PENGGUNAAN MODEL HIDROLOGI SWAT (SOIL AND WATER ASSESSMENT TOOL) DALAM PENGELOLAAN DAS CISADANE (Application SWAT Hydrology Model in Cisadane Watershed Management)* Edy Junaidi1 dan/and Surya Dharma Tarigan2 1
Balai Penelitian Kehutanan Ciamis Jalan Ciamis-Banjar Km. 4 P.O. Box 5. Telp. 0265771352; email:
[email protected] 2 Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor *Diterima: 06 September 2010; Disetujui: 24 April 2011
ABSTRACT Effective watershed management should take hydrologic response unit into consideration. Therefore, analysis in watershed management should employ hydrological model. This research exploited SWAT (Soil and Water Assessment Tool) model. SWAT was a distributed hydrologic model interfaced with GIS (Geografic Informationt System) and integrated with Decision Support System. The research was aimed (1) to identify the sub watershed and land unit categorized which cause problem on Cisadane Watershed and (2) to evaluate implementation of Cisadane watershed management. According to SWAT analysis, some three sub–watersheds were categorized as potentially cause problem concerning water management and land use, i.e. sub of Cisadane Hilir 2 watershed, sub of Cisadane Tengah 2 watershed and sub of Cisadane Hulu 8 Watershed. Sub-watersheds that had tendency to give the highest peak flow were sub-Watershed Cianten Hilir 3 and Sub-Watershed Cianten Hulu 3. Sub-watersheds that produced highest omount of sediment were sub-Watershed Ciampea, sub-Watershed Cihideung and sub-Watershed Cinangneng. Evaluation on the watershed management planning with applying merger scenario, water management related criteria was classified as good, bud land use related criteria was classified as not good. Application of SWAT model could be identified to identify the sub Watershed and land unit categorized as having problem on Watershed and to evaluate various alternative of Watershed management planning. Finally with application of SWAT model could to select best watershed management planning. Keywords: Watershed management planning, model hydrology and SWAT ABSTRAK Efektifitas dari pengelolaan DAS harus memperhatikan respon hidrologi pada setiap pelaksanaannya. Dengan demikian dalam analisis pengelolaan DAS sebaiknya mengggunakan model hidrologi. Penelitian ini memanfaatkan model hidrologi SWAT (Soil and Water Assessment Tool). SWAT merupakan model terdistribusi yang terhubung dengan SIG (Sistem Informasi Geografis) dan mengintegrasikan dengan DSS (Decision Support System). Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi sub DAS dan penggunaan lahan yang menyebabkan permasalahan pada DAS Cisadane, dan (2) mengevaluasi implementasi perencanaan pengelolaan DAS Cisadane. Hasil analisis SWAT, ada tiga sub DAS dikategorikan sebagai sub DAS yang berpotensi menyebabkan masalah tata air dan penggunaan lahan pada DAS Cisadane, yaitu sub DAS Cisadane hilir 2, sub DAS Cisadane tengah 2, dan sub DAS Cisadane hulu 8. Sub DAS yang menjadi penyumbang peak flow terbesar adalah sub DAS Cianten hilir 3 dan Sub DAS Cianten hulu 3. Sedangkan sub DAS sebagai penghasil sedimentasi terbesar berturut-turut adalah sub DAS Ciampea, sub DAS Cihideung dan sub DAS Cinangneng. Evaluasi perencanaan pengelolaan DAS dengan penerapan skenario gabungan, untuk kriteria tata air menunjukkan hasil baik, tetapi untuk kriteria penggunaan lahan masih termasuk kriteria buruk. Model SWAT dapat digunakan untuk mengidentifikasi sub DAS dan unit lahan yang berpotensi menyebabkan masalah pada DAS dan mengevaluasi beberapa alternatif perencanaan pengelolaan DAS. Penggunaan model SWAT dapat menentukan perencanaan pengelolaan DAS terbaik. Kata kunci: Manajemen pengelolaan DAS, model hidrologi dan SWAT
I. PENDAHULUAN Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia telah dimulai sejak
tahun 70-an yang diimplementasikan dalam bentuk proyek reboisasi dan penghijauan. Proyek pengelolaan DAS pertama kali dimulai tahun 1973 berupa 221
Vol. 9 No. 3 : 221-237, 2012
Proyek Solo Upper Watershed Management and Upland Development di DAS Bengawan Solo bantuan FAO/UNDP. Proyek pengelolaan DAS yang sedang gencar dilaksanakan akhir-akhir ini oleh pemerintah yang dimulai pada tahun 2003 di bawah Departemen Kehutanan adalah Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/GERHAN). Kegiatan pengelolaan DAS tersebut telah berupaya memelihara dan meningkatkan kualitas DAS di Indonesia agar DASDAS tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kondisi DAS di Indonesia semakin memburuk dan permasalahannya semakin komplek (Murtilaksono, 2004; Wibowo, 2004). Gambaran kondisi DAS di Indonesia yang semakin rusak dapat diamati berdasarkan jumlah DAS proritas yang semakin bertambah dari tahun ke tahun. Pada tahun 1984 dari 458 DAS yang ada di Indonesia terdapat 20 DAS super prioritas (prioritas I) dan menjadi 37 tahun 1992. Pada tahun 1999, jumlah DAS prioritas I meningkat menjadi 60 DAS (Arsyad, 2006; Wibowo, 2004). Menurut Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) tahun 2009, jumlah DAS prioritas meningkat menjadi 108 DAS. Pada tahap pelaksanaan, pengelolaan DAS dapat diwujudkan melalui beberapa fase, yaitu fase identifikasi masalah, fase perencanaan, fase implementasi, dan fase evaluasi. Keempat fase tersebut saling berkaitan membentuk suatu siklus. Kenyataan di lapangan pelaksanaan keempat fase tersebut tidak saling berkaitan satu dengan lainnya. Kegiatan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT), dalam bentuk pola RLKT dan Rencana Teknik Lapang (RTL) RLKT (diprakarsai Departemen Kehutanan sejak tahun 1984) merupakan salah satu sarana dalam fase identifikasi masalah dan fase perencanaan pada pengelolaan DAS. Pada kegiatan RLKT perencanaan pengelolaan DAS didasarkan pada tingkat erosi dan sedimentasi, ting222
kat kekritisan lahan dan tingkat kekritisan peresapan air hujan ke dalam tanah. Pendugaan ketiga parameter tersebut menggunakan model yang bersifat tunggal dan independent dimana parameter dan variabel input-output model serta besaran yang mewakilinya tidak mempunyai variabilitas keruangan (spasial). Pendugaan ketiga parameter tersebut tidak memperhatikan kondisi DAS secara menyeluruh terutama kondisi hidrologi DAS. Dalam pendekatan hidrologis, DAS merupakan wilayah yang dibatasi punggung bukit (pemisahan topografi) dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung dan kelebihannya dialirkan melalui sungai kecil ke sungai utama. Menurut Black (1996) dalam Pawitan (2004), DAS sebagai satuan hidrologi lahan memiliki tiga fungsi dasar, yaitu: (1) mengumpulkan curah hujan, (2) menyimpan air hujan yang terkumpul dalam sistem-sistem simpanan air DAS, dan (3) mengalirkan air sebagai limpasan. Ketiga fungsi hidrologi DAS tersebut berinteraksi dalam suatu sistem DAS yang merupakan sistem simpanan massa air, serta hubungan masukan hujan dan keluaran limpasan DAS. Analisis yang dapat dilakukan untuk menggambarkan kondisi hidrologi DAS adalah dengan mengandaikan proses transformasi yang terjadi mengikuti suatu aturan tertentu dimana harus dapat menggambarkan kondisi biofisik DAS dalam proses transformasi yang disusun dalam sebuah model hidrologi (Harto, 2000). Pemilihan jenis model diperlukan untuk menentukan model yang paling sesuai dengan keadaan DAS. SWAT (Soil and Water Assessment Tool) merupakan model terdistribusi yang terhubung dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan mengintegrasikan Spatial DSS (Decision Support System). Model SWAT dioperasikan pada interval waktu harian dan dirancang untuk memprediksi dampak jangka panjang dari praktek pengelolaan lahan terhadap sum-
Penggunaan Model Hidrologi SWAT.…(E. Junaidy; S.D. Tarigan)
berdaya air, sedimen dan hasil agrochemical pada DAS besar dan komplek dengan berbagai skenario tanah, penggunaan lahan dan pengelolaan berbeda (Pawitan, 2004). SWAT memungkinkan sejumlah proses fisik yang berbeda untuk disimulasikan pada suatu DAS. Penggunaan model SWAT dapat mengidentifikasi, menilai, mengevaluasi tingkat permasalahan suatu DAS dan sebagai alat untuk memilih tindakan pengelolaan dalam mengendalikan permasalahan tersebut. Dengan demikian diharapkan dengan penggunaan model SWAT dapat dikembangkan beberapa skenario guna menentukan kondisi perencanaan pengelolaan DAS terbaik. Penggunaan model SWAT dapat digunakan pada beberapa fase pengelolaan DAS. Tujuan penelitian: (1) mengidentifikasi sub DAS dan penggunaan lahan yang menyebabkan permasalahan pada DAS Cisadane, dan (2) mengevaluasi implementasi perencanaan pengelolaan DAS Cisadane berdasarkan tiga instansi yang berwenang melakukan perencanaan DAS. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengambil kebijakan pengelolaan DAS untuk memanfaatkan teknologi model hidrologi dalam penentuan pengelolaan DAS selanjutnya. II. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei tahun 2009 di DAS Cisadane dengan luas 1.372,3 km2. DAS Cisadane secara administrasi terletak di Provinsi Jawa Barat dan secara geografis terletak pada 106o20’50”-106o28’20” BT dan 6º0’59”-6º47’02” LS (Gambar 1). Pada DAS Cisadane terdapat resorvoir (bendung) dan sejumlah situ yang secara spasial letak bendung dan situ dapat dilihat pada Gambar 2. B. Bahan dan Alat Penelitian
tian ini, yaitu data primer (berupa karakteristik penggunaan lahan dan karakteristik tanah) dan data sekunder (berupa peta jaringan sungai, peta DEM (Digital Elevation Model), peta penggunaan lahan (land use), peta jenis tanah, iklim dan hidrologi DAS). Jenis data dan sumber data dapat dilihat pada Tabel 1. Alat yang digunakan adalah komputer dengan software MapWindow45RC2, software MWSWAT 1.4, software SWAT 2.1.5 editor, GPS dan alat tulis. C. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan model hidrologi SWAT (Soil and Water Assessment Tool). Kegiatan penelitian terdiri dari dua tahapan, yaitu: 1. Tahapan Pengumpulan Data Pengumpulan data berupa data primer dan sekunder disesuaikan dengan masukan data (input) yang diperlukan model SWAT. Pengumpulan data primer dengan melakukan survei, tentang data karakteristik tanah, karakteristik penggunaan lahan dan karakteristik sungai. Data sekunder yang diperlukan di antaranya: data iklim (data curah hujan, mm), temperatur maksimum dan minimum (oC), radiasi matahari (MJ/m2/hari) dan kecepatan angin (m/dt), serta peta-peta (peta jaringan sungai, peta land use, dan peta jenis tanah). 2. Tahapan Penggunaan Model SWAT untuk Pengelolaan DAS Tahapan ini terdiri dari penyiapan data berupa data spasial dan data atributnya agar model dapat dijalankan untuk dapat menghasilkan output sesuai dengan tujuan penelitian. Penggunaan model SWAT pada penelitian ini disesuaikan dengan fase pengelolaan DAS yaitu fase identifikasi masalah, fase perencanaan, fase implementasi, dan fase evaluasi. Pengidentifikasian masing-masing fase didasarkan pada keluaran model.
Bahan yang diperlukan dalam peneli223
Vol. 9 No. 3 : 221-237, 2012
Pada fase identifikasi masalah dilakukan identifikasi pada sub DAS dan unit lahan yang menyebabkan permasalahan pada DAS Cisadane yang terbentuk dari hasil deliniasi model. Pada penelitian ini, deliniasi model dengan menggunakan ketentuan batas minimum threshold untuk sub DAS 2.500 ha dan penambahan titik lima outlet. Pembentukan HRUs (Hydrologic Response Units atau unit lahan) pa-
da model dengan menggunakan metode threshold by persentage (dimana untuk penggunaan lahan menggunakan threshold 10%, jenis tanah menggunakan threshold 5%, dan kemiringan lereng menggunakan threshold 5%). Ketentuan ini didasarkan agar unit lahan yang terbentuk sesuai dengan unit lahan hasil Rencana RLKT (Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah) DAS Cisadane ..
.
-6
-6
10 7
TE L U K N AG A ·#
B AB EL AN ·#
·#
JA K A R TA
T AN G E R AN G
KETER ANG AN :
·#
·#
B AT A S D A S
B E K AS I
C IK AR A N G
·#
SUNGAI
·#
LEG OK
·#
·B ITU N G R AN G K A S#
C IB ITU NG
K AR AW A N G ·#
PON DOKG EDE
·#
KOTA KAB UPATEN
·#
·#
C IP U TA T
·#
S E R PO N G
·#
S A W AN G AN
·#
C IM A N G G IS
DEP OK
·#
·#
PARUN G ·# ·#
·#
C IB AR U S A H
C IL EU N G S I
·#
·#
R U M P IN
JO N G G O L
·#
U
·#
C IB IN O N G
JA W A B A R A T PUR W BOGO R
L E U W IL IAN G
·#
·#
S KA L A 1 : 5 00 .0 0 0 C IA W I
C IS AR U A
·#
9 00 0
0
·#
C IG O M B O N G
9 0 00 Me te rs
·#
10 7
Gambar (Figure) 1. Lokasi penelitian pada DAS Cisadane (Study location in Cisadane watershed)
-6
-6
10 7
K e t e ra n g a n : d an Cisa
Ba ta s D A S
e
Sunga i B e n d u ng E m p an g
·#
S i tu S u m b e r P e ta : - D E M S RT M Z _ 5 8_ 1 4 - S U M B E R D A Y A A IR C I L IW U N G - C IS A D A N E
N C
u an it e m p C ia
i
n ten
S k a la : 1 : 4 7 5 . 0 0 0
gb g an ar
Ciante n
a n ik
an ind cis
C ia k
B e n d u ng em p a ng ·#
Cisadane hulu
100 0 0
0
100 0 0
Ci
ke
Ci m
200 0 0
re
un
te
k
de
M e te rs
10 7
Gambar (Figure) 2. Peta lokasi situ dan reservoir pada DAS Cisadane (Location map of pond and reservoir at Cisadane watershad)
224
Penggunaan Model Hidrologi SWAT.…(E. Junaidy; S.D. Tarigan)
Tabel (Table) 1. Jenis dan sumber data yang digunakan pada penelitian (Type and source of data used in the research) Jenis data (Data type) Peta jaringan sungai (River network map) skala 1:50.000 Peta DEM (DEM map)
Sumber data (Data source) Bakosurtanal
Keterangan (Remark) Peta rupa bumi Indonesia
US Geoological Survey
3
Peta penggunaan lahan (Land use map) skala 1 : 250.000
BP DAS Citarum – Ciliwung
SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) untuk Z_58_14.tiff dengan resolusi spasial 90 x 90 m Klasifikasi citra Landsat TM (Thematic Mapper) path 122 row 064 dan row 065 tahun 2005
4
Peta jenis tanah (Soil map) skala 1 : 250.000 Data curah hujan (Rainfall data)
BP DAS Citarum – Ciliwung
No. 1 2
5
6 7
Data temperatur (Temperature data) Data iklim (Climate data)
Sumberdaya air CiliwungCisadane, Balai besar Ciliwung-Cisadane dan Balai Pengelolaan DAS CiliwungCisadane Balai Klimatologi
12 stasiun penakar curah hujan tahun 2005
Balai Klimatologi
4 stasiun klimatologi yaitu 1 stasiun selama 5 tahun (20032007) dan 3 stasiun selama 5 tahun (1995-1999) Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) Batubeulah pengamatan tahun 2005
8
Data debit sungai (River flow data)
Balai Pengelolaan Sumberdaya Air Ciliwung-Cisadane
9
Data karakteristik penggunaan lahan, tanah dan sungai (Characteristics data of land use, soil and river)
Survei inventarisasi lahan
Pada fase perencanaan dilakukan perencanaan pengelolaan DAS Cisadane yang merupakan gabungan rencana dari tiga instansi (Rencana RLKT DAS Cisadane yang disusun oleh Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung tahun 2002, rencana tata ruang DAS Cisadane oleh Bappeda Bogor dan Tangerang periode tahun 2005-2025, dan rencana DAS Cisadane dalam mengatasi banjir oleh Balai Besar Pengelolaan DAS Ciliwung-Cisadane) dengan melakukan evalusi berdasarkan analisis identifikasi sub DAS dan unit lahan yang berpotensi menyebabkan permasalahan. Secara umum rencana pengelolaan DAS Cisadane menggunakan arahan tata ruang, teknik pengelolaan tanaman dan teknik konservasi tanah disajikan pada Tabel 2. Pada teknik pengelolaan tanaman/vegetasi berupa agroforestry, untuk menjalankan rencana pengelolaan tanaman pa-
2 stasiun temperatur tahun 2005
da model SWAT dengan membagi persentase penutupan penggunaan lahan yang ada dengan penutupan yang telah direkomendasikan instansi perencana, seperti disajikan pada Tabel 3. Pengelolaan pada situ diarahkan pada sekitar 305 buah situ yang terdapat di DAS Cisadane dengan luas sekitar 677 ha yaitu menambah kedalaman situ sekitar dua meter, sedangkan bendungan yang dianalisis adalah Bendung Empang pada DAS Cisadane hulu dengan menambah kedalaman Bendung Empang sekitar empat meter. Selain itu terdapat penambahan dua buah DAM parit yang terdapat pada sub DAS Ciampea dengan volume tampungan 350.000 m3 dan sub DAS Cikaniki dengan volume tampungan 160.000 m3. Pada fase implementasi dengan melakukan skenario pada model apabila seluruh perencanaan pengelolaan DAS Cisadane telah dilaksanakan. 225
Vol. 9 No. 3 : 221-237, 2012
Tabel (Table) 2. Rencana pengelolaan pada penggunaan lahan di DAS Cisadane (Management planning of land use at Cisadane watershed)
Sawah kondisi baik (Good condition of rice field) Sawah kondisi sedang (Moderate condition of rice field) Lahan tidur (Wasteland) Semak belukar (Underbrush) Ladang kondisi baik (Good condition of unirrigated agricultural) Ladang kondisi sedang (Moderate condition of unirrigated agricultural) Kebun campuran (Mixed garden)
Lahan basah
RLKT Pengelolaan tanaman/ Pengelolaan Tanah (P) vegetasi (C) (Soil management) (Cover management) Teras bangku
Lahan basah
-
Teras bangku
Lahan kering Lahan kering Lahan kering
Agroforestry Agroforestry Agroforestry
Teras gulud Teras gulud Teras gulud
Lahan kering
Agroforestry
Teras gulud
Lahan kering
Rorak/mulsa vertikal
Hutan kondisi baik (Good condition of forest) Hutan kondisi sedang (Moderate condition of forest) Pemukiman kondisi baik (Good condition settlement) Pemukiman kondisi sedang (Moderate condition Settlement)
Hutan lindung Hutan lindung Pemukiman
Kebun vegetasi permanen Hutan lindung Hutan lindung
Teras individu
Agroforestry
Kontrol erosi
Agroforestry
Kontrol erosi
Penggunaan lahan (Land use)
Tata ruang (Lay out)
Pemukiman
Teras individu
Sumber (Source): Hasil analisis (Analysis result)
Tabel (Table) 3. Rencana persentase penutupan lahan yang diterapkan pada beberapa penggunaan lahan (Plan of land use cover presentation used on several land use)
Penggunaan lahan (Land use)
Lahan tidur (Wasteland) Semak belukar (Underbrush) Ladang kondisi baik (Good condition of unirrigated agricultural) Ladang kondisi sedang (Moderate condition of unirrigated agricultural) Pemukiman kondisi baik (Good condition of settlement) Pemukiman kondisi sedang (Moderate condition of settlement)
Rencana persentase penutupan lahan (Plan of land use cover presentation) (%) Pemukiman 65% Ladang Pohon Penutup tanah Rumput kedap air (Agriculture) (Tree) (Cover crop) (Grass) (Settlement of 65% waterproof) 70 30 65 15 10 10 75 15 10 70
20
10
10
90
15
85
Sumber (Source): Hasil analisis (Analysis result)
Pada fase evaluasi yaitu melakukan evaluasi dari implementasi perencanaan yang telah dilakukan terhadap kinerja DAS sehingga dapat ditentukan perencanaan pengelolaan yang terbaik berdasarkan penilaian kinerja DAS. 226
3. Analisis Data Analisis data pada penelitian ini lebih ditujukan pada penggunaan model SWAT yaitu output model disesuaikan dengan tujuan penelitian. Analisis yang dilakukan adalah Kalibrasi Model SWAT.
Penggunaan Model Hidrologi SWAT.…(E. Junaidy; S.D. Tarigan)
Kalibrasi model bertujuan agar luaran model yang digunakan hasilnya mendekati luaran DAS prototip yang diuji. Pada penilitian ini luaran yang dikalibrasi adalah debit air, dengan cara membandingkan antara hasil prediksi dengan hasil observasi dengan menggunakan kriteria statistik. Data hasil observasi berasal dari SPAS Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air Wilayah Ciliwung-Cisadane yaitu SPAS Batu Baulah untuk pengamatan tahun 2005. Metode statistik yang digunakan adalah persentase perbedaan dari nilai observasi (DVi), koefisien determinasi (R2) dan koefisien Nash-Sutcliffe (ENS). 4. Analisis Fase Pengelolaan DAS dengan Menggunakan Output Model SWAT Analisis fase pengelolaan DAS hanya dilakukan pada fase identifikasi masalah dan fase evaluasi. Pada fase identifikasi analisis dilakukan dengan membandingkan keluaran model SWAT di setiap outlet sub DAS, baik pada fase lahan (unit lahan (HRUs) dan sub DAS (Subbasin disingkat SUB) maupun fase air (Main channel disingkat RCH) dengan modifikasi kriteria dan indikator kinerja DAS berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan nomor 52/Kpts-II/2001 pada kriteria penggunaan lahan dan tata air (Lampiran 1). Identifikasi dan evaluasi lokasi yang berpotensi menyebabkan permasalahan DAS dilakukan pada sub DAS kemudian dilanjutkan pada unit lahan pada sub DAS tersebut. Teknik analisis yang dilakukan pada fase ini dengan memberikan skor pada setiap indikator pada masing-masing kriteria. Semakin tinggi skor yang diperoleh pada setiap sub DAS dan unit lahan, dapat diidentifikasi bahwa sub DAS dan unit lahan berpotensi menyebabkan permasalahan pada DAS Cisadane. Pada fase evaluasi, analisis yang dilakukan berdasarkan hasil skoring perbandingan keluaran model SWAT pada outlet DAS pada fase lahan (SUB) dan fase air (RCH) dengan modifikasi SK Menhut
nomer 52/Kpts-II/2001 tentang kriteria dan indikator kinerja DAS pada kriteria tata air (Lampiran 1). Semakin tinggi hasil skor implementasi perencanaan pengelolaan DAS yang telah dilakukan menunjukkan perencanaan kurang sempurna sehingga dapat diperoleh perencanaan pengelolaan DAS yang terbaik. Semua data hasil analisis dikompilasi dalam bentuk tabel dan grafik yang dianalisis secara deskriptif. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembentukan Sub DAS dan Unit Lahan (HRUs) pada DAS Cisadane Hasil Deliniasi Model Penggunaan model SWAT untuk deliniasi DAS Cisadane secara otomatis akan diperoleh perhitungan topografi secara lengkap, peta jaringan sungai, peta batas DAS, peta sub DAS dan outlet. Pada proses deliniasi selain dibutuhkan peta, DEM, juga diperlukan lokasi area DAS, peta jaringan sungai DAS dan penentuan titik outlet DAS/subDAS yang dibutuhkan. DAS Cisadane hasil deliniasi model terbagi menjadi 50 sub DAS, seperti yang ditunjukkan oleh angka 1-50 pada Gambar 3. Luas total DAS Cisadane yang terbentuk oleh deliniasi model adalah 137.134,02 ha. Luasan masing-masing sub DAS yang terbentuk hasil deliniasi dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil deliniasi DAS Cisadane yang terbentuk, pada bagian hilir terlihat bahwa area DAS lebih kecil yang dihasilkan oleh model jika dibandingkan bentuk DAS Cisadane (deliniasi dari BP DAS Ciliwung-Cisadane). Hal ini dikarenakan model kurang sempurna memproses area topografi yang datar, persoalan ini dapat diatasi jika menggunakan peta DEM dengan resolusi yang lebih tinggi. Unit lahan (HRUs) yang terbentuk oleh model SWAT yang merupakan tumpang tindih dari jenis tanah, penggunaan lahan dan kemiringan lereng yang terdapat pada DAS Cisadane sejumlah 778. 227
Vol. 9 No. 3 : 221-237, 2012
pat digunakan untuk memprediksi hidrologi DAS pada lokasi penelitian.
B. Kalibrasi Model Gambar 4 menunjukkan grafik sebaran hubungan antara debit bulanan prediksi (nilai X) dan debit bulanan observasi (nilai Y) pada SPAS Batu Beulah. Hasil analisis statistik menunjukkan untuk SPAS Batu Baulah, nilai koefisien Nash-Sutcliffe sebesar 0,63; nilai Dv sebesar -13,22%; dan R2 sebesar 0,79. Menurut kriteria Santi et al. (2001) dalam Elief (2005), hasil prediksi model SWAT dapat dikriteriakan baik dalam memprediksi hidrologi DAS Cisadane karena mempunyai rata-rata debit hasil prediksi berada pada kisaran antara -15% sampai +15% dari rata-rata debit hasil observasi, serta nilai ENS ≥ 0,5 dan R2 ≥ 0,6. Dengan demikian model SWAT da-
660000
C. Karakteristik Hidrologi DAS Cisadane Berdasarkan Simulasi Model Tabel 5 menunjukkan penilaian kinerja DAS Cisadane berdasarkan hasil simulasi model SWAT dengan menggunakan kriteria dan indikator kinerja DAS berdasarkan SK Menhut nomor 52/Kpts-II/ 2001 (Lampiran 1.). Hasil penilaian menunjukkan kinerja DAS Cisadane yang diukur pada outlet yang keluar ke Laut Jawa, untuk tata air pada kriteria baik dan untuk penggunaan lahan pada kriteria buruk. Maka kinerja DAS Cisadane masuk kriteria sedang.
680000
700000
720000
50 9320000
9320000
49
Keterangan :
1
48
Sungai Batas Sub DAS
2
Peta DEM (m dpl)
3
-16 - 319 320 - 654 655 - 990 991 - 1325 1326 - 1661 1662 - 1996 1997 - 2332 2333 - 2667 2668 - 3003
47
9300000
46 45 4 44 43 6
42 41
9280000
8 26
16
Keter angan : Citra SRTM Z_58_14.tiff
7
9280000
U
40 39 32 33 25 30 12
9260000
5
13
14 27 10 9 11 28 17 21 18
23
37 36
Skala 1 : 350.000
15
34 35 31 29 24
10000
660000
0
680000
9300000
9260000
19 20 22
10000 Meters
700000
720000
Gambar (Figure) 3. Hasil deliniasi model lokasi penelitian. Angka 1 s/d 50 menunjukkan nomor sub DAS (Result of model delineation of the study site. Figure 1 to 50 indicate number of sub watershed)
228
Penggunaan Model Hidrologi SWAT.…(E. Junaidy; S.D. Tarigan)
Tabel (Table) 4. Luas sub DAS pada DAS Cisadane hasil deliniasi model (Size of sub watershed on Cisadane watershed as a result of model delineation) Sub DAS hasil deliniasi model (Result of sub watershed of model delineation)
Nama sub DAS (Name of sub watershed)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Cisadane bagian hilir 1 Cisadane bagian hilir 2 Cisadane bagian hilir 3 Cisadane bagian tengah 1 Cisadane bagian tengah 2 Cisadane bagian tengah 3 Cisadane bagian tengah 4 Citempuan Cinangneng Cibungbuang Cihedeung Ciampea Cisidangbarang Citeureup Ciberem Cipinanggading Cimapar Ciputraseda Cikuluwung Cikereteg Cimunde Cianten hulu 1 Cinagara Cikaniki 2 Cisadane bagian hulu 1 Cisadane bagian hulu 2 Cikaniki 2 Cianten hulu 2 Cianten hulu 3 Cisadane bagian hulu 3 Cianten hilir 1 Cisadane bagian hulu 4 Cianten hilir 2 Cianten hilir 3 Cisadane bagian hulu 5 Cisadane bagian hulu 6 Cisadane bagian hulu 7 Cisadane bagian hulu 8 Cisadane bagian hulu 9 Cisadane bagian hulu 10 Cisadane bagian hulu 11 Cisadane bagian hulu 12 Cisadane bagian hulu 13 Cisadane bagian tengah 5 Cisadane bagian tengah 6 Cisadane bagian tengah7 Cisadane bagian tengah 8 Cisadane bagian hilir 4 Cisadane bagian hilir 5 Cisadane bagian hilir 6 Cisadane bagian hilir 7 Total
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Luas (Area) (Ha)
% DAS (Watershed)
2.490,5 6.285,1 5.272,5 2.271,0 5.188,6 2.235,4 6.773,2 6.368,9 2.139,6 2.310,8 2.996,4 3.070,9 6.366,4 2.947,2 2.395,6
1,8 4,6 3,8 1,7 3,8 1,6 4,9 4,6 1,6 1,9 2,2 2,2 4,6 2,2 1,7
2.228,6 2.463,4 2.709,1 2.842,9 3.463,3 7.194,3 2.141,4 7.748,5 5.465,7 798,2 9.982,3 154,2 2.154,1 2.616,7 1.607,5 882,9 49,2 2.418,5 2.306,6 1.460,1 47,5 1.871,0 19,5 136,4 215,2 673,7 848,2 861,8 26,3 1.273,6 2.751,5 4.270,9 1.417,7 374,6 2.646,4 137.234,1
1,6 1,8 1,9 2,1 2,5 5,2 1,6 5,7 3,9 0,6 7,3 0,1 1,6 1,9 1,2 0,6 0,0 1,8 1,7 1,0 0,1 1,4 0,0 0,1 0,2 0,5 0,6 0,6 0,0 0,9 2,0 3,1 1,0 0,3 1,9 100,0
Sumber (Source): Hasil analisis (Analysis result)
229
Vol. 9 No. 3 : 221-237, 2012
Debit observasi (m 3/dt)
100
75
50
R2 = 0,79
25
0 0
25
50
75
100
3
Debit prediksi (m /dt)
Gambar (Figure) 4. Grafik sebaran debit bulanan prediksi hasil model dan debit bulanan observasi SPAS Batu Beulah (Scatter graph of montly flow as results of model prediction and SPAS Batu Beulah observation) Tabel (Table) 5. Hasil penilaian kinerja DAS Cisadane (Assessment result of Cisadane watershed performance) Indikator (Indicator) KRS Q jenis c TDS IE
Hasil penilaian (Assessment result) Keterangan (Remark) Nilai (value) Skor (Score) Tata air (water system) Penggunaan lahan (Land use) 16,3 1 Baik 19,2 1 0,4 1 33,3 1 5,3 3 Buruk Kriteria (Criteria) Sedang
Sumber (source) : Hasil analisis (analysis result)
.
Gambar 5 menunjukkan hubungan antara curah hujan yang turun dengan debit bulanan DAS Cisadane yaitu debit maksimum (peak flow) dan debit minimum (base flow) hasil simulasi model. Pada bulan-bulan dengan curah hujan < 250 mm terlihat bahwa base flow yang dihasilkan tidak mengalami penurunan, sedangkan pada bulan-bulan dengan curah hujan > 250 mm tidak terlihat perubahan mencolok antara base flow dan peak flow. Hal ini menunjukkan fungsi hidrologi DAS Cisadane masih cukup baik. Hasil simulasi model menunjukkan jumlah erosi aktual yang terjadi pada DAS Cisadane sebesar 248,9 ton/ha/th. Nilai erosi ini melebihi rata-rata erosi 230
yang diperbolehkan pada DAS Cisadane sebesar 47,26 ton/ha/tahun. Gambar 6 menunjukkan konsentrasi sedimen bulanan yang dihasilkan pada DAS Cisadane jika dihitung pada outlet yang masuk ke Laut Jawa. D. Identifikasi Sub DAS dan HRUs (Unit Lahan) yang Berpotensi Menyebabkan Permasalahan pada DAS Cisadane Identifikasi dan evaluasi dilakukan pada sub DAS pada DAS Cisadane hasil deliniasi model. Sebanyak 50 sub DAS yang terbentuk dari hasil deliniasi model hanya 26 sub DAS yang dilakukan identifikasi dan evaluasi yaitu pada outlet masing-masing sub DAS (sub DAS 1, 2, 3,
300
0
225
250
150
500
75
750
0
Curah Hujan Bulanan (mm) (Monthly Rain fall)
Debit Bulanan (m3/detik) (Monthly Flow)
Penggunaan Model Hidrologi SWAT.…(E. Junaidy; S.D. Tarigan)
1000 9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
8
Waktu (bulan) (Time (M onth)) Curah hujan
base flow
peak flow
Gambar (Figure) 5. Debit bulanan DAS Cisadane hasil simulasi model (Montly flow of Cisadane Watershed from model simulation result)
(mg/l)
0
75
250
50
500
25
750
0
Curah Hujan (mm) (Rain Fall)
Konsentrasi sedimen (mg/l) (Sediment
100
1000 1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
10,0
11,0
12,0
Waktu (bulan) (Time (month)) Curah Hujan ((Rain fall)
(mm) Konsentrasi Sedimen (sediment consentration) (mg/I)
Gambar (Figure) 6. Konsentrasi sedimen pada DAS Cisadane (Sediment consentration at Cisadane watershed)
4, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 26, 28, 33 dan 37). Identifikasi dan evaluasi yang dilakukan hanya pada sub-DAS yang berpotensi menyebabkan permasalahan dengan membandingkan hasil simulasi model SWAT di setiap outlet sub DAS dengan modifikasi kriteria dan indikator kinerja DAS berdasarkan SK Menhut No. 52/ Kpts-II/2001 pada kriteria penggunaan lahan dan tata air (Lampiran1). Hasil identifikasi sub DAS yang berpotensi menyebabkan masalah DAS Cisadane dengan skor tertinggi berdasarkan
kriteria penggunaan lahan dan tata air adalah sub DAS 2, 5, dan 37. Sub DAS 2 mempunyai nilai KRS = 13,3 (baik), Q jenis = 28,5 (baik), c = 0,6 (sedang), dan nilai TDS = 3546 (buruk), sedangkan nilai IE yaitu 5,41 dalam kriteria buruk. Berdasarkan kriteria tata air, sub DAS 2 dikategorikan bermasalah dikarenakan hasil surface flow yang cukup besar dan kandungan sedimen terlarut yang tinggi. Pada Gambar 7 terlihat kontribusi masingmasing sub DAS pada surface flow di DAS Cisadane. sub DAS 2 masuk pada kategori yang menghasilkan aliran cepat 231
Vol. 9 No. 3 : 221-237, 2012
terbesar (2539-3024 mm/tahun). Pada Gambar 8 terlihat sub DAS 2 termasuk pada kategori rendah dalam menghasilkan base flow (937-1249 mm/th). Pada sub DAS 5 berdasarkan hasil analisis mempunyai nilai TDS = 6926, termasuk kriteria buruk dan nilai c = 0,5 (sedang). Berdasarkan nilai ini maka sub DAS 5 termasuk sub DAS yang menyebabkan permasalahan pada DAS Cisadane dari kriteria tata air, sedangkan nilai KRS = 21,3 dan Q jenis = 32,3 termasuk kriteria baik. Pada kriteria penggunaan lahan, nilai IE = 8,4 termasuk kriteria buruk, sub DAS 37 mempunyai nilai KRS = 7,2 (baik), Q jenis = 225,2 (buruk), c = 0,5 (sedang) dan nilai TDS = 48,8 (baik), sedangkan nilai IE yaitu 8,5 dalam kriteria buruk. Berdasarkan kriteria tata air, sub DAS 2 dikategorikan bermasalah dikarenakan Q jenis yang besar dan hasil surface flow yang cukup besar. Kriteria penggunaan lahan, sub DAS ini menghasilkan erosi yang cukup besar 375,9 ton/ ha/th. Nilai erosi aktual ini cukup besar bila dibandingkan nilai erosi yang diperbolehkan pada sub DAS 2 yaitu 44,3 ton/ ha/th. Nilai Q jenis yang cukup besar perlu mendapatkan perhatian khusus dikarenakan sub DAS ini menjadi penyumbang maksimum flow (peak flow). Untuk sub DAS 33 (sub DAS Cianten hilir 3) dan sub DAS-28 (sub DAS Cianten hulu 3) yang mempunyai nilai Q jenis sekitar 335,1 (buruk) dan 126,9 (sedang) merupakan penyumbang peak flow terbesar pada DAS Cisadane. Beberapa sub DAS yang perlu diwaspadai sebagai penghasil sedimentasi terbesar berdasarkan nilai TDS dan IE berturut-turut adalah sub DAS 12 (sub DAS Ciampea), sub DAS 11 (sub DAS Cihideung), sub DAS 9 (sub DAS Cinangneng). Berdasarkan hasil analisis pada beberap sub DAS tersebut, maka nilai TDS untuk sub DAS 12 = 20.290 (buruk) dan IE = 20,8 (buruk), sub DAS 11 mempunyai nilai TDS = 10750 (buruk) dan IE = 11,2 (buruk), sub DAS 9 mempunyai nilai TDS = 15240 (buruk) dan IE = 16,3 (buruk). 232
Pada sub DAS 2, unit lahan yang berpotensi menyebabkan masalah adalah unit lahan lima (5) dan tujuh (7). Unit lahan 5 merupakan penggunaan lahan pemukiman dengan pengelolaan baik yang berada di atas lahan dengan kemiringan lereng > 40%, sedangkan unit lahan 7 merupakan penggunaan lahan pemukiman dengan pengelolaan sedang yang berada pada kemiringan lereng > 40%. Hasil analisis untuk unit lahan 5 dan 7 untuk nilai c adalah 0,65 dan nilai IE untuk unit lahan 5 yaitu 94,78 dan unit lahan 7 adalah 94,73. Unit lahan 26, 27, 29, dan 30 merupakan unit lahan yang berpotensi menyebabkan masalah pada sub DAS 5. Unit lahan 26 dan 29 merupakan penggunaan lahan pemukiman dengan pengelolaan baik yang berada di atas lahan dengan kemiringan lereng > 40%, sedangkan unit lahan 27 dan 30 merupakan penggunaan lahan pemukiman dengan pengelolaan baik pada kemiringan lereng 8-15%. Hasil analisis nilai c untuk unit lahan 26 dan 29 adalah 0,65 dan 0,64, nilai IE yaitu 74,66 dan 57,18. Untuk unit lahan 27 dan 30 hasil analisis nilai c yaitu 0,65 dan 0,64, sedangkan nilai IE = 5,20 dan 4,09. Untuk sub DAS 37, unit lahan yang berpotensi menyebabkan masalah adalah 598, 599, 600, 601, 602, 603, 605, 606, dan 607. Unit-unit lahan ini merupakan penggunaan lahan pemukiman dengan manajemen pengelolaan sedang dan baik pada kemiringan lereng 0-8, 15-25, dan > 40%. Nilai c untuk unit-unit lahan ini berkisar 0,61-0,62 dan nilai IE berkisar antara 1 sampai 58. Unit lahan 542, 543, 544, 545, 548, 552, 553, 554, 555, 556, dan 557 merupakan unit lahan yang berpotensi menyebabkan masalah pada sub DAS 33. Unit lahan 542, 543, 544, 545, 552, 553, dan 554 merupakan penggunaan lahan ladang dengan pengelolaan sedang pada kemiringan lereng > 8%, sedangkan 555, 556 dan 557 merupakan unit lahan pada penggunaan lahan kebun campuran pada kemiringan lereng > 8-15%.
Penggunaan Model Hidrologi SWAT.…(E. Junaidy; S.D. Tarigan)
660 00 0
680 00 0
700 00 0
720 00 0
50 932 00 00
932 00 00
49 48
1 Ke terangan :
2
Sungai Batas Sub D AS
3 47
Hasil surface flow (mm) 433 - 987 988 - 162 1 1622 - 21 37 2138 - 25 38 2539 - 30 24
930 00 00
46 45
930 00 00
4 5
43 6
U
42 41 7 8 40 38 32 33 Ska la 1 : 37 5.000 26 30 37 12 11 13 36 14 27 10 9 15 28 16 34 35 17 21 18 19 29 23 20 24 22
928 00 00
926 00 00
10000
0
660 00 0
1000 0
680 00 0
928 00 00
926 00 00
2000 0 Meters
700 00 0
720 00 0
Gambar (Figure) 7. Kontribusi masing-masing sub DAS untuk surface flow hasil simulasi model (Model simulation result of each sub watershed contribution for surface flow)
660 00 0
680 00 0
700 00 0
720 00 0
50 932 00 00
932 00 00
49 48
1 Keterangan :
Sungai Bata s S ub DA S
2 3 47
Ha sil base flow (m m ) 583 937 1250 1504 1724
930 00 00
46 45
9 36 1 249 - 1503 - 1723 - 2042
930 00 00
4 5
43 6
U
42 41 7 8 32 40 38 33 S ka la 1 : 375.000 26 30 37 12 11 13 36 14 27 10 9 15 28 16 34 35 17 21 18 19 29 23 20 24 22
928 00 00
926 00 00
1000 0
660 00 0
0
680 00 0
1000 0
928 00 00
926 00 00
2000 0 Me te rs
700 00 0
720 00 0
Gambar (Figure) 8. Kontribusi masing-masing sub DAS untuk base flow hasil simulasi model (Model simulation result of each sub-watershed contribution for base flow)
233
Vol. 9 No. 3 : 221-237, 2012
Pada sub DAS 28, unit lahan yang berpotensi menyebabkan masalah adalah 463-471 dan 475 merupakan unit lahan dengan penggunaan lahan ladang dengan pengelolaan sedang dan baik pada kemiringan lereng > 8%. Hasil analisis, unit lahan pada sub DAS 12 yang berpotensi menyebabkan masalah adalah 149 dan 152 merupakan unit lahan pada kemiringan > 40% dengan penggunaan lahan ladang dengan pengelolaan sedang. Unit lahan 122 dan 125 merupakan unit lahan yang berpotensi menyebabkan masalah pada sub DAS 11, terletak pada kemiringan > 40% dengan penggunaan lahan ladang dengan pengelolaan sedang. Pada sub DAS 9 unit lahan yang berpotensi menyebabkan masalah adalah unit lahan 90, 98, 99, 100, 101, dan 102. Unit lahan 90 merupakan unit lahan pada kemiringan > 40% dengan penggunaan lahan ladang dengan pengelolaan sedang. Unit lahan 98, 99, 100, 101, dan 102 adalah unit lahan dengan penggunaan lahan pemukiman dengan pengelolaan baik pada kemiringan lereng > 8%.
penerapan rencana pengelolaan DAS gabungan dari tiga instansi, menunjukkan hasil yang jauh lebih baik dibandingkan hasil penilaian kinerja tanpa penerapan rencana pengelolaan. Nilai KRS, Q jenis, c, dan TDS ternyata lebih kecil dibandingkan hasil tanpa penerapan skenario (Gambar 9). Jika dilihat dari nilai IE untuk hasil penerapan skenario mengalami penurunan yang sangat besar dibandingkan hasil tanpa penerapan skenario. Dengan demikian agar perencanaan pengelolaan DAS dapat meningkatkan kinerja DAS perlu adanya kerjasama antar instansi yang berwenang, sehingga diperlukan kelembagaan pengelolaan DAS. Secara umum hasil evaluasi penerapan rencana pengelolaan DAS berdasarkan penerapan skenario untuk kriteria tata air menunjukkan hasil baik, tetapi untuk kriteria penggunaan lahan masih masuk kriteria buruk. Dengan demikian perencanaan pengelolaan DAS perlu diperbaiki dalam pengendalian erosi. Terlihat pada Gambar 10 hasil base flow penerapan perencanaan jauh lebih tinggi dibandingkan hasil tanpa penerapan rencana pengelolaan DAS, sedangkan peak surface flow dan peak flow penerapan perencanaan menurun dibandingkan hasil tanpa penerapan rencana.
E. Evaluasi Perencanaan Pengelolaan DAS Cisadane Penilaian kinerja DAS Cisadane hasil
40.00
Nilai (Value)
30.00 20.00 10.00 0.00
Tanpa (Without)
Dengan (with)
KRS
16.29
13.08
Q jenis
19.16
16.77
c TDS IE
0.39
0.27
33.19
30.42
5.15
1.09 Penerapan Skenario (Applied of scenario)
KRS
Q jenis
c
TDS
IE
Gambar (Figure) 9. Hasil analisis penilaian kinerja DAS Cisadane dengan dan tanpa penerapan skenario (Assessment analysis result of Cisadane watershed performance with and without applied of scenario)
234
Penggunaan Model Hidrologi SWAT.…(E. Junaidy; S.D. Tarigan)
250
0
200
150 500 100
Curah Hujan (mm) Rain fall
Debit Sungai (m3/detik) River flow
250
750 50
1000
0 9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
8
Bulan (Month ) Curah hujan peak surface flow tanpa skenario base flow tanpa skenario peak flow tanpa skenario
peak surface flow dengan skenario base flow dengan skenario peak flow dengan skenario
Gambar (Figure) 10. Hasil simulasi model peak surface flow, base flow dan peak flow (Model simulation result of surface flow, base flow and peak flow)
IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Penilaian kinerja DAS Cisadane dengan menggunakan kriteria dan indikator kinerja DAS berdasarkan SK Menhut Nomor 52/Kpts-II/2001 menunjukkan kinerja DAS Cisadane cukup baik. 2. Identifikasi sub DAS pada DAS Cisadane yang berpotensi menyebabkan masalah pada tata air dan penggunaan lahan berdasarkan SK Menhut Nomor 52/Kpts-II/2001, yaitu sub DAS Cisadane hilir 2, sub DAS Cisadane tengah 2, dan sub DAS Cisadane hulu 8. Sub DAS yang berpotensi menyumbang peak flow terbesar adalah sub DAS Cianten hilir 3 dan Sub DAS Cianten hulu 3. Sub DAS sebagai penghasil sedimentasi terbesar berturut-turut adalah sub DAS Ciampea, sub DAS Cihideung, dan sub DAS Cinangneng. 3. Unit lahan yang perlu mendapat perhatian pada sub DAS yang berpotensi menyebabkan masalah pada tata air dan penggunaan lahan, yaitu penggunaan lahan pemukiman kemiringan > 8%. Pada sub DAS penyumbang peak flow terbesar yaitu unit lahan dengan
penggunaan ladang dan kebun campuran kemiringan lereng > 8%. Sub DAS yang berpotensi menyumbang erosi terbesar yaitu penggunaan lahan ladang kemiringan lereng > 40% dan pemukiman kemiringan > 8%. 4. Evaluasi perencanaan pengelolaan DAS dengan penerapan skenario gabungan rencana dari tiga instansi, untuk kriteria tata air menunjukkan hasil baik, tetapi untuk kriteria penggunaan lahan masih masuk kriteria buruk. Oleh karena itu perencanaan pengelolaan DAS perlu diperbaiki dalam pengendalian erosi. B. Saran Model hidrologi SWAT dapat digunakan sebagai salah satu alternatif alat dalam perencanaan pengelolaan DAS. Penggunaan model hidrologi SWAT dalam perencanaan pengelolaan DAS dapat mengidentifikasi, menilai dan mengevaluasi tingkat permasalahan DAS dan dapat digunakan sebagai alat untuk memilih tindakan pengelolaan dalam mengendalikan permasalahan tersebut. Oleh karena itu dengan penggunaan model hidrologi SWAT dapat dikembangkan skenario tindakan pengelolaan secara sistematis untuk menentukan kondisi perencanaan pengelolaan DAS terbaik. 235
Vol. 9 No. 3 : 221-237, 2012
DAFTAR PUSTAKA Arnold, J. G., & Kiniry, J. W. (2005). Soil and Water Assessment Tool Theoretical Documentation (version 2005). Agricultur Research Service US. Texas. Retrieved Oktober 31, 2008, from http://www .http.brc.tamus.edu/swat/document. html. Arnold, J. G., Kiniry, J. R., & Williems, J. R. (2005). Soil and water assessment tool theoretical documentation (version 2005). Agricultur Research Servic US. Retrieved Oktober 31, 2008, from http://www.http.brc.tamus.edu/swat /document. html Arsyad, S. (2006). Konservasi tanah dan air. Bogor: IPB Press. Balai Pengelolaan DAS Ciliwung-Cisadane. (2002). RTL RLKT DAS Cisadane. Jakarta: Direktorat Jenderal RLPS. Departemen Kehutanan. (tidak dipublikasikan). BAPPEDA Kabupaten Bogor. (2005). RTRW Kabupaten Bogor. Subid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup. Bogor: BAPPEDA Kabupaten Bogor. (tidak dipublikasikan). BAPPEDA Kabupaten Tangerang. (2005). RTRW Kabupaten Tangerang. Subid Tata Ruang dan Lingkungan
236
Hidup. Tangerang: BAPPEDA Kabupaten Tangerang. (tidak dipublikasikan). Harto, S. (2000). Hidrologi teori masalah penyelesaian. Yogyakarta: Nafiri Offset. Luis, F. L. (2007). Map window interface for SWAT (MWSWAT). Retrieved Mei 5, 2008, from http://www. waterbase.org/document.html Murtilaksono, K., & Hidayat, Y. (2004). Kerangka logis (logframe) pengelolaan daerah aliran sungai. Prosiding Seminar Degradasi Lahan dan Hutan. Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia. Universitas Gadjah Mada dan Departemen Kehutanan. Pawitan, H. (2004). Aplikasi model erosi dalam perspektif pengelolaan daerah aliran sungai. Prosiding Seminar Degradasi Lahan dan Hutan. Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia. Universitas Gadjah Mada dan Departemen Kehutanan. Wibowo, S. (2004). Masalah degradasi lahan dan upaya rehabilitasi hutan dan lahan. Prosiding Seminar Degradasi Lahan dan Hutan. Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia. Universitas Gadjah Mada dan Departemen Kehutanan.
Indeks erosi (IE)
Total dissolve suspensi (TDS)
Perbandingan antara erosi aktual tahunan dengan erosi yang diperbolehkan (T)
- Jumlah erosi aktual persatuan wilayah tahunan (ton/ha/tahun) - Erosi yang diperbolehkan menurut metode Hammer
Rasio perbandingan antara erosi aktual tahunan dengan erosi yang diperolehkan
- Baik (IE ≤ 0,80) - Sedang (0,80 ≤ IE≤1) - Buruk (IE>1)
- Jumlah CH persatuan wilayah DAS - Jumlah aliran permukaan per/satuan wilayah DAS
Koefisien aliran permukaan (c)
Rasio perbandingan antara Qmak tahunan dan A
Perbandingan antara jumlah hujan yang menjadi aliran permukaan terhadap total hujan yang jatuh pada wilayah DAS. Untuk menunjukkan potensi banjir Konsentrasi sedimen yang terlarut (mg/l)
Debit jenis
- Baik (Qmak/A<58) - Sedang (58< Qmak/A <150) - Buruk (Qmak/A >150) - Baik (c<0,5) Rasio - Sedang perbandingan (0,5
0,75) dan jumlah CH yang jatuh pada - Baik (TDS<250) - Sedang (250400)
Perbandingan antara debit aliran sungai maksimum (Qmak) dan debil aliran sungai minimum (Qmin) - Debit aliran sungai maksimum - Luas sub-DAS (100km2 )
Keterangan (Explanation)
Perbandingan antara debit aliran sungai maksimum (Qmak) dan luas sub-DAS. Untuk menunjukkan potensi banjir (m3/s/100 km2)
Metode Perhitungan (Calculation method) - Baik (KRS<50) Rasio - Sedang perbandingan antara Qmak dan (50120) Qmin tahunan
Verifikasi (Verification) - Debit aliran sungai maksimum - Debit aliran sungai minimum
Deskripsi (Description)
Koefisien regim sungai (KRS)
Indikator (Indicator)
Sumber (Source) : SK Menhut nomer 52/Kpts-II/2001
Penggunaan lahan (Land use)
Tata air ( water management)
Kriteria (Criteria)
Lampiran (Appendix) 1. Kriteria dan indikator analisis ( Criteria and indicator of analysis)
- 3
- 1 - 2
- 3
- 1 - 2
- 3
- 1 - 2
- 3
- 2
- 1
- 3
- 1 - 2
Skor (Score)
Penggunaan Model Hidrologi SWAT.…(E. Junaidy; S.D. Tarigan)
237