SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN BUNGKIL KEDELAI DALAM RANSUM YANG MENGANDUNG AMPAS TEH (Camelia sinensis) TERHADAP PERFORMAN DOMBA LOKAL JANTAN
SKRIPSI MIRNA MARDIYANTI
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
RINGKASAN Mirna Mardiyanti. D24101009. 2005. Substitusi Tepung Ikan dengan Bungkil Kedelai Dalam Ransum Yang Mengandung Ampas teh (Camelia sinensis) Terhadap Performan Domba Lokal Jantan. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Maka nan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. H. Rachjan G. Pratas. M. Sc. Pembimbing Anggota : Ir. Abdul Djamil Hasjmy. MS. Ampas teh merupakan limbah agroindustri teh botol yang dapat dijadikan sebagai bahan baku alternatif sumber protein, kandungan protein sebesar 27%. Bungkil kedelai dan tepung ikan merupakan sumber protein yang sering digunakan sebagai penyusun pakan ternak, kedua sumber protein ini memiliki kandungan asam amino khususnya lysin dan metionin. Penelitian ini mensubtitusikan 70% ampas teh terhadap tepung ikan dengan bungkil kedelai sehingga dapat memenuhi kebutuhan asam amino ternak. Domba merupakan ternak yang mampu berkembang biak dengan cepat dan dapat menggunakan protein tumbuhan secara efisien. Penelitian ini dilaksanakan di kandang Ilmu Produksi Ternak, Ruminansia Kecil, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan yaitu bulan November 2003 sampai Januari 2004. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini terdiri 20 ekor domba dengan bobot awal 20,87±1,8 kg. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui subtitusi terbaik, tepung ikan dengan bungkil kedelai dalam ransum terhadap nilai konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan penilaian aspek ekonomisnya. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Ransum yang diberikan selama penelitian adalah ransum bentuk pelet yang mengandung 70% ampas teh dengan level bungkil kedelai dengan tepung ikan sebagai berikut : R1 (10% Bungkil kedelai + 0% Tepung ikan), R2 (7,5% Bungkil kedalai + 2,5% Tepung ikan), R3 (5% Bungkil kedelai + 5% Tepung ikan), R4 (2,5% Bungkil kedelai + 7,5% Tepung ikan), R5 (0% Bungkil kedelai + 10% tepung ikan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi bahan kering, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan Aspek ekonomi. Rataan konsumsi bahan kering berkisar 978,42±16,52; 999,84±25,00; 1013,21±10,39; 1013,07±15,84; 1010,25±18,47 gram/ekor/hari, rataan pertambahan bobot badan berkisar 81,35±27,01; 87,30±29,67; 99,21±27,87; 117,06±11,90; 97,22±20,87 gram/ekor/hari, rataan konversi ransum berkisar 12,97±3,91; 12,89±5,74; 10,85±3,15; 8,71± 0,87; 10,74±2,19 gram/ekor/hari. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semua ransum perlakuan menunjukkan substitusi yang baik. Perlakuan dengan 2,5% bungkil kedelai dan 7,5% tepung ikan menunjukkan hasil yang lebih baik, hal ini dapat diketahui dari konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan Income Over Feed Cost yang cenderung lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lain. Kata-kata kunci : Ampas teh, performan, Bungkil Kedelai, Tepung Ikan, domba lokal jantan
ABSTRACT Mirna Mardiyanti. D24101009. 2005. The Subtitution of Fish Meal with Soybean Meal In Feed Pregnant With Tea Waste (Camelia sinensis) On Local Lamb Performance. Skripsi. Program Studi of Nutrition and Animal Feed. Faculty of Animal Science. Bogor Agricult ural University. Main Advisor Co- Advisor
: Dr. Ir. H. Rachjan G. Pratas, M. Sc. : Ir. Abdul Djamil Hasjmy, MS.
The subtitution of soybean meal with fish meal is used to maximaze and increase the utilization of 70% tea waste, because soybean meal with fish meal contain the most balanced amino acid comparing with others feed component. The Experiment conducted in Small Ruminant Laboratory, Department of Animal Production Science, Faculty on Animal Science, Bogor Agricultural University, from November 2003 until January 2004. 20 Local Lamb with average body weight 20.87±1.8 kg were observed. The experiment design used Completely Randomized Design with five treatments and four replications. The treatments that were given are R1 (10% soybean meal, 0% fish me al), R2 (7.5% soybean meal, 2.5% fish meal), R3 (5% soybean meal, 5% fish meal), R4 (2.5% soybean meal, 7.5% fish meal), R5 (0% soybean meal, 10% fish meal). Data were analysed with ANOVA and followed by doubel Duncan (Steel and Torrie, 1993). The result of this research showed that treatments was not a significantly different affected on feed consumption based on dry matter, average weight gain, feed conversion and Income Over Feed Cost. The average of feed consumption based on dry matter was 978.42±16.52; 999.84±25.00; 1013.21±10.39; 1013.07±15.84; 1010.25±18.47 gram/ekor/hari, average weight gain was 81.35±27.01; 87.30±29.67; 99.21±27.87; 117.06±11.90; 97.22±20.87 gram/ekor/hari, average of feed conversion was 12.97±3.91; 12.89±5.74; 10.85±3.15; 8.71±0.87; 10.74±2.19 gram/ekor/hari. It is concluded that all treatments shown a good substitution 2.5% of soybean meal with 7.5% fish meal is tend to the best of all treatment, because have good feed consumption, average weight gain, feed conversion and Income O ver Feed Cost. Key words : Tea waste, Soybean meal, Fish meal, Lamb, Feed consumption, Average weight gain, feed conversion and Income Over Feed Cost.
SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN BUNGKIL KEDELAI DALAM RANSUM YANG MENGANDUNG AMPAS TEH (Camelia sinensis) TERHADAP PERFORMAN DOMBA LOKAL JANTAN
MIRNA MARDIYANTI D24101009
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan Pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN BUNGKIL KEDELAI DALAM RANSUM YANG MENGANDUNG AMPAS TEH (Camelia sinensis) TERHADAP PERFORMAN DOMBA LOKAL JANTAN
Oleh Mirna Mardiyanti D24101009
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan Pada Tanggal 10 Oktober 2005
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. H. Rachjan G. Pratas., M. Sc. NIP 130 517 038
Ir. Abdul Djamil Hasjmy., MS NIP 130 516 996
Mengetahui, Dekan Fakultas Peternakan
Dr.Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc NIP 131 624 188
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Februari 1982 di Jakarta. Penulis adala h anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Djoko Djatin dan Ibu Iryanti Ningsih. Penulis menyelasaikan pendidikan dasar di SD 04 Pulogebang, Jakarta tahun 1995. Tahun 1998 penulis lulus dari SMPN Negeri 13 Bekasi dan pada tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Bekasi. Tahun 2001 penulis dinyatakan diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI, tepatnya pada jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi anggota BEM -D (Badan Eksekutif Mahasiswa, Fakultas Peternakan) dalam devisi Olah Raga dan Magang. Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul ”Substitusi Tepung Ikan dengan Bungkil kedelai dalam Ransum yang mengandung Ampas Teh (Camelia sinensis) terhadap Performan Domba Lokal Jantan”.
KATA PENGANTAR
Bismillahhirohmanirahim Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas Rahmat serta Hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul ”Subtitusi Tepung Ikan dengan Bungkil kedelai Dalam Ransum Yang Mengandung Ampas Teh (Camelia sinensis) Terhadap Performan Domba Lokal Jantan” ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis mulai November 2003 hingga Januari 2004 di kandang Ilmu Produksi Ternak, Ruminansia Kecil. Peternakan domba mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan di Indonesia. Masalah yang biasa dihadapi dalam peternakan domba adalah ketersediaan pakan dengan nilai nutrisi yang baik. Skripsi ini ditulis seba gai salah satu solusi masalah diatas. Pemberian ampas teh sebagai pakan hijauan dapat disubtitusikan dengan konsentrat yang berkualitas tinggi sehingga terjadi suplementasi nutrisi diantaranya bungkil kedelai dan tepung ikan merupakan sumber protein nabati dan protein hewani sebagai bahan pakan ternak. Diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk kalangan akademis sebagai referensi dan juga untuk kalangan peternak domba yang ingin menggunakan ampas teh sebagai pakan alternatif pengganti hijauan. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih atas saran dan masukan membangun oleh berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, Oktober 2005
Penulis
DAFTAR ISI RINGKASAN ................................................................................................
Halaman i
ABSTRACT ...................................................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
v
KATA PENGANTAR ...................................................................................
vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xi
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
Latar belakang ....................................................................................... Perumusan Masalah ............................................................................. Tujuan ...................................................................................................
1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................
3
Domba ................................................................................................... Tanaman Teh (Camelia sinensis) dan Potensinya ................................ Pemanfaatan Ampas Teh sebagai Pakan Ternak .................................. Bungkil Kedelai .................................................................................... Tepung Ikan .......................................................................................... Konsumsi Bahan Kering Ransum ......................................................... Pertambahan Bobot Badan ..................................................................... Konversi Ransum ..................................................................................
3 4 6 8 8 10 10 11
MATERI DAN METODE .............................................................................
12
Lokasi dan waktu .................................................................................. Materi .................................................................................................... Ternak ............................................................................................. Kandang dan Peralatan ..................................................................... Obat-obatan ..................................................................................... Ransum ............................................................................................ Pengukuran Pertambahan Bobot Badan .......................................... Pengukuran Konsumsi Pakan ......................................................... Metode ................................................................................................... Pembuatan Ransum .......................................................................... Pelaksanaan Penelitian .................................................................... Peubah yang Diamati ...................................................................... Rancangan Percobaan .....................................................................
12 12 12 12 12 12 13 14 14 14 14 15 15
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................
16
Kandungan Zat Makanan Ransum Penelitian ....................................... Konsumsi Bahan Kering Ransum .........................................................
16 18
Pertambahan Bobot Badan ..................................................................... Konversi Ransum .................................................................................. Aspek nilai ekonomi (Income Over Feed Cost) ....................................
20 21 23
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................
25
Kesimpulan ........................................................................................... Saran ......................................................................................................
25 25
UCAPAN TERIMA KASIH ..........................................................................
26
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
27
LAMPIRAN ...................................................................................................
30
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Populasi Ternak Ruminansia di Indonesia Tahun 1999-2003 ..............
3
2. Kandungan Mineral Daun Teh ..............................................................
5
3. Produksi Teh di Indonesia ...................................................................
6
4. Kandungan Nutrisi Ampas Teh ............................................................
7
5. Asam Amino Bungkil Kedelai dan Tepung Ikan ..................................
9
6. Komposisi Bahan Pakan dalam Ransum Perlakuan (%) ..................... 13 7. Komposisi Zat Makanan Penelitian berdasarkan Perhitungan ............ 13 8. Kandungan Zat Makanan Ransum Penelitian Berdasarkan Hasil Analisis Proksimat ................................................. 16 9. Rataan Konsumsi Bahan Kering (BK) Ransum ................................... 18 10. Rataan Pertambahan Bobot Badan Domba .......................................... 20 11. Rataan Konversi Ra nsum Domba ........................................................ 21 12. Perhitungan Income Over Feed Cost (IOFC) ....................................... 23
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Rataan Konsumsi Bahan Kering (BK) ................................................. 19 2. Rataan Pertambahan Bobot Badan Domba ........................................... 20 3. Rataan Konversi Ransum Domba ........................................................ 22
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Sidik Ragam (ANOVA) Konsumsi Bahan Kering Ransum .................. 31 2. Sidik Ragam (ANOVA) Pertambahan Bobot Badan ............................ 31 3. Sidik Ragam (ANOVA) Konversi Ransum ........................................... 31
PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan domba di berbagai wilayah Indonesia mempunyai potensi yng baik untuk dikembangkan. Ternak domba relatif mudah dipelihara dibanding hewan ruminansia lainnya. Masalah yang biasa dihadapi dalam peternakan domba serangan penyakit dan ketersediaan pakan dengan nilai nutrisi yang baik. Penanggulangan masalah pakan maka perlu dicari sumber pakan alternatif yang dapat memenuhi kebutuhan pakan domba untuk pertumbuhan dan produksi tanpa harus menimbulkan suatu kelainan pada ternak yang mengkonsumsinya serta dapat tersedia secara berkesinambungan. Indonesia merupakan negara tropis dan agraris menghasilkan limbah industri dari perkebunan dalam jumlah yang besar. Salah satunya adalah limbah agroindustri yang memiliki potensi yang cukup tinggi, menurut Biro Pusat Statistik (2004), produksi teh mencapai 470 ton/tahun dan belum banyak dimanfaatkan secara optimal oleh perusahaan tersebut. Ampas teh mempunyai kandungan nutrisi yang baik terutama kandungan protein kasarnya yaitu sebesar 27% dan mempunyai kadar serat kasar yang cukup tinggi (21%) (Istirahayu, 1993). Ampas teh juga mengandung tanin, dimana tanin dapat membentuk ikatan kompleks dengan protein yang menyebabkan ampas teh tahan terhadap degradasi mikroba rumen ternak ruminansia. Bila
ternak
kekurangan
suplai
protein
mengakibatkan
pertumbuhan
dan
perkembangan ternak terhambat. Pemberian ampas teh sebagai pakan hijauan dapat disubstitusikan dengan konsentrat yang berkualitas tinggi sehingga terjadi suplementasi nutrisi diantaranya bungkil kedelai dan tepung ikan merupakan sumber protein nabati dan protein hewani yang sering digunaka n sebagai bahan pakan ternak. Bungkil kedelai merupakan sumber protein nabati yang memiliki kandungan protein yang tinggi tetapi kandungan Ca, P dan vitamin A rendah dan mengandung asam amino yang hampir lengkap namun defisiensi salah satu asam amino esens ial seperti metionin. Tepung ikan merupakan sumber protein hewani yang memiliki komposisi asam amino yang sempurna dan seimbang sehingga dapat mencukupi kebutuhan asam amino esensial khususnya lisin dan metionin yang sering kali kurang
dalam ransum ternak. Dengan mensubtitusikan sumber protein nabati dan sumber protein hewani diharapkan dapat dihasilkan ransum yang berkualitas sehingga kebutuhan asam amino domba dapat terpenuhi. Selain itu juga substitusi ini dapat memanfaatkan potensi ampas teh yang cukup banyak dan murah. Perumusan Masalah Domba merupakan hewan ruminansia kecil terdapat di Indonesia dengan berbagai jenis dintaranya domba ekor tipis, domba Priangan dan domba Ekor Gemuk. Peternakan domba di Indonesia mempunyai potensi yang baik tetapi masalah yang lebih sering dihadapi peternakan domba yaitu ketersediaan pakan. Namun Penanggulangan masalah untuk memenuhi kebutuhan pakan domba untuk pertumbuhan dan produksi, dintaranya penggunaan ampas teh untuk ternak ruminansia belum banyak dilakukan oleh peternak. Penggunaan subtitusi tepung ikan dengan tepung ikan dalam ransum yang mengandung ampas teh sampai taraf 70% bentuk pelet. Ampas teh sebagai
limbah agroindustri dan bahan baku alternatif
sumber protein dengan kandungan protein sebesar 27% selain tepung ikan dan bungkil kedelai yang memiliki kandungan asam amino khususnya lisin dan metionin. dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan performan yang baik dan dapat didayagunakan untuk budidaya ternak domba.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui subtitusi terbaik, tepung ikan dengan bungkil kedelai dalam ransum ampas teh terhadap nilai konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan penilaian aspek ekonomisnya. .
TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba adalah anggota golongan atau kingdom hewan, filum chordata (hewan bertulang belakang), kelas mamalia (hewan menyusui), ordo artiodactyla (hewan berkuku genap), famili bovidae (hewan memamah biak), genus ovis dan spesies ovis aries (Blakely dan Bade, 1998). Menurut Mason (1980), ada tiga bangsa domba asli yang terdapat di pulau Jawa yaitu Domba lokal ekor tipis, domba Priangan dan domba Ekor Gemuk. Jenis domba lokal Indonesia yaitu domba ekor tipis, domba ini populasinya tersebar di daera Jawa Tengah dan Jawa Barat dengan ciri khusus berekor tipis dan domba betina umumnya tidak bertanduk. Populasi ternak domba di Indonesia pada tahun 2003 berkisar 37,26% dari total populasi ternak ruminansia (Tabel 1) dan populasi domba di Pulau Jawa tersebar, yakni sebesar 88,10% dari total populasi domba. Tabel 1. Populasi Ternak Ruminansia di Indonesia Tahun 1999 – 2003 Tahun
Jenis 1999
2000
2001
2002
2003
......................................... (000 ekor) ....................................................
Sapi Potong
11.276
11.008
11.138
11.298
11.396
332
354
347
358
368
Kerbau
2.504
2.405
2.310
2.403
2.455
Domba
7.226
7.427
7.394
7.641
8.133
Kambing
12.701
12.566
12.323
12.549
13.276
Total
21.338
33.760
33.512
34.249
35.628
Sapi Perah
Sumber : Dirjen Peternakan (2003)
Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang mempunyai daya adaptasi yang baik pada iklim tropis dan dapat beranak sepanjang tahun. Domba lokal mempunyai tubuh relatif kecil, warna bulunya beragam, ekor kecil dan tidak terlalu panjang. Domba jantan mempunyai tanduk kecil dan melengkung ke belakang dengan bobot hidup dewasa berkisar 30-40 kg sedangkan yang betina tida k bertanduk dengan bobot hidup berkisar 15-20 kg. Domba lokal juga mempunyai perdagingan sedikit dan disebut juga domba kampung atau domba negeri.
Peningkatan produktivitas domba diperlukan dukungan akan ketersediaan pakan yang kontinyu, sehingga ternak domba dapat tumbuh dengan
baik dan
memberikan produksi yang optimal. Oleh karena itu, domba harus mendapat ransum dalam jumlah dan kualitas yang cukup. Menurut Lubis (1952) ransum adalah makanan baik terdiri hanya satu maupun lebih dari satu bahan makanan yang diberikan kepada hewan untuk kebutuhan 24 jam, yang mengandung semua zat-zat makanan yang diperlukan hewan dalam keadaan serba cukup dan seimbang. Tanaman Teh (Camelia sinensis) dan Potensinya Tanaman teh berasal dari spesies Camelia sinensis dan famili Theaceae (Thorne, 1995). Menurut Takeda (1994) teh secara umum terdiri dua varietas, yaiu Camelia sinensis varietas sinensis dan Camelia sinensis varietas asamica. Tanaman teh pada varietas sinensis memiliki karakteristik tanaman semak-semak dengan daundaun yang kecil, resisten terhadap cuaca dingin dan cocok untuk dibuat menjadi teh hijau dan teh semi fermentasi. Dalam arti luas varietas sinensis dihubungkan sebagai varietas Cina. Tanaman teh Camelia sinensis varietas assamica memiliki karakteristik tipe pohon yang tinggi dengan daun lebar, kurang tahan terhadap cuaca dingin dan cocok dibuat menjadi teh hitam. Teh assamica masuk ke Indonesia pada tahun 1928 dan mulai saat itu perkebunan teh di pulau Jawa berkembang pesat (Adisewojo, 1982). Teh assamica tumbuh subur dan memiliki produktifias yang tinggi, sedangkan teh Jawa yang termasuk varietas sinensis (teh Cina) pertumbuhannya lambat, jarak cabang dengan tanah sangat dekat, daun kecil, ujung daun tumpul, dan berwarna tua serta produksinya tidak baik (Setiawati dan Nasikun, 1991). Menurut Adisewojo (1982) air teh adalah minuman yang bermanfaat berasal dari pucuk tanaman teh melalui proses pengolahan tertentu. Berdasarkan cara pengolahannya, teh di Indonesia dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu teh hita m (black tea atau fermented tea), teh hijau (green tea atau unfermented tea) dan teh Oolong (semi fermented tea). Teh hitam adalah jenis teh yang dalam pengolahannya melalui proses fermentasi secara penuh. Teh hijau adalah jenis teh yang dalam pengolahannya tidak mengalami fermentasi dan teh Oolong adalah jenis teh yang dalam pengolahannya hanya mengalami setengah proses fermentasi (Spillane, 1992).
Bahan-bahan kimia dalam daun teh dapat digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu : (1) substansi fenol, (2) substansi bukan fenol, (3) substansi aromatis dan (4) enzim (Arifin et al., 1994). Senyawa fenol terdiri dari tanin atau katekin dan flavonol. Katekin adalah senyawa tidak berwarna yang perubahannya dalam proses pengolahan selalu dihubungkan semua sifat seduhan teh, yaitu rasa, warna dan aroma. Yudana (1998) menambahkan bahwa senyawa polyphenol dalam teh dapat memperlancar sistem sirkulasi, menguatkan pembuluh darah, menurunkan kadar kolesterol dalam darah, menambah jumlah sel darah putih dan bertanggung jawab dalam melawan infeksi. Menurut Nasution dan Tjiptadi (1985) di dalam daun teh juga terkandung protein dan asam-asam amino yaitu sebesar 16 dan 19 % bahan kering, asam organik, mineral serta vitamin diantaranya C, K, A, B, B2 serta asam-asam nikotinad da n asam-asam pantotenat. Kandungan vitamin B2 dalam teh kira-kira sepuluh kali lebih besar dibandingkan dengan yang terdapat pada sereal dan sayuran (Yudana, 1998). Sedangkan kandungan vitamin C (Ascobenzur) 2-4 mg dalam tiap-tiap gram bahan kering pada daun teh segar, yang akan hilang karena terurai dan berubah sifatnya (Adisewojo, 1982). Kandungan mineral dalam daun teh dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan Mineral Daun Teh Mineral Mikro
% BK
Mineral Mikro
% BK
Kalium (K)
1,76
Aluminium (Al)
0,069
Kalsium (Ca)
0,41
Tembaga (Cu)
0,002
Pospor (P)
0,32
Silika (Si)
0,024
Magnesium (Mg)
0,22
Seng (Zn)
0,003
Natrium (Na)
0,03
Mangan (Mn)
0,120
Sumber : Eden (1976)
Komoditas teh merupakan salah satu produk perkebunan yang masih bertahan sebagai sumber pendapatan devisa bagi negara. Produksi teh dari tahun ke tahun semakin meningkat, sehingga dilakukan pemanfaatan terhadap ampas teh. Data produksi teh di Indonesia disajikan pada Tabel 3. Menurut PT. Sosro (2003), produksi amaps teh dari produksi teh botol selama satu bulan adalah sebesar 150 ton. Produksi teh di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik (2002) yaitu :
Tabel 3. Produksi Teh di Indonesia Tahun
Produksi (ton)
1997
121.000
1998
132.700
1999
130.465
2000
127.902
2001
129.260
Sumber : Biro Pusat Statistik (2002)
Pengolahan teh menurut Nasution dan Tjiaptadi (1985) dibagi menjadi empat tahapan yaitu pelayuan, penggulungan, fermentasi dan pengeringan. Ampas teh untuk pakan ternak diperoleh setelah tahap pengeringan , teh diseduh dengan air, kemudian dikeringkan dan dihaluskan untuk dicampur dengan bahan makanan lain. Ampas teh tersebut harus nampak segar, dengan warna tembaga yang merata, tidak ”dull” (hitam kecoklatan), suram / coklat tua (Emden dan Deij, 1968). Pemanfaatan Ampas Teh sebagai Pakan Ternak Penggunaan ampas teh untuk ransum ruminansia belum banyak dilakukan peternak, tetapi untuk ransum unggas telah dilakukan penelitian oleh Ginting (1993). Yang melaporkan bahwa ampas teh digunakan dalam ransum ayam broiler sampai taraf 5 persen tidak berbeda nyata terhadap pertambaha n bobot badan. Terbatasnya penggunaan ampas teh dalam ransum unggas ini disebabkan kandungan serat kasar yang tinggi dan faktor penghambat pertumbuhan seperti senyawa alkaloid seperti, kafein, teobromin, theofilin serta zat penyamak yaitu tanin. Belitz dan Grosh (1986) mengemukakan bahwa daun teh mengandung kafein sebanyak 2,5–5,5 persen bahan kering teh, theobromin 0,07–0,17 persen dan theofilin berkisar 0,002–0,013 persen. Akan tetapi di dalam ampas teh masih terdapat faktor pembatas yang dapat mengurangi pemanfaatan ampas teh sebagai pakan ternak. Menurut Kuntadi (1992) ampas teh mengandung lignin sebesar 29,01% bahan kering. Sedangkan menurut Arora (1989) bahwa kandungan lignin yang tinggi dalam ransum akan menghambat proses pencernaan, karena lignin da pat membentuk ikatan hidrogen yang membatasi aktivitas enzim selulase sehingga menurunkan
kecernaan bahan kering ransum. Selain itu didalam ampas teh juga terdapat kandungan anti nutrisi tanin. Kandungan tanin pada ampas teh sebesar 1,35 % (Istirahayu, 1993). Chang dan Fuller (1964) dalam Istirahayu (1993) mengatakan bahwa tingkat 0,1 % asam tanin dalam makanan tidak bersifat sebagai racun. Pada tingkat 0,5–2 % dapat menurunkan pertumbuhan berhubungan dengan tingkat konsumsi. Menurut Soebarinoto (1986) tanin merupakan senyawa poliphenol yang mempunyai kemampuan mengikat protein sehingga menghalangi kerja enzim protease. Tanin dalam jumlah kecil dipandang menguntungkan ruminansia karena dapat mencegah degradasi protein yang berlebihan oleh mikroorganisme rumen sehingga protein asal rumen lebih banyak tersedia untuk proses pencernaan enzimatik pasca rumen. Kandungan tanin yang tinggi dalam ransum akan mengganggu metabolisme protein dan karbohidrat sehingga dapat menurunkan penampilan ternak. Ampas teh untuk pakan ternak diperoleh setelah dari tahap pengeringan, penggilingan untuk dicampur dengan bahan makanan lain. Ampas teh harus tampak segar dengan warna tembaga yang merata, tidak hitam kecoklatan, suram atau coklat tua (Kuntadi, 1992). Kandungan zat-zat makanan pada ampas teh berdasarkan hasil laoratorium, dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kandungan Nutrisi Ampas Teh Kandungan Nutrien Bahan kering Abu
% Bahan Kering 43,87 4,76
Protein Kasar
27,42
Serat Kasar
20,39
Lemak
3,26
BETN
44,20
Ca
1,14
P
0,25
Tanin
1,35
Gross Energi (kkal/kg) Sumber : Istirahayu (1993)
4994,00
Tabel 4 terlihat bahwa kandungan protein dari ampas teh cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai sumber serat kasar dan sumber protein untuk ternak ruminansia maupun unggas. Penggunaan ampas teh untuk ternak ruminansia belum banyak dilakukan peternak, tetapi untuk pakan ruminansia cukup banyak. Sutardjo (1996) melaporkan penggunaan ampas teh sampai taraf 45% masih menghasilkan performan yang cukup baik pada domba. Bungkil Kedelai Bungkil kedelai merupakan limbah dari pembuatan minyak kedelai yang banyak dimanfaatkan untuk ternak. Bungkil kedelai mengandung protein kasar sebesar 44,0% dan energi metabolis 2230 kkal/kg (Tangendjaja, 1987). Bungkil kedelai merupakan suplemen protein yang biasa digunakan dalam ransum domba, karena mempunyai palatabilitas yang tinggi, daya cerna yang tinggi dan asam amino yang seimbang (Cheeke et al., 1982). Keuntungan bungkil kedelai sebagai penyusun ransum antara lain adalah dapat meningkatkan kualitas protein yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan protein. Bungkil kedelai mempunyai kandungan protein yang tinggi dan berkualitas baik, tetapi rendah akan kandungan kalsium dan phospor serta tidak mengandung vitamin A dan D (Parakkasi, 1983). Kandungan nutrisi bungkil kedelai menurut NRC (1994), yaitu portein kasar = 44%, lemak = 0,8%, serat kasar = 7%, Ca = 0,29%, P = 0,275% dan energi metabolis = 2230 kkal/kg. Selain kandungan nutrisi yang telah disebutkan diatas, bungkil kedelai juga mengandung asam amino yang sangat penting untuk domba. Susunan asam amino dari bungkil kedelai dan tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 5. Tepung Ikan Tepung
Ikan
adalah
suatu
produk
padat
yang
dihasilkan
dengan
mengeluarkan sebagian besar air, sebagian atau seluruh lemak dari bahan yang berupa daging dan ikan atau bagian ikan yang biasanya dibuang (kepala ikan, isi perut ikan dan lain-lain). Tepung ikan merupakan salah satu hasil pengawetan ikan dalam bentuk kering (Ilyas, 1982). Indrajaja (1988), menjelaskan bahwa tepung ikan yang akan digunakan sebagai sumber protein pakan harus memenuhi kualitas yang dipersyaratkan baik secara organoleptik, fisik, kimiawi dan bakteriologis maupun metode pengolahannya.
Secara umum tepung ikan berkualitas baik mengandung prote in kasar antara 60% hingga 70% dan kaya akan asam amino esensial terutama lisin dan metionin yang selalu kurang dalam bahan makanan ternak asal nabati (Rasyaf, 1990). Anggorodi (1995), mengemukakan bahwa protein adalah bahan makanan yang paling mahal harganya dalam ransum sehingga harus digunakan seefisien mungkin. Harga tepung ikan yang tinggi merupakan pembatas penggunaannya dalam ransum untuk hewan monogastrik (unggas). Kandungan nutrisi tepung ikan yaitu bahan kering = 92%, protein kasar = 61%, lemak = 10%, serat kasar = 0,5%, Ca = 1,23%, P = 1,63%, GE = 4094 kkal/kg (NRC, 1994). Tepung ikan ini juga memiliki kelarutan total yang mencerminkan kecernaan dari bahan tersebut. Bahan pakan yang kelarutannya tinggi (mudah larut) artinya memiliki kecernaan yang tinggi pula. Kelarutan total bahan pakan sumber nabati lebih tinggi daripada bahan pakan sumber hewani (Qomariyah, 2004). Selain kandungan nutrisi yang telah disebutkan di atas tepung ikan ini juga mengandung asam amino yang lengkap. Susunan asam amino dari tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Asam Amino Bungkil Kedelai dan Tepung Ikan Asam amino
Bungkil kedelai
Tepung ikan
Arginin
3,14
3,68
Glysin
1,90
4,46
Serin
2,29
2,37
Histidin
1,17
1,42
Isoleusin
1,96
2,28
Leusin
3,39
4,16
Lysin
2,69
4,51
Methionin
0,62
1,63
Cystin
0,66
0,57
Phenylalanin
2,16
2,21
Tyrosin
1,91
1,80
Threonin
1,72
2,46
Tryptophan
0,74
0,49
Valin
2,07
2,77
Keterangan : NRC (1994)
Konsumsi Bahan Kering Ransum Konsumsi (voluntary feed intake) adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh hewan bila diberikan secara ad libitum (Parakkasi, 1986). Menurut Maynard dan Loosly (1979), tujuan ternak mengkonsumsi adalah untuk dapat hidup, bertumbuh maupun produksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi adalah pa latabilitas yang tergantung pada beberapa hal yaitu penampilan dan bentuk makanan, bau, rasa, tekstur dan temperatur lingkungan (Church, 1977), sedangkan menurut Parakkasi (1999) tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh faktor-faktor : (a) hewannya sendiri, (b) makanan yang diberikan, dan (c) lingkungan tempat hewan tersebut dipelihara. Oleh karena itulah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak merupakan indikator produktivitas hewan tersebut (Arora, 1989). Menurut Cole dan Ronning (1970) tingkat konsumsi sangat dipengaruhi oleh koefisien cerna, kualitas atau komposisi kimia makanan, fermentasi dalam rumen dan pergerakan makanan dalam saluran pencernaan serta status fisiologi hewan. Daya cerna makan diikuti kecepatan aliran makanan yang tinggi dalam saluran pencernaan dapat meningkatkan konsumsi (Tillman dkk., 1989). Peningkatan konsumsi pakan biasanya menaikkan kecepatan aliran pakan. Hal ini berhubungan dengan ukuran partikel pakan, yaitu bahwa ukuran partikel pakan yang kecil menaikkan konsumsi pakan dari pada ukuran partikel yang besar. Konsumsi pakan juga bertambah jika diberikan pakan yang nilai kecernaannnya lebih tinggi dari pada pakan yang kecernaanya rendah (Arora, 1989). Pertambahan Bobot Badan Pertumbuhan pada domba bukanlah sekedar pertamba han beratnya saja, namun berhubungan erat dengan perbandingan antara tinggi dan panjang badannya. Agar ternak dapat tumbuh dengan baik dan memberi hasil yang optimal, maka ia harus dapat makanan yang bergizi dalam jumlah yang cukup. Jumlah pakan yang diber ikan pada ternak dalam sehari harus lebih banyak dari yang dibutuhkan untuk hidup pokok, agar tidak mengalami kesulitan produksi (Sucipto, 2001). Penggilingan biasanya memberikan peningkatan yang relatif besar dalam performan hewan ternak untuk hijauan be rkualitas rendah, karena partikel serat menjadi kecil (Church and Pond, 1989). Menurut Juarini et al. (1995) mengatakan
bahwa makin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak, akan diikuti dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi. Pertumbuhan dinyatakan dengan pengukuran kenaikan berat badan yang dengan mudah dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang (Tillman dkk.,1998). Menurut NRC (1985) pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsumsi total protein yang diperoleh se tiap hari, jenis ternak, umur, keadaan genetik, lingkungan, kondisi fisiologis ternak dan tata laksana. Mathius (1989) melaporkan bahwa tingkat kenaikan bobot badan harian domba dan kambing di pedesaan berkisar antara 20-40 g/ekor. Konversi Ransum Konversi ransum adalah perbandingan antara jumlah ransum yang di konsumsi dengan pertambahan bobot badan dalam jangka waktu yang telah ditentukan (North, 1984). Menurut Rasyaf (1990) konversi ransum sangat baik digunakan sebagai pegangan efisiensi produksi karena erat kaitannya dengan biaya produksi. Keefisienan ransum dapat dilihat dari nilai konversi pakan, semakin rendah nilai konversi pakan maka efisiensi penggunaan pakan semakin tinggi. Konversi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu temperatur lingkungan, potensi genetik, nutrisi, kandungan energi dan penyakit (Nesheim et al., 1979). Sedangkan menurut North (1984) konversi ransum dipengaruhi antara lain oleh jumlah ransum yang dikonsumsi, bobot badan, gerak badan, musim, dan temperatur kandang. Menurut Budisatria (1996) semakin tinggi angka konversi pakan, semakin efisien memanfaatkan pakan.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dikandang Ilmu Produksi Ternak, Ruminansia Kecil, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan yaitu bulan November 2003 sampai dengan Januari 2004. Materi Penelitian Ternak Ternak yang digunakan dalam penelitian ini terdiri 20 ekor domba, yang didapat dari peternakan rakyat didaerah Sukabumi, sehingga asal usul genetiknya tidak diketahui dengan jelas. Rataan bobot badan domba pada awal penelitian adalah 20,87 ± 1,8 Kg. Kandang dan Peralatan Ternak ditempatkan dikandang individu dengan ukuran 1,25 x 1 x 0,75 m3. Setiap kandang dilengkapi tempat makan dan minum. Kandang individual terletak disuatu bangunan dengan luas 80 m2 yang beratap asbes. Tiap kandang individual dilengkapi dengan tempat makan yang menempel dan tempat minum berupa ember. Peralatan lain yang digunakan adalah timbangan, kertas label dan jarum suntik. Obat-obatan Penanggulangan cekaman stres akibat pengangkutan, maka diberikan Biosalamin selama 3 hari pertama di kandang yang diberikan dalam air minum. Sedangkan Piperazin diberikan pada domba yang terkena cacingan dengan cara disuntikan. Ransum Ransum yang diberikan selama penelitian adalah ransum bentuk pelet yang disusun secara isoprotein dengan ampas teh sebagai bahan makanan perlakuan. Sedangkan bahan makanan yang digunakan dalam penyusunan ransum adalah ampas teh, bungkil kedelai, tepung ikan, pollard, minyak, molases dan premix. Ampas teh yang dipergunakan didapatkan dari PT. Sosro, Bekasi. Rumput lapang diperoleh dari lapangan kandang peternakan, sedangkan bahan makanan lainnya diperoleh dari Indofeed.
Pemberian makan dan minum dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari yang diberikan secara ad libitum, seperti pada Tabel 6. Tabel 6. Komposisi Bahan Pakan dalam Ransum Perlakuan (%) Bahan baku
R1
R2
R3
R4
R5
Ampas teh (%)
70
70
70
70
70
Bungkil Kedelai (%)
10
7,5
5
2,5
0
Tepung Ikan (%)
0
2,5
5
7,5
10
Pollard (%)
10
10
10
10
10
Molases (%)
4
4
4
4
4
Minyak (%)
5
5
5
5
5
Premix (%)
1
1
1
1
1
100
100
100
100
100
Jumlah
Keterangan : Premix yang digunakan mengandung vitamin A, B1, B2, B6, B12, C, D, E, K, Ca- d-Pantothenate, niacin, choline, I, Zn, Co, Mg, copper, Iron, santoquin (antioksidan), Zn bacitracin.
Sedangkan kandungan zat makanan ransum perlakuan berdasarkan hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Komposisi Zat Makanan Penelitian Berdasarkan Perhitungan Zat Makanan
R1
R2
R3
R4
R5
Bahan Kering (%)
51,61
51,68
51,75
51,83
51,91
Protein Kasar (%)
25,08
25,80
26,23
26,66
27,09
Serat Kasar (%)
15,87
15,72
15,58
15,43
15,29
Kalsium(%)
0,52
1,06
0,87
0,86
0,72
Phospor(%)
0,30
0,91
0,65
0,60
0,46
Peng ukuran Pertambahan Bobot Badan Pengukuran pertambahan bobot badan dilakukan sekali sekitar jam 6-7 pagi dengan tujuan mencegah terjadinya stres pada domba. Penimbangan dilakukan sebelum domba diberi makan. Setiap ekor domba diukur bobot badannya menggunakan timbangan elektrik merk Presica. Pengukuran dilakukan dengan cara menggendong domba diatas timbangan dan sebelumnya timbangan disetarakan ke nol. Penanganan domba dilakukan oleh orang sama dan tidak menggunakan sarung tangan untuk mengurangi stres pada domba.
Pengukuran konsumsi Pakan Pakan diberikan sebanyak 3% dari bobot badan dan terus meningkat 10% hari berikutnya sampai maksimal. Pemberian pakan hari ini dikurangi sisa pakan berikutnya merupakan data dari konsumsi. Apabila terdapat pakan yang basah maka pakan tersebut dijemur terlebih dahulu sebelum dihitung sebagai sisa. Setelah didapat data konsumsi pakan, konversi pakan didapat dengan cara membagi antara konsumsi dengan pertambahan bobot badan. Metode Pembuatan Ransum Ampas teh yang masih dalam keadaan basah dijemur di bawah sinar matahari sampai kering, kemudian digiling menjadi tepung dan dicampur dengan bahan makanan lain yang juga dalam bentuk tepung sampai homogen lalu dimasukkan kedalam mesin pelet. Pelet yang dihasilkan diangin-anginkan te rlebih dahulu, lalu dimasukkan kedalam karung dan disimpan. Pelaksanaan Penelitian Satu minggu sebelum domba ditempatkan, kandang dan seluruh peralatan dibersihkan terlebih dahulu dengan masa penyesuaian selama dua minggu. Tujuan dari masa penyesuaian ini adalah untuk mencegah adanya pengaruh dari makanan awal (bukan ransum perlakuan) yang diberikan sebelum penelitian dan agar domba tidak stres akibat ransum perlakuan pada saat pemeliharaan dimulai. Pada awal penelitian domba ditimbang untuk mendapatkan bobot badan awal, kemudian dilakukan pengacakan terhadap perlakuan yang akan diberikan. Ransum perlakuan terdiri dari lima taraf ampas teh yang sama dengan bungkil kedelai dan tepung ikan yang berbeda, dengan susunan ransum sebagai berikut : R1 : 10% Bungkil Kedelai + 0% Tepung Ikan + 70% Konsentrat R2 : 7,5% Bungkil Kedalai + 2,5% Tepung Ikan + 70% Konsentrat R3 : 5% Bungkil Kedelai + 5% Tepung Ikan + 70% Konsentrat R4 : 2,5% Bungkil Kedelai + 7,5% Tepung Ikan + 70% Konsentrat
R5 : 0% Bungkil Kedelai + 10% tepung Ikan + 70% Konsentrat Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Konsumsi bahan kering (g/ekor/hari) KBK = (Ransum yang diberikan – Sisa ransum) x % BK 2. Pertambahan bobot badan (g/ekor/hari) PBB = Bobot akhir – Bobot awal Ó Hari 3. Konversi Ransum Konversi pakan dihitung berdasarkan perbandingan konsumsi pakan dengan pertambahan bobot badan. 4. Nilai ekonomis (Income Over Feed Cost) IOFC = Pendapatan – Pengeluaran Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Model matematikanya adalah sebagai berikut : Yij = µ + ó i + åij Yij
: Hasil pengamatan perlakuan ke -I dan ulangan ke-j
µ
: Nilai rata an umum hasil pengamatan
ó i:
: pengaruh perlakuan ke -i
åij
: Pengaruh galat ke-i dan ulangan ke-j
i
: Perlakuan yang diberikan (1,2,3,4,5)
j
: Ulangan dari masing-masing perlakuan (1,2,3,4) Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan jika terda pat
perbedaan nyata dilakukan uji wilayah berganda Duncan (Steel and Torrie, 1995).
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Ransum Penelitian Kandungan zat makanan ransum penelitian berdasarkan hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Kandungan Zat Makanan Ransum Penelitian berdasarkan Hasil Analisis Proksimat Ransum Penelitian
Zat Makanan R1
R2
R3
R4
R5
Bahan Kering (%)1
86,73
86,47
86,07
87,06
86,03
Protein Kasar (%)1
21,59
22,46
22,76
22,80
22,89
Serat Kasar (%)1
23,12
27,17
21,15
27,77
20,27
2,56
2,38
2,40
2,64
2,87
34,10
28,80
33,87
27,41
33,38
4501
4050
4661
3970
3896
TDN
58,42
53,48
59,85
52,71
59,99
Abu (%)1
5,36
5,66
5,89
6,44
6,62
Kalsium(%)2
0,52
1,06
0,87
0,86
0,72
Phospor(%)2
0,30
0,91
0,65
0,60
0,46
1
Lemak kasar (%) Beta-N
1
Energi Bruto (kkal/kg) 1 *
Keterangan : 1) Hasil Analisis Proksimat Laboratorium PAU (2005) 2) Hasil Perhitungan berdasarkan NRC (1985) * Perhitungan pendugaan %TDN berdasarkan Toha Sutardi (1980) %TDN = 17,950 – 1,285 (SK)+ 1,009 (Beta-N)+2,371 (Pr)+0,017 (SK) 2 – 1,023 (L) 2+0,012 (SK) (BETA-N) – 0,096 (L) (BETA-N) – 0,550 (L) (Pr)+0,051 (L)2(Pr)
Dari hasil analisis proksimat pada Tabel 8 terlihat adanya perbedaan komposisi berdasarkan hasil perhitungan (Tabel 7). Perbedaan ini dapat dimengerti, kemungkinan oleh adanya perbedaan variasi kandungan zat makanan dalam bahan makanan yang digunakan dan pengambilan sampel ransum. Komposisi zat-zat makanan bervariasi disebabkan oleh perbedaan varietas, sumber bahan makanan, kualitas bahan makanan, waktu panen, pengolahan dan penanganan paska panen. Kandungan protein ransum R1, R2, R3, R4 dan R5 masing-masing adalah 21,59; 22,46; 22,76; 22,80; 22,89 %. Menurut NRC (1985) kebutuhan untuk domba lepas sapih dengan bobot badan 20 kilogram adalah 16,9%. Berdasarkan data tersebut maka kandungan protein ransum penelitian ini jauh melebihi dari standar minimum untuk kebutuhan pertumbuhan domba. Pembuatan ransum dengan
kandungan protein yang tinggi disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang beriklim tropis dan kandang tertutup yang mempunyai kisaran suhu 24-39 0 C , khususnya protein pada domba sehingga kandungan protein dibuat melebihi rekomendasi NRC (1985). Selain itu juga kualitas bahan makanan yang masih rendah yang menyebabkan protein pada penelitian ini disusun lebih tinggi daripada rekomendasi (1985) agar tidak kekurangan nutrisi. Menurut Yousef (1985) daerah optimal/ thermoneutral zone untuk domba masa pertumbuhan adalah sekitar 29-30 0C. Kandungan serat kasar pa da ransum penelitian untuk ransum R1, R2, R3, R4 dan R5 berturut-turut adalah 23,12; 27,17; 21,15; 27,77; 20,27 %. Menurut NRC (1985) kebutuhan serat kasar untuk domba lepas sapih adalah 15%. Berdasarkan pernyataan tersebut maka kandungan serat kasar dalam ransum penelitian ini memenuhi standar kebutuhan untuk pertumbuhan domba lepas sapih. Semakin tinggi kandungan ampas teh dalam ransum, semakin tinggi kandungan serat kasar ransum. Kebutuhan lemak dalam ransum ruminansia dipengaruhi oleh umur dan pola pemeliharaannya. Kandungan lemak dalam ransum penelitian ini 2,38-2,87 %. Menurut Parakkasi (1998) kandungan lemak untuk ransum ruminnsia tidak lebih dari 3%, pemberian lemak 3% lemak hewani dalam ransum menurunkan produksi asetat dan butirat. Berdasarkan pernyataan tersebut maka kandungan lemak kasar dalam ransum penelitian ini berada dalam taraf sangat optimal. Pemberian lemak yang berlebih pada ransum akan menyebabkan turunnya tingkat konsumsi dan menurunkan kecernaan dalam rumen. Kebutuhan energi (TDN) untuk domba lepas sapih dengan bobot badan 10 kg menurut NRC (1985) adalah 78-80%. Kandungan TDN untuk ransum R1, R2, R3, R4 dan R5 berturut-turut adalah 58,42; 53,48; 59,85; 52,71 dan 59,99 %. Dari kandungan tersebut ransum yang digunakan dalam penelitian ini berada dalam kisaran lebih rendah dari yang direkomendasikan oleh NRC, namun masih menghasilkan performan yang baik pada ternak domba. Kandungan kalsium dalam penelitian ini berkisar antara 0,5-1,06 %, sedangkan kandungan phosphor berkisar 0,3-1,0 %. Menurut NRC (1985) kebutuhan kalsium dan phosphor yang baik untuk domba masa pertumbuhan adalah 0,54 dan 0,24 % dari total bahan kering ransum. Meskipun kandungan kalsium dan phosphor dalam ransum penelitian menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari standar kebutuhan,
hal ini tidak terlalu berpengaruh banyak pada pertumbuhan domba. Ruminansia mampu mentoleransi perbandingan antara kalsium dan phosphor sampai dengan 7: 1 (Gillespie, 1992). Konsumsi Bahan Kering Ransum Konsumsi diperhitungkan sebagai sumber makanan yang dimakan oleh ternak, dimana zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan hewan tersebut (Tilman et al., 1989). Tabel 9. Rataan Konsumsi Bahan Kering (BK) Ransum per ekor per hari selama penelitian Perlakuan
Konsumsi BK Ransum (g/ekor/hari)
R1
978,42±16,52
R2
999,84±25,00
R3
1013,21±10,39
R4
1013,07±15,84
R5
1010,25±18,47
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa subtitusi bungkil kedelai dengan tepung ikan dalam ransum yang mengandung ampas teh tidak mempengaruhi tingkat konsumsi bahan kering. Artinya bahwa penggunaan ampas teh sampai taraf 70% dalam ransum dengan subtitusi tepung ikan dengan bungkil kedelai menunjukkan tingkat palatabilitas yang sama. Faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi ransum pada ternak domba diantaranya adalah palatabilitas sama dan kualitas ransum dengan komposisi bahan makanan yang cukup disukai oleh ternak. Ampas teh cukup disukai domba karena ampas teh memiliki aroma yang harum, dimana aroma harum tersebut diduga berpengaruh terhadap pola konsumsi bahan kering pada domba. Menurut Adisewojo (1982), didalam ampas teh yang telah difermentasi mengandung minyak atsiri yang menimbulkan aroma harum pada teh. Pada Tabel 9 terlihat bahwa rataan konsumsi bahan kering ransum perlakuan masing-masing adalah: R1 =978,42±16,52 ; R2 =999,84±25,00; R3 =1013,21±10,39; R4 =1013,07±15,84; R5 =1010,25±18,47. Berdasarkan data konsumsi bahan kering dan rataan bobot badan domba dapat diketahui bahwa konsumsi bahan kering dalam
ransum selama penelitian sekitar 4,83- 5,30 % dari bobot badan. Menurut NRC (1985), konsumsi bahan kering pada penelitian ini sudah sesuai dengan rekomendasi yaitu hidup pokok 4 – 5% dari bobot badan. 1013.211013.07
1020 1010 999.84 Konsumsi 1000 Bahan 990 978.42 kering (g/ekor/hari)980 970 960 R1 R2 R3
R4
1010.25
R5
Ransum Perlakuan Gambar 1. Rataan Konsumsi Bahan Kering (g/ekor/hari) Konsumsi bahan kering ransum per gram per ekor per hari pada setiap perlakuan selama penelitian dapat terlihat pada Gambar 1. Konsumsi bahan kering perlakuan R3 terlihat (Gambar 1) lebih tinggi dibandingkan dengan ransum perlakuan yang lain. Tingginya Konsumsi bahan kering ini diduga karena ransum perlakuan R3 palatabel, sehingga ransum ini dapat diterima oleh ternak dan menyebabkan ternak mengkonsumsinya dalam jumlah banyak. Selain itu tingginya ransum R3 diduga karena perbandingan bungkil kedelai dan tepung ikan sama menyebabkan keseimbangan zat-zat gizi yang paling sesuai untuk domba pada masa pertumbuhan. Sesuai dengan pernyataan Sutardi (1980), bahwa ternak akan mencapai tingkat penampilan produksi yang tertinggi sesuai dengan potensi genetiknya bila memperoleh zat-zat makanan yang dibutuhkan, zat makanan ini diperoleh dengan mengkonsumsi sejumlah ransum. Konsumsi ditentukan oleh berat/besar badan, jenis makanan, umur, kandungan energi ransum, stres dan jenis kelamin. Konsumsi bahan kering ransum penelitian ini lebih tinggi dari konsumsi bahan kering ransum penelitian Audy (2005) yaitu 846,54 ± 93,51 gram/ekor/hari dengan tingginya tepung ikan 9,5% dan bungkil kedelai 20% dengan pemberian ampas teh 75 % memberikan pengaruh yang positif terhadap ternak. Pemberian pakan dalam bentuk pelet juga dapat meningkatkan konsumsi bahan kering ransum (Brown et al., 1990).
Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengukur laju pertumbuhan ternak. Menurut Tillman et al. (1991) bahwa pertambahan bobot badan diperoleh melalui pengukuran kenaikan bobot badan dengan melakukan penimbangan berulang-ulang dalam waktu tiap hari, tiap minggu atau tiap bulan. Rataan pertambahan bobot badan domba selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rataan pertambahan bobot badan per ekor perhari selama penelitian Perlakuan
Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/hari)
R1
81,35±27,01
R2
87,30±29,67
R3
99,21±27,87
R4
117,06±11,90
R5
97,22±20,87
Hasil sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan ransum tidak nyata pengaruhnya terhadap pertambahan bobot badan domba (P>0,05) terhadap pertambahan bobot badan selama panelitian. 117,06 99,21
120 100
Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/hari)
81,35
97,22
87,3
80 60 40 20 0 R1
R2
R3
R4
R5
Perlakuan
Gambar 2. Rataan Pertambahan Bobot Badan Domba (g/ekor/hari) Rataan pertambahan bobot badan domba selama penelitian berturut-turut adalah R1 =81,35±27,01; R2 =87,30±29,67; R3 =99,21±27,87; R4 = 117,06±11,90; R5 =97,22±20,87. Pada penggunaan 2,5% bungkil kedelai dengan 7,5% tepung ikan dalam ransum 70% ampas teh memperlihatkan pertambahan bobot bada n cenderung yang tidak nyata (p >0,05) dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan ampas teh sampai taraf 70% dalam ransum yang
disertai subtitusi bungkil kedelai dan tepung ikan tidak memperlihatkan pengaruh negatif terha dap domba dan memiliki kecepatan pertumbuhan yang lebih baik karena konsumsi bahan kering yang tinggi. Tinggi rendahnya pertambahan bobot badan pada domba cenderung sesuai dengan tinggi rendahnya konsumsi ransum. Penelitian yang terdahulu yang menggunakan beberapa tingkat ampas teh dengan ransum komplit menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pertambahan bobot badan pada penelitian tersebut adalah 133,43±8,67 gram/ekor/hari (Audy, 2005). Ini sesuai dengan Templeton (1968), bahwa kualitas protein ransum yang cukup tinggi dapat dimetabolisme dengan baik, sehingga menghasilkan pertambahan bobot badan yang meningkat. Konversi Ransum Konversi ransum merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan dalam periode waktu tertentu. Semakin kecil angka konversi ransum mencerminkan efisiensi penggunaan ransum yang semakin baik. Rataan konversi ransum selama penelitian dapat dilihat Tabel 11. Tabel 11. Rataan Konversi Ransum per Ekor per Hari selama Penelitian Perlakuan
Konversi Ransum
R1
12,97±3,91
R2
12,89±5,74
R3
10,85±3,05
R4
8,71±0,87
R5
10,74±2,19
Konversi ransum sangat penting artinya untuk mengetahui efisiensi penggunaan ransum tersebut, semakin rendah nilai konversi ransum tersebut berarti efisiensi penggunaan ransum semakin tinggi. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan ampas teh dalam ransum perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap konversi ransum. Rataan konversi ransum pada semua perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
14 12 10 Konversi 8 Ransum 6 4 2 0
12.97 12.885 10.853
10.743 8.718
R1
R2 R3 R4 Ransum Perlakuan
R5
Gambar 3. Rataan Konversi Ransum Domba Rataan konversi ransum domba selama penelitian berturut-turut R1, R2, R3, R4, dan R5 masing-masing adalah 12,97±3,91; 12,89±5,74; 10,85±3,05; 8,71±0,87; 10,74±2,19. Nilai konversi ransum pada masing-masing menunjukkan perbedaan yang tidak nyata, namun konversi ransum pada perlakuan R4 lebih rendah dibandingkan dengan konversi ransum pada perlakuan lain, artinya bahwa subtitusi 2,5 % bungkil kedelai dan 7,5 % tepung ikan dalam ransum 70 % ampas teh masih dapat diterima oleh ternak sehingga dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi, sehingga semakin sedikit ransum yang diperlukan untuk meningkatkan pertambahan bobot badan, maka semakin rendah angka konversi dari ransum perlakuan tersebut berarti efisiensi penggunaan ransum semakin tinggi sehingga diperoleh gambaran bahwa ransum tidak menyebabkan pengaruh negatif terhadap produksi ternak, karena domba yang diberi ransum perlakuan masih memperlihatkan kemampuan yang baik dalam mengkonversi ransum ke dalam pe rtambahan bobot badan. Penggunaan ransum pada penelitian ini berkisar antara 8,71-12,97, angka konversi ini masih kurang efisien. Menurut standar NRC (1985) angka konversi yang baik untuk pertumbuhan domba adalah 4. Konversi ransum khususnya ternak rumina nsia kecil dipengaruhi oleh kualitas ransum, nilai kecernaan dan efisiensi pemanfaatan zat gizi dalam proses metabolisme di dalam jaringan tubuh ternak. Makin baik kualitas ransum yang dikonsumsi ternak, akan diikuti oleh pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dan makin efisien penggunaan ransumnya (Pond et al., 1995).
Aspek Nilai Ekonomi (Income Over Feed Cost) Suatu ransum ternak, biaya merupakan faktor yang harus diperhatikan. Dengan biaya minimal diharapkan dapat memberikan keuntungan yang cukup besar selam pemeliharaan. Pendapatan kasar dari suatu peternakan domba dapat diperkirakan dari hasil penjualan per kg bobot hidup dikurangi harga pakan (Income Over Feed Cost). Adapun keuntungan yang didapat selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 12. Ta bel 12. Perhitungan Income Over Feed Cost (IOFC) Keterangan
Perlakuan R1
R2
R3
R4
R5
Pengeluaran Harga
domba
lepas sapih (Rp
260.937,5
260.937,5
260.937,5
260.937,5
260.937,5
2.500
2.800
3.000
3.100
3.300
Rataan konsumsi
1,08017 ±
1,10017 ±
1,10672 ±
1,10560 ±
1,09703 ±
ransom (kg/ekor)
18,24
27,51
11,35
17,28
20,06
Biaya pakan
2.700
3.080
3.320
3.427
3.620
263.637,93
264.017,55
264.257,67
264.364,87
264.557,69
26,63
26,00
27,50
28,15
25,50
12.500/kg BH x 20,87 kg/ekor Harga
ransum
(kg/ekor)
Total Pengeluaran (a) Pendapatan Rataan
bobot
badan
akhir
(kg/ekor) Harga bobot hidup 15.000
15.000
15.000
15.000
15.000
399.450
390.000
412.500
422.250
382.500
Total pendapatan 399.450
390.000
412.500
422.250
382.500
125.982,45
148.242,33
157.885,13
117.942,31
(Rp/kg) Nilai bobot hidup (Rp/ekor)
(b) Keuntungan (Rp/ekor) (b-a)
135.812,07
Dari Tabel 12. dapat dilihat bahwa biaya pakan tertinggi yang dikeluarkan selama penelitian adalah pada perlakuan R5, terendah pada R1. Tingginya biaya pakan pada R5 disebabkan karena pada R5 digunakan tepung ikan dalam jumlah lebih banyak dibandingkan perlakuan lain. Pada R1 penggunaan tepung ikan 0% dan bungkil kedelai 10% menyebabkan harganya lebih murah. Tepung ikan merupakan salah satu jenis makanan sumber protein yang relatif mahal. Pemanfaatan ampas teh sebagai sumber protein alternatif yang disertai dengan penambahan sumber protein nabati dapat mengurangi penggunaan tepung ikan dalam ransum domba. Keuntungan yang tertinggi terdapat pada ransum perlakuan R4 bila dibandingkan dengan ransum perlakuan lain. Hal ini disebabkan rataan bobot badan akhir yang dicapai pada R4 lebih besar daripada perlakuan lain. Pada penelitian ini keuntungan yang diperoleh berkisar antara Rp 117.942,31 – Rp 157.885,13 per ekor. Pemberian ampas teh dalam ransum untuk pelet akan menambah keuntungan yang didapat selama penelitian. Wahyu (1985), mengemukakan bahwa pertumbuhan yang baik belum tentu menjamin keuntungan maksimum, tetapi pertumbuhan yang baik dan diikuti dengan konversi ransum yang baik serta biaya ransum minimum akan mendapatkan keuntungan yang maksimum.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semua ransum perlakuan menunjukkan substitusi yang baik untuk ternak domba pada masa pertumbuhan. Perlakuan menggunakan 7,5% tepung ikan dengan 2,5% bungkil kedelai dalam ransum yang mengandung 70% ampas teh menunjukkan cenderung hasil yang baik, hal ini dapat diketahui dari konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum da n Income Over Feed Cost yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lain. Saran Semua ransum perlakuan dapat digunakan oleh peternak untuk ternak domba pada masa pertumbuhan, namun untuk memperoleh hasil yang baik dapat digunakan ransum dengan substitusi 7,5% tepung ikan dan 2,5% bungkil kedelai, karena cenderung memiliki nilai konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan Income Over Feed Cost yang lebih baik.
UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini Shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat beliau. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. H. Rachjan G. Pratas, M.Sc sebagai Dosen Pembimbing Utama dan Ir. Abdul Djamil Hasjmy, MS sebagai Dosen Pembimbing Anggota atas segala bimbingan selama penelitian hingga akhir penulisan skripsi, kepada Ir. M. Agus Setiana, MS sebagai Dosen Pembimbing Akademik. Kepada Koordinator Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil, yang telah menyediakan tempat untuk penelitian. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Mas Budi, Mas Udin dan kawan-kawan yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Tak lupa juga kepa da Mba Nata dan Mas Ronald, Tyas, Mas Yono ”Rental” dalam penulisan skripsi ini. Rasa hormat yang sedalam-dalamnya dan ucapan yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Ayahanda Djoko Djatin, Ibunda Iryanti Ningsih dan Nenekku tercinta yang telah membesar kan, mendidik, memberikan doa, kasih sayang, dukungan moril dan materiil dengan tulus, tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada adinda Irania Ramadhani, Agi Anugrah Septiano, Aa Ikin dan keluarga, Aa Maman dan keluarga, Mas Agus serta tetehku Emma atas semangat, doa, dorongan, perhatian dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada keluarga Jakarta, Bekasi, Tangerang serta keluarga besar Ibu dan Bapak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas doa, dukungan dan kasih sayang. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf Laboratorium dan staf Akademik serta staf Program studi Nutrisi dan Makanan Ternak atas bantuan selama penulis menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor. Akhir kata, kesempurnaan hanyalah milik Allah SW T, Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya dan menggunakannya. Bogor,
Oktober 2005 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Adisewojo, R.S. 1982. Bercocok tanam Teh. Sumur Bandung. Bandung Anggorodi, R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas, PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Arora, S. P. 1989. Pencernaan , Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Arifin, S.M., K. Bambang, A. Dharmadi, J. Santoso, S. Adimulyo, F.A. Suryatmo, A.D. Affandi, f. A. S. Sumantri, E.A.L. Heksana, D. Sumedi, A. Purnomo, Sudomo, Sulistriyo, T. Suhartika, Tepani dan Samudi. 1994. Petunjuk Teknis Pengolahan Teh. Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung. Bandung. Audy, J. 2005. Pemberian beberapa tingkat ampas teh (Camellia sinensis) pada ransum komplit terhadap performan domba lokal jantan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Belitz, H. D. And W. Grosch, 1986. Food Chemistry. Springer Verlag Berlin Hei. Biro Pusat Statistik. 2002. Estates Production by Crop in Indonesia. http : www. Bps. Go. Id/ sector/ agri/ kebun/ table 2. shtml. Copyright 1997-2002. (6 Mei 2004) Blakely, J. dan D.H. Bade., 1998. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Budisatria, I. G. S. 1996. Pengaruh cara pemberian daun lamtoro dalam bentuk segar dan dalam bentuk tepung terhadap penampilan domba. Buletin Peternakan. 20: 28-36. Chang, S. I. dan H. L. Fuller. 1964. Effect of tannin content of grain sorghum on their feeding value for growing chicks. Poultry Science. 43 : 30-36. Cheeke, P. R. , N. M. Patton and G. S. Templeton. 1982. Rabbit Production. 6t h Ed. The Interstate Printers and Publisher. Inc. Danviller. Illnois. Church, D. C., 1977. Livestock Feed and Feediy. O & B Book Inc. USA. Church, D. C., W. G. Pond. 1989. Basic Animal Nutrition and Feed 3rd Ed. John Wiley and Suns. New York. Cole, H. H. and M. Ronning, 1970. Animal Agriculture. W. H. Freeman and Co. San Fransisco. P : 512-513. Direktorat Jendral Peternakan, 2003. Buku Statistik Peternakan. Kerjasama Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian dan Asosiasi Obat Hewan. Indonesia (ASOHI), Jakarta. Eden, T. 1976. Tea. Longmarch, Green dan Co. London. New York. Emden, J. H. Van dan W. B. Deijs. 1968. Perkebunan Teh. Terjemahan. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Ginting, L. S. B. 1993. Pengaruh penggunaan ampas teh sosro dalam ransum terhadap performan ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Haryanto, B., M. Pelamonia dan M. Martawidjaja. 1992. Pengaruh suplementasi energi dan protein terhadap nilai kecernaan dan pemanfaatan pakan pada domba. I. Bahan kering, bahan organik, protein dan energi. Pros. Pengolahan dan Komunikasi Hasil-hasil Pe nelitian Ternak Ruminansia Kecil. Bogor. P44-48. Ilyas, S. 1982. Teknologi Pemanfaatan Lemuru Selat Bali. Balai Penelitian Teknologi Perikanan. Jakarta. Indradjadja, F. 1988. Permasalahan tepung ikan dalam usaha pakan di Indonesia. Proses Lokakarya Tepung Ikan. Jakarta. Istirahayu, D. N. 1993. Pengaruh penggunaan ampas teh dalam ransum terhadap persentase karkas, giblet, limpa dan lemak abdominal broiler. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kasim. 2002. Performan domba lokal yang diberi ransum komplit berbahan baku jerami padi dan onggok yang mendapat perlakuan cara rumen. Skripsi. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Khalil. 1984. Pengaruh perbedaan kandungan serat kasar ransum terhadap penampilan produksi kelinci persilangan jantan. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kuntadi, Y. A. 1992. Pemanfaatan ampas teh dari industri teh botol sebagai bahan baku pembuatan papan partikel. Karya Ilmiah. Fakultas Teknologi Pertanian.Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lubis, D. A. 1952. Ilmu Makanan Ternak. Yayasan Pembangunan Jakarta. Mason, I. L. 1980. Prolific Tropical Sheep. Food Agriculture Organization, Roma. Mathius, I. W. 1989. Jenis dan Nilai Gizi Hijauan Makanan Ternak Domba dan Kambing di Pedesaan Jawa Barat. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Maynard, L. A., J. K. Loosly, H. F. Hinzt and R. G. Warner. 1979. Animal Nutrition. 7th Ed. Lea and Febinger Philadelphia. Nasution, Z. dan W. Tjiptadi. 1985. Pengolahan Teh. Agroindustri Press. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 2nd Revised Edition. National Academy of Science. Washington D.C. National Research Council. 1985. Nutrient Requirements of Sheep 6t h Revised Edition. National Academy of Science. Washington D.C. Nesheim, M. O., R. E. Austic and L. E. Card. 1979. Poultry Production. 12thEd. Lea and Febinger, Philadelphia. North, M. O. 1984. Commerial Chiken Production Manual, 3rd Ed. Avi Publishing Co., Inc. West Port, Conecticut. Parakkasi, A.1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Vol IA. Angkasa. Bandung.
Parakkasi, A. 1998 Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik. UI Press. Jakarta. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. PT. Sosro. 2003. Sejarah dan Perkembangan Teh Sosro. www. Sosro.com/ 910 Mei 2004). Pond, W. G., D. C. Church and K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4th Ed. John wiley & Sons. New York. Qomariyah, N. 2004. Uji derajat keasaman (pH), kelarutan, kerapatan dan sudut tumpukan untuk mengetahui kualitas bahan pakan sumber protein. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rasyaf, M. 1990. Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Penerbit Kanisius. Jakarta. Setiawati, I dan Nasikun. 1991. Teh : Kajian Sosial Ekonomi. Adity Media. Yogyakarta. Soebarinoto. 1986. Evaluasi beberapa hijauan leguminosa pohon sebagai sumber protein untuk ternak. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Spillane, J. J. 1992. Komoditi Teh Peranannya dalam Perekonomian Indonesia. Cetakan Pertama. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Steel, R. G. And J. H. Torrie, 1993. Prinsip dan Produser Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Gramedia Pustaka. Jakarta. Sucipto. 2001. Pola fermentasi rumen dan performan domba yang mengkonsumsi ransum dengan konsentrat yang disuplementasi Zn dan minyak ikan. Skripsi, Program studi Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Takeda. 1994. Differences in Caffein and Tannin Contens Between Tea Cultivars, and Application to Tea Breeding. JARQ 28 : 117 – 123. Tangendjadja, B. 1987. Pengolahan biji kapas untuk makanan ternak. Jurnal. Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. I : 22-25. Templeton, G. S. 1968. Domestic Rabbit Production. 4t h Ed. The Interstate Printers and Publisher, Inc. Danville. Illnois. Thorne. 1995. Green Tea Extract. http : // www. thorne.com/ green tea. Html. Tillman, A. D., H. Hari, R. Soedomo., P. Soeharto dan L. Soekanto. 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta. Wahju, J. 1997. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Yudana, I. G. 1998. Ragam dan Manfaat Teh. Http : //www. Indomedia.com/ intisari/ 1998/ mei/ teh. Html.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Sidik Ragam (ANOVA) Konsumsi Bahan Kering (gram/ekor /hari) Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
4
3488,36
872,09
Eror
15
4794,42
319,63
Total
19
8282,78
F Hitung
F Tabel
2,73*
0,069
Keterangan : * = tidak nyata ( p > 0,05) Lampiran 2. Sidik Ragam (ANOVA) Pertambahan Bobot Badan (gram/ekor/hari) Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
4
2978,32
744,58
Ulangan
15
8896,26
593,08
Total
19
11874,58
F Hitung
F Tabel
1,26*
0,033
Keterangan : * = tidak nyata ( p > 0,05) Lampiran 3. Sidik ragam (ANOVA) Konversi Ransum (gram/ekor/hari) Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
4
49,84
12,46
Eror
15
189,25
12,62
Total
19
239,09
Keterangan : * = tidak nyata ( p > 0,05)
F Hitung
F Tabel
0,99*
0,44