ISSN 1410-1939 TANGGAP BEBERAPA VARIETAS KEDELAI TERHADAP PEMUPUKAN DI LAHAN KERING [THE RESPONSES OF SEVERAL SOYBEAN VARIETIES ON FERTILIZATION ON DRYLAND] Nur Asni dan Yardha1 Abstract This investigation was aimed at obtaining technological package that was able to support and increase the production of soybean by evaluating genetic characteristics as the results of the application of various levels of fertilizer. The trial was conducted in Kecamatan Jujuhan, Bungo Regency from March through to September 2002. The experiment was arranged in a factorial randomized block design with three replicates. The first factor was soybean varieties, i.e. Wilis, Singgalang, Kipas Putih and Bromo, and the second factor was fertilizer application, i.e. SP-36 50 kg ha-1, urea 50 kg ha-1 + SP-36 125 kg ha-1 + KCl 50 kg ha-1, urea 50 kg ha-1 + SP-36 125 kg ha-1 + KCl 50 kg ha-1 + 1 ton lime + ME-17 kg ha-1 and urea 25 kg ha-1 + SP-36 62.5 kg ha-1 + KCl 50 kg ha-1 + 1 ton lime + ME-17 8 kg ha-1. The results showed that soybean cv. Bromo and Kipas Putih were the most responsive to fertilizer application and well adapted to dryland, with the productivity of 1.35 and 1,26 ton ha-1, respectively. Key words: soybean, Glycine max, fertilization, dryland. Kata kunci: kedelai, Glycine max, pemupukan, lahan kering.
PENDAHULUAN Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan tanaman pokok ke-tiga yang diusahakan di Indonesia setelah padi dan jagung. Sementara itu, sebagai sumber protein nabati, kedelai menduduki tempat pertama. Kebutuhan akan kedelai sebagai bahan makanan dan industri makanan ternak semakin meningkat, sehingga sejak Pelita IV Pembangunan Pertanian diarahkan untuk swasembada jagung dan kedelai. Untuk mencapai hal ini diperlukan usahausaha peningkatan produksi kedelai, di antaranya dengan jalan penyediaan varietas unggul dan teknologi tepat guna pada berbagai agroekosistem. Tanaman kedelai dapat tumbuh pada beberapa agroekosistem, salah satu di antaranya adalah lahan kering. Provinsi Jambi mempunyai lahan kering yang cukup luas untuk pengembangan kedelai, diperkirakan luas lahan kering di propinsi ini mencapai 39,93% (BAPPEDA Propinsi Jambi, 2000). Kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan kedelai di lahan kering adalah rendahnya hasil per satuan luas sehubungan dengan rendahnya tingkat kesuburan tanah dan potensi 1
genetik suatu varietas. Sementara itu varietas tanaman yang diusahakan diharapkan dapat memanfaatkan lingkungan sebaik-baiknya guna mencapai potensi hasilnya. Kabupaten Bungo merupakan daerah lahan kering masam yang menjadi salah satu daerah sentra produksi kedelai di Provinsi Jambi. Namun demikian, dari hasil pengamatan di lapangan dan hasil penelitian sebelumnya, produksi kedelai di daerah ini relatif rendah yaitu 0,7 – 0,8 ton ha-1. Rendahnya hasil ini terutama disebabkan oleh tingkat kesuburan tanah yang rendah, di samping kurang tersedianya varietas unggul yang berpotensi hasil tinggi untuk lahan kering, serta penggunaan input yang belum optimal. Varietas unggul kedelai yang dihasilkan sudah cukup banyak, tetapi belum semuanya berkembang di tingkat petani. Salah satu penyebabnya adalah adaptasi varietas yang relatif terbatas dan kurang memenuhi keinginan petani, sehingga varietas kedelai untuk lahan kering, khususnya Provinsi Jambi, perlu dikaji. Selain itu, peningkatan kesuburan tanah lahan kering dapat dilakukan dengan perbaikan kondisi fisik dan kimiawi lahan seperti penga-
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi Jl. Samarinda, Kotabaru, Jambi.
77
Jurnal Agronomi 9(2): 77-82
puran, pemberian bahan organik dan anorganik terutama yang mengandung N, P dan K serta unsur mikro. Berdasarkan hal tersebut usaha peningkatan hasil kedelai di tingkat petani dapat dilakukan dengan evaluasi genetik serta paket pemupukan sesuai dengan agroekosistem. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan paket teknologi yang dapat menunjang dan meningkatkan produksi kedelai di tingkat petani, dengan evaluasi genetik pada beberapa tingkat pemupukan sesuai dengan agroekosistemnya. BAHAN DAN METODA Penelitian ini dilaksanakan di lahan petani di Kecamatan Jujuhan, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi dari bulan Maret sampai dengan September 2002. Bahan dan alat yang digunakan adalah: 1) benih kedelai varietas Wilis, Singgalang, Kipas Putih dan Bromo, 2) pupuk urea, SP-36, KCl, pupuk kandang, kapur pertanian, dan ME-17, 3) insektisida, 4) herbisida, 5) fungisida 6) alat bantu yang terdiri dari karung plastik, hand sprayer, meteran dan ajir. Penelitian disusun secara faktorial dalam rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Perlakuan terdiri dari dua faktor, di mana faktor pertama adalah empat varietas kedelai yaitu: Wilis, Singgalang, Kipas Putih dan Bromo, dan faktor kedua adalah empat dosis pemupukan yaitu: P1 = SP-36 50 kg ha-1, P2 = urea 50 kg ha-1 + SP-36 125 kg ha-1 + KCl 50 kg ha-1, P3 = ure 50 kg ha-1 + SP-36 125 kg ha-1 + KCl 50 kg ha-1 + 1 ton ha-1 kapur + ME-17 8 kg ha-1, P4 = urea 25 kg ha-1 + SP-36 62,5 kg ha-1 + KCl 50 kg ha-1 + 1 ton ha-1 kapur + ME-17 8 kh ha-1. Penempatan perlakuan di lapangan dilakukan dengan pola acak lengkap. Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman, umur berbunga, umur panen, jumlah buku subur, jumlah polong per rumpun, persentase polong bernas, berat 100 biji, dan berat biji kering. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri kimia tanah lokasi penelitian Hasil analisis tanah lapisan olah (0-20 cm) sebelum percobaan menunjukan bahwa tanah memiliki reaksi masam dengan N total rendah, ketersediaan P yang sangat rendah, Ca-dd, Mg-dd dan C organik rendah (Tabel 1). Tanah masam dengan ketersediaan hara yang rendah merupakan ciri tanah podzolik yang ber-
78
produktivitas rendah, sehingga lahan ini tergolong lahan marjinal. Dari hasil analisis tanah dapat diketahui bahwa tanaman kedelai yang ditanam pada lokasi ini perlu disuplai dengan unsur hara N, P, K, Ca dan bahan organik. Dengan demikian perlakuan pemupukan pada percobaan ini dirancang sesuai dengan kebutuhan tanaman kedelai pada lahan tersebut. Tabel 1. Hasil analisis tanah sebelum percobaan. Ciri kimia pH H2O N total (%) P tersedia (ppm) K total (me 100 g-1) C organik (%) Ca-dd (me 100 g-1 tanah) Mg-dd (me 100 g-1 tanah)
Nilai 4,87-5,00 0,13-0,20 2,86-3,50 0,76-0,84 1,80-1,90 1,00-1,18 0,20-0,30
Kriteria Masam Rendah Sangat rendah Sedang Rendah Rendah Rendah
Sumber: Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jambi Sidik ragam pengaruh pupuk dan varietas Sidik ragam pengaruh pupuk dan varietas terhadap karakter agronomis, komponen hasil dan hasil kedelai disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sidik ragam pengaruh varietas kedelai dan pemupukan terhadap karakter agronomis, komponen hasil dan hasil kedelai. Parameter yang diamati Tinggi tanaman Umur berbunga Umur panen Jml buku subur Jml polong per rumpun Persen polong bernas Berat 100 biji Hasil per ha
Pupuk tn tn tn * * tn tn **
Varietas ** ** ** ** ** * ** **
Interaksi tn tn tn * * tn tn **
tn = tidak nyata, * = nyata, ** = sangat nyata Perbedaan varietas berpengaruh sangat nyata terhadap semua parameter yang diamati kecuali persentase polong bernas yang mempunyai nilai pengaruh nyata. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan genotipe dari varietas yang digunakan, karena varietas yang diuji berasal dari sumber genetik yang berbeda. Sesuai dengan pendapat Shorter dan Norman (1982) yang menyatakan bahwa genotipe kedelai yang berbeda latar belakang genetiknya akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Hal ini terlihat dari semua parameter yang diamati yang berbeda sangat nyata sebagai akibat pengaruh perbedaan varietas.
Nur Asni dan Yardha: Tanggap Beberapa Varietas Kedelai terhadap Pemupukan di Lahan Kering.
Perbedaan dosis pupuk menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah buku subur, jumlah polong per rumpun dan sangat nyata terhadap hasil biji kering per hektar. Dengan kata lain, perbedaan dosis pupuk menyebabkan adanya perbedaan dalam penampilan jumlah buku subur, jumlah polong per rumpun dan hasil biji kering per hektar dari masing-masing varietas yang diuji. Hal ini disebabkan oleh tanggap masing-masing varietas terhadap pemupukan sangat berbeda. Sementara itu parameter yang lain lebih dipengaruhi oleh perbedaan varietas. Pengaruh interaksi antara pupuk dengan varietas yang diuji terlihat pada jumlah polong per rumpun, jumlah buku subur dan hasil biji kering per hektar. Hal ini berarti terdapat perbedaan tanggap varietas kedelai yang diuji terhadap pemupukan pada parameter tersebut. Penampilan karakter agronomi Penampilan karakter agronomi (tinggi tanaman, umur berbunga dan umur panen) sangat dipengaruhi oleh perbedaan varietas, tetapi tidak dipengaruhi oleh pemupukan maupun interaksi antara varietas dengan pupuk. Penampilan karakter agronomi terlihat sesuai dengan sifat-sifat masing-masing genotipe.
Tinggi tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor genotipe dan fenotipenya. Ini terlihat pada perlakuan perbedaan varietas, di mana tinggi tanaman berbeda sangat nyata antar masing-masing varietas. Varietas Bromo dan Kipas Putih lebih tinggi dibandingkan Singgalang dan Wilis. Hal ini sesuai dengan sifat varietas tersebut di mana varietas Bromo dan Kipas Putih tergolong sebagai kedelai semi determinate, sedangkan Singgalang dan Wilis tergolong sebagai kedelai determinate (Kasim dan Djunainah, 1993). Perlakuan pemupukan tidak mempengaruhi tinggi tanaman, yang berarti bahwa peningkatan pemakaian pupuk tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman. Umur berbunga dan umur panen tanaman kedelai juga sangat dipengaruhi oleh perbedaan varietas tetapi tidak dipengaruhi oleh pemupukan maupun interaksi antara varietas dan pupuk. Ratarata umur berbunga dan umur panen sangat tergantung pada faktor genetik atau pada varietas yang ditanam, sesuai dengan diskripsi masing-masing varietas, di mana umur berbunga berkisar antara 36,75 hingga 40 hari dan umur panen berkisar antara 78,83 hingga 83,33 hari, sehingga semua varietas tergolong berumur pendek (Sumarno dan Harnoto, 1983). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Penampilan karakter agronomi empat varietas kedelai akibat pengaruh pemupukan di lahan kering. Dosis pupuk P3 P4 Rataan (V) Tinggi tanaman (cm) Wilis 41,24 a 46,29 a 46,60 a 43,47 a 44,40 C Singgalang 51,43 a 48,60 a 54,13 a 53,28 a 51,86 B Kipas Putih 50,60 a 55,17 a 59,85 a 58,96 a 56,15 AB Bromo 53,06 a 66,35 a 58,62 a 63,64 a 60,41 A Rataan (P) 49,08 a 54,10 a 54,80 a 54,84 a Umur berbunga (hari) Wilis 40,00 a 40,00 a 40,00 a 40,00 a 40,00 A Singgalang 38,00 b 40,00 a 38,67 ab 38,67 ab 38,83 B Kipas Putih 36,67 a 37,67 a 36,00 a 36,67 a 36,75 C Bromo 38,00 b 39,33 ab 38,67 ab 40,00 a 39,00 B Rataan (P) 38,17 a 39,25 a 38,33 a 38,83 a Umur panen (hari) Wilis 82,00 a 80,67 a 79,33 a 81,33 a 80,33 B Singgalang 79,00 b 84,67 a 84,33 a 85,33 a 83,33 A Kipas Putih 79,67 a 78,67 a 79,00 a 78,00 a 78,83 C Bromo 82,00 a 81,67 a 82,67 a 82,00 a 82,08 AB Rataan (P) 80,67 a 81,42 a 81,33 a 81,67 a Angka-angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada setiap baris dan kolom pada parameter yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α = 5%. Varietas
P1
P2
79
Jurnal Agronomi 9(2): 77-82
Penampilan komponen hasil Penampilan komponen hasil (jumlah buku subur, jumlah polong per rumpun, persentase polong bernas dan berat 100 biji) sangat dipengaruhi oleh perbedaan varietas, tetapi perbedaan dosis pupuk dan interaksi antara varietas dan pupuk hanya mempengaruhi jumlah buku subur dan jumlah polong perumpun (Tabel 4). Jumlah buku subur dan jumlah polong per rumpun sangat dipengaruhi oleh perbedaan varietas dan pemupukan serta interaksi kedua faktor tersebut. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan di mana rata-rata jumlah buku subur dan jumlah polong per rumpun berbeda sangat nyata antar varietas yang diuji, karena varietas yang diuji berasal dari sumber genetik yang berbeda. Demikian juga perbedaan dosis pupuk menyebabkan perbedaan yang sangat nyata pada parameter tersebut, di mana penambahan kapur dan bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah (Soegiman, 1982), sehingga jumlah buku subur dan jumlah polong per rumpun meningkat. Di samping itu terlihat adanya interaksi antara pupuk dengan varietas yang diuji, yang berarti terdapat
perbedaan tanggap varietas kedelai yang diuji terhadap pemupukan pada parameter tersebut. Perbedaan varietas menunjukan perbedaan dalam hal persentase polong bernas dan berat 100 biji, sedangkan perbedaan dosis pupuk dan interaksi antara varietas dan pupuk tidak menunjukan perbedaan pada kedua parameter tersebut. Sebagaimana dikemukakan oleh Kasno et al. (1987) bahwa komponen hasil, seperti persentase polong bernas dan berat 100 biji lebih dominan ditentukan oleh sifat genetik tanaman, karena berkaitan dengan kemampuan tanaman beradaptasi dengan lingkungan yang ada. Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian ini, di mana pemberian hara pada tanaman kedelai tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap bobot 100 biji. Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan respon terhadap dosis pupuk di antara varietas yang diuji pada parameter tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Tabel 4. Hasil biji kering Hasil biji kering kedelai per hektar sangat dipengaruhi oleh perbedaan varietas dan dosis pupuk maupun interaksi antara keduanya (Tabel 5).
Tabel 4. Penampilan komponen hasil empat varietas kedelai akibat pengaruh pemupukan di lahan kering. Dosis pupuk P3 P4 Rataan (V) Jumlah buku subur Wilis 5,70 b 6,43 ab 6,23 ab 7,29 a 6,42 C Singgalang 5,77 b 6,30 b 7,13 ab 8,03 a 6,81 BC Kipas Putih 5,77 c 6,90 bc 7,67 ab 8,63 a 7,24 B Bromo 6,97 c 7,60 bc 8,43 ab 9,73 a 8,18 A Rataan (P) 6,05 c 6,81 b 7,37 b 8,42 a Jumlah polong per rumpun Wilis 29,63 a 34,10 a 31,63 a 37,20 a 33,14 C Singgalang 39,83 b 74,33 a 50,47 b 33,30 b 49,48 B Kipas Putih 61,50 a 53,87 a 61,10 a 57,13 a 58,40 A Bromo 32,47 b 48,03 b 72,33 a 52,07 b 51,23 B Rataan (P) 40,86 b 52,58 a 53,58 a 44,92 ab Persentase polong bernas (%) Wilis 89,52 a 80,03 a 85,04 a 84,32 a 84,73 B Singgalang 82,54 a 85,70 a 87,85 a 92,70 a 87,20 AB Kipas Putih 94,17 a 87,96 a 92,84 a 92,98 a 91,99 A Bromo 80,72 a 83,66 a 88,93 a 78,63 a 82,99 B Rataan (P) 86,74 a 84,33 a 88,67 a 87,16 a Berat 100 biji (g) Wilis 12,933 a 13,467 a 13,133 a 13,533 a 13,267 A Singgalang 10,500 a 10,167 a 9,767 a 10,667 a 10,275 B Kipas Putih 10,967 a 10,000 a 10,600 a 11,033 a 10,650 B Bromo 12,600 a 12,533 a 13,733 a 13,900 a 13,192 A Rataan (P) 11,750 a 11,542 a 11,808 a 12,283 a Angka-angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada setiap baris dan kolom pada parameter yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α = 5%. Varietas
80
P1
P2
Nur Asni dan Yardha: Tanggap Beberapa Varietas Kedelai terhadap Pemupukan di Lahan Kering.
Tabel 5. Hasil biji kering empat varietas kedelai sebagai akibat pengaruh pemupukan di lahan kering. Dosis pupuk P1 P2 P3 P4 Rataan (V) Wilis 0,60 a 0,56 a 0,56 a 0,63 a 0,59 C Singgalang 0,65 a 0,64 a 0,66 a 0,67 a 0,65 B Kipas Putih 0,73 b 0,74 b 1,32 a 1,26 a 1,01 A Bromo 0,62 c 0,90 b 1,20 a 1,35 a 1,02 A Rataan (P) 0,65 b 0,71 b 0,94 a 0,97 a Angka-angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada setiap baris dan kolom pada parameter yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α = 5%. Varietas
Dua dari empat varietas yang digunakan, yaitu Kipas Putih dan Bromo memberikan hasil tertinggi, melebihi 1 ton ha-1 pada perlakuan pemupukan P3 dan P4. Hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan tanggap varietas kedelai yang diuji terhadap pemupukan dalam hal hasil biji kering per hektar. Di sini terlihat peran varietas dalam memanfaatkan lingkungan sehingga mencapai potensi hasilnya. Hal ini erat kaitanya dengan ketersediaan hara di dalam tanah, di mana pada perlakuan P3 dan P4 ditambahkan kapur dan bahan organik ME17. Pemberian kapur pada lahan masam di samping meningkatkan pH tanah, juga berperan dalam penyediaan Ca dan Mg dan meningkatkan ketersediaan N dan P di dalam tanah. Soegiman (1982) menyatakan bahwa pemberian Ca pada tanah yang pHnya rendah mempergiat aktifitas bakteri pengikat N, mempermudah tersedianya unsur hara terutama P dan Mg. Di sisi lain, kapur dapat mengikat Al sehingga keracunan tanaman akibat Al pada lahan masam dapat diatasi. Jadi, pemberian kapur lebih efektif dari pada tanpa pengapuran (perlakuan P1 dan P2), walaupun dosis pupuk yang diberikan lebih rendah (P4). Selanjutnya Ismail dan Efendi (1993) menjelaskan bahwa untuk memperbaiki kondisi fisik dan kimiawi pada lahan kering masam perlu dilakukan pengapuran untuk mengatasi keracunan Al, pemberian bahan organik dan anorganik terutama yang mengandung unsur-unsur mikro, sehingga dapat meningkatkan produktivitas secara berkelanjutan. Beberapa hasil penelitian menunjukan adanya peningkatan hasil kedelai sebagai akibat pemberian pupuk P. Di samping itu, pemberian kapur meningkatkan kebutuhan tanaman akan unsur makro maupun mikro. Oleh sebab itu pemupukan N, P dan K sangat diperlukan. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1). Penampilan karakter agronomi (tinggi tanaman, umur berbunga dan umur panen) dan komponen hasil (persentase polong bernas dan berat 100 biji) sangat ditentukan oleh perbedaan varietas, dan bukan oleh pemupukan. 2). Penampilan jumlah buku subur dan jumlah polong per rumpun ditentukan oleh perbedaan varietas, dosis pupuk, dan interaksi antara keduanya. 3). Ditinjau dari hasil, varietas yang mampu beradaptasi baik pada lahan kering masam adalah Bromo dan Kipas Putih, yang masing-masing memberikan hasil tertinggi sebesar 1,35 dan 1,26 ton ha-1. 4). Dari empat perlakuan pemupukan yang diuji, paket pemupukan urea 25 kg ha-1 + SP-36 62,5 kg ha-1 + KCl 50 kg ha-1 + kapur 1 ton ha-1 + ME-17 8 kg ha-1 adalah efektif untuk meningkatkan produktivitas tanaman kedelai dilahan kering masam. DAFTAR PUSTAKA BAPPEDA Propinsi Jambi. 2000. Rencana Induk/Master Plan Pengembagan Kawasan Sentra Produksi Propinsi Jambi Bagian Tengah 2000-2010. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tk I Jambi, Jambi. Ismail, I. G. dan S. Efendi. 1993. Pertanaman Kedelai pada Lahan Kering. Puslitbangtan, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta. Kasim, H. dan Djunainah. 1993. Deskripsi Varietas Unggul Palawija (Jagung, Sorgum, Kacangkacangan, dan Ubi-ubian) 1918-1992. Puslitbangtan, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta. Kasno, A. Bahri, A. A. Mattjik, S. Solahudin, S. Somaatmadja dan Subandi. 1987. Telaah interaksi genotipe dan lingkungan pada kacang tanah. Penelitian Palawija 2: 81-88. Shorter, R. dan R. J. Norman. 1982. Cultivar x environmental interaction for kernel yield in
81
Jurnal Agronomi 9(2): 77-82
Virginia type plant in Queensland. Australian Journal of Agricultural Research 34: 415-426. Soegiman. 1982. Ilmu Tanah (terjemahan dari Nature and Properties of Soils). Bhrata Karya Aksara, Jakarta.
82
Sumarno dan Harnoto. 1983. Kedelai dan Cara Bercocok Tanamnya. Buletin Teknik No. 6. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman, Bogor.