Kebahagiaan Pada Pasangan Pernikahan Beda Agama Ririn Herni Retnosari Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
ABSTRAK
Pernikahan merupakan sebuah hal yang sudah umum dan terdapat diseluruh dunia. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran, kebahagian pada pasangan pernikahan beda agama, serta untuk mengetahui dampak-dampak penyebab kebahagiaan pada pasangan pernikahan beda agama. Pernikahan adalah suatu hubungan yang diakui secara sosial antara pria dan wanita yang mengesahkan hubungan seksual dan adanya kesempatan mendapatkan keturunan, sesungguhnya tujuan pernikahan sangat mulia jika dilandasi kesadaran untuk saling memberikan yang terbaik kendati pasangan tidak pernah menuntutnya. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, pendekatan kualitatif ini ditujukan untuk suatu penelitian yan ingin digali masalahnya secara lengkap dan kompleks, karakter subjek yang dipakai dalam penelitian ini adalah pasangan suami dan istri yang telah menikah selama minimal 5 tahun dan berbeda agama, jumlah subjek dalam penelitian ini berjumlah 3 pasangan suami istri dan 3 orang significant other. Sedangkan metode observasi yang digunakan adalah observasi non partisipan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian kali ini menggunakan tekhnik wawancara dan observasi dan karakteristik subjek yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah pasangan suami dan istri, yang menikah beda agama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga subjek memutuskan untuk menikah berbeda agama karena keinginan sendiri, bukan karena ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun, sehingga dapat disimpulkan bahwa meskipun memilih untuk menikah beda agama subjek tetap bisa menemukan kebahagiaan dalam kehidupan pernikahannya. Kata kunci : Kebahagiaan, pernikahan pasangan beda agama
Happiness In Marriage Couple Different Religions Ririn Herni Retnosari Faculty of Psychology, University Gunadarma ABSTRACT Marriage is a thing that is common and found around the world. Specifically this study aims to find a picture, the couple's happiness on different religion marriages, as well as to determine the effects of the causes of happiness in marriage couples of different religions. Marriage is a socially recognized relationship between men and women who endorsed sexual relations and the opportunities to obtain offspring, the real purpose of marriage is very noble, if based on an awareness of the best to give each other even though the couple never sue. In this study researchers used a qualitative approach, this qualitative approach intended for a study that explored the issue to the full and complex character of the
subjects used in this study is the couple husband and wife who have been married for at least 5 years and different religions, the number of subjects in this study amounted to 3 couples and 3 people (Significant other). While the observation method used is non-participant observation. Data collection techniques in the current study uses interviews and observation techniques and characteristics of the subjects that will be used in this study is the couple husband and wife, who married different religion. The results showed that all three subjects decided to marry a different religion because the desire itself, not because of any coercion or pressure from other people, so it can be concluded that although different religions choose to marry the subject can still find happiness in her married life.
Key words: Happiness, marriage couple different religions
ikatan pernikahan akan rapuh. Demikian
Pendahuluan Tujuan pernikahan, sesungguhnya sangat mulia jika dilandasi kesadaran untuk saling memberikan yang terbaik kendati
pasangan
kita
tidak
pernah
menuntutnya. Inilah dasar kokoh untuk membina kehidupan rumah tangga yang bahagia dan harmonis (C hudori, 1997). Menurut
Hawari
(1996),
pernikahan
bukanlah semata-mata guna kebutuhan biologis, melainkan yang utama adalah pemenuhan akan kebutuhan afeksional, yaitu kebutuhan mencintai dan dicintai, rasa
kasih
sayang,
rasa
aman
dan
pula halnya bila ikatan pernikahan hanya didasarkan kepada materi saja, juga tidak akan menjamin kebahagiaan. Namun bila ikatan itu pihak utamanya adalah ikatan afeksional,
Bila
pernikahan
hanya
didasarkan ikatan fisik atau biologis semata, maka dengan bertambahnya usia
hidup
dihayati relatif kekal (Chudori, 1997). Seligman (2002), dalam bukunya yang berjudul
“Authentic
Happiness”
mengatakan bahwa pernikahan adalah faktor
kebahagiaan
dibanding
yang
kepuasan
akan
lebih
kuat
pekerjaan,
keuangan, atau komunitas. Kebahagiaan suatu
suatu
kebahagian
pernikahan yang didambakan itu akan
terlindung, dihargai, diperhatikan, dan sebagainya.
maka
keadaan
mengandung
menggambarkan atau
nilai-nilai
situasi
yang
psikologis
di
dalam kehidupan, sehingga dalam situasi psikologis ini memberikan rasa aman
kepada
individu
memuaskan
Takwin, 2007) adalah ikatan lahir batin
kebutuhannya (Solih, 1983). Kebahagiaan
antara seoran pria dan seorang wanita yang
bisa menjadi sangat subjektif dan berbeda-
masing-masing berbeda agamanya dan
beda
Manusia
mempertahankan perbedaannya itu sebagai
dalam
suami istri dengan tujuan membentuk
mencari dan memperoleh kebahagiaan.
rumah tangga yang bahagia dan kekal
Kebahagiaan milik semua manusia, baik
berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa.
pria maupun wanita. Hubungan dekat
Pengertian
adalah
bahwa di dalam pernikahan beda agama,
pada
dituntut
dalam
setiap
untuk
manusia.
lebih
proaktif
faktor-faktor
menentukan
yang
dalam
paling
kebahagiaan.
Hubungan dekat memiliki makna yang
suami-istri
ini
mengandung
substansi
mempertahankan
perbedaan
agama ketika menikah dan berkeluarga.
lebih besar dibandingkan kepuasan pribadi
Pada masa sekarang ini pernikahan
atau pandangan seseorang terhadap dunia
beda
secara utuh (Magen, Birenbaum, dan Pery
kontroversial setiap kali diperbincangkan.
dalam Niven, 2002).
Sebagian kalangan menolak pembatasan-
Kebahagiaan memiliki dua aspek
agama
masih
menjadi
isu
pembatasan ekspresi cinta termasuk dalam
pertama, aspek afektif, berupa pengalaman
pernikahan
beda
agama.
emosional dari perasaan-perasaan seperti
pernikahan
antara
pasangan
joy, elation, dan contentment. Kedua aspek
agama semakin banyak setelah sejumlah
kognitif, berupa evaluasi kognitif terhadap
media menampilkan pernikahan beberapa
kepuasaan hidup (Carr, 2004). Di dalam
pasangan
sebuah pernikahan dikenal ada beberapa
agama merupakan salah satu dari bagian
jenis
adalah
masalah pernikahan yang cukup kompleks, baik sebelum dan sesudah pernikahan
pernikahan
diantaranya
selebritis.
Saat
ini
berbeda
Pernikahan
beda
pernikahan
monogami,
pernikahan
poligami,
pernikahan
eksogami,
pernikahan
endogamy,
pernikahan
berbeda-beda dalam menyikapi masalah
homogami,
pernikahan
heterogami,
ini. Pernikahan beda agama sebagai salah
pernikahan
satu isu pernikahan, sebenarnya hal ini
parallel cousin, pernikahan eleutherogami,
bukan merupakan hal yang baru di
pernikahan
salah
Indonesia. Dalam sejarahnya, pernikahan
satunya adalah pernikahan beda agama
antar agama telah dibuat aturannya sejak
(Jehani, 2008).
jaman
pernikahan
cross
cousin,
campuran,
dimana
Pernikahan beda agama menurut Handrianto
(dalam
Hikmatunnisa
&
terjadi.
Ada
banyak
sebelum
Pernikahannya
pendapat
yang
kemerdekaan.
dimaksukan
ke
dalam
kelompok pernikahan campuran (Syafi’i,
2005).
Jadi
suatu
pasangan penikahan beda agama tentu saja
pernikahan tentu saja semua pasangan
dituntut kebahagian yang harus selalu
ingin mencari dan
dirasakan dalam menjalankannya, karena
kebahagiaan, pernikahan
dalam
mencapai suatu
begitu beda
menjalin
pun
agama.
terhadap Di
dalam
pasangan
pernikahan
beda
agama
membutuhkan pengorbanan dan kasih
pernikahan tentu saja kebahagiaan dituntut
sayang
untuk selalu hadir dalam kesehariannya, di
pasangannya (Monib & Nurcholish, 2008).
antaranya
adalah
menjalankan
ibadah
yang
lebih
besar
untuk
Maka dari itu tampak bahwa di
bersama-sama pasangan. Tentu saja hal ini
dalam
tidak
pasangan
kebahagiaan karena kebahagiaan itu adalah
pernikahan beda agama karena masing-
hak dasar bagi setiap orang dan setiap
masing dari mereka tetap menjalankan
orang yang menikah salah satunya yaitu
ibadah sesuai kepercayaannya masing-
untuk memperoleh kebahagiaan. Maka
masing (Monib & Nurcholish, 2008).
kebahagiaan
dituntut
pernikahan.
Terutama
bisa
dialami
oleh
Bagi pasangan pernikahan beda
pernikahan,
diperlukan
adanya
dalam pada
sebuah pasangan
agama kebahagiaan itu sangat penting,
pernikahan beda agama. Kebahagiaan itu
karena dari awal hubungan itu dibangun
begitu penting untuk setiap orang, karena
untuk
setiap orang punya hak yang sama untuk
menyatukan hubungan menjadi
suatu pernikahan bagi pasangan beda
memperoleh
kebahagiaannya.
agama membutuhkan perjuangan yang
pernikahan
beda
berbeda dari pasangan pernikahan dengan
diperlukan pengorbanan yang cukup besar,
satu kepercayaan yang sama atau seagama.
juga cinta yang lebih besar daripada
Kebahagiaan sangat penting untuk tetap
pasangan yang seagama.
menjaga
hubungan
tetap
utuh
pada
saja begitupun pada pasangan pernikahan beda agama. Hal tersebut karena bagi pasangan pernikahan beda agama, ada tantangan yang tidak mudah untuk dilalui dalam mencapai kebahagiaan tersebut. Kebahagiaan itu sangat penting karena tantangan dan rintangan yang dihadapi pun jauh lebih berat, maka dari itu bagi
tentunya
Tujuan Penelitian
pasangan pernikahan beda agama karena kebahagiaan itu berhak dimiliki oleh siapa
agama,
Pada
Secara
khusus
penelitian
ini
bertujuan untuk mengetahui alasan subjek memutuskan
untuk
menikah
dengan
pasangan yang berbeda agama, untuk mengkaji
gambaran
kebahagian
pada
pasangan pernikahan beda agama, serta untuk mengetahui faktor-faktor penyebab dari
kebahagiaan
pernikahan beda agama.
pada
pasangan
pelaku yang ditelitinya dan harus dapat memahami para pelaku yang ditelitinya
Metode penelitian
agar dapat mencapai tingkat pemahaman
1. Penelitian Kualitatif
yang
Dalam penelitian ini, pendekatan
yang sempurna mengenai makna-makna
digunakan
yang terwujud dalam gejala-gejala sosial
kualitatif.
adalah
Pendekatan
pendekatan
kualitatif
ini
yang diamatinya.
ditunjukan untuk suatu penelitian yang ingin digali masalahnya secara lengkap dan kompleks. Peneliti ingin mengetahui secara dalam, tidak secara sederhana dan benar-benar menuntut jalannya kehidupan individu yang harus diamati sehingga dapat menghasilkan data yang bersifat deskriptif. Bogman
Moloeng,
2004).
dan
Poerwandari
(2001),
penelitian kualitatif menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti cara skripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman, video dan sebagainya. Pendekatan kualitatif mencoba
menterjemahkan
pndangan
Menurut (dalam
Menurut
dasar
pandangan-
interpretatif
dan
Taylor
fenomenologis. Beberapa pandangan yang
Metodologi
mendasari yaitu, realitas sosial adalah
kualitatif merupakan sebagai prosedur
sesuatu
penelitian
data
bukan sesuatu yang berada diluar individu,
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
manusia tidak secara sederhana mengikuti
lisan dari orang-orang dan perilaku yang
hukum-hukum alam diluar diri melainkan
dapat diamati secara holistik atau utuh.
menciptakan
yang
menghasilkan
Menurut Suparlan (dalam heru basuki,
2006)
pendekatan
landasan
kualitatif
berfikir adalah
dari pokok
penelitian sosiologi bukan hanya gejalagejala sosial, dan terutama makna-makna yang terdapat di balik tindakan-tindakan
subjektif
dan
rangkaian
interpretasikan,
makna
dalam
menjalani hidupnya, ilmu didasarkan pada pengetahuan sehari-hari, bersifat induktif, indiografis dan tidak bebas nilai, dan penelitian bertujuan untuk memahami kehidupan sosial. Denzin dan Lincoln (dalam Heru
perorangan yang mendorong terwujudnya
Basuki,
gejala-gejala
dalam
penelitian kualitatif tidak memperkenalkan
atau
perlakuan (treatment) atau memanipulasi
kualitatif
sosial. adalah
Metode Verstehen
2006)
atau
menjelaskan
pemahaman yaitu agar dapat memahami
variabel
makna yang ada dalam gejala sosial, maka
operasional peneliti mengenai variabel-
peneliti harus dapat berperan sebagai
variabel
pada
memaksakan
bahwa
peserta
definisi
penelitian.
Sebaliknya,
penelitian
kualitatif
membiarkan sebuah makna muncul dari
1. Alasan
yang
Mendorong
Pernikahan Beda Agama
partisipan-partisipan itu sendiri. Penelitian
Dari
ini sifatnya lebih fleksibel sehingga dapat
didapatkan
disesuaikan dengan latar yang ada, konsep-
mengenai
konsep alat-alat pengumpul data dan
pertama memutuskan untuk
metode
dapat
menikah beda agama adalah
perkembangan
keinginan subjek sendiri dan
pengumpulan
disesuaikan
dengan
data
penelitian.
(1995), lebih jauh mengemukakan bahwa penelitian kualitatif merupakan alternatif terbaik untuk penelitian masalah-masalah yang: dapat
dilakukan
alasan
subjek
manapun dan merasa semakin erat karena merasakan adanya kecocokan dalam hal subjek bisa “nyambung” bila berada dekat dengan pasangannya dan
baik
karena
secara
pasangannya walaupun agama
alasan
mereka berbeda. Alasan subjek
praktik maupun alasan etis.
kedua
b. Membutuhkan pendalaman terhadap proses maupun kompleksitas masalah. dapat
variabel-varibel
diindetifikasikan yang
berkaitan
dengan masalah. d. Ingin melakukan tinjauan mengenai mengapa dan bagaimana. e. Dilakukan dalam system inovasi atau masyarakat yang belum dikenal. f. Mengenai kaitan-kaitan atau proses informal dalam suatu organisasi. g. Mengenal tujuan tersembunyi dari suatu hal.
kesimpulan
enak diajak ngbrol dengan
eksperimental
c. Belum
penelitian
tanpa ada paksaan dari pihak
Menurut Marshall dan Rosman
a. Tidak
hasil
memutuskan
untuk
menikah beda agama karena juga
merasakan
kecocokan dapatkan
adanya
yang karena
mereka pasangan
subjek supel, pintar bergaul dan bisa membawa suasana, subjek istri juga merasa cocok dengan pasangannya karena pasangannya
adalah
orang
yang setia dan bisa saling memenuhi kebutuhun masingmasing.
Sedangkan
subjek
ketiga
pada merasa
timbulnya kecocokan diantara Kesimpulan
mereka karena dulunya satu pekerjaan dan subjek terlihat
unik oleh pasangannya. Subjek
menyelsaikan masalah yang
juga menikah beda agama
ada
tidak
dibicarakan agar masalahnya
ada
paksaan
melakukan
dalam
pernikahan
dan
yaitu
tidak
dengan
cara
menumpuk
dan
tidak ada rasa berdosa karena
memberikan dorongan kepada
subjek saling menyukai.
pasangannya
untuk
menjalankan
aktivitasnya.
2. Gambaran
Kebahagiaan
Subjek kedua cara mereka
Pernikahan Dari
hasil
penelitian
didapatkan kesimpulan karakteristik
dari
kebahagiaan
pernikahan
terjadi
berkomitmen
adalah
satu
untuk selamanya dan tidak tergantikan,
selalu
percaya
jika
dengan pasangannya. Subjek
pasangan
tersebut
memiliki
ketiga berkomitmen menikah
pikiran
positif
terhadap
hanya sekali dan bisa saling
pasangannya. Subjek pertama
percaya
istrinya
meninggalkan
selalu
melihat
dan
tidak
akan
pasangannya
suaminya dengan tidak ada
pada keadaan sesusah apapun.
rasa curiga dan selalu percaya
Karakteristik
terhadap
yang
pasangannya
walaupun Subjek
berbeda kedua
ketiga
dan
berpikir
melihat
bahwa
subjek
keintimin
dan
gairah
merupakan
unsur
penting
dengan
dan
selalu
positif
pasangannya. karakteristik pernikahan
tentang
Salah
satu
kebahagiaan yaitu
pasangan
pernikahan
negatif
pasangannya
yaitu
agama.
juga tidak pernah
berpikiran
lain
kebahagiaan
pasangan
dalam
pernikahan.
Subjek
pertama melihat ini dengan cara
mensyukuri
kelebihan
apapun ataupun
kekurangannya. Subjek kedua dengan cara menerima apapun
melihat pernikahan merupakan
kekurangannya
sebuah komitmen dan janji
kelebihannya. Subjek ketiga
suci untuk bersama sampai
selalu bersyukur atas apa yang
kematian yang memisahkan.
sudah didapatnya.
Subjek pertama komitmennya yaitu
setia
dan
untuk
dan
3. Faktor-faktor
yang
Menyebabkan Kebahagiaan. Dari hasil penelitian yang
bersosialisasi
yang
baik.
Kesehatan juga mempengaruhi subjek
untuk
merasakan
didapat yaitu subjek pertama
kebahagiaan karena tentunya
faktor eksternal Faktor usia
menjadi
juga
mengurusi
mempengaruhi
pada
berkurang
untuk
kesehatan
pasangan ini karena semakin
pasangannya
tua dan bertambahnya usia
tetap mensyukuri apa yang
lebih bisa menikmati hidup
sudah di dapatkan. Agama
dan lebih bisa saling mengerti
suami subjek bukan orang
bahwa perbedaan yang ada itu
yang
indah.
agamanya yaitu ketuhanan dan
Faktor
internalnya
optimisme
terhadap
depan
penting
itu
masa supaya
tetapi
religius
percaya
dan
pada
subjek
prinsip
agamanya
masing-masing saja. Usia juga
mendapatkan masa depan yang
mempengaruhi
lebih baik lagi. Kebahagiaan
mereka apalagi setelah mereka
pada
menjadi
masa
sekarang
pada
kebahagiaan
orang
tua
itu
subjek lebih kepada anak-
berpengaruh
anaknya saja bisa lebih banyak
kebahagiaannya. Produktivitas
kumpul dengan keluarga itu
atau pekerjaan mempengaruhi
yang membuat subjek bahagia.
kebahagiaan karena apa yang
Subjek kedua faktor eksternal
dikerjakan subjek jika merasa
seperti uang mempengaruhi
puas dan cocok berarti subjek
kebahagiaan pernikahan tetapi
bahagia dengan kehidupannya.
uang bukan yang terpenting.
Faktor internalnya kepuasan
Pernikahnya
terhadap
mempengaruhi
terhadap
masa
lalu
juga karena subjek merasa
mempengaruhi kehidupannya
lebih berarti setelah menikah
dan
dan merasa punya kehidupan
Subjek juga selalu optimisme
yang berbeda dari sebelumnya.
terhadap masa depan agar
Kehidupan sosial subjek cukup
anak-anaknya bisa berhasil dan
baik karena istri subjek juga
dengan optimis juga membuat
pengurus anggota sosial jadi
bahagia subjek. Kebahagiaan
mempunyai
subjek pada masa sekarang
kehidupan
dijadikan
pengalaman.
yaitu
bisa
tetap
kumpul
Chudori,
H.
S.
bersama keluarganya. Subjek
perkawinan.
ketiga faktor eksternal yang
swara.
mempengaruhi
kebahagiaan
pernikahannya
yaitu
pernikahan, internal
usia,
yang
Faktor
berpengaruh
yaitu optimisme terhadap masa depan dan kebahagiaan pada masa
sekarang
mempengaruhi
yang
kebahagiaan
(1997).
Liku-liku
Jakarta:
Puspa
Christie., & Poerwandari, E. K. (2008). Kebahagiaan pada pekerja seks komersial kelas bawah di Jakarta. Jurnal Psikologi Sosial. Vol, 14 (03), 219-230. Cowan, P., & Cowan, R. (1987). Mixed blessings:
overcoming
the
stumbling blocks in an interfaith
pernikahannya.
marriage.
New
York,
NY:
Penguin Books Inc. DAFTAR PUSTAKA Duvall, E. M., & Miller, B. C. (1985). Marriage and family development Anjani, C., & Suryanto. (2006). Pola penyesuaian
perkawinan
pada
periode awal. Jurnal Psikologi Sosial. Vol 8 (3), 198-210. Benokraitis, N. V. (1996). Marriage and family. New Jersey: Prentice Hill, Inc. Blood, R. (1978). Marriage. New York, NY: The Fee Press.
6th ed. New York: Harper & Row Publisher. Inc. Duvall, S. (1964). Before you marry. London: W. Foulsham & Co.L td. Freedman,
L.
J.
(1987).
Bagaimana
menjadi bahagia. Alih Bahasa: Tjandra. Bandung: CV Pioner Jaya. Hawari, D. (1996).
Al-Qur’an (ilmu
Bossard, J., & Boll, E. (1957). One
kedokteran jiwa & kesehatan
merriage two faith. New York:
jiwa). Cetakan ke-3. Yogyakarta:
The Ronald Press.
Dana Bhakti Prima Yasa.
Carr, A. (2004). Positive psychology the science of happiness and human strengths. New York.
Heru Basuki, A. M. H. (2006). Penelitian kualitatif
untuk
ilmu-ilmu
kemanusiaan
dan
budaya.
beda
Jakarta: Gunadarma.
perbedaan
being
agama
dan
komitmen
beragama anak. Jurnal Psikologi
happiness: who is happy and why?. Harper: Paperback. Niven, D. (2002). 100 rahasia membuat hidup bahagia, Happy people.
sosial. Vol.13. No.02, 157-165. Jehani, L. (2008). Perkawinan, apa resiko hukumnya?.
Jakarta:
Forum
Jakarta: Erlangga. Puerwandari, E. K. (2001). Pendekatan kualitatif
Sahabat.
psikologi
Yogyakarta.
Fakultas
family living. New york, ny:Mc
(LPSP3). Psikologi
Depok: Universitas
Indonesia.
Landis, P. (1970). Your marriage and the
Riyanto, Y. (1996). Metodologi penelitian
GrawHill &
penelitian
sarana pengetahuan & penelitian
agama. Jogjakarta: Total Media
M.,
dalam
psikologi lembaga pengembangan
Karsayuda, M. (2006). Perkawinan beda
Laswel,
PT
Myers, D. G. (2002). The Pursuit of
orang tua terhadap psychological well
Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Hikmatunnisa, M., & Takwin, B. (2007). Pengaruh
agama.
pendidikan. Surabaya: SIC. Laswel,
(1987).
Rosenbaum, M., & Rosenbaum, S. (1999).
Marriage and the family. Los
Celebrating our differences-living
Angeles,
two
CA:
T.
Woodsworth
Publishing Co. Mandra, C., & Artadi. (1988). Perkawinan beda agama di Indonesia. Jakarta:
Monib, M., & Nurcholish, A. (2008). Kado cinta bagi pasangan nikah
one
marriage.
House Inc. Rozakis,
S.
L.
(2001).
Interfaith
Relationship. Indianapolis. IN: Mac Millan Usit. Inc.
Moleong, L. (2004).Metode penelitian
Rusdakarya.
in
Philadelphia, PA: Beidel Printing
PT Raja Grafindo Persada.
kualitatif. Bandung: PT Remaja
faith
Rusydi,
T.
E.
F. (2007).
kebahagiaan.
Psikologi
Yogyakarta:
Progresif Books. Sarwono, S. W. (1996). Psikologi sosial: individu dan teori-teori psikologi
sosial. Depok: Fakultas Psikologi
Wardhani,
Universitas Indonesia.
yang menikah dan memiliki anak (menggunakan
Authentic happiness: Using the
burnout
new positive psychology to realize potential
for
Soehartono, L. (2002). Metode penelitian sosial 1:Suatu teknis penelitian bidang kesejahteraan sosial dan ilmu sosial lainnya. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
sarjana.
ke-3, poligami dan permasalahan perkawinan (keluarga) ditinjau dari aspek psikologi. Jakarta: UI Press. I.
(1983).
tangga:
Manajemen
rumah
penetapan
fungsi
fundamental manajemen dalam usaha
mewujudkan
keluarga
sejahtera dan bahagia. Cet. 1. Bandung: Penerbit Angkasa. Syafi’i, N. U., & Ulfiah, U. (2005). Ada apa dengan nikah beda agama. Depok: Qultum Media. Turner, J. S., & Helms, D. B. (1995). Human development. USA: John Willey & Sons.
couple
questionaire
&
Depok:
Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia. Walgito,
B.
(2002).
Bimbingan
konseling
dan
perkawinan.
Yogyakarta: Andiofset. Yoeb, I. (1998).
Soewondo, S. (2001). Keberadaan pihak
pine’s
measurement). Tugas akhir pasca
casting
fulfillment. New York: Free Press.
Solih,
Gambaran
burnout pada wanita bekerja
Seligman. M. E. P, Ph. D. (2002).
your
A. R. (2003).
parenting.
Keys to inferfaith New
York,
NY:
Barons Educational Series, Inc.