Sumain Si “Kawan Kadaver”, Antarkan Ribuan Orang Jadi Dokter UNAIR NEWS – Sumain, yang akrab disapa Cak Main, sudah 33 tahun “berkawan dengan mayat”. Bagi orang awam kedengarannya mengerikan, tetapi bagi Cak Main sebagai pegawai Pranata Laboratorium Pendidikan (PLP) di Laboratorium Praktikum Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, “perkawanan” itu sudah menjadi bagian dari tugas kesehariannya yang dijalani sejak tahun 1983. Ya, sehari-hari Cak atau Pak Main bertugas di Lab. Anatomi, menyiapkan segala kelengkapan yang akan digunakan praktikum oleh mahasiswa FK UNAIR. Karena anatomi sebagai bagian dari ilmu kedokteran dasar, dalam praktikumnya membutuhkan kadaver, yaitu jasad manusia asli yang telah diawetkan. Jadi, merawat mayat (yang baru didapat), mengawetkan di kolam pengawetan, lalu menyiapkan kadaver di meja-meja praktikum, dan kemudian menyimpannya lagi setelah dipakai praktik, adalah hal yang telah akrab bagi kedua mata dan tangan Sumain. Baginya cadaver ibarat “teman” dalam pekerjaannya. Ketika ditemui UNAIR NEWS, Cak Main mengaku awalnya tak terlintas sedikit pun dibenaknya bahwa di UNAIR akan menekuni pekerjaan yang terbilang “langka” ini. Bahkan semula keluarganya juga tidak mengetahui tentang yang dilakukannya sehari-harinya sebagai pegawai PLP di FK UNAIR. ”Dulu keluarga tidak tahu kalau pekerjaan saya seperti ini. Ya tahunya saya bekerja di FK. Lalu dua anak saya kuliah disini, di FKM dan Analis Medis, akhirnya lama-lama mereka tahu kalau ayahnya bekerja disini. Tetapi mereka tidak marah, karena sejak kecil hingga kuliah biaya mereka ya dari sini,” ujar Cak Main sambil tersenyum.
Selain menyiapkan kadaver sebagai peraga praktikum mahasiswa FK, Cak Main pula yang merawat dan “mengolah” ketika mayat baru (Mr/Mrs X) didapat. Mulai proses penyucian, penyimpanan/pengawetan, hingga kemudian bisa dipakai sebagai praktikum. Setelah diawetkan menggunakan berbagai bahan, ratarata kadaver itu baru bisa digunakan praktikum setelah delapan bulan hingga dua tahun. Praktikum anatomi menggunakan kadaver ini bergantung keperluan yang dibutuhkan, misalnya untuk keperluan “obgin” (obstetri & ginekologi), bedah plastik, bedah syaraf, anastesi, dan kebutuhan praktik anatomi lainnya. Biasanya mahasiswa semester II sudah mulai diperkenalkan dengan praktikum ini. Tugas tambahan lain adalah jika ada workshop/pelatihan yang dihadiri mahasiswa/pakar asing. Jika ada event terbilang besar itu, tidak perduli malam diluar jam kerja, Sumain pasti datang untuk memastikan kelengkapan peralatannya, karena ia merasa bertanggungjawab terhadap keamanan berbagai peralatan yang memang tidak murah itu. Bekerja menangani jasad manusia yang telah ditinggalkan ruhnya, tentu ada perasaan tidak nyaman. Begitu pula bagi Cak Main, terutama pada saat awal-awal bekerja ia dirundung rasa takut sampai berbulan-bulan, bahkan hingga tiga tahun. ”Awalnya saya merasa terpaksa dan takut. Selama 1-3 tahun saya sering bermimpi dan ketakutan. Kadang dulu malah nyeberangkan mayat dari RSUD Dr Soetomo ke FK menggunakan keranda,” katanya. Karena rasa tanggungjawabnya yang besar sebagai laki-laki dan harus mencari nafkah, ia berhasil mengatasi rasa takutnya. Bahkan ia sekarang bisa dikatakan sebagai ahli bidang PLP. Karena kompetensinya itu, dua tahun lalu ia dikirim ke Malaysia untuk tugas belajar di Universitas Kebangsaan Malaysia. Di sini, Sumain sebagai ahli perawatan kadaver, juga sudah terkenal dan diakui. Karena itu ia sering dipanggil ke universitas lain untuk memberikan pelatihan penanganan
kadaver, misalnya ke Universitas Cenderawasih (Papua), UNEJ Jember, UNISA Palu, Mataram, hingga Ambon. Bagi yang tidak mengetahui tentang peranan kadaver sebagai pembelajaran, memang ada saja orang yang mengejek tentang professinya yang terbilang langka ini. Namun karena kelangkaan itu pula yang memunculkan kebanggaan bagi laki-laki yang tinggal di Desa Wonoplintahan, Kec. Prambon, Sidoarjo ini. ”Kadang orang tidak tahu kadaver itu gunanya untuk apa. Padahal kalau tahu, dari praktikum ini sudah melahirkan ratusan dokter dan professor. Ini yang saya banggakan. Jadi kalau ada yang mengejek, ya saya diam saja. Malah kadang saya ajak gurau,” kata Main, seraya mengakui dengan merawat kadaver sehari-hari maka baginya sekaligus sebagai pembelajaran tentang hidup. ”Kita sekarang menjalani hidup begini, kalau nanti mati jadinya seperti ini. Karena itu saya berusaha agar hidup saya jangan sampai menyusahkan orang lain, dimanapun tempatnya. Disusahkan orang tidak apa-apa, tetapi menyusahkan orang lain,” tuturnya.
jangan
sampai
Sebagaimana banyak mahasiswa FK lainnya, ia menganggap kadaver adalah “guru” bagi para dokter. Melalui jasad manusia yang telah mati ini, para calon dokter belajar tentang anatomi manusia dan bagaimana mengobati manusia hidup. Malah ada juga beberapa orang yang menginginkan kelak ketika meninggal, jasadnya disimpan di Lab. Anatomi ini, artinya sebagai kadaver untuk belajar mahasiswa. Tetapi keinginan itu rata-rata tidak terlaksana karena setelah meninggal, sanak saudaranya tidak mengizinkan dengan dalih kasihan. Sudah 33 tahun Cak Main menggeluti professi yang tidak biasa dijalani oleh setiap orang ini. Sesuai aturan pemerintah, dua tahun lagi ia memasuki masa pensiun. Namun sampai saat ini ia belum tahu siapa yang nanti “bisa” menggantikan professinya ini. “Ya nanti pasti ada. Yang penting sekarang bekerja secara
maksimal saja,” pungkas Sumain. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor : Bambang Bes
Gandeng Semua Elemen, UNAIR Gelar Diskusi Lintas Lapisan Masyarakat UNAIR NEWS – Pada Rabu 30 Maret 2016, UNAIR akan menggelar diskusi dan silaturahmi dengan tokoh masyarakat. Termasuk, dengan Camat, Kapolsek, dan semua elemen yang selama ini sudah bekerjasama dengan kampus tersebut. Kegiatan itu sedianya dilaksanakan di Kampus C, lantai 4, pukul 09.00 sampai 12.00. “Banyak pihak yang selama ini sudah membantu UNAIR di bidang keamanan, ketertiban, sosialisasi, dan lain-lain. Silaturahmi kali ini pasti akan mengakrabkan hubungan yang sudah terjalin baik. Insya Allah Pak Rektor (Prof Moh. Nasih, Red) beserta jajaran akan hadir,” kata Drs Suko Widodo MSi, ketua Pusat Informasi dan Humas (PIH). Yang menarik, akan hadir pula Komunitas Peduli Surabaya Rek Ayo Rek (RAR), pejabat pemerintah, ketua serta anggota DPRD Surabaya, para awak media, dan eksponen lainnya. Diharapkan, hasil dari pertemuan ini akan berdampak positif bagi kampus. Bakal ada banyak masukan, saran, dan kritik yang sifatnya membangun untuk UNAIR. “Seperti yang sudah sering kami dengungkan selama ini, kami sedang berupaya mengejar mimpi menjadi 500 kampus terbaik di dunia. Menjadi World Class University,” urai Suko.
Tak hanya itu, yang tak kalah penting adalah menjadikan pertemuan ini solusi dari segala problem baik di tingkat kota maupun nasional. Harapannya, akan dilangsungkan diskusi rutin semacam ini. Dengan tujuan, mencari penyelesaian masalahmasalah lintas bidang. Nantinya, akan diambil topik atau tema yang sesuai dengan isu terkini. Pihak eksekutif, legislatif, akademisi, dan lainlain, akan diminta hadir dan urun rembug. Selanjutnya, dapat dihasilkan rekomendasi yang bisa dibuat sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan. Sementara itu, Ketua Komunitas RAR Herman Rifa’I mengatakan, pihaknya selama ini sangat bangga dengan UNAIR. ”Kampus ini bisa menjadi contoh baik dalam membangun sikap egaliter dan peduli lingkungan sekitar. Terbukti, dalam acara dialog yang digelar kali ini, Pak Rektor UNAIR akan menghadirkan seluruh jajarannya untuk bisa masyarakat,” kata dia.
bertemu
dan
berdialog
dengan
RAR sendiri berisi orang-orang dari ragam latar belakang. Mulai tokoh masyarakat, tokoh agama, pengusaha, pecinta lingkungan, pengamat pendidikan, dan lain sebagainya. Moch Machmud, anggota DPRD dari fraksi Demokrat mengungkapkan, apa yang dilakukan UNAIR nantinya pasti menjadi modal penting bagi pembangunan. Sebab, ada upaya menyatukan akademisi, kalangan bisnis, dan pemerintah. “Silaturahmi dan diskusi semacam ini mesti selalu dilangsungkan dengan istikomah,” ungkap dia. (*) Penulis: Rio F. Rachman
Angkat Unsur Budaya Jatim di Bumi Pasundan UNAIR NEWS – Prestasi nasional yang diraih oleh UKM Seni Religi (SR) Airlangga di ajang Grand Festival Rebana Nasional (GFRN) 2016 Bandung diakui sebagai buah kenekatan, disiplin, dan kekompakan. Mereka yang baru diresmikan awal Januari itu berhasil menempati peringkat II nasional untuk kategori lomba hadrah. Ini merupakan perlombaan tingkat nasional perdana yang diikuti oleh berbagai kampus negeri dan swasta dari berbagai daerah. Selain itu, kategori umum dan sekolah juga turut menyemarakkan lomba tersebut. Yang menarik, dalam event yang diselenggarakan oleh Unit Rebana ITB pada 26-27 Maret lalu itu, delegasi UNAIR membakan jingle dengan nada Gundul-Gundul Pacul. Ada pesan tersendiri dibalik jingle yang dibawakan oleh Tim El-Syalala tersebut. “Kami ingin membawa nilai kekhasan jawa timur ke tanah Pasundan,” ungkap Maulidur Rahmah, salah satu anggota UKM SR dan jurusan Ekonomi Islam. Ketika perlombaan berlangsung, El-Syalala membawakan satu lagu jingle dengan nada gundul-gundul pacul dan satu sholawat pilihan dengan judul Jamalu Nuril Musthofa. Lagu sholawat tersebut sering dipakai latihan rutin UKM. Tak ayal, mereka lebih terbiasa dan enjoy dalam membawakan lagu. (*) Penulis: Ahalla Tsauro Editor: Rio F. Rachman
Meski Termuda, UKM Seni Religi Langsung Ukir Prestasi UNAIR NEWS – Bisa dibilang, usia UKM Seni Religi (SR) masih seumur jagung. Kelompok mahasiswa tersebut baru terbentuk Januari 2016 lalu. Namun, dedikasi mereka tidak perlu dipertanyakan lagi. Dalam event bertajuk Grand Festival Rebana Nasional, Simfoni Rebana Negeri yang digelar di Bandung, mereka sukses membawa gelar peringkat kedua kategori Hadroh Al Banjari. “Kami berangkat pada Rabu, 23 Maret lalu. Baru sampai Surabaya Senin (28/3). Alhamdulillah, semua berjalan lancar,” kata Sandi Machmudin, salah satu anggota UKM. Dia mengatakan, ada 14 orang delegasi dari UNAIR. Awalnya, sebagian dari mereka ragu untuk bertolak. Mereka menilai belum sepenuhnya siap baik secara fisik, mental, material dan emosional. Namun, anggota yang lain dan koordinator meyakinkan mereka. Walhasil, meski dengan sejumlah keterbatasan, UKM SR unjuk kebolehan di Kota Kembang. Sekaligus, membawa harum nama kampus dalam ajang tersebut. Hawa di Bandung yang dingin, sangat bertolak belakang dengan Surabaya yang panas. Maka itu, dibutuhkan teknik penyesuaian. Khususnya, di aspek vokal. Namun, problem adaptasi itu bisa diselesaikan karena masing-masing anggota memiliki kesungguhan untuk tampil optimal. “Mudah-mudahan ini menjadi awal kiprah kami untuk mewarnai kampus dan bumi Jawa Timur dengan aktifitas seni religi yang baik,” ujar mahasiswa Sastra Indonesia tersebut. (*) Penulis: Rio F. Rachman
Belajar dari Jepang, Perawat Terjun Langsung ke Daerah Bencana UNAIR NEWS – Perawat harus jemput bola ke daerah-daerah yang terkena dampak bencana. Pernyataan itu disampaikan oleh Prof. Mariko Ohara dalam seminar penanganan bencana bertajuk “Disaster Management Intra and Extra Hospital” pada Senin (28/3)di Hall Lantai 8 Rumah Sakit Universitas Airlangga. “Indonesia dan Jepang memiliki banyak kesamaan terkait dengan frekuensi bencana yang terjadi,” ujar Prof. Ohara selaku profesor di The Japanese Red Cross College of Nursing mengawali uraiannya. Menurutnya, hal tersebut membawa implikasi pentingnya keperawatan bencana untuk diperhatikan. Keberadaan perawat di tengah kondisi bencana menurutnya amat diperlukan dalam upaya memberikan perawatan yang memadai kepada para korban bencana. Perawat, lanjut Prof. Ohara, harus melakukan jemput bola ke daerah-daerah yang terkena dampak bencana tersebut. Para perawat juga disiapkan dengan berbagai kemampuan tanggap bencana melalui berbagai simulasi jenis bencana seperti gempa bumi, kecelakaan pesawat, dan lainnya. Di Jepang sendiri terdapat Disaster Support Nurses yang berisi para perawat yang disiapkan untuk menghadapi bencana yang diinisiasi oleh Japan Nursing Association (Asosiasi Perawat Jepang). “Ada daftar para perawat yang disiapkan untuk menghadapi bencana di setiap prefektur (provinsi). Misalkan terjadi
bencana yang cukup besar di sebuah prefektur, perawat tanggap bencana dari prefektur lain juga dapat dilibatkan untuk membantu,” tandasnya. Berbagai hal tersebut telah diatur dalam Disaster Relief Act, regulasi yang khusus mengenai penanganan bencana yang terjadi di Jepang. Di akhir pemaparannya, Prof. Ohara mengingatkan bahwa para perawat di tengah bencana harus saling bahu-membahu membantu para korban. Meskipun di tengah berbagai keterbatasan yang ada, tidak boleh para perawat saling menyalahkan. “Yang tidak kalah penting, setiap daerah punya adat dan kebiasaan. Para perawat juga harus memperhatikan tersebut ketika ditugaskan di daerah bencana,” pungkas perempuan yang pernah menjadi sukarelawan di Aceh ketika terjadi gempa dan tsunami lebih dari satu dekade lalu ini. (*) Penulis : Yeano Andhika Editor : Defrina Sukma Satiti
PPKK UNAIR Ajak Mahasiswa Jadi Wirausahawan Muda UNAIR NEWS – Memilih berkarir sebagai wirausaha daripada menjadi pegawai adalah salah satu alternatif bagi mahasiswa usai menyelesaikan studi. Namun, menjadi wirausaha dengan bisnis yang mapan tentu bukan hal yang mudah. Universitas Airlangga melalui Pusat Pengembangan Karir dan Kewirausahaan (PPKK) tak berhenti dalam mencetak wirausaha muda yang berkelanjutan. Salah satu program unggulan yang dimiliki PPKK UNAIR dalam mencetak wirausahawan muda adalah Program Mahasiswa Wirausaha
(PMW). PMW adalah sebuah program kewirausahaan yang bisa diikuti oleh mahasiswa UNAIR jenjang D-3 dan S-1 yang telah memiliki bisnis selama minimal satu tahun. Program ini bertujuan untuk menanamkan mindset wirausaha, membentuk karakter tangguh, memberikan bekal softskill berwirausaha, serta menyediakan sarana dan prasarana pembelajaran berwirausaha kepada para mahasiswa. Dalam program ini, mahasiswa (baik perseorangan maupun tim) wajib menyerahkan proposal perencanaan bisnis. Bagi proposal bisnis yang berhasil lolos seleksi, PPKK UNAIR akan memberikan dana usaha, sebesar maksimal Rp5 juta jika yang mengajukan perseorangan, dan maksimal Rp10 juta jika diajukan oleh tim. Dr. Tri Siwi Agustina, S.E., M.Si, selaku Pembina WEBS (Workshop Entrepreneur Business Society) mengatakan, tahun 2016 ini PPKK akan mengucurkan dana untuk 50 pemenang. “Jumlah 50 pemenang itu bukan angka pasti. Jumlah itu bisa bertambah apabila banyak proposal yang layak untuk menerima dana,” tutur Siwi. Apa saja kriteria penentuan seseorang/tim bisa memperoleh dana dari PMW? Setiap proposal yang diajukan oleh perseorangan maupun tim akan dipresentasikan di hadapan pihak PPKK UNAIR dan praktisi bisnis. Selain itu, proposal bisnis yang dikerjakan tidak bergerak di bidang money game, multilevel marketing (MLM) dan sejenisnya, serta mengandung unsur inovasi atau kreasi yang tidak mudah basi. Apa keuntungan lainnya dalam mengikuti PMW? Bagi mereka yang lolos, PPKK UNAIR akan memberikan pelatihan kewirausahaan kepada peserta. Para praktisi bisnis turut serta melakukan pemantauan terhadap kemajuan pelaksanaan rencana bisnis yang telah peserta ajukan.
”Dalam jangka waktu sepuluh bulan akan ada pameran sebanyak dua kali dari progres mereka. Pada periode akhir, rencananya, pameran tahun ini akan dilaksanakan di SUTOS,” ujar staf pengajar Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNAIR. Ayo, tunggu apa lagi? Segera kirimkan proposal bisnismu. Pengumpulan proposal bisnis ditunggu sampai 15 April 2016 lho! (*) Penulis: Defrina Sukma S. Editor: Binti Q. Masruroh
Ungguli Negara Lain, UKM PSHT Raih Medali Internasional UNAIR NEWS – Para mahasiswa yang tergabung dalam aneka UKM di UNAIR benar-benar all out untuk merealisasikan program kampus menjadi World Class University. Hingga triwulan pertama 2016 ini, sudah banyak medali level nasional maupun internasional yang mereka raih. Misalnya, baru-baru ini, UKM PSHT mengukir prestasi di tingkat dunia. Dalam ajang The 3 rd Sebelas Maret SH Terate International Championship yang digelar di Surakarta pada Maret, UNAIR berhasil meraih satu medali emas (seni tunggal putra), satu medali perak (seni beregu putra), dan dua perunggu (laga kelas A Putri dan laga kelas A Putra). Selain dari UNAIR, peserta juga berasal dari perguruan tinggi maupun cabang PSHT lain di Indonesia dan dunia. Selain dari dalam negeri, negara yang turut serta antara lain berasal dari Venezuela, Timor Leste, Filipina, Brunei Darussalam, Polandia,
dan Vietnam. Untuk mengukir prestasi tingkat global, diperlukan perjuangan yang tak kenal lelah. Para pesilat PSHT UNAIR sudah sejak beberapa bulan belakangan melakukan latihan yang intensif. “Porsi latihan sekitar enam jam sehari. Kami buat variasi supaya tidak bosan. Memang, kami tidak bisa liburan seperti sebagian mahasiswa. Namun kami senang dengan prestasi ini,” kata Baharuddin Fatih, salah satu anggota. UKM ini berharap, prestasi tersebut mampu memberikan motivasi pada tiap anggota. Sebab, masih ada sejumlah target yang menanti tiap pesilat. Para pesilat umumnya ingin menjadi atlet di ajang Pomnas, PON, Sea Games, dan POM ASEAN. (*) Penulis: Rio F. Rachman
Kampus Jadi Tempat Kaderisasi Paham Radikal UNAIR NEWS – Indonesia memang negara multikultural. Salah satu hal yang membuat Indonesia dipuji oleh negara lain adalah ratusan suku bangsa yang bisa hidup berdampingan satu sama lain. Namun, multikulturalisme itu bukan tak pernah diuji. Adanya paham yang menganggap bahwa seorang atau kelompok merasa paling benar adalah salah satu ancaman bagi keutuhan bangsa Indonesia. Aksi separatisme atau radikalisme, atau ketegangan semacamnya dinilai akan tetap ada selama hayat masih dikandung badan. Namun, ada pula eks separatis yang telah meninggalkan prinsip atau paham yang telah dianutnya. Berkaitan dengan hal itu, Pusat Riset Ilmu Kepolisian, Program
Pascasarjana, Universitas Indonesia, mengadakan roadshow seminar tentang Program Kampanye Toleransi dan Anti-Kekerasan di sepuluh perguruan tinggi ternama di Indonesia. Di Universitas Airlangga, roadshow seminar dilakukan di Aula Student Center Kampus C UNAIR pada Kamis (24/3). Sebagai pembicara pada seminar roadshow di UNAIR dihadiri oleh Prof. Sarlito Wirawan Sarwono selaku Guru Besar bidang Psikologi Sosial UI dan Yusuf Harris selaku eks Jamaah Islamiyah. Seminar tersebut dihadiri oleh mahasiswa dari fakultas di UNAIR. Dalam seminar tersebut Harris bertutur tentang awal mula ia bergabung dengan JI. Ia bergabung dengan JI pada saat ia masih berkuliah. Seperti pada gerakan-gerakan radikal pada umumnya, ia dicuci otak oleh para senior di organisasi tersebut. Setelah bertahun-tahun ia bergabung dan menerima berbagai pelatihan militer, ia akhirnya memutuskan untuk keluar dari organisasi JI. Harris juga menerangkan seputar kaderisasi organisasi radikal. Kaderisasi itu dimulai sejak awal mahasiswa berkuliah di kampus. Harris memberikan saran kepada para mahasiswa yang hadir di hadapannya agar mereka tetap menjalin komunikasi dengan lingkungan sekitar (rekan mahasiswa aktif). “Saran saya, ketika kalian (mahasiswa) dikader seperti itu, tetaplah berkomunikasi dengan lingkungan sekitar Anda. Jangan pernah simpan semuanya sendiri. Minta masukan juga dari temanteman Anda,” tutur Harris. Beberapa mahasiswa UNAIR mengakui bahwa kampus memang menjadi tempat untuk ajang kaderisasi. Dalam proses itu, mahasiswa dicekoki dengan paham radikal seperti khilafah. Menanggapi cerita dari mahasiswa itu, Prof. Sarlito berharap agar mahasiswa senantiasa untuk berpikir kritis dan memperkuat kualitas ajaran agama masing-masing dalam menghadapi pahampaham radikal. Bagaimana pun, radikalisme ibarat rantai yang
tak bisa diputus. “Kalau kita nggak punya pandangan kritis, kita bisa terbawa dengan pandangan-pandangan semacam itu,” tutur Prof. Sarlito. Prof. Sarlito juga mengkritisi tentang wacana ‘pengkafiran’ dan berbagai regulasi di kalangan pemerintah dan masyarakat Indonesia. Ia tak sependapat apabila kinerja pemimpin dianggap buruk hanya karena si pemimpin tak seagama dengan kelompok masyarakat yang mengkritik. (*) Penulis: Defrina Sukma S Editor: Rio F. Rachman
UNAIR Store Buka, Bisa Pilih Pernak-Pernik Menarik UNAIR NEWS – UNAIR Store, toko yang menjual pernak-pernik khas UNAIR telah resmi dibuka sejak Senin (21/3). Sivitas akademika UNAIR maupun masyarakat umum yang berminat membeli pernakpernik khas UNAIR dapat langsung mengunjungi UNAIR Store yang terletak di Jalan Airlangga No. 1 tersebut. Dari pantauan UNAIR NEWS, sudah mulai tampak pengunjung yang mendatangi toko yang terletak tepat di depan Rumah Sakit Graha Amerta tersebut. Berbagai pernak-pernik mulai gantungan kunci, mug, kaos hingga jaket yang ‘sangat UNAIR’ sudah tertata rapi di etalase-etalase yang ada. “Sudah mulai ada pengunjung yang datang sejak hari pertama buka,” ujar Yuga salah seorang penjaga di UNAIR Store. Mereka yang berminat untuk mencari pernak-pernik khas UNAIR bisa mengunjungi UNAIR Store dari Senin hingga Jumat mulai pukul
10.00-15.00 WIB.
Salah satu T-Shirt yang dijual di UNAIR Store (Foto: UNAIR NEWS) Menanggapi telah dibukanya UNAIR Store, Wakil Rektor IV Junaidi Khotib, PhD berharap bahwa UNAIR Store bisa menjadi tempat yang lebih mendekatkan UNAIR dengan masyarakat. Di toko tersebut, masyarakat bisa turut memiliki berbagai pernakpernik khas UNAIR sehingga akan ada ikatan emosional antara UNAIR dengan masyarakat. “Masyarakat bisa membeli cendera hati, bukan sekadar cendera mata, karena barang-barang yang dibeli diharapkan bisa melekat pada diri mereka dan hati mereka,” harap dosen Fakultas Farmasi tersebut.
UNAIR Store tampak dari depan (Foto: UNAIR NEWS) UNAIR Store sendiri menempati Gedung Airlangga Corner yang ke depan akan terus dikembangkan menjadi pusat display berbagai produk yang dihasilkan oleh UNAIR baik mahasiswa maupun dosen. Selain UNAIR Store yang menjual pernak-pernik khas UNAIR, rencananya apotek, toko buku, dan beberapa stan lain juga akan dibuka di gedung tersebut. (*) Penulis : Yeano Andhika
Tantangan Baru Teknisi Perpustakaan di Era Digital UNAIR NEWS – Era digital, dimana dunia cyber berkembang begitu
pesat merambah ke berbagai bidang, membuat berbagai kebutuhan (apapun) bisa dipesan secara online melalui akses internet. Semua bisa dipesan tanpa pemesannya harus datang ke tempat pemesanan. Konsekuensi ini menuntut seseorang harus beradaptasi dan berkompetisi, apalagi jika layanan itu dirasa lebih menguntungkan konsumen karena lebih cepat, mudah, dan murah, maka itulah yang dipilih. Demikian antara lain mengapa Himpunan Mahasiswa D3 Teknisi Perpustakaan Fakultas Vokasi Universitas Airlangga menyelenggarakan kuliah tamu bertema “Digital Entrepreneurship”, di Aula Fakultas Vokasi Jl. Srikana Surabaya, Rabu (23/3). Disini mereka menghadirkan Mia Argianti, kepala portal kesehatan klikdokter.com. “Di era digital ini segala hal berubah cepat dan pasti. Semua orang harus siap beradaptasi dan berkompetisi. Penyedia jasa atau layanan juga harus mencari apa yang dibutuhkan konsumen,” ujar Mia, lulusan prodi Ilmu Perpustakaan dari salah satu universitas di Bandung. Portal klikdokter.com menyediakan layanan konsultasi kesehatan dengan dokter yang ahli dibidangnya. Memenuhi kebutuhan konsumen di era digital ini, konsultasi pun dapat dilakukan secara online tanpa harus datang ke rumah sakit, klinik, atau ke dokter pribadi. Sehingga portal ini memiliki 25 dokter umum dan 16 dokter spesialis untuk melayani konsultasi kesehatan. Mengapa portal ini memilih kesehatan sebagai bidang yang digarap melalui online, menurut Mia, karena kesehatan merupakan hal penting, dimana masyarakat membelanjakan uangnya untuk memenuhi kebutuhan ini. Selain itu, salah satu kelemahan informasi di jagad cyber saat ini adalah keakurasian informasi, sebab pasien dapat berkonsultasi langsung dengan dokter sekaligus mengetahui profil dan kemampuan dokter tersebut. Secara terpisah, Mia menuturkan bahwa tantangan mahasiswa
Tekniknisi Perpustakaan ialah bagaimana dengan memanfaatkan media digital untuk membuat masyarakat memiliki minat baca yang tinggi. “Tumbuhkan jiwa untuk bisa memberikan pekerjaan atau pelayanan bagi orang lain. Jangan takut rugi atau gagal, di era digital ini yang dicari bukan orang pintar atau cerdas, tetapi orang yang bisa beradaptasi dengan lingkungan,” kata Mia. Endang Fitriah Mannan, S.Sos. M. Hum., ketua program studi Teknisi Perpustakaan berharap yang disampaikan oleh nara sumber tadi dapat menginspirasi mahasiswa untuk melakukan inovasi-inovasi terbaru di bidang perpustakaan yang melibatkan teknologi digital. “Perpustakaan itu kontennya hampir 50% tentang teknologi, dan disini teknologi kami anggap sebagai alat atau tool. Tapi bagaimana mengelola kontennya, itu bidang garapan kami. Jadi bagaimana konten-konten yang ada di perpus juga bisa dionline-kan. Makanya ada konsep perpustakaan tanpa dinding atau library without wall atau digital library,” tutur Endang. Menurutnya, tantangan bagi dunia perpustakaan adalah bagaimana melahirkan layanan perpustakaan yang dapat diakses seperti bisnis online. Perpustakaan yang kontennya tidak hanya digunakan secara konvensional, namun sudah dapat dinikmati oleh orang yang ada di rumah, karena informasi katalog dapat dilihat secara online, namun konten full teks secara online belum ada. ”Harapan kami mindset mahasiswa Teknisi Perpustakaan nanti tidak hanya bekerja di perpus, terkait buku-buku yang tercetak, tetapi bisa melahirkan inovasi yang melibatkan teknologi tinggi,” katanya. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor : BE Santoso