Insentif Pajak dan Dukungan Fiskal untuk Mendorong Inovasi dan Kemajuan Teknologi: Sebuah Studi Komparatif
INSENTIF PAJAK DAN DUKUNGAN FISKAL UNTUK MENDORONG INOVASI DAN KEMAJUAN TEKNOLOGI: SEBUAH STUDI KOMPARATIF TAX INCENTIVES AND FISCAL SUPPORT TO ENCOURAGE INNOVATION AND TECHNOLOGICAL ADVANCEMENT: A COMPARATIVE STUDY Eddy Mayor Putra Sitepu Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan INFO ARTIK EL Naskah Masuk : 15/10/2014 Naskah Revisi : 10/11/2014 Naskah Terima : 15/12/2014
Keywords: Tax incentive Fiscal support Research and development Global competitiveness Comparative advantage
ABSTRACT Human resources and technology are the greatest capital of a nation at this time. Innovation and technology as a driving force of growth requires investment in enormous amount. Studies show that tax incentives and fiscal support contribute significantly to the level of investment in research and development. The varying forms of tax incentives and fiscal support results in different impact on the development of technology and innovation. This study aims to conduct a comparative study of the various forms of tax incentives and fiscal support for research and development as well as provide recommendations on the suitable form of tax incentives and fiscal support to be implemented in Indonesia. Methodology used in this research is literature study by using descriptive analysis. There are broadly three forms of tax incentives and fiscal support given in various countries, namely: (i) super deduction; (ii) tax credit; and (iii) direct subsidy. The results of this study indicate that Indonesia needs to take aggressive measures in encouraging innovation and technology to improve global competitiveness. To support these measures, an aggressive tax incentives formulation is also required in the midst of the competition and to keep pace with other countries in the region. Tax incentives given need to be focused on the areas where Indonesia has comparative advantage.
SARI KARANGAN Kata kunci: Insentif pajak Dukungan fiskal Penelitian dan pengembangan Daya saing global Keunggulan komparatif
Sumber daya manusia dan teknologi merupakan modal terbesar suatu bangsa pada saat ini. Inovasi dan teknologi sebagai motor penggerak pertumbuhan membutuhkan investasi dalam jumlah besar. Hasil penelitian membuktikan bahwa insentif pajak dan dukungan fiskal berperan signifikan terhadap tingkat investasi di sektor penelitian dan pengembangan teknologi (research and development). Bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal yang berbeda-beda memberikan dampak yang berbeda pula terhadap perkembangan teknologi dan inovasi. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian komparatif terhadap berbagai bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan serta memberikan rekomendasi mengenai bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal yang tepat untuk diimplementasikan di Indonesia. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur dengan menggunakan analisis deskriptif. Secara garis besar terdapat 3 bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal yang lazim diberikan di berbagai negara, yaitu: (i) super deduction; (ii) tax credit; dan (iii) direct subsidy. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia perlu melakukan langkah agresif dalam mendorong inovasi dan teknologi untuk meningkatkan daya saing global. Untuk mendukung langkah tersebut, diperlukan formulasi insentif pajak yang agresif pula di tengah-
* Korespondensi Pengarang, Ged. R.M. Notohamiprodjo Lt. 6, Jl. Dr. Wahidin No. 1, Jakarta 10710 Telp./Fax: 021-34833486, E-mail:
[email protected] ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI
E.M.P. Sitepu (2014)
tengah persaingan dan untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain di kawasan. Pemberian insentif pajak perlu dititikberatkan pada bidang-bidang yang merupakan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh Indonesia. © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014: 151—168
1. PENDAHULUAN Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat dalam satu dasawarsa terakhir. Hal ini dapat terlihat antara lain dari peningkatan produk domestik bruto (PDB) per kapita. Pada tahun 2004, PDB per kapita Indonesia (berdasarkan harga konstan tahun 2000) adalah sebesar Rp. 7.561.379,61. Dalam waktu 10 tahun angka tersebut meningkat menjadi Rp. 11.134.017,58 atau meningkat sebesar 52,73 persen. Tingkat pertumbuhan PDB mencapai 5,76 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat, Eropa dan Jepang pada kurun waktu yang sama. Bahkan setelah terjadinya krisis keuangan global di benua Eropa dan Amerika yang berimbas ke seluruh dunia, perekonomian Indonesia masih tumbuh sebesar 4,63 persen pada tahun pada tahun 2009. Terlepas dari fakta menggembirakan tersebut di atas, perekonomian Indonesia digambarkan tengah menghadapi ancaman jebakan negara pendapatan menengah atau biasa diistilahkan dengan middle income trap (Tho, 2013). Middleincome trap adalah situasi di mana pertumbuhan suatu negara melambat setelah mencapai tingkat pendapatan menengah (Global Economic Symposium, 2014). Transisi ke tingkat pendapatan tinggi, tampaknya menjadi tak terjangkau. Studi empiris menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan PDB per kapita biasanya melambat secara substansial pada tingkat pendapatan antara US $ 10.000 dan US $ 15.000. Perlambatan pertumbuhan sering dapat dikaitkan dengan hilangnya faktor yang menghasilkan pertumbuhan yang tinggi selama fase awal perkembangan yang pesat. Daya saing internasional terkikis dan output dan pertumbuhan melambat. Sumber daya manusia dan teknologi merupakan modal yang diperlukan agar keluar dari middle-income trap. Berdasarkan pengalaman negara-negara maju yang telah mengalami industrialisasi sejak 250 tahun yang lalu, inovasi teknologi telah terbukti menjadi pendorong pembangunan ekonomi (Janeway, 2013). Pertumbuhan yang berkelanjutan menuju tingkat pendapatan tinggi harus semakin ditandai dengan kelimpahan relatif modal sumber daya manusia dan ketersediaan sumber daya teknologi dan manajerial. Negara berpenghasilan menengah
152
terjepit di antara negara-negara miskin dengan upah tenaga kerja rendah yang menguasai industri yang sudah matang/ dewasa dan negara-negara kaya yang menjadi inovator yang mendominasi industri perubahan teknologi yang cepat. Investasi di bidang penelitian dan pengembangan merupakan pendorong yang signifikan bagi kemajuan teknologi dan inovasi. Keterlibatan penuh pemerintah dan swasta mutlak diperlukan untuk memenuhi kebutuhan investasi yang bernilai strategis tersebut. Kontribusi pemerintah dalam mendanai aktivitas penelitian dan pengembangan terbatas ruang lingkup dan dampaknya. Hal ini disebabkan antara lain oleh keterbatasan anggaran serta berbagai regulasi yang memberikan hambatan. Karena itu, peran aktif sektor swasta menjadi yang dominan diharapkan dalam melakukan investasi di bidang penelitian dan pengembangan. Pemerintah dalam hal ini dituntut perannya dalam menciptakan iklim investasi yang mendukung sehingga para investor terangsang untuk menanamkan modalnya di sektor tersebut. Dukungan pemerintah yang diharapkan untuk mendorong investasi swasta di bidang penelitian dan pengembangan diwujudkan antara lain dalam bentuk pemberian insentif fiskal yang memberikan kemudahan serta keringanan pajak dalam berbagai skema. Selain itu, dukungan pemerintah juga dapat diberikan dalam bentuk bantuan langsung (hibah) bagi lembaga yang melaksanakan penelitian dan pengembangan dengan menjalin kemitraan dengan pihak swasta. Keterlibatan dan peran aktif pemerintah tersebut diharapkan dapat berperan sebagai katalisator dalam menggerakkan pertumbuhan inovasi dan memajukan teknologi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam peta inovasi dan teknologi global, Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan banyak negara di Asia, bahkan sebagian negara di Asia Tenggara. Anggaran riset di Indonesia stagnan selama 10 tahun terakhir. Rasio antara anggaran riset dan produk domestik bruto tak banyak berubah. Rasio anggaran riset hanya 0,08 persen dari PDB. Padahal, menurut Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lukman Hakim, negara yang sukses membangun ekonomi, rasio anggaran risetnya minimal 1 persen terhadap PDB (Kompas, 2014a). Belanja riset Tiongkok mencapai 1,9 persen dari PDB,
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek,
Insentif Pajak dan Dukungan Fiskal untuk Mendorong Inovasi dan Kemajuan Teknologi: Sebuah Studi Komparatif
bahkan Korea Selatan mencapai 3,74 persen (World Bank 2014). Dalam hal publikasi hasil riset dalam jurnal, Indonesia jauh tertinggal dari Singapura yang telah menerbitkan 4.543 artikel dalam jurnal internasional, sedangkan Indonesia hanya memiliki 270 artikel. Untuk ekspor berbasis teknologi tinggi, Indonesia juga tertinggal dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, Thailand, bahkan Filipina. Hakim dalam Kompas (2014a) berpendapat bahwa ada tiga kendala dalam mengembangkan riset, yaitu masalah kelembagaan, terbatasnya peneliti, dan kebijakan moneter serta fiskal yang belum berpihak kepada riset. Kendala yang terakhir meliputi juga masih rendahnya insentif pajak dan dukungan fiskal terhadap kegiatan di bidang penelitian dan pengembangan. Karena itu, Indonesia perlu melakukan langkah agresif untuk mendorong peningkatan inovasi dan teknologi. Mengingat peran penting dukungan insentif pajak, pemerintah perlu merancang skema insentif pajak dan dukungan fiskal yang agresif pula. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian komparatif terhadap berbagai bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan serta memberikan rekomendasi mengenai bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal yang tepat untuk diimplementasikan di Indonesia. Negara-negara menerapkan strategi dan kebijakan yang berbeda dalam mendorong inovasi dan kemajuan teknologi melalui kegiatan penelitian dan pengembangan. Beberapa negara menerapkan kebijakan insentif pajak yang sangat luas untuk mendorong peran swasta dalam kegiatan penelitian dan pengembangan, sedangkan sebagian negara lainnya memilih untuk berfokus pada bidang usaha dan kelompok usaha tertentu. Indonesia dapat memperoleh manfaat dari pengalaman negara-negara yang lebih maju untuk merancang skema fasilitas perpajakan untuk mendorong aktivitas penelitian dan pengembangan.
2. KERANGKA TEORI/KERANGKA KONSEP Sebagaimana telah diuraikan di awal tulisan ini, inovasi dan kemajuan teknologi merupakan motor penggerak ekonomi untuk dapat terhindar dari middle income trap. Secara sederhana, inovasi dapat dipahami sebagai penemuan suatu pengetahuan yang baru, sedangkan teknologi diartikan sebagai cara pemanfaatan suatu pengetahuan untuk memberikan manfaat bagi penggunanya. Dalam konteks regulasi (berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 ten-
tang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), inovasi didefinisikan sebagai “kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi”. Dalam Undang-Undang yang sama, diberikan pula definisi teknologi yaitu “cara atau metode serta proses atau produk yang dihasilkan dari penerapan dan pemanfaatan berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang menghasilkan nilai bagi pemenuhan kebutuhan, kelangsungan, dan peningkatan mutu kehidupan manusia”. Kunci sukses majunya inovasi dan teknologi adalah tumbuh suburnya kegiatan penelitian dan pengembangan. Kesadaran terhadap pentingnya sektor penelitian dan pengembangan dalam mendukung kemajuan suatu negara mendorong pemerintah untuk memberikan dukungan serta stimulus. Dari sisi regulasi, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 telah memberikan ruang bagi dukungan pemerintah terhadap pengembangan teknologi dan inovasi. Pasal 21 (3) Undang-Undang tersebut mengatur bahwa pemberian insentif merupakan salah satu bentuk instrumen kebijakan yang dikembangkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai bentuk kemudahan dan dukungan yang dapat mendorong pertumbuhan dan sinergi semua unsur Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Ada beberapa hal yang menjadi alasan pemerintah dalam mendukung kegiatan penelitian dan pengembangan oleh dunia usaha. Pertama, kegiatan penelitian dan pengembangan dipandang sebagai investasi yang krusial untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Berdasarkan hasil riset di negara-negara anggota OECD (OECD 2010), peningkatan produktivitas telah menjadi faktor utama pertumbuhan ekonomi. Peningkatan produktivitas tersebut berkaitan erat dengan peningkatan aktivitas penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta. Intensitas kegiatan penelitian dan pengembangan di negara-negara tersebut dan kinerja pertumbuhannya berkorelasi dengan proporsi penelitian yang didanai oleh sektor swasta. Kedua, kegiatan penelitian dan pengembangan yang didanai oleh sektor swasta dapat mempertahankan lapangan kerja, terutama di waktu terjadinya krisis. Campur tangan pemerintah dapat membuat perbedaan antara keberhasilan dan kegagalan usaha. Sebagai contoh, untuk memban-
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI
153
E.M.P. Sitepu (2014)
tu perusahaan dalam menghadapi krisis keuangan, beberapa negara telah memberikan insentif fiskal yang bersifat temporer namun lebih luas untuk kegiatan penelitian dan pengembangan, seperti memperluas kriteria untuk memenuhi syarat mendapatkan kredit pajak (seperti di Jepang dan Belanda), memberikan kelonggaran jangka waktu untuk membawa ke depan (carry forward) kredit pajak yang tidak terpakai ke tahun-tahun berikutnya (Jepang), atau mempersingkat jangka waktu untuk pengembalian kredit (Perancis). Ketiga, keterlibatan pihak swasta dalam kegiatan penelitian dan pengembangan berkontribusi terhadap peningkatan daya saing nasional. Di dunia dimana kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh perusahaan multinasional semakin mengglobal, pemerintah juga bersaing dalam menarik minat perusahaanperusahaan terebut agar kegiatan penelitian dan pengembangan dilakukan di negaranya. Insentif yang luas melalui insentif pajak untuk kegiatan penelitian dan pengembangan dapat menjadikan suatu negara menjadi lokasi yang relatif lebih menarik bagi investasi di bidang penelitian dan pengembangan dibanding negara pesaingnya. Keempat, investasi di bidang penelitian dan pengembangan mengandung risiko yang tinggi. Hanya sebagian kecil dari proyek penelitian dan pengembangan akan menghasilkan suatu produk atau proses baru yang dapat dipasarkan, dan sering kali hal tersebut terjadi setelah jangka waktu yang lama dengan periode pengembalian yang tidak pasti. Selain itu, sangat sulit bagi institusi keuangan untuk menilai kualitas investasi di bidang penelitian dan pengembangan karena ketidakpastian yang tinggi dan perusahaan enggan untuk mengungkap semua informasi yang relevan. Akibatnya, perusahaan, khususnya perusahaan kecil dan pemula, akan cenderung sulit untuk mendapatkan kredit untuk investasi di bidang penelitian dan pengembangan. Kelima, kegiatan penelitian dan pengembangan menghasilkan barang publik. Pengetahuan mengalir ke luar ke perusahaan dan organisasi lain yang tidak menanggung ongkos investasi. Karena perusahaan yang berinvestasi tidak akan mampu untuk menangkap semua manfaat dari investasinya, perusahaan tersebut akan cenderung melakukan investasi yang lebih sedikit dari yang optimal secara sosial. Risiko-risiko tersebut berkontribusi terhadap membesarnya gap antara belanja untuk penelitian dan pengembangan dan keinginan untuk mencapai tingkat inovasi yang diperlukan untuk kemajuan suatu negara. Pemerintah dapat memilih diantara berbagai instrumen yang tersedia untuk mendorong keter154
libatan pihak swasta dalam penelitian dan pengembangan. Pemerintah dapat menawarkan dukungan langsung melalui hibah atau pengadaan atau pemerintah juga dapat menggunakan insentif fiskal seperti insentif pajak untuk penelitian dan pengembangan. Hibah/subsidi langsung untuk penelitian dan pengembangan dapat menyasar proyek tertentu dengan dampak sosial yang tinggi sementara kredit pajak berdampak mengurangi biaya marjinal yang ditimbulkan oleh belanja sektor penelitian dan pengembangan dan memberi kesempatan bagi perusahaan swasta untuk memilih proyek mana yang akan didanai. Negara-negara mempunyai preferensi masingmasing dalam memberikan dukungan langsung atau tidak langsung. Amerika Serikat (melalui kontrak penelitian dan pengembangan yang kompetitif) dan Spanyol lebih mengutamakan dukungan langsung, sementara Kanada dan Jepang lebih dominan menggunakan dukungan tidak langsung untuk mempercepat kegiatan penelitian dan pengembangan industri (OECD 2010). Keseimbangan optimal antara dukungan langsung dan tidak langsung terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan berbeda dari satu negara ke negara lain, karena masing-masing instrumen memperbaiki kegagalan pasar yang berbeda dan merangsang penelitian dan pengembangan yang berbeda pula. Di satu sisi, kredit pajak untuk penelitian dan pengembangan tidak ditujukan terhadap kelompok perusahaan atau proyek tertentu, tetapi terhadap semua pihak yang berpotensi untuk melakukan penelitian dan pengembangan. Karena itu, insentif tersebut bersifat netral terhadap jenis industri, daerah maupun perusahaan. Di sisi lain, hibah dapat diarahkan terhadap proyek tertentu yang berdasarkan pertimbangan pemerintah mempunyai tingkat pengembalian sosial (social return) yang tinggi dan lebih bergantung pada diskresi kebijakan pemerintah. Secara umum, kredit pajak paling banyak digunakan untuk mendorong penelitian terapan jangka pendek, sedangkan subsidi langsung ditujukan lebih kepada penelitian jangka panjang. Dibandingkan dengan satu dekade yang lalu, saat ini sudah lebih banyak negara yang menggunakan instrumen insentif pajak dengan skema yang lebih longgar dan luas. Hingga tahun 2010, berdasarkan studi OECD (OECD, 2010), lebih dari 20 negara anggota OECD memberikan insentif fiskal untuk mendorong keberlanjutan penelitian dan pengembangan oleh dunia usaha, meningkat dari 12 negara di tahun 1995 dan 18 negara di tahun 2004. Dari negara-negara yang tidak mempunyai insentif pajak untuk penelitian dan pengembangan, Jerman dan Finlandia tengah
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek,
Insentif Pajak dan Dukungan Fiskal untuk Mendorong Inovasi dan Kemajuan Teknologi: Sebuah Studi Komparatif
membicarakan tentang pemberian insentif tersebut. Negara-negara non-OECD seperti Brazil, Tiongkok, India, Singapura, dan Afrika Selatan juga menyediakan iklim perpajakan yang ramah dan kompetitif bagi investasi di sektor penelitian dan pengembangan. Tiongkok memberikan pengurangan pajak umum untuk perusahaan yang bergerak di bidang penelitian dan pengembangan yang berlokasi di kawasan teknologi baru tertentu atau berinvestasi di bidang-bidang yang menjadi sektor kunci seperti bioteknologi, teknologi informasi dan komunikasi, dan bidang-bidang teknologi tinggi lainnya. Kecenderungan umum diantara negara-negara OECD adalah menyesuaikan insentif pajak untuk penelitian dan pengembangan untuk membuatnya menjadi lebih longgar dan sederhana untuk dimanfaatkan. Misalnya, Perancis (di tahun 2008) dan Australia (di tahun 2010) mengganti skema insentif lama yang lebih kompleks dan berbasis inkremental dengan skema yang lebih sederhana dan longgar dengan berbasis volume. Belgia, Irlandia, Korea Selatan, Norwegia, Portugal dan Inggris meningkatkan dan memperpanjang pemberian kredit pajak atau batas atas untuk biaya penelitian dan pengembangan dalam beberapa tahun terakhir. Kanada telah memperkenalkan ketentuan administratif yang baru untuk memberikan kemudahan akses bagi program kredit pajak untuk penelitian dan pengembangan, memperbaiki konsistensi dan prediktabilitas, dan meningkatkan kualitas proses klaim. Berkebalikan dengan kecenderungan secara umum, Meksiko dan Selandia Baru telah menghentikan pemberian kredit pajak. Meksiko mengalihkan kredit pajak untuk penelitian dan pengembangan menjadi bantuan langsung pada tahun 2009. Selandia Baru memperkenalkan kredit pajak untuk penelitian dan pengembangan pada tahun 2008 namun telah dihentikan satu tahun kemudian. Untuk membantu perusahaan-perusahaan dalam menghadapi krisis keuangan, beberapa negara telah menyediakan insentif fiskal yang lebih longgar namun bersifat sementara. Misalnya, Jepang dan Belanda yang meningkatkan untuk sementara batas maksimum biaya penelitian dan pengembangan yang dapat diklaim. Jepang juga memberikan jangka waktu carry-forward yang lebih panjang untuk kredit pajak dalam rangka penelitian dan pengembangan yang tidak terpakai karena mengetahui bahwa beberapa perusahaan tidak dalam posisi untuk mengklaim keseluruhan kredit pajak untuk penelitian dan pengembangan pada beberapa tahun ke depan dikarenakan
turunnya laba perusahaan-perusahaan Jepang. Terakhir, Perancis pada tahun 2009 mengembalikan semua klaim yang tertunda dari tahun-tahun sebelumnya. Sebelum 2009, perusahaan harus menunggu hingga tiga tahun sebelum memperoleh pengembalian kredit pajak yang tidak terpakai. Dengan skema tahun 2009 tersebut, perusahaan akan dapat memperoleh pengembalian dari kredit pajak yang tidak terpakai yang didapatkan pada tiga tahun terakhir. Kebijakan ini diperkirakan dapat meningkatkan pendapatan pajak yang hilang hingga mencapai 6 milyar dollar AS pada tahun 2009 (0,29 persen dari PDB).
3. METODE PENELITIAN Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur dengan menggunakan analisis deskriptif. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan eksplorasi terhadap penerapan kebijakan insentif pajak dan dukungan fiskal untuk kegiatan penelitian dan pengembangan di beberapa negara yang dijadikan referensi. Secara garis besar terdapat 3 bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal yang lazim diberikan di berbagai negara, yaitu: (i) super deduction; (ii) tax credit; dan (iii) direct subsidy.Selanjutnya dilakukan analisis terhadap bentuk insentif yang berbedabeda tersebut dan terhadap kondisi sektor penelitian dan pengembangan di Indonesia serta potensi yang dimiliki. Dari hasil analisis tersebut, dapat disusun rekomendasi kebijakan insentif pajak dan dukungan fiskal untuk kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini hendak meninjau beberapa negara untuk dijadikan referensi dalam merumuskan kebijakan terkait dukungan fiskal yang diberikan oleh pemerintah terhadap sektor penelitian dan pengembangan. Terdapat 4 negara yang dipilih yang kesemuanya merupakan negaranegara yang unggul dalam hal kemajuan teknologi dan inovasi. Beberapa indikator yang digunakan dalam pemilihan negara yang dijadikan acuan adalah: (i) besarnya anggaran yang dikeluarkan untuk belanja di sektor penelitian dan pengembangan; (ii) luasnya cakupan insentif yang diberikan; serta (iii) keberpihakan terhadap pengembangan penelitian dan pengembangan di sektor atau golongan usaha tertentu. India dipilih sebagai salah satu acuan karena negara tersebut memberikan insentif yang sangat luas terhadap pengembangan penelitian dan pengembangan, meliputi insentif pajak langsung, pajak tidak langsung, serta insentif daerah. Ameri-
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI
155
E.M.P. Sitepu (2014)
ka Serikat dipilih karena negara tersebut merupakan negara dengan belanja di sektor penelitian dan pengembangan terbesar di dunia, mencapai 405,3 miliar dollar AS pada tahun 2011 atau sebesar 2,7 persen dari PDB. Inggris dipilih karena negara ini menunjukkan keberpihakan yang nyata untuk mendukung sektor UMKM dalam pengembangan penelitian dan pengembangan. Terakhir, Jerman dipilih karena negara tersebut memberikan dukungan fiskal yang berbeda bentuknya dibanding negara-negara lain, yaitu dengan memberikan hibah (grant) dalam jumlah yang besar. Masingmasing insentif pajak dan dukungan fiskal di keempat negara tersebut akan diuraikan berikut ini.
India Pemerintah India menawarkan insentif yang menarik bagi kegiatan penelitian dan pengembangan. Insentif tersebut meliputi pengurangan super (super deduction) untuk biaya-biaya penelitian dan pengembangan oleh perusahaan manufaktur, kontribusi yang diberikan kepada lembaga penelitian, pembebasan bea masuk untuk impor barang modal tertentu, dan lain-lain (Deloitte 2011). Insentif pajak langsung Insentif pajak langsung yang tersedia berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan (Income Tax Act) dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Insentif untuk biaya-biaya penelitian dan pengembangan yang diajukan oleh pemohon yang melaksanakan kegiatan-kegiatan penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan usaha. Insentif yang diberikan berupa pengurangan super (super deduction) sebesar 100 persen atas biaya perolehan pendapatan dan biaya modal (kecuali biaya akuisisi tanah) yang dikeluarkan atau dibiayakan dalam penelitian ilmiah yang berkaitan dengan usaha. Untuk dapat memenuhi syarat mendapatkan insentif tersebut di atas, biaya yang dikeluarkan harus memenuhi kriteria “penelitian ilmiah yang berkaitan dengan usaha” sebagaimana didefinisikan dalam Undang-Undang (UU). b. Insentif untuk perusahaan manufaktur yang melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan. Insentif yang diberikan berupa pengurangan tertimbang (weighted deduction) sebesar 200 persen untuk biaya penelitian dan pengembangan yang dilakukan di dalam perusahaan (in-house), termasuk biaya modal (kecuali tanah dan bangunan) yang dikeluarkan oleh perusahaan yang berkecimpung dalam 156
bisnis manufaktur dan produksi barang-barang. Berdasarkan ketentuan dalam UU tentang pajak langsung (The Direct Taxes Code Bill) yang mulai berlaku efektif pada 1 April 2012, pemanfaatan insentif tersebut tidak lagi dibatasi hanya untuk perusahaan manufaktur saja, namun tersedia untuk semua industri. Apabila suatu biaya memenuhi syarat untuk dapat memperoleh insentif pengurangan tertimbang ini, maka biaya tersebut tidak dapat diklaim lagi sebagai biaya berdasarkan UU. Pengurangan tertimbang diberikan dalam jumlah bersih (net). Realisasi penjualan, hibah/ hadiah, sumbangan, dana sponsor untuk pusat penelitian dan pengembangan harus diselisihkan dengan biaya-biaya penelitian dan pengembangan. Dengan diberikannya insentif tersebut di atas, India telah tergabung dengan negara-negara yang juga memberikan pengurangan tertimbang sebesar 200 persen, yaitu Singapura, Hungaria, dan Malaysia. Insentif ini diberikan hanya jika kegiatan penelitian terkait dilaksanakan di wilayah India dan biaya yang terjadi dikeluarkan di India. c. Kontribusi bagi kegiatan penelitian dan pengembangan. Insentif yang diberikan berupa pengurangan sebesar 125–175 persen atas kontribusi yang diberikan kepada asosiasi penelitian ilmiah, universitas, sekolah tinggi, atau institusi lainnya yang digunakan untuk penelitian ilmiah. Pengurangan tertimbang sebesar 175 persen diberikan kepada pemohon atas setiap kontribusi oleh setiap orang kepada asosiasi penelitian yang mempunyai tujuan untuk melakukan penelitian ilmiah atau kepada universitas, sekolah tinggi, atau lembaga lainnya yang digunakan untuk penelitian ilmiah. Pengurangan tertimbang sebesar 125 persen diberikan kepada pemohon atas kontribusi oleh setiap orang kepada asosiasi penelitian yang mempunyai tujuan untuk melakukan penelitian di bidang ilmu sosial atau penelitian statistik, atau kepada universitas, sekolah tinggi, atau lembaga lainnya yang digunakan untuk penelitian di bidang ilmu sosial atau penelitian statistik. Ketentuan ini diperbaharui dengan The Direct Taxes Code Bill dimana insentif pengurangan tertimbang diperluas menjadi 175 persen. Pengurangan tertimbang sebesar 125 persen diberikan kepada pemohon atas setiap kontribusi yang diberikan kepada perusahaan yang digunakan untuk penelitian ilmiah dengan
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek,
Insentif Pajak dan Dukungan Fiskal untuk Mendorong Inovasi dan Kemajuan Teknologi: Sebuah Studi Komparatif
memenuhi persyaratan sebagaimana diatur. Pengurangan tertimbang sebesar 200 persen diberikan kepada pemohon atas setiap kontribusi yang diberikan kepada laboratorium nasional, universitas, lembaga teknologi atau orang tertentu dengan arahan spesifik bahwa kontribusi tersebut akan digunakan untuk penelitian ilmiah yang akan dilaksanakan dalam suatu program yang telah mendapat persetujuan dari instansi yang berwenang. d. Penyusutan dipercepat. Insentif berupa penyusutan dipercepat sebesar 40 persen diperbolehkan atas pabrik dan mesin yang digunakan dalam menaufaktur barang-barang selain yang dikecualikan dalam daftar Eleventh Schedule dengan menggunakan teknologi tertentu yang asli India. Tarif depresiasi yang normal adalah 15 persen. Insentif penyusutan dipercepat tersebut diberikan terhadap manufaktur atau produksi barang yang memenuhi persyaratan: (i) dihasilkan atau diproduksi dengan menggunakan teknologi (termasuk setiap proses) atau kecakapan teknik (know-how) lainnya yang dikembangkan di dalam negeri, atau (ii) ditemukan di laboratorium yang dimiliki atau dibiayai oleh pemerintah, atau laboratorium yang dimiliki oleh perusahaan sektor publik atau universitas atau lembaga yang diakui oleh instansi yang berwenang. Insentif pajak tidak langsung Insentif pajak tidak langsung dikelompokkan ke dalam tiga bagian: Bagian I: Insentif untuk penelitian dan pengembangan yang dibangun di dalam perusahaan (inhouse) 1. Export Promotion Capital Goods (EPCG) Scheme Dengan skema ini, pengadaan barang modal untuk kegiatan pra-produksi, produksi dan pascaproduksi dapat diberikan tarif bea masuk yang lebih rendah dengan komitmen ekspor produk yang dihasilkan. Penyedia jasa, perusahaan manufaktur eksportir atau perusahaan dagang eksportir yang terikat dengan perusahaan manufaktur pendukungnya, yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di dalam perusahaan dapat mengimpor barang modal dengan tarif nol persen atau dengan tarif sebesar 3 persen atau melakukan pengadaan barang modal secara domestik dengan mendapatkan fasilitas bebas cukai. Perusahaan yang memanfaatkan skema EPCG tersebut harus memenuhi kewajiban
sebagaimana diatur. 2. Pembebasan bea masuk untuk impor barang tertentu untuk penelitian dan pengembangan Perusahaan yang terdaftar berdasarkan ketentuan dapat mengimpor barang tertentu untuk digunakan dalam kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi dan biotek-nologi dengan tarif bea masuk nol persen atau dengan tarif yang direndahkan yaitu 5 persen tergantung dari sifat barang yang diimpor. 3. Pembebasan bea masuk untuk perusahaan manufaktur di bidang agro kimia Perusahaan manufaktur di bidang agro kimia yang melakukan ekspor minimal 200 juta rupee dalam tahun sebelumnya dan memiliki unit penelitian dan pengembangan yang terdaftar sesuai ketentuan, dapat diberikan insentif pembebasan bea masuk atas impor barang tertentu untuk tujuan penelitian dan pengembangan dengan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur. Bagian II: Insentif untuk melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan sebagai pekerjaan kolaboratif Pembebasan atas bea masuk umum dan tambahan dapat diberikan untuk impor peralatan, instrumen, bahan mentah, komponen, mesin pra-cetak, dan perangkat lunak komputer yang diimpor untuk proyek penelitian dan pengembangan. Pembebasan tersebut dibatasi hanya diberikan apabila pendanaan dilakukan oleh badan yang relevan dengan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur. Bagian III: Insentif untuk kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan untuk pihak lain 1. Served From India Scheme (SFIS) Perusahaan India yang menjadi penyedia jasa yang memperoleh pendapatan dalam valuta asing paling sedikit 1 juta rupee pada tahun sebelumnya berhak mendapatkan kupon kredit bea masuk. Kupon kredit bea masuk setara dengan 10 persen atas valuta asing yang diperoleh selama tahun berjalan. Jasa yang memenuhi syarat untuk diberikan fasilitas tersebut antara lain jasa penelitian dan pengembangan di bidang pengetahuan alam atau ilmu sosial dan humaniora atau jasa penelitian dan pengembangan antar disiplin ilmu. Kupon kredit bea masuk dapat digunakan untuk mendapatkan: (i) bebas bea masuk untuk
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI
157
E.M.P. Sitepu (2014)
impor barang modal beserta suku cadang dan perlengkapannya, dan (ii) bebas cukai untuk pengadaan barang modal dari domestik beserta suku cadang dan perlengkapannya. Barang yang diimpor serta kupon kredit bea masuk tidak dapat dipindahtangankan dan dipergunakan sesuai peruntukannya. 2. Export Promotion Capital Goods (EPCG) Scheme Skema ini juga diberikan untuk pekerjaan kegiatan penelitian pengembangan bagi pihak lain. 3. Pembebasan bea masuk Insentif pembebasan bea masuk yang diberikan kepada pusat-pusat penelitian dan pengembangan yang diadakan di dalam perusahaan juga berlaku untuk kegiatan penelitian dan pengembangan yang dikerjakan untuk pihak lain. Demikian pula untuk insentif yang diberikan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan yang dikerjakan secara kolaboratif. Insentif pengurangan bea masuk menjadi 5 persen dan pembebasan penuh atas bea masuk tambahan diberikan terhadap instrumen ilmiah dan teknik, bahan-bahan, peralatan, suku cadang, binatang hidup (untuk tujuan eksperimental), perangkat lunak komputer, dan prototipe. 4. Pembebasan cukai Pembebasan terhadap semua barang kena cukai yang diproduksi di lembaga teknik, pendidikan dan penelitian dalam rangka pelaksanaan eksprerimen atau penelitian, diberikan apabila memenuhi persyaratan sesuai ketentuan. Pembebasan cukai atas barang yang diproduksi oleh perusahaan yang sepenuhnya milik dalam negeri India yang didesain dan dibangun oleh perusahaan nasional, laboratorium nasional, lembaga penelitian yang didanai oleh publik atau universitas, diberikan apabila memenuhi persyaratan sesuai ketentuan. Pembebasan cukai diberikan atas pembelian instrumen ilmiah dan teknik, bahan-bahan, peralatan, suku cadang, perangkat lunak komputer, dan prototipe. Insentif ini diberikan kepada lembaga penelitian, universitas, Indian Institute of Science, Bangalore atau Regional Engineering College. Inisiatif pemerintah daerah Selain pemberian insentif oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah juga mengambil peran dengan membuat inisiatif pemberian insentif untuk mendorong pengembangan bidang 158
penelitian dan pengembangan berdasarkan keunggulan masing-masing daerah. Inisiatif tersebut biasanya disusun dalam bentuk kebijakan industri dan insentif yang diberikan bersifat komprehensif dalam satu paket. Pemerintah daerah Karnataka menyusun kebijakan industri 20092014 yang mencakup rencana pengembangan pusat penelitian dan pengembangan dengan pemberian fasilitas subsidi dan pembebasan pajak. Pemerintah daerah Tamil Nadu melakukan hal yang sama lebih awal dengan menyusun kebijakan industri 2007 dengan target yang hampir sama dengan Karnataka. Daerah Gujarat yang mempunyai keunggulan komparatif di bidang agro industri menyusun kebijakan industri agro pada tahun 2000 dan dikembangkan dengan menerbitkan kebijakan bioteknologi 2007-2012. Demikian pula halnya dengan pemerintah daerah Maharashtra yang juga mempunyai keunggulan di bidang bioteknologi. Di pihak lain, pemerintah Andhra Pradesh berkomitmen untuk mengembangkan keunggulan daerahnya di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Setiap daerah tersebut memberikan insentif yang sangat luas bagi pelaku usaha yang hendak berinvestasi di bidang penelitian dan pengembangan di daerahnya.
Amerika Serikat Insentif perpajakan yang diberikan oleh pemerintah Amerika Serikat adalah dalam bentuk kredit pajak (tax credit). Kredit pajak disediakan untuk biaya-biaya penelitian yang memenuhi syarat, dimana kredit pajak diselisihkan dengan pajak penghasilan federal dan pajak penghasilan negara bagian (Deloitte, 2013). Pemerintah Amerika Serikat memberikan dua metode penghitungan kredit pajak untuk tahun 2011: a. 20 persen kredit: kredit pajak tradisional sebesar 20 persen dari besarnya biaya-biaya yang melebihi “nilai dasar” (base amount), penghitungan kredit dengan metode ini rumit; atau b. 14 persen kredit: alternatif penghitungan kredit yang disederhanakan dengan insentif kredit pajak sebesar 14 persen dari selisih besarnya biaya penelitian yang memenuhi syarat, dan 50 persen dari rata-rata biaya penelitian selama tiga tahun sebelumnya. c. Insentif pajak yang lain adalah kredit khusus untuk penelitian dasar (yaitu penelitian yang dilakukan di universitas), pembayaran kepada konsorsium penelitian bidang energi, dan penelitian di bidang orphan drug (bahan sediaan farmasi yang dikembangkan secara
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek,
Insentif Pajak dan Dukungan Fiskal untuk Mendorong Inovasi dan Kemajuan Teknologi: Sebuah Studi Komparatif
khusus untuk mengobati kondisi medis yang langka). Pemerintah Amerika Serikat menawarkan kredit pajak untuk meng-offset kewajiban pajak pada periode saat ini, sebelumnya, maupun yang akan datang. Kredit pajak yang tidak terpakai dapat dibawa ke belakang (carried back) untuk periode 1 tahun dan dibawa ke depan (carried forward) untuk periode 20 tahun. Bagi perusahaan kecil dengan pendapatan kotor kurang dari 50 juta dollar AS diberikan kelonggaran dengan 5 tahun carry back dan 20 tahun carry forward. Pemberian kredit pajak tidak menerapkan batas maksimum. Secara umum, kredit pajak untuk penelitian tidak dapat diuangkan. Namun demikian, dalam kondisi yang sangat terbatas, wajib pajak dapat memperoleh refund atas kredit pajak yang dicarry forward sebelum tahun 2006 sebagai pengganti mengambil bonus penyusutan (periode 2008 -2009). Insentif dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi semua industri yang mengadakan penelitian yang memenuhi persyaratan. Dengan demikian, semua industri memenuhi syarat untuk mendapatkan kredit pajak atas kegiatan penelitian. Biaya-biaya yang dapat dimasukkan dalam rangka mendapatkan kredit pajak antara lain: gaji untuk tenaga kerja internal perusahaan, 65 persen dari tenaga kerja kontrak, dan perlengkapan yang digunakan dalam proses penelitian. Biaya overhead dan biaya modal dikecualikan. Tidak ada batasan wilayah dimana kekayaan intelektual berlokasi. Aktivitas yang memenuhi syarat harus dilakukan di wilayah Amerika Serikat dan biaya-biaya terkait harus dikeluarkan oleh wajib pajak Amerika Serikat (meskipun biayabiaya tersebut mungkin saja diganti oleh perusahaan afiliasi asing).
Inggris Inggris menawarkan dua insentif berbasis volume: yang pertama adalah insentif yang disediakan untuk perusahaan yang memenuhi definisi usaha kecil dan menengah (UKM), dan yang kedua adalah insentif bagi perusahaan yang tidak memenuhi definisi tersebut (perusahaan besar) (Deloitte 2013). Secara umum, usaha kecil dan menengah harus mempunyai karyawan kurang dari 500 orang dan pendapatan kotor kurang dari 100 juta euro serta aset kotor kurang dari 86 juta euro. Perusahaan terafiliasi biasanya dipertimbangkan dalam menentukan apakah suatu perusahaan memenuhi definisi UKM atau tidak. Fasilitas perpajakan yang diberikan: a. Untuk perusahaan besar: pengurangan super
(super deduction) 130 persen; b. Untuk UKM: pengurangan super (super deduction) 225 persen; dan c. Kredit tunai: tersedia untuk UKM dalam posisi rugi, mencapai 24,75 persen dari pengeluaran yang memenuhi syarat. Insentif pajak yang tidak dimanfaatkan dapat ditarik ke depan (carry forward) untuk jangka waktu yang tidak terbatas untuk diselisihkan dengan laba di masa depan yang berasal dari perdagangan yang sama dengan syarat tidak ada perubahan kepemilikan dan perubahan sifat perdagangan dalam waktu tiga tahun. Saat ini tidak ada pembatasan maksimal besarnya biaya penelitian dan pengembangan yang dapat dikurangkan untuk perusahaan besar. Namun demikian, untuk UKM ada pembatasan maksimal insentif pajak yang dapat diberikan, yaitu 7,5 juta euro untuk setiap proyek penelitian dan pengembangan. Belanja modal dikecualikan dari super deduction, tapi pengurangan penuh untuk barang modal yang digunakan dalam kegiatan penelitian dan pengembangan dapat diklaim pada tahun terjadinya biaya tersebut; bukan diamortisasi untuk penghitungan pajak sesuai dengan ketentuan yang umum. Rezim Patent Box memperbolehkan perusahaan untuk mengajukan tarif pajak penghasilan badan yang lebih rendah untuk laba yang dihasilkan setelah 1 April 2013 yang diperoleh dari penemuan yang dipatenkan dan inovasi tertentu lainnya. Keringanan tersebut akan mulai diberlakukan pada 1 April 2013 dan tarif yang akan diterapkan adalah 10 persen. Sementara tarif pajak penghasilan badan secara umum berkisar antara 20-24 persen. Pemberian insentif tidak mempunyai keterkaitan dengan jenis industri. Kualifikasi semata-mata didasarkan pada sifat aktivitas yang dilakukan. Perusahaan dapat mengajukan klaim untuk mendapatkan insentif atas biaya yang ditimbulkannya apabila masuk dalam kategori berikut: a. Mempekerjakan karyawan yang secara langsung dan aktif melaksanakan penelitian dan pengembangan; b. Membayar jasa penyedia karyawan untuk mempekerjakan karyawan yang secara langsung dan aktif melaksanakan penelitian dan pengembangan (dibatasi hingga 65 persen dari total biaya); c. Bahan baku yang dikonsumsi atau diolah yang digunakan secara langsung dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan; d. Biaya energi, air, bahan bakar dan perangkat
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI
159
E.M.P. Sitepu (2014)
lunak komputer yang digunakan secara langsung dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan; e. UKM dapat mengklaim 65 persen biaya terkait subkontrak. Perusahaan besar hanya dapat mengklaim biaya subkontrak hanya jika dibayarkan kepada universitas, otoritas kesehatan, lembaga amal, organisasi penelitian ilmiah, individu, atau kemitraan antar perorangan; dan f. Pembayaran kepada relawan yang berpartisipasi dalam uji coba klinis. Biaya-biaya terkait tanah, paten dan perlindungan paten dikecualikan untuk mendapatkan insentif. Perusahaan besar dapat mengajukan klaim pengembalian biaya yang terkait dengan pekerjaan yang dikontrakkan kepada perusahaan tersebut sepanjang pekerjaan itu dikontrakkan oleh perusahaan besar atau orang lain yang tidak menjadi subjek pajak Inggris.
Jerman Insentif yang diberikan oleh pemerintah Jerman untuk kegiatan penelitian dan pengembangan terutama dalam bentuk hibah tunai tanpa kewajiban untuk membayar kembali (Deloitte, 2013). Insentif tersebut diberikan berdasarkan proyek, yang sering kali diberikan terhadap proyek yang bersifat kolaboratif. Tidak ada klaim legal untuk pendanaan kegiatan penelitian dan pengembangan. Persentase pendanaan hibah dapat mencapai 50 persen dari biaya proyek yang disetujui. Persentase yang lebih tinggi dapat diberikan untuk proyek yang dilaksanakan oleh pelaku usaha kecil dan menengah. Kriteria pemilihan proyek yang layak mendapatkan insentif hibah tunai tersebut antara lain: (i) tingkat inovasi; (ii) tingkat risiko teknis; dan (iii) tingkat risiko ekonomi. Selain hibah, pemerintah juga memberikan bantuan dalam bentuk pinjaman sebagai alternatif pendanaan kegiatan penelitian dan pengembangan. Pinjaman untuk kegiatan penelitian dan pengembangan yang diberikan tidak tergantung pada kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang teknologi tertentu dan tidak ada batas akhir pengajuan. Pinjaman tersebut disediakan melalui program pemerintah yang berbeda dari hibah. Pemerintah Jerman belum memberikan insentif pajak untuk kegiatan penelitian dan pengembangan. Namun demikian, insentif tersebut sudah diperkenalkan dalam agenda politik. Kelayakan untuk mendapatkan dukungan pembiayaan tidak terbatas pada industri tertentu. Perusahaan-perusahaan dalam industri berikut 160
biasanya mengajukan permintaan untuk mendapatkan hibah: (i) bioteknologi dan ilmu hayat; (ii) teknologi informasi dan komunikasi; (iii) manufaktur; dan (iv) energi dan utilitas. Namun demikian, beberapa industri biasanya dikecualikan untuk mendapatkan dukungan pembiayaan: (i) bank dan perusahaan jasa keuangan; dan (ii) perusahaan asuransi. Biaya-biaya yang dapat dibiayai dari hibah atau pinjaman antara lain: upah tenaga kerja, bahan baku, biaya overhead, biaya subkontrak, amortisasi, dan biaya perjalanan. Hibah tunai secara umum diberikan untuk mengganti biayabiaya yang sudah dikeluarkan. Kegiatan yang memenuhi syarat untuk mendapatkan pendanaan antara lain: a. Penelitian dasar (fundamental research) – pekerjaan eksperimental atau teoretikal yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan baru; b. Penelitian industri (industrial research) – penelitian dengan tujuan praktis yang spesifik yang dimaksudkan untuk mengembangkan produk baru, proses baru, atau pelayanan baru atau untuk memperbaiki yang sudah ada; dan c. Penelitian eksperimental (experimental research) – penelitian yang ditujukan untuk menghasilkan draft, rencana, dan prototipe. Kegiatan penelitian dan pengembangan dan biaya yang timbul harus terjadi di wilayah Jerman. Eksploitasi terhadap hasil proyek tersebut, termasuk hak kekayaan intelektual, harus tetap berlangsung di Jerman.
Indonesia Insentif yang sudah ada saat ini Bercermin pada pengalaman negara-negara lain, Indonesia masih jauh tertinggal dalam memberikan insentif pajak dan dukungan fiskal bagi kegiatan penelitian dan pengembangan. Ketentuan terkait insentif pajak tersebut terserak di berbagai tingkatan perundang-undangan baik Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Menteri Keuangan. Hal ini menyulitkan bagi para pelaku penelitian dan pengembangan untuk mendapatkan informasi yang lengkap. Akibat dari informasi yang tidak diperoleh secara utuh, berbagai insentif pajak yang sudah tersedia tersebut menjadi kurang menarik karena manfaat yang bisa diperoleh dianggap tidak signifikan. Pada kenyataannya, fasilitas insentif pajak tersebut memang hingga saat ini belum banyak dimanfaatkan oleh pihakpihak yang menyelenggarakan kegiatan penelitian dan pengembangan.
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek,
Insentif Pajak dan Dukungan Fiskal untuk Mendorong Inovasi dan Kemajuan Teknologi: Sebuah Studi Komparatif
Apabila ditelaah lebih jauh, insentif pajak yang diberikan masih sangat terbatas bahkan dapat dikatakan pemerintah masih pelit dalam memberikan fasilitas. Terkait dengan fasilitas pajak penghasilan, insentif yang diberikan adalah dalam bentuk tambahan waktu 1 tahun untuk kompensasi kerugian apabila mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5 persen dari investasi dalam jangka waktu 5 tahun1. Fasilitas pajak penghasilan tersebut merupakan bagian dari insentif untuk wajib pajak badan dalam negeri yang melakukan penanaman modal pada bidang usaha tertentu atau daerah-daerah tertentu. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut juga diatur bahwa fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dapat dimanfaatkan setelah Wajib Pajak merealisasikan rencana penanaman modal paling sedikit 80 persen. Di samping itu, pemerintah juga memberikan insentif berupa pengurangan yang diperbolehkan sampai jumlah tertentu dari penghasilan bruto dalam rangka penghitungan penghasilan kena pajak. Insentif pengurangan sampai jumlah tertentu tersebut diperbolehkan atas sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan, yang merupakan sumbangan untuk penelitian dan pengembangan yang dilakukan di wilayah Republik Indonesia yang disampaikan melalui lembaga penelitian dan pengembangan2. Dalam peraturan pelaksanaannya3, diatur bahwa persyaratan agar sumbangan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto yaitu: (i) Wajib Pajak mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak sebelumnya; (ii) pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada Tahun Pajak sumbangan diberikan; (iii)
didukung oleh bukti yang sah; dan (iv) lembaga yang menerima sumbangan dan/atau biaya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak sebagaimana diatur dalam UU tentang Pajak Penghasilan. Bentuk insentif pajak lainnya yang sudah ada untuk kegiatan penelitian dan pengembangan adalah dalam bentuk pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan. Barang impor yang dapat diberikan fasilitas tersebut adalah barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan adalah barang yang benar-benar digunakan untuk memajukan ilmu pengetahuan, termasuk untuk penyelenggaraan penelitian dengan tujuan untuk mempertinggi tingkat ilmu pengetahuan yang ada4. Terkait dengan barang yang berasal dari impor, selain fasilitas pembebasan bea masuk dan cukai, pemerintah juga memberikan insentif tidak dipungut pajak penghasilan pasal 22 atas barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan5. Secara spesifik pembebasan cukai juga dapat diberikan atas etil alkohol dengan kadar paling rendah 85 persen yang digunakan untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan6. Untuk memperoleh pembebasan cukai dimaksud, Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Pengusaha Tempat Penyimpanan khusus pencampuran, atau importir mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai. Permohonan tersebut diajukan berdasarkan pesanan lembaga/badan resmi pemerintah yang bergerak di bidang penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dengan mencantumkan rincian jumlah etil alkohol yang dimintakan pembebasan cukai dan tujuan
1
Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 4, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2011.
2
Pasal 1 huruf b, Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.
3
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 76/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pencatatan dan PelaporanSumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto. 4 Pasal 1 dan 2, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 143/KMK.05/1997 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Cukai atas Impor Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2007. 5 Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 5, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain. 6 Pasal 5, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.04/2007 tentang Pembebasan Cukai. ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI
161
E.M.P. Sitepu (2014)
pemakaiannya. Terakhir, untuk lembaga milik pemerintah yang bergerak di bidang penelitian dan pengembangan dapat memanfaatkan insentif pembebasan bea masuk. Insentif ini berlaku untuk barang untuk kepentingan umum yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah7. Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk atas barang impor tersebut, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Apabila berbagai bentuk insentif pajak dibandingkan satu dengan yang lain, maka dapat diketahui potensi dampak pemberian insentif tersebut bagi kemajuan teknologi dan inovasi. Sebagai contoh adalah pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan. Insentif ini diterapkan untuk memberi kemudahan bagi lembagalembaga penelitian dan pengembangan untuk mengimpor barang yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatannya. Dengan demikian, kemungkinan dampaknya adalah semakin meningkatnya impor barang dari luar ke dalam wilayah Indonesia. Selain itu, kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia akan tergantung pada pasokan barang dari luar negeri, baik itu dalam bentuk bahan, peralatan, suku cadang, maupun purwarupa atau desain. Hal ini bila berlangsung terus menerus dalam jangka waktu yang lama akan kontra produktif terhadap usaha untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian dan pengembangan yang asli Indonesia.
Rekomendasi Kebijakan Karena pertimbangan-pertimbangan sebagaimana diuraikan di atas, maka pemerintah sebaiknya membuat rancangan kebijakan terkait insentif pajak dan dukungan fiskal terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan dengan menggunakan instrumen yang tepat untuk sasaran yang tepat pula. Yang dibutuhkan adalah insentif yang dapat merangsang aktivitas penelitian dan pengembangan di dalam negeri serta mendorong pemanfaatan hasil kegiatan penelitian dan pengembangan tersebut tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik tapi juga pasar global. Karena itu, perlu untuk meningkatkan pengelolaan di bidang-bidang yang menjadi keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh Indonesia. 7
Dalam menyusun kebijakan terkait insentif pajak dan dukungan fiskal untuk kegiatan penelitian dan pengembangan, dibutuhkan keselarasan cara pandang dari berbagai pemangku kepentingan. Pihak-pihak yang terlibat dalam perumusan kebijakan dituntut untuk mempunyai pola pikir bahwa insentif bukan semata-mata biaya (expense) bagi keuangan negara dengan hilangnya potensi penerimaan pajak. Sebaliknya, pemberian insentif untuk kegiatan penelitian dan pengembangan seharusnya dilihat sebagai investasi, dimana dengan pemberian insentif pajak dan dukungan fiskal, maka aktivitas penelitian dan pengembangan akan meningkat. Dengan meningkatnya aktivitas penelitian dan pengembangan maka produktivitas juga akan semakin tinggi, dan selanjutnya nilai tambah di dalam negeri pada gilirannya akan mengalami peningkatan. Dengan demikian, basis pemajakan juga akan meningkat. Dalam jangka panjang, basis pemajakan yang terus tumbuh akan menghasilkan penerimaan pajak yang meningkat secara berkelanjutan. Keselarasan cara pandang sebagaimana diuraikan di atas juga mutlak diperlukan dalam implementasi kebijakan terkait pemberian insentif pajak dan dukungan fiskal untuk kegiatan penelitian dan pengembangan. instansi yang berperan dalam merumuskan kebijakan harus mempunyai cara pandang yang sama dengan instansi yang menjalankan operasional pemberian insentif. Dalam praktiknya, kedua instansi tersebut mungkin saja mempunyai sasaran yang berbeda. Di satu pihak, instansi perumus kebijakan bermaksud untuk meningkatkan investasi di bidang penelitian dan pengembangan dengan pemberian insentif pajak dan dukungan fiskal. Namun di pihak lain, institusi perpajakan berkepentingan untuk menjaga agar seluruh potensi perpajakan dapat dioptimalkan untuk menghasilkan penerimaan negara. Mengingat saat ini kedua institusi tersebut berada di bawah lingkup Kementerian Keuangan, maka diperlukan kepemimpinan (leadership) yang kuat dari Menteri Keuangan atau bila perlu Presiden sebagai pimpinan pemerintahan yang tertinggi untuk memastikan keberhasilan kebijakan yang telah dibuat. Dengan merujuk pada data World Development Indicators sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, Indonesia harus mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain, salah satunya dengan kebijakan pemberian insentif dan dukungan fiskal yang agresif. Dalam kaitan tersebut, berikut ini
Pasal 2, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.04/2007 tentang Pemberian Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang Ditujukan untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.011/2011.
162
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek,
Insentif Pajak dan Dukungan Fiskal untuk Mendorong Inovasi dan Kemajuan Teknologi: Sebuah Studi Komparatif
adalah beberapa rekomendasi terkait rancangan kebijakan insentif pajak dan dukungan fiskal untuk mendorong inovasi dan kemajuan teknologi. 1. Insentif diprioritaskan untuk sektor agroindustri yang menjadi keunggulan komparatif Indonesia Kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan sangat bergantung pada kemampuan untuk meningkatkan inovasi. Inovasi yang berbasis pada kapitalisasi produk penelitian dan pengembangan akan memberi dampak langsung pada peningkatan produktivitas yang berkelanjutan yang pada akhirnya dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi. Peningkatan produktivitas menuju keunggulan kompetitif akan dicapai seiring dengan upaya memperkuat kemampuan sumber daya manusia berbasis inovasi. Warisan ekonomi berbasis sumber daya alam yang bertumpu pada labor intensive perlu ditingkatkan secara bertahap menuju skilled labor intensive dan kemudian menjadi human capital intensive. Peningkatan kemampuan modal manusia yang menguasai teknologi dan inovasi sangat diperlukan ketika Indonesia memasuki tahap innovation-driven economies. Dalam kaitan tersebut, sektor pertanian yang menyerap sekitar 46 persen dari total angkatan kerja mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan produktivitas. Lebih jauh, peningkatan dari factor driven economy menjadi innovation driven economy perlu diaplikasikan di sektor pertanian sebagai agroindustri. Secara sederhana, agroindustri didefinisikan sebagai industri yang memberi nilai tambah pada produk pertanian dalam arti luas termasuk hasil laut, hasil hutan, peternakan dan perikanan (Indopuro, 2014). Agroindustri memiliki peranan strategis dalam upaya pemenuhan bahan kebutuhan pokok, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, pemberdayaan produksi dalam negeri, perolehan devisa, pengembangan sektor ekonomi lainnya, serta perbaikan perekonomian di pedesaan. Hal ini disebabkan oleh karakteristik dari industriini yang memiliki keunggulan komparatif berupa penggunaan bahan baku yang berasal dari sumberdaya alam yang tersedia di dalam negeri. Agroindustri mempunyai peran penting karena 2 alasan, yaitu: 1) Agroindustri mampu mentransformasikan keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing (kompetitif), yang pada akhirnya akan memperkuat daya saing produk
agribisnis Indonesia. Jika hanya mengandalkan komoditas primer, Indonesia akan senantiasa berada pada posisi penerima harga (price taker) dalam pasar internasional; 2) Agroindustri mampu menciptakan dan menahan nilai tambah sebesar mungkin di dalam negeri, serta mendiversifikasi produk dengan mengakomodir preferensi konsumen baik yang berkembang di dalam negeri maupun di pasar internasional (Himpro Agri Unpad, 2014). Karena itu, pengembangan agribisnis perlu diarahkan pada pendalaman struktur agroindustri yang lebih ke hilir yang mengolah hasil pertanian menjadi produk olahan, baik berupa produk antara (intermediate product), produk semi-akhir (semi-finished product), maupun produk akhir (final product). Untuk pengembangan agroindustri yang berkelanjutan, perlu didukung dengan aktivitas penelitian dan pengembangan yang masif sehingga produk yang dihasilkan mampu bersaing bahkan dapat menguasai pangsa pasar internasional. Dengan penelitian dan pengembangan yang intensif, maka akan dihasilkan pengembangan produk, proses, serta jasa yang unggul dengan efisiensi yang tinggi. Investasi yang substantif dalam kegiatan penelitian dan pengembangan di sektor ini juga diperlukan. Karena itu, perlu dirancang kebijakan insentif pajak untuk mendorong peningkatan investasi tersebut. Insentif pajak penghasilan diperlukan untuk merangsang agar investor bergairah untuk menanamkan modalnya dalam penelitian dan pengembangan agroindustri. Insentif pajak penghasilan dimaksud dapat diberikan dalam bentuk penyusutan yang dipercepat untuk pabrik dan mesin-mesin yang digunakan. Dengan penyusutan yang dipercepat, maka akan berdampak pada bergesernya biaya penyusutan di tahun-tahun awal investasi sehingga laba perusahaan menjadi kecil dan sebagai konsekuensinya pajak yang terutang pun menjadi rendah. Dalam beberapa tahun kemudian, ketika usaha sudah berjalan dengan baik dan menghasilkan laba yang tinggi, maka pajak yang terutang juga semakin tinggi seiring dengan semakin kecilnya beban penyusutan. Selain itu, insentif pajak pertambahan nilai (PPN) juga perlu diberikan mengingat produk olahan hasil pertanian sudah dikenakan PPN berdasarkan Undang-Undang. Fasilitas bebas PPN penting untuk diberikan bagi produk hasil agroindustri yang dipasarkan di dalam negeri sehingga harganya menjadi lebih kompetitif dibandingkan dengan produk sejenis dari luar negeri. Untuk tujuan pasar internasional, produk ekspor sudah dibebaskan PPN sebagaimana juga diterapkan oleh negara-negara lain. Penguasaan pangsa pasar
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI
163
E.M.P. Sitepu (2014)
domestik Indonesia sangat penting dan strategis mengingat saat ini pasar dalam negeri Indonesia dengan jumlah konsumen yang terus meningkat menjadi incaran produk-produk dari negara lain. 2. Insentif dalam bentuk pengurangan super (super deduction) didesain untuk mendukung peran UMKM di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan tulang punggung perekonomian yang berasaskan kerakyatan. Terbukti bahwa UMKM dapat bertahan dalam terpaan krisis keuangan global yang terjadi pada 2007-2008 yang lalu. Bahkan dalam periode 2006-2010 jumlah UMKM di Indonesia terus tumbuh mencapai 9,8 persen atau rata-rata 2,45 persen per tahun. Seiring dengan pertumbuhan jumlah unit usaha, kapitalisasi UMKM juga mengalami pertumbuhan yang pesat mencapai 23,85 persen dalam periode yang sama. Dari jumlah tersebut, UMKM memberikan kontribusi terhadap total ekspor nonmigas sebesar rata-rata 17,03 persen per tahun. Porsi ini masih tergolong kecil mengingat UMKM menguasai lebih dari 99 persen dari total unit usaha di Indonesia. Ke depan kontribusi UMKM terhadap ekspor diharapkan akan meningkat melalui peningkatan kapasitas dan daya saing barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor UMKM (Sitepu, 2013a). Sektor teknologi informasi merupakan salah satu keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh Indonesia. Berdasarkan data industri mikro kecil periode 2010-2013 (BPS, 2014), sektor industri dikelompokkan ke dalam 23 subsektor. Subsektor yang terkait dengan bidang TIK yaitu subsektor industri komputer, barang elektronika dan optik serta subsektor industri mesin dan perlengkapan yang tidak termasuk lainnya. Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa industri mikro di kedua subsektor tersebut mengalami kecenderungan penurunan dalam hal jumlah perusahaan, nilai output, serta nilai tambah berdasarkan harga pasar. Di pihak lain, industri kecil justru menunjukkan peningkatan dalam ketiga indikator tersebut dalam periode yang sama. Fakta ini menarik untuk dicermati. Data yang menunjukkan peningkatan pada industri kecil patut diapresiasi, karena salah satu faktor pendorong peningkatan tersebut adalah industri mikro yang naik kelas menjadi industri kecil. Namun, mengingat sebagian besar pelaku usaha di bidang TIK adalah industri mikro yang berawal dari kreativitas satu atau sekelompok kecil orang, penurunan yang terjadi di kelompok industri mikro perlu mendapat perhatian serius.
164
Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah menurunnya minat pelaku usaha industri mikro untuk terjun ke industri di bidang TIK. Hal ini bisa disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah iklim usaha yang tidak mendukung. Seperti bayi yang belajar merangkak atau berjalan, pelaku usaha di sektor TIK yang baru memulai usahanya perlu bantuan dan dukungan. Salah satunya yang dapat dilakukan adalah dengan insentif pajak dan dukungan fiskal dari pemerintah. Untuk menumbuhkan iklim usaha di sektor UMKM, pemerintah berkomitmen untuk memberikan dukungan kelembagaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Salah satu bentuk dukungan kelembagaan dimaksud adalah mengembangkan dan meningkatkan fungsi inkubator. Yang dimaksud dengan inkubator adalah lembaga yang menyediakan layanan penumbuhan wirausaha baru dan perkuatan akses sumber daya kemajuan usaha kepada UMKM sebagai mitra usahanya. Inkubator yang dikembangkan meliputi antara lain inkubator teknologi, bisnis, dan inkubator lainnya sesuai dengan potensi dan sumber daya ekonomi lokal. Berdasarkan data dari Masyarakat Industri Kreatif Teknologi Informasi (MIKTI), pada tahun 2014, MIKTI bekerja sama dengan PT Telkom untuk membangun 20 pusat inkubator di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Denpasar (Kompas, 2014b). Selanjutnya akan dibangun juga di Palembang, Pekanbaru, Medan, Balikpapan dan Makassar. Yang sudah berjalan saat ini di Bandung dan Yogyakarta Digital Valley. Dalam pusat inkubator, para pemula di bidang kreatif digital dapat merealisasikan idenya melalui sejumlah bantuan teknis. Hingga saat ini karya lokal belum mampu menggeser minat konsumen pada produkproduk berbasis digital impor. Sekitar 80 persen minat konsumen masih pada produk impor, khususnya animasi, gim online, dan perangkat lunak bisnis. Permasalahan yang dihadapi oleh pelaku usaha industri TIK antara lain adalah lemahnya permodalan dan pemasaran. Dukungan terhadap calon pelaku industri melalui pusat inkubator juga belum memadai. Perluasan pemberian insentif pajak dan dukungan fiskal merupakan instrumen yang efektif untuk mengatasi persoalan dimaksud. Insentif pajak yang diberikan dapat berupa pengurangan super (super deduction) atas biaya penelitian dan pengembangan untuk kategori usaha mikro dan kecil sebagaimana diterapkan oleh Inggris. Pemberian insentif tersebut akan mendorong pelaku usaha di bidang TIK untuk mengembangkan inovasi mengingat perubahan
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek,
Insentif Pajak dan Dukungan Fiskal untuk Mendorong Inovasi dan Kemajuan Teknologi: Sebuah Studi Komparatif
yang sangat cepat di bidang industri ini. Karena bentuk insentif berupa super deduction belum diterapkan di Indonesia, maka perlu diterbitkan landasan hukum untuk implementasi kebijakan tersebut. Dasar hukum dimaksud berupa Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan sebagai ketentuan pelaksanaan dari UndangUndang tentang Pajak Penghasilan. 3. Insentif berupa hibah (cash grant) untuk mendukung penelitian dasar dan pengembangan eksperimental Selain dukungan dalam bentuk insentif pajak, bantuan langsung atau hibah perlu dipertimbangkan untuk diberikan bagi peningkatan investasi bidang penelitian dan pengembangan di Indonesia. Dukungan berbentuk hibah ini sudah dijalankan melalui sebuah lembaga yang bernaung di bawah Kementerian Keuangan yaitu Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Lembaga ini berbentuk Badan Layanan Umum dan bertanggung jawab mengelola dana abadi (endowment fund) yang berasal dari alokasi dana pendidikan. Salah satu misi LPDP adalah mendorong riset strategis dan/atau inovatif yang implementatif dan menciptakan nilai tambah melalui pendanaan riset, bertanggung jawab untuk berpartisipasi pada pengembangan dan penerapan riset di Indonesia. Sebagai bentuk tanggung jawab dan partisipasi tersebut, LPDP mengelola pendanaan Riset Pembangunan Indonesia. Salah satu bentuk pendanaan Riset Pembangunan Indonesia adalah Bantuan Dana Riset Inovatif Produktif (RISPRO). Bantuan Dana RISPRO dibagi ke dalam 2 kategori berdasarkan bidang yang menjadi fokus penelitian dan pengembangannya, yaitu Bantuan Dana RISPRO Komersial untuk bidang ketahanan pangan, energi, dan kesehatan, serta Bantuan Dana RISPRO Implementatif untuk bidang eco-growth, tata kelola, sosial keagamaan, dan budaya. Persyaratan Bantuan Dana RISPRO Komersial Bantuan Dana RISPRO dalam rangka komersialisasi produk/teknologi akan diberikan bagi riset-riset yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Riset harus melibatkan mitra sehingga hasil riset langsung dapat diterapkan/dikomersialisasikan oleh pihak mitra yang didukung oleh perjanjian kerja sama; b. Mitra adalah industri yang mayoritas modalnya dimiliki oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah
dan/atau perusahaan/Warga Negara Indonesia; c. Mitra harus memiliki komitmen untuk berkontribusi dalam riset dapat berupa penyertaan dana (cash) ataupun bentuk lain yang dapat diukur dengan uang (in-kind); d. Kontribusi mitra berupa penyertaan dana (cash) sekurang-kurangnya sebesar 10% (sepuluh persen) dari usulan bantuan dana riset; e. Riset harus memiliki kelayakan bisnis. Persyaratan Implementatif
Bantuan
Dana
RISPRO
Bantuan Dana RISPRO dalam rangka implementasi kebijakan/model akan diberikan bagi riset-riset yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Riset pada tahun pertama dapat melibatkan mitra (optional) dan harus melibatkan mitra pada tahun kedua sehingga hasil riset langsung dapat diimplementasikan; b. Mitra adalah lembaga sektor publik (lembaga pemerintah dan pemerintah daerah) atau korporasi yang dapat bertindak sebagai regulator implementasi hasil riset atau kelompok masyarakat yang dapat bertindak sebagai pengguna hasil riset; c. Riset harus memiliki kelayakan implementasi kebijakan/model. Kriteria Bantuan Dana RISPRO Bantuan Dana RISPRO diperuntukkan kepada periset yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Riset dilakukan oleh kelompok periset yang bernaung di bawah badan penelitian kementerian/lembaga pemerintah dan pemerintah daerah, lembaga-lembaga riset swasta, perguruan tinggi, atau lembaga lainnya yang berkompeten untuk melakukan riset. Khusus kelompok periset yang bernaung di bawah badan penelitian kementerian/lembaga pemerintah harus bekerjasama dengan perguruan tinggi, pemerintah daerah, lembaga-lembaga riset swasta, perguruan tinggi, atau lembaga lainnya yang berkompeten untuk melakukan riset; b. Kelompok periset memiliki integritas dan komitmen untuk menyelesaikan riset sesuai dengan target hasil dan waktu yang dinyatakan dalam pakta integritas; c. Kelompok periset diketuai oleh periset bergelar minimal doktor atau berkualifikasi setara (sesuai dengan standard Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)) dan memiliki
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI
165
E.M.P. Sitepu (2014)
d. e.
f.
g.
rekam jejak riset sesuai dengan bidang yang diusulkan dan ditunjukkan dalam biodata; Kelompok periset memiliki roadmap riset yang mendukung bidang yang diusulkan; Kelompok periset tidak sedang menempuh studi lanjut dan/atau akan mengikuti kegiatan akademik lain yang dapat mengganggu jalannya riset (Program Academic Recharging, Postdoc, dan lain-lain); Kelompok periset berjumlah minimal 3 (tiga) orang (termasuk ketua), yang berasal dari badan penelitian kementerian/lembaga, lembaga riset pemerintah dan/atau swasta, perguruan tinggi, serta mitra, dan/atau lembaga lainnya yang berkompeten untuk melakukan riset; Usulan riset yang diajukan oleh kelompok periset sudah mendapat persetujuan pimpinan lembaga pengusul dan pimpinan lembaga mitra yang dibuktikan dengan tanda tangan di lembar pengesahan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan dana riset diberikan untuk kegiatan penelitian industrial (industrial research) atau penelitian terapan (applied research), yaitu penelitian atau investigasi kritis yang terencana yang ditujukan pada perolehan pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan produk baru, proses atau jasa atau untuk membawa perbaikan yang signifikan dalam produk, proses atau layanan yang sudah ada (InnoviSCOP, 2014). Memang pemberian dukungan terhadap penelitian terapan akan menghasilkan imbal balik yang dapat langsung dirasakan dalam bentuk keluaran yang dapat dikomersialkan dalam waktu yang relatif singkat yaitu 2 tahun. Namun demikian, penelitian terapan sifatnya hanya sementara dan merupakan proses hilir dalam suatu alur penelitian dan pengembangan. Nilai tambah yang dihasilkan sebenarnya tidak besar karena hanya berupa pengembangan dari produk, proses atau jasa yang sudah ada. Untuk dapat menghasilkan suatu produk, proses atau jasa yang asli dan bernilai tinggi, harus diawali dengan tahapan yang lebih mendasar, yaitu penelitian dasar (fundamental research). Penelitian dasar didefinisikan sebagai karya eksperimental atau teoritis yang dilakukan terutama untuk memperoleh pengetahuan baru tentang dasar-dasar yang melandasi fenomena dan fakta yang dapat diamati, tanpa adanya aplikasi praktis atau penggunaannya (InnoviSCOP, 2014b). Produk yang dihasilkan dalam penelitian dasar pada umumnya belum dapat dikomersial-
166
kan, namun dapat menjadi landasan untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang lebih maju dan beragam. Penguasaan terhadap penelitian dasar menjadi modal yang kuat bagi negaranegara yang maju untuk menjadi pemimpin dalam bidang teknologi dan inovasi, sedangkan negaranegara lain yang tidak menguasai penelitian dasar hanya akan menjadi pengikut dan peniru. Tahapan selanjutnya dari penelitian dasar adalah pengembangan eksperimental, yaitu kegiatan memperoleh, menggabungkan, membentuk, dan menggunakan pengetahuan di bidang ilmiah, teknologi, dan bisnis serta ilmu pengetahuan dan keahlian lainnya untuk memproduksi rencana atau pengaturan atau desain untuk produk, proses atau jasa yang baru, telah diubah atau diperbaiki. Kegiatan ini juga meliputi aktivitas lain yang bertujuan untuk menciptakan definisi konseptual, perencanaan dan dokumentasi atas produk, proses atau jasa yang baru, seperti membuat draft, rancangan, dan dokumentasi lainnya, sepanjang tidak dimaksudkan untuk penggunaan komersial (InnoviSCOP, 2014c). Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, pemberian dukungan fiskal dalam bentuk hibah tunai sebaiknya lebih diutamakan kepada penelitian dasar dan pengembangan eksperimental. Hal ini diperlukan agar pihak-pihak yang bergerak dalam kegiatan penelitian dan pengembangan lebih terpacu untuk melakukan penelitian dasar dan pengembangan eksperimental daripada penelitian terapan. Memang hasil dari penelitian tersebut tidak akan dapat dirasakan dalam waktu yang singkat, namun dalam jangka panjang, penelitian dasar dan pengembangan eksperimental akan menghasilkan produk inovasi dan teknologi yang menjadikan Indonesia sebagai pemimpin di bidang tersebut. 4. Insentif diintegrasikan pengembangan kawasan
dengan
konsep
Berkaca pada pengalaman India pada bagian sebelumnya, penentuan fokus pengembangan industri berdasarkan wilayah perlu ditunjang dengan pemberian insentif pajak dan dukungan fiskal. Daerah-daerah yang mempunyai keunggulan di sektor tertentu dikembangkan menjadi kawasan industri yang terintegrasi. Di Indonesia, konsep pengembangan kawasan tersebut telah disusun dalam bentuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pengembangan KEK dimaksudkan untuk meningkatkan penanaman modal melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis. Kawasan tersebut dipersiapkan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek,
Insentif Pajak dan Dukungan Fiskal untuk Mendorong Inovasi dan Kemajuan Teknologi: Sebuah Studi Komparatif
yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Konsep yang diusung dalam pengembangan KEK merupakan model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain industri, pariwisata, dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan (Sitepu, 2013b). KEK merupakan kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Fungsi KEK adalah untuk melakukan dan mengembangkan usaha di bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, pariwisata, dan bidang lain. Sesuai dengan hal tersebut, KEK terdiri atas satu atau beberapa Zona, antara lain Zona pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, dan energi yang kegiatannya dapat ditujukan untuk ekspor dan untuk dalam negeri. Kriteria yang harus dipenuhi agar suatu daerah dapat ditetapkan sebagai KEK adalah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung, adanya dukungan dari pemerintah provinsi/kabupaten/ kota dalam pengelolaan KEK, terletak pada posisi yang strategis atau mempunyai potensi sumber daya unggulan di bidang kelautan dan perikanan, perkebunan, pertambangan, dan pariwisata, serta mempunyai batas yang jelas, baik batas alam maupun batas buatan. Fasilitas yang diberikan pada KEK ditujukan untuk meningkatkan daya saing agar lebih diminati oleh penanam modal. Fasilitas tersebut terdiri atas fasilitas fiskal, yang berupa perpajakan, kepabeanan dan cukai, pajak daerah dan retribusi daerah, dan fasilitas nonfiskal, yang berupa fasilitas pertanahan, perizinan, keimigrasian, investasi, dan ketenagakerjaan, serta fasilitas dan kemudahan lain yang dapat diberikan pada Zona di dalam KEK, yang akan diatur oleh instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain KEK, kebijakan pengembangan kawasan lainnya yang telah diimplementasikan adalah: (i) Kawasan Berikat; (ii) Kawasan Industri; (iii) Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu; dan (iv) Free Trade Zone atau Kawasan Perdagangan Bebas Pulau Batam, Bintan, dan Karimun (Kementerian Keuangan, 2013). Secara garis besar, setiap kebijakan perpajakan pada kawasan tertentu tersebut memberikan perlakuan khusus yang merelaksasi ketentuan perpajakan berupa pemberian tax allowance pada pajak
penghasilan, pembebasan/penangguhan bea masuk dan pembebasan/tidak dipungut PPN yang dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan industri-industri baru yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Kecuali untuk kawasan perdagangan bebas dan kawasan berikat, fasilitas perpajakan belum dimanfaatkan dengan baik. Hal ini terjadi karena beberapa faktor mendasar yang belum tersedia seperti infrastruktur dan konektivitas yang belum baik dengan pusatpusat pertumbuhan yang sudah ada. Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk menerapkan kebijakan insentif pajak dan dukungan fiskal dengan desain khusus bagi kegiatan penelitian dan pengembangan yang terintegrasi dengan konsep pengembangan kawasan.
5. PENUTUP Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kunci keberhasilan Indonesia agar terhindar dari middle-income trap adalah sumber daya manusia dan teknologi. Untuk mendorong inovasi dan kemajuan teknologi, diperlukan peran serta berbagai pihak termasuk pemerintah dan swasta. Pemerintah berperan tidak hanya dalam menciptakan iklim investasi yang mendukung, namun lebih jauh perlu memberikan insentif pajak dan dukungan fiskal yang dapat menggerakkan kegiatan penelitian dan pengembangan. Hasil eksplorasi terhadap pengalaman beberapa negara yang dijadikan acuan memperlihatkan bahwa negara-negara yang maju dalam bidang penelitian dan pengembangan menerapkan kebijakan insentif pajak dan dukungan fiskal yang masif dan berdampak besar. Berbagai bentuk insentif dijalankan selaras dengan kebijakan pengembangan industri. Indonesia yang jauh tertinggal dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi perlu membuat formulasi insentif pajak dan dukungan fiskal yang agresif agar dapat memenangkan persaingan. Beberapa rekomendasi yang diberikan yaitu: (i) insentif diprioritaskan untuk sektor agroindustri yang menjadi keunggulan komparatif Indonesia; (ii) insentif dalam bentuk pengurangan super (super deduction) didesain untuk mendukung peran UMKM di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK); (iii) insentif berupa hibah (cash grant) untuk mendukung penelitian dasar dan pengembangan eksperimental; dan (iv) insentif diintegrasikan dengan konsep pengembangan kawasan.
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI
167
E.M.P. Sitepu (2014)
CATATAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH Artikel ini adalah penyempurnaan dari makalah yang telah dipresentasikan dalam Forum Nasional IPTEKIN ke IV di Jakarta, tanggal 9 Oktober 2014, dengan penyelenggara Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, LIPI. Penulis mengucapkan terima kasih kepada para nara sumber yang telah memberikan masukan substansi untuk perbaikan makalah ini sehingga dapat diterbitkan dalam Warta Kebijakan Iptek dan Manajemen Litbang. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Erman Aminullah atas masukan yang disampaikan dalam Forum Pengembangan IPTEK dan Inovasi Nasional (IPTEKIN) 2014. Terima kasih juga disampaikan kepada peserta dan moderator seminar Forum IPTEKIN 2014 atas diskusi yang membangun pada saat paper ini dipresentasikan.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2014. Data industri mikro kecil periode 2010-2013. Deloitte. 2013. 2013 Global Survey of R&D Tax Incentives. UK: Deloitte Global Services Limited. Deloitte. 2011. Research & Development expenditure: A concept paper. New Delhi: Deloitte Touche Tohmatsu India Private Limited. Global Economic Symposium. 2014. Escaping the middle income trap. Diakses 27 Agustus 2014, dari http:// www.global-economic-symposium.org/knowledgebase/ escaping-the-middle-income-trap Himpro Agri Unpad. 2014. Perkembangan Agroindustri Indonesia oleh ICT Club. Diakses 3 September 2014, dari http://himproagriunpad.blogspot.com/2013/06/ perkembangan-agroindustri-indonesia.html Indopuro. 2014. Peranan Agroindustri Dalam Perekonomian Indonesia, Masa Lalu, Sekarang dan Masa Datang. Diakses 3 September 2014, dari http:// indopuro.wordpress.com/2012/04/29/perananagroindustri-dalam-perekonomian-indonesia-masa-lalusekarang-dan-masa-datang/ InnoviSCOP. 2014a. Industrial research – Definition. Diakses pada 4 September 2014, dari http://www.innoviscop.com/ en/definitions/industrial-research InnoviSCOP. 2014b. Fundamental research—Definition. Diakses pada 4 September 2014, dari http:// www.innoviscop.com/en/definitions/fundamentalresearch InnoviSCOP. 2014c. Experimental development – Definition. Diakses pada 4 September 2014, dari http:// www.innoviscop.com/en/definitions/experimentaldevelopment Janeway, W. 2013. The Two Innovation Economies.Diakses 17 Juni 2014, dari https://www.project-syndicate.org/ commentary/china-and-the-frontiers-of-innovation-bywilliam-janeway Kementerian Keuangan. 2013. Dukungan Kebijakan Perpajakan pada Konsep Pengembangan Wilayah Tertentu di Indonesia. Diakses pada 4 September 2014, dari http://
168
www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/2013_kajian_ pkpn_dukungan%20perpajakan%20pada% 20pengembangan%20kawasan%20indonesia.pdf Kompas. 2014a. Anggaran Riset Stagnan. Surat Kabar Harian Kompas tanggal 20 Mei 2014. Kompas. 2014b. Industri Digital Lamban. Surat Kabar Harian Kompas tanggal 20 Mei 2014. LPDP. (n.d.). Buku Pedoman Riset Pembangunan Indonesia. Jakarta: Kementerian Keuangan. OECD. 2010. R&D tax incentives: rationale, design, evaluation. Paris: OECD. Sitepu, E. 2013a. Peningkatan Akses UMKM terhadap KUR dalam Rangka Scaling-Up. Tidak dipublikasikan. Sitepu, E. 2013b. Kawasan Ekonomi Khusus: Motor Penggerak Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Tidak dipublikasikan. Tran, V.T. 2013. The Middle-Income Trap: Issues for Members of the Association of Southeast Asian Nations. ADBI Working Paper 421. Tokyo: Asian Development Bank Institute. Diakses: http://www.adbi.org/workingpaper/2013/05/16/5667.middle.income.trap.issues.asean/ World Bank. 2014. World Development Indicators:Science and technology. Washington D.C: World Bank. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 20 Tahun 2008 tentangUsaha Mikro, Kecil, dan Menengah Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di BidangBidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2011 Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 76/ PMK.03/2011 tentangTata Cara Pencatatandan Pelaporan Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.04/2007 tentang Pembebasan Cukai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.04/2007 tentang Pemberian Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang Ditujukan untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/ PMK.011/2011 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 143/KMK.05/1997 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Cukai atas Impor Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2007
ISSN: 1907-9753 © Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek,