TATA CARA PELAKSANAAN SITA TERHADAP WAJIB PAJAK BADAN UNTUK MENGURANGI TUNGGAKAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN PETISAH Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menamatkan Studi Pada Prodi (D3) Administrasi Perpajakan O L E H NAMA
: AMRON LABERTO SIDABUTAR
NPM
: 11540011
JURUSAN
: ADMINISTRASI PERPAJAKAN
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN
2014
KATA PENGANTAR Puji Syukur atas berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, penulis akhirnya dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan tepat waktunya dalam bentuk Laporan Praktek Kerja Lapangan Mandiri yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pratama Medan Petisah. Tugas ini dilakukan bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi pada Program Diploma III Akuntansi Perpajakan Fakultas Ekonomi Universitas HKBP NOMMENSEN MEDAN. Dengan adanya penulisan tugas akhir ini penulis berharap agar para pembaca dapat memaklumi kekurangan dari penulis. Dan semoga dari tugas akhir ini, pembaca dapat mengerti, memahami
serta memberikan manfaat
kepada pembaca. Demi kelancaran penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini penulis secara khusus dengan rasa hormat dan penghargaan yang setinggi-tingginya mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Ependi Sidabutar (Alm) dan Ibunda Karmawati Purba yang telah mengasuh dan mendidik Penulis dengan curahan kasih sayang memberi motivasi, doa dan yang telah memberikan materil dan moril hingga selesainya Tugas Akhir ini. Begitu juga kepada Abang serta adik Penulis Ersidto Sidabutar, Julioner Sidabutar dan Deswin Elfanto Sidabutar terima kasih atas dukungan dan bantuannya. Dengan selesainya Tugas Akhir ini, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Rektor Universitas HKBP Nommensen DR. Ir. Jongkers Tampubolon, M.Sc atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Diploma ini. 2. Bapak Dr.Ir.Parulian Simanjuntak, MA selaku Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas HKBP Nommensen Medan. 3. Bapak Bonifasius H. tambunan SE, M.si, Akt selaku Ketua Jurusan Program Studi Akuntansi Perpajakan, Universitas HKBP Nommensen Medan. 4. Ibu Magdalena Siringoringo SE, M.si selaku sekretaris Jurusan Program Studi Akuntansi Perpajakan, Universitas HKBP Nommensen Medan. 5. Bapak Danri T. Siboro SE, MSi, Akt selaku Dosen di Universitas HKBP Nommensen, yang juga sebagai dosen Pembimbing Utama penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. 6. Bapak Sabar Donal Sitorus SE,M.si,Akt, selaku pegawai di KPP Pratama Medan Petisah, yang juga sebagai dosen Pembimbing Kedua/ supervisor lapangan penulis yang memberikan bimbingan, dorongan dan saran sehingga Tugas Akhir ini dapat selesai tepat pada waktunya. 7. Ibu Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri selama satu setengah bulan di KPP Pratama Medan Petisah. 8. Bapak Saud Siahaan S.sos selaku staf Adiministrasi pada Program Studi Administrasi Perpajakan di Universitas HKBP Nommensen Medan.
9. Seluruh staf Pengajar pada Program Studi Administrasi Perpajakan Universitas HKBP Nommensen Medan, baik dosen tetap Fakultas Ekonomi maupun Praktisi Perpajakan. 10. Buat Abang/kakak senior alumni perpajakan, terlebih buat bang Sahaman Simaremare,dan bang Putra makasih buat motivasi dan ikut memberi penjelasan mengenai pembuatan laporan PKLM. 11. Terlebih Buat sahabat saya, Tommy Silalahi, Fransiskus Sihotang, Krisyanto S. Halawa, Dormauli Saragi, Ruli Pangaribuan, Pangaloi Gultom, Lisbon Lumban Toruan dan teman-teman yang lain yang selalu setia membantu penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir. 12. Teman-teman seperjuangan Stambuk 2011. 13. Buat adik-adik 2012 dan 2013 perjuangkan dan jaga baik nama jurusan kita. 14. Buat anak kost 24, terlebih buat Kakak Marlina Tampubolon dan Esti Simatupang makasih buat motivasi dan ikut memberi penjelasan mengenai pembuatan laporan PKLM.
Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu namanya,tiada maksud mengecilkan arti pentingnya bantuan dan peran anda, dan untuk itu disampaiakan ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya. Akhirnya,tiada lain yang diucapkan selain kata semoga kiranya mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan selalu dalam lindungan Yesus Kristus,
Tuhan kita.Semoga Tugas Akhir ini berguna bagi ilmu pengetahuan dan dapat memberikan masukan kepada masyarakat umum.
Medan,
Juli 2014
Penulis,
Amron Labero Sidabutar
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................
i
DAFTAR ISI ...................................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
viii
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ..............
1
1.2
Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ......
3
1.3
Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri...............
6
1.4
Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ...........................
6
1.5 Metode Pengumpulan Data .................................................
8
1.6
8
Sistematika Penulisan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ....
BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Pengertian Pajak .................................................................
2.2
Fungsi Pajak ........................................................................
11
13 2.2.1
Fungsi Anggaran (Budgetair) ..................................
13
2.2.2
Fungsi Mengatur (Regulerend)................................
14
Jenis Pajak ..........................................................................
14
2.3.1
Pajak Pusat ..............................................................
14
2.3.2
Pajak Daerah ...........................................................
16
2.4
Azas Pemungutan Pajak ......................................................
17
2.5
Pengerian Penagihan Pajak ................................................
19
2.6
Sebab Dilakukan Penagihan Pajak .....................................
21
2.7
Pelaksanaan Penagihan Pajak ............................................
25
2.8
Pemberitahuan Surat Paksa Terhadap Badan ....................
31
2.9
Defenisi Penyitaan ...............................................................
34
2.3
2.10 Pelaksanaan Penyitaan .......................................................
37
2.11 Penyitaan Terhadap Wajib Pajak Badan ............................
38
BAB III GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA MEDAN TIMUR 3.1
Sejarah Singkat KPP Pratama Medan Petisah ...................
3.2
Lokasi dan Letak Geografis Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah .........................................
3.3
44
Deskripsi fungsi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah ......................................................
3.4
40
Struktur
Organisasi
dan
Standard
kerja
44
Kantor
Pelayanan Pajak (KPP)Pratama Medan Petisah ................
45
BAB IV PEMBAHASAN 4.1
Laporan Akhir Pelaksanaan Penagihan Pajak Terhadap Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Medan Petisah .........
4.2
Peran Pelaksanaan Sita Dalam Mengurangi Tunggakan Pajak Pada KPP Pratama Medan Petisah ............................. .....
4.3
56
57
Prosedur Pelaksanaan Penyitaan Terhadap Wajib Pajak Badan Pada KPP Pratama Medan Petisah .........................
58
4.4
Ketentuan Terhadap Penanggung Pajak dalam Penyitaan.
70
4.5
Lelang .....................................................................................................
72
4.6
Kendala Yang Dihadapi Oleh Juru Sita Pajak (JSP) dan Upaya menyelesaikan Kendala
Yang Dihadapi Pada
KPP Pratama Medan Petisah ..............................................
73
BAB V PENUTUP 5.1
Kesimpulan ..........................................................................
5.2
Saran ....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
75 75
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Penagihan Pajak ...............................................................
32
Gambar 3.1 Strutur Organisasi KPP Pratama Medan Petisah..........................
45
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara perlu terus ditingkatkan
sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian. Setelah ada tax reform, Indonesia menganut self assessment system dimana wajib pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab untuk menghitung dan memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Peningkatan kesadaran masyarakat di bidang perpajakan harus ditunjang dengan iklim yang mendukung peningkatan peran aktif masyarakat serta pemahaman akan kewajibannya dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kurangnya
kesadaran
pemahaman
akan
kewajibannya
dalam
melaksanakan peran perpajakan, mengakibatkan fiskus harus menetapkan besarnya jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak, besarnya ketetapan pajak yang ditentukan oleh fiskus menyebabkan meningkatnya tunggakan pajak. Menurut Undang-Undang Pajak No. 19 tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa, menetapkan dan ketetapan pajak diterbitkan dalam bentuk : 1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT). 3. Surat Tagihan Pajak (STP).
Ketetapan dan penetapan pajak dalam bentuk surat harus dilunasi dalam jangka waktu 30 hari atau sampai tanggal jatuh tempo sejak tanggal diterbitkannya surat penetapan dan ketetapan itu. Apabila utang pajak yang telah ditetapkan dalam bentuk penetapan dan ketetapan tersebut tidak dilunasi oleh wajib pajak sampai batas waktu yang telah ditetapkan dalam surat ketetapan maka terhadap wajib pajak akan dilakukan teguran bila dalam waktu 21 hari masih juga tidak melunasi utang pajaknya maka wajib pajak akan dipaksa untuk melunasi utang pajaknya melalui Surat Paksa. Surat Paksa memiliki kekuatan Eksekutorial. Apabila masih belum melunasi utang pajaknya dalam waktu 2x24 jam setelah menerima surat paksa, maka akan dilakukan penyitaan terhadap harta benda milik wajib pajak. Dalam melakukan penyitaan, pihak fiskus dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) harus mengeluarkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP). SPMP ini merupakan dasar hukum untuk melakukan penyitaan. Adapun maksud dari penyitaan yang dilakukan oleh juru sita adalah untuk memperoleh jaminan pelunasan hutang pajak dari wajib pajak. Oleh karena itu, penyitaan dapat dilakukan terhadap semua barang wajib pajak baik yang berada di dalam daerah kerja KPP maupun yang di luar daerah kerja KPP yang bersangkutan dan prinsip penyitaan dilakukan terhadap sejumlah barang yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Pelaksanaan sita dilakukan oleh 2 (dua) orang saksi dan wajib pajak atau yang mewakilinya. Setelah melakukan penyitaan, Juru Sita Pajak (JSP) membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) dimana berita acara ini harus ditanda tangani oleh JSP, saksi dan wajib pajak.
Namun masih banyak wajib pajak yang tidak mau menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita ini. Dari penjelasan diatas maka penulis tertarik untuk memahami, dan mendalami bagaimana pelaksanaan sita oleh juru sita terhadap wajib pajak badan di KPP Pratama Medan Petisah. Penulis memilih penyitaan pada wajib pajak badan di karenakan proses sita yang pada umumnya kerap terjadi pada wajib pajak badan. Dan pada kesempatan kali ini penulis ingin membahas dan mengangkatnya menjadi sebuah karya ilmiah yang berjudul : “TATA CARA PELAKSANAAN SITA TERHADAP WAJIB PAJAK BADAN UNTUK MENGURANGI TUNGGAKAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN PETISAH. 1.2
Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) merupakan salah satu syarat
yang wajib dilaksanakan oleh Mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi D-III Administrasi Perpajakan pada Fakultas EkonomiUniversitas HKBP Nommensen Medan. Secara spesifik tujuan dalam melaksanakan PKLM ini adalah : 1. Untuk mengetahui apa yang menyebabkan timbulnya penyitaan yang dilakukan oleh JSP terhadap harta/kewajiban wajib pajak badan. 2. Untuk mengetahui prosedur penyitaan terhadap Wajib Pajak Badan yang melakukan tunggakan pajak..
3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh Juru Sita Pajak (JSP) dalam melaksanakan prosedur penyitaan serta upaya untuk menyelesaikan kendala-kendala tersebut. Manfaat yang ingin dicapai dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini terbagi atas 3 (tiga) elemen, yaitu : 1.2.1
Bagi Mahasiswa Adapun maanfaat Praktik Kerja Lapangan (PKLM) bagi Mahasiswa
HKBP Nommensen Yaitu sebagi berikut: a) Untuk melihat aplikasi teori yang telah didapat pada saat kuliah. b) Untuk mengetahui bagaimana situasi dunia kerja yang sebenarnya dan menjadikan mahasiswa sebagai tenaga ahli yang siap pakai. c) Penulis dapat memberikan sumbangan berupa hasil pemikiran dan penerapan ilmu yang diperoleh selama di perkuliahan. 1.2.2
Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan yang dilakukan oleh Mahasiswa
HKBP Nommensen di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah Mempunyai manfaat bagi kantor tersebut,Yaitu sebagai berikut: a) Sebagai bahan informasi pelengkap atau masukan sekaligus pertimbangan bagi pihak-pihak yang berwenang yang berhubungan dengan penelitian ini. b) Peningkatan kerja sama yang lebih baik dengan Universitas c) Instansi dapat melihat perkembangan ilmu pengetahuan yang sekarang diterapkan
d) Memperoleh ide-ide baru dalam upaya mengoptimalkan tata cara Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. 1.2.3 Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Universitas HKBP Nommensen. Pelaksanaan Pratik Kerja Lapangan yang dilakukan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Universitas HKBP Nommensen yaitu sebagai berikut: 1 Sebagai sarana berinteraksi antara Prodip III Administrasi Perpajakan dengan instansi yang bersangkutan dalam member uji nyata mengenai ilmu pengetahuan yang diterima mahasiswa melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM). 2 Mempromosikan sumber daya manusia yang ahli di bidangnya masing-masing. 3 Memberikan umpan balik yang nyata untuk perbaikan pada kurikulum. 1.2.4
Bagi Masyarakat Adapun Pelaksanaan Kegiatan Praktik Kerja Lapangan yang dilakukan
oleh Mahasiswa HKBP Nommensen Dikantor Pelayanan Pajak Prataman Medan Petisah yaitu sebagai berikut: 1. Sebagai sarana informasi dan tentang tata cara penyitaan untuk mengurangi tunggakan pajak. 2. Memberikan ilmu pengetahuan Perpajakan
yang didapat oleh Mahasiswa
dalam Praktik Kerja Lapangan Dikantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah kepada Masyarakat.
1.3
Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini dilaksanakan di
seksi Penagihan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah. Penulis akan melakukan pembahasan masalah secara lebih rinci mengenai : a) Pelaksanaan penyitaan Pajak Penghasilan (PPh) terhadap wajib pajak badan. b) Upaya fiskus dalam mengatasi wajib pajak badan yang tidak mematuhi kewajibannya. 1.4
Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data serta perolehan informasi
yang berhubungan dengan judul yang diambil, maka penulis menggunakan teknik-teknik sebagai berikut : 1.4.1
Tahap Persiapan Dalam tahap ini penulis melakukan persiapan yang dibutuhkan mulai dari
pengajuan judul, pembuatan proposal, seminar proposal, pembuatan surat ijin praktik kerja lapangan mandiri, mencari bahan untuk pembuatan tugas akhir, dan berkonsultasi dengan pihak Prodi D-III Administrasi Perpajakan. 1.4.2
Studi Literatur Hal ini berkaitan dengan mengumpulkan data, membaca buku yang
berkaitan dengan judul PKLM yang penulis lakukan baik itu Undang-Undang Pajak, Keputusan Direktorat Jenderal Pajak, Keputusan Menteri Keuangan, serta sumber-sumber lain yang mendukung laporan ini.
1.4.3
Observasi Lapangan Pengamatan yang dilakukan sesuai dengan data yang ada pada objek
PKLM yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah. 1.4.4
Pengumpulan Data Mengumpulkan data yang dibutuhkan antara lain :
a. Data Primer : Wawancara dengan informan kunci mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penagihan dan tindakan penyitaan pajak. b. Data Sekunder : Mencari bahan-bahan tertulis berupa buku-buku, peraturan perundangundangan serta bahan-bahan tertulis lainnya yang berkaitan dengan prosedur pelaksanaan tindakan penagihan dan tindakan penyitaan pajak serta data lain yang berhubungan dengan penyusunan laporan PKLM. 1.4.5
Analisa dan Evaluasi Data Kegiatan-kegiatan
yang
dilakukan
dalam
menganalisis
dan
mengevaluasidata yang meliputi : a. Penggunaan teknik-teknik analisis yang sesuai dengan bentuk dan macam data yang diperoleh sesuai tuntutan permasalahan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM). b. Pengolahan data dengan melakukan coding, editing dan tabulating.
1.5
Metode Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam Praktik
Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini, maka penulis menggunakan metode Pengumpulan Data sebagai berikut : 1.5.1
Daftar Observasi (Observation Guide) Pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung tentang objek
Praktik Kerja Lapangan mandiri (PKLM). 1.5.2
Daftar Wawancara (Interview Guide) Dalam melakukan wawancara penulis terlebih dahulu menyusun
pertanyaan-pertanyaan serta melakukan tanya jawab dengan petugas yang mengetahui dan memahami permasalahan yang dihadapi serta diharapkan dapat memberikan data yang dibutuhkan. Adapaun yang akan penulis wawancarai sebanyak 2 (dua) orang, yaitu : a. Kepala Seksi Penagihan b. Juru Sita Pajak (JSP) 1.5.3
Daftar Dokumentasi (Optional) Pengumpulan dengan melakukan studi dokumentasi berupa Undang-
Udang perpajakan, Keputusan Menteri Keuangan serta sumber-sumber lain yang berhubungan dengan penulisan laporan ini. 1.6
Sistematika Penulisan Praktik Kerja Lapangan Mandiri Adapun yang menjadi sistematika dalam penyusunan Laporan Praktek
Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah :
BAB I PENDAHULUAN Pada Bab ini penulis menjelaskan mengenai Latar Belakang yang menjadi dasar pemikiran dalam penyusunan Laporan, Tujuan dan Manfaat, Ruang Lingkup,
Metode
Praktik
Kerja
Lapangan
Mandiri
(PKLM),
Metode
Pengumpulan Data dan Sistematika Penulisan.
BAB II GAMBARAN DATA OBJEK PAJAK Bab ini berisikan tentang Ketentuan Perpajakan dalam Peraturan Perundang-undangan, Defenisi Pajak, Defenisi Penagihan, Penyitaan Pajak dan lain-lain.
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM Bab ini berisikan tentang sejarah singkat perpajakan Indonesia, sejarah singkat berdirinya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah, struktur Organisasi KPP Pratama Medan Petisah dan uraian tugas pokok dan fungsi pegawai.
BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI DATA Bab ini berisi tentang uraian data yang diperoleh dalam penelitian beserta analisisnya.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan yang penulis ambil dari uraian yang ada dan memberikan saran yang dapat dijadikan masukan bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah dalam menghadapi permasalahan yang menyangkut pelaksanaan penyitaan untuk mengurangi tunggakan pajak.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Pengertian Pajak. Pengertian pajak secara umum adalah iuran wajib yang dapat dipaksakan
berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan kontraprestasi secara langsung dan untuk membiayai pembangunan dan Negara. Dan dasar hukum pemungutan pajak termuat di dalam Pasal 23 Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa : “Segala pajak untuk keperluan Negara harus berdasarkan Undang-undang”. Dan pengertian pajak oleh beberapa ahli di bidang perpajakan, adalah sebagai berikut: Menurut Undang-undang No.28 Tahun 2007, Pasal 1 angka (1) tentang perubahan
ketiga atas Undang-undang
Ketentuan Umum dan
Tata
Cara
Perpajakan
No.26 Tahun 1983 tentang (KUP) sebagai
mana
telah diubah dengan Udang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 bahwa “Pajak adalah kontribusi Wajib Pajak kepada negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”1 Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, “pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi) yang langsung
1
Departemen Keuangan Republik Indonesia, Persandingan Susunan Dalam Naskah Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Beserta Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya, Jakarta, 2009, hal. 11.
dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”2 Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, “pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”3 Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, “pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.”4 Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
2
Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia, Cetakan Pertama, Indeks, Jakarta Barat, 2010, hal. 3. 3 Ibid, hal. 3. 4
Ibid, hal. 3.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdasarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak. Pengertian pajak mengandung kata-kata “dipaksakan” mempunyai arti apabila pajak tersebut tidak dibayar, maka pajak tersebut dapat dipungut secara kekerasan, seperti Surat Paksa, Sita, Lelang dan Sandera. Dari pengertian diatas pajak memiliki ciri-ciri yaitu pajak yang bersifat yudiris. 2.2
Fungsi Pajak Dalam sistem penerimaan negara, pajak mempunyai dua fungsi yang
melekat dalam sistem perpajakan yaitu : 2.2.1
Fungsi Anggaran (Budgetair) Fungsi Anggaran yaitu fungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat
bagi kas negara untuk membiayai kegiatan pemerintahan. Fungsi ini pada hakekatnya merupakan fungsi utama sebagaimana batasan yang diberikan para ahli. Pada beberapa negara berkembang terlihat indikasi kuat bahwa penggunaan dana yang diperoleh melalui pajak tidak hanya diperuntukan bagi
penyelenggaraan pemerintahaan. Oleh karena itu maka sasaran utama dalam pemungutan pajak adalah penerimaan kas negara. 2.2.2
Fungsi Mengatur (Regulerend) Fungsi Mengatur yaitu fungsi yang digunakan dalam mengatur
perkembangan ekonomi negara. Pada dasarnya fungsi ini diharapkan sistem perpajakan yang diterapkan tidak akan menimbulkan pertentangan dengan kebijaksanaan negara dalam bidang ekonomi dan sosial. Pajak digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu dan bila perlu merubah susunan pendapatan dan kekayaan negara. 2.3
Jenis Pajak Pada dasarnya, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi
Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajakpajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota. 2.3.1
Pajak Pusat Adapun pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak
diantaranya sebagai berikut: A. Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya. Pajak Penghasilan diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah terakhir kali dengan UU Nomor 36 Tahun 2008. B. Pajak Pertambahan Nilai PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Pajak ini diatur dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai diubah terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009. C. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah sebagai berikut: 1. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok. 2. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu. 3. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi. 4. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status.
D. Bea Materai Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek yang memuat jumlah uang nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 2.3.2
Pajak Daerah Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah (Propinsi ataupun
Kabupaten/Kota) antara lain: A. Pajak Propinsi Pajak Propinsi dibagi atas beberapa bagian yang diataranya sebagai berikut : 1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air. 2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air. 3. Pajak Bahan Bakar Kenderaan Bermotor. 4. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. 5. Pajak rokok. B. Pajak Kabupaten/Kota Pajak Kabupaten/kota di bagi menjadi beberapa bagian, yang diantaranya sebagai berikut : 1. Pajak Hotel; 2. Pajak bumi dan bangunan yaitu: a) PBB Sektor Perkotaan b) PBB Sektor Pedesaan
3. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) 4. Pajak Restoran. 5. Pajak Hiburan. 6. Pajak Reklame. 7. Pajak Penerangan Jalan. 8. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C. 9. Pajak Parkir. 2.4
Azas Pemungutan Pajak Negara Indonesia menggunakan beberapa azas dalam menentukan
wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan, dan azas ini lah yang digunakan untuk mengatur setiap pemungutan pajak pada wajib pajak yang memiliki penghasilan. Azas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk pengenaan pajak yang diantaranya sebagai berikut: 1. Azas Domisili atau disebut azas kedudukan (domicile/residense principle) Berdasarkan azas ini, negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Sistem pengenaan pajak yang menggabungkan azas domisili (kedudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di dalam negeri maupun penghasilan yang diperoleh diluar negeri (world-wide income concept).
2. Azas sumber (source Principle) Negara yang menganut azas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diterima atau diperoleh oleh orang pribadi yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam azas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut, sebab yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang diperoleh akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia. 3. Azas kebangsaan atau nasionalitas atau disebut juga azas kewarganegaraan (nasionality/citizenship principle) Dalam azas ini yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan azas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam azas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan azas nasionalitas ini dengan konsep pengenaan pajak atas worl wide income.
2.5
Pengertian Penagihan Pajak Berdasarkan Undang-Undang Penagihan pajak dengan Surat Paksa No. 19
Tahun 1997 sebagaiman telah diubah dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 yang berbunyi : “Penagihan pajak adalah serangkaian kegiatan atau tindakan agar penanggung pajak (PP) melunasi hhutang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur dan memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan surat paksa mengusulkan, pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita”. 5 2.6 Dasar Penagihan Pajak Dasar hukum penagihan pajak Undang-Undang No. 16 Tahun 2000, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 18 Ayat 1 tentang Surat Tagihan pajak dalam Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) adalah sebagai berikut : 1) STP, SKPKB, SKPKBT, SK. Pembetulan, SK. Keberatan, Putusan Banding merupakan dasar penagihan. 2) Tata cara pelaksanaan penagihan pajak diatas diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Penagihan pajak yang bersifat aktif merupakan tindakan berikutnya yang dilakukan oleh fisus berdasarkan pantauan terhadap wajib pajak dalam membayar pajak. Dengan berdasarkan kepada data wajib pajak yang tidak melunasi hutang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran pajak, fiskus dapat melakukan tindakan penagihan aktif dengan maksud agar wajib pajak yang dimaksud segera melunasi hutang pajaknya.
5
Departemen Keuangan Republik Indonesia, Persandingan Susunan Dalam Naskah Undang-Undang Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, Jakarta, 2000, hal. 4.
Tindakan penagihan aktif dilakukan dengan cara fiskus menagih pajak yang masih terhutang kepada wajib pajak atau penanggung pajak dengan menerbitkan surat ketetapan pajak yang menyatakan bahwa pajak yang telah dibayar kurang dari yang seharusnya, surat teguran, dan surat tagihan paksa. Apabila fiskus telah melakukan tindakan penagihan pajak secara aktif tetapi wajib pajak tidak juga membayar hutang pajaknya, maka fiskus dapat melakukan tindakan penagihan pajak dengan Surat Paksa menurut Undangundang Nomor 19 tahun 2000 Pasal 1 Angka 12 yang berbunyi “Surat Paksa adalah surat perintah membayar hutang pajak dan biaya penagihan pajak”. Penagihan pajak dengan surat paksa dilakukan fiskus sebagai upaya untuk memaksa wajib pajak untuk membayar pajaknya. Pasal 20 Undang-undang KUP mengatur bahwa jumlah pajak terhutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak, SKPKB, SKPKBT, SK. Pembetulan, SK. Keberatan dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah yang tidak dibayar oleh penanggung pajak sesuai dengan jangka waktu pembayaran pajak yang telah ditentukan ditagih dengan surat paksa. Penagihan pajak dengan surat paksa dilaksanakan bukan hanya terhadap wajib pajak tetapi juga terhadap penangggung pajak yang sesuai dengan ketentuan Undang-undang KUP diwajibkan untuk ikut bertanggung jawab dalam pembayaran pajak yang terhutang.
2.6
Sebab Dilakukan Penagihan Pajak Sebelum tahun 1984 Indonesia menggunakan Official Assesment system
dimana pemeritah mengutus Fiskus atau pemeriksa pajak dalam melakukan kegiatan pajak untuk menambah dan memeriksa setiap wajib pajak yang memiliki penghasilan yang dapat dikenakan pajak. Namun seiring bertambahnya volume dari wajib pajak setiap tahunnya, sistem pemungutan pajak yang berupa Official Assesment System tidak lagi efektif penggunaannya. 2.6.1
Self Assesment System Self Assesment System adalah dimana wajib pajak diberi keparcayaan
penuh untuk menghitung,memperhitungkan,menyetor,dan melaporkna pajaknya sendiri. Sehingga pada akhirnya pemerintah mengeluarkan sistem peraturan pajak yang baru berupa Self Assesment System yang bertujuan agar wajib pajak dapat melaporkan pajaknya sendiri, sehingga pekerjaan dari fiskus dapat terbantu sekaligus hal ini dilakukan untuk menguji kepatuhan dari wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan. Namun pada akhirnya dengan adanya sistem yang berupa Self Assesment System, wajib pajak tidak seluruhnya melaporkan pajaknya dan bahkan tidak sedikit dari wajib pajak melakukan penyelewengan terhadap kewajiban perpajakannya. Dengan terjadinya hal ini maka pemerintah melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak yang melakukan penyelewengan secara sengaja atau tidak sengaja serta diberikan sanksi berupa tindak pidana dan denda sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di UU KUP.
2.6.2
Pemeriksaan Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan,
mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 2.6.2.1 Tujuan Pemeriksaan 1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan: a. SPT lebih bayar b. SPT rugi. c. SPT tidak atau terlambat disampaikan. d. SPT memenuhi kriteria yang ditentukan Direktur Jenderal Pajak untuk diperiksa. e. Adanya indikasi tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban selain kewajiban pada huruf b. 2. Tujuan lain, yaitu: a. Pemberian NPWP (secara jabatan) b.
Penghapusan NPWP.
c. Pengukuhan PKP secara jabatan dan pengukuhan atau pencabutan Pengukuhan PKP d. Wajib Pajak mengajukan keberatan atau banding . e. Pengumpulan
bahan
untuk
penyusunan
Penghasilan Neto. f. Pencocokan data dan atau alat keterangan.
Norma
Penghitungan
g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di tempat terpencil. h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN i. Tujuan lain selain a s/d g. 2.6.2.2 Hak Wajib Pajak Apabila Dilakukan Pemeriksaan Wajib Pajak mempunyai hak apabila dilakukan Pemerisaan yaitu: 1. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa 2. Meminta tindasan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak 3. Menolak untuk diperiksa apabila Pemeriksa tidak dapat menunjukan Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan 4. Meminta penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan 5. Meminta tanda bukti peminjaman buku-buku, catatancatatan, serta dokumendokumen yang dipinjam oleh Pemeriksa Pajak 6. Meminta rincian berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil pemeriksaan dengan Surat Pemberitahuan (SPT) mengenai koreksi-koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa Pajak terhadap SPT yang telah disampaikan 7. Mengajukan pengaduan apabila kerahasiaan usaha dibocorkan kepada pihak lain yang tidak berhak Memperoleh lembar Asli Berita Acara Penyegelan apabila Pemeriksa Pajak melakukan penyegelan atas tempat atau ruangan tertentu.
2.6.2.3 Kewajiban Wajib Pajak Apabila Dilakukan Pemeriksaan Wajib Pajak mempunyai kewajiban apabila dilakukan pemeriksaan yaitu: 1. .Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,pekerjaan bebas WP atau objek yang terutang pajak. 2. Memberi kesempatan kepada pemeriksa untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu oleh pemeriksa dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. 3. Memberi keterangan yang diperlukan 2.6.2.4 Hal Lainnya Yang Perlu Diketahui Hal lain yang perlu diketahui dalam pemeriksaan yaitu: 1. Pemeriksaan Pajak dapat dilakukan oleh seorang Pemeriksa atau Kelompok Pemeriksa. 2. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di Kantor (Pemeriksaan Kantor) atau di tempat Wajib Pajak (Pemeriksaan Lapangan) meliputi tahun-tahun yang lalu maupun tahun berjalan. 3. Apabila WP tidak memberi kesempatan kepada pemeriksa pajak untuk memasuki tempat atau ruangan tertentu dan menolak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, maka pemeriksa pajak berwenang melakukan penyegelan.
2.7
Pelaksanaan Penagihan Pajak Apabila wajib pajak tidak membayar pajak sesuai dengan ketentuan atau
membayar pajak tidak sebagaimana semestinya (kurang bayar pajak), kepada wajib pajak dapat diajukan dengan tindakan penagihan pajak oleh fiskus. Hal ini dimaksudkan agar wajib pajak membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penagihan aktif dan penagihan pajak dengan Surat Paksa dilakukan kepada wajib pajak, harus melalui tahapan yang ditentukan oleh Undang-undang, mulai dari penerbitan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Sita, Pengumuman Lelang sampai dengan pelaksanaan lelang atas hak milik wajib pajak atau penanggung pajak yang disita oleh fiskus. Sesuai dengan Undang-undang KUP Nomor 19 Tahun 2000, tentang penagihan pajak dengan Surat Paksa, dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Tindakan pelaksanaan penagihan diawali dengan penerbitan Surat Teguran atau surat lain yang sejenisnya oleh pejabat yang berwenang atau kuasa yang ditunjuk oleh pejabat tersebut setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. b. Surat Teguran tidak diterbitkan terhadap penanggung pajak yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya. c. Apabila jumlah hutang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat 21 hari sejak diterbitkannya Surat Teguran maka pejabat segera menerbitkan Surat Paksa. d. Apabila jumlah hutang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 2 x 24 jam setelah Surat Paksa
diberitahukan kepada penanggung pajak, maka pejabat yang berwenang segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP). e. Apabila hutang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, pejabat yang berwenang segera melaksanakan pengumuman lelang. f. Apabila hutang pajak dan biaya penagihan yang masih aharus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pengumuman lelang, maka pejabat yang berwenangsegera melakukan penjualan barang sitaan miliki penanggung pajak melalui Kantor Lelang Negara. g. Apabila hutang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 14 hari sejak saat dilakukan penyitaan atas barang yang kecualikan dari penjualan secara lelang, penggunaan dan atau pemindahbukuan barang sitaan milik penanggung pajak. h. Dalam keadaan tertentu terhadap wajib pajak atau penanggung pajak dapat dilakukan tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran. 2.7.1 Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus Sesuai dengan Pasal 6 Ayat 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000, JSP melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran pajak berdasarkan Surat Perintah Seketika dan Sekaligus yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang apabila:
a. Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu. b. Penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimilki atau dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukan di Indonesia. c. Terdapat tanda-tanda penanggung pajak akan membubarkan badan usahanya, atau
menggabungkan
usahanya,
atau
memekarkan
usahanya,
atau
memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya. d. Badan usaha akan dibubarkan oleh negara. e. Terjadi penyitaan atas barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan. Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan sebelum penerbitan Surat Paksa. Penyampaian Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus dilaksanakan secara langsung oleh JSP kepada penanggung pajak. Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya memuat : a. Nama wajib pajak atau nama penanggung pajak. b. Besarnya hutang pajak. c. Perintah untuk membayar pajak. 2.7.2 Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa merupakan upaya fiskus untuk memaksa wajib pajak untuk segera melunasi pajaknya. Untuk melaksanakan setiap tindakan penagihan pajak memerlukan biaya guna membayar
honorarium pelaksanaan penagihan pajak dan biaya lainnya yang terkait dengan setiap tahapan penagihan. Hal ini membuat pelaksanaan tindakan penagihan pajak dengan Surat Paksa diperlukan biaya penagihan pajak, yang besarnya disesuaikan dengan tahapan penagihan pajak yang dilakukan oleh JSP. Biaya penagihan pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa Penilai dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak. Biaya ini dijamin oleh Undang-undang Pajak dan pada dasarnya menjadi tanggungan wajib pajak, sebagai konsekuensi ketidakpatuhannya melunasi wajib pajak yang terhutang tepat pada waktunya. Biaya penagihan pajak yang harus ditanggung oleh wajib pajak tergantung pada tahapan penagihan pajak yang dilakukan oleh JSP. Ada beberapa jenis biaya penagihan pajak yaitu : a. Biaya pelaksanaan atau penyampaian Surat Paksa yang meliputi biaya harian dan biaya perjalanan JSP. Biaya ini dikeluarkan untuk setiap Surat Paksayang harus disampaikan oleh JSP kepada penanggung pajak. b. Biaya pelaksaan penyitaan, yang meliputi biaya harian dan biaya perjalanan JSP dan 2 orang saksi yang harus ada guna sah-nya pelaksanaan pelaksanaan penyitaan pajak. Biaya ini diperuntukkan untuk setiap Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa. c. Biaya pencegahan dan atau biaya penyanderaan.
d. Biaya pelaksanaan lelang yang meliputi : 1. Biaya pengumuman lelang di surat kabar dan media lainnya. 2. Biaya lelang. 3. Biaya penyimpanan. 4. Biaya lain yang berhubungan dengan lelang. e. Biaya yang timbul karena penjualan barang sitaan yang dilakukan tidak secara lelang. 2.7.3
Pelaksana Penagihan Pajak Adapun Pelaksana
penagihan pajak dilakukan oleh pihak yang telah
ditentukan oleh Dirjen Pajak, yaitu: 1. Fiskus
adalah
pegawai
pemerintah
yang
diberi
kewenangan
untuk
melaksanakan tugas pemungutan pajak yang dikenal sebagai pejabat pajak. 2. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang ditunjuk untuk melakukan penagihan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP). Pejabat yang ditunjuk untuk melakukan penagihan pajak memiliki kewenangan untuk : a) Menagangkat dan memberhentikan JSP. b) Menerbitkan surat yang digunakan untuk melakukan penagihan pajak, yang meliputi Surat Teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis, Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan dan sebagaiya.
c) JSP adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi Penagihan Seketika dan Sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan. 2.7.3
Surat Teguran Tindakan pelaksanaan penagihan dengan Surat Paksa diawali dengan
penerbitan Surat Teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis oleh pejabat yang berwenang atau kuasa yang ditunjuk oleh pejabat tersebut setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada wajib pajak untuk melunasi hutang pajaknyadengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Pengertian surat lain yang sejenis meliputi surat atau bentuk lain yang fungsinya sama dengan surat teguran atau surat peringatan dalam upaya penagihan pajak sebelum Surat Paksa diterbitkan. 2.7.4
Surat Paksa Sesuai dengan Pasal 1 Angka 12 Undang-undang No 19 Tahun 2000, yang
dimaksud dengan “Surat Paksa adalah surat perintah membayar hutang pajak dan biaya penagihan pajak”.6 Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa Surat Paksa diterbitkan oleh pejabat yang berwenang tidak hanya untuk menagih hutang pajak sesuai dengan Ketentuan Undang-undang Perpajakan yang berkenaan tetapi juga untuk menagih biaya yang timbul dalam rangka penagihan pajak, termasuk penyampaian Surat Paksa. 6
Departemen Keuangan Republik Indonesia, Persandingan Susunan Dalam Naskah Undang-Undang Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, Jakarta, 2000, hal. 4.
2.8
Pemberitahuan Surat Paksa Terhadap Badan Surat Paksa terhadap badan diberitahukan kepada JSP kepada :
1. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik ditempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka, maupun ditempat lain yang memungkinkan. Dengan demikian pemberitahuan Surat Paksa terhadap Badan dapat disampaikan: a) Untuk Perseroan Terbatas (PT) kepada pengurus, yang meliputi direksi, pemegang saham tertentu dan orang-orang yang nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijakan atau pengambilan keputusan dalam menjalankan perseroan. Pengertian komisaris sebagai orang yang lazim disebut sebagai dewan komisaris dan komisaris sebagai orang yang lazim disebut anggota komisaris. Yang dimaksud dengan pemegang saham tertentu adalah pemegang saham pengendali atau pemegang saham mayoritas dari perseroan terbatas terbuka dan seluruh pemegang saham dari perseroan terbatas terbuka dan seluruh pemegang saham dari perseroan terbatas tertutup. b) Untuk betnuk usaha tetap kepada kepala perwakilan, kepala cabang atau penanggung pajak. c) Untuk badan usaha lainnya seperti persekutuan, firma dan perseroan komanditer kepada direktur, pemilik modal atau orang yang ditunjuk untuk melaksanakan, mengendalikan, serta bertanggung jawab atas perusahaan tersebut.
d) Untuk yayasan kepada ketua atau orang yang melaksanakan, mengendalikan dan bertanggung jawab atas yayasan tersebut. 2. Pegawai tetap ditempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila JSP tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf a. Pengertian pegawai tetap adalah pegawai perusahaan yang membidangi keuangan, pembukuan, perpajakan, personalia, hubungan masyarakat atau bagian umum dan bukan pegawai harian.
Skema Penagihan Pajak Skema Penagihan Pajak terdiri dari beberapa tahapan yang di antaranya sebagai berikut: Gambar 2.1 Skema Penagihan Pajak SKP/SPT/PUT.KEBERATAN/PUT.BANDING/ SKPKB/SKPKBT DLL 30 hari JATUH TEMPO 7 hari SURAT TEGURAN 21 hari SURAT PAKSA 2X24 jam SPMP/PENYITAAN 14 hari PENCABUTAN SITA
PENGUMUMAN LELANG
PELAKSANAAN LELANG
Sumber : Seksi PDI KPP Pratama Medan Petisah.
2.9
Defenisi Penyitaan Menurut Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 Pasal 1 Sub 14 menyatakan
bahwa “Penyitaan adalah tindakan jurusita pajak (JSP) untuk menguasai barang penanggung pajak (PP) guna dijadikan jaminan untuk melunasi hutang pajak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.7 Menurut Moeljo Hadi dalam Resmi menyatakan bahwa : Penyitaan adalah serangkaian tindakan JSP yang dibantu oleh dua orang saksi untuk menguasai barang-barang dari wajib pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi hutang pajak sesuai dengan perundang-undangan pajak yang berlaku. Pada asasnya penyitaan yang dilakukan JSP tidak mengubah status hak milik barang wajib pajak, bahkan barang-barang tersebut diserahkan kepada wajib pajak untuk dititipkan kepadanya. 2.9.1 Objek Penyitaan Adapun yang menjadi objek penyitaan adalah sebagai berikut : 2.9.1.1 Barang-barang Penanggung Pajak yang dapat Disita Penyitaan diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 Pasal 14 Ayat 1, 2 dan 3 yaitu penyitaan dapat dilaksanakan terhadap milik penanggung pajak yang berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau tempat lain. Yang termasuk penguasaannya berada ditangan pihak lain atau yang dibebani dengan hak dan tanggungan sebagai jaminan pelunasan hutang tertentu berupa : 1. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang
7
Ibid, hal. 4
dipersamakan dengan itu, obligasi, saham atau surat berharga lainnya, pihutang dan penyertaan modal pada perusahaan lainnya. 2. Barang yang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, kapal dengan isi kotor tertentu. Penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakasakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup untuk melunasi hutang pajak dan biaya penagihan. 2.9.1.2 Barang Bergerak yang dapat disita Perincian barang bergerak yang dapat disita adalah : 1) Semua barang bergerak yang dapat disita seperti : a. Perkakas rumah tangga (lemari, meja, kursi dan sebagainya). b. Barang-barang mewah (TV, Lemari es, tape recorder, kompor gas dan sebagainya). c. Barang-barang perhiasan (kalung, gelang, cincin dari emas, berlian dan batu permata lainnya). 2) Semua barang bergerak yang ada di toko penanggung pajak, seperti : a. Barang dagangan (baik yang berada di took maupun di gudang). b. Barang-barang inventaris toko (lemari, meja, kursi, mesin tik, komputer, kendaraan dan sebagainya). 3) Semua barang bergerak yang ada ditempat usaha penanggung pajak seperti Persediaan barang jadi maupun bahan baku, barang inventaris perusahaan lainnya. 4) Semua barang bergerak yang ada di kantor penanggung pajak seperti :
a) Inventaris kantor (mesin tik, mesin stensil, kursi, lemari besi dan sebagainya). b) Kendaraan yang bermotor (mobil, sepeda motor, vespa dan sebagainya). 2.9.1.3 Barang tak Bergerak yang Boleh Disita Dalam golongan barang tak bergerak yang boleh disita, yaitu : 1. Rumah tinggal, bangunan kantor, bangunan perusahaan, gudang dan sebagainya, baik yang ditempai sendiri maupun yang disewakan atau dikontrakan kepada orang lain. 2. Kebun, sawah, bungalow dan sebagainya baik yang ditempati atau dikerjakan sendiri maupun yang disewakan. 1.9.2
Barang-barang yang Dikecualikan dari Penyitaan Barang-barang yang dikecualikan menurut ketentuan Pasal 15 ayat (1)
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 adalah sebagai berikut : a) Pakaian dan tempat tidur serta perlengkapan yang digunakan oleh penanggung pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya. b) Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang berada di rumah. c) Perlengkapan penanggung pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari Negara. d) Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan penanggung pajak dan alat-alat yang digunakan untuk pendidikan, kebudayaan dan keilmuan.
e) Peralatan dalam kendaraan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak melebihi dari Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). f) Peralatan Penanggung cacat yang digunakan penanggung pajak dan keluarga yang menjadi tanggungnnya. 2.10
Pelaksanaan Penyitaan Pelaksanaan penyitaan terhadap barang milik penanggung pajak yang
melunasi pajak terhutang dan biaya penagihan pajak dalam Surat Paksa sebagaimana mestinya diatur dalam Pasal 10 sampai dengan 24 Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) sesuai dengan Pasal 24 Undangundang Nomor 19 Tahun 2000, ketentuan mengenai tata cara penyitaan diatur dengan peraturan pemerintah. Untuk melaksanakan ketentuan dalam pasal 24 tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 135 tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang ditetapkan tanggal 21 Desember 2000 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. Penyitaan terhadap penanggung pajak Badan dapat dilaksanakan terhadap barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik yang berada ditempat kedudukan yang bersangkutan maupun ditempat lain. Pada dasarnya penyitaan terhadap Badan dilakukan terhadap barang milik perusahaan. Namun apabila nilai barang tersebut tidak mencukupi atau barang milik tidak dapat ditemukan atau karena kesulitan dalam melaksanakan penyitaan terhadap barang milik perusahaan, penyitaan dapat
dilakukan terhadap barang-barang milik pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal atau ketua yayasan. Dengan demikian, diperoleh jaminan bahwa hutang pajak wajib pajak badan tersebut akan dilunasi oleh penanggung pajak. Dan apabila dalam waktu yang ditentukan wajib pajak badan tersebut belum juga melunasi hutang pajaknya, maka wajib pajak badan tersebut akan menerima sanksi dan menjalankan prosedur yang berlaku dalam Undang-undang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mengenai perpajakan, terutama mengani tindakan terhadap wajib pajak yang tidak dapat melunasi hutang pajaknya. Dan sistem ini harus berjalan sesuai dengan Undang-undang perpajakan yang berlaku saat ini. 2.11
Penyitaan Terhadap Wajib Pajak Badan Penyitaan pajak dilakukan terhadap wajib pajak yang memiliki surat
ketetapan pajak yang diantaranya terdiri dari beberapa bagian yaitu: 2.11.1 Wajib Pajak Badan Sesuai dengan
Pasal 1 Angka 3 Undang-undang No 28 Tahun
2007, yang dimaksud dengan “Wajib Pajak Badan adalah sekumpulan orang dan/atau medal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam betuk apa pun, firma, kongsi, koprasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap”.8
8
Ibid, hal 1
2.11.2 Tata cara Pelaksanaan Penyitaan Terhadap Wajib Pajak Badan Tata cara penyitaan terhadap wajib pajak badan itu dilakukan dengan beberapa cara yang meliputi beberapa tahap yang diantaranya sebagai berikut: 1. Wajib pajak badan harus membawa seluruh berkas yang
meliputi Surat
Ketetapan Pajak (SKP), Surat Tunggakan Pajak (STP), Surat Teguran (ST), Surat Paksa (SP), Surat Perintah Melaksanaan Penyitaan (SPMP), dan Stiker disita apabila ada barang yang disita. 2. Fiskus dapat melakukan sita terhadap objek pajak yang dimiliki oleh wajib pajak badan dengan menempelkan stiker yang bertuliskan DISITA”. Stiker dapat di tempel pada objek yang berupa ruko, mobil dan sebagainya. 3. Untuk barang yang disita dapat dicabut apabila wajib pajak badan telah lunas membayar sendiri objek pajak yang telah disita atau wajib pajak melunasi dengan cara pelelangan objek pajak tersebut.
BAB III GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA MEDAN PETISAH
3.1. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) ada pada masa penjajahan belanda yang pada saat itu bernama Belasting. Akan tetapi setelah kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, nama itu berubah menjadi Kantor Inspeksi Keuangan. Setelah itu Berubah lagi menjadi Kantor Inspeksi Pajak dengan induk organisasinya atau berada dibawah naungan Direktorat Jendral Pajak Keuangan Republik Indonesia. Pada tahun1978 di Sumatera Utara berdiri tiga Kantor Inspeksi Pajak, yakni 1. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan 2. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara 3. Kantor Inspeksi Pajak Pematang Siantar Pada tahun 1978, Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dipecah menjadi dua, yakni Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi penduduk yang semakin cepat, maka pemerintah merasa perlu adanya penambahan Kantor Inspeksi Pajak guna memaksimalkan penerimaan Negara dari sektor pajak. Pada tahun 1988, Kantor Inspeksi Pajak dipecah menjadi dua, yaitu:
1. Kantor Inspeksi Pajak Medan yang wilayah kerjanya meliputu Kotamadya Medan, Kabupaten Langkat, Kabupaten Asahan, dan Kabupaten Labuhan Batu. Kantor Inspeksi Pajak Medan tersebut beralamat di Jalan Suka Mulia Nomor 17-A Medan. 2. Kantor Inspeksi Pajak Pematang Siantar, dengan adanya Kantor Inspeksi Pajak Pematang Siantar, Wajib Pajak yang terdaftar di wilayah tersebut dimudahkan dalam mengurus keperluan pajak. Sehingga apa yang menjadi tujuan pemerintah yaitu menetapkan pelayanan yang memberikan kemudahan kepada masyarakat umum khususnya Wajib Pajak tercapai. Berdasarkan Keputusan Menteri Nomor Kep.785/KMK.01./1993 mengenai Kantor Pelayanan Pajak, jajaran Kantor Wilayah I Sumatera Bagian Utara terhitung Agustus 1993, terdiri dari: 1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara yang beralamat di Jalan Kejaksaan Nomor 2 Medan. 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat yang beralamat di Jalan Suka Mulia Nomor 17-A Medan. 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur yang beralamat di Jalan Binjai KM. 7 Medan. Setelah itu Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat dipecah menjadi dua sesuai dengan reorganisasi mengenai pemekaran kantor terhitung tanggal 1 Maret 2002 terbagi menjadi dua yaitu: 1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat. 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Petisah.,
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. Kep.95/PJ/2008 tentang “Organisasi dan TataKerja Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak” dimana Kantor Pelayanan Pajak di Kota Medan Menjadi 8 wilayah Kerj, yaitu : 1. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur, dengan ruang lingkup wilayah kerja Meliputi : a. Kecamatan Medan Timur b. Kecamatan Medan Area c. Kecamatan Medan Tembung d. Kecamatan Medan Perjuangan 2. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat, dengan ruang lingkup wilayah kerja Meliputi : a. Kecamatan Medan Barat b. Kecamatan Medan Sunggal c. Kecamatan Medan Petisah d. Kecamatan Medan Helvetia 3. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota, dengan ruang lingkup wilayah kerja Meliputi : a. Kecamatan Medan Kota b. Kecamatan Medan Denai c. Kecamatan Medan Johor d. Kecamatan Medan Amplas
4. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia, dengan ruang lingkup wilayah kerja Meliputi : a. Kecamatan Medan Polonia b. Kecamatan Medan Maimun c. Kecamatan Medan Baru d. Kecamatan Medan Tuntungan e. Kecamatan Medan Selayang 5. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Belawan, dengan ruang lingkup wilayah kerja Meliputi: a. Kecamatan Medan Belawan b. Kecamatan Medan Marelan c. Kecamatan Medan Labuhan d. Kecamatan Medan deli 6. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Binjai, dengan ruang lingkup wilayah kerja Meliputi : a. Kota Binjai b. Kabupaten Langkat 7. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah, dengan ruang lingkup wilayah kerja Meliputi : a. Kecamatan Medan Helvetia b. Kecamatan Medan Petisah c. Kecamatan Medan sunggal
8. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam, dengan ruang lingkup wilayah kerja Meliputi : a. Kabupaten Deli Serdang Kantor Pelayanan Pajak (KPP) mempunyai tugas dan bidang pelayanan Pengawasan administratif, Pemeriksaan sederhana terhadap Wajib pajak dibidang Pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai(PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dan pajak tidak langsung lainnya dalam wilayah wewenang. 3.2. Lokasi dan Letak Geografis Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah beralamat di Jalan Asrama Nomor 7-A Medan dengan membawahi tiga kecamatan yaitu Kecamatan Medan Petisah, Kecamatan Medan Helvetia, dan Kecamatan Medan Sunggal. 3.3
Deskripsi fungsi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah Dalam Melaksanakan Tugas, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Medan Petisah Menyelenggarakan fungsi, yaitu: a. Melakukan
pengumpulan
dan
pengolahan
data,
penyajian
informasi
perpajakan, pengamatan potensi perpajakan dan ekstensikasi wajib pajak b. Melakukan penelitian dan penatausahaan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dan Surat Peberitahuan (SPT) Masa Wajib Pajak c. Melakukan pengawasan pembayaran masa Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPn), dan Pajak lainnya
d. Melakukan penatausahaan piutang pajak penerimaan, penagihan, penatausaha banding, dan penyelesaian restitusi pajak. e. Melakukan pemeriksaan Pajak. f. Melakukan
penyelesaian
permohonan,
penyampaian
dan
permohonan
penghapusan sanksi admistrasi pajak g. Melakukan penagihan pajak h. Melakukan penyukuhan dan konsultasi pajak i. Pelaksanaan admistrasi Kontor Pelayanan Pajak (KPP) 3.4 Struktur Organisasi dan Standard kerja Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan secara sistematis mengenai penetapan tugas-tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab masing–masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuan struktur tersebut juga untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan teratur dan baik untuk mencapai tujuan secara maksimal. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah di pimpin oleh seorang Kepala Kantor yang secara operasional bertanggung jawab kepada Kepala Kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah terdiri dari sebelas seksi yang masing-masing seksi dipimpin oleh seorang kepala seksi. Struktur organisasi yang ada di Kantor Pelayanan Pajak pratama Medan Petisah dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Sub Bagian Umum 2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
3. Seksi Pelayanan 4. Seksi Penagihan 5. Seksi Pemeriksaan 6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan 7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II 9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III 10. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV 11. Kelompok Jabatan Fungsional
Gambar 3.1 Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Petisah
Sumber : Seksi PDI KPP Pratama Medan Petisah Adapun gambaran tugas dari masing-masing bagian kerja yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah adalah sebagai berikut : 1. Subbagian Umum Subagian umum memiliki tugas sebagai berikut: a) Penatausahaan surat masuk dan surat keluar; b) Menyusun tanggapan/tindak lanjut terhadap Surat Hasil Pemeriksaan /Laporan
Hasil
Pemeriksaan
dari
Inspektorat
Jenderal
Kementerian
Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan, BPKP dan Unit Fungsional Pemeriksa lainnya; c) Menyusun tanggapan terhadap surat pengaduan anggota masyarakat melalui pos maupun secara langsung; d) Menyusun laporan berkala Kantor Pelayanan Pajak, meliputi Laporan Ketertiban Pegawai, Laporan Penggunaan Anggaran, Laporan Pemakaian Barang-Barang Milik Negara, dan lain sebagainya;
e) Meneliti pelanggaran disiplin pegawai yang terjadi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980; f) Pengadministrasian hak-hak pegawai, antara lain hak cuti, asuransi kesehatan, pengangkatan pegawai, pengajuan pensiun, dan sebagainya; g) Pengadministrasian gaji pegawai; h) Pemeliharaan aset-aset negara serta pengadaan barang-barang kebutuhan kantor; i) Pengelolaan dan penggunaan anggaran, serta mengelola Sistem Akuntansi Instansi. 2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) Seksi PDI sebagai sumber data dan informasi memiliki tugas sebagai berikut: a. Menyusun
rencana
penerimaan
pajak
berdasarkan
potensi
pajak,
perkembangan ekonomi dan keuangan. b. Menatausahakan penerimaan pajak. c. Membuat Laporan Penerimaan Pajak ke Kantor Wilayah. d. Pembuatan dan penyampaian Surat Perhitungan (SPh) kirim ke
Kantor
Pelayanan Pajak lain. e. Perbaikan komputer dan aplikasi komputer. f. Penatausahaan Alat Keterangan. g. Penatausahaan surat-surat masuk pada Seksi Pengolahan Data dan Informasi. h. Pengaturan jaringan komputer ke seluruh pegawai serta pangawasan terhadap penggunaan jaringan komputer.
3.
Seksi Pelayanan Seksi pelayanan merupakan tempat melayani berbagai kebutuhan
perpajakan wajib pajak, tugas-tugas seksi pelayanan antara lain: a. Menatausahakan surat-surat permohonan dari Wajib Pajak dan surat-surat lainnya pada Tempat Pelayanan Terpadu (TPT). b. Menatausahakan surat-surat masuk untuk Seksi Pelayanan. c. Penatausahaan arsip/ berkas perpajakan. d. Menyelesaikan registrasi wajib pajak, dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) serta permohonan Nomor Pokok Wajib Pajak. e. Menyelesaikan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. f. Menerbitkan surat keputusan pembetulan produk hukum. g. Pemberitahuan Wajib Pajak pindah keluar / pindah masuk. h. Menatausahakan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan atau Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai atau Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pemotongan dan Pemungutan yang telah diterima kembali dalam rangka pengawasan kepatuhan wajib pajak. i. Menanggapi permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. j. Melayani peminjaman/pengiriman berkas dari/ke Kantor Pelayanan Pajak lain. k. Melaksanakan pemenuhan permintaan konfirmasi dan klarifikasi.
l. Mencetak surat tegoran sehubungan dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan, Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, dan Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan. m. Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP). n. Melaksanakan penyuluhan Perpajakan o. Melaksanakan pelayanan kebutuhan informasi perpajakan yang dibutuhkan oleh Wajib Pajak. 4.
Seksi Penagihan Seksi penagihan memiliki tugas sebagai berikut:
a. Menatausahakan surat yang masuk ke seksi penagihan. b. Melakukan pengawasan terhadap tunggakan dan angsuran/pelunasan pajak. c. Menerbitkan dan menyampaikan surat tegoran kepada Wajib Pajak. d. Menerbitkan dan melaksanakan surat paksa; e. Menerbitkan SPMP (Surat Perintah Melakukan Penyitaan) dan melaksanakan penyitaan. f. Menerbitkan surat permintaan pemblokiran rekening wajib
pajak kepada
pimpinan bank. g. Melakukan proses lelang atas harta kekayaan penunggak pajak yang telah disita. h. Melakukan penelitian administratif dan penelitian setempat terhadap piutang pajak yang diperkirakan tidak dapat ditagih/tidak mungkin ditagih lagi.
i. Melakukan penelitian atas usulan penghapusan piutang pajak. j. Menjawab konfirmasi data tunggakan wajib pajak. 5.
Seksi Pemeriksaan Untuk lebih meningkatkan kepatuhan wajib pajak, perlu dilakukan pemeriksaan terhadap laporan pajak. Oleh sebab itu, seksi pemeriksaan memegang peranan penting bagi kelancaran administrasi perpajakan, yang tugasnya antara lain:
a. Menatausahakan surat yang masuk ke seksi pemeriksaan. b. Mengusulkan wajib pajak yang akan dilakukan pemeriksaan. c. Menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3), surat pemberitahuan pemeriksaan pajak dan surat pemanggilan pemeriksaan pajak. d. Menatausahakan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Nota Penghitungan (Nothit). e. Mengusulkan dilakukannya penyidikan pajak. f. Membuat laporan tentang Wajib Pajak Patuh. 6.
Seksi Ekstensifikasi Perpajakan Seksi Ekstensifikasi merupakan seksi baru dalam struktur Kantor
Pelayanan Pajak modern, sebelumnya seksi ini ada di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan. Seksi ini menjadi tulang punggung Kantor Pelayanan Pajak dalam melakukan pencarian data dalam rangak penambahan jumlah wajib pajak. Dalam pelaksanaannya, seksi ini sering berhubungan dengan Subjek Pajak dan Objek Pajak PBB, antara lain : a. Menatausahakan surat yang masuk ke seksi Ekstensifikasi.
b. Melakukan penelitian kantor dan penelitian lapangan atas permohonan objek pajak baru. c. Menerbitkan surat himbauan ber-NPWP; d. Mencari data dari pihak ketiga dalam rangka pembentukan/pemutakhiran bank data perpajakan. e. Mencari data potensi perpajakan dalam pembuatan monografi fiskal. f. Melaksanakan pendataan individual objek Pajak Bumi dan Bangunan. g. Membuat Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB). h. Menyelesaikan permohonan Mutasi Sebagian dan Mutasi Seluruhnya Objek dan Subjek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan. i. Menyelesaikan permohonan penundaan pengembalian SPOP dan permohonan Surat Keterangan Nilai Jual Objek Pajak. 7.
Seksi Pengawasan dan Konsultasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota memiliki 4 Seksi
Pengawasan dan Konsultasi (Waskon) yang dibedakan atas wilayah kerja. Untuk pembagian sektor usaha disesuaikan oleh masing-masing Seksi Waskon. Tugas dan tanggung jawab Seksi Waskon yaitu: a. Melakukan pengawasan penerbitan surat teguran kepada wajib pajak yang belum menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). b. Melaksanakan penelitian dan analisa kepatuhan material wajib pajak. c. Melakukan penghapusan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar. d. Pengusulan wajib pajak/pkp fiktif. e. Pengusulan wajib pajak patuh.
f. Melakukan penelitian untuk mengusulkan penerbitan Surat Keterangan Fiskal (SKF). g. Pemberian ijin penggunaan mesin teraan meterai. h. Melakukan bimbingan dan memberikan konsultasi teknis kepada wajib pajak. i. Mengirimkan himbauan perbaikan Surat Pemberitahuan (SPT). j. Melakukan kunjungan kerja ke lokasi wajib pajak dalam rangka pengawasan dan pemutakhiran data wajib pajak. k. Melaksanakan rekonsiliasi data wajib pajak (data matching). 8.
Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok jabatan fungsional memiliki tugas antara lain:
a. Melakukan pemeriksaan sederhana lapangan atau pemeriksaan lengkap. b. Melakukan pemeriksaan sederhana kantor. c. Membuat Nota Penghitungan (Nothit) pajak, Daftar Kesimpulan Hasil Pemeriksaan (DKHP) dan alat keterangan (alket). d. Membuat Laporan Hasil Pemeriksaan.
3.5. Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah 1. Visi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah mempunyai Visi yakni menjadi instansi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi
perpajakan yang efektif, efisien dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan invidualisme yang tinggi. 2. Misi Mengembangkan penerimaaan Pajak Negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan, mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui sistem admistrasi perpajakan yang efektif dan efisien. 3. Nilai a. Integritas Menjalankan tugas dan pekerjaan dengan selalu memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral yang diterjemakan dengan bertindak jujur, konsisten dan menepati janji. b. Profesionalisme Memiliki Kompetensi dibidang profesi dan menjalankan tugas pekerjaan sesuai dengan kompetensi, kewenangan, serta norma-norma propesi etika sosial. c. Inovasi Memiliki pemikiran yang bersifat terobosan atau alternative pemecahan masalah yang kreatif dengan memperlihatkan aturan dan norma yang berlaku. d. Team Work Memiliki kemampuan untuk berkerjasama dengan orang atau pihak serta membangun team work.