai produksi tiap lahan dijumlahkan, kemudian dibagi dengan jumlah panen tiap lahan. Hasil pengukuran produktivitas padi sawah dari nilai EVI di wilayah penelitian dapat disajikan pada tabel berikut :
49
Tabel 11. Hasil Perhitungan Produktivitas Padi Sawah dari Nilai EVI Nomor Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
2005 Produktivitas (ton/ha) 1 2 3 5,95 6,96 6,08 6,65 5,56 6,30 5,40 5,92 5,94 6,27 6,73 6,80 6,73 6,29 6,22 7,30 6,84 7,17 6,09 7,08 6,14 6,12 5,62 5,38 7,74 7,47 6,50 6,45 6,26 5,90 6,80 6,65 6,45 7,19 6,75 6,43 7,02 6,77 6,86 6,97 6,55 6,77 6,41 6,86 5,86 6,73 6,61 6,44 6,28 6,53 6,13 6,77 6,15 6,28 6,60 6,73 6,48 6,67 6,52 6,44 6,44 6,69 6,32 6,09 6,93 7,09 6,60 6,47 5,99 6,21 5,72 5,34 5,84 6,02 5,93 6,33 6,84 6,07 5,67 6,41 6,22
2006 Produktivitas (ton/ha) 1 2 3 6,25 6,07 6,42 6,25 5,51 5,78 6,05 5,80 6,28 5,71 6,19 5,99 6,29 6,66 5,60 6,44 6,97 6,32 6,06 7,48 6,39 6,37 5,16 5,78 6,69 6,88 6,88 6,25 5,85 6,27 6,09 6,81 6,32 7,12 6,30 6,34 6,64 6,67 5,47 6,70 6,73 6,54 6,20 7,22 5,69 6,82 6,49 5,86 6,35 5,59 6,67 6,36 6,20 5,23 6,35 5,27 7,31 5,50 6,02 5,91 6,62 6,87 5,64 5,55 5,79 5,56 5,39 5,10 6,58 5,77 5,75
2007 Produktivitas (ton/ha) 1 2 3 5,78 6,81 7,23 6,77 7,17 5,56 7,02 6,20 6,59 5,19 5,81 6,00 6,70 7,29 5,95 6,74 7,55 5,10 5,30 6,20 6,81 5,27 6,64 7,11 6,14 6,76 7,29 5,60 7,27 5,73 5,65 6,73 5,99 6,68 6,95 5,80 6,09 6,12 7,49 5,29 6,25 6,05 6,94 5,61 7,03 5,63 6,92 6,14 6,59 5,86 5,58 6,23 6,55 6,36 5,41 7,46 5,65 6,17 5,14 6,53 6,91 5,41 6,05 5,79 6,29 5,79 5,90 6,01 5,72 6,35 6,29 6,52 6,27
2008 Produktivitas (ton/ha) 1 2 3 6,19 6,92 7,18 7,25 6,10 6,87 6,53 5,80 5,05 6,42 5,91 5,63 6,43 6,77 6,04 6,15 6,88 5,80 6,75 6,56 6,61 6,30 5,55 5,97 5,54 5,39 6,08 6,73 7,31 6,54 5,94 5,21 5,90 5,15 6,73 6,07 6,80 6,10 6,71 6,58 5,82 6,64 6,50 6,09 5,98 6,62 5,10 5,64 5,65 6,33 6,11 6,02 6,50 6,10 6,32 6,46 6,53 6,69 6,60 6,28 6,84 6,33 6,21 5,55 6,00 5,57 6,48 6,02 6,33 6,89 6,39 6,51 6,67 6,31 5,06 6,93 6,44 6,25 6,77 5,74 5,49 5,92 5,40 5,53 5,83 6,22 6,44 6,08 5,81 5,51 5,78 6,05 6,29 5,59 6,28 5,66 5,90 6,66 6,38 6,61 6,42
2009 Produktivitas (ton/ha) 1 2 3 5,71 7,20 7,03 6,20 6,93 6,10 6,46 6,00 5,35 5,40 5,56 6,10 6,20 6,04 6,50 6,20 7,24 6,10 6,00 5,88 7,00 6,66 6,50 6,50 7,04 7,20 7,24 6,50 7,42 7,10 6,50 5,47 5,50 7,11 7,00 4,86 6,00 7,32 7,20 7,08 6,50 6,46 4,00 6,87 2,50 6,88 6,50 6,39 5,50 7,05 6,50 6,32 5,80 6,24 4,00 6,50 6,21 6,50 7,02 6,80 5,41 6,00 5,42 6,00 5,99 5,00 5,83 5,00 6,04 6,50 6,26 5,00 6,89 5,00
Prod. 63,85 67,05 61,89 54,98 65,12 60,42 50,98 65,13 58,74 72,17 54,05 63,92 69,73 51,19 61,53 72,57 74,00 57,15 63,33 70,55 60,96 72,46 69,91 55,54 60,28 65,06 60,28 63,52 64,04 64,60 64,93 60,46 76,02 60,19 65,78 50,61 62,82 61,86 55,18 49,58
REKAPITULASI Jumlah Panen Rerata Prod. 10 6,39 10 6,70 10 6,19 9 6,11 11 5,92 10 6,04 8 6,37 10 6,51 9 6,53 11 6,56 9 6,01 11 5,81 10 6,97 8 6,40 10 6,15 11 6,60 11 6,73 9 6,35 10 6,33 11 6,41 10 6,10 11 6,59 11 6,36 9 6,17 10 6,03 10 6,51 10 6,03 10 6,35 10 6,40 11 5,87 10 6,49 10 6,05 12 6,34 10 6,02 11 5,98 9 5,62 11 5,71 10 6,19 9 6,13 8 6,20
Dari hasil perbandingan antara produktivitas padi sawah aktual yang diperoleh dari survei lapangan dengan produktivitas hasil perhitungan dari nilai EVI diperoleh hasil adanya simpangan rata-rata sebesar 7,63 % atau terdapat perbedaan produktivitas sebesar 0,24 ton/ha/musim. Pada produktivitas yang diperoleh dari hasil perhitungan nilai EVI rata-rata lebih tinggi dari nilai produktivitas aktual. Simpangan tertinggi pada lokasi sawah irigasi pasang surut (Sampel no. 25), diikuti dengan sawah pada lokasi sampel 24, 30, 40, 39, 12, 19, 15, 37, 36 dan 1. Sedangkan yang lainnya mempunyai simpangan yang relatif kecil.
50
Tabel 12. Perbandingan Antara Produktivitas Aktual dan Produktivitas dari Citra MODIS No. Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
PRODUKTIVITAS No. Aktual Citra Simp.(%) Sampel 7,20 6,39 11,25 21 6,20 6,70 -8,06 22 6,10 6,19 -1,48 23 6,00 6,11 -1,83 24 5,40 5,92 -9,63 25 6,10 6,04 0,98 26 6,20 6,37 -2,74 27 6,50 6,51 -0,15 28 6,20 6,53 -5,32 29 6,10 6,56 -7,54 30 6,00 6,01 -0,17 31 7,00 5,81 17,00 32 6,50 6,97 -7,23 33 6,50 6,40 1,54 34 7,20 6,15 14,58 35 6,50 6,60 -1,54 36 7,10 6,73 5,21 37 6,50 6,35 2,31 38 5,50 6,33 -15,09 39 7,00 6,41 8,43 40 J u m l a h Rata - rata
PRODUKTIVITAS Aktual Citra Simp.(%) 6,00 6,10 -1,67 7,20 6,59 8,47 6,50 6,36 2,15 4,00 6,17 -54,25 2,50 6,03 -141,20 6,50 6,51 -0,15 5,50 6,03 -9,64 6,50 6,35 2,31 5,80 6,40 -10,34 4,00 5,87 -46,75 6,50 6,49 0,15 6,50 6,05 6,92 6,80 6,34 6,76 6,00 6,02 -0,33 6,00 5,98 0,33 5,00 5,62 -12,40 5,00 5,71 -14,20 6,50 6,19 4,77 5,00 6,13 -22,60 5,00 6,20 -24,00 240,60 250,22 -305,14 6,015 6,26 -7,63
Apabila kita memperhatikan nilai bias yang diselaraskan dengan kondisi aktual di lapangan, dapat disampaikan beberapa hal berkaitan dengan simpangan tersebut, bahwa : a. Satu nilai EVI merupakan nilai satu pixel MODIS yang mewakili ukuran 500 m x 500 m (25 ha) di lapangan, artinya nilai tersebut mewakili rata-rata nilai EVI dari wilayah seluas 25 ha tersebut. Selain itu nilai EVI merupakan cerminan tingkat kehijauan tanaman. Nilai EVI rendah menunjukkan bahwa tingkat kehijauan tanaman pada masa itu rendah, artinya di lapangan tutupan vegetasinya sedikit, sebaliknya nilai EVI tinggi menunjukkan bahwa tutupan vegetasi banyak. Pada lokasi sampel 25, 24 dan 30, pada ukuran pixel tersebut merupakan lokasi sawah yang bercampur dengan penggunaan lain seperti kebun campuran, semak dan belukar yang mempunyai nilai EVI lebih tinggi dari sawah. Sehingga walaupun nilai EVI rata-rata satu pixel tinggi, namun kenyataan lapangan menunjukkan produktivitas padi sawahnya relatif rendah, tidak selaras dengan nilai EVI dari pixel tersebut.
51
Citra
Citra MODIS
Kondisi Lapangan
Gambar 20. Kenampakan Obyek Yang Mengalami Bias Hubungan Antara Nilai EVI dan Produktivitas Padi sawah b. Nilai EVI yang digunakan adalah nilai EVI pada umur tanaman padi 91 – 98 (picpoint), masa vegetatif maksimum, awal generatif dan pembungaan. Angka produktivitas diperoleh 22 hari kemudian. Pada masa setelah picpoint banyak hal yang mempengaruhi keberhasilan panen, termasuk adanya gangguan hama ataupun kesalahan dalam pengolahan lahan seperti kekeringan, banjir, dan lainlain. Pada lokasi sampel 40, 39, 12, dan 1 merupakan wilayah yang mengalami gangguan sebelum panen berupa gangguan hama. Sedangkan lokasi sampel 19, 15, 37, dan 36 mengalami gangguan pengolahan lahan sebelum panen yaitu irigasi yang berlebihan atau banjir. Gejala seperti ini dapat diketahui dari bentuk grafik parabolik tidak sempurna (ideal) seperti gambar berikut. Bentuk Parabolik tidak sempurna
E V I
Masa Pengolahan Lahan
Gambar 21. Grafik nilai EVI Yang Mengalami Gangguan Produksi Padi Sawah
52
Namun demikian jika dilihat secara umum terlihat bahwa terdapat adanya hubungan yang positif cukup kuat antara nilai EVI dengan produktivitas padi sawah yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (r) = +0,8189 dan nilai koefisien regresi (r²) = 0,6706, dan simpangan rata-rata sebesar 7,63 % atau terdapat perbedaan produktivitas hanya sebesar 0,24 ton/ha/musim. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa nilai EVI dari citra MODIS pada picpoint dapat digunakan untuk memprediksi (menghitung) produktivitas padi sawah dalam kurun waktu tertentu. Hasil Pengukuran Indeks Penanaman melalui citra MODIS Nilai EVI yang diperoleh dari citra MODIS pada resolusi temporal 8 hari selama satu tahun jika diwujudkan dalam grafik akan memperlihatkan gelombang yang menunjukkan periodisasi pengolahan sawah. Nilai negatif hingga nilai nol (0) menunjukkan bahwa lahan dalam genangan air. Nilai positif menunjukkan bahwa lahan sawah telah ditumbuhi tanaman padi. Nilai EVI meningkat bersamaan dengan masa pertumbuhan padi. Nilai EVI pada picpoint menunjukkan bahwa padi berada pada masa vegetatif maksimum, dan akan menurun hingga masa panen dan kembali nol/ negatif ketika masa pengolahan lahan. Jumlah undulan pada grafik nilai EVI yang ditandai dengan picpoint menunjukkan berapa kali jumlah masa tanam padi sawah di suatu lahan pada kurun waktu tertentu. Seperti pada contoh Gambar 22 berikut dapat dilihat bahwa dalam masa 5 tahun terdapat sepuluh undulan yang mempunyai picpoint, sehingga untuk mengetahui indeks penanaman pada wilayah tersebut adalah 10 (picpoint) dibagi 5 (tahun) menjadi 2. Jadi indeks penanaman di wilayah tersebut 200.
E V I
2005
2006
2007
2008
2009
masa pertumbuhan padi
Gambar 22. Cara Pengukuran Indeks Penanaman dari Grafik
53
Berdasarkan nilai EVI yang diperoleh dari citra MODIS series antara tahun 2005 - 2009 dengan resolusi temporal 8 hari diperoleh hasil perhitungan Indeks Penanaman sebagaimana yang tertera pada Tabel 13 berikut. Dari tabel tersebut dapat dibaca bahwa antara nilai Indeks Penanaman Aktual dengan nilai Indeks Penanaman yang diperoleh dari Citra MODIS nyaris hampir sama. Simpangan antara keduanya sebesar 3,63 % atau setara dengan nilai indeks penanaman sebesar 10 persen. Simpangan lebih disebabkan oleh generalisasi dari kelompok tani yang berada pada sebuah pixel yang ukuran lapangannya mencapai 25 ha. Keseragaman dalam sistem usaha tani yang diterapkan dalam sebuah pixel tersebut harus dapat terwakili oleh responden yang diambil untuk di wawancarai. Selain itu kelengkapan urutan (runut) dari data citra MODIS mulai awal tahun hingga akhir tahun sesuai dengan resolusi temporalnya merupakan kunci ketelitian dari pengamatan indeks penanaman. Jika terdapat data citra MODIS yang tidak lengkap maka kondisi lapangan pada waktu yang bersangkutan tidak dapat diamati. Guna mengantisipasi hal tersebut maka diperlukan adanya kontrol data lapangan, melalui data indeks penanaman lapangan aktual. Data ini diperoleh dengan metode sampling, dengan pemilihan responden yang dapat mewakili kelompok tani yang berada pada pixel yang mempunyai ukuran lapangan 25 ha tersebut. Tabel 13. Perbandingan Antara Indeks Penanaman Aktual dan Indeks Penanaman dari Citra MODIS No. Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
INDEKS PENANAMAN No. Aktual Citra Simp.(%) Sampel 250 200 20,00 21 300 200 33,33 22 200 200 0,00 23 200 180 10,00 24 200 220 -10,00 25 200 200 0,00 26 200 160 20,00 27 200 200 0,00 28 200 180 10,00 29 200 220 -10,00 30 200 180 10,00 31 200 220 -10,00 32 200 200 0,00 33 200 160 20,00 34 35 200 200 0,00 200 220 -10,00 36 200 220 -10,00 37 200 180 10,00 38 200 200 0,00 39 300 220 26,67 40 J u m l a h Rata - rata
INDEKS PENANAMAN Aktual Citra Simp.(%) 300 200 33,33 200 220 -10,00 200 220 -10,00 200 180 10,00 200 200 0,00 200 200 0,00 200 200 0,00 200 200 0,00 200 200 0,00 250 220 12,00 200 200 0,00 200 200 0,00 200 240 -20,00 200 200 0,00 200 220 -10,00 200 180 10,00 200 220 -10,00 200 200 0,00 200 180 10,00 200 160 20,00 8.400 8.000 145,33 210 200 3,63
54
Penentuan Parameter Yang Digunakan Untuk Pemilihan Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan (LPPB) Parameter Yang Digunakan Untuk Pemilihan LPPB Sesuai dengan hasil resensi dari pustaka terpilih diketahui bahwa untuk penentuan LPPB, setidaknya terdapat sembilan parameter yang perlu diketahui seberapa besar pengaruh dan peranannya. Kesembilan parameter tersebut antara lain Produktivitas Padi Sawah, Kelayakan Secara Ekonomi (BCR), Indeks Penanaman, kelas Kesesuaian Lahan, Sistem Irigasi, Jaringan Jalan, Luasan Kesatuan Hamparan Lahan (LKHL), Penggunaan Lahan dan Arahan RTRW. Berdasarkan pada UU 41 tahun 2009 yang dimaksud Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kedaulatan dan ketahanan pangan nasional. Berdasarkan UU 32 tahun 2009 yang dimaksud berkelanjutan harus memenuhi 3 aspek yaitu sesuai secara fisik, layak secara ekonomi dan diterima secara sosial. Dengan demikian yang dimaksud LPPB adalah suatu kawasan budidaya yang merupakan lahan yang sesuai secara fisik untuk pertanian padi sawah, layak secara ekonomi untuk diusahakan untuk pertanian padi sawah dan diterima secara sosial untuk dijadikan sebagai lahan pertanian padi sawah. Dari uraian tersebut maka parameter yang digunakan dapat digolongkan menjadi tiga kelompok sebagai berikut. Tabel 14. Parameter yang Digunakan Untuk Penentuan LPPB KELAS PARAMETER NO. JENIS PARAMETER SESUAI SECARA FISIK A I Kesesuaian Lahan 1 S1 2 S2 3 S3 4 N1 5 N2 II Sistem Irigasi 1 Irigasi Teknis 2 Irigasi Semi Teknis 3 Tadah Hujan 4 Pasang Surut III Jaringan Jalan 1 Jalan Tol 2 Jalan Arteri 3 Jalan Kolektor 4 Jalan Lokal/Lingkungan 5 Jalan Lainnya Nilai dalam ton/ha/musim IV Produktivitas LAYAK SECARA EKONOMI B I Indeks Penanaman 1 < 200 2 200 - 249 3 250 - 299 4 > 300 II BC Ratio 1 <1 2 1 - 1,5 3 1,5 - 2 4 >2
KELAS PARAMETER KODE NO. JENIS PARAMETER DITERIMA SECARA SOSIAL C <2 I LKHL 1 Sempit 2-9 1 2 Agak Sempit 10 - 19 2 3 Sedang 20 - 50 4 Agak Luas > 50 5 Luas 1 II Penggunaan Lahan 1 Sawah Irigasi Teknis 2 2 Sawah Irigasi Semi Teknis 2 3 Sawah Tadah Hujan 4 Sawah Pasang Surut 5 dst. 1 III Arahan RTRWK 1 Hutan Lindung 2 2 Hutan Produksi 3 3 Kawasan Industri 4 4 Kawasan Industri Terpadu 5 Zona Industri 6 Kota Industri 7 Lapangan Golf 1 8 Pengembangan Kota Kecamatan 2 9 Pengembangan Wisata Pemakaman 2 10 Permukiman dan Bangunan 11 Pertanian Lahan Basah 1 12 Pertanian Lahan Kering 2 13 Situ_Rawa 3 14 Kawasan Pelabuhan Samudera
KODE
1 1 2 3
1
2 3 4 5
55
Data Yang Diperoleh Dapat Mewakili Model Lapangan Pada penentuan LPPB ini digunakan 9 paramater (variabel). Dari ke sembilan data paramater tersebut, 2 paramater yaitu kesesuaian lahan dan aspek kebijakan (RTRWK) berupa data sekunder, 6 parameter diekstraksi dari data citra satelit penginderaan jauh dan cek lapangan, yaitu produktivitas, indeks penanaman, penggunaan lahan, jaringan jalan, sistem irigasi dan LKHL. Sedangkan data untuk menghitung kelayakan ekonomi (BC Ratio) dibantu dengan data yang diperoleh dari survei lapangan. Guna pelaksanaan survei lapangan baik untuk groundchecking maupun untuk pencarian data primer dilaksanakan pemilihan sampel secara Stratified Purposive dari unit lahan yang dibentuk dari parameter penggunaan lahan, jenis tanah dan sistem irigasi dengan proporsi 1 % dari jumlah pixel citra MODIS. Dari pengambilan sampel ini diperoleh sampel unit lahan sebanyak 40 buah dengan proporsi sebagai berikut. Tabel 15. Komposisi Sampel Untuk Survei Lapangan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Great Group Status Irigasi Dystropepts Pasang Surut Dystropepts Irigasi Semi Teknis Dystropepts Irigasi Teknis Dystropepts Tadah Hujan Endoaquents Irigasi Teknis Endoaquents Tadah Hujan Eutropepts Irigasi Semi Teknis Eutropepts Irigasi Teknis Eutropepts Tadah Hujan Tropaquepts Pasang Surut Tropaquepts Irigasi Teknis Tropaquepts Tadah Hujan Tropofluvents Irigasi Semi Teknis Tropofluvents Irigasi Teknis Tropofluvents Tadah Hujan Jumlah
Luas (ha) 3,7 121,7 358,2 420,6 21,3 39,4 360,4 1.802,5 209,8 1.388,5 42.922,6 1.809,0 51,3 1.240,1 512,6 51.261,7
% Stratified 0,01 0,24 0,70 0,82 0,04 0,08 0,70 3,52 2 0,41 2,71 1 83,73 34 3,53 2 0,10 2,42 1 1,00 100 40
Str. Purposive
1
1 2 1 1 30 2 1 1 40
Sesuai dengan data perbandingan antar nilai produktivitas dan indeks penanaman aktual dengan data yang diperoleh dari citra diketahui bahwa dari ke empat puluh sampel ini terdapat dua sampel yang menyebabkan bias yang cukup besar, yaitu sampel nomor 25 yang berlokasi di kampung Sumurgede desa Muarajaya
kecamatan Tempuran dan sampel nomor 30 yang berlokasi di
kampung Koja, desa Mulyasejati kecamatan Ciampel. Akibat perbedaan kondisi wilayah yang cukup drastis dengan wilayah lainnya, data hasil analisis ke dua
56
wilayah ini tidak dapat mencerminkan kondisi lapangan yang sesungguhnya. Dengan demikian ke dua data sampel tersebut dapat diabaikan. Selain itu akibat dari sistem sampling yang ditetapkan maka semua sampel seragam berada pada lahan sawah, terjadi redundan dengan parameter sistem irigasi, sehingga variabel penggunaan lahan tidak dapat diikutkan dalam analisis. Dengan demikian maka sampel yang digunakan untuk analisis Hayashi ini berjumlah 38 yang tersusun atas 1 variabel tujuan dan 7 variabel penjelas. Berdasarkan dari analisis Hayashi memberikan hasil bahwa koefisien korelasi berganda (determinasi = R²) sebesar 0,529 dan dengan Standar Error sebesar 0,1979. Nilai koefisien korelasi berganda demikian merupakan petunjuk bahwa data yang diperoleh dapat memberikan gambaran skala kuantitatif tentang sejauh mana model yang digunakan fit dengan data. Sedangkan dari nilai standar errror menunjukkan model yang bagus. Hal ini berarti bahwa data yang diperoleh telah dapat untuk menggambarkan kenyataan lapangan. Apabila dilihat dari selisih antara observed data dan predicted data mempunyai rataan residual dengan nilai nol, maka dapat dikatakan bahwa keragaman data dianggap baik. Keterkaitan Antara Produktivitas dengan Variabel Penjelas Pada penelitian ini produktivitas padi sawah merupakan indikator utama aspek keberlanjutan yang digunakan untuk mengenali karakteritik variabel lainnya. Produktivitas merupakan variabel yang secara visual dapat dikenali dari citra penginderaan jauh, dan dengan karakteristik gejala yang dikenali dapat digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik variabel lainnya. Suatu contoh dengan mengenali produktivitas padi sawah pada sutu lahan dari citra penginderaan jauh, dapat dikenali juga nilai indeks penanaman, dengan bantuan biaya produksi dapat dikenali nilai BCR, kemudian dari grafik yang dibuat dapat digunakan untuk mengenali karakteristik fisik lahan termasuk indikasi adanya degradasi lahan. Keterkaitan antara produktivitas dengan variabel penjelas didekati dengan analisis Hayashi 1. Dari hasil analisis ini diperoleh nilai koefisien korelasi antar variabel (R) = 0,7274 dan koefisien korelasi (determinasi = R²) sebesar 0,5291. Hal ini menunjukkan bahwa dari analisis yang dilaksanakan dianggap sudah
57
dapat menggambarkan struktur hubungan antar variabel. Dari hasil analisis ini diperoleh skor baku masing-masing kategori sebagai berikut. Tabel 16. Skor Baku Masing-Masing Kategori dari Variabel Penjelas VARIABEL
KATEGORI
1 - 1,5 1,5 - 2 >2 200 - 249 Indeks Penanaman >250 S2 Kesesuaian Lahan S3 Irigasi Teknis Sistem Irigasi Tadah Hujan Jalan Arteri Jalan Kolektor Jaringan Jalan Jalan Lokal/Lingkungan Jalan Lainnya Agak Sempit - Sedang LKHL Agak Luas Luas Zona Industri Pengem. Kota Kecamatan Arahan RTRW Permukiman & Bangunan Pertanian Lahan Basah Pertanian Lahan Kering Koefisien Korelasi, R Koefisien Determinasi, R² BC Ratio
FREKUENSI
2 28 8 34 4 29 9 32 6 2 11 11 14 2 2 34 3 3 10 20 2
SKOR -0,1981 -0,0265 0,1424 -0,0251 0,2129 0,0172 -0,0553 -0,0355 0,1893 0,0704 -0,0096 -0,1059 0,0807 0,0741 0,3572 -0,0254 -0,3226 0,2202 -0,0217 0,0079 0,1831 0,7274 0,5291
KORELASI PARSIAL 0,169 0,3797
RANGE
0,238
0,3116
0,073
0,1507
0,225
0,3479
0,090
0,3596
0,383
0,3371
0,506
0,4833
Informasi dari Tabel 16 ini memberikan gambaran skala kuantitatif tentang arti pentingnya tiap-tiap variabel penjelas dan setiap kategori terhadap variabel tujuan. Dengan selang kepercayaan 99% (ρ= 0,01) diperoleh batas nilai absolut (r) = 0,3445. Jika selang kepercayaan diturunkan menjadi 95% (ρ= 0,05) diperoleh batas nilai absolut (r) = 0,2558. Dengan standarisasi nilai (r) ini dan berdasar atas nilai korelasi parsial dari masing-masing variabel dan Skor dari masing-masing kategori dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut bahwa : 1. Berdasar atas nilai korelasi parsial bahwa produktivitas lahan pertanian padi sawah mempunyai hubungan yang nyata dan selaras dengan kelayakan secara ekonomi. Dan dari nilai Skor diperlihatkan bahwa semakin tinggi nilai BCR, semakin tinggi juga produktivitas lahan padi sawah. Hal ini berarti semakin tinggi produktivitas semakin layak lahan tersebut dapat digunakan untuk lahan pertanian padi sawah.
58
2. Berdasar atas nilai korelasi parsial
dengan selang kepercayaan 99%
produktivitas lahan pertanian padi sawah tidak mempunyai hubungan yang nyata dengan Indeks Penanaman (IP), namun jika selang kepercayaan diturunkan menjadi 95 % diperoleh batas nilai absolut (r) = 0,2558 maka produktivitas lahan pertanian padi sawah mempunyai hubungan dengan Indeks Penanaman (IP). Hal ini menunjukkan bahwa keterkaitan hubungan antara produktivitas dengan IP tidak terlalu nyata. Sedangkan dari nilai Skor kategori diperlihatkan bahwa produktivitas hanya mempunyai hubungan yang selaras pada lahan yang mempunyai IP > 250. Sedangkan pada lahan dengan IP < 250 mempunyai hubungan yang tidak selaras (terbalik) untuk menggambarkan produktivitas. Hal ini berarti bahwa IP kurang dapat untuk menggambarkan produktivitas lahan padi sawah. 3. Kelas kesesuaian lahan yang merupakan parameter sesuai secara fisik mempunyai hubungan yang tidak selaras dengan produktivitas. Hal ini sangat dimungkinkan karena wilayah penelitian sebagian besar mempunyai kelas kesesuaian lahan hampir seragam (S2), dimana faktor pembatasnya umumnya berupa media perakaran (r), retensi hara (f) dan hara tersedia (n). Semasa faktor pembatasnya ini dapat dipenuhi maka secara potensial lahan di daerah ini mempunyai kesesuaian lahan yang relatif sama, yang membedakan hanyalah Sistem Usaha Tani dalam mengoptimalkan dalam produktivitas lahan. Dengan adanya kesesuaian lahan yang seragam ini maka pengaruh kesesuaian lahan pada produktivitas pada penelitian ini tidak dapat dilihat. Dengan demikian faktor kesesuaian lahan pada wilayah penelitian ini tidak dapat digunakan untuk melihat pengaruhnya terhadap produktivitas. 4. Sistem irigasi mempunyai hubungan nyata dengan produktivitas pada lahan sawah beririgasi sederhana (tadah hujan). Dimana justru lahan sawah dengan irigasi sederhana umumnya mempunyai produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan irigasi teknis. Perlu diingat bahwa pada wilayah penelitian mempunyai sistem irigasi yang sudah bagus dan mapan. Sebenarnya pada sawah beririgasi teknis ketersediaan air cenderung melimpah. Pada sawah irigasi sederhana (tadah hujan) penggunaan air irigasinya hanya sesuai kebutuhan (sangat optimal), selain itu pola tanam pada lahan ini umumnya
59
berpola Padi-Padi-Bera atau Padi-Padi-Palawija, pada kondisi demikian akan memberikan kesempatan terjadinya
konservasi tanah dan air. Tanah akan
mempunyai unsur hara dan bahan organik yang terpelihara, PH tanah terjaga, tidak terjadi akumulasi senyawa tertentu pada perakaran yang merugikan tanaman, tidak terjadi kejenuhan tanah oleh air dan pemanfaatan sumberdaya air lebih efisien. 5. Kelas dan fungsi jalan mempunyai hubungan yang selaras dengan produktivitas yaitu pada kategori jalan lainnya (jalan lahan usaha tani) dan jalan arteri. Dengan dipenuhinya jalan asses utama (arteri) dan adanya jalan lahan usaha tani akan mendorong produktifitas lahan padi sawah. Justru dengan pembukaan asses jalan lainnya (kolektor dan lingkungan) akan dimungkinkan adanya fragmentasi lahan atau backwash effect. 6. Produktivitas mempunyai hubungan nyata dengan Luasan Kesatuan Hamparan Lahan (LKHL) pada luasan agak luas (20 -50 ha) dan sedang hingga sempit (10-20 ha), sedangkan pada LKHL > 50 ha justru mempunyai hubungan yang terbalik dengan produktivitas, artinya semakin luas LKHL maka semakin rendah produktivitasnya. Hal ini bisa dimungkinkan karena pada lahan yang sangat luas akan rawan adanya hama, rawan kelangsungan ketersediaan air terutama dalam masa awal tanam atau masa produksi. 7. Arahan Kebijakan Pemerintah daerah lewat RTRWK untuk lahan pertanian dan pengembangan kota kecamatan mempunyai hubungan nyata dengan produktivitas. Hal ini berarti dukungan pemerintah daerah dalam arahan untuk lahan pertanian akan dapat memacu produktivitas lahan pertanian padi sawah. Namun untuk arahan berupa non pertanian (permukiman, zona industri, dan lain-lain) memperburuk produktivitas lahan pertanian padi sawah. Dari uraian di atas dapat ditarik suatu simpulan bahwa produktivitas lahan pertanian padi sawah tinggi jika mempunyai BCR > 2, sistem irigasi tadah hujan (optimal), didukung dengan jalan lahan usaha tani dan arteri, luasan kesatuan hamparan lahan 10 - 50 ha dan mempunyai arahan RTRWK sebagai lahan pertanian (basah dan kering) dan sebagai pengembangan kota kecamatan.
60
Korelasi Antar Parameter Keterkaitan antar variabel diketahui dari matriks korelasi antar variabel hasil analisis Hayashi. Korelasi ini digunakan untuk mengukur taraf nyata masingmasing variabel (parameter). Dari analisis ini diperoleh matrik korelasi sebagai berikut : Tabel 17. Matriks Korelasi antar Variabel yang telah Dikwalifikasi Indeks Kesesuaia Sistem Jaringan Produktivi BC Ratio Penanama LKHL n Lahan Irigasi Jalan tas n y x1 x2 x3 x4 x5 x6 y 1,0000 Produktivitas x1 * 0,3190 1,0000 BC Ratio x2 0,1550 -0,1100 1,0000 Indeks Penanaman x3 0,2030 0,0520 0,1910 1,0000 Kesesuaian Lahan x4 **0,3700 0,0080 -0,1490 0,0710 1,0000 Sistem Irigasi x5 0,2520 0,0860 -0,1570 0,0840 0,0250 1,0000 Jaringan Jalan x6 **0,3640 0,1430 * 0,2770 0,0920 **0,3560 -0,0450 1,0000 LKHL x7 0,2410 -0,0460 -0,2170 -0,0980 -0,0130 -0,0150 **-0,3720 Arahan RTRW * Batas Nilai Absolut "r" yang nyata pada taraf 0,05 = 0,2558 ** Batas Nilai Absolut "r" yang nyata pada taraf 0,01 = 0,3445
Arahan RTRW x7
1,0000
Dari informasi tabel ini dapat digambarkan skala kuantitatif struktur hubungan antar variabel sebagai berikut bahwa : 1. Produktivitas mempunyai korelasi positif terhadap semua variabel, namun mempunyai hubungan yang nyata terhadap Sistem Irigasi, Luasan Kesatuan Hamparan Lahan (LKHL) dan BCR. Hal ini mempunyai arti bahwa dengan sistem irigasi yang baik
akan mendapatkan produktivitas yang tinggi,
sebaliknya jika sistem irigasinya buruk akan memperoleh produktivitas padi sawah yang rendah. Begitu juga dengan LKHL, semakin luas LKHL maka akan memperoleh produktivitas yang tinggi. Jika pernyataan ini dihubungkan dengan hasil korelasi antar variabel penjelas dengan vaiabel tujuan maka akan diperoleh hasil bahwa Sistem Irigasi yang baik adalah irigasi yang optimal, artinya irigasi yang menggunakan air yang dapat memberikan kesempatan adanya kegiatan konservasi tanah dan air. Kondisi ini dapat dicapai dengan sistem pola tanam Padi-Padi-Palawija dan Sistem Usaha Tani yang ramah lingkungan. Sedangkan untuk areal LKHL yang dapat mengoptimalkan produktivitas padi sawah adalah lahan-lahan yang mempunyai areal LKHL antara 10 – 50 ha. BCR mempunyai korelasi nilai nyata pada taraf 0,05. Hal
61
ini menunjukkan bahwa walaupun lebih kecil nialai koerelasinya dari yang lain, masih terdapat korelasi positif antara BCR dengan produktivitas padi sawah, artinya dengan nilai BCR yang tinggi akan mendapatkan produktivitas yang tinggi juga, begitu juga dengan produktivitas yang tinggi akan menghasilkan nilai BCR yang tinggi juga. 2. Sistem irigasi mempunyai korelasi positif dengan LKHL. Hal ini mempunyai arti bahwa dengan adanya sistem irigasi yang baik akan membuka kesempatan masyarakat untuk mengusahakan lahan padi sawah, sehingga LKHL semakin luas. Sebaliknya jika sistem irigasinya kurang (tidak baik) maka masyarakat enggan untuk mengusahakan lahan padi sawah, dan LKHL akan lebih sempit. Jika pernyataan ini dihubungkan dengan hasil korelasi antar variabel penjelas dengan vaiabel tujuan maka akan diperoleh hasil bahwa lahan yang mempunyai produktivitas optimal adalah lahan-lahan yang mempunyai LKHL antara 10 – 50 ha. Jadi untuk memperoleh hasil maksimum sebaiknya setiap tali air dari sistem irigasi yang ada harus dapat diatur sedemikian rupa dapat mengairi lahan padi sawah maksimal 50 ha. 3. LKHL mempunyai hubungan nyata terbalik dengan Arahan RTRW, artinya semakin luas LKHL maka semakin tidak sesuai dengan arahan RTRW, atau semakin sempit LKHL maka semakin sesuai dengan arahan RTRW. Hal ini berarti Pemerintah Daerah menghendaki adanya pengaturan adanya LKHL ini. Jika pernyataan ini dihubungkan dengan hasil korelasi antar variabel penjelas dengan vaiabel tujuan maka dapat dikatakan bahwa arahan kebijakan Pemda ini akan positif terhadap produktivitas padi sawah jika peruntukan lahan untuk pertanian dan pengembangan kota kecamatan. 4. Terdapat hubungan antara Indeks Penanaman dengan LKHL, walaupun pada korelasi nilai nyata pada taraf 0,05. Korelasi positif ini lebih rendah dari korelasi-korelasi lainnya. Hal ini berarti semakin tinggi IP semakin luas juga LKHL, begitu sebaliknya. Namun variabel IP bukan merupakan parameter yang mempunyai korelasi nyata langsung dengan produktivitas. Dari uraian di atas dapatlah ditarik beberapa pernyataan bahwa dari ke 9 (sembilan) parameter yang digunakan untuk pemilihan LPPB ini, hanya 4 (empat) parameter yang mempunyai keterkaitan langsung satu dengan yang lainnya, yaitu
62
Produktivitas, Sistem Irigasi, LKHL dan BCR. Sedangkan arahan RTRW tidak berhubungan langsung, hanya sebagai penentu akhir (aspek kebijakan) dalam pemilihan LPPB. Mengenali Parameter Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan Dari hasil analisis tersebut di atas terdapat hal yang dapat dikemukakan berkaitan dengan LPPB ini, antara lain bahwa: 1. Produktivitas padi sawah merupakan gambaran hasil interaksi dari hasil kombinasi antara kondisi fisik lahan dan sistem usaha tani. Variabel ini merupakan parameter yang mempunyai pengaruh terhadap penentuan LPPB. Data produktivitas padi sawah dinyatakan dalam ukuran ton/ha/musim. Data Produktivitas dapat diperoleh dari hasil ekstraksi citra MODIS Terra-Aqua yang diakusisi secara series. 2. Sistem Irigasi merupakan variabel penopang apakah lahan dapat digunakan menjadi lahan padi sawah atau tidak, karena setiap usaha lahan padi sawah memerlukan air irigasi untuk menggarap lahan padi sawah. Pada penelitian ini sistem irigasi dibedakan menjadi Irigasi Teknis (IT), Irigasi Semi Teknis (IST), Irigasi Sederhana (Tadah Hujan/TH) dan Irigasi Pasang Surut (IPS). Namun berdasarkan hasil analisis, sistem irigasi hanya dapat dibedakan menjadi Beririgasi dan Tidak beririgasi. Yang disebut lahan beririgasi adalah IT, IST dan TH, sedangkan disebut lahan tidak beririgasi adalah wilayah Pasut (IPS) dan Lebak. Data Sistem Irigasi dapat dikenali dari citra ALOS AVNIR-2. 3. BC Ratio merupakan penentu kelayakan LPPB secara ekonomi. BCR diukur dari cost dari produksi dan benefit yang diperoleh dari volume produksi lahan. Guna mengukur BCR diperlukan data produktivitas, indeks penanaman dan data cost dari suatu pengusahan lahan padi sawah. Data produktivitas dan indeks penanaman dapat diperoleh dari hasil ekstraksi dari MODIS Terra-Aqua yang diakusisi secara series, sedangkan data cost pengusahan lahan padi sawah diperoleh dari data lapangan. 4. Suatu lahan dapat diupayakan masyarakat untuk padi sawah jika lahan tersebut secara fisik sesuai dan secara ekonomi dikatakan layak. Gejala bahwa masyarakat dapat menerima dalam pengupayaan lahan padi sawah ini dapat dicerminkan dengan luasan kesatuan hamparan lahan (LKHL). Dengan
63
demikian dapat dikatakan bahwa LKHL merupakan indikasi pengusahan lahan padi sawah diterima secara sosial. Data LKHL dapat diekstraksi dan dideliansi dari citra ALOS AVNIR-2. Karakteristik LPPB Berdasar pada hasil analisis yang dilaksanakan, serta mengacu pada pengertian LPPB yaitu sebagai suatu kawasan budidaya yang merupakan lahan yang sesuai secara fisik untuk pertanian padi sawah, layak secara ekonomi untuk diusahakan untuk pertanian padi sawah dan diterima secara sosial untuk dijadikan sebagai lahan pertanian padi sawah. Dengan demikian dapat dikatakan kawasan lahan pertanian padi sawah bisa dikatakan berkelanjutan jika memenuhi kriteria sesuai secara fisik, yang bisa dicerminkan dari produktivitas di atas 4,5 ton/ha (standar produktivitas P. Jawa, BBSDLP 2006), tidak pernah mengalami penurunan yang sigificant selama 5 tahun terakhir. Dengan tidak adanya penurunan produktivitas yang drastis berarti lahan tersebut belum mengalami adanya penurunan potensi atau degradasi lahan. Sesuai secara fisik didukung juga dengan sistem irigasi yang optimal. Sistem Irigasi yang optimal adalah sistem irigasi yang menggunakan air yang dapat memberikan kesempatan adanya kegiatan konservasi tanah dan air. Hal ini dapat dicapai dengan sistem pola tanam Padi-Padi-Palawija dan Sistem Usaha Tani yang ramah lingkungan. Kelayakan secara ekonomi dapat dilihat dari nilai BCR di atas BEP yaitu pada lahan-lahan yang mempunyai BCR > 1,497. Pada lahan yang mempunyai hasil demikian berarti petani dengan lahan 1 ha telah dapat hidup cukup layak di daerah penelitian. Sedangkan kriteria diterima sosial dapat diindikasikan dari LKHL. LKHL merupakan cerminan dari masyarakat mau menerima pengusahaan lahan tersebut untuk padi sawah. Pengusahaan lahan padi sawah akan dapat dilaksanakan jika kondisi geofisik dan secara ekonomi dianggap memenuhi kriteria yang dipahami oleh masyarakat. Semakin luas LKHL berarti masyarakat semakin menerima akan pengusahaan lahan padi sawah tersebut.
Kriteria Penentu Pemilihan LPPB Dari pengertian bahwa LPPB adalah suatu lahan pertanian padi sawah beririgasi teknis, semi teknis, sederhana (tadah hujan), yang mempunyai
64
produktivitas diatas 4,5 ton/ha, mempunyai BCR > 1,497 dan mempunyai LKHL > 10 ha maka disusun kriteria untuk memilih LPPB sebagaimana tabel berikut : Tabel 18. Kriteria Penentu LPPB MODEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9
PARAMETER PENENTU Produktivitas Sistem Irigasi BCR (ton/ha) > 4,5 > 1,497 > 4,5 > 1,497 > 4,5 < 1,497 Beririgasi (IT, IST, TH) < 4,5 >1,497 < 4,5 <1,497 < 4,5 <1,497 > 4,5 > 1,497 Tidak Berigasi (Lebak, Pasut) < 4,5 > 1,497 Selain kombinasi di atas
LKHL (ha) > 10 < 10 > 10 > 10 > 10 < 10 > 10 > 10
KLASIFIKASI KLPPB 1 KLPPB 2 KLPPB 4 KLPPB 5 Cad. KLPPB Cad. KLPPB KLPPB 3 Bukan KLPPB Bukan KLPPB
Berdasarkan dari kriteria tersebut kawasan lahan pertanian sawah dibedakan menjadi 7 (tujuh) kelas sebagaimana uraian berikut : 1. LPPB
1
merupakan
bidang
lahan
pertanian
beririgasi,
mempunyai
produktivitas > 4,5 ton/ha, BCR > 1,497 dan dengan LKHL > 10 ha. Kawasan ini merupakan wilayah lahan pertanian padi sawah berkelanjutan yang sempurrna. Kawasan ini menempati sebagian besar wilayah penelitian, sangat potensial dan wajib untuk dilindungi dari alih fungsi lahan. 2. LPPB
2
merupakan
bidang
lahan
pertanian
beririgasi,
mempunyai
produktivitas > 4,5 ton/ha, BCR > 1,497 dan LKHL < 10 ha. Pada dasarnya kawasan ini sama dengan LPPB 1, hanya saja kelas ini menempati wilayah yang sempit dan tersebar dengan luasan yang kecil di antara penggunaan lahan yang lainnya. Dengan luasan kawasan yang kecil, kelas ini rawan adanya alih fungsi lahan, sehingga perlu perhatian khusus untuk perlindungan dalam alih fungsi lahan. 3. LPPB 3 pada dasarnya hampir sama dengan LPPB 1, bedanya pada LPPB 3 tidak beririgasi. Dengan potensi lahan yang cukup memadahi, apalagi kalau wilayah ini diupayakan jaringan irigasinya, wilayah ini akan bertambah baik potensinya. Kawasan ini umumnya tersebar di daerah lebak. 4. LPPB 4 merupakan bidang lahan pertanian padi sawah yang beririgasi, mempunyai produktivitas > 4 ton/ha, LKHL > 10 ha, hanya saja BCR < 1,497. Hal ini menunjukkan bahwa untuk pengolahan lahan di wilayah ini
65
membutuhkan cost produksi yang lebih besar (tidak seimbang) dengan hasil panennya. Kondisi ini diakibatkan oleh beberapa sebab diantaranya kondisi potensi fisik lahan, sistem usaha tani yang tidak sesuai, bisa juga karena sering terkena hama penyakit padi. 5. LPPB 5 merupakan bidang lahan pertanian padi sawah yang beririgasi, mempunyai produktivitas < 4 ton/ha, BCR > 1,497 dan LKHL > 10 ha. Kawasan lahan pertanian padi sawah seperti ini di wilayah penelitian tidak ada. 6. Cadangan LPPB merupakan bidang lahan pertanian padi sawah yang potensial (beririgasi), mempunyai pembatas produktivitas dan BCR di bawah nilai syarat LPPB. Namun karena sudah mempunyai modal sistem irigasi maka perlu diupayakan keberlanjutannya dengan pengolahan lahan yang optimal melalui sistem usaha tani yang efisien. 7. Bukan LPPB merupakan bidang lahan pertanian padi sawah yang tidak beririgasi, mempunyai produktivitas, BCR dan LKHL di bawah nilai syarat LPPB. Kawasan lahan seperti ini disarankan untuk dapat dialih-fungsikan menjadi penggunaan lain agar lebih optimal, seperti untuk tambak, hutan produksi, atau yang lainnya. Teknik Pengenalan LPPB Melalui Citra Penginderaan Jauh Pada tahap awal kegiatan dilaksanakan penyadapan data penggunaan lahan dan sistem irigasi melalui citra satelit yang mempunyai resolusi spasial sedang (± 10 m) seperti ALOS, SPOT, dst. Pada resolusi spasial demikian suatu obyek mempunyai kisaran nilai piksel yang cukup bervariasi, oleh karena itu penyadapan data sebaiknya menggunakan cara interpretasi secara visual dengan pendekatan pola tanggap spektral dan karakteristik dasar penciri obyek berupa rona/warna, tekstur, pola, ukuran, bentuk, bayangan dan situs. Data penggunaan lahan yang diperoleh selanjutnya dibedakan menjadi sawah dan non sawah. Data sawah dibedakan menjadi sawah beririgasi dan sawah tidak beririgasi. Sawah beririgasi dapat dikenali dari adanya kenampakan sawah yang jenuh air dan adanya jaringan irigasi atau sumber air yang terhubung dengan sawah tersebut. Data sawah yang dilengkapi dengan sistem irigasi dan jaringan jalan dari penggunaan lahan digunakan untuk mengkelaskan data luasan kesatuan hamparan lahan (LKHL).
66
Bersamaan dengan kegiatan ini dilaksanakan juga ekstraksi data EVI melalui citra satelit yang mempunyai resolusi spasial kecil dan resolusi temporal baik (Seperti MODIS). Data EVI dimaksudkan untuk mengetahui produktivitas padi sawah. Data produktivitas padi sawah didekati dengan mengetahui keterkaitan antara besarnya nilai EVI pada posisi picpoint dengan produktivitas padi sawah aktual yang di peroleh dari survei lapangan. Keterkaitan ini diuji dengan uji statistik korelasi. Persamaan yang didapat digunakan untuk menduga produktivitas padi sawah series
tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan Indeks
Penanaman diketahui dari jumlah picpoint dari undulan parobolik yang dinampakkan pada grafik antara nilai EVI dan periode waktu dari citra yang digunakan. Grafik nilai EVI dengan periode waktu series beberapa tahun juga dapat digunakan untuk membaca gejala yang berkembang pada lahan sawah, seperti perkembangan pertumbuhan padi, adanya gangguan terhadap tanaman padi, perkiraan gagal panen dan adanya degradasi lahan. Survei lapangan dilaksanakan pada lokasi sampel dengan pendekatan unit lahan. Pengambilan sampel unit lahan secara Stratified Purposive yang disusun dari data Penggunaan Lahan Sawah, Sistem Irigasi dan Jenis Tanah. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain berupa ground cecking data hasil interpertasi citra dan wawancara untuk memperoleh data cost produksi dan data produktivitas aktual. Sedangkan data BCR diperoleh dari hasil perhitungan dari data Produktivitas dan Indeks Penamanan yang diperoleh dari citra MODIS yang dipadu dengan data Cost produksi dari lahan padi sawah yang diperoleh dari survei lapangan. Dalam menghitung BCR ini diketahui juga nilai BCR pada posisi BEP untuk hidup para petani di wilayah penelitian. Kegiatan selanjutnya adalah penentuan kriteria yang digunakan untuk klasifikasi LPPB di wilayah penelitian. Lahan sawah yang memenuhi kriteria yang ditentukan digolongkan menjadi LPPB. Pememilihan LPPB juga bisa dilaksanakan dengan analisis spasial dengan Sistem Informasi Geografi (SIG) menggunakan dasar kriteria yang telah ditetapkan. Pendekatan Metodologi pelaksanaan Teknik Pemilihan Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan ini dapat digambarkan sebagai berikut :
67
Citra ALOS
Citra MODIS
Data Sekunder
Ekstraksi Data
Ekstraksi Data
Tanah/KL
Sawah
Non Sawah
LKHL
EVI
Sistem Irigasi
P. Aktual
Produk tivitas
Indeks Penanaman
Unit Lahan P. Cost Survei Lapangan
BCR
Analisis Spasial
LPPB
Gambar 23. Diagram Alir Teknik Pemilihan Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan Dari proses kegiatan Teknik Pemilihan Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan ini diperoleh Peta hasil sebagaimana Peta Arahan Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan Wilayah Penelitian sebagai berikut.
68
PETA ARAHAN LAHAN PERTANIAN PADI SAWAH BERKELANJUTAN
Gambar 24. Peta Arahan Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan Wilayah Penelitian
69
Cara lain dalam pengenalan LPPB melalui metode penginderaan jauh adalah melalui pembacaan grafik nilai EVI secara series atau grafik nilai produktivitas secara series. Berdasar dari hasil analisis yang telah dilaksanakan bahwa produktivitas mempunyai korelasi yang nyata dengan sistem irigasi, BCR, LKHL maupun dari aspek kebijakan (RTRWK). Hal ini
menunjukkan bahwa pada
dasarnya data produktivitas yang dapat disadap dari citra penginderaan jauh dan digambarkan dalam grafik bisa digunakan untuk mencerminkan ke empat variabel aspek keberlanjutan tersebut. Keberlanjutan dapat dilihat dari bentuk grafik yang konstan bertahan mendatar, cenderung naik atau jika ada fluktuasi namun tidak significant.
LPPB 1
LPPB 3
LPPB 2
LPPB 4
Gambar 25. Grafik Produktivitas dan Berbagai Kelas LPPB Aspek kesempurnaan bentuk parabolik dari grafik nilai EVI series juga dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan produktivitas, pertumbuhan tanaman padi, gangguan hama, dan menduga adanya degradasi lahan, seperti yang dapat ditunjukkan pada Gambar 21 dan Gambar 22.
70
KESIMPULAN Sesuai dengan tujuan penelitian dan hasil yang diperoleh dalam penelitian maka dapat disampaikan beberapa kesimpulan penelitian sebagai berikut : 1. Pada penelitian ini citra ALOS AVNIR-2 diketahui mampu menyajikan data penggunaan lahan, jaringan jalan, sistem irigasi dan Luasan Kesatuan Hamparan Lahan (LKHL). Pengenalan data ini melalui pola tanggap spektral dan karakteristik dasar penciri obyek. Guna pendugaan produktivitas padi sawah dari citra MODIS Terra-Aqua dapat digunakan persamaan Prod = 2,9785 + 6,0751*Nilai EVI, sedangkan data Indeks Penanaman dapat diabaca dari grafik nilai EVI series. Dengan metode ini diketahui bahwa simpangan antara data produktivitas aktual dengan data produktivitas dari citra sebesar 7,63 % setara dengan perbedaan produktivitas sebesar 0,24 ton/ha/musim dan perbedaan Indeks Penanaman aktual dengan hasil penyadapan dari citra MODIS sebesar 3,63 % atau setara dengan nilai Indeks penanaman sebesar 10 persen. Berdasar nilai simpangan tersebut maka dapat dikatakan bahwa Citra MODIS Terra-Aqua series dapat digunakan untuk mengetahui Produktivitas dan Indeks Penanaman padi sawah di suatu wilayah. 2. Dari uji signifikansi dengan selang kepercayaan 99 % dan 95 % diketahui bahwa dari kesembilan parameter yang digunakan hanya terdapat empat parameter yang mempunyai keterkaitan langsung dengan LPPB yaitu Produktivitas, Sistem Irigasi, BCR dan LKHL. Dari pemahaman ini dapat didefinisikan bahwa LPPB adalah hamparan lahan yang secara fisik sesuai untuk pertanian padi sawah yang didukung dengan sistem irigasi dan mempunyai produktivitas diatas 4,5 ton/ha, layak secara ekonomi ditandai dengan BCR > 1,497 dan diterima secara sosial dapat dilihat dari kenampakan LKHL > 10 ha. 3. Teknik pemilihan lahan pertanian padi sawah berkelanjutan dapat dibangun melalui metode penginderaan jauh. Kegiatannya dimulai dari penyadapan data parameter melalui citra, ceking lapangan, pembangunan kriteria sesuai kondisi lapangan, klasifikasi LPPB melalui analisis spasial dan penyajian hasil berupa Peta LPPB.
71
SARAN Berkenaan dengan kondisi lapangan yang ada dan guna menjaga adanya keberlangsungan dalam mengupayakan lahan pertanian padi sawah berkelanjutan terdapat beberapa saran yang perlu disampaikan antara lain bahwa : 1. Perlu adanya normalisasi saluran irigasi di beberapa wilayah yang menjadi lokasi genangan banjir di musim penghujan akibat adanya tidak berfungsinya saluran irigasi sebagaimana mestinya oleh karena beberapa sebab, baik akibat dari saluran irigasi yang rusak atau outlet saluran irigasi yang terlalu kecil dan tidak sesuai dengan volume debit air yang ada. Selain itu juga pada lokasilokasi yang tidak bisa terjamah oleh sistem irigasi. Kondisi demikian akan mengganggu sistem usaha tani dan produktivitas padi sawah. 2. Guna memberikan kesempatan adanya proses konservasi tanah dan air maka disarankan untuk pola tanam Padi-Padi-Palawija atau Padi-Palawija-Padi. Dengan pola tanam demikian, dari sisi kelayakan ekonomi juga akan mempunyai nilai tambah melalui 1 (satu) kali panen palawija. Dengan demikian perlunya disosialisasikan adanya pola tanam Padi-Padi-Palawija. 3. Sebaiknya wilayah yang telah ditetapkan dalam kawasan lahan pertanian padi sawah berkelanjutan disarankan untuk ditetapkan menjadi zona pertanian dan tidak bisa dialih-fungsikan menjadi kawasan lainnya. 4. Kesesuaian lahan pada kawasan padi sawah di wilayah penelitian Cukup Sesuai dan Sesuai Marginal, dengan faktor pembatas retensi hara, media perakaran dan hara tersedia. Dengan faktor pembatas demikian maka kesesuaian lahan yang ada secara potensial hampir seragam. Pada kondisi demikian variabel kesesuaian lahan tidak dapat digunakan untuk mengenali aspek keberlanjutan di wilayah penelitian. Oleh karena itu perlu adanya percobaan penggunaan faktor Kesesuaian Lahan ini pada wilayah yang mempunyai variasi kesesuaian lahan yang beragam guna melihat aspek keberlanjutan.
72
GLOSSARY Teknik Pemilihan adalah suatu prosedur yang mencakup berbagai tindakan pemikiran, pola kerja, cara teknis dan tata langkah guna memerikan, memilih dan mendeliniasi lahan pertanian padi sawah berkelanjutan. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah suatu bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kedaulatan dan ketahanan pangan nasional (UU no.41/2009). Pada penelitian ini lahan pertanian pangan dikhususkan pada lahan pertanian padi sawah, karena produksi padi (beras) merupakan cerminan langsung ketersediaan pangan masyarakat Indonesia. Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah wilayah budidaya pertanian terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan/atau hamparan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan fungsi utama untuk mendukung kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional (UU no.41/2009). Lahan Pertanian Padi Sawah oleh Puslitbangtanak (2003) didefinisikan sebagai suatu tipe penggunaan lahan yang untuk pengelolaannya memerlukan genangan air. Oleh karena itu sawah selalu mempunyai permukaan datar atau didatarkan (dibuat teras), dan dibatasi oleh pematang untuk menahan genangan. Berdasarkan sumber air yang digunakan dan keadaan genangannya sawah dibedakan menjadi sawah irigasi, sawah tadah hujan, sawah lebak dan sawah pasang surut. Produktivitas Pertanian adalah produksi rata-rata suatu lahan sawah dalam menghasilkan padi dalam periode waktu tertentu dan dinyatakan dalam ton/ha/musim. EVI (Enhanced Vegetation Index) adalah penajaman indeks vegetasi yang dilakukan dengan cara koreksi radiometrik dari pengaruh kondisi lahan (tanah dan kerapatan kanopi) dan aerosol yang terdeteksi oleh band biru serta posisi penyinaran
matahari.
Dengan
menggunakan
metode
tersebut
dapat
memonitor perkembangan tanaman pertanian mulai dari masa tanam,
73
pemeliharaan hingga produksi. Sehingga produksi hasil pertanian secara kualitas dan kuantitas dapat diprediksi dengan baik. Indeks Penanaman adalah indeks penanaman padi sawah (IP padi) yang terdiri dari lahan sawah yang ditanami padi berapa kali dalam setahun dan dinyatakan dalam persen (Seperti 1X berarti 100, 2X berarti 200, dst). Kesesuaian Lahan adalah lahan yang secara biofisik terutama dari aspek kelerengan, iklim, sifat fisik, kimia, dan biologi cocok dikembangkan untuk pertanian pangan (UU no.41/2009). Kesesuaian lahan yang dimaksud pada penelitian ini kesesuaian lahan pada kondisi aktual, pada tingkat kelas/Sub Kelas. Potensi Teknis Lahan adalah lahan yang secara biofisik, terutama dari aspek topografi/lereng, iklim, sifat fisika, kimia, dan biologi tanah sesuai atau cocok dikembangkan untuk pertanian (UU no.41/2009). Kelayakan Secara Ekonomi adalah kesesuaian lahan kuantitatif yang didasarkan atas pertimbangan
ekonomi, seperti input-output atau cost-benefit
(Pusltbang Tanah dan Agroklimat 2003). Ketersediaan
Infrastruktur adalah ketersediaan infrastruktur pendukung
pertanian pangan antara lain sistem irigasi, jalan usaha tani, dan jembatan (UU no.41/2009). Luasan Kesatuan Hamparan Lahan adalah sebaran dan luasan hamparan lahan yang menjadi satu kesatuan sistem produksi pertanian yang terkait sehingga tercapai skala ekonomi dan sosial budaya yang mendukung produktivitas dan efisiensi produk (UU no.41/2009). Penggunaan Lahan adalah bentuk penutupan permukaan lahan atau pemanfaatan lahan baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan manusia (UU no.41/2009). Penggunaan lahan merupakan aspek bentuk peruntukan pemukaan lahan.
74
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2007. Undang – Undang Republik Indonesia nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta: Ditjen Penataan Ruang DPU. Bupati Karawang. 2004. Peraturan Daerah Kabupaten Karawang nomor 19 tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang. Lembaran Daerah Kabupaten Karawang nomor 19 Seri E. Chen Z, Li S, Ren J, Gong P, Zhang M, Wang L, Xiao, Jiang D. 2008. Monitoring and Management of Agriculture with Remote Sensing. Advance in Land Remote Sensing Beijing. Springer Science & Busines Media 15 : 397 – 421. Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan. 2009. Rencana Pembangunan Pertanian Kabupaten Karawang. Laporan Akhir Penyusunan
Rencana
Pembangunan Pertanian Kabupaten Karawang. Karawang : PT. Bina Matra Wahana. Dirgahayu D dan Parwati. 2004. Identifikasi Tingkat Kehijauan Tanaman Padi Menggunakan EVI (Enhanched Vegetation Index) MODIS 250 M. Jakarta : Bidang Pengembangan
dan
Pemanfaatan
Penginderaan
Jauh.
Pusat
Pengembangan Pemanfaatan dan teknologi Penginderaan Jauh. Dirgahayu D, Adhyani NL dan Nugraheni. 2005. Model Pertumbuhan Tanaman Padi Menggunakan data MODIS Untuk Pendugaan Umur Padi Sawah. Proceding Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIVdi ITS Surabaya : 17 – 24. Djaenudin, Marwan, Subagjo dan Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Bogor : Balai Penelitian Tanah – Puslibangtanak – BP3 Deptan. Hardjowigeno S dan Widiatmaka, 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Heidina F. 2010. Produksi dan Produktivitas Padi di Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang. Skripsi. Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan ITSL – IPB. Huete AR, Liu HQ, Batchily K and Van Leeuwen W. 1997. A Comparisons of Vegetation Indices Global Set of TM Images for EOS MODIS. Remote Sensing of Environtment 59 : 440 - 451.
75
JAXA. 2007. ALOS User Handbook. Earth Observation Research Center. Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA). Lillesand, TM. dan Kiefer, RW. 1993. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Menteri Hukum dan HAM. 2009. Undang – Undang Republik Indonesia nomor 41 tahun 2009 tentang Undang-Undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Jakarta. Pasaribu B. 2007. Implikasi Undang-Undang Lahan Pertanian Pangan Abadi Terhadap Ketahanan Pangan Nasional. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan dan Lingkungan Pertanian. Bogor : BBLSLP – Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian. Hlm. 1 – 23. Pemkab Karawang. 2003. Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang. Buku Analisis. Karawang : Bappeda kabupaten Karawang. Purwadhi FSH dan Sanjoto TB. 2010. Pengantar Interpretasi Citra Penginderaan Jauh. Jakarta : LAPAN-UNES Ritung S, Supriatna, Hidayat A. 2007. Kriteria Biofisik Untuk Penetapan Lahan Pertanian Abadi Dalam Mencegah Konversi Lahan Pertanian, Studi Kasus di Provinsi Jawa Barat dan Lampung. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan dan Lingkungan Pertanian. Bogor : BBPPSLP – Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian. Hlm 311 – 322. Ritung S, Hidayat, Wahyunto. 2008. Penyusunan Peta Lahan Abadi 15 Juta Hektar Lahan Sawah dan 15 Juta Hektar lahan Kering dan Reforma Agraria. Laporan Akhir Penelitian. Bogor : BBPPSLP – Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian. Rustiadi E, Wafda R. 2007. Urgensi Lahan Pertanian Pangan Abadi. Makalah Pertemuan Teknis Pengelolaan Lahan. Denpasar : Dirjen PLA Deptan. Rustiadi E, Wafda R. 2007. Lahan Pertanian Pangan Abadi Sebagai Syarat Dalam Pembangunan Pertanian dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat. Makalah Seminar Kebijakan Pengembangan Lahan Pertanian Abadi. Jakarta : P4W Deptan.
76
Syakur AR dan Adnyana IWS. 2009. Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Citra ALOS AVNIR 2 dan Sistem Informasi Geografi (SIG) untuk Evalusi Tata Ruang Kota Denpasar. Jurnal Bumi Lestari Voulem 9 no.1. Hlm 1 – 11. Sitanggang G dan Harini S. 2008. Klasifikasi Penutup Lahan/Tanaman Pertanian Sawah Menggunakan Data Optik ALOS (AVNIR-2 DAN PRISM). Proceding PIT MAPIN XVII di Bandung : 168 – 183. Sekolah Pascasarjana IPB. 2008. Pedoman Penyajian Karya Ilmiah. Edisi Kedua. Bogor : IPB Press. Supranto. 2004. Analisis Multivariat, Arti dan Interpretasi. Jakarta : PT. Rineka Cipta. United States Departement of Agricultural. 1998. Keys to Soil Taxonomy. Eight Edition. Natural Recources Coservation Services. Wahyunto, Widagdo, Heryanto B. 2006. Pendugaan Produktivitas Tanaman Padi Sawah Melalui Analisis Citra Satelit. Informatika Pertanian Volume 15 : 853 – 869.
Lampiran 1 Komposisi dan Lokasi Sampel Unit Lahan Wilayah Penelitian
KOMPOSISI SAMPEL UNIT LAHAN WILAYAH PENELITIAN No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Great Group Status Irigasi Dystropepts Pasang Surut Dystropepts Irigasi Semi Teknis Dystropepts Irigasi Teknis Dystropepts Tadah Hujan Endoaquents Irigasi Teknis Endoaquents Tadah Hujan Eutropepts Irigasi Semi Teknis Eutropepts Irigasi Teknis Eutropepts Tadah Hujan Tropaquepts Pasang Surut Tropaquepts Irigasi Teknis p q p j Tropaquepts Tadah Hujan Tropofluvents Irigasi Semi Teknis Tropofluvents Irigasi Teknis Tropofluvents Tadah Hujan Jumlah
Luas (ha) 3,7 121,7 358,2 420,6 21,3 39,4 360,4 1.802,5 209,8 1.388,5 42.922,6 1.809,0 51,3 1.240,1 512,6 51.261,7
% Stratified 0,01 0,24 0,70 0,82 0,04 0,08 0,70 3,52 2 0,41 2,71 1 83,73 34 3,53 2 0,10 2,42 1 1,00 100 40
Str. Purposive
1
1 2 1 1 30 2 1 1 40
Gambar Lokasi Sampel Unit Lahan Wilayah Penelitian
78
78
Tropofluvents Tropaquepts Dystropepts Eutropepts Eutropepts Tropofluvents Eutropepts Endoaquents Tropaquepts Tropaquepts
Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Semi Teknis Tadah Hujan Tadah Hujan Tadah Hujan Pasangsurut Tadah Hujan
1 30 1 2 1 1 1
+1
1 2 40
78
Lampiran 2 Hasil Ekstraksi EVI (Layer Stacking) Citra MODIS tahun 2005 - 2009
Lampiran 2 Hasil Ekstraksi EVI (Layer Stacking) Citra MODIS tahun 2005 - 2009
Lampiran 2 Hasil Ekstraksi EVI (Layer Stacking) Citra MODIS tahun 2005 - 2009
Lampiran 3 Grafik Produktivitas tiap sampel unit lahan
P
P
SUL-1
SUL-2
T
P
T
P
SUL-3
SUL-4
T
P
T
P
SUL-5
SUL-6
T
T
P
P
SUL-7
T
SUL-8
T
Keterangan : P = produktivitas T = periode panen
82
Lampiran 3 Grafik Produktivitas tiap sampel unit lahan P
P
SUL-9
SUL-14
T
T P
P
SUL-10
SUL-15
T
T
P
P
SUL-11
SUL-16
T
T
P
P
SUL-12
SUL-17
T
T P
P
SUL-13
T
SUL-18
T
83
Lampiran 3 Grafik Produktivitas tiap sampel unit lahan
P
P
SUL-19
SUL-24
T
P
T P
SUL-20
SUL-25
T
T P
P
SUL-21
SUL-26
T
T P
P
SUL-22
SUL-27
T
T P
P
SUL-23
T
SUL-28
T
84
Lampiran 4 Karakteristik Wilayah di lokasi sampel Unit Lahan ID S 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Y Koordinat X Y Produktifitas (ton/ha) 748287 9302727 6,39 747525 9298534 6,70 745411 9294653 6,19 752630 9306037 6,11 756016 9306831 5,92 752249 9310136 6,04 756242 9310864 6,37 759861 9308126 6,51 761351 9311211 6,53 761687 9309206 6,56 766728 9304896 6,01 763860 9306029 5,81 759275 9300388 6,97 761851 9299367 6,40 762910 9301255 6,15 745359 9282329 6,60 745868 9291224 6,73 742177 9282221 6,35 750050 9302230 6,33 762091 9289251 6,41 761218 9292504 6,10 759859 9305494 6,59 766027 9313007 6,36 773750 9313564 6,17 775647 9316833 2,50 772698 9316122 6,51 772700 9310006 6,03 771338 9302591 6,35 773172 9298745 6,40 761867 9284096 4,00 770060 9306168 6,49 770835 9297379 6,05 754601 9304945 6,34 767992 9294123 6,02 765095 9297648 5,98 759279 9314333 5,62 759553 9321499 5,71 766061 9319730 6,19 767524 9320134 6,13 762595 9315750 6,20
X1 BCR 1,59 1,61 2,09 1,59 1,61 1,67 1,93 2,05 2,09 1,79 1,58 1,40 2,24 1,61 1,84 1,72 1,70 1,69 1,87 1,87 1,86 1,82 1,86 2,60 1,42 2,50 2,08 1,90 2,33 1,27 1,74 1,76 1,66 1,66 1,81 1,64 1,66 1,41 1,59 1,53
X2 Indeks Penanaman (%) 250 300 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 300 300 200 200 200 200 200 200 200 200 250 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200
X3 Klas Kes. Lahan S2fn S2fn S2fn S2fn S2fn S2fn S2fn S2fn S2fn S2fn S3n S2fn S2fn S2fn S3n S2rfns S3rn S2fn S3n S2fn S2fn S3n S2fn S3rns S2fn S2fn S2fn S2rfn S2fn S3rns S2rfn S2rfn S2fn S2fn S2fn S3n S3n S2fn S2fn S3n
X4 Sistem Irigasi Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Lebak/Tadah Hujan Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Tadah Hujan Tadah Hujan Irigasi Teknis Irigasi Semi Teknis Tadah Hujan Tadah Hujan Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Pasangsurut Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Tadah Hujan Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis Irigasi Teknis
X5 Jaringan Jalan Lainnya Kolektor Lainnya Arteri Lokal Kolektor Lokal Lainnya Kolektor Kolektor Lainnya Lokal Lainnya Lainnya Lokal Kolektor Kolektor Lokal Lainnya Lokal Lokal Lainnya Lainnya Kolektor Lokal Lokal Kolektor Kolektor Kolektor Lainnya Lainnya Lainnya Arteri Lainnya Lokal Kolektor Lokal Lainnya Lainnya Lokal
X6 LKHL (ha) 95,50 462,43 199,32 8.019,00 8.019,00 15,94 8.019,00 8.019,00 8.603,60 8.603,60 9.426,00 756,90 35,91 58,68 1.800,00 245,40 8,40 67,90 1.340,70 38,40 370,20 8.019,00 330,10 2.970,00 373,00 705,50 2.970,00 2.174,00 6.170,00 28,70 2.139,00 6.170,00 585,20 6.170,00 6.170,00 8.019,00 8.603,60 8.603,60 1.289,00 8.603,60
X7 Pengg. Lahan Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah
X8 Arahan RTRWK Pertanian Lahan Basah Pertanian Lahan Basah Zona Industri Permukiman Pertanian Lahan Basah Zona Industri Pertanian Lahan Basah Pengembangan Kota Kecamatan Pertanian Lahan Basah Pengembangan Kota Kecamatan Pertanian Lahan Basah Pertanian Lahan Basah Permukiman Permukiman Permukiman Permukiman Pertanian Tanah Lahan Kering Pertanian Lahan Basah Permukiman Zona Industri Pertanian Lahan Basah Pertanian Lahan Basah Pertanian Lahan Basah Pertanian Lahan Basah Pertanian Lahan Basah Pertanian Lahan Basah Pertanian Lahan Basah Pengembangan Kota Kecamatan Pertanian Lahan Basah Pertanian Tanah Lahan Kering Pertanian Lahan Basah Permukiman Permukiman Permukiman Permukiman Pertanian Lahan Basah Pertanian Lahan Basah Pertanian Lahan Basah Pertanian Lahan Basah Pertanian Lahan Basah
LOKASI Kp. Parungpung, Parungsari, Telukjambe Barat Kp. Pasirjengkol, Karangmulya, Telukjambe Barat Kp. Jatimulya, Wanakerta, Telukjambe Barat Babakan Toge, Tanjungmekar, Karawang Barat Kp. Buher, Karangpawitan, Karawang Barat Kp. Kaceot, Tunggakjati, Karawang Barat Kp. Cilele, Sekarwangi, Rawamerta Kp. Krajan, Pasirkaliki, Rawamerta Kp. Kamurangjati, Panyingkiran, Rawamerta Kp. Krajan 1, Sukamerta, Rawamerta Kp. Ciluwo, Cadaskertajaya, Talagasari Kp. Sindangpalay, Pasirmukti, Talagasari Kp. Tamelang, Bengle, Majalaya Babakan Tamiang, Lemahmulya, Majalaya Karangmulya 1, Lemahmulya, Majalaya Kp. Jati 2, Jatilaksana, Pangkalan Kp. Kereteg, Tamansari, Pangkalan Kp. Nambolamping, Mulyasari, Pangkalan Kp. Tegalluhur, Sukamakmur, Telukjambe Timur Kp. Kaum, Mulyasari, Ciampel Kp. Kedungwaru, Kutapohaci, Ciampel Kp. Tanjung, Plawad, Karawang Timur Kp. Jarakah, lemahduku, Tempuran Kp. Wagirkumbang, Purwajaya, Tempuran Kp. Sumurgede, Muarajaya, Tempuran Kp. Cikuntul Timur, Cikuntul, Tempuran Kp. Babaway, lemahmukti, Lemahabang Kp. Kedaung, Karangtanjung, Lemahabang Babakan Wadas, Parakan, Tirtamulya Kp. Koja, Mulyasejati, Ciampel Bedahmenggala, Ciluwo, Telagasari Kp. Tangkil, Citarik, Tirtamulya Telukmungkal, Tanjungmekar, Karawang Barat Bakandukuh, Sukasari, Purwasari Darawolong, Purwasari Sindangkarya, Kutawaluya Kelapadua, Jatimulya, Pedes Kp. Cikande, Cikande, Cilebar Kp. Cikangkung, Ciptamargi, Cilebar Sukaratu, Cilebar
244,82 6,1205
71,64 1,79095
8.400 210
29 9 2 40
0,725 0,225 0,05
38559150 18428601,83 1535716,819
139
1668000
Lampiran 5 Kuantifikasi data untuk bahan Analisis Hayashi
38 6,39 6,70 6,19 6,11 5,92 6,04 6,37 6,51 6,53 6,56 6,01 5,81 6,97 6,40 6,15 6,60 6,73 6,35 6,33 6,41 6,10 6,59 6,36 6,17 6,51 6,03 6,35 6,40 6,49 6,05 6,34 6,02 5,98 5,62 5,71 6,19 6,13 6,20
7 2 2 3 2 2 2 2 3 3 2 2 1 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2
3 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 2 1 2 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 2
2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 4 2 4 1 3 2 3 4 2 2 4 3 4 4 3 2 2 3 4 3 3 4 4 2 3 2 2 2 4 4 1 4 3 2 3 4 4 3
4 3 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 1 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
3 4 4 1 3 4 1 4 2 4 2 4 4 3 3 3 3 5 5 3 1 4 4 4 4 4 4 2 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4
5
Keterangan : Pada baris pertama kolom pertama tertulis 38, kolom kedua tertulis 7, kolom ketiga tertulis 3 dan seterusnya Artinya : 38 menunujukkan ada 38 sampel, angka 7 artinya ada tujuh variabel yang digunakan, angka 3 menunjukkan variabel pertama ada tiga kategori dan seterusnya
88
Lampiran 6 Hasil analisis kuntifikasi Hayashi
********** QUANTIFICATION I ********** Number of Individuals = 38 Number of Items = 7 Number of Categories Items ( 1) = 3 Items ( 2) = 2 Items ( 3) = 2 Items ( 4) = 2 Items ( 5) = 4 Items ( 6) = 3 Items ( 7) = 5 Cross Table of Item-Categories 2 0 0 2 0 2 0 2 0 0 0 1 1 0 0 2 0 0 0 2 0
0 28 0 24 4 20 8 23 5 2 7 9 10 2 1 25 2 2 9 13 2
0 0 8 8 0 7 1 7 1 0 4 1 3 0 1 7 1 1 1 5 0
2 24 8 34 0 25 9 28 6 2 10 9 13 2 1 31 2 3 10 17 2
0 4 0 0 4 4 0 4 0 0 1 2 1 0 1 3 1 0 0 3 0
2 20 7 25 4 29 0 24 5 2 8 8 11 1 2 26 3 3 8 14 1
0 8 1 9 0 0 9 8 1 0 3 3 3 1 0 8 0 0 2 6 1
2 23 7 28 4 24 8 32 0 2 8 10 12 0 1 31 2 3 7 20 0
0 5 1 6 0 5 1 0 6 0 3 1 2 2 1 3 1 0 3 0 2
0 2 0 2 0 2 0 2 0 2 0 0 0 0 0 2 0 0 2 0 0
0 7 4 10 1 8 3 8 3 0 11 0 0 2 0 9 1 2 1 6 1
1 9 1 9 2 8 3 10 1 0 0 11 0 0 1 10 1 0 2 7 1
1 10 3 13 1 11 3 12 2 0 0 0 14 0 1 13 1 1 5 7 0
0 2 0 2 0 1 1 0 2 0 2 0 0 2 0 0 1 0 0 0 1
0 1 1 1 1 2 0 1 1 0 0 1 1 0 2 0 1 0 1 0 0
2 25 7 31 3 26 8 31 3 2 9 10 13 0 0 34 1 3 9 20 1
0 2 1 2 1 3 0 2 1 0 1 1 1 1 1 1 3 0 0 0 0
0 2 1 3 0 3 0 3 0 0 2 0 1 0 0 3 0 3 0 0 0
0 9 1 10 0 8 2 7 3 2 1 2 5 0 1 9 0 0 10 0 0
2 13 5 17 3 14 6 20 0 0 6 7 7 0 0 20 0 0 0 20 0
89
0 2 0 2 0 1 1 0 2 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 2
Sum of Y for Item-Categories 12
175
51
213
26
183
56
199
39
12
70
68
89
13
13
212
19
19
63
124
13
90
Standardized category-scores and their ranges Item No. 1 Freq. Cat.score 1 : ( 2)-0.198111 2 : ( 28)-0.026540 3 : ( 8) 0.142417
Range 0
Partial cor. 0.379653
Item No. 2 Freq. Cat.score 1 : ( 34)-0.025050 2 : ( 4) 0.212928
Range 0
Partial cor. 0.311572
Item No. 3 Freq. Cat.score 1 : ( 29) 0.017174 2 : ( 9)-0.055338
Range 0
Partial cor. 0.150663
Item No. 4 Freq. Cat.score 1 : ( 32)-0.035496 2 : ( 6) 0.189313
Range 0
Partial cor. 0.347876
Range 0
Partial cor. 0.359609
Range 0
Partial cor. 0.337121
Range
Partial cor.
Item No. 5 Freq. Cat.score 1 : ( 2) 0.070377 2 : ( 11)-0.009590 3 : ( 11)-0.105889 4 : ( 14) 0.080680 Item No. 6 Freq. Cat.score 1 : ( 2) 0.074125 2 : ( 2) 0.357215 3 : ( 34)-0.025373 Item No. 7 Freq.
Cat.score
91
1 2 3 4 5
: : : : :
( 3)-0.322631 ( 3) 0.220220 ( 10)-0.021668 ( 20) 0.007881 ( 2) 0.183144
Constant term
1
0.483281
6.2715793
Multiple correlation coefficient R = 0.7274,
R-square = 0.5291
Correlation matrix of of outside variable ( y )
y x x x x x x x
1 2 3 4 5 6 7
: : : : : : : :
y 1.000 0.319 0.155 0.203 0.370 0.252 0.364 0.214
Prediction No. Observed 1 : 6.390 2 : 6.700 3 : 6.190 4 : 6.110 5 : 5.920 6 : 6.040 7 : 6.370 8 : 6.510 9 : 6.530 10 : 6.560 11 : 6.010 12 : 5.810 13 : 6.970
and quantified items ( x1,... )
x 1
x 2
x 3
x 4
x 5
x 6
x 7
1.000 -0.110 0.052 0.008 0.086 0.143 -0.046
1.000 0.191 -0.149 -0.157 0.277 -0.217
1.000 0.071 0.084 0.092 -0.098
1.000 0.025 0.356 -0.013
1.000 -0.045 -0.015
1.000 -0.372
1.000
Predicted 6.503 : 6.413 : 6.103 : 6.225 : 6.078 : 6.168 : 6.078 : 6.646 : 6.344 : 6.387 : 6.192 : 5.907 : 7.012 :
Residual -0.113 0.287 0.087 -0.115 -0.158 -0.128 0.292 -0.136 0.186 0.173 -0.182 -0.097 -0.042
92
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
6.400 6.150 6.600 6.730 6.350 6.330 6.410 6.100 6.590 6.360 6.170 6.510 6.030 6.350 6.400 6.490 6.050 6.340 6.020 5.980 5.620 5.710 6.190 6.130 6.200
6.460 5.976 6.370 6.602 6.478 6.163 6.368 6.316 6.192 6.265 6.271 6.247 6.344 6.387 6.344 6.265 6.235 6.225 6.235 6.049 6.102 6.006 6.093 6.265 6.006
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
-0.060 0.174 0.230 0.128 -0.128 0.167 0.042 -0.216 0.398 0.095 -0.101 0.263 -0.314 -0.037 0.056 0.225 -0.185 0.115 -0.215 -0.069 -0.482 -0.296 0.097 -0.135 0.194
93