Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
11
SUPLAY PRODUKSI BAHAN KERING JERAMI KANGKUNG SEBAGAI BAHAN PAKAN TERNAK RUMINANSIA DI KABUPATEN LAMONGAN ( STUDI MUSIM TANAM MK II TAHUN 2012 ) Mufid Dahlan*, Wardoyo* dan Handoko Prasetyo* a*
Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan, Jl.Veteran 53 A, Lamongan, Indonesia Abstrak
Kabupaten lamongan merupakan salah satu penghasil bahan kering jerami kangkung darat yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai sentra penghasil jerami kangkung terbasar di tingkat regional, dan memiliki peranan sebagai salah satu penopang kebutuhan pakan ternak ruminansia ditingkat regional maupun luar daerah pada musim kemarau. Metode yang digunakan adalah survey, teknik pengambilan sampel dengan stratified random sampling. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah total jumlah suplay produksi bahan kering jerami kangkung sebesar 12.697,61 ton ( BK udara ) atau 10.665,99 ton ( BK oven ) dengan rata – rata produktifitas 2,05 ton/ha dari luas lahan 3.947 ha. Skema ( rantai ) suplay bahan kering jerami kangkung adalah 41,25 % untuk pakan ternak ruminansia milik pribadi, dan 58,75 % dijual ke tengkulak dengan selanjutnya dijual ke peternak diluar wilayah Kabupaten Lamongan. Kata Kunci : Suplay Bahan Kering, Jerami Kangkung, Pakan Ruminansia
PENDAHULUAN Jerami kangkung berfungsi sebagai sumber bahan pakan yang dapat di manfaatkan oleh peternak untuk ruminansia besar maupun ruminansia kecil selain rumput lapangan, jerami padi, dan jerami polowijo yang tersedia di kabupaten lamongan. Berdasarkan informasi dari beberapa peternak, dapat diketahui bahwa jerami kangkung diperoleh dari hasil panen bisa di simpan sebagai cadangan bahan pakan, dan di salurkan sebagai ransum dengan cara di campur dengan jenis bahan lainnya. Beberapa peternak wilayah penghasil kangkung darat menyatakan bahwa jerami kangkung darat merupakan jenis yang disukai ternak ruminansia, sehingga diminati para petani peternak baik untuk konsumsi lokal maupun daerah lain, sehingga komoditi ini bisa di perdagangkan baik untuk konsumsi secara regional maupun luar daerah kabupaten, bahkan luar provinsi.Namun demikian, karena banyak diminati sebagai bahan pakan ternak, belum diketahui seberapa jauh rekomendasi penggunaanya sebagai campuran pakan ternak maupun seberapa besar jerami kangkung darat dapat diketahui produktivitas maupun produksinya setiap periode panen di kabupaten lamongan. Jerami kangkung darat masih diminati peternak sebagai ransum ruminansia, maka diharapkan produksi kangkung darat perlu terus dikembangkan setinggi mungkin untuk dimanfaatkan jeraminya sebagai pakan kata lain bahwa jerami kangkung darat yang mempunyai kualitas lebih baik justru merupakan subtitusi jenis pakan lainnya, mengingat seperti rumput alam yang semakin menyempit arealnya karena adanya penekanan oleh petani dianggap sebagai gulma yang mengganggu usaha pertanian sehingga dikuatirkan terjadi kelangkaan pakan rumput secara alami dan berakibat melemahnya usaha peternakan di tingkat petani. Jenis pakan yang diberikan pada ternak beragam, khususnya kangkung darat yang dipengaruhi oleh komposisi botani sehingga kontribusi persatuan luas terjadi suatu perbedaan, maka pengukuran produksi dengan menentukan berat kering yang ada merupakan cara yang paling obyektif untuk mengevaluasi produksi bahan kering ( BK ) jenis tanaman kangkung darat pada lahan pertanian di kabupaten lamongan. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai dasar kebijaksanaan pengelolaan pakan dalam rangka meningkatkan ketersediaan jerami kangkung darat di kabupaten lamongan. Kabupaten lamongan merupakan salah satu penghasil bahan kering jerami kangkung darat yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai sentra penghasil jerami kangkung terbasar di tingkat regional, dan memiliki peranan sebagai salah satu penopang kebutuhan pakan ternak ruminansia ditingkat regional maupun luar daerah pada musim kemarau. Kangkung biasa ditanam di musim kemarau kedua (MK II) pada setiap tahunnya, namun hingga saat ini belum diketahui secara pasti berapa jumlah dan skema (rantai) suplay produksinya sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui jumlah dan skema (rantai) suplay produksi bahan kering jerami kangkung yang ada di kabupaten lamongan, khususnya pada MK II tahun 2012.
11
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
12
MATERI DAN METODE PENELITIAN Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lamongan pada 5 Kecamatan yang merupakan sentra produksi kangkung yaitu Kecamatan Kembangbahu, Tikung, Sarirejo, Mantup dan Sambeng, Kabupaten Lamongan. Adapun waktu dan pelaksanaan yakni dimulai tanggal 5 Mei 2013 sampai dengan 26 Juli 2013. Materi Penelitian Materi penelitian ini adalah tanaman kangkung darat pada areal pertanian lahan kering atau tadah hujan pada masa tanam (MK II) tribulan III-IV berupa jerami kangkung darat kering udara dengan jumlah sampel 2 dari 5 kecamatan, dan 40 orang responden petani peternak yang menanam kangkung darat. Selanjutnya dilakukan uji laboratorium untuk mengetahui hasil analisis proksimat bahan kering (BK). Metode Penelitian Penelitian merupakan proses penemuan kebenaran yang dijabarkan dalam bentuk kegiatan yang sistematis dan berencana dengan dilandasi metode ilmiah (Sugiyono, 2006) dalam (Novi, 2010). Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif karena memberikan uraian mengenai hasil penelitian yang di muat dalam suatu analisis yang terkait dengan hasil penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei , dimana metode survei adalah pengamatan langsung ke lapangan untuk mengetahui obyek yang akan di teliti (Arikunto, 2006) dalam (Wahyuni, 2010). Dengan deskriptif variabel yang dipelajari adalah suplay produksi bahan kering yang meliputi kualitas dan kuantitas bahan kering. Pada penelitian deskriptif, taraf analisisnya hanya sampai pada penggunaan statistik-statistik deskriptif misalnya parameter rata-rata, modus, total dan persentase (Fanani, 2000) dalam (Novi 2011). Statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah distribusi frekuensi yang terdiri dari parameter rata-rata, total dan persentase. Metode sampling ( Teknik Pengambilan Sampel ) Observasi pra penelitian Mula-mula dilakukan observasi pra penelitian berupa wawancara antara tanggal 15 april sampai 30 april, dengan dinas pertanian, perkebunan dan kehutanan kabupaten lamongan. Dilanjutkan dengan observasi lapangan dengan melihat adanya tanaman kangkung dan hewan ternak untuk mengetahui apakah mereka memanfaatkan jerami kangkung, maka diketahui ada lima kecamatan yang menanam tanaman kangkung yaitu kecamatan kembangbahu, tikung, sarirejo, mantup dan sambeng. Teknik Pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik proporsional stratified random sampling teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota/ unsur yang tidak homogen dan tidak berstrata secara proporsional ( Sugiono, 2007 ). Penentuan desa lokasi Berdasarkan hasil tersebut maka dari lima kecamatan dipilih secara acak 4 desa dari kecamatan kembangbahu, 3 desa dari kecamatan tikung, 1 desa dari kecamatan sarirejo, 1 desa dari kecamatan mantup dan 1 desa dari kecamatan sambeng. Masing-masing kecamatan dipilih 8 orang petani peternak sebagai sumber untuk mengetahui luas lahan dan produksi jerami kangkung kering udara. Adapun desa-desa yang terpilih seperti tertera pada tabel 2. : Tabel 2. Desa lokasi penelitian di lima kecamatan. No. Kecamatan 1. Kembangbahu
2.
Tikung
3. 4.
Sarirejo Mantup
Desa Kembangbahu Randu bener Maor Lopang Balong wangi Boto putih Dukuh agung Dermo lemahbang Tugu Sumbergondang Dringu
5. Sambeng Sumber : Data primer yang diolah, ( 2013 ).
12
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
13
Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah obyek penelitian atau segala sesuatu yang menjadi tolak ukur dalam penelitian. Dalam penelitian ini, variabel penelitian terdiri atas suplay bahan kering yang meliputi kualitas, kuantitas dan karakteristik petani kangkung darat. Indikator penelitian merupakan suatu atribut dari sekelompok obyek yang diteliti, mempunyai variasi antara satu dan lainnya dalam kelompok tersebut. Variabel penelitian ini adalah : 1. Karakteristik petani (X1). Karakteristik petani adalah tingkah laku petani kangkung darat di kabupaten lamongan. Indikator-indikator karakteristik antara lain: a. Pertimbangan dalam menanam kangkung darat b. Pola tanam yang digunakan c. Metode pengeringan d. Manfaat lain tujuan menanam kangkung darat e. Cara budidaya tanaman kangkung darat f. Pengetahuan manfaat jerami kangkung untuk pakan ternak. 2. Kualitas Bahan kering Jerami Kangkung Darat (X2). Kualitas produk adalah hasil uji analisis proksimat sampel bahan kering jerami kangkung. Indikator-indikator kualitas antara lain : a. Bahan kering b. Protein kasar c. Lemak kasar 3. Produksi Bahan kering Jerami Kangkung darat (X3). Produksi bahan kering jerami kangkung adalah jumlah produksi bahan kering jerami kangkung yang dihasilkan. Indikator kuantitas adalah Produksi dan produktivitas bahan kering jerami kangkung darat. 4. Kalender Produksi Bahan Kering Jerami kangkung (X3). a. Waktu interval produksi. b. Kalender panen kangkung darat. Analisis Data Data yang dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis dengan statistik distribusi frekuensi sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Untuk menganalisis permasalahan ini digunakan metode deskriptif kualitatif yaitu menelaah hasil penelitian yang diperoleh dari hasil pengamatan, wawancara dan kuisioner serta data sekunder sebagai pendukung data kuantitatif. Data yang telah dikumpulkan beserta analisisnya diuraikan dalam suatu tulisan ilmiah yang berbentuk narasi kemudian dari analisis yang telah dilakukan diambil suatu kesimpulan. Analisis Kualitatif Analisis kualitatif yaitu analisis untuk membahas dan menerangkan hasil penelitian tentang berbagai gejala atas kasus yang dapat diuraikan dengan kalimat (Sugiono, 2006) dalam (Wahyuni, 2011). Bagian analisis ini akan membahas mengenai bentuk sebaran jawaban responden terhadap seluruh konsep yang diukur. Dari sebaran jawaban informan selanjutnya akan diperoleh satu kecenderungan jawaban informan terhadap jawaban masing-masing indikator yang akan didasarkan pada hasil rata-rata jawaban yang selanjutnya akan dihitung berdasarkan persentase setiap jawaban. HASIL DAN PEMBAHASAN Sejarah Tanaman Kangkung Darat di Kabupaten Lamongan. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, bahwa kangkung darat pertama kali dibawa ke lamongan antara tahun 1986 -1987, dibawa oleh orang Sulawesi yang bertemu dengan seorang warga asal dusun sumber gondang, desa sumber kerep kecamatan mantup bernama H.Sukadi. Mereka tertarik untuk mengembangkan benih kangkung darat untuk dijual kembali di Sulawesi. Tahun 1988-1989 biji kangkung darat dari lamongan dibawa kembali ke Sulawesi untuk ditanam kembali sebagai sayuran, tahun 1990 karena disukai tanaman sayuran kangkung tersebut kembali dikembangkan benihnya, Baru pada tahun 1992 petugas perusahaan PT. BISI mendatangi bapak H.Sukadi karena bisa mengembangkan tanaman kangkung darat di lamongan. Pada tahun tersebut perusahaan holtikultura tersebut meminta sampel pada beliau dan barulah
13
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
14
pada tahun 1994-1995 dilakukan kerja sama dengan PT.BISI dengan kontrak produksi 2000 ton, hal tersebut diperpanjang kontraknya pada tahun 1997-1998 dengan permintaan produksi sebesar 2000 ton lagi. Dengan perkembangan tersebut benih kangkung darat yang dikembangkan di kecamatan mantup akhirnya didaftarkan dan dipatenkan produknya bernama NIKOS JAYA dengan nama kk nanda 88 dan koko 88 sebagai satu-satunya produk benih kangkung darat asal kabupaten lamongan. Berikutnya warga desa mantup dikumpulkan dan disuruh menanam kangkung darat dan dibeli seharga 300 rupiah per kilogram, sekitar tahun 1986 sampai 1990 hasil panen dari kangkung tersebut pada waktu itu masih ditumbuk dengan lumpang/lesung untuk diambil bijinya, barulah pada tahun 1991-1992 dibuatlah mesin perontok bersama relasinya asal Kediri bernama pak hartono. Baru sekitar tahun 1998-2000 tanaman kangkung mulai berkembang dan diadopsi oleh petani sekitar kecamatan mantup dibantu penyuluhan dari bapak H.Sukadi. Sejak awal tahun 1986 sampai 1998 jerami kangkung hanya dibakar karena masyarakat beranggapan hewan ternak jika diberikan pakan jerami kangkung tersebut diduga menimbulkan kemajeran atau tidak bisa bunting, namun pada tahun 1998 bapak H.Sukadi mulai mencobakan jerami kangkung tersebut kepada hewan ternak dengan awal pemikiran yang positif dan ternyata hewan ternak tersebut cepat gemuk dan tetap produktif. Dari hasil tersebut akhirnya jerami kangkung mulai dijual ke luar daerah yaitu bojonegoro, jombang, dan Kediri, sedangkan petani peternak kabupaten lamongan baru menggunakannya sebagai pakan ternak setelah jerami kangkung darat sudah banyak digunakan di luar daerah kabupaten lamongan. Gambaran Umum Responden Responden Menurut Umur Perbedaan kondisi individu seperti umur seringkali berhubungan dan dapat memberikan perbedaan perilaku pengetahuan seseorang. Ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kematangan atau pengalaman dalam menjalankan usaha budidaya tanaman kangkung. Data tentang jumlah responden berdasarkan usia dapat dilihat dalam tabel 4 berikut : Tabel 4. Jumlah Responden Berdasarkan Umur No. Umur ( Tahun ) 1. 30-40 2. 41-50 3. > 50 Jumlah Sumber : Data primer yang diolah,( 2013 ).
Jumlah 5 17 18 40
Persentase 12,5 % 42,5 % 45 % 100%
Berdasarkan Tabel 4. dapat dijelaskan bahwa untuk umur responden yang terbanyak adalah berumur diatas 50 tahun sebanyak 18 orang atau 45%, diikuti dengan responden yang berumur antara 41 sampai 50 tahun sebanyak 17 orang atau 42,5%, dan yang paling sedikit berada pada umur antara 30 sampai 50 tahun sebanyak 5 orang atau 12,5%. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok umur 41 sampai 50 tahun keatas merupakan pelaku usaha tani yang lebih dominan mengelola lahan pertanian dibandingkan dengan ketertarikan minat untuk mengelola lahan pertanian pada kelompok umur 30 sampai 40 tahun, namun usia tersebut masih dalam usia produktif. Umur petani juga terkait dengan proses transfer dan adopsi inovasi teknologi, dimana petani-petani muda cenderung bersifat lebih progresif dalam proses transfer inovasi-inovai baru, sehingga mampu mempercepat proses alih teknologi. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekartawi (1993), bahwa petani-petani yang lebih muda lebih miskin pengalaman dan keterampilan dari petani-petani tua, tetapi memiliki sikap yang lebih progresif terhadap inovasi baru. Sikap progresif terhadap inovasi baru akan cenderung membentuk perilaku petani usia muda untuk lebih berani mengambil keputusan dalam berusaha tani. Deskripsi Variabel Penelitian Deskripsi Variabel Karakteristik Budidaya Data yang diperoleh dari hasil jawaban responden yang berjumlah 40 orang terhadap variabel karakteristik petani dapat dilihat pada tabel 7 berikut:
14
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
15
Tabel 7. Distribusi jawaban responden terhadap karakeristik petani No.
( ∑ ) Responden Jumlah orang Persentasi (%)
Pertanyaan dan jawaban
1.
Apa pertimbangan anda dalam menanam kangkung darat ? a. Lahan yang sesuai b. Faktor Musim c. Perawatan yang mudah d. Memberikan keuntungan financial 2. Pola tanam apa yang anda gunakan dalam menanam kangkung darat ? a. Pola tanam tunggal b. Pola tanam tumpang sari 3. Metode pengeringan apa yang anda gunakan dalam mengeringkan hasil panen kangkung darat ? a. Metode kering matahari. b. Metode kering oven 4. Selain dipanen bijinya apa manfaat lain dari menanam kangkung ? a. Diambil bahan kering kangkung sebagai pakan ternak. b. Bahan kering laku dijual pada tengkulak c. Sebagian bahan kering kangkung dijual dan sebagian lagi disimpan sebagai suplay pakan ternak pribadi. 5. Bagaimana cara membudidayakan kangkung darat ? a.Pembuatan bedengan kemudian disebar. b. Ditanam biji dalam setiap lubang yang di buat. 6. Apakah anda mengetahui bahwa bahan kering kangkung darat dapat di gunakan sebagai bahan pakan ternak ? a. Ya b. Tidak 7. Apakah ada perlakuan bahan kering kangkung sebelum diberikan pada ternak ? a. Ya b. Tidak 8. Berapa lama perkiraan pengeringan yang anda butuhkan dalam memanen bijinya ? a. 13-17 hari b. 18-20 hari c. 21-25 hari Sumber : Data primer yang diolah, ( 2013 ).
8 16 5 11
20 % 40 % 12,5 % 27,5 %
38 2
95 % 5%
40 0
100 % 0
6
15 %
9
22,5 %
25
62,5 %
39
97,5 %
1
2,5 %
40 0
100 % 0
2 38
5% 95 %
19 21 0
47,5 % 52,5 % 0
Tanggapan informan dari hasil angket sebagaimana pada tabel 7. menunjukan bahwa sebagian besar informan memberikan tanggapan sebagai berikut : 1. Pertimbangan petani dalam menanam kangkung darat terbanyak adalah faktor musim yang sesuai dengan karakteristik tanaman kangkung darat yaitu dengan jumlah 16 orang responden, diikuti oleh petani dengan pertimbangan menanam kangkung darat untuk memperoleh keuntungan finansial dengan jumlah 11 orang responden, kemudian lahan yang sesuai dengan jumlah 8 orang responden. Dari data tersebut dapat dijelaskan bahwa faktor musim menjadi penentu waktu menanam kangkung darat dan dengan keinginan memperoleh keuntungan yang maksimal. Menurut (Tseng et al. 1992) dalam (Anisatul, 2012), di Indonesia
15
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
16
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
terdapat dua tipe kangkung, yaitu kangkung darat dan kangkung air, Kangkung darat tumbuh di lahan tegalan dan lahan sawah, sedangkan kangkung air tumbuh di air, baik air balong maupun air sungai. Dari pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa kangkung darat sangat cocok ditanam pada musim kemarau karena tidak memerlukan banyak air sebagai syarat tumbuh. Hal ini diperkuat dengan pernyataan maria (2009), yang menyatakan bahwa dalam pemilihan bibit harus disesuaikan dengan lahan (air atau darat), karena kalau kangkung darat ditanam di lahan untuk kangkung air produksinya kurang baik, warna daun menguning, bentuk kecil dan cepat membusuk. Pola tanam terbanyak yang digunakan petani dalam menanam kangkung darat adalah pola tanam tunggal/monokultur sebanyak 38 orang responden, dan pola tanam tumpangsari hanya 2 orang responden. Hal ini memungkinkan jumlah produksi dari tanaman kangkung darat yang menggunakan pola tanam tunggal/monokultur dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal. Yuniarba (2012), menyatakan bahwa Pola tanam monokultur memiliki pertumbuhan dan hasil yang lebih besar dari pada pola tanam lainnya. Hal ini disebabkan karena tidak adanya persaingan antar tanaman dalam memperebutkan unsur hara maupun sinar matahari dan teknis budidayanya relatif mudah karena hanya satu jenis tanaman saja. Metode pengeringan yang digunakan petani dalam mengeringkan hasil panen dari kangkung darat yaitu, menggunakan metode kering matahari sebanyak 40 orang responden atau dengan persentase 100 % responden. Berdasarkan tanggapan informan tersebut menunjukkan bahwa untuk mengeringkan hasil panennya sangat bergantung pada iklim panas matahari.Pengeringan matahari (sun drying) merupakan salah satu metode pengeringan yang paling murah dan mudah karena menggunakan panas langsung dari matahari, namun laju pengeringannya lambat dan bergantung pada iklim yang panas dan udara atmosfer yang a kering (Anonim , 2012). Tanggapan responden tentang manfaat lain dari menanam kangkung darat menunjukkan bahwa petani memanfaatkan bahan kering jerami kangkung darat untuk dijual dan sebagian lagi untuk disimpan sebagai suplay pakan ternak pribadi sebesar 25 orang atau dengan persentase 62,5 % responden, diikuti dengan menjual bahan kering kepada tengkulak sebesar 9 orang responden atau 22,5 % responden. Berdasarkan tanggapan tersebut dapat dijelaskan bahwa tanaman kangkung darat mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi baik bagi kebutuhan ternak maupun keuntungan finansial untuk petani. Hal ini sesuai dengan pendapat (Endang, 2013 ) yaitu tujuan dari budidaya tanaman adalah mempunyai hasil maksimum dan berkelanjutan dari tanaman yang dipelihara. Cara budidaya tanaman kangkung darat yang dilakukan petani dominan menggunakan pembuatan bedengan kemudian dipindah dan disebar ke lahan yang lebih luas dengan responden sebanyak 39 orang dan yang ditanam biji hanya 1 orang responden atau dengan persentase sebesar 2,5 %. Menurut tanggapan responden bahwa budidaya menggunakan sistem bedengan lebih menguntungkan karena ketika tanaman disebar akan mendapatkan pertumbuhan dan hasil yang maksimal daripada menggunakan sistem tanam biji dalam setiap lubang yang dibuat. Tanggapan responden menunjukkan bahwa bahan kering jerami kangkung dapat sebagai bahan pakan ternak sebanyak 40 orang responden atau dengan persentase 100 % responden. Dari tanggapan tersebut dapat dijelaskan bahwa pengetahuan petani mengenai kegunaan bahan kering jerami kangkung sebagai pakan ternak sudah baik sehingga hasil ikutan tersebut tidak terbuang secara percuma dan dapat menjadikan nilai ekonomis dari ikutan tersebut. Tanggapan responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak ada perlakuan bahan kering jerami kangkung darat sebelum diberikan pada hewan ternak sebanyak 38 orang responden dan hanya 2 orang responden yang memberikan perlakuan sebelum diberikan pada hewan ternak. Dari tanggapan tersebut dapat dijelaskan bahwa pengetahuan petani sangat sedikit dalam mengolah bahan kering jerami kangkung untuk pakan ternak dan hal tersebut sangat memungkinkan berhubugan erat dengan tingkat pendidikan dari petani yang masih rendah. MenurutNur asih (2009), tingkat pendidikan sangat terkait dengan tingkat kemampuan mengadopsi inovasi teknologi. Diharapkan semakin tinggi tingkat pendidikan maka proses alih teknologi akan berjalan lebih cepat dan lebih baik. Perkiraan pengeringan yang dibutuhkan dalam memanen bijinya terbanyak dengan waktu 18 sampai 20 hari dengan 21 orang responden dan diikuti dengan 13 sampai 17 hari dengan 19 orang responden. Berdasarkan tanggapan responden mengenai pengeringan yang dibutuhkan
16
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
17
menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk bisa memanen biji kangkung darat memerlukan waktu tang relatif lama. Hal ini sesuai dengan pendapat anonim a (2012), bahwa Pengeringan matahari mempunyai laju pengeringan yang lambat, memerlukan perhatian lebih dan sangat rentan terhadap resiko terhadap kontaminasi lingkungan. Pengeringan matahari sangat tergantung pada iklim yang panas dan udara atmosfer yang kering. Deskripsi Variabel Kualitas Bahan Kering Jerami Kangkung Darat Kualitas bahan kering adalah nilai yang terkandung dalam bahan kering jerami kangkung darat tersebut.Dari hasil analisis proksimat yang telah dilakukan di laboratorium pakan maka dapat diuraikan nilai yang terkandung berdasarkan pada tabel 8.berikut ini : Tabel 8.Hasil uji analisis proksimat bahan kering jerami kangkung darat. HASIL ANALISIS (%) Nama Bahan Bahan Protein Lemak Serat Kering (BK) Kasar (PK) Kasar (LK) Kasar (SK) Jerami Kangkung Darat I 84.9165 6.3962 2.8987 20.6897 Jerami Kangkung Darat II 84.6522 5.8781 3.5394 26.3063 Rata-rata 84.78435 6.13715 3.21905 23.498 Sumber: Hasil Analisis Laboratorium
Abu 11.4971 15.1596 13.32835
Berdasarkan hasil uji analisis proksimat bahan kering jerami kangkung darat, menunjukkan bahwa jerami kangkung darat memiliki nilai kandungan bahan kering sebesar 84,7 %, protein kasar 6,13 %, dan lemak kasar 3,2 % yang cukup untuk membantu memenuhi kebutuhan nutrisi pakan ternak ruminansia sebagai pakan tambahan. Menurut Yudith (2010) dalam Anonimusd (2012), Zat nutrisi terdapat dalam setiap bahan pakan ternak dengan konsentrasi sangat variasi, tergantung pada jenis, macam dan keadaan bahan pakan, yang termasuk nutrisi antara lain karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin.Diduga bahan kering jerami kangkung yang berbentuk serbuk dapat membantu meningkatkan produksi sapi karena memudahkan proses pencernaan pada saluran pencernaan ruminansia dan tidak memerlukan energi yang berlebih untuk proses regulgitas sehingga zat nutrisi dalam bahan pakan dapat terserap lebih baik oleh tubuh ruminansia. Menurut Sunarso dan Christiyanto (2006), penggilingan (Grinding) akan memperkecil ukuran partikel pakan, meningkatkan kecernaan khususnya bagi butiran yang bijinya keras. Partikel yang lebih kecil akan memperluas permukaan sehingga kecernaannya akan meningkat, mengakibatkan laju aliran pakan dalam saluran pencernaan meningkat, saluran pencernaan cepat kosong, dan pada gilirannya akan meningkatkan konsumsi pakan. Deskripsi variabel Suplay Produksi Bahan Kering Jerami Kangkung Darat. Luas lahan area tanam kangkung darat yang tersebar di kabupaten lamongan memiliki jumlah produksi yang berbeda-beda.Tabel 9, menunjukkan jumlah produksi area tanam di 5 kecamatan yang membudidayakan kangkung darat sebagai asumsi jumlah total produksi jerami kangkung darat di kabupaten lamongan. Tabel 9.Suplay produksi dan produktivitas bahan kering kangkung darat di Kabupaten Lamongan. No
Kecamatan
Luas Lahan Tanam ( ha )
Produksi per Hektar (Ton/ha)
Jumlah ( Ton )
1. 2. 3. 4. 5.
Kembangbahu Tikung Mantup Sambeng Sarirejo
1.987 2.281 400 156 600
1,71 2,96 1,68 0,68 2,95
3.397,77 6.751,76 672 106,08 1.770
Jumlah Total
3.947
10,29
12.697,61
Sumber : Data primer yang diolah,(2013). Dari hasil tabel diatas maka dapat dijelaskan bahwa jumlah suplay bahan kering udara jerami kangkung darat di kabupaten lamongan yang diproduksi selama satu musim yaitu berjumlah 12,697,61 Ton, produksi tertinggi di kecamatan Tikung dengan luas area tanam 2.281
17
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
18
ha dan jumlah produksi 6.751,76 ton. Apabila produksi bahan kering udara selama satu musim dikonversikan menjadi bahan kering oven (BK O) maka didapatkan hasil yaitu sebesar 10.665,99 ton. Adapun luas lahan dari 11 desa di 5 kecamatan dengan masing-masing kecamatan 8 responden sesuai kepemilikan lahan tanam pada tabel 10.sebagai berikut : Tabel 10.Rata-rata produksi berdasarkan luas lahan. No. Luas lahan tanam ( Ha ) 1. 0 – 0,25 2. 0,26 – 0,51 3. 0,52 – 0,81 4. 0,82 – ≥ Sumber : Data primer yang diolah (2013)
Jumlah (orang) 8 15 8 9
Rata-rata produksi ( ton ) 0,32 0,62 1,42 2,53
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa rata-rata produksi berdasarkan range antara 0 sampai 0,25 ha memiliki rata-rata produksi sebesar 0,32 ton, luasan lahan 0,26 ha sampai 0,51 ha dengan rata-rata produksi 0,62 ton, luasan lahan 0,52 hasampai 0,81 ha dengan rata-rata produksi 1,42 ton, dan luasan lahan 0,82 ha ke atas dengan rata-rata produksi 2,53 ton. Secara ekonomi harga jual bahan kering jerami kangkung dari petani ketika musim panen raya dijual dengan harga Rp. 500 sampai Rp. 600 / Kg atau jika di konversikan dengan rata-rata produksi per hektar yaitu Rp. 1.025.000 sampai Rp. 1.230.000, namun harga bahan kering jerami kangkung darat tersebut potensi ekonominya menjadi lebih tinggi jika tidak musim panen kangkung darat, yaitu dijual dengan harga Rp. 1.200 sampai Rp. 1.500 / Kg atau jika di konversikan dengan rata-rata produksi per hektar yaitu Rp. 2.460.000 sampai Rp. 3.075.000 (lihat lampiran.8) Berdasarkan hasil survei di lapangan, skema suplay produksi jerami kangkung darat yang terjadi di masyarakat dapat diketahui bahwa hasil bahan kering jerami kangkung darat memiliki nilai ekonomis lebih dari satu yaitu sebagai suplay bahan makanan ternak ruminansia pribadi, dapat juga dijual kepada tengkulak, kemudian tengkulak menjual kembali kepada peternak besar di dalam daerah maupun di tingkat regional sebagai suplay bahan makanan ternak ruminansia saat musim kemarau. Skema tersebut merupakan aliran dan proses distribusi dari petani hingga ke pelanggan akhir sebagai rantai pasok. Hal ini sependapat dengan (Ivanov dan Sokolov, 2010)dalam (Ditdit dkk, 2011) yang menyatakan rantai Pasok dapatdidefinisikan sebagai jaringan organisasi, aliran, danproses, dimana di dalamnya terlibat sejumlah perusahaan, seperti suplier, pabrik, distributor danretailer, yang bekerja sama sepanjang rantai nilaiuntuk mendapatkan bahan baku, mengkonversibahan baku menjadi barang jadi, serta mengirim barang jadi ke pelanggan akhir. Kalender Produksi Bahan Kering Jerami Kangkung Darat. 1. Waktu Interfal Produksi. Waktu interfal musim produksi adalah jarak antara bulan dan jumlah produksi yang dihasilkan saat musim panen di setiap daerah penghasil bahan kering jerami kangkung darat di kabupaten lamongan. Gambar 3. menunjukkan bulan dan jumlah produksi pada setiap kecamatan.
Gambar 4. Waktu interfal produksi bahan kering jerami kangkung darat.
18
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
19
Dari kurva diatas dapat dijelaskan bahwa jarak produksi bahan kering jerami kangkung darat yang ada di kabupaten lamongan disediakan padakisaran bulan September sampai dengan oktober, yang dimana pada bulan tersebut adalah musim tanam terakhir pada lahan kering. 2.
Kalender panen Kangkung Darat Di Kabupaten Lamongan. Kalender panen kangkung darat di kabupaten lamongan hanya satu kali dalam satu tahun yaitu pada bulan menjelang musim kemarau. Tabel 11.menunjukkan kalender panen produksi kangkung darat yang ada di kabupaten Lamongan. Tabel 11. Kalender panen Kangkung darat di Kabupaten Lamongan No. Kecamatan Minggu ke Bulan Tanam Bulan Panen 1 Kembangbahu Mei ke 4 September ke 1 2 Tikung Mei ke 2 Agustus ke 3 3 Mantup Juni ke 2 September ke 3 4 Sambeng Juni ke 3 September ke 4 5 sarirejo Mei ke 1 Agustus ke 2
Pengeringan Pasca Panen ± 20 hari ± 20 hari ± 20 hari ± 20 hari ± 20 hari
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pemanenan kangkung darat dimulai pada akhir bulan agustus, dan september dengan estimasi pengeringan ± 20 hari, yang berarti produksi bahan kering kangkung darat tersedia pada pertengahan bulan September sampai dengan akhir bulan oktober. Berdasarkan perkiraan tersebut maka dapat dijadikan sebagai acuan dasar ketika ingin menyuplay hasil produksi bahan kering yang ada di kabupaten lamongan, sehingga kebutuhan ketersediaan ternak ruminansia dapat diperkirakan untuk tujuan terpenuhinya bahan pakan secara kontinyu KESIMPULAN Kesimpulan hasil penelitian ini adalah total jumlah suplay produksi bahan kering jerami kangkung sebesar 12.697,61 ton ( BK udara ) atau 10.665,99 ton ( BK oven ) dengan rata – rata produktifitas 2,05 ton/ha dari luas lahan 3.947 ha. Skema ( rantai ) suplay bahan kering jerami kangkung adalah 41,25 % untuk pakan ternak ruminansia milik pribadi, dan 58,75 % dijual ke tengkulak dengan selanjutnya dijual ke peternak diluar wilayah Kabupaten Lamongan. REFERENSI Anisatul Azizah S. 2012.Produksi Kangkung. http://Anisatulazizah.blogspot.com. Diakses tanggal 27 april 2013. Anonim. 2010. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Lamongan. http://lamongankab.go.id/instansi/bappeda/wpcontent/uploads/sites/31/2013/03/Bab-IIRPJMD.pdf. Diakses tanggal 27 april 2013. Anonima. 2012. Tinjauan Pustaka Metode pengeringan. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/55932/BAB%20II%20Tinjauan%20P ustaka.pdf?sequence=3.Diakses tanggal 27 april 2013. Anonimb. 2012. BABII Tinjauan Pustaka. http://repository.ipb.ac.id/ bitstream/handle/123456789/59957/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=5.D iakses tanggal 28 april 2013. Anonimc. 2012. Skripsi (doc) Universitas Hasanudin. Adinda Saputra dan Dewi Kusuma Ningrum.S. 2010. Pengeringan Kunyit Menggunakan Mikrovafe dan Oven.http://eprints.undip.ac.id.pdf.Diakses tanggal 28 april 2013. Azmi, C. 2007. Menanam Bayam & Kangkung. Dinamika Pratama. Jakarta.
19
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
20
Badan Penelitian dan Pengembangan. 2012. Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Pertanian.http://www.litbang.deptan.go.id/download/one/132/.Diakses tanggal 28 april 2013. Ditdit N. Utama, Taufik Djatna, Erliza Hambali, Marimin, Dadan Kusdiana. 2011. Sistem Penunjang Keputusan Cerdas Untuk Pencarian Jalur Optimum Rantai Pasok Bioenergi Berbasis Kelapa Sawit Dengan Menggunakan Metode Optimasi Koloni Semut. Jurusan Sistem Informasi Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Jakarta. Didy S dan Is hidayat Utomo. 2010. Pengelolaan Lahan dan Teknik Konservasi di Lahan Kering.IPB. Bogor. Endang Dwi Purbajanti. 2013. Rumput Dan Legum Sebagai Hijauan Makanan Ternak. Graha Ilmu. Jogjakarta. Karama, A.S. dan A. Abdurachman. 1993. Optimas Pemanfaatan Sumberdaya Lahan Berwawasan Lingkungan, Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Puslitbangtan Tanaman Pangan Dan Badan Litbang Deptan. Jakarta. Maria, G.M. 2009. Respon Produksi Tanaman Kangkung Darat (Ipomea reptans Poir) Terhadap Variasi Waktu Pemberian Pupuk Kotoran Ayam. Jurnal Ilmu Tanah 7(1) : 18-22. Mangoting, W., Subandriyo., L.H. Emmawati., dan R.N. Rachman . 1999. Respon pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kangkung. Novi Antika M.S. 2011. Studi Minat Konsumen Terhadap Kualitas Produk, Harga Dan Pelayanan Usaha lukisan Dari Cangkang Telur Di Showroom Produk Unggulan Kabupaten Lamongan. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan. Nur AsihDewi, 2009. Analisis karakteristik dan tingkat pendapatan usaha tani bawang merah di sulawesi tengah. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian,Universitas Tadulako. jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/AGROLAND/article/download/.../185.Diakses tanggal 26 agustus 2013.Primantoro. 1996. Memupuk Tanaman Buah. Penebar Swadaya. Jakarta. Roni Kastaman, Dwi Rusman Kendarto, Awan Mustafa Aji. 2007. Model Optimasi Pola Tanam Pada Lahan Kering di Desa Sarimukti Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut. No.13 jurnal-FTIP-Roni Vol.1 No.1-2007. pdf.http://resources.unpad.ac.id.Diakses tanggal 26 juli 2013. Rahmat Rukmana. 1994. Bertanam Kangkung. Kanisus.Yogyakarta. Sanchez, P. A. 1993. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika Jilid 2.IPB. Bogor. Soekartawi. 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sosroamidjojo, M. Samad. 1981. Ternak Potong dan Kerja. C.V. Yasaguna Jakarta. Soetanto, H. 2000. Masalah Gizi dan ProduktivitasTernak Ruminansia di Indonensia. Universitas Brawijaya. Malang. Soetanto, h. 2011. Kebutuhan Gizi Ruminansia Menurut Fisiologisnya.http://blog.ub.ac.id/dithanovi/files/2013/01/Kebutuhan-gizi-ternakruminansia.pdf.Diakses tanggal 28 april 2013.
Stadia
Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sunarso dan M. Christiyanto. 2006. Manajemen Pakan. nutrisi.awardspace.com/download/ MANAJEMEN%20PAKAN.pdf. Diakses tanggal 23 april 2013. Kasryno, F. 1998. Strategi dan kebijaksanaan penelitian dalam menunjang pengembangan peternakan. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner.Bogor 18-19 Nopember 1997. Tri Nurhajati. 2011. Pengmas Internasional 2011 Situbondo. Diktat Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. Tugono. 2010. Pakan Ternak Fermentasi. http://pakan-ternak-fermentasi.blogspot.com.Diakses tanggal 6 mei 2013.
20
Jurnal Ternak, Vol.04, No.02, Desember 2013
ISSN 2086 - 5201
21
Wahyuni. 2011. Analisis Usaha Peternakan Itik Petelur Di Desa Tawangrejo Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan. Yuniarba, A.firnan. 2012. Pola Tanam.http://blog.ub.ac.id/firmansyufi/2012/05/03/pola-tanam-2. Diakses tanggal 6 mei 2013.
21