7
Transfer energi pada ekstraksi konvensional tidak terjadi secara langsung, diawali dengan pemanasan pada dinding gelas, pelarut, selanjutnya pada material. Sedangkan pada pemanasan mikrogelo mbang, pemanasan terjadi melalu i interaksi langsung antara material dengan mikrogelombang. Hal tersebut mengakibatkan transfer energi berlangsung lebih cepat, dan berpotensi men ingkatkan kualitas produk. Selain pengaruh dari proses pemanasan, terdapat faktor lain yang memengaruhi hasil rendemen karaginan, misalnya waktu, banyaknya sampel, dan kondisi sampel. Perbedaan rendemen dari dua metode yang dilakukan diduga dipengaruhi oleh penggunaan pelarut alkali. Menurut Towle (1973) larutan alkali mempunyai dua fungsi yaitu membantu ekstraksi polisakarida dari ru mput laut dan berfungsi mempercepat pemutusan gugus 6sulfat membentuk 3,6-anhidro-D-galaktosa yang menyebabkan berubahnya struktur mu karag inan men jadi kappa karagianan. Hasil penelit ian menunjukkan bahwa ekstraksi karag inan menggunakan pelarut KOH berpengaruh terhadap kenaikan rendemen dan mutu karaginan yang dihasilkan. Hal in i terlihat dari sampel yang diekstraksi menggunakan pelarut KOH menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel yang diekstraksi pelarut NaOH. Hal ini disebabkan karena kappa karaginan leb ih sensitif terhadap ion kaliu m dibandingkan ion natriu m. Perendaman bertujuan membuka dind ing rumput laut, sehingga memudahkan ekstraksi karaginan. Gambar 5 dan 6, menunju kkan sampel yang direndam larutan alkali dan diekstraksi dengan air menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan sampel yang direndam dengan air dan diekstraksi larutan alkali. Hal in i disebabkan karena air memiliki konstanta dielektrik yang tinggi (78.3 έ) yang dapat memengaruhi kemampuan pelarut untuk menyerap energi untuk mengubahnya menjadi panas. Berdasarkan penelit ian Distantina et al. (2009) menyebutkan bahwa e kstraksi menggunakan larutan alkali akan men ingkatkan sifat gel, tetapi tidak menunjukkan kecenderungan men ingkatkan rendemen. Selain pengaruh alkali, perbedaan rendemen karaginan juga d ipengaruhi lama dan suhu ekstraksi. Semakin lama proses ekstraksi dan semakin tinggi suhu ekstraksi akan men ingkatkan rendemen karaginan. Hal ini disebabkan karena semakin lama ru mput laut kontak dengan panas maupun dengan larutan pengekstrak, maka semakin banyak karaginan yang terlepas dari dinding sel dan menyebabkan rendemen kara ginan semakin tinggi.
Daya dan waktu merupakan dua faktor yang saling memengaruhi dalam metode ekstraksi mikrogelo mbang. Dari beberapa variasi daya dan waktu yang digunakan, terlihat bahwa perbedaan daya dan waktu yang digunakan tidak memberikan pengaruh yang terlalu besar. Hal in i terlihat adanya perbedaan hasil rendemen yang dihasilkan. Sampel yang diekstraksi dengan air menghasilkan rendemen optimu m pada tingkat daya medium (± 480 watt) selama 25 men it, sedangkan sampel yang diekstraksi dengan menggunakan alkali menghasilkan rendemen optimu m pada tingkat daya medium high (± 640 watt) dengan waktu ekstraksi selama 25 menit. Semakin lama ekstraksi maka rendemen yang diperoleh cenderung meningkat, tetapi menurun kembali ket ika ekstraksi dilaku kan selama 30 men it. Semakin lama waktu ekstraksi, maka semakin banyak juga gugus sulfat yang terikat oleh pelarut alkali, sehingga 3,6-anhidro-D-galaktosa yang terbentuk semakin banyak. 3,6-anhid ro-Dgalaktosa yang bersifat hidrofobik akan meningkatkan pembentukkan heliks ganda sehingga terbentuk gel yang tinggi (Suryaningrum 1988). Pembentukkan gel ini dapat menyebabkan proses penyaringan terhambat yang berakibat pada me nurunnya rendemen karaginan yang dihasilkan. Viskositas Viskositas adalah daya aliran mo leku l dalam sistem larutan. Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan larutan karaginan pada konsentrasi dan suhu tertentu. Viskositas karaginan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi karaginan, suhu, jenis karaginan, dan bobot molekul. Semakin besar konsentrasi karaginan maka viskositasnya akan cenderung meningkat. Dalam penelitian ini t idak d ilakukan variasi terhadap konsentrasi sehingga pengaruh tidak dapat dilihat. Perbedaan bobot molekul dari karag inan juga dapat meningkatkan viskositas karaginan. Selain itu semakin besar suhu yang digunakan, maka v iskositas akan menurun. Dilihat dari grafik data yang diperoleh (berdasarkan variasi pelarut: Air-KOH, A ir-NaOH, KOH-A ir, dan NaOH-Air) pada Lampiran 5. Nilai v iskositas yang didapat dengan menggunakan metode ekstraksi gelombang mikro memiliki kecenderungan yang sama. Rata-rata nilai viskositas tertinggi diperoleh dari ekstraksi pada tingkat daya high (± 800 watt) selama 25 menit (Gambar 7 (a)). Sedangkan pada ekstraksi menggunakan metode konvensional, nilai v iskositas tertinggi diperoleh dari ekstraksi menggunakan pelarut air yang sebelumnya telah direndam dengan larutan alkali KOH 0.2 N dan diekstraksi selama 3 jam (Gambar 7 (b)).
8
(a)
(b)
Gambar 7 Grafik hubungan antara viskositas (cP) dengan waktu (men it) kara ginan hasil ekstraksi mikro gelo mbang untuk variasi pelarut Air-KOH (a) dan metode konvensional (b). Nilai v iskositas yang didapat dari kedua metode ekstraksi adalah 31.2– 296.1 cP. Nilai viskositas tertinggi dari t iap variasi pelarut menggunakan metode mikrogelo mbang, yaitu 190.9 cP untuk Air-KOH, 139.4 cP untuk AirNaOH, 229.9 cP untuk KOH-Air, dan 296.1 cP untuk NaOH-Air sedangkan untuk metode konvensional, nilai viskositas tertinggi diperoleh sebesar 159.9 cP untuk KOH-Air. Nilai viskositas yang dihasilkan pada penelitian masih me menuhi standar spesifikasi mutu v iskositas karaginan yang ditetapkan oleh FAO, minimal 5 cP. Selain konsentrasi, lama ekstraksi juga berpengaruh terhadap nilai viskositas yang dihasilkan. Waktu ekstraksi yang pendek akan cenderung menghasilkan larutan karaginan yang tidak ter lalu kental dan menyebabkan nilai v iskositas yang didapat rendah. Sampel yang diekstraksi menggunakan mikrogelo mbang selama 20 menit memberikan n ilai viskositas yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan sampel yang diekstraksi selama 25 dan 30 menit (Gambar 7 (a)). Nilai v iskositas tertinggi yang diperoleh dalam penelitian dengan metode mikrogelo mbang adalah ketika diekstraksi selama 25 men it, tetapi ketika waktu ditambahkan maka n ilai vis kositas karaginan cenderung menurun kembali. Hal in i d iduga karena larutan yang kental akan
menyebabkan penutupan cincin untuk membentuk 3,6-anhidro -D-galaktosa. Hal ini menyebabkan pembentukkan cincin polimer tidak berlangsung optimal sehingga nilai viskositasnya rendah. Bobot molekul berpengaruh terhadap viskositas yang dihasilkan. Semakin besar bobot mo leku l yang d imiliki o leh suatu senyawa, maka akan cenderung men ingkatkan n ilai viskositas nya. Kappa karaginan memiliki bobot mo leku l rata-rata sebesar 2×107 g/ mo l. KOH dan NaOH akan mengkatalisis gugus sulfat yang terdapat pada karaginan membentuk K2 SO4 dan Na2 SO4 yang larut dalam air, hal inilah yang dapat menyebabkan bobot molekul karag inan menjad i berkurang sehingga cenderung menghasilkan viskositas yang rendah. Kappa karaginan dalam bentuk garam potasium leb ih sulit larut dalam air dingin dan diperlukan panas untuk mengubahnya menjadi larutan, sedangkan dalam bentuk garam sodium lebih mudah larut. Oleh karena itu, pengukuran viskositas ini dilakukan pada suhu 75 ºC. K2 SO4 (kelarutan dalam air 111 g/ L pada suhu 20 ºC) akan cenderung lebih sukar larut dibandingkan dengan Na2 SO4 (kelarutan dalam air 200 g/ L pada suhu 20 ºC), hal ini yang diduga menyebabkan sampel yang diberi perlakuan NaOH menghasilkan nilai viskositas yang cenderung lebih besar d ibandingkan dengan sampel yang diberi perlakuan dengan KOH. Kekuatan Gel Kekuatan gel merupakan salah satu sifat fisik yang penting untuk menentukan perlakuan terbaik dalam proses ekstraksi tepung karaginan. Sifat penting ini adalah kemampuan karag inan dalam membentuk gel yang bersifat reversible. Kemampuan inilah yang menyebabkan tepung karaginan sangat luas penggunaannya, baik dalam bidang pangan maupun farmasi. Dari dua metode ekstraksi yang dilakukan, dipilih 5 sampel berdasarkan nilai viskositas yang paling tinggi untuk dilakukan pengukuran kekuatan gel. Data hasil pengukuran kekuatan gel dapat dilihat pada Tabel 2 d ibawah in i. Tabel 2 Data hasil pengukuran kekuatan gel
9
Hasil pengukuran kekuatan gel yang didapat dalam penelitian berkisar 229.65–684.15 g/cm2 . Nilai kekuatan gel tertinggi diperoleh dari sampel yang diekstraksi dengan larutan KOH 0.2 N yang sebelumnya telah direndam dengan air dan diekstraksi selama 3 jam menggunakan metode ekstraksi mikrogelo mbang. Sedangkan nilai kekuatan gel terendah diperoleh dari sampel yang diekstraksi dengan NaOH 0.2 N dan direndam dengan air kemudian diesktraksi pada tingkat daya high selama 25 men it menggunakan metode ekstraksi mikrogelo mbang. Sampel terbaik selain dilihat dari n ilai kekuatan gel (g/cm2 ), dapat dilihat juga dari jarak yang ditempuh oleh probe untuk menekan gel sampai terjad i penetrasi. Hasil pengukuran terlihat bahwa sampel Air-KOH memiliki n ilai kekuatan gel yang paling tinggi yaitu 684.15 g/cm2 dengan jarak yang ditempuh adalah 6.577 mm. Artinya sampel ini memiliki elastisitas terbaik diantara sampel yang lain, karena setelah probe menekan sejauh 6.577 mm gel baru mengalami penetrasi/pecah. Semakin besar jarak yang ditempuh oleh probe untuk menekan gel, maka gel semakin bersifat elastis dan semakin besar juga kekuatan gel tersebut. Untuk p rofil karakteristik kekuatan gel kappa karaginan pada TA.XT Texture Analyzer dapat dilihat pada Lamp iran 7. Sampel yang diekstraksi dengan larutan KOH menghasilkan nilai kekuatan gel yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel yang diekstraksi dengan NaOH. Hal in i d isebabkan karena kappa karaginan leb ih sensitif terhadap ion K+ dibandingkan ion Na +. Menurut Verawaty (2008) diantara ion K+, Ca2+, dan Na+, hanya ion K+ yang memberikan efek signifikan dalam pembentukkan gel. Gel yang mengandung K+ memiliki kekuatan gel yang leb ih tinggi d ibandingkan gel yang mengandung ion Ca 2+, ataupun Na +. KOH dan NaOH merupakan senyawa yang tergolong pada kelo mpok asam basa keras. K+ merupakan asam keras dan OH- merupakan basa keras. Asam basa keras adalah asam basa yang elektron valensinya sukar terpolarisasi atau sifat terpolarisasinya rendah, cenderung mempunyai atom yang kecil, oksidasi tinggi, dan keelektronegatifan tinggi (Pearson 1963). Sifat asam basa keras untuk kation dihubungkan dengan istilah polarizing power cation, yaitu kemampuan suatu kation untuk mempolarisasi anion dalam suatu ikatan. Kation yang mempunyai polarizing power cation besar cenderung bersifat keras. Sifat polarizing power cation yang besar dimiliki oleh ion-ion logam dengan ukuran jari-jari kecil dan muatan yang besar (Atkins et.al 1990). Dalam hal in i Na + merupakan kat ion yang bersifat lebih keras dibandingkan dengan K+,
karena memiliki jari-jari ato m yang lebih kecil yaitu 1.90 dan gaya tarik inti terhadap elektron semakin besar. Ion K+ memiliki jari-jari yang lebih besar, yaitu 2.35, sehingga gaya tarik inti terhadap elektron semakin kecil yang mengakibatkan ion K+ lebih mudah melepaskan elekt ron. Semakin mudah melepaskan elektron, maka suatu ion akan bersifat lebih reaktif atau lebih mudah bereaksi. Ion K+ yang berasal dari pelarut KOH akan cende-rung lebih mudah bereaksi dengan anion sulfat (OSO3 -). Oleh karena itu adanya penambahan KOH pada kappa karaginan akan lebih mudah membantu pemutusan ikatan gugus 6-sulfat untuk membentuk 3,6-anhidro-D-galaktosa yang akan memengaruhi kenaikan kekuatan gel kappa karaginan. Garam KCl merupakan garam yang banyak digunakan untuk membantu proses pembentukan gel karag inan. Penambahan garam KCl sampai batas tertentu akan cenderung meningkatkan kekuatan gel kappa karaginan, namun demikian pemakaiannya harus dibatasi karena akan men imbulkan rasa pahit pada produk yang dihasilkan dan konsentrasi KCl yang digunakan pada pengukuran ialah 1.6% (FM C Corp. 1997). Dengan adanya ion K+ yang berasal dari KCl akan membantu pembentukkan heliks ganda dan pembentukkan agregat antar heliks membentuk struktur 3 dimensi yang menyebabkan pembentukkan gel. Gambar 8 merupakan mekanis me penambahan ion K+ pada molekul karaginan baik yang berasal dari pelarut KOH maupun penambahan KCl dalam pengujian kekuatan gel.
Gambar 8 Mekanis me penambahan ion K+ pada mo leku l karaginan (Bubnis 2000). Adanya gugus sulfat membuat kappa kara ginan menjadi bersifat an ionik (bermuatan negatif). Penambahan kation dapat membantu
10
pembentukan gel karaginan. Penambahan Ion kaliu m (K+) dari larutan KOH yang digunakan pada proses ekstraksi akan menetralkan muatan negatif dari karaginan dengan cara berikatan dengan gugus sulfat (OSO3 -) membentuk gara m sulfat yang larut dalam air. Eliminasi atau pemotongan gugus sulfat ini akan meningkatkan ju mlah 3,6-anhidro-D-galaktosa yang bersifat hidrofobik sehingga meningkatkan pembentukan heliks ganda yang lebih teratur dan men ingkatkan gel karaginan yang dihasilkan. Garam sulfat berpengaruh terhadap kekuatan gel. Adanya sulfat yang terkandung dalam kappa karaginan akan menurunkan n ilai kekuatan gel. Dari Gambar 9 yang memperlihatkan perbandingan antara viskositas dan kekuatan gel, terlihat bahwa viskositas sampel yang diekstraksi dengan KOH memberikan nilai viskositas yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan sampel yang diekstraksi dengan NaOH, tetapi nilai kekuatan gelnya cenderung lebih tinggi dibandingkan sampel yang diekstraksi dengan NaOH.
Gambar 9
Grafik perbandingan antara nilai viskositas (cP) dan kekuatan gel gel (g/cm2 ) karaginan dari dua metode ekstraksi.
Hasil tersebut dapat disimpulkan, bahwa viskositas karaginan yang rendah akan cenderung menghasilkan nilai kekuatan gel yang tinggi. Hal in i sesuai dengan pernyataan Moirano (1977) bahwa pembentukan gel d ipengaruhi oleh ju mlah 3,6-anhidro-D-galaktosa, semakin kecil nilai viskositasnya, menghasilkan konsistens i gel yang semakin men ingkat. Semakin banyak gugus ester sulfat yang terikat dengan ion kaliu m dan terlepas dari rantai polimer karag inan membentuk K2 SO4 , maka viskositas karaginan akan menurun, tetapi 3,6anhidro-D-galaktosa semakin banyak terbentuk yang menyebabkan peningkatan kekuatan gel karaginan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Winarno (1996) yang menyatakan bahwa dengan men ingkatnya kandungan unit 3,6-anhidro-D-
galaktosa akan menyebabkan peningkatan sensitivitas terhadap ion kaliu m yang pada akhirnya dapat meningkatkan kekuatan gel karag inan. Kappa karag inan bersifat kurang hidrofilik karena mengandung lebih banyak gugus 3,6anhidro-D-galaktosa yang menyebabkan sifat anhidrofilik dan meningkat kan pembentukkan heliks ganda sehingga terbentuk gel yang tinggi. Namun berdasarkan hasil yang dipero leh, terlihat kekuatan gel yang didapat dalam penelitian in i memiliki n ilai yang lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai kekuatan gel yang diperoleh dari sampel ru mput laut yang masih segar yaitu dapat mencapai 909,92–1564,91 g/cm2 yang dilakukan oleh Bas mal et al. (2003). Hal ini menunjukkan penambahan bahan kimia pada rumput laut yang bertujuan memucatkan akan menurunkan sifat gel karag inan yang dihasilkan, meskipun karag inan yang dihasilkan lebih putih dibandingkan ru mput laut segar. Perbedaan sifat gel ini diduga akibat adanya ion Ca2+ yang berasal dari bahan pemucat kaporit (Ca(OCl)2 ) yang digunakan. Kappa karag inan akan cenderung membentuk gel yang kuat dengan adanya ion K+ sedangkan adanya Ion Ca2+ cenderung meningkatkan kekuatan gel iota karaginan. Akibat adanya ion Ca2+ pada sampel kappa karaginan, garam KCl yang ditambahkan ketika dilaku kan pengujian kekuatan gel tidak memberikan pengaruh yang besar untuk meningkatkan kekuatan gel kappa karaginan. Distiantina et al. (2009), menyebutkan bahwa rumput laut yang telah dipucatkan memberikan sifat gel yang sangat berbeda dengan rumput laut segar. Selain itu, adanya proses pemucatan akan mengurangi bobot molekul dari karaginan, sehingga berpengaruh terhadap nilai viskositas dan kekuatan gelnya. Identi fikasi Gugus Fungsi Identifikasi dengan menggunakan FTIR bertujuan menunjukkan gugus -gugus fungsi yang terdapat pada semua sampel karaginan. Pencocokan hasil FTIR antara karaginan hasil percobaan dan karaginan standar dari literatur d ilakukan dengan melihat puncak-puncak yang diperoleh. Bila puncak-puncak yang terdapat pada FTIR dari literatur mirip dengan FTIR karag inan dari percobaan (dalam arti menempati bilangan gelombang yang hamp ir sama), berarti produk yang dihasilkan sama dengan hasil dari literatur. Perbedaan kappa karaginan dengan jenis kappa yang lain dapat dilihat dari mono mer-monomer penyusunnya, dimana kappa karaginan terd iri dari D-galaktosa-4-sulfat dan 3,6-anhid ro-Dgalaktosa. Menurut Towle (1973) serapan pada bilangan gelombang 840– 850 cm-1 menunjukkan adanya
11
gugus D-galaktosa-4-sulfat sedangkan serapan pada bilangan gelombang 928–935 cm-1 menunjukkan adanya gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa. Hal in i sesuai dengan spektrum yang didapatkan Pereira (2001) yang disajikan pada Gambar 10. Bilangan gelo mbang 1220–1260 cm-1 menunjukkan gugus ester sulfat, dan pada bilangan gelombang 1010–1080 cm-1 menunjukkan ikatan glikosidik (Glicksman 1983).
Gambar 10 FT-Raman (a) dan FTIR (b) spektrum ko mersial kappa karaginan, FT-Raman (c) danFTIR (d) sampel rumput laut Kappaphycus alvarezii. (Pereira 2001). Dari hasil FTIR karaginan hasil percobaan, 90% dari keseluruhan sampel menunjukkan adanya gugus ester sulfat (O=S=O) pada bilangan gelombang 1257.59 cm-1 , D-galaktosa4-sulfat b ilangan gelo mbang 848.68 cm-1 , sedangkan 3,6-anhidro-D-galaktosa teridentifikasi pada b ilangan gelo mbang 929.96 cm-1 (Gambar 11). Hal in i menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan dari percobaan adalah terbukti kappa karaginan, karena puncak-puncak tertinggi dihasilkan terdapat pada bilangan gelombang yang sama. Berikut merupakan salah satu spektrum FTIR dari sampel karag inan hasil percobaan. Spektru m keseluruhan sampel dapat dilihat pada Lamp iran 8.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil percobaan terlihat bahwa metode konvensional menghasilkan rendemen yang paling tinggi, namun tidak menjamin sampel dengan kualitas yang baik. Sampel yang memberikan kualitas baik d iperoleh dari sampel yang diekstraksi menggunakan metode mikrogelombang. Hal ini terlihat dari nilai kekuatan gel tertinggi yang diperoleh yaitu sebesar 684.15 g/cm2 . Ru mput laut yang telah mengalami pemucatan memberikan nilai kekuatan gel yang lebih rendah dibandingkan dengan rumput laut segar. Kondisi optimu m yang diperoleh adalah sampel yang direndam dengan air dan diekstraksi menggunakan larutan KOH 0.2 N menggunakan metode mikrogelo mbang pada tingkat high dengan daya ± 800 watt selama 25 menit. Saran Saran yang dapat saya sampaikan setelah melakukan penelit ian in i adalah melakukan variasi konsentrasi pelarut alkali untuk melihat pengaruh konsentrasi terhadap mutu karaginan apabila dilaku kan menggunakan metode ekstraksi mikrogelo mbang.
DAFTAR PUSTAKA Angka SL, Suhartono TS. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Bogor: Pusat Kajian Su mber Daya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Armstrong, Stephanye D. 1999. Microwaveassisted extraction for the isolation of trace systemic fungicides fro m woody plant material. [disertasi]. Virgin ia: Virg inia Polytechnic Institute and State University. Atkins PW. 1990. Kimia Fisika Jilid II Ed 4. Kartohadiprojo II, penerjemah, Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry. Atmaja WS, A Kad i, Satari, R Sulistijo. 1996. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia. Jakarta: Puslitbang OseanologiLIPI. hlm 147– 151
Gambar 11 Spekt ru m FTIR Karaginan hasil percobaan
Basmal J, Syarifudin, Ma’aruf WF. 2003. Pengaruh konsentrasi larutan potasium hidroksida terhadap mutu kappa karag inan yang diekstraksi dari Eucheuma cottonii. J PPI 9:95–103.