Sustainibilitas Transportasi
1.
Pendahuluan Sustainibilitas transportasi sudah menjadi isu global dan diadopsi oleh banyak negara di dalam perumusan kebijakan transportasi perkotaan, termasuk Indonesia. Beberapa badan dunia seperti UNCRD dengan program EST-nya, CAI dan ITDP telah mempromosikan konsep sustainibilitas. Faktor pemicu percepatan implementasi konsep ini adalah peningkatan jumlah kepemilikan kendaraan dan perubahan tata guna lahan perkotaan yang demikian cepat, penurunan secara signifikan share angkutan umum, bersepeda, dan berjalan kaki di perjalanan perkotaan, penurunan peran dan kemenarikan pusat kota yang mendorong desentralisasi kepada ketergantungan penggunaan angkutan pribadi dan sub-urban sprawl. Beberapa pengaruh dari kondisi ini adalah peningkatan kemacetan lalulintas, memburuknya tingkat polusi dan kebisingan, menurunnya keselamatan lalulintas, tersisihkannya pejalan kaki dan pesepeda, yang kemudian berakibat terhadap ketidak-layakan perkotaan untuk kehidupan (less liveable cities). Penerapan konsep transportasi berkelanjutan ini ( Sustainable Transportation ) belum dirumuskan dengan indikator yang tepat dan terukur, baik dalam konteks kebijakan, aspek equity maupun impacts group secara komprehensif dalam sistem pengembangan infrastruktur transportasi perkotaan Penerapan konsep sustainibilitas tersebut( Sustainable Transportation) meliputi aspek sustainibilitas ekonomi (economic efficiency), sustainibilitas lingkungan (cological stability ) dan sustainibilitas sosial (social equity), masing-masing terdiri dari indikator-indikator sebagai berikut : 1) Indikator sustaninibilitas ekonomi : Efisiensi dan efektivitas transportasi, keterpaduan sistem jaringan jalan, dampak kemacetan jalan, kebijakan pembangunan infrastruktur transportasi 2) Indikator sustainibilitas lingkungan : Kebisingan, polusi udara, tata ruang RTRW, keselamatan lalulintas dan kesehatan masyarakat 3) Indikator sustainibilitas sosial : Kebutuhan perjalanan, Resiko kecelakaan, Iventarisasi jalan, kondisi geometrik jalan, karakteristik lalulintas Kemacetan lalu lintas, polusi udara, terbentuknya daerah rawan kecelakaan (black spot), ketiadaan jalur hijau, ketiadaan sarana bagi pejalan kaki dan ruang publik (sidewalk), serta meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor khususnya kendaraan roda dua (motorcycle), terbatasnya pendanaan untuk melaksanakan pemeliharaan jalan dan pengembangan akses ruas jalan perkotaan, adalah deskripsi permasalahan yang terjadi pada pelayanan transportasi perkotaan di Indonesia. Para pembuat kebijakan dalam pengembangan sistem transportasi perkotaan lebih sering menggunakan paradigma yang berorientasi pada pelayanan kendaraan bermotor roda empat. Kebijakan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan sebagian besar masyarakat perkotaan pada umumnya. Sarana dan prasarana untuk masyarakat para pejalan kaki dan pesepeda terabaikan, perwujudan pengembangan sistem angkutan massal cepat (bus rapid transit) dengan tarif murah, nyaman dan aman
1
terasa berjalan sangat lambat. Demikian pula program penggunaan bahan bakar rendah polusi, tingkat pelayanan moda transportasi perkotaan, dan kedisiplinan serta perilaku pengguna jalan pada umumnya yang semakin rendah. Masalah umum sektor transportasi di perkotaan lainnya adalah meningkatnya fatalitas dan korban luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, meningkatnya permintaan bahan bakar, meningkatnya tingkat kebisingan, berkurangnya jalur hijau fasilitas umum ( Fasum ) yang berdampak terhadap meningkatnya mencemaran udara, khususnya yang terkait dengan emisi gas buang CO2 (karbondioksida). Di banyak kota yang sedang berkembang, mobilitas orang dan barang semakin meningkat sehingga lalulintas merupakan bagian terpenting dalam semua aktifitas masyarakat, baik kegiatan sosial, pendidikan, pemerintahan, dan ekonomi. Jumlah kepemilikan kendaraan pribadi, jumlah armada angkutan penumpang dan barang telah bertumbuh dengan cepat dengan perubahan yang sangat signifikan. Kendaraan tanpa mesin yang pada awalnya digunakan sebagai sarana angkutan masyarakat ke pusatpusat aktifitas dan ekonomi sekarang telah tergantikan fungsinya oleh kendaraan bermotor untuk mobilitas kegiatan masyarakat sehari-hari. Hasil dari proses perubahan ini telah berdampak secara signifikan terhadap pola pengunaan lahan perkotaan. Proses perubahan ini di mulai pada dekade 1920-an dan 1930-an di Amerika Serikat dan untuk pertama kali menyebar di negara-negara kaya, tetapi akhirnya menyebar ke seluruh dunia termasuk pada kota-kota yang sedang berkembang termasuk di Indonesia. Peralihan transportasi darat pribadi yang menggunakan mesin telah mengurangi peran bagi moda transportasi lain. Pertumbuhan lalu lintas jalan jauh melebihi perkembangan struktur kota dan pertumbuhan infrastruktur transportasi perkotaan. Oleh karena itu di kota-kota sedang berkembang sistem transportasi tidak lagi memadai dan tidak aman, sehingga masalah lingkungan dan kesehatan pada perkotaan tidak menguntungkan dibandingkan dengan negara maju. Dari sudut pandang sosial, trend menuju perubahan tersebut menyebabkan ketidakseimbangan peluang mobilitas serta ketimpangan beban dan keuntungan, khususnya pada masyarakat yang tidak mampu memiliki kendaraan bermotor. Selain itu, pembangunan dan pengembangan sistem moda transportasi perkotaan untuk pelayanan semua unsur masyarakat menuntut investasi besar yang sulit dipenuhi oleh negara-negara yang sedang berkembang. Di Indonesia berbagai konsep dan program transportasi berkelanjutan tersebut belum dapat diimplementasikan dengan baik, antara lain disebabkan karena beberapa kota mempunyai permasalahan khusus yang tidak sama dengan kota lainnya. Namun demikian, indikator mengukur keberhasilan konsep ini didalam implementasinya perlu dikembangkan. Oleh sebab itu, studi komprehensif tentang konsep sustainibilitas di dalam pembangunan transportasi perkotaan, baik dalam konteks kebijakan makro maupun indikator mikro ukuran keberhasilannya harus dilakukan, dan seyogyanya memperoleh dukungan dari semua pihak.
2
2.
Pengertian Sustainibilitas Transportasi Sustainibilitas transportasi sendiri dapat didefiniskan sebagai berikut: “Sustainable transportation is about meeting or helping meet the mobility needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their needs.” (WCED 1987). Di dalam konsep ini secara implisit tercakup 3 (tiga) dimensi, yakni: Sustaibilitas ekonomi (economic efficiency), yakni di dalam pembangunan, maka aspek efisiensi ekonomi harus menjadi tujuan. Di dalam sektor transportasi, maka efisiensi, kelancaran, keselamatan, dan efektivitas transportasi harus menjadi pertimbangan. Sustainibilitas lingkungan (ecological stability): yakni di dalam pembangunan transportasi maka keseimbangan lingkungan tidak terganggu, baik oleh emisi maupun penggunaan infrastruktur, agar ekosistem yang ada tetap stabil sesuai fungsi ekologinya. Sustainibilitas sosial (distributional / social equity); yakni kebutuhan dan kemerataan sosial harus dijamin di lama pembangunan transportasi. Semua stakeholders harus menjadi pertimbangan yang tidak terpisahkan dari tujuantujuan lainnya. Beberapa definisi lain dapat dikemukaan di sini, seperti misalnya Organization for Economic Cooperation and Development (OECD, 1994) mendifiniskan sustainable transport adalah: "Transportation that does not endanger public health or ecosystems and meets mobility needs consistent with (a) use of renewable resources at below their rates of regeneration and (b) use of non-renewable resources at below the rates of development of renewable substitutes". The Canadian Centre for Sustainable Transportation mendifinisikan bahwa sustainable transportation system adalah : Sesuatu yang memungkinkan tersedianya kebutuhan akses dasar dari perorangan dan masyarakat untuk berjalan selamat yang sesuai dengan kesehatan manusia dan ekosistem, dan terjaminnya kesetaraan (equity) di dalam dan diantara generasi yang ada. Terjangkau oleh daya beli, beroperasi efisien, menawarkan beberapa pilihan alat angkutan, dan mendukung perkembangan perekonomian. Mengurangi emisi dan sisa (sampah) lainnya dalam konteks planet kita dapat menyerapnya, mengurangi penggunaan energi yang tidak terbarukan, mengurangi penggunaan energi terbarukan dalam kaitan dengan tingkat sustainibilitasanya, pengugunaan komponen secara berulang dan recycle, mengurangi penggunaan lahan, dan mengurangi kebisingan. Sedangkan defines yang lebih praktis dijelaskan dalam The New Zealand Ministry for the Environment , yaitu : “Sustainable transport is about finding ways to move people, goods and information in ways that reduce its impact on the environment, the economy, and society.
3
Dijelaskan bahwa konsep ini menyangkut : Meningkatkan pilihan transportasi dengan meningkatkan kinerja angkutan umum, fasilitas bersepeda dan berjalan kaki, pelayanan transportasi, dan kelestarian lingkungan Memanfaatkan bahan bakar pada kendaraan yang ramah lingkungan Penggunaan teknologi telecommunikasi untuk mengurangi perjalanan secara fisik melalui tele-working or tele-shopping Perencanaan dan struktur kota yang memungkinkan kebutuhan mereka terpenuhi dalam jarak pendek dan mendisain kota agar lebih hidup (vibrant) dan nyaman untuk berjalan kaki (walkable) Merumuskan kebijakan transportasi untuk mencapai opsi tersebut.
Definisi yang lebih ringkas disusun oleh Sustran network (sudut pandang para aktivis transportasi dan NGO) adalah: Sustainable transportation concerns systems, policies, and technologies. It aims for the efficient transit of goods and services, and sustainable freight and delivery systems. The design of vehicle-free city planning, along with pedestrian and bicycle friendly design of neighborhoods is a critical aspect for grassroots activities, as are telework and teleconferencing. It is more about accessibility and mobility, than about 'transportation'.
3.
Pentingnya transportasi berkelanjutan Transportasi berkelanjutan pada mulanya dibahas pada konferensi OECD ”Menuju Transportasi yang bersih; Kendaraan bermotor yang Bersih dan hemat Bahan Bakar” di Meksiko. Prinsip-prinsip transportasi berkesinambungan dibahas dan dikembangkan oleh Konferensi OECD (Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan) pada bulan Maret 1996 “Menuju Transportasi Berkesinambungan” di Vancouver, Kanada; Kemudian diterbitkan dalam Pengembangan Berkesinambungan dalam Seri Monograf Kanada (Sustainable Development in Canada Monograhp Series; ”Transportasi berkesinambungan”, Monograph No. 2, Ottawa. 1997. The Vienna Declaration of 1997 UNECE Regional Conference on Transport and the environment. Upaya OECD ini baru dalam mengembangkan konsep Transportasi Berkesinambungan yang memperhatikan lingkungan. Konferensi Bumi 1992 di Rio de Jeneiro Brazil mengadopsi Agenda 21, menggaris-bawahi prinsip pembangunan berkesinambungan. Sidang Khusus Majelis Umum PBB pada Juni 1997 menghimbau kembali perlunya pembangunan berkesinambungan. Selanjutnya lebih jauh didukung oleh KTT Johannesburg 2002, dan mempromosikan perlunya mengubah pola transportasi saat ini untuk menghindari lingkungan yang tidak menguntungkan dan dampak terhadap kesehatan. Ancaman dan kerugian terhadap kesehatan manusia dan terhadap lingkungan alam membuat struktur transportasi saat ini tidak bisa diterima dari sudut keberlanjutan. Dalam konteks ini pendekatan internasional yang berbeda menyusul Konferensi Bumi Rio de Jeneiro Brazil mulai mengalihkan prinsip pembangunan berkesinambungan ke sektor transportasi. Dalam istilah yang paling sederhana dibedakan antara tujuan ekonomi, sosial dan lingkungan yang harus
4
dipenuhi dengan sistem transportasi berkesinambungan. Transportasi berkesinambungan didefiniskan sebagai berikut: “sustainable transportation is about meeting or helping meet the mobility needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their needs.” (WCED 1987). Di dalam konsep ini secara implisit tercakup 3 (tiga) dimensi, yakni: 1. Lingkungan: tingkat penggunaan sumber-sumber yang tak bisa diperbaharui mestinya tidak melebihi angka dimana pengganti yang bisa diperbaruhi dikembangkan; tingkat emisi polusi jangan sampai melebihi kapasitas penerimaan lingkungan; keragaman alam harus dilindungi. 2. Sosial: Akses ke seluruh aktifitas yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial harus dijamin sejauh mungkin; kualitas udara dan kebisingan tidak boleh melebihi standar kesehatan yang diusulkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO); resiko kecelakaan harus dikurangi. 3. Ekonomi: Mobilitas orang dan barang-barang yang diperlukan untuk mencapai pembangunan ekonomi yang makmur harus sediakan, sehingga menghindari kemacetan, dan tanpa terlalu membebani kemampuan keuangan anggaran publik dan swasta yang terbatas. Sebagai konsekuensi praktis dari kriteria ini (yang serupa lainnya) untuk transportasi berkesinambungan, sektor transportasi memerlukan perubahan struktur yang digambarkan sebagai berikut: 1. Mengurangi permintaan atau paling tidak mengurangi peningkatan permintaan bagi transportasi bermesin oleh orang-orang atau barang, misalnya dengan membangun transportasi yang menghindari struktur yang memakan tempat (statial structure), dengan menerapkan insentif fiskal dan instrumen kebijakan lainnya untuk meningkatkan akses jarak pendek. 2. Mengalihkan permintaan transportasi dari moda transportasi yang tak menguntungkan (dalam hal dampak ekonomi, sosial dan lingkungan) ke yang kecil dampak negatifnya bagi orang dan alam. 3. Menjamin bahwa penggunaan teknologi terbaik yang ada (BAT) baik untuk kendaraan angkutan dan untuk alat manajemen dan komunikasi dalam transportasi. 4. Meningkatkan perilaku bertanggung jawab bagi individu dan keputusan bertanggung jawab oleh perusahaan-perusahaan. 5. Menyatukan pertimbangan sosial dan lingkungan ke dalam kebijakan transportasi. Dari permasalahan transportasi di Indonesia pada umumnya dan kota-kota lain di dunia, beberapa permasalahan tersebut dapat diidentifikasi, baik dalam konteks kebijakan transportasi, pembangunan skema transportasi tertentu, maupun indikator efektivitas implementasinya sebagai berikut: 1) Pada tingkat pengambil kebijakan: Pengembangan transportasi perkotaan masih bersifat parsial. Dengan perkataan lain belum terimplementasi dengan baik konsep sustainibilitas di dalam pengembangan transportasi perkotaan secara simultan mengarah kepada sustainibilitas. 2) Indikator makro sustainibilitas pengembangan transportasi perkotaan belum terumuskan dengan baik dan tidak terukur.
5
3) Pada tingkat operasional, penanganan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan transportasi perkotaan, seperti kemacetan, polusi, memburuknya tingkat keselamatan, aspek equity yang terabaikan (marginalisasi non-motorized transport), masih bersifat sektoral, dan ukuran keberhasilan program belum merupakan kesatuan dalam konteks sustainibilitas pembangunan transportasi. 4) Indikator mikro sustainibilitas tiap impacts group pembangunan transportasi belum terumuskan secara teringerasi dalam paket ukuran keberhasilan sustainibilitas pembangunan transportasi. Oleh sebab itu, ketidak-jelasan dan belum terintegrasinya implementasi konsep keberhasilan sustainibilitas pada sistem pengembangan pembangunan transportasi perkotaan, baik pada tingkat makro (kebijakan pembangunan transportasi) maupun pada tingkat mikro (pelayanan transportasi perkotaan) menyebabkan keberhasilan konsep sustainibilitas di dalam pengembangan transportasi perkotaan masih dipandang parsial dan tidak integratif. Beberapa hal yang menjadi perhatian dunia terhadap pembangunan transportasi berkelanjutan pada daerah perkotaan, antara lain konsep ini sangat relevan terutama menghadapi kenyataan terjadi paradoks pada sektor transportasi. Sektor ini dianggap unik, karena ketika terjadi pertumbuhan perekonomian perkotaan, sementara sektor lain akan tumbuh sejalan, tetapi sektor transportasi perkotaan akan tumbuh sebaliknya, yaitu terjadi penurunan kinerja. Transport Paradox diartikan : “Transport is unique as the only development sector that worsens as incomes rise. While sanitation, health, education and employment tend to improve through economic development, traffic congestion tends to worsen.” Dampak dari hal tersebut adalah terjadinya kemacetan, permasalahan pengorbanan masyarakat dan pembiayaan transportasi yang sangat besar, permasalahan keselamatan dan kesehatan masyarakat, perubahan iklim, penurunan kemenarikan perekonomian kota (economics competitiveness), dan penurunan kualitas kehidupan. Adapun tujuan transportasi yang berkelanjutan adalah: Mengurangi sprawl, dengan cara pembangunan tatagunaa lahan campuran, melalui pengembangan struktur perkotaan, kebijakan ekonomi dan tata guna lahan untuk mengurangi permintaan perjalanan terutama perjalanan dengan kendaraa pribadi, dengan cara memindahkan asal perjalanan dan tujuan perjalanannya sehingga berdekatan, dan mengurangi konversi lahan pertanian dan rekreasi. Memberikan prioritas kepada angkutan umum yang beremisi rendah dan memberikan prioritas kepada pejalan kaki dan pesepeda. Menjaga dan meningkatkan pelayanan angkutan umum Menyediakan sistem angkutan barang yang efisien dan rendah polusi Melindungi peninggalan sejarah, mempertimbangkan keselamatan dan kemenarikan daerah di dalam perencanaan transportasi perkotaan. (OECD Vancouver Conference on Sustainable Transport 1996)
6
4.
Concern terhadap Sustainibilitas Transportasi Beberapa hal yang menjadi perhatian dunia terhadap pembangunan transportasi berkelanjutan. Untuk daerah perkotaan, konsep ini sangat relevan terutama mengadapi kenyataan terjadi paradoks pada sektor transportasi. Sektor ini dianggap unik, karena ketika terjadi pertumbuhan perekonomian perkotaan sementara sektor lain akan tumbuh sejalan, tetapi sektor transportasi perkotaan akan tumbuh sebaliknya, yaitu terjadi penurunan kinerja. Transport Paradox diartikan : “Transport is unique as the only development sector that worsens as incomes rise. While sanitation, health, education and employment tend to improve through economic development, traffic congestion tends to worsen.” Dampak dari hal tersebut terjadinya kemacetan, permasalahan sosial masyarakat dan pembiayaan transportasi yang sangat besar, permasalahan keselamatan dan kesehatan masyarakat, perubahan iklim, penurunan kemenarikan perekonomian kota (economics competitiveness), dan penurunan kualitas kehidupan
5.
Tujuan Sustainibilitas Transportasi 1. Mengurangi sprawl, dengan cara pembangunan tatagunaa lahan campuran, melalui pengembangan struktur perkotaan, kebijakan ekonomi dan tata guna lahan untuk mengurangi permintaan perjalanan terutama perjalanan dengan kendaraan pribadi, dengan cara memindahkan asal perjalanan dan tujuan perjalanannya sehingga berdekatan, dan mengurangi konversi lahan pertanian dan rekreasi. 2. Memberikan prioritas kepada angkutan yang beremisi rendah dan memberikan prioritas kepada pejalan kaki dan pesepeda. 3. Menjaga dan meningkatkan pelayanan angkutan umum 4. Menyediakan sistem angkutan barang yang efisien dan rendah polusi 5. Melindungi peninggalan sejarah, mempertimbangkan keselamatan dan kemenarikan daerah di dalam perencanaan, perancangan dan pembangunan transportasi perkotaan. (Dari OECD Vancouver Conference on Sustainable Transport 1996)
6.
Kebijakan Transportasi yang berkelanjutan Kebijakan transportasi yang melandaskan sustainabilitas harus melibatkan strategistrategi pengembangan transportasi secara komprehensif. Beberapa instrumen kebijakan yang dapat diambil dan dampak dari strategi tersebut tergambarkan di dalam pohon kebijakan pada Gambar 1 di bawah ini. Menurut Enrique Penelosa (mantan Walikota Bogota) yang dianggap berhasil menerapkan Sustainabel Urban Transportation Development adalah bagaimana kebijakan tranaportasi tersebut diturunkan dari visi pembangunan kota ’’ We can only talk about a transport model when we know what city we want. And the type of city we want depends on how we want to live in our city ’’. (Mayor Penelosa) Keberhasilan pengembangan transportasi yang berkelanjutan, sebagaimana dirangkum oleh GTZ-Jerman, ditandai dengan: Angkutan umum yang bermutu tinggi (high-quality public transport)
7
Kondisi fasilitas untuk berjalan kaki dan bersepeda yang meningkat (improved conditions for walking and bicycling) Keterpaduan antar-moda yang efektif (effective integration of modes) Kebijakan tata guna lahan yang dapat mendukung sustainibilitas transportasi (Supportive land-use policies) Diterapkannya pembatasan kendaraa pribadi (car-restriction measures). Kota-kota yang dianggap sukses menerapkan hal tersebut adalah: Bogotá, Curitiba, Copenhagen, Freiburg, Portland, Seoul, Singapore, dan Hongkong.
Gambar Pohon Kebijakan untuk Sustainibilitas Transportasi
8
Memperhatikan pohon kebijakan transportasi pada Gambar di atas, pertanyaan mendasar pada level makro adalah “Bagaimana menilai efektivitas dari kebijakan tersebut di dalam implementasinya?” Sedangkan pada level mikro, “Seberapa besar indikator penurunan atau peningkatan kinerja dapat diukur sehingga dapat mengambil kesimpulan bahwa strategi yang dipilih sudah sustainable?”Adapun kajian strategi terhadap masing-masing aspek pengembangan transportasi berkelanjutan dijelaskan pada tabel di bawah ini: Tabel : Kajian strategi terhadap aspek pengembangan transportasi berkelanjutan
Tujuan Ekonomi - Menyediakan parasarana transportasi untuk menunjang pembangunan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja
Tujuan Ekonlogi - Meningkatkan keselamatan dan kesehatan masyarakat yang berhubugan dengan transportasi - mengurangi polusi pada tingkat lokal, regional and global yang dapat berkonkribusi terhadap kebijakan stabilisasi iklim
- Menyediakan pelayanan angkutan yang murah, cepat dan berkapasitas tinggi
- Mengurangi konsumsi lahan
- Mengurangi kemacetan
- Mengintegrasikan dimensi lingkungan dan perekonomiuan di dalam perencananan dan pembangunan transportasi
- Menyiapkan beberapa opsi pengembangan transportasi
- Menjamin pelayanan angktan untuk semua lapisan masyarakat
- Fokus terhadap pelayanan transportasi kalangan miskin perkotaan - Peningkatan metoda untuk menemukenali permasalahan dan solusinya untuk masyarakat miskin - Melindungi kaum miskin perkotaan dari perubahan kebijakan pembangunan transportasi
- Memperkuat keterkaitan antara perkotaan dengan daerah penunjangnya
- Menciptakan basis anggaran untuk angkutan umum
Tujuan Sosial
- Membangun kerangka kebijakan strategis transportasi yang sensitive terhadap lingkungan
- Menjamin partisipasi public di dalam penentuan kebijakan transportasi
- Meningkatkan pendapatan untuk pembangunan prasarana dan fasilitas transportasi lainnya, serta untuk pengoperasian dan perawatannya
9