Tarian Tradisional Manado
1. TARI KABASARAN (MINAHASA) Tari Kabasaran adalah Tarian adat yang kebanyakan dibawakan oleh kamu pria, lengkap dengan senjata tajam berupa pedang atau tombak, Tarian kabasaran sangat identik dengan gerakan yang meniru perkelahian ayam jantan. Menurut salah satu tokoh kebudayaan dari Minahasa, Jessy Wenas, Tarian Kabasaran adalah tarian adat untuk perang atau tarian untuk mengawal salah satu tokoh adat penting di Minahasa. Tari Kabasaran sebenarnya merupakan tarian sakral yang ditarikan secara turun temurun oleh generasi penari Kabasaran. Jika dalam upacara adat Minahasa. Kabasaran adalah prajurit adat yang memiliki otoritas penuh dalam jalannya sebuah upacara adat, mereka dulunya bisa membunuh atau mengusir si jahat yang mengganggu upacara.
Asal Usul Tari Kabasaran Tarian ini merupakan tarian keprajuritan tradisional Minahasa, kata Kabasaran diangkat dari kata Wasal, yang berarti ayam jantan yang dipotong jenggernya, agar sang ayam menjadi lebih garang dalam bertarung.
Gerakan-Gerakan Dalam Tari Kabasaran Bentuk dasar dari tarian ini adalah sembilan jurus pedang (santi) atau sembilan jurus tombak (wengkouw) dengan langkah kuda-kuda 4/4 yang terdiri dari dua langkah ke kiri, dan dua langkah ke kanan. Setiap penari memiliki satu senjata tajam yang merupakan warisan dari leluhurnya yang terdahulu, karena penari Kabasaran adalah penari yang turun temurun.
Alat musik yang digunakan Tarian ini diiringi oleh suara tambur dan / atau gong kecil. Alat musik pukul seperti Gong, Tambur atau Kolintang disebut “Pa ‘ Wasalen” dan para penarinya
disebut Kawasalan, yang berarti menari dengan meniru gerakan dua ayam jantan yang sedang bertarung, hampir mirip dengan tarian Cakalele dari Maluku.
Gambar tarian Kabasaran
2. TARI MAENGKET (MINAHASA) Sumber Tari Maengket Minahasa dikutip dari : http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ penulis : Ivan R.B Kaunang judul : Turistifikasi Tari Maengket Minahasa, Sulawesi Utara Sepanjang pengetahuan penulis melalui observasi lapangan dan studi dokumen (khususnya penelusuran dan penemuan buku teks), sumber buku TM relatif ada. Sumber data TM pada umumnya merupakan bagian dari isi buku tertentu, selain berupa brosur, buklet, tulisan populer dalam koran, majalah atau bacaan di internet yang terbatas kajiannya. Selain itu, informasi Maengket lebih banyak dilakukan oleh mereka yang bergerak dalam industri (jasa) pariwisata sebagai bagian dari atraksi wisata. Sumber tertulis sejarah kesenian di Minahasa (sangat) langka, hal ini jika dibandingkan dengan sumber-sumber (ke)seni(an) rupa yang lebih mudah didapatkan dengan adanya peninggalan-peninggalan kebudayaan materi seperti tradisi waruga (kuburan batu kuno dengan berbagai ornamennya) di Minahasa.[6] Usaha yang terarah dan terprogram untuk menginventarisasi dan mendokumentasi seni musik dan seni tari di daerah Sulawesi Utara, termasuk Minahasa, baru dilakukan pada tahun 1977. Penelitian ini diketuai oleh Ticoalu Lomban (1979) dengan laporan berjudul “Ensiklopedi Musik dan Tari Daerah Sulawesi Utara”, di bawah Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah (P3KD) Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Sulawesi Utara. Adapun yang sempat diinventarisasi adalah Tarian Maengket
Imbasan, bukan Tarian Maengket yang “asli” di samping tari-tarian tradisional yang lain, tari modern dan tarian kreasi baru. Laporan penelitian ini relevan digunakan sebagai acuan untuk mengetahui potensi kesenian yang pernah ada di Minahasa dan yang masih berkembang sampai sekarang ini terutama laporan TM. Satu-satunya sumber representatif, berupa (sudah dalam bentuk) buku adalah karya yang ditulis oleh (Dr) Perry Rumengan (M.Sn), yaitu “Maengket: Seni Tradisional Orang Minahasa: Perkembangan dan Permasalahan (Jilid I)”; “Maengket, Seni Tradisional Orang Minahasa: Estetika, Struktur Musik, Tari dan Sastera (Jilid II). Secara umum kedua buku ini monumental, dalam pengertian, bahwa belum ada buku teks TM yang purna seperti karya ini. Pada umumnya sebagaimana dijelaskan masih dalam bentuk naskah-naskah ketikan atau bagian (kecil) dari isi suatu buku. Walaupun kajian buku ini masih terperangkap dalam lingkup (pendekatan) kajian seni pertunjukan, di mana struktur tari dan bagian utuh lainnya masih digambarkan secara positivistik atau bersifat enografi TM, seperti bentuk, struktur, dan penyajiannya, akan tetapi buku ini merupakan satusatunya buku teks yang ada. Selanjutnya, hasil penelitian (tesis) yang disusun oleh Sunarmi (2004) dengan judul “Tari Maengket: Perspektif Pemikiran di Balik Ritual Pergaulan di Minahasa” pada Program Pascasarjana, Sekolah Tinggi Seni (STSI) Surakarta. Di dalam tesis ini, Sunarmi menyatakan bahwa TM merupakan salah satu bentuk tari pergaulan rakyat, yang dilakukan oleh pasangan muda-mudi secara berkelompok yang penyajiannya dilaksanakan dengan paduan gerak, nyanyi sastra serta diiringi alat musik tambor. Penyajian terdiri dari tiga babak yang menjadi tema serta disajikan sekaligus menjadi satu bentuk sajian berurutan. TM merupakan ritus yang ada simbol-simbolnya sebagai pesan, sebagai penampakan dari tiga lingkaran hidup manusia, yaitu pangan, papan, dan kembang biak. Di dalamnya terkandung dua hal dalam komunikasinya, yaitu secara vertikal kepada yang kuasa (dunia atas) dan horisontal sebagai tata kekerabatan hingga membentuk suasana kejiwaan masyarakat Minahasa. Secara spasial penelitian ini terfokus pada salah satu suku(bangsa) di Minahasa yaitu etnik Tombulu, sedangkan fokus tematis pada latar belakang pemikiran-pemikiran yang menjadi dasar konseptual sehingga membentuk proposisi artistik dalam penyajiannya. Tesis ini menggunakan pendekatan fenomenologi, etno-art, hermeneutik, dan simbolik, dengan sudut pandang (paradigma) kajian seni pertunjukan. Selanjutnya karya Suoth (2005) dalam bentuk laporan penelitian dengan judul “Kajian Nilai Budaya Tarian Maengket” dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Manado, menyatakan bahwa TM telah menjadi alat hiburan dan menjadi budaya populer di kampung-
kampung di Minahasa dalam berbagai kegiatan masyarakat. Dijelaskan pula adanya pembagian kelompok umur, dengan klasifikasi anakanak, remaja, dan kelompok dewasa dalam pelaksanaan TM. Penelitian ini dengan pendekatan deskriptif, menggambarkan secara umum arti dan sejarah singkat TM, di samping kajian nilai-nilai budayanya. Sekilas tentang Tari Maengket Maengket sekarang ini dikenal sebagai suatu tari dan nyanyian. Nyanyiannyanyian Maengket awalnya adalah bagian dari suatu upacara foso ritual, sakral (suci), yang lahir dari suatu tradisi budaya mapalus (gotong-royong) masyarakat agraris di Minahasa dalam kegiatan bercocok tanam, yang kemudian berkembang sampai sekarang. Membicarakan mapalus, erat kaitannya dengan corak kehidupan leluhur Minahasa masa lampau dalam tradisi pertaniannya. Dari tradisi pertanian dengan masyarakat dan budaya agrarisnya dikenal adanya (nyanyian) Maengket yang kemudian (sekarang) disebut sebagai tari. Sambil menyanyi mereka kemudian berdiri, membentuk lingkaran, sambil berpegangan tangan satu dengan yang lain, gerakan dimulai dengan selangkah maju, selangkah mundur, selangkah ke kiri dan ke kanan, dan tangan mengikutinya, diangkat ke atas diturunkan, begitu seterusnya sampai tidak terasa malam semakin larut bahkan bisa sampai subuh/pagi. Gerak-gerik tubuh yang secara sederhana ini merupakan hal yang khas mengikuti nyanyian-nyanyian tradisi di Minahasa yang berkaitan dengan alam kepercayaan (kosmos) mereka kepada yang Mahakuasa. Apa pun Maengket, nyanyian atau tarian, tetapi kenyataannya sekarang, Maengket telah terangkat dan berkembang menjadi tiga tema dan menjadi milik budaya bersama Minahasa. Tarian ini telah diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi dan mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam corak kehidupan (budaya) orang Minahasa. Ketiga tema Maengket dapat dibawakan sekaligus secara terstruktur (babakan) yang dimulai dari tema Maowey Kamberu, dilanjutkan dengan Rumamba(k), dan diakhiri dengan Lalayaan. Sekarang ini, dapat saja dibawakan satu atau dua tema saja, sesuai dengan situasi dan konteks acara. Misalnya, yang berkaitan dengan pesta pernikahan, dibawakan satu tema saja, yaitu TM Lalayaan. Untuk peresmian rumah baru, gedung baru dan sejenisnya, dibawakan TM Rumamba. Kemudian yang berhubungan dengan ucapan syukur perorangan, komunitas tertentu, kegiatan pengucapan syukur desa, kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten, provinsi, dan sebagainya, dibawakan TM Maowey Kamberu.
Menurut Rumengan, Maengket awalnya bukanlah suatu tari sebagaimana yang di kenal sekarang ini. Maengket lebih tepat kalau disebut “seni Maengket” yang di dalamnya terdiri atas seni musik (alat musik), seni vokal atau nyanyian, dan seni tari (gerakan). Maengket dikatakan sebagai suatu tari, adalah sesuatu yang baru dikenal awal abad ke-20. Lebih lanjut dikatakannya seperti di bawah ini. “Pada masa lampau para leluhur kita tidak menyebut Maengket itu sebagai tari tetapi disebut Maengket saja, karena itu sebenarnya adalah nyanyian dan bahasa syair yang dominan digunakan adalah bahasa Tombulu. Jadi sebenarnya Maengket itu asalnya dari Tombulu. Dapat dikatakan bahwa pelopor Maengket itu sebenarnya adalah dari suku Tombulu. Hal ini dapat kita ketahui dari fungsi Maengket itu sendiri dalam tradisi budaya agraris masyarakat Minahasa tempo dulu adalah untuk panen padi ladang, kebun kering, bukan sawah” (Wawancara, Rumengan, 30 April 2009). Dapat dipastikan bahwa nyanyian dan tarian yang kemudian dinamakan TM itu berawal dari upacara-upacara ritual yang berkaitan dengan panen padi. Apa yang kemudian dikenal sebagai owey kamberu adalah berasal dari suatu foso, tarian sakral yang mengagungkan panen berhasil, demikian pula tarian-tarian yang kemudian dikenal sebagai maramba dan lalayaan yang berasal dari masyarakat suku (tribal society) yang telah menetap di suatu wilayah tertentu (Leirissa, dalam Anonim 2006: 197). Penjelasan tentang Tari Maengket yang kami kutip dari : Website resmi Sulawesi Utara, http://www.sulutprov.go.id/tari-maengket.html. sebagai berikut. Tari Maengket adalah seni tarian rakyat Minahasa di Kota Manado yang merupakan tarian dan disertai nyanyian dengan diiringi gendang atau tambur. Asal – usul tari Maengket kala dulu Nenek Moyang di Minahasa hanya dimainkan pada waktu panen padi dengan gerakan-gerakan yang hanya sederhana, maka Tari Maengket terdiri dari 3 babak, yaitu : – Maowey Kamberu – Marambak – Lalayaan.. Maowey Kamberu adalah suatu tarian yang dibawakan pada acara pengucapan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, dimana hasil pertanian terutama tanaman padi yang berlipat ganda/banyak. Marambak adalah tarian dengan semangat kegotong-royongan, rakyat Minahasa Bantu membantu membuat rumah yang baru. Selesai rumah dibangun maka diadakan pesta naik rumah baru atau dalam bahasa daerah disebut “rumambak” atau menguji kekuatan rumah baru dan semua masyarakat kampong diundang dalam pengucapan syukur. Lalayaan adalah tari yang melambangkan bagaimana pemuda-pemudi Minahasa pada zaman dahulu
akan mencari jodoh mereka. Tari ini juga disebut tari pergaulan muda-mudi zaman dahulu kala di Minahasa. Saat ini tarian maengket telah berkembang teristimewa membentuk kreasi barunya tanpa meninggalkan keasliannya terutama syair atau sastra lagunya. Gambar Tarian Maengket
3. TARI TETENGESAN (MINAHASA TENGGARA, DAN MANADO) Tari Tatengesan merupakan tarian tradisional khas daerah Sulawesi Utara yang berasal dari Minahasa yang diangkat dari ceritera rakyat tentang desa Tatengesan yang oleh kelompok seni budaya di desa tersebut diciptakan sebuah tari dengan judul tari Tatengesan. Tari Tatengesan pertama kali ditampilkan pada tahun 1983 dalam rangka memperingati terbentuknya desa Tatengesan di yang sekarang ini telah berada di daerah pemerintahan kabupaten Minahasa tenggara. Tari Tatengesan ini mengisahkan tentang perjuangan masyarakat desa ketika melawan para bajak laut Mindanou yang datang dari perairan Filipina. Bajak laut tersebut sering mengganggu aktifitas masyarakat sehingga semangat untuk melawan para bajak laut dikobarkan melalui syair dan lagu Kiting-kiting. Tata gerak dan pola garapan tarian ini mamadukan antara unsur-unsur nilai sejarah dengan tradisi budaya Minahasa yang diekpresikan melalui tata gerak dan karakteristik dalam 9 gerakan dengan paduan musik etnis Minahasa dengan pola komposisi dasar 3 nada. Tarian ini oleh Taman Budaya Sulawesi Utara telah diolah sehingga menjadi suatu sendratari Tatengesan. Pemeran tarian ini ditarikan oleh pria dan wanita secara kelompok dengan jumlah penari 9 orang atau lebih. Alat Musik Pengiring Tari Tatengesan : Kolintang, Tambur, Suling bambu, Tetengkoren, Momongan.
Gambar Tarian Tetengesan
4. TARI MANE'E http://www.seputarsulut.com/tari-manee/ Tari Mane’e marupakan tarian tradisional yang berasal dari Talaud Sulawesi Utara. Tarian ini diangkat dari salah satu tradisi masyarakat Talaud dalam menangkap ikan. Tradisi ini muncul sekitar abad ke 12 di lingkungan masyarakat kepulauan ”Nanusa”, yang sampai sekarang ini masih dilaksanakan bahkan telah menjadi agenda tetap prosesi Mane’e di Kabupaten Talaud. Mane’e berasal dari kata ”See yang artinya Ya” atau setuju/sepakat, sehingga kata Mane’e diartikan ” Penangkapan ikan secara tradisional melalui masyarakat yang bermusyawarah dan bermufakat untuk menangkap ikan secara bersama – sama. Adapun tari Mane’e terdiri dari 10 tema yaitu:
1. Mengotom Para artinya bermohon kepada Tuhan agar memperoleh hasil yang banyak 2. Matuda Sammy artinya menuju tempat penangkapan ikan 3. Manabbi’e Sammi artinya pembuatan alat penangkapan ikan dari janus 4. Mamotte Sammi artinya Penebaran Janur 5. Manolekke Sammi artinya Penarikan Janur 6. Mamattae Inna artinya Penombakan Ikan 7. Manganute Inna artinya Pengambilan Ikan 8. Matahiate Inna artinya Pembagian Ikan 9. Mapurette Suwanua artinya Kembali ke Kampung
10.Manarim’ma Alana U Mawu artinya Penerimaan berkat melalui ucapan syukur.
Inti penyajian Tari Mane’e adalah mengungkapkan tentang kerja secara bersama atau gotong royong dalam masyarakat Talaud. Tari Mane’e ditarikan kecara berkelompok pria dan wanita dengan musik pengiring : Suling, Tagonggong, tambur dan alat musik bambu. Penyebaran Tarian ini di Kabupaten Talaud. Gambar tarian Mane'e
5. TARI GUNDE http://www.seputarsulut.com/tari-gunde/ Tari Gunde telah lama dimiliki masyarakat Sangihe Talaud sebagai tari penyembahan kepada Genggona Langi (Allah Semesta Alam), kemudian menjadi tari istana dan akhirnya menjadi milik rakyat atau tari tradisonal Sangihe Talaud. Tari Gunde telah mentradisi bagi masyarakat Sangihe Talaud dimana berperan dalam berbagai upacara adat, justru busananya pun menggunakan busana adat yang disebut Laku Tepu. Berdasarkan hal tersebut maka tari Gunde belum dapat dikembangkan dan masih dipertahankan keasliannya oleh masyarakat sebagai tari sakral. Tari Gunde mengungkapkan gerakan-gerakan tari sederhana, lemah-gemulai dengan iringan lagu Sasambo serta alat musik tagonggong perlambang kehalusan budi dan keagungan wanita Sangihe Talaud. Jelaslah bahwa para penari gunde terdiri dari 13 orang wanita dan seorang pemimpin tari yang disebut Pangataseng.
Demi pelestarian dan penyebar luasan tari ini dipertujukkan oleh pemerintah dan masyarakat dari berbagai kegiatan pertunjukan bahkanpun difestifalkan atau dilombakan antar sekolah dengan penekanan tidak boleh dikembangkan atau dikreasikan. Kreografi Tari Gunde
1. Masuk pentas :
Makna gerakan Tari : Megugena artinya berjalan dengan melangkah perlahan dan lemah perlambang kehalusan dan ketekunan.
Gerakan Tari : Berjalan dengan perlahan dan lemah. Serta pandangan mata dengan posisi 45 derajat. (Tanpa iringan tatabunan)
Musik : —-
Pola lantai : ( gambar )
2. Penghormatan :
Makna gerakan tari : Memindura artinya memberi hormat.
Gerakan Tari : Maju dua langkah dan langkah kedua ditutup dengan level berdiri langsung kedua belah tangan diangkat 1 s/d 4. Badan direndahkan sambil sapu tangan dilepaskan. Hitungan 5 dan 6, lalu berdiri atau kesikap semula dengan hitungan 7,8.
Musik : Dibunyikan sekali (sebagai kode) untuk mamindura.
Pola lantai : sama dengan penghormatan.
3. Salaing Bawine (Tari wanita).
a. Makna Gerakan :Tari Wanita perlambang keagungan/kehalusan budi wanita. b. Gerakan tari :
Kedua belah tangan diangkat kesamping setinggi bahu dan telapak/jari tangan tertutup dalam perhitungan 1 irama lagu sasambo.
Kedua telapak/jari tangan dibuka dari dalam arah keluar dalam satu irama, kemudian ditutup seperti semula dalam 1 irama pula.
Tangan kiri diturunkan dan tangan kanan dimiringkan kekanan dalam 1 irama.Telapak tangan kiri/kanan kembali dibuka 1 irama.
Telapak tangan kiri/kanan kembali dibuka 1 irama.
Kedua belah tangan serentak dimiringkan ke kiri. Kemudian dibuka kembali seperti diatas dengan hitungan 1 irama.
Kedua telapak tangan kembali dibuka ditutup dan kemudian dibuka masing-masing irama.
Terakhir ditutup kembali 1 irama.
c. Musik : Sasambo lagung Bawine dengan tengkelu/irama wanita. d. Pola lantai : Sama dengan pola lantai gerakan penghormatan.
4. Salaing Saloha : a. Makna Gerakan : Bersuka-ria. b. Gerakan tari :
Tangan kiri diangkat setinggi bahu dan tangan kanan diturunkan kesamping, demikian sebaliknya dengan hitungan :1,2,3. Selanjutnya tangan kiri diturunkan kesamping dengan hitungan 1 irama.
Gerakan badan : diturunkan lalu kembali semula sesuai irama lagu dan hitungan : 1,2 dan 3 tersebut diatas.
Gerakan badan : Seperti tersebut diatas ini. Tangan kiri/kanan diangkat setinggi bahu 1 irama. Kemudian telapak tangan dan jari tangan dibuka lalu ditutup seperti biasa masing-masing 1 irama.
Tangan kanan ditarikan keatas dan tangan kiri ditarikan kebawah dalam perhitungan 1 irama, serta atau langsung kaki kiri/kanan melangkah
kesamping. Gerakan ini dilakukan beberapa kali(5×5 irama). Dihitung 1 irama setiap tangan kanan diturunkan.
c. Musik : Lagung Sahola dan tengkelu sahola atau irama Sahola. d. Pola lantai :
5. Salaing Sonda (Tari Sonda) a. Makna gerakan : Tari Sonda disebut pula salaing ese adalah perlambang emansipasi wanita. b. Gerakan Tari :
Tangan kiri/kanan ayunkan keatas dan kebawah samping dengan hitungan 1,2, dan 3, kemudian tangan kiri diturunkan perlahan sesuai hitungan 1 irama. Seperti biasa permulaan mengganti lagu.
Tangan kiri/kanan diangkat kembali setinggi bahu 1 irama kedua telapak tangan dibuka dan ditutup kembali masing-masing dalam 1 irama Sonda. Badan Gerakannya seperti biasa mengikuti irama Sonda.
Tangan kiri/kanan ditarikan keatas/kebawah disamping badan. Sambil berjalan kesamping, gerakan ini dihitung 1 s/d 12 irama Sonda.
c. Musik : Sasambong Sonda dan irama Sonda. d. Pola lantai : ( gambar )
6. Salaing Balang (Tari balang) a. Makna gerakan : Mendayung perahu perlambang perjuangan wanita. b. Gerakan tari :
Sama dengan gerakan pertama tari Sonda.
Kedua belah tangan diangkat setinggi bahu, kemudia telapak tangan dibuka kembali dalam 1 irama balang.
Kedua belah tangan diayunkan kesamping sebelah kiri 1 iarma, lalu telapak tangan/jari ditutup langsung dibuka dalam 1 irama. Gerakan badan seperti biasa mengikuti irama duruhang. Mata memandang gerakan tangan tersebut kemudian diayunkan kesebelah kanan, tangan kiri lebih tangan dari tangan kanan dalam 1 irama. Disamping kanan telapak tangan dibuka dan langsung ditutup kembali dalam 1 irama balang.
Tangan kiri dan tangan kanan kembali kesebelah kiri seperti pada angka 3 diatas ini, langsung kedua tangan memegang ujung sapu tangan.
Sapu tangan ditarikan kedepan perut irama lalu kesamping kanan 1 irama. Kemudian kesebelah kiri dalam 1 irama, sedangkan gerakan badan seperti biasa.
Gerakan kaki : Maju tiga langkah dan sapu tangan ditarikan kedepan dan kesamping kanan dalam 3 irama tersebut sama-sama dengan gerakan kaki. Kemudian mundur 3 langkah serta tangan ditarikan kekiri sama-sama 3 langkah.
Gerakan nomor 6 diatas ini diulangi yaitu maju dan mundur. Sapu tangan dilepaskan kembali kesikap biasa.
c.Musik : Sasambong Balang dan irama balang. d. Pola lantai : Sama dengan pola lantai Salaing Sonda.
7. Salaing Durahang (Tari Duruhang) a. Makna Gerakan : Salaing Duruhang perlambang rekreasi dan menyusur tepi pantai. b. Gerakan Tari :
Tangan kiri diangkat keatas dan tangan kanan diturunkan secara bergantian mengikuti irama duruhang dalam 3 irama. Sedangkan tangan kiri diturunkan perlahan 1 irama. Gerakan badan mengikuti irama.
Kedua belah tangan kiri dan kanan diangkat setinggi bahu dalam 1 irama, kemudia dibuka 1 irama seperti biasa lalu ditutup kembali 1 irama.
Sama dengan gerakan permulaan Salaing Duruhang (sama dengan 1 gerakan diatas ini)
c. Musik : Sasambong Duruhang dan tengkelu duruhang.
d. Pola lantai : (Penghormatan dan keluar pentas sama dengan Mamindura lalu keluar pentas
Gambar Tarian Gunde
6. TARI TUMATENDEN Tari Tumatenden adalah sebuah nama tari yang diangkat dari cerita rakyat yang berhubungan dengan sejarah (legenda) yang berlokasi di Airmadidi Kabupaten Minahasa Utara, dimana berdiam orang pertama yang bermukim ditempat itu yang dikenal sangat rajin mengolah perkebunannya. Ia bersyukur dalam pengembaraannya setelah ia berpisah dari kelompoknya (Simea). Ia menemukan tempat yang indah dan subur yang terletak di kaki gunung Temporok yang kini bernama Klabat. Ditempat ini pula mawanua dikejutkan oleh sembilan putri/bidadari dari khayangan yang sedang mandi dikolam bahkan mengambil hasil dari kebun miliknya. Saat itu pula timbul niatnya untuk mencuri salah satu bayu (sayap) dari seorang bidadari yang ternyata adalah milik bungsu dari semblan bidadari, Mamanua membujuk Lumalundung untuk kawin dengannya tapi ada perjanjian kalau tidak boleh satupun dari rambut lumalundung yang jatuh. Dengan perasaan gembira mereka dikaruniai anak bernama “Walansendau”” tidak diduga rambut lumalundung jatuh maka sesuai perjanjian Lumalundung pun meniggalkan “Mawanua dan Walansendouw” Diperkebunannya atau sekarang disebut Tumatenden.
Menurut fungsinya, jenis tari Tumatenden termasuk seni tari pertunjukan/seni tomtonasia hiburan sosial bisa juga dipakai pada upacara perkawinan (adat Minahasa). Tari Tumatenden terdiri dari 9 putri dan 1 putra. Musik dan lagu : Suling, Tambur, Lagu Tumatenden dalam gaya : purtamento, Sumber lagu: M.W Umboh, dialek : Minut-Tonsea.
Gambar Tarian Tumatenden
7. TARI UWELA Tari Uwela merupakan suatu tari yang dilaksanakan oleh rakyat Bolaang Mongondow dimana biasanya tari ini hanya dilakukan apabila ada acara-acara khusus, misalnya pada saat mengerjakan kebun yang memerlukan tenaga yang banyak untuk melaksanakan tugas tersebut, penjemputan tamu dan lain-lain. Tari ini lahir dimana pada zaman dahulu penduduk di daerah Bolaang Mongondow diperintahkan untuk mengadakan kerja bakti (gotong royong) untuk membuat suatu jembatan merupakan kayu yang berbentuk sangat besar maka mustahil kalau hanya dapat diangkat oleh beberapa orang saja. Maka pada kesempatan itu pula diadakan suatu kerja sama ( gotong royong) untuk mengangkat bahan-bahan keperluan untuk pembangunan jembatan itu (dalam hal ini kayu). Pada saat pelaksanaan maka semua penduduk yang ada atau hadir dalam pekerjaan itu segera mengambil inisiatif untuk mengangkat bahan bangunan tersebut dimana dari sekian banyak penduduk itu dipilih seorang untuk menjadi komandan dalam mengangkat kayu yang besar itu. Komandan ini berfungsi sebagai pemimpin pekerjaan dan yang memberi semangat kepada yang lain supaya pada saat mengangkat itu semua yang ada secara bersama megangkat
kayu tersebut, karena kalau pekerjaan yang berat dilaksanakan secara bersamaan maka pekerjaan itu tidak lagi dianggap berat. Sementara pekerjaan akan dimulai maka si komandan segera naik ke atas kayu yang akan diangkat dengan posisi berdiri kemudian si komandan memerintahkan kepada anak buahnya sambil mengatakan helaan, setelah aba-aba itu diberikan dan didengar oleh anak buahnya maka serentak mereka menghela (menarik) kayu yang besar itu secara bersama-sama. Sementara itu para pekerja mengikuti ucapan yang telah diberikan oleh komandannya yang mengatakan hela, tapi diikuti dengan cara menyanyikan ucapan tersebut sehigga menjadi uwela (disesuaikan dengan lafal daerah Bolaang Mongondow). Karena pekerjaan ini memakan waktu begitu lama maka selama melaksanakan tugas, mereka terus menyanyikan Uwela sampai pekerjaan itu selesai. Jadi Uwela asal kata dari hela yang disesuaikan dengan lafal daerah bolmong yang artinya Tarik dalam bahasa Indonesia. Bentuk dan Fungsi Tari Uwela Tari Uwela ini adalah bentuk Tari tradisional Daerah Bolaang Mongondouw. Tari Uwela sering digunakan pada saat acara penjemputan dan acara kerja bakti (gotong royong). Tari Uwela ini terdapat di Desa Lolak Kecamatan Lolak Kabupaten Bolaang Mongondow. Pendukung-pendukung tari Uwela antara lain :
1. Penari. Penari pada tari Uwela ini biasanya ganjil yakrni terdiri dari 5 pasang atau lebih ditambah 1 orang yang bertindak sebagai komandan. 2. Alat Pengiring. Alat pengiring tarian ini terdiri dari seperangkat alat musik tradisional daerah Bolaang Mongondow yakni : Bonsing, Tantabua, Dadalo, Tababo, Gong/ Galantung, Tambor.
Posisi penari : Setelah naik pentas dengan jalan biasa kemudian berbaris berdua (berpasangan) dan komandan menempati posisi tengah paling depan sejajar dengan barisan paling depan. Komandan (kapel): Posisi I ini masih tetap langka biasa, kemudian hormat, Selesai hormat maka kapel mulai membawakan sastranya, setelah selesainya kapel mengungkapkan sastranya maka disambut secara bersama dengan menyanyikan Uwela – Aina Uwela.
Setelah selesai 1 bait maka pada bait 2 posisi penari berubah dimana penari yang berada di kiri dan kanan berputar – putar kemudian kembali pada posisi semula disamping itu kapel tetap membawakan sastranya dan di ikuti oleh penari lainnya secara bersama- sama melagukan Uwela – Aina Uwela. Sementara para penari berputar kekiri dan ke kanan, Si kapel mengambil posisi ke depan, setelah para penari kembali ke tempat semula maka si kapel terus menjemput mereka kemudian berdiri pada posisi semula. Gerakan ini dilakukan terus-menerus sampai sastra yang akan dibawakan selesai. Selesai koor Aina Uwela oleh penari di iringi pula oleh berhentinya gerakan tari tersebut. Gambar tarian Uwela
8. TARI MESALAI Tari Mesalai adalah salah satu tarian daerah Sulawesi Utara yang berasal dari kelompok budaya daerah Sangihe Talaud. Sejak abad ke 15 sampai dengan masa penjajahan Belanda, sistem pemerintahan di kepulauan Sangihe Talaud berada dibawah kekuasaan Raja-raja. Kehidupan di lingkungan istana telah diatur sedemikian rupa, mulai dari pimpinan yang tertinggi (Ratu) sampai ke tingkat bawahan yang disebut Mihinu (semacam pesuruh yang bertugas menyampaikan pengumuman/amanat Raja). Untuk mengurus rumah tangga kerajaan, ditunjuk seorang yang disebut Sadaha yang bertugas pula mengatur pelaksanaan upacara adat di lingkungan istana. Dalam hubungan dengan tugas menghibur Raja dan para Bangsawan, diperlukan beberapa jenis kesenian yang cocok dengan kehidupan istana. Tari Mesalai atau lasimnya disebut Mesalai, termasuk salah satu tarian yang diangkat ke istana. Tarian yang dulunya oleh masyarakat dijadikan sebagai sarana
pemujaan dalam upacara penyembahan kepada Ghenggona (Tuhan) menjadi tarian istana dan diberi nama Tari Gunde. Penari-penari gunde terdiri dari putriputri kaum bangsawan. Sedangkan Mesalai yang lahir di lingkungan rakyat biasa tetap menjadi milik rakyat. Di zaman dahulu kala, masyarakat Sangihe Talaud telah mengenal adanya kekuatan yang memberi hidup yang mereka sebut Ghenggona Langi, Dauatang Saluruang (Tuhan Yang Maha Tinggi, Penguasa Alam Semesta). Mereka menyadari bahwa segala sesuatu yang merupakan keberhasilan/keberuntungan adalah pemberian Ghenggona (Tuhan). Itu sebabnya mereka wajib bersyukur dan menyembah. Dan Tari Mesalai merupakan bagian dari upacara penyembahan seperti: Upacara Adat Menulude (Upacara Syukuran pergantian tahun) Upacara Adat Mekawing (Upacara adat perkawinan) Upacara Adat Dumangeng Bale (Upacara naik rumah baru) Upacara Menondong Sakaeng (Upacara peresmian perahu baru) Upacara Adat Mengasi (Menanam padi). Upacara-upacara tersebut dianggap tidak lengkap, apabila tidak diikuti dengan Mesalai sebagai acara puncak setelah upacara inti selesai dilaksanakan. Segala keberuntungan, keberhasilan, mereka ungkapkan dengan penuh syukur sambil bergembira lewat Tari Mesalai. Fungsi Tari Mesalai Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa Tari Mesalai merupakan bagian dari upacara penyembahan lewat upacara syukuran atas keberhasilan/ keberuntungan mereka dalam kehidupannya. Dengan demikian maka Tari Mesalai berfungsi sebagai pengungkapan atas berkat dan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa. Hal ini lebih jelas lagi dimana dalam Tari Mesalai diungkapkan petunjukpetunjuk, nasehat-nasehat, petuah/ajaran tentang kehidupan manusia dalam hubungannya dengan sang Pencipta, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan lingkungannya melalui lirik lagu Sasambo. Dari segi geraknya, tari ini menggambarkan pula beberapa sikap hidup yang harus dipantuhi yakni: Gerak yang lembut dan halus sabagai simbol kehalusan budi. Mata yang tajam terarah pada satu titik pandangan adalah simbol kesetiaan Pria dilarang keras menyentuh wanita sementara menari sebagai simbol rasa hormat satu terhadap yang lain Deskripsi Tari Mesalai
1. Bentuk Tari Tari Mesalai pada dasarnya berbentuk tari kelompok karena dalam penampilannya tari ini merupakan rangkaian dari upacara tradisi (syukuran) dimana peserta upacara secara langsung terlibat dalam suasana upacara yang mereka laksanakan. Tarian ini merupakan tarian bebas dalam arti tidak terikat oleh komposisi tertentu sebagaimana yang diinginkan dalam suatu bentuk pertunjukan yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu. Hal ini terjadi karena secara spontan semua peserta upacara dapat menari bersama-sama dalam formasi yang bebas sesuai gerakan yang terdapat pada tari Mesalai. Jika pada gambar terlihat formasi yang teratur, itu hanya dipersiapkan untuk kepentingan penyusunan Naskah atau ditata untuk kepentingan suatu pertunjukan. Tetapi dalam bentuk asli Tari Mesali ditarikan secara bebas tanpa formasi yang teratur. 2. Gerak Tari Ada 4 gerak dasar dalam Tari Mesalai yakni: 2.1.Mamidura (Gerak Penghormatan). Gerakan ini harus dilakukan oleh setiap penari yang masuk arena/pentas maupun disaat mau keluar atau meninggalkan pentas. 2.2.Mengaleke (sentakan kaki). Gerakan ini dilaksanakan pada saat berjalan atau mengelilingi arena atau pentas. Mengaleke dengan tekanan keras dilaksanakan oleh penari pria, sedangkan mengaleke dengan tekanan lembut dilaksanakan oleh penari wanita. 2.3.Salaing (Gerak tari, gerak tangan). Gerakan ini adalah gerakan tangan yang menari-nari, diikuti oleh gerakan tubuh yang dapat diputar/serong ke kiri, ke kanan atau ke depan dengan posisi badan agak miring dan dilakukan juga dengan gerak mengeper dan dalam posisi badan merendah. 2.4.Medalika (gerak spontan yang terjadi karena luapan kegembiraan). Biasanya gerak Medalika terjadi seperti penari pria dan wanita saling berhadapan, mengerlingkan mata, atau saling memperlihatkan sapu tangan. 3. Iringan Tari Mesalai 3.1.Instrumen: – Tagonggeng – Ulintang – Nanaungang 3.2.Vokal: SASAMBO, yang terdiri dari:
– Lagung Bawine – Lagung Sonda – Sasahola – Lagung Balang – Lagung Duruhang 3.3.Pola irama Tagonggong dengan tengkelu Bawine atau lagung Bawine: Not…. 3.4.Pola irama Tagonggong dengan tengkelu Sonda atau lagung Sonda: Not…. 3.5.Pola irama Tangonggong dengan tengkelu Sahola atau Sasahola: Not…. 3.6.Pola irama Tangonggong dengan tengkelu Balang atau lagung Balang: Not….. 3.7.Pola irama Tangonggong dengan tengkelu Duruhang atau lagung Duruhang: Not…. 3.8.Pola irama Ulintang (sama untuk semua jenis Sasambo): Not… 3.9.Pola irama Nanaungang (sama untuk semua jenis Sasambo): Not… 3.10.Dasar Melodi Sasambo: Not……. Melodi ini tidak tepat benar penulisannya karena sistem penulisan yang belum ditemukan untuk penotasian lagu Sasambo. Kesulitannya karena pembawaan lagu Sasambo, selalu bervariasi menurut cita rasa yang ia bawakan. Selain itu kemampuan berimprovisasi sangat menentukan pemakaian melodi lagu. Kadang-kadang dari sol dapat bervariasai ke fa atau mi, do bervariasi ke re atau si. 3.11.Lirik Sasambo: Lirik Sasambo sangat banyak jenisnya sesuai dengan tema yang diungkapkan dalam situasi kehidupan dalam hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam. Biasanya tema-tema yang dibawakan seperti keagamaan, pujian, nasehat, perjuangan, pergaulan dan lain-lain. Di bawah ini diberikan lirik Sasambo yang dipakai pada saat peragaan Tari Mesalai dengan bertemakan pujian atau sanjungan atas ketrampila para penari. 1. Kawasang ana gunde, Kumondang Kapetuilang. Artinya : Keanggunan penari wanita Kerdipan matanya seperti disangga.
2. Supedimpolongang Salaing ese mang ene Artinya : Dalam setiap pertemuan, penari pria tetap ada. 3. Sengkalintu Sengkarangeng, Sengkapemedi Limbene. Artinya : Serempak turun serempak naik, serempak mengayunkan tangan. 4. Basalipe mapia, Salai megegunena. Artinya : Berbalaslah lagu dengan baik, penari semakin halus dan mantap. 4.Pakaian Tari Mesalai Pakaian Tari Mesalai aslinya mengenakan pakaian adat yang disebut Laku Tepu. Namun dalam perkembangannya, laku tepu sudah jarang dipakai. Dan kini masyarakat telah menggunakan kain tenunan modern hanya masih menyesuaikan dengan bentuk asli Gambar Tarian Mesalai
9. TARI MOKOSAMBE Tari Mokosambe adalah sebuah tarian tradisional yang berasal dari Bolaang Mongondow Sulawesi Utara. Tari ini diangkat dari ceritera rakyat Bolaang Mongondow yang mengisahkan tentang tujuh puteri/bidadari yang turun dari khayangan untuk mandi di suatu tempat pemandian yaitu disebuah lereng gunung Kamasaan Kec. Sang Tombolang Bolaang Mongondow. Tari Mokosambe merupakan tarian hiburan yang diciptakan oleh Harzad Simanon (alm) dengan sumber ceritera rakyat dari bapak Bernard Ginupit. Pada saat putri-putri sedang mandi ternyata salah satu sayap yakni sayap dari putri bungsu yang bernama “ Bua Poyandi “ telah direbut oleh putra Raja yang bernama “Mokosambe” sehingga Putri bungsu ini tidak bisa kembali ke khayangan.
Putri bungsu ini tidak dapat mengelakkan niat baik dari pangeran Mokosambe, sehingga pada akhirnya “Bua Poyandi” dipersunting oleh Mokosambe. Tidak jauh dari tempat kejadian itu terdapat sebuah goa yang besar yang dihuni oleh seorang yang bernama “Bangkela” yang terkenal dengan buasnya apabila ia menghadapi musuh. Penghuni goa ini mempunyai niat yang sama dengan mokosambe yaitu ingin mempersunting Putri Bungsu. Akhir kisah penghuni goa ini menyerah kalah atas kesaktian dari pangeran Mokosambe. Kisah Mokosambe sebenarnya masih memiliki kelanjutan namun dalam penggarapan tari tidak dilanjutkan. Tarian ini dalam garapan berfungsi sebagai tari hiburan. Alat Pengiring Tari Mokosambe : Gendang panjang Gulantung Molaben (Gong besar) Gulantung Mointok (Gong kecil) Bansi ( Suling ) Pakaian : Daerah Bolaang Mongondow dilengkapi dengan atribut : Selendang Keris Penari : 7 (tujuh) wanita dan 2 (dua) Pria, lokasi penyebaran Kabupaten Bolaang Mongondow. Gambar Tarian Mokosambe
10. TARI PASASANGGORRAMA Tari Pasasanggarroma adalah tari tradisional Sulawesi Utara yang berasal dari Kabupaten Talaud. Tari Pasasanggarroma diangkat dari ceritera rakyat masyarakat Talaud yang menggambarkan tentang bagaimana tatanan kehidupan sosial masyarakat Talaud dahulu dalam melakukan berbagai aktivitas dimana unsur kebersamaan selalu diutamakan sehingga daerah ini dikenal dengan semboyan kebersamaan ” SANSIOTE SAMPATE PATE ” yang artinya masyarakat Talaud dalam kehidupannya sehari-hari baik itu dalam bertani, sebagai nelayan dan dalam suka maupun duka atau aktivitas lainnya unsur kebersamaan sangat jelas terlihat, dan setiap saat selalu dilakukan Doa bersama sebelum dan sesudah melaksanakan aktivitas. Oleh sebab itu dalam garapan Tari Pasasanggarroma unsur kebersamaan menjadi inti / tema pengungkapan ekspresi para penari melalui gerak dan alunan musik pengiring tari. Pasasanggarroma sendiri memiliki arti yaitu saling memberi tumpangan satu sama lainnya. Pemeran Tari Pasasanggarroma adalah Penari terdiri dari 24 pasang (pria dan Wanita), memainkan alat musik : Keroncong 5 Orang, Gitar 3 Orang Tambur 4 Orang dengan menggunakan busana Pakaian daerah Talaud Gambar Tarian Pasasanggorrama