SUBSTITUSI TEPUNG BUNGKIL KEDELE Glycine max DENGAN TEPUNG BUNGKIL BIJI KAPUK Ceiba petandra DALAM PAKAN JUVENIL UDANG VANAME Litopenaeus vannamei : KAJIAN HISTOLOGI, ENZIMATIK DAN KOMPOSISI ASAM LEMAK TUBUH
WELLEM HENRIK MUSKITA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Substitusi Tepung Bungkil Kedele Glycine max dengan Tepung Biji Kapuk Ceiba petandra dalam Pakan Juvenil Udang Vaname Litopenaeus vannamei : Kajian Histologi, Enzimatik dan Komposisi asam Lemak Tubuh adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor,
Januari 2012
Wellem Henrik Muskita NRP. C161060041
ABSTRACT WELLEM HENRIK MUSKITA. Substitution of Soybean Meal (Glycine max) with Kapok seed Meal (Ceiba petandra) in Diet for Juvenile of White Shrimp (Litopenaeus vannamei): Studied of Histology, enzymatic and Body Fatty Acid Composition. Supervised by ENANG HARRIS, Co-Supervised by M. AGUS SUPRAYUDI and DEDI JUSADI. Kapok seed is a source of plant protein that can be used as a source of protein shrimp feed. However, kapok seeds contain gossypol and cyclopropene fatty acids as a nutrition factor, which could interfere the function of hepatopancreas, digestive enzymes and body fat composition. The study was conducted in 3 stages. The first experiment of the research: a five-level treatment of kapok seed (KS) were 10%, 20%, 30%, 40% and commercial feed. The second the experiment: five-level treatment of kapok seed oil (KSO) were 0%, 6%, 12%, 18%, and commercial feed. Each treatment was repeated 3 times. Shrimp maintained in aquaria at a density of 10 individuals/aquarium. Each diet was feed to juvenile shrimp to satiation four times daily. Parameters evaluated from these two studies was the survival rate, the amount of feed consumed, the activity of digestive enzymes (protease, lipase and amylase), gossypol and cyclopropenne fatty acids content, body fatty acid composition and histology of hepatopancreas. The results of the first and second experiment showed that shrimp fed diets containing KS and KSO has hepatopancreas damaged, decreased digestive enzyme activities, which ended with the death of shrimp, decreased palatability, and changed in fatty acid composition content of the body. The third phase of the experiment: seven treatments of kapok seed meal (KSM) were 0%, 5%, 10%, 15%, 20% and 15%, 20% (previously heated KSM), each treatment was repeated 3 times. Shrimp maintained in the aquaria at a density of 10 individus/aquarium. Each diet was feed to juvenile shrimp to satiation four times daily. Parameters evaluated, namely the relative growth, survival rate, the amount of feed consumed, the digestive enzyme activity, body fatty acid composition, protein and fat retention and histology of hepatopancreas. The results showed that shrimp fed contains more than 5% KSM has hepatopancreas damaged, decreased digestive enzyme activities, decreased palatability and changed in fatty acid composition content of the body. From the research results can be concluded that the treatment of KS and KSO in the diet can affect the activity of digestive enzymes, damaged hepatopancreas, and body fatty acid composition as well as the survival rate of juvenile vanamei’s shrimp; Substituted soybean meal with KSM can be given up to a limit of 5%. Keywords: kapok seed meal, gossypol, cyclopropene fatty acid, enzyme, white shrimp
RINGKASAN WELLEM HENRIK MUSKITA. Substitusi Tepung Bungkil Kedele Glycine max dengan Tepung Bungkil Biji Kapuk Ceiba petandra dalam Pakan Juvenil Udang Vaname Litopenaeus vannamei : Kajian Histologi, Enzimatik dan Komposisi Asam Lemak Tubuh. Dibimbing ENANG HARRIS, M. AGUS SUPRAYUDI and DEDI JUSADI. Usaha yang sudah dilakukan selama ini untuk mencari kandidat dari bahan nabati pengganti tepung ikan adalah tepung bungkil kedele. Hal ini disebabkan tepung bungkil kedele memiliki nilai nutrisi yang baik hampir menyerupai tepung ikan. Hingga saat ini tepung bungkil kedele masih diimpor dari beberapa Negara dan harganya cenderung meningkat selama satu decade terakhir. Oleh karena itu perlu dicari bahan sumber protein nabati alternative yang memiliki kualitas seperti halnya tepung bungkil kedele, harganya lebih kompetitif, berbasis hasil samping industry lokal dan tersedia secara berkesinambungan. Bungkil biji kapuk merupakan salah satu sumber protein nabati dari hasil pengolahan minyak biji kapuk yang dapat digunakan sebagai sumber protein pakan udang. Keterbatasan dari biji kapuk adalah mengandung zat antinutrien gosipol dan asam lemak siklopropenat. Gosipol bebas dan asam lemak siklopropenat dapat mengganggu fungsi hepatopankreas, fungsi enzim pencernaan dan komposisi lemak tubuh. Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang Substitusi Tepung Bungkil Kedele Glycine max dengan Tepung Bungkil Biji Kapuk Ceiba petandra dalam Pakan Juvenil Udang Vaname Litopenaeus vannamei : Kajian Histologi, Enzimatik dan Komposisi Asam Lemak Tubuh Penelitian pertama meganalisis pengaruh tepung biji kapuk terhadap histologi, aktivitas enzim dan komposisi asam lemak tubuh juvenile udang vaname. Udang vaname yang digunakan dalam penelitian ini berukuran 6,13±0,5 g. Udang dipelihara dalam akuarium yang berukuran 60x80x40 cm dengan kepadatan 10 ekor/akuarium. Udang diberi pakan secara satiation dengan frekuensi empat kali sehari. Dalam penelitian ini digunakan 5 perlakuan pakan. Pakan A digunakan pakan komersial, pakan B, C, D dan E pakan komersial diganti oleh biji kapuk pada level 10, 20, 30 dan 40%. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan diulang 3 kali. Tingkat kelangsungan hidup, jumlah pakan yang dikonsumsi, aktivitas enzim pencernaan (protease, lipase dan amilase), kandungan gosipol dan asam lemak siklopropenat, komposisi asam lemak tubuh serta histologi dari hepatopankreas dievaluasi dalam penelitian ini. Uji statistik dilakukan pada semua parameter yang dievaluasi kecuali pada komposisi asam lemak tubuh dan histologi hepatopankreas diuji secara deskriptif eksploratif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa udang yang diberi pakan B, C, D dan E terjadi kerusakan pada hepatopankreas yang diikuti dengan penurunan aktivitas enzim pencernaan yang diakhiri dengan kematian udang. Selanjutnya hasil penelitian ini memperlihatkan terjadi penurunan palatabilitas dari pakan yang mengandung tepung biji kapuk dengan berbagai level. Pemberian pakan berbiji kapuk menyebabkan perubahan komposisi asam lemak tubuh dari tak jenuh menjadi jenuh terutama pada asam lemak oleat, arachidat dan eicosanoat. Penelitian kedua menganalisis pengaruh minyak biji kapuk terhadap histologi, aktivitas enzim dan komposisi asam lemak tubuh juvenile udang vaname. Udang vaname yang digunakan dalam penelitian ini berukuran 6,5±0,6 g.
Udang dipelihara dalam akuarium yang berukuran 60x80x40 cm dengan kepadatan 10 ekor/akuarium. Udang diberi pakan secara satiation dengan frekuensi empat kali sehari. Dalam penelitian ini digunakan 5 perlakuan pakan. Pakan A digunakan pakan komersial, pakan B, C, D dan E pakan komersial diganti oleh minyak biji kapuk pada level 0, 6, 12 dan 18%. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan diulang 3 kali. Tingkat kelangsungan hidup, jumlah pakan yang dikonsumsi, aktivitas enzim pencernaan kandungan gosipol dan asam lemak siklopropenat, komposisi asam lemak tubuh serta histologi dari hepatopankreas dievaluasi dalam penelitian ini. Uji statistik dilakukan pada semua parameter yang dievaluasi kecuali pada komposisi asam lemak tubuh dan histologi hepatopankreas diuji secara deskriptif eksploratif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa udang yang diberi pakan C, D dan E terjadi kerusakan pada hepatopankreas yang diikuti dengan penurunan aktivitas enzim pencernaan yang diakhiri dengan kematian udang. Selanjutnya hasil penelitian ini memperlihatkan terjadi penurunan palatabilitas dari pakan yang mengandung minyak biji kapuk dari berbagai level. Pemberian pakan yang mengandung minyak biji kapuk menyebabkan perubahan komposisi asam lemak tubuh dari tak jenuh menjadi jenuh terutama pada asam lemak oleat, arachidat dan eicosanoat. Penelitian ketiga menganalisis substitusi tepung bungkil kedele dengan tepung bungkil biji kapuk terhadap sintasan dan pertumbuhan juvenile udang vaname. Udang vaname yang digunakan dalam penelitian ini berukuran 6,0±0,5 g. Udang dipelihara dalam akuarium yang berukuran 60x80x40 cm dengan kepadatan 10 ekor/akuarium. Udang diberi pakan secara satiation dengan frekuensi empat kali sehari. Dalam penelitian ini digunakan 7 perlakuan pakan. Pakan A sebagai control tidak diberikan tepung bungkil biji kapuk (TBBK), pakan B, C, D dan E diberikan masing-masing pada level TBBK 5, 10, 15 dan 20%, pakan F dan G diberikan pada level TBBK 15 dan 20 dimana TBBKnya dipanasi terlebih dahulu. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 7 perlakuan diulang 3 kali. Pertumbuhan relatif, tingkat kelangsungan hidup, jumlah pakan yang dikonsumsi, aktivitas enzim pencernaan komposisi asam lemak tubuh, retensi protein dan lemak serta histologi dari hepatopankreas dievaluasi dalam penelitian ini. Uji statistik dilakukan pada semua parameter yang dievaluasi kecuali pada komposisi asam lemak tubuh, retensi protein dan lemak dan histologi hepatopankreas diuji secara deskriptif eksploratif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa udang yang diberi pakan C, D, E, F dan G terjadi kerusakan pada hepatopankreas yang diikuti dengan penurunan aktivitas enzim pencernaan setelah hari ke-20. Selanjutnya hasil penelitian ini memperlihatkan terjadi penurunan palatabilitas pada mengkonsumsi pakan yang mengandung TBBK diats 5% (pakan C, D, E, F dan G). Perubahan komposisi asam lemak tubuh udang terjadi pada semua pakan yang mengandung TBBK. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung biji kapuk dan minyak biji kapuk dalam pakan dapat mempengaruhi aktivitas enzim pencernaan, kerusakan hepatopankreas, komposisi dan kandungan asam lemak tubuh serta tingkat kelangsungan hidup juvenile udang vaname; pemberian tepung bungkil biji kapuk sampai batas tertentu dalam pakan tidak mempengaruhi aktivitas enzim, kerusakan hepatopankreas, laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup juvenile udang vaname; substitusi tepung bungkil kedele dengan tepung bungkil biji kapuk dapat diberikan sampai batas 5%.
@Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
SUBSTITUSI TEPUNG BUNGKIL KEDELE Glycine max DENGAN TEPUNG BUNGKIL BIJI KAPUK Ceiba petandra DALAM PAKAN JUVENIL UDANG VANAME Litopenaeus vannamei : KAJIAN HISTOLOGI, ENZIMATIK DAN KOMPOSISI ASAM LEMAK TUBUH
WELLEM HENRIK MUSKITA
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr.Ir. Mia Setiawati, M.Si (Staf Pengajar FPIK IPB) 2. Dr.Ir. Sukenda, M.Sc (Staf Pengajar FPIK IPB)
Penguji pada Ujian Terbuka 1. Dr. Zafril Imran Azwar, MS (Pusat Penelitian dan Pengembagan Budidaya Perikanan, Kementrian Kelautan dan Perikanan) 2. Dr.Ir. Nur Bambang PU, MS (Staf Pengajar FPIK IPB)
Judul Disertasi
: Substitusi Tepung Kedele Glycine max dengan Tepung Biji Kapuk Ceiba petandra dalam Pakan Juvenil Udang Vaname Litopenaeus vannamei : Kajian Histologi, Enzimatik dan Komposisi Asam Lemak Tubuh
Nama
: Wellem Henrik Muskita
NIM
: C161060041
Menyetujui : Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Enang Harris, M.S. Ketua
Dr. M. Agus Suprayudi Anggota
Dr. Dedi Jusadi Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Perairan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Enang Harris, M.S.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian : 27 Januari 2012
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini berjudul “Substitusi Tepung Kedele Glycine max dengan Tepung Biji Kapuk Ceiba petandra dalam Pakan Juvenil Udang Vaname Litopenaeus vannamei : Kajian Histologi, Enzimatik dan Komposisi Asam Lemak Tubuh”. Berbagai pihak telah banyak membantu dalam proses penyelesaian tulisan ini, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Prof. Dr. Ir. Enang Harris, M.S. selaku Ketua Komisi dan Bapak Dr. M. Agus Suprayudi dan Bapak Dr. Dedi Jusadi masing-masing sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan mulai dari rencana penelitian sampai penyelesaian disertasi ini.
2.
Bapak Rektor Universitas Haluoleo, Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Haluoleo yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Doktor (S3) pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
3.
Bapak Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dan Ketua Program Studi Ilmu Perairan beserta seluruh staf yang telah memberikan kesempatan penulis untuk mengikuti kuliah, menyediakan sarana pendidikan dan administrasi akademik selama menempuh studi.
4.
Ibu Dr. Ir. Mia Setiawati, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Sukenda, M.Sc selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup, Bapak Dr. Zafril Imran Azwar, MS dan Bapak Dr. Ir. Nur Bambang PU, MS selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka atas masukan dan sarannya dalam penyempurnaan Disertasi ini.
5.
Bapak Dr. Kardio Praptokardio, Bapak Dr. Chairul Muluk, Bapak Prof. Dr. MF Rahardjo beserta keluarga yang telah memberikan dukungan dan penuh perhatian sejak penulis masuk pada Program Studi Ilmu Perairan.
6.
Kementrian Pendidikan Nasional (DIKTI) atas bantuan Beasiswa kepada penulis selama mengikuti program Doktor.
7.
Bapak Prof. Dr. La Rianda, M.Si selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Haluoleo yang telah memberikan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian studi.
8.
Bapak Prof. Dr. H. Faad Maonde, MS beserta Ibu Ir. Hj. Husna, MP yang telah memberikan motivasi dan doa kepada penulis dalam penyelesaian studi.
9.
Bapak Sumardi selaku teknisi pada Laboratorium Pusat Studi Ilmu Kelautan IPB Ancol yang telah memberikan bantuannya selama penulis melakukan penelitian.
10. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, PT ANTAM, dan Program Mitra Bahari-COREMAP II yang telah memberikan bantuan dana penelitian dalam Disertasi ini.
11. Dr. Ir. La Baco, M.Si, Dr. Ir. Andi Irwan Nur, MES, Dr. Ir. La Anadi, M.Si, Ir. Abdul Hamid, M.Si, Ir. Asnani, M.Si, Ir. Naslina, M.Si, dan Ir. Amrullah, M.Si terimakasih atas kebersamaan, kedekatan, candatawa dan pengertian selama di Bogor. 12. Ayahanda E. Muskita (Almarhum) dan Ibunda Zunanna Salmon (almarhumah), kakanda Joke Muskita dan adik Ot Muskita, keluarga besar Muskita Hitipeuw, keluarga besar Muskita Manuhutu, keluarga besar Muskita Sopacua, keluarga besar Muskita Paila, keluarga besar Muskita Hetharie serta keponakan-keponakan yang terus berdoa dan mendorong keberhasilan studi, hanya Disertasi ini yang dipersembahakan. 13. Keluarga Besar Forum Mahasiswa Sulawesi Tenggara dan Persatuan Mahasiswa Maluku atas kerjasamanya. 14. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Akhirnya penulis menyadari bahwa disertasi ini hanyalah karya dari manusia biasa sehingga akan jauh dari kata “sempurna”, oleh karena itu saran dan masukan dari berbagai pihak sangat diharapkan guna menyempurnakan Disertasi ini. Semoga Disertasi ini dapat memberikan manfaat bagi para pihak yang berkepentingan khususnya bagi penulis, Amin. Bogor, Januari 2012 Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Raha Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 1963 sebagai anak kelima dari 7 bersaudara pasangan E. Muskita (almarhum) dengan Zunanna Salmon (almarhumah). Pendidikan S1 diselesaikan tahun 1987 pada Jurusan Akuakultur Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar. Tahun 2006 penulis menyelesaikan studi S2 pada Program Studi Ilmu Perairan Institut Pertanian Bogor. Tahun 2006 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan S3 pada Program Ilmu Perairan Institut Pertanian Bogor dengan sumber dana BPPS Dikti. Sejak tahun 1989 maka penulis menjadi staf pengajar pada Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo Kendari. Disamping itu sejak tahun 1998 sampai sekarang, penulis menjadi peneliti pada Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Haluoleo Kendari. Karya ilmiah yang berjudul “Effek Pemberian Tepung Biji Kapuk (Ceiba petandra) : Hubungannya dengan aktivitas enzim pencernaan juvenil udang vaname (Litopenaeaus vannamei) ” akan diterbitkan pada jurnal ilmiah ICHTYHOS Vol. 11 No. 2 Juli 2012 dan “Effek Pemberian Tepung Biji Kapuk (Ceiba petandra) : Hubungannya histologi hepatopankrea sjuvenil udang vaname (Litopenaeaus vannamei) ” akan diterbitkan pada jurnal ilmiah Agriplus untuk volume 22 (1) Januari tahun 2012. Kedua karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari penelitian disertasi yang dilakukan oleh penulis.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Penelitian Hipotesis Novelty TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Udang Kebutuhan Nutrisi dan Kelayakan Kualitas Air bagi Pertumbuhan Udang Bungkil Bji Kapuk dan Kapas Biji Kapuk sebagai Sumber Nutrisi berikut Keterbatasannya METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Tahap Pertama Penelitian Tahap Kedua Penelitian Tahap Ketiga HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Tepung Biji Kapuk Terhadap Histologi, Enzimatik dan Komposisi Asam Lemak Tubuh Juvenile Udang Vaname Pengaruh Minyak Biji Kapuk Terhadap Histologi, Enzimatik, dan Komposisi Lemak Tubuh Juvenile Udang Vaname Substitusi Tepung Bungkil Kedele dengan Tepung Bungkil Biji Kapuk dalam Pakan Buatan Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Juvenile udang vaname Pembahasan Umum
xvi xvii xix
1 3 4 4 4
5 5 8 9
19 19 24 27
31 44
58 75
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
85 85
DAFTAR PUSTAKA
87
LAMPIRAN-LAMPIRAN
93
DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi kimia bungkil biji kapuk menurut beberapa sumber pustaka (%) 2 Komposisi asam lemak dari biji kapas dan kapuk (%) 3 Jenis dan persentasi asam amino pada bungkil biji kapuk menurut beberapa sumber 4 Komposisi pakan uji dan analisis proksimat pada penelitian tahap pertama 5 Komposisi pakan uji dan analisis proksimat pada penelitian tahap kedua 6 Komposisi pakan uji dan analisis proksimat pada penelitian tahap ketiga 7 Rataan kandungan ALS (mg/g) hepatopankreas dari setiap sampel udang antar waktu pegambilan sampel dari setiap perlakuan 8 Rataan kandungan gosipol (mg/g) hepatopankreas dari setiap sampel udang antar waktu pegambilan sampel dari setiap perlakuan 9 Rataan kandungan ALS (mg/g) hepatopankreas dari setiap sampel udang antar waktu pegambilan sampel dari setiap perlakuan 10 Rataan kandungan gosipol (mg/g) hepatopankreas dari setiap sampel udang antar waktu pengambilan sampel dari setiap perlakuan 11 Rataan jumlah pakan yang dikonsumsi udang dari setiap perlakuan (g/ekor) 12 Rataan retensi protein dan lemak (%) pada tubuh juvenile udang dari setiap pemberian TBBK yang berbeda
10 10 11 20 25 27
31
32
45
45 68 70
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Asam lemak siklopropenat : asam sterkulat dan malvalat 2 Struktur gossypol 3 Hepatopankreas juvenil udang yang diberi pakan mengandung 10 % TBK dan 0% TBK 4 Hepatopankreas juvenil udang yang diberi pakan mengandung 20% TBK dan 0% TBK 5 Hepatopankreas juvenil udang yang diberi pakan mengandung 30 % TBK dan 0% TBK 6 Hepatopankreas juvenil udang yang diberi pakan mengandung 40 % TBK dan 0% TBK 7 Aktivitas enzim protease (unit/menit/g) pada juvenil udang yang mengkonsumsi pakan yang mengandung TBK yang berbeda 8 Aktivitas enzim lipase (unit/menit/g) pada juvenil udang yang mengkonsumsi pakan yang mengandung TBK yang berbeda 9 Aktivitas enzim amilase (unit/menit/g) pada juvenil udang yang mengkonsumsi pakan yang mengandung TBK yang berbeda 10 Komposisi asam lemak tubuh juvenil udang yang diberi pakan mengandung TBK yang berbeda 11 Rataan jumlah pakan yang dikonsumsi juvenil udang (g/ekor) 12 Rataan tingkat kelangsungan hidup udang yang diberi pakan mengandung TBK yang berbeda 13 Hepatopankreas juvenile udang yang diberi pakan mengandung minyak ikan dan 0 % MBK 14 Hepatopankreas juvenile udang yang diberi pakan mengandung 6 % MBK dan 0 % MBK 15 Hepatopankreas juvenile udang yang diberi pakan mengandung 12% MBK dan 0% MBK 16 Hepatopankreas juvenile udang yang diberi pakan mengandung 18 % MBK dan 0 % MBK 17 Aktivitas enzim protease (unit/menit/g) pada juvenile udang yang mengkonsumsi pakan yang mengandung MBK yang berbeda 18 Aktivitas enzim lipase (unit/menit/g) pada juvenile udang yang mengkonsumsi pakan yang mengandung MBK yang berbeda 19 Aktivitas enzim amilase (unit/menit/g) pada juvenile udang yang mengkonsumsi pakan yang mengandung MBK yang berbeda
12 14 33 34 34 35
36 37
38 39 41 43 46 47 47 48
49 50
51
20 Komposisi asam lemak tubuh juvenile udang yang diberi pakan mengandung MBK yang berbeda 21 Rataan jumlah pakan yang dikonsumsi juvenile udang dari setiap perlakuan selama penelitian (g/ekor) 22 Rataan tingkat kelangsungan juvenile hidup udang yang diberi pakan mengandung MBK yang berbeda 23 Hepatopankreas juvenile udang yang diberi pakan mengandung 10% TBBK dan 0% TBBK 24 Hepatopankreas juvenile udang yang diberi pakan mengandung 15% TBBK dan 0% TBBK 25 Hepatopankreas juvenile udang yang diberi pakan mengandung 20% TBBK dan 0% TBBK 26 Hepatopankreas juvenile udang yang diberi pakan mengandung 15% TBBK dipanasi dan 20 % TBBK dipanasi 27 Aktivitas enzim protease (unit/menit/g) pada juvenile udang dari setiap perlakuan yang berbeda 28 Aktivitas enzim lipase (unit/menit/g) pada juvenile udang dari setiap perlakuan yang berbeda 29 Aktivitas enzim amilase (unit/menit/g) pada juvenile udang dari setiap perlakuan yang berbeda 30 Komposisi lemak tubuh juvenile udang yang diberi pakan mengandung TBBK yang berbeda 31 Rataan pertumbuhan relatif juvenile udang yang diberi pakan yang mengandung TBBK yang berbeda 32 Rataan tingkat kelangsungan hidup juvenile udang dari setiap perlakuan yang berbeda
53 55 56 58 59 60 60
61 63 64 66 71 73
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1 Hasil analisis proksimat pakan komersial dan tepung biji kapuk (%) 2 Jumlah sampel udang (ekor) yang diambil berdasarkan waktu pengambilan dari setiap perlakuan untuk analisis ALS dan gosipol penelitian tahap pertama 3 Metode Pengukuran gosipol bebas 4 Metode Pengukuran Asam Lemak Siklopropenat 5 Jumlah sampel udang (ekor) yang diambil berdasarkan waktu pengambilan dari setiap perlakuan untuk analisis aktivitas enzim penelitian tahap pertama 6 Metode analisis aktivitas enzim 7 Jumlah sampel udang (ekor) yang diambil berdasarkan waktu pengambilan dari setiap perlakuan untuk analisis asam lemak tubuh penelitian tahap pertama 8 Kondisi Gas Chromatografi saat melakukan pengukuran asam lemak siklopropenat 9 Prosedur analisis proksimat 10 Jumlah sampel udang (ekor) yang diambil berdasarkan waktu pengambilan dari setiap perlakuan untuk histologi penelitian tahap pertama 11 Prosedur pembuatan preparat histologi 12 Jumlah sampel udang (ekor) yang diambil berdasarkan waktu pengambilan dari setiap perlakuan untuk analisis ALS dan gosipol penelitian tahap kedua 13 Jumlah sampel udang (ekor) yang diambil berdasarkan waktu pengambilan dari setiap perlakuan untuk analisis aktivitas enzim penelitian tahap kedua 14 Jumlah sampel udang (ekor) yang diambil berdasarkan waktu pengambilan dari setiap perlakuan untuk analisis asam lemak tubuh penelitian tahap kedua 15 Jumlah sampel udang (ekor) yang diambil berdasarkan waktu pengambilan dari setiap perlakuan untuk histologi penelitian tahap kedua 16 Jumlah sampel udang (ekor) yang diambil berdasarkan waktu pengambilan dari setiap perlakuan untuk analisis aktivitas enzim penelitian tahap ketiga 17 Jumlah sampel udang (ekor) yang diambil berdasarkan waktu pengambilan dari setiap perlakuan untuk analisis asam lemak tubuh penelitian tahap ketiga 18 Hasil analisis proksimat tubuh awal dan akhir udang yang dipelihara selama 40 hari dari setiap perlakuan pada penelitian ketiga Jumlah sampel udang (ekor) yang diambil berdasarkan waktu pengambilan dari setiap perlakuan untuk histologi penelitian
93
93 93 94
94 94
95 96 96
98 99
100
100
100
101
101
101
102
19 tahap ketiga Hasil pengukuran kandungan Asam Lemak Siklopropenat pada hepatopankreas udang pada penelitian pertama 20 Hasil analisis statistik kandungan asam lemak siklopropenat pada hepatopankreas udang pada penelitian pertama 21 Hasil pegukuran kandungan gosipol pada hepatopankreas udang dari setiap perlakuan pada penelitian pertama 22 Hasil analisis statistik kandungan gosipol pada hepatopankreas udang pada penelitian pertama 23 Hasil analisis statistik aktivitas enzim protease pada penelitian pertama 24 Hasil analisis statistik aktivitas enzim lipase pada penelitian pertama 25 Hasil analisis statistik aktivitas enzim amilase pada penelitian pertama 26 Komposisi asam lemak tubuh dan kandungan berdasarkan perlakuan pada penelitian pertama 27 Perubahan asam lemak tubuh berdasarkan perlakuan pada penelitian pertama 28 Jumlah pakan yang dikonsumsi udang (g/ekor) dari setiap perlakuan pada penelitian tahap pertama 29 Hasil analisis statistik jumlah pakan yang dikonsumsi udang (g/ekor) dari setiap perlakuan pada penelitian tahap pertama 30 Tingkat kelangsungan hidup udang (%) dari setiap perlakuan pada penelitian tahap pertama 31 Hasil analisis statistik tingkat kelangsungan hidup udang dari setiap perlakuan pada penelitian tahap pertama Kandungan asam lemak siklopropenat pada hepatopankreas 32 udang dari setiap perlakuan pada penelitian kedua Hasil analisis statistik asam lemak siklopropenat dari setiap 33 perlakuan pada penelitian kedua Kandungan gosipol (mg/g) pada hepatopankreas udang dari 34 setiap perlakuan pada penelitian kedua Hasil analisis statistik gosipol dari setiap perlakuan pada 35 penelitian kedua Hasil analisis statistik aktivitas enzim protease pada 36 penelitian kedua Hasil analisis statistik aktivitas enzim lipase pada penelitian 37 kedua Hasil analisis statistik aktivitas enzim amilase pada 38 penelitian kedua Komposisi asam lemak tubuh dan kandungan (mg/g) 39 berdasarkan perlakuan pada penelitian kedua Perubahan asam lemak tubuh (%) berdasarkan perlakuan pada 40 penelitian kedua
103
41 Jumlah pakan yang dikonsumsi udang (g/ekor) dari setiap perlakuan pada penelitian tahap kedua
111
103 104 104 105 105 105 106 106 106 107 107 107 108 108 108 109 109 109 110 110 110 111
42 Hasil analisis statistik jumlah pakan yang dikonsumsi udang (g/ekor) dari setiap perlakuan pada penelitian tahap kedua 43 Tingkat kelangsungan hidup udang (%) dari setiap perlakuan pada penelitian tahap kedua 44 Hasil analisis statistik tingkat kelangsungan hidup udang dari setiap perlakuan pada penelitian tahap kedua 45 Hasil analisis statistik aktivitas enzim protease dari setiap perlakuan pada penelitian tahap ketiga 46 Hasil analisis statistik aktivitas enzim lipase pada dari setiap perlakuan pada penelitian tahap ketiga 47 Hasil analisis statistik aktivitas enzim amilase pada dari setiap perlakuan pada penelitian tahap ketiga 48 Komposisi asam lemak tubuh dan kandungan (mg/g) berdasarkan perlakuan pada penelitian ketiga 49 Perubahan asam lemak tubuh (%) berdasarkan perlakuan pada penelitian ketiga 50 Jumlah pakan yang dikonsumsi (g/ekor) dari setiap perlakuan pada penelitian tahap ketiga 51 Hasil analisis statistik jumlah pakan yang dikonsumsi (g/ekor) dari setiap perlakuan pada penelitian tahap ketiga 52 Hasil analisis retensi protein (%) berdasarkan perlakuan pada penelitian ketiga 53 Hasil analisis retensi lemak (%) berdasarkan perlakuan pada penelitian ketiga 54 Pertumbuhan relatif juvenil udang (%) berdasarkan perlakuan pada penelitian ketiga 55 Hasil analisis statistik pertumbuhan relatif juvenil udang berdasarkan perlakuan pada penelitian ketiga 56 Tingkat kelangsungan hidup juvenil udang (%) dari setiap perlakuan pada penelitian tahap ketiga 57 Hasil analisis statistik tingkat kelangsungan hidup udang (%) dari setiap perlakuan pada penelitian tahap ketiga 58 Kandungan Asam lemak siklopropenat dan gosipol dalam pakan uji (mg/kg pakan) berdasarkan hasil perhitungan dari 59 setiap perlakuan pada penelitian tahap ketiga
111 112 112 112 113 113 113 114 114 115 117 117 118 119 119 120
120
1 PENDAHULUAN Latar belakang Udang vaname Litopenaeus vannamei merupakan salah satu komoditas andalan ekspor dalam sub sektor perikanan Indonesia. FAO (2010) menyebutkan pada tahun 2007 Indonesia menempati rangking 4 dunia dengan total ekspor udang vaname sebesar 140 ribu ton, dan ini terus meningkat naik ke posisi 3 pada tahun 2008 dengan total ekspor 168 ribu ton. Budidaya udang secara intensif merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi. Budidaya udang secara intensif menyebabkan ketergantungan yang besar terhadap penggunaan pakan buatan. Dalam budidaya umumnya pakan buatan berkontribusi antara 48-89% dari biaya produksi (Suprayudi 2010). Sampai saat ini, sumber protein utama dan terbaik dalam produksi pakan buatan udang adalah tepung ikan. Masalahnya adalah ketersediaan tepung ikan bersifat fluktuatif dan harganya relatif mahal, hal ini disebabkan Indonesia masih mengimpor tepung ikan. Dari tahun 2004–2009, impor tepung ikan meningkat dari 28.620,57 ton menjadi 47.518,97 ton (rata-rata kenaikan 15,14%), dengan harga ratarata per ton pada tahun 2009 adalah 916,12 USD (KKP 2010). Oleh karena itu perlu dicari bahan sumber protein baru yang memiliki kualitas dan kuantitas seperti halnya tepung ikan. Untuk menggantikan tepung ikan tersebut harus mempunyai syarat yaitu yang memiliki kandungan protein tinggi, memiliki asam amino yang mirip tepung ikan, jumlahnya melimpah serta harganya lebih murah dari tepung ikan. Usaha yang dilakukan selama ini sebagai pengganti tepung ikan adalah difokuskan pada protein alternatif dari nabati yaitu tepung bungkil kedele. Hal ini disebabkan tepung bungkil kedele memiliki nilai nutrisi yang baik dengan pola asam amino esensial yang dapat memenuhi kebutuhan asam amino ikan maupun udang
dengan
protein
yang
dikandung berkisar 38-49% (Tacon 1995). Namun tepung bungkil kedele mempunyai asam amino pembatas yaitu metionin dan sistein (Hertrampf dan Felicita 2000). Selain itu kendala yang dihadapi adalah harga relatif mahal serta sebagian besar
2 masih diimpor. Dari tahun 2004–2009, impor kedele meningkat dari 9.776,1 ton menjadi 53.475,8 ton (rata-rata kenaikan 110,03%), dengan harga rata-rata per ton pada tahun 2009 adalah 734,43 USD (KKP 2010). Oleh karena itu perlu dicari bahan sumber protein nabati baru yang memiliki kualitas dan kuantitas seperti halnya tepung bungkil kedele sebagai sumber protein nabati, harga kompetitif, hasil samping industri, jumlah melimpah, berbasis lokal, berkesinambungan dan berkualitas. Kandidat protein nabati lain yang dapat mensubstitusi tepung bungkil kedele adalah tepung bungkil biji kapuk Ceiba petandra. Bungkil biji kapuk merupakan salah satu sumber protein nabati dari hasil pengolahan minyak biji kapuk yang berpotensi digunakan sebagai sumber protein nabati pada udang. Bungkil biji kapuk mengandung protein kasar berkisar 24-32 % dari bahan kering (Kardivel et al. 1984) dan memiliki asam amino yang menyerupai kedele (Hartutik 2000). Hasil analisis Laboratorium Nutrisi FPIK IPB (2011), tepung biji kapuk mengandung protein kasar 24,3%, lemak 23,9% dan BETN 24,1% dari bahan kering. Salah satu keterbatasan dari biji kapuk untuk digunakan sebagai bahan baku pakan adalah mengandung zat antinutrien berupa gosipol dan asam lemak siklopropenat (Kategile et al. 1978). Hasil analisis Laboratorium Pusat Penelitian Biologi LIPI (2011), kandungan gosipol dan asam lemak siklopropenat pada tepung biji kapuk masing-masing 1,4 dan 6,8 mg/g bahan. Menurut Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, rata-rata setiap tahun tersedia biji kapuk sebesar 114.400 ton (Badan Penelitian Tanaman Rempah dan Obat 2009). Beberapa penelitian telah dilakukan terhadap pemanfaatan bungkil biji kapas dan bungkil biji kapuk pada ikan maupun udang. Bungkil biji kapas sebagai sumber protein nabati pada ikan catfish, channel catfish dan Tilapia aurea (Robinson dan Brent 1989). Lim (1996) tentang substitusi tepung biji kapas dalam pakan udang Penaeus vannamei. Mazida (2007) penggunaan bungkil biji kapuk pada ikan lele dumbo Clarias sp. Secara umum dilaporkan bahwa banyaknya bungkil biji kapas atau bungkil biji kapuk yang diberikan pada pakan ikan atau udang bergantung pada
3 spesies ikan atau udang, kadar gosipol bebas, kadar protein dan keberadaan lisin (Lim 1996). Penggunaan bungkil biji kapuk pada pakan udang vanname telah dilakukan, namun belum memberikan hasil yang baik. Juvenil udang vaname yang diberi bungkil biji kapuk sebanyak 30% pada pakan buatan, menunjukkan pada hari ke-6 terjadi kematian total (Utami 2008). Hal ini diduga oleh kandungan bahan toksik yaitu berupa gosipol bebas dan/atau asam lemak siklopropenat yang terdapat dalam pakan. Asam lemak siklopropenat pada ikan dapat mengakibatkan penghambatan sistem desaturasi asam lemak dan konsekuensinya mempengaruhi metabolisme lipid, abnormalitas secara histologi termasuk nekrosis hepatosit (Hendricks dan Bailey 1989). Sedang gosipol pada ikan dapat mengakibatkan kerusakan pada hati, ginjal, menghambat kerja enzim proteolitik (Herman 1970; Cai et al. 2004).). Berdasarkan hal tersebut diatas, diduga kematian tersebut mengganggu fungsi biologis hepatotopankreas, enzimatik dan metabolisme lemak. Oleh karena itu perlu suatu kajian mengenai histologi hepatopankreas, aktivitas enzim beserta perubahan komposisi asam lemak tubuh pada udang vaname Perumusan masalah Dalam usaha budidaya udang vaname secara intensif diperlukan pakan yang baik secara kualitas maupun kuantitas. Pada umumnya, pakan udang menggunakan tepung ikan sebagai sumber protein hewani juga menggunakan tepung kedele sebagai sumber protein nabati. Salah satu kandidat sumber protein nabati yang dapat mensubstitusi tepung kedele adalah tepung bungkil biji kapuk. Masalah yang dihadapi pada penggunaan bungkil biji kapuk sebagai sumber protein nabati dalam pakan udang adalah tingkat kelangsungan hidup udang sangat rendah bahkan mengalami kematian total (Utami 2008). Hal ini sehubungan kandungan bahan toksik yang ada dalam bungkil biji kapuk yaitu gosipol bebas dan/atau asam lemak siklopropenat. Pengaruh negatif asam lemak siklopropenat pada ikan yaitu dapat mengakibatkan penghambatan sistem desaturasi asam lemak dan konsekuensinya mempengaruhi metabolisme lipid, abnormalitas secara histologi
4 termasuk nekrosis hepatosit (Hendricks dan Bailey, 1989). Sedang gosipol yang mengandung asam-asam phenolik mempunyai pengaruh negatif pada ikan yaitu dapat menghambat kerja enzim proteolitik seperti tripsin dan pepsin (Cai et al. 2004). Selanjutnya dapat mengurangi nafsu makan, kehilangan berat badan, anemia (Tacon 1995). Mazida (2007) menyatakan pemberian gosipol pada ikan lele dumbo dapat mengakibatkan kerusakan pada hati. Untuk mengetahui mekanismenya, perlu suatu kajian tentang dampak pengaruh kandungan zat antinutrisi terhadap kerusakan hepatopankreas, aktivitas enzim dan komposisi asam lemak tubuh juvenil udang vaname Tujuan dan manfaat penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis substitusi tepung kedele dengan tepung bungkil biji kapuk dalam pakan juvenil udang vaname : kajian secara histologi, enzimatik dan komposisi asam lemak tubuh yang diberi pakan berbiji kapuk Manfaat dari penelitian sebagai landasan bagi penggunaan bungkil biji kapuk sebagai sumber protein nabati pada pakan juvenile udang vaname Hipotesis Apabila kandungan asam lemak siklopropenat dan gosipol dalam tepung bungkil biji kapuk lebih rendah dari tepung biji kapuk dan minyak biji kapuk, maka dalam batas tertentu tepung bungkil biji kapuk dapat digunakan sebagai bahan substitusi tepung bungkil kedele dalam pakan buatan juvenile udang vaname Novelty Efek pemberian pakan berbiji kapuk Ceiba petandra terhadap histologi, enzim pencernaan dan komposisi asam lemak tubuh juvenile udang vaname Litopenaeaus vannamei
5 TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Udang Pertumbuhan udang dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu pertumbuhan yang mencakup pertumbuhan larva melalui proses metamorfose dan pertumbuhan dalam pergantian pertambahan biomas atau ukuran tubuh. Secara umum laju pertumbuhan krustase merupakan fungsi dari frekuensi ganti kulit dan pertambahan bobot badan setiap proses ganti kulit tersebut (Sedgwick 1979; Wickins 1982; Nurdjana 1986). Pada saat ganti kulit, udang sebagian bobotnya hilang sebagai excuvia. Kehilangan bobot setiap ganti kulit ini mengakibatkan model pertumbuhan krustase tidak kontinyu (Allen et al. 1984). Kebutuhan nutrisi dan kelayakan kualitas air bagi pertumbuhan udang Kebutuhan nutrisi Kureshy dan Davis (2002) melaporkan bahwa kebutuhan maksimum protein juvenil udang vaname 32%. Velasco et al. (2000) melakukan penelitian pengaruh protein dan kadar energi terhadap pertumbuhan postlarva udang vaname. Hasilnya, menunjukkan bahwa adanya perbaikan pertumbuhan pada kadar protein kasar berkisar 10-33% dan kadar lemak 3-7%. Lebih lanjut dikatakan bahwa tingkat kelangsungan hidup 80% pada semua perlakuan dan tidak adanya perbedaan pertumbuhan kecuali pada kadar protein 10%. Lawrence et al. (1995), menyatakan bahwa penambahan 45% tepung kedele dalam pakan dengan 25% protein kasar menunjukkan berat optimum dari udang vaname. Davis et al. (2002), menyatakan bahwa udang vaname yang diberi makan tepung kacang polong “pea meal” dengan taraf 5, 10 dan 20% menemukan kandungan protein dan energi kecernaan tinggi tanpa menunjukkan pengaruh yang merugikan terhadap pertumbuhan atau kelangsungan hidup. Cruz-Suarez et al. (2001) menemukan rasio P/E (20 mg/KJ DE) pada juvenil vaname yang diberi pakan mengandung 25-35% protein dari tepung kacang sebagai sumber protein nabati yang dominan.
6 Lim et al. (1997) menyatakan bahwa udang yang diberi pakan yang mengandung minyak ikan menhaden mempunyai pertumbuhan dan kelangsungan hidup terbaik dibandingkan dengan minyak biji rawi (linseed). Selanjutnya dikatakan n-6 dan n-3 HUFA adalah asam lemak esensial untuk juvenil udang Litopenaeus vannamei, bagaimanapun juga asam lemak n-3 mempromosi pertumbuhan lebih cepat dibandingkan asam lemak n-6. Asam lemak esensial, terutama kelompok HUFA (Highly Unsaturated Fatty Acids) dan PUFA (Polyunsaturated Fatty Acids) mempunyai peranan yang penting untuk kegiatan metabolisme tubuh organisme, komponen membran (fosfolipid dan kolesterol), hormon (metabolisme steroids dan vitamin D), aktiviasi enzim-enzim tertentu dan prekursor dari prostanoids dan leukosit. Asam lemak yang esensial bagi krustase yaitu 18:2n-6 (linoleat), 18:3n-3 (linolenat), 20:5n-3 (eikosapentaenoat, EPA) dan 20: 6n-3 (dokosahexaenoat, DHA) (Kanazawa dan Teshima 1979, diacu dalam Karim 1998). Kolesterol tidak dapat disintesa didalam tubuh udang, oleh karena itu diperlukan penambahan kolesterol dalam pakan udang. Teshima dan Kanazawa (1971), diacu dalam Cuzon et al. (2004) menyatakan bahwa kolesterol dipertimbangkan sebagai nutrient yang esensial yang harus ditambahkan dalam pakan udang. Peranan karbohidrat selain sebagai sumber energi juga sebagai precursor berbagai hasil intermediat yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan. Misalnya untuk biosintesis asam amino non essensial dan asam-asam nukleat. Manfaat lain dari karbohidrat dalam pakan adalah pakan yang mengandung karbohidrat dan lemak yang tepat dapat mengurangi penggunaan protein sebagai sumber energi yang dikenal dengan protein sparing effect. Terjadinya protein sparing effect oleh karbohidrat dan lemak dapat menurunkan biaya produksi pakan dan mengurangi pengeluaran limbah nitrogen ke lingkungan (Peres dan Teles 1979). Stabilitas pakan dan ukuran pakan harus diperhitungkan. Pemakaian alginat, gelatin, karboksi metil selulosa (CMC) sebagai bahan pengikat dapat memberikan stabilitas pakan yang baik (NRC 1983)
7 Vitamin adalah senyawa organik yang dibutuhkan oleh udang agar pertumbuhan dan kesehatannya lebih baik. Vitamin berfungsi sebagai katalisator dalam proses-proses biokimia yang berlangsung didalam organisma dan berfungsi sebagai koenzim didalam sistem biologis. Kadar minimal untuk beberapa kebutuhan minimal vitamin dalam pakan udang adalah thiamin 120 mg/kg pakan, (Deshimaru dan Kuroki 1976, diacu dalam Effendi 1992), cholin 600 mg/100g pakan dan inositol 200 mg/100g pakan (Kanazawa 1989) dan vitamin C 10.000 mg/kg pakan (NRC 1983). Unsur-unsur mineral mempunyai peranan yang sangat penting bagi berbagai macam aspek metabolisme dalam udang. Mineral berfungsi untuk memperkuat tulang dan eksoskeleton. Selain itu mineral berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan osmotik antara cairan tubuh dan dalam sistem saraf. Kanazawa et al. (1989) menyatakan kebutuhan mineral dalam pakan udang Penaeus japonicus yaitu Ca (12%), P (1,04%), rasio Ca : P (1 : 1), dan Mg (0,30%). Kelayakan kualitas air Kualitas air yang sesuai bagi kehidupan organisma akuatik merupakan faktor penting karena berpengaruh terhadap reproduksi, pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisma perairan. Cuzon et al. (2004) menyatakan faktor lingkungan harus optimal bagi proses fisiologi udang Litopenaeus vannami. Selanjutnya dikatakan bahwa kebutuhan nutrisi dapat berubah sesuai dengan variasi faktor lingkungan seperti salinitas, temperatur, pH dan oksigen terlarut dan NH3. Saoud et al. (2003) menyatakan bahwa udang vaname dapat tumbuh pada perairan dengan salinitas berkisar 0,5-38,3 ppt Temperatur mempengaruhi status fisiologi udang. Temperatur mempengaruhi aktivitas enzim, konsumsi pakan dan tingkat pertumbuhan. Wyban et al. (1995) menyatakan temperatur optimal bagi juvenil udang vaname berubah sesuai dengan umur. Temperatur optimal bagi udang dengan ukuran berat kurang dari 5 g yaitu 30 oC, sedang untuk ukuran udang besar, temperatur optimal adalah 27 oC.
8 Nilai optimum pH bagi pertumbuhan udang yaitu berkisar 7,5-8,5 (Bray dan Lawrence 1992). Sedang menurut Xiancai dan Yongquan (2001) adalah 7-10. Yang (1990) menyatakan bahwa bagi pertumbuhan udang nilai optimum oksigen terlarut > 5 mg/l, sedang menurut Xiancai dan Yongquan (2001) yaitu > 4 mg/l. Kadar NH 3 yang tidak menghambat pertumbuhan yaitu < 0,1 mg/l (Wickins 1976). Bungkil biji kapuk dan kapas Bungkil biji kapuk dan kapas merupakan tanaman yang termasuk dalam famili Malvaceae (Bombacaceae). Kedua tanaman ini mengandung gosipol dan asam lemak siklopropenat. Selain itu pula mengandung protein yang cukup tinggi, namun komposisi asam amino yang dikandungnya tidak lengkap. Asam amino kedua bungkil kurang lengkap seperti lisin dan metionin yang merupakan sebagai faktor pembatas untuk ikan (NRC 1983; Hertrampf dan Felicitas 2000). Untuk mencegah kekurangan beberapa nutrien tersebut, maka dilakukan penambahan asam amino ke dalam pakan dan kombinasi bahan nabati yang berbeda untuk memenuhi keseimbangan nutriennya (Nwanna et al. 2005). Robinson dan Li (1994) menyatakan bahwa penggunaan biji kapas melebihi 15% dapat menggantikan tepung bungkil kedele, sedangkan penggunaan di atas 30% dengan penambahan lisin dapat digunakan sebagai pakan ikan channel catfish. Lim (1996) menyatakan bahwa juvenil udang Penaeus vannamei yang diberi pakan dengan substitusi 13,3% dan 26,5% tepung biji kapas pada tepung hewan laut menunjukkan tingkat kelangsungan hidup dan konsumsi pakan sama dibandingkan dengan di atas 26,5%. Selanjutnya dikatakan bahwa juvenil udang yang diberi level 39,8% tepung biji kapas atau mengandung 1600 ppm gosipol bebas dapat menekan berat tubuh, mengurangi napsu makan dan mortalitas yang tinggi.
9 Biji Kapuk sebagai sumber nutrisi berikut keterbatasannya Tanaman kapuk Tanaman kapuk termasuk dalam kerajaan Tanaman, devisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Malvales, famili Malvaceae (Bombacaceae), genus Ceiba dan spesies Ceiba pentandra. Tanaman kapuk mudah tumbuh di daerah tropis pada ketinggian 100-200 m di atas permukaan laut (Setiadi 1983). Selanjutnya dikatakan bahwa tanaman ini tahan terhadap kekurangan air, sehingga dapat ditanam di tegalan, pematang sawah atau tepi jalan. Buah kapuk berbentuk lonjong dengan kulit keras dan berwarna hijau jika masih muda dan coklat jika telah tua. Bentuk bijinya bulat, kecil-kecil berwarna hitam dibungkus oleh selapis serat berwarna putih yang merupakan dinding buah kapuk. Menurut Ochse et al. (1961) bahwa pohon kapuk dapat bereproduksi terus menerus sampai umurnya mencapai 50-60 tahun. Sihombing (1974), menyatakan setiap pohon kapuk dapat menghasilkan buah berkisar 4000-5000 per tahun dengan pohon kapuk dewasa dapat menghasilkan sekitar 150 kg biji kapuk per tahun. Setiap buah kapuk yang masak berisi sekitar 35% serat, 15% kulit buah dan 50% biji kapuk yang beratnya berkisar 25-40 gram. BPS (1989) menyatakan bahwa diperkirakan perkebunan kapuk di Indonesia mencapai areal seluas 33.529 ha dengan produksi kapuk 54.593 ton. Adanya peningkatan produksi perkebunan akan diikuti oleh peningkatan biji kapuk yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein nabati yang pada akhirnya pula dapat sebagai substitusi bungkil kedele. Menurut Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, rata-rata setiap tahun tersedia biji kapuk sebesar 114.400 ton (Badan Penelitian Tanaman Rempah dan Obat 2009). Komposisi biji kapuk Biji kapuk merupakan bagian dari buah kapuk yang beratnya dua pertiga bagian dari berat buah kapuk. Menurut Ochse et al. (1961), dari biji kapuk ini dapat dihasilkan minyak sebanyak 22–25% yang berwarna kekuning-kuningan dan hampir
10 tidak ada rasa sedangkan sisanya merupakan bungkil biji kapuk yang dapat digunakan untuk makanan ternak. Protein kasar yang terkandung dalam bungkil biji kapuk tinggi yaitu 27,60 % (Sihombing dan Simamora 1979). Sedang NRC (1983) menyatakan tepung biji kapuk memiliki kadar protein 41,7%, lemak 1,8 %, serat kasar 11,3% dan kadar abu 6,4%. Hartadi et al. (1990) menyatakan bahwa bungkil biji kapuk mengandung protein 31,70%, serat kasar 24%, lemak kasar 9,7%, BETN 26,70 %, abu 7,9% dan Ca 0,4%. Komposisi kimia bungkil biji kapuk dari beberapa sumber disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 No.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Komposisi kimia bungkil biji kapuk menurut beberapa sumber pustaka (%) Komposisi Kimia
Protein Kasar Lemak BETN Serat Kasar Abu Bahan Kering
Sumber Pustaka Lubis (1963)
Suherman (1973)
Sutardi (1981)
NRC (1983)
Kardivel (1984)
32,85 6,71 21,70 30,34 8,39 83,90
31,13 5,83 23,21 31,57 6,93 90,90
29,60 7,58 25,50 30,10 7,59 83,90
41,7 1,8 11,3 6,4 -
32,28 9,70 36,34 36,34 7,91 88,60
Selain mengandung protein, bungkil biji kapuk juga mengandung lemak berkisar 25–40 % dengan kandungan asam oleat 50%, asam linoleat 30% dan asam palmitat 16% (Sihombing 1974). Komposisi asam lemak dari beberapa minyak nabati disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi asam lemak dari biji kapas dan kapuk (%)
Sumber : Budi-Saroso (1992)
11 Dengan tingginya kandungan protein tersebut, maka bungkil biji kapuk dapat dipakai sebagai sumber nutrisi yaitu sebagai substitusi tepung kedele dalam pakan hewan, baik hewan darat maupun air pada jumlah tertentu. Dengan kandungan protein yang cukup tinggi tersebut, diduga bungkil biji kapuk mempunyai komposisi asam amino yang dapat saling mensubstitusi dengan asam amino yang dikandung pada protein nabati lainnya seperti bungkil kedele. Presentasi komposisi asam amino dari menurut Hartadi et al. (1990) dan Hartutik (2000) disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11 12 13 14 15
Jenis dan persentasi asam amino pada bungkil biji kapuk menurut beberapa sumber Jenis asam amino (%) Valin Phenilalanin Methionin Arginin Tirosin Histidin Isoleusin Leusin Lisin Treonin Serin Glisin Alanin Sistein Prolin
Sumber pustaka Hartadi et al. (1990) 1,23 1,43 0,29 3,11 0,82 0,48 0,76 1,74 1,17 -
Hartutik (2000)* 0,72 0,71 0,10 1,50 0,34 0,24 0,49 0,94 0,59 0,40 0,67 0,62 0,60 0,07 0,58
Keterangan * : hasil ekstraksi mekanis tanpa pemanasan
Keterbatasan Biji kapuk dan biji kapas yang merupakan tanaman dari famili Malvaceae yang mengandung protein cukup tinggi serta antinutrient yaitu asam siklopropenat dan gossypol (Hertrampf dan Felicitas 2000).
12 Asam lemak siklopropenat Asam lemak siklopropenat adalah asam lemak toksik yang ditemukan pada biji kapas dan biji baobab (Adansonia digitata) termasuk asam malvalat dan sterkulat (Tacon 1995). Asam lemak siklopropenat adalah asam lemak yang mempunyai gugus siklis yaitu gugus siklopropenat. Berdasarkan jumlah karbonnya dikenal 2 senyawa yaitu asam malvalat dan asam sterkulat (Gambar 1). Asam sterkulat adalah asam 8-(2-oktil-1-siklopropenil) oktanoat dan asam malvalat adalah asam 7-(2-oktil1-siklopropenil) heptanoat (Phelps et al. 1964).
Gambar 1 Asam lemak siklopropenat : asam sterkulat dan malvalat (Halver dan Hardi 2002).
Penggunaan bungkil biji kapuk sebagai pakan dibatasi oleh adanya kandungan asam siklopropenat yang bersifat racun bagi ternak (Phelps et al. 1964; Kategile et al. 1978; Thanu et al. 1983). Asam lemak siklopropenat ini pada umumnya menyebabkan berbagai efek negatif yang merugikan baik secara ekonomi maupun produksi, terutama bila semakin meningkat dosis pemberian bahan pakan yang mengandung asam siklopropenat (Phelps et al. 1964). Bungkil biji kapuk mengandung asam siklopropenat yaitu asam sterkulat sebanyak 60 ppm, sedangkan bungkil biji kapuk yang dihilangkan minyaknya tidak ditemukan adanya kandungan asam sterkulat (Zahirma 1986). Thalib et al. (1990) menyatakan bahwa kandungan asam sterkulat pada bungkil biji kapuk adalah 7-12 % dari fraksi lemak dan dari penelitiannya diketahui kandungan asam sterkulat bungkil biji kapuk sekitar 0,14%. Phelps et al. (1964) menyatakan bahwa pemberian ransum yang mengandung asam siklopropenat dapat menyebabkan terjadinya pink white pada telur ayam yaitu
13 berubah warna pada putih telur menjadi merah jambu atau pink, meningkatkan pH kuning telur, meningkatkan kadar air kuning telur terutama selama penyimpanan yang disebabkan meningkatnya permeabilitas membran viteline, menurunkan produksi telur. Selanjutnya dikatakan bahwa asam siklopropenat dapat menyebabkan perubahan metabolisme lemak di dalam tubuh ternak, menyebabkan perubahan komposisi asam lemak yaitu lemak yang mengandung asam oleat akan berkurang. Asam siklopropenat yang terdapat dalam biji kapuk dapat meyebabkan perubahan metabolisme lemak didalam tubuh ternak, menyebabkan perubahan komposisi asam lemak yaitu lemak yang mengandung asam stearat akan bertambah sedang lemak yang mengandung asam oleat akan berkurang. Gosipol Gosipol pertama kali dikemukakan oleh Marchlewski pada tahun 1899 untuk pigmen kapas yang telah dimurnikan. Nama gosipol berasal dari “gossyp (iun) ol”, untuk menunjukkan bahwa senyawa tersebut berasal dari tanaman marga gossypium dan merupakan senyawa fenol (phenol) (Adam et al. 1960, diacu dalam Kartono 1990). Gosipol merupakan pigmen yang terdapat pada genus Gossypium dan beberapa tanaman lain yang termasuk dalam famili Malvaceae antara lain tanaman kapuk. Menurut Goenarso et al. (2003) menyatakan bahwa gosipol merupakan senyawa fenol berwarna kuning yang sangat reaktif ditemukan pada berbagai bagian tanaman kapas (Gossypium sp). Gosipol mempunyai rumus molekul C30H30O8 dengan berat molekul gosipol 518.563 g/mol, melting point 177-182 oC, nama kimia
yaitu
1,1’6,6’7-hexahidroxy-5’5’-diidoprophyl-3’,3’dimethyl[2,2’-
binapthalene]-8,9’dicarboxyldehyde, larut dalam beberapa pelarut organik seperti metanol, etanol, proponal-2, aseton dan khloroform, larut sedikit dalam gliserol, sikloheksan tetapi tidak larut dalam petroleum eter bertitik didih rendah (30-60 oC) dan air; bila dipanaskan akan meleleh dan terdekomposisi (Boatner 1948, diacu dalam Kartono 1990). Rumus bangun gosipol disajikan pada Gambar 2.
14 Gosipol terdiri atas gosipol bebas, gosipol terikat dan gosipol total (Wahyunto 1989). Gosipol bebas yaitu terutama gugus karbonilnya, sehingga dapat bereaksi dengan gugus amin dari asam amino sehingga dapat mengurangi daya cerna bahan makanan; gosipol terikat yaitu gosipol yang gugus karbonilnya berikatan dengan senyawa amin dari asam amino pada protein, sehingga akan kehilangan sifat bebasnya; gosipol total yang merupakan jumlah antara gosipol bebas dan gosipol terikat. Gosipol terikat tidak mebahayakan ternak atau manusia, tetapi gosipol bebas akan meracuni ternak. Konsentrasi gosipol bebas pada tepung biji kapas berkisar 0,04-0,40%. Sedang menurut NRC (1993) dan Robinson dan Brent (1989) menyatakan bahwa rata-rata kandungan gosipol pada biji kapas bervariasi dari 0,4-2,4% dan kandungan gosipol bebasnya kurang dari 0,01% pada beberapa tepung biji kapas yang mengandung gosipol rendah. Harris dan Karmas (1975), diacu dalam Wahyunto 1989) menyatakan pada biji kapas, gosipol bebas akan bereaksi dengan asam amino lisin pada gugus amino-epsilonnya sehingga akan mengurangi daya cerna protein biji kapas.
Gambar 2 Struktur gossypol (Cai et al. 2004) Pengaruh negatif asam lemak siklopropenat dan gosipol pada hewan Zain (1994) menyatakan bahwa bungkil biji kapuk ternyata belum memperlihatkan pengaruh negatif terhadap kecernaan, retensi nitrogen, populasi dan kegiatan metabolisme mikroba rumen sampai taraf 30% dalam konsentrat atau 12 % dalam ransum. Ayuningsih (1994) menyatakan bahwa penggunaan bungkil biji kapuk sampai taraf 10% dalam konsentrat kambing perah sampai dengan 4 minggu cukup aman karena tidak menyebabkan terdapatnya siklopropenat di dalam susu. Pemberian
15 bungkil biji kapuk sampai tingkat 30% dalam konsetrat atau 15% dalam ransum dapat diberikan pada ternak kambing tanpa mempengaruhi siklus birahi maupun kandungan hormon progresteron dan estradiol tetapi mempengaruhi lama birahi. Tepung biji kapuk dan kapas mengandung protein cukup tinggi, namun mempunyai keterbatasan selain antinutrisi juga kandungan serat kasarnya dalam penggunaannya dalam pakan. Sedang tingkat kecernaan energi lebih rendah karena tingginya kandungan serat dalam bahan. Kecernaan tepung biji kapuk dan kapas pada ikan lele dengan kecernaan nyatanya berkisar 71,2–90,6% (Hertrampf dan Felicitas 2000) . Sedang pada hewan ruminansia sekitar 60%. Hendricks dan Bailey (1989) melaporkan bahwa tanda-tanda terjadinya toksik pada rainbow trout (O. Mykiss) yang diberi asam lemak siklopropenat yaitu penghambatan sistem desaturasi asam lemak dan konsekuensinya mempengaruhi metabolisme lipid, abnormalitas secara histologi termasuk nekrosis hepatosit. Umumnya endapan glikogen hati, terlihat seperti serat pada hepatosit sitoplasma, terjadi pembekakan pada pembuluh empedu, dan fibrosis. Sedang Chikwen (1987) dalam Tacon (1995) menyatakan bahwa asam lemak siklopropenat dapat merusak asam amino pada ikan rainbow trout. Ikan yang diberi pakan 300 mg/kg asam lemak siklopropenat dapat merusak lisin dibandingkan dengan ikan diberi 50 mg/kg atau tidak mengandung asam lemak siklopropenat dalam pakan. Pakan yang mengandung gosipol memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan terjadinya abnormalitas intestinal dan organ-organ internal (Francis et al. 2001). Hertrampf dan Felicitas (2000) menyatakan bahwa pada ayam petelur batas konsentrasi gosipol yang masih ditolerir yaitu 50 ppm, ayam broiler 200 ppm dan babi 100 ppm. Penambahan tepung biji kapas sebanyak 51,25% dan lisin 0,65% dalam pakan ikan channel catfish yang dipelihara di kolam menunjukkan pertumbuhan dan komposisi kimia dalam daging tidak berbeda dengan ikan yang diberi pakan tepung bungkil kedele 42 % (Robinson dan Li 1994). Utami (2008) menyatakan bahwa udang putih yang diberi pakan yang mengandung 30% bungkil biji kapuk
16 memberikan mortalitas total pada juvenil udang vaname pada hari ke-6. Hal ini diduga kandungan gosipol dan/atau asam lemak siklopropenat dalam pakan tinggi. Francis et al. (2001) menyatakan bahwa gejala-gejala yang diakibatkan adanya gosipol dalam pakan ikan yaitu pertumbuhan menurun, perubahan nekrotik pada sel hati, terjadi kekentalan pada dasar membran glomerulat serta
adanya
akumulasi pigmen granulaseroit di hati. Roehm et al. (1967) menyatakan bahwa ikan rainbow trout yang ditambahkan 1% gosipol dalam pakan menyebabkan pertumbuhan ikan menurun sekitar 50% dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan ikan dengan penambahan 2% gosipol asetat dalam pakan menyebabkan ikan tidak mau makan. Selanjutnya dikatakan, pada hati, ginjal dan jaringan limpanya terdapat ikatan gosipol dan gosipol tersebut tetap berada dalam hati sampai ikan diberi pakan yang tidak mengandung gosipol. Cai et al. (2004) menyatakan bahwa asam-asam phenolic yang terdapat dalam gosipol dapat menghambat kerja enzim proteolitik seperti tripsin dan pepsin. Gosipol bebas sangat toksik dan dapat terakumulasi dalam hati, jantung, alat reproduksi dan ginjal (Morgan 1989). Pelepasan asam lemak siklopopenat dan gosipol dari biji kapuk Asam siklopropenat dapat dinonaktifkan sehingga akan mengurangi dan bahkan menghilangkan sifat toksitnya dengan hidrogenasi, penambahan dengan polimerasi dan substitusi atom hidrogen secara kimia pada cincin siklopropenat (Phelps et al. 1964). Selain itu, dapat pula dilakukan dengan pemanasan, pengasaman, dan sulfikasi yang akan merubah struktur gugus cincin siklopropenat sehingga tidak bersifat racun lagi bagi ternak (Thalib et al. 1990). Menurut Zahirma (1986) bahwa reaksi oksidasi asam sterkulat dengan kalium permanganat (KMnO4) dalam aseton dan hidrogenasi dengan paladium-kalium karbonat (Pd-CaCO3) dalam etanol mempunyai arti penting dalam upaya menekan sifat racun asam siklopropenat, karena reaksi ini dapat memecahkan gugus cincin siklo. Selanjutnya dikatakan bahwa uji kualitatif asam siklopropenat yang paling mudah adalah dengan pereaksi Halpen. Uji ini bersifat spesifik, tetapi dapat untuk membedakan ke dua asam siklopropenat yaitu asam malvalat dan asam sterkulat.
17 Pada hewan ruminasia asam siklopropenat dapat dihidrogenasi di dalam rumen, hal ini didasarkan atas penelitian dengan pemberian lemak tak jenuh yang tinggi dalam ransum sapi jantan muda tidak mempengaruhi simpanan lemak jenuh sapi jantan muda tersebut. Kemampuan rumen untuk menghidrogenasi asam lemak tak jenuh dipengaruhi donor H dalam rumen (Hungate 1966, diacu dalam Zain 1994). Cook et al. (1976) menyatakan bahwa asam lemak tidak jenuh akan terhidrogenasi sehingga akan menghasilkan asam siklopropenat yang tidak menghambat sistem kerja enzim desaturase yaitu enzim yang bersifat dehidrogenasi pada asam lemak. Menurut Hertrampf dan Felicitas (2000) menyatakan bahwa gosipol dapat menjadi tidak toksit apabila dicampur dengan ferro sulfate (FeSO 47H2O). Ferro sulfat akan menghambat pengaruh toksit tersebut. Gosipol tidak berikatan dengan ion hidrooksida (OH-) melainkan berikatan dengan SO4 yang disebut dengan konjugat sulfat. Ion hidrooksida (OH-) tidak dalam bentuk radikal karena diikat dengan besi (Fe) menjadi suatu senyawa tidak beracun (Cheeke 1989). Dengan demikian gosipol dapat larut dalam lemak. Wahyunto (1989) menyatakan bahwa untuk mengurangi kandungan gosipol dapat dilakukan dengan menggunakan larutan heksan dan/atau alkohol. Lanjut dikatakan, penggunaan larutan heksan karena larutan tersebut digunakan secara luas untuk ekstrasi minyak secara laboratoris maupun komersial. Selain itu pula larutan ini mempunyai titik didih yang tidak terlalu rendah (69 oC) menyebabkan pelarut ini tidak terlalu cepat menguap. Penggunaan alkohol dalam ekstraksi karena gosipol bersifat larut dalam alkohol. Sutikno (2000) menyatakan bahwa kandungan gosipol dapat dikurangi dengan penambahan air kapur jenuh. Hal ini diharapkan ion kalsium (Ca) akan berinteraksi dengan gugus fenol membentuk garam fenolat. Lanjut dikatakan bahwa perendaman selama 24 jam biji kapas memberikan hasil yang terbaik dimana kadar gosipolnya turun 84,5% dari kandungan gosipol awal. Penurunan kadar gosipol akan semakin efektif bila perendaman dilakukan dalam air kapur mendidih selama waktu 30 menit (Sutikno 2000).
19 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2010–Desember 2011. Pemeliharaan hewan uji dilakukan di Laboratoium Pusat Studi Ilmu Kelautan IPB, analisis proksimat di Laboratorium Nutrisi FPIK IPB, analisis histologi di Laboratorium Kesehatan Ikan FPIK IPB dan Balai Besar Penelitian Veteriner (BBALIVET) Bogor, analisis enzim di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB, analisis asam lemak di Laboratorium Kimia UNPAD dan Laboratorium Bioteknologi Jakarta. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Penelitian tahap pertama bertujuan untuk mengetahui pengaruh tepung biji kapuk terhadap histologi, enzimatik dan komposisi asam lemak tubuh juvenile udang vaname. Penelitian tahap kedua bertujuan untuk mengetahui pengaruh minyak biji kapuk terhadap histologi, enzimatik dan komposisi asam lemak tubuh juvenile udang vaname. Penelitian tahap ketiga bertujuan untuk mengetahui substitusi tepung bungkil kedele dengan tepung bungkil biji kapuk terhadap sintasan dan pertumbuhan juvenil udang vaname Penelitian Tahap Pertama Pengaruh tepung biji kapuk terhadap histologi, enzim pencernaan dan komposisi asam lemak tubuh juvenile udang vaname Pakan uji Sebelum pakan dibuat, dua bahan baku yakni pakan komersial dan Tepung Biji Kapuk (TBK) dianalisis secara proksimat. Adapun hasil analisis disajikan pada Lampiran 1. Keseluruhan pakan uji yang digunakan dalam penelitian ini berbasis pada pakan komersial dengan kisaran protein 31,2-38,9% dan energi kotor 3810,9-3921,5 Kkal/kg. Adapun perbedaan antar perlakuan terletak pada presentasi kandungan tepung biji kapuk, sehingga didapatkan 5 perlakuan yaitu 0, 10, 20, 30 dan 40%.
20 Komposisi pakan uji pada setiap perlakuan dan hasil analisis proksimat disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Komposisi pakan uji dan analisis proksimat pada penelitian tahap pertama Bahan pakan(%) Pakan komersial Tepung biji kapuk CMC Komposisi proksimat Protein(%) Lemak(%) Air(%) Abu(%) Serat kasar(%) BETN (%)* GE (Kkal/kg)** ALS (mg/g pakan)*** Gosipol (mg/g pakan)
0 100 0 0 38,9 8,05 9,7 15,9 5,4 22,1 3810,9 ttd ttd
Perlakuan Tepung Biji Kapuk (%) 10 20 30 87 77 67 10 20 30 3 3 3 36,9 9,4 10,1 14,9 6,7 22,2 3833,3 0,001 0,001
35,0 10,5 10,4 13,9 7,9 22,3 3856,2 0,004 0,001
33,1 11,7 10,8 12,8 9,1 22,4 3879,1 0,009 0,002
40 57 40 3 31,2 12,9 10,8 11,9 10,3 22,9 3921,5 0,011 0,010
*Bahan ekstrak tanpa nitrogen; **Gross energi dihitung berdasarkan : protein = 5,4 kkal/g; lemak = 9,1 kkal/g; BTN =4,1 kkal/g (Watanabe,1988); ***Asam Lemak Siklopropenat
Hewan uji Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu udang vaname dengan bobot awal berkisar 6,13±0,5 g berasal dari Lampung. Hewan uji diadaptasi terlebih dahulu dalam kondisi penelitian selama seminggu. Selama proses adaptasi hewan uji diberi pakan komersial. Satu hari sebelum perlakuan udang dipuasakan terlebih dahulu Pemeliharaan hewan uji Hewan uji dipeliharan dalam akuarium yang berukuran 60x50x40 cm dan diisi air laut yang sudah ditreatment sebanyak 96 liter atau 80% dari volume. Hewan uji dipelihara dengan kepadatan 10 ekor/akuarium dan diberi pakan dengan frekuensi 4 kali sehari yaitu pukul 06.00, 10.00, 14.00 dan pukul 22.00 dengan cara satiation, jika ada sisa pakan diambil dan dikeringkan. Setiap hari dilakukan penimbangan jumlah pakan dan sisa pakan yang tidak dimakan.
21 Pemeliharaan hewan uji dan stok sampel dalam akuarium dilakukan dengan sistem resirkulasi dengan perputaran air sebanyak 300% per hari. Untuk mempertahankan kondisi air tetap baik maka dilakukan penyiponan pada pagi dan sore hari untuk menghilangkan sisa pakan dan kotoran. Setelah penyiponan dilakukan penambahan air sebanyak 10% dari total volume. Selanjutnya setiap dua hari sekali dilakukan pergantian air pada tandon sebesar 30%. Untuk memberikan nyaman pada hewan uji semua akuarium ditutup plastik hitam dan pada setiap akuarium diberikan shelter. Kualitas air selama masa pemeliharaan adalah suhu berkisar 28,5 dan 29,5 oC, kandungan oksigen terlarut berkisar 5,10 dan 6,03 ppm dan pH berkisar 7,5 dan 7,8. Analisis kimia Analisis kimia meliputi (1) kandungan Asam Lemak Siklopropenat (ALS) dan gosipol pada hepatopankreas udang, (2) aktivitas enzim pencernaan (protease, lipase dan amilase), (3) komposisi asam lemak tubuh dan (4) proksimat pakan uji. Analisis kandungan ALS dan gosipol dilakukan pada hepatopankreas hewan uji. Sampel hepatopankreas diambil pada hewan uji yang telah mengalami moribunb (sekarat) dari setiap perlakuan. Jumlah sampel diambil sebanyak dua ekor dari setiap perlakuan dengan selang waktu dua hari dihitung saat hewan uji mulai pertama kali mengalami moribunb. Adapun data mengenai jumlah sampel yang diambil berdasarkan waktu disajikan pada Lampiran 2. Pengambilan hepatopankreas dilakukan dengan cara telebih dahulu memisahkan hepatopankreas dengan tubuh udang. Sampel hepatopankreas yang telah diambil kemudian dimasukan kedalam opendap dan selanjutnya disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu -27 oC sampai dilakukan analisis. Analisis kandungan ALS dan gosipol dilakukan menggunakan alat Gas Chromatografi (FAO 1994; Zahirma 1986; Sofyan dan Sigit 1993). Adapun prosedur analisis kandungan gosipol dan ALS seperti disajikan pada Lampiran 3 dan 4. Analisis aktivitas enzim pencernaan (protease, lipase dan amilase) dilakukan pada hepatopankreas hewan uji. Sampel hepatopankreas diambil pada hewan uji secara acak dari setiap perlakuan. Jumlah sampel diambil sebanyak dua ekor setiap
22 hari dari setiap perlakuan. Adapun data mengenai jumlah sampel yang diambil berdasarkan waktu disajikan pada Lampiran 5. Pengambilan hepatopankreas dilakukan terlebih dahulu dengan memisahkan hepatopankreas dengan tubuh udang. Sampel hepatopankreas yang telah diambil kemudian dimasukan kedalam opendap dan selanjutnya disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu -27oC sampai dilakukan pengukuran aktivitas enzim di laboratorium.
Sebelum dilakukan
pengukuran aktivitas enzim protease, lipase dan amilase, terlebih dahulu sampel hepatopankreas ditimbang dan dicatat. Selanjutnya digerus dalam cawan porselin pada kondisi dingin (diatas lapisan es) kemudian ditambahkan dengan larutan buffer posfat pada pH 7 sebanyak 2-3 ml. Setelah itu sampel yang telah ditambahkan larutan buffer disentrifuge dengan kecepatan 6000 rpm. Ekstrak enzim selanjutnya disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu -20 oC sampai pengujian aktivitas enzim dilakukan. Pengukuran aktivitas enzim protease menggunakan metode Bergmeyer dan Grassi (1983), aktivitas enzim lipase berpedoman pada metode Quin et al. (1982), Shirai dan Jackson (1982), dan aktivitas enzim amilase menggunakan metode Berfeld (1955). Adapun prosedur pengukuran aktivitas enzim protease, lipase dan amilase disajikan pada Lampiran 6. Analisis kandungan asam lemak tubuh dilakukan pada tubuh hewan uji. Sampel hewan uji diambil pada akhir pengamatan dari setiap perlakuan. Selain itu pula dilakukan pengambilan sampel udang sebelum dilakukan perlakuan sebagai pembanding. Jumlah sampel yang diambil sebanyak satu ekor dari setiap perlakuan. Adapun data yang diambil berdasarkan jumlah sampel berdasarkan waktu disajikan pada Lampiran 7. Sampel hewan uji yang telah diambil dimasukan dalam kantong plastik bening dan disimpan dalam lemari pendingin pada suhu -27 oC sampai dilakukan pengukuran asam lemak tubuh di laobratorium. Sebelum dilakukan analisis asam lemak tubuh, sampel terlebih dahulu digerus dalam cawan porselin sampai hancur secara keseluruhan. Sampel yang telah digerus kemudian direndam dalam larutan heksan selama 24 jam untuk mengekstrak minyaknya dengan perbandingan 1 : 3 (1 bagian sampel dengan 3 bagian larutan heksan). Minyak dari hasil sampel
23 kemudian disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4 oC sebelum dianalisis kandungan asam lemak tubuh. Analisis kandungan asam lemak tubuh menggunakan alat Gas Chromatografi (Watanabe 1988; Apriyantono 1989). Kondisi GC saat melakukan pengukuran asam lemak tubuh disajikan pada Lampiran 8. Analisis proksimat pakan komersial dan pakan uji dimaksudkan untuk melihat kandungan protein, lemak, serat, abu, air dan BETN. Analisis protein kasar dilakukan dengan metode Kjedhal; lemak dengan metode ekstraksi menggunakan alat Soxhlet; abu dengan menggunakan pemanasan dalam tanur pada suhu 400-600 oC, serat kasar menggunakan pelarutan sampel dengan asam dan basa kuat serta pemanasan, dan kadar air dengan menggunakan metode pemanasan dalam oven pada suhu 105-110 o
C. Analisis proksimat ini dilakukan dengan metode Takeuchi (1988). Prosedur
analisis proksimat disajikan seperti pada Lampiran 9. Histologi Histologi dilakukan pada hepatopankreas hewan uji. Pengamatan histologi untuk melihat kerusakan organ hepatopankreas yang diakibatkan oleh pengaruh pemberian TBK. Pengambilan sampel hepatopankreas dilakukan pada saat hewan uji telah mengalami moribunb (sekarat). Jumlah sampel yang diambil sekali sebanyak 1 ekor dari setiap perlakuan. Adapun sampel udang yang diambil berdasarkan waktu disajikan pada Lampiran 10. Sampel hepatopankreas diambil setelah dipisahkan dengan tubuh udang. Sampel yang telah diambil kemudian dimasukan dalam larutan Davidson
sebelum
hepatopankreas
dilakukan
dilakukan
Pengamatan histologi
pembuatan
dengan
preparat.
metode
pewarnaan
Pembuatan
preparat
hematoksilin-eosin.
dilakukan menurut Lightner (1996), diacu dalam Hamsah
(2004); Bell and Lightner 1988. Adapun prosedur pembuatan preparat histologi hepatopankreas seperti disajikan pada Lampiran 11.
24 Parameter yang dievaluasi Dalam penelitian ini parameter yang dievaluasi adalah kandungan ALS, gosipol dalam hepatopankreas, aktivitas enzim pencernaaan (protease, lipase, amilase), histologi hepatopankreas, jumlah pakan yang dikonsumsi per hari dihitung berdasarkan jumlah pakan yang dikonsumsi (g) dalam sehari dibagi dengan jumlah udang (Bores et al. 2006) dan tingkat kelangsungan hidup dihitung dari jumlah udang pada akhir pemeliharaan dibagi dengan jumlah udang awal menurut Zonneveld et al. (1991) yaitu :
SR
Nt x100 No
(1) Keterangan : SR = Kelangsungan hidup udang (%) Nt = Jumlah udang pada akhir penelitian; No= Jumlah udang pada awal pemeliharaan
Analisis data Data kandungan ALS dan gosipol, aktivitas enzim pencernaan, jumlah pakan yang dikonsumsi dan tingkat kelangsungan hidup, masing-masing dianalisis dengan menggunakan sidik ragam. Jika ada perbedaan dilanjutkan uji Tukey pada selang kepercayaan 95% menggunakan program Minitab15. Histologi dan komposisi asam lemak tubuh dianalisis secara deskriptif dan eksploratif Penelitian Tahap Kedua Pengaruh minyak biji kapuk terhadap histologi, enzim pencernaan dan komposisi asam lemak tubuh juvenile udang vaname Pakan uji Pakan komersial yang digunakan seperti pada penelitian tahap pertama. Keseluruhan pakan uji yang digunakan dalam penelitian ini berbasis pada pakan komersial dengan
kisaran protein 31,2-37,9% dan energi kotor 4479,5-4619,3
Kkal/kg. Adapun perbedaan antar perlakuan terletak pada presentasi kandungan
25 minyak biji kapuk, sehingga didapatkan 5 perlakuan yaitu 0 (pakan komersial, 0, 6, 12 dan 18%. Komposisi pakan uji pada setiap perlakuan dan hasil analisis proksimat disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Komposisi pakan uji dan analisis proksimat pada penelitian tahap kedua Bahan pakan (%) Pakan komersial Minyak biji kapuk Minyak ikan CMC Komposisi proksimat Protein(%) Lemak(%) Air(%) Abu(%) Serat kasar(%) BETN (%)* GE (Kkal/kg)** ALS (mg/g pakan)*** Gosipol (mg/g pakan)
0 100 0 0 0 37,9 17,1 7,7 10,9 5,4 22,1 4596,9 ttd ttd
Perlakuan Minyak Biji Kapuk (%) 10 20 30 79 79 79 0 6 12 18 12 6 3 3 3 35,9 18,3 8,1 10,9 4,7 22,2 4619,3 ttd ttd
35,0 18,5 7,4 11,9 5,9 22,3 4600,2 0,004 0,001
33,1 18,7 8,8 10,8 6,1 22,4 4530,0 0,009 0,002
40 79 18 0 3 31,2 18,9 9,7 11,8 7,3 22,9 4479,5 0,011 0,010
*Bahan ekstrak tanpa nitrogen; **Gross energi dihitung berdasarkan : protein = 5,4 kkal/g; lemak = 9,1 kkal/g; BTN =4,1 kkal/g (Watanabe, 1988); ***Asam Lemak Siklopropenat
Hewan uji Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu udang vaname dengan bobot awal berkisar 6,5±0,6 g berasal dari Lampung. Proses adaptasi hewan uji pada penelitian ini seperti dilakukan pada penelitian tahap pertama Pemeliharaan hewan uji Pemeliharaan hewan uji pada penelitian ini dilakukan seperti pada penelitian tahap pertama. Kualitas air selama masa pemeliharaan adalah suhu berkisar 28,5 dan 29,5 oC, kandungan oksigen terlarut berkisar 5,12 dan 5,81 ppm dan pH berkisar 7,5 dan 7,8.
26 Analisis kimia Analisis kimia meliputi (1) kandungan Asam Lemak Siklopropenat (ALS) dan gosipol pada hepatopankreas udang, (2) aktivitas enzim pencernaan (protease, lipase dan amilase), (3) komposisi asam lemak tubuh dan (4) proksimat pakan uji. Pengambilan sampel untuk analisis kandungan ALS dan gosipol dilakukan setiap hari saat udang mengalami moribunb. Sedangkan pengambilan sampel untuk analisis aktivitas enzim dan asam lemak tubuh seperti dilakukan pada penelitian tahap pertama. Metode dan prosedur analisis kimia tersebut diatas pada penelitian ini dilakukan seperti dilakukan pada penelitian tahap pertama. Adapun data mengenai jumlah sampel berdasarkan waktu dari kandungan ALS dan gosipol, aktivitas enzim pencernaan dan komposisi asam lemak tubuh disajikan pada Lampiran 12, 13 dan 14. Histologi Pengamatan histologi hepatopankreas pada penelitian ini seperti dilakukan pada penelitian tahap pertama. Data jumlah sampel berdasarkan waktu disajikan pada Lampiran 15. Parameter yang dievaluasi Parameter yang dievaluasi pada penelitian ini seperti yang dilakukan pada penelitian tahap pertama Analisis data Analisis data pada penelitian ini seperti yang dilakukan pada penelitian tahap pertama
27 Penelitain Tahap Ketiga Substitusi tepung bungkil kedele dengan tepung bungkil biji kapuk dalam pakan buatan terhadap sintasan dan pertumbuhan juveni udang vaname Pakan uji Keseluruhan pakan uji yang digunakan pakan uji dengan kisaran protein 34,034,7% dan energi kotor berkisar 4010,3-4208,4 Kkal/kg. Adapun perbedaan antar perlakuan terletak pada persentasi kandungan Tepung Bungkil Biji Kapuk (TBBK) yaitu 0, 5, 10, 15 dan 20%, selain itu digunakan pemanasan TBBK pada kandungan 15 dan 20% sehingga didapatkan 7 perlakuan. Komposisi pakan uji pada setiap perlakuan dan hasil proksimat disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Komposisi pakan uji dan analisis proksimat pada penelitian tahap ketiga Bahan pakan (%) Tepung ikan Tepung kedele Tepung bungkil biji kapuk Tepung gluten jagung Tepung dedak Tepung kepala udang Tepung tapioka Minyak cumi Minyak ikan Mineral mix Vitamin mix Lecitin Cholesterol Polar
0 26 20 0 0,5 37 4 2 0,5 0,5 7 0,5 0,5 0,5 1
Perlakuan Tepung Bungkil Biji Kapuk (%) 5 10 15 20 15 28 27 25,5 28,7 25,5 15 10 5 0 5 5 10 15 20 15 1,6 5,5 9,2 11 9,2 37 33 30 27 30 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 3,9 5 5,8 3,8 5,8 0,5 0,5 0,6 0,5 0,6 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 1 1 1 1 1
20 28,7 0 20 11 27 4 2 0,5 0,5 3,8 0,5 0,5 0,5 1
Komposisi proksimat
Protein (%) Lemak (%) Air (%) Abu (%) Serat kasar (%) BETN (%)* GE (Kkal/kg)** ALS (mg/kg pakan*** Gosipol (mg/kg pakan)
34,7 6,5 12,6 12,0 0,1 34,1 4043,4 ttd ttd
34,0 5,4 13,0 11,3 0,1 36,1 4010,3 30 5
35,8 6,6 11,8 11,2 0,1 34,6 4131,1 60 10
35,0 6,5 12,4 10,4 0,1 35,6 4132,9 90 15
35,7 6,5 11,9 11,0 0,1 34,7 4128,2 120 20
34,7 7,8 11,1 11,4 0,1 34,9 4208,4 90 15
34,7 7,9 11,7 11,2 0,1 34,3 4193,1 120 20
*Bahan ekstrak tanpa nitrogen; **Gross energi dihitung berdasarkan : protein = 5,4 kkal/g; lemak = 9,1 kkal/g; BTN =4,1 kkal/g (Watanabe, 1988); ***Asam Lemak Siklopropenat
28 Hewan uji Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu udang vaname dengan bobot awal berkisar 6,0±0,5 g berasal berasal dari Bagian Administrasi Pelatihan Perikanan Lapangan STP-Pasar Minggu (BAPPL) di Serang. Proses adaptasi hewan uji pada penelitian ini seperti dilakukan pada penelitian tahap pertama Pemeliharaan hewan uji Pemeliharaan hewan uji pada penelitian ini dilakukan seperti pada penelitian tahap pertama. Kualitas air selama masa pemeliharaan yaitu suhu berkisar 28,5 dan 29,5 oC, kandungan oksigen terlarut berkisar 5,12 dan 6,05 ppm dan pH berkisar 7,5 dan 7,8. Analisis kimia Analisis kimia meliputi, (1) aktivitas enzim pencernaan (protease, lipase dan amylase), (2) komposisi asam lemak tubuh, (3) proksimat pakan uji dan (4) proksimat tubuh udang. Aktivitas enzim, komposisi asam lemak tubuh dan proksimat pakan uji dilakukan seperti pada penelitian tahap pertama. Adapun data mengenai jumlah sampel berdasarkan waktu dari kandungan ALS dan gosipol, aktivitas enzim pencernaan dan komposisi asam lemak tubuh disajikan pada Lampiran 16 dan 17. Analisis proksimat tubuh hewan uji dimaksudkan untuk menghitung retensi protein dan lemak. Pengambilan sampel untuk analisis proksimat tubuh hewan uji dilakukan pada awal dan akhir masa pemeliharaan setelah udang dipuasakan semalam. Jumlah hewan uji yang digunakan sebanyak 2 ekor dari setiap perlakuan. Hasil analisis proksimat tubuh hewan uji disajikan pada Lampiran 18. Metode analisis proksimat tubuh hewan uji yang dilakukan seperti pada penelitian tahap pertama
29 Histologi Pengamatan histologi hepatopankreas pada penelitian ini seperti dilakukan pada penelitian tahap pertama. Data jumlah sampel berdasarkan waktu disajikan pada Lampiran 19. Parameter yang dievaluasi Dalam penelitian ini parameter yang dievaluasi adalah aktivitas enzim pencernaaan (protease, lipase, amilase), histologi hepatopankreas, jumlah pakan yang dikonsumsi per hari dihitung berdasarkan jumlah pakan yang dikonsumsi (g) dalam sehari dibagi dengan jumlah udang (Bores et al. 2006) dan tingkat kelangsungan hidup dihitung seperti pada penelitian tahap pertama. Retensi protein dihitung dari selisih bobot protein tubuh akhir dengan bobot protein tubuh awal dibagi dengan jumlah bobot protein yang dikonsumsi selama penelitian, retensi lemak dihitung dari bobot lemak tubuh akhir dikurangi bobot lemak tubuh awal dibagi dengan jumlah bobot lemak yang dikonsumsi selama penelitian Untuk jelasnya retensi protein dan lemak disajikan pada persamaan 2 dan 3 berikut :
RP
( BPt BPo) / BTPKo)) x100%
(2)
Sedagkan retensi lemak dihitung berdasarkan persamaan :
RL
( BLt
BLo) / BTLKo)) x100%
(3)
Keterangan : RP = Retensi protein (%) RL = Retensi lemak (%) BPt = Bobot protein akhir (g) BPo = Bobot protein awal (g) BTPK = Bobot total protein yang dikonsumsi (g) RL = Retensi lemak (%) BLt = Bobot lemak akhir (g) BLo = Bobot lemak awal (g) BTPL = Bobot total lemak yang dikonsumsi (g)
Pertumbuhan relatif dihitung dari selisih biomassa udang pada akhir pengamatan dengan biomassa udang pada awal pemeliharaan dibagi dengan biomassa udang pada
30 awal
pemeliharaan.
Untuk
jelasnya
pertumbuhan
relatif
dihitung
dengan
menggunakan persamaan 4.
PR ((Wt W 0) / Wo )) x100%
(4)
Keterangan : PR = Pertumbuhan relative (%) Wt = Biomassa udang pada waktu t (g) Wo= Biomassa udang pada awal percobaan
Analisis data Data aktivitas enzim pencernaan, jumlah pakan yang dikonsumsi, retensi protein dan lemak, pertumbuhan relatif dan tingkat kelangsungan hidup, masingmasing dianalisis dengan menggunakan sidik ragam. Jika ada perbedaan dilanjutkan uji Tukey pada selang kepercayaan 95 % menggunakan program Minitab15. Histologi dan komposisi asam lemak tubuh dianalisis secara deskriptif dan eksploratif
31 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh tepung biji kapuk terhadap histologi, enzimatik dan komposisi asam lemak tubuh juvenile udang vaname Kandungan asam lemak siklopropenat dalam hepatopankreas Rataan kandungan asam lemak siklopropenat (ALS) pada hepatopankreas antara waktu pengambilan sampel dari udang yang telah mengalami moribunb dari setiap perlakuan yang mengandung tepung biji kapuk (TBK) yang berbeda disajikan pada Tabel 7 dan Lampiran 20. Tabel 7 Rataan kandungan ALS (mg/g) hepatopankreas dari setiap sampel udang antar waktu pengambilan sampel dari setiap perlakuan
Keterangan : * adalah hari pengambilan sampel; mt adalah mati total; ttd adalah tidak terdeteksi
Tabel 7 menunjukkan bahwa kisaran kandungan ALS pada perlakuan 10% TBK yaitu 0,891-0,961 mg/g, perlakuan 20% TBK yaitu 0,848-0,969 mg/g, perlakuan 30% TBK dan 40% TBK masing-masing 0,854-0,990mg/g dan 0,8720,910 mg/g. Berdasarkan analisis statistik menunjukkan tidak ada perbedaan nyata (p>0,05) kandungan ALS pada udang yang mati antar pengambilan sampel dari setiap perlakuan 10%, 20%, 30% dan 40% TBK (Lampiran 21) Rataan kandungan gosipol pada hepatopankreas antara waktu pengambilan sampel udang yang telah mengalami moribunb dari setiap perlakuan yang mengandung TBK yang berbeda disajikan pada tabel 8. Kisaran kandungan gosipol pada perlakuan 10% TBK yaitu 0,039-0,105mg/g, perlakuan 20% yaitu TBK 0,077-0,124 mg/g, perlakuan 30% dan 40% TBK masing-masing berkisar 0,042-0,107 dan 0,041-0,155 mg/g. Berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata (p>0,05) kandungan gosipol pada udang yang telah
32 mengalami moribunb antar waktu pengambilan sampel dari setiap perlakuan 10, 20, 30 dan 40% TBK (Lampiran 22) Tabel 8
Rataan kandungan gosipol (mg/g) pada hepatopankreas dari setiap sampel udang antar waktu pengambilan sampel dari setiap perlakuan
Keterangan : * adalah hari pengambilan sampel; mt adalah mati total; ttd adalah tidak terdeteksi
Hasil analisis kandungan ALS pada hepatopankreas dari juvenile udang yang telah mengalami moribunb dari semua perlakuan yang dicobakan berkisar 0,84 8sampai 0,990 mg/g. Kandungan gosipol berkisar 0,390 sampai 0,15 mg/g. Berdasarkan kandungan ALS dan gosipol pada hepatopankreas bagi udang yang telah mengalami moribunb dapat dinyatakan bahwa udang yang telah mengalami moribunb dari setiap perlakuan mengandung ALS dan gosipol dengan kisaran masing-masing 0,848-0,990 mg/g dan 0,390-0,155 mg/g. Lim (1996) menyatakan bahwa kandungan gosipol sebesar 1100 ppm kemungkinan dapat mengakibatkan toksik langsung pada udang Penaeaus vannamei. Histologi hepatopankreas Hasil pengamatan histologi terhadap hepatopankreas udang yang diberi pakan dengan tepung biji kapuk (TBK) 10% disajikan pada Gambar 3.
33
oe sn vc
a
b
Gambar 3 Hepatopankreas juvenile udang yang diberi pakan mengandung 10 % TBK (a) dan 0 % TBK (b); oe = oedema interstitialis; vc = vacuolisasi; sn = sel normal dengan inti sel ditengah. Pada perlakuan pemberian 10% TBK dari sampel udang yang telah mati terjadi terjadi nekrosis pada hepatopankreas, struktur sel tidak jelas dan sebagian besar sel tidak berbentuk yang diakibatkan sel mengalami pecah, terjadi vakuolisasi dan oedema interstitialis (Gambar 3a). Pada perlakuan tanpa pemberian TBK terlihat struktur sel epitel normal dengan inti sel masih berada ditengah (Gambar 3b). Pada perlakuan pemberian pakan 20% TBK (Gambar 4), menunjukkan hal yang sama seperti pada perlakuan pemberian 10% TBK. Pada hepatopankreas terjadi nekrosis, sebagian besar sel epitel tidak berbentuk akibat pecah, terjadi interstitialis pada sel epitel, fabrotik dan adanya infiltrasi sel mononuclear, glandula mengecil yang diakibatkan sel membesar serta vakuolisasi (Gambar 4a) Pada pemberian pakanyang mengandungan 30% TBK ditunjukkan pada Gambar 5. Hepatopankreas pada perlakuan ini nampak mengalami hal yang sama seperti
pada
perlakuan
20%
pemberian
pakan
yang
mengandung
TBK.
Hepatopankreas mengalami nekrosis koagulatif, terjadinya vakuolasasi, inti sel tidak terlihat diakibatkan sel epitel pecah, struktur sel rusak tidak beraturan, glandula mengecil akibat sel mengalami pembengkakan (Gambar 5a). Perbedaan ini sangat berbeda bila dibandingkan dengan struktur sel epitel pada perlakuan tanpa pemberian pakan yang mengandung TBK dimana struktur sel teratur dan inti sel berada ditengah (Gambar 5b).
34
i
fb
sn
b
b
b
a
Gambar 4. Hepatopankreas juvenile udang yang diberi pakan mengandung 20 % TBK (a) dan 0% TBK (b); i = infiltrasi; fb = fabrotik; sn = sel normal dengan inti ditengah
nk sn vc
a
b
Gambar 5. Hepatopankreas juvenile udang yang diberi pakan mengandung 30 % TBK (a) dan 0 % TBK (b); nk = nekrosis koagulasi; vc = vakuola; sn = sel normal dengan inti ditengah Pada perlakuan dengan pemberian pakan yang mengandung 40% TBK
(Gambar 6),
dimana hepatopankreas mengalami kerusakan seperti halnya pada perlakuan pemberian pakan yang mengandung 10, 20 dan 30% TBK.
Pada perlakuan
pemberian pakan yang mengandung 40% TBK, hepatopankreas mengalami nekrosis, Nampak terjadi hyperemia dan haemorrhagi pada sel yang mengalami kerusakan, adanya infiltrasi sel monokuler dan serta terjadi peradangan pada sel yang ditunjukkan dengan warna merah pada sel akibat pewarna eosin masuk kedalam sel tersebut (Gambar 6a).
35
hae
sn hyp
b
a
Gambar 6. Hepatopankreas juvenile udang yang diberi pakan mengandung 40 % TBK (a) dan 0 % TBK (b); hae = haemorrhagi; hyp = hyperemia; sn = sel normal dengan inti ditengah Dari Gambar 3, 4, 5 dan 6 menunjukkan bahwa pemberian pakan yang mengandung TBK mengakibatkan tejadinya kerusakan pada hepatopankreas. Hal ini mengindikasikan bahwa TBK yang mengandung ALS dan gosipol dapat mengakibatkan kerusakan pada hepatopankreas juvenile udang. Herman (1970) menyatakan bahwa pakan yang mengandung gosipol acetat 0,033-0,1 % atau tepung biji kapas yang mengandung gosipol bebas 0,0531 % yang diberikan pada ikan rainbow trout mengakibatkan kerusakan pada hati dan ginjal. Hendricks dan Bailley (1989) melaporkan bahwa ikan rainbow trout O. mykiss yang diberi pakan yang mengandung asam lemak siklopropenat dapat mengakibatkan nekrosis pada hepatocyte Aktivitas enzim pencernaan Aktivitas enzim protease Aktivitas enzim protease pada juvenile udang vaname yang mengkonsumsi pakan yang mengandung TBK yang berbeda dari hari ke-1 hingga hari ke-10 disajikan pada Gambar 7.
Aktivitas enzim (unit/menit/g)
36 2 0% TBK 10% TBK 20% TBK 30% TBK 40% TBK
1,5 1 0,5
0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Waktu pengamatan (hari)
Keterangan : TBK adalah tepung biji kapuk
Gambar 7 Aktivitas enzim protease (unit/menit/g) pada juvenile udang yang mengkonsumsi pakan yang mengandung TBK yang berbeda. Aktivitas enzim protease pada juvenile udang vaname yang mengkonsumsi pakan yang mengandung TBK yang berbeda (Gambar 7) menghasilkan pola perubahan yang hampir sama pada perlakuan pemberian pakan yang mengandung 10, 20, 30 dan 40% TBK yaitu mengalami penurunan mulai hari ke-2 dan kemudian cenderung menurun merata hingga akhir pengamatan (hari ke-10). Namun sebaliknya pada perlakuan pemberian 0% TBK (pakan komersial) mengalami peningkatan sejak hari ke-2 hingga akhir pengamatan. Hasil analisis statistik menunjukkankan ada perbedaan (p<0,05) antara perlakuan pemberian pakan yang mengandung 0, 10, 20, 30 dan 40% TBK . Perbedaan terjadi pada hari ke-2, dimana perlakuan pemberian 0% TBK tidak berbeda dengan perlakuan pemberian 10 dan 20% TBK dan berbeda dengan perlakuan pemberian 30 dan 40% TBK, sedangkan antar perlakuan pemberian 10, 30 dan 40% TBK tidak berbeda. Pada hari ke-3 antar perlakuan pemberian 0% TBK berbeda dengan perlakuan pemberian 10, 20, 30 dan 40% TBK, perlakuan pemberian 10% TBK tidak berbeda dengan perlakuan pemberian 20% TBK tetapi berbeda dengan perlakuan pemberian 30 dan 40% TBK, sedangkan antara perlakuan pemberian 30 dan 40% TBK tidak berbeda. Pada hari ke-4, perlakuan pemberian 0% TBK berbeda dengan perlakuan pemberian 10, 20, 30 dan 40% TBK, perlakuan
37 pemberian 10% TBK tidak berbeda dengan perlakuan pemberian 20 dan 40% TBK tetapi berbeda dengan perlakuan pemberian 30% TBK. Pada hari ke-5, antara perlakuan pemberian 0, 10, 20, 30% TBK berbeda, tetapi antara perlakuan pemberian 30 dan 40% TBK tidak berbeda. Pada hari ke-6 hingga akhir pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan pemberian 0% TBK berbeda dengan perlakuan pemberian 10, 20, 30 dan 40% TBK, sedangkan antara perlakuan pemberian 10, 20, 30 dan 40% TBK tidak berbeda (Lampiran 24) Aktivitas enzim lipase Aktivitas enzim lipase pada juvenile udang vaname yang mengkonsumsi pakan yang mengandung TBK yang berbeda pada pengamatan hari-1 hingga hari ke-
Aktivitas enzim (unit/menit/g)
10 disajikan pada Gambar 8 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0
0% TBK 10% TBK 20% TBK 30% TBK 40% TBK
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12
Waktu pengamatan (hari) Keterangan : TBK adalah tepung biji kapuk
Gambar 8 Aktivitas enzim lipase (unit/menit/g) pada juvenile udang yang mengkonsumsi pakan yang mengandung TBK yang berbeda. Pola perubahan aktivitas enzim lipase pada juvenile udang yang mengkonsumsi pakan yang mengandung TBK yang berbeda, menunjukkan pola perubahan yang sama seperti pada aktivitas enzim protease. Pola tersebut terjadi penurunan dari hari ke-2 hingga pada akhir pengamatan dari setiap perlakuan pemberian pakan yang mengandung TBK. Pada perlakuan pemberian 0% TBK, menunjukkan
kenaikan
hingga
akhir
pengamatan.
Hasil
analisis
statistik
menunjukkan bahwa ada perbedaan (p<0,05) diantara perlakuan. Pada hari ke-2
38 perlakuan pemberian 0% TBK tidak berbeda dengan perlakuan pemberian 30% TBK, sedangkan antara perlakuan pemberian 10, 20, 30 dan 40% TBK tidak berbeda. Pada hari ke-3 sampai pada akhir pengamatan, perlakuan pemberian 0% TBK berbeda dengan perlakuan pemberian 10, 20, 30 dan 40 % TBK, sedangkan antara perlakuan pemberian 10, 20, 30 dan 40% TBK tidak berbeda nyata (Lampiran 25) Aktivitas enzim amilase Aktivitas enzim amilase pada juvenile udang yang mengkonsumsi pakan yang mengandung TBK yang berbeda pada hari pengamatan ke-1 hingga ke-10 disajikan
Aktivitas enzim (unit/menit/g)
pada Gambar 9 30 25 20 15 10 5 0
0% TBK 10% TBK 20% TBK 30% TBK 40% TBK 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Waktu pengamatan (hari)
Keterangan : TBK adalah tepung biji kapuk
Gambar 9 Aktivitas enzim amilase (unit/menit/g) pada juvenile udang yang mengkonsumsi pakan yang mengandung TBK yang berbeda. Aktivitas enzim amilase pada juvenile udang yang mengkonsumsi pakan yang mengandung TBK yang berbeda (Gambar 9) mengalami pola yang mirip dengan aktivitas enzim protease dan lipase, dimana terjadi penurunan sejak hari ke-2 hingga akhir pengamatan. Pada perlakuan pemberian 0% TBK, sejak hari ke-2 mengalami kenaikan dan cenderung naik hingga akhir pengamatan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada perbedaan (p<0,05) diantara perlakuan. Perbedaan terlihat mulai hari ke-4, dimana perlakuan pemberian 0% TBK berbeda dengan perlakuan pemberian 10, 20, 30 dan 40% TBK, sedangkan antar perlakuan pemberian 10, 20, 30 dan 40% TBK tidak menunjukkan adanya perbedaan hingga akhir pengamatan (Lampiran 26)
39 Dari hasil pengamatan aktivitas enzim pencernaan (protease, lipase dan amilase) menunjukkan bahwa perlakuan dengan pemberian kandungan TBK yang meningkat mengakibatkan penurunan aktivitas enzim pencernaan, bila dibandingkan dengan pakan yang diberi tanpa mengandung TBK. Hal ini mengindikasikan bahwa TBK yang mengandung ALS dan gosipol dapat mempengaruhi aktivitas enzim pencernaan tersebut. Penurunan aktivitas enzim ini disebabkan terjadinya kerusakan pada hepatopankreas yang tidak mampu lagi mensintesa dan mensekresi enzim pencernaan. Ceccaldi (1989 dan 1997) menyatakan bahwa hepatopankreas pada krustase digunakan sebagai fungsi metabolik yaitu mensintesa dan mensekresi enzim pencernaan. Selain itu pula, keberadaan gosipol yang terkandung dalam TBK dapat menghambat aktivitas enzim proteolitik dan peptik. Cater (1969) yang menyatakan bahwa keberadaan gosipol dapat menghambat aksi enzim proteolitik. Lyman et al (1959) dalam Carter (1969) menyatakan bahwa penambahan 1,38% gosipol pada protein biji kapas dapat menyebabkan pengurangan peptik dan triptik masing-masing 37 dan 58%. Komposisi asam lemak tubuh Hasil pengamatan komposisi asam lemak tubuh juvenile udang vaname disajikan pada Gambar 10 dan Lampiran 27. Kandungan Asam Lemak (mg/g)
4
Palmitoleat Stearat Oleat Nonadecanoat Arachidat Eicosenoat
3 2 1 0 kontrol 0% TBK 10% TBK 20% TBK 30% TBK 40% TBK Perlakuan
Keterangan : kontrol adalah udang belum ada perlakuan
Gambar 10 Komposisi asam lemak tubuh juvenile udang yang diberi pakan mengandung TBK yang berbeda
40 Gambar 10, menunjukkan bahwa komposisi asam lemak tubuh juvenile udang vaname sebelum dilakukan perlakuan (kontrol) yaitu palmitoleat, stearat, oleat, nonadecanoat, arachidat dan eicosenoat. Pada akhir pengamatan menunjukkan kandungan asam palmitoleat meningkat pada perlakuan pemberian 0% TBK yaitu dari 0,41 mg/g menjadi 0,73 mg/g (kenaikan sebesar 78,7%) tetapi tidak terditeksi (ttd) pada perlakuan pemberian 10, 20, 30 dan 40% TBK. (Lampiran 28). Asam lemak stearat mengalami penurunan dari 0,27 mg/g menjadi 0,25 mg/g (penurunan sebesar 9,2%), sedangkan oleat mengalami kenaikan dari 1,92 mg/g menjadi 3,75 mg/g (kenaikan sebesar 95,5%). Pada perlakuan pemberian 10, 20, 30 dan 40% TBK, menunjukkan bahwa jenis asam stearat dari 0,27 mg/g mengalami penurunan masingmasing 0,18, 0,15, 0,07 dan 0,19 mg/g (penurunan sebesar masing-masing 33,1, 45,6, 73,5 dan 28,3%). Pada perlakuan Jenis asam lemak oleat pada perlakuan pemberian 10, 20 dan 30% mengalami penurunan dari 1,92 mg/g menjadi masing-masing 0,30, 0,23, 0,43 mg/g (penurunan sebesar masing-masing 84,3, 88,2, 77,7 %), sedangkan pada perlakuan pemberian 40% TBK tidak terditeksi. Pada jenis asam lemak arachidat pada perlakuan tanpa pemberian TBK mengalami kenaikan sebesar 11,6% yaitu dari 0,65 mg/g menjadi 0,07 (0% TBK), sedangkan pada perlakuan pemberian 10% TBK mengalami penurunan sebesar 88,7% yaitu dari 0,65 mg/g menjadi 0,07 mg/g (Lampiran 27 dan 28) Berdasrkan komposisi asam lemak tubuh menunjukkan bahwa peningkatan pemberian TBK dapat mengakibatkan perubahan komposisi dan kandungan asam lemak tubuh udang. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan kandungan ALS yang dikonsumsi oleh udang dapat mempengaruhi komposisi asam lemak tubuh. Hal ini diduga diakibatkan ALS menghambat sistem desaturase asam lemak. Hendricks dan Bailey (1989) menyatakan bahwa ikan rainbow trout (O. mykiss) yang diberi makan asam lemak siklopropenat dapat menghambat sistem desatusase dan konsekekuensinya mempengaruhi metabolism lemak.
41 Jumlah pakan yang konsumsi Rataan jumlah pakan yang dikonsumsi udang selama pengamatan disajikan
Jumlah pakan yang dikonsumsi (g/ekor)
pada Gambar 11 dan (Lampiran 29). 5,00 0% TBK
4,00
10% TBK 20% TBK
3,00
30% TBK 40% TBK
2,00 1,00 0,00 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11
Hari ke…
Keterangan :TBK : Tepung Biji Kapuk
Gambar 11 Rataan Jumlah pakan yang dikonsumsi juvenile udang (g/ekor). Berdasarkan Gambar 11, terlihat bahwa akumulasi jumlah pakan yang dikonsumsi juvenile udang pada perlakuan pemberian 0% TBK menunjukkan kenaikan mulai hari ke-1 hingga akhir pengamatan. Pada perlakuan pemberian 10% TBK terlihat terjadi kenaikan akumulasi jumlah pakan hingga hari ke-7 kemudian cenderung merata hingga akhir pengamatan. Sedangkan pada perlakuan 20, 30 dan 40% TBK terjadi kenaikan hingga hari ke-6 kemudian cenderung merata hingga akhir pengamatan. Hasil uji statistik menunjukkan tidak berbeda beda nyata (p>0,05) antar semua perlakuan pada hari ke-1 dan hari ke-2, namun sejak hari ke-3 hingga akhir pengamatan menunjukkan ada perbedaan yang nyata (p<0,05) diantara perlakuan (Lampiran 30). Pada hari ke-3 dan ke-4 menunjukkan perlakuan pemberian 10% TBK berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 20, 30 dan 40% TBK. Sedangkan antar perlakuan pemberian 10, 20, 30 dan 40% TBK tidak berbeda nyata. Pada hari ke-5, perlakuan pemberian 0% TBK berbeda nyata dengan perlakuan 10, 20, 30 dan 40% TBK, perlakuan pemberian 10% TBK berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 20 , 30 dan 40% TBK, sedangkan antar perlakuan pemberian 20, 30 dan
42 40% TBK tidak berbeda nyata. Pada hari ke-6 hingga akhir pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan tanpa pemberian TBK (0% TBK) berbeda nyata dengan perlakuan pemberian10, 20, 30 dan 40% TBK, perlakuan pemberian 10% TBK tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 20% TBK, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 30 dan 40% TBK, perlakuan pemberian 20% TBK tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 30% TBK tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 40% TBK, sedangkan antar perlakuan pemberian 30 dan 40% TBK berbeda nyata (Lampiran 30) Berdasarkan jumlah pakan yang dikonsumsi juvenile udang menunjukkan bahwa pada perlakuan kontrol (0% TBK) semakin meningkat dengan bertambahnya waktu pengamatan, namun sebaliknya pada perlakuan pemberian 10, 20, 30 dan 40% TBK menunjukkan penurunan jumlah konsumsi pakan. Hal ini mengindikasikan bahwa penurunan jumlah konsumsi pakan oleh juvenile udang menunjukkan penurunan
nafsu
makan
yang
diakibatkan
adanya
pengaruh
kerusakan
hepatopankreas yang diakibatkan oleh terakumulasinya ALS dan gosipol dalam hepatopankreas.
Peningkatan
akumulasi
ALS
dan
gosipol
mengakibatkan
terganggunya fungsi hepatopankreas yang pada akhirnya mengurangi konsumsi pakan.
Lim (1996) menyatakan bahwa udang vaname yang diberi pakan yang
mengandung 1600 ppm gosipol dapat mengurangi pakan yang dikonsumsi. Tingkat kelangsungan hidup Hasil pengamatan rataan tingkat kelangsungan hidup dari setiap perlakuan selama pemeliharaan disajikan pada Gambar 12 dan Lampiran 31.
Tingkat kelangsungan hidup (%)
43 100 0% TBK 10% TBK
80
20% TBK
30% TBK
60
40% TBK
40 20 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14
Hari ke...
Keterangan :TBK : Tepung Biji Kapuk
Gambar 12 Rataan tingkat kelangsungan hidup udang yang diberi pakan mengandung TBK yang berbeda. Dari Gambar 12 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pakan yang mengandung TBK mengalami penurunan bila dibandingkan dengan perlakuan pakan tanpa pemberian TBK selama masa pemeliharaan. Pada hari ke-3, perlakuan pemberian 20, 30 dan 40% TBK
mengalami penurunan hingga pada akhir
pengamatan, sedangkan perlakuan pemberian 10% TBK penurunan terjadi mulai pada hari ke-4 hingga hingga pada akhir pengamatan. Pada pelakuan pemberian 0% TBK tingkat kelangsungan hidup 100 % hingga pada akhir pengamatan. Hasil analisis statistik menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) diantara perlakuan pemberian 0, 10, 20, 30 dan 40% TBK (Lampiran 32) dimana perbedaan tersebut mulai terlihat pada hari ke-5. Perlakuan pemberian 0% TBK tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 10, 20 dan 40 % TBK, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 30% TBK, sedangkan antara perlakuan pemberian 10, 20, 30 dan 40% TBK tidak berbeda nyata. Pada hari ke-6 sampai hari ke-8 terlihat bahwa perlakuan pemberian 0% TBK berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 10, 20, 30 dan 40% TBK, sedangkan antar perlakuan pemberian 10, 20, 30 dan 40% TBK tidak berbeda nyata. Pada hari ke-9 dan ke-10 terlihat perlakuan pemberian 0% TBK berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 10, 20, 30 dan 40% TBK; perlakuan pemberian 10 dan
44 20% TBK tidak berbeda nyata, perlakuan pemberian 20, 30 dan 40% TBK tidak berbeda nyata. Pada hari ke-11 dan ke-12 menunjukkan antara perlakuan pemberian 0% TBK berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 10, 20, 30 dan 40% TBK, sedangkan antar perlakuan pemberian 10, 20, 30 dan 40% TBK tidak berbeda nyata Berdasrkan tingkat kelangsungan hidup udang yang diberi pakan yang mengandung TBK menunjukkan penurunan dibandingkan pakan kontrol selama masa pemelihaaran. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan pemberian TBK yang mengandung ALS dan gosipol
mengakibatkan terjadinya
kerusakan pada
hepatopankreas dan sebagai konsekuensinya yaitu tingkat kelangsungan hidup yang rendah. Herman (1970) dan Mbahizireki et al. (2001) menyatakan bahwa kurangnya nilai hematokrit dan hemoglobil merupakan salah satu indikator toksiksiti akibat gosipol pada ikan Berdasarkan dari hasil pengamatan parameter kandungan ALS, Gosipol, histologi, aktivitas enzim pencernaan, komposisi asam lemak tubuh dan jumlah pakan yang dikonsumsi serta penurunan tingkat kelangsungan hidup dapat dinyatakan bahwa ALS dan gosipol yang terkandung dalam TBK pada dosis yang tidak dapat ditolerir mengakibatkan kerusakan hepatopankreas, penurunan aktivitas enzim pencernaan, perubahan komposisi asam lemak tubuh, menurunkan jumlah pakan yang dikonsumsi serta mengakibatkan penurunan tingkat kelangsungan hidup juvenil udang. Pengaruh minyak biji kapuk terhadap histologi, enzimatik, dan komposisi lemak tubuh juvenile udang vaname Kandungan asam lemak siklopropenat dan gosipol di hepatopankreas Rataan kandungan asam lemak siklopropenat (ALS) pada sampel udang yang mati dari setiap perlakuan pemberian minyak biji kapuk (MBK) yang berbeda disajikan pada Tabel 9 dan Lampiran 33.
45 Tabel 9 Rataan kandungan ALS (mg/g) hepatopankreas dari setiap sampel udang antar waktu pengambilan sampel dari setiap perlakuan
Keterangan : * adalah hari pengambilan sampel; mt adalah mati total; ttd adalah tidak terdeteksi
Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan bahwa kandungan ALS pada saat juvenile udang yang telah mengalami moribunb pada perlakuan pemberian 6% MBK berkisar 0,837-1,063 mg/g, perlakuan pemberian 12% MBK berkisar 0,673-0,961 mg/g, dan perlakuan pemberian 18% MBK berkisar 0,743-0,881 mg/g. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada perbedaan diantara perlakuan pemberian pakan yang mengandung MBK (p>0,05) dari setiap pengambilan sampel juvenile udang yang telah mengalami moribunb (Lampiran 34). Rataan kandungan gosipol pada hepatopankreas pada juvenile udang yang diambil saat mengalami moribunb dari setiap perlakuan pemberian MBK di sajikan pada Table 10 dan Lampiran 35. Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa sampel udang telah mengalami moribunb dan dilanjutkan dengan analisis kandungan gosipol pada hepatopankreas terlihat bahwa pada perlakuan pemberian 6% MBK kandungan gosipol berkisar 0,064-0,466 mg/g, perlakuan pemberian 12% MBK berkisar 0,0360,109 mg/g dan perlakuan pemberian 18% MBK berkisar 0,097-0,176 mg/g. Berdasarkan analisis statistik (Lampiran 36) menunjukkan bahwa diantara perlakuan yang diberi pakan mengandung MBK tidak berbeda nyata (p>0,05). Tabel 10
Rataan kandungan gosipol (mg/g) hepatopankreas dari setiap sampel udang antar waktu pengambilan sampel dari setiap perlakuan
Keterangan : * adalah hari pengambilan sampel; mt adalah mati total; ttd adalah tidak terdeteksi
46 Hasil analisis kandungan ALS pada hepatopankreas pada juvenile udang yang telah mengalami moribunb dari pemberian pakan yang mengandung MBK berkisar 0,848-0,961 mg/g, sedangkan hasil analisis kandungan gosipol berkisar 0,036-0,176 mg/g. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa juvenile udang yang telah mengalami moribunb mengandung ALS dan gosipol pada hepatopankreas masingmasing berkisar 0,848-0,961 mg/g dan 0,036-0,176 mg/g. Herman (1970) menyatakan bahwa konsentrasi kandungan gosipol 300 ppm dapat mengakibatkan toksik pada ikan rainbouw trout. Histologi hepatopankreas Hasil pengamatan hepatopankreas pada perlakuan pemberian minyak ikan (perlakuan 0% MBK) dan pakan komersial (perlakuan pakan komersial) menunjukkan tidak ada kelainan yang spesifik dari hepatopankreas (Gambar 13a dan b)
sn sn
a
b
Gambar 13 Hepatopankreas juvenile udang yang diberi pakan mengandung minyak ikan (a) dan 0 % MBK (b); sn = sel normal dengan inti ditengah. Hasil pengamatan histologi terhadap hepatopankreas juvenile udang yang diberi pakan mengandung 6% MBK disajikan pada Gambar 14a. Pada perlakuan pemberian 6% MBK terlihat adanya nekrosis sel epitel dan terlihat adanya vakuolisasi.
47
ne
vc sn
a
b
Gambar 14 Hepatopankreas juvenile udang yang diberi pakan mengandung 6 % MBK (a) dan 0 % MBK (b) ne = nekrosis; vc = vacuolisasi; sn = sel normal dengan inti ditengah. Pada perlakuan pemberian 12% MBK (Gambar 15a), menunjukkan adanya kerusakan seperti pada perlakuan pemberian 6% MBK, hal ini nampak adanya haemorrhagi, nekrosis koagulatif interstitialis, infiltrasi sel mononuklear, fibrosis dan glandula megecil (Gambar 15a)
oe ns
he a
b
Gambar 15 Hepatopankreas juvenile udang yang diberi pakan mengandung 12% MBK (a) dan 0% MBK (b); oe = oedema; he = haemorrhagi; sn = sel normal dengan inti ditengah. Pada perlakuan pemberian 18% MBK (Gambar 16), menunjukkan adanya kerusakan pada hepatopankreas yaitu terjadi nekrosis interstitialis dan vakuolisasis sel epitel (Gambar 16a).
48
sn vc ne
a
a
Gambar 16
Hepatopankreas juvenile udang yang diberi pakan mengandung 18 % MBK (a) dan 0 % MBK (b); ne = nekrosis; vc = vakuoala; sn = sel normal dengan inti ditengah.
Berdasarkan gambaran histologi (Gambar 13, 14, 15 dan 16) tersebut diatas, mengindikasikan bahwa peningkatan pemberian MBK dalam pakan dapat meyebabkan kerusakan pada hepatopankreas. Seperti halnya pada penelitian tahap pertama bahwa peningkatan pemberian TBK dapat mengakibatkan kerusakan pada hepatopankreas udang. Kerusakan hepatopankreas tersebut disebabkan oleh adanya kandungan ALS dan gosipol yang terakumulasi dan melebihi batas toleransi dihepatopankreas. Francis et al (2001) menyatakan bahwa gejala-gejala yang diakibatkan adanya gosipol dalam pakan ikan yaitu perubahan nekrotik pada sel hati, terjadinya kekentalan pada dasar membrane glomerulat serta adanya akumulasi pigmen granulaseroit di hati. Aktivitas enzim pencernaan Aktivitas enzim protease Aktivitas enzim protease pada juvenile udang vaname yang mengkonsumsi pakan yang mengandung MBK yang berbeda disajikan pada Gambar 17.
Aktivitas enzim (unit/mrnit/g)
49 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0
Pakan komersial 0% MBK
6% MBK 12% MBK 18% MBK
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11
Waktu pengamatan (hari) Keterangan :MBK : Minyak Biji Kapuk
Gambar 17 Aktivitas enzim protease (unit/menit/g) pada juvenile udang yang mengkonsumsi pakan yang mengandung MBK yang berbeda. Dari Gambar 17 terlihat bahwa aktivitas enzim protease pada juvenile udang vaname yang mengkonsumsi pakan yang mengandung MBK yang berbeda menghasilkan pola perubahan yang hampir sama (perlakuan pemberian 6%, 12% dan 18% MBK) yang cenderung menurun hingga pada akhir pengamatan. Sebaliknya pada perlakuan tanpa mengandung MBK (pakan komersial dan 0% MBK) menghasilkan pola perubahan yang sama meningkat hingga akhir pengamatan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa berbeda nyata (p<0,05) diantara perlakuan pemberian pakan yang mengandung MBK dengan tanpa MBK. Pada hari ke-2 dan ke-3, perlakuan pakan komersial tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 0 dan 6% MBK tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 12 dan 18% MBK. Sedangkan antar perlakuan pemberian 0, 6, 12 dan 18% MBK menunjukkan berbeda nyata. Pada hari ke-4 antara perlakuan pakan komersial dan perlakuan pemberian 0% MBK tidak berbeda nyata tetapi keduanya berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 6, 12 dan 18% MBK, sedangkan antar perlakuan pemberian 6, 12 dan 18% MBK tidak berbeda nyata. Pada hari ke-5, menunjukkan antara perlakuan pakan komersial berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 0, 6, 12 dan 18% MBK, perlakuan pemberian 0% MBK berbeda nyta dengan perlakuan pemberian 6, 12 dan
50 18% MBK, sedangkan antara perlakuan pemberian 6, 12 dan 18% MBK tidak berbeda nyata. Pada hari ke-6 antara perlakuan pakan komersial, perlakuan pemberian 0, 6, 12 dan 18% MBK berbeda nyata kecuali antara perlakuan pemberian 6 dan 12% MBK. Pada hari ke-7, menunjukkan berbeda nyata diantara perlakuan pakan komersial, perlakuan pemberian 0, 6 dan 12% MBK (Lampiran 37). Aktivitas enzim lipase Pola perubahan aktivitas enzim lipase pada juvenile udang vaname yang mengkonsumsi pakan yang mengandung MBK yang berbeda disajikan pada Gambar
Aktivitas enzim (unit/menit/g)
18.
0,18 0,16 0,14 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0
Pakan komersial 0% MBK 6% MBK 12% MBK 18% MBK
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11
Waktu pengamatan (hari)
Keterangan :TBK : Tepung Biji Kapuk
Gambar 18 Aktivitas enzim lipase (unit/menit/g) pada juvenile udang yang mengkonsumsi pakan yang mengandung MBK yang berbeda. Pada Gambar 18 di atas menunjukkan bahwa pola perubahan aktivitas enzim lipse cenderung menurun bagi juvenile udang yang mengkonsumsi pakan yang mengandung MBK (6, 12 dan 18%) selama pengamatan, dan sebaliknya cenderung naik bagi juvenile udang yang tidak mengkonsumsi pakan yang mengandung MBK (pakan komersial dan 0% MBK). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perbedaan nyata diantara perlakuan (p<0,05). Perbedaan secara statistik terjadi pada
51 hari ke-3, dimana perlakuan pakan komersial berbeda nyata dengan perlakuan 12 dan 18% MBK, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 0 dan 6% MBK. Sedangkan antara perlakuan pemberian 0, 6 dan 12% MBK tidak ada perbedaan nyata, tetapi ketiga perlakuan tersebut berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 18% MBK. Pada hari ke-4, perlakuan pakan komersial berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 0, 6, 12 dan 18% MBK, perlakuan pemberian 0% MBK tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 6% MBK, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 12 dan 18% MBK, perlakuan pemberian 12 dan 18% MBK tidak berbeda nyata, tetapi pada hari ke-6 hanya perlakuan pemberian 12 dan 18% MBK yang tidak berbeda nyata. Pada hari ke-7 menunjukkan adanya perbedaan antara perlakuan pakan komersial, perlakuan pemberian 0, 6 dan 12% MBK. Hari ke8 dan ke-9 antara perlakuan pakan komersial, perlakuan pemberian 0% dan 6% MBK berbeda nyata. Pada hari ke-10 menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata antara perlakuan pakan komersial dengan perlakuan 0% MBK (Lampiran 38) Aktivitas enzim amilase Aktivitas enzim amilase pada juvenile udang yang mengkonsumsi pakan yang
Aktivitas enzim (unit/menit/g)
mengandung MBK disajikan pada Gambar 19. 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
Pakan komersial 0% MBK 6% MBK 12% MBK 18% MBK
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11
Waktu pengamatan (hari)
Keterangan :TBK : Tepung Biji Kapuk
Gambar 19 Aktivitas enzim amilase (unit/menit/g) pada juvenile udang yang mengkonsumsi pakan yang mengandung MBK yang berbeda.
52 Dari Gambar 19 tersebut diatas terlihat bahwa pada juvenile udang yang mengkonsumsi pakan yang mengandung MBK yang berbeda (6, 12 dan 18% MBK) memberikan pola perubahan aktivitas ensim amilase yang menurun dari hari ke-2 hingga pada akhir pengamatan. Sebaliknya pada juvenile udang yang tidak mengkonsumsi MBK aktivitas ensim amilasenya cenderung naik mulai hari ke-2 hingga akhir pengamatan (pakan komersial dan 0% MBK). Hasil analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan (p<0,05) diantara perlakuan. Perbedaan terlihat pada hari ke-3, dimana perlakuan pakan komersial berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 0, 6, 12 dan 18% MBK, sedangkan antara perlakuan pemberian 0, 6, 12 dan 18% MBK tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Pada hari ke-4, perlakuan pakan komersial berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 0% MBK, perlakuan pemberian 0% MBK berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 6, 12 dan 18% MBK, sedangkan antara perlakuan pemberian 6, 12 dan 18% MBK tidak berbeda nyata. Pada hari ke-5, menunjukkan bahwa diantara masing-masing perlakuan pakan komersial, perlakuan pemberian 0, 6, 12 dan 18% MBK ada perbedaan, hal ini terjadi hingga hari ke-6. Pada hari ke-7 terlihat bahwa antara perlakuan pakan komersial dan perlakuan pemberian 0, 6, 12 dan 18% MBK berbeda nyata, tetapi antara perlakuan pemberian 6, 12 dan 18% MBK tidak berbeda nyata.
Pada hari ke-8, antara
perlakuan pakan komersial, perlakuan pemberian 0% dan 6% MBK berbeda nyata, hal ini terjadi hingga hari ke-9. Pada hari ke-10 menunjukkan adanya perbedaan antara perlakuan pakan komersial dan perlakuan pemberian 0% MBK (Lampiran 39). Berdasarkan nilai aktivitas enzim pencernaan (Gambar 17, 18 dan 19) menunjukkan pola yang sama pada penelitian tahap pertama, dimana peningkatan pemberian pakan yang mengandung TBK mempunyai pola yang menurun terhadap aktivitas enzim pencernaan (protease, lipase dan amilase). Hal ini ini terlihat pada peningkatan pemberian pakan yang mengandung MBK mengakibatkan penurunan aktivitas enzim pencernaan. Hal ini mengindikasikan bahwa kerusakan pada hepatopankreas juvenil udang yang diakibatkan oleh akumulasi ALS dan gosipol pada hepatopankreas tersebut yang melebihi batas toleransi, mengakibatkan sintesa
53 dan sekresi enzim pencernaan terhambat bahkan tidak dapat produksi. Lyman (1959) dalam Carter (1969) menyatakan bahwa gosipol dapat menghambat enzim pencernaan seperti pepsinogen yang akan mengurangi manfaat kandungan protein pada biji kapas. Kompoisi asam lemak tubuh Hasil pengamatan komposisi asam lemak tubuh juvenile udang vaname yang diberi pakan mengandung MBK dari setiap perlakuan disajikan pada Gambar 20.
Kandungan asam lemak (mg/g)
30
Palmitoleat Stearat Oleat Nonadecanoat Arachidat Eicosenoat Heneicosanoat
25 20
15 10 5 0 Kontrol
Pakan 0% MBK 6% MBK 12% MBK 18% MBK Komersial
Perlakuan
Keterangan : kontrol adalah udang belum ada perlakuan
Gambar 20 Komposisi asam lemak tubuh juvenile udang yang diberi pakan mengandung MBK yang berbeda. Gambar 20. menunjukkan bahwa komposisi asam lemak pada udang yang belum ada perlakuan (kontrol) yaitu palmitoleat, stearat, oleat, nonadecanoat, arachidat, eicosenoat dan heneicosanoat. Pada akhir pengamatan menunjukkan terjadi perubahan kandungan asam lemak pada perlakuan pemberian MBK (Lampiran 40 dan 41). Perlakuan pemberian 0% MBK terjadi kenaikan asam lemak palmitoleat dari 1,49 mg/g menjadi 4,6 mg/g (kenaikan sebesar 211,5%), pada perlakuan pemberian 6% MBK terjadi penurunan dari 1,49 mg/g menjadi 0,24 mg/g (penurunan sebesar 84,0%), pada perlakuan pemberian 12% MBK terjadi pula penurunan dari 1,49 mg/g menjadi 0,32 mg/g (penurunan sebesar 78,9%), pada perlakuan pemberian 18% MBK
54 terjadi penurunan dari 1,49 mg/g menjadi 0,26 mg/g (penurunan sebesar 82,6%). Pada asam lemak stearat dengan peningkatan pemberian MBK menunjukkan kenaikan kandungan asam lemak tersebut. Pada perlakuan pemberian 6% MBK terjadi peningkatan dari 0,35 mg/g menjadi 0,38 mg/g (kenaikan sebesar 10,1%), perlakuan pemberian 12 dan 18% MBK terjadi peningkatan masing-masing dari 0,35 mg/g menjadi 0,77 dan 0,36 mg/g (kenaikan sebesar masing-masing 122,9% dan 2,9%). Pada asam lemak oleat dengan kenaikan pemberian MBK menunjukkan penurunan kandungan asam lemak oleat. Pada perlakuan pemberian 6% MBK terjadi penurunan dari 4,43 mg/g menjadi 0,93 mg/g (penurunan sebesar 79,1%), perlakuan pemberian 12 dan 18% MBK terjadi penurunan maasing-masing dari 4,43 mg/g menjadi 3,47 dan 1,49 mg/g (penurunan sebesar masing-masing 21,6% dan 66,4%). Pada asam lemak arachidat terjadi penurunan kandungannya dengan peningkatan pemberian MBK. Pada perlakuan pemberian 6% MBK terjadi penurunan dari 1,43 mg/g menjadi 0,32 mg/g (penurunan sebesar 77,4%). Pada perlakuan pemberian 12 dan 18% MBK terjadi penurunan dari 1,43 mg/g menjadi masing-masing 1,20 dan 0,41 mg/g (penurunan sebesar masing-masing 15,9% dan 71,3%). Jenis asam lemak eicosenoat dan heneicosanoat menunjukkan dengan kenaikan pemberian MBK tidak terditeksi (Lampiran 40 dan 41). Berdasarkan Gambar 25 terlihat bahwa terjadinya perubahan komposisi dan kandungan asam lemak pada pakan yang diberi MBK dibandingkan dengan tanpa diberi MBK. Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh ALS yang terdapat dalam MBK dapat merubah kandung dan komposisi asam lemak tubuh. Raju and Reiser (1966) menyatakan bahwa ALS dapat menghambat desaturasi asam stearat menjadi oleat. Jumlah pakan yang dikonsumsi Rataan jumlah pakan yang dikonsumsi juvenile udang (g/ekor) dari setiap perlakuan selama pengamatan disajikan pada Gambar 21 dan Lampiran 42.
Jumlah pakan yang dikonsumsi (g/ekor)
55
9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
Pakan komersial 0% MBK 6% MBK 12% MBK 18% MBK
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Waktu pengamatan (hari)
Keterangan :MBK : Minyak Biji Kapuk
Gambar 21 Rataan jumlah pakan yang dikonsumsi juvenile udang dari setiap perlakuan selama penelitian (g/ekor). Rataan jumlah pakan yang dikonsumsi juvenile udang pada perlakuan pakan komersial dan pemberian 0% MBK menunjukkan kenaikan sejak hari pertama hingga akhir pengamatan (Gambar 21). Pada perlakuan pemberian 6% MBK terjadi kenaikan hingga hari ke-6 kemudian cenderung merata hingga akhir pengamatan. Pada perlakuan pemberian 12% MBK mengalami kenaikan dari hari ke-1 dan mengalami penurunan dan cenderung merata mulai hari ke-5, sedangkan pada perlakuan pemberian 18% MBK terlihat saat awal terjadi kenaikan namun pada saat hari ke-4 mulai mengalami peurunan dan cenderung merata sampai pada akhir pengamatan. Hasil uji statistik menunjukkan adanya perbedaan (p<0.05) diantara perlakuan (Lampiran 41). Pada hari ke-1 dan ke-2 belum menunjukkan adanya perbedaan, namun pada hari ke-3 adanya perbedaan yang nyata perlakuan pemberian 18% MBK dengan perlakuan pakan komersial, 0, 6 dan 12% MBK. Pada hari ke-4 perlakuan pakan komersial tidak berbeda nyata dengan perlakuan 0% MBK dan 6% MBK, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan 12 dan 18% MBK, antara perlakuan pemberian 12 dan 18% MBK tidak berbeda nyata. Pada hari ke-5, perlakuan pakan komersial dan 0% MBK tidak berbeda nyata, tetapi keduanya berbeda myata dengan
56 perlakuan pemberian 6, 12 dan 18% MBK, perlakuan pemberian 6 dan 18% MBK tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 18% MBK. Pada hari ke-6 hingga akhir pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan pakan komersial dan perlakuan pemberian 0% MBK tidak ada perbedaan nyata tetapi keduanya berbeda nyata degan perlakuan pemberian 6, 12 dan 18% MBK. Sedangkan antara perlakuan pemberian 6, 12 dan 18% MBK tidak menunjukkan perbedaan nyata. Berdasarkan Gambar 21, terlihat mempunyai pola yang sama dengan pemberian TBK (penelitian tahap pertama). Peningkatan pemberian MBK dalam pakan mengakibatkan konsumsi pakan menurun dibandingkan dengan pemberian pakan tanpa mengandung MBK. Hal ini mengindikasikan bahwa MBK yang mengandung gosipol dan ALS dapat mempengaruhi konsumsi pakan pada udang. ElSayed (1990) menyatakan bahwa ikan tilapia (Oreochromis niloticus) yang diberi makan tepung biji kapas (mengandung gosipol) dapat mengurangi nafsu makan bila dibandingkan dengan pakan kontrol. Tingkat kelangsungan hidup Hasil pengamatan rataan tingkat kelangsungan hidup juvenile udang yang
Tingkat kelangsungan hidup (%)
diberi pakan mengandung MBK dsajikan pada Gambar 22 dan Lampiran 44. 100 Pakan komersial 0% MBK 6% MBK 12% MBK 18% MBK
80 60 40 20 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Hari ke…. Keterangan :MBK : Minyak Biji Kapuk
Gambar 22. Rataan tingkat kelangsungan juvenile hidup udang yang diberi pakan mengandung MBK yang berbeda.
57 Dari Gambar 22 tersebut di atas menunjukkan bahwa pada perlakuan yang mengandung MBK mengalami penurunan kelangsungan hidup mulai hari ke-3 (12 dan 18% MBK) dan hari ke-5 (6% MBK) hingga akhir pengamatan. Sebaliknya pada perlakuan pemberian 0% MBK dan pakan komersial tingkat kelangsungan hidupnya cenderung stabil hingga akhir pengamatan. Hasil analisis statistik (Lampiran 45) menunjukkan ada perbedaan diantara perlakuan (p<0,05). Pada hari ke-4, perlakuan pakan komersial tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 0, 6 dan 12% MBK, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 18% MBK, sedangkan antara perlakuan pemberian 12 dan 18% MBK berbeda nyata. Pada hari ke-5 dan ke6, terlihat bahwa antara perlakuan pakan komersial tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 0 dan 6% MBK, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 12 dan 18% MBK. Pada hari ke-7 hingga akhir pengamatan menunjukkan adanya perbedaan diantara masing-masing perlakuan pemberian MBK dan tanpa pemberian MBK Berdasarkan Gambar 22 tersebut diatas menunjukkan bahwa peningkatan pemberian MBK dalam pakan mengakibatkan penurunan tingkat kelangsungan hidup juvenil udang. Hal ini mengindikasikan bahwa penurunan tersebut disebabkan oleh pengaruh kandungan gosipol dan ALS yang terdapat dalam MBK. Penurunan tingkat kelangsungan hidup tersebut disebabkankan oleh kerusakan hepatopankreas dan penurunan aktivitas enzim pencernaan. Shone (1966) menyatakan bahwa pemberian 0,2-0,4% minyak S. foetida dapat menekan pertumbuhan pada anak ayam. Lanjt dikatakan apabila pemberian 0,03% minyak S. foetida atau setara dengan 66 mg methyl sterculate/lb pakan tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada berat atau mortalitas.
58 Substitusi Tepung Bungkil Kedele dengan Tepung Bungkil Biji Kapuk dalam Pakan Buatan Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Juvenile Udang Vaname Histologi hepatopankreas Hasil pengamatan histologi hepatopankreas pada juvenile udang yang mati pada perlakuan pemberian 10% tepung bungkil biji kapuk (TBBK) disajikan pada Gambar 23.
sn oe i
b
a
Gambar 23 Hepatopankreas juvenile udang yang diberi pakan mengandung 10% TBBK (a) dan 0% TBBK (b); oe = oedema; i = infiltrasi; sn = sel normal dengan inti ditengah. Dari Gambar 23 tersebut diatas menunjukkan bahwa terjadi kerusakan sel epitel pada perlakuan
pemberian
10%
BBK
dimana
terlihat
sebagian
sel-sel
epitel
hepatopankreas tidak mempunyai inti sel dikarenakan sel sebagian mengalami pecah (Gambar 23a). Hal ini bila dibandingkan dengan tanpa pemberian TBBK dimana masih terlihat inti sel (Gambar 23b). Pada perlakuan pemberian 15% TBBK, menunjukkan hal yang sama seperti perlakuan pemberian 10% TBBK. Hal ini terlihat adanya kerusakan sel-sel epitel dimana banyak terlihat vakuola serta terjadinya nekrosis pada sel epitel, sebagian besar sel tidak berbentuk (Gambar 24a).
karena telah pecah
59
sn vc
a
ne
b
Gambar 24 Hepatopankreas juvenile udang yang diberi pakan mengandung 15% TBBK (a) dan 0% TBBK (b); ne = nekrosis;vc = vakuola; sn = sel normal dengan inti ditengah. Gambaran histologi juvenile udang yang mati pada perlakuan pemberian 20% TBBK disajikan pada Gambar 25. Gambaran histologi hepatopankreas pada perlakuan tersebut terlihat sebagaian besar telah terjadi kerusakan sel epitel, dimana sel tidak berbentuk dan sel mengalami pecah. Sel-sel mengalami nekrosis dan adanya oedema (Gambar 24a). Hal ini terlihat dengan jelas perbedaan dengan sel-sel epitel yang tidak mengalami kerusakan atau nekrosis maupun oedema (Gambar 25b). Gambaran histologi pada perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK yang dipanasi disajikan pada Gambar 26. Dari Gambar 26, terlihat sel epitel pada hepatopankreas sebagian besar telah mengalami kerusakan dengan bentuk sel tidak beraturan. Pada perlakuan pemberian 15% TBBK yang panasi sebagian sel-sel epitel mengalami kerusakan, nampak terlihat terjadinya nekrosis (Gambar 26a). Pada perlakuan 20% TBBK yang dipanasi, terlihat seluruh sel epitel telah mengalami kerusakan dan tak berbentuk yang diakibatkan sel-sel telah pecah (Gambar 26b).
60
ne
sn oe
a
b
Gambar 25 Hepatopankreas juvenile udang yang diberi pakan mengandung 20% TBBK (a) dan 0% TBBK (b); ne = nekrosis;oe = oedema; sn = sel normal dengan inti ditengah.
a
ne
oe
b
ne
Gambar 26 Hepatopankreas juvenile udang yang diberi pakan mengandung 15% TBBK dipanasi (a) dan 20 % TBBK dipanasi(b); ne = nekrosis; oe = oedema Berdasarkan gambaran kerusakan hepatopankreas (Gambar 23, 24, 25 dan 26) memberikan indikasi bahwa kematian juvenile udang pada perlakuan pemberian 10, 15 dan 20% TBBK serta 15 dan 20% TBBK yang dipanasi disebabkan oleh pengaruh akumlasi kandungan ALS dan gosipol (seperti pada penelitian tahap pertama dan kedua).
61 Aktivitas enzim pencernaan Aktivitas enzim protease Aktivitas enzim protease juvenile udang dari setiap perlakuan pemberian tepung bungkil biji kapuk (TBBK) yang berbeda disajikan pada Gambar 27 dan Lampiran 46. Aktivitas enzim ((unit/menit/g)
9
0% TBBK
8
5% TBBK
7
10% TBBK
6
20% TBBK
15% TBBK
5
15% TBBK dipanasi 20% TBBK dipanasi
4 3 2 1 0 0
10
20
30
40
50
Waktu pengamatan (hari) Keterangan : TBBK adalah tepung bungkil biji kapuk
Gambar 27 Aktivitas enzim protease (unit/menit/g) pada juvenile udang dari setiap perlakuan yang berbeda. Dari Gambar 27 terlihat bahwa aktivitas enzim protease pada juvenile udang vaname menunjukkan sejak awal pemeliharaan dari semua perlakuan mengalami peningkatan sampai hari ke-10. Setelah hari ke-10, perlakuan pemberian 0, 5, dan 10% TBBK dan perlakuan pemberian 15% TBBK yang dipanasi mengalami kenaikan hingga pada akhir pengamatan (hari ke-40). Pada perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK mengalami kenaikan hingga hari ke-20 kemudian menurun hingga akhir pengamatan, sedangkan pada perlakuan pemberian 20% TBBK yang dipanasi setelah hari ke-10 mengalami penurunan hingga akhir pengamatan. Hasil analisis statistik (Lampiran 46) menunjukkan ada perbedaan diantara perlakuan sejak hari ke-10 hingga hari ke-40 (p<0,05). Pada hari ke-10, antara perlakuan pemberian 0, 5 dan
62 10% TBBK tidak berbeda nyata tetapi ketiga perlakuan tersebut berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK baik yang tidak dipanasi maupun dipanasi, perlakuan pemberian 15% TBBK tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 20% TBBK tetapi kedua perlakuan tersebut berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK yang dipanasi, sedangkankan antara perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK yang dipanasi berbeda nyata. Pada hari ke20, perlakuan pemberian 0% TBBK berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 5, 10, 15, 20% TBBK dan perlakuan pemberian 15 dan 20% yang dipanasi, perlakuan pemberian 5% TBBK berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 10, 15, 20% TBBK dan perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK yang dipanasi, sedangkan diantara perlakuan pemberian 10, 15 dan 20% TBBK dan perlakuan 15 dan 20% TBBK yang dipanasi tidak berbeda nyata. Pada hari ke-30, antara perlakuan pemberian 0 dan 5% TBBK tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 10, 15 dan 20% TBBK dan perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK yang dipanasi. Pada hari ke-40, antara perlakuan pemberian 0 dan 5% TBBK tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 10, 15 dan 20% TBBK dan perlakuan pemberian 15 dan 20% yang dipanasi, antara perlakuan pemberian 10, 15, 20% TBBK dan perlakuan pemberian 15% TBBK yang dipanasi tidak berbeda nyata tetapi ke empat perlakuan tersebut berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 20% TBBK yang dipanasi (Lampiran 46). Aktivitas enzim lipase Aktivitas enzim lipase pada juvenile udang vaname dari setiap perlakuan pemberian TBBK yang berbeda disajikan pada Gambar 28 dan Lampiran 47.
63
Aktivitas enzim (unit/menit/g)
2,5
0% TBBK 5% TBBK 10% TBBK 15% TBBK 20% TBBK 15% TBBK dipanasi 20% TBBK dipanasi
2 1,5 1 0,5 0 0
10
20
30
40
50
Waktu pengamatan (hari) Keterangan : TBBK adalah tepung bungkil biji kapuk
Gambar 28 Aktivitas enzim lipase (unit/menit/g) pada juvenile udang dari setiap perlakuan yang berbeda. Pada Gambar 28 di atas menunjukkan bahwa perlakuan pemberian 0 dan 5% TBBK aktivitas enzim lipase cenderung naik sejak awal hingga akhir pengamatan (hari ke40). Pola ini mirip yang dialami pada perlakuan pemberian 15% TBBK yang dipanasi. Perlakuan pemberian 10% TBBK setelah hari ke-10 cenderung naik hingga hari ke-30 kemudian mengalami penurunan hingga akhir pengamatan. Pada perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK serta perlakuan pemberian 20% TBBK yang dipanasi mempunyai pola yang sama yaitu mengalami kenaikan hingga hari ke-10, kemudian cenderung menurun hingga akhir pengamatan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa adanya perbedaan diantara perlakuan (p<0,05) sejak hari ke-20 hingga akhir pengamatan (Lampiran 47). Pada hari ke-30, antara perlakuan pemberian 0, 5 dan 10% TBBK dan perlakuan pemberian 15% TBBK yang dipanasi tidak berbeda nyata, perlakuan pemberian 15% TBBK tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 20% TBBK dan perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK yang dipanasi, sedangkan antara perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK yang dipanasi berbeda nyata. Pada hari ke-40, antara perlakuan pemberian 0, 5, 10% TBBK dan perlakuan pemberian 15% TBBK yang dipanasi tidak berbeda nyata, perlakuan pemberian 10% TBBK tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 15% TBBK, perlakuan pemberian
64 15% TBBK tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 20% TBBK baik yang dipanasi maupun yang tidak dipanasi, sedangkan antara perlakuan pemberian 20% TBBK yang tidak dipanasi dan yang dipanasi tidak berbeda nyata (Lampiran 47). Aktivitas enzim amilase Aktivitas enzim amilase juvenile udang vaname dari setiap perlakuan pemberian tepung bungkil biji kapuk (TBBK) yang berbeda disajikan pada Gambar
Aktivitas enzim (unit/menit/g)
29 dan Lampiran 48. 14
0% TBBK 5% TBBK 10% TBBK 15% TBBK 20% TBBK 15% TBBK dipanasi 20% TBBK dipanasi
12 10 8 6 4 2 0 0
10
20
30
40
50
Waktu pengamatan (hari) Keterangan : TBBK adalah tepung bungkil biji kapuk
Gambar 29 Aktivitas enzim amilase (unit/menit/g) pada juvenile udang dari setiap perlakuan yang berbeda. Dari Gambar 29 terlihat bahwa aktivitas enzim protease pada juvenile udang vaname menunjukkan sejak awal pemeliharaan dari semua perlakuan mengalami peningkatan sampai hari ke-10. Setelah hari ke-10, perlakuan pemberian 0 dan 5% TBBK dan perlakuan pemberian 15% TBBK yang dipanasi mengalami kenaikan hingga pada akhir pengamatan (hari ke-40). Pada perlakuan pemberian 10% TBBK mengalami kenaikan hingga hari ke-20 kemudian menurun hingga akhir pengamatan, sedangkan pada perlakuan pemberian 15% TBBK yang tidak dipanasi mengalami kenaikan hingga hari ke-30 kemudian menurun hingga akhir pengamatan. Pada perlakuan pemberian 20% TBBK yang tidak dipanasi mengalami kenaikan sampai hari ke-10 kemudian cenderung menurun hingga akhir pengamatan, sedangkan pada
65 perlakuan pemberian 20% TBBK yang dipanasi kenaikan hanya sampai hari ke-20 kemudian menurun hingga akhir pengamatan. Hasil analisis statistik (Lampiran 50) menunjukkan ada perbedaan diantara perlakuan sejak hari ke-10 hingga hari ke-40 (p<0,05). Pada hari ke10, Perlakuan pemberian 0% TBBK tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 5 dan 20% TBBK sedangkan antara perlakuan pemberian 5 dan 20% TBBK tidak berbeda nyata, diantara perlakuan pemberian 5, 10, 15 dan 20% TBBK dan perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK yang dipanasi. Pada hari ke-20 diantara perlakuan pemberian TBBK tidak berbeda nyata. Pada hari ke-30, antara perlakuan pemberian 0, 5 dan 15% TBBK tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 20% TBBK dan perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK yang dipanasi, sedangkan diantara perlakuan pemberian 20% TBBK dan perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK yang dipanasi tidak berbeda nyata. Pada hari ke-40, antara perlakuan pemberian 0, 5, 10 dan 15% TBBKdan perlakuan pemberian 15 % TBBK yang dipanasi tidak berbeda nyata, perlakuan pemberian 5% TBBK tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 20% TBBK yang dipanasi, antara perlakuan pemberian 10% TBBK tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 20% TBBK yang dipanasi, demikian pula halnya antara perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK dan perlakuan pemberian 20% TBBK yang dipanasi tidak berbeda nyata (Lampiran 48). Dari hasil analisis aktivitas enzim pencernaan (Gambar 27, 28 dan 29) dapat dinyatakan bahwa peningkatan pemberian TBBK dapat mempengaruhi aktivitas enzim pencernaan (protease, lipase dan amilase), demikian pula halnya dengan perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK yang dipanasi. Pada perlakuan pemberian 0 dan 5% TBBK mengalami kenaikan dari awal hingga hari ke-40. Hal ini mengindikasikan bahwa kandungan nutrisi TBBK dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi pada pemberian 5% TBBK, namun pada perlakuan pemberian diatas 5% TBBK menunjukkan penurunan aktivitas enzim yang diduga akibat akumulasi kandungan gosipol dan ALS dalam hepatopankreas yang menyebabkan kerusakan hepatopankreas sehingga dapat menghambat (inhibitor) sintesa dan sekresi kelenjar
66 enzim. Afandi dkk (2004) menyatakan bahwa aktivitas enzim tergantung pada konsentrasi enzim dan substrat, suhu, pH dan inhibitor. Komposisi asam lemak tubuh Hasil pengamatan komposisi asam lemak tubuh juvenile udang vaname dari setiap perlakuan pemberian TBBK yang berbeda disajikan pada Gambar 30 dan
Kandungan asam lemak (mg/g)
Lampiran 49. 6
Palmitoleat Stearat Oleat Nonadecanoat Arachidat Eicosenoat
5 4 3 2 1 0 Kontrol
0% TBBK
5% TBBK
10% TBBK
15% TBBK
20% TBBK
15% 20% TBBK TBBK dipanasidipanasi
Perlakuan Keterangan : TBBK adalah tepung bungkil biji kapuk
Gambar 30 Komposisi lemak tubuh juvenile udang yang diberi pakan mengandung TBBK yang berbeda. Dari Gambar 30 menunjukkan bahwa adanya perubahan kandungan asam lemak tubuh dengan peningkatan substitusi tepung bungkil kedele (TBK) dengan TBBK (Lampiran 49). Komposisi asam lemak pada juvenil udang yang belum ada perlakuan (kontrol) yaitu palmitoleat, stearat, oleat, nanodecanoat, arachidat dan eicosenoat. Pada akhir pengamatan menunjukkan adanya perubahan komposisi dan kandungan asam lemak tubuh pada juvenil udang (Lampiran 49 dan 50). Perlakuan pemberian 0% TBBK terjadi peningkatan asam lemak palmitoleat dari 0,20 mg/g menjadi 0,22 mg/g (peningkatan sebesar 8,9%), pada perlakuan pemberian 5% TBBK terjadi penurunan dari 0,20 mg/g menjadi 0,13 mg/g (penurunan sebesar 0,38,4%), perlakuan pemberian 10% TBBK mengalami kenaikan dari 0,20 mg/g menjadi 0,22
67 mg/g (peningkatan sebesar 6,4%), perlakuan pemberian 15% TBBK menurun dari 0,20 mg/g menjadi 0,14 mg/g (penurunan sebesar 36,9%) dan perlakuan pemberian 20% TBBK meningkat dari 0,20 mg/g menjadi 0,45 mg/g (peningkatan sebesar 118,5%). Sedangkan pada perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK yang dipanasi tidak terditeksi (Lampiran 49 dan 50). Jenis asam lemak stearat terjadi peningkatan pada perlakuan tanpa pemberian TBBK (0% TBBK) yaitu peningkatan dari 0,31 mg/g menjadi 0,33 mg/g (peningkatan sebesar 6,6 %), perlakuan pemberian 5% TBBK mengalami penurunan dari 0,31 mg/g menjadi 0,19 mg/g (penurunan sebesar 37,4%), perlakuan pemberian 10% TBBK terjadi penurunan dari 0,31 mg/g menjadi 0,23 mg/g (penurunan sebesar 24,9%), perlakuan pemberian 15% TBBK mengalami penurunan dari 0,31 mg/g menjadi 0,14 mg/g (penurunan sebesar 55,9%) dan perlakuan pemberian 20% TBBK mengalami kenaikan dari 0,31 mg/g menjadi 0,38 mg/g (peningkatan sebesar 21,9%). Pada perlakuan pemberian 15% TBBK yang dipanasi kandungan asam lemak stearat mengalami kenaikan dari 0,31 mg/g menjadi 1,76 mg/g (peningkatan sebesar 469,7%), sedangkan pada perlakuan pemberian 20% TBBK mengalami penurunan dari 0,31 mg/g menjadi 0,27 mg/g (penurunan sebesar 12,7%). Jenis asam lemak oleat mengalami penurunan dengan peningkatan pemberian TBBK dari semua perlakuan (Lampiran 49 dan 50). Perlakuan tanpa pemberian TBBK (0% TBBK) mengalami kenaikan dari 2,92 mg/g menjadi 4,87 mg/g (peningkatan sebesar 66,9%), perlakuan pemberian 5 dan 10% TBBK mengalami penurunan dari 2,92 mg/g menjadi masing-masing 2,11 dan 1,77 mg/g (penurunan masing-masing sebesar 27,7 dan 39,5%), perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK mengalami penurunan dari 2,92 mg/g menjadi masing-masing 0,33 mg/g dan 1,03 mg/g (penurunan masing-masing sebesar 88,9 dan 64,7%). Jenis asam lemak oleat pada perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK yang dipanasi mengalami penurunan pula dari 2,92 mg/g menjadi masing-masing 2,54 mg/g dan 1,54 mg/g (penurunan masing-masing sebesar 12,9 dan 47,1%). Peningkatan pemberian TBBK juga mengakibatkan penurunan kandungan asam lemak arachidat dari semua perlakuan (Lampiran 49 dan 50). Perlakuan tanpa pemberian TBBK (0% TBBK)
68 mengalami kenaikan kandungan asam lemak arachidat dari 0,78 mg/g menjadi 1,09 mg/g (peningkatan sebesar 38,6%), perlakuan pemberian 5 dan 10% TBBK terjadi penurunan kandungan asam lemak arachidat dari 0,78 mg/g menjadi masing-masing 0,56 dan 0,49 mg/g (penurunan masing-masing sebesar 28,7 dan 37,9%), perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK mengalami penurunan kandungan asam lemak arachidat dari 0,78 mg/g menjadi masing-masing 0,33 dan 0,56 mg/g (penurunan masing-masing sebesar 58,5 dan 28,8%). Dari hasil analisis komposisi dan kandungan asam lemak tubuh juvenil udang váname (Lampiran 49 dan 50), mengindikasi bahwa peningkatan substitusi tepung bungkil kedele dengan TBBK dapat mengakibatkan perubahan komposisi dan kandungan asam lemak tubuh juvenil udang. Hal ini diduga disebabkan kandungan gosipol dan ALS yang terdapat pada TBBK dapat merubah komposisi asam lemak tubuh. Shone (1962) menyatakan bahwa anak ayam yang diberi makan minyak biji kapas menunjukkan adanya perubahan komposisi asam lemak dalam plasma, hati dan ovarie. Lanjut dikatakan bahwa terjadi peningkatan kandungan asam stearat dan penurunan asam oleat Jumlah pakan yang dikonsumsi Jumlah pakan yang dikonsumsi juvenile udang (g/ekor) dari setiap pemberian TBBK yang berbeda selama pengamatan disajikan pada Tabel 11 dan Lampiran 51. Tabel 11
Rataan jumlah pakan yang dikonsumsi udang dari setiap perlakuan (g/ekor)
Keterangan :
Huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata (α = 95%); TBBK adalah tepung bungkil biji kapuk
69 Rataan jumlah pakan yang dikonsumsi juvenil udang (Tabel 11) menunjukkan bahwa dengan peningkatan substitusi TBK dengan TBBK memberikan konsumsi pakan yang meningkat selama pemeliharaan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada perbedaan (p<0,05) diantara perlakuan mulai pada hari ke-10 hingga akhir pengamatan (Lampiran 52). Pada hari ke-10, perlakuan pemberian 0% TBBK berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, perlakuan pemberian 5% TBBK tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 10% TBBK tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 15 dan 20 % TBBK baik yang dipanasi maupun yang tidak dipanasi, perlakuan pemberian 10% TBBK
berbeda nyata dengan perlakuan
pemberian 15 dan 20 % TBBK baik yang dipanasi maupun yang tidak dipanasi, perlakuan pemberian 15% TBBK tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 20% TBBK dan 15 % TBBK yang dipanasi tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 20% TBBK yang dipanasi, perlakuan pemberian 15% TBBK dan perlakuan pemberian 15% TBBK yang dipanasi tidak berbeda nyata namun kedua perlakuan tersebut berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 20% TBBK yang dipanasi. Pada hari ke-20 menunjukkan perlakuan pemberian 0% TBBK tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 5 dan 10% TBBK serta perlakuan pemberian 15% TBBK yang dipanasi tetapi berbeda nyata dengan perlakuan 15%, 20% TBBK dan 20% TBBK yang dipanasi, perlakuan pemberian 15% TBBK tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 20% TBBK tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 20% TBBK yang dipanasi. Pada hari ke-30 antar perlakuan pemberian 0, 5, 10, 15 dan 20% TBBK serta perlakuan pemberian 15% TBBK yang dipanasi tidak berbeda nyata tetapi kesemuanya berbeda dengan perlakuan pemberian 20% TBBK yang dipanasi. Pada hari ke-40, perlakuan pemberian 0% TBBK tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 5% TBBK dan perlakuan pemberian 15% TBBK yang dipanasi tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 10, 15 dan 20% TBBK serta perlakuan pemberian 20% TBBK yang dipanasi, perlakuan pemberian 10% TBBK tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 15% TBBK dan perlakuan pemberian 20% TBBK yang dipanasi, tetapi berbeda nyata dengan
70 perlakuan pemberian 15% TBBK yang dipanasi, perlakuan pemberian 15% TBBK tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 20% TBBK yang dipanasi, sedangkan antara perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK yang dipanasi berbeda nyata (Lampiran 52). Dari Tabel 11 dapat disimpulkan adanya perbedaan konsumsi pakan dengan peningkatan pemberian TBBK sejak hari ke-10 hingga akhir pengamatan. Hal ini mengindikasikan bahwa kandungan TBBK dalam pakan mempengaruhi konsumsi pakan dimana kandugan 15 dan 20% TBBK baik yang tidak dipanasi maupun yang dipanasi berbeda dengan perlakuan pemberian kurang dari 15% TBBK maupun 15% TBBK yang dipanasi. Lim (1996) menyatakan bahwa udang vaname yang diberi pakan yang mengandung 39,8% tepung biji kapas (1600 ppm gosipol) dapat mengurangi konsumsi pakan. Retensi Protein dan lemak Hasil pengukuran retensi protein dan retensi lemak tubuh udang yang diberi pakan yang mengandung tepung bungkil biji kapuk (TBBK) yang berbeda disajikan pada Tabel 12 dan Lampiran 53 dan 54. Tabel 12 Rataan retensi protein dan lemak (%) pada tubuh juvenile udang dari setiap pemberian TBBK yang berbeda Parameter
Perlakuan pemberian TBBK 0%
5%
10%
15%
20%
15%*
17,20 14,85 4,72 -3,15 -5,05 6,15 Retensi protein 10,83 8,40 0,22 -3,69 -5,67 1,38 Retensi lemak Keterangan : * adalah TBBK yang dipanasi, TBBK adalah tepung bungkil biji kapuk
20%* -12,89 -12,54
Dari Tabel 12 tersebut diatas menunjukkan bahwa pada perlakuan pemberian 0% TBBK memberikan tingkat retensi protein dan lemak yang tertinggi yaitu masing-masing 17,19 dan 10,83 %, kemudian diikuti perlakuan pemberian 5 dan 15% TBBK yang dipanasi dan perlakuan pemberian 10% TBBK. Pada perlakuan pemberian 15 dan 20 % TBBK baik yang tidak dipanasi maupun yang dipanasi mempunyai nilai retensi protein dan retensi lemak negatif (Tabel 12)
71 Berdasarkan data tersebut di atas mengindikasikan bahwa pada perlakuan pemberian 5 dan 10 % TBBK serta perlakuan pemberian 15% TBBK yang dipanasi menunjukkan ada pertumbuhan udang, sedangkan pada perlakuan pemberian pemberian 15 dan 20 % TBBK baik yang tidak dipanasi maupun yang dipanasi tidak menunjukkan adanya pertumbuhan pada udang. Halver dan Hardy (2002) menyatakan bahwa retensi protein atau lemak merupakan persentasi protein atau lemak yang dimakan oleh ikan selama masa percobaan yang dapat disimpan dalam tubuh ikan Pertumbuhan relatif Hasil pengamatan rataan pertumbuhan relatif juvenile udang yang diberi pakan yang mengandung TBBK yang berbeda disajikan pada Gambar 31 dan Lampiran 55.
Pertubuhan relatif (%)
100
98,78
90,06
0% TBBK
5% TBBK
50
0
-50
10% TBBK 15% TBBK 20% TBBK 15% TBBK* 20% TBBK* -28,53
-33,64 -68,71
-100
Perlakuan
-77,4
-87,33
Keterangan : * adalah TBBK yang dipanasi, TBBK adalah tepung bungkil biji kapuk
Gambar 31
Rataan pertumbuhan relatif juvenile udang yang diberi pakan yang mengandung TBBK yang berbeda.
Dari Gambar 31 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian 0 dan 5% TBBK menunjukkan pertumbuhan relatif yang positif, sedangkan pada perlakuan pemberian diatas 5% TBBK terjadi pertumbuhan relatif yang negatif. Pertumbuhan relatif yang positif mengindikasikan bahwa pada pemberian 5% TBBK kandungan ALS dan
72 gosipol belum memberikan pengaruh terhadap juvenil udang. Namun pada pemberian diatas 5% TBBK kandungan ALS dan gosipol telah memberikan pengaruh pada juvenil udang. Hal ini dapat terlihat dari aktivitas enzim pencernaan dan kematian yang diakibatkan oleh kedua bahan toksik tersebut. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan (p<0,05) diantara perlakuan (Lampiran 56). Perlakuan pemberian 0% TBBK tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 5% TBBK tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 10, 15 dan 20% TBBK dan perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK yang dipanasi. Perlakuan pemberian 10% TBBK tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK serta perlakuan 15% TBBK yang dipanasi tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 20% TBBK yang dipanasi. Perlakuan pemberian 15% TBBK yang dipanasi tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 10 dan 15% TBBK tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 20% TBBK yang dipanasi. Berdasarkan Gambar 36, dapat disimpulkan bahwa pemberian diatas 5% TBBK dapat mengakibatkan pertumbuhan relatif negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh TBBK yang mengandung ALS dan gosipol mempengaruhi pemanfaatan energi oleh juvenil udang sebagai akibat penurunan berat juvenil udang serta kelangsungan hidup. Lim (1996) menyatakan bahwa pemberian
39,8 % tepung
biji kapas dalam pakan dapat mengakibatkan penurunan berat. Lanjut dikatakan bahwa penurunan berat tersebut karena adanya toksisiti dari gosipol. Tingkat kelangsungan hidup Hasil pengamatan rataan tingkat kelangsungan hidup juvenile udang yang diberi pakan mengandung TBBK dsajikan pada Gambar 32 dan Lampiran 57.
73 Tingkat Kelangsungan Hidup (%)
100
0% TBBK 5% TBBK 10% TBBK 15% TBBK 20% TBBK 15%TBBK dipanasi 20% TBBK dipanasi
80 60 40 20
0 0
10
20 30 Hari ke...
40
50
Keterangan : TBBK adalah tepung bungkil biji kapuk
Gambar 32
Rataan tingkat kelangsungan juvenile hidup udang dari setiap perlakuan yang berbeda.
Dari Gambar 32 tersebut di atas terlihat bahwa peningkatan pemberian diatas 5% TBBK menunjukkan penurunan tingkat kelangsungan hidup juvenil hingga akhir pengamatan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada perbedaan (p<0,05) diantara perlakuan hingga akhir pengamatan (Lampiran 58). Pada hari ke-10, perlakuan pemberian 0% TBBK tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 5, 10, 15 dan 20% TBBK serta perlakuan pemberian 15% TBBK yang dipanasi, namun berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 20% TBBK dan perlakuan pemberian 20% TBBK yang dipanasi. Pada hari ke-20, perlakuan pemberian 0, 5 dan 10% TBBK berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK baik yang tidak dipanasi maupun yang dipanasi, sedangkan antara perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK serta perlakuan pemberian 20% TBBK yang dipanasi tidak berbeda nyata tetapi ketiga perlakuan tersebut berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 15% TBBK yang dipanasi. Pada hari ke-30, perlakuan pemberian 0% TBBK tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 5 dan 10% TBBK, perlakuan pemberian 10% TBBK tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 20% TBBK serta perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK yang, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 15% TBBK. Pada hari ke-40, perlakuan pemberian 0 dan 5% TBBK tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pemberian 10, 15 dan 20%
74 TBBK serta perlakuan pemberian 15 dan 20% TBBK yang dipanasi. Sedangkan antara perlakuan pemberian 10, 15 dan 20% TBBK serta 15 dan 20% TBBK yang dipanasi tidak berbeda nyata (Lampiran 58). Dari Gambar 32 menunjukkan bahwa pemberian diatas 5% TBBK dalam pakan dapat menurunkan tingkat kelangsungan hidup udang. Hal ini mengindikasikan bahwa kandungan ALS dan gosipol dalam BBK masih mempengaruhi kelangsungan hidup udang. Hal ini tercermin dari kerusakan pada hepatopankreas dan penurunan aktivitas enzim pencernaan. Berdasarkan analisis kandungan ALS dan gosipol pada pakan uji (Lampiran 59) menunjukkan bahwa pada pakan yang mengandung 5% TBBK (30 mg ALS/kg dan 5 mg gosipol/kg pakan) memberikan kelangsungan hidup 100%. Hal ini mengindikasikan bahwa ALS dan gosipol
pada pakan belum
memberikan pengaruh. Roehm et al. (1967) menyatakan bahwa ikan rainbow trout yang ditambahkan 1% gosipol dalam pakan menyebabkan pertumbuhan ikan menurun sekitar 50% dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan ikan dengan penambahan 2% gosipol asetat dalam pakan menyebabkan ikan tidak mau makan.
75 Pembahasan Umum Penggunaan tepung bungkil biji kapuk (TBBK) sebagai pakan ternak dibatasi oleh adanya kandungan asam lemak siklopropenat (ALS) dan gosipol. ALS dan gosipol menyebabkan efek negatif yang merugikan baik secara ekonomi maupun produksi, terutama bila semakin meningkat dosis yang diberikan dalam pakan ternak. Hal ini disebabkan ALS dan gosipol tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ternak. ALS dapat menghambat sistem desaturasi asam lemak sehingga dapat mempengaruhi metabolism lemak, nekrosis hepatosit dan adanya fibrosis. Demikian halnya gosipol yang dapat mengakibatkan nekrosis pada hati serta dapat mengurangi daya cerna protein dan mengurangi asam amino lisin. Penelitian tahap pertama mengevaluasi pengaruh tepung biji kapuk (TBK) terhadap kandungan ALS dan gosipol, histologi, aktivitas enzim dan komposisi asam lemak tubuh juvenile udang vaname. Hasil analisis kandungan ALS pada hepatopankreas juvenile udang vaname yang ambil saat mengalami moribunb (sekarat) dari semua perlakuan pemberian TBK yang dicobakan berkisar 0,848 sampai 0,990 mg/g. Berdasarkan analisis statistik menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05) kandungan ALS hepatopankreas setiap perlakuan dari setiap waktu pengambilan sampel juvenile udang vaname yang telah mengalami moribunb. Demikian juga halnya dengan kandungan gosipol pada hepatopankreas juvenile udang yang telah mengalami moribunb menunjukkan kisaran 0,390 sampai 0,155 mg/g (Tabel 7). Hasil analisis statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05) kandungan gosipol hepatopankreas setiap perlakuan dari setiap waktu pengambilan sampel juvenile udang vaname yang telah mengalami moribunb. Berdasarkan kandungan ALS dan gosipol pada hepatopankreas bagi udang yang diambil pada saat telah mengalami moribunb dapat nyatakan berkisar masing-masing 0,848-0,990 mg/g dan 0,39-0,155 mg/g (Tabel 8). Hasil pengamatan histologi hepatopankreas, menunjukkan bahwa juvenile udang vaname yang diambil pada saat mati, menunjukkan terjadi nekrosis dan ketidaknormalam bentuk sel hati bagi juvenile udang yang diberi pakan yang
76 mengandung TBK (Gambar 3, 4, 5 dan 6). Kerusakan pada hepatopankreas tersebut disebabkan oleh peningkatan akumulasi kandungan ALS dan gosipol pada hepatopankreas sampai pada dosis yang tidak mampu ditolerir oleh juvenile udang tersebut. Sebaliknya pada juvenile udang yang tidak diberi pakan yang mengandung TBK tidak mengalami kerusakan hepatopankreas. Peningkatan pemberian TBK dalam pakan menunjukkan hepatopankreas mengalami kerusakan dan pada akhirnya mengakibatkan kematian pada udang juvenile tersebut. Kerusakan hepatopankreas terlihat dari adanya vakuolisasi dan oedema interstitialis dari sel epitel pada hepatopankreas (perlakuan pemberian 10% TBK), adanya fabrotik, infiltrasi sel monokuler, glandula mengecil (perlakuan pemberian 20% TBK), nekrosis koagulatif hepatopankreas (perlakuan pemberian 30% TBK), hyperemia, haemorrhagi (perlakuan pemberian 40% TBK). Berdasarkan hal tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan pemberian pakan yang mengandung TBK dapat mengakibatkan kerusakan hepatopankreas juvenile udang. Hendricks dan Bailley (1989) melaporkan bahwa ikan rainbow trout (O. mykiss) yang diberi pakan yang mengandung asam lemak siklopropenat dapat mengakibatkan nekrosis pada hepatosit, deposisi glikogen hati, adanya fiber pada hepatosit cytoplasma dan fibrosis. Peningkatan pemberian kandungan TBK selain berakibat kerusakan pada hepatopankreas, juga berakibat pada penurunan aktivitas enzim pencernaan yaitu lipase, protease dan amylase. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya pembedaan (p<0,05) antara perlakuan pemberian TBK dengan perlakuan tanpa pemberian TBK. Penurunan aktivitas enzim pada perlakuan yang mengandung TBK, sebaliknya terjadi peningkatan pada aktivitas ketiga enzim tersebut pada perlakuan tanpa kandungan TBK (Gambar 7, 8 dan 9). Hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas enzim pencernaan (protease, lipase dan amylase) dipengaruhi oleh adanya kandungan ALS dan gosipol yang terdapat pada hepatopankreas. Keberadaan gosipol dapat pula menurunkan kecernaan protein sehigga dapat mempengaruhi aktivitas enzim proteolitik. Hal ini sesuai dengan pendapat Cater (1969) yang menyatakan bahwa rendahnya kecernaan tersebut sebagai hasil dari pemblokiran aksi enzim proteolitik
77 oleh keberadaan gosipol. Lyman et al (1959) dalam Carter (1969) menyatakan bahwa penambahan 1,38 % gosipol pada protein biji kapas dapat menyebabkan pengurangan peptik dan triptik masing-masing 37 dan 58%. Lanjut dikatakan bahwa gosipol juga dapat menghambat enzim pencernaan lainnya seperti pepsinogen yang akan mengurangi manfaat kandungan protein pada biji kapas. Penurunan aktivitas enzim juga disebabkan oleh hepatopankreas yang tidak mampu mensintesis dan mengsekresi kelenjar enzim akibat kerusakan sel-sel pada hepatopankreas. Hepatopankreas antara berperan dalam mensintesis dan sekresi kelenjar enzim. Ceccaldi (1989) menyatakan bahwa hepatopankreas merupakan organ pada dekapoda yang digunakan sebagai fungsi metabolism anatara lain mensintesa dan sekresi kelenjar enzim Sebagai akibat kerusakan hepatopankreas dan penurunan aktivitas enzim berdampak pula terhadap jumlah pakan yang dikonsumsi oleh juvenile udang. Berdasarkan jumlah pakan yang dikonsumsi menunjukkan bahwa pada perlakuan tanpa pemberian TBK semakin meningkat dengan bertambahnya waktu pengamatan, sebaliknya pada perlakuan dengan pemberian menunjukkan penurunan jumlah pakan yang dikonsumsi. Hal ini terlihat pada hari ke-5 perlakuan dengan kandungan TBK mulai cenderung menurun dan merata hingga pada akhir penngamatan. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan (p<0,05) antara perlakuan pemberian TBK dengan tanpa pemberian TBK. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum juvenile udang telah mengalami penurunan nafsu makan diakibatkan adanya pengaruh perubahan kerusakan yang terjadi pada hepatopankreas akibat pengaruh kandungan ALS dan gosipol dalam hepatopankreas. Yue dan Zhou (2008) menyatakan bahwa substitusi 100% tepung bungkil kedele dengan tepung biji kapas dapat mengakibatkan rendahnya palatabilitas sehingga mengakibatkan konsumsi pakan yang menurun pada ikan tilapia (Oreochromis niloticus). Lanjut dikatakan bahwa penurunan komsumsi pakan tersebut disebabkan oleh kandungan gosipol dalam pakan.
78 Peningkatan pemberian TBK dalam pakan selain mempengaruhi palatabilitas, aktivitas enzim juga mempengaruhi komposisi dan kandungan asam lemak tubuh juvenile udang. Hasil pengamatan kandungan asam lemak tubuh juvenile udang vaname, dari sampel udang yang diamati menunjukkan adanya perubahan komposisi dan kandungan asam lemak tubuh (Gambar 10). Perubahan komposisi dan kandungan asam lemak tubuh tersebut terjadi pada perlakuan pemberian TBK. Perubahan kandungan asam lemak tubuh tersebut diduga disebabkan oleh ALS yang mempengaruhi metabolism lemak. Perubahan asam lemak tubuh yang diakibatkan oleh ALS yaitu menyebabkan meningkatnya kandungan asam stearat dan menurunnya asam oleat (Shone 1962; Phelps et al. 1964). Sebagai akibat dari peningkatan jumlah bahan toksik gosipol dan ALS yang terakumulasi
dalam
hepatopankreas
dan
mengakibatkan
kerusakan
pada
hepatopankreas berakibat pada tingkat kelangsungan hidup. Tingkat kelangsungan hidup juvenile udang mengalami penurunan sejalan dengan peningkatan jumlah kandungan TBK dalam pakan. Hasil pengamatan kelangsungan hidup juvenile udang yang diberi pakan yang mengandung tepung biji kapuk menunjukkan tingkat kelangsungan hidup yang menurun mulai pada hari ke-3 dan pada akhirnya mencapai titik nol (Gambar 12). Peningkatan pemberian kandungan TBK menunjukkan penurunan kelangsungan hidup lebih cepat. Hal ini diduga disebabkan bahan toksik yaitu ALS yang terkandung dalam pakan yang dikonsumsi dan terakumulasi dalam hepatopankreas mengakibatkan terjadinya kerusakan pada sel-sel hepatopankreas yang berakibat pada penurunan aktivitas enzim dan sebagai konsekuensinya kematian pada juvenile udang vaname. Roehm et al. (1967) menyatakan bahwa ikan rainbow trout yang ditambahkan 1% gosipol dalam pakan menyebabkan pertumbuhan ikan menurun sekitar 50% dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan ikan dengan penambahan 2% gosipol asetat dalam pakan menyebabkan ikan tidak mau makan. Penelitian tahap kedua mengevaluasi pengaruh minyak biji kapuk (MBK) terhadap kandungan ALS dan gosipol, histologi, aktivitas enzim dan komposisi asam lemak tubuh juvenile udang vaname. Hasil analisis kandungan ALS pada
79 hepatopankreas pada juvenile udang yang diambil saat mengalami moribunb dari pemberian pakan yang mengandung MBK berkisar 0,848-0,961 mg/g (Table 9), sedangkan kandungan gosipol berkisar 0,041-0,155 mg/g (Table 10). Hasil analisis statistik dari masing-masing kandungan ALS dan gosipol pada hepatopankreas udang diambil saat menngalami moribunb menunjukkan tidak berbeda (p>0,050 pada setiap perlakuan dari setiap waktu pengambilan sampel (Table lampiran 23 dan 24). Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa juvenile udang saat mengalami moribunb mengandung ALS dan gosipol pada hepatopankreas masing-masing berkisar 0,848-0,961 mg/g dan 0,041-0,155 mg/g. Hasil pengamatan histologi hepatopankreas juvenile udang yang diberi pakan yang mengandung MBK (Gambar 13. 14, 215 dan 16), menunjukkan terjadinya nekrosis atau kerusakan pada hepatopankreas. Kerusakan hepatopankreas ditandai dengan nekrosis pada sel epitel, vakuolisasi, haemorrhagi, fibrosis serta glandula mengecil. Kerusakan yang terjadi pada perlakuan pemberian MBK seperti halnya pada perlakuan pemberian TBK pada penelitian tahap pertama. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian MBK mengandung ALS dan gosipol dapat mengakibatkan kerusakan pada hepatopankreas juvenil udang. Peningkatan kandungan MBK dalam pakan yang dicobakan selain berakibat pada kerusakan pada hepatopankreas juga mengakibatkan penurunan aktivitas enzim pencernaan yaitu protease, lipase dan amylase (Gambar 17, 18 dan 19). Selama pemeliharaan menunjukkan bahwa aktivitas enzim pencernaan mengalami penurunan dengan semakin meningkatnya kandungan MBK dalam pakan, sebaliknya tanpa pemberian MBK dalam pakan semakin meningkat. Hasil analisis statistik menunjukkan ada perbedaan (p<0,05) selama pemeliharaan. Berdasarkan hal tersebut, mengindikasikan bahwa MBK yang mengandung ALS dan gosipol dapat mengakibatkan penurunan aktivitas enzim pencernaan. Pada penelitian pertama menjelaskan bahwa kandungan TBK dapat mengakibatkan penurunan aktivitas enzim selama pemeliharan yang disebabkan adanya kandungan ALS dan gosipol dalam TBK. Berdasarkan hal tersebut menjelaskan bahwa ALS dan gosipol mempengaruhi
80 aktivitas enzim pencernaan. Carter (1969) menyatakan bahwa rendahnya kecernaan pakan sebagai akibat pemblokiran aksi enzim proteolitik oleh keberadaan gosipol. Selain itu pula penurunan aktivitas enzim diduga disebabkan oleh hepatopankreas yang tidak dapat mengsekresi dan mensintesa kelanjar enzim pencernaan tersebut yang diakibatkan kerusakan sel epitel yang terjadi pada hepatopankreas tersebut. Peningkatan pemberian MBK selain mengakibatkan kerusakan pada hepatopankreas juvenil udang dan penurunan aktivitas enzim pencernaan, juga mempengaruhi komposisi dan kandungan asam lemak tubuh juvenile udang. Dari sampel udang yang diamati menunjukkan bahwa komposisi dan kandungan asam lemak tubuh mengalami perubahan dengan semakin meningkatnya pemberian kandungan MBK dalam pakan (Gambar 20). Pada jenis asam lemak stearat mengalami kenaikan dari semua perlakuan pemberian MBK pada akhir pengamatan, sebaliknya untuk jenis asam lemak oleat pada perlakuan dengan pemberian MBK (perlakuan pemberian 6, 12 dan 18% MBK) mengalami penurunan. Dari beberapa hasil penelitian menjelaskan bahwa ALS yang terdapat dalam MBK dapat mempengaruhi enzim desaturase dan sebagai konsekuensinya mempengaruhi metabolism lemak. Shone (1966) menyatakan bahwa ayam yang diberi makan minyak biji kapas menunjukkan adanya perubahan komposisi asam lemak dalam plasma, hati dan ovarie. Lanjut dikatakan bahwa terjadi peningkatan kandungan asam stearat dan penurunan asam oleat. Raju dan Reiser (1966) menyatakan bahwa ALS dapat menghambat desaturasi asam stearat menjadi asam oleat. Hendricks dan Bailey,1989 menyatakan bahwa ikan rainbor trout (O. mykiss) yang diberi pakan yang mengandung ALS dapat mempengaruhi sistem desaturase asam lemak dan sebagai konsekuensiya mempengaruhi metabolism lemak. Peningkatan pemberian pakan yang mengandung MBK pada juvenile udang mengakibatkan kerusakan hepatopankreas, penurunan aktivitas enzim, perubahan komposisi dan kandungan asam lemak tubuh, berdampak lanjut terhadap penurunan konsumsi pakan. Hasil perhitungan jumlah pakan yang dikonsumsi menunjukan bahwa perlakuan pakan komersial dan perlakuan tanpa pemberian MBK (0% MBK)
81 sejak hari pertama meninggkat hingga akhir pengamatan (Gambar 26), sebaliknya bagi perlakuan yang mengandung MBK sejak hari ke-3 dan ke-5 telah mengalami penurunan dan cederung merata sampai pada akhir pengamatan. Hasil analisis statistik menunjukkan ada perbedaan (p<0,05) dengan semakin meningkatnya pemberian MBK selama pemeliharaan. Hal ini mengindikasikan bahwa ada pengaruh kandungan MBK dalam pakan terhadap palatabilitas dari juvenile udang yang dicobakan. Pengaruh tersebut diduga disebabkan pengaruh ALS dan gosipol yang dikandung dalam MBK. El-Sayed (1990) menyatakan bahwa ikan tilapia (Oreochromis niloticus) yang diberi pakan mengandung tepung biji kapas dapat mengakibatkan kurangnya efisiensi pakan bila dibandingkan dengan pakan yang tidak mengandung tepung biji kapas. Dampak dari kerusakan hepatopankreas, penurunan aktivitas enzim pencernnan dan perubahan komposisi dan kandungan asam lemak tubuh serta penurunan sebagai konsekuensinya berdampak pada tingkat kelangsungan hidup (Gambar 27). Hasil analisis statistik menunjukkan ada perbedaan (p<0,05) antara penrlakuan tanpa pemberian MBK dengan perlakuan pemberian MBK terhadap kelangsungan hidup. Hal ini mengindikasikan bahwa ALS dan gosipol dapat mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup akibat terjadi kerusakan sel-sel dalam hepatopankreas, penurunan aktivitas enzim pencernaan, perubahan komposisi dan kandungan asam lemak tubuh dan penurunan palatabilitas pada juvenil udang. Penelitian tahap pertama dan kedua memberikan informasi bahwa bahan toksik ALS dan gosipol yang terkandung dalam TBK maupun MBK dapat mengakibatkan kerusakan hepatopankreas, penurunan aktivitas enzim protease, lipase dan amilase, perubahan komposisi dan kandungan asam lemak tubuh dan sebagai konsekuensinya berdampak pada penurunan komsumsi pakan serta tingkat kelangsungan hidup juvenil udang vaname Penelitian tahap ketiga mengevaluasi pemberian tepung bungkil biji kapuk (TBBK) terhadap histologi hepatopankreas, aktivitas enzim pencernaan, komposisi
82 dan kandungan asam lemak tubuh, jumlah pakan yang dikonsumsi, retensi protein dan lemak, pertumbuhan relatif dan tingkat kelangsungan hidup juvenil udang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian diatas 5% TBBK dapat mengakibatkan kerusakan sel epitel pada hepatopankreas juvenil udang. Kerusakan hepatopankreas juvenil udang yang terjadi seperti halnya pada penelitian tahap pertama dan kedua. Hal ini ditandai dengan terjadinya infiltrasi sel mononukleasr, oedema, vakuoliasi dan glandula mengecil. Hal ini mengindikasikan bahwa kandungan ALS dan gosipol mengakibatkan kerusakan pada hepatopankreas. Peningkatan substitusi tepung bungkil kedele dengan tepung bungkil biji kapuk (TBBK) dalam pakan yang dicobakan berakibat pada penurunan aktivitas enzim pencernaan yaitu protease, lipase dan amilase. Aktivitas enzim pencernaan mengalami penurunan dengan semakin meningkatnya substitusi TBBK dalam pakan bila dibandingkan dengan pakan yang tidak diberi substitusi TBBK. Penurunan terlihat bagi perlakuan pemberian 10, 15 dan 20% TBBK serta perlakuan pemberian 20% TBBK yang dipanasi. Pada perlakuan pemberian 15% TBBK cenderung naik sejak awal pemeliharaan. Hal ini mengindikasikan bahwa TBBK yang mengandung ALS dan gosipol dengan semakin tingginya akumulasi dalam tubuh mempengaruhi kerusakan hepatopankreas dan aktivitas enzim pencernaan. Pada penelitian pertama dan kedua menjelaskan bahwa kandungan TBK dan MBK dapat mengakibatkan penurunan aktivitas enzim selama pemeliharan yang disebabkan adanya kandungan ALS dan gosipol dalam TBK. Berdasarkan hal tersebut menjelaskan bahwa ALS dan gosipol mempengaruhi aktivitas enzim pencernaan. Peningkatan jumlah TBBK dalam pakan selain mempengaruhi, aktivitas enzim, juga mempengaruhi kandungan asam lemak tubuh juvenile udang (Gambar 30). Dari sampel udang yang diamati menunjukkan bahwa terjadi perubahan komposisi dan kandungan asam lemak tubuh juvenil udang (Lampiran 49 dan 50). Pemberian diatas 5% TBBK menunjukkan perubahan kandungan asam lemak stearat lebih sedikit dibanding dengan perubahan asam lemak oleat. Hal ini mengindikasikan bahwa ALS yang dikandung dalam TBBK masih mempengaruhi perubahan kandungan asam lemak. Dari beberapa hasil
83 penelitian menjelaskan bahwa ALS dapat mempengaruhi enzim desaturase dan sebagai konsekuensinya mempengaruhi metabolism lemak. Raju dan Reiser (1967) dan Gratraud (2009) menyatakan bahwa pemberian ALS pada hewan dapat menurunkan konsentrasi asam lemak tak jenuh dalam sel dan meningkatkan konsentrasi asam lemak jenuh. Lanjut dikatakan bahwa hal ini terjadi karena ALS berfungsi sebagai inhibitor irreversible enzim asam lemak desaturase melalui pengikatan terhadap gugus sulfhidril enzim tersebut. Peningkatan pemberian pakan yang mengandung diatas 5% TBBK pada juvenile udang dapat mengakibatkan kerusakan pada hepatopankreas, penurunan aktivitas enzim, perubahan komposisi asam lemak tubuh dan pada akhirnya berpengaruh pada pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Hasil analisis retensi protein dan lemak (Lampiran 53 dan 54) menunjukkan bahwa pemberian diatas 5% TBBK dapat mengakibatkan nilai rentensi protein dan lemak negatif. Hal ini mengindikasikan pemberian diatas 5% TBBK mempengaruhi pertumbuhan relatif pada juvenil udang. Hasil analisis pertumbuhan relatif menunjukkan bahwa pemberian diatas 5% TBBK terjadi pertumbuhan relatif yang negatif dibandingkan dengan pemberian 0 dan 5% TBBK. Hal ini pula terlihat pada tingkat kelangsungan hidup juvenil udang dimana pemberian 0-5% TBBK dalam pakan memberikan tingkat kelangsungan hidup 100% pada akhir penelitian, sebaliknya pada perlakuan pemberian diatas 5% TBBK memberikan tingkat kelangsungan hidup kurang dari 50% (Lampiran 57). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada perbedaan (p<0,05) antara perlakuan pemberian TBBK pada pertumbuhan relatif dan tingkat kelangsungan hidup (Lampiran 58). Chikwen (1987), diacu dalam Tacon (1995) menyatakan bahwa asam lemak siklopropenat dapat merusak asam amino pada ikan rainbow trout. Ikan yang diberi pakan 300 mg/kg asam lemak siklopropenat dapat merusak lisin dibandingkan dengan ikan diberi 50 mg/kg atau tidak mengandung asam lemak siklopropenat dalam pakan.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat
dinyatakan bahwa pemberian 300 mg/kg ALS atau sekitar 50% TBBK/kg pakan dapat merusak asam amino lisin, sebaliknya pada pemberian 50 mg/kg ALS atau
84 sekitar 8,3% TBBK/kg pakan belum merusak asam amino lisin. Pernyataan tersebut diatas memperkuat hasil penelitian dimana pemberian 5% TBBK dengan kandungan ALS 30 mg/kg pakan (Lampiran 59) belum memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan relatif dan tingkat kelangsungan hidup, namun pada pemberian diatas 5% TBBK dapat memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan relatif dan tingkat kelangsungan hidup. Roehm et al. (1967) menyatakan bahwa ikan rainbow trout yang ditambahkan 1% gosipol dalam pakan menyebabkan pertumbuhan ikan menurun sekitar 50% dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan ikan dengan penambahan 2% gosipol asetat dalam pakan menyebabkan ikan tidak mau makan. Pernyataan ini memperkuat hasil penelitian dimana pada perlakuan pemberian 5% TBBK mengandung gosipol 5 mg/kg pakan (5 ppm) belum memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan relatif dan tingkat kelangsungan hidup. Berdasarkan hal tersebut diatas (hasil penelitian tahap ketiga) dapat dinyatakan bahwa kandungan ALS atau gosipol masing-masing belum memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup, tetapi diduga pertumbuha relatif dan tinggkat kelangsungan hidup yang rendah diakibatkan oleh pengaruh kedua bahan toksik tersebut.
84 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan : 1. Pemberian Tepung Biji Kapuk (TBK) dan Minyak Biji Kapuk (MBK) dalam pakan
dapat
mempengaruhi
aktivitas
enzim
pencernaan,
kerusakan
hepatopankreas, kandungan asam lemak tubuh dan tingkat kelangsungan hidup juvenile udang vaname. 2. Pemberian Tepung Bungkil Biji Kapuk (TBBK) sampai batas tertentu dalam pakan tidak mempengaruhi aktivitas enzim, kerusakan hepatopankreas, laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup juvenile udang vaname. 3.
Substitusi Tepung Bungkil Kedele dengan Tepung Bungkil Biji Kapuk (TBBK) dapat diberikan sampai batas 5%. Saran Perlu suatu uji lanjut perlakuan secara fisik dan kimia pada TBBK untuk
mengurangi kandungan ALS dan Gosipol agar dapat mengsubstitusi bungkil kedele lebih tinggi dalam pakan juvenile udang vaname
87 DAFTAR PUSTAKA Affandi, R., Sjafei, D.S., Rahardjo, M,F., Sulistiono. 2004. Fisiologi ikan: Pencernaan dan penyerapan makanan. Jurusan MSP, FPIK IPB. 215 hal Allen, P.G., L.W. Botsford., A.M. Schuur., W.E. Johnston. 1984. Bioeconomics of aquaculture. Elsevier. Amsterdam. 351 p Ayuningsih, B. 1994. Pengaruh penggunaan biji kapuk (Ceiba petandra) terhadap produksi dan komposisi susu kambing perah. Tesis. Program Pascasarjana. IPB. Bogor. Apriyantono, A., Dedi, F., Ni Luh, P., Sedarnawati., Slamet, B., 1989. Analisis pangan. Petunjuk Laboratorium. IPB Press. 229 p Badan Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 2009. Biji kapuk sumber bahan baku minyak diesel dan nabati. http://www.pustakadeptan.go.id/publikasi/wr24202.pdf,01 [Juni 2010]. Bell, T.A., Lightner, D.V. 1988. A Handbook of normal Penaeid Shrimp histology. World Aquaculture Society. Aquaculture Development Program, State of Hawaii. 114 p [BPS] Biro Pusat Statistik. 1989. Statistika Perkebunan Indonesia tahun 1984-1989. Kapuk. Bray, W.A., and Lawrence, A.L. 1992. Reproduction of penaeus species in capacity 93-170 p. In Marine shrimp culture : Principles and practices. Elsevier Science, New York Budi-Saroso. 1992. Identifikasi asam lemak pada beberapa minyak nabati. Buletin Tembakau dan Serat No. 1/12/1992. Cai Y., Zhang H., Zeng ,Y., Mo, J., Miao, C., Bai, J., Yann, F., Chen, F.2004. An optimazed gossypol high-performance liquid chromatography assay and its application in evaluation of different gland genotypes of cotton. Jounal Biosci 29 : 67-71. Cater, C.M and Lyman, C.M., 1969. Effect of baoud gossypol in cottonseed meal on enzymic degradation. LIPIDS Vol . 5 No. 9. Ceccaldi, H.J., 1990. Anatomy and physiology of digestive tract of Crustaceans Decapods reared in aquaculture, In Advances in tropical aquaculture Tahiti, Feb 20-March 4, 1989. Aquacop IFREMER Actes de Colloque 9, pp 243-259. Ceccaldi, H.J. 1997. Anatomy and physiology of the digestives system. In Crustacean Nutrition. World Aquaculture Society, USA. pp 261-281 Ckeeke, P.R. 1989. Toxicants of plant origin. CRC. Press, Inc.Boca Raton. Florida. IV : 2-22
88 Cook, L.J., T.W. Scott., S.C. Mills. 1976. Effect of protected cyclopropene fatty acid on the compotition of ruminant milk fat. Lipids 11 : 705-711 Cruz-Suarez, L.E., Ricque-Marie.D., Tapia-Salazar, M., McCallum, I.M., Hickling, D. 2001. Assesment of differently processed feed pea (Pisum sativum) meals and canola meal (Brassica sp.) in diets for blue shrimp (Litopenaeus stylirostris). Aquaculture 196 (1-2), 87-104 Cuzon, G., A. Lawrence, G. Gaxiola. 2004. Nutritionof Litopenaeus vannamei reared in tanks or in ponds. Aquaculture : XX (2004) XXX-XXX. Davis, D.A., Arnold, C.R., McCallum, I. 2002. Nutritional value of feed peas (Pisum sativum) in practical diet formulations for Litopenaeus vannamei. Aquaculture Nutrition 8 (2a), 87-94 Effendi, R. 1992. Pengaruh Tingkat Energi Ransum Terhadap Pertumbuhan Pascalarva Udang Windu (Penaeus monodon). Tesis. Program Pasacasarjana IPB. Bogor El-Sayed, A-F.M. 1990. Long-term evaluation of cottonseed meal as a protein source for Nile tilapia Oreochromis niloticus (Linn.). Aquaculture 84, 315-320 FAO.
2010. Fisheries and aquaculture statistic. http://www.fao.org/docrep/015/ba0058t/ba0058t.pdf [15 Februari 2011].
Francis, G., Harinder P.S.M., K.Becker. 2001. Antinutrisional factors present in plant-derived alternate fish feed ingredients and their effects in fish. Aquaculture. 199 : 197-227 Goenarso, D., Suripto., Zulfiani. 2004. Efek gosipol terhadap kontraksi usus mencit (Mus musculus) Swiss Webster jantan secara in vitro. Jurnal Matematika dan Sains. Vol. 1. Hal. 183-188 Gratraud, P., E. Huws., B. Falkard., S. Adjalley., D.A. Fidock., L. Berry., W.R. Jacobs Jr., M. S. Baird., H. Vial., L. Kremer. 2009. Oleic acid biosynthesis in Plasmodium falciparum: Characterization of the stearoyl-coA desaturase and invertigation as a potential therapeutic target. Plos One, vol. 4, Issue 9. 15 p Halver, J. E., R.W. Hardy. 2002. Fish Nutrition. Third edition. 822 p. Academic Press, California Hamsah. 2004. Peran pakan alami dalam penularan white spot syndrome virus pada benur udang windu (Penaeus monodon. Fabr.). Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A.D. Tillman. 1990. Tabel Komposisis Pakan untuk Indonesia. Cetakan ke 2. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hartutik. 2000. Evaluasi nilai nutrisi bungkil biji kapuk randu (Ceiba petandra, Gaertn) dalam ransum ruminansia. Disertasi, Pascasarjana UGM. Jogyakarta. 464 hal.
89 Hendricks, J.D., and Bailey, G.S. 1989. Adventitious Toxins. P 605-651. In : J.E. Halver (Editor), Fish Nutrition (Second Edition), Academic Press Inc., New York, USA Herman,R.L. 1970. Effect of gossypol on rainbow trout Salmo gairdneri. J.Fish Biol., 2:293-303 Hertrampf, J.W., Felicitas, P. 2000. Handbook on ingredients for aquaculture feeds. Kluwer Academic Publishers. Dordrecht/Boston/London. 573 p. Kanazawa, A. 1989. Microparticulate feeds for Penaeid larvae. In : Advances in tropical aquaculture. Workshop, Tahiti. Kardivel, R., R. Nataman., K. Udayasurian. 1984. Use of kapok as a poultry feed. Poultry Sci. 65 : 2363 Karim MY. 1998. Aplikasi pakan alami (Brachionus plicatilis dan nauplius artemia) yang diperkaya dengan asam lemak omega-3 dalam pemeliharaan larva kepiting bakau (Scylla serrata forskal). (Tesis): Bogor. PPS Institut Pertanian Bogor. Kartono. G. 1990. Peranan gosipol dalam ketahanan kapas terhadap Helicoverpa armigera Hubner. Disertasi. Pascasarjana, UGM. Jogyakarta Kategile, J.A., M. Ishengoma., A.M. Katule. 1978. The use of kapok (Ceiba petandra) seed cake as a source of protein in broiler rations. J. Sci. Food. Agriculture. 29 : 317. KKP. 2010. Impor bahan baku pakan. Dirjen perikanan budidaya, Kementrian Kelautan dan Perikanan Kureshy, N., Davis, D.A. 2002. Protein requirement for maintenence and maximum weight gain for the Pasific white shrimp, Litopenaeus vannamei. Aquaculture 204 (1-2), 125-143 Lawrence, A.L., Aranyakananda, P., Castille, F.I. 1995. Estimation of dietary protein and energy requirements for shrimp. Proceed. American Oil ChemistsAssociation. Conference San Antonio, Texas. LSU, Baton Rouge, Louisiana, USA, p. 520 Lim, C. 1996. Substitution of cottonseed meal for marine animal protein in diets for Penaeus vannamei (abst). Jurnal of the world aquaculture society. Vol. 27. Issue 4. p 402-409 Lim, C., Ako, H., Brown, C.I., Hahn, K. 1997. Growth response and fatty acid composition of juvenile Penaeus vannamei fed different sources of dietary lipid. Aquaculture 151 (1-4), 143-153 Mazida, A.N. 2007. Penggunaan protein nabati dengan dan tanpa penambahan enzim fitase sebagai bahan baku pakan ikan lele dumbo (Clarias sp). Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor
90 Mbahizireki, G.B., Dabrowski, K.J., EL-Saidy, D., Wisner, E.R. 2001. Growth, feed utilization and body composition of tilapia (Oreochromis sp.) fed cottonseed meals-based diets in a recirculating system. Aquaculture Nutrition 7. 189-200. Morgan, S.E. 1989. Gossypol as a toxicant in livestock.. p 251-263. In : Burrows G.E. (ed). The veterinary clinics of North America : Food Animal Practice. Philadelphia. NRC National Research Council. 1983. Subcommite on Warmwater Fish Nutrition. Nutrient Requirements of Fish. Washington DC : National Academy of Science NRC National Research Council. 1993. Antinutrients and adventitious toxin. P3440. In : Nutrioent requirement of fish. National Academy of Science. Commite on Animal Nutrition. Washington DC. Nwanna, L.C., A, Fagbenro., A.O. Adeyo. 2005. Effects of different treaments of dietary soybean meal and phytase ongrowth and mineral deposition in African catfish (Clarias gariepinus). Journal of Animal and Veterinary Advances, 4(12) : 980-987. Nurdjana, M.L.1986. Pengaruh ablasi mata terhadap perkembangan telur dan embrio serta kualitas larva udang windu (Penaeus monodon Fab). Disertasi.Fakultas Pascasarjana UGM. Jogyakarta. 355 hal. Osche, J.J., M.J. Soule Jr.,M.J. Dijkman., C. Wehlberg. 1961. Tropical and subtropical agriculture. Vol II. The Macmillan Company. New York. Peres, H., Teles, A.O. 1979. Effect of dietary lipid level on growth performance and feed utilization by European sea bas juvenile (Dicentrachus labrax). Aquaculture 179 Phelps, R.A., F.S. Shenstone, A.R., A.R. Kemmerer., R.J. Evans. 1964. A review pf cyclopropenoid compounds : Biological effect of some derivatives. Poultry Sci. 44 : 358. Raju, P.K. and R. Reiser. 1966. Inhibition of acyl desaturase by cyclopropene fatty acids. Journal of biological chemistry, vol 242, No. 34, pp 379-384 Robinson, E.H. , Brent, J.R. 1989. Use of cottonseed mealprotein with supplemental lysine in feeds for channel catfish. J. Appl. Aquaculculre, 1(2) : 1-14. Robinson, E. H., Li, M.H. 1994. Use of plant proteins in catfish feed : Replacement of soybean meal with cottonseed meal and replacement of fish meal with soybean meal and cottonseed meal.J. World Aquaculture. Society. 25 : 271276. Roehm, J.N., Lee, D.J., Sinnhuber, R.O. 1967. Accumulation and elimination of dietary gossypol in the organ of rainbow trout. Lipids, 5(1) : 80-81 Saoud, I.P., Davis, D.A., Rouse, D.B. 2003. Suitability studies of inland well waters for Litopenaeus vannamei culture. Aquaculture, 217 : 373-378
91 Sedgwick, R.W. 1979. Effects of ratio size and feeding frequency on the growth and food conversion of juvenile Penaeus merguienses de Man. Aquacultur, 16: 279298 Shone, G.G., 1966. Adverse effects of cyclopropenoid fatty acids. Nutrition and toxicity problems associated with fats, vol 25 : 37-43 Setiadi. 1983. Bertanam kapuk randu. PT. Penerbit Swadaya. Jakarta Sihombing, D.T.H. 1974. Pemanfaatan bungkil biji kapuk dan bungkil biji jarak sebagai bahan makanan ternak. Fakultas Peternakan. IPB. Sihombing, D.T.H., S. Simamora. 1979. Penelitian bungkil biji kapuk untuk makanan ternak babi. Proceding seminar dan penunjang pengembangan peternakan. Lembaga Penelitian Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian Suprayudi MA. 2010. Pengembangan penggunaan bahan baku lokal untuk pakan ikan/udang: status terkini dan prospeknya. Makalah disajikan pada Semi-Loka Nutrisi dan Teknologi Pakan Ikan/Udang, Bogor 26 Oktober 2010. Badan Litbang Kelautan dan Perikanan, KKP bekerjasama dengan ISPIKANI, Jakarta. Sutardi, T. 1981. Sapi perah dan pemberian makanannya. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan,IPB. Bogor. Sutikno, A.I. (2000). Tanaman kapas dan kaitannya dengan gosipol. Wartazoa. Vol. 10 No. 1. hal 7-12 Tacon, A.G.J. 1995. Fishmeal replacers : Review of antinutrients within oilseeds and pulses- A limiting factor for the aquafeed Green Revolution?. In : Feed Ingredients Asia. Singapore. Thanu, K., R. Kardivel., Ayyaluswami. 1983. The effect of nutrient sumpplementation on the feeding value of kapok seed for poultry. Animal feed Science and Tecnology, 9. 2 : 263 Thalib, A., S. Irawan., S. Dadang., S. Ernie. 1990. Perbaikan kualitas bungkil biji kapuk dengan proses sulfikasi. Hasil-hasil Penelitian Tahun Anggaran 19871988. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Bogor. Utami, D.S.N. 2008. Kecernaan dan pertumbuhan juvenil udang putih (Litopenaeus vannamei) yang diberi pakan dengan pemakaian bungkil kelapa sawit, biji kapuk, dan bungkil kedelei masing-masing sebanyak 30 %. Skripsi. Program Studi Manajemen Akuakultur, FPIK. IPB. Velasco, M., Lawrence, A.L., Obaldo, L.G. 2000. Dietary protein requirement for Litopenaeus vannamei. 19-22 p. In : Cruz-Suarez L.E., Ricque-Marie D., TapiaSalazar M., Olvera-Novoa M.A., Civera-Cerecedo R (ed). Avances and Nutrition Acuicola. Noviembre, 2000. Merida, Yucatan, Mexico.
92 Wahyunto, W.B. 1989. Pengaruh ekstrasi minyak biji kapas dan ekstrusi campuran tepung biji kapas, kedele serta beras terhadap nilai gizinya. Thesis. Fakultas Pascasarjana, IPB. Bogor Watanabe, T. 1988. Fish nutrition and mariculture. Departement of Aquatic Biosciences. Tokyo University of Fisheries. 233 p Wickins, J.P. 1976. The tolerance of warmwater prawns to recirculated water. Aquaculture, 9 : 19-37 Wickins, J.P. 1982. Opportunisties for farming crustaceans in western temperate regions. P. 87-177. In: J.F. Muir and R.J. Robets (Eds). Recent advances in aquaculture. Westview Press, Colorado. Xincai, C., Yongquan, S. 2001. Shrip Culture. China International Training Course on Tecnology of Marineculture (Precious Fishes). China, Yiamen Municipal Science and Tecnology Commission. P. 107-113. Yang, C. H. 1990. Effects of some environmental factors on the growth of the Chinese shrimp, Penaeus chinensis. In : The culture of Cold-tolerant shrimp. Proceeding of an Asian-US Workshop on shrimp culture. Honolulu. The Oceanic Institute. p. 92-101. Yue, Yi-Rong and Qi-Cum Zhou. 2008. Effect of replacing soybean meal with cottonseed meal on growth, feed utilization, and hematological indexes for juvenile hybrid tilapia Oreochromis niloticus x O. aureus. Aquaculture. 18 p Zahirma, U. 1986. Analisis asam siklopropenat dari bungkil biji kapuk dengan tehnik kromatografi gas. Skripsi. Fakultas MIPA. Universitas Indonesia. Jakarta. Zain, M. 1994. Pengaruh taraf bungkil biji kapuk (Ceiba petandra) dalam ransum kambing perah laktasa terhadap kecernaan danpopulasi mikroba rumen. Tesis. Program Pascasarjana. IPB. Bogor.
93
Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan komersial dan tepung biji kapuk (%) Proksimat Protein Lemak Abu Serat kasar Air BETN
Pakan komersial 38,9 8,1 15,9 5,4 9,7 22,1
Tepung Biji Kapuk 25,5 22,93 7,62 16,84 10,25 16,86
Lampiran 2. Jumlah sampel udang (ekor) yang diambil berdasarkan waktu pengambilan dari setiap perlakuan untuk analisis ALS dan gosipol penelitian tahap pertama No.
Perlakuan
1. 2. 3. 4. 5.
0% TBK 10% TBK 20% TBK 30% TBK 40% TBK
3* ts ts 2 2 2
4 ts 2 ts ts ts
5 ts ts 2 2 2
Waktu (hari ke…) 6 7 8 ts ts ts 2 ts 2 ts 2 ts ts 2 mt ts 2 mt
9 ts ts 2 mt mt
10 ts 2 ts mt mt
Keterangan : * adalah pengambilan sampel dimulai hari ke-3 saat udang mulai moribunb; ts adalah tanpa pengambilan sampel; mt adalah mati total
Lampiran 3. Metode Pengukuran gosipol bebas (FAO, 1994)
94
Lampiran 4. Metode Pengukuran Asam Lemak Siklopropenat Metode pengukuran kadar asam siklopropenoat yaitu dengan cara test Halpen. Prosedur test halpen yaitu menambahkan satu volume karbon disulfida yang mengandung 1 % sulfur terlarut dan satu volume pentanol (amyl alkohol) ke dalam contoh yang akan dianalisis. Karbon disulfidanya akan didestilasi secara lambat dari tube yang terbuka dan larutan residu alkoholnya dipanaskan sampai suhu 110 oC. Reaksi positif akan ditandai dengan terbentuknya warna pink (merah muda) atau merah. Intensitasnya dapat dipakai untuk analisis kuantitatif dengan menggunakan gas kromatografi Lampiran 5. Jumlah sampel udang (ekor) yang diambil berdasarkan waktu pengambilan dari setiap perlakuan untuk analisis aktivitas enzim penelitian tahap pertama No.
Perlakuan
1. 2. 3. 4. 5.
0% TBK 10% TBK 20% TBK 30% TBK 40% TBK
1 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2
3 2 2 2 2 2
Waktu (hari ke…) 4 5 6 7 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
8 2 2 2 2 2
9 2 2 2 2 2
10 2 2 2 2 2
Lampiran 6. Metode analisis aktivitas enzim a. Enzim protease (Metode Bergmeyer dan Grassi, 1983) Bufer borat (0,01 M) pH 8
Blanko (ml) 1,0
Standar (ml) 1,0
Sampel (ml) 1,0
Substrat kasein 2 % 1,0 1,0 1,0 Enzim dalam CaCl2 (2mmol/l) 0,2 Tirosin standar (5 mmol/l 0,2 Aquades 0,2 Inkubasi pada suhu 37oC selama 10 menit TCA (0,1 M) 2,0 2,0 2,0 Air 0,2 Enzim dam CaCl2 (2mmol/l) 0,2 0,2 Incubasi pada suhu 37oC selama 10 menit, sentrifus 4000 rpm selama 10 menit Filtrat 1,5 1,5 1,5 Na2CO3 5,0 5,0 5,0 Reagen Follin (1 : 2) 1,0 1,0 1,0 Biamkan selama ± 10 menit (37oC), kemudian dibaca pada spektrofotometer dengan absorbansi pada 578 nm
95
b. Enzim amilase (Metode Bernfeld, 1955) Cairan enzim 1ml Tambahkan 1 ml larutan pati 1 % dalam buffer sitrat pH 5,7 Inkubasi pada 20oC selama 30 menit Tambahkan 2 ml DNS dan didihkan selama 5 menit
Dinginkan dan dibaca pada spektofotometer dengan absorbansi pada 550 nm DNS = Dinitro Salycylic Acid
c. Enzim lipase(Quin et al, 1982), Shirai dan Jackson,1982) 2 gram minyak kelapa ditimbang dalam erlemeyer 25 ml Tambahkan 4 ml buffer asetat 0,05 M pH 5,6
Tambahkan 1 ml enzim Inkubasi pada suhu 30oC selama 60 menit (diaktifkan dengan campuran aseton : etanol 1 : 1. sebanyak 10 ml dan digoyang secara sempurna) Dinginkan dan dibaca pada spektofotometer dengan absorbansi pada 410 nm
Lampiran 7. Jumlah sampel udang (ekor) yang diambil berdasarkan waktu pengambilan dari setiap perlakuan untuk analisis asam lemak tubuh penelitian tahap pertama Waktu (hari ke…) No. Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1. Kontrol* 1 ts ts ts ts ts ts ts ts ts ts 2. 0% TBK ts ts ts ts ts ts ts ts ts ts ts 3. 10% TBK ts ts ts ts ts ts ts ts ts ts 1 4. 20% TBK ts ts ts ts ts ts ts ts 1 mt mt 5. 30% TBK ts ts ts ts ts ts ts 1 mt mt mt 6. 40% TBK ts ts ts ts ts ts 1 mt mt mt mt Keterangan : *udang sebelum dilakukan perlakuan ; ts adalah tanpa pengambilan sampel; mt adalah mati total
12 ts 1 mt mt mt mt
96
Lampiran 8. Kondisi Gas Chromatografi saat melakukan pengukuran asam lemak siklopropenat Merek : GC : Shimadzu tipe GC-17A; Detektor : Flame Ionization Detector (FID); Gas Carrier : Nitrogen (N2); Column : Supelco SP2560; Temp. Injector : 250 oC; Temp. Detector : 250 oC; Oven Temp. program : 1. Initial temp : 195 oC hold for 0.5 minute 2. Ramp 1 : 220 oC (rate 10 oC/min) hold for 6 minutes 3. Final temp : 245 oC (rate 15 oC/min) hold for 20 minutes 4. Total run time : 30.67 minutes Column flow : 1.57 mL/min Linier velocity : 24.9 cm/sec Lampiran 9. Prosedur analisis proksimat a. Kadar air (Takeuchi, 1988) 1. Cawan dipanaskan dalam oven (110 oC) selama 1 jam kemudian dimasukan dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang (A) 2. Bahan ditimbang 2-3 gram (B) 3. Cawan dan bahan dipanaskan didalam oven (110 oC) selama 4 jam kemudian dimasukan kedalam eksikator selama 30 menit lalu ditimbang ( C) Kadar air =
x 100 %
b. Kadar protein (metode semimicro-kjedahl : Takeuchi,1988) 1. Sampel ditimbang seberat 0,5-1,0 g dan dimasukan kedalam labu Kjeldahl 2. Katalis berupa K2SO45H2O dengan rasio 9:1 ditimbang sebanyak 3 g, dan dimasukan kedalam labu Kjeldahl 3. Selanjutnya ditambahkan 10 ml H2SO4 kedalam labu tersebut dan kemudian labu dipanaskan selama 3-4 jam sampai cairan dalam labu berwarna hijau 4. Larutan didinginkan, lalu ditambahkan air destilasi 30 ml, kemudian masukan larutan tersebut kedalam labu takar dan diencerkan dengan akuades sampai larutan tersebut mencapai volume 100 ml (larutan A) 5. Labu erlemeyer diisi 10 ml H2SO4 0,05 N dan ditambahkan 2-3 tetes indicator methylen blue atau methyl red (larutan B) 6. Larutan A diambil sebanyak 5 ml da ditambahkan sebanyak 10 ml NaOH 30% yang dimasukan kedalam labu Kjeldahl. Kemudian dilakukan pemanasan dan kondensasi selama 10 menit mulai tetesan pertama pada larutan B 7. Larutan dalam labu erlemeyer dititrasi dengan o,o5 N larutan NaOH sampai terjadi perubahan warna dari merah menjadi hijau muda
97
Kadar protein =
x 100%
Keterangan : Vs = ml 0,05 N nitran NaOH untuk sampel; Vb = ml 0,05 n nitran NaoH untuk blanko; F = factor koreksi dari 0,05 N larutan NaOH; S = bobot sampel (g); 0,0007 = setiap ml 0,05 N NaOH ekuivalen dengan 0,0007 g nitrogen; 6,25 = factor nitrogen
c. Kadar lemak (metode ether ekstraksi : Takeuchi, 1988) 1. Labu ekstraksi dipanaskan didalam oven (110 oC) selama 1 jam kemudian didinginkan dalam eksikator selama 30 menit lalu ditimbang bobot labu tersebut (A) 2. Sampel ditimbang sebanyak 1-2 g (B) dan dimasukan kedalam tabung filter lalu dipanaskan pada suhu 90-100 oC selama 2-3 jam 3. Tabung filter ditempatkan kedalam ekstrak dari alat soxlet. Kemudian disambungkan kondensor dengan labu ekstraksi yang telah diisi 100 ml petroleum eter 4. Eter dipanaskan pada labu ekstraksi dengan menggunakan water bath pada suhu 70 oC selama 16 jam 5. Labu ekstraksi dipanaskan pada suhu 100 oC kemudian ditimbang (C) Kadar lemak =
x 100 %
d. Kadar abu (Takeuchi, 1988) 1. Cawan dipanaskan didalam oven (110 oC) selama 1 jam kemudian dimasukan kedalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang (A) 2. Bahan ditimbang 2-3 g (B) 3. Cawan dan bahan dipanaskan kedalam tanur (600 oC) sampai bahan menjadi abu, kemudian dimasukan kedalam eksikator selama 30 menit lalu ditimbang (C) Kadar abu =
x 100 %
e. Serat kasar (Takeuchi, 1988) 1. Kertas filter dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 110 oC. Setelah itu didinginkan dalam eksikator lalu ditimbang (A) 2. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g (B) dan dimasukan kedalam erlemeyer 250 ml 3. Sebanyak 50 ml H2SO4 0,3 N dimasukan kedalam erlemeyer kemudian dipanaskan selama 30 menit. Setelah itu dimasukan 25 ml NaOH 1,5 N kedalam erlemeyer lagi, kemudian dipanaskan selama 30 menit 4. Larutan dan bahan yang telah dipanaskan kemudian disaring dalam corong buchner dan dihubungkan pada vacuum pump untuk mempercepat filtrasi
98
5. Larutan dan bahan yang ada dalam corong buchner dibilas secara berturutturut 50 ml air panas, H2SO4 0,3 N, 50 ml air panas dan 25 ml aseton 6. Kertas saring dan isinya dimasukan kedalam cawan porselin, kemudian dikeringkan selama 1 jam dan kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (C) 7. Setelah itu dipanaskan dalam tanur 600 oC hingga berwarna putih, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (D)
Kadar serat =
x 100 %
Lampiran 10. Jumlah sampel udang (ekor) yang diambil berdasarkan waktu pengambilan dari setiap perlakuan untuk histologi penelitian tahap pertama No.
Perlakuan
1. 2. 3. 4. 5.
0% TBK 10% TBK 20% TBK 30% TBK 40% TBK
1 ts ts ts ts ts
2 ts ts ts ts ts
3 ts ts ts ts 1
4 ts ts ts 1 ts
Waktu (hari ke…) 5 6 7 8 ts ts 1 ts ts 1 ts ts 1 ts ts ts ts ts ts ts ts ts ts mt
Keterangan : ts adalah tanpa pengambilan sampel; mt adalah mati total
9 ts ts ts mt mt
10 ts ts mt mt mt
11 ts ts mt mt mt
12 ts mt mt mt mt
99
Lampiran 11. Prosedur pembuatan preparat histologi UDANG UJI
FIKSASI : Organ diambil dan dicuci dengan NaCl fisiologis, kemudian direndam dalam larutan fiksasi Davidson selama 24-72 jam
DEHIDRASI : Organ direndam dalam alkohol dengan konsentrasi 70 %, 80 %, 90 %, 95 % I, 95 % II, masing-masing selama 2 jam. Lalu dalam alkohol 100 % I selama 12 jam, alkohol 100 % II selama 1 jam
PENJERNIHAN/CLEARING : Organ direndam dalam alkohol 100 % + Xylol (1:1) selama 30 menit. Kemudian direndam dalam xylol I, xylol II, xylol II masing-masing selama 30 menit
INFILTRASI/EMBEDDING : Organ selanjutnya direndam dalam parafin I, parafin II, parafin III masingmasing selama 45 menit dalam oven 70oC
PENANAMAN/BLOCKING : Penanaman organ ke dalam block parafin 50oC sampai parafin mengeras selama 1 hari
PEMOTONGAN DENGAN MIKROTOM Specimen sipotong tipis (Ketebalan 4-5 mikrometer) ditempatkan di atas gelas objek dan diapungkan di atas air hanya 50oC
DEPARAFINISASI : Preparat direndam berturut-turut dalam Xylol I dan II masing-masing selama 5 menit
REHIDRASI : Preparat direndam berturut-turut dengan alkohol 100 % I dan II, alkohol 95 %, alkohol 90 %, alkohol 80 %, alkohol 70 % masing-masing selama 1 menit. Kemudian direndam dalam air (aquadest) hingga specimen berwarna putih bening
PEWARNAAN : Preparat direndam dalam larutan Hemotoxylin selama 3-5 menit, lalu di cuci dengan air mengalir (kran) selama 3-5 menit. Dilanjutkan perendaman dengan eosin selama 2-3 menit, lalu dicuci dengan air kran mengalir
DEHIDRASI II : Preparat direndam dalam alkohol 50 %, 70 %, 80 %, 90 %, 100 % I, 100 % II, masing-masing selama 1 menit
PENJERNIHAN II : Preparat direndam dalam Xylol I, Xylol II, Xylol III masing-masing selama 1 menit
MOUNTING
SEDIAAN (PREPARAT) HISTOLOGI
100
Lampiran 12. Jumlah sampel udang (ekor) yang diambil berdasarkan waktu pengambilan dari setiap perlakuan untuk analisis ALS dan gosipol penelitian tahap kedua No.
Perlakuan
1.
Pakan komersial 0% MBK 6% MBK 12% MBK 18% MBK
2. 3. 4. 5.
3* ts
4 ts
5 ts
ts ts ts 2
ts ts 2 2
ts 2 2 2
Waktu (hari ke…) 6 7 8 ts ts ts ts 2 2 2
ts 2 2 ts
ts 2 2 mt
9 ts
10 ts
11 ts
ts 2 mt mt
ts 2 mt mt
ts 2 mt mt
Keterangan : * adalah pengambilan sampel dimulai hari ke-3 saat udang mulai moribunb; ts adalah tanpa pengambilan sampel; mt adalah mati total
Lampiran 13. Jumlah sampeludang (ekor) yang diambil berdasarkan waktu pengambilan dari setiap perlakuan untuk analisis aktivitas enzim penelitian tahap kedua No. 1. 2. 3. 4. 5.
Perlakuan
1 2 2 2 2 2
Pakan komersial 0% MBK 6% MBK 12% MBK 18% MBK
2 2 2 2 2 2
3 2 2 2 2 2
Waktu (hari ke…) 4 5 6 7 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
8 2 2 2 2 2
9 2 2 2 2 2
10 2 2 2 2 2
Lampiran 14. Jumlah sampel udang (ekor) yang diambil berdasarkan waktu pengambilan dari setiap perlakuan untuk analisis asam lemak tubuh penelitian tahap kedua No.
Perlakuan
1. 2.
Kontrol* Pakan komersial 0% MBK 6% MBK 12% MBK 18% MBK
3. 4. 5. 6.
1 1 ts
2 ts ts
3 ts ts
4 ts ts
Waktu (hari ke…) 5 6 7 8 9 ts ts ts ts ts ts ts ts ts ts
10 ts ts
11 ts ts
12 ts 1
ts ts ts ts
ts ts ts ts
ts ts ts ts
ts ts ts ts
ts ts ts ts
ts mt mt mt
1 mt mt mt
mt mt mt mt
ts ts ts ts
ts ts ts 1
ts ts 1 mt
ts 1 mt mt
Keterangan : *udang sebelum dilakukan perlakuan; ts adalah tanpa pengambilan sampel; mt adalah mati total
101
Lampiran 15. Jumlah sampel udang (ekor) yang diambil berdasarkan waktu pengambilan dari setiap perlakuan untuk histologi penelitian tahap kedua No. 1. 2. 3. 4. 5.
Perlakuan Pakan komersial 0% MBK 6% MBK 12% MBK 18% TBK
1 ts ts ts ts ts
2 ts ts ts ts ts
3 ts ts ts ts 1
4 ts ts ts 1 ts
Waktu (hari ke…) 5 6 7 8 ts ts ts ts ts 1 ts ts 1 ts ts ts ts ts ts ts ts ts ts mt
9 ts ts ts mt mt
10 ts ts mt mt mt
11 ts ts mt mt mt
12 ts mt mt mt mt
Keterangan : ts adalah tanpa pengambilan sampel; mt adalah mati total
Lampiran 16. Jumlah sampel udang (ekor) yang diambil berdasarkan waktu pengambilan dari setiap perlakuan untuk analisis aktivitas enzim penelitian tahap ketiga No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Perlakuan 0% TBBK 5% TBBK 10% TBBK 15% TBBK 20% TBBK 15% TBBK* 20% TBBK*
0 2 2 2 2 2 2 2
10 2 2 2 2 2 2 2
Waktu (hari ke…) 20 30 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
40 2 2 2 2 2 2 2
Keterangan : TBBK adalah tepung bungkil biji kapuk; * adalah perlakuan dengan pemanasan 146 oC selama 30 menit
Lampiran 17. Jumlah sampeludang (ekor) yang diambil berdasarkan waktu pengambilan dari setiap perlakuan untuk analisis asam lemak tubuh penelitian tahap ketiga No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Perlakuan Kontrol* 0% TBBK 5% TBBK 10% TBBK 15% TBBK 20% TBBK 15% TBBK** 20% TBBK**
0 1 ts ts ts ts ts ts ts
10 ts ts ts ts ts ts ts ts
Waktu (hari ke…) 20 30 ts ts ts ts ts ts ts ts ts ts ts ts ts ts ts ts
40 ts 1 1 1 1 1 1 1
Keterangan : TBBK adalah tepung bungkil biji kapuk; ts adalah tanpa pengambilan sampel; * udang sebelum dilakukan perlakuan ;** adalah perlakuan dengan pemanasan 146 oC selama 30 menit
102
Lampiran 18. No. 1.
Hasil analisis proksimat tubuh awal dan akhir udang yang dipelihara selama 40 hari dari setiap perlakuan pada penelitian ketiga
Perlakuan
ulangan
Awal
1 2 Rataan
2.
0% TBBK
3.
5% TBBK
1 2 Rataan
1 2 Rataan
4.
10% TBBK
1 2 Rataan
5.
15% TBBK
1 2 Rataan
6.
20% TBBK
1 2 Rataan
7.
15% TBBK**
1 2 Rataan
8.
20% TBBK**
1 2 Rataan
Air 75,08 74,94 75,01 74,00 73,94 73,97 74,08 74,02 74,05 75,09 74,82 74,96 76,06 76,36 76,21 75,88 75,74 75,81 76,04 76,39 76,22 79,33 79,01 79,17
Proksimat (% bobot basah) Abu Protein Lemak Serat 3,42 16,29 2,38 0,01 3,24 17,43 2,33 0,12 3,33 16,86 2,36 0,07 3,23 18,88 2,37 0,01 2,88 19,12 2,47 0,01 3,06 19,00 2,42 0,01 3,42 17,94 2,14 0,00 3,02 17,89 1,98 0,00 3,22 17,92 2,06 0,00 2,69 17,80 1,81 0,00 3,04 17,51 2,00 0,00 2,87 17,67 1,91 0,00 3,60 16,72 1,96 0,02 3,58 17,32 1,72 0,01 3,59 17,02 1,84 0,02 3,89 16,34 1,81 0,02 3,70 17,27 1,89 0,01 3,80 16,81 1,85 0,02 2,96 18,08 1,95 0,01 2,39 17,75 2,16 0,02 2,68 17,92 2,06 0,02 3,38 14,65 1,46 0,01 3,44 15,38 1,49 0,01 3,41 15,02 1,48 0,01
Keterangan : TBBK adalah tepung bungkil biji kapuk; ts adalah tanpa pengambilan sampel;** adalah perlakuan dengan pemanasan 146 oC selama 30 menit
BETN 2,82 1,96 2,39 1,52 1,58 1,55 2,44 3,09 2,77 2,61 2,64 2,63 1,64 1,01 1,33 2,07 1,39 1,73 0,97 1,29 1,13 1,17 0,68 0,93
103
Lampiran 19.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jumlah sampel udamg (ekor) yang diambil berdasarkan waktu pengambilan dari setiap perlakuan untuk histologi penelitian tahap ketiga Perlakuan
0% TBBK 5% TBBK 10% TBBK 15% TBBK 20% TBBK 15% TBBK** 20% TBBK**
8 ts ts ts ts 1 ts 1
Waktu (hari ke…) 9 ts ts ts 1 ts ts ts
10 1 ts 1 ts ts 1 ts
Keterangan : TBBK adalah tepung bungkil biji kapuk; ts adalah tanpa pengambilan sampel; * udang sebelum dilakukan perlakuan ;** adalah perlakuan dengan pemanasan 146 oC selama 30 menit
Lampiran 20. Hasil pengukuran kandungan Asam Lemak Siklopropenat pada hepatopankreas udang pada penelitian pertama
104
Lampiran 21.
Hasil analisis statistik kandungan asam lemak siklopropenat pada hepatopankreas udang pada penelitian pertama
Lampiran 22.
Hasil pegukuran kandungan gosipol (mg/g) pada hepatopankreas udang dari setiap perlakuan pada penelitian pertama
105
Lampiran 23.
Hasil analisis statistik kandungan gosipol pada hepatopankreas udang pada penelitian pertama
Lampiran 24.
Hasil analisis statistik aktivitas enzim protease pada penelitian pertama
Lampiran 25.
Hasil analisis statistik aktivitas enzim lipase pada penelitian pertama
106
Lampiran 26.
Hasil analisis statistik aktivitas enzim amilase pada penelitian pertama
Lampiran 27.
Komposisi asam lemak tubuh dan kandungan (mg/g) berdasarkan perlakuan pada penelitian pertama
Lampiran 28.
Perubahan asam lemak tubuh (%) berdasarkan perlakuan pada penelitian pertama
107
Lampiran 29.
Jumlah pakan yang dikonsumsi udang (g/ekor) dari setiap perlakuan pada penelitian tahap pertama
Lampiran 30.
Hasil analisis statistik jumlah pakan yang dikonsumsi udang (g/ekor) dari setiap perlakuan pada penelitian tahap pertama
Lampiran 31.
Tingkat kelangsungan hidup udang (%) dari setiap perlakuan pada penelitian tahap pertama
108
Lampiran 32.
Hasil analisis statistik tingkat kelangsungan hidupudang (%) dari setiap perlakuan pada penelitian tahap pertama
Lampiran 33.
Kandungan asam lemak siklopropenat (mg/g) pada hepatopankreas udang dari setiap perlakuan pada penelitian kedua
Lampiran 34.
Hasil analisis statistik asam lemak siklopropenat dari setiap perlakuan pada penelitian kedua
109
Lampiran 35.
Kandungan gosipol (mg/g) pada hepatopankreas udang dari setiap perlakuan pada penelitian kedua
Lampiran 36.
Hasil analisis statistik gosipol dari setiap perlakuan pada penelitian kedua
Lampiran 37.
Hasil analisis statistik aktivitas enzim protease pada penelitian kedua
110
Lampiran 38.
Hasil analisis statistik aktivitas enzim lipase pada penelitian kedua
Lampiran 39.
Hasil analisis statistik aktivitas enzim amilase pada penelitian kedua
Lampiran 40.
Komposisi asam lemak tubuh dan kandungan (mg/g) berdasarkan perlakuan pada penelitian kedua
111
Lampiran 41.
Perubahan asam lemak tubuh (%) berdasarkan perlakuan pada penelitian kedua
Lampiran 42.
Jumlah pakan yang dikonsumsi udang (g/ekor) dari setiap perlakuan pada penelitian tahap kedua
Lampiran 43.
Hasil analisis statistik jumlah pakan yang dikonsumsi udang (g/ekor) dari setiap perlakuan pada penelitian tahap kedua
112
Lampiran 44.
Tingkat kelangsungan hidup udang (%) dari setiap perlakuan pada penelitian tahap kedua
Lampiran 45.
Hasil analisis statistik tingkat kelangsungan hidup udang dari setiap perlakuan pada penelitian tahap kedua
Lampiran 46.
Hasil analisis statistik aktivitas enzim protease dari setiap perlakuan pada penelitian tahap ketiga
113
Lampiran 47.
Hasil analisis statistik aktivitas enzim lipase dari setiap perlakuan pada penelitian tahap ketiga
Lampiran 48.
Hasil analisis statistik aktivitas enzim amilase dari setiap perlakuan pada penelitian tahap ketiga
Lampiran 49.
Komposisi asam lemak tubuh dan kandungan (mg/g) perlakuan pada penelitian ketiga
berdasarkan
114
Lampiran 50.
Perubahan asam lemak tubuh (%) berdasarkan perlakuan pada penelitian ketiga
Lampiran 51.
Jumlah pakan yang dikonsumsi (g/ekor) dari setiap perlakuan pada penelitian tahap ketiga
115
Lampiran 52.
Hasil analisis statistik jumlah pakan yang dikonsumsi (g/ekor) dari setiap perlakuan pada penelitian tahap ketiga
One-way ANOVA: H-1 versus Perlakuan Source Perlakuan Error Total
DF 6 14 20
SS 0,0000000 0,0000000 0,0000000
MS 0,0000000 0,0000000
F *
P *
One-way ANOVA: H-10 versus Perlakuan Source Perlakuan Error Total
DF 6 14 20
SS 1,80765 0,06138 1,86903
S = 0,06621
MS 0,30128 0,00438
R-Sq = 96,72%
Level N 3 0% TBBK 5% TBBK 3 10% TBBK 3 15% TBBK 3 20% TBBK 3 15% TBBK panasi 3 20% TBBK panasi 3
Mean 7,6483 7,4250 7,3661 7,1104 7,1533 7,2948 6,6412
F 68,72
P 0,000
R-Sq(adj) = 95,31%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev StDev -+---------+---------+---------+-------0,0029 (--*--) 0,0541 (--*-) 0,0331 (--*-) 0,0468 (--*--) 0,0934 (-*--) 0,0622 (--*--) 0,1090 (-*--) -+---------+---------+---------+-------6,60 6,90 7,20 7,50
One-way ANOVA: H-20 versus Perlakuan Source Perlakuan Error Total S = 0,2499
DF 6 14 20
SS 16,3565 0,8741 17,2306
MS 2,7261 0,0624
R-Sq = 94,93%
Level N 0% TBBK 3 5% TBBK 3 10% TBBK 3 15% TBBK 3 20% TBBK 3 15% TBBK panasi 3 20% TBBK panasi 3
F 43,66
P 0,000
R-Sq(adj) = 92,75%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Mean StDev ----+---------+---------+---------+----11,535 0,065 (--*--) 11,097 0,088 (--*--) 10,909 0,297 (--*--) 9,829 0,205 (--*--) 9,688 0,426 (--*--) 10,880 0,279 (--*--) 8,865 0,189 (--*--) ----+---------+---------+---------+----9,0 10,0 11,0 12,0
116
One-way ANOVA: H-30 versus Perlakuan Source Perlakuan Error Total S = 1,084
DF 6 14 20
SS 84,19 16,46 100,65
MS 14,03 1,18
R-Sq = 83,64%
Level 0% TBBK 5% TBBK 10% TBBK 15% TBBK 20% TBBK 15% TBBK panasi 20% TBBK panasi
N 3 3 3 3 3 3 3
F 11,93
P 0,000
R-Sq(adj) = 76,63%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Mean StDev ---------+---------+---------+---------+ 16,952 0,159 (-----*----) 16,453 0,229 (-----*----) 16,628 0,981 (-----*----) 16,024 1,410 (----*----) 15,185 0,778 (-----*----) 18,385 2,099 (-----*----) 11,493 0,437 (----*----) ---------+---------+---------+---------+ 12,5 15,0 17,5 20,0
One-way ANOVA: H-40 versus Perlakuan Source Perlakuan Error Total S = 0,9071
DF 6 14 20
SS 116,507 11,519 128,026
MS 19,418 0,823
R-Sq = 91,00%
Level 0% TBBK 5% TBBK 10% TBBK 15% TBBK 20% TBBK 15% TBBK panasi 20% TBBK panasi
N
Mean
3 3 3 3 3 3 3
24,923 24,330 21,197 19,853 18,337 22,570 19,230
F 23,60
P 0,000
R-Sq(adj) = 87,15%
StDev
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -+---------+---------+---------+-------
0,208 (----*---) 0,361 (---*----) 1,847 (----*---) 0,714 (---*----) 0,754 (---*----) 0,733 (---*----) 0,746 (----*---) -+---------+---------+---------+-------17,5 20,0 22,5 25,0
117
Lampiran 53.
Hasil analisis retensi protein (%) berdasarkan perlakuan pada penelitian ketiga
Lampiran 54.
Hasil analisis retensi lemak (%) berdasarkan perlakuan pada penelitian ketiga
118
Lampiran 55.
Pertumbuhan relatif juvenil udang (%) berdasarkan perlakuan pada penelitian ketiga
Keterangan : * adalah TBBK yang dipanasi; PR= pertumbuhan relatif (%); No = jumlah individu pada waktu to (ekor); Wo = rataan berat individu pada waktu to (g); Nt = jumlah individu pada waktu t (ekor); Wt = rataan berat individu pada waktu t (g); Bo = biomassa individu pada waktu to (g); Bt = biomassa individu pada waktu t (g)
119
Lampiran 56.
Hasil analisis statistik pertumbuhan relatif juvenil udang berdasarkan perlakuan pada penelitian ketiga
One-way ANOVA: Pertumbuhan Relatif (PR) versus perlakuan Source perlakuan Error Total
DF 6 14 20
S = 18,16
SS 109567 4619 114186
MS 18261 330
R-Sq = 95,95%
F 55,35
P 0,000
R-Sq(adj) = 94,22%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev --------+---------+---------+---------+0% TBBK 3 98,78 3,14 (--*---) 3 90,06 10,65 (---*---) 5% TBBK 10%TBBK 3 -33,64 31,97 (--*---) 15% TBBK 3 -68,71 17,02 (---*--) 20% TBBK 3 -77,40 17,63 (---*---) 15% TBBK* 3 -28,53 23,74 (---*---) 20% TBBK* 3 -87,33 0,32 (--*---) --------+---------+---------+---------+-60 0 60 120 Keterangan * adalah TBBK yang dipanasi
Lampiran 57.
Tingkat kelangsungan hidup juvenil udang (%) dari setiap perlakuan pada penelitian tahap ketiga
120
Lampiran 58.
Hasil analisis statistik tingkat kelangsungan hidup juvenil udang (%) dari setiap perlakuan pada penelitian tahap ketiga
Keterangan : huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata (p<0,05)
Lampiran 59.
Kandungan Asam lemak siklopropenat (ALS) dan gosipol dalam pakan uji (mg/kg pakan) berdasarkan hasil perhitungan dari setiap perlakuan pada penelitian tahap ketiga
Parameter
Perlakuan Tepung Bungkil Biji Kapuk 0%
5%
10%
15%
20%
15%*
20%*
ALS
0
30
60
90
120
90
120
Gosipol
0
5
10
15
20
15
20
Keterangan : * adalah tepung bungkil biji kapuk yang dipanasi