ANALISIS KAPASITAS PASOKAN LISTRIK DENGAN MODEL PERSAMAAN SIMULTAN
T E S I S Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Oleh: AINULWAFA
NPM.6601220042
MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA 2003
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
Nama
Ainul Wafa
Tempat/tanggal lahir :
Linggapura, 13 November 1968
NPM
6601220042
Judul Tesis
Analisis Kapasitas Pasokan Listrik Dengan Model Persamaan Simultan
(Sri Mulyono, SE., MSS.)
Mengetahui : Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
ANALISIS KAPASITAS PASOKAN LISTRIK DENGAN MODEL PERSAMAAN SIMULTAN
ABSTRAKSI
Tesis
ini
mencoba
untuk
membuktikan
hipotesa
bahwa
jumlah
permintaan listrik merupakan fungsi dari harga dan variabel-variabel permintaan terkait dan harga kepada pelanggan menurun seiring dengan peningkatan volume penjualan, oleh karena penjualan energi listrik menggunakan sistem block rate. Disamping itu tesis ini mencoba untuk melakukan peramalan permintaan listrik sebagai dasar untuk perencanaan kapasitas pasokan listrik di masa yang akan datang serta memberi input kepada para pengambil keputusan dalam merumuskan kebijakan di sektor ketenagalistrikan. Penelitian ini dititikberatkan pada kajian sistem ketenagalistrikan umumnya dan khususnya mengenai prakiraan permintaan listrik. Dalam penelitian ini ada dua tahapan yang dilakukan yaitu tahapan pemodelan dan tahapan analisis permintaan listrik berdasarkan. model persamaan simultan. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model persamaan simultan permintaan listrik. Dari penelitian ini diperoleh temuan bahwa permintaan listrik bersifat inelastic
terhadap
harga
rata-rata
listrik
listrik
rumah
tangga,
ditunjukkan dengan nilai koefisien yang kecil ( < 1). Artinya bahwa perubahan harga listrik yang terjadi mendapatkan respon sangat kecil dari konsumen rumah tangga dalam permintaan listriknya. Hal ini dimungkinkan karena listrik sudah menjadi kebutuhan dasar bagi rumah tangga di Indonesia khususnya untuk penerangan. Di lain pihak perubahan PDB per kapita bersifat elastic terhadap permintaan listrik, ditunjukkan dengan nilai koefisien yang mendekati 1. Dari proyeksi permintaan listrik diketahui bahwa sampai sepuluh tahun mendatang
permintaan listrik sektor rumah tangga akan meningkat sebesar hampir dua kali lipat. Dengan kenyataan ini maka Pemerintah perlu meningkatkan kapasitas pasokan listrik sebesar dua kali lipat dalam kurun waktu sepuluh tahun mendatang melalui penggalangan partisipasi swasta untuk melakukan investasi di berbagai
bidang
upaya
ketenagalistrikan.
perlu
dilakukan
Untuk mewujudkan hal ini
Pemerintah,
diantaranya
adalah
menciptakan iklim yang kondusif bagi investor untuk menanamkan modal di bidang ketenagalistrikan, menyusun perangkat regulasi dan peraturan-peraturan
yang
transparan
dan
penegakan hukum di bidang ketenagalistrikan.
jelas
dan
menjamin
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini merupakan bagian
dari
Perencanaan
rangkaian dan
kegiatan
Kebijakan
studi
pada
Publik Fakultas
Program Ekonomi
Magister
Universitas
Indonesia.
Titik
berat
dari
tesis
ini
adalah
pada
proses
perencanaan
ketenagalistrikan dengan menggunakan model persamaan simultan yang dapat digunakan sebagai input bagi para pembuat kebijakan sektor
ketenagalistrikan.
Pendekatan
yang
digunakan
dalam
perencanaan ini adalah pendekatan ekonometrik. Dengan pendekatan ekonometrik tersebut diharapkan dapat dihasilkan gambaran mengenai elastisitas permintaan listrik dan parameter-parameter lainnya yang merupakan elemen penting dalam proses pengambilan keputusan. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada Bapak Sri Mulyono, SE., MSS., selaku Dosen Pembimbing, seluruh Staf Pengajar dan Staf Bagian Tata Usaha dan Administrasi MPKP UI, Mama Noni, Zacky dan Yunan atas do'a, kesabaran dan kesetiaannya mendampingi Penulis, ternan-ternan angkatan X-A MPKP UI Reguler Pagi dan semua pihak yang telah banyak memberikan masukan selama penulisan tesis ini.
Jakarta, November 2003
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................
DAFTAR ISI ....................................................................................
ii
DAFTAR TABEL ..............................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR
......................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................
v
BAB I.
..........................................................
1
1.1. La tar Belakang .... ............................................. ..........
1
1.2. Permasalahan ...............................................................
6
1.3. Hipotesa .......................................................................
6
1.4. Tujuan Penulisan .........................................................
7
1.5. Pendekatan dan Data .................................................
7
1.6. Sistematika Penulisan ................................................
9
PENDAHULUAN
BAB II. PASAR MONOPOLI TENAGA LISTRIK DAN PERSAMAAN SIMULTAN...................................
10
2.1. Pengantar ....................................................................
10
2.2. Pasar Tenaga Listrik .................................................
10
2.2.1. Pasar Monopoli ...................................... ........
11
2.2.2. Penetapan Harga (Monopoli) Pada Pasar Tunggal 12 2.2.3. Pengaturan Monopoli Alarniah ....................
15
2.3. Persamaan Simultan ................................................
16
2.3.1. Pengertian........................................................
16
2.3.2. ldentifikasi Persamaan Simultan ...............
17
2.3.3. Estimasi Persamaan Simultan ........................
20
2.3.4. Evaluasi dan Validasi Model ............................
21
2.3.4.1. Evaluasi Model ...................................
21
2.3.4.1.1. Evaluasi Kriteria Ekonomi dan Statistik 21 2.3.4.1.2. Evaluasi Kriteria Ekonometrika .............. 23 2.3.4.1.2.1.
Multikolinearitas ........................
2.3.4.1.2.2.
Serial Correlation (Autocorrelation) 24
2.3.4.1.2.3.
Heteroskedastisitas .................. 25
2.3.4.2. Validasi Model ....................................
BAB III. KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA ..................... ... 3.1. Pengantar .........................................................................
23
26
30 30
3.2. Sektor Ketenagalistrikan di Indonesia .............................. 32 3.2.1. Perkembangan Pembangunan Sektor Ketenagalistrikan.................................................
32
3.2.2. Sistem Kelistrikan Nasional ..............................
33
3.3. Sasaran Pembangunan Sistem Penyediaan Tenaga Listrik 34 3.3.1. Pembangkitan .....................................................
36
3.3.1.1. Sistem Kelistrikan Jawa Madura Bali (JAMAL!)............................................... 36 3.3.1.2. Sistem Kelistrikan Luar Jawa Madura Bali (Luar Jamali) ................................... 37 3.3.2. Penyaluran .................................................
37
3.3.2.1.
Transmisi .........................................
37
3.3.2.2.
Distribusi .........................................
38
3.4. Kebijakan Restrukturisasi Sektor Ketenagalistrikan...
42
3.5. Kebijakan Tarif Listrik ...........................................
44
3.5.1. Penetapan Tarif ..........................................
45
3.5.2. Pengembalian Biaya (Cost Recovery) ......
45
3.5.3. Subsidi Wilayah dan Golongan Tidak Mampu ...
45
3.5.4. Pemecahan Tarif .......................................
46
3.5.5. Peran Serta Swasta ....................................
46
3.5.6. Peran Pemerintah dan Fungsi Pengaturan ...... BAB IV. PENDUGAAN DAN PENGUJIAN MODEL................. 4.1. Konstruksi Model dan Asumsi ...................................
47 48 48
4.1.1. Konstruksi Model ..........................................
48
4.1.2.Asumsi .......................................................
50
4.2. Data dan Pendugaan Model ........................................
51
4.2.1. Data .........................................................
51
4.2.2. Pendugaan Model .........................................
52
4.3. Pengujian dan Validasi Model ...................................
53
4.3.1.. Pengujian ...................................................
53
4.3.2. Validasi Model .............................................
54
4.4. Simulasi Model.....................................................
54
4.4.1. Parameter Skenario .........................................
55
4.4.2. Prakiraan Permintaan Listrik ..............................
56
4.4.3. Proyeksi Harga Listrik .....................................
59
BAB V. ANALISIS KEBIJAKAN ...........................................
64
5.1. Permintaan Listrik Sektor Rumah Tangga ........................
64
5.2. Penyediaan Tenaga Listrik ...........................................
66
5.3. Investasi di Sektor Ketenagalistrikan ...............................
66
5.4. Pemanfaatan Energi Alternatif .............. :........................
68
5.5. Kebijakan Tarif Listrik.................................................
69
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN KEBIJAKAN......................
73
6.1. Kesimpulan .....................................................................
73
6.2. Saran Kebijakan .........................................................
75
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Sasaran Pembangunan Pembangkitan Dan Transmisi 2003 -2010 Tabel 4.1. Parameter Skenario Tabel 4.2. Prakiraan Permintaan Listrik Sektor Rumah Tangga Tabel 4.3. Proyeksi Harga Rata-Rata Listrik Rumah Tangga (Rp/KWh)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Sistem Energi Listrik Gambar 2. Daerah Produksi dan Harga Perusahaan Monopoli Gambar 3. Penentuan Untung dan Rugi Jangka Pendek Perusahaan Monopoli Gam bar 4. Pengaturan Monopoli Alamiah Gambar 5. Permintaan Listrik untuk sektor Rumah Tangga {1980-2001) Gambar 6.Proyeksi Permintaan Listrik Rumah Tangga Pada Berbagai Kondisi Skenario Pertumbuhan PDB (2002 - 2010) Gam bar 7. Proyeksi Permintaan Listrik Rumah Tangga Pad a Berbagai Kondisi Skenario Penguatan Rupiah (2002 - 2010) Gambar 8. Perkembangan Harga Rata-Rata Listrik Rumah Tangga (1980-2001) Gambar 9. Proyeksi Harga Rata-Rata Listrik Rumah Tangga Pada Berbagai Kondisi Skenario Pertumbuhan PDB (2002 - 2010) Gambar 10. Proyeksi Harga Rata-Rata Listrik Rumah Tangga Pada Berbagai Kondisi Skenario Penguatan Rupiah (2002-2010)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran lA.
Perkembangan Hasil Pembangunan Tenaga Listrik
Lampiran lB.
Perkembangan Sarana Penyaluran dan Distribusi
Lampiran lC.
Perkembangan Desa Berlistrik
Lampiran 2.
Perkembangan Neraca Daya Menurut Wilayah Administratif
Lampiran 2.A.l.Sistem Kelistrikan Jawa Madura Bali (DKI, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali) Lampiran 2.A.2.Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Sistem Kelistrikan Jawa Madura Bali (MW) Lampiran 2. B.l. Sistem Kelistrikan Nanggroe Aceh Darussallam Lampiran 2.B.2.
Lampiran 2. C.l.
Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Nangroe Aceh Darussalam (MW) Sistem Kelistrikan Sumatera Utara
Lampiran 2. C.2. Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Sistem Kelistrikan Sumatera Utara (MW) Lampiran 2. D.l. Lampiran 2.0.2.
Sistem Kelistrikan Sumatera Barat dan Riau Rencana Pengembangan Pemba.ngkit Listrik Sistem Kelistrikan Sumatera Barat dan Riau (MW)
Lampiran 2.E.l.Sistem Kelistrikan Palembang, Bengkulu, Jambi, Lampung dan Bangka-Belitung Lampiran 2.E.2.Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Sistem Kelistrikan Palembang, Bengkulu, Jambi, Lampung dan Bangka-Belitung Lampiran 2.F.l. Sistem Kelistrikan Kalimantan Barat Lampiran 2.F.2. Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Sistem Kelistrikan Kalimantan Barat
Lampiran 2.G.l.Sistem Kelistrikan Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur Lampiran 2.G.2.Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Sistem Kelistrikan Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur Lampiran 2.G.2.Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Sistem Kelistrikan Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur Lampiran 2.H.2.Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Sistem Kelistrikan Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Gorontalo Lampiran 2.!.1. Sis.tem Kelistrikan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara Lampiran 2.!.2. Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Sistem Kelistrikan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara Lampiran 2.J.1. Sistem Kelistrikan Maluku dan Maluku Utara Lampiran 2.J.2. Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Sistem Kelistrikan Maluku dan Maluku Utara (MW) Lampiran 2.K. l.Sistem Kelistrikan Papua Lampiran 2.K.2.Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Sistem Kelistrikan Papua (MW) Lampiran 2.L.1. Sistem Kelistrikan Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur Lampiran 2.L.2. Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Sistem KelistrikanNusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (MW) Lampiran 2.M.1.
Sistem Kelistrikan Khusus Batam
Lampiran 2.M.2. Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Sistem Kelistrikan Khusus Batam (MW) Lampiran 3.
Sasaran Pembangunan Pembangkitan Dan Transmisi 2003-2010
Lampiran 4.
Data
Lampiran 5.
Output Komputer Hasil Estimasi Model
Lampiran 6.
Parameter Skenario
Lampiran 7.
Hasil Simulasi Permintaan Listrik Sektor Rumah Tangga (2002-2010)
Lampiran 8.
Hasil Simulasi Harga Listrik Sektor Rumah Tangga (2002-2010)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Tenaga listrik merupakan kebutuhan vital untuk pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial. Ketersediaan tenaga listrik yang mencukupi, andal, aman dan dengan harga yang terjangkau merupakan faktor penting dalam menghasilkan barang dan jasa. Ketersediaan listrik untuk rumah tangga pada harga yang terjangkau dapat meningkatkan taraf hidup rakyat. Sementara ketersediaan listrik untuk industri akan meningkatkan
aktifitas
ekonomi
yang
pada
akhirnya
akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Sehubungan dengan hal ini, Pemerintah s.elalu memberikan prioritas utama pada pembangunan sektor ketenagalistrikan dalam rencana pembangunan nasional. Walaupun sektor ini telah_ mencapai kemajuan yang pesat selama 30 tahun terakhir, namun sejak awal tahun 1998, sektor ini mengalami krisis. Sektor ini tidak hanya terkena dampak yang berat dari krisis ekonomi yang menimpa Indonesia, tetapi juga karel)a adanya berbagai kelemahan yang telah lama terjadi, seperti inefisiensi dan khususnya
buruknya
dalam
manajemen di sektor ketenagalistrikan,
mengatur beban. listrik dan sistem
perawatan
pembangkit. Permasalahan penting dalam sektor ini adalah struktur beban yang selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu dan komoditi listrik tidak dapat disimpan, untuk itu perlu perhitungan yang cermat mengenai penawaran (jenis dan kapasitas pembangkit yang paling efisien) dan permintaannya. Struktur permintaan yang sangat bervariasi tersebut meliputi waktu maupun besarnya beban, menyebabkan adanya suatu
periode beban puncak yang tajam, akan tetapi biasanya terjadi hanya dalam beberapa jam. Meskipun demikian perusahaan listrik harus mampu menyediakan kebutuhan listrik termasuk pada beban puncak.
Dari data pertumbuhan konsumsi listrik terlihat pemakaian energi listrik pada tahun 1969/1970 sebesar 1.471,30 GWh meningkat menjadi 65.341,29 GWh pada tahun 1997/1998 (44 kali lipat). Pertumbuhan kapasitas terpasang pembangkit pada tahun 1969/1970 adalah 541,50 MW meningkat 63 kali lipat menjadi 34.429,29 MW pada tahun 1997/1998 (akhir PELITA VI). Namun demikian sejak akhir Mei 2003 diberlakukan pemadaman bergilir pada sistem kelistrikan Jawa-Bali. Hal ini terjadi akibat kelangkaan pasokan pada sistem kelistrikan Jawa-Bali. Data statistik PLN menyebutkan bahwa daya yang dapat disediakan oleh sistem kelistrikan Jawa-Bali hanya sebesar 12.840 MW. Daya sebesar ini tidak mampu menanggung beban puncak hingga 13.250 MW yang berarti masih terjadi defisit daya sebesar 410 MW.
Mengingat operasi kritis di 16 lokasi serta bakal terjadinya kekurangan daya di sistem kelistrikan Jawa-Bali, maka mulai diperkenalkan konsep pengendalian beban melalui pengaturan dari sisi pelanggannya. Konsep ini dikenal dengan istilah 'demand side management' atau disingkat DSM. Beberapa pendekatan konsep DSM yang tertuang dalam TDL 2003 adalah mendorong pelanggan menghemat pemakaian tenaga listrik,
mempertahankan
blok
tarif
progresif
(makin
tinggi
mengkonsumsi kWH, membayar makin mahal) bagi tarif rumah tangga dan mendorong upaya peak-clipping, yaitu menurunkan beban puncak, melalui pembedaan tarif Waktu Beban Puncak (WBP) dan tarif Luar Waktu
Beban Puncak (LWBP) yang lebih tinggi
bagi pelanggan-
pelanggan tarif S-3, B-3, 1-2, 1-3, P-2, C dan T) di sistem kelistrikan Jawa-Bali.
2
Upaya lain yang dilakukan Pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dari sektor ketenagalistrikan adalah dengan memberlakukan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) secara bertahap. Setiap tahapan memberikan kenaikan harga jual rata-rata dalam Rp/kWh sebesar ± 6%. Dengan kenaikan ini secara keseluruhan akan meningkatkan penerimaan sektor ketenagalistrikan
7,5
sebesar
trilyun
atau
rupiah,
naik
16%
dibandingkan pendapatan tanpa perubahan tarif. Salah satu alasan dari kenaikan TDL ini adalah sebagai bagian dari upaya membawa TDL mencapai nilai keekonomiannya. Namun demikian, menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bahwa kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang rata-rata enam persen per triwulan dirasakan masih memberatkan konsumen tingkat menengah ke bawah karena biaya yang dikeluarkan terus bertambah sementara pendapatan masyarakat belum tentu ada peningkatan. Bahkan tidak tertutup kemungkinan biaya lainnya ikut melonjak karena biasanya secara psikologis harga barang-barang ikut naik apabila harga listrik dinaikkan khususnya untuk barang-barang yang dalam proses produksinya sangat bergantung terhadap listrik, dikhawatirkan harga jualnya akan mengalami kenaikan. Disamping itu masyarakat menilai bahwa
kenaikan
TDL
terasa
berat
sebelah
karena
hanya
memperhatikan kepentingan pihak oper.ator dalam hal ini perusahaan listrik, sementara kepentingan konsumen kurang diperhatikan apalagi jika dikembalikan ke dasar hukumnya, yaitu Keppres Nomor 89 tahun 2002 yang tidak semata-mata mengatur kenaikan TDL sekitar enam persen setiap triwulan, tapi juga menyangkut kompensasi yang harus diberikan kepada konsumen. Dalam Keppres tersebut diatur bahwa disamping menaikkan TDL, pemerintah kepada
berkewajiban untuk meningkatkan
masyarakat
luas
seperti
ketertiban
kualitas dalam
pelayanan pencatatan,
penanganan pemadaman, serta respon terhadap gangguan-gangguan
3
listrik yang sampai saat ini masih kurang disosialisasikan. Apabila kompensasi tersebut tidak diterima dengan baik oleh konsumen, maka pelanggan berhak mendapatkan kompensasi 10 persen dari biaya yang dikeluarkannya.
Oleh karena itu, menurut YLKI, ketika pemerintah menaikkan TDL, pemerintah juga harus bisa memaksa perusahaan listrik melakukan kompensasi tersebut, agar kenaikan harga juga diimbangi dengan perbaikan pelayanan kepada masyarakat.
Sistem energi listrik secara umum dapat digambarkan seperti pada Gambar 1 di bawah. Sisi permintaan meliputi konsumsi energi dalam bentuk energi final (useful energy) atau energi listrik. Sedangkan dari sisi suplai meliputi produksi energi primer, transformasi energi primer ke
energi
menghasilkan
sekunder
yang
meliputi
teknologi
listrik dari pembangkitan, transmisi,
konversi
yang
distribusi dan
pengecer.
ENERGI PRIMER
SISTEM TRANSFORMASI
ENERGI FINAL
0\______.,_~ ____,..
ENERGI LISTRIK
Gambar 1. Sistem Energi Listrik
4
Sistem ketenagalistrikan yang modern merupakan suatu jaringan terpadu yang meliputi sejumlah pembangkit tenaga listrik, jaringan transmisi
dan
jaringan
distribusi.
Jenis
pembangkit
terdiri
dari
berrnacam-macam, seperti PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air), PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap), PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas), PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Disel) dan lain-lain, yang kemudian ditransmisikan dan didistribusikan ke konsumen. Dalam perkembangan
selanjutnya
dari
beberapa
sistem
tersebut
diinterkoneksikan dan dijadikan dalam satu kesatuan sistem.
Selain itu sistem energi listrik juga terkait langsung dengan sistem ekonomi dan sistem lingkungan. Secara makro, sistem yang akan dikaji dalam penelitian dibatasi pada pengaruh ekonomi yang berhubungan dengan
energi
listrik saja,
dimana
selain
sistem
mencerminkan
interaksi antara energi, juga mencerminkan nilai keekonomiannya.
Industri listrik dibangun dan dioperasikan berdasarkan filosofi supply
follows demand yaitu diharuskan selalu dapat memenuhi kewajibannya untuk menyediakan energi listrik yang cukup dan aman pada biaya yang paling rendah. Hal ini mengakibatkan rumitnya strategi operasi dan membutuhkan cadangan pembangkit yang besar dan fasilitas pengendali yang besar. Selain itu secara teknis listrik belum efisien untuk disimpan seperti halnya BBM, sehingga sekali dibangkitkan harus dimanfaatkan atau terbuang percuma.
Untuk mewujudkan industri listrik yang berfilosofi supply follows
demand sekaligus optimal dan berbiaya rendah, dibutuhkan suatu peramalan kebutuhan listrik yang akurat. Peramalan kebutuhan listrik adalah sesuatu yang sangat sulit dilakukan. Peramalan kebutuhan tenaga listrik bukan merupakan aktifitas yang terisolasi, melainkan harus
menggambarkan
peran
tenaga
listrik terhadap
kehidupan
masyarakat. Kebijakan pemerintah serta keputusan strategis dari
5
penyedia energi listrik adalah faktor penting dalam menentukan permintaan energi pada masa yang akan datang. Peramalan jangka panjang harus memperhatikan bahwa masa depan adalah terbuka bagi efek dari berbagai tindakan manusia. Oleh karena itu akan banyak timbul
ketidakpastian
persepsi
masyarakat,
diakibatkan sudut
oleh
pandang
perubahan dan
kemakmuran,
kebijakan
yang
ada.
Peramalan yang tepat tidak mungkin dilakukan, untuk itu perlu dibuat model peramalan yang paling mendekati kejadian aktual serta dapat mengadaptasi permintaan
perubahan-perubahan yang
listrik dapat diketahui
terjadi.
Apabila tingkat
maka akan membantu dalam
menentukan kapasitas pasokan yang harus disediakan.
1.2. PERMASALAHAN
Seperti yang telah dijelaskan pada latar belakang penulisan tesis ini maka yang menjadi inti permasalahan adalah : ./ Adanya kelangkaan pasokan listrik . ./ Harga listrik (TDL) yang memberatkan . ./ Perlunya perencanaan kapasitas untuk menghindari kelangkaan pasokan di masa depan.
1.3.
HIPOTES~
Dalam penulisan model ini akan dikaji beberapa hipotesa. Pertama, jumlah permintaan listrik merupakan fungsi dari harga dan variabelvariabel permintaan terkait. Kedua, oleh karena penjualan energi listrik menggunakan sistem block rate, harga kepada pelanggan menurun seiring
dengan
peningkatan
volume
penjualan.
Variabel-variabel
lainnya yang terdapat pada persamaan harga berfungsi sebagai pengendali terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi harga penjualan listrik.
6
1.4. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk : 1) Membuktikan hipotesa yang disebutkan di atas; permintaan
2) Memperkirakan
listrik
pada
beberapa
tahun
mendatang; untuk
ketenagalistrikan
kebijakan
3) Merumuskan
mengatasi
permasalahan tersebut di atas.
1.5. PENDEKATAN DAN DATA
Untuk menjawab tujuan studi ini digunakan model persamaan simultan permintaan listrik. Model yang akan dikembangkan adalah sebagai berikut :
Log (Q)
= al + a2
Log (P) + a3 Log (Y) + a4 Log (CPI) + aS Log (L) +e
...............................................!) Log (P) = 131 (CPI)
+ 136
+
132 Log (Q)
Log (ER)
+ J.L
+
133 Log (PKero)
+
134 Log (L)
+
135 Log
·······································:······ .2)
Data untuk menduga dan menguji model itu adalah: •
Rata-rata tahunan penjualan listrik rumah tangga per pelanggan,
Q; •
Harga rata-rata listrik rumah tangga, P;
•
PDB per kapita, Y;
•
Indeks Harga Konsumen (1993 = 100), CPI;
•
Upah Tenaga Kerja, L;
•
Harga minyak tanah (kerosene), Pkero; dan
•
Nilai tukar (Exchange Rate), ER.
Penelitian ini dititikberatkan pada kajian sistem ketenagalistrikan umumnya dan khususnya mengenai prakiraan permintaan listrik.
7
Dalam penelitian ini ada dua tahapan yang dilakukan yaitu tahapan pemodelan dan tahapan analisis permintaan listrik berdasarkan model persamaan simultan. Dilihat dari sistem persamaan secara keseluruhan, maka model yang akan dianalisis mempunyai dua variabel endogen, yaitu P (harga) dan Q (kuantitas). Sistem persamaan itu bersifat simultan karena Q
terdapat di ruas kanan persamaan harga, demikian pula P terdapat pada ruas kanan persamaan permintaan. Persamaan harga adalah "over-identified" karena memiliki 4 variabel eksogen, yaitu Pkero, L,
CPI dan ER. Persamaan permintaan juga "over-identified" karena memiliki 3 variabel eksogen, yaitu Y, CPI dan L. Pendugaan terhadap kedua model persamaan akan dilakukan dengan menggunakan metode 2SLS. Tahapan pertama, dengan melakukan regresi variabel-variabel endogen terhadap semua variabel-variabel eksogen dalam model. Tahapan kedua, persamaan struktural diestimasi dengan menggunakan nilai penduga pada tahapan pertama sebagai instrumen dalam di ruas kanan variabel endogen. Setelah
model
diformulasikan, mendapatkan
eksplisit baru
suatu
kemudian
keyakinan
sistem dilakukan
terhadap
atau
persoalan
validasi
kesahihan
model
model
telah untuk
sekaligus
mendapatkan pemahaman tendensi internal sistem. Langkah ini secara terus menerus memodifikasi model dan membandingkan dengan pola referensi untuk memperbaiki struktur model. Setelah tahapan pemodelan di atas telah selesai, maka tahapan yang paling penting adalah membuat analisis permintaan listrik. Diharapkan dari analisis ini dapat dihasilkan prakiraan permintaan listrik yang sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang dilakukan.
8
1.6. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penulisan tesis ini akan disajikan pembahasan sebanyak enam bab yang terdiri dari : Bab
I.
pada
Pendahuluan,
bab
ini
diuraikan
latar
belakang,
permasalahan yang melandasi penelitian dan hipotesa yang digunakan dalam penulisan.
Kemudian diuraikan pula tujuan
penulisan dan
pendekatan serta data yang dipakai maupun sistematika penyajiannya. Bab II. Pasar Monopoli Tenaga Listrik dan Persamaan Simultan,
pada bab ini dijelaskan dasar teori ekonomi pasar tenaga listrik dan teori tentang sistem persamaan simultan sebagai metode analisis. Bab III. Ketenagalistrikan di Indonesia, pada bab ini dipaparkan
tentang data ketenagalistrikan yang terkait dan penjelasan tentang restrukturisasi yang sedang dijalankan. Bab IV. Pendugaan dan Pengujian Model, pada bab ini dijelaskan
mengenai penyusunan model persamaan simultan tingkat permintaan listrik
yang
berisi
proses
identifikasi,
pendugaan
dan
pengujian
terhadap kedua model persamaan dengan menggunakan metode 2SLS, validasi model dan melakukan proyeksi permintaan listrik. Bab V. Analisis Kebijakan, akan membahas mengenai analisis
kebijakan yang harus dilakukan berdasarkan hasil dari persamaan siml;lltan. Bab
VI.
Kesimpulan
dan
Saran,
pada
bab
ini
dibuat suatu
kesimpulan dari hasil analisis dan saran kebijakan yang perlu diambil berdasarkan hasil analisis.
9
BAB II PASAR MONOPOLI TENAGA LISTRIK DAN PERSAMAAN SIMULTAN
2.1. PENGANTAR
Dalam bab ini akan dijelaskan sepintas teori ekonomi mikro pasar tenaga listrik yang berbentuk monopoli dikarenakan sifat produknya, oleh karena itu perlu suatu pengaturan dalam bentuk kebijakan tarif, pengaturan industri monopoli dengan banyak unit usaha (multi-plant firms)
dan program perencanaan investasi yang terus menerus.
Disamping itu juga akan dijelaskan teori persamaan simultan yang digunakan untuk melakukan analisis. Pada sub bab selanjutnya akan dijelaskan metode peramalan permintaan listrik yang berhubungan dengan faktor-faktor ekonomi.
2.2. PASAR TENAGA LISTRIK
Pada umumnya pasar di bidang kelistrikan bersifat monopoli alamiah (natural monopoly). Ciri umum perusahaan ini adalah mempunyai
kurva biaya rata-rata (AC) jangka panjang yang menurun (negative slope). Makin besar output yang dihasilkan makin rendah biaya rata-
rata. Hal ini dimungkinkan karena perusahaan memiliki kurva biaya marjinal (MC) yang juga menurun dan berada di bawah kurva AC. Perusahaan memiliki tingkat efisiensi yang makin tinggi, bila skala produksi diperbesar. Perusahaan ini mampu melakukan eksploitasi pasar, dilihat dari makin besarnya selisih harga jual dengan biaya marjinal. Perusahaan hanya akan mampu memiliki daya seperti di atas bila dalam jangka panjang mampu meningkatkan efisiensi melalui pengembangan teknologi, manajemen dan sumber daya manusia.
10
Untuk
menghadapi
permasalahan
monopoli
alamiah
ini
maka
pemerintah perlu menerbitkan undang-undang atau peraturan dalam rangka melindungi masyarakat misalnya dengan menentukan harga jual dan produksinya. Suatu industri tenaga listrik tercakup dalam suatu sistem yang terdiri dari banyak pembangkit yang dihubungkan dalam jaringan transmisi dan distribusi serta ritel yang tersebar di berbagai macam konsumen. Hal ini mengakibatkan bervariasinya struktur beban, sehingga perlu adanya pusat yang mengatur dan menghitung secara cermat terhadap pengoperasian setiap jenis pusat pembangkit tenaga listrik dengan biaya bahan bakar yang paling rendah (biaya marjinal setiap pusat tenaga listrik harus sama).
2.2.1. Pasar Monopoli
Secara umum pasar monopoli adalah suatu keadaan pasar yang memiliki ciri-ciri hanya ada satu produsen atau penjual; tidak ada produsen lain menjual produk yang dapat mengganti secara baik produk yang dijual perusahaan monopoli; dan adanya suatu hambatan (baik secara alamiah atau buatan dan secara teknis atau hukum) bagi produsen atau perusahaan lain untuk memasuki pasar ini.
Produsen yang memiliki sifat monopoli alamiah pada umumnya adalah industri atau perusahaan yang melayani kepentingan umum (public utility), misalnya industri tenaga listrik, jaringan air minum ataupun
jaringan telekomunikasi. Pada perusahaan yang
mempunyai sifat
monopoli alamiah, biaya produksi rata-rata akan semakin menurun dengan
semakin
meningkatnya
jumlah
produk
yang
dihasilkan,
sehingga satu perusahaan besar dapat menyediakan produk dengan harga lebih rendah dibandingkan dengan dua atau tiga perusahaan yang lebih kecil.
11
2.2.2. Penetapan Harga (Monopoli) Pada Pasar Tunggal
Kurva permintaan perusahaan monopoli merupakan kurva kemiringan negative (downward sloping), dimana kurva pendapatan rata-rata (AR) berimpit
dengan
kurva
permintaan.
Demikian
juga
pendapatan
marginal (MR) juga miring negatif. Secara umurn elastisitas harga terhadap permintaan (s) didefinisikan sebagai perubahan jumlah permintaan (Q) suatu barang disebabkan oleh perubahan harga barang (P) tersebut dan dapat ditulis sebagai berikut :
11% 8Q p ~ = ___g_ atau ~ = - x t.Pjp
8P
Q
pada umumnya oP/oQ < 0 karena jumlah permintaan (Q) dan harga (P) barang bergerak berlawanan sehingga suatu elastisitas pada umumnya negatif (s
apabila nilai absolut
s > 1, kenaikan persentase jumlah permintaan
lebih besar daripada berkurangnya persentase harga. Oleh karena itu pendapatan akan naik dengan meningkatnya permintaan karena MR > 0.
•
apabila nila absolut
s=
1, kenaikan persentase jumlah permintaan
sama dengan berkurangnya persentase harga, sehingga pendapatan yang diperoleh tetap mengingat MR=O. •
apabila nilai absolut lebih
kecil
s < 1, kenaikan persentase jumlah permintaan
daripada
berkurangnya
persentase
harga.
Dalarn
keadaaan ini pendapatan akan berkurang dengan meningkatnya jumlah produksi karena MR < 0. Pada Gambar 2 terlihat perusahaan monopoli tidak akan meningkatkan produksinya ke dalam daerah yang tidak elastis, karena pendapatan
12
akan turun, dimana pada saat yang sama meningkatnya produksi akan menyebabkan naiknya biaya operasi dan biaya totalnya. Oleh karena itu perusahaan monopoli akan selalu beroperasi pada daerah elastis pada kurva permintaan. Setiap perusahaan bertujuan untuk memperoleh keuntungan maksimal akan selalu berproduksi, dimana MC=MR. Demikian juga perusahaan selalu
monopoli
akan
sehingga
MC=MR,
berusaha
kemudian
menentukan jumlah produksinya
dengan jumlah
telah
produk yang
ditetapkan tersebut perusahaan ini dapat menetapkan harga tertinggi yang dapat dicapai sesuai dengan kurva permintaan.
D Harga (P)
Po Harga Minimum
~<
1
D' Produksi (Q)
MR Gambar 2. Daerah Produksi dan Harga Perusahaan Monopoli Pada Gambar 3 terlihat dalam menentukan keseimbangan, perusahaan monopoli
dianggap
mempunyai
struktur
biaya
sama
dengan
perusahaan dalam persaingan sempurna.
13
Pada Gambar 3 terlihat bahwa SRMC adalah kurva biaya marjinal jangka pendek dan SRAC adalah kurva biaya rata-rata jangka pendek. Setelah menetapkan keuntungan maksimum MR=MC pada titik E, perusahaan monopoli akan berproduksi pada titik Qm dengan harga pada Pm. Pada keadaan pertama, dimana AR lebih kecil daripada perusahaan
SRACl
akan
monopoli
menderita
kerugian
sebesar
PmBAPl. Pada keadaan ke dua, AR lebih besar SRAC2, perusahaan monopoli akan mengalami keuntungan sebesar PpCBPm terlihat bahwa P<MR. Untuk meraih keuntungan jangka panjang perusahaan monopoli seluruh biayanya harus dapat dipenuhi. Dimana disyaratkan bahwa dalam keseimbangan jangka panjang biaya marjinal jangka panjang harus sama dengan biaya marjinal jangka pendek yang harus sama dengan
marjinal
atau
pendapatan
LRMC=SRMC=MR,
sehingga
keuntungan yang diperoleh akan mencapai maksimum dan P sama dan atau lebih besar dari LRMC.
Harga (P)
Pl
A
SRMCl
Q2
Produksi (Q)
Pm P2
···....................................
Qm
Gambar 3. Penentuan Untung dan Rugi Jangka Pendek Perusahaan Monopoli.
14
2.2.3. Pengaturan Monopoli Alamiah
Monopoli alamiah pada sektor ketenagalistrikan dikarenakan oleh adanya perusahaan yang beroperasi dengan skala produksi yang ekonomis. Akan tetapi perusahaan pemegang monopoli alamiah tidak dapat
menghasilkan
jumlah
tenaga
listrik
yang
optimal
untuk
memenuhi kebutuhan atau permintaan masyarakat. Dengan analisis mikro, pemerintah dapat mengatur perusahaan tersebut agar dapat menghasilkan produksi yang optimal. Tujuan peraturan adalah untuk mengurangi
sesedikit
mungkin
terjadinya
welfare
cost
dan
meningkatkan jumlah produksi tenaga listrik seoptimal mungkin.
Harga
Pm
F
Pr
E AC
Pa
MC
Pc
\.
A
\. . \. . B ....
Qm\·. . . Qr
Qc
Produksi
\ ..........
Gam bar 4. Pengaturan Monopoli Alamiah
Pada Gam bar 4 terlihat tingkat harga monopoli Pm lebih tinggi daripada harga kompetisi Pc, dengan peraturan maka tingkat harga dapat ditekan menjadi Pr. Pengaturan oleh pemerintah dapat berupa (1)
15
penetapan harga (tarif) dengan biaya marjinal; (2) penetapan tarif dengan biaya rata-rata dan (3) diskriminasi harga bagi konsumen.
2.3. PERSAMAAN SIMULTAN
2.3.1. Pengertian
Ciri umum dari suatu persamaan simultan adalah bahwa pada sistem ini didapatkan adanya lebih dari satu persamaan dengan beberapa variabel tak bebas (dependent variable). Selain itu hal utama penting -
ciri
yang membedakan persamaan simultan dengan persamaan
tunggal (satu persamaan yang hanya terdiri atas satu dependent
variable dan beberapa independent variable saja) adalah bahwa pada persamaan simultan terdapat hubungan dua arah antara Y dengan beberapa dari X dan sebaliknya (antara X dengan Y). Akibat dari kondisi tersebut maka perbedaan nama dependent variable dengan
independent variables menjadi meragukan. Oleh sebab itulah maka pada persamaan simultan biasanya variabel-variabel yang ada pada persamaan dibedakan menjadi : a) variabel
endogenous,
yaitu
variabel-variabel
yang
memiliki
hubungan dua arah (mutually- jointly- dependent variables) b) variabel exogenous atau predetermine variables,. yaitu variabelvariabel -
yang secara statistik - merupakan suatu variabel yang
benar-benar non stokastik (trully non stochastic).
Berdasarkan sifat khas yang ada pada persamaan simultan tersebut maka dalam masalah estimasi parameter-parameter yang dibutuhkan maka -
tidak seperti pada persamaan tunggal yang bisa secara
langsung menggunakan metode OLS untuk mengestimasi parameterperameter yang dibutuhkan - pada model persamaan simultan estimasi parameter-parameter tidak dapat dilakukan tanpa memperhatikan informasi yang ada pada persamaan-persamaan yang lain dalam suatu
16
sistem persamaan simultan (Gujarati, 638). Oleh sebab itu sifat simultan itulah yang menyebabkan estimasi dengan menggunakan metode OLS menjadi tidak konsisten, sehingga dibutuhkan alternatif lain untuk mengestimasi parameter-parameter yang ada pada sistem persamaan simultan (Pindyck, 287). Hal senada juga dikatakan oleh C. Dougherty, 2001, sebagai berikut "If you employ OLS to estimate
the parameters of an equation that is embedded in a simultaneous equations model, it is likely that the estimates will be biased and inconsistent and that the statistical tests will be invalid 0 •
2.3.2. Identifikasi Persamaan Simultan Seringkali terjadi suatu set (himpunan) nilai error term (ut) dan variable eksogenous (Xt) menghasilkan nilai-nilai yang sama bagi beberapa variable endogenous yang berbeda. Hal ini dikarenakan persamaan-persamaan dalam
model tidak bisa dibedakan dalam
penga mata n · (observationally indistinguishable). Parameter-parameter setiap persamaan dalam sistem persamaan simultan seharusnya memiliki nilai-nilai. yang unik. Oleh karenanya, sebelum melakukan penaksiran, terlebih dahulu harus dilakukan pengujian identifikasi terhadap setiap persamaan (Gunawan Sumodiningrat, hal. 364)
Identifikasi
diperlukan
untuk
mengetahui
bagaimana
cara
menyelesaikan sistem persamaan simultan yang ada - atau apakah suatu sistem persamaan simultan ada penyelesaiannya atau tidak. Ada 3 (tiga) masalah identifikasi pada persamaan simultan - dimana dari masing-masing
permasalahan
identifikasi
tersebut
kita
dapat
mengetahui metode apa yang tepat untuk menyelesaikan suatu sistem persamaan simultan yang kita temui. Ketiga masalah tersebut adalah : a. Underidentified. Pada kasus ini kita tidak dapat menyelesaikan sistem persamaan simultan yang ada, karena kita kekurangan informasi yang menyangkut tentang variable predetermine.
17
b. Just/Exactly
identified.
Pada
kasus
ini
sistem
persamaan
simultan yang ada dapat diselesaikan dengan menggunakan metode OLS - yang disebut dengan metode recursive. c. Overidentified. Pada kasus ini sistem persamaan simultan yang ada justru
kelebihan
informasi
yang
menyangkut variable
predetermine, oleh sebab itu - jika metode OLS digunakan untuk permasalah ini - nilai parameter yang didapat
mungkin tidak
akan bersifat tunggal. Oleh sebab itu maka metode seperti TSLS (Two
Stages
Least
Square)
dapat
digunakan
untuk
menyelesaikan masalah ini. Untuk memudahkan mengidentifikasi persamaan simultan maka bentuk struktural yang biasa kita gunakan -
yang terdiri atas variable
endogenous, variable predetermine dan error term - sering kali harus diubah ke dalam persamaan reduced form-nya - yaitu persamaan yang hanya menggambarkan variable endogenous sebagai fungsi
dari
variable predetermine dan error term saja. Adapun ketentuan yang harus diperhatikan - yang menyangkut 3 kemungkinan identifikasi yang ada- dalam
m~ngidentifikasi
sistem persamaan simultan melalui
reduced form adalah sebagai berikut : i. Jika jumlah parameter yang tidak diketahui (koefisien) pada persamaan struktural lebih besar daripada jumlah koefisien pada persamaan reduced form-nya maka berarti sistem persamaan simultan tersebut adalah under-identified yang berarti kita tidak dapat
mengestimasi/menaksir
sistem
persamaan
simultan
tersebut. ii. Jika jumlah parameter yang diketahui (koefisien) pada persamaan struktural sama dengan jumlah koefisien pada persamaan reduced form-nya maka berarti sistem persamaan simultan tersebut adalah just/exactly identified. Oleh karenanya kita dapat menyelesaikan
18
sistem
persamaan
simultan
tersebut
dengan
menggunakan
metode OLS recursive atau metode indirect least square (ILS). iii. Jika jumlah parameter yang diketahui (koefisien) pada persamaan struktural lebih kecil dibandingkan dengan jumlah koefisien pada persamaan reduced form-nya maka berarti sistem persamaan simultan tersebut adalah over identified. Untuk menyelesaikan sistem persamaan simultan tersebut harus digunakan metode seperti TSLS (Two Stages Least Square). Cara lain yang sering digunakan untuk masalah identifikasi pada sistem persamaan simultan adalah dengan menggunakan prosedur pengujian order dan rank conditions - dimana order condition merupakan syarat perlu/necessary condition sedangkan rank condition merupakan syarat cukup/sufficient condition. Bagaimana mekanisme kedua prosedur pegujian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Jika ada sistem persamaan simultan - yang terdiri dari beberapa persamaan linier - terdiri atas M variabel endogenous dalam sistem persamaan simultan dengan m variable endogenous pada masingmasing persamaan dan sejumlah K variable predetermine dalam sistem persamaan simultan dengan k variabel predetermine pada masingmasing
P,ersamaannya.
Maka
order
condition
diperlukan
untuk
mengidentifikasi apakah satu persamaan dalam sistem persamaan simultan under identified, just identified .atau over identified, yaitu dengan cara sebagai berikut : a. Jika dalam satu persamaan tersebut memiliki K- k < m - 1 maka persamaan tersebut adalah under-identified. b. Jika dalam satu persamaan tersebut memiliki K- k = m - 1 maka persamaan tersebut adalah just/exactly identified.
19
c. Jika dalam satu persamaan tersebut memiliki K- k > m - 1 maka persamaan tersebut adalah overidentified. Sementara itu rank condition diperlukan hanya untuk memastikan apakah suatu persamaan yang sedang diperhatikan -
pada suatu
sistem persamaan simultan - teridentifikasi atau tidak. Langkah dari pengujian rank condition dilakukan dengan menggunakan matriks, dengan ketentuan sebagai berikut : "Pada sistem persamaan simultan yang mengandung M persamaan dengan M variable endogenous, sebuah persamaan teridentifikasi jika dan hanya jika paling sedikit ada determinan matriks berukuran (M1)(M-1) yang tidak sama dengan nol - dimana matrik ukuran (M-1)(M1)
tersebut
dibentuk
dari
koefiesien-koefisien
variabel
sistem
persamaan simultan (baik dari variable endogenous maupun variable predetermine)
yang tidak terdapat pada suatu
persamaan yang
diperhatikan tetapi terdapat pada persamaan yang lain pada sistem persamaan simultan yang bersangkutan". Berdasarkan kalimat tersebut terlihat jelas bahwa suatu persamaan pada sistem persamaan simultan akan teridentifikasi jika baik order condition maupun rank condition terpenuhi semuanya.
2.3.3. Estimasi Persamaan Simultan Estimasi persamaan simultan dilakukan dengan cara mengestimasi semua parameter yang belum diketahui pada sistem persamaan simultan tersebut. Langkah ini hanya dapat dilakukan setelah kita mengidentifikasi apakah sistem persamaan tersebut just identified ataukah over identified -sehingga kita dapat mengetahui metode untuk mengestimasi parameter-parameter yang dibutuhkan apakah estimasi bias dilakukan dengan cara OLS rekursif biasa/metode ILS ataukan estimasi harus dilakukan dengan metode TSLS. Jika kesimpulan mengenai metode yang tepat telah diketahui maka - dengan mengikuti
20
langkah-langkah
metode
tersebut
kita
akan
segera
dapat
mengestimasi parameter-parameter yang belum diketahui tersebut dan pada akhirnya kita dapat menyelesaikan sistem pesamaan simultan, untuk kemudian kita dapat menganalisis dan mengambil kesimpulankesimpulan mengenai hubungan behavioral dari persamaan-persamaan yang kita dapatkan. 2.3.4. Evaluasi dan Validasi Model
Setelah dilakukan proses estimasi parameter-parameter yang ada dalam model simultan permintaan listrik diatas, maka perlu dilakukan evaluasi dan validasi model. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah model yang dibangun bisa digunakan untuk proyeksi dan simulasi permintaan listrik pada tahun-tahun mendatang. Pada umumnya ada tiga kriteria evaluasi yang digunakan yaitu: 1. kriteria ekonomi (tanda dan besaran)
2. kriteria statistik (uji t, F dan R2 ) 3. kriteria ekonometrika (multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas) Sedangkan untuk validasi model untuk simulasi menggunakan kriteria statistika yaitu Theil's Inequality Coefficient. 2.3.4.1. Evaluasi Model 2.3.4.1.1. Evaluasi Kriteria Ekonomi dan Statistik
Evaluasi pertama yaitu menggunakan kriteria ekonomi dengan melihat tanda dan besaran. Parameter-parameter yang didapatkan dari proses estimasi
model
persamaan simultan ini akan dilihat tanda
dan
besarannya apakah sesuai dengan teori ekonomi permintaan listrik. Evaluasi kedua yaitu kriteria statistik ( uji t, F, R2 ). Uji pertama yaitu uji t atau uji parsial ini dilakukan untuk melihat keabsahan masing-masing koefisien regresi. Hipotesa nol (HO
= p; =0)
artinya nilai koefisien sama
21
dengan nol sedangkan hipotesa alternatif (HI= koefisien berbeda dengan nol. membandingkan
nilai
t
/3, -:;:. o)
artinya nilai
Daerah penolakan ditentukan dengan
statistik
dengan
nilai
t-tabel
(derajat
kebebasannya N-1) atau p-value dibandingkan dengan critical value
(a).
Jika nilai t-statistik lebih besar dari nilai t-tabel atau p-value <
maka Hipotesa nol (HO =
/3;
= 0)
a
ditolak dan hipotesa alternatifnya
diterima.
Pengujian yang kedua adalah pengujian
model secara keseluruhan.
Pengujian ini melibatkan keseluruhan nilai koefisien secara bersamasama
(HO
dengan
menggunakan
= /31 = /32 = /3; = 0)
Hipotesa
distribusi
F.
Hipatesa
nol
artinya semua koefisien berbeda dengan nol.
alternatif
(HO
= /31 -:;:. /32 -:;:. /3; -:;:. 0)
artinya
tidak semua
koefisien berbeda dengan nol. Daerah penolakan ditentukan dengan membandingkan nilai F-statistik dengan F-tabel ( derajat bebasnya N-k, k-1) atau menggunakan p-value dibandingkan dengan a. Jika nilai Fstatistik lebih besar dari nilai F-tabel atau nilai p-value < a Hipatesa nol
(HO
= /31 = /32 = /3; = 0)
maka
ditolak dan hipotesa alternatifnya
diterima artinya tidak semua koefisien sama dengan nol (model yang dibangun cukup bagus).
F
k-l,N-k
R 2 N-k --- 1- R2 k -l
Pengiujian ketiga yaitu melihat koefisien determinasi R2 atau R2 adjusted.
Koefisien determinasi ini menunjukkan
kemampuan garis
regresi menerangkan variasi variabel terikat (proporsi (persen) variasi variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel
bebas). Nilai R2
atau R2 adjusted berkisar antara 0 sampai dengan
1, semakin
mendekati satu semakin baik.
22
R2
RSS Nf =- = .;/J'X"X/J______ _;_____ 2
TSS R 2adjusted
2.3.4.1.2.
yy
k) ,8 = I - ( 8A'AJ(N --yy
N-I
Evaluasi Kriteria Ekonometrika
2.3.4.1.2.1 Multikolinearitas
Multicollinearity adalah hubungan linear diantara variabel bebas pada persamaan regresi. Jika dalam suatu persamaan regresi terdapat perfect multicollinearity maka nilai koefisien tidak dapat ditentukan dan nilai standard error nilainya tidak terhingga (infinite). Metode OLS yang digunakan
untuk
menduga
persamaan
yang
mengandung
near
multicollinearity akan tetap menghasilkan parameter yang unbiased dan tetap mempunyai varians yang minimum. Dampak dari adanya multicollinearity dalam persamaan regresi akan menghasilkan standard error yang besar, sehingga nilai t statistik menjadi kecil dan interval kepercayaan semakin Iebar.
A
- p
t- stat - - (-) Se p
Salah satu cara untuk mendeteksi adanya indikasi multicollinearity yaitu : nilai R2 tinggi tetapi banyak t-ratio yang tidak signifikan, nilai pair-wise correlations yang tinggi di antara variabel bebas (High Pairwise Correlations among Regressor). Cara mengatasi multicollinearity yaitu mencari informasi lainnya atau merujuk pada dasar teori dan pengalaman penelitian sebelumnya, mengkombinasikan data crosssection dan time-series (panel data), membuang variabel, melakukan transformasi variabel, menambah data.
23
2.3.4.1.2.2. Serial Correlation (Autocorrelation)
Serial correlation adalah korelasi antara kesalahan (error term) tahun t dengan kesalahan tahun t-1. Asumsi klasik tentang regresi linear mensyaratkan tidak ada autocorrelation. E(e;eJ= 0 i :t:- j
tetapi pada
autocorrelation E(e;eJ:t:- 0 i :t:- j.
e, = pe,_ 1 + v,
Dampak dari adanya autocorrelation nilai estimasi dari OLS tidak menghasilkan BLUE (Best Linear Unbiased Estimations). Hasil estimasi parameter masih tetap linear-unbiased tetapi tidak efisien (varians under estimated). Nilai standard error hasil estimasi OLS akan lebih kecil dibandingkan dengan standard error yang sebenarnya, sebagai akibatnya adanya kecenderungan untuk menolak hipotesa no I. 1 Cara untuk mendeteksi adanya serial correlation yaitu dengan melihat nilai dari Durbin-Watson test yang diformulasikan sebagai berikut: t=N
'L(e, -e,_1y D W = -=-'=-=-2 --,,.,----t=N
Ie? 1=1
Nilai DW ini berkisar antara 0-4. DW = 2 menunjukkan tidak ada serial correlation. DW > 2 mengindikasikan ada negatif serial correlation dan DW < 2 mengindikasikan ada positif serial correlation. Uji lain yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya serial correlation yaitu the 1 Robert
S. Pindyck and Daniel L Rubinfeld, ''Econometric Models and Economics Forecasting'', Singapore: Mcgraw-Hill, 1998, hal.t59.
24
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Nilai dari Obs*R-squared dibandingkan dengan nilai Chi-squared
z2
nilai Chi-squared
z2 •
Jika nilai Obs*R-squared >
maka akan menolak HO yang menyatakan ada
serial correlation. Untuk menghilangkan adanya serial correlation maka dapat dilakukan dengan metode GLS (Generalized Least Square).
2.3.4.1.2.3. Heteroskedastisitas Asumsi klasik regresi linear menganggap bahwa atau homoscedastic.
bersifat konstan
Tetapi
varian dari error
pada
kenyataan
di
lapangan varians dari error tidak konstan untuk setiap observasi
var{.s,) = E(s,1 ) =a}.
Jika terjadi adanya heterocedastic maka estimasi
dengan menggunakan OLS akan tetap menghasilkan estimator yang
unbiased dan konsisten tetapi tidak efisien, karena tidak memiliki varian yang minimum (varians over-estimed). Sehingga nilai t-statistik dan F-statistik yang didapatkan terlalu kecil (tidak signifikan) dan interval dari nilai
p terlalu Iebar.
Untuk mendeteksi adanya heteroscedastisitas dapat digunakan pelbagai cara
menggunakan
seperti
Spearman~
plot grafik,
Park test,
Glejser test,
rank correlation test, Goldfeld-Quandt test,
Bart-lett~
homogenity-of variance test, Breusch-Pagan test, Peak test,
White~
general heteroscedasticity tesf. Tetapi pada skripsi ini test yang . dilakukan yaitu menggunakan Hipotesa
nol
White~
general heteroscedasticity test.
menyatakan tidak ada
heteroskedastisitas.
Kriteria
penolakan yaitu dengan menggunakan nilai White's test statistic yaitu
Obs*R-squared statistic yang dibandingkan dengan tabel Chi-Square
{z 2 )
dengan derajat bebas banyaknya variabel bebas 3 •
Gujarati, Damodar N. "Basic Econometric". New York: McGraw-Hill Book Company, 1998. hal: 336. 3 Help (White Heterocedasticity Test) Eviews 3.0
2
25
Proses yang digunakan jika terjadi adanya heterocedasticity yaitu dengan
menggunakan
metode
Weighted
Least
Square
atau
Generalized Least Square. Jika varian diketahui maka metodenya yaitu
dengan membagi dengan variannya. Prosedur dari Weighted Least Square atau
Generalized Least Square dapat diturunkan dari fungsi
maximum likelihood.
dari persamaan di atas maka akan diperoleh varians yang konstan. Var
(.) (c. ) &1
( ) = Var - ' =I2 Var & 1
a,
a,
a
2 =-T= I
a,
2.3.4.2. Validasi Model
Setelah dilakukan estimasi persamaan, maka nilai tersebut akan digunakan untuk melakukan peramalan ke depan (forecasting). Tetapi sebelumnya perlu dilakukan validasi model apakah model cukup akurat untuk peramalan.
Sejumlah statistik
mengukur secara
kuantitatif bagaimana
tertentu
dapat digunakan
ketepatan
nilai ramalan
terhadap nilai aktual. Satu ukuran yang sering digunakan adalah rms (root-mean-square) forecast error. Formulasi dari rms adalah sebagai
berikut4
:
4
Robert S. Pindyck & Daniel L.Rubinfeld, ''Econometric Models and Econometric Forecasts, Fourth Edition, "Singapore: McGraw-Hill, Hal.210.
26
rms error
=
_!_I (Y,• - Y,a Y T t=l
dimana,
T
= jumlah periode
r,•
= nilai ramalan Yt
Y,a
= nilai aktual
rms error mengukur penyimpangan atau deviasi nilai simulasi ramalan dari jalur waktunya (time path). Statistik lain yang· sering digunakan untuk validasi model adalah Theil's Inequality Coefficient yang didefinisikan sebagai berikut:
Pembilang U pada persamaan di atas adalah rms forecast error, tapi dengan menskalakannya dengan penyebut di atas maka nilai U akan selalu terletak antara 0 dan l.Jika U = 0 maka Y, 5 = r,o untuk semua nilai t dan merupakan nilai ramalan atau prediksi model adalah sempurna. Sedangkan jika nilai U =1 maka model sangat jelek untuk prediksi. Dapat ditarik kesimpulan bahwa Theil's Inequality Coefficient mengukur rms forecats error secara relatif. Theil's Inequality Coefficient dapat dipecah lagi menjadi berikut ini:
_!_ 2:{Y,' -Y,aJ T
={f• -YaJ +(u, -uaY +2(1-p}a-,ua
Dimana f' ,fa ,u,,danua adalah rerata (means) dan simpangan baku (standard deviations) dari f' ,fa dan p adalah koefisien korelasi, yaitu
27
p = (1/a.,aaT)L (Y,S - f,a ~a- yo)
setelah
itu
didefinisikan
dapat
proportion of inequality sebagai berikut:
=
UM
Proporsi
UM
,US,
=
dan
(1/T)L (Y,• - Y,a y
(a. -aJ2 (1/T)L (Y,• - Y,a y
us= Uc
(f·' _yay
2{1- p)a.aa
(1- T)L (Y,• - Y,a Y
t.F
disebut bias, varians,
dan proporsi
kovarians dari U. Mereka berguna sebagai alat untuk memecah simulations error ke dalam sumber-sumber karakteristiknya. (catatan UM
+ U5 + t.F = 1f
Proporsi bias (proportions bias) UM merupakan indikasi sistemstic error, karena ia mengukur besarnya perbedaan nilai rata-rata hasil simulasi dan data aktual. Berapapun nilai inequality coefficient U, nilai UM mendekati 0. Nilai
uM
diharapkan
yang besar (diatas 0.1 atau 0.2)
menunjukkan terdapatnya bias yang sistematik sehingga model perlu direvisi.
Proporsi
varians
US
mengindikasikan
kemampuan
model
mengikuti derajat variabilitas peubah yang diamati. Jika nilai besar,
dalam
US adalah
hal ini berarti bahwa data-data aktual sangat bervariasi
sedangkan hasil simulasi hanya sedikit variasinya, dan berlaku yang sebaliknya. Maka model seharusnya direvisi. Proporsi kovarians
t.F
mengukur error yang tidak sistematik, yaitu representasi galat (error) sisa setelah penyimpangan dari nilai rata-rata yang diperhitungkan. Karena tidak mungkin mengharapkan prediksi berkorelasi sempurna 5
Abbas Gozali, ""Lecturer Notes (Catalan Kuliah) Ekonometrika 2," tahun ajaran 2001/2002
28
dengan
data
aktual,
komponen
error
ini
mengkhawatirkan dibandingkan dengan dua error
kurang
begitu
lainnya. Bahkan
untuk nilai U > 0, distribusi yang ideal dari ketiga sumber error adalah UM
= U5 = 0 dan t.F = 1.
29
BAB III KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 3.1. PENGANTAR Sejarah ketenagalistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19, pada saat beberapa perusahaan Belanda, antara lain pabrik gula dan pabrik teh mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk keperluan sendiri. Ketenagalistrikan untuk kemanfaatan umum mulai ada pada saat perusahaan swasta Belanda yaitu NV NIGN yang semula bergerak di
bidang
gas
memperluas
usahanya
di
bidang
listrik
untuk
kemanfaatan umum. Pada tahun 1927 Pemerintah Belanda membentuk s' Lands Waterkracht Bedrijven (LB) yaitu perusahaan listrik negara yang mengelola PLTA Plengan, PLTA Lamajan, PLTA Bengkok Dago, PLTA Ubrug dan Kracak di Jawa Barat, PLTA Giringan di Madiun, PLTA Tes di Bengkulu, PLTA Tonsea Lama di Sulawesi Utara dan PLTU di Jakarta. Selain itu di. beberapa Kotapraja dibentuk perusahaanperusahaan listrik Kotapraja. Dengan menyerahnya Pemerintah Belanda kepada Jepang dalam Perang Dunia II maka Indonesia dikuasai Jepang; oleh karen a itu perusahaan listrik dan gas yang ada diambil alih oleh Jepang dan semua personil dalam perusahaan listrik tersebut diambil alih oleh orang-orang Jepang. Dengan jatuhnya Jepang ke tangan Sekutu dan diproklamasikannya kemerdekaaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, maka kesempatan yang baik ini dimanfaatkan oleh pemuda serta buruh listrik dan gas untuk mengambil alih perusahaan-perusahaan listrik dan gas yang dikuasai Jepang. Setelah berhasil merebut perusahaan listrik dan gas dari tangan kekuasaan Jepang, kemudian pada bulan September 1945, delegasi
30
dari Buruh/Pegawai Listrik dan Gas yang diketuai oleh Kobarsjih menghadap Pimpinan KNI Pusat yang waktu itu diketuai oleh Mr. Kasman Singodimejo untuk melaporkan hasil perjuangan mereka. Selanjutnya delegasi Kobarsjih bersama-sama dengan Pimpinan KNPI Pusat menghadap Presiden Soekarno, untuk menyerahkan perusahaanperusahaan listrik dan gas kepada Pemerintah Republik Indonesia. Penyerahan tersebut diterima oleh Presiden Soekarno dan kemudian dengan Penetapan Pemerintah tahun 1945 No. 1 tertanggal 27 Oktober 1945 maka dibentuklah Jawatan Listrik dan Gas dibawah Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga. Dengan adanya Agresi Belanda I dan II sebagian besar perusahaanperusahaan listrik dikuasai kembali oleh Pemerintah Belanda atau pemiliknya semula. Pegawai-pegawai yang tidak mau bekerjasama kemudian mengungsi dan menggabungkan diri pada kantor-kantor Jawatan Listrik dan Gas di daerah-daerah Republik Indonesia yang bukan daerah pendudukan Belanda untuk meneruskan perjuangan. Para pemuda kemudian mengajukan mosi yang dikenal dengan Mosi Kobarsjih tentang Nasionalisasi Perusahaan Listrik dan Gas Swasta kepada Pemerintah. Selanjutnya kristalisasi dari semangat dan jiwa mosi tersebut tertuang dalam Ketetapan Parlemen RI No 163 tanggal 3 Oktober 1953 tentang Nasionalisasi Perusahaan Listrik milik bangsa asing di Indonesia, jika waktu konsesinya habis. Sejalan dengan meningkatnya perjuangan bangsa Indonesia untuk membebaskan Irian Jaya dari cengkeraman penjajah Belanda maka dikeluarkan Undang Undang Nomor 86 tahun 1958 tertanggal 27 Desember 1958 tentang Nasionalisasi semua perusahaan Belanda dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1958 tentang nasionalisasi listrik dan gas milik Belanda. Dengan Undang-undang tersebut, maka seluruh perusahaan listrik Belanda berada ditangan bangsa Indonesia.
31
Sejarah ketenagalistrikan di Indonesia mengalami pasang surut sejalan dengan pasang surutnya perjuangan bangsa.
3.2. SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
3.2.1.
Perkembangan Pembangunan Sektor Ketenagalistrikan
Selama lebih dari 3 (tiga) dasawarsa terakhir, kebutuhan tenaga listrik naik dengan pertumbuhan rata-rata 14% per tahun, di mana pada saat yang sama ekonomi dan penduduk Indonesia masing-masing tumbuh 7%
dan
1.8%
per tahun.
Ini berarti
bahwa
untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi sebesar 1% per tahun, maka perlu adanya kenaikan kebutuhan tenaga listrik dengan tingkat pertumbuhan ratarata 2% per tahun.
Pembangunan
sektor
tenaga
listrik
selama
waktu
yang
sama
berkembang dengan cepat, bahkan salah satu negara ya·ng paling pesat di dunia. Kapasitas terpasang pembangkit listrik pada tahun 2000 mencapai 20.762 MW. Angka ini menunjukan kenaikan
yang cukup
besar dibanding dari kapasitas pada tahun 1970 yang hanya mencapai sebesar 530 MW. Jumlah pelanggan listrik juga meningkat dari sekitar 1 juta menjadi sekitar 29 juta pelanggan pada waktu yang sama. Dari jumlah tersebut, · pelanggan rumah tangga adalah lebih dari 26 juta pelanggan, sehingga rasio elektrifikasi pada tahun 2000 adalah hampir 53%.
Hasil pembangunan listrik perdesaan telah meningkatkan jumlah desa terlistriki menjadi 58.545 desa dengan lebih dari 19 juta pelanggan atau
sekitar
84%
dari
jumlah
desa
di
Indonesia.
Hasil-hasil
pembangunan tenaga listrik yang telah dicapai selama 30 (tiga puluh) tahun terakhir dapat dilihat pada Lampiran 1.
32
3.2.2.
Sistem Kelistrikan Nasional
Dalam perkembangannya Sistem Kelistrikan Nasional dapat dibedakan menjadi
2
(dua)
sistem
yaitu
sistem
kelistrikan
terinterkoneksi
(interconnected electricity sistem) dan sistem kelistrikan terisolasi (isolated electricity sistem). Sistem kelistrikan interkoneksi adalah
suatu sistem kelistrikan pada suatu wilayah atau sistem yang telah tersambung pada jaringan tegangan nasional. Sedangkan apabila jaringan listrik pada suatu wilayah atau sistem masih berupa sistem yang tersebar atau terpisah-pisah,
maka sistem kelistrikan wilayah
tersebut disebut juga sebagai sistem kelistrikan terisolasi. Sistem kelistrikan di Jawa Madura Bali yang selanjutnya disebut sebagai sistem JAMALI merupakan sistem yang sudah berkembang dan merupakan sistem kelistrikan yang terinterkoneksi melalui jaringan tegangan tinggi atau STT dan jaringan tegangan ekstra tinggi atau SUTET yang didukung oleh pembangkit-pembangk it yang berkapasitas besar dengan beban yang cukup besar.
Sedang sistem kelistrikan di
Sumatera, sebagaian wilayah sudah tersambung dengan jaringan tegangan tinggi dan diharapkan pad a tahun
2006/2007, sistem
kelistrikan se Sumatera sudah merupakan sistem kelistrikan yang teri nterkoneksi. Sistem kelistrikan di luar Jawa Madura Bali dan Sumatera, pada dasarnya merupakan sistem yang relatif belum berkembang, dimana satu sama lain belum terinterkoneksi. Sistem ini masih terdiri dari subsistem sub-sistem yang masing-masing terpisah satu sama liannya bahkan banyak terdapat di daerah-daerah terpencil yang berdiri sendiri dan merupakan sistem yang terisolasi. Selain sistem kelistrikan yang diusahakan oleh PT. PLN (Persero) yang mencakup pembangkit, transmisi dan distribusi; pihak swasta juga
33
mengusahakan independen
dan
membangun
(Independent
Power
pembangkit-pembangk it Producers
-IPPs
)
yang
dan
juga
pembangkit-pembangk it tenaga listrik untuk kepentingan sendiri yang umumnya terdapat di sektor industri yang juga disebut Captive Power. Di samping itu, ada beberapa sistem kelistrikan yang diselenggarakan oleh Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum (PIUKU) yang diberi wilayah usaha antara lain PT. Cikarang Listrindo di Propinsi Jawa Barat, PLN Batam, KLP Sinar Siwo Mega di Propinsi Lampung, KLP Sinar Rinjani di Propinsi Nusa Tenggara Barat, KLP Wirakarya di Propinsi Nanggroe Aceh Darusalam. 3.3. SASARAN PEMBANGUNAN SISTEM PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK
Salah satu kriteria perencanaan dalam penyusunan kebutuhan daya adalah cadangan daya ( reserved margin ). Untuk wilayah JAMALI, cadangan
daya
selama
8
(delapan)
tahun
yang
akan
datang
diasumsikan berkisar antara 20% sampai 30%, sedang cadangan daya untuk wilayah luar JAMALI sekitar 30% sampai 50%. Kebutuhan daya pada tahun tertentu akan dipenuhi oleh pembangkit yang sudah terpasang, pembangkit baru yang sudah committed, pembangkit
swasta
yang
masih
dalam
proses
negoisasi
dan
pembangkit baru tambahan. Pembangkit terpasang adalah pembangkit yang ada pada tahun dasar 2002. Pembangkit yang sudah committed adalah pembangkit yang sedang dibangun oleh PLN dan yang belum dibangun tetapi pendanaannya sudah pasti. Sedang pembangkit swasta adalah pembangkit-pembangk it swata yang telah beroperasi maupun pembangkit-pembangk it
dalam
tahap
pembangunan.
Sedangkan
pembangkit tambahan adalah pembangkit baru yang harus dibangun agar seluruh kebutuhan tenaga listrik dapat terpenuhi.
34
Secara nasional, untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik akan diperlukan tambahan kapasitas pembangkit sebesar 22,261 MW yang perlu dibangun oleh Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (PIUPL). Dari kapasitas tersebut, sekitar 13,215 MW akan dipergunakan untuk memenuhi pertumbuhan atau kenaikan kebutuhan tenaga listrik di
wilayah
JAMALI,
sedang
sisanya
akan
dimanfaatakan
untuk
memenuhi perkembangan kebutuhan tenaga listrik di wilayah Luar JAMALI a tau sekitar 8,896 MW. Sasaran pembangunan sistem penyaluran tegangan tinggi yaitu saluran dengan tegangan lebih dari 70kV akan mencapai 17,070 kms, dimana 5,493 kms akan dipakai untuk menyalurkan daya dari pembangkitpembangkit yang ada di wilayah JAMALI ke pusat-pusat beban, sedang sisanya akan dibangun di luar wilayah JAMALI yaitu sekitar 11,577 kms. Adapun berkaitan dengan sasaran pembangunan penyaluran distribusi yang terdiri dari
~aluran
untuk tegangan lebih rendah dari 20 kV dan
saluran untuk meyambung ke pelanggan, maka pada tahun 2010 akan dibangun jaringan distribusi sepanjang 4,475 kms, dimana 2,279 kms akan dibangun di wilayah JAMALI sedang sisanya akan dibangun di luar wilayah JAMALI. Sedar:1g sasaran pembangunan gardu induk (GI), maka akan dibangun GI dengan kapasitas 50,249 MVA di seluruh wilayah Indonesia di mana 39,379 MVA akan berada di wilayah JAMALI sedang sisanya 10,870 MVA al
35
Keterangan
mengenai
lanjut
lebih
sasaran
perkembangan
pembangunan pembangkit dan pengembangan saluran jaringan tenaga listrik dapat dilihat pada Lampiran 4. Sedang perkembangan neraca daya di masing-masing wilayah untuk 8 (delapan) tahun kedepan dapat dilihat pada Lampiran 2. 3.3.1. Pembangkitan
Sebagaimana disebutkan di atas, dalam memenuhi kebutuhan tenaga listrik akan diperlukan tambahan kapasitas pembangkit sebesar lebih dari 23,000 MW di seluruh Indonesia. Sasaran penambahan kapasitas ini akan dibangun oleh para Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik seperti BUMN, BUMD, swasta maupun koperasi. Dari kapasitas tersebut, sekitar lebih dari 14,000 MW akan dibangun di wilayah JAMALI, sedang sisanya akan diperuntukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik di wilayah Luar JAMALI. 3.3.1.1. Sistem Kelistrikan Jawa Madura Bali (JAMALI)
Kebutuhan (delapan)
tenaga tahun
listrik di wilayah
kedepan
yang
JAMALI selama
diperkirakan
akan
8
naik
dengan pertumbuhan sebesar 6.8% per tahun, yaitu naik dari 93,362 GWh pada tahun 2002 menjadi 163,710 GWh pada tahun 2010. Perkembangan kebutuhan ini harus dipenuhi dengan jalan penambahan kapasitas sebesar 13,215 MW yang terdiri dari berbagai jenis pembangkit. Ini berarti kapasitas terpasang di sistem JAMALI pada tahun 2010 akan naik menjadi 32,183 MW atau sekitar 74% lebih tinggi dari kapasitas terpasang pada tahun 2002 yaitu sebesar 18,968 MW.
Sa saran
pembangunan
penambahan
kapasitas
terpasang ini terbuka untuk semua pemain seperti BUMN, BUMD, swasta dan koperasi. Informasi lebih lanjut berbagai
36
sasaran
penambahan
kapasitas
wilayah
di
pembangkit
JAMALI dapat dilihat pada Lampiran 2, lembar A1 dan A2. 3.3.1.2. Sistem Kelistrikan Luar Jawa Madura Bali (Luar JAMALI} Sistem kelistrikan di luar wilayah JAMALI terdiri dari berbagai
sistem kelistrikan yang berada di luar P. Jawa Madura dan Bali. Sistem ini terdiri dari sistem kelistrikan Nangroe Aceh Darussallam, Sumatra Utara, Sumatra Barat - Riau, Sumatra Selatan - Bengkulu - Jambi - Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan - Tangah - Timur, Sulawesi Utara Tengah, Sulawesi Selatan - Tenggara, Maluku, Irian Jaya dan sistem Batam.
Kebutuhan tenaga listrik di luar wilayah JAMALI secara keseluruhan akan naik dengan tingkat pertumbuhan sekitar 9.2 % per tahun selama 8(delapan) Tahun kedepan yaitu dari sekitar 17,464 GWh pada tahun 2002 menjadi 35,239 GWh pada 2010. Untuk memenuhi kenaikan kebutuhan tenaga listrik tersebut, maka diperlukan tambahan kapasitas baru sebesar
8,896
meningkatkan
MW.
Penambahan
kapasitas
terpasang
kapasitas sistem
ini
luar
akan JAMALI
sehingga mencapai 13,133 MW atau 210% lebih tinggi dari kapasitas terpasang pada tahun 2002 yaitu sebesar 4,237 MW. Informasi lebih lanjut berbagai sa saran penambahan kapasitas pembangkit di luar wilayah JAMAU dapat dilihat pada Lampiran 2, lembar Bl sampai M2.
3.3.2.
Penyaluran
3.3.2.1. Transmisi
Dengan perluasan
meningkatnya prasarana
kebutuhan
tenaga
ketenagalistrikan
listrik,
untuk
maka
memenuhi
37
kebutuhan tenaga listrik tersebut perlu dilakukan seirama dengan meningkatnya kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik, sehingga kontinuitas penyaluran dan keandalan sistem dapat terjaga dengan baik. Dalam memenuhi kebutuhan tenaga listrik dan menyalurkan tenaga
listrik dari pembangkit ke pelanggan,
saluran
transmisi sepanjang 17,070 kms yang bertegangan lebih dari 70 kV perlu dibangun selama 8 (delapan) tahun kedepan. Di mana saluran transmisi sepanjang 5,493 kms akan berada di wilayah JAMAL!, sedang sisanya akan berada di wilayah luar JAMAL!.
Di
wilayah
saluran-saluran
JAMAL!,
yang
transmisi
bertegangan 500 kV, 150 kV dan 70 kV diharapkan akan selesai sebelum tahun 2010 masing-masing sepanjang 1,805 kms, 3,570 kV dan 118 kV.
Sedang sasaran pembangunan
saluran transmisi bertegangan 275 kV dan 150 kV masingmasing sepanjang 3,100 kms dan 8,477 kms yang berada di luar wilayah JAMAL! akan selesai sebelum tahun 2010. Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran 3.
3.3.2.2. Distribusi menyalurkan
Untuk
tenaga
listrik
dari
pusat-pusat
pembangkit kepada tambahan 1,970 juta pelanggan baru sampai tahun 2010 akan dibangun saluran tegangan 20 kV dan
saluran
tegangan
rendah
masing-masing
sebesar
101,455 kms dan 82,504 kms. Dari jumlah tersebut, di luar wilayah
JAMAL! akan dibangun saluran distribusi
yang
bertegangan 20 kV dan tegangan rendah masing-masing sepanjang 63,325 kms dan 42,866 kms, sedang sisanya akan dibangun di wilayah JAMAL!.
38
Perluasan
prasarana
ketenagalistrikan
dapat
dilakukan
dengan cara membangun jaringan dan gardu induk baru, perluasan gardu induk dan penguatan jaringan transmisi yang
sudah
pengembangan
proyek-proyek
adalah
ada.
Berikut
sistem
penyaluran
tenaga
listrik
yang
direncanakan harus selesai sampai tahun 2010. i) Jawa Madura Bali Proyek jaringan 500 kV merupakan pelengkap 500 kV Jalur Selatan
dan
perluasan
GITET
500
kV
yang
sudah
menanggung beban lebih serta SUTET 500 kV interkoneksi Jawa Madura Bali. Proyek SUTET 500 kV ini akan terbentang sepanjang 1.805 kms dan perluasan GITET 500 kV dengan kapasitas sebesar 21.999 MVA. Sedangkan pembangunan jaringan 150 kV dan 70 kV meliputi pembangunan jaringan transmisi masing-masing sepanjang 3.570 kms dan 118 kms dengan kapasitas trafo 150/20 kV masing-masing sebesar 120 MVA dan 17.260 MVA.
ii) Sumatera
Sistem
kelistrikan
se-Sumatera
direncanakan
akan
terinterkoneksi secara keseluruhan pada tahun 2007 dengan terlebih
dahulu
dilakukan
interkoneksi
antara
provinsi
Nangroe Aceh Darussallam dan Sumatera Utara dan antara provinsi Sumbar Riau dan dan provinsi Sumbagsel yang direncanakan dapat diselesaikan pada tahun 2002. SUTET 275 kV dan SUIT 150 kV masing-masing akan membentang sepanjang 3,100 kms dan 5,229 kms, sedang
39
kapasitas Gardu Induk 275/150 kV dan Gardu Induk 150/20 kV masing-masing sebesar dan 3.000 MVA dan 5.270 MVA. Secara rinci rencana pembangunan jaringan transmisi dan gardu induk adalah sebagai berikut: a) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Pengembangan SUIT 150 kV sepanjang 864 kms dan Gardu Induk 150/20 kV dengan kapasitas 660 MVA akan direalisasi untuk memperkuat jaringan yang telah ada dan untuk meningkatkan keandalan penyaluran. b) Provinsi Sumatera Utara
Pengembangan SUTET 275 kV sepanjang 910 kms dan Gardu lnduk 275/150 kV dengan kapasitas direalisasikan
pembangunannya.
1.000 MVA akan Disamping
itu,
pembangunan transmisi tegangan 150 kV sepanjang 1.109 kms dan Gardu Induk dengan kapasitas 1. 720 MVA juga akan dibangun. c) Provinsi Sumatera Barat dan Riau Pengembangan SUTET 275 kV sepanjang 1.001 kms dan GI 275/150 kV dengan total kapasitas 500 MVA akan direalisasi pembangunannya, demikian pula dengan pembangunan SUIT 150 kV sepanjang 1.607 kms dan Gardu Induk 150/20 kV dengan kapasitas sebesar 1.250 MVA. d) Provinsi Palembang, Bengkulu, Jambi: Lampung, Bangka, dan Bangka-Belitung
40
Pengembangan SUTET 275 kV sepanjang 1,189 kms dan GITET 275/150 kV dengan total kapasitas 1.500 MVA akan direalisasi pembangunannya, demikian pula dengan SUTT
150 kV sepanjang 1.649 kms dan Gardu Induk 150/20 kV dengan kapasitas sebesar 1.640 MVA.
iii) Kalimantan
Pengembangan SUTT 150 kV sepanjang 354 kms dan Gardu Induk 150/20 kV dengan kapasitas 310 MVA akan direalisasi pembangunannya di Provinsi Kalimantan Barat. Demikian pula pengembangan SUTT 150 kV sepanjang 979 kms dan Gardu Induk 150/20 kV dengan kapasitas 810 MVA juga akan direalisasi pembangunannya di provinsi Kalimantan Tengah, Selatan dan Timur.
iv) Sulawesi
Pengembangan SUTT 150 kV sepanjang 452 kms dan Gardu Induk 150/20 kV dengan kapasitas 340 MVA akan direalisasi pembangunannya di provinsi Sulawesi Utara dan Tengah, sedang
di
provms1
Sulawesi
Selatan
dan
Tenggara
pengembangan SUTT dan GI masing-masing sepanjang 1.463 kms dan kapasitas 1.140 MVA juga akan segera dibangun.
Sasaran pembangunan pembangkitan dan transmisi untuk tahun 2003 sampai tahun 2010 mendatang yang masuk dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional adalah sebagai berikut:
41
Tabel 3.1. Sasaran Pembangunan Pembangkitan Dan Transmisi 20032010 SARANA
JAMAU
Luar JAMAU
Total Indonesia
)
1
2
3
4
Pembangkit (MWl PLTA PLTU PLTG PLTGU PLTP PLTD PLTM
1,000 5,260 645 5,370 1,090 0 0
1,701 2,580 2,945 871 340 405 54
2,701 7,840 3,590 6,241 1,430 405 54
SUBTOTAL
13,365
8,896.0
22,261
1,805 3,570 118
8,477
1,805 12,047 118 3100 17,070
Transmisi (kmsl 500 kV 150 kV 70KV 275 Kv SUBTOTAL
5,493
Gardu Induk (MVAl 500/150 kV 275/150 kV 150/20 kV 70/20 kV SUBTOTAL
Is I Listrik Perdesaan
21,999
-
-
3,000 7,870
20,832 3,000 24,945
10,870
50,249
63,325 42,866 4,325 8.5
101,455 82,504 11,374 19.8
17,260 120 39379
Distribusi 20 kV (kms) Low Voltage (kms) Trafo Dist (MVA) Pelanggan (juta)
.
3100 11,577
38,130.0 39,638.0 7,049.0 11.3
-
-
I
1472 18,375 18,847 Sumber: RUKN 2003, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
3.4. KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN
Dalam
rangka
terciptanya industri ketenagalistrikan yang
efektif,
efisien, dan mandiri dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan ketenagalistrikan, ketenagalistrikan
maka yang
perlu berasaskan
diterapkan pada
struktur
industri
peningkatan
efisiensi,
transparansi dan kompetisi. Dalam kaitan ini struktur industri akan diuraikan
menurut fungsi (pembangkit, transmisi, dan distribusi) dan
42
menurut geografis. Selanjutnya untuk mencapai kondisi tersebut, Pemerintah
telah
mengidentifikasi
beberapa
langkah-langkah
penyelesaian antara lain:
1. Memulihkan kelayakan keuangan ( financial viability ) sektor ketenagalistrikan sehingga diharapkan dapat mengakhiri krisis keuangan yang terjadi saat ini; 2. Menjadikan sektor ketenagalistrikan responsif
terhadap
kebutuhan
lebih efisien dan lebih
konsumen
dengan
cara
menambah jumlah perusahaan bidang penyediaan tenaga listrik, memperkenalkan kompetisi, serta memperkuat pengaturan; 3. Meningkatkan efisiensi dan menyediakan sumber pendanaan baru, meningkatkan peran swasta dengan cara yang sangat transparan dan kompetitif; dan 4. Memisahkan misi sosial dan misi komersial.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut di atas, maka Pemerintah telah menyusun program-program pelaksanaan restrukturisasi sebagai berikut:
1. Restrukturisasi industri; 2. Pengenalan kompetisi; 3. Penetapan tarif, pengembalian biaya (cost recovery) dan subsidi; 4. Rasionalisasi dan ekspansi partisipasi swasta; 5. Redifinisi peran Pemerintah; dan 6. Memperkuat kerangka hukum dan pengaturan.
Langkah awal dari restrukturisasi di sektor ketenagalistrikan adalah pemecahan (unbundling) secara geografis dalam usaha penyediaan tenaga iistrik. Di sektor ketenagalistrikan yang lebih berkembang, usaha penyediaan tenaga listriknya juga akan dipecah (unbundled)
43
menjadi usaha pembangkit, transmisi, dan distribusi. Kompetisi akan diperkenalkan dan sebuah badan pengatur yang independen akan dibentuk.
Kebijakan restrukturisasi diharapkan akan mampu membawa sektor ketenagalistrikan menjadi sektor yang efisien, mampu berkembang secara
pesat dan berkesinambungan, serta mampu menyediakan
tenaga listrik yang berkualitas tinggi dengan harga yang terjangkau untuk memberikan manfaat kepada konsumen.
Kebijakan
restrukturisasi
sektor
ketenagalistrikan
juga
mengakomodasikan pengembangan daerah perdesaan dengan tetap menjamin pemberian subsidi bagi wilayah yang belum berkembang dan daerah perdesaan. Disamping itu, Pemerintah juga bermaksud untuk melanjutkan pemberian subsidi untuk golongan masyarakat pengguna listrik yang tidak mampu.
3.5. KEBIJAKAN TARIF LISTRIK
Kebijaksanaan Pemerintah tentang tarif dasar listrik adalah bahwa tarif listrik secara bertahap dan terencana diarahkan untuk mencapai nilai keekonomiannya, yang selanjutnya akan mengikuti mekanisme pasar, sehingga tarif listrik rata-rata dapat menutup secara penuh segala macam biaya yang dikeluarkan (full cost recovery). Kebijakan ini diharapkan akan dapat memberikan signal positif bagi investor dalam berinvestasi di sektor ketenagalistrikan. Disamping itu, tarif listrik juga akan mempertimbangkan kemampuan bayar pelanggan. Golongan tarif akan lebih disederhanakan dan kemungkinan pembagian tarif yang tidak seragam (non-uniform tariff). Dengan kemampuan Pemerintah yang
terbatas,
subsidi
akan
lebih
diarahkan
kepada
kelompok
pelanggan kurang mampu, untuk pembangunan daerah perdesaan dan pembangunan daerah-daerah terpencil.
44
3.5.1.
Penetapan tarif
Penetapan tarif adalah hal yang paling sensitif, apalagi pada masa krisis sekarang ini. Dengan besarnya hutang yang harus ditanggung oleh PT. PLN maka penetapan tarif harus dilakukan dengan hati-hati dan membagi dalam beberapa kategori serta subsidi bagi golongan tidak mampu.
Kebijakan tarif tujuannya antara lain untuk menjamin pengembalian biaya (cost-recovery), subsidi yang transparan dimana pengembalian biaya tidak mungkin, subsidi wilayah untuk mendukung persatuan nasional
dan
pembangunan
di
luar
Jawa,
perlindungan
untuk
masyarakat tidak mampu, struktur tarif yang konsisten dengan struktur sektor
baru
yang
kompetitif
dan
memberikan
insentif
untuk
meningkatkan efisiensi.
3.5.2.
Pengembalian biaya (Cost Recovery)
Pengembalian biaya merupakan hal yang paling penting di tubuh PT. PLN, untuk itu pemerintah berniat untuk menaikkan tarif listrik, memotong program investasi dan mengontrol biaya operasi. Selain itu PT. PLN harus menunda pembayaran hutang jangka panjang dan masih disubsidi oleh pemerintah serta rasionalisasi kontrak dengan listrik -swasta yang masih dalam proses sampai sekarang. Tujuan jangka pendeknya adalah agar debt service coverage sama dengan satu dan t!ngkat tarif mendekati long run marginal cost.
3.5.3.
Subsidi wilayah dan golongan tidak mampu
Kebijakan tarif sama untuk semua daerah akan diubah dan bukan merupakan keharusan. Untuk wilayah dan golongan tertentu yang belum berkembang akan disubsidi. Untuk itu akan dibentuk Dana
45
Pembangunan Kelistrikan Sosial (DPKS). Dana ini akan diberikan untuk kompensasi pada perusahaan distribusi dan retail. Penetapan tarif dan subsidi akan berdasarkan biaya yang diijinkan bukan biaya faktual berdasarkan asumsi operasi yang efisien.
3.5.4.
Pemecahan tarif
Pemerintah pelanggan
tidak yang
akan
menentukan
disubsidi,
akan
tarif ke
tetapi
pelanggan
berperan
dalam
kecuali aturan
perhitungan tarif. Aturan tarif akan dibuat untuk memberikan otorisasi dan menetapkan pemisahan tarif atau biaya untuk pembangkit, transmisi, distribusi dan tarif eceran.
3.5.5.
Peran serta swasta
Peran serta swasta berupa investasi baru dan penjualan saham perusahaan
yang
akan
dibentuk
dalam
restrukturisasi
berupa
swastanisasi.
@
Investasi proyek, dalam aturan perencanaan dan tender kompetitif yang dibuat akan memberikan peluang sektor swasta dalam industri tenaga listrik secara kompetitif. Untuk pembangkit termal akan ditawarkan pada sektor swasta, sedangkan
untuk
PLTA
akan
ditangani
secara
tersendiri
mengingat kompleksitasnya. Demikian juga untuk transmisi pada akhirnya akan ditawarkan pada sektor swasta yang beminat. Untuk mengembangkan program ini maka untuk proyek IPP akan dirasionalisasikan.
@
Swastanisasi,
penjualan
saham
perusahaan
baru
akan
menghasilkan dana dan keahlian manajemen baru. Divestasi akan menurunkan derajat integrasi vertikal sehingga akan
46
meningkatkan kompetisi. Untuk sementara waktu swastanisasi akan difokuskan di Jawa-Bali. Metode yang dipakai antara lain Direct Placement and Initial Public Offerings (IPOs) dengan
mengacu
pada
kebijakan
swastanisasi
Kementerian
Pendayagunaan BUMN. 3.5.6.
Peran pemerintah dan fungsi pengaturan
Peran kepemilikan pemerintah, peran pemerintah akan difokuskan pada tanggung jawab pengembangan kebijakan dan pengaturan sektor ketenagalistrikan saja. Selain itu pemerintah juga berperan dalam pendanaan
eksternal.
Aturan
pinjaman
akan
diperbaiki
untuk
mencerminkan adanya pemecahan atas perusahaan pada PT. PLN. Pemisahan dan memperkuat fungsi pengaturan, sebagai pengatur pemerintah menerapkan UU dan peraturan secara konsisten, tegas dan adil. Untuk lebih lanjutnya perlu dibentuk badan pengatur tingkat tinggi untuk
melakukan
pengatruran
dan
sup~rvisi
pada
proses
restrukturisasi. Badan ini bersifat independen yang bertanggungjawab pada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
47
BAB IV PENDUGAA N DAN PENGUJIAN MODEL
4.1. KONSTRUK SI MODEL DAN ASUMSI
4.1.1. Konstruksi Model
Pembentuka n model didasarkan pada pemikiran bahwa
rata-rata
permintaan listrik rumah tangga (Q) dipengaruhi oleh harga rata-rata listrik rumah tangga (P), PDB per kapita (Y), Indeks Harga Konsumen (CPI) dan upah tenaga kerja (L). Disamping itu harga rata-rata listrik rumah tangga (P) itu sendiri dipengaruhi oleh rata-rata permintaan listrik rumah tangga (Q), harga minyak tanah (kerosene) (Pkero), tingkat upah tenaga kerja (L) dan Indeks Harga Konsumen (CPI), dan tingkat nilai tukar (ER).
Atas
dasar
pemikiran
tersebut
maka
dirumuskan
suatu
sistem
persamaan simultan permintaan listrik sebagai berikut :
Log (Q) = al + a2 Log (P) + a3 Log (Y) + a4 Log (CPI) + aS Log (L) +E ................ ................ ...............1) Log (P) (CPI)
= Pl
+ p6
+ p2 Log (Q) + p3 Log (PKero) + p4 Log (L) + ps Log
Log (ER)
+ f.l
•••••••••••.•.•••....•••.•......•.•.......••.•• 2)
Dimana hubungan antara masing-mas ing variabel pada persamaan permintaan listrik dapat diterangkan sebagai berikut : - Permintaan listrik rumah tangga (Q) dan harga rata-rata listrik rumah tangga (P) mempunyai hubungan negatif, artinya jika harga rata-rata listrik naik maka permintaan listrik rumah tangga akan turun demikian sebaliknya.
48
- Permintaan listrik rumah tangga
(Q)
dan
PDB per kapita
(Y)
mempunyai hubungan positif, artinya bahwa jika PDB per kapita naik maka permintaan listrik rumah tangga juga akan naik demikian sebaliknya. - Permintaan listrik rumah tangga (Q) dan lndeks Harga Konsumen (CPI)
mempunyai
hubungan positif,
artinya jika
Indeks Harga
Konsumen naik maka permintaan listrik rumah tangga juga akan naik demikian sebaliknya. - Permintaan listrik rumah tangga (Q) dan tingkat upah tenaga kerja (L) mempunyai hubungan positif, artinya jika upah tenaga kerja naik maka permintaan listrik rumah tangga juga akan naik demikian sebaliknya.
Sedangkan hubungan antara variabel-variabel dalam persamaan harga listrik dapat diterangkan sebagai berikut :
- Harga rata-rata listrik rumah tangga (P) dan harga minyak tanah . (kerosene) (Pkero) mempunyai hubungan positif, artinya jika harga minyak tanah (kerosene) naik maka harga rata-rata listrik rumah tangga juga naik demikian sebaliknya. - Harga rata-rata listrik rumah tangga (P) dan tingkat upah tenaga kerja (L) mempunyai hubungan yang positif, artinya jika upah tenaga kerja naik maka harga rata-rata listrik rumah tangga juga akan naik demikian sebaliknya. - Harga rata-rata listrik rumah tangga (P) dan indeks harga konsumen (CPI)
mempunyai hubungan negatif, artinya jika
indeks harga
konsumen naik maka harga rata-rata listrik rumah tangga akan turun demikian juga sebaliknya. - Harga rata-rata listrik rumah tangga (P) dan nilai tukar (ER) mempunyai hubungan poisitif, artinya jika nilai tukar naik maka harga rata-rata
!istrik rumah
tangga juga
akan
naik demikian juga
sebaliknya.
49
4.1.2. Asumsi
Spesifikasi model berjangka waktu antara 2002 sampai 2010 dengan tahun dasar adalah tahun 2001. Asumsi-asumsi variabel eksogen yang digunakan untuk membangun model adalah sebagai berikut : a) Pertumbuhan PDB per kapita riil Pertumbuhan PDB per kapita riil tahun 1980 sampai dengan 2001 merupakan data aktual, sedangkan untuk tahun 2002 hingga 2010 PDB per kapita riil diasumsikan tumbuh secara moderat sebesar 4
% per tahun. Pertumbuhan PDB per kapita riil ini merupakan pemicu (driver) pertumbuhan aktivitas pemakaian listrik. b) Harga minyak tanah (kerosene) Variabel harga minyak tanah (kerosene) dalam model persamaan simultan ini digunakan sebagai indikator harga bahan bakar minyak (BBM).
Harga
minyak tanah
dari
tahun
2002
hingga
2010
diasumsikan mengalami kenaikan 2 (dua) tahap yaitu pada tahun 2002 dan tahun 2007 masing-masing tumbuh sebesar 20%. c) Pertumbuhan Upah Tenaga Kerja Pertumbuhan upah tenaga kerja diasumsikan terjadi 2 tahap yaitu pada tahun 2002 dan tahun 2006 masing-masing .sebesar 10 %. Dengan asumsi kondisi perekonomian yang semakin baik maka upah tenaga kerja akan tumbuh sebesar 20 % dari tahun 2002 hingga tahun 2010. d) Indeks Harga Konsumen Indeks Harga Konsumen (IHK) mencerminkan besarnya kenaikan biaya hidup bagi konsumen. Jika angka IHK makin besar berarti telah terjadi inflasi. Dalam model ini diasumsikan bahwa kenaikan angka IHK atau inflasi sebesar 5 % per tahun dari tahun 2002 hingga tahun 2010.
50
e) Nilai tukar (exchange rate) Nilai
tukar
merupakan
komponen
penting
dan
memberikan
kontribusi pada harga listrik. Nilai tukar rupiah terhadap US dolar diasumsikan tetap dari tahun 2002 hingga tahun 2010 yaitu sebesar
Rp. 8, 740/1US$. f)
Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan penduduk dalam model ini diasumsikan sebesar 1.15 % per tahun dari tahun 2002 hingga 2010.
4.2.
DATA DAN PENDUGAAN MODEL
4.2.1. Data
Data
ketenagalistrikan
pada
umumnya diperoleh
dari
Direktorat
Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi - Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, meliputi data penjualan listrik secara nasional dan kebijakan-kebijakan di bidang ketenagalistrikan. Untuk data yang lebih rinci didapat dari PT. PLN berupa data harga listrik dan kebijakan perusahaan. Dari Badan Pusat Statistik didapatkan data, rata-rata jumlah keluarga di Indonesia, jumlah penduduk , upah tenaga kerja dan PDB. Sedangkan dari Pusat Informasi Energi , Departemen Energi dan
Sumber Daya
Mineral diperoleh data
harga
minyak tanah
(kerosene) untuk rumah tangga di Indonesia dan dari sumber-sumber lain seperti International Financial Statistics (IFS) untuk memperoleh data Indeks Harga Konsumen tahunan dan nilai tukar (exchange rate), APEC, World Bank, IMF serta dari berbagai literatur kepustakaan yang mendukung penelitian ini.
Pada teisis ini data yang digunakan adalah data makroekonomi dan ketenagalistrikan nasional. Observasi yang digunakan adalah dari tahun 1980 sampai dengan 2001 secara nasional dan disusun secara time
series.
51
Semua data yang digunakan dalam tesis ini adalah data atas dasar harga konstan 1993. Data nominal yang ada, dikonstankan dengan menggunakan IHK Deflator tahun 1993=100. Data yang dibutuhkan untuk pendugaan model secara ringkas dapat dilihat pada Lampiran 4. 4.2.2. Pendugaan Model
Model
persamaan
simultan
yang
digunakan
permintaan listrik di sektor rumah tangga ini,
untuk melihat pola diestimasi dengan
menggunakan metode Two Stage Least Square (TSLS) karena sebagian besar persamaannya overidentified (kelebihan informasi). Tetapi karena karakteristik data yang digunakan adalah time series ada indikasi
autocorelation, biasanya ditunjukkan dengan nilai OW-stat yang kecil. Untuk
menentukan
variabel-variabel
penjelas
yang
tepat dalam
persamaan dalam model ini dilakukan dengan metode coba-coba (trial
and error). Proses trial and error ini berpedoman pada kriteria ekonomi (teori ekonomi), statistik, ekonometrik dan hasil riset sebelumnya. Selain berpedoman dari keempat hal diatas, penentuan variabel juga ditentukan dengan kemampuannya untuk melakukan simulasi ke depan. Maksudnya peramalan ke depan harus menghasilkan nilai yang rasional
yaitu
tidak
overestimate
dan
underestimate.
Karena
keterbatasan kemampuan software Eviews 3.0 maka nilai F statistik dan Theil's Inequality Coefficient dihitung secara manual berdasarkan formula yang ada. Output Komputer hasil estimasi dapat dilihat pada Lampiran 5 dan hasil estimasi keseluruhan model persamaan simultan permintaan listrik secara ringkas disajikan dibawah ini: Log(Q)=-0.61 *LOG (P) +0.99*LOG (Y)+0.57*LOG (CPI)+0.22*LOG (L) (1.95) (3.80) (9.49) ( -2.48) F-stat = 940.5 Theil's = 0.05 OW-stat = 2.21 Adj. R2 = 0.99
52
LOG(P)= 3.25- 0.13*LOG (Q) + 0.34*LOG (PKero) + 0.22*LOG (L)(3.19) (-1.62) (5.53) (3.72) 0.44*LOG (CPI) + 0.20*LOG (ER) ( -2.17) (2.50) 2 Adj. R = 0.97 DW-stat = 1.97 F-stat = 194 Theil's = 0.02 4.3.
PENGUJIAN DAN VALIDASI MODEL
4.3.1. Pengujian
Secara umum model persamaan simultan permintaan listrik digunakan untuk melihat perubahan permintaan dan harga listrik yang masuk akal secara ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari tanda koefisien yang arah dan besarannya bersesuaian dengan teori ekonomi. Jika dilihat dari kriteria statistik melalui uji t dan F, seluruh persamaan sebagian besar signifikan secara statistik pada taraf nyata pengujian 5 %. Nilai koefisien determinasi (R2 )
nilainya cukup tinggi diatas 97 %. Hal ini
menunjukkan seluruh persamaan baik yang berhubungan dengan permintaan listrik maupun harga listrik cukup mampu menjelaskan perilaku (behaviour) seluruh variabel endogen.
Jika
dilihat
dari
kriteria · ekonometrik
seluruh
persamaan
tidak
mengandung autokorelasi, multikoliearitas dan heteroskedastisitas. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Durbin Watson (OW) yang mendel
Pendugaan terhadap kedua persamaan dilakukan dengan menggunakan metode 2SLS. Tahapan pertama, dengan melakukan regresi variabelvariabel endogen terhadap semua variabel-variabel eksogen dalam model. Tahapan
kedua,
persamaan
struktural
diestimasi dengan
53
menggunakan nilai penduga pada tahapan pertama sebagai instrumen dalam di ruas kanan variabel endogen. Sebagai catatan bahwa karena model persamaan yang dikembangkan merupakan fungsi logaritma, maka semua koefisien termasuk koefisien harga adalah elastisitas. 4.3.2. Validasi Model
Secara umum model dapat dianggap cukup valid untuk digunakan dalam proyeksi dan simulasi ke depan. Jika melihat nilai Theil's Inequality Coefficient dari setiap persamaan tingkah laku, model yang dibuat menunjukkan nilai Theil's yang terbaik atau mendekati nol. Nilai Theil's kedua persamaan yang didapatkan terletak antara 0 sampai dengan 0.1, yaitu masing-masing adalah 0.05 dan 0.02. Dengan demikian
model
ini sudah cukup valid
untuk digunakan dalam
peramalan karena hasil simulasi yang dilakukan tidak menunjukkan overestimate atau underestimate. Setelah tahapan pemodelan di atas telah selesai, maka tahapan yang paling penting adalah melakukan proses simulasi analisis permintaan listrik.
Diharapkan
permintaan
dari
simulasi
ini
dapat dihasilkan
prakiraan
listrik yang sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang
sedang dijalankan.
4.4. SIMULASI MODEL
Melihat dari kondisi, evaluasi dan validasi model persamaan simultan permintaan listrik, maka model ini dapat diandalkan untuk meramalkan permintaan listrik di sektor rumah tangga sebagai acuan untuk memperkirakan pasokan kapaisitas listrik di masa depan agar tidak terjadi defisit listrik.
54
Dalam tesis ini akan dilakukan simulasi dengan menggunakan variabel eksogen yang berupa PDB per kapita (Y), Indeks Harga Konsumen (CPI), upah tenaga kerja, harga minyak tanah (kerosene) (Pkero) sebagai indikator harga BBM, dan nilai tukar (exchange rate, ER). Hasil
simulasi
diharapkan
dapat
digunakan
untuk
meramalkan
permintaan listrik khususnya sektor rumah tangga sebagai sektor yang menduduki peringkat kedua dalam mengkonsumsi listrik setelah sektor industri.
Disamping
itu
hasil
simulasi
dapat
digunakan
untuk
menentukan harga listrik rumah tangga yang wajar, dapat terjangkau dan tidak memberatkan masyarakat. 4.4.1.Parameter Skenario
Skenario yang disimulasikan adalah skenario pertumbuhan ekonomi dan skenario penguatan rupiah. Skenario pertumbuhan ekonomi menggambarkan kondisi pemakaian listrik apabila terjadi tingkat pertumbuhan ekonomi yang tercermin dari angka pertumbuhan PDB. Dalam tesis ini skenario pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan cara mengubah angka pertumbuhan PDB pada tiga kondisi yang berbeda, yaitu skenario pesimis (pertumbuhan PDB = 2 % per tahun), skenario dasar (pertumbuhan PDB = 4 % per tahun) dan skenario optimis (pertumbuhan PDB = 6% per tahun). Sedangkan
skenario
penguatan
rupiah
digunakan
untuk
menggambarkan kondisi pemakaian dan harga listrik pada saat terjadi perubahan tingkat nilai tukar (exchange rate)
rupiah terhadap dolar
AS. Skenario penguatan rupiah ditetapkan dengan cara mengubah tingkat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berdasarkan pada tiga kondisi yang berbeda, yaitu melemah, normal, dan menguat. Pada kondisi normal nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang ditetapkan adalah nilai tukar rupiah seperti yang digunakan untuk asumsi APBN
55
2003, yaitu sebesar Rp. 8,740/lUS$. Untuk memudahkan analisis nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada saat melemah dan menguat ditetapkan ± 10 % dari nilai tukar rupiah pada kondisi normal.
Pada Tabel 4.1. diperlihatkan rangkuman parameter skenario model. Parameter yang lebih rinci disajikan pada Lampiran 6.
Tabel 4.1. Parameter Skenario Skenario
Kondisi
Pertumbuhan
Pesimis
Ekonomi
Dasar Optimis
Penguatan Rupiah
Asumsi Parameter utama : pertumbuhan PDB 2 % per tahun Parameter utama : pertumbuhan PDB 4 % per tahun Parameter utama : pertumbuhan PDB 6 % per tahun
Melemah Parameter utama : Tingkat Exchange Rate 110 % Normal Parameter utama : Tingkat Exchange Rate 100 % Menguat Parameter utama : Tingkat Exchange Rate 90%
4.4.2. Prakiraan Permintaan Listrik
Dari
data
yang
diperoleh
dari
Direktorat
Jenderal
Listrik
dan
Pemanfaatan Energi terlihat bahwa permintaan listrik di sektor rumah tangga
dari tahun
1980 sampai dengan 2001 terus mengalami
peningkatan. Pertumbuhan permintaan listrik sektor rumah tangga rata-rata dalam kurun waktu antara 1980 sampai 2001 adalah sebesar 11.39 %. Peningkatan permintaan listrik sektor rumah tangga tersebut mencapai klimaksnya pada tahun 1995 seperti terlihat pada Gambar 5, yaitu sebesar 18,119,964 MWh atau meningkat sebesar 27.23 % dari permintaan listrik tahun 1994 yang sebesar 13,185,342 MWh. Hal ini disebabkan
antara
mengesankan
lain
sebesar
karena 7
%
pertumbuhan
dan
adanya
PDB
kenaikan
yang
cukup
pendapatan
56
masyarakat dalam bentuk upah. Pada saat yang bersamaan tepatnya pada tahun 1995 pembangkit listrik swasta dan koperasi telah mulai beroperasi dan memberi kontribusi terhadap pembangkitan listrik secara keseluruhan sebesar 1. 76 % sehingga dapat digunakan untuk menambah pasokan dan memenuhi peningkatan permintaan listrik di sektor rumah tangga yang cukup pesat. Meskipun keterlibatan perusahaan pembangkitan swasta dan koperasi masih sangat terbatas, penjualan listrik mulai mengalami peningkatan yang tajam pada tahun 1993 dan meningkat makin tajam pada tahun 1995 hingga tahun 2001. Trend permintaan listrik sektor rumah tangga dari tahun 1998 sampai saat ini menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan. Jika dilihat pemakaian listrik per sektor, terjadi penurunan pertumbuhan pemakaian listrik sektor industri pada tahun tersebut. Pertumbuhan positif pada tahun 1998 disebabkan oleh pertumbuhan pemakaian listrik di sektor rumah tangga yang cukup besar.
30000000
~20000000 10000000
~-~ Q ·-~~~~ Gambar 5.
-- ~-- Q fitted
Tahun
j
Permlntaan Llstrlk untuk Sektor Rumah Tangga (1980 - 2001)
57
Pertumbuhan permintaan listrik diperkirakan terus berlanjut sampai dengan akhir tahun simulasi. Dengan asumsi seperti telah diutarakan di atas dan
menggunakan software Eviews ver.
3.0,
model dapat
menghasilkan prakiraan permintaan listrik rumah tangga dari tahun 2002 sampai dengan 2010 pada berbagai skenario seperti diutarakan di atas dan disajikan pada Tabel 4.2 berikut ini : Tabel 4.2. Prakiraan Permintaan Listrik Sektor Rumah Tangga : Skenario Pertumbuhan PDB Permintaan Listrik RT Pesimis Optimis Dasar
Skenario Penguatan Rupiah Permintaan Listrik RT Lemah Normal Kuat
Ira hun (MWh)
(MWh)
(MWh)
(MWh)
(MWh)
(MWh)
2002 31,060,631 31,718,792 32,377,964 31,323,012 31,718,792 32,162,130 2003 33,166,132 34,586,573 36,039,047 34,155,008 34,586,573 35,069,993 2004 35,414,217 37,713,485 40,113,933 37,242,903 37,713,485 38,240,610 2005 37,810,789 41,118,860 44,644,982 40,605,787 41,118,860 41,693,583 2006 40,718,956 45,219,764 50,117,893 44,655,521 45,219,764 45,851,806 2007 41,709,199 47,300,957 53,513,980 46,710,745 47,300,957 47,962,088 2008 44,529,020 51,568,876 59,554,957 50,925,410 51,568,876 52,289,660 2009 47,551,716 56,236,345 66,294,915 55,534,640 56,236,345 57,022,367 2010 50,763,559 61,306,877 73,774,328 60,541,903 61,306,877 62,163,771
Sumber : Hasil Proyeksi Hasil simulasi permintaan listrik sektor rumah tangga secara rinci disajikan pad a Lampiran 7. Sedangkan gam bar proyeksi permintaan listrik pada berbagai kondisi skenario pertumbuhan PDB disajikan pada Gambar 6 berikut ini :
58
80,000,000 , . . - - - - - - - - - - - - - - - - - - - . 70,000,000 60,000,000 50,000,000 -+-Pesimis .J:: ~ 40,000,000 -Moderat ........,_Optimis :2: 30,000,000 20,000,000 10,000,000 0+-~~~-~~-~-~~-~~
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Tahun Gambar 6. Proyeksi Permintaan Listrik Rumah Tangga Pada Berbagai Kondisi Skenario Pertumbuhan PDB (2002-2010) Sementara proyeksi permintaan listrik pada berbagai kondisi skenario penguatan rupiah disajikan pada Gambar 7 berikut ini :
70,000,000 . . , . - - - - - - - - - - - - - - - , r - - - - - - , - .. - Lemah 60,000,000 50,000,000 • • • ··Normal ~0,000,000
---,~.-Kuat
~0.000,000
20,000,000 10,000,000 0+-~-~---,~~-~~-~~-~
~~~ ~~n;, ~~ ~~~ ~~ro ~~ ~~te ~~OJ ~....~
~
~
~
~
~
~
~
~
~
Tahun Gam bar 7. Proyeksi Permintaan Listrik Rumah Tangga Pad a Berbagai Kondisi Skenario Penguatan Rupiah (2002-2010)
4.4.2. Proyeksi Harga Listrik Secara teoritis tarif/harga sangat berhubungan dengan peramalan permintaan
listrik.
Harga sangat berpengaruh terhadap
struktur
pengusahaan listrik, dapat dikatakan harga merupakan fungsi dari
59
pembelian listrik. Dalam penelitian ini data untuk tarif listrik tersedia, akan tetapi pada umumnya didapat dalam bentuk tarif rata-rata, bukan harga marginal. Pada prinsipnya, harga marginal lebih baik daripada harga rata-rata dikarenakan harga marginal berhubungan langsung dengan keputusan untuk meningkatkan atau menurunkan permintaan listrik bagi setiap pelanggan, hal ini dapat merupakan dasar elastisitas permintaan listrik. adalah
Permasalahannya pelanggan pelanggan.
tentu
belum
harga
pengaruh
merupakan dapat
rata-rata
Harga
dalam
marjinal
bentuk satu
sektor
sebagai
fungsi
dari
digunakan
agregat
permintaan, hal ini dikarenakan harga tersebut juga dapat dipakai untuk meramalkan elastisitas permintaan listrik, dan menurut Verleger dan Blattenberger (1977) tidak ada perbedaan yang signifikan antara elastisitas yang didapat dari harga marginal maupun harga rata-rata. Perkembangan harga rata-rata listrik rumah tangga dari tahun 1980 hingga 2001 dapat dilihat seperti Gambar 8 berikut ini :
200 .r:.
160
0:::
120
~ a.
80 40+-~~--~--~~-r.-~~--~--~~~
00
~
~
00
~
00
1--- P actual Gambar 8.
~
--6--·
~
P fitted
00
I
~
00
Tahun
Perkembangan Harga Rata-Rata Listrik Rumah Tangga (1980-2001)
60
Kebijaksanaan Pemerintah tentang tarif dasar listrik adalah bahwa tarif listrik secara bertahap dan terencana diarahkan untuk mencapai nilai keekonomiannya, yang selanjutnya akan mengikuti mekanisme pasar, sehingga tarif listrik rata-rata dapat menutup secara penuh segala macam biaya yang dikeluarkan (full cost recovery). Tarif listrik ratarata yang dapat menutup secara penuh segala macam biaya yang telah dikeluarkan (full cost recovery) dan mencapai nilai keekonomiannya menurut pihak PT. PLN adalah sebesar US$ 7.00 sen. Bila harga ini tercapai, diharapkan akan dapat memberikan signal positif bagi investor dalam berinvestasi di sektor ketenagalistrikan. Disampng itu, tarif
listrik
juga
akan
mempertimbangkan
kemampuan
bayar
pelanggan. Golongan tarif akan lebih disederhanakan dan kemungkinan pembagian tarif yang tidak seragam (non-uniform tariff). Dengan kemampuan Pemerintah yang terbatas, subsidi akan lebih diarahkan kepada kelompok pelanggan kurang mampu, untuk pembangunan daerah perdesaan dan pembangunan daerah-daerah terpencil.
Namun demikian, harga listrik sampai saat ini masih merupakan kebijakan yang diatur oleh Pemerintah oleh karena itu tidak dapat diramalkan seperti permintaan listrik, dasar peramalannya sangat tergantung
pada
kepentingan
keputusan Pemerintah. Namun demikian, untuk
analisis
penelitian
ini
mencoba
untuk
melakukan
perhitungan tingkat harga listrik yang wajar bagi konsumen khususnya rumah tangga. Hal ini didasari oleh pengalaman selama ini yang menunjukkan
bahwa
setiap
kali
Pemerintah
memutuskan
untuk
menaikkan TDL terjadi reaksi perlawanan yang keras dari masyarakat.
Hasil perhitungan tarif listrik dalam penelitian ini tidak dapat dipastikan untuk selalu sama dengan penetapan TDL Pemerintah tetapi paling tidak dapat memberikan gambaran sederhana kepada masyarakat yang selama ini menuntut transparansi dan akuntabilitas perusahaan listrik dalam
menaikkan
TDL.
Perbedaan
asumsi
dan
variabel-variabel
61
eksogen yang digunakan dapat dipastikan menjadi sebab utama perbedaan hasil perhitungan. Dari hasil proyeksi dapatlah diperkirakan harga listrik untuk keperluan rumah tangga pada berbagai skenario seperti disajikan dalam Tabel 4.3. berikut ini : Tabel 4.3. Proyeksi Harga Rata-Rata Listrik Rumah Tangga (Rp/KWh) : Skenario Pertumbuhan PDB Skenario Penguatan Rupiah Harga Rata-Rata Listrik RT Harga Rata-Rata Listrik RT Pesimis Optimis Dasar Lemah Normal Kuat Tahun (Rp/KWh' (Rp/KWh) (Rp/KWh) (Rp/KWh) (Rp/KWh) (Rp/KWh) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
119.18 115.67 112.27 108.97 107.86 112.12 108.83 105.62 102.52
118.86 115.04 111.35 107.78 106.39 110.29 106.76 103.33 100.02
118.54 114.42 110.45 106.63 104.96 108.52 104.76 101.12 97.63
121.35 117.45 113.68 110.04 108.62 112.60 109.00 105.49 102.12
118.86 115.04 111.35 107.78 106.39 110.29 106.76 103.33 100.02
116.16 112.43 108.82 105.34 103.97 107.79 104.34 100.98 97.75
Harga listrik RT dalam harga konstan 1993=100 (masih Keterangan: subsidi) Sumber: Hasil Proyeksi Hasil simulasi harga rata-rata listrik sektor rumah tangga secara rinci disajikan pada Lampiran 8. Sedangkan proyeksi harga rata-rata listrik rumah tangga pada berbagai skenario disajikan pada Gambar 9 dan Gambar 10 berikut ini :
62
140 120
...
I
•
I
100 .s::::.
~
c.
0:::
--+-
80
Pesimis
--Moderat
60
- - -Optimis
40 20 0 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Tahun
Gambar 9. Proyeksi Harga Rata-Rata Listrik Rumah Tangga Pada Berbagai Kondisi Skenario Pertumbuhan PDB
140T-------------------------------- ------, 120 100
---- -
-
- - ---- ....
·':.":.~
- ... -Lemah - - •- - Normal -+--Kuat
80 60
40 20 0+---~---r--~--~r---r---~--,----r---;
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 201 0
Gambar 10. Proyeksi Harga Rata-Rata Listrik Rumah Tangga Pada Berbagai Kondisi Skenario Penguatan Rupiah
63
BABV ANALISIS KEBIJAKAN
5.1. PERMINTAAN LISTRIK SEKTOR RUMAH TANGGA
Permintaan listrik dipengaruhi variabel ekonomi makro dan mikro. Variabel ekonomi makro yang mempengaruhi permintan listrik yaitu produk domestik. brute (PDB) dan PDB per kapita, Indeks Harga Konsumen dan tingkat upah tenaga kerja. Produk Domestik Brute (PDB) dan PDB per kapita yang mencerminkan besarnya aktivitas perekonomian dan pendapatan penduduk. Variabel ekonomi mikro yang mempengaruhi permintaan listrik yaitu harga energi, yang secara teori harga energi seharusnya mencerminkan juga tingkat ketersediannya atau kelangkaannya di pasar. Pada kenyataannya, harga energi seringkali dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Kebijakan subsidi harga energi, khususnya BBM
~an
listrik,
sangat berpengaruh terhadap pola permintaan jenis energi ini. Bahkan kebijakan subsidi harga BBM sangat berpengaruh terhadap permintaan energi domestik secara keseluruhan.
Kedua variabel ekonomi makro dan mikro mempengaruhi permintaan energi secara berkebalikan. Semakin tinggi PDB berarti semakin tinggi juga permintaan energi, sedangkan semakin tinggi harga energi akan menyebabkan permintaan energi semakin kecil. Krisis ekonomi yang menghantam Indonesia pada kuartal terakhir tahun 1997, telah menyebabkan turunnya PDB dan kegiatan ekonomi secara tiba-tiba. Pada saat yang bersamaan harga BBM domestik dipertahankan
stabil,
meskipun
secara
riil
harganya
melonjak.
64
Sehingga penurunan PDB yang besar tidak terlalu berdampak pada penurunan pemakaian energi. Untuk melihat kisaran permintaan listrik rumah tangga pada berbagai skenario pertumbuhan PDB, pada Gambar 6 diperlihatkan hasil simulasi dari berbagai skenario ini. Skenario PDB pesimis adalah skenario pertumbuhan PDB 2 % per tahun antara 2002 dan 2010. Skenario dasar adalah skenario moderat,dengan pertumbuhan PDB 4 % per tahun. Dan skenario optimis adalah skenario pertumbuhan 6 % per tahun. Masing-masing skenario menghasilkan pertumbuhan permintaan listrik 6.34 untuk PDB pesimis, 8.60 untuk PDB moderat dan 10.85 untuk PDB optimis. Dibandingkan dengan permintaan listrik pada tahun 2001, permintaan listrik pada tahun 2010 untuk skenario pesimis, moderat dan optimis adalah masing-masing 1.5; 1.8; dan 2.2 kali permintaan listrik tahun 2001. Besarnya peningkatan permintaan listrik sektor rumah tangga ini menjadi gambaran besarnya permintaan listrik di masa yang akan datang dan menuntut perusahaan listrik untuk memasok daya 1.5 hingga 2 kali lipat sampai dengan tahun 2010 agar tidak terjadi defisit listrik. Sementara hasil simulasi besarnya kisaran permintaan listrik rumah tangga dari berbagai kondisi pada skenario penguatan rupiah dapat dilihat pada Gam bar 7. Skenario lemah adalah skenario nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS sebesar 10 °/o dari nilai tukar normal antara 2002 dan 2010. Skenario normal adalah skenario nilai tukar normal terhadap dolar AS yang besarnya ditetapkan sama dengan asumsi nilai tukar APBN 2003. Sementara skenario kuat adalah skenario nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS sebesar 10 % dari nilai tukar normal antara 2002 dan 2010. Pada skenario penguatan rupiah masing-masing kondisi menghasilkan pertumbuhan permintaan listrik yang hampir sama, yaitu sekitar 8.60. Hal ini berarti bahwa
65
penguatan
rupiah
tidak
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
besarnya permintaan listrik.
5.2. PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK Pada awal krisis, pertumbuhan permintaan listrik memang agak rendah, akan tetapi setelah itu, pertumbuhan listrik kembali pada kisaran
6%-10% per tahun.
Dengan tingkat pertumbuhan yang
demikian, diperkirakan dalam waktu sekitar sembilan sampai sepuluh tahun kapasitas yang dibutuhkan menjadi sekitar dua kali lipat dari yang tersedia saat ini. Fakta ini setidaknya membuat kita percaya pada sebuah rule of thumb yang mengatakan bahwa jika ekonomi tumbuh 4%, maka pertumbuhan listrik adalah dua kalinya atau sekitar 8%. Dengan keadaan pertumbuhan listrik yang seperti itu, investasi di pembangkitan untuk penyediaan listrik menjadi sangat dibutuhkan. Namun demikian, Pemerintah dan PLN tidak mampu melakukan investasi karena tidak memiliki dc:ma, maka pilihannya adalah mengajak pihak swasta untuk ikut berpartisipasi dalam melakukan investasi di sektor kelistrikan.
5.3. INVESTASI DI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN Dalam tahun-tahun _mendatang Indonesia akan menghadapi krisis listrik dan krisis listrik ini sudah terjadi di beberapa daerah. Untuk mengatasi hal ini, peran listrik swasta sangat diharapkan. Sebagai gambaran, nilai investasi yang akan dilakukan PT PLN (Persero) pada tahun 2003 ini sekitar US$ 1 milyar. Demikian pula nilai investasi PLTU Tanjung Jati B sebesar US$ 1,4 milyar yang pembangunannya akan dimulai pertengahan tahun 2003 ini. 6 6
Sambutan Menteri ESDM pada Forum Dialog Lintas Stakeholder Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral di Nusa Dua Bali, tanggal 1 Februari 2003
66
Oleh karena itu, Pemerintah perlu terus mendorong minat swasta untuk melakukan investasi di sektor ketenagalistrikan agar krisis listrik yang akan terjadi tidak terlalu parah melalui upaya-upaya penciptaan iklim investasi yang kondusif dan penyampaian informasi dan regulasi yang jelas
dan
transparan
stakeholders
bidang
di
bidang
ketenagalistrikan.
ketenagalistrikan
yang
telah
Dialog
antar
dirintis
oleh
Pemerintah perlu terus dilakukan karena dalam era reformasi saat ini Pemerintah dituntut untuk lebih transparan dalam hal pengaturan di bidang ketenagalistrikan. Melalui dialog ini juga diharapkan akan lebih membuka wawasan para investor sehingga pemberlakuan UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan dapat semakin membuka pintu bagi
para
investor
untuk
menanamkan
modalnya
menyiapkan
kerangka
di
sektor
ketenagalistrikan ini. 7
Rencana
Pemerintah
untuk
peraturan
pelaksanaan sebagai kelengkapan UU No. 20 tahun 2002 perlu didukung,
karena
dengan
dikeluarkannya
petunjuk
pelaksanaan
tersebut diharapkan menjadi media untuk menyampaikan informasi yang benar kepada para pelaku bisnis dan calon investor di sektor ketenagalistrikan mengenai regulasi yang berlaku. Dengan informasi yang benar dan transparan diharapkan tidak ada lagi keraguan pada investor
untuk
berinvestasi
dan
mengembangkan
kegiatannya,
khususnya dari aspek kepastian dan penegakan hukum. Karena di antara faktor-faktor yang menjadi pertimbangan bagi investor untuk berinvestasi selain soal keekonomian tarif dasar listrik, juga bagaimana sebuah proyek sustainable di masa mendatang. Artinya, dukungan dan kejelasan dari peraturan-peraturan yang berhubungan dengan investasi di sektor ketenagalistrikan sangat membantu para investor dalam melakukan kegiatannya. 7
Direktur Jenderal LPE dalam acara Talk Show "Prospek lnvestasi dan Kendala Regulasi bagi Perkembangan Sektor Ketenagalistrikan Indonesia" di Hotel JW Marriot Jakarta, tanggal 21 April 2003
67
5.4. PEMANFATAAN ENERGI ALTERNATIF
Selain pertumbuhan permintan listrik yang terus meningkat dari waktu ke waktu, kondisi lain yang menyebabkan kelangkaan pasokan listrik adalah bahwa sebagian besar kebutuhan tenaga listrik di Indonesia dipasok dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Batubara masih menduduki peringkat tertinggi, yaitu 45 persen. Gas alam menduduki peringkat kedua, yakni 27 persen. Sisanya dipasok dari energi minyak sebesar 13 persen dan energi terbarukan 15 persen. Padahal pada kenyataannya sumber energi fosil sangat terbatas jumlahnya. Untuk
menambah
mempertimbangkan
pasokan
listrik
pemakaian
di
energi
Indonesia terbarukan
sudah yang
saatnya ramah
lingkungan yang populer dengan sebutan energi hijau. Jenis energi ini masih kurang dikenal masyarakat karena energi hijau secara ekonomis tidak memiliki nilai kompetitif dibandingkan dengan jenis energi lain. Namun penggunaan energi hijau perlu terus dikembangkan melalui pemberian insentif, terutama untuk pemenuhan energi masyarakat pedesaan dan terpencil. Bahkan di masa mendatang energi hijau seperti energi surya dan angin akan menggunakan teknologi yang lebih ekonomis sehingga akan kompetitif jika dibanding dengan energi konvensional. Sebagai contoh, di negara maju seperti Amerika Serikat (AS) yang sudah mengembangkan energi angin terbukti bahwa energi ini bisa lebih murah empat hingga enam persen dibanding energi yang konvensional. 8 Di sam ping alasan hem at energi, energi hijau juga dibutuhkan demi membangun lingkungan sehat bagi makhluk hidup.
Staf Ahli Menteri ESDM dalam dialog "Prospek Energi Alternatifdi Indonesia", Jakarta pada tanggal 17 Juni 2003
8
68
Energi hijau sesungguhnya tidak sulit ditemukan. Sebagai contoh, bahan bakar gas bumi yang ramah lingkungan tersebar cukup banyak di Indonesia. Cadangan gas bumi di Indonesia saat ini mencapai 176,6 TFC
atau
sebesar tiga
kali
lipat dari cadangan
minyak
bumi.
Pemanfaatannya sendiri sampai Desember 2002 telah mencapai 8,5 billion standard cubic feet per day (BSCFD) di mana 3 BSCFD dimanfaatkan untuk konsumsi domestik, 5 BSCFD diekspor dalam bentuk LNG dan 0,5 BSCFD diekspor dalam bentuk jaringan pipa. Sumber gas bumi terbesar berada di Kepulauan Natuna, yakni 54,7 persen dan sudah diekspor ke Malaysia dan Singapura. Sedangkan sumber lain tersebar di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Papua, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. 9
5.5. KEBIJAKAN TARIF LISTRIK
Kebijakan Pemerintah tentang tarif dasar listrik adalah bahwa tarif listrik
sec~ra
bertahap dan terencana diarahkan untuk mencapai nilai
keekonomiannya, yang selanjutnya akan mengikuti mekanisme pasar, sehingga tarif listrik rata-rata dapat menutup secara penuh segala macam biaya yang dikeluarkan ( full cost recovery ). Kebijakan ini diharapkan akan dapat memberikan signal positif bagi investor dalam berinvestasi di sektor ketenagalistrikan. Disamping itu, tarif listrik juga akan mempertimbangkan kemampuan bayar pelanggan. Golongan tarif akan lebih disederhanakan dan kemungkinan pembagian tarif yang tidak seragam ( non-uniform tariff). Dengan kemampuan Pemerintah yang
terbatas,
subsidi
akan
lebih
diarahkan
kepada
kelompok
pelanggan kurang mampu, untuk pembangunan daerah perdesaan dan pembangunan daerah-daerali terpencil.
9
PT. Perusahaan Gas Negara (PGN)
69
Berdasarkan pada kebijakan Pemerintah mengenai tarif dasar listrik maka setidaknya ada 5 (lima) alasan kenaikan tarif yang dilakukan oleh PLN sebagai suatu perusahaan listrik. Pertama, karena naiknya biaya penyediaan tenaga listrik dalam rupiah akibat depresiasi mata uang ini. Kedua, harga jual masih lebih rendah dari harga pokok penjualan. Ketiqa, meningkatnya biaya operasional karena naiknya harga bahan
bakar. Keempat, meningkatnya kebutuhan investasi untuk melayani permintaan listrik yang tumbuh rata-rata sebesar 10 persen setiap tahunnya. Dan kelima, kenaikan tarif 2003 merupakan tahapan menuju tarif ekonomis sebesar US$ 7 sen per KWh pada 2005. Beberapa keberatan masyarakat terhadap alasan kenaikan tarif yang dilakukan perusahaan listrik diantaranya adalah bahwa depresiasi rupiah yang menjadi alasan pertama seharusnya tidak berlaku lagi karena sejak triwulan keempat tahun 2001 telah terjadi penguatan nilai rupiah sebesar rata-rata 20 persen yang tidak diperhitungkan pihak perusahaan listrik dalam hal ini PLN. Selain itu, masyarakat menuntut adanya kejelasan mengenai asumsi yang digunakan dalam menghitung harga pokok penjualan (HPP) listrik karena penetapan HPP listrik selama ini dinilai terlalu tinggi dan memberatkan konsumen. Dengan adanya keberatan masyarakat tersebut di atas maka .dalam penelitian ini dicoba untuk menghitung harga yang seharusnya dibayar konsumen untuk setiap pemakaian listrik per KWh. Karena penelitian ini dibatasi pada pemakaian listrik sektor rumah tangga maka perhitungan tarif juga hanya berlaku untuk konsumen rumah tangga. Harga ratarata listrik yang akan dievaluasi adalah harga pada tahun 2005 yaitu tahun yang ditetapkan PLN pada saat harga listrik telah mencapai keekonomiannya, yaitu sebesar US $ 7 sen/KWh. Harga rata-rata listrik rumah tangga bersubsidi hasil proyeksi pada tahun 2005 pada kondisi normal skenario pertumbuhan PDB dalam
70
Rp/KWh adalah masing-masing sebesar 107.78 pad a harga konstan 1993. Karena sejak tahun 2002 PLN telah memberlakukan kenaikan tarif per triwulan sebesar 6 %, maka harga pada tahun 2005 dalam berbagai kondisi pada skenario pertumbuhan PDB menjadi sebesar 133.65 (dalam Rp/KWh). Nilai ini kemudian dikonversi ke dalam nilai nominal
dengan
cara
mengalikannya
dengan
IHK.
Dengan
mengasumsikan IHK pada tahun 2005 sebesar 323.4 % maka akan diperoleh nilai nominal harga listrik masing-masing sebesar 432.22 atau rata-rata sebesar US $ 4.9 sen. Dengan cara yang sama, pada skenario penguatan rupiah diperoleh harga rata-rata listrik rumah tangga adalah sebesar US $ 5 sen/KWh. Nilai ini berbeda dengan asumsi harga listrik PLN yang ditetapkan sebesar US $ 7 sen/KWh.
Besarnya porsi subsidi rata-rata terhadap tariff listrik rumah tangga dari tahun 1980 sampai 2001 adalah sebesar 38 %. Dengan demikian bila tahun 2005 subsidi dicabut secar.a penuh maka harga listrik mencapai US$ 7.97 sen/KWh. Dengan demikian harga listrik yang ditetapkan PLN sebesar US$ 7 sen/KWh dinilai masih wajar.
Adanya perbedaan nilai perhitungan ini antara lain dikarenakan adanya perbedaan antara asumsi yang dipakai oleh PLN dan asumsi yang diP,akai dalam penelitian ini. Akan tetapi, dalam penelitian ini penulis tidak berhasil memperoleh asumsi yang dipakai PLN dalam menaikkan tarif
listrik
sehingga
tidak
dapat
membuat
perbandingan
yang
kom prehensif.
Dengan kenyataan ini maka sudah seharusnya PLN sebagai perusahaan yang
mengelola
listrik perlu mengedepankan transparansi dalam
penetapan tarif dasar listrik pada tahun-tahun mendatang, terutama menyangkut konsumen
asumsi dapat
dan
alasan-alasannya.
memahami
apa
yang
Dengan
dilakukan
demikian, PLN
dalarn
meningkatkan kinerjanya untuk memperoleh keuntungan secara wajar
71
dan tidak membebani konsumen. Langkah-langkah untuk mengurangi kerugian transmisi dan distribusi serta pencurian listrik hingga 8-9 persen harus terus dilakukan daripada membebankan kerugian PLN yang mencapai 13 persen atau senilai Rp 3,8 triliun kepada konsumen. Dengan demikian PLN bahkan mampu membukukan penghematan sebesar Rp 1,3 - Rp 1,5 triliun per tahun.
72
BABVI KESIMPULAN DAN SARAN KEBIJAKAN
6.1. KESIMPULAN
Dari analisis model persamaan simultan yang telah dikembangkan di atas, dapat disampaikan kesimpulan sebagai berikut : a. Permintaan energi listrik sektor rumah tangga dipengaruhi oleh variabel harga rata-rata listrik rumah tangga, PDB per kapita, Indeks Harga Konsumen dan upah tenaga kerja. Sementara harga rata-rata listrik rumah tangga dipengaruhi oleh permintaan listrik rumah tangga, harga minyak tanah, upah tenaga kerja, Indeks Harga Konsumen dan nilai tukar (exchange rate).
Variabel harga
rata-rata listrik rumah tangga terlihat signifikan, artinya jika harga rata-rata listrik rumah tangga naik maka permintaan listrik rumah tangga akan turun. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien variabel harga rata-rata listrik (P) yang menunjukkan nilai positif. Demikian juga untuk PDB per kapita riil (Y) berpengaruh menaikkan permintaan listrik, ditunjukkan oleh koefisien variabel PDB per kapita riil yang menunjukkan nilai positif. b. Dari hasil estimasi persamaan simultan permintaan listrik terlihat bahwa perubahan permintaan listrik bersifat inelastic terhadap harga listrik rumah tangga, ditunjukkan dengan nilai koefisien yang kecil ( < 1). Artinya bahwa perubahan harga listrik yang terjadi mendapatkan respon sangat kecil dari konsumen rumah tangga dalam permintaan listriknya. Hal ini karena listrik sudah menjadi kebutuhan dasar (basic needs) bagi rumah tangga di Indonesia khususnya untuk penerangan. Di lain pihak perubahan PDB per kapita juga bersifat elastic terhadap permintaan listrik. Artinya bahwa setiap kali terjadi perubahan pendapatan per kapita akan
73
mendapatkan respon yang besar dari rumah tangga di Indonesia untuk
meningkatkan
permintaan
listriknya
seiring
dengan
meningkatnya pendapatan. Persamaan hasil regresinya adalah : Log(Q)=-0.61 *LOG (P)+0.99*LOG (Y)+0.57*LOG(CPI)+0.22*LOG(L) ( -2.48) (9.49) (3.80) (1.95) Adj. R2 = 0.99 OW-stat = 2.21 F-stat = 940.5 Theil's = 0.05 LOG(P)= 3.25- 0.13*LOG (Q) + 0.34*LOG (PKero) + 0.22*LOG (L) (3.19) (-1.62) (5.53) (3.72) 0.44*LOG (CPI) + 0.20*LOG (ER) (-2.17) (2.50) 2 Adj. R = 0.97 OW-stat = 1.97 F-stat = 194 Theil's = 0.02 c. Permintaan energi listrik sektor rumah tangga di Indonesia sampai dengan tahun 2010 akan naik 3/4 kali yaitu dari 28,870,595 MWh pada tahun 2002 sampai dengan 50,715,370 MWh pada tahun 2010. Sedangkan pertumbuhan permintaan listrik sektor rumah tangga rata-rata dari tahun 2002-2010 di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 7.3 %. d. Untuk menambah pasokan listrik di Indonesia sudah saatnya perlu mempertimbangkan pemakaian energi terbarukan yang ramah lingkungan sebagai sumber energi pembangkit listrik disamping sumber energi
konvensional
yang
telah
ada.
Penelitian
dan
Pengembangan (R&D) yang terus menerus dan konsisten serta dukungan Pemerintah melalui kebijakan energi yang pro lingkungan akan meningkatkan nilai energi ini secara ekonomis dan tingkat daya saing yang tinggi terhadap jenis energi lain. e. Dari
hasil
proyeksi
harga
listrik yang dilakukan oleh
model
persamaan simultan permintaan listrik menunjukkan bahwa HPP listrik pada akhir tahun 2005 sebesar Rp. 432.22/KWh atau US$ 4.94 sen/KWh dengan nilai kurs tengah dolar Rp. 9,000/lUS$. Harga tersebut merupakan harga bersubsidi yang sudah ditambah kenaikan sebesar 24 % per tahun dari tahun 2002 hingga 2005.
74
Namun demikian harga listrik tersebut merupakan hasil proyeksi dari data harga listrik aktual antara tahun 1980 sampai dengan 2001 yang masih memiliki unsur subsidi. Dimana porsi dana subsidi listrik untuk rumah tangga pada saat itu mencapai 38 % dari biaya produksi Bila unsur subsidi dihilangkan maka akan diperoleh harga listrik sebesar 7.97 sen/KWh. Oleh karena itu HPP yang ditetapkan oleh PLN sebesar US$ 7 sen/KWh pada akhir tahun 2005 dinilai masih wajar.
6.2. SARAN KEBIJAKAN a. Pertumbuhan permintaan listrik sektor rumah tangga yang lebih tinggi dari pertumbuhan pendapatan per kapita menunjukkan belum efisiennya penggunaan listrik (penggunaan listrik belum produktif). Untuk itu perlu diterapkan kebijakan konservasi energi listrik (penggunaan listrik efektif dan efisien) baik dalam peralatan listrik maupun pemakaiannya. Konsep Demand side management (DSM) perlu terus disosialisasikan karena dengan DSM yang tepat akan dapat memperkirakan permintaan listrik sesuai dengan penambahan kapasitas pembangkit, transmisi dan distribusi.
b. Bila dilihat dari proyeksi harga listrik, maka sampai dengan akhir tahun 2005 tarif listrik akan mencapai Rp. 382.35/KWh atau US$ 4.24 sen/KWh
pada
nilai kurs tengah dolar Rp.
9,000/US$.
Sehingga penetapan target harga penjualan (HPP) listrik PLN sebesar US$ 7.00 sen/KWh pad a nilai kurs yang sam a pad a akhir 2005 dinilai masih wajar, karena harga HPP sebesar US$ 7 sen yang ditetapkan PLN sudah menghilangkan porsi dana subsidi listrik untuk rumah tangga dimana sampai akhir tahun 2001 besarnya
75
dana subsidi untuk listrik rumah tangga mencapai 38 % dari biaya produksi. Namun demikian disarankan agar dalam menetapkan tarif dasar listrik (TDL), pemerintah harus terlebih dahulu melakukan sosialisasi secara luas kepada masyarakat dan menjelaskan secara transparan dan rinci perhitungan kenaikkan tarif dasar listrik yang akan diberlakukan sehingga tidak menimbulkan gejolak sosial dan keberatan pada masyarakat. c. Faktor yang dimasukkan dalam analisis model kebijakan ini hanya terbatas pada analisis permintaan listrik pada sektor rumah tangga dan faktor-faktor umum ekonomi makro saja, untuk itu disarankan dalam kajian permintaan listrik selanjutnya dimasukkan faktorfaktor yang lebih rinci seperti perilaku konservasi energi (efisiensi peralatan), nilai tukar dan kebijakan lain yang berhubungan dengan biaya, sehingga bisa diketahui perilaku pengguna listrik terhadap peralatan listrik dan pemakaiannya secara lebih rinci. Hal ini perlu dilakukan agar prinsip supply follow demand dapat diterapkan secara tepat.
76
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2000. Buku Pegangan Statistik Ekonomi Energi Indonesia. Pusat Informasi Energi. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta, Indonesia. Anonim, 2000. Prakiraan Energi Indonesia 2010. Pusat Informasi Energi. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta, Indonesia. Anonymous, 2000. International Finacial Statistics Year Book 2000. International Monetary Fund. New York. Anonim, 2001. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta. Anonim, 2002. Statistik Ketenagalistrikan dan Energi Tahun 2001. Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi. Jakarta, Indonesia. Anonim, 2003. Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional 2003. Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi. Jakarta, Indonesia. Anonymous, 1994-1998. Eviews User's Guide. 2"d Edition. Quantitative Micro Software. 4521 Campus Drive, Suite 336, Irvine CA. Balasko, Y., 2001. Theoretical Perspectives on Three Issues of Electricity Economics. Working Paper. Department of Economics, University of California, Berkeley. Gozali, Abbas, 2000. Ekonometrika 2. Lecturer Notes. Tahun Ajaran 2001/2002. Jakarta. Gujarati, D., 1978. Basic Econometrics. McGraw Hill, Inc., International Edition. Pindyck, Robert S. and Rubinfeld, Danield L., 1991. Econometrics Models and Economic Forecast. Yd edition. McGraw Hill, International Edition. Pindyck, Robert 5. and Rubinfeld, Danield L., 1995. Microeconomics. 3rd edition. Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.
77
Rahardja, Prathama dan Manurung, Mandala, 1999. Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar. Edisi Kedua. Lembaga Penerbit FEU!, Jakarta, Indonesia. Salvatore, Dominick, 2001. Managerial Economics in Global Economy. Fourth Edition. Harcourt College Publishers, Orlando, FL.
78
Lampiran 1
A. Perkembangan Hasil Pembangunan Tenaga Listrik
I
Items
1. Pembangkitan (MW) a. PLN b. Non-PLN 2. Pembangkitan PLN (MW) a. PLTNPLTM b. PLTU - Batubara -Gas Alam - Minyak c. PLTGU - Minyak -Gas Alam d. PLTP e. PLTD f. PLTG - Minyak -Gas Alam 3. Produksi (Gwh) a. PLN b. Non- PLN 4. Konsumsi (Gwh) a .. PLN (dipasok PLN) b. Non-PLN 5. Pelanggan PLN (ribu) a. Rumah tangga b. Industri c. Komersial d. Umum & Sosial 6. Kebutuhan Tenaga Listrik (GWh) a. Rumah tangga b.Industri c. Komersial d. Umum & Sosial
I
I
1970
I
1980
I
1990
I
2000
530,2 na
2.549,9 na
9.228,7 7.160.5
20.761,7 16.828,9
188,2
378,5
2.064,7
3.015,3
-
-
103,9
756,0
1.730,0 130,0 2.114,7
4.790,0 855,0 1.125,0
-
-
-
-
-
-
-
196,2
519,4
140,0 1.850,9
3.246,6 3.616,7 360,0 2.549,9
42,0
-
896,2 50,5
970,4 260_L6
859,7 343,7
1.576,4 514,9
7.176,6 88918
32.691,5 851,3
16.903,3 9.135,1
1.598,4
6.235,7
27.088,9
79.164,8
-
-
-
826.699 8.266 60.343 20.886
2.362.441 9.217 187.252 61.637
10.471.396 34.973 396.967 273.673
26.796.675 44.337 1.062.955 691.438
868,7 296,4 151,3 281,9
2.303,7 1.770,2 678,9 1.482_L9
8.591,1 13.769,7 2.476,6 2.251,5
30.563,4 34.013,2 10.575,9 4.012,2
-
-
Lampiran 1
B. Perkembangan Sarana Penyaluran dan Distribusi
I 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Komeonen Transmisi (500 kV) Transmisi (20-150 kV) Gardu Induk JTM JTR Gardu Distribusi
I
Unit
I
Kms kms MVA kms kms MVA
1980 4.907,6 4.405,2 20.625,9 34.169,3 3.768,9
I
1990 1.060,9 13.192,6 18.829,9 75.675,9 116.410,8 12.902,3
I
2000 2.774,0 22.047,5 49.958,0 214.311,9 287.531,0 27.550,5
c. Perkembangan Desa Berlistrik Wilayah
1980 Des a Pelanggan
Jaw a Luar Jawa Indonesia
2,240 968
420,741 129,365
12 790 9,760
2,376,141 1,550,788
23,254 35,291
13 629 456 5,634,682
3,208
550,106
22,496
3,926,929
58,545
19,264,138
1990 Des a Pelanggan
2000 Pelanggan Desa
I
Lampiran 2
Perkembangan Neraca Daya Menurut Wilayah Administratif A.l Sistem Kelistrikan Jawa Madura Bali (DKI, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali)
II Satuan II
I Kebutuhan Susut jaringan Pemakaian Sendiri Faktor Beban Produksi Beban Puncak Kapasitas Terpasanq Rencana Tambahan Kapasitas cadangan
GWh
% % % GWh MW MW MW
%
2002 75 899.0 11.8 3.9 71.0 87 958.0 14,089.00 18 968.0 360.0 26%
I
2003
I
2004
81 060.1 86 572.2 11.8 11.8 3.9 3.9 71.0 71.0 93 939.1 100 327.0 15,047.1 16,070.3 19,513.0 20,363.0 545.0 850.0 23% 21%
I
2005 92 459.1 11.8 3.9 71.0 107,149.2 17 163.0 24 273.0 3,910.0 29%
I
2006 98 746.4 11.8 3.9 71.0 114,435.4 18 330.1 26 353.0 2,080.0 30%
I
2007
I
2008
105 461.1 112 632.5 11.8 11.8 3.9 3.9 71.0 71.0 122 217.0 130,527.8 19,576.6 20,907.8 28,623.0 30,048.0 2 270.0 1425.0 32% 30%
I
2009 120 291.5 11.8 3.9 71.0 139 403.6 22 329.5 31 208.0 1,160.0 28%
I
2010 128 471.3 11.8 3.9 71.0 148 883.1 23,847.9 33,083.0 1.875.0 28%
I
Lampiran 2
A.2
I
Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Sistem Kelistrikan Jawa Madura Bali (MW)
Pembangkit
IG;J
Pump Storage (Cisokan) M. Karang Repowering M. Tawar Extension M. Tawar M. Tawar Add On Tanjung Prick Pasuruan Tanjung_ Jati A 1,2 Tanjung Jati B 1 2 Tanjung Jati C 1 2 Grati Cilacap Cilegon Serang Bedugul 1,2,3,4 Kamojang 1,2 Karaha 1,2 3,4 Patuha 1 2 3,4 Dieng 11 2 3 Drajat II 2,3 4 Cibuni PLTG Baru PLTU Baru Relokasi dari Prick ke Pamaron
I
PLTA PLTGU PLTGU PLTG PLTGU PLTGU PLTGU PLTU PLTU PLTU PLTD PLTU PLTU PLTU PLTP PLTP PLTP PLTP PLTP PLTP PLTP PLTGU PLTU PLTG
Tambahan kaE!asitas {MW}
Tahun
2002
2003
2004
2005 720.0 500
2006
2007
2008
2009
2010
500.0
500.0
250
600.0 220 750 500.0 660.0
660.0 1320.0 660.0
660.0
300.0 450.0 400.0 450.0 110.0
110.0 60.0 110.0 165.0 40.0
110.0 55.0 60.0
500.0
55.0 .
55.0
250.0
210.0 10.0 1,500.0
750.0
850.0
3,910.0
2,080.0
45.0
1 36o.o
545.0
2,270.0
1,425.0
1,160.0
1,875.0
I
Lampiran 2 8.1 Sistem Kelistrikan Nangroe Aceh Darussallam
I Kebutuhan Susut jaringan Pemakaian Sendiri Faktor beban Produksi Beban Puncak Kapasitas Terpasang Rencana Tambahan Kapasitas Cadangan
II
Satuan GWh
% % % GWh MW MW MW
%
I
2002 576.8 14.4 3.6 46.8 684.4 167.0 111.4
-
-50%
2003
2004
628.7 14.3 3.6 46.9 739.2 180.4 254.9 143.5 29%
685.3 14.2 3.6 47.0 798.3 194.8 359.4 104.5 46%
2005 747.0 14.1 3.6 47.1 862.1 210.4 359.4
-
41%
2006
2007
2008
2009
2010
814.2 14.1 3.6 47.2 931.1 227.2 445.4 86.0 49%
887.5 14.1 3.6 47.4 1,005.6 245.4 445.4
967.4 14.1 3.6 47.4 1,096.1 267.5 475.4 30.0 44%
1,054.4 14.1 3.6 47.6 1,194.8 291.5 575.4 100.0 49%
1 '149.3 14.1 3.6 47.6 1,302.3 317.8 575.4
45%
-
45%
Lampiran 2 8.2 Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Nangroe Aceh Darussalam (MW) Pembangkit
I Peusangan IJI 1-3 Peusangan IV Meulaboh Sa bang Ta_Qak Tuan Arun Aceh,
I
lc::J
Tambahan Ka~asitas ~MW~
Tahun
2002
2007
2006
2005
2004
2003
2010
2009
2008
86.0
PLTA PLTA PLTD PLTD PLTD PLTG PLTG
30.0
II
- I
2.5 1.0
2.5 2.0
40.0 100.0
100.0
143.5
1
104.5
100.0 1
-
I
86.o
1
-I
3o.o
I
1oo.o
I
- I
Lampiran 2 C.l Sistem Kelistrikan Sumatera Utara
I
Kebutuhan Susut jaringan Pemakaian Sendiri Faktor beban Produksi Beban Puncak Kapasitas Terpasang Rencana Tambahan Kaoasitas Cadangan
II
Satuan GWh % % % GWh MW MW MW %
II
2002 4 161.0 15.7 3.8 58.2 4 727.0 928.4 1129.6 17.0 18%
I
2003 4 535.5 15.2 3.8 58.3 5 223.3 1025.9 1262.6 133.0 19%
I
2004 4,943.7 14.7 3.8 58.4 5 771.7 1133.6 1462.6 200.0 22%
I
2005 5 388.6 14.2 3.8 58.5 6 377.8 1,252.6 1747.1 284.5 28%
I
2006 5,873.6 14.2 3.8 58.6 7,047.4 1384.1 2,062.1 315.0 33%
I
2007 6,402.2 14.2 3.8 58.7 7,787.4 1529.4 2152.1 90.0 29%
I
2008 6,978.4 14.2 3.8 58.8 8,605.1 1,690.0 2,357.1 205.0 28%
I
2009 7,606.5 14.2 3.8 58.9 9,491.4 1,864.1 2 557.1 200.0 27%
I
2010 8,291.1 14.2 3.8 59.0 10,355.1 2 033.7 2 757.1 200.0 26%
I
Lampiran 2
C.2 Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Sistem Kelistrikan Sumatera Utara (MW) Pembangkit
I Asahan I 1 2 Asahan III 1,2 3,4 Renun Sipansihaporas 1,2 G. Sitoli Sebayak Sarulla PLTG Baru Sibolga (Labuhan Angin)
I
lc::J PLTA PLTA PLTA PLTA PLTD PLTP PLTP PLTG PLTU
Tambahan Kaeasitas ~MWl
Tahun
2003
2002
2004
2006
2005
2007
2008
90
90
2009
2010 200
200 82 . 17
33 2.5 60 55 100
200 200
I
17
I
133
60 55
I
200
I
284.5
200
I
315
I
90
I
205
I
200
I
200
I
Lampiran 2 0.1 Sistem Kelistrikan Sumatera Barat dan Riau
I Kebutuhan Susut jaringan Pemakaian Sendiri Faktor beban Produksi Beban Puncak Kapasitas Terpasang Rencana Tambahan Kapasitas Cadangan
I
Satuan
GWh % % % GWh MW MW MW %
I
2002
2003
2 558.0 13.5 2.9 57.0 2 941.2 590.2 840.5 19.5 30%
2,813.8 13.4 2.9 57.1 3 273.6 656.9 856.0 15.5 23%
2004 3 095.2 13.3 2.9 57.2 3 643.5 731.2 973.5 117.5 25%
2010
2007
2008
2009
3 745.2 13.2 2.9
4119.7 13.2 2.9
4 531.7 13.2 2.9
4,984.8 13.2 2.9
5483.3 13.2 2.9
57.4 4 513.4 905.7 1179.5 100.0 23%
57.5 5,023.4 1,008.1 1,279.5 100.0 21%
57.6 5,591.1 1,122.0 1379.5 100.0 19%
57.7 6 222.9 1248.8 1479.5 100.0 16%
57.8 6,926.1 1,389.9 1,579.5 100.0 12%
2005
2006
3 404.7 13.2 2.9 57.3 4,055.2 813.8 1 079.5 106.0 25%
Lampiran 2 0.2 Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Sistem Kelistrikan Sumatera Barat dan Riau (MW) Pembangkit
I Pesisir Selatan Simpang Empat Sunqai Penuh Balai Karimun tn. Pinanq Selat Panjanq Bengkalis Rengat h"embilahan Baoan Siapi-api tTanjung Batu h"eluk Kwantan h"aniunq Uban PLTG Baru PLTU Baru
tn.
I~
Tambahan Kapasitas (MW)
5 1.5
1.5 1.5 1.5
1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5
19.5
2007
2008
100
100
2009
2010
100 100
100 100
1.5 5 5
1.5
I
Tahun 2006
1.5
1.5 1.5 5 5 5
PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTU PLTG PLTU
2005
2004
2003
2002
I
15.5
1.5 1.5 1.5
1.5 100
I
117.5
100
100
I
106
I
100
I
100
I
100
I
I
I
Lampiran 2
E.l Sistem Kelistrikan Palembang, Bengkulu, Jambi, Lampung dan Bangka-Belitung
II
I Kebutuhan Susut jaringan Pemakaian Sendiri Faktor beban Produksi Beban Puncak Kapasitas Terpasang Rencana Tambahan Kapasitas Cadangan
Satuan GWh
% % % GWh MW MW MW
%
II
2002
I
3,114.1 15.9 7.9 55.5 3,656.7 753.4 521.0
-45%
2003 3,394.4 15.7 7.9 55.6 4,070.3 838.5 871.0 350.0 4%
I
2004 3,699.9 15.5 7.9 55.7 4,531.7 933.3 1,031.0 160.0 9%
I
2005 4,032.8 15.2 7.9 55.8 5,046.5 1,039.7 1,741.0 710.0 40%
I
2006
I
4,395.8 15.2 7.9 . 55.9 5,621.0 1,158.2 2,046.0 305.0 43%
2007 4,791.4 15.2 7.9 56.0 6,262.5 1,290.2 2,386.0 340.0 46%
I
2008
I
5,222.7 15.2 7.9 56.1 6,978.8 1,437.3 2,486.0 100.0 42%
2009
I
5,692.7 15.2 7.9 56.2 7,778.9 1,602.6 2,586.0 100.0 38%
2010
I
6,205.0 15.2 7.9 56.3 8,672.9 1,786.9 2,886.0 300.0 38%
Lampiran 2 E.2 Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Sistem Kelistrikan Palembang, Bengkulu, Jambi, Lampung dan Bangka-Belitung Pembangkit
I
Batutegi 1 Besai 1-2 Musi 1-3 Bangka 12 Tj. Pandan 1,3 PLTGU Baru Palembang Timur 1 2 Bangka New PLTGU Tarahan 1/2/3/4 PLTU Baru Merangin
I
Jenis
I
2002
Tambahan Kapasitas (MW)
2004
2003
PLTA PLTA PLTA PLTD PLID PLTG PLTGU PLTG PLTGU PLTU PLTU PLTA
Tahun 2005 2006
210 5 5
5 5
2007
2008
2009
2010
5
200
200 150 20 100 110
150
100
110
110
110
150
100
200
340
I
I
35o
1
16o
1
6oo
1
315
1
45o
1
110
1
1oo
1
3oo
1
Lampiran 2
F.l Sistem Kelistrik an Kaliman tan Barat
I
II Kebutuhan Susut Jaringan Pemakaian Sendiri Faktor Beban Produksi Beban Puncak Kapasitas T erpasang Rencana Tambahan Kagasitas Cadangan
Satuan GWh
% % % GWh MW MW MW
%
II
I
2002
691.5 12.8 4.0 54.0 813.6 172.1 123.4
-
-39%
2003
I
746.8 12.7 4.0 53.9 893.4 189.0 233.4 110.0 19%
2004 806.6 12.6 4.0 54.1 980.9 207.5 290.9 57.5 29%
I
2005 871.1 '12.5 4.0 54.2 1,077.0 227.8 345.9 55.0 34%
I
2006
I
940.8 12.0 3.0 54.2 1,183.7 250.4 395.9 50.0 37%
2007 1,016.0 12.0 3.0 54.3 1,300.8 275.2 445.9 50.0 38%
I
2008
I
1,097.3 12.0 3.0 54.5 1,429.6 302.4 505.9 60.0 40%
2009 1,185.1 12.0 3.0 54.6 1,571.1 332.4 555.9 50.0 40%
I
2010
I
1,279.9 12.0 3.0 54.7 1,726.7 365.3 605.9 50.0 40%
Lampiran 2 F.2 Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Sistem Kelistrikan Kalimantan Barat Pembangkit
I Ketapang 1,2 1 2-3 Putusibau 1 2,3 Sambas 1 Singkawang Sanggau 1-2 3,4 1,2-3 Sentebang 1 2-4 5,6 Sintang New PLTG 1 Merasap Pontianak
I
~~~ I
I
Ka~asitas
I
2003
I
2004
I
2005
I
2006
I
2007
I
2008
I
2009
I
2010
I
3 1.5 2.5
PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTG PLTM PLTU
Tambahan {MW}
I
Tahun
2002
5 1.5 1.5 100
II
ol
uol
2.5 5 50
57.51
50
ssl
50
50
10 50
sol
sol
GoI
50
50
sol
5~
Lampiran 2 G.l Sistem Kelistrikan Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur
II Satuan II
I Kebutuhan Susut Jaringan Pemakaian Sendiri Faktor Beban Produksi Beban Puncak Kapasitas Terpasang Rencana Tambahan Kapasitas Cadangan
GWh % % % GWh MW MW MW %
2002 2 266.7 9.3 3.4 64.1 2 607.3 465.3 404.5
-15%
I
2003 2 470.7 9.3 3.4 64.2 2881.1 514.1 554.5 150.0 7%
I
2004 2 693.1 9.3 3.4 64.3 3,183.6 568.1 675.5 121.0 16%
I
2005 2,935.4 9.3 3.4 64.4 3 517.9 627.7 823.0 147.5 24%
I
2006 3 199.6 9.3 3.0 64.5 3 887.2 693.7 953.0 130.0 27%
I
2007 3 487.6 9.3 3.0 64.6 4 295.4 766.5 1053.0 100.0 27%
I
2008 3 801.5 10.3 4.0 64.7 4 750.7 847.7 1185.0 132.0 28%
I
2009 4,143.6 11.3 5.0 64.8 5 254.3 937.6 1385.0 200.0 32%
I
2010 4,516.5 12.3 6.0 64.9 5 811.2 1037.0 1505.0 120.0 31%
I
Lampiran 2 G.2 Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Sistem Kelistrikan Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur Pembangkit
Tahun
Jenis
Kusan 1,2-3 Bontang 1,2-3 Buntok 1-2,3-4,5 Kotabaru 1,2 3,4 Muarateweh 1,2 3 Nunukan Panqkalan Bun 1-2 3,-5 1,2 Petung 1-2,3-4,5 Sam pit Sangata Tanah Groqot 1 2,3 4 Taniunq Redep 1,2 3 4 Taniunq Selor 1,2 3 1-2 3,4 Tarakan New PLTG New PLTGU New PLTU Biomass
120
PLTA PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTG PLTGU PLTU PLTU
(I -- Tambahan Kapasit~s (Mwf
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2.5 1.5 5 1.5 1.5 2.5 2
3 2.5
2
3 1.5 1.5 1.5
3 3
1.5 5 1.5
1.5
1.5 5 1.5 1.5
5
so
100
100 132
132
75
II
0
ul
150
I
121
I
147.5
I
130
100
100
100 30
I
100
I
132
I
200
I
120
II
Lampiran 2
H.l Sistem Kelistrikan Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Gorontalo
I
II
Kebutuhan Susut Jaringan Pemakaian Sendiri Faktor Beban Produksi Beban Puncak Kapasitas Terpasang Rencana Tambahan KaQasitas Cadangan
Satuan GWh
% % % GWh MW MW MW
%
I
2002
2003
808.9 12.1 3.0 49.5 959.6 222.3 176.2
881.7 12.1 3.0 49.4 1 055.6 244.5 258.2 82.0 5%
-26%
2004
2005
2006
961.1 12.1 3.0 49.6 1,161.1 269.0 316.7 58.5 15%
1,047.5 12.1 3.0 49.6 1277.3 295.9 415.8 99.1 29%
1,141.8 12.0 3.0 49.8 1,405.0 325.5 465.8 50.0 30%
2007 1 244.6 12.0 3.0 49.9 1545.5 358.0 532.0 66.2 33%
2008
2009
2010
1356.6 13.0 4.0 49.9 1700.0 393.8 687.0 155.0 43%
1478.7 14.0 5.0 50.1 1870.0 433.2 707.0 20.0 39%
1611.8 15.0 6.0 50.2 2 058.9 477.0 724.0 17.0 34%
Lampiran 2 H.2 Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Sistem Kelistrikan Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Gorontalo Pembangkit Bone Poi gar Ampana 1-4,5 6 Gorontalo 1 2,3,4 Luwuk Ondong 1-2,3 Marisa Mautong Poso 1,2,3 4 1-2,3 Siau Tahuna 1 1-2,3,4 Toli-toli Palu Hanga-hanga I 1 Kalumpang 1 Lobong 1 Mangango 1 Sansarino 1 Lahendong PLN
c::::J PLTA PLTA PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTDPLTD PLTG PLTM PLTM PLTM PLTM PLTM PLTP
2002
2003
2004
2005
Tahun 2006
2007
2008
2009
2010 17
40 1.5
1.5
5 2.5 1.5 2.5 1.5
1.5 1.5
2.5 2.5 1.5
1.5 20 3.4 1.7 1.6
20
1.2 -----
·--
0.9 20
"'C "'C
~ ~ c G)
r
OJ
::r C1)
::l
OJ OJ 0.
rut
OJ OJ ..... ..... c c
3
C'" OJ
::r
0
~ N
OJ ::l
w
=-"'
IE OJ (/)
;::::;: OJ
(/)
"'C "'C "'C
~
~ ~
G) "'C
0
.......
00
N
U'1
U'1
U'1
!»
0
U'1
\0 \0
..,1:1.
0
U'1
U'1
0
0
m !J' m U'1 N
U'1 U'1
N
0
.......
m U'1
U'1
0
Lampiran 2 1.1 Sistem Kelistrikan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara
II Satuan II
I Kebutuhan Susut Jaringan Pemakaian Sendiri Faktor Beban Produksi Beban Puncak Kapasitas Terpasang Rencana Tambahan Kapasitas cadangan
GWh % % % GWh MW MW MW %
2002 1 756.2 13.5 1.6 55.3 2124.8 438.7 533.8
18%
I
2003 1,914.3 13.5 1.6 55.5 2 345.8 484.4 568.7 34.9 15%
I
2004 2 086.5 12.8 1.6 55.6 2,592.1 535.2 676.2 107.5 21%
I
2005 2 274.3 11.0 1.6 55.7 2 864.3 591.4 853.9 177.7 31%
I
2006 2,479.0 11.0 1.6 55.8 3 165.1 653.5 1003.9 150.0 35%
I
2007 2,702.1 11.0 1.6 55.9 3,497.4 722.2 1,103.9 100.0 35%
I
2008 2 945.3 11.0 1.6 56.0 3 864.6 798.0 1,105.5 1.6 28%
I
2009 3 210.4 11.0 1.6 56.1 4 270.4 881.8 1205.5 100.0 27%
I
2010 3,499.3 11.0 1.6 56.2 4,718.8 974.4 1,305.5 100.0 25%
I
Lampiran 2 1.2 Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Sistem Kelistrikan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara Pembangkit
I
c::J
1-2 Bili-Bili Bonto-batu Amoana Moutong Luwuk Parigi Poso Marisa Gorontalo 1,2,3,4,5-6,7 8 Kendari Palopo Raha 1,2, Kolaka New PLTG Batusitanduk 1 Kadundung 1 Palangka
PLTA PLTA PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTG PLTM PLTM PLTM
Tahun
2002
2003 16.2
2004
2005
2006
2007
2008
2009
100.0 1.5 1.5 2.5 3.0 1.0 1.5 2.5 5.0 1.2 1.0 3.0
2.5 100.0
10.0
150.0 2.6 1.6 1.9
50.0
2010
w
~
1.0
...... 0
:"!
V1
...... ......, :"! ......,
~ ['J
~
(X)
0'\
...... ...... V1
0 0
0 0 0
...... ...... 0 0 0
0 0
0
......
......
0'\
0'\
...... 0 0 0
...... ......
0
~
0
0 0
0
N
Lampiran 2 J.l Sistem Kelistrikan Maluku dan Maluku Utara
I Kebutuhan Susut Jaringan Pemakaian Sendiri Faktor Beban Produksi Beban Puncak Kapasitas Terpasang Rencana Tambahan Kapasitas Cadangan
II
Satuan GWh % % % GWh MW MW MW %
II
2002 167.2 12.2 3.4 49.7 187.3 43.0 75.7
43%
I
2003 182.2 12.2 3.4 49.9 206.1 47.3 94.2 18.5 50%
I
2004 198.7 12.2 3.4 49.6 226.9 52.1 107.7 13.5 52%
I
2005 216.5 12.2 3.4 49.8 249.8 57.4 113.7 6.0 50%
I
2006 236.0 12.2 3.4 50.4 275.0 63.2 113.7
44%
I
2007 257.3 12.2 3.4 50.6 302.8 69.6 113.7
39%
I
2008 280.4 12.2 3.4 50.6 333.7 76.7 113.7
.33%
I
2009 305.6 12.2 3.4 50.4 367.7 84.5 113.7
26%
I
2010 333.2 12.2 3.4 50.7 405.2 93.1 123.7 10.0 25%
I
Lampiran 2 J.2 Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Sistem Kelistrikan Maluku dan Maluku Utara (MW) Pembangkit
I
1, 1 2-3,4 1,2,3
Ambon Bacan Banda 1,
Jaifolo
Kairatu Masohi Namlea Saparua Tern ate To bello Tual Tulehu
I
1,2 1 2,3,4 1/213 1-2,3 4 1 3,4 1-2 2/3 1,2
I
Tahun
len is
2002 PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTP.
Tambahan Ka2asitas ~MWl
2004
2003 8.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.5 1.5 1.5
2005
1.5 3.0
2008
2009
2010
3.0 1.5 1.5
1.5 18.5
2007
1.5 1.5 1.5 1.5 1.5
2.0
II - I
2006
I
13.5
I
6.0
I - I - I - I - I
10.0 10.0
I
Lampiran 2
K.l Sistem Kelistrikan Papua
II Satuan II
I Kebutuhan Susut Jaringan Pemakaian Sendiri Faktor Beban Produksi Beban Puncak Kapasitas Terpasang Rencana Tambahan Kapasitas cadangan
GWh % % % GWh MW MW MW %
2002 316.8 10.2 3.2 56.2 359.7 72.9 62.8
-16%
I
2003 342.1 10.2 3.2 56.5 392.4 79.6 82.8 20.0 4%
I
2004 369.5 10.3 3.2 56.6 427.7 86.7 107.8 25.0 20%
I
2005 399.1 9.8 3.2 56.4 466.2 94.5 126.8 19.0 25%
I
2006 431.0 9.8 3.2 56.6 508.2 103.0 146.8 20.0 30%
I
2007 465.5 9.8 3.2 56.6 553.9 112.3 146.8
23%
I
2008 502.7 9.8 3.2 57.0 603.8 122.4 166.2 19.4 26%
I
2009 542.9 9.8 3.2 56.8 658.1 133.4 181.7 15.5 27%
I
2010 586.4 9.8 3.2 57.1 717.4 145.5 197.2 15.5 26%
I
Lampiran 2 K.2 Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Sistem Kelistrikan Papua (MW) Pembangkit
I
1/2 Genyem 234 Biak 1/2-3 Fak-fak 1-2 3/5/ Jayapura 1-2/2 6 Manokwari Merauke Nab ire Raha Serui Sarong Timika Jayapura Prafi Amai Tantui
I
lc:::J
1/2-3/J 1-2/3-4 1-2 12 1 1
Tambahan
Ka~asitas
PLTA PLTD PLTD PLTD PLTD
2007
2008
2009
2010
15.5
15.5
15.5
2.5 2.5 5.0
2.5 2.5 5.0 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 5.0 2.5
5.0 1.5 1.5 2.0 1.0 2.0 5.0 2.0
PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTG PLTM PLTM PLTM
2005
2004
2003
2002
Tahun 2006
1.5 5.0 2.5 20.0
II
-
I
20.0
I
25.0
I
19.0
I
20.0
I
-
I
1.6 1.1 1.2 19.4
I
15.5
I
15.5
I
Lampiran 2 L.l Sistem Kelistrikan Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
II Satuan I
I Kebutuhan Susut Jaringan Pemakaian Sendiri Faktor Beban Produksi Beban Puncak Kapasitas Terpasang Rencana Tambahan Kapasitas Cadangan
GWh
% % % GWh MW MW MW
%
2002 554.6 12.9 1.7 49.4 658.6 152.5 123.2
-24%
2003 601.7 12.9 1.7 49.5 721.8 167.1 181.7 58.5 8%
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
652.9 12.8 1.7 49.5 791.1 183.2 250.2 68.5 27%
708.4 12.8 1.7 49.5 867.1 200.8 294.2 44.0 32%
768.6 12.8 1.7 49.7 949.4 219.8 314.2 20.0 30%
833.9 12.8 1.7 49.7 1039.6 240.7 364.2 50.0 34%
904.8 12.8 1.7 49.9 1137.3 263.4 431.6 67.4 39%
981.7 12.8 1.7 50.1 1 244.3 288.1 456.6 25.0 37%
1065.2 12.8 1.7 50.1 1,361.2 315.2 456.6
31%
Lampiran 2 L.2 Rencana Pengembangan Pembangkit Listrik Sistem Kelistrikan Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (MW) Pembangkit
I
1,2,3 Atambua 1,2·3 Bajawa 1-2,3-4,5 Bima Dompu 1,2 3-4 5-6 En de Kalabahi Kefamenahu 1 2,3 Kupang 1-2 3-4 Larantuka 1-2 3,4 5 Lombok 1,2-3,4,5 Maumere 1 2,3,4 Sumbawa 1-2 3-4 Waingapu Soe PLTG Baru 1 lJ_Qungga
lc::J PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTD PLTG PLTM
2002
2003
1.5 3.0 1.5 1.5 6.0 1.0
2004
2005
1.5 1.5 5.0 1.5 5.0 1.5 1.5
1.5
1.5
1.5 1.5 1.0 40.0
5.0 1.5 1.5 40.0
Tahun 2006
2007
2008
5.0 1.5 5.0 1.5 10.0 1.5 10.0 1.5 5.0 1.5 20.0 1.9
2009
2010
Santong Hu'u Mutubusa Sembalun Mataloko Ulumbu Lombok
I
1 1-2
1
10.0 10.0 7.5 10.0
PLTM PLTP PLTP PLTP PLTP PLTP PLTU
Tambahan Kapasitas {MW)
1.5 3.0 25.0
50.0
II - I
58.5
I
68.5
I
44.0
I
20.0
I
50.0
I
67.4
25.0
I
25.0
I -
I
Lampiran 2 M.l Sistem Kelistrikan Khusus Batam
II Satuan II
I Kebutuhan Susut Jaringan Pemakaian Sendiri Faktor Beban Produksi Beban Puncak Kapasitas Terpasang Rencana Tambahan Kapasitas Cadangan
GWh % % % GWh MW MW MW %
2002 491.8 20.8 1.6 71.5 557.6 89.0 135.0 20.0 34%
I
2003 550.8 20.5 1.6 71.7 634.6 101.3 165.0 30.0 39%
I
2004 616.9 20.2 1.6 71.7 722.2 115.3 195.0 30.0 41%
I
2005 690.9 19.9 1.6 72.1 821.8 131.2 225.0 30.0 42%
I
2006 773.9 19.9 1.6 72.1 935.2 149.3 225.0
34%
I
2007 866.7 19.9 1.6 72.2 1,062.4 169.6 255.0 30.0 33%
I
2008 970.7 19.9 1.6 72.2 1209.0 193.0 321.0 66.0 40%
I
2009 1 087.2 19.9 1.6 72.6 ~373.5
219.3 387.0 66.0 43%
I
2010 1 217.7 19.9 1.6 72.5 1 563.0 249.5 417.0 30.0 40%
I
Lampiran 2 M.2 Rencana Pengembangan Pemban gkit Listrik Sistem Kelistrik an Khusus Batam (MW) Pembang kit
I Unit utk beban puncak
I~
Combined Cycles PLTD PLTG
I
Tambahan Kapasitas
PLTG PLTGU PLTD PLTG
~MW~
Tahun
200_2 2003
2004
2005
30.0
30.0
2006
2010
2009
2008
2007
30.0
30.0 66.0
66.0 20.0 30.0
II
20.0
I
30.0
I
30.0
I
30.0
I - I
30.0
I
66.0
I
66.0
I
30.0
I
Lampiran 3
Sasaran Pembangunan Pembangkitan Dan Transmisi 2003-2010 SARANA
I 1
I
Pembangkit (MW} a. PLTA b. PLTU c. PLTG d. PLTGU e. PLTP f. PLTD g.PLTM
3
I
Total Indonesia
1,701 2,580 2,945 871 340 405 54
2,701 7,840 3,590 6,241 1,430 405 54
13,365
8,896.0
22,261
Transmisi (kms} a. 500 kV b.150 kV c. 70 KV d.275 Kv
1,805 3,570 118
8,477
-
31100
1,805 12,047 118 3100
SUBTOTAL
5,493
11,577
17,070
3,000 7,870
20,832 3,000 24,945
39,379
10,870
50,249
38,130.0 39,638.0 7,049.0 11.3
63,325 42,866 4,325 8.5
Gardu Induk (MVA} a. 500/150 kV b. 275/150 kV c.150/20 kV d. 701_20 kV
-
17,260 120
Distribusi a. 20 kV (kms) b. Low Voltage (kms) c. Trafo Dist (MVA) d. Pelanggan (juta)
Is IListrik Perdesaan
-
21,999
SUBTOTAL
4
I
Luar JAMAU
1,000 5,260 645 5,370 1,090 0 0
SUBTOTAL
2
JAMAU
I
472
-
I
8,375
I
-
101,455 82,504' 11,374 19.8
I
8,847
I
Lampiran . 4. Data Tahun Q
p
Permin. Listrik Hrg Rata2 Hrg Rata2 PDB/kap (Rupiah) (Rp/kwh) riil (MWh) 1980
2,427,611
75.55
222.42
855,050
Pkriil
Lriil
L
Yriil
Priil
Upah TK
Upah TK riil Hrg Kero
(Rupiah)
(Rupiah)
riil
Pop ER Pkero CPI93 CPI (1995=100) (1993=100) P Minyak Tanah Exchange rates Jml Penduduk Rp/US$ Rp/liter IHK IHK
19,500
57,409
294
28.6
34.0
100
627
144,425,670
19,500
50,991
261
32.2
38.2
100
631.8
148,858,650
1981
2,262,368
75.55
197.56
879,276
1982
2,985,193
80.25
191.96
885,600
19,850
47,482
239
35.2
41.8
100
661.4
152,151,370
1983
3,501,633
80.35
171.71
950,769
20,050
42,848
214
39.4
46.8
100
909.3
155,516,940
1984
4,291,531
79.77
164.62
989,357
21,100
43,545
206
40.8
48.5
100
1029.5
160,456,890
54.0
100
1210.6
1€2,473,020
1985
4,566,791
75.86
140.38
1,009,743
21,100
39,047
185
45.5
1986
5,022,534
90.65
158.36
1,138,750
21,975
38,388
262
48.2
57.2
150
1282.6
166,030,700
1987
5,648,823
95.73
153.24
1,287,305
24,675
39,499
240
52.6
62.5
150
1643.8
169,557,700
41,397
222
56.9
67.6
150
1685.7
172,514,750
1988
6,389,857
100.42
148.60
1,300,655
27,975
1989
7,274,626
142.72
1,345,750
28,350
39,456
209
60.5
71.9
150
1770.1
176,136,250
1990
7,067,192
122.99
158.59
1,469,620
37,025
47,741
245
65.3
77.6
190
1842.8
179,136,110
1991
9,099,046
125.89
148.46
1,570,022
45,500
53,657
259
71.4
84.8
220
1950.3
182,650,358
126.4
138.58
1,652,014
55,000
60,299
241
i'6.8
91.2
220
2029.9
186,120,715
280
2087.1
189,657,009
1992
10,325,764
102.55
145.38
1,738,802
57,450
57,450
280
84.2
100.0
149.38
137.61
1,865,470
95,200
87,701
258
91.4
108.6
280
2160.8
190,107,540
160.64
135.26
1,984,866
95,200
80,158
236
100
118.8
280
2248.6
193,359,173
158.95
123.92
2,122,144
102,500
79,912
218
108
128.3
280
2342.3
195,283,200
205
115.2
136.8
280
2909.4
198,342,900
1993
11,671,203
145.38
1994
13,185,342
1995
18,119,964
1996
19,550,942
161.82
118.27
2,184,328
135,000
98,672
24,856,476
226.14
104.79
1,868,884
155,200
71,920
130
181.7
215.8
280
10013.6
201,390,200
26,886,419
213.19
82.00
1,856,173
180,600
69,468
108
218.9
260.0
280
7855.2
204,484,158
30,563,416
241.24
92.25
1,915,303
213,700
81,715
134
220.2
261.5
350
10050.4
207,625,648
550
9500.1
208,900,600
1997
22,716,262
1998 1999 2000 2001
33,339,779
299.14
112.44
1,950,000
Sumber : Dari berbagai sumber (diolah)
286,100
107,543
207
224
266.0
Lampiran 5. Output Komputer Hasil Estimasi Model System: SYS_KON Estimation Method: Two-Stage Least Squares Date: 10/02/03 Time: 01:15 Sample: 1980 2001 Instruments: C YRIIL PKRIIL LRIIL CPI93 ER C(12) C(13) C(16) C(17) C(21) C(22) C(23) C(25) C(26) C{27}
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
-0.605107 0.994273 0.568710 0.215825 3.251878 -0.130934 0.343973 0.216116 -0.435470 0.200467
0.243689 0.104792 0.149720 0.110807 1.019082 0.080607 0.062245 0.058115 0.200317 0.080153
-2.483114 9.488063 3.798501 1.947753 3.190987 -1.624359 5.526126 3.718767 -2.173911 2.501053
0.0181 0.0000 0.0006 0.0597 0.0030 0.1135 0.0000 0.0007 0.0368 0.0174
Determinant residual covariance
6.56E-06
Equation: LOG(Q)=C(12)*LOG(PRIIL)+C(13)*LOG(YRIIL)+C(16)*LOG(CPI93) +C(17)*LOG(LRIIL) Observations: 22
--------------------------------------------------------------------------------------------R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.991687 0.990301 0.083617 2.214539
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid
16.00501 0.849051 0.125854
Equation: LOG(PRII L)=C(21 )+C(22)*LOG(Q)+C(23 )*LOG( PKRIIl)+C(25)*LOG(LR Ill) +C(26)*LOG(CPI93)+C(27)*LOG(ER) Observations: 22
----------------------------------------------------------------------------------------------R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.977417 0.970360 0.040870 1.986205
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid
4.950370 0.237395 0.026726
ASSIGN @ALL F LOG(Q)=0.6051067334*LOG(PRIIL)+0.9942734781*LOG(YRIIL)+0.5687099519*LOG(CP193)+0.2158246108*LO G(LRIIL) LOG(PRIIL)=3.2518776880.130933939*LOG(Q)+0.3439729122*LOG(PKRIIL)+0.2161163271 *LOG(LRIIL)0.4354 70272*LOG(CPI93)+0.2004665537*LOG(ER)
Lampiran 6. Parameter Skenario
A. Skenario Pertumbuhan PDB Skenario Pesimis : Tahun PDB per kapita* (Rupiah) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
1,989,000 2,028,780 2,069,356 2,110,743 2,152,958 2,196,017 2,239,937 2,284,736 2,330,431
Lampiran 6. Lanjutan Skenario Dasar : Tahun PDB per kapita* (Rupiah)
Keterangan :
279.3 293.3 308.0 323.4 339.5 356.5 374.3 393.1 412.7
Upah Tenaga Kerja* Harga Minyak Tanah* Ni1ai Tukar per US$ (Rupiah (Rupiah) 118,297 118,297 118,297 118,297 130,127 130,127 130,127 130,127 130,127
248.00 248.00 248.00 248.00 248.00 298.00 298.00 298.00 298.00
8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740
*) Harga Konstan 1993= 100
Keterangan :
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
IHK
2,028,000 2,109,120 2,193,485 2,281,224 2,372,473 2,467,372 2,566,067 2,668,710 2,775,458
IHK
279.3 293.3 308.0 323.4 339.5 356.5 374.3 393.1 412.7
Upah T(maga Kerja* Harga Minyak Tanah* Nilai Tukar per US$ (Rupiah (Rupiah) 118,297 118,297 118,297 118,297 130,127 130,127 130,127 130,127 130,127
*) Harga Konstan 1993= 100
248.00 248.00 248.00 248.00 248.00 298.00 298.00 298.00 298.00
8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740
Lampiran 6. Lanjutan Skenario Optimis : Tahun PDB per kapita* (Rupiah) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
2,067,000 2, 191,020 2,322,481 2,461,830 2,609,540 2,766,112 2,932,079 3,108,004 3,294,484
IHK
279.3 293.3 308.0 323.4 339.5 356.5 374.3 393.1 412.7
Lampiran 6. Lanjutan B. Skenario Penguatan Rupiah Skenario Melemah : Tahun PDB per kapita* IHK (Rupiah)
Keterangan :
118,297 118,297 118,297 118,297 130,127 130,127 130,127 130,127 130,127
248.00 248.00 248.00 248.00 248.00 298.00 298.00 298.00 298.00
8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740
*) Harga Konstan 1993 = 100
Keterangan :
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Upah Tenaga Kerja* Harga Minyak Tanah* Nilai Tukar per US$ (Rupiah (Rupiah)
2,028,000 2,109, 120 2,193,485 2,281,224 2,372,473 2,467,372 2,566,067 2,668,710 2,775,458
279.3 293.3 308.0 323.4 339.5 356.5 374.3 393.1 412.7
Upah Tenaga Kerja* Harga Minyak Tanah* Nilai Tukar per US$ (Rupiah) (Rupiah
.
118,297 118,297 118,297 118,297 130,127 130,127 130, 127 130, 127 130,127
*) Harga Konstan 1993= 100
248.00 248.00 248.00 248.00 248.00 298.00 298.00 298.00 298.00
9,614 9,614 9,614 9,614 9,61 4 9,614 9,614 9,614 9,614
Lanjutan 6. Lanjutan Skenario Normal : Tahun PDB per kapita* (Rupiah) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 .
2,028,000 2,109,120 2,193,485 2,281,224 2,372,473 2,467,372 2,566,067 2,668,710 2,775,458
Keterangan :
Keterangan :
Upah Tenaga Kerja* Harga Minyak Tanah* Nilai Tukar per US$ (Rupiah (Rupiah)
279.3 293.3 308.0 323.4 339.5 356.5 374.3 393.1 412.7
118,297 118,297 118,297 118,297 130,127 130,127 130,127 130,127 130,127
248.00 248.00 248.00 248.00 248.00 298.00 298.00 298.00 298.00
8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740
*) Harga Konstan 1993=100
Lampiran 6. Lanjutan Skenario Menguat : Tahun PDB per kapita* (Rupiah) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
IHK
2,028,000 2,1 09,120 2,193,485 2,281,224 2,372,473 2,467,372 2,566,067 2,668,710 2,775,458
IHK
Upah Tenaga Kerja* Harga Minyak Tanah* Nilai Tukar per US$ (Rupiah (Rupiah)
279.3 293.3 308.0 323.4 . 339.5 356.5 374.3 393.1 412.7
118,297 118,297 118,297 118,297 130,127 130,127 130,127 130,127 130,127
*) Harga Konstan 1993=100
248.00 248.00 248.00 248.00 248.00 298.00 298.00 298.00 298.00
7,866 7,866 7,866 7,866 7,866 7,866 7,866 7,866 7,866
Lampiran 7. Hasil Proyeksi Permintaan Listrik Sektor Rumah Tangga Skenario Pesimis · Konsumsi Listrik IHK Upah Tenaga Kerja• Harga Minyak Tanah* Nilai Tukar per US$ Permintaan Listrik Perkiraan Jumlah Penduduk Tahun PDB per kapita• (Asumsi pert. pddk I. 15%) per penduduk (MWhlkap) (MWh) (Rupiah) (Rupiah (Rupiah) 2002
1,989,000
279.3
118,297
248.00
8,740
31,060,631
211,302,957
0.15
2003
2,028,780
293.3
118,297
248.00
8,740
33,166,132
213,732,941
0.16
2004
2,069,356
308.0
118,297
248.00
8,740
35,414,217
216,190,870
0.16
2005 2006 2007 2008 2009 2010
2,110,743
118,297
248.00
8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740
37,810,789
218,677,065
0.171
40,718,956 41,709,199 44,529,020 47,551,716 50,763,559
221,191,851 223,735,557 226,308,516 228,91 1,064 231,543,541
0.18 0.19 0.20 0.21 0.22
2,152,958 2,196,017 2,239,937 2,284,736 2,330,431
323.4 339.5 356.5 374.3 393.1 412.7
248.00 298.00 298.00 298.00 298.00
130,127 130,127 130,127 130,127 130,127 ~-
*) Harga Konstan 1993=100
Keterangan :
Lampiran 7. Lanjutan Skenario Dasar · Tahun PDB per kapita• (Ru{liah) 2,028,000 2,109,120 2,193,485 2,281,224 2,372,473 2,467,372 2,566,067 2,668,710 2,775,458
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
-----
Kcterangan :
Upah Tenaga Kerja•
1HK 279.3 293.3 308.0 323.4 339.5 356.5 374.3 393.1 412.7
118,297 118,297 118,297 118,297 130,127 130,127 130,127 130,127 130,127
-~~
*) Harga Konstan 1993=100
Konsumsi Listrik Harga Minyak Tanah* Nilai Tukar per US$ Permintaan Listrik Perkiraan Jum1ah Penduduk (Asumsi pert. pddk 1.15%) per penduduk (MWhlkap) (MWh) (Rupjah) (Rupiah 248.00 248.00 248.00 248.00 248.00 298.00 298.00 298.00 298.00
8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740
J1,718,792 34,586,573 37,713,485 41,118,860 45,219,764 47,300,957 51,568,876 56,236,345 61,306,877
211,302,957 213,732,941 216,190,870 218,677,065 221,191,851 223,735,557 226,308,516 228,911,064 231,543,541
0.15 0.16 0.17 0.19 0.20 0.21 0.23 0.25 0.26
Lampiran 7. Lanjutan Skenario 0 't'"'······ · . Konsumsi Listrik Tahun PDB per kapita* IHK ~pah Tenaga Kerja~ Harga Minyak Tanah• Nilai Tukar per US~ Pennintaan Listrik )erkiraan Jum1ah Pendudu (Rupiah (Rupiah) (MWh) Asumsi pert. pddk 1. 15% per penduduk (MWhlkap (Rupiah) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
2,067,000 2,191,020 2,322,481 2,461,830 2,609,540 2,766,112 2,932,079 3,108,004 3,294,484
Keterangan :
279.3 293.3 308.0 323.4 339.5 356.5 374.3 393.1 412.7
118,297 118,297 118,297 118,297 130,127 130,127 130,127 130,127 130,127
248.00 248.00 248.00 248.00 248.00 298.00 298.00 298.00 298.00
8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,7't0 8,740 8,740 8,740
32,377,964 36,039,047 40,113,933 44,644,982 50,117,893 53,513,980 59,554,957 66,294,915 73,774,328
211,302,957 213,732,941 216,190,870 218,677,065 221, 191 ,851 223,735,557 226,308,516 228,911,064 231,543,541
0.15 0.17 0.19 0.20 0.23 0.24 ' 0.26 0.29 0.32
*) Harga Konstan 1993= I 00
Skenario Penguatan Rupiah
Lampi ran 7. Lampi ran Skenario Me1emah : Tahun PDB per kapita* IHK ~pah Tenaga Kerja~ Harga Minyak Tanah* \l'ilai Tukar per US Pennintaan Listrik ~erkiraan Jum1ah Pendudu Konsumsi Listrik (MWh) (Rupiah) (Rupiah (Rupiah) Asumsi pert. pddk 1.15% per penduduk (MWh/kap 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
2,028,000 2,109,120 2,193,485 2,281,224 2,372,473 2,467,372 2,566,067 2,668,710 2,775,458
Keterangan :
279.3 293.3 308.0 323.4 339.5 356.5 374.3 393.1 412.7
118,297 118,297 118,297 118,297 130,127 130,127 130,127 130,127 130,127
*) Harga Konstan 1993= I 00
248.00 248.00 248.00 248.00 248.00 298.00 298.00 298.00 298.00
9,614 9,614 9,614 9,614 9,614 9,614 9,614 9,614 9,614
31,323,012 34,155,008 37,242,903 40,605,787 44,655,521 46,710,745 50,925,410 55,534,640 60,541,903
211,302,957 213,732,941 216,190,870 218,677,065 221, 191 ,851 223,735,557 226,308,516 228,911,064 231,543,541
0.15 0.16 0.17 0.19 0.20 0.21 0.23 0.24 0.26
Lampiran 7. Lanjutan Skenario Nonnal · Tahun PDB per kapita* IHK (Rupiah) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
2,028,000 2, 109,120 2,193,485 2,281,224 2,372,473 2,467,372 2,566,067 2,668,710 2,775,458
279.3 293.3 308.0 323.4 339.5 356.5 374.3 393.1 412.7
~pah
Konsumsi Listrik Tenaga Kerja Harga Minyak Tanah* 'lilai Tukar per US Pennintaan Listrik )erkiraan Jumlah Pendudu Asumsi pert. pddk I .15% per penduduk (MWh/kap: (MWh) (Rupiah) (Rupiah
---
Keterangan :
248.00 248.00 248.00 248.00 248.00 298.00 298.00 298.00 298.00
118,297 118,297 118,297 118,297 130,127 130,127 130,127. 130,127 130,I27 ---
--
31,718,792 34,586,573 37,713,485 4I,118,860 45,219,764 47,300,957 51,568,876 56,236,345 61,306,877
8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 --
-----
211,302,957 213,732,941 216,190,870 218,677,065 221 '191,851 223,735,557 226,308,516 228,911 ,064 231,543,541
0.15 0.16 0.17 0.19 0.20 0.21 0.23 0.25 0.26
-
*) Harga Konstan 1993= 100
Lampiran 7. Lanjutan Sk ---------- - ---- ---Konsumsi Listrik Tahun PDB per kapita• IHK ~pah Tenaga Kerja Harga Minyak Tanah* Nilai Tukar per US Pennintaan Listrik ~erkiraan J um1ah Pendudu (MWh) Asumsi pert. pddk 1. I 5% per penduduk (MWh/kap (Rupiah) (Rupiah (Rupiah) 0.15 211,302,957 32,162,130 7,866 248.00 118,297 2002 2,028,000 279.3 0.16 213,732,941 35,069,993 7,866 248.00 118,297 2,109,120 293.3 2003 0.18 216,190,870 38,240,610 7,866 248.00 118,297 308.0 2004 2,193,485 0.19 218,677,065 41,693,583 7,866 248.00 118,297 2,281,224 323.4 2005 0.21 221,191,851 45,851,806 7,866 248.00 130,127 2,372,473 339.5 2006 0.21 223,735,557 47,962,088 7,866 298.00 130,127 2,467,372 356.5 2007 0.23 226,308,516 52,289,660 7,866 298.00 130,127 2008 2,566,067 374.3 .0.25 228,911 ,064 57,022,367 7,866 298.00 130,127 2,668,710 393.1 2009 0.27 231,543,541 62,163,771 7,866 298.00 130,127 2010 2,775,458 412.7 Keterangan :
*) Harga Konstan 1993= 100
Lampiran 8. Hasil Proyeksi Harga Rata-Rata Listrik Sektor Rumah Tangga Skenario Pesimis · IHK Upah Tenaga Kerja• Harga Minyak Tanah• Nilai Tukar per US$ Tahun PDB per kapita• (Rupiah)
(Rupiah
(Rupiah)
Harga Listrik Subsidi (Rp/K Wh)'
2002
1,989,000
279.3
118,297
248.00
8,740
119.18
2003
2,028,780
293.3
118,297
248.00
8,740
115.67
2004
2,069,356
308.0
118,297
248.00
8,740
112.27
2005 2006 2007 2008 2009 2010
2,110,743 2,152,958 2,196,017 2,239,937 2,284,736 2,330,431
323.4 339.5 356.5 374.3 393.1 412.7
118,297 130,127 130,127 130,127 130,127 130,127
248.00
8,740
108.97
248.00 298.00 298.00 298.00 298.00
8,740 8,740 8,740 8,740 8,740
107.86 112.12. 108.83.
•) Harga Konstan 1993=100
Kctcrangan :
Lampiran 8. Lanjutan Skenario Dasar · Tahun PDB per kapita• (Rupiah) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Kctcrangan :
105.62! 102.52
2,028,000 2,109,120 2,193,485 2,281,224 2,372,473 2,467,372 2,566,067 2,668,710 2,775,458
IHK 279.3 293.3 308.0 323.4 339.5 356.5 374.3 393.1 412.7
Upah Tenaga Kerja• 118,297 118,297 118,297 118;297 130.127 130,127 130,127 130,127 130,127
•) Harga Konstan 1993=100
Harga Listrik Harga Minyak Tanah• Nilai Tukar per US$ Subsidi {Rp/KWh)~ (Rupiah (Rup_iah) 248.00 248.00 . 248.00 248.00 248.00 298.00 298.00 298.00 298.00
8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740
118.86 115.04 111.35 107.78 106.3'9 110.29 106.76 103.33 100.02
Lampiran 8. Lanjutan ~n-••-•
.•- - ..
~!'••••••-
•
Harga Listrik IHK ~pah Tenaga Kerja Harga Minyak Tanah• Nilai Tukar per US ~ubsidi (Rp/KWh)~ (Rupiah) (Rupiah
Tahun PDB per kapita* (Rupiah) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
279.3 293.3 308.0 323.4 339.5 356.5 374.3 393.1 412.7
2,067,000 2,191,020 2,322,481 2,461,830 2,609,540 2,766,112 2,932,079 3,108,004 3,294,484
Keterangan :
118,297 118,297 118,297 118,297 130,127 130,127 130,127 130,127 130,127
248.00 248.00 248.00 248.00 248.00 298.00 298.00 298.00 298.00
8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740
118.54 114.42 110.45 106.63 104.96 108.52 104.76 101.12 97.63
*) Harga Konstan 1993=100
Skenario Penguatan Rupiah
Lampiran 8. Lampiran Skenario Melemah · Tahun PDB per kapita* (Rupiah) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
2,028,000 2,109,120 2,193,485 2,281,224 2,372,473 2,467,372 2,566,067 2,668,710 2,775,458
Keterangan :
Harga Listrik IHK ~pah Tenaga Kerja Harga Minyak Tanah~ Nilai Tukar per US (Rupiah) ~ubsidi (Rp/KWh)' (Rupiah 279.3 293.3 308.0 323.4 339.5 356.5 374.3 393.1 412.7
118,297 118,297 118,297 118,297 130,127 130,127 130,127 130,127 130,127
*) Harga Konstan 1993= I 00
248.00 248.00 248.00 248.00 248.00 298.00 298.00 298.00 298.00
9,614 9,614 9,614 9,614 9,614 9,614 9,614 9,614 9,614
121.35 117.45 113.68 110.04 108.62 112.60 109.00 105.49 102.12
Lampiran 8. Lanjutan Skenario Normal · Harga Listrik Tahun PDB per kapita* IHK ~pah Tenaga Kerja~ Harga Minyak Tanah~ Nilai Tukar per US (Rupiah) (Rupiah Subsidi (Rp/KWh)' (Rupiah) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
2,028,000 2,109,120 2,193,485 2,281,224 2,372,473 2,467,372 2,566,067 2,668,710 2,775,458
Keterangan :
279.3 293.3 308.0 323.4 339.5 356.5 374.3 393.1 412.7
118,297 118,297 118,297 118,297 130,127 130,127 130,127 130,127 130,127
248.00 248.00 248.00 248.00 248.00 298.00 298.00 298.00 298.00
8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740 8,740
118.86 115.04 111.35 107.78 106.39 110.29 106.76 103.33 100.02
*) Harga Konstan 1993= 100
Lampiran 8. Lanjutan Skenario M Tahun PDB per kapita* IHK llJpah Tenaga Kerja' Harga Minyak Tanah~ Niiai Tukar per US' Harga Listrik (Rupiah) (Rupiah) (Rupiah jsubsidi (Rp/KWh) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
2,028,000 2,109,120 2,193,485 2,281,224 2,372,473 2,467,372 2,566,067 2,668,710 2,775,458
279.3 293.3 308.0 323.4 339.5 356.5 374.3 393.1 412.7
118,297
248.00 248.00 248.00 248.00 248.00 298.00 298.00 298.00 298.00
118~297
118,297 118,297 130,127 130,127 130,127 130,127 130,127 -
Keterangan :
*) Harga Konstan 1993= I 00
7,866 7,866 7,866 7,866 7,866 7,866 7,866 7,866 7,866
116.16 112.43 108.82 105.34 103.97 107.79 104.34 I 00.98 97.75