Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Dewasa ini permasalahan krisis energi cukup menjadi perhatian utama dunia, hal ini disebabkan menipisnya sumber daya persediaan energi tak terbarukan seperti minyak bumi dan batubara. Guna memenuhi kebutuhan bahan bakar yang semakin meningkat, perlu dilakukan usaha untuk memproduksi bahan bakar dari sumber energi alternatif. Aspal merupakan salah satu sumber energi alternatif yang cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi. Potensi batuan aspal yang terdapat di Indonesia cukup besar. Sumber batuan aspal terdapat di Pulau Buton, tepatnya di Kabupaten Buton dan Kota Bau – Bau. Sumber daya aspal alam yang terdapat di Pulau Buton merupakan satu – satunya endapan aspal yang terdapat di Indonesia. Aspal alam yang terdapat di Pulau Buton telah diketahui keberadaannya sejak awal abad ke- 20 dan sejak saat itu penambangan terhadap aspal ini terus dilakukan. Meskipun begitu, cadangan aspal buton yang belum ditambang masih cukup banyak dikarenakan jumlah awal aspal alam yang sangat besar. Kabupaten Buton memiliki potensi pertambangan yang cukup kaya. Total cadangan aspal adalah 207.019.120 ton dengan rata – rata kadar bitumen 15 – 30%. Kegiatan eksplorasi tambang telah dilakukan oleh 10 perusahaan dengan luas 31.797,50 ha (Pemerintah Kota Bau - Bau, 2007). Data perusahaan tersebut disajikan dalam tabel di bawah. Dari 10 perusahaan tersebut, yang mengolah hasil tambangnya menjadi aspal siap pakai adalah PT. Olah Bumi Elcipta. Dari data tersebut, dapat disimpulkan ketersediaan bahan baku perengkahan aspal buton sudah tercukupi dari hasil tambang yang terdapat di Kabupaten Buton.
Nunik Nugrahanti Suci Istiqomah
(10/301082/TK/36799) (10/301462/TK/36999)
1
Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun
Tabel I. Perusahaan yang Melakukan Eksplorasi Tambang Aspal Buton No
Nama Perusahaan
1
PT Olah Bumi Elcipta
2
PT Putindo Bintech
3
4
5
6
7
8
Luas (Ha)
Lokasi
100
Lawele/Lasalimu
1.500
Kabungka/Pasarwajo
1.814
Lawele/Lasalimu
2.000
Lawele/Lasalimu
1.000
Kabungka/Pasarwajo
1.000
Lawele/Lasalimu
PT Sumitama Indah
PT Mega Utama Indah
PT Metrix Elcipta
500
Kabungka/Pasarwajo
114,5
Wakaokili/Pasarwajo
1.225
PT Karunis Alam Indonesia
Lapodi/Pasarwajo
740
Waesiu/Sampolawa
322
Lawele/Lasalimu
1.777
Kabungka/Pasarwajo
1.900
Wolowa/Wolowa
1.901
Kabungka/Pasarwajo
1.102
Lawele/Lasalimu
2.500
Waangu-
PT Asin Mineral Samudera
angu/Pasarwajo
PT Imperial Rescuces Indonesia
9
PT Asbumix Adhi Perkasa
10
PT Sultra Raya Tambang Jumlah
Nunik Nugrahanti Suci Istiqomah
3.580
Lawele/Lasalimu
1.904
Wariti/Wolowa
2.000
Waesiu/Sampolawa
2.500
Lawele/Lasalimu
2.500
Sampolawa
31.797,5
(10/301082/TK/36799) (10/301462/TK/36999)
2
Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun
Batuan aspal buton yang ditambang kemudian diolah untuk memenuhi kebutuhan aspal nasional. Berikut ini beberapa kegunaan olahan aspal buton, antara lain: 1. Pengeras/ pelapis permukaan jalan. 2. Asbuton tile (tegel asbuton). 3. Block asbuton untuk trotoar. 4. Ekstraksi bitumen dari asbuton. 5. Pelapis bendungan agar kedap air. (Widhiyatna dkk.) Pemanfaatan aspal buton dinilai kurang maksimal karena batuan aspal yang merupakan fraksi hidrokarbon rantai panjang dapat diproses lebih lanjut untuk dihasilkan fraksi hidrokarbon rantai pendek yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi, seperti nafta, diesel, solar, dan fraksi ringan lainnya. Proses untuk menghasilkan hidrokarbon rantai pendek dilakukan dengan cara memecah rantai panjang hidrokarbon menjadi berbagai macam hidrokarbon rantai pendek yang disebut sebagai proses perengkahan (cracking). Sebagai senyawa hidrokarbon rantai panjang, aspal dapat dikonversi menjadi senyawa hidrokarbon ringan dengan rantai lebih pendek yang lebih bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Selain itu dengan adanya proses perengkahan diperoleh residu aspal lebih murni. Hal mendasar yang perlu diperhatikan dalam perancangan pabrik yaitu penentuan kapasitas produksi pabrik. Salah satu faktor yang mempengaruhi kapasitas produksi yaitu kebutuhan pasar akan produk yang dihasilkan. Produk utama yang dihasilkan dari pabrik perengkahan aspal buton berupa residu aspal yang lebih murni dengan kualitas yang lebih baik, serta produk samping berupa berbagai macam hidrokarbon rantai pendek yang umumnya dimanfaatkan sebagai bahan bakar, yaitu nafta, kerosin, solar, maupun minyak bakar. Sebagian kebutuhan aspal di Indonesia selama ini dipenuhi oleh PT. Pertamina dan beberapa perusahaan lain, namun produksi aspal masih belum Nunik Nugrahanti Suci Istiqomah
(10/301082/TK/36799) (10/301462/TK/36999)
3
Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun
dapat memenuhi kebutuhan nasional sehingga sisanya diimpor. Berikut ini ditunjukkan data impor aspal. Tabel II. Impor Aspal di Indonesia Tahun Other natural bitumen and asphalt (kg)
Bitominous mix (kg)
2000
3,091,866
5,454
2001
18,560
4,350,000
2002
157,700,084
400,150
2003
7,712,460
64,823
2004
43,073
7,575
2005
1,561,001
312,186
2006
1,235,698
838,046
2007
12,871,614
423,924
2008
4,365,220
84,092
2009
1,202,096
86,978
2010
6,547,696
752,244
2011
275,476,402
950,609
2012
459,893,403
673,951 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012
Dari data tersebut, diperoleh nilai rata-rata impor aspal per tahun sebesar 72,359.1696 ton. Dimana kebutuhan aspal nasional sebesar 1.5 juta ton/ tahun(Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi,2012). Untuk mengatasi hal ini perlu dibangun pabrik aspal dengan kapasitas produksi sebesar 90,000 ton/tahun aspal residu yang dapat memenuhi 124.38% kebutuhan impor aspal nasional. Pemilihan kapasitas sebesar 90,000 ton/tahun dimasudkan untuk menekan impor aspal di Indonesia sehingga semua kebutuhan konsumsi aspal dapat terpenuhi. B. Tinjauan Pustaka Bahan baku dalam proses ini adalah Aspal Buton yang berasal dari Pulau Buton. Aspal Buton yang merupakan hasil tambang ini terdapat dalam batuan gamping. Nunik Nugrahanti Suci Istiqomah
(10/301082/TK/36799) (10/301462/TK/36999)
4
Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun
Batuan gamping yang berisi aspal dapat direngkah secara langsung atau melewati proses ekstraksi terlebih dahulu untuk kemudian direngkah. Tujuan dari proses ekstraksi adalah untuk memungut fraksi aspalten yang kemudian akan digunakan sebagai umpan pada reaktor cracking. Proses ekstraksi menghasilkan aspal yang lebih murni dan bebas dari pengotor seperti pasir, batuan gamping dan lain-lain sehingga kebutuhan energi untuk proses perengkahan dapat ditekan. Aspek penting dalam ekstraksi padat – cair adalah pemilihan proses dan kondisi operasi. Pada pemilihan proses dan kondisi operasi yang perlu diperhatikan adalah pelarut yang digunakan, suhu, komposisi aliran dan kuantitasnya, daur operasi (batch atau continue), metode pengontakkan, dan spesifikasi ekstraktor yang dipilih. Pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi harus memenuhi persyaratan menurut Treyball (1981) sebagai berikut: 1. Bersifat selektif (dapat melarutkan zat tertentu). 2. Koefisien distribusi tinggi, tetapi kurang dari 1. 3. Tidak larut dalam zat – zat yang akan diekstraksi. 4. Dapat dipakai kembali (recovery mudah dilakukan). 5. Perbedaan massa jenis antara pelarut dengan zat yang akan dilarutkan cukup jauh. 6. Tegangan antar muka cukup besar sehingga pencampuran antara pelarut dan larutan lebih baik, tetapi jika terlalu besar maka akan mempersulit pada saat pemisahan larutan dengan pelarut. 7. Tidak terjadi reaksi kimia. 8. Viscosity, vapor pressure, dan freezing point rendah untuk memudahkan dalam penanganan dan penyimpanan. 9. Tidak beracun, tidak mudah terbakar, dan murah. Dari syarat tersebut, solven yang dipilih adalah nafta karena pelarut ini yang paling memenuhi persyaratan di atas dan mudah diperoleh. Dimana nafta merupakan hasil perengkahan Aspal Buton, sehingga kebutuhan untuk penambahan nafta dapat dikurangi dengan memanfaatkan hasil yang diperoleh.
Nunik Nugrahanti Suci Istiqomah
(10/301082/TK/36799) (10/301462/TK/36999)
5
Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun
Perengkahan (cracking) merupakan proses dekomposisi secara termal yang terjadi pada hidrokarbon rantai panjang yang memiliki titik didih relatif tinggi menjadi hidrokarbon dengan fraksi lebih ringan (titik didih lebih rendah) yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Proses cracking dapat dijalankan dalam 2 metode, yaitu thermal cracking dan catalytic cracking. a. Proses thermal cracking Proses thermal cracking pertama kali dijalankan secara komersial pada tahun 1913 dan disebut sebagai Proses Burton. Thermal cracking merupakan proses petrokimia dimana produk yang dihasilkan berupa olefin, seperti etilen, propilen, buten, butadien, dan juga aromatik seperti benzen, toluen, dan xylen. Pada proses perengkahan ini, umpan berupa hidrokarbon rantai panjang diinjeksi dengan steam untuk memecah molekul hidrokarbon. Campuran umpan dan steam setelah mengalami pemanasan awal kemudian diumpankan ke pemanas pada suhu tinggi pada kisaran 1450 – 1550 oF. Pemanasan dengan suhu tinggi sering terjadi coking di dalam reaktor, dimana coke tertinggal dan menempel di permukaan drum bagian dalam. Produk yang dihasilkan dari perengkahan termal ini yaitu gas hidrokarbon dengan variasi atom karbon per molekul antara 1 sampai 35 (C 1 sampai C35), dimana produk ini mengandung alifatik (alkana dan alkena), alisiklik, aromatik, dan molekul hidrogen. Perengkahan termal menggunakan bahan bakar untuk pemanasan suhu tinggi berupa gas alam maupun recycle dari fuel gas yang dihasilkan oleh plant ini (Kirk-Othmer).
Nunik Nugrahanti Suci Istiqomah
(10/301082/TK/36799) (10/301462/TK/36999)
6
Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun
Gambar 1. Skema Proses Thermal Cracking b. Proses catalytic cracking Proses catalytic cracking merupakan dekomposisi termal yang disertai dengan reaksi katalitik. Penggunaan katalis dalam perengkahan dapat mengurangi terjadinya reaksi samping yang tidak diinginkan. Proses catalytic cracking pertama kali diperkenalkan pada 1942, dimana proses dijalankan pada fluidized bed yang berisi katalis dengan umpan yang dialirkan terus – menerus (secara kontinyu). Dewasa ini proses catalytic cracking lebih umum diterapkan dibanding proses thermal cracking. Hal ini dikarenakan catalytic cracking memberikan lebih banyak produk berupa gasoline dengan nilai oktan yang lebih tinggi serta yield untuk produk gas dan minyak bakar (fuel oil) lebih kecil. Gas yang dihasilkan dari proses catalytic cracking lebih banyak mengandung olefin dibanding dengan hasil proses thermal cracking. Penggunaan hidrogen dalam reaksi perengkahan hidrokarbon dapat mengurangi terbentuknya coke dan dapat meningkatkan yield dari fraksi ringan, seperti gasoline, kerosin,dll. Umpan dipanaskan dengan hidrogen pada suhu dan Nunik Nugrahanti Suci Istiqomah
(10/301082/TK/36799) (10/301462/TK/36999)
7
Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun
tekanan tinggi (T > 350 oC, 6.900-21.000 kPa). Proses ini disebut catalytic hydrocracking, yaitu proses perengkahan hidrokarbon secara katalitik dengan injeksi hidrogen pada suhu dan tekanan tinggi sehingga diharapkan dapat dihasilkan lebih banyak hidrokarbon fraksi ringan yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi dan dapat dikurangi jumlah near-solid residue. Catalytic cracking yang disertai hidrogenasi ini biasa dijalankan dengan katalis nikel, tungsten, atau molibdenum sulfida dengan penyangga yang bersifat asam. Katalis yang dipilih untuk proses ini adalah Ni/ Mo karena katalis ini tersedia di pasaran dan lebih murah dibandingkan katalis yang lain.
Nunik Nugrahanti Suci Istiqomah
(10/301082/TK/36799) (10/301462/TK/36999)
8
Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun
Gambar 2. Diagram Proses Catalytic Cracking
Nunik Nugrahanti Suci Istiqomah
(10/301082/TK/36799) (10/301462/TK/36999)
9
Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun
Secara ringkas, proses - proses perengkahan yang telah dijelaskan di atas dapat dirangkum dalam daftar di bawah. Tabel III. Pertimbangan Pemilihan Proses Faktor Pertimbangan Ekonomi
Jenis Proses
Teknologi Proses
SHE Peralatan
Menghasilkan coke
Kondisi
Toxicitas
Operasi
Bahan
Suhu
Thermal
lebih banyak dan
Reaktor fixed
tinggi
Cracking
yield dari fraksi
bed
(1450 -
Tidak ada
1550 oF)
ringan kecil - Adanya katalis dapat mempercepat Catalytic Cracking
reaksi. - Katalis dapat mengurangi reaksi
Suhu Reaktor
lebih
fluidized bed
rendah
Katalis Ni
(640 oF)
samping yang tidak diinginkan Hidrogen dapat mengurangi Catalytic
Suhu
terbentuknya coke
Hydrocracking dan meningkatkan
Reaktor
lebih
fluidized bed
rendah
Katalis Ni
(640 oF)
yield dari fraksi ringan
Berdasarkan uraian proses - proses perengkahan di atas maka pabrik perengkahan ini menggunakan proses perengkahan secara katalitik (catalytic hydrocracking). Alasan pemilihan proses adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan
hidrogen
dapat
mengurangi
terbentuknya
coke
dan
meningkatkan yield dari fraksi ringan.
Nunik Nugrahanti Suci Istiqomah
(10/301082/TK/36799) (10/301462/TK/36999)
10
Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun
2. Penggunaan katalis dapat menurunkan energi aktivasi dan memperkecil kemungkinan terjadinya reaksi samping yang tidak diinginkan. 3. Pada proses catalytic hydrocracking digunakan katalis Ni/Mo untuk mempercepat reaksi, dimana ketersediaan (availability) katalis tersebut cukup banyak dan harga lebih murah apabila dibandingkan katalis lain. 4. Panas yang dibutuhkan lebih sedikit dibanding proses thermal cracking karena suhu operasinya lebih rendah. Kelemahan dari proses catalytic hydrocracking yaitu dibutuhkan peralatan yang lebih banyak dibandingkan dengan proses thermal cracking. Namun, biaya peralatan ini dapat diimbangi dengan biaya operasi lebih rendah yang mencakup kebutuhan panas (kondisi proses) lebih rendah dan reaksi lebih cepat. Selain itu terbentuknya produk hidrokarbon fraksi ringan lebih banyak yang mempunyai nilai jual yang lebih tinggi.
Nunik Nugrahanti Suci Istiqomah
(10/301082/TK/36799) (10/301462/TK/36999)
11