11
Pengukuran Waktu Paruh. Waktu paruh merupakan waktu pemaparan enzim pada suhu tertentu yang menyebabkan penurunan aktivitas hingga 50% dari aktivitas semula (Chaplin & Bucke 1990). Nilai aktivitas yang diperoleh dari uji kestabilan enzim terhadap pH dan suhu tertentu serta dari uji penyimpanan enzim xilanase kemudian dikonversikan menjadi nilai logaritma (log). Dari hubungan waktu inkubasi dan nilai log aktivitas diperoleh persamaan y=ax + b. Berdasarkan persamaan ini dapat dihitung waktu paruh dengan rumus: t½ = (log ½) a Keterangan : t½ = Waktu paruh enzim a = Kemiringan (slope) kurva Analisis Sodium dodecyl sulfate polyacrylamide gel electrophoresis (SDSPAGE) dan Zimogram. Elektroforesis protein menggunakan SDS-PAGE dengan konsentrasi poliakrilamida 5% untuk gel pengumpul dan 12, 10, 7.5% untuk gel pemisah berdasarkan metode Copeland (1994). Enzim yang digunakan adalah xilanase AQ1 yang telah dipekatkan dengan membran dialisis. Sebelumnya, 40 µl enzim pekat ini ditambahkan dengan bufer sampel 5x sebanyak 10 µl dan dipanaskan pada suhu 50 oC selama 5 menit. Setelah itu, sebanyak 10 µl sampel yang setara dengan 1.2 mg/ml protein dimasukkan ke dalam sumur pada gel pengumpul. Elektroforesis dijalankan pada 125 volt dan 100 Amp selama 2.5 jam. Penanda protein yang digunakan adalah Low Molecular Weight (Amersham Pharmacia Biotech; Uppsala Swedia) yang mengandung phosphorylase b (97 kDa), albumin (66 kDa), ovalbumin (45 kDa), carbonic anhydrase (30 kDa), trypsin inhibitor (21.1 kDa), dan αlactalbumin (14.4 kDa). Perlakuan penyiapan penanda protein untuk elektroforesis sama dengan enzim dan ditambahkan dengan bufer sampel 5x namun pemanasan dilakukan pada suhu 100 oC selama 5 menit. Setelah elektroforesis, gel kemudian diwarnai dengan Page Blue (Fermentas; Lithuania) yang mengandung pewarna Coomassie Brilliant Blue R250. Perkiraan bobot molekul xilanase dalam larutan enzim kasar dilakukan dengan analisis zimogram. Analisis zimogram adalah analisis yang dilakukan untuk melihat aktivitas xilanase di dalam gel poliakrilamida
dengan menggunakan substrat tertentu (Royer & Nakas 1990). Setelah elektroforesis, gel poliakrilamida direnaturasi dengan merendamnya dalam 2.5% (w/v) Triton-X 100 (Merck) selama satu jam. Setelah itu, gel direndam di dalam 1% (w/v) substrat beechwood xylan (Sigma) dan oatspelt xylan pada pH dan suhu optimum enzim selama satu jam. Kemudian, gel diwarnai dengan 0.1% (w/v) pewarna merah kongo (Merck) selama 45 menit dan dicuci dengan NaCl 1 M (Merck) setelah itu HCl 1 M. Aktivitas enzim penghidrolisis karbohidrat lain yaitu selulosa dan pati juga dilakukan dengan metode zimogram dengan menginkubasikan gel elektroforesis kedalam substrat enzim yang diuji yaitu Carboxy methyl cellulose (CMC) (BDH supplies laboratory) 1% (w/v) dan amilum 1% (w/v) (Merck).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pemekatan Enzim Xilanase B. licheniformis AQ1. Penentuan konsentrasi optimum PEG yang digunakan untuk pemekatan ditunjukkan oleh data hubungan antara konsentrasi PEG (% w/v) dengan aktivitas relatif enzim (%). Konsentrasi PEG 50% menghasilkan aktivitas xilanase tertinggi untuk memekatkan xilanase isolat AQ1 dengan nilai 1.046 U/ml. Kontrol tanpa PEG memiliki nilai aktivitas sebesar 0.199 U/ml (Tabel 1). Aktivitas spesifik enzim pekat dengan menggunakan konsentrasi PEG 50% mengalami penurunan sebesar 27.7% jika dibandingkan dengan aktivitas spesifik dari enzim ekstrak kasar, yakni dari 1.79 U/mg menjadi 1.295 U/mg protein. Aktivitas relatif menunjukkan persentase perbandingan antara aktivitas total hasil pemekatan dengan aktivitas total enzim ekstrak kasar tanpa pemekatan (konsentrasi PEG 0%). Sedangkan aktivitas spesifik menunjukkan perbandingan antara aktivitas total enzim dengan kadar protein total enzim. Uji Kestabilan Enzim terhadap pH dan Suhu. Uji kestabilan dilakukan untuk mengetahui kestabilan enzim xilanase B. licheniformis AQ1 terhadap suhu dan pH, mengingat enzim merupakan protein yang mudah mengalami kerusakan akibat pengaruh lingkungan. Inkubasi xilanase B. Licheniformis AQ1 pada suhu 50, 60, 70, 80,
12
Tabel 1 Tahap pemekatan xilanase isolat AQ1
Aktivitas Total (U)
Protein Total (mg)
Aktivitas Spesifik (U/ mg protein)
Aktivitas Relatif (%)
30
5.976
3.341
1.79
100
0.645
1.3
0.400
0.838
0.478
26.69
0.400
0.652
2.5
0.999
1.631
0.612
34.23
30
0.463
0.763
2.8
1.295
2.137
0.606
33.88
35
0.629
0.801
3.2
2.011
2.564
0.784
43.84
40
0.909
0.804
3.4
3.091
2.736
1.130
63.14
45
0.915
0.806
3.6
3.293
1.134
63.38
50
1.046
0.808
3.9
4.081
1.295
72.38
Protein (mg/ml)
Volume (ml)
0
0.199
0.111
20
0.308
25
dan 90 oC dan pH 7 selama 120 menit menunjukkan adanya aktivitas relatif yang banyak berkurang, masing-masing tersisa sebesar 43.27%, 41.62%, 34.09%, 31.87%, 29.65% (Gambar 1, Lampiran 7). Hal ini juga terjadi pada inkubasi xilanase B. licheniformis AQ1 pada suhu 50, 60, 70, 80, dan 90 oC dan pH 8 selama 120 menit, aktivitas relatif mengalami penurunan dan memperlihatkan adanya aktivitas relatif yang lebih rendah bila dibandingkan dibandingkan dengan perlakuan pada pH 7, masing-masing tersisa sebesar 39.04%, 36.31%, 32.29%, 26.97%, 26.10% (Gambar 2, Lampiran 7). Xilanase B. licheniformis AQ1 yang diinkubasi pada suhu 50, 60, 70, 80, dan 90 oC dan pH 9 selama 120 menit menunjukkan aktivitas relatif yang terendah jika dibandingkan dengan aktivitas relatif pada perlakuan dengan pH 7 dan 8, masing-masing tersisa sebanyak 33.24%, 26.33%, 23.77%, 22.44%, 20.29% (Gambar 3, Lampiran 7).
2.904 3.152
Log aktivitas relatif
Aktivitas (U/ml)
2.2
T 50
T 60
T 70
T 80
T 90
1.7
1.2 0
30
60
90
120
Waktu inkubasi (menit)
Gambar 2 Pengaruh suhu terhadap kestabilan xilanase isolat AQ1 pada pH 8. Log aktivitas relatif
PEG 6000 (%)
2.2 T 50
T 60
T 70
T 80
T 90
1.7
1.2 0
30
60
90
120
Log aktivitas relatif
Waktu inkubasi (menit) 2.2
T 50
T 60
T 70
T 80
T 90
1.7
1.2 0
30
60
90
120
Waktu inkubasi (menit)
Gambar 1 Pengaruh suhu terhadap kestabilan xilanase isolat AQ1 pada pH 7.
Gambar 3 Pengaruh suhu terhadap kestabilan xilanase isolat AQ1 pada pH 9. Berdasarkan hasil pengukuran termostabilitas, maka dapat dihitung waktu paruh. Xilanase AQ1 B. licheniformis pada suhu 50, 60, 70, 80, dan 90 0C dan pH 7 memiliki waktu paruh masing-masing sebesar 100.34, 91.22, 83.62, 77.19, dan 71.62 menit. Waktu paruh xilanase B. licheniformis AQ1 pada suhu 50, 60, 70, 80, dan 90 0C dan pH 8
13
Tabel 2 Waktu paruh xilanase Bacillus licheniformis AQ1 Suhu (oC)
pH 7
pH 8
pH 9
50 60 70 80 90
t ½ (menit) 100.34 91.22 83.62 77.19 71.67
t ½ (menit) 88.54 81.36 75.26 66.90 61.43
t ½ (menit) 79.22 62.71 60.21 56.80 52.81
yakni sebesar 88.54, 81.36, 75.26, 66.90, dan 61.43 menit. Sedangkan waktu paruh xilanase B. licheniformis AQ1 pada suhu 50, 60, 70, 80, dan 90 oC dan pH 9 yakni sebesar 79.22, 62.71, 60.21, 56.80, 52.81 menit (Tabel 2). Uji Penyimpanan Enzim Xilanase. Pada suhu 4 oC, penyimpanan xilanase B. licheniformis AQ1 selama empat minggu diperoleh persamaan regresi y=-0.0057x + 2.0032, yang disajikan dalam bentuk kurva hubungan log aktivitas dengan waktu penyimpanan (Gambar 4). Persamaan regresi enzim yang disimpan selama empat minggu pada suhu 30 oC yaitu y=-0.0108x + 1.9628. Berdasarkan kurva hubungan log aktivitas dengan waktu penyimpanan xilanase B. licheniformis AQ1, waktu paruh yang dimiliki xilanase AQ1 B. licheniformis pada suhu 4 oC sebesar 52.8 hari sedangkan pada suhu 30 oC sebesar 27.9 hari (Gambar 4). 2.05
Log Aktivitas
2
T4
T 30
1.95 1.9 1.85 1.8 1.75
bermigrasi di dalam tiga macam konsentrasi gel yang dicoba sehingga bobot molekul enzim tidak dapat diperkirakan (Gambar 5, 6, dan 7). Berdasarkan hasil zimogram dengan menggunakan substrat amilum, tidak didapatkan pita protein yang dapat menghidrolisis substrat amilum tersebut (Gambar 8). A
B
D
97.0 kDa 66 kDa 45 kDa 30.0 kDa 20.1 kDa
14.4 kDa
Gambar 5 Profil SDS-PAGE ekstrak kasar xilanase B. licheniformis AQ1 dan LMW (low molecular weight) (A), Zimogram xilanase B. licheniformis AQ1 menggunakan substrat oatspelt xylan dengan gel poliakrilamida 7.5% (B), 10% (C), dan 12% (D). A
1.7
C
B
C
D
1.65 0
5
10
15
20
25
30
Waktu (hari)
Gambar 4
Kurva hubungan log aktivitas dengan waktu penyimpanan xilanase B. licheniformis AQ1.
Analisis Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDSPAGE) dan Zimogram. Berdasarkan hasil SDS-PAGE ekstrak kasar xilanase B. licheniformis AQ1, tidak didapatkan pita protein yang jelas yang menunjukkan kisaran bobot molekul enzim tersebut. Hasil zimogram xilanase dengan menggunakan gel pemisah 7.5, 10, dan 12 %, menunjukkan terdapat satu pita protein yang mampu menghidrolisis substrat beechwood xylan, oatspelt xylan dan CMC. Akan tetapi, pita yang memiliki aktivitas enzim tidak
97.0 kDa 66 kDa 45 kDa 30.0 kDa 20.1 kDa
14.4 kDa
Gambar 6 Profil SDS-PAGE ekstrak kasar xilanase B. licheniformis AQ1 dan LMW (low molecular weight) (A), Zimogram xilanase B. licheniformis AQ1 menggunakan substrat beechwood xylan dengan gel poliakrilamida 7.5% (B), 10% (C), dan 12% (D).
14
A
B
C
97.0 kDa 66 kDa 45 kDa 30.0 kDa 20.1 kDa 14.4 kDa
Gambar 7 Profil SDS-PAGE ekstrak kasar xilanase B. licheniformis AQ1 dan LMW (low molecular weight) (A), Zimogram xilanase B. licheniformis AQ1 menggunakan substrat Carboxymethyl cellulose dengan gel poliakrilamida 7.5% (B), dan 10% (C). B
A
C
66 kDa 45 kDa 30.0 kDa 20.1 kDa 14.4 kDa
Gambar 8 Profil SDS-PAGE ekstrak kasar xilanase B. licheniformis AQ1 dan LMW (low molecular weight) (A), Zimogram xilanase B. licheniformis AQ1 menggunakan substrat amilum dengan gel poliakrilamida 7.5% (B), dan 10% (C).
Pembahasan Bacillus licheniformis merupakan bakteri gram positif yang umumnya hidup di tanah (Slepecky & Hemphill 1992). Bacillus licheniformis AQ1 dapat memproduksi xilanase optimum pada suhu 40 0C dan pH 8 dengan media LB+xilan (Agustine 2005). Isolat ini juga dapat menghasilkan xilanase pada media Nakamura dengan sumber karbon tandan kosong kelapa sawit (TKKS) (Agustine 2005). Xilanase B. licheniformis AQ1 yang dihasilkan kemudian diendapkan dengan menggunakan polietilen glikol. Presipitasi dengan PEG bertujuan untuk mengendapkan enzim. Seperti penambahan garam misalnya amonium sulfat, penambahan PEG dapat menarik molekul air sehingga protein akan bersatu membentuk gumpalan endapan. Selain itu, PEG tidak bersifat toksik, tidak mudah terbakar serta memiliki efek protektif terhadap protein (Suhartono 1989). Keuntungan pemakaian polietilen glikol antara lain senyawa ini dapat ditambahkan sampai konsentrasi 50% (w/v) dan presipitasi protein mulai terjadi pada
kisaran 6-12% (w/v) (Scopes 1987). Selain itu, selama perlakuan tidak dibutuhkan suhu yang rendah karena senyawa ini memberikan efek stabilisasi terhadap protein (Suhartono 1989). Protein yang pernah diendapkan dengan PEG ialah fibrinogen dan γ-globulin. Sama seperti pelarut organik, protein menjadi lebih larut di dalam larutan PEG seiring dengan bergesernya pH dari titik isoelektriknya (Scopes 1987). Pemekatan dengan menggunakan PEG biasanya dilakukan terhadap protein berdaya larut rendah, seperti globulin. Beberapa penelitian menggunakan PEG untuk memekatkan enzim misalnya tannase (Gupta et al. 1997) dan αamilase ( Thontowi et al. 2001). Pemekatan enzim tanase menggunakan PEG 6000, dan hasil pemekatan terbaik diperoleh pada konsentrasi PEG 0.1% (w/v) (Gupta et al. 1997). Pemekatan enzim α-amilase menggunakan PEG 600 dan 3350 dengan sistem dua fase, dan hasil pemekatan terbaik diperoleh pada konsentrasi PEG 600 (Thontowi et al. 2001). Berdasarkan hasil penelitian, konsentrasi PEG 6000 yang menunjukkan aktivitas unit xilanase tertinggi untuk xilanase isolat AQ1 yaitu konsentrasi 50%, yakni sebesar 1.046 U/ml (Tabel 1). Aktivitas spesifik enzim hasil pemekatan dengan menggunakan konsentrasi 50% mengalami penurunan sebesar 27.7% jika dibandingkan dengan aktivitas spesifik dari enzim ekstrak kasar, yakni dari 1.79 U/mg menjadi 1.295 U/mg protein. PEG dengan bobot molekul rendah memiliki kekentalan yang lebih rendah bila dibandingkan PEG dengan bobot molekul yang tinggi. Selain itu, kekentalan yang tinggi dapat menyebabkan penggunaan polimer sebagai bahan pengendap protein tidak efisien (Thontowi et al. 2001). Penurunan aktivitas spesifik dari hasil pemekatan dengan menggunakan PEG ini kemungkinan disebabkan oleh pengotor yang terkandung di dalam PEG teknis, sehingga kemurnian dari PEG berkurang dan menyebabkan inaktivasi pada enzim (Harris & Angal 1989). Selain pemekatan dengan PEG, xilanase AQ1 juga dapat dipekatkan dengan aseton. Agustine (2005) melaporkan bahwa xilanase AQ1 dipekatkan dengan aseton pada konsentrasi pemekatan 30, 40, 50, 60, 70, 80, dan 90%, dan aktivitas tertinggi dicapai pada konsentrasi aseton 70%, yaitu sebesar 0.36 U/ml. Xilanase isolat I-5 dipekatkan dengan menggunakan amonium sulfat, aktivitasnya
15
mencapai 2.174 U/ml pada konsentrasi 70% (Siahaan 2003). Faktor yang sangat perlu diperhatikan pada enzim yang akan diaplikasikan dalam industri dan akan mempengaruhi kestabilannya ialah suhu dan pH (Godfrey & Reichelt 1983). Hasil percobaan terhadap kestabilan xilanase menunjukkan bahwa aktivitas relatif xilanase B. licheniformis AQ1 pada suhu 50, 60 , 70 , 80 , dan 90oC baik pH 7, pH 8 maupun pH 9 cenderung menurun seiring dengan waktu inkubasi enzim selama 120 menit (Gambar 1, 2, 3). Uji termostabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana aktivitas enzim xilanase tetap stabil pada pemanasan, mengingat enzim merupakan protein yang mudah mengalami kerusakan akibat denaturasi termal. Winarno (1983) melaporkan perbedaan sumber atau asal enzim dapat menyebabkan perbedaan terhadap daya tahan panas enzim tersebut, meskipun jenis enzimnya sama. Semakin tinggi suhu dan pH serta semakin lama waktu inkubasi maka aktivitas relatif enzim juga semakin menurun. Hal ini disebabkan pada suhu tinggi enzim dapat mengalami denaturasi. Molekul enzim memiliki struktur yang mudah rusak. Jika molekul enzim menyerap energi terlalu besar akibat naiknya suhu dan dengan bertambahnya waktu inkubasi, jumlah panas yang diterima enzim bertambah sehingga struktur tersier enzim mungkin mengalami perubahan (Lehninger 1994). Hal ini menyebabkan sisi aktif dari enzim tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya sehingga sulit mengikat substrat. Menurut Winarno (1983) apabila pemanasan enzim diperpanjang, maka kestabilan enzim akan menurun, dan laju inaktivasi enzim akan meningkat.
Kestabilan panas suatu enzim ditentukan dengan menghitung waktu paruhnya, yaitu waktu pemaparan enzim pada suhu tertentu yang menyebabkan penurunan aktivitas hingga 50% dari aktivitas semula (Chaplin & Bucke 1990). Semakin lama waktu paruh yang dimiliki enzim, maka kestabilannya juga akan semakin baik. Kestabilan xilanase yang dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme terhadap suhu dan pH berbeda, begitu pula dengan waktu paruhnya. Xilanase dari B. licheniformis I-5 memiliki waktu paruh selama 43.59-150.50 menit pada kisaran suhu 50-80 oC dan kisaran pH 7-8 setelah inkubasi selama 2 jam (Siahaan 2003, Firdaus 2005) (Tabel 3). Xilanase dari B. licheniformis AQ1 memiliki waktu paruh selama 52.81-100.34 menit pada kisaran suhu 50-90 oC dan kisaran pH 7-9 setelah inkubasi selama 2 jam (Tabel 3). Sedangkan, xilanase dari B. stearothermophillus DSM 22 memiliki waktu paruh selama 29.50-266.60 menit pada kisaran suhu 55-85 oC dan kisaran pH 8-9 setelah inkubasi selama 2 jam (Rahman 2005) (Tabel 3). Berdasarkan uji kestabilan dan waktu paruh yang diperoleh, maka dapat diketahui berapa lama ketahanan enzim xilanae AQ1 terhadap suhu dan pH tertentu, sehingga bila diaplikasikan ke dalam proses industri dapat diketahui dalam waktu berapa lama enzim xilanase AQ1 ini masih memiliki sisa aktivitas. Uji penyimpanan enzim xilanase bertujuan untuk mengetahui seberapa besar penurunan aktivitas enzim selama penyimpanan. Hasil uji stabilitas penyimpanan menunjukkan bahwa enzim yang disimpan pada suhu dingin relatif lebih stabil bila dibandingkan dengan enzim yang disimpan pada suhu kamar.
Tabel 3 Perbandingan waktu paruh enzim xilanase berbagai mikroorganisme Mikroorganisme
Berat Molekul (kDa)
pH Optimum
Bacillus sp. galur TAR-1
40
9
B. licheniformis I-5
127
B. stearothermophillus DSM 22 B. licheniformis AQ1
Td : Tidak diketahui
pH Uji
Suhu Uji
Waktu Paruh (menit)
65
9
65
30
7
50
7-8
50-80
43.59150.50
Td
8
55
8-9
55-85
29.50266.60
Rahman 2005
Td
7
50
7-9
50-90
52.81100.34
Penelitian ini
Suhu Optimum
Sumber Sunna et al. 1997 Siahaan 2003, Firdaus 2005
16
Berdasarkan kurva hubungan log aktivitas dengan waktu penyimpanan xilanase B. licheniformis AQ1, waktu paruh yang dimiliki xilanase AQ1 B. licheniformis pada suhu 4 oC sebesar 52.8 hari sedangkan pada suhu 30 oC sebesar 27.9 hari (Gambar 4). Dengan demikian, berdasarkan dua kondisi penyimpanan selama satu bulan, penyimpanan pada suhu 4 oC menunjukkan adanya kestabilan yang lebih baik dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu ruang (30 oC). Berdasarkan uji penyimpanan ini juga dapat diketahui berapa lama jangka waktu aktivitas yang dimiliki enzim xilanase AQ1 dapat bertahan. Beberapa enzim dilaporkan stabil selama beberapa bulan jika disimpan pada suhu dingin (0-4 oC). Xilanase yang dihasilkan dari B. stearothermophillus DSM 22 masih memiliki aktivitas relatif sebesar 60.16% setelah penyimpanan selama satu bulan pada suhu 4 0C (Lismawati 2003). Xilanase B. licheniformis I-5 memiliki aktivitas relatif 59.74% setelah penyimpanan selama satu bulan pada suhu 4 0C (Firdaus 2005). Chaplin dan Bucke (1990) melaporkan bahwa pendinginan di bawah 0 oC dengan penambahan zat aditif yang dapat mencegah pembekuan seperti gliserol secara umum dapat meningkatkan stabilitas penyimpanan. Menurut Palmer (1985), autolisis dan denaturasi enzim meningkat sebanding dengan umur simpan. Penggunaan suhu rendah (bukan suhu pembekuan) dalam penyimpanan enzim dapat membantu menjaga kestabilan enzim karena lebih sedikitnya kemungkinan untuk terjadinya denaturasi akibat perubahan suhu yang merusak struktur tiga dimensi enzim dan dapat mencegah pertumbuhan serta serangan bakteri. Pada suhu rendah, enzim juga dapat mengalami penurunan aktivitas (Rahman 2005). Elektroforesis adalah pergerakan molekul bermuatan di dalam medan listrik. Kecepatan gerak molekul dipengaruhi oleh kekuatan medan listrik, bobot molekul, viskositas dan suhu (Boyer 1993). SDS-PAGE menggunakan protein yang didenaturasi terlebih dahulu dengan β-merkaptoetanol. β-merkaptoetanol akan mereduksi semua ikatan disulfida yang ada pada protein. Senyawa SDS yang ditambahkan pada sampel enzim merupakan detergen anionik. SDS kemudian menyelubungi subunit penyusun protein dengan muatan negatif, dan akan bermigrasi berdasarkan berat molekul ke arah
anoda dengan kecepatan berbanding terbalik terhadap logaritma berat molekulnya (Le Maire 1991; Boyer 1993). Zimogram merupakan salah satu metode elektroforesis untuk memperkirakan bobot molekul protein ekstrak kasar yang memiliki aktivitas terhadap substrat tertentu. Pewarnaan gel akan menunjukkan pita yang memiliki aktivitas terhadap substrat tertentu sehingga dapat digunakan untuk memperkirakan bobot molekul enzim yang diuji dengan membandingkan posisi pita dengan penanda pembanding (Khasin et al. 1993, Sunna et al. 1996). Hasil SDS-PAGE (Gambar 5, 6, 7, dan 8) tidak menunjukkan adanya fraksi pita protein yang jelas pada xilanase AQ1. Pita protein tampak menumpuk dan tidak terpisah sehingga bobot molekul yang dimiliki oleh xilanase AQ1 tidak dapat ditentukan. Hal ini menunjukkan bahwa protein dari sampel enzim xilanase B. licheniformis AQ1 belum murni dan memiliki lebih dari satu jenis enzim yang memiliki struktur 3 dimensi kompleks, sehingga pada proses elektroforesis tidak tampak fraksi pita protein. Dari hasil analisis zimogram menggunakan gel pemisah 7.5, 10, dan 12 % dapat terlihat adanya aktivitas hidrolitik enzim terhadap substrat oatspelt xylan, beechwood xylan, dan CMC, tetapi pita aktif tersebut tidak bermigrasi di dalam ketiga konsentrasi gel tersebut. Dengan demikian, bobot molekul enzim tidak dapat diperkirakan dengan metode zimogram. Berdasarkan hasil penelitian SDS-PAGE pada enzim xilanase B. licheniformis AQ1 rekombinan, enzim xilanase dapat terekspresi dalam E. coli dan memiliki bobot molekul pita protein aktif sebesar 20 kDa (Helianti 2007, komunikasi pribadi). Kulkarni (1995) melaporkan xilanase yang dihasilkan oleh Bacillus sp. NCIM 59 merupakan glikoprotein. Kemungkinan protein xilanase AQ1 juga merupakan glikoprotein sehingga bobot molekul xilanase asal lebih besar daripada xilanase AQ1 rekombinan. Oleh karena itu, untuk memperoleh fraksi pita protein yang diharapkan, enzim xilanase B. licheniformis AQ1 perlu dimurnikan terlebih dahulu. Kulkarni et al. (1999) melaporkan bahwa secara umum xilanase dari berbagai mikroorganisme memiliki berat molekul dengan kisaran 8-145 kDa. Xilanase dari mikroorganisme berbeda akan memiliki berat molekul yang berbeda. Xilanase B. licheniformis galur K-3D memiliki berat
17
molekul sebesar 69 kDa dan xilanase B. flavothermus galur LB3A memiliki berat molekul 130 kDa (Sunna et al. 1997). Firdaus (2006) melaporkan bahwa hasil analisis zimogram dari xilanase B. licheniformis I-5 memiliki pita protein sebesar 127 kDa yang menunjukkan adanya perbedaan intensitas pita dengan menggunakan substrat oatspelt xylan dan beechwood xylan. Intensitas pita dengan menggunakan oatspelt xylan lebih tinggi bila dibandingkan dengan menggunakan beechwood xylan, karena oatspelt xylan terdapat dalam struktur yang lebih sederhana jika dibandingkan dengan beechwood xylan (Firdaus 2006). Beechwood xylan terdapat dalam bentuk O-asetil-4-Ometilglukoronoxilan, sedangkan oatspelt xylan terdapat dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu asam D-glukoronik, 4-Ometil eter dan arabinosa (Kulkarni et al. 1999). Selain itu, enzim xilanase AQ1 juga memiliki aktivitas terhadap CMC. Hal ini terlihat dari adanya pita protein aktif yang memiliki aktivitas hidrolitik enzim terhadap substrat CMC. Pengujian xilanase terhadap substrat jenis CMC perlu dilakukan karena menurut Tjusibo et al. (1991) ada beberapa xilanase yang tidak hanya dapat menghidrolisis xilan namun juga selulosa. Aktivitas pada substrat CMC ini menunjukkan dihasilkannya enzim selulase yang memiliki aktivitas hidrolitik terhadap struktur selulosa. Berdasarkan hasil zimogram juga dapat diketahui bahwa enzim xilanase AQ1 tidak memiliki aktivitas terhadap amilum. Hal ini dapat diketahui dengan tidak adanya pita protein aktif yang memiliki aktivitas hidrolitik enzim terhadap substrat amilum. Tidak adanya aktivitas pada substrat amilum ini menunjukkan tidak dihasilkannya enzim amilase yang memiliki aktivitas hidrolitik terhadap struktur amilum.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Polietilen glikol (PEG) 6000 dapat digunakan untuk memekatkan xilanase B. licheniformis AQ1. Konsentrasi PEG yang menghasilkan aktivitas unit xilanase B. licheniformis AQ1 tertinggi terdapat pada konsentrasi PEG 50%, namun menyebabkan penurunan aktivitas spesifik sebesar 27.7% dibandingkan enzim ekstrak kasar tanpa PEG. Termostabilitas xilanase AQ1 pada berbagai suhu dan pH, menunjukkan kestabilan panas
xilanase cenderung menurun seiring dengan waktu inkubasi enzim selama 120 menit. Berdasarkan hasil uji stabilitas penyimpanan menunjukkan bahwa enzim xilanase AQ1 yang disimpan pada suhu 4oC memiliki waktu paruh 52.8 hari, sedangkan pada suhu ruang (30oC) hanya 27.9 hari. Analisis zimogram dengan menggunakan substrat oatspelt xylan, beechwood xylan, dan Carboxymethyl cellulose menunjukkan kemampuan enzim untuk menghidrolisis substrat, namun bobot molekul xilanase B. licheniformis AQ1 tidak dapat diperkirakan. Saran Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui konsentrasi PEG yang paling baik untuk memekatkan xilanase B. licheniformis AQ1 dengan menggunakan PEG khusus untuk analisis. Selain itu, perlu dilakukan karakterisasi yang lebih lengkap dan ditentukan bobot molekul yang tepat dari xilanase AQ1. Demikian pula perlu dilakukan pemurnian enzim, seperti dengan menggunakan teknik kromatografi.
DAFTAR PUSTAKA Agustine W. 2005. Penentuan kondisi optimum pertumbuhan dan produksi xilanase isolat AQ1. [skripsi].Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bailey MJ. 1992. Interlaboratory testing of methods for assay of xylanase activity. Biotechnology 23: 257-270. Balows A, Truper HG, Dworkin M, Harder W, Schleifer KH. 1992. The Prokaryotes. Ed ke-2. New York: Springer Verlag. Boyer RF. 1993. Modern Experimental Biochemistry. Edisi ke-2. California: The Benjamin Cummings Publishing Company. Bradford M. 1976. A rapid and sensitive method for quantitation of microgram quantities of protein utilizing the principle of protein dye binding. Ann Biochem 72:284-254. Chaplin MF, Bucke C. 1990. Enzyme Technology. Cambridge: Cambridge University Press. Copeland RA. 1994. Methods for Protein Analysis: A Practical Guide To Laboratory Protocols. New York: Chapman and Hall.