TANGGUNGJAWAB INDUK PERUSAHAAN TERHADAP PERIKATAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK PERUSAHAAN
TESIS
Oleh
RITA DYAH WIDAWATI 077011056/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN MEDAN 2009
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
TANGGUNGJAWAB INDUK PERUSAHAAN TERHADAP PERIKATAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK PERUSAHAAN
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Magister Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh RITA DYAH WIDAWATI 077011056/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN MEDAN 2009
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Judul Tesis
: TANGGUNGJAWAB INDUK PERUSAHAAN TERHADAP PERIKATAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK PERUSAHAAN
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: Rita Dyah Widawati : 077011056 : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing :
(Prof. Sanwani Nasution, SH) Ketua
(Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum) Anggota
Ketua Program Studi,
(Prof.Dr. Muhammad Yamin, SH.,M.S.,C.N)
(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) Anggota
Direktur,
(Prof.Dr.Ir. T.Chairun Nisa B, M.Sc)
Tanggal lulus : 25 Agustus 2009
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Telah diuji Pada tanggal : 25 Agustus 2009
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
: Prof. Dr. Sanwani Nasution, SH
Anggota
: 1. Prof.Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum 2. Prof. Dr. Suhaidi. SH, MH 3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 4. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
ABSTRAK
Secara hukum perusahaan anggota grup tidak ada kaitannya dengan hak dan kewajiban keluar dari perusahaan satu sama lain, akan tetapi perusahaan-perusahaan yang berada dalam perusahaan grup dimiliki oleh pemilik modal yang sama sehingga dapat dikatakan sebagai satu kesatuan kelompok kegiatan ekonomi. Meskipun dari sudut kegiatan ekonomi perusahaan dalam grup merupakan satu kesatuan, namun dari segi yuridis masing-masing perusahaan anggota grup tersebut mempunyai karakteristik tersendiri, yaitu bahwa masing-masing perusahaan yang bergabung dalam perusahaan grup adalah merupakan badan hukum-badan hukum yang berdiri sendiri.Apabila salah satu anak perusahaan melakukan perikatan dengan pihak ketiga maka keterikatan secara yuridis dari induk perusahaan dapat muncul selaku pemegang saham ia ikut serta bertanggung jawab terhadap pelunasan hutang tersebut, dengan demikian timbul permasalahan yaitu: bagaimana hubungan hukum antara induk perusahaan dengan anak perusahaan dalam perusahaan grup? Bagaimana tanggung jawab induk perusahaan terhadap perikatan yang dilakukan oleh anak perusahaan dalam perusahaan grup?. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat deskriptif dengan berpedoman pada norma-norma hukum yang terdapat dalam perundang-undangan Perseroan terbatas. Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa meskipun hubungan hukum induk perusahaan adalah sebagai pemegang saham anak perusahaan tidak berarti apabila anak perusahaan wanprestasi maka induk perusahaan dapat diminta bertanggung jawab, mereka adalah perusahaan yang mandiri jadi anak perusahaan itu sendiri yang harus bertanggung jawab dengan segala resikonya. Induk perusahaan diminta bertanggung jawab terhadap perikatan yang dilakukan oleh anak perusahaannya bila terbukti kerugian yang diderita anak perusahaan tersebut akibat ikut campurnya induk perusahaan didalam masalah manajemen dan keuangan sehingga menimbulkan anak perusahaan mengalami kekurangan keuangan atau kerugian yang berakibat tidak bisa membayar hutang pada pihak ketiga. Disarankan agar pemerintah membuat peraturan perundang-undangan tersendiri mengenai perusahaan grup selain karena semakin bertumbuhnya perusahaan grup di Indonesia juga agar pertumbuhan perusahaan grup tidak menjurus pada praktek monopoli.
Kata-kata kunci:Tanggung jawab, Induk perusahaan, Anak perusahaan
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
ABSTRACT
Legally, subsidiary as a group member has no right and obligstion to move out of the main corporate one other, however, the subsidiaries of the group are owned by the equity owner so that it can be said that it is an entity of economic activity. Although economically, a company of group is an entity, however, jurudically, each company of the group has typical characteristics, in which each joints the group as an independent subsidiary. When one of the subsidiaries makes an agreement with the third party, the juridical agreement of the main corporate can arise as the shareholder, it assumes liability for repayment of the liability by which the problem arises, how is the legal relationship between the main corporate on the and subsidiary in the group corporate ? How is the liability of the main corporate on the agreement madeby a subsidiary in the main corporate? The present study used a normative juridical method and descriptive analysis referring to the legal norms stipulated in the Laws of Corporate. Based on the study, it can be shareholder of the subsidiary default, the main corporate can be charged on its liability, it is an independent company bt which it has to assume the liability and any risk. The main corporate is demanded to assume the liability for any agreement made by the subsidiary if has been found that the loss of subsidiary is a consequence of the intervension of the main corporate in management and finance that make the subsidiary suffered from financial loss or damage leading ti its disability to repay the obligation to the third party. It is suggested It is suggested that the government makes a separate law of the group corporate in spite of the growing main corporate in Indonesia also that the growt of the group corporate no lead to monopoly.
Keywords : Liability, Main Corporate, Subsidiary
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan karena oleh KasihNya penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Tesis ini adalah kewajiban bagi mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatra Utara untuk membuat suatu karya ilmiah dalam rangka menyelesaikan studi dan untuk menambah wawasan, baik bagi penulis sendiri maupun untuk pembaca tesis ini. Untuk mencapai gelar Magister Kenotariatan itulah, penulis membuat suatu karya ilmiah yang berjudul “ Tanggung Jawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan”. Diharapkan
tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya serta dapat
memberikan kontribusi pada ilmu pengetahuan. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak
Prof.
Chairuddin P. Lubis, DTM &H, Sp.A(K), selaku
Rektor
Universitas Sumatera, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku
Direktur Sekolah
Pasca sarjana Universitas Sumatera Utara Medan. 3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH,MS,CN, selaku
Ketua Program
Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan. 4.
Ibu Dr.T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.HUM, selaku sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
5.
Bapak Prof. Sanwani Nasution, SH, selaku
ketua Tim
Pembimbing
yang telah memberikan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. 6.
Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingannya sehingga penulis dapat menyeleikan tesis ini.
7.
Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, selaku Dosen
Pembimbing III yang
telah memberikan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. 8.
Bapak Fredy, selaku Direktur Keuangan PT. Sekar Bumi, terima kasih atas waktu dan kesempatan yang diberikan untuk bisa wawancara.
9.
Seluruh staf pengajar Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.
10. Yang Terkasih Suamiku Drs. Jonner Simbolon, yang telah memberi kesempatan untuk
belajar
dan
yang
selalu
memberi
semangat,
dorongan kritik dan saran untuk menyelesaikan studi dan tesis ini. 11. Yang tersayang anak-anakku Elsa Yosephine, Antony Setya Putra dan Mayer Omega Parlindungan, mama minta maaf karena telah mengambil waktu yang seharusnya mama beri buat kalian, semoga dengan selesainya studi ini bisa memberikan arti buat kalian bertiga. 12. Yang terhomat orangtuaku alm. Bapak Sotopo dan alm. Ibunda Yohana Lasmini, Yang tanpa pamrih membesarkan dan mendidik, sehingga menjadi orang yang mandiri dan selalu menghargai orang lain.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
13. Yang terkasih adikku Indah, terimakasih atas semangat dan dorongan untuk menyelesaikan studi ini. 14. Sahabat-sahabatku Suarni Zebua, Fadila Agustina, Melda, Tina, Vina, Dina, Eva, Erry, Natal, Serly, Aldi, Amin, Mahruzar, Fadly, Ira, Mutia, Pak Sukri, Pak Mahadi,Bang Agam, Zulfikar, Bangun, Corry, Susiana Simanjuntak, Bang Sofyan (Group C) dan rekan-rekan MKN angkatan 2007, semoga setelah selesainya studi kita ini persahabatan kita
bisa tetap terjalin meskipun
kita tidak bersam-sama lagi. 15. Staf administrasi
kak Fatima, Sari, Lisa, Winda, Afni, Bang Aldi,
Rizal,terima kasih atas bantuan selama ini dalam proses studi sampai selesainya studi ini. Akhirnya kata, penulis mohon maaf sebesar-besarnya kepada semua pihak, jika ada kesalahan yang telah diperbuat baik secara sadar maupun tidak sadar, selama penulis menyelesaikan studi ini.
Medan, Juli 2009 Penulis
RITA DYAH WIDAWATI
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi Nama Lengkap
: Rita Dyah Widawati
Tempat/Tgl Lahir
: Kediri, 30 Desember 1969
Status
: Menikah
Alamat
: Menteng VII G. Patriot No. 9 Medan
II. Keluarga Nama Ayah
: Alm. M. Soetopo
Nama Ibu
: Alm. Y. Lasmini
Nam Suami
: Drs. Jonner Simbolon
Nama Anak
: 1. Elsa Yosephine 2. Antony Setya Putra 3. Mayer Omega Parlindungan
III. Pendidikan SD
: Tahun 1976 s/d Tahun 1982 SD Negeri Teluk Nibung Surabaya
SMP
: Tahun 1982 s/d Tahun 1985 SMP Swasta Gatotan I Surabaya
SMA
: Tahun 1985 s/d Tahun 1988 SMA Swasta Budi Luhur Surabaya
Perguruan Tinggi/S1
: Tahun 1988 s/d Tahun 1994 Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Perguruan Tinggi/S2
: Tahun 2007 s/d Tahun 2009 Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara – Medan
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..........................................................................................................i ABSTRACT ……………………………………………………………………ii KATA PENGANTAR ………………………………………………………..iii RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………………vi DAFTAR ISI ………………………………………………………………….vii BAB I
PENDAHULUAN ..........................................................................1 A. Latar Belakang ............................................................................1 B. Permasalahan ...............................................................................5 C. Tujuan Penelitian .........................................................................5 D. Manfaat Penelitian .....................................................................5 E. Keaslian Penelitian .....................................................................6 F. Kerangka Teori Dan Konsepsi ....................................................6 . 1. Kerangka Teori ........................................................................6 2. Konsepsi ...................................................................................15 G. Metodologi penelitian ................................................................17 1. Sifat Penelitian .......................................................................18 2. Metode Penelitian ..................................................................18 3. Tehnik Pengumpulan Data .....................................................19 4. Alat Pengumpulan Data .........................................................20 5. Analisis Data ..........................................................................21
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
BAB II
HUBUNGAN HUKUM ANTARA INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN DALAM PERUSAHAAN GRUP A. Tinjauan Umum ..........................................................................22 1. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum ...........................22 2. Pendirian PT. Menjadi Badan Hukum ...................................25 3. Tahap Pengesahan Mentri ......................................................28 4. Pendaftaran Dan Pengumuman ..............................................34 5. Modal Dan Saham ..................................................................37 a. Modal ...............................................................................37 b. Saham ...............................................................................42 6. Organ Perseroan Terbatas ......................................................48 a. Rapat Umum Pemegang Saham ......................................48 b. Komisaris .........................................................................55 c. Direksi .............................................................................58 B. Hubungan Hukum Antara Induk Perusahaan Dengan ……. ……63 Anak Perusahaan .
BAB III
TANGGUNG JAWAB INDUK PERUSAHAAN TERHADAP PERIKATAN ANAK PERUSAHAAN DALAM PERUSAHAAN GRUP A. Doktrin Piercing The Corporate Veil .......................................84 B. Campur Tangan Induk Perusahaan Ke Dalam Bisnis Anak .....88 Perusahaan. C. Kewenangan Anak Perusahaan Dalam Melakukan Perikatan ...90
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
D. Tanggung Jawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan ..........94 Anak Perusahaan. BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ..................................................................................104 B. Saran .............................................................................................105
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….106
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perusahaan grup/kelompok atau lebih dikenal dengan sebutan konglomerasi merupakan topik yang selalu menarik perhatian, karena pertumbuhan dan perkembangan perusahaan grup yang tidak terkendali dapat menimbulkan monopoli terhadap suatu jaringan usaha. Disisi lain perusahaan grup itu dianggap diperlukan untuk mempercepat proses pembangunan perekonomian dalam suatu negara. Hubungan-hubungan yang ada diantara perusahaan anggota grup dapat diartikan sebagai hubungan antara badan-badan hukum yang ada didalam suatu grup tersebut; yaitu badan hukum dengan bentuk Perseroan Terbatas. Hubungan itu dapat terjadi antara lain karena adanya keterkaitan kepemilikan yang banyak atau sedikit. Mempunyai keterikatan yang erat baik satu sama lain; dalam kebijakan menjalankan usaha maupun dalam hal pengaturan keuangan dan hubungan organisasi.Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perusahaan yang berada dibawah satu pimpinan sentral atau pengurusan bersama dikelola dengan gaya dan pola yang sama. 1 Akan tetapi
bahwa
perusahaan-perusahaan
yang
terkait didalam satu
peruahaan grup haruslah perusahaan-perusahaan yang berstatus badan hukum seperti Perseroan Terbatas. “Karena tidak tertutup kemungkinan bahwa anak perusahaan yang tidak tergolong dalam badan hukum pun dapat bergabung didalam suatu perusahaan grup, misalnya perusahaan
berbentuk
Firma, CV (commanditeir Vennootschaap atau perseroan),
menjadi anak-anak perusahaan dari satu induk perusahaan yang bersatus badan hukum”. 2
1
Emmy Simanjuntak, Seri Hukum Dagang; Perusahaan kelompok (group company/concern) , Universitas Gajah Mada, Jogyakarta, 1997, h. 5, pendapat H.J.M.N. Honne. 2
Ibid, h. 7
1 Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Perusahaan-perusahaan yang tergabung didalam kelompok yang akan dibahas adalah yang berbentuk Perseroan Terbatas, sehingga masing-masing perusahaan telah berstatus badan hukum. Gunawan Widjaja memberikan lima kapasitas suatu Perseroan Terbatas, yaitu: 1. Dapat di gugat dan menggugat, yang berarti memiliki suatu persona standi in judicio tersendiri; 2. Memiliki harta bukanlah
kekayaan
tersendiri; memiliki
memiliki harta kekayaan
hukum yang dapat
dari
harta
suatu
kekayaan
disini
kesatuan, suatu
badan
dicatatkan atas namanya sendiri, yang menandakan
bahwa perseroan adalah suatu subjek hukum yang mandiri; 3. Dapat memberikan kuasa; 4. Dapat membuat perjanjian, tentunya dengan segala akibat hukumnya; 5. Mampu membuat peraturan untuk mengatur kehidupan internalnya sendiri. 3
Namun apabila
dilihat secara mendalam,
maka
perusahaan-perusahaan
yang berada didalam perusahaan grup itu dimiliki oleh pemilik modal yang sama sehingga dapat dikatakan Perusahaan-perusahaan usaha
yang
sebagai satu kesatuan kelompok kegiatan ekonomi. yang
tergabung
masing-masing
tersendiri, konsekuensinya perusahaan
didalamnya
merupakan yang
terkait
adalah
sebuah dalam
badan-badan
badan
hukum
perusahaan grup
mempunyai hak dan kewajiban hukum masing-masing.
3
Gunawan Widjaja, Resiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT, Forun Sahabat, Jakarta, 2008, h. 9
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Selanjutnya dalam aktifitasnya, status badan hukum perusahaan anggota grup harus dipandang
sebagai pemegang hak dan kewajiban yang mandiri, termasuk dalam
hubungan antara perusahaan grup dengan pihak
ketiga
dimana perusahaan itu
bertanggung jawab atas kegiatan usahanya masing-masing. Pada prinsipnya perusahaan-perusahaan
yang tergabung dalam suatu grup tidak
ada kaitan satu dengan yang lain dalam hal hak dan kewajiban yang dibuat oleh masingmasing perusahaan. Mereka tidak dapat ikut bertanggung jawab kepada pihak ketiga dan juga tidak memperoleh hak yang dihasilkan dari hubungan hukum yang dibuat oleh salah satu perusahaan di dalam kelompok dengan pihak ketiga. “Bahkan mungkin pihak ketiga belum tentu mengetahui bahwa perusahaan yang mengadakan perjanjian dengannya adalah anggota pada suatu kelompok perusahaan”. 4 “Yang tidak dapat dipungkiri bahwa didalam kenyataan hal tersebut tidak dapat dipisahkan secara murni karena perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam grup walaupun masing-masing berdiri sendiri ternyata dalam melakukan setiap kegiatan ekonomi, tetap merupakan satu kesatuan sinergi yang disusun untuk semua kelompok” 5 Hubungan-hubungan hukum yang tercipta didalam perusahaan grup/kelompok dapat menghasilkan sebuah kondisi dimana pimpinan kelompok yang duduk mewakili kepentingan kelompok sebagai satu kesatuan, cenderung tidak memperhatikan kepentingan pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan masing-masing yang berada didalam grup,sehingga tidak mudah bagi pihak ketiga membuktikan sikap atau perbuatan pimpinan kelompok itu telah menimbulkan kerugian terhadap dirinya. 4
R. Murjiyanto, Pengantar Hukum Dagang; Aspek-Aspek Hukum Perusahaan dan Larangan Praktek Monopoli, Liberty yogyakarta, 2002, h. 69. 5 Emmy pangaribuan, op. cit. h. 50.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Dari sudut pandang hukum, pihak ketiga tentu tidak dapat dirugikan begitu saja, hanya karena perusahaan-perusahaan dalam satu grup diorganisasikan dalam sebuah kelompok. Pengertian induk perusahaan tidak diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007. “R. murjiyanto memberikan pengertian induk perusahaan adalah suatu perusahaan yang sudah besar dan berkembang kemudian membentuk beberapa perusahaan sebagai anak perusahaan, dalam hal ini perusahaan besar itulah yang menjadi perusahaan pusat atau induk”. 6 Pada perusahaan grup (kelompok) yang para anggotanya merupakan perusahaanperusahaan yang telah berbentuk Perseroan Terbatas, masing-masing mempunyai direksi yang bertugas mengurus perseroan berdasarkan anggaran dasarnya sendiri-sendiri. Dengan induk perusahaan melakukan campur tangan atau intervensi pada anak perusahaan diberbagai hal termasuk bidang finansial atau keuangan, sering menyebabkan anak perusahaan mengalami kesulitan keuangan bahkan dapat menyebabkan pailit. Meskipun dari sudut kegiatan ekonomi perusahaan grup tersebut merupakan satu kesatuan, namun dari segi yuridis masing-masing perusahaan anggota grup tersebut mempunyai karateristik tersendiri dalam pengertian bahwa masing-masing perusahaan yang bergabung dalam perusahaan grup adalah merupakan badan-badan hukum yang berdiri sendiri. Apabila salah satu anak perusahaan memperoleh kredit dari kreditur, maka keterikatan secara yuridis dari induk perusahaan dapat muncul karena sebagai pemegang 6
R. murjiyanto, op. cit. h. 66.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
saham ia ikut bertanggung jawab terhadap pelunasan pinjaman atau hutang dari kreditur tersebut. Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut: B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana hubungan hukum antara Induk Perusahaan dengan anak perusahaan dalam Perusahaan Grup ? 2. Bagaimana tanggung jawab Induk Perusahaan terhadap perikatan yang dilakukan oleh anak perusahaan dalam perusahaan Grup? C. Tujuan Penelitian Mengacu kepada judul dan permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui hubungan hukum antara sesama anggota dalam perusahaan grup. 2. Untuk
mengetahui
tanggung jawab
induk perusahaan terhadap perikatan
yang dilakukan oleh anak perusahaan. D. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Secara Teoritis Dari segi teoritis kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat
berupa sumbangan saran dalam ilmu pengetahuan berupa teori/gagasan perkembangan ilmu hukum, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan masalah tanggung jawab induk perusahaan terhadap anak perusahaannya.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
2. Secara Praktis a. Dari segi praktis akan memberikan masukan kepada pemerintah untuk memberikan rambu-rambu
tentang
tanggung
jawab
induk
perusahaan
terhadap
anak
perusahaannya. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkap berbagai permasalahan yang timbul tentang perikatan yang dibuat oleh anak perusahaan, dan induk perusahaan diminta pertanggung jawaban atas perikatan tersebut. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan yang khususnya dilingkungan Universitas
Sumatera
Utara,
menunjukkan
bahwa
penelitian
dengan
judul
“TANGGUNG JAWAB INDUK PERUSAHAAN TERHADAP PERIKATAN YANG
DILAKUKAN
OLEH
ANAK
PERUSAHAAN”
belum
ada
yang
membahasnya, sehingga tesis ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan keasliannya. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori “kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperbuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir pendapat, tesis sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui”. 7
7
M. Solly Lubis, Filsafat ilmu dan penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, h. 80
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Teori berguna untuk menebak menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya. “Kontinuitas perkembangan ilmu hukum selain tergantung pada metodologi aktifitas penelitian dan imajinasi sosial dengan ditentukan oleh teori”. 8 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. Dan dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian normatif, maka kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum. Dalam pembahasan tesis ini, kerangka teori yang digunakan adalah berdasarkan tanggung jawab dan perikatan yang akan melihat sejauh mana induk perusahaan bertanggung jawab terhadap perikatan yang dilakukan anak perusahaannya. Dalam ilmu hukum dikenal “doktrin keterbatasan tanggung jawab” dari suatu badan hukum. Maksudnya secara prinsipil setiap perbuatan yang dilakukan oleh badan hukum, maka badan hukum sendiri yang bertanggung jawab kecuali sebatas nilai saham yang dimasukkannya. Secara hukum tanggung jawab yang normal dari sebuah perusahaan dapat dibedakan sebagai berikut: 9 1. Tanggung jawab hukum dari sutu perusahaan yang tidak berbadan hukum, dan 2. Tanggung jawab suatu perusahaan berbentuk badan hukum Tanggung jawab hukum suatu perusahaan yang tidak berbadan hukum, bila suatu perusahaan tidak berbadan hukum semisal perusahaan dalam bentuk firma, usaha dagang, maka tidak ada harta yang terpisah yang merupakan harta perseroan tersebut yang 8
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI- Press, Jakarta, 1986, h. 6 Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, h. 2-3 9
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
ada hanyalah harta dari pemilik perusahaannya. Karena itu secara hukum tanggung jawab hukumnya juga tidak terpisah antara tanggung jawab perseroan dengan tanggung jawab pribadi pemilik perusahaan. Tanggung jawab hukum dari suatu perusahaan yang berbentuk badan hukum, seperti Perseroan Terbatas, koperasi, secara hukum pada prinsipnya harta bendanya terpisah dari harta benda pendiri/pemiliknya.Karena itu tanggung jawab secara hukum juga dipisahkan dari harta benda pribadi pemilik perusahaan yang berbentuk badan hukum tersebut. Pasal 40 ayat (2) KUHD menyebutkan bahwa pemegang saham tidak bertanggung jawab lebih dari pada
jumlah penuh saham-saham itu. Prinsip yang sama juga
diberlakukan oleh undang-undang tentang Perseroan Terbatas, yang menyatakan dengan tegas bahwa “Perseroan Terbatas adalah merupakan suatu badan hukum” (UndangUndang No. 40 Tahun 2007 pasal ayat 1). Dan “tanggung saham-saham
yang
telah
diambil
jawabnya
sebatas
atas
oleh pemegang saham (Undang-Undang No.
40 Tahun 2007 pasal 3 ayat 2)“. Tapi dengan dianutnya asas piercing the corporate veil dalam undang-undang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007 yang terdapat dalam pasal 3 ayat (2), yang secara tegas menyatakan bahwa pertanggung jawaban dari pemegang saham tidak berlaku lagi (hapus), dalam hal : 1. Persyaratan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; 2. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi; 3. Pemegang
saham yang
bersangkutan
terlibat
dalam
perbutan
hukum
yang dilakukan oleh perseroan, atau
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
4. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung secara melawan
hukum
menggunakan
maupun tidak langsung
kekayaan perseroan, sehingga
harta perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.
“Bahkan penerapan teori piercing the corporate veil dalam pengembangannya juga membebankan tanggung jawab kepada organ perusahaan yang lain seperti direksi dan komisaris” 10 Kata perjanjian dan perikatan merupakan dua istilah yang dikenal dalam KUHPerdata. Pengertian tentang perjanjian ditemukan dalam pasal 1313 KUHPerdata, yang berbunyi sebagai berikut: “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Definisi yang lebih jelas dikemukakan oleh subekti, dimana Ia memberikan perumusan bahwa “perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 11 Untuk melengkapi definisi perjanjian yang terdapat dalam pasal 1313 KUHPerdata, Setiawan menyatakan pendapatnya bahwa: a. Perbuatan
harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang
bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum. b. Perlu ditambahkan dengan kata-kata “atau saling mengikatkan dirinya” dalam pasal 1313 KUH Perdata.
10 11
Ibid, h. 17 Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1990, h. 1
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Sehingga dengan saran tersebut ia memberi definisi perjanjian adalah ”suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih “ 12 Terhadap definisi perjanjian tersebut, para sarjana dan ahli hukum pada umumnya memiliki pendapat yang seragam yaitu bahwa definisi perjanjian tersebut tidak lengkap dan terlalu luas. Kiranya pandapat Sutan Remy Sjahdeini dapat dijadikan barometer karena penjabaran luas lingkup kebebasan berkontrak cukup jelas dan mudah dicerna, seperti dikutip Cornelius Simanjuntak dan Natalie Mulia, yaitu: a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian; b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian; c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih kuasa dari perjanjian yang akan dibuatnya; d. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian; e. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan Undang-Undang yang bersifat opsional (aanvullend, optional). 13
Perjanjian dikatakan wanprestasi apabila salah satu pihak tidak memenuhi prestasi yang telah dibuat. Cornelius Simanjuntak dan Natali Mulia, mendefinisikan wanprestasi: Wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya, dilakukan tidak menurut selayaknya. Bahwa seorang debitur disebutkan dan berada dalam keadaan wanprestasi apabila ia dalam melakukan pelaksanaan prestasi perjanjian telah lalai
sehingga
terlambat dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam
melaksanakan prestasi tidak menurut sepatutnya /selayaknya. 14
12
Setiawan, Pokok-Pokok Perikatan, Putra A.Bardin, Bandung,1999,h. 49 Cornelius Simanjuntak Dan Natalie Mulia, Merger Perusahaan Publik (Suatu Kajian Hukum Korporasi), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h.27. 13
14
Ibid, h.31
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Abdul kadir Muhammad menambahkan bahwa untuk menentukan apakah debitor melakukan wanprestasi perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana seorang debitor dikatakan “sengaja” atau “lalai” tidak memenuhi prestasi, yaitu empat keadaan: 1. Debitor tidak memenuhi prestasi sama sekali; 2. Debitor memenuhi prestasi, tidak baik atau keliru; 3. Debitor memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya; atau 4. Melakukan sesuatu yang menurut pejanjian tidak boleh dilakukan. Akibat timbul dari wanprestasi adalah keharusan bagi debitor untuk membayar “ganti rugi/schadervergoeding” atau “pembatalan perjanjian”. 15 Sebagai salah satu asas yang ada dalam kaedah hukum perjanjian, maka asas kesepakatan dalam mengadakan perjanjian adalah merupakan salah satu faktor yang sangat penting. Karena dalam setiap perjanjian harus ada kesepakatan atau persetujuan dari kedua belah pihak yang berjanji, kesepakatan dalam mengadakan perjanjian ini di dasarkan pada pasal 1338 ayat I KUHPerdata yang menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu, apabila terjadi suatu sengketa karena salah satu pihak melanggar isi perjanjian, maka pihak lainnya dapat membawanya ke pengadilan dan apabila terbukti memang demikian kejadiannya, hakim dapat menghukum pihak yang salah berdasar perjanjian itu. Perbedaan dengan perundang-undangan adalah dalam hal bahwa perjanjian hanya berlaku bagi pihak yang membuatnya saja, tidak mengikat orang lain atau masyarakat umumnya, sedangkan perundang-undangan berlaku umum kepada semua pihak yang menjadi subjek pengaturannya. Perbedaan lainnya perjanjian diciptakan oleh atas 15
Ibid, h. 32
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
inisiatif pihak-pihak tersebut “dari bawah”, sedangkan perundang-undangan dipaksakan berlaku “dari atas” meskipun dalam perbuatannya terdapat partisipasi rakyat secara langsung melalui lembaga perwakilannya” 16
Bagi kalangan bisnis, perjajian ini sering dibuat sebagai pedoman atau pegangan dalam pelaksanaan transaksi bisnis atau penyelesaian sengketa apabila terjadi perselisihan. Oleh karena itu perlu di buat secara cermat dan teliti untuk dapat digunakan dalam praktek. Selain itu perlu disimpan baik sebagai dokumen untuk dijadikan bukti apabila terjadi sengketa dikemudian hari. Perjanjian yang baik dapat mengurangi resiko bisnis dan sampai pada tingkat tertentu mencegah ketidakpastian. Ketentuan mengikat bagi para pihak yang mengadakan perjanjian baik terhadap materi perjanjian yang ada disebutkan dalam perjanjian, semakin dipertegas lagi isinya dalam pasal 1339 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi jugauntuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Jadi setiap orang yang membuat perjanjian, dia terikat untuk memenuhi isi dari pada perjanjian tersebut. Karena isi suatu perjanjian mengandung janji-janji yang mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang yang isinya wajib dipatuhi dan harus dilaksanakan. Asas kesepakatan dalam mengadakan perjanjian ini ada pula yang mendasarkan pada pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur tentang syarat-syarat sahnya perjanjian, dalam pasal 1320 KUHPerdata menetapkan bahwa untuk sahnya perjanjian perlukan empat syarat : 16
Sanusi Bintang dan Dahlan, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, h.11
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal. Asas kesepakatan dalam mengadakan perjanjian adalah merupakan suatu dasar yang menjamin kebebasan orang dalam melakukan perjanjian. Hal ini juga tidak terlepas dari sifat buku III KUHPerdata yang hanya merupakan hukum yang mengatur sehingga para pihak sering mengenyampingkan kecuali terhadap pasal-pasal tertentu yang sifatnya memaksa. H.F Vollmar di dalam bukunya” Including Tot The Studie Van Het Nederlands Burgerlijk Recht” (1) mengatakan bahwa “ditinjau dari sisinya ternyata bahwa perikatan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap kreditur kalau perlu dengan bantuan hakim” 17 Sedangkan menurut Van Der burght Gr “ perikatan adalah suatu hubungan hukum serta kekayaan antara dua orang atau lebih yang menurut ketentuan seseorang atau lebih berhak atas sesuatu sedangkan yang seorang lagi atau lebih berkewajiban untuk itu”. 18 Ketentuan-ketentuan umum tentang perikatan diatur dalam pasal 1233 dan pasal 1234 KUHPerdata yang beribunyi sebagai berikut: a. Pasal 1233 KUHPerdata menyebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan dan baik karena undang-undang;
17
Subekti, op.cit., h. 1
18
Van Der Burght Gr, Perikatan Dalam Teori Dan Yurisprudensi, Mandar Maju, Bandung, 1999, h. 1
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
b. Pasal 1234 KUHPerdata menyebutkan bahwa tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Berdasar ketentuan pasal 1233 KUHPerdata tersebut diatas, secara jelas dapat kita ketahui bahwa sumber dari perikatan adalah berasal dari persetujuan dan undang-undang. Dalam ketentuan pasal 1234 KUHPerdata disebutkan mengenai adanya suatu bentuk prestasi yang terdapat dalam suatu perikatan. Dengan demikian keduanya juga berbeda dengan konsekuensi hukumnya. Pada perjanjian oleh karena dasar perjanjian adalah kesepakatan para pihak maka tidak dipenuhinya prestasi dalam perjanjian akan menimbulkan ingkar janji (wanprestasi), sedangkan tidak di penuhinya suatu prestasi dalam perikatan menimbulkan konsekuensi hukum sebagai perbuatan melawan hukum. Wanprestasi (ingkar janji) berarti tidak melaksanakan isi kontrak pada pihak-pihak sebelumnya telah sepakat melaksanakannya. Untuk mencegah wanprestasi dan memberi keadilan serta kepastian hukum kepada pihak-pihak, hukum menyediakan sanksi berupa ganti rugi, pembatalan perjanjian dan peralihan resiko. 19 Sanksi demikian merupakan sanksi perdata karena masalah kontrak menyangkut kepentingan pribadi, yang berbeda dengan sanksi pidana berupa hukuman fisik (pemenjaraan) terhadap pelaku kejahatan atau tindak pidana tertentu sebagaimana di atur dalam hukum pidana. 19
Sanusi Bintang dan Dahlan, op. cit. h. 11
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Induk perusahaan yang merupakan perusahaan mandiri dan yang mendirikan atau membentuk anak perusahaan yang mandiri pula dalam batas-batas tertentu dalam membuat perjanjian dan perbuatan-perbuatan hukum perusahaan lainnya dengan pihak ke tiga masih turut campur dalam penentuannya. Hal ini tentu berhubungan dengan adanya kepemilikan mayoritas saham
yang dimiliki induk perusahaan sehingga induk
perusahaan dapat mengendalikan anak perusahaannya. Bila terjadi wanpretasi atas perjanjian yang telah dibuat oleh anak perusahaan, kalau di lihat dari sifat kemandirian anak perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas tentunya induk perusahaan tidak dapat di minta pertanggung jawabannya, karena setiap perusahaan yang melakukan perbuatan hukum tentunya hanya perusahaan tersebutlah yang
dapat
menikmati
dan
mempertanggung
jawabkan
segala
akibat
yang
ditimbulkannya. 2. Konsepsi Pemakaian konsep perlu di jelaskan bahwa konsepsi adalah satu bagian terpenting dari teori, karena konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya dalam pikiran. “Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori, observasi dan abstraksi”. 20 Induk perusahaan sebagai perusahaan yang telah mendirikan anak perusahaan tentunya mempunyai maksud dan tujuan untuk membentuk anak perusahaan. Pendirian anak perusahaan tersebut tidak terlepas dari tujuan perusahaan mengembangkan sayap
20
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI-PRESS),Jakarta,1984,h.
137
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
untuk memperbesar usaha dan keuntungan, dengan membentuk anak perusahaan dalam bentuk Pereroan Terbatas yang mempunyai tanggung jawab sendiri dan mandiri. Menurut Munir Fuady ada tiga cara untuk membentuk perusahaan kelompok yaitu: 1. Ekspansi Vertikal, dalam hal ini penggabungan perusahaan bergerak dari hilir ke hulu, misalnya pengusaha garmen yang hendak memperluas jaringannya dengan mendirikan usaha tenun sendiri dan selanjutnya mendirikan perusahaan batik keris. 2. Ekspansi Horizontal, dengan bermotif menekan resiko dilakukan ekspansi melalui diversifikasi usaha. Dalam hal ini bidang usaha dari satu perusahaan anak dengan perusahaan lainnya sangat berbeda. Istilah konglomerat atau perusahaan kelompok ditujukan untuk bentuk-bentuk seperti ini. Termasuk ke dalam kelompok ini antara lain: Bakrie Group, Sekar Group 3. Campuran antara ekspansi vertical dan horizontal , bentuk campuran ini melakukan ekspansi usaha ke dua arah, terkadang perluasan usaha dengan memperhatikan hubungan dagang dari hulu ke hilir tetapi terkadang tanpa memperhatikan hubungan tersebut sama sekali. 21
Dengan terbentuknya perusahaan baru maka akan semakin baik yang berarti adanya peningkatan dalam pembangunan. Terbentuknya perusahaan baru setidaknya akan menimbulkan: 1. Penerimaan pajak dari keuntungan yang diperoleh 2. Membuka kesempatan kerja. Dalam hal ini dengan terbentuknya perusahaan secara otomatis akan menyerap tenaga kerja, dengan demikian akan tercipta kepentingan yang seimbang antara kepentingan pemilik modal (pengusaha) dan kepentingan pemerintah serta masyarakat.
21
Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, h.15
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Beberapa definisi konsep dasar untuk memperjelas, yaitu: “Tanggung jawab adalah kewajiban, wewenang dan hal yang melekat pada suatu kedudukan”. 22 Tanggung jawab adalah kewajiban yang harus dipikul oleh orang/badan akan sesuatu yang telah di dibuatnya. “Induk perusahaan adalah perusahaan yang menjalankan usaha sendiri dan menjalankan pengendalian operasional pada anak perusahaannya”. 23 Perseroan Terbatas, menurut pasal 1 ayat (1) undang-undang no. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang selanjutnya di sebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksananya. Anak perusahaan adalah perusahaan yang mempunyai hubungan khusus dengan perusahaan induk dan perusahaan lain dalam satu kelompok, dengan demikian untuk pengangkatan dan pemberhentian direksi dan komisaris maupun penentuan kebijakan kegiatan usaha perusahaan sangat di pengaruhi oleh induk perusahaannya. G. Metode Penelitian Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal ini di sebabkan karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistimatis, metodologis dan konsisten. Melalui proses 22
Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2001, h. 619 .23 Rudi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, h. 64
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan.” 24 “Oleh karena penelitian merupakan suatu sarana ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metodologi penelitian yang diterapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya”. 25 “Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang dianalisa berdasarkan pada metode, sistematika dan dengan jalan menganalisanya. 26 Dengan demikian metode
penelitian adalah merupakan upaya ilmiah untuk
memakai dan memecah suatu permasalahan berdasarkan metode tertentu. Sehubungan dengan permasalahan sebelumnya dapat dikemukakan beberapa hal, diantaranya: 1. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif, karena ingin menggambarkan kajian terhadap tanggung jawab induk perusahaan terhadap perikatan yang dibuat anak perusahaanya. 2. Metode Pendekatan Penelitian ini menggunakan metode pedekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif atau kepustakaan mencakup: 27 a. Penelitian terhadap asas-asas hukum; b. Penelitian terhadap sistimatik hukum; c. Penelitian terhadap sinkronisasi vertikal dan horizontal; d. Perbandingan hukum; e. Sejarah hukum
24
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, 2005, h. 5-6 Sorjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, h. 64 26 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek , Sinar Grafika, Jakarta, 1996, h. 64 25
27
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmuji, loc. Cit.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
“Metode penelitian sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun sebagai law as it decided by the judge through judicial process”. 28
3. Teknik Pengumpulan Data Sebagai penelitian hukum normatif, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi kepustakaan
( library research), bahan
kepustakaan tersebut merupakan dasar yang dalam ilmu penelitian digolongkan sebagai data sekunder, untuk mendapatkan konsep teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dari peneliti dipergunakan
terdahulu tanpa mengganggu kerangka pemikiran yang
dalam penelitian ini, dan di tambah dengan data dari nara sumber yang
diperoleh dari wawancara yang berkaitan dengan objek penelitian. Bahan utama dari penelitian ini adalah data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, berupa ketentuan perundang-undangan antara lain undang-undang nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas, Kitab undang-undang Hukum Dagang, Kitab undang-undang Hukum Perdata. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis bahan-bahan hukum primer
28
Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, disampaikan pada dialog interaktif tentang penelitian hukum dan hasil penulisan hukum pada majalah akreditasi, Fakultas Hukum USU, tanggal 18 Februari, 2003, h. 2
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
tersebut, antara lain berupa buku-buku rujukan yang relevan, hasil karya tulis ilmiah dan berbagai makalah yang berkaitan. c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder berupa kamus umum, kamus bahasa, surat kabar, artikel, internet.
4. Alat Pengumpulan Data Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui: 1. Studi dokumen atau kepustakaan (library research), yang terdiri dari: a. Bahan hukum primer Yang meliputi segala jenis peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah yang diteliti. b. Bahan hukum sekunder Yang meliputi pendapat para pakar hukum yang bersumber pada buku-buku berisi teori atau pendapat para ahli hukum. 2. Wawancara
yang
dilakukan
terhadap
nara sumber
dalam penelitian ini
yaitu pada PT. Sekar Bumi, Sidoarjo, Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili oleh Bapak Fredy sebagai Direktur Keuangan.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
5. Analisis Data Analisis data dalam penelitian merupakan suatu hal yang sangat penting guna memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang diteliti. Dimana data yang telah dikumpulkan dengan studi kepustakaan tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan melakukan identifikasi yang logis dan sistematis, untuk kemudian ditarik kesimpulan dari data yang dianalisis tersebut dengan menggunakan metode secara deduktif. Dipilihnya metode analisis deduktif ini adalah agar gejala-gejala normatif yang diperhatikan dapat dianalisis dari berbagai aspek secara mendalam dan terintegral antara aspek yang satu dengan yang lain, sehingga dengan demikian diharapkan dapat menjawab permasalahan yang diteliti.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
B A B II HUBUNGAN HUKUM ANTARA INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN DALAM PERUSAHAAN GROUP
A. Tinjauan Umum 1. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum Istilah Perseroan Terbatas ada beraneka ragam dipakai pada beberapa negara, seperti: Aktiengesellschaft atau disingkat A.G (untuk Jerman,Austria dan disingkat N.V (untuk Belanda) dan Company limited Shares (untuk inggris). 29 Salah satu bentuk badan usaha yang cukup banyak diminati dalam praktek bisnis adalah Perseroan Terbatas, karena Perseroan Terbatas diyakini dapat menjadi sarana untuk pemupukan modal yang lebih besar jika dibandingkan dengan bentuk badan usaha lainnya seperti: Perusahaan Dagang (PD), Firma (Fa), Perseroan Komanditer (CV). 30 “Selain itu Perseroan Terbatas juga dapat masuk ke Pasar Modal atau bursa efek apabila telah memenuhi syarat yang ditentukan Undang-Undang Pasar Modal. 31 Oleh karena bentuk badan usaha Perseroan Terbatas tersebut banyak diminati maka perlu diketahui kelebihan dan kekurangan bentuk badan hukum Perseroan Terbatas: 1. Kelebihan Perseroan Terbatas: a. b. c. d. e. f.
Memungkinkan pengumpulan modal besar; Tanggung jawab terbatas; Pengalihan kepemilikan lebih mudah; Jangka waktu yang tidak terbatas; Manajemen yang lebih kuat; Untuk Penanam Modal Asing (PMA) ada fasilitas bebas pajak (tax holiday).
29
H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Djambatan, Jakarta, 1995, h.89-90. Sentoso Sembiring, Hukum Perusahaan Dalam Peraturan Perundang-Undangan, Nuansa Aulia, Bandung, 2006, h.13. 31 Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995. 30
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
2. Kekurangan Perseroan Terbatas: a. Pengenaan pajak ganda; b. Ketentuan perundangan lebih ketat; c. Rahasia perusahaan relatif kurang terjamin; d. Pendirian perusahaan relatif rumit, lama, dan biaya lebih besar; e. Untuk penanam modal asing (pma), sedikit rentan terhadap situasi dan kondisi sosial politik dan keamanan suatu Negara. 32 Menurut Agus budiarto, bentuk Perseroan terbatas banyak diminati oleh para pengusaha karena Perseroan Terbatas mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri dan berpotensi memberikan keuntungan baik bagi instansinya sendiri maupun bagi para pendukungnya (pemegang saham). Ini bisa dilihat dalam realita yang ada ditengah-tengah kita, organisasi ekonomi (badan usaha) yang dimiliki oleh konglomerat yang menguasai beberapa sektor perekonomian bentuknya adalah Perseroan Terbatas. Mula-mula sebagai perusahaan yang biasa saja (kecil), lambat laun berkembang menjadi Perusahaan raksasa, dia mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri dan memberikan keuntungan bagi lembaganya maupun pemegang sahamnya. 33
Perseroan Terbatas merupakan persekutuan yang berbentuk badan hukum. Bentuk badan hukum ini tidak disebut persekutuan tetapi persero karena modal badan hukum ini terdiri dari sero-sero atau saham-saham. Berbeda halnya dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang tidak secara eksplisit menyatakan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum, dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007 pada Pasal 1 ayat (1) dengan tegas dinyatakan bahwa keberadaan Perseroan Terbatas diakui sebagai badan hukum dan dianggap sebagai manusia. Oleh karena itu sebagai badan hukum atau artificial person, mampu bertindak melakukan perbuatan hukum melalui “wakilnya” atau orang yang mewakili perseroan serta bertindak untuk dan atas nama perseroan, karena itu perseroan juga merupakan subjek hukum mandiri atau persona standi in judicio. Dia bisa 32
Abdul Rasyid Saliman,Hukum Bisnis Untuk Perusahaan; Teori dan Contoh Kasus,Kencana, Jakarta, 2005, h. 104. 33 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia, Jakarta, Indonesia, 2002, h. 14.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
mempunyai hak dan kewajiban dalam hubungan hukum sama seperti manusia biasa atau natural person , dia bisa menggugat ataupun digugat,bisa membuat keputusan dan bisa mempunyai hak dan kewajiban layaknya manusia. 34 Menurut R. Soerjatin suatu Perseroan Terbatas adalah suatu perserikatan: 1. 2. 3. 4. 5.
Dalam mana tak dikenal para anggotanya; Yang harus didirikan dengan akta otentik; Yang merupakan suatu badan hukum; Dalam mana para anggotanya bertanggung jawab terbatas; Yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk didirikannya dan untuk menjalankan usahanya. 35
Didalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dijelaskan lebih lanjut apa yang
dimaksudkan
no. 40
dengan
tahun 2007
badan hukum . Hanya
dalam Pasal 7ayat( 4) Undang-Undang Perseroan Terbatas menyebutkan perseroan
memperoleh
tidak
kapan
status badan hukum yaitu pada tanggal diterbitkannya
keputusan Mentri mengenai pengesahan badan hukum perseroan. Perseroan Terbatas dapat diakui
sebagai
badan
hukum
karena ciri-ciri
tertentu seperti yang ditentukan dalam Undang-Undang, yaitu: 1. Adanya organisasi yang teratur; 2. Mempunyai harta kekayaan sendiri; 3. Melakukan hubungan hukum sendiri; 4. Mempunyai tujuan sendiri. 36
34
Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Bentuk-Bentuk Badan Usaha Di Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung, 1997, h. 52. 35 R. Suryatin, Hukum Dagang I dan II, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1982, h.57-58 36 Abdulkadir Muhmmad, Hukum Perseroan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, h.8-9
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Dari rumusan yang diberikan diatas dapat diketahui bahwa suatu Perseroan Terbatas sebagai
bentuk modern
corporation
memiliki
setidaknya
tiga
karasteristik tambahan yaitu : 1. Kepemilikannya diwadahkan dalam bentuk saham-saham yang dapat dengan mudah dipindahtangankan atau dialihkan kepada siapapun juga; 2. Mempunyai masa hidup yang abadi dengan jangka waktu pendirian yang tidak ditentukan lamanya, yang tidak digantungkan pada masa hidup pemegang sahamnya. 3. Sifat tanggung jawab yang tidak hanya terbatas pada pemegang saham, tidak hanya untuk tanggung jawab perdata melainkan juga tanggung jawab atas suatu tindak pidana yang dilakukan oleh perseroan. Disamping itu dikenal juga pertanggung jawaban terbatas terhadap para pengurusnnya. 37 Dengan dinyatakannya suatu perusahaan berstatus badan hukum dengan sifat tanggung jawabnya yang terbataspun hadir demi hukum bagi kepentingan pemegang saham. Hal ini berarti bahwa seorang pemegang saham terbatas kepada sahamnya sendiri yang telah diambil itu mengenai pertanggungjawabannya atas segala tindak tanduk, keuntungan dan kerugian dari pada Perseroan Terbatas yang bersangkutan. Ia hanya bertanggung jawab atas jumlah sahamnya. Jika belum disetor harus disetor penuh. Tetapi kalau sudah disetor maka hanya sejumlah nilai dari sahamnya itu saja yang dia harus bertanggung jawab terhadap Perusahaan dan terhadap pihak ketiga yang menuntut dari Perseroan Terbatas. Maka ini adalah sifat dari pada suatu Limited Company-nya suatu Perseroan Terbatas, terbatas dalam tanggung jawab para pemegang sahamnya. 38 2. Pendirian Perseroan Terbatas Menjadi Badan Hukum Sebuah Perseroan Terbatas
berdiri atau “ada” semata-mata karena adanya
perjanjian yang dibuat oleh dua orang atau lebih dihadapan notaris untuk 37
Gunawan Wijaya, op.cit. h. 11 Sudargo Gautama, Komentar atas Undang-Undang Perseroan Terbatas Yang Baru (1995) No.1 Perbandingan Dengan Peratuturan Lama, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,1995, h.19. 38
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan
memenuhi
persyaratan
yang
ditetapkan dalam Undang-Undang
Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksananya (Undang-Undang Perseroan Terbatas Pasal 1 ayat 1). Dengan demikian Perseroan Terbatas adalah suatu badan yang
sengaja
dibentuk untuk melakukan usaha tertentu oleh orang-orang atau badan hukum yang disebut sebagai pendiri. Pasal 38 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menentukan bahwa suatu Perseroan Terbatas harus didirikan dengan suatu akta otentik, dengan demikian maka “akta otentik itu merupakan syarat mutlak untuk Perseroan Terbatas, dengan lain perkataan apabila tidak ada suatu akta otentik, badan atau perserikatan itu tidak merupakan suatu Perseroan Terbatas melainkan suatu CV atau firma” 39 Pasal 1870 KUHPerdata menentukan bahwa suatu akta otentik memberi suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat didalamnya antara pihak beserta ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari pada mereka. Dari ketentuan tersebut ternyata pada hakekatnya suatu akta otentik merupakan suatu alat pembuktian yang sempurna, mengenai apa yang disebutkan/dinyatakan dalam akta itu. Dengan demikian isi dari pada akta itu mencerminkan kehendak para pihak atau apa yang tercantum dalam akta itu mempunyai kekuatan pembuktian formil. Prosedur pendirian Perseroan Terbatas ditempuh dengan melalui beberapa tahap: 1. Tahap akta notaris 39
R. Suryatin, op.cit. h. 58
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Pada tahap ini yang merupakan tahap pertama dari pendirian suatu Perseroan Terbatas, para pendiri diwajibkan untuk membuat akta pendirian suatu Perseroan Terbatas
berbentuk akta otentik (dengan akta notaris). Ini sesuai dengan
Ketentuan dalam Pasal
7 ayat
(1)
Undang-Undang
tentang Perseroan
Terbatas no. 40 tahun 2007. 2. Tahap Pengesahan Mentri Akta pendirian yang notarial dari
Perseroan Terbatas tersebut
haruslah
diajukan ke Mentri Hukum Dan Hak Asasi Manusia untuk mendapatkan Pengesahannnya (Pasal 7 ayat (4)) Undang-Undang Perseroan
Terbatas no. 40
tahun 2007. 3. Tahap Pendaftaran Dalam daftar Perusahaan Anggaran dasar yang telah disahkan oleh mentri tersebut selanjutnya harus di proses pendaftarannya dalam daftar perusahaan yang disediaklan (Pasal 29) Undang-Undang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007. 4. Tahap Pengumuman Dalam Tambahan Berita Negara Ini adalah tahap terakhir dari proses pendirian suatu Perseroan Terbatas, yakni mengumumkan anggaran dasar Perseroan Terbatas yang bersangkutan dalam Tambahan Berita Negara Republik
Indonesia (Pasal 30) Undang-Undang
Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007.
3. Tahap Pengesahan Mentri
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Akta
pendirian
yang
notarial
haruslah diajukan ke mentri untuk
dari
Perseroan
Terbatas
tersebut
mendapatkan pengesahannya.
Dengan telah berstatus badan hukum maka tanggung jawab Perseroan Terbatas dalam tindakannya menjadi
mandiri
sebagai
perubahan dalam tanggung jawab para
badan hukum, sehingga terjadi
pemegang
saham
yaitu
ia
tidak
bertanggung jawab atas kerugian dari perseroan yang melibihi nilai saham yang telah diambil ( Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 3 ayat 1). Hal ini berarti bahwa seorang pemegang saham bertanggung jawab sebatas pada sahamnya atas segala tindak tanduk, keutungan dan kerugian dari Perseroan Terbatas yang bersangkutan. Proses mendapatkan pengesahan dari Mentri diajukan oleh pendiri atau kuasanya (dalam hal ini hanya notaris yang diperbolehkan),mengajukan permohonan melalui jasa teknologi
informasi
sistem
administrasi badan hukum secara
elektronik kepada mentri dengan mengisi format isian yang memuat sekurangkurangnya (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 9 ayat 1): a. Nama dan tempat kedudukan perseroan; b. Jangka waktu berdirinya perseroan; c. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan; d. Jumlah modal dasar,modal ditempatkan dan modal disetor; e. Alamat lengkap perseroan.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Pengesahan sebagai badan hukum harus diajukan kepada mentri paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak akta pendirian ditandatangani (Pasal 10 ayat 1). Permohonan
untuk
mendapat pengesahan dari mentri tersebut
ditolak, penolakan tersebut
langsung
dapat
diberitahukan beserta alasannya kepada
pemohon secara elektronik (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 10 ayat 4). 40 Dan
apabila permohonan untuk mendapat pengesahan telah sesuai dengan
peraturan
perundang-undangan, Mentri langsung menyatakan tidak berkeberatan
atas permohonan yang bersangkutan secara elektronik (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 10 ayat 3). Dalam Undang-Undang dikatakan bahwa pengertian kata “orang” dalam hal pendirian Perseroan Terbatas harus dipandang
sebagai
subjek
hukum
dalam arti luas yaitu orang-orang, perorangan atau badan hukum. Jadi dimungkinkan dalam Perseroan Terbatas sebagai badan hukum dapat melakukan perjanjian. Akta pendirian merupakan anggaran dasar yang berisi
keterangan tentang
identitas Perseroan Terbatas seperti (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 8 ayat 2): a. Nama lengkap, tempat dan
kewarganegaraan
dan
tangal
pendiri
lahir, pekerjaan, tempat perseorangan, atau
tinggal
nama, tempat
kedudukan dan
40
penjelasan: langsung, yang dimaksud dengan langsung dalam ketentuan ini adalah pada saat yang bersamaan dengan saat pengajuan permohonan diterima.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
b.
Alamat lengkap
serta
nomor
dan tanggal keputusan Mentri mengenai
pengesahan badan hukum dari pendiri Pereroan. 41 c. Nama Lengkap,
tempat
dan
tanggal
tinggal, kewarganegaraan anggota
lahir,
pekerjaan, tempat
direksi dan komisaris yang pertama
kali diangkat. d. nama pemegang
saham
yang
telah
mengambil
bagian
saham,
rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor. Didalam anggaran dasar memuat sekurang-kurangnya (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 15 ayat 1): a. Nama dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan, b. Maksud dan tujuan serta kegitan usaha Perseroan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang dimaksud Perseroan, adalah kegiatan
yang dilakukan
dengan “kegiatan usaha
Perseroan
dalam
rangka
mewujudkan maksud dan tujuan tersebut. c. Jangka waktu berdirinya perseroan, d. Besarnya
jumlah
modal dasar,modal
yang
ditempatkan, dan modal yang
disetor,
41
penjelasan: Dalam mendirikan Perseroan diperlukan kejelasan mengenai kewarganegaraan pendiri, karena pada dasarnya badan hukum di Indonesia yang berbentuk Perseroan Terbatas haru didirikan oleh warga Negara Indonesia, namun demikian kepada warga negara asing diberi kesempatan untuk mendirikan badankum di Indonesia yang berbentuk Perseroan Terbatas sepanjang UndangUndang yang mengatur bidang usaha Perseroan tersebut memungkinkan atau pendirian Perseroan tersebut diatur dengan Undang-Undang tersendiri.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
e. jumlah saham, klasifikasi tiap
klasifikasi,
saham
apabila ada berikut jumlah saham untuk
hak-hak yang melekat
pada setiap saham dan
nilai
nominal setiap saham, f. Nama jabatan dan jumlah anggota direksi dan dewan komisaris, g. Penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang saham, h. Tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota
direksi
dan komisaris, i. Tata cara penggunaan laba dan pembagian deviden. Mengingat terbatasnya pengaturan mengenai Perseroan Terbatas dalam UndangUndang, maka hal-hal lain yang belum cukup diatur dalam peraturan perundangundangan dibenarkan kepada Perseroan Terbatas untuk mengatur sendiri dalam anggaran dasar hal-hal yang masih dianggap perlu. Tentu saja sejauh hal-hal tersebut tidak bertentangan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan kata lain terdapat suatu keleluaaan bagi Perseroan Terbatas untuk menetapkan hal-hal yang dianggap perlu dan yang belum diatur dalam peraturan yang ada. Oleh karena itu dalam menyusun akta pendirian atau anggaran dasar Perseroan Terbatas harus benarbenar dipersiapkan dengan sebaik-baiknya sehingga masalah-masalah yang perlu dan dianggap mendasar bisa dituangkan secara jelas dan lengkap dalam anggaran dasar. 42 Dalam penggunaan nama Perseroan Terbatas, Persero tidak boleh menggunakan nama yang (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 16 ayat 1): a. Telah dipakai
secara sah oleh Perseroan lain atau mirip dengan nama
Perseroan lain; b. Bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan; j. Sama atau mirip dengan nama lembaga Negara, lembaga pemerintah atau lembaga 42
internasional;
I.G. Rai Widjaja, Pedoman Dasar Perseroan Terbatas (PT), Pradnya Paramita, Jakarta,1994, h.
9.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
k. Tidak sesuai dengan maksud
dan tujuan, serta
kegiatan usaha, atau
menunjukkan maksud dan tujuan Perseroan saja tanpa nama diri; l. Terdiri
atas angka atau rangkaian angka, huruf atau rangkaian huruf yang
tidak membentuk kata; m. Mempunyai arti sebagai Perseroan, badan hukum, atau persekutuan perdata. Nama Perseroan harus didahului
dengan
perkataan Perseroan
Terbatas
atau disingkat PT (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 16 ayat 2). “Pada akhir nama Perseroan ditambah singkatan kata “Tbk”, dalam hal tidak ada tulisan singkatan”Tbk” berarti Perseroan tertutup”. 43 Tindakan hukum untuk mendirikan perseroan pada asasnya mempunyai unsur yang harus dibedakan tetapi saling mengikat. Unsur
pertama
2
adalah
pendirian Perseroan Terbatas sendiri dengan anggaran dasarnya yang menentukan identitas dan
pengaturannya, dan unsur yang kedua adalah keikutsertaan dari pada
pendiri sebagai pemegang saham. “Dengan demikian merupakan suatu keharusan bagi para pendiri agar akta pendirian Perseroan Terbatas yang telah dibuat oleh notaris tersebut diajukan untuk mendapat pengesahan dari mentri Hukum dan Hak Asasi manusia, agar Perseroan Terbatas memperoleh
status badan hukum”. 44 Karena sebelum akta pendirian
mendapat pengesahan status Perseroan Terbatas belum sebagai badan hukum,
43
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, h. 120. 44 Gatot Supramono, “ Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru”, (DJambatan: Jakarta,2004), h. 56.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
dengan demikian
pendiri
Perseroan Terbaras
atau
pemegang saham
bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan atas nama perseroan (UndangUndang no. 40 tahun 2007 Pasal 3 ayat 2). Meskipun demikian Undang-Undang memberi peluang kepada pemegang saham agar perikatan yang dilakukan tersebut dapat mengikat perseroan setelah perseroan berbadan hukum, yaitu: Apabila
perbuatan
kepentingan perseroan
hukum
yang
yang belum
perseroan menjadi badan hukum apabila pertama
dilakukan didirikan
calon
mengikat
pendiri
untuk
perseroan setelah
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
perseroan secara tegas menyatakan
menerima atau mengambil
alih
sxsemua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri atau kuasanya. Sesuai Pasal 6 dan Pasal 7 angka 4 Undang-Undang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007, Perseroan Terbatas menjadi badan hukum setelah akta pendiriannya mendapat pengesahan untuk jangka waktu sesuai yang ditetapkan dalam anggaran dasarnya. 45 “Bila dilihat secara mendalam Pasal 6 tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dalam hal anggaran dasar tidak menyebutkan jangka waktu berdirinya suatu
45
Penjelasan Pasal 6: apabila Perseroan didirikan untuk jangka waktu terbatas harus disebutkan secara tegas, demikian juga apabila Perseroan didirikan untuk jangka waktu tidak terbatas harus disebutkan secara tegas dalam anggaran dasar.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Perseroan Terbatas maka Perseroan Terbatas itu berdiri untuk jangka waktu yang tidak terbatas”. 46 4. Pendaftaran dan Pengumuman Setelah
akta
pendirian
mendapat
pengesahan dari Mentri, tahap
berikutnya adalah mendaftarkan perseroan. “Daftar
perseroan
Manusia. Daftar
diselenggarakan oleh Mentri Hukum dan Hak Asasi
perseroan
memuat
data
tentang
perseroan yang meliputi
(Undang-Undang No. 40 tahun 2007 Pasal 29 ayat 2): a. Nama
dan
tempat
kedudukan, maksud
dan tujuan serta kegiatan
usaha, jangka waktu pendirian dan permodalan; b. Alamat lengkap perseroan: (1) Perseroan
mempunyai
nama
dan
tempat
kedudukan dalam wilayah
Negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar; (2) Perseroan mempunyai alamat lengkap sesuai dengan tempat kedudukannya; (3) Dalam surat
menyurat, pengumuman
yang
diterbitkan oleh perseroan,
barang cetakan dan akta dalam hal perseroan menjadi pihak yang harus menyebutkan nama dan alamat lengkap perseroan. c. Nomor
dan
tanggal
akta
pendirian
dan
keputusan
Mentri
mengenai pengesahan badan hukum perseroan .
46
Hardijan Rusli, Perseroan Jakarta,1996, h.25
Terbatas Dan
Aspek Hukumnya, Pustaka
sinar Harapan,
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
d. Nomor dan persetujuan
tanggal
akta
perubahan
anggaran
dasar
dan
Mentri, mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya keputusan
Mentri mengenai persetujuan perubahan anggaran dasar. e. Nomor tanggal
dan
tanggal
penerimaan
dasar mulai
berlaku
pemberitahuaan
akta
perubahan
pemberitahuan sejak
oleh
tanggal
anggaran
dasar
dan
Mentri. Perubahan anggaran
diterbitkannya
surat
penerimaan
perubahan anggaran dasar oleh mentri.
f. nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta pendirian dan akta perubahan anggaran dasar; g. nama lengkap dan alamat
pemegang
saham, anggota direksi, dan anggota
dewan komisaris perseroan; h. nomor dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan tanggal penetapan pengadilan
tentang
pembubaran
perseroan yang telah diberitahukan
kepada mentri; i. berakhirnya status badan hukum perseroan; j. neraca dan laporan rugi laba dari tahun buku yang bersangkutan bagi perseroan yang diaudit. Data perseroan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 29 ayat (3) Undang-
Undang Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007, dimasukkan dalam daftar perseroan pada tanggal yang bersamaan dengan tanggal: a. Keputusan Mentri mengenai pengesahan badan hukum perseroan, persetujuan atas perubahan anggaran dasar yang memerlukan persetujuan;
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
b.Penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar yang tidak memerlukan persetujuan; atau c.Penerimaan pemberitahuan data perseroan yang bukan merupakan perubahan anggaran dasar. Jadi dalam hal ini yang di daftarkan bukan Perseroan Terbatasnya melainkan akta pendirian dan akta perubahan anggaran dasar. Dengan demikian setiap perusahaan termasuk perusahaan asing yang berkedudukan dan menjalankan usahanya di wilayah Negara Republik Indonesia dan telah memiliki izin, wajib didaftarkan dalam daftar Perusahaan. Perusahaan tersebut meliputi: 1. Perseroan Terbatas; 2. Koperasi; 3. Persekutuan Komanditer (CV); 4. Firma; 5. Perusahaan perorangan lainnya yang melaksanakan kegiatan usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. 47 Setelah dilakukan
proses pendaftaran perusahaan, maka tahap berikutnya
adalah diumumkan ke dalam tambahan berita Negara Republik Indonesia. Pengumuman dilakukan oleh Mentri, dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya keputusan Mentri (UndangUndang no. 40 tahun 2007 Pasal 30 ayat 2).
47
Abdul Rasyid Saliman,op.cit. h. 106.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
5. Modal dan Saham a. Modal Untuk mengelola suatu perseroan dibutuhkan suatu modal yang disebut modal dasar yang menjadi modal awal untuk melakukan segala kegiatan atau aktifitas perseroan.”Menurut Rudi Prasetya yang dimaksud dengan modal Perseroan adalah keseluruhan nilai nominal dari saham yang ada dalam Perseroan Terbatas”. 48 Selanjutnya perlu dimengerti bahwa pengertian modal perseroan tidak ada sangkut pautnya kekayaan
dengan pengertian ekonomis dalam hubungan dengan harta
Perseroan Terbatas, karena pengertian
adalah jumlah harta
harta kekayaan
dalam hal ini
yang menjadi milik perseroan setelah dibayarkan hutang-
hutang perseroan. Menurut Achnad Ichsan, harta kekayaan itu merupakan modal dalam arti ekonomi, yang selalu mengalami perubahan tergantung pada kemajuan
maupun
kemunduran badan usaha yang bersangkutan, sedangkan modal perseroan itu tetap Menurut I.G. Rai Widjaya untuk mengelola suatu Perseroan diperlukan adanya modal yang disebut modal dasar Perseroan atau authorized capital,Modal Perseroan dibedakan antara lain: 1. Modal dasar (authorized capital) adalah jumlah saham maksimum yang dapat dikeluarkan oleh perseroan, sehingga modal dasar terdiri atas seluruh nominal saham. 2. Modal ditempatkan (issued capital atau sub scribed capital) adalah saham yang telah diambil dan sebenarnya telah terjual kepada pendiri maupun pemegang saham perusahaan. Jadi para pendiri demikian juga para pemegang saham perseroan telah menyanggupi untuk mengambil bagian sebesar 48
Rudi Prasetya, op. cit. h. 178.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
atau sejumlah tertentu dari saham perseroan. Oleh karena itu dia mempunyai kewajiban untuk membayar atau melakukan penyetoran kepada perseroan. 3. Modal yang disetor (paid up capital) adalah saham yang telah dibayar penuh kepada Perseroan yang menjadi penyertaan atau penyetoran modal riil yang telah dilakukan oleh pendiri maupun para pemegang saham Perseroan. Modal Perusahaan selain didapat dari modal dasar yang diperoleh dari para pemegang saham,juga dapat diperoleh dari modal yang berasal dari sumber external yakni berasal dari pihak-pihak diluar Perusahaan, seperti dengan cara menjadi pemegang saham Perusahaan tersebut, dengan menjual saham-saham Perusahaan lewat mekanisme yang disebut go public yaitu dengan melibatkan publik didalamnya untuk membeli saham-saham yang dijual oleh Perusahan. 49
Mengenai besarnya modal dasar sudah ditentukan di dalam Pasal 32 ayat (1) 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah ), namun dalam Pasal 32 ayat (2) masih memberikan
keleluasaaan yaitu dalam rangka “kegiatan usaha tertentu” 50 dapat
menentukan jumlah minimum modal perseroan yang lebih besar. Hal lain yang penting yaitu seluruh saham harus disetor penuh pada saat pengesahan perseroan. Rumusan
itu
memberi
pengertian bahwa angsuran
modal ditempatkan hanya boleh dilakukan sebelum perseroan memperoleh status badan hukum. Hal yang menarik dari Undang-Udang Perseroan Terbatas ialah mengenai larangan
pengeluaran saham oleh perseroan untuk dimiliki sendiri maupun
dimiliki perseroan lain. “Rumusan demikian dapat ditentukan dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007 yang berbunyi: perseroan
49
Bagus Irawan, Aspek-Aspek Hukum Kepailitan; Perusahaan; dan Asuransi , PT. Alumni, Bandung, 2007, h.95-96. 50 Penjelasan Pasal 32 ayat (2), yang di maksud “kegiatan usaha tertentu” antara lain perbankan, asuransi dan freight forwarding.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
dilarang mengeluarkan
saham
baik
untuk
dimiliki
sendiri
maupun
dimiliki oleh perseroan lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh perseroan. 51 Ketentuan
tentang
larangan
tersebut, Rudi
Prasetya
menafsirkan
sebagai berikut : 1. Jika perseroan didirikan dan atas “saham-saham yang di tempatkan” di
ambil
sendiri oleh perseroan; 2. Atau perseroan
mengadakan
“emisi”
(pengeluaran
saham ), dan
dari
saham-saham yang diemisi itu dibeli sendiri oleh perseroan. 52 Hal ini dapat dikatakan menurut penjelasan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas no.40 tahun 2007, alasan perseroan tidak mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri karena Perseroan Terbatas didirikan untuk menghimpun modal oleh karenanya perseroan membutuhkan pemasukan dari pihak lain. Disamping untuk perlindungan modal, ketentuan Pasal 36 ayat (1) tersebut juga diperlukan sebagai perlindungan bagi kepentingan pihak ketiga (kreditur)
51
Penjelasan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang no. 40 tahun 2007, pada prinsipnya mengeluarkan upaya pengumpulan modal, maka kewajiban penyetoran atas saham seharusnya dibebankan kepada pihak lain. Demi kepastian Pasal ini menentukan bahwa perseroan tidak boleh mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri. Larangan tersebut termasuk juga larangan kepemilikan silang (cross holding) yang terjadi apabila perseroan memiliki saham yang dikeluarkan oleh perseroan lain yang memiliki saham perseroan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengertian kepemilikan silang secara tidak langsung adalah apabila perseroan pertama memiliki saham pada perseroan kedua tanpa melalui kepemilikan pada satu “perseroan antara” atau lebih sebaliknya perseroan kedua memiliki saham pada perseroan pertama. Pengertian kepemilikan silang secara tidak langsung adalah kepemilikan perseroan pertama atas saham pada perseroan kedua melalui kepemilikan pada satu “perseroan antara” atau lebih dan sebaliknya perseroan kedua memiliki saham pada perseroan pertama. . 52 Rudi Prasetya,op.cit, h.186
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
perseroan, modal kekayaan perserseroan merupakan jaminan bagi kepentingan pihak ketiga (kreditur). Dinyatakan pula bahwa larangan perseroan mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri juga dilarang untuk
dimiliki perseroan lain, dapat dikatakan termasuk
dimiliki anak perusahaan terhadap saham yang perusahaannya. Alasan larangan oleh
anak
perusahaan
dikeluarkan
oleh
induk
tersebut dikarenakan bahwa pemilikan saham tidak
dapat dipisahkan dari pemilikan induk
perusahaannya. Menurut Rachmat Soemitro seperti dikutip Rudi Prasetya: pembelian kembali saham oleh perseroan merupakan salah satu cara untuk pengurangan modal perseroan. Dua cara lainnya yaitu dengan membayar kembali uang saham yang telah disetorkan atau dengan membebaskan harga saham yang masih terhutang serta cara yang ketiga dengan memperkecil nilai saham dengan cara penggelapan atas saham yang telah dikeluarkan. 53 Tata cara pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan dilakukan dengan ketentuan (Undang-Undang no.40 tahun 2007 Pasal 37 ayat 1): 54 a. Pembelian kembali saham perseroan menjadi
lebih
tersebut kecil
tidak
menyebabkan kekayaan bersih
dari jumlah modal yang ditempatkan,
ditambah cadangan wajib yang
telah disisihkan (penjelasan: yang dimaksud
kekayaan
seluruh
bersih
adalah
dikurangi seluruh kewajiban perseroan yang
disahkan
oleh
harta sesuai dengan
kekayaan
perseroan
laporan
keuangan
Rapat Umum Pemegang saham secara Sah dalam
53
Rudi prasetya, op.cit, h.187-188. penjelasannya: pembelian kembali saham perseroan tidak menyebabkan pengurangan modal kecuali apabila saham tersebut ditarik kembali. 54
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
waktu 6
(enam) bulan terakhir dan;
b. Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh perseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh perseroan tidak melebihi 10% (sepuluh
persen) dari
jumlah
modal
yang ditempatkan
dalam perseroan. Pembelian kembali saham, baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan Pasal 37 ayat (1) batal karena hukum (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 37 ayat 2). Apabila pemegang saham yang beritikad mengalami
kerugian
atas
pembelian
baik
kembali saham maka direksi akan
bertanggung jawab secara renteng atas kerugian tersebut (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 37 ayat 3). Dan saham yang dibeli kembali perseroan hanya boleh dikuasai perseroan paling lama 3 (tiga) tahun (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 37 ayat 4). 55 Kewenangan pengalihannya
untuk pembelian
hanya boleh dilakukan berdasarkan
kembali persetujuan
saham
atau
Rapat Umum
Pemegang Saham.
b. Saham Saham adalah bagian pemegang saham didalam perusahaan yang dinyatakan dengan angka dan bilangan yang tertulis pada surat saham yang dikeluarkan
55
penjelasan: ketentuan jangka waktu 3 (tiga) tahun pada ayat ini di maksudkan agar perseroan dapat menentukan apakah saham tersebut akan dijual atau ditarik kembali dengan cara pengurangan modal.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
perseroan. Jumlah yang tertulis pada tiap-tiap lembar surat saham itu disebut nilai nominal saham. Kepada pemegang saham diberikan bukti pemilikan saham untuk saham atas nama diserahkan kepada pemegang saham dan ditetapkan dalam anggaran dasar sesuai dengan kebutuhan. 56 Pemegang saham adalah baik orang perseorangan (manusia) maupun badan hukum yang adalah pemilik saham dalam modal Perseroan. Pada saat pendirian Perseroan kepemilikan saham dapat terjadi melalui pengambilan saham oleh pendiri berdasarkan perjanjian penyertaan (deelnemingsovereenkomst) dengan Perseroan sebagai akibat perbuatan hukum pendirian. 57 Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang atau dalam bentuk lainnya (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 34 ayat 1). 58 “Dalam hal penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk lain/selain uang, penilaian setoran modal saham ditentukan berdasar nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga
pasar atau ahli yang tidak terafiliasi dari perseroan (Undang-Undang no.
40 tahun 2007 Pasal 34 ayat 2). 59 Dan “untuk penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah akta pendirian ditanda-tangani atau setelah 56
I.G. Rai Widjaja, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, megapoin, Jakarta, 1996,h. 193. Editor Emmy Yuhasarie, Tri Harnowo, Prosidin g: Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya Tahun 2004, Perseroan Terbatas dan Good Corporate Governance (Jakarta 13-15 Juli 2004), Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta h. 209. 58 penjelasan: pada umumnya penyetoran saham adalah dalam bentuk uang. Namun tidak ditutup kemungkinan penyetoran saham dalam bentuk lain, baik berupa benda berwujud maupun benda tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang dan secara nyata telah diterima oleh perseroan. Penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang harus disertai rincian yang menerangkan nilai atau harga, jenis atau macam, status, tempat kedudukan, dan lain-lain yang dianggap perlu demi kejelasan mengenai penyetoran tersebut. 59 penjelasannya : ahli yang tidak terafiliasi adalah ahli yang tidak mempunyai : a.Hubungan keluarga karena perkawinan atau keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertical dengan pegawai, anggota direksi, dewan komisaris atau pemegang saham; b.Hubungan dengan perseroan karena adanya kesamaan satu atau lebih anggota direksi atau dewan komisaris; c. Hubungan pengendalian dengan perseroan baik langsung maupun tidak langsung; dan/atau d. Saham dalam perseroan sebesar 20% (dua puluh persen) atau lebih. 57
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Rapat Umum Pemegang Saham memutuskan penyetoran saham tersebut (UndangUndang no. 40 tahun 2007 Pasal 34 ayat 3). 60 Ditinjau dari segi yuridis, saham mempunyai
fungsi sebagai bagian dari
modal perseroan dan juga dapat dijadikan sebagi bukti bagi pemegang saham atas bagian yang ditanamkannya. Berdasarkan bukti pemegang saham tersebut maka pemegang
saham berhak atas deviden yang didapat oleh Perseroan Terbatas
tersebut sesuai dengan proporsi saham yang dimiliki. Selain itu keuntungan yang diperoleh oleh pemegang saham atas bukti
yang dimiliki adalah bahwa beban
tanggung jawab yang dibebankan kepadanya hanyalah sebatas nilai saham yang dimiliki. Saham dalam Undang-Undang dipandang sebagai benda bergerak sebagaimana halnya dengan benda bergerak lainnya, saham memberikan hak kebendaan pada pemiliknya yang
dapat
dipertahankan
terhadap
setiap
orang, sehingga
pemegang saham dapat melakukan apa saja yang dikehendakinya seperti menjual, menggadaikan sebagai jaminan hutang ataupun mengalihkannya. Dalam dunia ilmu hukum perseroan kita mengenal beberapa jenis saham, sebagai berikut: 1) Saham atas nama (op naam) 2) Saham atas tunjuk (on bearer, aan toonder) 3) Saham biasa (ordinary share, common share) 60
penjelasan: maksud diumumkannya penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak dalam surat kabar, adalah agar diketahui umum dan memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan untuk dapat mengajukan keberatan atas penyerahan benda tersebut sebagai setoran modal saham, misalnya diketahui benda tersebut bukan milik penyetor.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
4) Saham preferens (preferred shares,common share) 5) Saham preferens kumulatif. 6) Saham preferens kumulatif profit sharing. 7) Saham preferens non kumulatif. 8) Saham prioritas. 9) Saham pendiri (founder’s share) 10) Saham bonus. 11) Saham konversi. 12) Saham disetujui (assented share) 13) Saham tidak disetujui (non assented share) 14) saham yang dinilai (assessable share) 15) Saham dibayar penuh (paid up share) 16) Saham dinaikkan (watered share) 17) Saham donasi (donated share) 18) Saham tebusan (redeemable/callable share) 19) Saham treasury. 20) Saham terjamin (guaranteed share). Untuk lebih jelasnya, berikut penjelasan dari masing-masing jenis saham yang dimaksud: (1) Saham atas nama (op naam) Saham atas nama merupakan jenis saham dimana diatas lembar saham tertulis nama pemegang saham. Cara peralihan saham atas nama dilakukan dengan akta pemindahan hak mana atau salinannya mesti disampaikan secara tertulis kepada perseroan. (2) Saham atas tunjuk (on bearer, aan toonder) Di samping saham atas nama, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas juga membuka kemungkinan bagi suatu perusahaan untuk mengeluarkan saham atas tunjuk. Yaitu saham dengan mana setiap pemegang saham tersebut secara fisik dianggap sebagai pemiliknya. Sehingga peralihan saham tersebut kepada pihak lain cukup hanya dengan menyerahkan fisik surat saham tersebut.
(3) Saham biasa (ordinary share, common share) Saham biasa ini merupakan saham yang kepada pemegangnya tidak diberikan syarat-syarat khusus, dan tidak didahulukan dari yang lainnya. (4) Saham preferens (preferred shares,preference shares) Saham preferens merupakan saham yang kepada pemegangnya diberikan hak terlebih dahulu dalam hal pembagian deviden dan/atau dalam hal likuidasi perusahaan. Pembagian deviden atau pembagian dalam hal
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
likuidasi yang diutamakan tersebut, bisa diberikan dengan presentase tertentu dari keuntungan atau asset, misalnya diberikan 8% untuk tiap satu saham. Atau bisa juga berupa kelebihan sejumlah persentase tertentu dari saham biasa. Misalnya, jika saham biasa nantinya mendapat 7%, maka untuk saham preferens bisa mendapat 2%, jadi berjumlah 9% per saham.Berapa besarnya persentase tersebut akan ditentukan dalam anggaran dasar perusahaan yang bersangkutan. Meskipun bersifat preferens, tetapi dalam hal voting, terhadap saham preferens biasanya tidak diberikan kekhususan apa-apa. Jadi dalam hal tersebut diperlakukan sama dengan saham biasa. (5) Saham preferens kumulatif Ini adalah saham preferens, yang disamping diutamakan dalam hal pemberian deviden dan dalam likuidasi, tetapi juga jika dalam satu tahun tidak dapat diberikan deviden penuh karena alasan apapun, maka deviden untuk satu tahun tersebut dapat diberikan pada tahun-tahun berikutnya. Misalnya,dalam setahun terhadap pemegang saham preferens harus diberikan deviden sejumlah n. Maka jika pada tahun A terpaksa harus diberikan n-x, di tahun B dia harus diberikan n + x. Jika belum mampu diberikan ditahun B, bisa diberikan ditahun-tahun berikutnya lagi, demikian seterusnya. (6) Saham preferens kumulatif profit sharing Untuk saham seperti ini, kadang-kadang disebut juga sebagai “Saham Preferens Kumulatif Partisipasi”. Ini merupakan saham preferens,yang setelah mendapat hak-hak istimewa sebagai saham preferens,pemegangnya masih berhak atas deviden seperti haknya pemegang saham biasa. (7) Saham preferens non kumulatif Saham seperti ini merupakan saham preferens yang jika dalam satu tahun tidak dapat diberikan keistimewaannya terhadap deviden, maka hak keutamaan tersebut akan hangus, jadi tidak bisa diperhitungkan untuk tahun setelah itu. (8) Saham prioritas Saham prioritas merupakan saham dengan mana pemegangnya mempunyai hak-hak khusus pada Rapat Umum Pemegang Saham atau pada dewan direksi. Keistimewaan seperti ini sering disebut dengan Kontrol oligarkis. Biasanya saham prioritas ini diberikan kepada para pendiri atau dewan komisaris. Keistimewaan pemegang saham prioritas untuk melakukan kontrol terhadap perusahaan, dapat dilakukan misalnya melalui: (a) Pemberian hak veto terhadap perubahan anggaran dasar. (b) Pemberian rekomendasi yang mengikat oleh pemegang saham prioritas terhadap pengangkatan, suspensi atau pemberhentian direktur. (9) Saham pendiri (founder’s share) Saham pendiri merupakan saham yang diberkan kepada para pendiri atas jasa-jasanya itu. Dengan demikian untuk mendapatkan saham pendiri tersebut, para pendiri tidak perlu menyerahkan sejumlah uang kepada perusahaan, tetapi cukup dengan jasa-jasanya yang telah diberikan sebagai pendiri.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
(10) Saham bonus Saham bonus merupakan saham yang diberikan kepada pemegang saham yang sudah ada tanpa harus membayar apapun kepada perseroan. Saham bonus ini diberikan sebagai pengganti hak menagih dari pemegang saham kepada perseroan atas dana lebih (surplus) dari modal yang ditempatkan. Surplus tersebut dapat terjadi karena ada keuntungan, hasil yang sangat baik operasional, penilaian kembali aktiva tetap, dan sebagainya. (11) Saham konversi Ini merupakan saham yang dikonversi dari satu jenis saham ke jenis saham lainnya. misalnya saham preferens yang dapat diubah menjadi saham biasa. (12) Saham disetujui (assented share) Merupakan saham-saham yang disetujui untuk ditukar dengan saham-saham baru jika perusahaan tersebut direorganisasi. (13) Saham tidak disetujui (non assented share) Ini merupakan kebalikan dari saham disetujui tersebut diatas. Dalam hal ini saham-saham tersebut tidak disetujui oleh pemiliknya untuk ditukar dengan saham baru jika terjadi reorganisasi perusahaan. (14) Saham yang dinilai (assessable share) Merupakan saham-saham yang dapat dinilai/dibebani kepada pemiliknya untuk membayar kewajiban-kewajiban perusahaan dalam hal perusahaan pailit. Misalnya dinilai dengan harga minimal saham tersebut. (15 Saham dibayar penuh (paid up share) Saham seperti ini disebut juga “saham tidak dinilai (non assessable share)”. Saham seperti ini telah dibayar penuh oleh pemegangnya sehingga tidak lagi merupakan saham yang dinilai (assessable share). Saham yang telah dibayar penuh tersebut tidak boleh lagi dibebankan kepada pemiliknya kewajiban membayar hutang-hutang perusahaan dalam hal perusahaan pailit. (16) Saham dinaikkan (watered share) Adalah saham yang nilai nominalnya dinaikkan sehingga menjadi lebih besar dari apa yang sebenarnya disetor oleh pemegangnya. (17) Saham donasi (donated share) Merupakan saham-saham yang oleh pemiliknya diserahkan kembali kepada perusahaan, dimana akibatnya perusahaan dapat menjual kembali sahamsaham tersebut kepada pihak lain. Ini biasanya dilakukan agar perusahaan tersebut dapat memperoleh tambahan dana. (18) Saham tebusan (redeemable/callable share) Merupakan saham yang dapat ditarik kembali oleh perseroan yang Mengeluarkannya atas kehendak perusahaan sendiri setelah dipenuhi syaratsyarat tertentu. Misalnya dapat ditebus kembali dengan nilai nominal. Pengeluaran saham seperti ini biasanya dimaksudkan untuk mendapatkan dana dari pihak pemegang saham untuk perseroan, dimana pada suatu saat dana tersebut dibayar kembali dengan cara menebus saham-saham tersebut.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
(19) Saham treasury Adalah merupakan saham-saham yang pernah dikeluarkan oleh perusahaan, tetapi kemudian dibeli kembali oleh perusahaan dan kemudian tetap dimiliki oleh perusahaan bersangkutan. Saham-saham tersebut kelak dapat dibagi-bagikan kepada karyawan atau dapat pula dijadikan saham bonus misalnya. (20) Saham terjamin (guaranteed share) Saham terjamin tidak lain dari saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan A tetapi dengan jaminan dari perusahaan B, yang dijamin dalam hal ini adalah pembagian deviden terhadap para pemegang saham. 61 Karena saham PT merupakan barang bergerak maka saham dapat digadaikan. Saham atas tunjuk dapat digadaikan oleh pemegangnya, sedangkan saham atas nama hanya dapat di gadaikan jika dalam anggaran dasar perseroan tidak ditentukan lain. Acara penggadaian saham ini mensyaratkan bahwa harus dicatat dalam daftar pemegang
saham dan daftar khusus, ini dimaksudkan agar perseroan atau
pihak lain yang berkepentingan dapat mengetahui status sahamnya. Juga ditentukan bahwa hak suara atas saham yang digadaikan tetap berada pada pemegang saham. Jadi dengan menggadaikan sahamnya hak suaranya tidak hilang.
6. Organ Perseroan Terbatas a. Rapat Umum Pemegang Saham
61
Munir Fuady, op.cit., h.28-29
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Rapat Umum Pemegang saham atau sering disingkat RUPS, dalam bahasa Inggris disebut dengan general shareholders meeting dan dalam bahasa Belanda disebut dengan Algemene Vergadering Van Andeelhouders. Rapat Umum Pemegang Saham
merupakan salah satu
organ perusahaan
(corporate body) dalam suatu Perseroan Terbatas disamping 2 (dua) organ lainnya yaitu direksi dan komisaris. Rapat Umum Pemegang Saham adalah merupakan organ perseroan yang paling tinggi dan berkuasa menentukan arah dan tujuan perseroan. Rapat Umum Pemegang Saham memiliki segala wewenang yang tidak diberikan pada
direksi
dan
komisaris, Rapat
Umum
Pemegang Saham
mempunyai
segala macam keterangan yang diperlukan yang berkaitan dengan kepentingan dan jalannya perseroan. Menurut munir Fuady yang dimaksud dengan Rapat Umum Pemegang Saham adalah suatu organ perseroan yang memegang segala wewenang yang bersifat residual yakni wewenang yang tidak dialokasikan kepada organ setelah memenuhi syarat-syarat tertentu dengan prosedur tertentu sebagaimana diatur dalam perundang-undangan dan anggaran dasar perseroan. 62 Rapat Umum Pemegang Saham adalah rapat yang diselenggarakan oleh direksi perseroan setiap tahun dan setiap waktu berdasarkan
perseroan sesuai
dengan ketentuan anggaran dasar. Kekuasaan tertinggi diperlukan dalam suatu Perseroan Terbatas mengingat dalam Perseroan Terbatas terlibat banyak pihak yang satu sama lain sangat mungkin berbeda pendapat dalam mengambil suatu keputusan bila antara direksi, komisaris, pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas saling berbeda pendapat megenai hal tertentu , Karena itu diperlukan suatu 62
Munir Fuady, op.cit h. 135
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
badan pengambil keputusan yang mempunyai hak veto dan mengikat perseroan, yaitu yang disebut dengan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Oleh karena merupakan organ tertinggi Perseroan Terbatas maka ia memiliki kewenangan eksklusif yang tidak dimiliki oleh organ Perseroan Terbatas lain. Dengan kekuasaannya yang tertinggi ini, bahkan Rapat Umum Pemegang Saham dapat memberhentikan organ perusahaan lain dari jabatannya yaitu
dapat
memberhentikan direksi dan komisaris. Akan tetapi meskipun memiliki kekuasaan tertinggi tidak berarti Rapat Umum Pemegang Saham bertindak sewenang-wenang, hal ini mengingat Rapat Umum Pemegang Saham juga harus memeperhatikan dan tidak boleh melanggar kedudukan, kewenangan dan kepentingan organ perusahaan lain (direksi dan komisaris) maupun stakeholder
lainnya
seperti: pemegang
saham, kreditur, karyawan, mitra bisnis atau masyarakat sekitarnya. Beberapa
wewenang
eksklusif
Rapat Umum Pemegang Saham
yang
ditetapkan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas antara lain: a. Penetapan perubahan anggaran dasar (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 19 ayat 1); b. Penetapan Pasal
pengurangan
modal
(Undang-Undang no. 40 tahun 2007
44 ayat 1);
c. Persetujuan Rencana kerja (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 64 ayat 2).
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
d. Persetujuan
laporan
tahunan,
pengesahan
laporan
keuangan
dan
persetujuanlaporan tugas pengawasan dewan komisaris (Undang-Undang no. 40 tahun
2007 Pasal 69 ayat 1);
e. Penetapan penggunaan laba (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 71 ayat 1); f. Pengangkatan dan pemberhentian
direksi (Undang-Undang no. 40 tahun
2007 Pasal 94 ayat 1 dan Pasal 105 ayat 1); g. Pengangkatan dan pemberhentian
komisaris (Undang-Undang no. 40
tahun 2007 Pasal 111 ayat 1 dan Pasal 119); h. Persetujuan mengenai penggabungan, peleburan
dan
pengambilalihan
(Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 128); i. penetapan pembubaran
perseroan (Undang-Undang no. 40 tahun 2007
Pasal 142 ayat 1a); Pada prinsipnya ada 2 (dua) macam Rapat Umum Pemegang Saham, yaitu: 1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan dilakukan oleh
adalah
RUPS yang wajib
perseroan sekali dalam setahun, dilakukan paling lambat
dalam waktu 6 (enam)
bulan
setelah
tahun
buku, dengan
pokok
pembicaraan adalah disekitar perkembangan yang terjadi.
2. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) luar biasa Rapat Umum Pemegang Saham luar biasa diadakan sewaktu-waktu berdasarkan
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
kebutuhan atas permintaan: Direksi, komisaris, maupun pemegang saham yang mewakili sekurang-kurangnya 10%
dari jumlah seluruh
oleh
perusahaan. Dalam
saham yang telah dikeluarkan hal
Saham, harus diselenggarakan tempat
dimana
kegiatan
kantor
usahanya, atau
lain sebagaimana
dengan
sah
penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang ditempat
perseroan berkedudukan yaitu
pusatnya berada atau tempat perseroan melakukan dapat
pula diselenggarakan
dimungkinkan
dalam anggaran
ditempat-tempat
dasar selama tempat
tersebut masih berada didalam negara Republik Indonesia (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 76 ayat 1 dan Pasal 76 ayat 3). Direksi selaku penyelenggara pemanggilan
kepada
dalam anggaran
Rapat Umum Pemegang Saham
melakukan
pemegang saham. Dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan
dasar, pemanggilan
dilakukan oleh komisaris.
Rapat Umum Pemegang Saham dapat
Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dan hal-
hal yang patut memperoleh perhatian dalam pemanggilan adalah sebagai berikut: a. Pemanggilan
Rapat Umum Pemegang
Saham dilakukan dengan
surat
tercatat/dan atau dengan iklan dalam surat kabar paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum Rapat Umum Pemegang Saham
diadakan” (Undang-Undang
No. 40 tahun 2007 Pasal 82 ayat 1 dan ayat 2). Maksudnya adalah untuk memastikan bahwa pemanggilan telah dilakukan dan ditujukan ke
alamat
pemegang
saham.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
b. Dalam
pemanggilan
Rapat
Umum
dicantumkan tanggal,waktu,
tempat, dan
pemberitahuan bahwa bahan
yang akan
Umum Pemegang Saham tersedia pemanggilan Rapat
hari Rapat Umum Pemegang Saham
Saham
rapat
disertai
acara dibicarakan
dikantor
Umum Pemegang
Pemegang
dalam
perseroan
Saham
dilakukan
Rapat
sejak
hari
sampai dengan
diadakan (Undang-Undang
no.
40
tahun
2007
Pasal 82 ayat 3). Dan perseroan wajib memberikan salinan
bahan
yang
akan dibicarakan
cuma
jika diminta (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 82 ayat 4).
c. Apabila waktu
kepada
pemegang
saham secara cuma-
dan cara pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan, keputusan
tetap sah asalkan Rapat
Umum Pemegang Saham dihadiri oleh
pemegang saham dengan
hak
suara
semua
yang sah dan disetujui dengan suara
bulat (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 82 ayat 5). “untuk Perseroan Terbuka, sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham dilakukan wajib mendahului dengan pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham dengan perundang-undangan dibidang
memperhatikan peraturan
pasar modal” (Undang-Undang no. 40 tahun 2007
Pasal 83 ayat 1). 63 “Pengumuman tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham” (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 83 ayat 2).
63
penjelasan: pengumuman dimaksudkan untuk memberikan kesempatan pemegang saham mengusulkan kepada direksi untuk penambahan acara RUPS.
kepada
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
“Rapat Umum Pemegang Saham dapat dilangsungkan apabila dihadiri oleh pemegang saham lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali
Undang-Undang
dan / atau
Anggaran Dasar menentukan kuorum yang lebih besar” (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 86 ayat 1). “Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksudkan tersebut diatas tidak tercapai maka diadakan pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham
kedua” (Undang-
Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 86 ayat 2). Karena pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham ini sebagai akibat dari tidak tercapainya kuorum dalam RUPS pertama, maka acara Rapat Umum Pemegang Saham kedua harus sama seperti acara Rapat Umum Pemegang Saham pertama dan “dalam pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham kedua harus disebutkan bahwa Rapat Umum Pemegang Saham pertama telah dilangsungkan dan
tidak
mencapai
no. 40 tahun 2007 Pasal 86 ayat 3). Dan
kuorum” (Undang-Undang
“dalam pemanggilan tersebut harus
dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum Rapat Umum Pemegang Saham kedua diselenggarakan” (Undang-Undang no 40 tahun 2007 Pasal 86 ayat 8). “Rapat Umum Pemegang Saham (sepuluh) hari dan
paling
lambat
kedua
dilanggsungkan
paling cepat 10
21 (dua puluh satu ) hari dari Rapat Umum
Pemegang Saham pertama” (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 86 ayat 9). “Keputusan
Rapat Umum Pemegang Saham
diambil berdasarkan musyawarah
untuk mufakat” (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 87 ayat 1).
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Dan Rapat Umum Pemegang Saham kedua sah dan berhak mengambil keputusan jika disetujui ½ (satu per dua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali undang-undang dan/atau anggaran dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika dan/atau anggaran dasar menentukan bahwa keputusan disetujui oleh jumlah suara setuju lebih besar (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 87 ayat 2). Apabila kuorum Rapat Umum Pemegang Saham kedua tidak tercapai, maka permohonan perseroan kuorum ditetapkan oleh ketua Pengadilan Negri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham untuk mengubah Anggaran Dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dan keputusan sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham yang lebih besar (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 88 ayat 1). Dalam hal Rapat Umum Pemegang Saham untuk menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan, pengajuan permohonan agar dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya dan pembubaran perseroan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan / atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham lebih besar (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 89 ayat 1). “Setiap penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham wajib dibuat risalah dan ditanda tangani oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta Rapat Umum Pemegang Saham”(UndangUndang no. 40 tahun 2007 Pasal 90 ayat 1). 64 b. Komisaris
64
penjelasan: penandatanganan oleh ketua rapat paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dan oleh peserta RUPS dimaksudkan untuk menjamin kepastian dan kebenaran isi risalah RUPS tersebut.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Berbeda dengan ketentuan dalam KUHDagang 65 , yang sebelum berlakunya Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak mengharuskan Perseroan mempunyai dewan komisaris, Bahkan
Undang-Undang
Perseroan Terbatas mengharuskan
bahwa Perseroan go public wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang Komisaris demi pengawasan yang melekat karena menyangkut kepentingan masyarakat (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 108 ayat 5). 66 Lembaga Dewan Komisaris adalah organ Perseroan yang bertugas mengawasi kebijakan direksi dalam menjalankan Perseroan serta memberikan nasihat kepada direksi (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 108 ayat 1). Tugas utama dewan komisaris adalah mengawasi pengurusan dan pengelolaan Perseroan. Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, Dewan Komisaris adalah organ mandiri yang wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menunaikan tugasnya untuk kepentingan dan usaha perseroan sebagai subyek hukum mandiri (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 108 ayat 2). Itulah sebabnya mengapa anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan bisa dipertanggung jawabkan melalui derivative action oleh pemegang saham untuk dan atas nama perseroan (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 114 ayat 3).
65
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Pasal 44 penjelasan: Perseroan yang kegiatan usahanya menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat atau Perseroan Terbuka memerlukan pengawasan dengan jumlah anggota Dewan Komisaris yang lebih besar karena menyangkut kepentingan masyarakat. 66
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Persyaratan untuk dapat diangkat menjadi Komisaris adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 tahun sebelum pengangkatan pernah (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 93 ayat 1) : a. Dinyatakan pailit; b. Menjadi anggota direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah yang menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; c. Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan Negara atau yang berkaitan dengan sektor keuangan. Pada dasarnya Dewan Komisaris tidak mempunyai fungsi eksekutif. Sekalipun anggaan dasar Perseroan dapat menetapkan bahwa perbuatan hukum tertentu yang akan dilakukan oleh Direksi memerlukan persetujuan atau bantuan Dewan Komisaris, persetujuan dimaksud bukan pemberian kuasa dan pula perbuatan pengurusan. Hanya dalam hal tidak ada Direksi suatu sebab, Dewan Komisaris dapat diberi wewenang untuk melakukan pengurusan Perseroan berdasarkan pengaturan dalam anggaran dasar atau keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 118 ayat 1 dan 2). Tanggung Jawab Dewan Komisaris dapat dikatakan, bahwa tanggung jawab tersebut mirip tanggung jawab Direksi. Perbedaannya adalah bahwa tanggung jawab Dewan Komisaris terletak dalam bidang pengawasan dan pemberian nasehat sedangkan tanggung jawab Direksi terdapat dalam bidang kepengurusan. Tentang tanggung jawab Dewan Komisaris tersebut perlu dibedakan antara tanggung jawab ke dalam (internal liability) dan tanggung jawab keluar terhadap pihak ketiga (external
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
liability). Khusus tentang tanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga oleh ulah Komisaris perlu diperhatikan ketentuan dalam Pasal 69 ayat 3 UndangUndang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007 dan ketentuan perbuatan melawan hukum seperti dimaksud dalam Pasal 1365 dan 1366 KUHPerdata. Misalnya dewan komisaris yang mengetahui bahwa Perseroan tidak mungkin dapat melaksanakan suatu perjanjian, namun demikian tetap memberikan persetujuan kepada direksi untuk atas nama Perseroan mengadakan perjanjian tersebut, dapat diminta bertanggung jawab atas kerugian yang kemudian diderita oleh pihak ketiga. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa adanya kelalaian atau kesalahan pada pihak direksi bukan berarti bahwa dengan sendirinya Dewan Komisaris juga lalai atau salah. Masing-masing organ Perseroan mempunyai tugas yang mandiri dan oleh karena itu harus mempertanggung jawabkan secara tersendiri. Seperti halnya anggota direksi, dewan komisaris juga diangkat dan diberhentikan
oleh
Rapat
Umum
Pemegang
Saham. Dewan
Komisaris
sebagaimana juga direksi mempunyai hubungan ganda dengan Perseroan. Sebagai organ, dewan komisaris merupakan bagian dari perseroan dan selain itu anggota Dewan Komisaris mempunyai hubungan kontraktual dengan Perseroan selaku subyek hukum mandiri. Rapat
Umum Pemegang
Saham
yang secara eksklusif mempunyai
kewenangan untuk mengangkat Dewan komisaris berhak untuk sewaktu-waktu memberhentikannya (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 111 ayat 5). c. Direksi
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Direksi adalah organ perusahaan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan baik didalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Ketentuan tersebut dipertegas lagi dalam Pasal 92 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007 yang menyatakan direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Direksi adalah pengurus yang merupakan pimpinan sehari-hari dalam suatu Perseroan Terbatas. Direksi sering dianggap sebagai perwakilan dari para pemegang saham, ini adalah anggapan salah. Pada dasarnya Direksi merupakan perwakilan Perseroan Terbatas sebagai badan hukum yang mempunyai ekstitensi terpisah dari pemegang sahamnya, oleh karena itu direksi mempunyai suatu kemandirian yang terlepas dari pemegang saham. 67 Beberapa pakar dan ilmuwan hukum merumuskan kedudukan Direksi dalam perseroan sebagai gabungan dari 2 (dua) macam persetujuan atau perjanjian, yaitu: 1. Perjanjian pemberian kuasa, di satu sisi, dan 2. Perjanjian kerja atau perburuhan, di sisi yang lain. 68 Direksi disatu sisi diperlakukan sebagai penerima kuasa dari perseron untuk menjalankan Perseroan sesuai dengan kepentingannya untuk mencapai tujuan Perseroan sebagaimana telah digariskan dalam anggaran dasar Perseroan, dan di sisi lain diperlakukan sebagai karyawan Perseroan, dalam hubungan atasan bawahan 67
R.T. Sutantya R. Hadikusuma, Sumantoro, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan; BentukBentuk Perusahaan Yang Berlaku Di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, h. 72. 68 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Rajawali Pers, 1999, Jakarta, h. 97.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
dalam suatu perjanjian perburuhan yang mana berarti Direksi tidak diperkenankan untuk melakukan sesuatu yang tidak atau bukan tugasnya. 69 Dalam menjalankan semua tugas yang diembannya “Tanggung jawab direksi dilandasi prinsip fiduciary duty yaitu prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan kepadanya oleh Perseroan dan prinsip duty of skill and care yaitu prinsip yang mengacu pada kemampuan serta kehati-hatian tindakan Direksi”. 70 Dengan adanya prinsip ini maka Direksi dituntut untuk bertindak secara hati-hati dan disertai itikad baik juga penuh tanggung jawab bagi kepentingan dan tujuan Perseroan. Pelanggaran terhadap hal tersebut membawa konsekuensi yang berat bagi Direksi, karena ia dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi apabila yang bersangkutan salah atau lalai menjalankan tugasnya. Menurut Munir Fuady yang dimaksud direktur atau direksi dari suatu Perseroan Terbatas adalah suatu organ Perseroan disamping organ Perseroan lainnya yaitu Komisaris dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yang memiliki tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang penuh terhadap kepengurusan dan jalannya Perseroan yang dipimpinnya untuk kepentingan dan tujuan Perseroan tersebut serta mewakili dan bertindak untuk dan atas nama Perseroan di dalam maupun di luar Pengadilan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dan ketentuan anggaran dasar dari Perseroan tersebut. 71 Perseroan menurut hukum adalah orang atau artificial person atau orang buatan. Hanya Perseroan tidak mempunyai panca indra tidak mempunyai jiwa dan raga serta tidak mempunyai otak, oleh karena itu Perseroan tidak bisa berjalan, tidak bisa
69
Ibid h. 66 C.S.T. kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Perseroan Terbatas Tahun 1995, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan Jakarta,1996, h.43. 71 Munir Fuady, op.cit. h. 50. 70
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
berbuat, tidak bisa bekerja dan Perseroan juga tidak bisa berfikir, direksilah merupakan media yang dapat bertindak mewakili Perseroan. Persyaratan untuk dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 tahun sebelum pengangkatannya pernah
(Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 93
ayat 1): a. Dinyatakan pailit; b. Menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah
yang menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit;
c. Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan Negara atau yang berkaitan dengan sektor keuangan Dalam hal kecakapan bertindak Perseroan Terbatas, maka Perseroan Terbatas hanya boleh melakukan apa yang ditetapkan Undang-Undang dan apa
yang
diamanahkan oleh anggaran dasar khususnya terdapat dalam maksud dan tujuan. “Maksud dan tujuan Perseroan memiliki peran ganda yaitu di satu pihak merupakan keberadaan Perseroan di pihak lain menjadi pembatas bagi kecakapan bertindak Perseroan” 72 Direksi adalah organ Perseroan yang mewakili kepentingan Perseroan selaku subyek hukum mandiri. Tugas dan tanggung jawab Direksi bersumber pada:
72
Fred B.G. Tumbuan “Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris Serta Kedudukan RUPS Menurut UU No. 1 Tahun 1995, makalah kuliah S2 Fakultas Hukum UI Tahun ajaran 20012001, h.7.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
1. Ketergantungan Perseroan kepada Direksi sebagai organ yang dipercayakan oleh Undang-Undang dengan kepengurusan Perseroan; 2. Perseroan adalah sebab bagi keberadaan Direksi, karena apabila tidak ada Perseroan juga tidak ada Direksi. 73 “Maka tidak salah bila dikatakan bahwa antara Perseroan dan Direksi terdapat hubungan fidusia atau kepercayaan (fiduciary relationship) yang
melahirkan
“fiduciary duties” bagi Direksi”. 74 Jadi maksud dan tujuan Perseroan Terbatas sebagaimana dimuat dalam anggaran dasar merupakan sumber kecakapan bertindak dari Perseroan Terbatas dan diluar hal tersebut Perseroan Terbatas tidak memiliki kecakapan bertindak (ultra vires). Jika Perseroan Terbatas melakukan tindakan diluar kecakapan bertindak yang dimilikinya maka tindakannya akan batal demi hukum. Hal ini sama dengan tugas dan wewenang dari direksi, dimana direksi dalam menjalankan tugasnya tidak boleh keluar dari apa yang sudah ditetapkan Undang-Undang dan anggaran dasar, apabila seorang direksi melakukan suatu perbuatan diluar apa yang sudah anggaran
dasar
meskipun
ditetapkan
dalam
perbuatan tersebut memberi keuntungan bagi
perusahaan maka perbuatan direktur tersebut akan batal demi hukum karena sudah tidak sesuai lagi dengan anggaran dasar perusahaan. Peran direksi menurut Rachmadi Usman dalam Perseroan Terbatas dapat diumpamakan seperti peran pemain dalam suatu kesebelasan sepak bola yang berposisi sebagai pemain penyerang, pemain pertahanan dan penjaga gawang. Peran 73
Emmy Yuhassarie, op.cit. h.195. Philip Lipton and Abraham Herzberg, Understanding Company Company Limited, 1992, h. 296. 74
Law, The Law Book
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
direksi sebagai pemain penyerang adalah mengaplikasikan segala macam strategi bisnis guna meraih keuntungan financial sebesar mungkin. Keuntungan financial yang telah diraih merupakan gol atau sasaran final yang telah direncanakan dalam rancangan sebelumnya. Peran direksi sebagai pemain pertahanan adalah mempertahankan keuntungan financial yang telah diraih dan menyusun strategi bisnis berikutnya agar keuntungan financial yang telah diraih semakin bertambah besar dan tidak berkurang. Penyusun strategi bisnis senantiasa berubah karena kondisi bisnis senantiasa fluktuatif. Selama rancangan strategi bisnis kondosif dengan iklim bisnis selama itu pula perseroan atau perusahaan meraih keuntungan sehingga perseroan semakin berkembang pesat dan pada akhirnya menjadi perusahaan besar. Sedangkan peran direksi sebagai penjaga gawang adalah mengamankan dan menjaga keutuhan asset-aset Perseroan Terbatas agar tidak ada sedikitpun yang keluar atau terlepas dari ruang lingkup penguasaan Perseroan yang pada akhirnya membawa kerugian terhadap perseroan. 75 Jadi peran direksi adalah sebagai perencana strategi melakukan seluruh kegiatan Perseroan dalam kegiatan bisnis, dan orang yang menjaga agar asset-aset perusahaan yang diperoleh dari keuntungan tidak lepas atau tetap dipertahankan. Dan kemudian direksi menyusun Perseroan
strategi-strategi
berikutnya
untuk
mengembangkan
dan mendapatkan keuntungan yang lebih besar yang pada akhirnya
menjadikan Perseroan sebagai perusahaan besar. Di dalam menjalankan kepengurusan perusahaan tidak diperbolehkan adanya keterlibatan Rapat Umum Pemegang Saham dan Dewan Komisaris. Keterlibatan Rapat Umum Pemegang Saham dan Dewan Komisaris harus ada dalam tindakan untuk mengalihkan seluruh
atau sebagian besar kekayaan Perseroan. Maka hal
tersebut mutlak memerlukan persetujan Rapat Umum Pemegang Saham karena resiko akibat dari hal tersebut terlalu besar, jika hal tersebut salah dilakukan maka akan berakibat kepada terjadinya kepailitan dan yang menjadi korban adalah investasi
75
Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perseroan Terbatas, PT. Alumni , Bandung, 2004, h.165
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
pemegang saham. Persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham atau Dewan Komisaris bukanlah merupakan “surat kuasa” karena sekalipun sudah diminta persetujuan dari organ tersebut, akan tetapi direksi tetap berhak memutuskan untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan perbuatan hukum yang dimintakan persetujuan. Karena jika keadaan perekonomian berubah maka direksi
wajib
menunda atau malah
membatalkan perbuatan hukum yang dimintakan persetujuan. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa “tidak ada hubungan hirarkis antara Rapat Umum Pemegang Saham , Dewan Komisaris dan Direksi karena hubungan mereka itu sebenarnya horizontal dimana masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab sendiri. B. Hubungan Hukum Antara Induk perusahaan Dengan Anak Perusahaan Perusahaan group merupakan suatu fenomena dibidang hukum perusahaan yang tumbuh sebagai reaksi terhadap kebutuhan untuk meningkatkan efisiensi ekonomis dalam kegitan usaha. Hal ini selanjutnya diperlukan manakala sebuah kelompok perusahaan bergerak dalam berbagai bidang bisnis yang tidak saling terkait (unrelated) suatu usaha yang dalam praktek lebih dikenal dengan konglomerasi. 76 Istilah konglomerat dapat disebutkan untuk grup-grup usaha Perusahaan besar seperti: Grup Bakrie, Grup Astra dan lain-lain, dimana bisnis perusahaan tersebut dilakukan ekspansi secara vertikal, horizontal dan campuran keduanya. Dari segi manajemen dan struktur Perusahaan tersebut sering menjadi topik pembicaraan, yaitu bagaimana pemisahan antara kewenangan pemilikan dan manajemen Perusahaan grup Perusahaan (induk) dengan anak Perusahaan (subsidiaries). Semakin profsional suatu grup Perusahaan semakin tegas pemisahan dalam kewenangan pemilikan dan
76
HMU Fattowi Assari, “Peningkatan Kinerja BUMD Melalui Pengembangan Holding Company , Tesis Fakultas Sosial Politik Pogram S2 Universitas Indonesia, Jakarta, 2000, h. 54
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
manajemen
Perusahaan . Sebab
ketidaktegasan
pemisahan tidak saja akan
mengaburkan hak,kewajiban,kewenangan dan tanggung jawab masing-masing pihak, bahkan juga dapat menjadi ancaman terhadap eksistensi grup Perusahaan. Pemisahan kewenangan kepemilikan dengan manajemen akan menyebabkan semakin perlu adanya manajer-manajer professional, dalam hal ini Perusahaan harus berani menyisihkan dana yang cukup besar untuk mendapatkan tenaga yang professional. Kerjasama diantara perusahaan-perusahaan yang dikenal dengan nama consern atau group company atau perusahaan grup, secara umum dapat diberi pengertian sebagai susunan dari perusahaan-perusahaan yang secara yuridis tetap mandiri dan yang satu dengan yang lain tetap merupakan kesatuan ekonomi yang dipimpin oleh satu induk perusahaan. 77 Di dalam undang-undang tidak diatur secara khusus tentang perusahaan kelompok. Dari istilah kelompok bisa diartikan bahwa didalamnya terdapat beberapa anggota di dalam kelompok . Bila di KUHPerdata diatur mengenai persekutuan perdata yang anggotanya terdiri dari orang-orang yang mempunyai tujuan yang sama untuk memperoleh keuntungan dengan kewajiban masing-masing memasukkan sesuatu, baik berupa modal, uang, barang, tenaga atau keahlian yang kesemuanya itu dimaksudkan untuk tujuan memperoleh keuntungan. Demikian pula dari kata kelompok dapat digambarkan bahwa dalam perusahaan kelompok terdapat beberapa anggota yaitu beberapa perusahaan yang juga mempunyai tujuan yang sama untuk memajukan perusahaannya. Menurut Rudhi Prasetya pembentukan perusahaan grup atau kelompok dapat terjadi melalui 2 cara:
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
1. Dengan sengaja didirikan Perseroan Terbatas yang baru; 2. Dengan jalan mengambil alih saham dari Perseroan Terbatas
yang sudah
ada dan sudah berjalan yang lebih dikenal dengan ukuisisi. 78 Tatanan perusahaan grup makin banyak terjadi , umumnya yang menjalankan pengendalian operasional dilakukan oleh induk perusahaan yang sekaligus menjalankan kegiatan usaha sendiri. “Di Indonesia pengendalian sentral masih cenderung dipengaruhi dan berada pada figur pribadi pemegang saham (owner)”. 79 Perusahaan kelompok dapat terjadi melalui penggabungan, peleburan dan pengambilalihan
perseroan.
Pengertian
penggabungan
(merger),
peleburan
(konsolidasi) dan pengambilalihan(akuisisi) diatur dalam Pasal 122 sampai dengan Pasal 134 Undang-Undang Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007. Induk perusahaan dan anak perusahaan mempunyai anggaran dasar sendirisendiri, yang mana perusahaan-perusahaan tersebut harus menjalankan usaha seperti yang telah ditetapkan dalam anggaran dasar masing-masing. Dan “ anggaran dasar suatu Perseroan Terbatas merupakan hukum yang positif bagi Perseroan Terbatas itu yang apabila dilanggar akan mengakibatkan transaksi yang dibuat menjadi batal”. 80 Berdasarkan ketentuan didalam Pasal 122 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007, penggabungan ialah perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri dan berakhir karena hukum, yang berarti bahwa perusahaan
78 79 80
Rudi Prasetya, Op.cit. h. 64 Rudi Prasetya, Loc. Cit. I.G. Rai Widjaja, Pedoman Dasar Perseroan Terbatas (PT), Pradnya Paramita, Jakarta,1994,
h.9
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
yang menggabungkan diri beralih pada perusahaan yang menerima penggabungan atau bisa dikatakan perseroan hasil penggabungan (merger). Dalam merger kerja sama antar perusahaan yang bergabung itu mencakup kegiatan yang bersifat penuh dan kemandirian pihak-pihak yang melakukan merger itu tidak ada lagi. Oleh karena perbuatan penggabungan atau peleburan merupakan perbuatan hukum yang bersifat materiil, yaitu peralihan saham perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri kedalam perseroan baru, maka persetujuan RUPS dilakukan. 81 Selanjutnya rancangan penggabungan yang telah memperoleh persetujuan RUPS bagi perseroan tertentu yang akan melakukan penggabungan selain berlaku dalam Undang-Undang, perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu dari instansi terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 82 Akuisisi ialah pengambilalihan suatu perseroan oleh perseroan lain, ditentukan dalam Pasal 125 ayat (2) undang-undang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007; Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perorangan. Berdasarkan ketentuan dalam
ketentuan Pasal
125 ayat (3) undang-undang
Perseroan Terbatas, pengambilalihan dapat dilakukan melalui pengambilalihan saham yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut. Persyaratan untuk melakukan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan ternyata tidak mudah. Hal ini dapat dapat dilihat dalam Pasal 127 ayat (1) undang-
81
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, Pasal 123 ayat (3) Penjelasan Pasal 123 ayat (3): yang di maksud “perseroan tertentu” adalah perseroan yang mempunyai bidang usaha khusus antara lain lembaga keuangan bank, lembaga keuangan non bank. Yang dimaksud “instansi terkait “antara lain” Bank Indonesia untuk penggabungan perseroan. 82
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
undang
Perseroan
Terbatas
yang
menentukan
RUPS
mengenai
penggabungan,peleburan dan pengambilalihan perseroan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89 yang menegaskan: 1) Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat; 2) RUPS menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan, Pengajuan permohonan waktu berdirinya
dan
agar perseroan dinyatakan pailit, perpajangan jangka pembubaran Perseroan dapat
dalam rapat paling sedikit yang
¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara
dieluarkan, kecuali
pembubaran paling
sedikit
perseroan
anggaran dapat
hadir
atau
dasar
dilangsungkan
¾ (tiga perempat)
dengan hak suara
dilangsungkan jika
waktu jika
berdirinya, dan dalam
rapat
bagian dari jumlah seluruh
saham
diwakili.
“Tidak jauh berbeda dengan pendapat para sarjana yang telah disebutkan diatas, Bartman
mengemukakan pengertian konsern ialah suatu susunan perusahaan-
perusahaan yang secara yuridis berdiri sendiri di bawah satu pimpinan sentral. 83 Secara ekonomis perusahaan-perusahaan itu tersusun menjadi suatu kesatuan. Dari definisi tersebut di atas, terdapat unsur-unsur pokok yang dikenal dengan ciri perusahaan group, yaitu: a) Ada kesatuan secara ekonomis, dan b) Ada jumlah jamak secara yuridis (perusahaan-peruahaan yang secara yuridis mandiri). 83
Emmy Simanjuntak, loc. Cit. h. 2
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Hubungan-hubungan konsern biasanya diartikan hubungan antara badan-badan hukum terutama badan
hukum yang berbentuk perseroan, misalnya: Perseroan
Terbatas. Hubungan ini ada apabila pimpinan perusahaan dari dua atau lebih perusahaan diusahakan agar antara sesama perusahaan itu lebih kurang ada susunan yang erat secara ekonomis, finansial, dan organisatoris. “Dari segi
variasi usahanya, perusahaan
perusahaan group
horizontal, veritikal dan
group
dapat dibagi menjadi
kombinasi”. 84 Perusahaan group
horizontal ada bilamana perusahaan-perusahaan yang bergabung mempunyai bidang usaha yang tidak saling terkait. Perusahaan group ini menangani bidang usaha yang sangat beragam . Sedangkan perusahaan grup veritkal ada bilamana perusahaanperusahaan yang digabungkan saling terkait. Perusahaan-perusahaan yang bergabung ini saling melanjutkan perusahaan lainnya. Perusahaan group kombinasi merupakan gabungan dari keduanya. Pembentukan perusahaan grup merupakan tujuan jangka panjang untuk pelaksanaan program-program yang ditujukan pada identifikasi dan eksploitasi hubungan antar bisnis yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan. Disamping untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing, pembentukan perusahaan group ini merupakan upaya untuk mengantarkan perusahaan mencari dana sendiri dipasar modal dan untuk meminimalisasi resiko dan pertanggung jawaban perusahaan.
84
Munir Fuady, op. cit. h. 89
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Secara a contrario, pengertian holding company (induk perusahaan) adalah Perseroan Terbatas yang mempunyai hubungan khusus dengan satu atau lebih anak perusahaan yang terjadi karena: memiliki lebih dari 50% saham anak perusahaan, menguasai
lebih dari 50% suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham anak
perusahaan, dan atau sangat mempengaruhi kontrol atas jalannya anak perusahaan termasuk dalam hal pengangkatan dan pemberhentian direksi dan komisaris anak perusahaan. Sejauh mana hak, kewajiban dan kewenangan induk perusahaan terhadap perusahaan anak sangat bervariasi. Dalam perusahaan group perusahaan yang berlaku prinsip disentralisasi, induk perusahaan sangat jauh terlibat langsung sehingga anak perusahaan hanya menjalankan tugas rutin saja tanpa bisa menentukan keputusan. Akan tetapi dalam kelompok perusahaan yang menerapkan desentralisasi, anak perusahaan diberi kewenangan yang sangat besar. Ada juga variasi dimana divisi dapat mempunyai kewenangan yang sangat besar dan induk perusahaan hanya melakukan fungsi koordinasi saja, melalui pranatanya yang disebut coordinating board. 85 Hubungan hukum yang timbul antara induk perusahaan dengan anak perusahaannya merupakan hubungan antara pemegang saham (induk perusahaan) dengan anak perusahaan. Hubungan hukum tersebut anggaran
diatur
secara
jelas
dalam
dasar anak perusahaan dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku.
Sebagai contoh suatu anak perusahaan untuk dapat melakukan tindakan hukum tertentu harus mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (termasuk induk perusahaan sebagai pemegang saham mayoritas). Tindakan tertentu tesebut antara lain adalah : melakukan penyertaan pada perusahaan lain, menerima pinjaman atau memberikan pinjaman pada perusahaan lain; melakukan perjanjian dengan pihak 85
Munir Fuady, op. cit. h. 14
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
ketiga. Segala sesuatu tindakan hukum anak perusahaan yang berhubungan dengan anggaran dasar harus mendapat persetujuan dari induk perusahaan. Oleh karenanya organisasi dan manajemen induk perusahaan diatur sebagaimana layaknya Perseron Terbatas biasa yaitu di dalam anggaran dasar induk perusahaan tersebut. Induk perusahaan melakukan pengawasan terhadap anak perusahaan sebatas posisinya sebagai pemegang saham dan sebatas diatur dalam anggaran dasar anak perusahaan. Hubungan antara bagian-bagian dalam konsern biasanya melalui penyertaan karena suatu persetujuan manajemen, karena perusahaan kelompok menggunakan hubungan consern tidaklah merupakan syarat mutlak bahwa induk perusahaan memegang ( langsung atau tidak langsung) seluruh modal anak atau lebih dari lima puluh persen, juga dalam penyertaan modal yang lebih kecil tidak tertutup kemungkinan membentuk suatu hubungan kelompok. Perusahaan kelompok ada apabila lebih dari satu perusahaan yang secara yuridis mandiri tunduk pada satu pimpinan bersama. Dengan demikian jelas bahwa dalam suatu perusahaan kelompok ada salah satu perusahaan berkedudukan sebagai pimpinan sentral untuk mengendaliakan perusahaan-perusahaan yang bergabung. Dampak dari hubungan yang pertama timbul antara induk perusahaan dengan anak perusahaan didalam perusahaan group adalah karena penguasaan sebagian besar saham pada anak perusahaan dan adanya jabatan rangkap yang dipegang oleh orangorang yang sama. Hubungan yang pertama timbul karena induk perusahaan menanamkan saham pada anak-anak perusahaannya maupun melalui pengambilalihan saham perusahaan lain. Atas dasar pemilikan saham, induk perusahaan berhak
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
bersuara dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) anak perusahaan . Oleh karena induk perusahaan memiliki sebagian besar saham anak perusahaan maka induk perusahaan dapat menentukan kebijakan-kebijakan umum. Hubungan yang kedua timbul apabila direktur, yang sekaligus merupakan pemegang saham mayoritas pada induk perusahaan merangkap menjadi komisaris anak perusahaan. Hal ini membuktikan bahwa pemegang saham mayoritas masih ingin
mencampuri
kepengurusan
perusahaan.
Dengan
demikian,
kebijakan
perusahaan anak secara tidak langsung dipengaruhi oleh induk perusahaan. Dengan adanya jabatan rangkap, pemegang saham mayoritas dapat dengan mudah untuk mengawasi segala kegiatan usaha anak-anak perusahaan . Namun disisi lain jabatan rangkap dapat menimbulkan benturan kepentingan karena adanya kesamaan yang mendasar dalam komposisi kepemilikan saham dan susunan anggota direksi dan dewan komisaris apabila perusahaan tersebut akan mengadakan transaksi, misalnya: akuisisi suatu perusahaan. Dalam hal suatu perusahaan akan melakukan akuisisi maka pihak yang mempunyai benturan kepentingan tidak mempunyai hak suara dalam pengambilan keputusan didalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa. Dapat juga terjadi perusahaan kelompok mempunyai dua induk perusahaan. Bentuk ini didalam praktek dapat berkembang lagi. Bahkan perusahaan kelompok dapat tanpa induk perusahaan, namun terdiri dari beberapa perusahaan yang masingmasing berpartisipasi dalam modal.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Perusahaan-perusahaan didalam satu kelompok terkait satu sama lain, hal ini dapat terjadi melalui penyertaan modal atau melalui cara lain seperti melalui perjanjian. Pengertian keterkaitan berdasarkan perjanjian dalam perusahaan group ialah berdasarkan perjanjian dengan seorang atau lebih pemegang saham lain yang berakibat pada kebijakan perusahaan dan pada akhirnya akan ditentukan oleh mereka yang mempunyai hak suara yang mewakili saham mayoritas dan selanjutnya akan menghasilkan hubungan induk- anak. Beberapa perusahaan yang terkait erat satu sama lain karena adanya sahamsaham dari sebagian perusahaan yang termasuk dalam perusahaan kelompok seluruhnya atau sebagian dimiliki oleh satu atau lebih perusahaan lain yang termasuk dalam perusahaan kelompok yang sama, atau saham-saham dari semua Perseroan Terbatas yang termasuk dalam perusahaan kelompok dimiliki oleh pemegang saham yang sama. Dalam perusahaan sekar group terdiri dari perusahaan-perusahaan: 86 PT. Sekar Bumi, PT. Sekar Laut, PT. Sekar Alam, PT. Pangan Lestari, PT. Tani Abadi Sulawesi, PT. Nelayan Abadi Kalimantan Jaya, disini yang menjadi induk perusahaan adalah PT Sekar Bumi karena dari perusahaan inilah awalnya Sekar Group berdiri. Keterikatan antara induk perusahaan dan anak perusahaan terjadi pada PT Sekar Bumi sebagai induk perusahaan dan PT. Tani Abadi Sulawesi, PT. Nelayan Abadi Kalimantan Jaya sebagai anak perusahaan, keterikatan tersebut terjadi karena PT. Sekar Bumi adalah perusahaan export udang,ikan dan katak beku, sedangkan PT 86
Wawancara dengan bapak Fredy, tanggal 15 mei 2009
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Tani Abadi Sulawesi dan PT Nelayan Abadi Kalimantan Jaya adalah anak perusahaan yang mendukung atau membantu induk perusahaannya dalam memenuhi stok barangbarang export tersebut. Walaupun perusahaan gup merupakan kesatuan ekonomi, namun secara yuridis perusahaan-perusahaan dalam perusahaan group masing-masing merupakan badan hukum, sehingga hak dan kewajiban PT. A tidak secara otomatis menjadi hak dan kewajiban PT. B. Dalam hubungan ini, salah satu yang dapat dipandang sebagai segi positif dari keterikatan perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri didalam perusahaan adalah
bahwa mereka
dapat saling memberikan jaminan dalam
pembiayaan. Apabila suatu perusahaan kelompok terdiri dari perusahaan-perusahaan anak yang aktifitas ekonominya telah berdiri sendiri atau sudah dikhususkan maka apabila suatu saat menghadapi keadaan-keadaan yang sangat penting induk perusahaan tidak sulit untuk mengambil kebijaksanaan-kebijaksanaan, misalnya: menghentikan atau melikuidasi atau melepas perusahaan anak itu dengan penyerahan saham. Jika dalam suatu perusahaan kelompok, induk perusahaan menghadapi keadaan bahwa usaha salah satu dari perusahaan anaknya tidak berjalan dengan baik, terus merugi maka induk perusahaan dapat
mengambil keputusan untuk menutup
perusahaan tersebut. Meskipun perusahaan kelompok secara ekonomis merupakan suatu kesatuan, tetapi semua perseroan yang termasuk didalamnya adalah tetap badan-badan hukum tersendiri. Transaksi-transaksi yang diadakan oleh PT. A dengan pihak ketiga tidak
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
sekaligus mengikat PT. B yang termasuk dalam perusahaan kelompok. Hak dan kewajiban satu perseroan secara yuridis tidak dapat sekaligus menjadi hak dan kewajiban PT-PT lainnya. Dengan kata lain apabila perusahaan anak mengadakan transaksi dengan kreditur kemudian kewajiban ini tidak secara otomatis beralih kepada induk atau perusahaan anak lainnya. Dengan demikian induk perusahaan tidak bertanggungjawab atas pemenuhan kewajiban perusahaan anak dengan pihak ketiga( kreditur). Akan tetapi apabila anak-anak perusahaan memperoleh kredit dari kreditur, maka keterikatan secara yuridis dari induk perusahaan dapat muncul karena ia ikut bertanggung jawab terhadap pelunasan pinjaman atau hutang dari kreditur tersebut karena ia sebagai pemegang saham. Suatu badan hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas adalah perusahaan yang mandiri, dimana dalam perbuatan hukum Ia
mampu dan berwenang membuat
perjanjian dengan kreditur untuk memperoleh kredit guna kepentingan perusahaan. Sebagai melakukan
anak perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas apabila dalam perbuatan hukum, misalnya melakukan perjanjanjian dengan perbankan
untuk mendapatkan kredit, segala akibat yang ditimbulkan mengenai
perjanjian
tersebut adalah merupakan tanggung jawab dari perusahaan yang bersangkutan, apabila anak perusahaan tidak bisa atau tidak mampu menyelesaikan kredit yang telah diterima maka tidaklah dapat induk perusahaannya diminta bertanggung jawab karena sesuai undang-undang
Perseroan
Terbatas no. 40 tahun 2007 yang mengenal
asas keterbatasan tanggung jawab dari suatu badan hukum maka badan hukum itu sendirilah yang harus bertanggung jawab.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Menurut Emmy Simanjuntak, hubungan-hubungan dalam perusahaan kelompok dapat menciptakan suasana bahwa pimpinan kelompok demi mewakili kepentingan kelompok sebagai suatu kesatuan, tidak dapat memikirkan pemenuhan pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan-perusahaan dalam suatu kelompok. 87 Hal itu akan merugikan pihak ketiga dan sehubungan dengan kompleksnya jaringan-jaringan dalam perusahaan grup, maka bukan hal yang mudah baginya untuk membuktikan sikap atau perbuatan pimpinan kelompok itu telah menimbulkan kerugian. Dari segi hukum pihak ketiga tidak dapat dirugikan perusahaan
diorganisasikan
sebagai suatu
karena perusahaan-
kelompok. Untuk itu perlu adanya
perlindungan hukum bagi pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan kelompok. Contoh kasus : Beberapa Bank dalam sindikasi kredit mempailitkan PT. Ometraco Corporation Tbk dan Ometraco Multi Artha. Beberapa Bank dalam sindikasi kredit diantaranya: 1. American Express Bank Ltd. Singapore Branch 2. Overseas Chinese Banking Corp. Ltd 3. Royal Bank of Canada 4. PT. Bank Eksim Indonesia 5. Union De Banques Arabes er Francaises 6. PT. Bank International Indonesia tbk 7. PT. Fuji Bank Internasional Indonesia 8. PT. BII Commonwealth 9. PT. Bank Pembangunan Indonesia 10. Bumi Daya Finance Internasioanl Ltd 11. The Commercial Bank of Korea, Singapore 12. Industrial and Commercial Bank Ltd 13. PT. Bank Negara Indonesia Tbk 87
Emmy Simanjuntak, op.cit, h. 52
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Permohonan kepailitan yang diajukan sejumlah bank sindikasi berdasarkan alasan PT Ometraco Corp. Tbk dengan beberapa bank sindikasi pemohon I - II -III dan IV telah tercapai kesepakatan dalam pemberian kredit hutang-piutang dalam mata uang US dollar yang dituang
dalam suatu
perjanjian kridit
sindikasi.
Fasilitas kredit sindikasi ini oleh para kreditur (beberapa bank) diberikan pada: 1. PT. Ometraco Corp. Ltd., yang sahamnya tercatat dalam bursa; dan 2. PT. Ometraco Multi Artha (anak perusahaan group Ometraco Corp.) PT. Ometraco Corp. Ltd sebagai debitur (1) sepakat sebagai penjamin (guarantor) atas hutangnya PT. Ometraco Multi Artha (anak perusahaannya). PT. Ometraco (1) Bertanggung jawab atas guaranted amount dan merupakan satu-satunya dan utama untuk pembayaran kembali hutangnya PT Ometraco Multi Artha. Perjanjian kredit sindikasi tersebut mengandung esensi para kreditur sepakat untuk memberi fasilitas kredit secara sendiri-sendiri atas haknya berdasar atas facility agreement yang telah disepakati. Tidak ada keharusan bagi bank-bank kreditur atau agen untuk bergabung dalam mengajukan
tuntutan
hukum. Fasilitas
kredit
tanggal 3 desember 1996
ditentukan untuk PT Ometraco - max kredit US$ 125 juta untuk PT. Ometraco Multi Artha - max kredit US$ 75 juta. Hutang debitur (PT Ometraco) dan PT Ometraco Multi Arta jatuh tempo 20 januari 1998, namun berdasar kesepakatan para bank kreditur, pemohon I-II-III-IV-V, hutang di roll over untuk 14 hari sehingga hutang tersebut jatuh tempo 3 February 1998. Sampai tanggal 7 July 1998 jumlah hutang
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
yang belum dibayar oleh debitur baik untuk hutangnya sendiri maupun sebagai penjamin hutangnya PT Ometraco Multi Artha sebagai berikut: Hutang PT Ometraco Multi Artha sebagai berikut: Hutang langsung debitur (PT. Ometraco) a. Kepada Bank, pemohon I
US$
4.629.116,67
b. Kepada Bank, pemohon II
US$
3.020.633,46
c. Kepada Bank, pemohon III
US$
2.009.722,19
d. Kepada Bank, pemohon IV
US$
4.289.591.53
e. Kepada Bank, pemohon V
US$
1.258.871,75
US$
14.607.935,60
Total
Hutang debitur harus menjamin PT Ometraco Multi Artha a. Kepada Bank, pemohon I
US$
4.364.876,40
b. Kepada Bank, pemohon II
US$
3.272.352.92
c. Kepada Bank, pemohon III
US$
2.177.198,99
d. Kepada Bank, pemohon IV
US$
4.647.057,48
e. Kepada Bank, pemohon V
US$
1.363.778,36
Total
US$ 15.825.264,15
Debitur wajib membayar kembali setiap jumlah hutang pokok yang ditariknya berdasar agreement pada maturity date. Fasilitas kredit kepada debitur dan PT. Ometraco Multi Artha tersebut merupakan kredit rekening Koran (Revolving Credit).
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Sampai dengan jatuh tempo tanggal 3 Februari 1998 perincian hutang pokok dan bunga yang belum dibayar oleh debitur dan PT Ometraco Multi Artha yang dijamin oleh debitur, berdasar agreement tanggal 3 Desember 1996 adalah sebagai berikut: 1. Hutang debitur (PT Ometraco Corp. Ltd) Pokok
US$
60.000.000,00
Bunga dll
US$
662.189,95
US$
60.662.189,95
Total
2. Hutang PT. Ometraco Multi Artha yang dijamin debitur Pokok
US$
65.000.000,00
Bunga
US$
717.372,37
US$
65.717.372,37
Total
Fasilitas kredit tanggal 26 Juni 1997 kepada PT Ometraco Multi Artha diberikan oleh bank (pemohon) IV,VI,VII,VIII sampai dengan sindikasi
kepada
PT
Ometraco
XIII merupakan kredit
Multi Artha berdasarkan Syndicated Loan
Agreement tanggal 26 Juni 1997 No. 293. a. Kredit dari bank (pemohon) VI
= US$ 38.000.000.000,00
b. Kredit dari bank (pemohon) IV
= US$ 15.000.000.000,00
c. Kredit dari bank (pemohon) VII
= US$ 10.000.000.000,00
d. Kredit dari bank (pemohon) VIII
= US$ 5.000.000.000,00
e. Kredit dari bank (pemohon) IX
= US$ 2.000.000.000,00
f. Kredit dari bank (pemohon) XIII
= US$ 5.000.000.000,00
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
PT Ometraco Multi Artha telah mengakui jumlah hutang tersebut tertuang didalam akta “ Akta Acknowledgement of Indebtedness” tanggal 26 Juni 1997 No. 294. Seluruh fasilitas kredit kepada PT. Ometraco Multi Artha selaku debitur tersebut telah ditaruh oleh PT Ometraco Multi Artha dengan Promissory Notes dan telah jatuh tempo tanggal 23 Juli 1998. Namun pada saat yang ditentukan belum dibayar. Oleh karena itu PT Ometraco Multi Artha telah wanprestasi (even of default), maka semua hutang yang telah diberikan dan yang wajib dibayar oleh debitur, baik pokok maupun bunganya menjadi jatuh tempo dan wajib dibayar pada waktu pembatalan tanggal 31 Maret 1998. Semua pinjaman tersebut telah diberikan jaminan pelunasan pembayaran secara tepat waktu dalam akta Corporate Guarantee Agreement tertanggal 26 Juni 1997 No. 296. Karena terdapat lebih dari dua kreditur dan lebih dari satu hutang debitur yang sudah jatuh tempo dan wajib dibayar oleh debitur kepada kreditur, dan hutang tersebut tidak dibayar oleh debitur baik untuk diri sendiri (PT Ometraco Corp.Tbk) maupun untuk anak perusahaannya PT Ometraco Multi Artha, maka pemohon memohon agar Pengadilan Niaga pada Pengadilan negri Jakarta Pusat memberi putusan: 1. Mengabulkan permohonan untuk seluruhnya. 2. Menyatakan debitur berada dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya. Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengadili perkara ini dalam putusannya memberikan pertimbangan hukum: para pemohon ternyata telah memasukkan permohonan pernyataan pailit terhadap PT Ometraco Multi Artha ke Pengadilan Negri Jakarta Pusat dengan nomor 05/Pailit/PN Niaga Jakarta Pusat.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Substansi /dasar hukum permohonan pernyataan pailit terhadap PT. Ometraco Multi Artha (perkara no. 05/Pailit/1998/PN Niaga Jakarta Pusat) adalah sama dengan substansi dalam perkara permohonan pernyataan pailit terhadap PT. Ometraco Multi Artha (perkara no. 05/Pailit/1998/PN Niaga Jakarta Pusat) adalah sama dengan substansi dalam perkara permohonan pernyataan pailit no. 04/Pailit/1998/PN Niaga Jakarta Pusat terhadap PT Ometraco Corp. Tbk yang sedang diperiksa. Maka dapat diketahui bahwa sifat perikatan debitur (PT Ometraco Corp. Tbk) sebagai penjamin adalah tanggung renteng, bahkan sebagai
“Principal debitor” atas
hutangnya
PT Ometraco Multi Artha yang dijamin. Dari bukti baik PT Ometraco Multi Artha yang dimohon pernyataan pailit dalam perkara no. 05/Pailit/1998/PN Niaga Jakarta Pusat maupun PT Ometraco Corp. tbk, yang dimohon pailit dalam perkara no. 04/Pailit/1998/PN Niaga Jakarta Pusat, satu sama lain terkait dalam suatu substansi perikatan hukum yang sama. PT. Ometrtaco Corp. Tbk (debitur) juga tegas disebut dalam bukti P.1, P.5, P.15 sebagai satu-satunya Debitur Utama atas hutangnya PT Ometraco Multi Artha yang dijamin. Hakim berpendirian bahwa seharusnya para pemohon hanya mengajukan satu permohonan pernyataan pailit yaitu terhadap PT Ometraco Multi Artha sekaligus terhadap PT. Ometraco Corp. Tbk, dimana PT. Ometraco Corp. terikat demi hukum sebagai penjamin tanggung menanggung bahkan dianggap satu-satunya debitur utama sehingga baik PT. Ometraco Multi Artha maupun PT. Ometraco Corp. Tbk (Debitur) dapat dinyatakan pailit dalam satu putusan yang berlanjut dengan diumumkan secara bersama-sama dalam sekurang-kurangnya dua surat kabar dan bersama-sama dalam
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
satu Berita Negara, diawasi oleh satu orang Hakim Pengawas serta satu orang kurator yang sama baik untuk PT Ometraco Multi Artha maupun untuk PT Ometraco Corp. (debitur). Dua permohonan pernyataan pailit yang terpisah satu sama lain, dalam hal ini perkara Nomor 05/Pilit/PN Niaga Jakarta Pusat terhadap PT. Ometraco Multi Artha dan perkara Nomor 04/Pailit/PN Niaga Jakarta pusat terhadap PT. Ometraco Corp. Tbk (debitur) akan membawa konsekwensi yuridis yang membingungkan (rancu). Atas dasar alasan yuridis tersebut majelis Hakim Niaga berpendapat bahwa persyaratan Pasal 6 ayat 3 Undang-Undang No. 4/1998 tidak terpenuhi didalamnya persyaratan prosedural dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit tersebut. Dengan adanya dua permohonan pernyataan pailit tersebut maka upaya penyelesaian dikehendaki Undang-Undang Nomor 4 tahun 1998 yaitu secara adil,cepat, transparan dan efektif tidak terpenuhi maka Majelis hakim memberikan putusan: menyatakan permohonan pailit tidak dapat diterima. American Express Bank Ltd Singapore dan bank lainnya menolak putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan selanjutnya mengajukan kasasi Nomor 01/K/N/1998 tanggal 19 November 1998 dengan putusan: judex facti Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah salah menerapkan hukum sehingga putusannya dibatalkan. Pendirian Mahkamah Agung didasari oleh alasan yuridis yang intinya: Judex facti telah keliru dalam memahami dan menentukan Holding Company yang mengakibatkan permohonan kepailitan dinyatakan tidak diterima. Alasan judex facti dua permohonan kepailitan Nomor 05/Pailit/PN Niaga Jakarta Pusat terhadap PT. Ometraco Multi Artha dan Nomor 04/Pailit/PN Niaga Jakarta Pusat terhadap PT.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Ometraco Corp. yang sama, seharusnya diajukan dalam satu permohonan saja bukan terpisah. Menurut Majelis Hakim Mahkamah Agung pendirian judex facti ini ditinjau dari segi Company Law adalah salah. Dalam praktek kegiatan bisnis modern yang kini berkembang terdapat perusahaan dalam bentuk Grup Perusahaan dan pada dasarnya tidak ada pemisahan antara induk dengan anak perusahaan (may have no separate economic existence) terlebih lagi bila keduanya dipimpin oleh direktur yang sama. Meskipun tidak ada pemisahan namun menurut Company Law keberadaan subsidiary (anak perusahaan) diperlakukan sebagai separate entity, dalam arti induk perusahaan memiliki asset sendiri berupa saham yang ditanamkan pada masingmasing subsidiary. Bila diteliti dalam kasus ini terdapat fakta: 1. PT Ometraco Corp. Tbk adalah induk perusahaan yang bertindak sebagai debitur terhadap para pemohon untuk kepentingan anak perusahaannya PT Ometraco Multi Artha melakukan pinjaman modal investor berdasar facility agreement tertanggal 3
Desember 1996.
2. PT Ometraco Multi Artha adalah anak perusahaan yang bertindak sebagai debitur dalam perjanjian kredit sindikasi tanggal 26 Juni 1997 Nomor 274 dan menempatkan induk perusahaan (PT Ometraco Corp. Tbk) sebagai penjamin (corporate guarantor). Dengan adanya fakta tentang facility agreement tertanggal 3 Desember 1996 dan perjanjian Kredit Sindikasi tanggal 26 Juni 1997, dikaitkan dengan prinsip hukum dalam Company Law tentang Separate Entity antara induk dan anak perusahaannya dalam holding company , maka perjanjian pailit (petition of bankruptcy) dalam dua
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
permohonan yang terpisah dan berdiri sendiri yang dalam kasus ini perkara Nomor 04/Pailit/1998/PN Niaga Jakarta Pusat perkara Nomor
terhadap PT Ometraco Corp. (induk) dan
05/Pailit/1998/PN Niaga Jakarta pusat terhadap
PT. Ometraco multi Artha (anak perusahaannya) adalah sudah benar dan telah sesuai dengan hukum acara due process) dan juga sesuai dengan ketentuan hukum (due to law).
BAB III TANGGUNG JAWAB INDUK PERUSAHAAN TERHADAP PERIKATAN ANAK PERUSAHAAN DALAM PERUSAHAAN GRUP
A. Doktrin Piercing The Corporate Veil Doktrin piercing the corporate veil tidak terdapat dalam KUHD, tetapi secara sangat simpel diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 .” Doktrin
ini mengartikan bahwa sungguhpun suatu badan hukum
bertanggung jawab hanya terbatas harta badan hukum tersebut,tetapi dalam hal-hal tertentu batas tanggung jawab tersebut dapat ditembus (piercing)” 88 Dalam penerapannya ke dalam ilmu hukum Perseroan, doktrin piercing the corporate veil berarti bahwa hukum tidak memberlakukan prinsip terpisahnya 88
Munir Fuady op.cit. h. 61
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
tanggung jawab dan harta kekayaan badan hukum dari tanggung jawab dan harta benda pemegang sahamnya, sungguhpun secara de jure seluruh persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu Perseroan Terbatas untuk dapat menjadi suatu badan hukum telah sempurna dilakukan. Jadi cadar yang membatasi badan hukum dengan pemegang sahamnya dapat dikoyak. Dengan demikian berdasarkan doktrin piercing the corporate veil ini ada kemungkinan pemegang saham dalam hal-hal tertentu ikut bertanggung jawab sampai kepada harta pribadinya atas tindakan yang dilakukan oleh dan atas nama
Perseroan. Yang berarti juga apabila terbukti pemegang saham
melakukan perbuatan yang merugikan perseroan atau memanfaatkan perseroan sehingga terjadi kerugian maka ia harus bertanggung jawab sampai pada harta pribadinya. Doktin piercing the corporate veil ini bertujuan untuk menghindari hal-hal yang tidak adil terutama bagi pihak luar perseroan dari tindakan sewenang-wenang atau tidak
layak yang dilakukan atas nama perseroan, baik yang terbit dari suatu
transaksi dengan pihak ketiga ataupun yang timbul dari perbuatan menyesatkan atau perbuatan melawan hukum yang timbul dari suatu hubungan kontraktual misalnya jika terdapat hal-hal yang luar biasa dalam Perseroan, seperti Perseroan tidak pernah membuat untung atau mencampur adukan antara bisnis dan financial Perseroan dengan pemegang saham. Piercing the corporate veil juga diterapkan terhadap hubungan non kontraktual seperti jika terjadinya perbuatan melawan hukum jika gagal mengikuti formalitas dari suatu Perseroan.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Menurut R. Murjianto berlakunya doktrin atas prinsip atau asas separate corporate personality menegaskan bahwa antara Perseroan Terbatas sebagai suatu legal entity dan para pemegang saham dari Perseroan Terbatas itu terdapat tabir (veil) pemisah. Dalam teori hukum perseroan tabir tersebut dinamakan dengan corporate veil atau tabir perseroan , dimana dalam keadaan tertentu tabir tersebut dapat disingkap oleh hakim. Artinya apabila terjadi kerugian atas perseroan karena perbuatan dari pemegang saham maka hakim dapat memutuskan agar pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi sampai pada harta pribadinya kepada kreditur perseroan yang dirugikan oleh perbuatan hukum yang dilakukan perseroan. 89 Jadi hakim dapat memutuskan pribadi apabila terbukti
pemegang saham bertangung jawab secara
bahwa kerugian dari perseroan dilakukan oleh pemegang
saham tersebut. Dari doktrin
keterbatasan
tanggung
jawab
pemegang saham Perseroan
Terbatas maka penerapan piercing the corporate veil dapat terjadi karena adanya: 1. Pengontrolan anak perusahaan oleh induk perusahaan. 2. Penggunaan kontrol oleh induk perusahaan untuk melakukan penipuan, ketidak jujuran, dan tindakan yang tidakan tidak fair lainnya. 3. Adanya kerugian yang disebabkan oleh pelanggaran kewajiban atau tugas dari induk perusahaan. 90 Dalam
Undang-Undang
pengaturan mengenai
piercing
Perseroan Terbatas
No. 40
Tahun 2007
the corporate veil dapat ditemukan dalam Pasal
3 ayat (2) yang menyatakan bahwa Pertanggung
jawaban terbatas pemegang
saham dalam Perseroan Terbatas tidak berlaku dalam hal:
89 90
R. Murjianto op.cit. h. 150 Munir Fuady, op.cit. h. 62
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
1. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; 2. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi; 3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan
melawan
hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau 4. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum
menggunakan
mengakibatkan
Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi
kekayaan
kekayaan
Perseroan,
yang
utang Perseroan. Keempat hal yang menyebabkan terjadinya piercing the corporate veil tersebut, Jelas menunjukkan bahwa: 1. Dalam hal yang pertama, jelas pemegang saham tidak secara serius menghendaki status pertanggung jawaban terbatas, yang hanya dapat diperoleh segera setelah Perseroan Terbatas yang didirikan tersebut memperoleh pengesahan dari Mentri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dengan mengabaikan proses formalitas yang selayaknya dan seharusnya ditempuh, pendiri Perseroan Terbatas dapat dikatakan tidak bermaksud untuk secara sungguh-sungguh mendirikan suatu Perseroan Terbatas. Bahkan dalam ketentuan Pasal 10 ayat (9) Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa jika dalam jangka waktu 60 hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani permohonan untuk pengesahan dan memperoleh status badan Hukum tidak diajukan Mentri Hukum Dan Hak Asasi Manusia, maka akta pendirian menjadi batal sejak lewatnya jangka waktu tersebut . Tidak diperolehnya status badan hukum tersebut, bukan hanya semata-mata terjadi karena tidak diajukannya permohonan pengesahan sebagai badan hukum, melainkan dapat karena berbagai hal. Hal-hal tersebut dapat terjadi misalnya karena pendiri tidak mau melakukan penyetoran modal sebagaimana telah ditentukan sebelumnya, pendiri tidak memberikan kuasa kepada pengurus perseroan untuk melakukan kegiatan yang
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
diperlukan , sedangkan pendiri itu sendiri tidak mau bertindak atas nama perseroan dan lain sebagainya. 2. Hal kedua terkait dengan teori keagenan, dimana pemegang saham dengan itikad buruk telah memanfaatkan perseroan untuk kepentingan dirinya pribadi. Dalam konteks yang demikian berarti perseroan semata-mata hanya melaksanan apa yang menjadi tujuan dan objektif dari pemegang saham. Pemegang saham dalam hal ini berlindung dibalik pertanggung jawaban terbatas perseroan, sedangkan perseroan sendiri dimanfaatkan untuk kepentingannya pribadi. Jadi jelaslah dalam konteks ini pemegang saham yang tidak memiliki itikad baik tidak dilindungi oleh hukum. Piercing the corporate veil berlaku dalam hal ini bagi pemegang saham yang memanfaatkan perseroan untuk kepentingannya pribadi. 3. Hal yang ketiga ini menunjukkan pada tindakan pemegang saham yang secara bertentangan dengan hukum (fraud). Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa siapa yang telah menerbitkan kerugian pada seseorang lain,bertanggung jawab atas kerugian yang diterbikannya tersebut. Sebagai suatu artificial person, Pers eroan Terbatas tidaklah memiliki kehendak. Dalam keadaan dimana kehendak perseroan adalah kehendak pemegang saham, maka jelas yang bertanggung jawab adalah pemegang saham tersebut. 4. Hal keempat berkaitan dengan penggunaan harta kekayaan secara tidak sah yang menyebabkan harta kekayaan Perseroan menjadi berkurang sehingga Perseroan tidak dapat melunasi seluruh 91 kewajibannya kepada kreditor Perseroan. Dari ketentuan Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 40 Tahun
2007
tentang Perseroan Terbatas tidak satupun yang menyatakan pihak mana yang sebenarnya dilindungi dengan diberlakukannya prinsip piercing the corporate veil. Namun demikian dengan melihat pada ketentuan yang dinyatakan dalam Pasal 3 ayat (2)
butir
d
Undang-Undang
No. 40
Tahun
2007 dapat diketahui bahwa
perlindungan diberikan kepada kreditor Perseroan Terbatas.
91
Gunawan Widjaja, op.cit. h.38-39
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
B. Campur Tangan Induk Perusahaan Ke Dalam Bisnis Anak Perusahaan Karena adanya fenomena dalam dunia bisnis bahwa grup usaha konglomerat cenderung dianggap sebagai suatu kesatuan ekonomi maka implikasinya kedalam sektor hukum antara lain berupa diterobosnya batas-batas kemandirian badan hukum dari anak perusahaan maupun induk perusahaan, sebagai konsekuensinya akan timbul: 1. Ikut ditariknya induk perusahaan, maupun anak perusahaan lain dalam satu grup dalam hal-hal tertentu untuk mempertanggungjawabkan perbuatan hukum yang dilakukan oleh salah satu atau lebih anak perusahaan. 2. Berwenangnya induk perusahaan dalam batas-batas tertentu untuk mencampuri urusan bisnis anak perusahaan. 92 Sektor hukum memainkan
peranan
antara kepentingan induk perusahaan perusahaan dengan kepentingan anak
untuk
penting untuk menjaga equilibrium ikut campur kedalam bisnis anak
perusahaan dan/atau pihak ketiga untuk
membebankan tanggung jawab hukum tertentu kepada induk perusahaan. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa
sampai
batas-batas
tertentu
induk perusahaan dapat mencampuri bisnis dan manajemen anak perusahaan. Dan hukum seharusnya memberikan legalisasi terhadap campur tangan induk perusahaan. Teori-teori
hukum
konvensional yang mengajarkan bahwa anak perusahaan
sebagai badan hukum yang induk perusahaan sudah tidak
92
mempunyai hak dan kewajiban yang terpisah dari dapat
dipetahankan
lagi
secara
utuh. Dalam
Munir Fudy,op.cit. h.136
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
hal
ini
modifikasi-modifikasi
hukum
perlu
dikembangkan sehingga
hukum akan kondusif dengan kepentingan dan perkembangan bisnis. Karena itu disamping anak
ikut
campur
perusahaan melalui sarana-sarana
dengan penunjukan
organ
induk hukum
perusahaan atau
perusahaan kedalam yang
secara
konvensional
bisnis yaitu
kontraktual, maka dalam
batas-batas tertentu hukum harus mentolerir ikut campurnya induk perusahaan secara non konvensional. Misalnya dalam hal sentralisasi terhadap penentuan policy perusahaan, manajemen dan keuangan. Dengan ikut
campurnya
induk
perusahaan
tersebut, akan terkait dengan
kepentingan berbagai pihak dengan benturan kepentingan sangat mungkin terjadi. Diantara para pihak yang mungkin akan mengalami benturan kepentingan adalah: 1. Pihak induk perusahaan (pemilik perusahaan); 2. Pihak pengurus induk perusahaan; 3. Pihak komisaris induk perusahaan; 4. Pihak pemegang saham minoritas dalam induk perusahaan; 5. Pihak anak perusahaan; 6. Pihak pengurus dari anak perusahaan; 7. Pihak komisaris dari anak perusahaan; 8. Pihak pemegang saham minoritas dalam anak perusahaan; 9. Pihak pekerja/karyawan pada induk perusahaan; 10. Pihak pekerja/karyawan anak perusahaan; 11. Pihak kreditur dari induk perusahaan; 12. pihak kreditur dari anak Perusahaan. 93 Dengan demikian merupakan salah satu tapal batas bagi induk perusahaan dalam mencampuri urusan bisnis anak perusahaan adalah jika dengan perbuatannya itu tidak merugikan pihak-pihak tersebut diatas.
93
Munir Fuady, op.cit., h. 137
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
C. Kewenangan
Anak
Perusahaan
Dalam
Melakukan Perikatan
Perkembangan yang konsisten tentang apa yang dianggap merupakan kewenangan umum dari perusahaan
yang umumnya di atur dalam perundang-
undangan dibidang perusahaan, dan dikonkretkan dalam anggaran dasar perusahaan tersebut. Perkembangan yang konsisten
tersebut
adalah perkembangan ke arah
pengakuan yang lebih luas kepada wewenang dari suatu perusahaan. Secara teoritis kita dapat membedakan antara kewenangan (powers) perusahaan dengan maksud dan tujuan (purposes) dari suatu perusahaan. Kewenangan adalah suatu kepercayaan yang diberikan untuk perusahaan melakukan perbuatan hukum dengan pihak ke tiga . Anak perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas yang mempunyai kedudukan yang mandiri sebagai badan hukum, maka anak perusahaan merupakan penyandang hak dan kewajiban sendiri, Dan juga mempunyai kekayaaan sendiri yang terpisah secara yuridis dengan harta kekayaan pemegang sahamnya. Terhadap kewenangan, kewajiban dan hak, induk perusahaan dengan anak perusahaan sangat bervariasi. Dalam grup yang berlaku prinsip sentralisasi, induk perusahaan sangat jauh involved (terlibat langsung) sehingga anak perusahaan hanya menjalankan tugas-tugas rutin saja (day to day operation) tanpa bisa menentukan keputusan dan policy. Tetapi dalam grup desentralisasi anak perusahaan diberi kewenangan yang sangat besar.misalnya anak perusahaan diberi otonomi untuk membuka usaha baru. 94 Dalam kelompok perusahaan Sekar Grup setiap perusahaan mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum sendiri tanpa ikut campurnya induk dan PT. Tani Abadi Sulawesi , anak perusahaan tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum karena kedua perusahaan tersebut sepenuhnya bergantung dari induk perusahaannya. 95 94
Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori Dan Praktek, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,1994, h.14. 95 Wawancara dengan bapak Fredy tanggal 15 mei 2009
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Berdasarkan prinsip kemandirian badan hukum maka pada prinsipnya secara hukum (yang konvensional) maka induk perusahaan tidak punya kewenangan hukum untuk mencampuri manajemen dan policy anak perusahaan.
Keterlibatan induk perusaan terhadap bisnis anak perusahaan hanya dimungkinkan dalam hal-hal sebagai berikut: 1. Melalui direktur dan komisaris yang diangkat oleh induk perusahaan sebagai Pemegang saham, sejauh tidak bertentangan dengan anggaran dasar perusahaan. 2. Melalui hubungan yang kontraktual. Juga sejauh tidak bertentangan dengan anggaran dasar perusahaan. 96
Sebagai suatu subyek hukum yang mandiri maka semua perbuatan hukum yang dilakukan atas nama Perseroan Terbatas dengan segala akibat dari perbuatan hukum tersebut adalah merupakan tanggung jawab dari perusahaan yang mengadakan atau membuat perjanjian. Anak perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas seharusnya mempunyai kewenangan untuk membuat perjanjian sendiri tanpa campur tangan dari induk perusahaannya, namun sebagai perusahaan grup yang sebagaian besar sahamnya dimiliki oleh induk perusahaan, suatu anak perusahaan yang berbentuk badan hukum Perseron Terbatas dapat dikatakan bukanlah suatu perusahaan yang mandiri lagi karena ikut campurnya induk perusahaan terhadap manajemen, policy,keputusan bisnis yang diambil oleh direktur sebagai pimpinan operasional 96
Munir Fuady, op. cit. h.133
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
perusahaan. Dalam menjalankan
operasional
perusahaan seorang direktur harus
mematuhi segala yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang dan dalam anggaran dasar, di dalam anggaran dasar tersebut telah di buat batas-batas kewenangan dari anak perusahaan, misalnya: dalam
membuat
perjanjian kredit dengan perbankan
harus dengan persetujuan dari induk perusahaannya. Hal ini merupakan salah satu kontrol dari induk perusahaan, akan tetapi dengan pembatasan tersebut dapat dikatakan sebenarnya anak perusahaan tersebut tidak berwenang murni lagi untuk membuat perjanjian, karena adanya campur tangan dari perusahaan induknya. Didalam perusahaan grup/kelompok di Indonesia pengaruh owner (pemilik) masih sangat besar. Dalam Pasal 94 ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007 dikatakan untuk pertamakali pengangkatan anggota direksi dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian , dalam Pasal tersebut dikatakan hanya untuk pertama kali waktu akta pendirian atau dapat dikatakan waktu pendirian perseroan, dan untuk selanjutnya anggota direksi diangkat oleh RUPS. 97 Tetapi yang masih sering terjadi dalam perusahaan grup untuk pengangkatan direktur masih langsung dipilih oleh pemilik perusahaan, dan direktur tersebut ditempatkan diperusahaan yang dianggap sesuai dengan keahliannya . Dengan demikian
apabila direktur dipilih langsung oleh pemilik perusahaan
secara tidak langsung direktur hanya merupakan boneka dari pemilik perusahaan dalam arti direktur dalam menjalankan perusahaan hanya menuruti keinginan dari pemilik perusahaan tersebut. Jadi sebagai anak perusahaan yang berbadan hukum 97
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, Pasal 94 ayat (1)
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Perseroan Terbatas dapat dikatakan kewenangan untuk
membuat perjanjian
kemandiriannya sudah hilang karena dengan pihak ketiga (kreditur) untuk
mendapatkan kredit guna kepentingan perusahaan dipengaruhi atau didikte oleh induk perusahaannya atau pemilik perusahaan. D. Tanggung Jawab Perusahaan
Induk
Perusahaan
Terhadap
Perikatan
Anak
Sebuah Perusahaan dalam menjalankan usahanya sudah pasti berhubungan dengan pihak lain yaitu pihak ketiga. Perusahaan melakukan transaksi jual beli, kredit dari perbankan, sewa-menyewa dan lain sebagainya. Biasanya kalau transaksinya dapat berjalan dengan lancar atau tidak ada masalah kondisinya akan aman-aman saja, namun bila terjadi sebaliknya terjadi masalah misalnya perusahaan melakukan wanprestasi maka yang dicari adalah yang menyangkut tanggung jawab. Berhubung yang melakukan transaksi adalah suatu Perusahaan maka mengenai masalah tanggung jawab dipengaruhi oleh statusnya, apakah berstatus badan hukum atau tidak. Adanya perbedaan status tersebut berpengaruh pada siapa yang harus bertanggung jawab. 98 Sebuah badan hukum memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari pengurus. Dalam Perseroan Terbatas modal yang terbagi atas saham merupakan modal Perusahaan, demikian pula badan hukum dapat melakukan perbuatan hukum yang diwakili oleh pengurusnya. Oleh karena kedudukannya sebagai subyek hukum segala perbuatan badan hukum menjadi tanggung jawab badan hukum itu sendiri bukan tanggung jawab pengurusnya, pemegang saham hanya menanggung sebesar nilai saham yang dimasukkan. Sehubungan itu Perseroan Terbatas yang berstatus sebagai badan hukum, segala perbuatan pengurus atas nama Perusahaan yang dilakukan dengan itikad baik yang bertanggung jawab adalah Perusahaannya.
98
Gatot Supramono, Kedudukan Perusahaan Sebagai Subyek Dalam Gugatan Perdata, PT. Rineka Cipta,Jakarta, 2007, h. 135.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Bagi Perusahaan yang bukan badan hukum seperti: CV, Firma yang didalamnya ada sekutu aktif dan pasif, bila terjadi kerugian pada Perusahaan maka yang bertanggung jawab adalah pengurusnya, mereka bertanggung jawab sampai pada harta yang dimilikinya. Dalam Kitab Undang-Undang hukum Dagang (KUHD) Pasal 40 ayat (2) dinyatakan bahwa pemegang saham tidak bertanggung jawab lebih dari pada jumlah Penuh dari saham-saham itu. Prinsip yang sama juga diberlakukan oleh UndangUndang Perseroan Terbatas yang menyatakan dengan tegas bahwa
“Perseroan
Terbatas merupakan badan hukum dan tanggung jawabnya hanya sebatas sahamsaham yang telah diambil oleh pemegang saham (Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Pasal 3 ayat 1). Hanya saja Undang-Undang Perseroan Terbatas menegaskan tentang adanya beberapa pengecualian atas prinsip keterbatasan tanggung jawab badan hukum yang bersangkutan, termasuk untuk menarik pihak induk perusahaan sebagai pemegang saham
untuk
ikut
memepertanggung
jawabkan
terhadap
perbuatan
anak
perusahaannya. Contoh : Kasus bank Summa dari Grup Summa adalah contoh dari sisi buruk deregulasi
perbankan pada tahun 1998. Industri perbankan menjamur dan itu
dibarengi penyaluran kredit dalam bilangan besar yang kadang-kadang mengabaikan prinsip-prinsip bisnis yang sehat. Hal ini dikarenakan bank membiayai kelompok
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
usahanya sendiri. Puncak semua itu tahun
1992
ketika
meledak kasus kredit
macet bank Summa sejumlah Rp 1,4 triliun. 99 Ketika itu Edward Soeryadjaya, putra sulung Williem Soeryadjaya pendiri Astra berniat menyaingi bisnis sang ayah. Ia menggunakan jalur cepat. Edward mulai dengan mendirikan Summa International Bank Ltd. Tahun 1979 di Port Vila, vanutu dengan modal US$ 25 juta AS. Setahun kemudian ia mengembangkan usaha di HongKong. Tiga tahun kemudian, Edward berpatungan dengan pengusaha HongKong melebarkan sayap ke Indonesia dengan mendirikan Summa International finance Co. Ltd (kemudian menjadi Indover Summa Finance, usaha patungan dengan anak perusahaan Bank Indonesia, Indover). Bisnis Edward maju pesat. Ia membeli sejumlah saham perusahaan besar, seperti Bank Asia yang kemudian namanya menjadi Bank Summa. Selain itu ia ikut memiliki Bandung Indah plaza,Hotel Sabang (Jakarta) dan berbagai macam bisnis property dan keuangan. Tak sulit ditebak dari mana dana Edward tersebut: dari Bank Summa, banyaknya tak diketahui pasti. Tapi yang jelas saat itu asset Bank Summa mencapai Rp. 1,2 triliun . Akibatnya pasti: kesulitan likuiditas. Waktu pemerintah
memberlakukan
kebijakan uang ketat (1990) makin tertekanlah Bank Summa. Tiga bulan kemudian Bank Summa benar-benar mengalami
krisis keuangan yang hanya bisa diatasi
dengan bantuan dana segar. Pada Juni 1992 Williem mengambil alih 100 persen saham Bank Summa. 99
http:// www.tempo.co.id diakses tanggal 5/5/2009 1:27PM
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Kesehatan Bank Summa tetap memburuk. Kewajibannya ditaksir mencapai Rp 1,7 triliun. Tak lama kemudian williem menjaminkan seratus juta lembar saham Astra Internasional senilai Rp. 500 milliar kepada Bapindo, Bank exim dan Bank Danamon untuk memberikan dana pada Bank Summa. Semua itu pada akhirnya tidak dapat menyelamatkan Bank Summa, vonispun jatuh pada 14 Desember 1992 Bank Summa dilikuidasi berdasarkan Undang-Undang Perbankan tahun 1992. Dilihat kasus Bank summa diatas dapat dilihat bahwa pemilik (owner) memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap manajemen dan jalannya perusahaan. Sehingga keputusan yang dihasilkan oleh organ-organ perusahaan adalah keputusan-keputusan dari keinginan pemilik perusahaan yang pada akhirnya menyebabkan kerugian perusahaan.
Untuk
mempertanggung
jawabkannya,
Williem
Soeryadjaya
menggadaikan saham-saham Grup Astra miliknya dan menjual harta kekayaan pribadinya untuk membayar hutang-hutang Bank Summa. Jadi induk perusahaan dapat diminta bertanggung jawab bila dapat dibuktikan bahwa: 1. ikutnya induk perusahaan dalam menentukan manajemen perusahaan, keuangan, keputusan bisnis, yang menyebabkan kerugian perseroan, misalnya dalam mengambil kredit dari perbankan ikut menentukan jumlah, peruntukannya dan penggunaannya sehingga perseroan mengalami kerugian atau pailit. 2. perbuatan yang dilakukan oleh anak perusahaan untuk kepentingan induk perusahaan. 3. Induk perusahaan secara tidak layak mengabaikan masalah kecukupan finansial dari anak perusahaan. 100
100
Munir Fuady, op.cit., h.117-118.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Tidak hanya gugatan perdata yang dapat diajukan kepada induk perusahaan selaku pemegang saham, apabila ternyata induk perusahaan ikut campur dalam manajemen ,keuangan dan bisnis anak perusahaan maka induk perusahaan atau pemilik perusahaan Grup pun dapat dituntut secara pidana. Contoh: Kasus Grup Golden Key tahun 1994 yang dituduh melakukan tindak korupsi 1,3 triliun rupiah. 101 Tuduhan korupsi yang merupakan the case of the year ditahun 1994 tersebut timbul akibat dari tuduhan macetnya kredit yang diambil oleh anakanak perusahaan dalam Golden Key dari Bapindo. Bapindo memberikan kredit dengan prosedur yang tidak layak kepada Grup Golden Key dan akhirnya kredit tersebut macet atau disalah gunakan pemegamg saham (pemilik), pemilik perusahaan Golden Key diminta untuk bertanggung jawab secara pidana (korupsi). Dari “mega kasus” Golden Key dapat ditarik kesimpulan bahwa secara hukum pemilik Grup usaha konglomerat/pemegang saham dapat dikenakan tuntutan pidana atas kekeliruan yang dilakukan anak-anak perusahaan dalam Grup perusahaan yang bersangkutan. Juga dari kasus tersebut dapat diketahui bahwa direktur bayangan (seperti trustee), seperti direktur beberapa perusahaan dalam Grup Golden Key misalnya ternyata tidak dimintakan tanggung jawab secara pidana maupun perdata atas kesalahan yang dipimpinnya. Induk
perusahaan
dapat
melakukan
kontrak-kontrak
yang bersifat
kebendaan dalam hubungan dengan kegiatan anak perusahaan. Sehingga tanggung jawab yuridis dari perbuatan yang dilakukan oleh anak perusahaan sampai batas101
Munir Fuady, op. cit, h.118
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
batas tertentu dapat dibebankan kepada induk perusahaan. Hal ini dapat terjadi misalnya dalam hal : asset-aset dari induk perusahaan ikut menjadi collateral terhadap hutang-hutang yang dibuat oleh anak perusahaan. Sebagai perusahaan yang berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas, setiap perusahaan yang melakukan perjanjian maka perusahaan itulah yang harus memenuhi segala isi dalam perjanjian tersebut dengan segala konsekuwensinya. Begitu pula dalam perusahaan Sekar Grup setiap perusahaan yang melakukan perjanjian/perikatan dengan pihak ketiga (kreditur) maka perusahaan itu sendiri yang harus melunasinya tanpa bisa dimintakan pertanggung jawaban ke induk perusahaannya. Yang bisa dilakukan dalam perusahaan satu grup adalah, apabila salah satu perusahaan mengalami kesulitan keuangan maka perusahaan induk/perusahaan lain dalam grup yang dalam keadaan keuangan stabil meminjamkan dana sementara untuk membantu salah satu perusahaan yang membutuhkannya. 102 Berkaitan dengan sifat status hukum dari anak perusahaan yang mandiri maka kewajiban yang timbul sebagai akibat suatu perjanjian yang diadakan antara anak perusahaan dengan kreditur maka kreditur tersebut tidak mempunyai hak menuntut terhadap induk perusahaan dan anak perusahaan lainnya untuk melakukan kewajibankewajiban dalam perjanjian yang dibuatnya bersama anak perusahaan yang bersangkutan. Tanggung Jawab kontraktual yang bersifat pelengkap , dianggap ada apabila di buat kesepakatan-kesepakatan tambahan pada waktu perjanjian diadakan.
102
Wawancara dengan bapak Fredy tanggal 15 mei 2009
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Atas permintaan kreditur, dalam perjanjian ini induk perusahaan atau anak perusahaan bahkan pemegang saham mayoritas, misalnya dapat menyetujui untuk bertindak sebagai penjamin (borg) atau mengikatkan diri ikut bertanggung jawab. Perjanjian-perjanjian tersebut dapat bersifat kebendaan maupun bersifat personal sehingga tanggung jawab yuridis dari perbuatan yang dilakukan oleh anak perusahaan sampai batas-batas tertentu dapat dibebankan kepada induk perusahaan. Hal ini terjadi dalam asset-aset dari induk perusahaan ikut menjadi collateral terhadap hutang-hutang yang dibuat oeh anak perusahaan. Dalam hal tanggung jawab induk perusahaan terhadap anak perusahaan karena adanya kontrak yang bersifat personal, mereka dapat bertindak sebagai corporate guarantee (jaminan perusahaan); personal guarantee (jaminan pribadi); atau garansi terbatas yang akan bertanggung jawab apabila pihak yang dijaminnya wanprestasi. Pada umumnya penanggungan ini timbul sebagai akibat adanya perjanjian pokok yang menyebutkan secara khusus adanya penanggungan tersebut lazimnya corporate Gurantee diadakan untuk kredit yang berjumlah besar karena kreditur mau mengadakan hubungan hutang piutang jika debitur dapat mengajukan penanggungan yang akan menjamin pemenuhan hutang bila debitur wanprestasi. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1820 KUHPerdata, penanggungan adalah suatu persetujuan dengan pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, penanggung mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berhutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Dalam hal ini, penanggung termasuk penanggung peroangan (personal guarantee). Menurut Sri Maschoen Sofyan Soedewi, jaminan yang bersifat perorangan ialah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada orang tertentu yaitu terhadap harta kekayaan debitur, misalnya: bortgtocht. 103 Tanggung jawab kontraktual yang bersifat personal berupa corporate guarantee terjadi karena kebutuhan dunia bisnis dan tuntutan perdagangan serta perekonomian pada umumnya. Corporate guarantee dapat dikatakan tidak terdapat ketentuan perundangan
perbankan di Indonesia yang mengaturnya, namun kenyataannya
sekarang ini dikota-kota besar seperti: Jakarta telah digunakan secara luas didalam praktek perbankan khususnya untuk fasilitas kredit dalam jumlah besar. Oleh karena itu corporate guarantee ini tidak terlepas dari personal guarantee. Dengan demikian induk perusahaan bertindak sebagai penanggung yang berwujud suatu jaminan yang diberikan kreditur, dengan menyatakan bahwa guarantor (penanggung/penjamin) akan bertanggung jawab untuk memenuhi segala kewajiban-kewajiban yang telah disepakati bersama seperti yang tercantum dalam perjanjian. Garansi terbatas sebagai salah satu bentuk tanggung jawab kontraktual yang bersifat personal, merupakan salah satu antisipasi yang dilakukan oleh induk perusahaan sebagai guarantor (penjamin) agar tidak mempertaruhkan seluruh harta benda yang dimiliki perusahaan grup baik berupa corporante guarantee atau personal guarantee.
103
Sri Soedewi Maschoen Sofyan, Hukum Jaminan Di Indonesia,Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan perorangan,Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, Jakarta, 1980, h. 47
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
Garansi dalam bentuk-bentuk terbatas ini dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Corporate guarantee dengan ceiling; Merupakan jaminanperusahaan, hanya saja dibatasi nilai jaminan yang diberikan. Secara yuridis induk peruahaan hanya bertanggung jawab sampai sebatas jumlah tersebut, misalnnya: corporate guarantee hanya dilakukan sebatas satu miliar rupiah. 2. Personal guarantee dengan ceiling; Adalah jaminan pribadi para pemilik perusahaan, tetapi terdapat batasan sampai pada nilai tertentu saja. Misalnya hanya terbatas pada satu miliar saja. 3. Corporate guarantee dengan sister company; yaitu jaminan perusahaan yang berasal dari salah satu anak perusahaan dalam suatu group yang sama dengan anak perusahaan dalam suatu group yang sama dengan anak perusahaan yang berhutang. Konsekuensi yuridisnya bahwa yang dipertaruhkan dalam hal ini hanya terbatas pada asset-aset anak perusahaan yang memberikan corporate guarantee tersebut, sehingga yang dijaminkan bukan seluruh asset perusahaan. 104 Dalam hal
debitur
induk perusahaan, baru
lalai wajib
memenuhi
prestasinya, penanggung
membayar
hutang
yaitu
kepada kreditur setelah
menuntut agar harta benda debitur lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi hutangnya. 105 Dengan demikian penanggung baru wajib bertindak jika barang-barang debitur setelah disita dan dijual terlebih dahulu namun tidak mencukupi untuk membayar hutang. Pendapat yang mengatakan induk perusahaan dianggap selalu bertanggung jawab atas kewajiban-kewajiban dari perusahaan-perusahaan dalam satu grup tidak dapat diterima, namun demikian “ketentuan-ketentuan semacam itu telah mendapat
104 105
Munir Fuady, op.cit. h. 131-132 Lihat Pasal 1831 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
perhatian dinegara-negara dimana hukum perusahaan kelompok telah diatur secara rinci, misalnya di Jerman, Belanda”. 106 Keterkaitan antara peletakan pertanggung jawaban secara sukarela atau solider dan pelaksanaan pimpinan seragam secara tidak terbatas didalam perusahaanperusahaan
dapat ditemukan didalam hukum Jerman yang mengatur mengenai
pertanggung jawaban sukarela. Dalam hukum Jerman, wewenang langsung untuk memberi instruksi-instruksi kepada pengurus perusahaan yang dikuasai hanya ada apabila telah terbentuk `eingliederung atau jika telah diadakan apa yang disebut Beherrschungsvetrag. Beherrschungsvetrag adalah suatu perjanjian yang memuat hubungan yang bersifat ketergantungan yang sangat sentral antara induk perusahaan dan anak perusahaan. 107 Dengan demikian untuk menerapkan pertanggung jawaban sukarela harus ditentukan kreteria dari perusahaan kelompok, apakah terdapat keadaan yang ekstrim yaitu
perusahaan
anak merupakan bagian induk
perusahaan, misalnya: induk
perusahaan memiki saham sebesar 95 % perusahaan anak. Jika dihubungkan induk perusahaan dengan perusahaan anak termasuk yang tersentralisasi maka induk perusahaan dihadapkan dengan kewajiban untuk membentuk cadangan guna menutup kerugian anak perusahaan tiap tahunnya. Jika anak perusahaan merupakan bagian dari induk perusahaan dengan memiliki 95% saham anak perusahaan maka induk perusahaan dibebani kewajiban untuk juga bertanggung jawab terhadap pelunasan hutang kreditur anak perusahaan.
106 107
Emmy Simanjuntak, op.cit. h.55 Emmy Simanjuntak, op.cit h. 55-56
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
B A B IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Hubungan hukum yang terjadi antara induk perusahaan dengan anak perusahaan adalah induk perusahaan sebagai pemegang saham dari anak sehingga dengan
demikian
Induk
perusahaannya
perusahaan dapat mengontrol jalannya
perusahaan dengan kepemilikan mayoritas saham. Pengontrolan induk perusahaan dilakukan
dengan memberikan
pembatasan-pembatasan
yang tertuang
dalam anggaran dasar dari anak perusahaan, seperti : anak perusahaan dapat
melakukan perjanjian
untuk
dengan pihak ketiga untuk mendapatkan kedit,
memberikan pinjaman pada perusahaan
lainnya dan
perbuatan hukum
lainnya harus minta persetujuan induk perusahaan. Meskipun dalam perusahaan grup yang terdiri dari lebih dari satu perusahaan yang tergabung, dan dimiliki oleh pemilik yang sama tetapi mereka adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum yaitu bentuk
bandan hukum tersebut
menurut
Perseroan Terbatas, dimana
hukum dan
Perseroan Terbatas adalah perusahaan yang mandiri, yang sendiri, segala perbuatan hukum yang dilakukan
Undang-Undang mempunyai
menjadi
harta
tanggung jawab
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
perusahaan itu sendiri tanpa bisa diminta pertangungjawaban dari
induk 104
perusahaannya dan anak perusahaan lain dalam satu grup. 2. Dengan adanya hubungan hukum
tersebut bentuk tanggung jawab
induk
perusahaan Adalah: a. Tanggung jawab materiil yaitu sebesar jumlah saham yang
dimiliki
induk perusahaan dalam anak perusahaan. b. Tanggung jawab
moriil, yaitu
beban
nama
baik
yang
dimiliki
perusahaan induk dalam lingkungan bisnis. Dalam hal
anak perusahaan lalai atau tidak mampu memenuhi prestasinya,
maka induk perusahaan sebagai penanggung harus membayar pelunasan hutang
kepada
kreditur (setelah
menuntut
agar
harta benda
debitur lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi hutangnya). Dengan
demikian induk
perusahaan
sebagai
penanggung
wajib
membayar pelunasan hutang tersebut. B. Saran Untuk mengetahui dengan jelas seluk beluk, mekanisme dan tanggung jawab dalam perusahaan grup hendaklah masalah perusahaan kelompok diatur dalam Peraturan Pelaksana dari undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007. Dengan diaturnya perusahaan group/kelompok kedalam per undang-undangan, kepentingan pihak ketiga dapat dilindungi dan agar pertumbuhan perusahaan grup/kelompok tidak menjurus pada praktek monopoli.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
DAFTAR PUSTAKA A. Buku - Buku Ali, Muhammad, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2001. Bintang, Sanusi Dan Dahlan, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi Dan Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000. Burght, Van Der Gr, Perikatan Dalam Teori Dan Yurisprudensi, Mandar Maju, Bandung, 1999. Budiarto, Agus, kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002. Dirdjosisworo, Soedjono, Hukum Perusahaan Mengenai Bentuk-Bentuk Perusahaan (Badan Usaha) di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1997. Fuady, Munir, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999. ___________, Doktrin-doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002. ___________, Perseroan Bandung, 2003.
Terbatas Paradigma Baru, PT. Citra Aditya Bakti,
Gautama, Sudargo, Komentar Atas Undang-Undang Perseroan Terbatas Yang Baru (1995) No. 1 Perbandingan Dengan Peraturan Lama, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung,1995. Hadikusuma, R.T. Sutantya Raharja, Sumantoro, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan: Bentuk-bentuk Perusahaan Yang Berlaku Di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,1995. Ichsan Ahmad, Hukum Dagang Lembaga Perserikatan Surat-Surat Berharga, Aturan-Aturan Angkutan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1993. Irawan Bagus, Aspek-aspek Hukum PT. Alumni, Bandung, 2007.
kepailitan;
Perusahaan; dan Asuransi,
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
.Kansil, C.S.T dan Kansil Cristine S.T, Pokok-Pokok Perseroan Terbatas Tahun 1995, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan Jakarta,1996. ________, Pokok-Pokok Pengetahuan Grafika, Jakarta,2004.
Hukum
Dagang
106 Indonesia, Sinar
Lipton Philip and Herzberg Abraham, Uderstanding Company Law, The Law Book Company Limited, 1992. Muhamad, Abdul Kadir, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992. ________, Hukum Perseroan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung1996. Muljadi Kartini & Widjaja Gunawan, Hukum Perjanjian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008. Murjiyanto, R, Pengantar Hukum Dagang, Aspek-Aspek Hukum Perusahaan Nasution, Bismar, Metode Penelitian Hukum Normatif Dan Perbandingan Hukum, disampaikan pada majalah akreditasi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tanggal 18 February 2003. Purwotjipto, H.M.N, Pengertian Pokok `Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1995. Jilid ke dua. Prasetya, Rudi, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, PT. Citra Aditya bakti, Bandung, 1996. Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Mandar maju, Bandung, 1994. Rusli Hardijan, Perseroan Terbatas Dan Harapan, Jakarta,1996.
Aspek
Hukumnya, Pustaka
Sinar
Saliman, Saliman Abdul, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus,Kencana, Jakarta, 2005. ` Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1984. ________, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986. ________, Dan Mahmudji, Sri, Penelitian Hukum Normatif Singkat, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1996.
Suatu
Tinjauan
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
________, Pengantar Penelitian Hukum,, UI-Press, Jakarta, 2005. Suryatin, R, Hukum Dagang I Dan II, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1982. Sembiring, Sentoso, Hukum Dagang, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001. ________, Hukum Perusahaan Dalam Peraturan Perundang-Undangan, Bandung, Nuansa Aulia, 2006. Simanjuntak, Emmy, Perusahaan Kelompok (Group Universitas Gajah Mada, jogyakarta, 1997.
Company/Concern)
Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1990. _____, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 19995 Supramono Gatot, Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru, Jakarta,Djambatan, 2004. _________ , Kedudukan Perusahaan Sebagai Subyek Dalam Gugatan Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2007.
Perdata,
Setiawan, Pokok-Pokok Perikatan, Putra A. Bardin, Bandung, 1999. Sofyan, Sri Soedewi Maschoen, Hukum Jaminan Di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Hukum Jaminan Dan Perorangan, Badan Pembinaan Nasional, Departemen Kehakiman, Jakarta, 1980. Usman, Rachmadi, Dimensi Bandung, 2004.
Hukum
Perseroan
Terbatas, PT. Alumni,
Widjaja, I.G. Rai, Hukum Perusahaan, Mega Poin, Jakarta, 2000. Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1996. Yuhassarie Emmy, Harnowo Tri, Prosiding: Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah - Masalah Kepailitan Dan Wawasan Hukum Lainnya, Perseroan Terbatas dan Good Corporate Governance (Jakarta 13 -15 Juli 2004), Jakarta, Pusat Pengkajian Hukum,2004. Yani, Ahmad dan Widjaja, Gunawan, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Jakarta, Rajawali Pers, 1999.
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009
B. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Perseroan Terbatas no. 40 Tahun 2007 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata C. Tesis/Makalah/Internet Assari, HMU Fattowi, Peningkatan Kinerja BUMD Melalui Pengembangan Holding Company , Tesis Fakultas Sosial Politik Program S2 Universitas Indonesia, Jakarta, 2000. Fred. B.G. Tumbuan,Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris Serta Kedudukan RUPS Menurut UU No. 1 Tahun 1995, Makalah Kuliah S2 Fakultas Hukum UI, Tahun ajaran 2001-2002. http:// www.tempo.co.id diakses tanggal 5/5/2009
Rita Dyah Widawati : Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan, 2009