TATALAKSANA BAYI BARU LAHIR YANG MENGALAMI SINDROM ASPIRASI MEKONEUM Bakhtiar Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
ABSTRAK Aspirasi mekoneum adalah terhisapnya cairan amnion yang tercemar mekoneum ke dalam paru-paru bayi baru lahir, yang dapat terjadi pada saat intrauterin, persalinan, atau setelah lahir. Beberapa faktor resiko dapat mepermudah terjadinya aspirasi mekoneum, yaitu hamil lebih bulan, ibu preeklamsia/eklamsia, penderita diabetes melitus, perokok berat, ibu dengan kelainan paru kronik atau penyakit jantung, dan bayi yang kecil menurut usia kehamilan. Manifestasi klinis yang muncul sangat tergantung pada kekentaan mekoneum dan seberapa banyak ketuban yang tercemar mekoneum tersebut terhisap ke dalam saluran pernafasan. Tatalaksana meliputi tindakan pengisapan mekoneum dalam saluran nafas setelah bayi lahir dan pemberian oksigen. Pencegahan dilakukan dengan pengenceran meconeum dalam ketuban (amnioinfusion). Sedangkan, jika sedang memimpin persalinan, tindakannya adalah membersihkan hidung, rongga mulut dan faring dari mekoneum, setelah kepala lahir dan sebelum bahu lahir. Kata kunci : Sindrom aspirasi mekoneum – kerusakan paru – distres pernafasan – obstruksi jalan nafas
A. PENDAHULUAN Aspirasi mekoneum adalah terhisapnya cairan amnion yang tercemar mekoneum ke dalam paru-paru bayi baru lahir, yang dapat terjadi pada saat intrauterin, persalinan, atau setelah lahir. Oleh karena itu, kita harus selalu waspada terhadap adanya mekoneum dalam cairan ketuban pada setiap kelahiran. Mekoneum dalam cairan ketuban merupakan suatu indikasi adanya gangguan pada bayi yang berkaitan dengan masalah intrauterin, berupa kekurangan oksigen (hipoksia). Angka kejadian sindrom aspirasi mekoneum diperkirakan sekitar 9-15% dari kelahiran hidup. Penyakit ini jarang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu, sebaliknya paling sering terjadi pada kehamilan lebih dari 42 minggu. B. FAKTOR RISIKO Terdapat beberapa keadaan pada kehamilan yang dapat memperpermudah atau menyebabkan terjadinya sindrom aspirasi mekoneum. Keadaan yang menjadi faktor risiko tersebut adalah : hamil lebih bulan, ibu hamil yang menderita eklamsia atau preeklamsia, hipertensi, menderita penyakit diabetes mellitus. Bayi kecil sesuai masa kehamilan juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya sindrom aspirasi mekoneum. Selain itu, perilaku atau penyakit ibu hamil, seperti ibu
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
12
perokok, mempunyai penyakit saluran nafas kronik, atau adanya kelainan jantung juga ikut mempengaruhi terjadinya sindrom aspirasi mekoneum. C. PATOGENESIS Mekoneum adalah suatu materi berwarna hijau gelap yang terdapat dalam intestin (saluran cerna) janin dalam kandungan. Mekoneum tersebut terdiri dari sekresi gastrointestinal fetus, sel debris, mucus, darah, lanugo, dan verniks. Meconeum pertama muncul di dalam usus bayi antara 1016 minggu kehamilan. Pengeluaran mekoneum jarang sebelum usia kehamilan 34 minggu. Pengeluaran mekoneum sering terjadi pada bayi yang kecil menurut usia kehamilan atau bayi post matur. Biasanya dikeluarkan sebagai materi yang kental hijau tua dari gerakan usus pada waktu mendekati persalinan atau pada saat persalinan. Mekoneum dalam cairan amnion menggambarkan kematangan fungsi saluran pencernaan. Pengeluaran mekoneum jarang sebelum usia 34 minggu kehamilan dan insidensnya meningkat perlahan sampai 37 minggu kehamilan. Setelah 37 minggu kehamilan, insidensnya meningkat sesuai dengan usia kehamilan. Keluarnya mekoneum pada janin yang matur difasilitasi oleh mielinisasi dari serabut saraf, peningkatan saraf parasimpatis. Pengeluaran mekoneum dalam uterus terjadi sebagai respon terhadap stress intrauterine, yang berhubungan dengan hipoksia. Jika janin mengalami hipoksia, maka mekoneum akan keluar dari saluran cerna dan menyebabkan amnion tercemar. Hipoksia menyebabkan peristaltik usus meningkat dan terjadi relaksasi dari spinkter ani. Keadaan hipoksia juga menyebabkan janin akan melakukan gesping, yang menyebabkan cairan amnion yang sudah tercemar mekoneum terhirup ke dalam laring dan trakhea. Apabila saluran nafas tidak dihisap dengan baik pada saat kepala dilahirkan ketika persalinan berlangsung, maka ketika bayi mulai bernafas, mekoneum akan masuk ke dalam saluran nafas yang lebih kecil dan alveolus, yang selanjutkan akan menmbulkan kerusakan paru-paru. Kerusakan pada paru yang dapat terjadi adalah sebagai akibat: 1. mekoneum mengandung enzim yang dapat merusak sel-sel epitel bronkhus dan bronkhiolus. 2. enzim yang terdapat dalam mekoneum juga dapat merusak alveolus. 3. mekoneum juga dapat menyumbat saluran nafas secara total atau parsial yang selanjutnya akan menimbulkan beberapa bagian paru yang kollaps dan bagian paru lainnya mengalami hiperinflasi. Pada sindrom aspirasi mekoneum yang berat dapat terjadi pneumonitis kimiawi dan hampir selalu mengakibatkan hipertensi pulmonal. Pada keadaan ini, darah tidak mengalir ke paru-paru melainkan melalui foramen ovale dan duktus arteriosus sehingga akan menimbulkan hipoksia yang berat.
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
13
D. MANIFESTASI KLINIS Secara umum, konsistensi mekoneum dibagi dua katagori, yaitu encer dan pekat. Mekoneum yang encer berwarna kuning hingga hijau terang dan cair. Sebaliknya, mekoneum pekat bersifat pasta atau bergranul dan memiliki sejumlah warna termasuk coklat gelap dan bahkan hitam. Mekoneum yang encer terdapat dalam 10-40% kasus pada pengeluaran mekoneum. Mekoneum yang pekat pada awal persalinan, secara umum menunjukkan kurangnya cairan amnion dan merupakan faktor risiko untuk terjadinya morbiditas dan mortalitas bayi. Bayi dengan mekoneum encer lebih sering fisiologis, dan menunjukkan proses maturitas bayi, sekaligus lebih sehat saat lahir. Baik mekoneum encer maupun pekat dapat ditemukan saat persalinan atau bahkan sebelum persalinan. Mekoneum yang ditemukan saat persalinan setelah cairan jernih keluar menunjukkan kondisi pencemaran ketuban dengan mekoneum yang bersifat akut. Resiko morbiditas dan mortalitas perinatal berada pada resiko tinggi jika berhubungan dengan pengeluaran mekoneum yang pekat. Sebaliknya, menjadi resiko rendah jika dihubungkan dengan pengeluaran mekoneum encer sebelum ketuban pecah. Masuknya ketuban yang tercampur mekoneum ke dalam saluran nafas akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis pada bayi baru lahir. Maksudnya, berat ringannya kelainan yang muncul sangat tergantung pada banyak sedikitnya cairan yang tercemar mekoneum terhisap ke dalam saluran pernafasan. Kelainan yang dijumpai dapat bervariasi dari distres pernafasan sampai terjadinya sumbatan jalan nafas. Pada pemeriksaan dapat dijumpai pernafasan yang sulit yang ditandai dengan retraksi interkostal. Bayi-bayi yang menderita sindrom aspirasi mekoneum akan tampak sesak sejak lahir. Pada kasus yang berat, keadaan bayi akan memburuk secara progresif sehingga bayi sering tidak dapat tertolong. Kasus sindrom aspirasi mekoneum yang ringan akan membaik secara bertahap dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Pada kasus sindrom aspirasi mekoneum yang berat, yang tertolong biasanya akan didapatkan kerusakan paru yang memerlukan waktu cukup lama untuk sembuh sempurna. E. DIAGNOSIS Diagnosis sindrom aspirasi mekoneum umumnya tidak sulit. Riwayat adanya cairan ketuban yang berwarna kehijauan pada ibu hamil sebelum atau selama persalinan berlangsung dapat memberi petunjuk kemungkinan terjadinya sindrom aspirasi mekoneum. Bayi-bayi dengan sindrom aspirasi mekoneum biasanya lahir cukup bulan atau lebih bulan. Jarang sekali bayi dengan penyakit ini lahir kurang bulan. Pada pemeriksaan akan didapatkan cairan amnion yang terkontaminasi mekoneum. Demikian juga, mekoneum mungkin akan tampak dan dapat dihisap dari saluran nafas bagian atas. Kulit bayi terlihat terwarnai oleh mekoneum. Bayi tampak mengalami sesak nafas, dan dada bayi tampak membusung.
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
14
Pada pemeriksaan penunjang, terutama rongent memperlihatkan gambaran yang khas. Secara spesifik, gambaran rongent menunjukkan kedua lebih opak, hiperinflasi dengan daerah yang emfisematous (air trapping), tidak ada bronkhogram. Disamping itu juga dapat terjadi pneumotoraks/pneumomediastinum spontan ringan, dan dapat disertai sedikit efusi pleura. F. TATALAKSANA Segera setelah lahir, maka sissa-sisa mekoneum yang masih tersisa dalam mulut dan saluran nafas harus segera dihisap. Untuk menghindari resiko berlanjutnya teraspirasi mekoneum, maka sisa mekoneum yang terdapat pada rongga hidung, mulut, atau tenggorokan segera dikeluarkan, dengan menggunakan pengisap (suction). Jika terdapat tanda-tanda distres, mekoneum yang telah masuk ke dalam trakhea dikeluarkan melalui trakheal tube. Sebaiknya, dilakukan pengisapan sampai saluran pernafasan yang lebih dalam sampai tidak ada lagi mekoneum yang keluar di dalam suction. Bila bayi tidak memperlihatkan pernafasan spontan atau depresi pernafasan, tunos otot berkurang, dan denyut jantung bayi kurang dari 100 kali per menit, maka sesegera mungkin dilakukan laringoskopi untuk pengisapan sisa mekoneum dari hipofaring (dengan penglihatan langsung), kemudian dilakukan intubasi dan pengisapan trakhea. Apabila bayi mengalami distres respirasi, maka perlu segera diberikan oksigen. Untuk memepertahankan oksigenasi yang adekuat, PaO2 dipertahankan antara 50-80 mmHg, untuk memenuhi kebutuhan normal fungsi jaringan dan mencegah asodosis dan kemungkinan terjadinya syok. Untuk mempertahankan keadaan tersebut, dapat dicapai dengan pemberrian oksigen dengan menggunakan head box atau CIPAP atau pernafasan buatan, tergantung hasil analisis gas darah. Bila denyut jantung bayi dan pernafasan mengalami depresi sangat berat, lebih baik dilakukan ventilasi tekanan positif meskipun masih didapatkan mekoneum pada saluran nafas. Bayi yang tercemar mekoneum dan kemudian mengalami apne (henti nafas) atau distres pernafasan (pernafasan sulit), maka harus dilakukan pengisapan trakhea terlebih dahulu sebelum diberikan vantilasi tekanan positif, maskipun pada awalnya bayi aktif. Kandungan mekoneum terdiri dari sejumlah bakteriostatik normal dari cairan amnion. Ketika sulit membedakan antara aspirasi mekoneum dengan pneumonia, maka bayi dengan gambaran infiltrat pada rongent thoraks harus diberikan antibiotik. Pada kasus kelainan paru yang berat, perlu digunakan ventilator untuk mempertahankan saturasi oksigen dan kestabilan pernafasan. G. PENCEGAHAN Sebagian besar kasus sindrom aspirasi mekoneum pada bayi baru lahir masih dapat dicegah dengan tindakan yang dapat meminimalkan kemungkinan terjadinya aspirasi cairan ketuban yang sudah tercemar mekoneum. Sebelum meminpin persalinan, pencegahan dilakukan dengan
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
15
pengenceran meconeum dalam ketuban, yaitu dengan tindakan amnioinfusion. Sedangkan, jika sedang memimpin persalinan, tindakannya adalah membersihkan rongga mulut dari mekoneum, setelah kepala lahir. 1. Tatalaksana Sebelum Meminpin Persalinan Ada dua hal yang perlu dilakukan sebelum mulai persalinan pada ibu hamil yang sudah memperlihatkan air ketuban yang berwarna hijau, yaitu fetal monitoring dan amnioinfusion. Karena diketahui bahwa ada hubungan yang kuat antara sindrom aspirasi mekoneum dengan keadaan gawat janin, maka keadaan bayi perlu dimonitor jika dijumpai keadaan ketuban bercampur mekoneum. Pemantauan lebih difokuskan untuk menilai ada tidaknya kegawatan yang bakal terjadi. Keuntungan dari pemantauan ini adalah memudahkan untuk memutuskan apakah persalinan tetap dilakukan melalaui pervaginam atau segera diselesaikan melalui bedah cesar. Tindakan lainnya untuk menhindari
terjadinya
sindrom aspirasi mekoneum adalah
melakukan tindakan yang dapat mengurangi kekentalan air ketuban yang tercemar mekoneum. Tindakan yang dilakukan adalah pemberian cairan infus ke dalam
cairan ketuban
(amnioinfusion). Prosedurnya sederhana, yaitu dengan menginfuskan normal salin ke dalam uterus melalui kateter.
Amnioinfusion dapat berguna pada kehamilan yang mempunyai
komplikasi ketuban tercemar mekoneum karena dapat mengembalikan cairan amnion dan mengencerkan mekoneum. Apabila bayi mengisap mekoneum yang telah encer dengan tindakan amnioinfusion, maka risiko menjadi berkurang dibandingkan dengan mengisap (aspirasi) cairan amnion dengan mekoneum yang masih kental. 2. Tatalaksana Pada Saat Persalinan Berlangsung Selama persalinan berlangsung, bayi belum bernafas. Bayi mulai menarik nafas sejalan dengan tangisan pertama kali. Jika bayi menarik nafas pertama kali, maka jika ada mekoneum dalam rongga mulut akan terhisap ke dalam saluran pernafasan.
Untuk mencegah tidak
terjadinya aspirasi mekoneum, maka setelah melahirkan kepala dan sebelum bahu lahir, sesegera mungkin melakukan pengisapan cairan mekoneum baik yang ada dalam hidung, mulut, maupun trakhea. Jika mulut telah bersih, maka pada saat bayi menangis dan menarik nafas pertama kali, tidak ada mekoneum yang akan terhisap ke dalam saluran pernafasan. Dengan demikian, sindrom aspirasi mekoneum tidak terjadi atau kalaupun terjadi resikonya minimal. Pengisapan lendir dari hidung, mulut dan faring posterior sebelum badan lahir menurunkan risiko sindroma aspirasi mekoneum. Namun, 20-30% bayi yang tercemar mekoneum didapatkan mekoneum pada trakhea walaupun sudah dilakukan pengisapan lendir dan tidak ada pernafasan spontan. Ini mungkin disebabkan sudah terjadi aspirasi dalam uterus, sehingga tetap memerlukan pengisapan trakhea sesudah persalinan pada bayi yang depresi.
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
16
H. KESIMPULAN Sindrom aspirasi mekoneum merupakan suatu kelainan yang terjadi pada bayi baru lahir akibat terhisapnya cairan amnion yang tercemar mekoneum ke dalam saluran pernafasan/paru-paru, yang dapat terjadi pada saat intrauterin, persalinan, atau setelah lahir. Terdapat beberapa faktor risiko yang menyebabkan terjadinya aspirasi mekoneum pada bayi baru lahir, yaitu: hamil lebih bulan, ibu hamil yang menderita eklamsia atau preeklamsia, hipertensi, menderita penyakit diabetes mellitus. Bayi kecil sesuai masa kehamilan, ibu perokok, penyakit saluran nafas kronik, atau adanya kelainan jantung. Pengeluaran mekoneum dari saluran cerna janin dalam kandungan sebagai respon intrauterin yang berhubungan dengan hipoksia. Disamping itu, hipoksia juga menyebabkan bayi melakukan gasping, sehinga mekoneun masuk ke dalam saluran nafas, hingga alveolus. Bayi yang mengalami sindrom aspirasi mekoneum tampak mengalami distres pernafasan (kesulitan bernafas). Tatalaksana yang harus segera dilakukan adalah membersihkan jalan nafas dari mekoneum dengan melakukan pengisapan sesegera mungkin. Jika dari awal sudah ada ketuban yang berwarna hijau, tindakan pencegahan dapat dilakkuan dengan infus amnion untuk mengencerkan mekoneum yang kental. Selain itu, juga dapat dilakukan pengisapan mekoneun dari mulut, hidung, atau faring pada saat memimpin persalinan, yaitu setelah kepala lahir, dan bahu belum lahir.
DAFTAR PUSTAKA Amir I. Sesak nafas pada bayi baru lahir. Dalam: Trihono PP, Purnamawati S, Syarif DR, Hegar B, Gunardi H, Oswari H, Kadim M, penyunting. Hot topics in pediatrics II. Jakarta: Fakultas Kedokteran FKUI 2002;235-244. Dudel GG, Stoll BJ. Respiratory track disorders. Dalam: Kliegman RM, Berhmen RE, Jenson HB, Stanton BF, editor. Nelson texbook of pediatrics. 18th Edition. Philadelphia: Saunders 2007. pp 728-746. Martin RJ, Sosenko I. Bancalari E. Respiratory problems. Dalam: Klaus MH, Fanaroff AA, editor. Care of the high-risk neonate. 6th Edition. Philadelphia: WB Saunder Co, 2001;243-276. Nurhamzah W. Pencitraan pada kedaruratan saluran pernafasan. Dalam: Soetjiningsih, Sukadi R, Subhanada IB, Mahalini DS, editor. Proceding Book. Vol 1. 12th National congress of child health and 11th Asean pediatrics federation comference. Bali, june 30-juli 4, 2002;132-139. Gomella TL. Meconeum aspiration. Dalam: Neonatology: management, procedure, on-call Problem, disease, drugs. California: Appleton and Lange 2003;417-21. Sukadi A, Usman A, Efendi SH. Diktat Kuliah Perinatologi. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUP, 2002:43-50. Thilo EH, Rosenberg AA. The newborn infant. In: Hay WW, Hayward AR, Levin MJ, Sondheimer JM, editor. Current pediatric: diagnosis and treatment. 15th Edition. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2001;1-59.
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
17