Sylvi Dewajani SpringUP Education Consultant Banyak keyakinan-keyakinan yang berkembang di masyarakat, bahwa mengajarkan membaca pada usia dini (di bawah lima tahun) justru akan menghambat proses belajar anak. Bahkan tahun 1997, Direktur Dikdasar Dep Dik Bud, secara eksplisit menyatakan “jangan acarkan baca, tulis dan berhitung pada anak TK”. Namun di lain pihak, banyak SD-SD favorit yang mensyaratkan baca dan tulis serta berhitung dalam penerimaan murid barunya. Ada kesenjangan antara kenyataan dengan yang diyakini dan diharapkan beberapa orang dalam hal membaca. Lalu pertanyaan besar yang muncul adalah : Kapankan sebaiknya kita mengajari anak membaca ? Sebelum masuk pada kapan kita mengajari membaca pada anak, terlebih dahulu saya ingin mengulas kebiasaan membaca di Indonesia. Kalau kita memperhatikan sekeliling kita, berapa banyak remaja atau orang yang gemar membaca? Pasti jawabannya ada pada kisaran jauh di bawah 30%. Mengapa fenomena ini terjadi, sementara kita semua mempunyai kesepakatan bahwa membaca adalah jendela dunia. Apakah berrti selama ini kita menutup jendelajendela kita yang dapat menghubungkan dengan dunia di luar kita ? Jawabannya pun tidak pasti. Namun pada kesempatan ini saya ingin menyitir beberapa hal yang memungkinkan menyebabkan kurang berminatnya untuk membaca, terutama pada masa kanak-kanak. Hal-hal tersebut adalah :
Pengaruh media televisi yang lebih menarik
Permainan elektronik yang menarik
Kebiasaan didongengi, daripada mencoba membaca sendiri www.springupconsultant.com
Membaca dianggap sebagai suatu beban dan tugas
Kurangnya fasilitas perpustakaan, terutama yang menyediakan buku-buku untuk anak-anak pra sekolah Membaca ditekankan oleh Leonhardt (1995) sebagai suatu hal yang kritis
untuk dikuasai anak. Tanpa membaca anak akan dapat ketinggalan informasi. Bahkan secara khusus, membaca sebenarnya dapat meningkatkan kecerdasan siswa. Dengan membaca maka informasi yang diperoleh anak akan menjadi lebih besar, sehingga anak akan memiliki perbendaharaan kata yang lebih banyak. Selain itu dengan membaca anak akan memiliki kemampuan yang lebih luas dan lebih dapat mengembangkan pola pikir dan emosi. Dengan membaca kisah-kisah orang lain, anak tentu saja akan mengembangkan pola coping (menghadapi stimulus) yang lebih kaya, tidak hanya berdasar pada pandangan dirinya sendiri. Pada sebuah penelitian, ditemukan bahwa anak yang banyak membaca tidak hanya pandai menulis dan mengekspresikan dirinya, tetapi juga membuat anak lebih dapat mengembangkan minat-minat baru dan kreativitas. Membaca merupakan suatu fungsi tertinggi dari otak manusia, dari semua makhluk di dunia ini, hanay manusia yang mampu membaca (Domain, 1991). Beberapa segi positif dari membaca adalah :
Dapat membuka dunia baru bagi pembaca
Dapat meningkatkan kecerdasan
Dapat meningkatkan kemampuan mengungkapkan diri. Kemampuan ini sangat mendukung anak dalam meningkatkan harga diri dan prestasi belajar
Membantu
mendapatkan
pengertian
tentang
masalah-masalah
dan
bagaimana mengatasinya
Dapat memperoleh pengetahuan baru, sehingga menjadi lebih kreatif
PROSES MEMBACA Membaca adalah suatu proses menginterpretasi symbol-simbol verbal yang tertulis, sehingga dapat memahami arti yang dimaksudkan oleh si penulis (Harris & Sipay, 1980). Membaca bukan berupakan proses yang pasif, demikian ditekankan oleh Bannatyne (1976), bahwa tidak ada seorang anak berbakatpun www.springupconsultant.com
di dunia ini yang bisa membaca tanpa mendapat pelajaran membaca. Pada saat membaca terjadi proses asosiasi, seseorang harus membedakan dan mengingat huruf-huruf dengan bunyinya, memasangkan bunyi yang tepat dengan symbol tertentu (DeMao, 1977). Selanjutnya orang yang membaca, harus mampu melakukan klasifikasi untuk mengorganisir elemen-elemen yang dibaca, dan dibutuhkan juga kemampuan berpikir logis yang kompleks dan memberia arti dari apa yang dibaca. Sedemikian rumit proses mental yang kita alami saat membaca. Mampukah anak kita membaca jika membutuhkan proses yang sulit. Jawabannya tentu saja mampu. Dan untuk menjadi mampu, anak tidak hanya didiamkan saja supaya dapat dengan sendirinya membaca. Tidak demikian. Namun kita harus melatihnya membaca, dari sesuatu yang sederhana, sampai dapat membaca dengan merangkaikan beberapa kata-kalimat dan akhirnya fakta. Pada proses belajar membaca ada dua hal penting yang harus dilatihkan, selain proses membaca, dengan membuat asosiasi bunyi dan symbol, kita juga mengajarkan kemauan untuk membaca. Dua hal yang tentu saja tidak mudah. Untuk itu, akan saya sitir tahapan proses belajar yang diajukan oleh Chall (dalam Thorne, 1991). Tahapan belajar ini didasarkan pada teori kognitif Piaget. Tahap 0
: Prereading (lahir – 6tahun)
Tahap 1
: Initial reading atau Decoding (umur 6 –7)
Tahap 2
: Confirmation, Fluency (umur 7 – 8)
Tahap 3
: Reading for Learning the New (umur 9 – 14)
Tahap 4
: Multiple Viewpoints (umur 14 – 18)
Tahap 5
: Construction dan Reconstruction (18 tahun ke atas)
Apabila kita perhatikan keenam tahapan proses penguasaan membaca di atas dapat dilihat bahwa pada tahap 0 anak sudah dapat diajarkan hal-hal yang mendasari
untuk
membaca.
Menurut
Chall,
pada
usia-usia
ini
perlu
dikembangkan kemampuan dasar untuk membaca, yaitu bahasa, visual, visual motor dan auditori. Senada dengan tahapan ala Chall di atas, Mary Leonhardt (1995) juga mengungkapkan 7 buah tahapan dalam membaca, yaitu : www.springupconsultant.com
1. Tahap membolak-balik buku dan majalah 2. Tahap membaca komik, majalah dan Koran 3. Tahap Buku pertama 4. Tahap Bacaan tertentu 5. Tahap Pengembangan 6. Tahap Bacaan yang lebih Luas 7. Tahap mencari buku sendiri Tahapan yang dikemukakan Leonhardt di atas, lebih menekankan pada pengembangan
minat
membaca.
Sehingga
sebenarnya
kita
dapat
menggabungkan kedua tahapan tersebut untuk meningkatkan kemauan dan kemampuan membaca anak kita.
BELAJAR MEMBACA DINI Membaca dini adalah membaca yang diajarkan secara terprogram kepada anak pra sekolah. Banyak penelitian yang membuktikan bahwa anak dapat diajar membaca sebelum usia sekolah(Tampubolon, 1993). Bahkan secara khusus Durkin (dalam Tampubolon, 1993) menyatakan bahwa tidak ada efek negatif pada anak-anak yang belajar membaca dini, lebih jkauh ditemukan bahwa anak yang belajar membaca dini ditemukan lebih maju di sekolah. Bagaimana kita meruntuhkan mitos-mitos dan keyakinan yang negatif tentang efek membaca dini? Jawabannya adalah dengan mengajarkan membaca pada anak tanpa beban. Ada banyak hal yang dapat digunakan untuk mengajarkan membaca dini pada anak. Misalnya dengan memberi inisial huruf pada tiap benda yang akan kita sebut, untuk memancing anak meneruskan ejaannya, atau dengan mengeja apa yang akan kita lakukan, dan lain sebagainya. Namun yang paling penting diingat adalah bahwa dalam mengajarkan membaca jangan sampai membuat anak merasa terbebani, namun wujudkan dalam bentuk berbagai permainan. Banyak buku saku yang mengajarkan pengenalan huruf dan dihiasi berbagai macam gambar dan warna. Kita dapat memodifikasi apa saja yang ada dilingkungan kita untuk belajar proses membaca. Setelah anak cukup menguasai symbol dan bunyi, serta www.springupconsultant.com
mampu merangkaikan kata, rangsang mereka untuk membaca. Mulailah dengan memberikan buku yang mereka sukai, seperti komik dan buku bergambar lain. Jangan memberi tekanan bahwa yang mereka baca harus buku bermutu, tetapi buatlah supaya mereka menyukai buku terlebih dahulu. Membuat pengertian dan kebiasaan bahwa buku menyediakan sesuatu yang menyenangkan, dan bukan suatu yang membebani. Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam proses pengajaran membaca dini. Kedua hal ini diungkapkan oleh Munandar (dalam Wulan 1998). 1. Setiap anak memiliki kematangan untuk membaca yang berbeda-beda, sehinga tidak dapat ditentukan suatu kriteria umur tertentu. Namun secara umum, dapat ditentukan bahwa anak mengalami masa peka membaca saat dia menunjukkan minat terhadap bentuk-bentuk dan huruf. 2. Belajar membaca hendaknya bukan merupakan tekanan pada anak. Belajar membaca oleh karenanya harus dilakukan dalam suasana yang santai dan menyenangkan. Apabila anak merasa terpaksa dalam membaca, maka kegiatan membaca diasosiasikan dengan sesuatu yang menakutkan, karena anak tidak mampu. Selanjutnya anak akan merasa enggan untuk membaca.
Demikian sekelumit uraian mengenai belajar membaca dini. Yang sekali lagi perlu diingat dan ditekankan adalah bahwa membaca merupakan ketrampilan yang penting, yang dapat diajarkan sejak dini. Namun dalam mengajarkan harus sekali lagi diingat untuk membuat membaca menjadi suatu permainan yang menyenangkan, bukan suatu hukuman, melainkan hadiah.
- Sekian -
www.springupconsultant.com