IDENTIFIKASI BENTUK DAN FUNGSI TARIAN REJANG SUTRI DI DESA BATUAN, SUKAWATI, GIANYAR SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH KEBUDAYAAN DI SMK NEGERI 3 SUKAWATI Oleh ; I Gede Oka Parwata, 0914021031 (e-mail:
[email protected]) Dra. Desak Made Oka Purnawati, M.Hum Jurusan pendidikan sejarah
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1)Latar Belakang Tari Rejang Sutri sebagai tarian sakral, (2) Bentuk dan fungsi tarian Rejang Sutri, dan (3) nilai-nilai dalam tari Rejang Sutri sebagai sumber belajar sejarah kebudayaan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian kualitatif ialah (1) Penentuan Rancangan, (2) Penentuan Lokasi, (3) Jenis dan Sumber Data (4) Pengumpulan data, (Observasi, Wawancara, Studi Kepustakaan, Instrumen Penelitian, Penentuan Informan dan Analisis data). Berdasarkan temuan di lapangan ada faktor historis tari Rejang Sutri, lahir pada abad ke-17 tepatnya tahun 1658 di Kerajaan Timbul (Sukawati) saat berkuasa Ida Sri Aji Maha Sirikan bergelar I Dewa Agung Anom. Saat itu ada pengikut Balian Batur yaitu I Gede Mecaling yang sangat meresahkan masyarakat dengan menebar penyakit non medis, untuk mengurangi keresahan akan ancaman I Gede Mecaling masyarakat menarikan Tarian Rejang Sutri. Tarian Rejang Sutri melambangkan bidadari, sehingga membuat I Gede Mecaling terlena dan lupa untuk menebar penyakit. Oleh karena itu tarian ini dianggap sebagai penangkal ancaman penyakit dari I Gede Mecaling. Tarian tersebut disakralkan sampai sekarang. Bentuk tarian Rejang Sutri adalah suatu tarian yang ditarikan oleh sekelompok wanita yang merupakan tarian massal. Sedangkan bentuk gerakannya ada tiga yaitu: (1)Nyaup, (2)Ngembat, (3)Mejalan. Fungsinya ada empat yaitu: (1)Fungsi Religius, (2)Pendidikan, (3)Estetika, (4)Sosial. Nilai tarian Rejang Sutri yang dapat dijadikan sumber belajar sejarah kebudayaan: (1)Nilai historis yang terkandung dalam Tari Rejang Sutri di Desa Batuan dapat menimbulkan spirit atau kekuatan bagi masyarakat Batuan. (2)Nilai keyakinan Tari Rejang Sutri merupakan tari sakral, dipercaya untuk penolak bala dan menghindarkan dari wabah penyakit. (3)Nilai ekstrinsik Tari Rejang Sutri merupakan warisan leluhur yang di lestarikan sampai saat ini. (4)Nilai sosial dan sistem komunikasi merupakan satu organisasi yang menghasilkan keterampilan seni, dan sistem komunikasi antara Prajuru, penari, pemangku, serta masyarakat. Kata Kunci : Bentuk, Fungsi, Sumber belajar sejarah kebudayaan
1
ABSTRACK The goal of this research is to knows (1) the background of Rejang Sutri dance as a sacred dance, (2) the forms and the function of Rejang sutri dance, (3) the values inside Rejang sutri dance as a leaning sources in history culture. The kind of this research is qualitative research. The steps that does in this qualitative research are (1) determining the programs, (2) determining the location, (3) the kind and the sources of the data, (4) collecting the data , (observation, interview, material resources, research instruments, determining the person who gives the information and data analysis). Base on the finding in the location there are historic factor on Rejang Sutri dance. Rejang Sutri dance established on the 17 centuries ago, that was on 1658 in Timbul kingdom in Sukawati. In that moment the king of this kingdom is Ida Sri Aji Maha Sirikan and he always called as I Dewa Agung Anom. In that moment there was a student of Balian Batur named I Gede Mecaling that always disturbing the society by making many people sick with non-medical disease, to decrease the fear of the society about the threatens of I Gede Mecaling. The society dance Rejang Sutri dance. RejangSutri dance as a symbol of angel, so it can make I gede Mecaling forget to spread the disease, so this dance reputed as a charm of the desease from I gede Mecaling. This dance is sacred until now. Rejang Sutri dance is a dance that dancing by a group of girl and it has three movements that are (1) Nyaup, (2) Ngembat, (3) Mejalan. There are four functions they are (1) Religious function, (2) education, (3) aesthetic (4) social. The value of Rejang sutri dance can be use as historical culture sources: (1) reliance value, Rejang Sutri dance is a sacred dance, and it believed as a rejecter of disaster. (2) art values, it is a legacy of ancestors that everlasting until nowadays (3) social organization system, is a organization that produce art skill (4) communication value between prajuru, dancer, Pemangku, and the society.
Key words: Form, Function, a leaning sources, in history culture
2
meliputi beberapa orang penuntun yang
Latar Belakang Salah satu kesenian di Bali adalah
disebut “pemaret” yang biasanya dilakukan
tari.
dapat
oleh penari yang sudah berpengalaman.
berdasarkan
Para pemaret selalu menari di barisan
fungsinya, yaitu: (1) Seni Tari Wali, (2) Seni
paling depan dan penari lainnya biasanya
Tari Bebali, (3) Seni Tari Balih-balihan. Seni
mengikuti dari belakang. Di mana-mana
tari wali di Bali yang cukup terkenal yaitu
penari Rejang terlebih dahulu disucikan
Tari Rejang (Yudabakti, 2007:64-65). Dalam
dengan berbagai sesaji (Yudabakti, 2007:
lontar Usana Bali disebutkan bahwa Rejang
68).
seni
Di
dikelompokkan
Bali
seni
menjadi
3
tari
adalah simbul widyadari yang turun ke
Di daerah Gianyar dikenal tarian
dunia menuntun Ida Bhatara pada waktu
Rejang yang sangat beragam salah satunya
melasti atau tedun kepeselang. Tari Rejang
adalah Rejang Sutri di Desa Batuan,
adalah sebuah tarian sakral yang ditarikan
Gianyar. Pada umumnya Tari Rejang Sutri
pada areal pura atau berdekatan dengan
dipersembahkan
letak sesaji. Penarinya adalah wanita (anak-
berbeda dengan di Desa Pakraman Batuan
anak, setengah baya atau daha-daha, para
Tari Rejang Sutri dipersembahkan kepada I
gadis) yang belum kawin, mereka menari
Gede Mecaling yang oleh masyarakatnya
beriring-iringan atau berbaris melingkar di
sangat
halaman pura mengitari tempat suci atau di
dipercaya sebagai penolak bala. Selain
mana pratima-pratima ditempatkan. Para
sebagai penolak bala yang membedakan
penari Rejang pada umumnya memakai
tarian Sutri di daerah Desa Pakraman
pakaian adat atau pakaian upacara, dengan
Batuan dengan tarian Sutri di daerah
memakai hiasan bunga–bunga emas di
lainnya dilihat dari kostum yang digunakan,
kepalanya dan hiasan-hiasan lainnya sesuai
dan penarinya tak memandang tingkat usia,
kebiasaan desa masing-masing. Dilihat dari
Jika penari Rejang umumnya hanya remaja
geraknya tarian Rejang sangat sederhana,
atau truna-truni yang belum menstruasi atau
tempo geraknya cenderung pelan dengan
akhir balik, sedangkan di Desa Pakraman
kualitas yang mengalun. Gerak-gerak yang
Batuan justru orang boleh menari tidak
dominan pada tari Rejang yaitu ngembat,
dibatasi usia dan statusnya. Hal ini menarik
dan ngelikes kanan dan kiri yang dilakukan
untuk diteliti agar diperoleh pemahaman
sambil
yang lebih komprehensif tentang tarian
melangkah
kedepan
secara
perlahan. Pada umumnya penari Rejang
Rejang.
pada saat menari tidak berdialog atau menyanyi. Di banyak desa penari Rejang 3
kepada
disakralkan
dewa.
karena
Namun
tarian
ini
Sejak dahulu di Bali, ada suatu kepercayaan bahwa pada sasih keenem dikenal dengan berjangkitnya berbagai macam penyakit. Pada saat itu, I Gede Mecaling sedang berkelana di Bali untuk mencari mangsa. Dengan berbuat onar yang sangat meresahkan masyarakat (Kader, Wawancara tanggal 25 Januari 2014). Hal ini juga didukung oleh
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi latar belakang munculnya Tarian Rejang Sutri di Desa Pakraman Batuan,dan mengetahui bentuk serta fungsi Tarian Rejang Sutri dan nilai-nilai yang terdapat pada Tarian Rejang Sutri yang dapat dijadikan
sumber
belajar
Sejarah
Noviantari.
Kebudayaan di SMK N 3 Sukawati.
kira-kira
sebagai berikut ; 1. Menentukan lokasi Penentuan
Informan,
tahun
1658
Kerajaan
Timbul
(Sukawati) di bawah kekuasaan Ida Sri Aji
3.
Maha Sirikan yang bergelar I Dewa Agung
Metode Pengumpulan Data ( Observasi,
Anom. Sebelum beliau menduduki tahta
Wawancara dan Studi Kepustakaan ), 4.
kerajaan pada daerah yang diberikan oleh
Metode Analisis Data dan 5. Jenis dan
Raja Mengwi, terlebih dulu beliau ingin
Sumber Data.
meninjau daerah-daerah tersebut. Dalam
Hasil dan Pembahasan Adapun
peninjauan tersebut terdengarlah masih ada
faktor-faktor
yang
pengikut Balian Batur yang bernama I Gede
melatarbelakangi kemunculan tarian Rejang
Mecaling
Sutri di Desa Batuan, Gianyar dapat dilihat
sejarah
(historis)
dan
di
Tegalinggah
Mecaling dari tempat itu karena I Gede Mecaling
Aspek Sejarah ( Historis ) wawancara
tinggal
itu, beliau berusaha mengusir I Gede
Religi
Kepercayaan atau Keyakinan.
hasil
yang
Banjar Jungut Desa Batuan. Oleh karena
dari beberapa aspek, diantaranya yaitu
Dari
Mecaling
diuraikan sebagai berikut: Pada abad ke 17
deskriptif kualitatif dengan kerangka kerja
aspek
Gede
dalam Noviantari (2012). Isi babad dapat
Penelitian ini menggunakan metode
2.
I
terdapat dalam Babad Dalem Sukawati
Metode Penelitian
penelitian,
Perihal
dianggap
masyarakat dengan
dan
selalu
meresahkan
ditakutkan
akan
menghambat beliau menduduki tahta di
Bapak I Wayan Kader (56 tahun) selaku
kerajaan Timbul. Sri Aji Maha Sirikan
prajuru Desa Pakraman Batuan, asal-usul
kemudian memerintahkan I Dewa Babi
atau sejarah Tari Rejang Sutri di Desa
untuk mengusir I Gede Mecaling. Pada
Pakraman Batuan dapat diuraikan sebagai
suatu hari ada beberapa pedagang garam
berikut:
dari Gumicik kemalaman di Desa Batuan, kemudian menginap di rumah I Dewa Babi. 4
Akhirnya salah seorang dari pedagang
Batuan.
garam tersebut tidak luput dari gangguan I
pertarungan dimulai, sesudah babi guling itu
Gede Mecaling. Setelah tengah malam
matang, babi guling yang diikat dengan tali
pedagang garam itu menderita sakit perut
pohon pisanglah yang terbakar talinya. Babi
sampai
lalu
guling yang diikat dengan tali pohon pisang
disampaikan kepada I Dewa Babi, maka ia
merupakan pilihan I Gede Mecaling. Oleh
merasa terkejut. Oleh karena itu I Dewa
karena itu kekalahan ada pada I Gede
Babi mengobati pedagang garam itu sampai
Mecaling. Sesuai dengan perjanjian maka I
sembuh. Kejadian inilah yang dijadikan
Gede Mecaling segera diusir dari Desa
alasan oleh I Dewa Babi untuk mendatangi
Batuan. Atas perjanjian tersebut I Gede
dan menuduh I Gede Mecaling bahwa
Mecaling keluar dari Desa Batuan pergi ke
sakitnya
karena
Nusa Penida dengan penuh rasa dendam
I
Gede
(Noviantari, 2012: 45-47). Kendatipun I
Mecaling merasa kena tamparan
yang
Gede Mecaling telah kalah namun sewaktu-
sangat berat dari I Dewa Babi, kemudian
waktu ia berjanji akan datang kembali untuk
terjadilah perang mulut, akhirnya sama-
mengganggu
sama saling mengadu kesaktian, dengan
menebar merana atau wabah penyakit
perjanjian barang siapa yang kalah harus
ketakutan akan ancaman dari dendam I
rela dan bersedia diusir dari daerah Batuan.
Gede Mecaling inilah yang menjadi awal
Dalam mengadu kesaktian yang menjadi
munculnya tarian Rejang Sutri di Desa
sarana adalah dua ekor babi guling. Salah
Batuan.
satu dari babi guling itu kakinya diikat
penduduk di Desa Batuan akan gangguan
dengan tali dari kulit pohon pisang dan yang
dari I Gede Mecaling, serta agar terhindar
satu lagi diikat dengan benang. Bilamana
dari marabahaya dan wabah penyakit.
sampai babi guling itu matang salah satu
Kecemasan
dari
menghantui
muntah-muntah.
perbuatan
pedagang I
guling
pengikatnya,
Gede
garam
yang
itu
itu
Mecaling.
tersebut maka
Hal
terbakar
tali
memilih
babi
Untuk
Setelah
sama-sama
daerah
Diawali
dan
tersebut.
dengan
rasa
masyarakat
menghilangkan
siap,
Dengan
kecemasan
takut Desa
selalu Batuan.
kecemasan
dan
guling itu dinyatakan kalah. Setelah sama-
ketakutan
sama setuju, I Gede Mecaling memilih babi
masyarakat Batuan datang ke Pura Desa
guling yang diikat dengan tali pohon pisang
untuk memohon keselamatan kepada Ida
dan I Dewa Babi memilih yang diikat
Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan menari
dengan tali benang. I Dewa Babi di samping
tarian Rejang Sutri bersama-sama untuk
menggunakan kesaktiannya juga memohon
menghilangkan kecemasan mereka, dan
restu dari bhatara-bhatari di Pura Desa
harapan mereka agar kalau sewaktu-waktu 5
ini,
maka
semua
anggota
datang akan terlena serta mengurungkan
yang juga dilaksanakan setiap hari sebelum
niatnya
ini
pementasan Tari Rejang Sutri. Mengenai
dianggap berhasil mencegah penyakit atau
gocekan tersebut dapat dipetik dari prasasti
keresahan masyarakat sehingga ritual ini
Batuan berangka tahun 944 saka yang
tetap dipertahankan sampai sekarang.
mencatat adanya tabuh rah diantaranya
Religi (Kepercayaan atau Keyakinan)
berbunyi:
menebar
penyakit.
Usaha
“……..kunang yan manawunga ing pangudwan makantang tlung parahatan, tan pamwita ring nayaka saksi mwang sawung tunggur, tan knana minta pamli…….” Artinya:
Percaya adanya suatu kekuatan di luar
sistem
pikiran
kesadaran
dan
manusia
atau
dalam
manusia,
alam
perasaan-perasaan
berkeyakinan
bahwa
dengan menarikan tari Rejang Sutri akan mendapat Hyang
perlindungan
Widhi
Wasa.
dari
Ida
Dengan
“Adapun bila mengadu ayam di tempat suci dilakukan tiga sehet, tidak meminta ijin kepada pihak berwenang dan juga kepada pengawas sabungan, tidak dikenakan cukai
Sang adanya
kekuatan-kekuatan di luar sistem kesadaran manusia ini, akhirnya sebagai cetusan hati dalam mewujudkan serta menyatakan rasa
Makna
acara
gocekan
tersebut
baktinya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi
merupakan
Wasa, mereka menari bersama dengan
perhatian
perasaan tenang, gembira dan hilang dari
pengikutnya
sekiranya
kecemasan. Mereka menari menurut irama
mengganggu
ketentraman
yang sangat teratur dengan gerak tari yang
Batuan.
halus, lemah lembut dan sangat indah yang
Batuan gocekan merupakan sabung ayam
diiringi
yang sudah diamanatkan dalam prasasti
dengan
suara
gambelan
yang
usaha I
untuk
Gede
Bagi
mengalihkan
Mecaling
krama
beserta
berkehendak
Desa
masyarakat Pakraman
sayup-sayup. Tarian tersebut mereka sebut
sehingga
dengan Tari Rejang Sutri. Masyarakat Desa
masyarakat Desa Batuan, khususnya para
Batuan percaya bahwa, ketika Tari Rejang
laki-laki
Sutri dipentaskan, I Gede Mecaling yang
kesanga) (Noviantari, 2012: 56-57). Pada
hendak datang meresahkan masyarakat
jaman dahulu gocekan menggunakan jenis
Desa
ayam ijo, gading, bang karna janggaran
Batuan
menjadi
mengurungkan
wajib
pada
dilaksanakan
(sasih
keenem
oleh
sampai
niatnya tersebut, karena terpesona dengan
yang
adanya
wawancara
perkembangan jaman jenis ayam tersebut
tanggal 25 Januari 2014). Rangkaian yang
sulit ditemukan sehingga perkembangannya
tidak
saat
tarian
ini
terpisahkan
(Kader,
dari
pementasan
ini
adalah sebuah gocekan (sabung ayam)
ini
kecil,
menggunakan
namun
manuk
dalam
(ayam
jantan). Pada jaman dahulu ketika ayam 6
masih
yang kecil-kecil mulai galak dan saling
kedua tangan diputar kedalam sehingga
beradu berarti sudah mulai sasih keenem,
antara telapak tangan kanan dan kiri
meski tidak ada orang yang mengadu.
berhadap-hadapan. (b) Ngembat, ada dua
Setelah ngembak nyepi, meskipun dicoba
macam ngembat yaitu mengembat kiri dan
untuk diadu, ayam-ayam tidak akan mau
mengembat kanan, posisi berdiri kaki kanan
beradu karena hilang masanya, sehingga
di depan sirang pada (arah diagonal)
tidak akan ada ayam yang beradu dan
dengan lutut dibengkokkan, berat badan
masyarakatpun
menyelenggarakan
terletak pada kaki kiri, tangan kiri lurus ke
gocekan ini (Kader, wawancara tanggal 25
samping dan tangan kanan sirang susu
januari 2014).
(dada). Ngembat kanan adalah kebalikan
Iringan Tari Rejang Sutri
dari ngembat kiri. (c) Mejalan, adalah
tidak
gerakan tari maju silang kedepan. Pada Pementasan memakai lasem,
lagu-lagu
pelayon
sepasang wadon,
Tari
kemong,
Sutri
pengawak
dan
kendang
Rejang
kuntul.
maupun kanan, lutut tetap dibengkokkan,
Memakai:
pelegongan kajar,
waktu berjalan baik kaki kiri yang maju
legong
sehingga badan menjadi agak rendah,
lanang
kepul
tangan tetap ngembat serta berat badan
(gong),
pada kaki kiri yang dibelakang, begitu pula
cengceng dan sekelompok gangsa yang
pandangan
terdiri dari dua gangsa pengugal, empat
Busana penari Rejang Sutri di Desa
panca nada yaitu: nding, ndong, ndeng,
Pakraman Batuan umumnya menggunakan
ndung, ndang. Lagu yang paling sering
selendang besar, selendang kecil, kamen,
dipakai mengiringi tari Rejang Sutri adalah (Sumber:
Kader,
Busana Tari Rejang Sutri
jegogan. Gambelan ini memakai laras pelog
lasem
(Sumber:
wawancara tanggal 25 Januari 2014).
pemade, empat kantil, dua jublag dan dua
pengawak
kedepan
kain prada dan tapih lancingan yaitu kain
Kawit,
yang memanjang kebelakang di bawah
Wawancara tanggal 23 juni 2014).
penari. Hiasan kepala menggunakan bunga
Pola dan Fungsi Tari Rejang Sutri
sandat,
cempaka,
Gerakan Tari Rejang Sutri
Pemakaian
emas
busana
Tari
atau
imitasi.
Rejang
Sutri
Adapun gerakan yang terdapat pada
dibedakan menjadi dua yaitu: (1), Busana
tari Rejang Sutri antara lain : (a) Nyaup
pada hari-hari biasa yang menggunakan
adalah posisi berdiri, badan agak rendah,
kain
kedua
lutut
stagen, dan selendang kain yang dipakai
kiri
dipinggang penari. (2), Pada hari rerahinan
arahnya diagonal dengan siku ditekuk serta
seperti kajeng kliwon, purnama, tilem, dan
kaki
dibengkokkan,
tapak
sirang
tangan
pada,
kanan
dan
7
kebaya
lengan
panjang,
kamen,
hari suci lainya menggunakan busana
Desa Pakraman dan dilangsungkan secara
sebagai berikut: Tapih lancingan, yaitu
bergilir. Pembagian ini disesuaikan dengan
sebidang kain yang dipakai pada bagian
jumlah
bawah dari penari yang memanjang sampai
Banjar dan selanjutnya untuk Krama Banjar
satu meter kebelakang (Sumber: Kawit,
yang mendapat giliran ngayah diatur oleh
Wawancara tanggal 11 Maret 2014).
Kelihan Banjarnya masing-masing (Sumber:
Penari Tari Rejang Sutri
Kawit, Wawancara tanggal 11 Maret 2014).
Penari Tari Rejang Sutri adalah
kepala
keluarga
masing-masing
Fungsi Tari Rejang Sutri
krama perempuan Desa Pakraman Batuan
Fungsi Religius
yang masih mampu menari, karena para
Pada
intinya
tari
Rejang
Sutri
penari tidak dibatasi oleh usia. Tari Rejang
mempunyai fungsi yang sangat sakral,
Sutri ditarikan oleh penari perempuan yang
karena dalam penciptaan seni tari ini
bersih dan tidak dalam keadaan cuntaka
awalnya hanya untuk kepentingan kegiatan
atau haid untuk remaja dan dewasa. Setiap
keagamaan
malam penari Rejang Sutri yang berjumlah
memuja kebesaran Tuhan, mengandung
64 orang. Desa Pakraman Batuan terdiri
makna bahwa tari Rejang Sutri dipentaskan
dari 8 banjar adat, maka sesuai dengan
bertujuan untuk mensosialisasikan ajaran
pembagian
4
Agama Hindu yang bersumber pada weda.
tempekan
Tari Rejang Sutri di Desa Pakraman Batuan
mengutus 20 orang penari untuk ngayah
mempunyai fungsi sebagai tari upacara
nari Rejang Sutri setiap harinya. Pembagian
(ritual),
pengayah ini bermula saat kepengurusan
menjelang sasih keenem (bulan November)
Jro Bendesa I Wayan Bendi (56 tahun)
sampai sasih kasanga (bulan Maret) tahun
yang melihat bahwa minat masyarakat
berikutnya
untuk mempertahankan Tari Rejang Sutri ini
upacara Bhuta Yadnya karena pada sasih
semakin
keenem
tempekan,
oleh
krama
menjadi
masing-masing
berkurang,sehingga
pengayah
tersebut dibagi setiap harinya. Adapun masing Dentiyis,
jumlah
tempekan Delod
Tunon
pada
saat
yang
sampai
Ungkapan
sasih
kalima
bersamaan
akhir
untuk
sasih
atau
dengan
kasanga
merupakan sasih gering yang biasanya
penari
yaitu:
semata.
masing-
masyarakat akan melaksanakan upacara
(Tempekan
pecaruan atau mecaru di perbatasan desa
20
orang),
serta di rumah masing-masing. Dengan
(Tempekan Peninjoan, Jungut 20 orang),
demikian Tari Rejang Sutri memiliki fungsi
(Tempekan Puaya 20 orang), (Tempekan
sebagai tari wali (upacara), tari tolak bala
Jeleka, Pekandelan, Banjar Tengah 20
atau tari sakral yang wajib dipertunjukan
orang). Tergantung dari jumlah kuren krama
menjelang 8
sasih
kalima
sampai
sasih
kadasa
tahun
dengan
sesama manusia yang merupakan salah
pertunjukan setiap hari mulai pukul 19:00
satu bagian dari konsep keharmonisan Tri
wita sampai selesai. Ini menandakan bahwa
Hita Karana. Dengan ngayah menari ke
masyarakat
Batuan
pura otomatis interaksi kita dengan sesama
berharap dengan dipertunjukannya Tari
para penari akan menjadi baik, dan akan
Rejang Sutri, keharmonisan, keselamatan
tercipta
dunia tetap terjaga yaitu dunia atas, tengah
melakukan
dan bawah yang berpijak pada konsep Tri
kekompakannya
Hita
penari dengan penabuh, manggala upacara
Karana
berikutnya,
Desa
tiga
Pakraman
kerangka
kehidupan
keharmonisan tarian
karena
dalam
kita
dituntut
ini
antar
sesama
penari,
masyarakat penganut Agama Hindu di Bali.
dan krama desa sebagai manusia saksi
Fungsi Pendidikan
kegiatan
Dalam
pementasan
Tari
lingkungannya yang merupakan salah satu bagian dari konsep keharmonisan Tri Hita
pendidikan Agama Hindu yang sifatnya non
Karana. Dengan adanya tarian Rejang Sutri
formal berdasarkan pada konsep Tri Hita
ini keharmonisan dengan lingkungan akan
Karana yakni tiga hal yang menyebabkan
Harmonisasi
kesejahtraan.
tentang
parahyangan,
terjaga karena kita terbiasa melakukan ngayah di pura, baik dengan sesama penari, para prajuru desa, pemangku, yang
pawongan dan palemahan. Parahyangan
akan membuat lingkungan sekitar kita
adalah kewajiban manusia untuk dapat
menjadi harmonis.
menjaga hubungan yang harmonis dengan
Fungsi Estetika
Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang
Fungsi estetika dalam pementasan
Maha Esa yang merupakan salah satu
Tari
bagian dari konsep keharmonisan Tri Hita
Rejang
Sutri
dapat
diamati
dari
gerakan-gerakan yang lemah lembut dan
Karana kepada yang maha suci. Karena
mencerminkan keindahan serta perpaduan
dengan melakukan atau ngayah menari tari
yang
Rejang Sutri kita sudah menunjukan rasa
harmonis
antara
gerakan
dan
gambelan sebagai pengiring. Selain itu,
bhakti kita kehadapan Ida Sang Hyang
busana
Widhi Wasa, serta memohon keselamatan
dan
sarana
upakaranya
yang
berupa penataan sanganan jaja kukus
agar terhindar dari marabahaya. Pawongan
sebagai
adalah kewajiban manusia untuk dapat
kelengkapan
memberikan
menjaga hubungan yang harmonis antar
keindahan
sesajen yang
juga memiliki
fungsi masing-masing, disamping rasanya 9
palemahan
menjaga hubungan yang harmonis dengan
keterampilan-keterampilan yang termasuk
atau
Sedangkan
adalah kewajiban manusia untuk dapat
Rejang
Sutri di Desa Pakraman Batuan terdapat
keharmonisan
ritual.
sehingga pementasan Tari Rejang Sutri
keakraban sosial yang produktif. Krama
memberikan rasa kagum, rasa aman, rasa
Desa
senang dan nyaman kepada masyarakat
setiap hari melalui pementasan tari ini.
Desa Pakraman Batuan. Jajan sebagai
Keakraban
kelengkapan
menumbuhkan kondisi sosial yang kondusif
upacara
setelah
menjadi
Pakraman
Batuan
sosial
dipertemukan
yang
dinamis
dapat
paridan menjadi berkah bagi krama Batuan
untuk
khususnya bagi yang datang mengikuti
pemikiran, wacana dan prilaku sosial yang
upacara.
dapat
Estetika
Hindu
pada
intinya
mengembangkan
memberikan
pemikiran-
rasa
aman
dan
merupakan cara pandang mengenai rasa
kesejahterahan
keindahan yang diikat oleh nilai-nilai Agama
meningkat (Wiana, 2001: 170).
Hindu yang didasarkan atas ajaran-ajaran
Nilai-nilai dalam Tari Rejang Sutri yang
suci weda. Ada beberapa konsep yang
dapat dijadikan sebagai sumber belajar
menjadi landasan penting dari estetika
sejarah kebudayaan.
Hindu.
Nilai Historis
Konsep-konsep
yang
dimaksud
ekonomi
yang
yakni kensep kebenaran (satyam), kesucian
Berdasarkan
(sivam), dan harmonis (sundaram) (Dibia,
Kawit (33 tahun) menyebutkan :
Fungsi Sosial Pada dasarnya manusia adalah mahluk individu yang memiliki perbedaan dengan individu yang lain. Manusia diciptakan dengan segala keunikan dan ciri khasnya. Tidak ada manusia yang mempunyai ciri sama persis di dunia ini, meski kembar Di
sisi
lain
manusia
wawancara
dengan
Disamping untuk memohon keselamatan diadakannya Tari Sutri juga untuk menumbuhkan semangat dan spirit baru dalam kehidupan masyarakat Desa Batuan, sehingga masyarakat Desa Batuan sampai sekarang masih mempertahankan dan menjalani tradisi adat ini, karena dengan menjalankan tradisi adat warisan leluhur masyarakat Batuan meyakini akan selalu mendapat berkah, keselamatan dan kedamaian (Sumber: Kawit, wawancara tanggal 25 Januari 2014).
1999: 96).
sekalipun.
hasil
semakin
juga
merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan orang lain untuk bisa bertahan hidup, karena kemampuan Saling manusia
manusia
membutuhkan harus
sangat ini
Berdasarkan
terbatas.
nilai historis yang terdapat dalam tari
dan
Rejang
melakukan hubungan sosial dengan orang
dinamika
masyarakat
dengan
guna
sejarah.
melalui sejarah kita diajak untuk memahami
dalam 10
Sutri
Hubungannya dengan guna sejarah adalah
lain. Dalam pementasan Tari Rejang Sutri terdapat
wawancara
diatas dapat kita ketahui adanya hubungan
menyebabkan
berkomunikasi
hasil
dan
menghargai
kebudayaan
serta
dan
lain.mempelajari
menghormati
prestasi
sejarah
kini dan selanjutnya untuk merealisasikan
orang
berarti
harapan-harapan
belajar
secara
intrinsik
Berdasarkan
maupun
lampau,
sebagai
Dengan mengetahui keadaan masa lampau orang dapat mengambil dua sikap, pertama orang akan melestarikan masa lampau itu makna.
menolaknya
Kedua,
orang
karena
akan
menganggap
peninggalan masa lampau tidak diperlukan lagi.
Sejarah
juga
menyatakan mengulang
berguna
untuk
agar
tidak
pendapat kesalahan
sebelumnya.
Guna
yang sejarah
Berdasarkan
aspek
sumbangan
pendidikan
bagi
diluar
nyata seperti pedoman untuk bertindak agar tidak keluar dari norma-norma agama.
berbagai
Kepercayaan terhadap tuhan yang akan selalu melindungi kita dari segala bahaya
keilmuan sejarah. Dilihat melalui hubungan
yang
sebab akibat yang terkandung dalam setiap sejarah.
Terdapat
edukatif
menyadari
guna
sejarah
berarti
menyadari
juga
guna
edukatif
dari
makna
dari
dari
sejarah
sebagai
sumber
tarian
merupakan tari yang di sakralkan dan dipercaya sebagai persembahan agar I Gede Mecaling tidak berbuat onar di Desa Batuan, dan masyarakat terhindar dari
bagi
segala wabah penyakit.
pemecahan masalah-masalah kita masa 11
menarikan
Maka dari itu tari Rejang Sutri tersebut
nilai-nilai
motivasi
dengan
Sehingga
mengalihkan perhatian I Gede Mecaling.
berupa ide-ide, maupun konsep-konsep kreatif
mengancam.
Rejang Sutri ini di halaman pura untuk
arti, yang selanjutnya berarti bahwa kita mengambil
datang
masyarakat
sejarah sebagai masa lampau yang penuh
bisa
diatas
ambil dan kita maknai dalam kehidupan
sebagai
kepentingan
peristiwa
wawancara
terdapat beberapa nilai nilai yang dapat kita
terjadi
ekstrinsik secara ekstrinsik sejarah dapat memberikan
wawancara
Tari Rejang Sutri di percaya atau di yakini oleh masyarakat desa Batuan bisa menghilangkan keresahan dan kecemasan akan gangguan I Gede Mecaling, karena I Gede Mecaling tersebut setelah kalah adu kesaktian dia pergi dengan perasaan tidak puas dan dia akan datang kembali sewaktu-waktu untuk membuat onar di Desa Batuan (Sumber: Kader, wawancara tanggal 25 Januari 2014).
pernyataan pendapat, dan sebagai profesi.
penuh
hasil
bahwa :
sejarah berguna sebagai ilmu, sebagai cara masa
akan
dengan Kader (56 tahun) menyebutkan
ekstrinsik. Guna sejarah secara intrinsik
mengetahui
yang
Nilai Keyakinan
depan. Oleh karena itu kegunaan sejarah dilihat
masa
datang (Pageh, 2000: 125-126).
memahami masa lalu, masa kini dan masa
dapat
di
Nilai-nilai keseniannya yaitu Tari
Sedangkan menurut kawit (33 tahun)
mempertahankan
Tarian
Rejang Sutri yang ada di Desa Batuan yang
Rejang
Sutri yaitu untuk mewariskan budaya leluhur
tari
diluar dari mitos yang ada, yaitu:
warisan leluhur atau nenek moyang yang
Alasan untuk mempertahankan warisan budaya leluhur, dimana tradisi ini sangat efektif untuk meningkatkan rasa kebersamaan dan meningkatkan rasa ngayah (Sumber: Kawit, wawancara tanggal 25 Januari 2014).
dilihat
bahwa
masyarakat
Sutri ini adalah dapat dilihat dari gerakanya yang lemah lembut, serta serempak antara para penari sehingga akan terlihat sangat indah.
Desa
Nilai Sosial dan Komunikasi Nilai-nilai keseniannya yaitu Tari Rejang Sutri yang ada di Desa Batuan yang
itu timbul diawali dengan rasa resah dan
tari
ketakutan masyarakat dengan kedatangan I
Sutri ini adalah dapat dilihat dari gerakanya yang lemah lembut, serta serempak antara
Nilai Estetika
tarian
estetik Rejang
atau
para penari sehingga akan terlihat sangat
keindahan
Sutri
indah.
dapat
Dari nilai sosial dan komunikasi dapat kita lihat dimana hubungan masyarakat menjadi lebih erat, apalagi tarian ini diadakan atau berlangsung kurang lebih selama empat bulan yang dipentaskan setiap hari sehingga pertemuan atara masyarakat menjadi semakin sering, komunikasi antara kelian tari Rejang, para penari, pemangku, serta warga masyarakat setempat juga akan lebih baik, bahkan tarian ini juga bisa ditarikan oleh anak-anak ini merupakan suatu bukti bahwa hubungan sosialnya sudah
dikemukakan oleh informan Darwati (28 tahun)
selaku
penari
Rejang
Sutri
menyebutkan: Nilai kesenian dapat dilihat dari tariannya yang lemah gemulai dan di iringi tetabuhan yang sangat indah. Tarian Rejang Sutri di Desa Batuan sangat berbeda dengan tarian Rejang pada umumnya baik dari segi tarian maupun tetabuhannya (Sumber: Darwati, wawancara tanggal 25 Januari 2014).
12
merupakan
Batuan. Aspek kesenian dari tarian Rejang
tidak
meninggalkan kewajibannya untuk ngayah.
dalam
tersebut
sampai saat ini oleh masyarakat desa
sebab akibat yang membuat manusia itu
Nilai
Sutri
dipertahankan di sakralkan serta jalankan
seorang manusia selalu mengikuti kaedah
dan
Rejang
warisan leluhur atau nenek moyang yang
Gede Mecaling untuk berbuat onar, karena
sadar
merupakan
Batuan. Aspek kesenian dari tarian Rejang
untuk ngayah menari walaupun keinginan
menjadi
tersebut
sampai saat ini oleh masyarakat desa
Batuan masih memiliki rasa kebersamaan
sendiri
Sutri
dipertahankan di sakralkan serta jalankan
Berdasarkan wawancara diatas dapat
Rejang
dipupuk dari masa anak-anak (Sumber: Kawit, wawancara tanggal 25 Januari 2014). Nilai-nilai sistem organisasi sosial tari
Rejang
merupakan
salah
Dalem
Sukawati
Mecaling.
Yang
sehingga
diceritakan senang
membuat
I
I
Gede
berbuat
onar
Dewa
Babi
satu
mengusirnya. Dalam mengadu kesaktian
perkumpulan atau organisasi yang ada di
yang menjadi sarana adalah dua ekor babii
Desa Batuan yang menghasilkan suatu
guling. Salah satu dari babi guling itu
keterampilan di bidang kesenian, terutama
kakinya diikat dengan tali dari kulit pohon
pada bidang seni tari dengan adanya tarian
pisang dan yang satu lagi diikat dengan
Rejang Sutri ini akan membuat hubungan
benang. Bilamana sampai babii guling itu
sosial antara masyarakat akan menjadi
matang salah satu dari guling tersebut
semakin dekat, menghidupkan skehe gong,
terbakar
sanggar tari, serta sistem tempekan pada
memilih babi guling itu dinyatakan kalah
masyarakat, karena para masyarakat setiap
babi guling yang diikat dengan tali pohon
hari akan bertemu pada saat pementasan
pisanglah yang terbakar talinya. Yang dipilih
tarian Rejang Sutri. Sedangkan untuk nilai-
I Gede Mecaling. Oleh karena itu kekalahan
nilai sistem komunikasi yaitu tari Rejang
ada pada I Gede Mecaling. Diusirlah dari
Sutri merupakan wadah sebagai sistem
Desa Batuan ke Nusa Penida. Namun
komunikasi yang saling berinteraksi antara
sewaktu-waktu
kelian tari Rejang, para penari, pemangku,
datang kembali ke Desa Batuan untuk
serta koordinasi pengurus adat dengan
berbuat onar mulai dari sasih kelima sampai
krama (warga masyarakat setempat).
sasih kadasa. Aspek religi Percaya adanya
Karena dalam pementasan tarian Rejang Sutri hampir seluruh warga masyarakat Desa Batuan terlibat sehingga interaksi dan komunikasi antar warga masyarakat, penari, prajuru, dan pemangku menjadi semakin dekat (Sumber: Kawit, wawancara tanggal 25 Januari 2014).
perasaan
latar
Mecaling
akan
manusia
dalam
berkeyakinan
akan mendapat perlindungan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Rangkaian yang tidak terpisahkan
dari
(sabung
pementasan ayam).
adalah
Bentuk
Tari
Rejang Sutri dilihat dari penari, gerakan dan
belakang
busana. Penari Tari Rejang Sutri adalah
munculnya tari Rejang Sutri dapat dilihat
masyarakat Desa Pakraman Batuan yang
dari dua aspek yaitu aspek historis dan
masih mampu menari karena para penari
aspek religi (kepercayaan). Dalam Babad
tidak dibatasi usia. Tarian Rejang Sutri 13
Gede
yang
bahwa dengan menarikan tari Rejang Sutri
gocekan bahwa
I
maka
manusia, alam pikiran dan atau perasaan-
Dari hasil pembahasan di atas dapat simpulkan
pengikatnya,
suatu kekuatan di luar sistem kesadaran
Simpulan
di
tali
ditarikan oleh penari perempuan yang
harapkan
bersih dan tidak dalam keadaan cuntaka.
mengenai sejarah, bentuk dan fungsi serta
Gerakan pada tari Rejang Sutri antara lain :
nilai-nilai pada tari Rejang Sutri. Masyarakat
(a) Nyaup, (b) Ngembat, yaitu ngembat kiri
diharapkan dengan adanya tari Rejang Sutri
dan ngembat kanan, (c) Mejalan. Busana
ini agar tetap bisa berperan aktif menjaga
penari
umumnya
kelestarian tari Rejang Sutri. Pemerintah
menggunakan selendang besar, selendang
yang terkait diharapkan ikut serta dalam
kecil,
tapih
mengawasi dan menjaga kelestarian tari
lancingan Hiasan kepala menggunakan
Rejang Sutri sehingga tetap eksis yang
bunga,
emas
nantinya dapat dimanfaatkan dengan baik
busana
Tari
Rejang
kamen,
Sutri
kain
atau
prada
imitasi.
Rejang
Sutri
dan
Pemakaian dibedakan
sebagai
dapat
meneliti
sumber
lebih
pembelajar,
dalam
dan
menjadi dua yaitu: (1), Busana pada hari-
memberikan
hari biasa (2), Pada hari rerahinan. Pada
terhadap kebudayaan seni tari Rejang Sutri.
intinya tari Rejang Sutri mempunyai fungsi
Daftar Rujukan
yang sangat sakral, ada empat macam
Dibia, I Wayan. 1999. Selayang Pandang Seni Pertunukan Bali. Denpasar: Sanggar Tari Bali Waturenggong
fungsi yang digunkan untuk menganalisis Tari Rejang Sutri
di Desa Pakraman
Batuan antara lain : (1) Fungsi Religius; (2)
Fungsi Sosial. Nilai-nilai dalam tari Rejang yang
pembelajaran
bisa
di
sejarah
jadikan
sumber
kebudayaan
di
antaranya ; 1) nilai historis (sejarah), 2) nilai
khusus
Pageh, I Made. 2000. Pengantar Ilmu Sejarah, Singaraja: Departemen Pendidikan Nasional Program Studi Pendidikan Sejarah Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan.
keyakinan/kepercayaan, 3) nilai estetika, 4) nilai sosial dan sistem komunikasi. Saran Para generasi muda maupun pelajar diharapkan bisa mempelajari sejarah dan
Wiana, I Ketut. 2001. Makna Upacara Yadnya Dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita.
bentuk, fungsi mengenai tari Rejang Sutri sebagai warisan seni budaya. Para guru di harapkan bisa mengetahui sejarah , bentuk
Yudabakti, I Made dan Watra I Wayan. 2007. Filsafat Seni Sakral Dalam Kebudayaan Bali. Denpasar: Paramita
dan fungsi tari Rejang Sutri serta ikut berperan aktif dalam menjaga kelestarian tari Rejang Sutri. Peneliti selanjutnya di 14
perhatian
Noviantari, Ni Wayan. 2012. Pementasan Tari Rejang Sutri di Pura Desa dan Puseh Desa Pakraman Batuan Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Denpasar: IHDN Denpasar
Fungsi Pendidikan; (3) Fungsi Estetika; (4)
Sutri
sedikit