Prarancangan Pabrik Isooktan dari Diisobutene dan Hidrogen dengan Kapasitas 500.000 ton/tahun
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Di dalam mesin kendaraan bermotor, idealnya campuran udara dan bahan bakar (bensin) dalam bentuk gas yang masuk, ditekan oleh piston sampai volume yang sangat kecil, kemudian akan dibakar oleh percikan api yang dihasilkan busi. Namun seringkali campuran bensin dan udara tersebut terbakar secara spontan karena tekanan yang sangat tinggi dari piston, bukan dari percikan api yang dihasilkan busi. Hal ini dapat menyebabkan ketukan, atau knocking di dalam mesin. Proses ini dapat menyebabkan kerusakan pada mesin apabila dibiarkan terus-menerus. Berbagai penelitian pun dilakukan untuk menghentikan proses knocking ini. Pada tahun 1926, Graham Edgar menambahkan senyawa n-heptana dan 2,2,4trimethylpentane dalam jumlah yang berbeda ke dalam bensin, dan menemukan bahwa knocking pada mesin tidak terjadi ketika 2,2,4-trimethylpentane ditambahkan ke dalam bahan bakar bensin tersebut (Totten dkk., 2003). Oleh karena itu, isooktan memegang peranan penting dalam industri bahan bakar. Isooktan berperan sebagai zat aditif yang dapat menaikkan bilangan oktan pada bahan bakar (bensin). Meningkatnya bilangan oktan, selain dapat menghindari knocking, juga dapat mengurangi terjadinya pembakaran tidak sempurna. Dengan demikian, mesin kendaraan menjadi lebih terawat, polusi udara juga berkurang. Seiring dengan berjalannya waktu, isooktan semakin banyak digunakan untuk produksi bahan bakar di dunia. Mengetatnya spesifikasi bahan bakar untuk kendaraan-kendaraan baru, membuat para produsen bahan bakar mencari zat aditif yang tepat untuk produk mereka.
Disamping itu, penambahan MTBE, yang
sebelumnya lebih banyak digunakan sebagai zat aditif untuk meningkatkan bilangan oktan pada bensin, sudah dilarang karena terbukti dapat mencemari lingkungan (Chenzhesheng, 2004). Maka, isooktan semakin dicari sebagai zat
Mariska Regina Dermawan Margaretha Dessy Indirasari
10/301418/TK/36980 10/305279/TK/37442
1
Prarancangan Pabrik Isooktan dari Diisobutene dan Hidrogen dengan Kapasitas 500.000 ton/tahun
aditif pengganti MTBE, karena isooktan lebih meningkatkan efisiensi pembakaran dan mengurangi pencemaran lingkungan (Austin, 1984). Indonesia juga mempunyai pabrik pengolahan bahan bakar minyak (bensin), salah satunya adalah PT. Pertamina. PT. Pertamina memproduksi pertamax 92 dan pertamax 95, sehingga zat aditif sangat dibutuhkan untuk menaikkan bilangan oktan dari bensin premium (bilangan oktan 88), menjadi 92 untuk pertamax 92, dan 95 untuk pertamax 95. Sementara sampai saat ini, kebutuhan zat aditif tersebut (isooktan), masih diimpor dari negara lain. Dengan didirikannya pabrik isooktan di Indonesia, maka Indonesia dapat mengurangi ketergantungan terhadap negara lain. Selain itu, biaya transportasi isooktan akan menjadi jauh lebih murah. Selain sebagai zat aditif pada bahan bakar, isooktan sendiri mempunyai fungsi lain, diantaranya adalah sebagai bahan bakar dan pelarut. Isooktan dapat digunakan sebagai bahan bakar mobil balap, helikopter, dan pesawat terbang bermesin jet (Wallington dkk., 2006).
Sebagai pelarut, umumnya isooktan
digunakan dalam proses polimerisasi dalam industri polimer. Dengan banyaknya kegunaan isooktan, maka akan sangat menguntungkan apabila pabrik isooktan didirikan di Indonesia. Permintaan isooktan akan semakin besar baik di dalam maupun di luar negeri, sehingga isooktan yang diproduksi tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan di Indonesia, tapi juga dapat memenuhi berbagai kebutuhan di dunia. Isooktan diproduksi dalam jumlah yang sangat besar, baik diluar maupun di dalam industri minyak bumi.
Salah satu cara pembuatan isooktan yang paling
sering digunakan adalah dimerisasi isobutene/isobutylene menggunakan katalis untuk memproduksi diisobutene. Diisobutene kemudian dihidrogenasi sehingga menjadi isooktan (2,2,4 trimethylpentane) (Kamath dkk., 2006).
B. Tinjauan Pustaka Isooktan, yang memiliki bilangan oktan tinggi (100), sekarang ini dijadikan salah satu alternatif menarik untuk mengganti Methyl Tert-Butyl Ether (MTBE) sebagai bahan campuran di dalam bensin untuk menaikkan bilangan oktan pada
Mariska Regina Dermawan Margaretha Dessy Indirasari
10/301418/TK/36980 10/305279/TK/37442
2
Prarancangan Pabrik Isooktan dari Diisobutene dan Hidrogen dengan Kapasitas 500.000 ton/tahun
bensin. Proses pembuatan isooktan adalah dengan cara dimerisasi isobutene (isobutylene) menjadi diisobutene, kemudian hidrogenasi diisobutene sehingga menjadi isooktan. Diisobutene sebenarnya juga memiliki sifat-sifat bahan bakar yang baik, hampir sama seperti isooktan, namun karena adanya ketetapan bahwa kadar alkena dalam bensin harus dalam jumlah yang kecil (terbatas), maka diisobutene harus dihidrogenasi (Lylykangas, 2004). Terdapat 2 macam proses pembentukan alkilat berupa isooktan, yaitu : 1. Direct Alkylation Proses alkilasi secara langsung merupakan proses yang digunakan untuk memproduksi alkilat dari aliran C4. Proses ini merupakan proses yang telah digunakan dalam industri selama beberapa tahun. Bahan baku yang dipakai pada proses ini adalah isobutana dan 1-butena, dengan bantuan katalis Hidrofluoric Acid (HF), Sulfuric Acid (H2SO4), atau katalis padat yang bersifat asam (Meister dkk., 2000). Secara umum, reaksi yang terjadi pada proses ini adalah sebagai berikut.
2i C4 H10 Cn H n
i C4 H 8 Cn H 2 n
(1.1)
2
Walaupun proses ini telah digunakan selama bertahun-tahun, namun tetap ada kekhawatiran apabila terjadi kecelakaan yang ditimbulkan dari katalis yang digunakan (HF atau H2S), karena senyawa-senyawa ini sangat berbahaya bagi lingkungan (apabila katalis telah terdeaktivasi sehingga harus dibuang, katalis akan mencemari lingkungan). Senyawa ini juga dapat menimbulkan korosi pada alat. Sampai saat ini masih dikembangkan cara untuk mengganti katalis tersebut dengan katalis heterogen, untuk meminimalisir bahaya tersebut (Kolah dkk., 2001). Bilangan oktan yang diperoleh dari hasil proses ini berkisar antara 90 – 93. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil dari proses indrect alkylation, yang bernilai diatas 95 (Kolah dkk., 2001).
Sehingga proses
indirect alkylation akan lebih baik dilakukan untuk memproduksi isooktan.
Mariska Regina Dermawan Margaretha Dessy Indirasari
10/301418/TK/36980 10/305279/TK/37442
3
Prarancangan Pabrik Isooktan dari Diisobutene dan Hidrogen dengan Kapasitas 500.000 ton/tahun
2. Indirect Alkylation Proses ini dijalankan dengan dua langkah, yaitu proses dimerisasi isobutana secara selektif (dari aliran C4) untuk membentuk diisobutene, kemudian dilanjutkan dengan proses hidrogenasi pembentukan isooktan. Proses dijalankan sebagai berikut. Pertama-tama, umpan C4 yang terdiri atas isobutena dan n-butena dialirkan ke reaktor dimerisasi, dan terjadi reaksi dimerisasi isobutene dengan katalis padat resin penukar ion. Tri- dan tetraisobutenes merupakan produk samping dari reaksi ini (Scharfe, 1973). Mekanisme reaksi dimerisasi dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 1.1. Mekanisme Reaksi Oligomerisasi dari Isobutena
Reaksi dimerisasi ini merupakan reaksi yang sangat eksotermis, panas yang dihasilkan harus dikeluarkan untuk menghindari temperatur yang terlalu tinggi, karena dapat mengakibatkan terbentuknya oligomer-oligomer yang tidak diinginkan, karena dapat mendeaktivasi katalis dengan sangat cepat (Haag, 1967).
Diperlukan solven tertentu dalam reaksi ini untuk
meningkatkan selektivitas dari dimer yang terbentuk. Hasil yang keluar dari reaktor kemudian dimasukkan ke dalam kolom distilasi, untuk memisahkan
Mariska Regina Dermawan Margaretha Dessy Indirasari
10/301418/TK/36980 10/305279/TK/37442
4
Prarancangan Pabrik Isooktan dari Diisobutene dan Hidrogen dengan Kapasitas 500.000 ton/tahun
produk dimerisasi dan produk berat dari komponen C4 yang tidak bereaksi dan solven (apabila ada). Produk dimer kemudian dimasukkan ke dalam reaktor untuk dilakukan proses hidrogenasi untuk membentuk alkilat. Persamaan reaksi hidrogenasi adalah sebagai berikut.
C8 H16
H2
C8 H18
(1.2)
Berdasarkan kedua proses yang telah dijabarkan di atas, dipilih proses indirect alkylation, karena katalis yang digunakan jauh lebih aman bagi lingkungan dan bagi kesehatan manusia. Reaksi hidrogenasi diisobutene untuk membentuk isooktan dilakukan dengan bantun katalis Ni/Al2O3. Dipilih katalis nikel karena katalis jenis ini merupakan katalis yang aktivasinya paling tinggi diantara katalis – katalis yang dapat digunakan untuk reaksi hidrogenasi, seperti cobalt dan platina (Lylykangas, 2004). Kemudian, laju deaktivasi katalis ini juga paling lambat jika dibandingkan dengan katalis-katalis yang lain. Selain itu, nikel juga merupakan salah satu jenis katalis yang tidak mahal, terutama apabila dibandingkan dengan noble metals. Reaksi hidrogenasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu : 1. Hidrogenasi cair – gas Proses
hidrogenasi
dengan
cara
ini
dilakukan
dengan
cara
menggelembungkan gas hidrogen ke dalam cairan diisobutene. Kemudian akan terjadi transfer massa dari badan utama gas ke interface gas – cair, kemudian transfer massa dari interface gas-cair ke badan utama cairan, kemudian ke permukaan luar katalis, pori-pori katalis dan terakhir terjadinya reaksi antara gas hidrogen dan diisobutene di dalam pori katalis. Kelebihan dari reaksi gas – cair adalah lebih hemat energi, karena diisobutene tidak perlu diuapkan menjadi gas, kemudian produknya dicairkan lagi. Namun kelemahan dari reaksi gas – cair adalah keterbatasan dalam transfer massa, sehingga gas yang berhasil bereaksi di dalam pori katalis bersama dengan cairan jumlahnya terbatas (sedikit) (Fogler, 1999).
Mariska Regina Dermawan Margaretha Dessy Indirasari
10/301418/TK/36980 10/305279/TK/37442
5
Prarancangan Pabrik Isooktan dari Diisobutene dan Hidrogen dengan Kapasitas 500.000 ton/tahun
2. Hidrogenasi gas – gas Proses hidrogenasi dengan cara ini dilakukan dengan cara menguapkan diisobutene terlebih dahulu, kemudian dialirkan bersama dengan gas hidrogen ke dalam reaktor. Apabila reaksi dijalankan dengan cara ini, kelebihannya adalah reaksi akan berlangsung lebih cepat karena transfer massa berlangsung sangat cepat, molekul-molekul hidrogen dan diisobutene dapat dengan cepat memasuki pori katalis. Namun, kelemahan dari reaksi ini adalah energi yang dibutuhkan sangat besar karena diisobutene harus diuapkan terlebih dahulu, dan produk yang dihasilkan (isooktan) harus dikondensasikan lagi karena isooktan yang akan dijual berbentuk cairan. Berdasarkan pertimbangan – pertimbangan di atas, dipilih reaksi hidrogenasi gas – cair. Reaksi dijalankan di dalam slurry reactor, karena diameter partikel katalis Ni/Al2O3 yang sangat kecil, sekitar 0,5 mm (500 μm).
Mariska Regina Dermawan Margaretha Dessy Indirasari
10/301418/TK/36980 10/305279/TK/37442
6