BAB VI IMPLEMENTASI KONSEP DESAIN INTERIOR
6.1. Konsep Citra
Menampilkan citra esensial gereja yang mencerminkan : 1) Spiritualisme dan kedamaian yang ditawarkan dan yang ingin dicapai, dengan menguatkan bentuk – bentuk khas gereja Katolik seperti lengkung runcing pada dinding belakang altar dan profil ceiling serta railing balkon. Embelishment pilar yang memberikan kesan pergerakan keatas menuju ’kesederhanaan surgawi’ dari ’keruwetan manusiawi ’. 2) Kesucian yang tidak dapat ditemukan di ruang / tempat lainnya dengan bantuan penggunaan warna putih yang dominan dan bersifat suci, bersih, dan sederhana. 3) Keterbukaan terhadap siapa saja yang ingin masuk ke rumah Tuhan dengan desain yang tidak mengintimidasi dan warna yang hangat dan netral. 4) Kesunyian
/
kesyahduan
dari
kebisingan
’dunia’
luar
dengan
menggunakan material kaca pada dinding gereja, karpet pada lantai ruang pengakuan dosa, dan pencahayaan yang intim. 5) Keasrian / kesetaraan lingkungan untuk semua ras, golongan, status sosial, usia, profesi, ’keadaan diri’ dan keamanan serta kenyamanan untuk berada di ruang / lingkungan gereja dengan penggunaan material alami seperti batu alam, konkrit dan kayu untuk semua elemen furniture gereja. 1
Sudut – sudut yang diperhalus dengan bentuk lengkung sehingga tercipta kesan satu kesatuan.
Difokuskan untuk mengakomodasi umat dan petugas liturgi serta kongregasi dalam pencapaian momentum spiritual secara klimaks / maksimal.
Gambar 6.1. Implementasi Konsep Citra
2
6.2. Konsep Bentuk
Berikut adalah bentuk yang digunakan dalam desain gereja St. Yohanes Penginjil :
1) Bentuk – bentuk organis dan dinamis yang melambangkan pergerakan / fleksibilitas gereja dalam beradaptasi terhadap lingkungan sekitar, seperti bentuk lengkung yang digunakan dalam treatment sudut dinding altar, sudut ruang pengakuan dosa, sudut devosi, dan bangku umat. Embelishment pada pilar kolom utama, meja altar dan stand tabernakel yang agak geometris melambangkan arah pergerakan keatas yang menuju kesederhanaan. 2) Bentuk – bentuk yang jelas, sehingga membantu menciptakan batas – batas sirkulasi dengan jelas, dengan digunakannya tidak lebih dari 2 dua bentuk pada satu area. 3) Bentuk
–
bentuk
dengan
permukaan
dan
kesan
halus,
tidak
mengintimidasi dan ’mengalir’ sehingga tidak mengganggu konsentrasi / perhatian umat seperti sudut – sudut yang diperhalus dengan bentuk yang lebih melengkung. 4) Bentuk – bentuk yang ’asli’ciri khas gereja Katolik dengan elemen – elemen dan dekorasinya seperti yang digunakan pada profil ceiling, railing balkon, dan kaca belakang altar dan depan gereja.
3
Difokuskan untuk mendukung filosofi / pandangan gereja yang beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
Gambar 6.2. Implementasi Konsep Bentuk
6.3. Konsep Material
Material yang digunakan dalam desain gereja St. Yohanes Penginjil adalah sebagai berikut: i.
Batu alam : Melambangkan material yang solid, firm, tradisional, dan tahan lama. Digunakan pada lantai area umat, altar, ruang sakristi, dan ruang misdinar.
ii.
Kaca : Sebuah material yang modern dan sustainable. Digunakan pada dinding gereja, pintu, dan stasi jalan salib
4
iii.
Kayu : Material yang tradisional, khas negara tropis, dan solid. Digunakan pada salib, pintu ruang pengakuan dosa, bangku umat, sandaran lutut, seluruh kursi dan furniture lainnya, gagang railing balkon, pintu ruang sakristi dan misdinar, serta pintu toilet.
iv.
Alumunium : Sebuah metal yang bersifat modern, ringan, dan sustainable. Digunakan pada frame kaca dinding belakang altar dan depan gereja, frame pintu dan dinding kaca gereja.
v.
Stainless steel : Material metal yang ringan, dan modern, digunakan sebagai material embelishment meja altar, dan embelishment pilar / kolom utama.
vi.
Baja : Solid, kuat, kokoh, modern, durable, dan sustainable merupakan sifat dari material tersebut. Digunakan sebagai struktur dalam bangunan gereja dan candelabra. dan railing balkon.
vii.
Konkrit : Semen merupakan material yang tahan lama, kuat, kokoh, solid, dan juga tradisional. Digunakan pada struktur bangunan gereja, stand tabernakel, dan konstruksi meja altar.
5
viii.
Kain & kulit : Merupakan material yang tradisional. Kain digunakan sebagai bantalan kursi misdinar, koor, dan kursi pastor di ruang pengakuan dosa. Kulit digunakan sebagai material pelapis sandaran lutut.
Difokuskan untuk mendukung perancangan yang sesuai filosofi dan aturan bangunan gereja, juga mendukung perancangan sustainable and durable design.
6
Gambar 6.3. Implementasi Konsep Material
6.4. Konsep Warna
Efek psikologis yang ingin ditimbulkan oleh penggunaan warna adalah sebagai berikut :
i.
Putih : Pada seluruh dinding konkrit gereja dan pilar utama, untuk memberikan efek bersih, terbuka, suci, anggun, dan netral.
ii.
Abu – abu tua, abu – abu muda, hitam, & perak : Warna abu – abu muda pada bangku umat, mimbar, kredens, meja persembahan, dan altar. Warna abu – abu tua dan kitam pada kursi misdinar, sedilia, dan kursi anggota kor. Kedua tone abu – abu tersebut dan hitam memberikan kesan anggun. Aksen
7
warna perak menegaskan dan memberi kesan ’hidup’ terhadap kombinasi warna – warna tersebut. iii.
Off white, beige, &kayu muda : Netral dan menenangkan adalah kesan yang ditimbulkan oleh warna – warna tersebut. Warna off white dengan arah tone keabu - abuan digunakan pada lantai gereja dan toilet. Warna kayu muda digunakan pada partisi, dinding ruang pengakuan dosa, dan furniture ruang pengakuan dosa serta furniture ruang sakristi dan ruang misdinar. Beige digunakan pada ruang sakristi, misdinar, dan gudang.
Difokuskan untuk menghindari kesan tua, gelap, gloomy dan spooky.
8
Gambar 6.4. Implementasi Konsep Warna
6.5. Konsep Furniture
Furniture yang digunakan harus merupakan furniture yang mampu mengakomodasi umat dan petugas gereja, seperti : i.
Furniture yang praktis, yang memungkinkan untuk digeser / dipindahkan untuk masalah maintenance.
ii.
Klasik, yang mampu dipakai untuk jenjang waktu yang lama sehingga tidak lekang waktu dan secara desain mampu masuk ke beragam style, dengan tidak menggunakan desain yang kaku dan ’statis’.
iii.
Dapat membaur dengan elemen desain gereja lainnya, sehingga menciptakan sebuah kesatuan. Hal ini diimplementasikan
9
dengan penggunaan bentuk lengkung pada bangku umat yang disesuaikan dengan mayoritas bentuk lengkung area sakral dan sudut dinding gereja serta profil ceiling dan kaca belakang altar. iv.
Solid, mampu menahan berat beban dengan kuat dan juga tahan lama, dengan diberikan semprotan pelapis anti jamur dan rayap pada bangku umat, juga seluruh furniture kayu lainnya. Material solid yang lainnya adalah standtabernakel dan meja altar yang terbuat dari konkrit.
v.
Nyaman untuk digunakan oleh siapapun, tidak tergantung usia, gender, status, ataupun ras dengan tidak menggunakan warna yang mencolok atau dominan dan dengan material cushion pada bagian punggung dan bokong pada bangku umat serta seluruh kursi gereja dan juga sandaran lutut.
vi.
Simple.
Sehingga
tidak
mengurangi
nilai
fungsi
dan
mendistraksi perhatian / konsentrasi umat dan petugas gereja, dengan desain yang tidak melibatkan banyak ornamen dan hiasan pada seluruh furniture gereja.
Difokuskan untuk mendukung sirkulasi, tata letak, serta pencapaian momentum spiritual umat dan peugas liturgi.
10
Gambar 6.5. Implementasi Konsep Furniture
6.6. Konsep Pencahayaan Selain pencahayaan alami, gereja St. Yohanes Penginjil menggunakan pencahayaan buatan sebagai berikut : i.
Downlight, digunakan pada seluruh area umat, ruang pengakuan dosa, sakristi, ruang misdinar, dan toilet
ii.
Uplight, diletakkan di lantai area umat untuk mempertegas jalur sirkulasi umat dan memberikan kesan dramatis 11
iii.
Spotlight. digunakan pada area sudut devosi, dan dinding kaca belakang altar dan depan gereja.
iv.
Click Strip, pada profil gipsum ceiling, untuk memberikan kesan glowing dan menguatkan ambience
v.
Wall Washer, digunakan untuk memberikan kesan glowing dan dramatis pada pilar / kolom utama
Difokuskan untuk mendukung daya visual umat dan petugas liturgi yang terdiri dari beragam usia, kondisi fisik, dalam membaca teks, melihat area altar dan sekitarnya, menerangi jalur sirkulasi dengan baik dan membantu pencapaian momentum spiritual.
Gambar 6.6. Implementasi Konsep Pencahayaan
12
6.7. Konsep Penghawaan
Dukungan sistem penghawaan buatan sangat dibutuhkan diseluruh area gereja. Menggunakan 12 unit AC casette (sentral) pada area umat dan sakral, 2unit AC standing 2 PK pada balkon, 1 unit AC 1 1/2 PKpada masing – masing ruangan sakristi dan ruang misdinar.
Difokuskan untuk menunjang kenyamanan umat dengan beragam usia dan kondisi fisik.
Gambar 6.7. Implementasi Konsep Penghawaan
6.8. Pemaknaan Dalam Implementasi Desain
Begitu umat masuk pintu utama area umat dirancang sebuah ruangan dimana umat dapat merasa nyaman dengan keadaan diri mereka masing – masing dan menemukan kedamaian serta dapat meninggalkan beban yang ada dalam diri mereka masing – masing. Namun kenyamanan tersebut bukan kenyamanan dan 13
kedamaian ‘manusiawi’, melainkan yang datang dari sesuatu yang besar, diluar kuasa atau kemampuan manusia. Hal ini dapat didukung dari suasana dan citra / suasana ruang yang intim, suci, syahdu dan bersih. Berikut ini adalah penjelasan pemaknaan dalam implementasi desain pada gereja St. Yohanes Penginjil Blok B.
6.8.1. Pemaknaan Pada Lantai Area Umat Analogi tuntunan cahaya yang menuntun umat dari kegelisahan atau keadaan diri yang resah menuju tempat yang dapat digunakan untuk mencari solusi, pencerahan, dan berterima kasih pada kuasa besar merupakan pemaknaan yang diterapkan pada bagian lantai gereja. Peletakan titik lampu di lantai yang mengarahkan umat kepada tempat yang dapat mereka gunakan untuk bersujud syukur, menyembah, meminta tolong kepada Tuhan merupakan salah satu contoh penerapan yang dirancang untuk menciptakan analogi tersebut. Selain titik lampu, penggunaan material lantai dirancang untuk menimbulkan kesan bahwa umat memasuki ruangan tersebut, yang merupakan sebuah dunia; tetapi bukan dunia yang umat itu diami sekarang, pada saat itu. Melainkan sebuah dunia yang dituju oleh umat. Material marmer digunakan untuk mencerminkan kesan natural; yang diciptakan oleh alam, bukan manusia. Marmer dapat mencitrakan sesuatu yang bersih, yang dapat mencerminkan ‘keTuhanan’ itu sendiri. Kilapan marmer dapat menjadi analogi pantulan / refleksi keadaan diri umat saat itu. Penggunaan marmer pada seluruh lantai gereja juga bertujuan agar tercipta satu kesatuan umat yang bersama – sama sebagai anggota kongregasi gereja berjalan menuju ‘kesakralan’.
14
6.8.2. Pemaknaan Pada Dinding Area Umat Ketika memasuki ruangan gereja umat harus dapat meninggalkan sejenak ‘kehidupan / rutinitas manusiawi’ mereka. Hal ini dapat dibantu dengan memberikan stimulus atau dorongan kepada setiap umat agar mendapatkan kesan spiritual yang tidak mereka dapatkan di kehidupan sehari – hari. Umat harus merasa nyaman, lepas dari kejengahan, rasa takut, dan keresahan untuk mencapai momentum spiritual. Hal ini dapat diciptakan dengan mengurangi sudut ruangan semaksimal mungkin dengan menggunakan lengkungan untuk menutupi sudut – sudut tersebut. Penggunaaan lengkungan tersebut juga dapat memberikan rasa kesatuan, keamanan, halus, mengalir dan dinamis. Pada beberapa bagian dinding gereja dilapisi dengan marmer sehingga mempertegas kesan satu kesatuan antara masing – masing umat dan juga dengan petugas liturgi. Umat datang ke gereja dengan berbagai tujuan, salah satunya adalah merefleksikan keadaan diri mereka saat itu yang berkaitan erat dengan faktor – faktor manusiawi. Material kaca yang digunakan pada sebagian besar dinding gereja memberikan batasan kasat mata yang memisahkan antara dunia luar / manusiawi dengan umat yang berada di dalam gereja tanpa memusnahkan atau menghilangkan dunia manusiawi tersebut. Penggunaan material kaca juga memberikan kesan lapang, terbuka untuk siapa saja yang ingin masuk ke rumah Tuhan, dan ‘telanjang’ dalam artian siapa saja yang masuk rumah Tuhan tidak memiliki perbedaan ras, gender, status sosial, atau predikat – predikat manusiawi lainnya.
15
Pada masing – masing sisi gereja terdapat pilar – pilar penopang atap gereja yang dibungkus dengan lempengan – lempengan stainless steel di setiap pilar. Hal ini melambangkan panjatan doa dan iman umat yang menuju / ditujukan kepada keilahian. Semakin keatas, semakin lurus pula lempengan stainless steel tersebut,
yang
melambangkan
pergerakan
menuju
kesempurnaan,
atau
pencerahan yang berasal dari Tuhan. Material stainless steel digunakan untuk memberikan kesan modern dan ‘licin (sleek)’ serta pengadaptasian filosofi gereja terhadap perkembangan zaman. Pemberian titik lampu pada pilar bertujuan untuk memberikan makna keintiman relasi umat dengan Tuhan. Sebuah relasi yang mesra tetapi tidak vulgar / ekstrim, dan juga tidak seadanya. Demikian halnya akan tercipta sebuah perjalanan spiritual yang erat, mesra, suci, misterius, dan nyaman.
6.8.3. Pemaknaan Pada Ceiling Area Umat Umat datang ke gereja untuk menghadap kepada sebuah kuasa yang lebih besar, yang tidak mampu diraih secara harafiah oleh manusia. Tidak ada manusia yang lebih sempurna, lebih besar, dan lebih baik daripada Tuhan. Namun pergerakan iman manusia yang mencari kesempurnaan dalam nama Tuhan atau mencari pencerahan agar menjadi manusia yang lebih baik merupakan penggerak gereja unuk tetap ‘hidup’ / berjalan. Hal ini dapat diperkuat / dilambangkan dengan pemberian batas setinggi tiga meter pada masing – masing sisi gereja dan bagian belakang gereja. Ceiling ini juga dilengkapi dengan titik lampu, dimana titik – titik lampu tersebut memberikan pendar cahaya yang memberikan analogi titik iman yang dicari oleh
16
umat, dan dapat melambangkan juga titik terang dalam setiap kehidupan manusia.
6.8.4. Pemaknaan Pada Sirkulasi Area Umat Sirkulasi yang berada di dalam gereja merupakan sebuah sirkulasi yang sangat berbeda dari sirkulasi yang terdapat di dalam gedung perkantoran, mal, atau rumah. Hal ini dikarenakan sirkulasi yang di dalam gereja mempunyai arti dan makna yang sangat khusus, yang mengandung makna religius. Umat datang ke gereja untuk mendapatkan alasan, ketenangan, dan momentum spiritualnya masing – masing. Oleh karena itu, setiap umat harus terhindar dari distraksi yang dapat ditimbulkan oleh umat lainnya atau karena lingkungan sekitarnya. Sirkulasi utama dalam gereja St. Yohanes Penginjil Blok B merupakan jalur yang berada di tengah dengan kelebaran sebesar 2.8 meter. Hal ini dirancang untuk mengumpulkan arus umat ketika mengikuti sakramen komuni, dimana seluruh umat harus bangkit dari bangkunya dan menyambut tubuh Kristus yang dibagikan oleh pastor dan pembagi komuni yang ada di jalur utama tersebut. Jalur ini sangat lebar mempunyai tujuan agar masing – masing umat tidak merasa terganggu dan tidak berdesak – desakan sehingga kekhushukan umat tetap terjaga. Hal ini juga untuk memberikan makna bahwa semua umat berkumpul di gereja untuk satu tujuan yang sama, dan bahwa semua umat merupakan sebuah kongregasi yang setara satu sama lainnya. Sirkulasi utama mempunyai
17
besaranyang lebih luas dibandingkan sirkulasi yang lain juga memberi tujuan bahwa pintu masuk dan keluar utama terdapat sejajar dengan sirkulasi tersebut. Sirkulasi sekuler terdapat di sisi kiri dan kanan gereja selebar dua meter. Sirkulasi ini bertujuan untuk memberikan jalur yang jelas dan cukup leluasa kepada umat untuk kembali ke tempat duduk masing – masing tanpa harus bersenggolan satu – sama lain. Jalur ini juga diperuntukkan bagi keleluasaan petugas liturgi yang harus membawa perlengkapan liturgi. Jalur sekuler tidak mempunyai besaran selebar jalur utama yang bertujuan agar memberi makna setelah berkumpul bersama – sama menyambut tubuh Kristus, umat kembali dengan hidup dan pengutusannya masing – masing.
6.8.5. Pemaknaan Pada Lantai Area Sakral Area sakral merupakan pusat konsentrasi dari liturgiekaristi dan liturgi sabda. Area sakral harus memberikan makna bahwa area tersebut masih merupakan satu kesatuan dari keseluruhan kongregasi gereja, dimana terdapat didalamnya tabernakel yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan tubuh dan darah kristus. Berdasarkan makna tersebut dirancang sebuah area sakral yang menggunakan material yang sama pada lantai area umat yaitu marmer. Hal ini dilakukan untuk melambangkan bahwa gereja merupakan sebuah bahtera kesatuan ilahi dan Yesus Kristus sebagai nahkoda yang memimpin umatnya. Terdapat permainan level pada area sacral, yang bertujuan untuk memberikan batasan atau mempertegas hierarki gereja. Tidak sembarang orang bisa memasuki area sakral, karena area sakral mempunyai tuntutan dan batasannya tertentu.
18
6.8.6. Pemaknaan Pada Dinding Area Sakral Ketika perhatian umat tertuju ke area sakral, area sakral tersebut harus memberikan efek psikologis spiritual yang tinggi terhadap umat, melambangkan keagungan Tuhan dan kuasaNya, serta melambangkan kehadiran Tuhan pada saat liturgi, dimana memancarkan kesucian, kebersihan, kebesaran, dan keagunganNya. Ciri khas gereja Katolik yang berupa lengkungan runcing ditampilkan di dinding latar area sakral. Hal ini bertujuan untuk memberikan stimulus peningkat dan mengingat kembali akan dimana umat sedang berada. Bentuk lengkung juga digunakan pada bagian bawah dinding latar untuk menghilangkan sudut ruangan, sehingga menguatkan suasana kesatuan. Dinding
latar
gereja
menggunakan
kaca
yang
bertujuan
untuk
mengakomodasi masuknya sinar alami matahari pada pagi dan siang hari untuk mengurangi pemakaian listrik. Hal ini juga memberikan pemaknaan akan kuasa Tuhan yang begitu besar, menciptakan sebuah penerangan alami yang tidak mungkin bisa disamai oleh kemampuan manusia. Makna tersebut juga dapat diwakili olah material marmer yang digunakan di masing – masing sisi area sakral. Pada dinding latar area sakral, terdapat satu elemen esensial yang dimiliki oleh seluruh gereja. Salib dengan Yesus Kristus yang tersalib diatasnya. Salib ini menggunakan material kayu yang memberikan makna Yesus sebagai Putra Bapa merupakan satu kesatuan dengan alam yang merupakan hasil ciptaan Tuhan
19
Yang Maha Kuasa, yang juga menciptakan kita, manusia sehingga kita merupakan satu kesatuan dengan Yesus Kristus dan Allah Bapa.
6.8.7. Pemaknaan Pada Ceiling Area Sakral Struktur existing ceiling gereja yang mempunyai ketinggian sebesar 12 meter memberikan dan menguatkan makna akan keagungan dan kebesaran Tuhan serta betapa kecilnya manusia dihadapan Tuhan. Penggunaan kembali bentuk lengkung yang merupakan ciri khas gereja Katolik bertujuan untuk mengenang kembali akan ciri khas iman Katolik dan juga sebagai stimulus yang memberikan efek psikologis kepada umat bahwa mereka berada dalam suatu wadah spiritual yang tidak dapat mereka temukan di tempat lain. Disinilah mereka akan mendapatkan sebuah perjalanan menuju momentum spiritual yang dapat memberikan mereka pencerahan, rahmat, pertolongan, dan kedamaian. Penggunaan material gipsum untuk menciptakan bentuk lengkung pada profil di ceiling tersebut bertujuan agar menciptakan garis lengkung yang tegas, bersih, smooth, dan dinamis. Peletakan lampu click strip dibelakang profil tersebut bertujuan agar memberikan pendar cahaya yang intim, tidak vulgar, misterius, dan glowing. Hal ini memberikan makna akan cara kerja Tuhan yang misterius / terselubung dalam menjawab pertanyaan atau memberikan jalan keluar untuk umatnya; namun titik terang pasti akan ada ketika kita berusaha sebaik mungkin dan sepenuh iman serta bersabar dalam perjalanan menuju titik tersebut.
20
6.8.8. Pemaknaan Pada Sirkulasi Area Sakral Pada pusat konsentrasi ibadat ini, sirkulasi menjadi penting karena pemimpin liturgi melakukan banyak pergerakan yang melibatkan tabernakel, meja altar, mimbar, dan kursi pemimpin. Area sakral juga melibatkan pemazmur, lektor, misdinar, koor dan derigen; sehingga sirkulasi harus diolah menjadi sesederhana mungkin agar tidak terjadi perselisihan jalur dan tetap menghormati tabernakel. Meja altar diletakkan di bagian terdepan area sakral agar dapat dilihat dengan baik oleh seluruh umat. Tabernakel berada diatas stand agar terlihat dengan jelas oleh umat meskipun berada di belakang meja altar. Sirkulasi pada area sakral yang dirancang juga memberikan keleluasaan gerakan pada pemimpin liturgi, lektor, misdinar, koor, derigen dan pemazmur sehingga memberikan kesan dan pemaknaan bahwa yang berada di area sakral merupakan mereka yang mempunyai tugas khusus dan merupakan utusan Tuhan untuk membantu memberikan pengalaman / momentum spiritual kepada umat.
21
LAMPIRAN
Lampiran 1. Layout Gereja St. Yohanes Penginjil Blok B
Lampiran 2. Potongan Melebar Gereja St Yohanes penginjil Blok B
22
Lmapiran 3. Potongan Memanjang Gereja St Yohanes penginjil Blok B
Lampiran 4. Implementasi Desain Area Sakral
23
Lampiran 5. Implementasi Desain Area Umat
Lampiran 6. Implementasi Desain Area Balkon
24
Lampiran 7. Implementasi Desain Ceiling
Lampiran 8. Implementasi Desain Ruang Pengakuan Dosa
25