TEKNIK PEMBESARAN BELUT SAWAH (Monopterzs albus) PADA SKALA BUDIDAYA KOLAM TERPAL SEMI ALAMI Oleh: Drs. Priyo Susatyo, M.Si
PANDAHULUAN Sumber daya perikanan darat saat ini sangat menjanjikan untuk mencukupi kebutuhan
nasional akan bahan pangan berbasis protein tinggi. Peningkatan kontribusi perikanan budidaya dalam mendukung perikanan nasional menunjukkan semakin besamya peran perikanan budidaya. Untuk itu perlu dilahrkan upaya mempertahankan dan meningkatkan
sektor perikanan budidaya melalui peningkatan aktivitas budidaya. Sasaran peningkatan
produksi perikanan budidaya juga perlu didukung oleh upaya melakukan diversifikasi komoditi ikan budidaya. Di antara spesies ikan yang dirasa perlu untuk dikembangkan adalah belut sawah (Manopterus albus Zuieuw). Belut sawah dipilih karena beberapa alasan arttara
lain merupakan salah satu komoditi ekspor, bercita rasa lezat, dapat bertahan hidup dalam waktu relative lama asal kulitnya tetap lembab (Muthmainnah dan Nurwanti,2007). Belut sawah Qulonopterus albus Zuiew), bernilai ekonomi cukup tinggi di Banyrmas,
dan daerah ex Karesidenan Banyumas sekitarnya, pasaran nasional hingga internasional, tetapi jarang yang mengkultur secara intensif (informasinya belum ada sampai saat ini), larva/benihnya masih tergantung pada hasil tangkapan dari alam. Reproduksi belut berbeda dengan
jenis ikan teleostei lainnya dengan adanya fase intersexlhermafroditus dan di alam
hanya memijah satu tahun sekali. Ikan budidayalain (nilem dan tawes) tata-rata 30-60 hari
pasca mljah sudah dapat dipijahkan kembali. Sampai saat
ini, produksi benih
dengan
pendekatan ortificial spawning berbasis aktivitas sumbu hipotalamus-hipofisis-gonad pada belut belum pernah dikembangkan (Susatyo dan Sugiharto,2000).
Para petani pembudidaya belut tradisional, pada umunnya belum banyak yang
memiliki pengetahuan dasar mengenai reproduksi belut. Sejak peneliti mengenal teknik budidaya belut yang selama
ini
dilakukan
di
masyarakat, yang dilakukan pada
bio.unsoed.ac.id
penanganannya adalah prinsip tradisional yang sederhana
yakni membudidaya
dan
memijahkan induk dengan cara mencampurkan kedua kelompok induk belut sawah yang berbeda ukwan panjang tububnya (karena belut memiliki fase pergiliran kelamin/seks). Hal
ini diyakini oleh petani belut, bahwa bila induk yang berukuran panjang kurang dari 25 cm (diduga berjenis kelamin betina) dan yang lebih dari 25 cm (diduga jantan) bila dicampur
pada satu media kolam alami akan memijah menghasilkan anakan dan bertambah banyak jumlahnya dibandingkan jumlah belut pada waktu awal budidaya. Hal ini dilalarkan sebagai
rutinitas penatalaksanatm produksi belut tanpa didasari pengetahuan tentang biologi reproduksinya. Selanjutnya pada kolam yang sama tersebut, anakan hasil pemijahan dan
induk dibiarkan tumbuh bersama dengan pemberian pakan sesuai pengalaman mereka (tidak dipisahkan antara anakan dan induk; tidak memperhatikan sifat camivor induk pada tahapan tertentu pada periode pembesarannya).
Beberapa teknik budidaya belut telah banyak dilakukan
:
menggunakan kolam
permanen dari semen, menggunakan drum bekas, dan penggunaan kolam terpal yang lebih bersifat semi terkendali.
DISAIN PETAK KOLAM ALAM PEMELIHARAAN BELUT Petak kolam terpal (modifikasi kolam alami) dengan ukuran 400 cm
dengan
X
kedalaman 100 cm (dipetak menjadi empat sub
Media Pemeliharaan
200 cm petak).
:
Setelah disiapkan kolam tersebut di atas, langkah selanjutnya adalah mengisi kolam dengan media pemeliharaan dengan urutan dan ketebalan lapisan sebagai
berikut (Anonim,
2007):
1.
Jerami setinggi 10 cm.
2. Pupuk UreaZ,S kg dan NPK 2,5 kg 3. Lumpur sawah setinggi 5 cm. 4. Pupuk Kandang setinggi 5 cm. 5. Pupuk kompos setinggi 5 cm. 6. Lumpur sawah setinggi 5 cm. 7. Cincangan Batang Pisang setinggi l0 cm. 8. Lumpur sawah setinggi 15 cm. 9. Barulah air dialirkan kedalam kolam secara perlahan-lahan (bahan organik + air). Air setinggi
30 -50 cm.
bio.unsoed.ac.id
Media pemeliharaan ini didiamkan agar terjadi proses fermentasi selama kurang lebih satu sampai dua minggu sehingga siap untuk ditaburi bibit/benih belut yang akan dibudidayakan. Pemeliharaan Belut
ukuran 100 cm x 200 cm
x
di
Laboratorium Menggunakan bak fiberglas
100 cm, sebanyak 4 buah. Media dasar bak disesuaikan
dengan media alam (lihat media kolam terpal di atas, dengan perbandingan komposisi dan ketinggian masing kompoisisi media yang disesuaikan dengan ukuran bak).
PEMELIHARAAN INDUK BELUT Setelah diaklimatisasikan satu minggu pada bak penampungan sementara,
induk belut pasca pengambilan dari Banjamegara dan Kebumen kemudian disortir untuk memastikan kualitas kesehatan fisiknya. Induk-induk belut sawah ini adalah
induk belut yang telah beberapa hari memijah
di kolam
alam, atau pada lokasi
tangkapan berdasarkan pemesanan kami kepada pengumpul / penangkap belut.
Minimal telah diprediksi dari tekstur bagian perut/abdomen, penyusutan volume perut belut jantan dan betina dewasa versus panjang dan bobot induk tersebut. Semua induk belut disortir untuk memperoleh belut dengan ukuran betina dan jantan
fungsional pasca mljah yang relatif seragam.
Belut berkualitas memenuhi persyaratan sebagai berikut (Anonim,2007)
l.
Anggota tubuh utuh dan mulus yaitu tidak ada luka gigitan atau goresan
2. Gerakan lincah dan agresif. 3. Penampilan sehat yang dicirikan
tubuh yang keras dan tidak lemas manakala
dipegang. 4.
Tubuh berukuran langsing dan berwarna kuning kecoklatan.
5.
Umur antara 2-4 bdan. Selama pemeliharaan kondisi lingkungan pemeliharaan dimonitor dengan
mengukur pH dan temperatur air kolam. Diperhatikan suhu 16 sld 2la Celcius dan derajat keasaman tanah berkisar antarc ( PH ) 5 - 7. Kandungan Oz terlarut dan COz bebas dalam air kolam tidak perlu diukur mengingat belut mampu hidup
di media
berlumpur dengan keadaan aerasi / kandungan oksigen yang cukup ekstrim. Sebaiknya pada tiap unit kolam terpal, dibagi menjadi2 atauS bagian. Masing-
masing bagian kolam tersebut dibatasi oleh bangunan mirip pematang sawah. Satu bagian diisi air yang cukup dan enceng gondok serta diberi ikan-ikan kecil tangkapan
dari sungai serta keong mas hidup, karena belut bersifat carnifora dan makan di waktu
bio.unsoed.ac.id
malam hari. Diharapkan bila malam hari belut-belut akan merayap menuju bagran
kolam berisi ikan-ikan kecil dan keong emas. Selalu diamati, tempat pakan tersebut, bila stok ikan kecil atau keong emas berkurangsegera ditambah.
Bagimkolamlempa pakan (ikar kecil dan
keolg emas)
Bagia kolamtempat peikawinar induk
Gambar 1. Kolam Terpal Scni Alami dengan Media Pemeliharaan yang Sudah Siap Ditebari Induk Belut (Susatyo et al,2012)
Gambar 2. Peletakkan Induk Belut Setelah Proses Penyortiran ke dalam Kolam (Susatyo et aI,2Al2)
PTNGAMATAN PERTUMBUHAN DAN PEMANENAI{
Teknik budidya pembesaran belut menggunakan kolam terpal sangatlah efisien. Penanganan pemberian pakan, pengamatan pertumbuhan induk, bisa dilakukan kapan saj4
tetapi sebaiknya tidak setiap hari. Satu minggu sekali kita dapat mengamati pertumbuhan induk dengan cara mengambil sampel induk dari kolam terpal tersebut.
Bila ada sedikit keinginan untuk meneliti, maka dilakukan pengukuran panjang awal, panjang
bio.unsoed.ac.id
mingguan, dan penimbangan bobot badan induk mingguannya.
Diamati pula, berapakah pengguna:m pakan untuk sekian sejumlah ekor induk belut yang ditebar pada awal budidaya, sehingga kitamengetahui berapa kebutuhan dari pakannya.
Mengingat penangarumnya yang relatif muda[ maka pernanenan belut bisa dilakukan kapan saja, sesuai kebutuhan keluarga atau yang mau dijual. Tokh kita bisa menambahkan
lagi dengan benih-benih belut (dari penangkap belut atau dari pasar) bila dirasa s16ft dalm
kolam mulai berkurang. Perhatikan juga waktu yang dibutuhkan bagi belut untuk memperbanyak
diri
menghasilkan anakannya. Sebaiknya pemanenan dilakukan minimal
setelah 3 bulan sejak penebaran pertamanya.
PENUTUP Budidaya belut skala kolam terpal sangat tepat dilakukan pada skala keluarg4 di mana lahannya sempit. Kita dapat memanfaatkan lahan di sekitar rumah kita untuk mencoba budidaya belut ini. Satu aspek pencukupan kebutuhan pangan keluarga menjadi tercukupi. Di
sisi lain, bila luas lahan diperbesar. Kita dapat menjual kelebihan hasilnya ke pasar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,2006. Sekilas Budidaya Belut. http.:/ vrvw.budidayafurniture.bloery
. Diakses 16
November 2007.
Anonim, 2007. Budidaya Pembesaran Belut. MITRA BELUT.
Tangerang.
http://www.mitrabelut.darulrizki.com. Diakses 1 3 Januari 200 8. Muthmainnah, D. dan Nurwanti, 2007 . Sudahkah Anda Tahu? Belut Sawah (Monopterus albus Zuieuw). http://www.dkp.eo.id./content.php2c:3779. Diakses 21 September 2At1 Susatyo, P.; Moeljono; Sugiharto. 2000. Aspek Hormonal, Histologi Gonad, Fekunditas dan Waktu Ovulasi Nilem (Osteochilus hasselti C.V.) Pasca Induksi Hipofisis Awetan Sapi dan Ayam
Kampung. Laporan Penelitian. Fakultas Biologi Unsoed. Proyek DUE Batch
II Unsoed,
Purwokerto.
Susatyo, P.; Sugiharto; E.T. Winami, 2012. Pemicuan Bimhi Berbasis Aktivitas Sumbu Hipotalamus-Hipofisis-Gonad Sebagai Dasar Bagi Metode Penyediaan Benih Belut Sawah (Monapterus albus) Berkelanjutan. Laporan Peneilitian Riset Unggulan Unsoed, Purwokerto
bio.unsoed.ac.id